Anda di halaman 1dari 382

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL
PEMBANGUNAN INKLUSIF DI SEKTOR PERTANIAN II

Penyunting:
Tomy Perdana
Iwan Setiawan
Agriani H. Sadeli
Hesty N. Utami
Sara Ratna Qanti
Mahra Arari Heryanto
Sulistyodewi Nur Wiyono

Desain Cover dan Tata Letak:


Mahra Arari Heryanto

ISBN: 978-602-70388-2-0

Izin diberikan untuk bebas menyalin dan mendistribusikan sebagian atau seluruh
dari isi buku ini dengan menggunakan kaidah pengutipan (sitasi) dalam karya tulis
ilmiah. Buku atau produk turunan atau salinan dari buku ini tidak untuk
diperjualbelikan atau digunakan untuk keperluan mencari keuntungan.

Penerbit:
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran

Gedung Sosek Lantai 2 Fakultas Pertanian


Universitas Padjadjaran Kampus Jatinangor
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor
Telepon: 022-7796318
Faksimili: 022-7796316
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas ijin dan perkenan-
Nya kegiatan Seminar Nasional dan Workshop “Pembangunan Inklusif di Sektor
Pertanian II” telah dapat dilaksanakan dengan baik. Kegiatan ini dapat
diselenggarakan atas kerja sama antara Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan
Provinsi Jawa Barat.
Tujuan utama dari kegiatan Seminar Nasional dan Workshop ini adalah
terdiseminasikannya berbagai metodologi dan ilmu untuk melibatkan petani,
khususnya petani kecil dalam pembangunan nasional sehingga memiliki kesempatan
yang sama untuk meningkatkan pendapatannya. Selain itu, bagi para pelaku
agribisnis, akademisi, pemerintah dan masyarakat merupakan media pembelajaran dan
patok duga (benchmarking) untuk melihat perkembangan sektor pertanian di
Indonesia.
Buku ini adalah prosiding kegiatan yang secara garis besar berisi rumusan hasil
seminar nasional berupa hasil pemikiran dari para peserta seminar yang dapat
dijadikan rujukan dalam pengembangna sektor pertanian yang inklusif. Kami
mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya atas kehadiran
seluruh peserta dalam kegiatan ini.
Secara khusus ucapan terima kasih kami sampaikan kepada narasumber dalam
seminar, kepada Soeko Wardojo (Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia kantor
perwakilan Jawa Barat) yang telah bersedia menjadi pembicara kunci, dan kepada Dr.
Stephan Onggo (Lancaster Management School, Inggris), Heru Pribadi (Direktur
Rantai Pasok dan Logistik PT Hero Group), serta Prof. Ganjar Kurnia (Kepala Pusat
Studi Dinamika Pedesaan, Universitas Padjadjaran) sebagai narasumber utama dalam
acara seminar nasional. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh
pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini, khususnya kepada Rektor
Universitas Padjadjaran, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, serta
kepada Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Padjadjaran.
Terakhir, kami berharap kegiatan ini dapat memberi kontribusi yang berarti
kepada pembangunan pertanian di Indonesia. Terima kasih.

Jatinangor, Februari 2016

Panitia Pelaksana

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

MAKALAH SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN INKLUSIF


DI SEKTOR PERTANIAN II
Analisis Rantai Nilai Industri Mangga Offgrade Olahan Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat Lokal1
Khonsa Shofwatun Najah1*, Gema Wibawa Mukti2 ...........................................1

Analisis Strategi Pengembangan Usaha pada Pengusaha Tanaman Hias Skala


Menengah (Studi Kasus pada Rosalia Flower, Bunga Barokah dan Dahlia di
Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Jawa Barat)
Pratiwi Adilvina1*, Gema Wibawa Mukti2 ........................................................15

Manajemen Risiko Pada Rantai Pasok Kentang Pasar Terstruktur di Kelompok


Tani Katata, Pangalengan, Jawa Barat
Nadia Shafarina1), Tomy Perdana2) ...................................................................25

Perubahan Struktur dan Perilaku Pemasaran Sayuran dan Buah di Indonesia


dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kualitas Buah dan Sayuran di Pasar
Tradisional
Asma Sembiring ................................................................................................31

Analisis Daya Saing Ekspor Komoditas Kopra Indonesia di Pasar Internasional


Salman Faris Rinaldi, S.P1*, Tuti Karyani2 .......................................................37

Efektivitas Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT.


Coca - Cola Bottling Indonesia
Cut Putri Pohan1, Anne Charina2 ......................................................................55

Pemasaran Tanaman Hias Petani yang tergabung pada Asosiasi Petani


Pedagang Tanaman Hias Cihideung (APPTHC) di Desa Cihideung Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat
Dini Rochdiani, Sara Ratna Qanti .....................................................................61

Dinamika Produktivitas Padi Ditinjau dari Fluktuasi Susut Hasil serta Faktor
Sosial, Ekonomi dan Budaya yang Mempengaruhinya
Elly Rasmikayati1*, Asep Faisal2.......................................................................71

Pola Pembiayaan Usahatani Manggis di Kabupaten Subang


Eti Suminartika ..................................................................................................81

iii
Persepsi dan SikapPedagang Beras di Pasar Traditional Terhadap Ritel
Modern (Studi Kasus di Pasar Tradisional Kordon, Buah Batu, Bandung
Selatan)
Fauziah Tantry¹, Sara Ratna Qanti2................................................................... 87

Identifikasi dan Pemetaan Stakeholder Dalam Pengembangan Rantai Pasok


Komoditas Bawang Merah (Allium cepa L.) di Kabupaten Brebes
Fernianda Rahayu Hermiatin1, Tomy Perdana1, Eddy Renaldi1 ....................... 97

Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L) di Sentra


Produksi Cikajang Kabupaten Garut
Dety Sukmawati1, Lies Sulistyowati2, Maman H.Karmana2, E Kusnadi Wikarta2
......................................................................................................................... 103

Perbandingan Pendapatan Petani untuk Komoditas Jagung Manis (Zea mays


Saccharata Sturt.) dan Bawang Merah (Alium cepa L.) (Studi Kasus di Desa
Arjasari, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)
Muhammad Arief Budiman, Rizki Eka Firdaus ............................................ 109

Analisis Pengendalian Persediaan Kedelai Sebagai Bahan Baku Tahu


Sumedang (Studi Kasus di Industri Kecil Sari Kedele, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat)
Amy Fauziah1*, Kuswarini Kusno2 ................................................................. 119

Pemodelan Dinamika Sistem Kemitraan Pada Rantai Pasok Kentang di


Kabupaten Bener Meriah
Lukman Hakim1), Tomy Perdana2), Maman Haeruman K.2), Yosini
Deliana2) .......................................................................................................... 133

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia (Periode 1980 –


2013)
Ady Trynugraha1 dan Muhammad Arief Budiman2 ....................................... 141

Analisis Daya Saing Usahatani Tembakau Mole (Studi Kasus Desa Sukasari,
Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat)
Septian Rindiarto1, M. Arief Budiman1 .......................................................... 147

Analisis Risiko Produksi Bunga Mawar Potong (Rosa hybrida) (Studi Kasus di
Rosalia Flowers, Desa Cihideung, Kecamatan Parompong, Kabupaten Bandung
Barat)
Dery Luvitasari1, Sara Ratna Qanti1................................................................ 155

Pelaksanaan Program Desa Wisata Ketahanan Pangan (DEWITAPA)


Cireundeu (Studi Kasus di Kampung Adat Cireundeu, Kecamatan Cimahi
Selatan, Kota Cimahi)
Dessy Silviani1, Anne Charina2....................................................................... 163

iv
Analisis Pendapatan Pelaku Agroindustri Keripik Tempe di Desa Buluh
Rampai Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu
Shorea Khaswarina1)........................................................................................171

Farmers’ Knowledge, Perception, And Practices in Organic Paddy Farming


Concept
Tinjung Mary Prihtanti dan Maria...................................................................181

Analisis Persepsi dan Sikap Petani Terhadap Lembaga Pembiayaan Formal dan
Informal (Suatu Kasus Di Gapoktan Sami Mulya Kec. Sedong, Kabupaten
Cirebon, Jawa Barat)
Yeni Hendriyani 1), Tuti Karyani2) ..................................................................189

Faktor Internal dan Eksternal yang Berperan Dalam Usahatani Tembakau


(Nicotiana tabacum L.) (Studi Kasus pada Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa
Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut)
Erizka Pramuditya1, Lucyana Trimo1 ..............................................................197

Bauran Pemasaran dan Pertumbuhan Penjualan Kopi Luwak Arabika


Malabar Mountain (Studi Kasus di PT. Sinar Mayang Lestari, Desa
Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa
Barat)
Ghina Davita Ramdhayani1, Dhany Esperanza1..............................................209

Pengaruh Bantuan Modal Kerja PUAP Terhadap Kesejahteraan Petani di


Provinsi Sulawesi Tengah
Yennita Sihombing ..........................................................................................221

Manajemen Resiko Rantai Pasok Komoditas Padi (Oryza sativa) di Kabupaten


Indramayu, Jawa Barat
Tetep Ginanjar 1), Tomy Perdana1), Eddy Renaldi1) ........................................233

Model Hubungan Petani Pemilik dan Petani Penggarap Dalam Pengembangan


Padi Organik (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Cidahu, Desa Mekarwangi,
Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya)
Elena Yanti K.Y.S, Yayat Sukayat ..................................................................241

Efektivitas Iklan Melalui Media Sosial (Website) Sebagai Media Promosi CV


Cihanjuang Inti Teknik Dengan Menggunakan EPIC Model
Ni Luh Putu Diyasani Belawi1*, Rani Andriani Budi Kusumo1......................247

Apakah Kinerja dan Pengungkapan Lingkungan Berpengaruh terhadap


Kinerja Ekonomi Perusahaan? (Analisis pada Perusahaan Agroindustry yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Arisha Nursyamti Pramidyar1, Dika Supyandi1 ..............................................255

v
Identifikasi Faktor Pendukung Keberhasilan Transfer Teknologi Pada Industri
Kecil Menengah Berbasis Potensi Lokal Dengan Pendekatan Makroergonomi
(Study Kasus : UKM Keripik Ubi Cilembu Desa Cileles Jatinangor Dan IKM
Keripik di Desa Pagedangan Indramayu )
Devi Maulida Rahmah .................................................................................... 263

The Role of Communication Networks in Group Sustainability: A Case Study in


Majalengka Regency, West Java Province, Indonesia
Jaka Sulaksana ................................................................................................ 271

Analisis Keputusan Berkunjung Serta Kepuasan Konsumen Agrowisata


Cilangkap
Efrizal Saputra1*, Tuti Karyani1, M.Gunardi Judawinata1 .............................. 283

Upaya Peningkatan Kinerja Sistem Logistik Komoditas Sayuran di Kelompok


Tani Katata, Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan
Tika Dewi Lenggana1, Tomy Perdana1, .......................................................... 293

Komersialisasi Usahatani di Daerah Istimewa Yogyakarta


Jangkung Handoyo M.1,2*, Dwidjono H. Darwanto1, Setiawan Suryo K. J.3,
Sugiyarto1, Arif Wahyu W.4............................................................................ 299

Dampak Agrowisata Desa Cihideung Terhadap Aspek Ekonomi, Sosial Budaya,


dan Lingkungan (Studi Kasus di Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong,
Kabupaten Bandung Barat)
Anita Putri Kemala1, Rani Andriani Budi Kusumo1 ....................................... 311

Pola Kemitraan Petani Paprika Dengan Koperasi Mitra Sukamaju Dalam


Upaya Peningkatan Pendapatan Petani
Nur Syamsiyah ................................................................................................ 325

Analisis Pendapatan dan Risiko Usahatani Jagung di Kabupaten Serang


Dian Anggraeni1 , Tuhpawana P. Sendjaja2, Tomy Perdana2, Anne Nuraini2 333

Kajian Kemitraan Petani Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L.) dengan
CV. Sumber Buah (SAE) (Studi Kasus pada Petani Mangga di Kabupaten
Cirebon, Jawa Barat)
Siti Nur Azizah Syah1, Lies Sulistyowati1 ...................................................... 341

Pertukaran Nilai Pemasaran Dalam Pemasaran Relasional Sebagai Upaya


Menekan Risiko Pemasaran Pada Komoditas Bernilai Tinggi
Tuti Karyani1, Agriani H. Sadeli1, Hesty N. Utami1, Sulistyodewi NW 1 ...... 351

Risiko Pemasaran Mangga di Petani yang Mengambil Risiko dan Menghindari


Resiko
Yosini Deliana................................................................................................. 357

vi
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia, Periode
Tahun 1984 Sampai 2013
Taufiq Nur Tadjudin 1*, Muhammad Arief Budiman 1 ....................................363

vii
viii
Analisis Rantai Nilai Industri Mangga Offgrade Olahan Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat Lokal
Value Chain Analysis of Offgrade Processed Mango Industry Based on Local
Community Empowerment
Khonsa Shofwatun Najah1*, Gema Wibawa Mukti2
1Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang, khonsasn@gmail.com
2 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan 1) memetakan rantai nilai dari Fruits Up, 2) analisis manfaat
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dari rantai nilai Fruits Up, 3) identifikasi
hambatan dan opsi peningkatan yang tepat sebagai upaya optimalisasi rantai.
Kata Kunci: Penelitian ini menggunakan desain kualitatif sedangkan teknik penelitian yang
Rantai nilai digunakan adalah teknik studi kasus dengan menggunakan analisis rantai nilai, analisis
Mangga Gedong Gincu biaya dan pendapatan, analisis nilai tambah, analisis derajat keberdayaan dengan
Offgrade pendekatan model Fujikake 2 tahap, serta analisis manfaat dan resiko lingkungan
Nilai tambah deskriptif sederhana. Hasil analisis rantai nilai terdapat empat aktor dalam rantai nilai
Manfaat secara keseluruhan: petani mangga di berbagai daerah sebagai pemasok mangga
Gedong Gincu segar, pengepul, pihak pengolah sebagai pengolah mangga Gedong
Gincu segar menjadi puree, Fruits Up. Proporsi keuntungan paling tinggi dalam rantai
nilai diperoleh Pengepul. Proporsi nilai tambah paling tinggi dalam rantai nilai
diperoleh Pengolah. Derajat keberdayaan menurut pendekatan model Fujikake 2 tahap
ialah: Petani (tipe 1), Pengepul (tipe 2), Pengolah (tipe 3), Fruits Up (tipe 3). Kategori
resiko kegiatan dalam bisnis masing-masing pelaku di rantai nilai dalam mencemari
lingkungan hidup ialah: Petani (tinggi), Pengepul (sedang), Pengolah (rendah), Fruits
Up (rendah). Hambatan dari sisi ekonomi paling besar dirasakan oleh Pengolah,
sedangkan hambatan dari sisi sosial paling besar dirasakan oleh Petani.

ABSTRACT

The purpose of this research were to 1) map the value chain of Fruits Up, 2) analyze
financial, social, and environmental benefit in the value chain, 3) identify the barriers
and upgrading options so it can minimize the hindrance in the value chain. This
research used descriptive design with case study technique that used value chain
Keywords: analysis, analysis of costs and revenues, added value analysis, analysis of the degree
Value chain of empowerment using Fujikake Model approach in two stages, as well as analysis of
Mango Gedong Gincu the benefits and risks of environment in descriptive. The results showed that there are
Offgrade four actors in the whole Fruits Up value chain as follows: farmers, collectors,
Added value processing firm, and Fruits Up. The greatest profit sharing obtained by the collector.
The greatest added value was given by the processing firm. The degree of
Benefits
empowerment according to the model approach Fujikake 2 stages are: farmer (type
1), collectors (type 2), processing firm (type 3), Fruits Up (type 3). The risk of business
activities to pollute the environment are: farmer (high), collectors (medium),
processing firm (low), Fruits Up (low). The most substantial economic barriers felt by
processing firm, while largest social barriers perceived by the farmer.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: khonsasn@gmail.com

1
PENDAHULUAN (Baharsjah, 1993). Terlebih, dengan adanya
Sektor pertanian memiliki peran vital dalam fenomena sulitnya akses bagi petani kecil dan seluruh
pembangunan ekonomi negara. Beberapa alasan aktor/pelaku yang terlibat untuk berpartisipasi. Serta
yang mendukung pernyataan tersebut, diantaranya sulitnya petani berkolaborasi di bisnis pertanian
adalah menyediakan lapangan pekerjaan, komersial dan produksi komoditas bernilai tinggi
menghasilkan devisa, menjadi basis pertumbuhan (Catelo dan Costales, 2008; Pletcher, 2000;
sektor agroindustri dan perdagangan, hingga menjadi Seshamani, 1998). Konsekuensinya, pergeseran
salah satu upaya peningkatan kesejahteraan rakyat fokus kegiatan dari produk primer ke berbagai
(Kementerian Pertanian, 2014). Dari sudut pandang produk bernilai tambah menjadi penting bagi
sektor pertanian, agroindustri yang semakin pengembangan agribisnis komoditas buah mangga.
berkembang diyakini bisa berperan strategis dalam Langkah ini dapat menjadi pilihan yang baik untuk
upaya menopang pengembangan daya saing bangsa menanggulangi masalah kerugian petani mangga
yang bertumpu pada kekayaan sumber daya sebagai implikasi dari anjloknya harga jual buah
nusantara (Baharsjah, 1993). mangga di musim panen, terutama untuk buah
Agroindustri ini, dengan perhatian khusus mangga yang tidak laku di pasaran (Habibie, 1993).
terhadap komoditas hortikultura buah-buahan Fruits Up hadir sebagai salah satu pelaku
potensial, memiliki peluang investasi yang bernilai agroindustri yang memiliki fokus utama memenuhi
cukup tinggi. Menurut Direktorat Jenderal Industri permintaan harian tersebut dengan prinsip kolaborasi
Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (2009), di sepanjang rantai nilai produk mangga olahan
empat komoditas buah-buahan yang potensial untuk miliknya. Fruits Up yang didirikan pada Juli 2014,
dikembangkan adalah mangga, jeruk, nanas, dan menggunakan konsep social-technopreneurship.
markisa. Potensi buah mangga ditunjukkan oleh data Fruits Up merupakan salah satu bisnis yang
produksi nasional mangga yang mencapai 2,3 juta ton mengaplikasikan inovasi “The Fruters Model”. The
tercatat sebagai produksi buah terbanyak. Sedangkan Fruters Model adalah salah satu contoh model bisnis
luas areal panen buah mangga terbesar se-nasional yang sejalan dengan konsep agribisnis inklusif dan
dengan 219.667 hektar (Kementerian Pertanian, 3P. “The Fruters Model” dikembangkan oleh
2014). Data konsumsi juga menunjukkan adanya tren Universitas Padjadjaran selama bertahun-tahun
peningkatan konsumsi buah mangga setiap tahunnya. (Putri dan Purnomo, 2015). Usaha produk puree buah
Varietas mangga yang menjadi unggulan di Jawa dengan model “The Fruters Model” berasal dari
Barat sendiri salah satunya adalah mangga Gedong sebuah riset panjang. Riset ini mensinergikan
Gincu. berbagai kegiatan pertanian dari hulu
Kendati luas areal panen dan produksi nasional (pengembangkan praktek pertanian dan perkebunan),
mangga meningkat setiap tahunnya, laporan pengolahan hasil hingga hilir dimana hasil pertanian
perkembangan harga menunjukkan bahwa harga jual tersebut diolah menjadi produk pertanian dan dijual
mangga di Jawa Barat sendiri masih tetap dengan harga premium.
berfluktuasi tajam akibat produksi yang tidak Berlandaskan model bisnis ini, Fruits Up
kontinyu (musiman). Ketika pasokan langka di memiliki prinsip memberikan nilai dan manfaat
pasaran, harga jual mangga melambung. Sebaliknya, dalam setiap rantai yang dilalui produk mulai dari
ketika pasokan berlimpah, harga jual mangga turun awal berupa buah mangga hingga ke produk akhir
dan bahkan pernah mencapai persentase penurunan berupa puree mangga kemasan siap minum. Fruits
hampir 86% (Kementerian Pertanian, 2014). Up memaksimalkan potensi buah mangga off-grade
Buah mangga dengan kategori buah mangga yang ditolak pasar tersebut agar lebih bernilai dengan
off-grade sendiri pernah turun signifikan. Pada saat menggunakan teknologi pengolahan pasteurisasi dan
off-season, harga dapat berada di kisaran Rp7000/kg, pencampuran dengan bahan-bahan lainnya diiringi
sedangkan pada saat on-season harga bisa turun dengan proses kreatif didalamnya sebagai langkah
hingga Rp1000/kg (Kementerian Pertanian, 2014). penambahan nilai.
Jumlah mangga kategori off-grade sendiri dapat Selain menerapkan konsep rantai nilai, Fruits
mencapai 30% dari total produksi mangga di Jawa Up juga menjalankan bisnisnya dengan melakukan
Barat setiap tahunnya (Supriatna, 2005). proses pemberdayaan masyarakat berprinsip
Fakta mengenai terjadinya fluktuasi harga kolaborasi yang berpusat pada manusia (people-
buah mangga yang menyertai sifat musiman dan centered development) dalam kerangka besar “The
sosialisasi yang belum gencar mengenai kegiatan Fruters Model”. Pemberdayaan pada tingkat petani
pemberian nilai tambah yang tepat sejak dari cara sampai pengolah sudah diinisasi terlebih dahulu oleh
panen, sortasi, penyimpanan, hingga pengolahan, pihak Universitas Padjadjaran dan telah melahirkan
tentunya dapat melenyapkan peluang untuk inovasi yaitu model bisnis The Fruters Model itu
mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi sendiri. Hal inilah yang kemudian melandasi upaya
2
pengembangan bisnis Fruits Up dengan wawasan seberapapun besarnya tujuan Fruits Up untuk
pengelolaan sumberdaya lokal (community-based pembangunan masyarakat pedesaan hingga
resources management). perkotaan tetap tidak akan optimal menuju hasil
Proses pengelolaan sumberdaya lokal dalam karena tidak didukung oleh cita-cita dan usaha yang
bisnis Fruits Up sendiri terletak pada proses produksi sama besarnya dari pelaku lainnya.
di tempat produksi yang memanfatkan sumber daya Untuk itulah mengapa analisis rantai nilai yang
manusia yang berasal dari masyarakat sekitar dan diterapkan Fruits Up memberikan manfaat yang
proses distribusi produk jadi melalui reseller mitra, nyata untuk seluruh pelaku yang terlibat, baik
yaitu ibu-ibu rumah tangga yang dimotivasi agar manfaat secara ekonomi, sosial, maupun dari sisi
memiliki penghasilan sampingan dari penjualan lingkungan hidup, menarik untuk dilakukan. Selain
produk Fruits Up. Sedangkan, komoditas lokal yang karena analisis rantai nilai ini dapat digunakan untuk
diangkat ialah buah Mangga Gedong Gincu off-grade bahan evaluasi, analisis ini juga akan berguna untuk
yang berasal dari berbagai daerah sentra di Jawa para pelaku Fruits Up untuk terus konsisten berupaya
Barat seperti Kabupaten Cirebon, Indramayu, memaksimalkan potensi lokal daerah, salah satunya
Majalengka, dan Kuningan yang telah tergabung dengan cara memahami hubungan dengan seluruh
dalam Masyarakat Kluster Buah (Masterbu). Hingga aktor yang berkolaborasi.
saat ini tim Fruits Up secara langsung telah
membantu dalam program pemberdayaan KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP
masyarakat sekitar dengan adanya pemberian Konsep Agribisnis Inklusif
coaching kepada komunitas bisnis kreatif yang Menurut Budi (2015) konsep agribisnis
didirikan di Bandung. Komunitas bisnis kreatif ini inklusif merupakan sebuah sistem yang secara adil
adalah komunitas yang menjadi wadah diskusi dan merangkul semua pelaku dalam proses agribisnis
sharing pelaku bisnis yang rata-rata masih berusia untuk terlibat dalam pembangunan pertanian; sebuah
muda dan baru memulai bisnisnya. system yang dibentuk untuk mengupayakan hak-hak
Di proses pemasarannya, yang menjadi target petani yang pada umumnya masih dalam kondisi
pasar Fruits Up adalah masyarakat perkotaan yang tetinggal. Agribisnis inklusif merupakan sistem
memiliki gaya hidup modern, peduli dengan dalam sektor pertanian yang diharapkan dapat
kesehatan, dan juga orang-orang yang peduli dengan menjadi pintu masuk pembangunan Indonesia.
proses pemberdaayaan dibaliknya. Setiap bulannya Sedangkan pembangunan yang inklusif adalah
Fruits Up menjual sekitar 4800 botol kemasan puree pembangunan yang berkualitas, yaitu pembangunan
mangga siap minum dengan omzet bulanan mencapai yang memperhitungkan sekaligus pertumbuhan (pro-
Rp90.000.000. Hal ini merupakan jumlah yang tidak growth), penyerapan tenaga kerja (pro-job),
sedikit, mengingat Fruits Up adalah usaha rumahan mengurangi kemiskinan (pro-poor) dan
yang belum lama berdiri dan masih terus melakukan memperhatikan lingkungan (pro-environment)
inovasi. (Daryanto, 2015).
Dalam hasil pemetaan rantai nilai awal, Pemahaman mengenai agribisnis inklusif ini
beberapa pihak yang berkolaborasi di dalam rantai sejalan dengan teori John Elkington (1994) tentang
nilai Fruits Up adalah: petani mangga sebagai “People, Planet, Profit” yang pada akhirnya diadopsi
produsen, petani pengepul, pabrik pengolahan buah oleh Shell’s. “People” memiliki artian bahwa bisnis
mangga segar menjadi puree mangga sebagai yang adil dan menguntungkan harus memperhatikan
UMKM, Fruits Up sendiri, sebagai UMKM tenaga kerja, komunitas lokal, dan daerah setempat.
pengemasan puree mangga menjadi puree mangga “Planet” memiliki artian bahwa kegiatan bisnis harus
siap minum sekaligus sebagai komunitas kreatif, sesuai aman untuk lingkungan hidup sekitarnya,
pihak akademisi (dosen dan mahasiswa) yang terlibat tidak membahayakan dan meminimalisir pencemaran
dalam proses pemberdayaan di tingkat petani dan lingkungan. Sedangkan, “Profit” memiliki artian
pengolah, serta pemerintah daerah. Meskipun begitu, bahwa kegiatan bisnis harus menghasilkan nilai
semangat dalam memberdayakan dan keselarasan dengan meminimalisir biaya seluruh input.
tujuan antar pelaku utama (petani, pengepul, Pengertian “Profit” dalam 3P ini memang sedikit
pengolah, Fruits Up) belum ditemukan. Hal ini tentu berbeda dari pengertian ‘profit’ pada umumnya
menjadi suatu problema karena pelaku utama baik itu (Elkington, 1997).
Fruits Up, pengolah, pengepul, maupun petani masih
belum merasa memiliki pandangan dan tujuan besar Konsep Analisis Rantai Nilai
yang sama. Dalam konsep agribisnis inklusif dan 3P,
Dalam artian lain, kekuatan dan kesolidan aspek yang dilihat dalam konsep tidak hanya aspek
sebagai buah dari manfaat-manfaat dalam rantai nilai ekonomi, namun juga aspek sosial dan lingkungan
Fruits Up masih belum diteliti. Sehingga, hidup, dengan menggunakan analisis rantai nilai.
3
Analisis rantai nilai atau Value Chain Analysis kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan
(VCA) atau analisis rantai nilai merupakan salah satu (Widjajanti, 2011). Hal ini mendukung konsep
konsep bagaimana menambah aktivitas dan Pranarka dan Vidhyandika (1996) yang menyatakan
memperbesar nilai produk secara maksimal dalam bahwa keberdayaan masyarakat berkaitan dengan
tatanan rantai pasok (Stringer, 2009). Sebuah analisis kemandirian masyarakat. Dalam menganalisis
rantai nilai menjadi alat identifikasi sebagai cara manfaat rantai nilai Fruits Up dari sisi sosial,
untuk menciptakan diferensiasi melalui digunakan analisisi derajat keberdayaan sesuai
pengembangan nilai (Raras, 2009). Seluruh aktor dengan konsep pemberdayaan dan indikator-
yang terlibat dalam kegiatan usaha dianalisis secara indikator tersebut menggunakan pendekatan model
mendetail untuk mengetahui titik terlemah rantai Fujikake 2 tahap.
nilai tersebut.
Manfaat Bagi Lingkungan Hidup
Kerangka Porter Untuk menganalisis manfaat rantai nilai Fruits
Analisis rantai nilai yang digunakan sesuai Up terhadap lingkungan hidup digunakan analisis
dengan kerangka Porter (1985), yang membagi manfaat dan resiko lingkungan secara deskriptif.
seluruh kegiatan dalam rantai nilai menjadi dua
kegiatan yaitu kegiatan utama (logistik masuk, Peluang agroindustri buah mangga di Indonesia
operasional, logistik keluar, pemasaran dan
penjualan, dan pelayanan) dan kegiatan pendukung
(pembelian, pengembangan teknologi, manajemen Hambatan pengembangan industri mangga olahan:
sumber daya manusia, dan infrastruktur perusahaan).  Sifat musiman buah mangga
Kegiatan utama adalah kegiatan yang secara  Teknologi pengolahan minim
langsung berkontribusi menambahkan nilai pada  Petani kurang akses terhadap informasi
 Program terpadu belum diterapkan
produk atau layanan yang dihasilkan. Kegiatan
 Minimnya kolaborasi antar pelaku usaha
pendukung,adalah kegiatan yang membawa efek tak
langsung terhadap nilai akhir suatu produk.
Analisis rantai nilai agroindustri buah mangga off-
grade olahan milik Fruits Up sebagai upaya
pengembangan agroindustri

Pelaku yang Terlibat, Kegiatan


Spesifik, Alur Produk dan
Informasi, Tata Kelola, Pola
Hubungan dan Koordinasi

Hambatan Hambatan
Gambar 1. Kerangka Porter.

Sumber: Michael E. Porter (1985) Analisis Manfaat dalam Rantai Nilai Fruits Up

Manfaat Secara Ekonomi


Dalam menganalisis manfaat dalam rantai nilai
Aspek ekonomi Aspek sosial Aspek lingkungan
dari sisi ekonomi, digunakan analisis biaya dan
pendapatan, serta analisis nilai tambah. Analisis
manfaat secara ekonomi tersebut meliputi: Analisis Analisis Analisis
Pendapatan Deskriptif Manfaat dan
1. Keseluruhan nilai tambah yang terjadi pada
Derajat Resiko
setiap tingkatan rantai. Keberdayaan Lingkungan
2. Biaya produksi dan pemasaran, serta struktur Analisis Nilai Pelaku dengan Sederhana
biaya pada setiap aktivitas rantai. Tambah Pendekatan
Model Fujikake
3. Kinerja pelaku rantai (penggunaan kapasitas
yang produktif, produktivitas, dan
keuntungan).

Manfaat Secara Sosial Upaya Optimalisasi Rantai Nilai Fruits Up


Konsep keberdayaan masyarakat mengenai
evaluasi pemberdayaan masyarakat mencakup
beberapa aspek indikator seperti kemampuan METODE PENELITIAN
mengambil keputusan, kemandirian, dan
4
Penelitian ini menggunakan dua jenis data,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer Dimana:
diperoleh melalui diskusi dengan pihak manajemen TC = Biaya Total (Total Cost)
Fruits Up, pengolah, pengepul, hingga ke petani dan FC = Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost)
wawancara secara mendalam (indepth interview) VC = Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost)
dengan bantuan kuesioner. Data sekunder diperoleh
dari literatur kepustakaan yang relevan dan catatan Penerimaan
atau dokumen lain dari instansi-instansi atau
lembaga-lembaga terkait seperti Kantor Dinas TR = Y x Hy
Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura
provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS), Dimana :
Dinas Pertanian, Balai Besar Pascapanen (BB TR = Total Penerimaan (Total Revenue)
Pascapanen), Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Y = Total Produksi
Pertanian (BBP Mektan), dan lain sebagainya yang Hy = Harga Jual/Unit
berhubungan dengan topik yang dibahas.
Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Pendapatan
Teknik penelitian yang digunakan berupa studi kasus
(case study) yaitu penelitian yang terinci tentang II = TR – TC
seseorang atau suatu unit selama kurun waktu
tertentu. Penentuan informan ditentukan dengan cara Dimana :
sengaja (purposive) dengan penentuan sumber data II = Pendapatan/Keuntungan
yaitu pelaku yang terlibat dalam aktivitas rantai nilai TR = Total Penerimaan (Total Revenue)
Fruits Up. Pemetaan dan penelusuran dilakukan TC = Biaya Total (Total Cost)
untuk melihat ada tidaknya koordinasi vertikal
maupun horizontal antara pelaku di hilir dan pelaku RC Ratio
di hulu serta besarnya nilai tambah dan
pendistribusiannya antar pelaku. RC ratio = Penerimaan / Total Biaya
Kegiatan observasi dan survei digunakan
untuk meninjau dan mengumpulkan informasi dari Kriteria :
aktivitas jaringan rantai nilai Fruits Up, mulai dari 1. R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut layak untuk
pasokan bahan baku yakni mangga Gedong Gincu diusahakan (untung)
offgrade, proses pengepulan, proses pengolahan 2. R/C Ratio < 1, maka usaha tersebut tidak layak
mangga Gedong Gincu menjadi puree di tingkat untuk diusahakan (Rugi)
pengolah, hingga proses distribusi dan proses 3. R/C Ratio = 1, maka usaha tersebut tidak untung
pemasaran produk olahan dari Fruits Up, serta dan tidak rugi (impas)
penentuan pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai
nilai tersebut. Wawancara terhadap manajemen Analisis Nilai Tambah
Fruits Up dan pembagian kuesioner kepada informan Nilai tambah (value added), merupakan hasil
(pemasok dari Fruits Up) untuk mengumpulkan data dari penerimaan dikurangi biaya input tingkat
pengelolaan rantai nilai, dan mengidentifikasi menengah sebagai indikator finansial yang
manfaat yang diterima masing-masing pelaku, serta menunjukkan besaran imbalan kesejahteraan atas
mengidentifikasi hambatan yang selama ini terjadi korbanan tenaga kerja dan manajemen dalam
dalam rantai nilai perusahaan, baik secara kualitas menghasilkan nilai tambah, sementara keuntungan
maupun kuantitas dan dijadikan acuan untuk (profit) merupakan pendapatan bersih (penerimaan
merumuskan opsi peningkatan yang tepat dikurangi total biaya) dari hasil usaha yang dilakukan
(upgrading) dalam meminimalisir hambatan yang para pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up.
terjadi. Prinsip perhitungan nilai tambah ialah
Analisis rantai nilai yang dilakukan mencakup penerimaan atau nilai penjualan (harga x volume)
seluruh informasi berikut: pelaku yang terlibat, yang diperoleh para pelaku dalam rantai dan barang-
kegiatan spesifik, alur produk dan informasi, tata barang tingkat menengah, pemasukan dan jasa
kelola, pola hubungan dan koordinasi. Sedangkan operasional yang dihasilkan oleh pemasok yang
analisis manfaat ekonomi yang dilakukan ialah bukan merupakan bagian inti dari rantai nilai tersebut
analisis biaya dan pendapatan dengan formulasi: (Perdana dan Purwanti dalam Noor, 2011). Total
Biaya Produksi nilai yang dibayar dan dihabiskan oleh konsumen
akhir dibedakan antara nilai tambah dan barang-
TC = FC + VC barang tingkat menengah kemudian lebih lanjut
5
merupakan pembagian antara barang setengah jadi Pemetaan Kegiatan Spesifik Pelaku dalam Setiap
dan barang jadi yang dihasilkan oleh pelaku dari Aktivitas
bagian sebelumnya dalam rantai nilai yang sama, dan Penanaman
pemasukan lainnya yang disediakan oleh pelaku a. Pelaku: petani perorangan dan kelompok tani
eksternal. b. Kegiatan Spesifik: menanam, memanen
buah mangga, penyimpanan
Analisis Deskriptif Derajat Keberayaan Dengan Pengepulan
Pendekatan Model Fujikake Dua Tahap a. Pelaku: petani pengepul
Data-data kualitatif yang dibutuhkan meliputi b. Kegiatan Spesifik: melakukan proses sortasi
data-data hasil pengamatan dan wawancara dan grading menjadi 3 grade (A, B, C),
mendalam. Data disajikan dalam bentuk tabel dan penyimpanan, pemeraman, bongkar muat,
diagram dan dianalisis secara deskriptif berdasarkan distribusi mangga
hasil dari wawancara terhadap informan mengenai: Pengolahan
a) Tingkat pendidikan pelaku usaha dalam a. Pelaku: pengolah
rantai nilai Fruits Up b. Kegiatan Spesifik: mengolah bahan baku
b) Tingkat partisipasi (interaksi dalam jaringan menjadi puree mangga, penyimpanan puree
sosial/kerja) pelaku usaha dalam rantai nilai mangga dalam cold storage, kendali mutu,
Fruits Up bongkar muat, distribusi puree.
c) Perubahan perilaku atau kesadaran pelaku Pengemasan
usaha dalam rantai nilai Fruits Up a. Pelaku: Fruits Up
d) Tingkat kerjasama dan kepercayaan pelaku b. Kegiatan Spesifik: pencampuran bahan
usaha dalam rantai nilai Fruits Up baku, mengemas puree mangga menjadi
e) Kemampuan manajerial pelaku usaha dalam puree mangga siap minum, pelabelan,
rantai nilai Fruits Up kendali mutu, penyimpanan, creative
f) Kemampuan pengambilan keputusan pelaku branding
usaha dalam rantai nilai Fruits Up
g) Kemampuan memanfaatkan usaha untuk Tabel 1. Alur Produk dalam Rantai Nilai
Proses Penanaman
masa depan para pelaku usaha dalam rantai Mangga
nilai Fruits Up. Pengepulan Pengolahan Pengemasan
Gedong
Gincu
Bentuk Bibit, Buah Buah Mangga Puree
• Pencapaian tujuan Input Lahan, Mangga Gedong Gincu Mangga,
• Kepuasan terhadap hasil dan Pupuk, Gedong Grade B-C, Alat mixing,
Sarana Pestisida, Gincu, Alat Washing, Bahan
Tipe 1 • Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif) Produksi Tenaga Asetilen Alat Pengirisan, tambahan,
Kerja Pulper, Kemasan,
• Lebih dari sekedar pencapaian tujuan Screener, Label
• Kepuasan dan pengakuan terhadap proses Pasteurizer,

Tipe 2 • Terjadinya perubahan (bersifat kualitatif Kemasan, Cold


dan kuantitatif) Storage,
Tenaga Kerja,
Gedung Pabrik
• Kepuasan dan pengakuan terhadap strategi Bentuk Mangga Mangga Puree Mangga Puree
• Terjadinya perubahan (bersifat kualitatif Output Gedong Gedong Mangga Siap
Tipe 3 dan kuantitatif) Gincu Gincu Minum
(botolan)
Tabel 2. Buah Mangga Gedong Gincu Kualitas Baik
Menurut Pelaku
Gambar 3. Tiga Tipe Hasil Pemberdayaan. Petani Pengepul Pengolah
Sumber: Fujikake, 2008.
Warna buah Kemerahan Kemerahan Kemerahan

Ukuran buah Besar Besar Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk buah


Bulat, sedikit Bulat, Bulat, sedikit
Pemetaan Rantai Nilai Fruits Up berlekuk berlekuk berlekuk
Tingkat 75% 70-75% 70-75%
kemasakan
Petani Pengepul Pengolah Fruits Up
Tabel 3. Puree Mangga Kualitas Baik Menurut Pelaku
Pengolah Pengemasan Konsumen
Gambar 4. Pelaku dalam Rantai Nilai Fruits Up.
Warna Puree Cerah Cerah Cerah

Rendeman 40-50% 40-45% -

6
Pengolah Pengemasan Konsumen horizontal karena petani dan pengepul sama-sama
Rasa Manis Manis Manis menjual produk yang sama.
Tergantung Lembut Lembut
Tekstur
pesanan

Tabel 4. Jenis Informasi Di Tiap Mata Rantai Nilai Fruits Up


Pelaku Petani Pengepul Pengolah Pengemasan
Jenis Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat
alur kualitas kualitas kualitas kualitas
informasi buah buah puree puree
mangga mangga mangga mangga yang
yang yang yang diinginkan,
diinginkan, diinginkan, diinginkan, harga jual,
harga jual, harga jual, harga jual, waktu
waktu waktu waktu permintaan,
permintaan permintaan permintaan, food
food standard
standard

Alur informasi berwujud abstrak. Alur


informasi dalam rantai nilai tidak seimbang.
Beberapa informasi bisa didapatkan di mata rantai
tertentu namun tidak untuk mata rantai yang lain.
Ditunjukkan dengan gradasi warna biru, informasi di
tingkat Petani lebih sedikit dibandingkan dengan
informasi di tingkat Pengepul. Begitu pula yang
terjadi untuk selanjutnya. Hal ini dapat dipahami
karena kebutuhan informasi untuk produksi masing-
masing usaha berbeda-beda. Aliran informasi yang
tidak baik atau terhambat dapat menyebabkan
terhambatnya kegiatan agribisnis. Jenis alur Gambar 4. Hubungan Keterkaitan Antar Pelaku.
informasi di tiap mata rantai berbeda-beda tergantung
kebutuhan akan jenis produknya. Keseluruhan
informasi biasanya dimiliki oleh pihak yang
seimbang hubungannya baik dengan pemasok
maupun dengan pasar. Dalam rantai nilai Fruits Up,
Pengolah dan Fruits Up dianggap memiliki informasi Petani Pengepul
yang hampir sama. Sedikit kelebihan Pengolah ialah (23,94%) (7,52%)
memiliki informasi yang lebih banyak dari Pengepul.
Sedangkan, kelebihan Fruits Up adalah memiliki
informasi yang lebih banyak dari konsumen akhir Pengolah Fruits Up
(44,17%) (24,37%)
modernnya

Pemetaan Hubungan Keterkaitan Antara Pelaku Gambar 5. Proporsi Nilai Tambah Setiap Pelaku.
dalam Rantai Nilai
Hubungan keterkaitan antar pelaku dalam Dari setiap pelaku dalam rantai nilai,
rantai nilai (Gambar 4) dibagi menjadi dua jenis Pengolah memiliki peran terbesar dalam memberikan
hubungan, yaitu, hubungan yang terus menerus nilai tambah terhadap produk dengan persentase
terjalin dan hubungan yang terbentuk di pasar (spot sebesar 44,17%. Sedangkan, Pengepul memiliki
market) atau hubungan yang hanya ada ketika persentase terendah sebesar 7,52%. Hal ini sangat
transaksi jual beli. Secara keseluruhan struktur beralasan, yaitu karena Pengolah melakukan aktivitas
hubungan ini membentuk struktur vertical yaitu bernilai tambah dengan biaya yang lebih besar
hubungan antara produsen dengan pemasok- dengan yang lain atau sama dengan usaha
pemasoknya. Hal ini disebabkan setiap pelaku dalam memberikan nilai tambah terhadap produk akhir
mata rantai memiliki jenis usaha yang berbeda-beda sangat besar. Produk awal berupa mangga Gedong
akibat perubahan produk dalam setiap mata rantai. Gincu di tangan Pengolah diubah menjadi puree
Meskipun begitu, khusus untuk petani dan pengepul, mangga dengan rendemen 43-50%. Lain halnya
struktur hubungannya bisa vertikal dan bisa dengan Pengepul yang paling sedikit memberikan

7
nilai tambah karena tidak banyak usaha yang Series1,
Tingkat Pendidikan
SD, 1, 12%
dilakukan Pengepul. Bahan baku awal berupa
mangga Gedong Gincu tidak mengalami perubahan
apapun dalam segi bentuk, hanya saja nilai tambah Series1,
Pengepul terbatas pada distribusi produk. Artinya, SMK, 1,SD
13%
Pengepul memiliki peran dalam membawa bahan SMK
Series1,
baku lebih dekat kepada konsumen (Pengolah dan S1, 6, S1
pasar). 75%

Petani Pengepul
(31,43%) (58,89%) Gambar 7. Tingkat Pendidikan Pelaku.

Tingkat Partisipasi Pelaku


Pengolah Fruits Up Series1,
Partisipasi Pelaku
Belum, 1,
(4,55%) (5,13%)
25%

Gambar 6. Proporsi Keuntungan Setiap Pelaku. Sudah Berpartisipasi


Belum
Keuntungan yang diperoleh setiap pelaku rantai Series1,
nilai tidak selalu beriringan dengan besar nilai Sudah
tambah yang diberikan kepada produk. Fenomena ini Berpartisipa
si, 3, 75%
ditunjukkan oleh persentase keuntungan yang
diperoleh pengepul yaitu sebesar 58,89% yang
meraup proporsi keuntungan tertinggi dibandingkan Gambar 8. Partisipasi Pelaku Rantai Nilai.
dengan pelaku lainnya dalam rantai nilai. Berbanding
Dalam rantai nilai fruits up, 75% dari para
terbalik dengan pengolah, yang memiliki proporsi
pelaku merasa sudah berkontribusi/berpartisipasi
pemberian nilai tambah tertinggi namun proporsi
dengan baik terhadap arah kerja dan kebijakan dalam
keuntungannya paling rendah yaitu sebesar 4,55%.
rantai nilai. Sedangkan 25% merasa tingkat
Beberapa alasan yang menyebabkan fenomena ini
partisipasinya masih kurang. Alasan pelaku ialah
dapat terjadi ialah: a) Pengepul tidak banyak
karena merasa alur informasi belum merata. Pelaku
mengeluarkan biaya dalam aktivitas yang memberi
yang merasa sudah berpartisipasi ialah pengepul,
nilai tambah namun bahan bakunya paling banyak,
pengolah dan fruits up. Pelaku yang merasa belum
sehingga penjualannya pun lebih banyak yang
berpartisipasi penuh ialah petani.
memungkinkan untuk menjadikan pengepul
mendapat keuntungan yang juga besar. b) Pengolah
Tingkat Kepercayaan dan Kerjasama
banyak melakukan aktivitas pemberian nilai tambah
terhadap produk. Hal ini ditunjukkan dengan dua hal Tingkat Kepercayaan dan Kerjasama
utama yaitu perubahan bentuk produk (mangga
menjadi puree mangga) dan ketahanan produk (cepat
rusak menjadi lebih lama bertahan dengan metode
pasteurisasi). Namun, karena biaya aktivitas tersebut Percaya
Series Series1,
juga besar, maka keuntungan yang didapatkan oleh 1, Percaya, Kurang
pengolah tidak terlalu tinggi. Kuran 2, 50%
g, 2,
Analisis Derajat Keberdayaan dengan 50%
Pendekatan Model Fujikake Dua Tahap
Tingkat Pendidikan Gambar 9. Tingkat Kepercayaan dan Kerjasama Pelaku.
Tingkat kepercayaan dan kerjasama para
pelaku dalam rantai nilai fruits up dalam
mendinamisasi dan mengendalikan hubungan antar
pelaku belum merata. Artinya, ada interaksi antar
rantai tertentu yang sudah baik kepercayaan dan
kerjasamanya dan ada juga yang belum baik. Arah

8
kerjasama dalam mata rantai dilihat dari dua arah berkembang dalam melakukan pencatatan
yaitu hubungan ke pemasok (supplier linkage) administrasi dan pengarsipan dan menjadi lebih baik
masing-masing dan hubungan ke konsumen dari waktu ke waktu. Hal ini terbukti dengan,
(customer linkage) masing-masing. Fenomena yang menurunnya biaya kehilangan (loss) akibat
terjadi ialah tingkat kepercayaan tinggi antara dua manajerial usaha yang belum baik.
pihak yang berbeda tingkat pendidikan. Di tingkat
petani dan pengepul, tingkat kepercayaan dan Kemampuan Pengambilan Keputusan
kerjasama tinggi hanya ketika terjadi transaksi
namun tidak berkelanjutan. Di tingkat pengepul dan Kemampuan Pengambilan Keputusan
pengolah, tingkat kepercayaan dan kerjasama sangat
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hubungan karib Lebih Mampu
Series1,
atau informal antara pengepul dan petani meskipun
Tidak Ada
sedang tidak ada transaksi. Di tingkat pengolah dan Series1,
Perubaha
fruits up, tingkat kepercayaan dan kerjasama masih Lebih Tidak Ada
n, 2, 50%
harus ditingkatkan. Hal ini terjadi karena kurangnya Mampu, Perubahan
2, 50%
kesepahaman dan komunikasi yang baik antar dua
pelaku namun fenomena ini masih minor, dalam
artian tidak sering terjadi.
Gambar 11. Kemampuan Pengambilan Keputusan.
Kemampuan Manajerial
Series1, Pengambilan keputusan dalam menentukan
Kemampuan Manajerial pemanfaatan dana dan prioritas kegiatan yang
Tidak ada
perubaha dilakukan masing-masing pelaku dalam rantai nilai
n, 1, 25% Fruits Up rata-rata sudah baik, jika hanya dilihat
Lebih mampu
sebatas skala masing-masing usaha. Namun respon
pelaku menunjukkan bahwa tidak semua merasa
Series1,
Tidak ada
Lebih
mampu dalam mengambil keputusan dalam
perubahan
mampu, 3, bisnisnya sendiri, terutama di tingkat Petani dan
75% Pengolah. Petani merasa tidak ada keputusan yang
harus diambil terkait dengan kebutuhan ekonomi.
Meskipun biaya perawatan pohon mangga mahal,
Gambar 10. Kemampuan Manajerial. namun kebutuhan perawatan akan tetap sama
proposinya kendati nilai biayanya meningkat.
Menurut respon para pelaku dalam rantai Sedangkan, Pengolah merasa tidak ada perubahan
nilai fruits up, 75% merasa kemampuan karena Pengolah merasa sejak awal sudah memiliki
manajerialnya bertambah dan 25% sisanya masih cita-cita usaha jangka panjang dan seluruh keputusan
belum merasa ada perubahan. Kemampuan dan penentuan prioritas sejak awal sampai saat ini
manajerial yang dimaksud disini adalah keterampilan masih sama.
dalam mengolah administrasi, inventarisasi
dokumen-dokumen kegiatan, dan pengarsipan. Kemampuan Memanfaatkan Usaha
Pelaku yang merasa belum bertambah Series1,
kemampuannya ialah petani. Hal ini dikarenakan Kemampuan Memanfaatkan Usaha
Tidak Ada
petani tidak terbiasa melakukan pencatatan Perubaha
administrasi yang rapi dan merasa belum memiliki n, 1, 25% Lebih Mampu
kebutuhan untuk melakukan hal itu. Di tingkat Series1,
pengepul manajerial usaha yang dilakukan sebatas Tidak Ada
Lebih
pada pencatatan arus kas. Sedangkan kemampuan Perubahan
Mampu,
manajerial pengolah sudah lebih baik, tidak hanya 3, 75%
melakukan pencatatan arus kas, namun juga
melakukan dokumentasi kegiatan untuk kepentingan Gambar 12. Kemampuan Memanfaatkan Usaha
pemasaran, pengarsipan, hingga ke level forecasting Kemampuan memanfaatkan usaha pelaku rantai nilai
berkat adanya pencatatan dan pengarsipan yang baik. Fruits Up ditunjukkan dengan peningkatan skala
Di tingkat fruits up, pada pelaksanaannya, usaha dan rencana jangka panjang masing-masing
kemampuan manajerial sebenarnya masih belum pelaku. 75% pelaku usaha (Pengepul, Pengolah,
sebaik pengolah. Namun fruits up dalam Fruits Up) merasa lebih mampu memanfaatkan usaha
perjalanannya hingga saat ini terus melakukan terkait dengan peningkatan profit dan jejaring.
9
Sedangkan, 25% pelaku usaha (Petani) merasa tidak c. Pengolah digolongkan ke tipe 3, yaitu
ada perubahan karena usaha yang dilakukan hanya usaha ini tidak hanya sekedar pencapaian
sebatas budidaya mangga dan meskipun ada tujuan usaha (profit) karena sudah mulai
pemanfaatan usaha yang lain dan ada sedikit memikirkan bagaimana cara usaha
peningkatan skala usaha, tetap usaha budidaya tersebut bermanfaat bagi sesama dan
mangga Petani tidak lebih banyak meningkat dan masyarakat sekitar, adanya kepuasan dan
membuahkan banyak usaha lain. pengakuan terhadap strategi bisnis yang
dilakukan, terjadi perubahan yang
Perubahan Perilaku dan Kesadaran bersifat ekonomi (profit dan nilai
Series1, tambah) dan sosial (keberdayaan pelaku
Perubahan Perilaku dan Kesadaran serta efek langsung dan tidak langsung
Belum , 1,
25% kepada pemberdayaan masyarakat
sekitar)
Merasa Berubah d. Fruits Up digolongkan ke tipe 3, yaitu
usaha ini tidak hanya sekedar pencapaian
Belum
tujuan usaha (profit) karena sudah mulai
Series1, memikirkan bagaimana cara usaha
Merasa tersebut bermanfaat bagi sesama dan
Berubah, masyarakat sekitar, adanya kepuasan dan
3, 75% pengakuan terhadap strategi bisnis yang
Gambar 13. Perubahan Perilaku dan Kesadaran. dilakukan, terjadi perubahan yang
bersifat ekonomi (profit dan nilai
Menurut hasil penelitian, secara garis besar tambah) dan sosial (keberdayaan pelaku
setiap pelaku tetap ada perubahan perilaku dan serta efek langsung dan tidak langsung
kesadarannya meskipun tidak dapat dihitung dengan kepada pemberdayaan masyarakat
besaran angka. Namun jika melihat respon pelaku sekitar)
sendiri, 75% pelaku merasa sudah berubah Analisis Manfaat dan Resiko Lingkungan
dibandingkan dengan sebelumnya dari berbagai Sederhana
aspek yang telah dijabarkan sebelumnya. 25% Hasil pengamatan dan analisis menunjukkan
sisanya, merasa tidak ada perubahan. Tidak ada bahwa kemungkinan pencemaran lingkungan paling
perubahan tidak selalu berarti buruk menurut tinggi ada di tingkat Petani. Ini terjadi karena
informan, karena informan merasa dengan perilaku penggunaan bahan kimia dan pestisida yang banyak
seperti ini informan sudah cukup merasa berdaya. dan belum sepenuhnya petani-petani mangga yang
Hasil penyesuaian respon pelaku dan sudah mengubah pola tanam dan perawatannya
penelitian dengan Model Fujikake berbeda-beda di menjadi organik dan ramah lingkungan. Pengepul
setiap mata rantai. berada di tingkat sedang, karena limbah dihasilkan
a. Petani digolongkan ke tipe 1, yaitu hanya ialah mangga rusak dan busuk. Sistem penanganan
sebatas mencapai tujuan usaha (profit), limbah di tingkat Pengepul masih belum ada kendati
puas terhadap hasil usaha, dan hanya limbah mangga masih bisa diurai oleh lingkungan.
terjadi perubahan kuantitatif atau aspek
ekonomi. Kemungkinan Pencemaran Lingkungan
b. Pengepul digolongkan ke tipe 2, yaitu
Tinggi Sedang Rendah
usaha ini tidak hanya sekedar pencapaian
tujuan usaha (profit) karena sudah mulai Pelaku
memikirkan bagaimana cara usaha dalam
tersebut bermanfaat bagi sesama dan Pelaku Pelaku Rantai Nilai,
dalam dalam Rendah, 2
masyarakat sekitar, adanya kepuasan dan Rantai Nilai, Rantai Nilai,
pengakuan terhadap proses bisnis yang Tinggi, 1 Sedang, 1
dilakukan namun belum sampai ke level
pengakuan terhadap strategi bisnis, Gambar 14. Kemungkinan Pencemaran Lingkungan.
terjadi perubahan yang bersifat ekonomi
(profit dan nilai tambah) dan sosial Di tingkat Pengolah dan Fruits Up, limbah
(keberdayaan pelaku serta efek langsung bahan baku dan persediaan bisa dijadikan pemasukan
dan tidak langsung kepada sampingan, sehingga dapat disimpulkan
pemberdayaan masyarakat sekitar) kemungkinan pencemaran lingkungannya rendah
bahkan bisa menghasilkan keuntungan dari limbah
10
aktivitas bisnisnya. Maka dapat disimpulkan kegiatan a. Petani: Manfaat sosial adanya rantai
bisnis dalam rantai nilai keseluruhan memiliki nilai Fruits Up masih minim
tingkat manfaat terhadap lingkungan hidup yang dirasakan oleh Petani. Hal ini
baik, namun, masih harus ditingkatkan lagi di tingkat dikarenakan belum dirangkulnya
Petani. Petani secara penuh oleh setiap
pelaku dalam rantai nilai dan
Series1, keberlanjutan upaya merangkul
Upaya Zero Wasting petani tersebut. Interaksi dalam
Tidak, 1,
25% rantai nilai dengan Petani juga masih
kurang, kecuali untuk Pengepul
sehingga tujuan besar
Ada kebermanfaatan adanya rantai nilai
Tidak masih belum optimal dari sisi petani.
b. Pengepul: Pengepul tidak memiliki
hambatan yang berarti dilihat dari
Series1,
aspek sosial. Namun, keberdayaan
Ada, 3,
Pengepul dari sisi kemampuan
75%
manajerial usahanya masih harus
Gambar 15. Upaya Zero Wasting dalam Bisnis Pelaku.
dioptimalkan.
c. Pengolah: Interaksi antara Pengolah
Hambatan Spesifik dalam Pelaku Rantai Nilai dengan Fruits Up harus ditingkatkan
Fruits Up lagi untuk mengurangi
Hambatan yang paling utama dalam rantai nilai
miskomunikasi.
ialah
d. Fruits Up: Interaksi antara Pengolah
a. Aspek ekonomi usaha
dengan Fruits Up harus ditingkatkan
1) Petani: Biaya perawatan yang besar
lagi untuk mengurangi
dan kerusakan tinggi di musim
miskomunikasi.
panen, masih ada biaya kehilangan
akibat pencatatan administrasi dan
Opsi Peningkatan Sebagai Upaya Optimalisasi
pengarsipan yang belum baik, harga
Rantai Nilai
jual yang musiman (seasonal).
a. Petani:
2) Pengepul: Harga mangga musiman,
1) Adanya peningkatan upaya produksi di
biaya besar pada aktivitas pengadaan
tingkat Petani
dari Petani, masih ada biaya
2) Pengenalan budidaya mangga Gedong
kehilangan akibat pencatatan
Gincu Organik.
administrasi dan pengarsipan yang
3) Adanya pendampingan yang
belum baik.
berkelanjutan.
3) Pengolah: Bahan baku musiman,
4) Pelatihan keterampilan manajerial.
Biaya bahan baku yang tinggi,
b. Pengepul:
kapasitas produksi yang sering tidak
1) Penjadwalan aktivitas pengadaan dari
diiringi dengan kapasitas
Petani yang lebih efisien dengan
penyimpanan, pengembangan
penjadwalan berdasarkan regional
produk sedikit terkendala dengan
tertentu.
kemampuan suplai pemasok
2) Pelatihan keterampilan manajerial.
(Pengepul), biaya fasilitas listrik
c. Pengolah:
tinggi, kesalahan manusia (human
1) Pengaturan jadwal hari produksi dan
error) pada saat processing yang
penambahan hari produksi disesuaikan
menyebabkan produk cacat (retur).
dengan order dari konsumen agar bisa
4) Fruits Up: Biaya bahan baku tinggi,
dibuat penjadwalan penyimpanan yang
masih ada biaya kehilangan akibat efektif dan efisien.
pencatatan administrasi dan
2) Alokasi fokus kegiatan kepada quality
pengarsipan yang belum baik dan
control produk.
mekanisme produksi yang baku
3) Pelatihan pekerja agar dapat
dengan sistem operasional produksi mengurangi resiko human error.
(SOP) masih belum diterapkan.
4) Pelatihan keterampilan manajerial.
b. Aspek sosial usaha

11
5) Pembentukan kontrak formal untuk regional tertentu dan pelatihan keterampilan
Pengepul agar barang cacat dapat di manajerial. (3) Di level Pengolah; pengaturan jadwal
retur. hari produksi dan penambahan hari produksi
d. Fruits Up: disesuaikan dengan order dari konsumen agar bisa
1) Pembelian asset baru agar dapat dibuat penjadwalan penyimpanan yang efektif dan
menambah kapasitas produksi seiring efisien, alokasi fokus kegiatan kepada quality control
dengan meningkatnya permintaan. produk, pelatihan pekerja agar dapat mengurangi
2) Pembuatan pencatatan untuk setiap resiko human error, serta pelatihan keterampilan
barang masuk dan barang keluar agar manajerial dan pembentukan kontrak formal untuk
biaya kehilangan (loss) dapat Pengepul agar barang cacat dapat di retur. (4) Di level
diminimalisir. Fruits Up: pembelian asset baru agar dapat
menambah kapasitas produksi seiring dengan
Pembentukan kontrak formal yang meningkatnya permintaan, pembuatan pencatatan
mencakup keseluruhan biaya dengan tetap menjaga untuk setiap barang masuk dan barang keluar agar
hubungan informal untuk Pengolah dengan Fruits Up biaya kehilangan (loss) dapat diminimalisir,
agar kerjasama yang diciptakan tetap kondusif pembentukan kontrak formal yang mencakup
seiring dengan tingkat kepercayaan berbisnis yang keseluruhan biaya dengan tetap menjaga hubungan
tinggi dengan masing-masing pelaku. informal untuk Pengolah dengan Fruits Up agar
kerjasama yang diciptakan tetap kondusif seiring
PENUTUP dengan tingkat kepercayaan berbisnis yang tinggi
Pemetaan pelaku dalam rantai nilai Fruits Up dengan masing-masing pelaku.
adalah sebagai berikut: Petani – Pengepul – Pengolah Besarnya nilai yang diterima masing-masing
– Fruits Up. Proporsi nilai tambah dalam rantai nilai pelaku belum sesuai dengan besarnya usaha pelaku
paling besar diperoleh Pengolah yaitu sebesar untuk member nilai tambah. Oleh karena itu
44,17%. Proporsi keuntungan dalam rantai nilai disarankan untuk Pengolah membuat inovasi
paling besar diperoleh Pengepul yaitu sebesar terhadap bisnisnya sehingga bisnis tersebut bisa lebih
58,89%. Derajat keberdayaan menurut pendekatan menguntungkan. Minimnya manfaat sosial yang
model Fujikake 2 tahap ialah: Petani (tipe 1), dirasakan oleh Petani perlu diteliti lebih lanjut,
Pengepul (tipe 2), Pengolah (tipe 3), Fruits Up (tipe mengingat konsep model bisnis The Fruters Model
3). Kategori resiko kegiatan bisnis masing-masing yang sudah sangat baik namun pelaksanaannya masih
pelaku rantai nilai dalam mencemari lingkungan belum berkelanjutan. Analisis rantai nilai yang lebih
hidup ialah: Petani (tinggi), Pengepul (sedang), menyeluruh dengan memperhitungkan besarnya efek
Pengolah (rendah), Fruits Up (rendah). Hambatan multiplier kepada pelaku pendukung seperti
ekonomi paling besar dirasakan oleh Pengolah, pemerintah dan akademisi menarik untuk diteliti
sedangkan hambatan sosial paling besar dirasakan lebih lanjut.
oleh Petani.
Manfaat ekonomi yang diterima oleh DAFTAR PUSTAKA
masing-masing pelaku ialah: peningkatan Badan Pusat Statistika. 2013. Produksi Tanaman
pendapatan, peningkatan perolehan nilai tambah. Mangga Seluruh Provinsi Tahun 2006-2012.
Manfaat sosial yang diterima masing-masing pelaku Badan Pusat Statistika.
ialah: kemampuan kerjasama meningkat (50%), Baharsjah, Sjarifuddin. 1993. Hortikultura Sebagai
kemampuan manajerial meningkat (75%), Sumber Pertumbuhan Baru Sektor Pertanian.
kemampuan pengambilan keputusan meningkat Jakarta: Penerbit Bangkit.
(50%), kemampuan memanfaatkan usaha meningkat Budi, Nugroho. 2010. Konsep Pembangunan Inklusif
(75%). Sehingga dapat disimpulkan manfaat sosial Apakah Perlu. Diakses pada tanggal 20 Juli
yang dirasakan Petani masih rendah, Pengepul 2015 di:
sedang, dan untuk Pengolah dan Fruits Up sudah http://karinakas.org/id/index.php?option=com_
tinggi. content&task=view&id=29
Opsi peningkatan dalam rantai nilai Catelo, M., dan A. Costales. 2008. Contract Farming
diantaranya adalah: (1) Di level petani: adanya And Other Market Institutions As Mechanisms
peningkatan upaya produksi, pengenalan budidaya For Integrating Smallholder Livestock
mangga Gedong Gincu organik, adanya Producers In The Growth And Development Of
pendampingan yang berkelanjutan, serta pelatihan The Livestock Sector In Developing Countries.
keterampilan manajerial. (2) Di level Pengepul: PPLPI Working Paper.
Penjadwalan aktivitas pengadaan dari Petani yang Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia
lebih efisien dengan penjadwalan berdasarkan Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap
12
Industri Pengolahan Buah. Departemen
Perindustrian.
Elkington, John. 1997. Cannibals with Forks: The
Triple Bottom Line of Twenty-First Century
Business. Oxford: Capstone.
Fujikake, Yoko. 2008. Qualitative Evaluation:
Evaluating People’s Empowerent. Japanese
Journal of Evaluation Studies, Vol 8 No 2, 2008,
pp 25 – 37. Japan Evaluation Society
Habibie, B.J. 1993. Peranan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dalam Pengembangan Agroindustri.
Jakarta: Penerbit Bangkit.
Noor, Trisna. 2011. Pengaruh Agroindustrialisasi
Perberasan Terhadap Pembangunan Pertanian
Berdasarkan Agroekosistem di Jawa Barat.
Disertasi Doktor dalam Bidang Ilmu Pertanian,
Universitas Padjadjaran.
Pletcher, J. 2000. The Politics of Liberalizing
Zambia’s Maize Markets. World Development,
28(1): 129-142.
Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage
of Nations. New York: The Free Press.
Porter, Michael E. 1980. Competitive Strategy. New
York: The Free Press.
Pranarka dan Vidhyandika, 1996. Pemberdayaan
dalam Onny S.P dan AMW. Pranarka (ed).
1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan
Implementasi. Jakarta: Center for Strategic and
International Studies (CSIS).
Putri, Selly Harnesa dan Dwi Purnomo, 2015.
Pengembangan Model Usaha Produk Puree
Buah Hasil Sinergitas Kurikulum dan
Pengembangan Sistem Pendukung Kolaborasi
Technopreneurship. Fakultas Teknologi
Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.
Raras, A.TS. 2009. Menjadi Manager Sukses,
Melalui Empat Aspek Perusahaan. Bandung:
Alfabeta.
Seshamani, V. 1998. The Impact of Market
Liberalisation On Food Security in Zambia.
Food Policy 23(6): 539-551.
Stringer, R. 2009. Value Chain Analysis. Workshop
Value Chain Analysis Tanggal 5 -7 Juni 2009 di
Mataram NTB. Badan Litbang Pertanian.
Supriatna, A. 2005. Kinerja Dan Prospek Pemasaran
Komoditas Mangga (Studi Kasus Petani
Mangga di Propinsi Jawa Barat). Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian (BBP2TP).
Widjajanti, Kesi. 2011. Model Pemberdayaan
Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan
Volume 12, Nomor 1, Juni 2011, hlm.15-27.

13
14
Analisis Strategi Pengembangan Usaha pada Pengusaha Tanaman Hias Skala
Menengah (Studi Kasus pada Rosalia Flower, Bunga Barokah dan Dahlia di
Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Jawa Barat)
Analysis of Business Development Strategy on Medium Scale of Entrepreneurs
Ornamental Plants. (Case Study in Rosalia Flower, Bunga Barokah, and Dahlia Desa
Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat)
Pratiwi Adilvina1*, Gema Wibawa Mukti1
1Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jl. Raya Bandung –
Jatinangor Km 21,5

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi
pengembangan usaha tanaman hias di Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia dan
menganalisis strategi pengembangan usaha terbaik yang dapat diterapkan oleh ketiga
Kata Kunci: perusahaan tersebut. Alat analisis yang digunakan yaitu matriks IFE dan EFE untuk
mengetahui bagaimana posisi perusahaan saat ini, matriks I-E untuk mengetahui
Strategi
faktor-faktor strategi sebuah perusahaan dari lingkungan internal dan lingkungan
Tanaman Hias eksternal, matriks SWOT untuk mengetahui strategi alternatif pengembangan usaha,
SWOT dan metode QSPM untuk menentukan prioritas strategi bagi ketiga perusahaan. Hasil
QSPM penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis internal terdapat 8
Skala Menengah kekuatan dan 4 kelemahan, sedangkan hasil analisis eksternal terdapat 4 peluang dan
3 ancaman bagi ketiga pengusaha. Prioritas strategi pengembangan usaha berdasarkan
metode QSPM adalah mempertahankan mutu produk dan harga yang terjangkau agar
mampu bersaing (5,728); menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi dalam
memperkenalkan sekaligus mempromosikan produk (5,432); meningkatkan produksi
dengan penggunaan teknologi dalam budidaya (4,982); mempertahankan kerjasama
dan hubungan baik dengan pelanggan (4,570), mempertahankan hubungan baik antara
atasan dengan bawahan (3,696), membuat SOP dalam kegiatan produksi menjadi
terarah dan teratur (3,379); dan membuat laporan keuangan yang baik (3,017).
ABSTRACT
This study aims to identify factors that influence the business development of
ornamental plants in Rosalia Flower, Flower Barokah, and Dahlia and analyze the
best business development strategies that can be applied by all the three companies.
An instrument of the analysis used is IFE and EFE matrix to find out company’s
current position, I-E matrix to determine the factors of a company strategy from its
Keywords:
internal and external environment, SWOT matrix to determine alternative strategies,
Strategy and QSPM methods to determine the priorities of the strategy for the three companies.
Ornamental Plants The results showed, based on the results of the internal analysis, there are eight
SWOT strengths and four weaknesses, wheras the external analysis results are four
QSPM opportunities and three threats for the three entrepreneurs. The priority business
Medium Scale development strategies based QSPM method is to maintain product quality and
affordable prices in order to compete (5.728); using information technology and
telecommunications to introduce and promote the product (5.432); increase
production with the use of technology in the cultivation (4.982); maintaining
cooperation and good relations with customers (4.570), maintaining good relations
between leaders and workers (3.696), making SOP in production activities become
directed and organized (3.379); and make good financial statement (3,017).

Email: adilvinapr@gmail.com

15
Cihideung merupakan salah satu daerah pusat
PENDAHULUAN pertanian dan perdagangan bunga yang ada di
Tanaman hias memberikaan kontribusi Kabupaten Bandung. Hampir seluruh penduduk di
terhadap PDB dan pendapatan petani, sehingga Desa Cihideung mengandalkan hidupnya dari
mempunyai prospek yang cukup cerah di Indonesia. pertanian khususnya tanaman hias. Kebanyakan
Hal tersebut dikarenakan karena luas lahan dan usaha tanaman hias di Desa Cihideung merupakan
persyaratan kesuburan tanah yang dimanfaatkan usaha keluarga yang sudah turun temurun dan sudah
untuk budidaya tanaman hias relatif kecil berdiri selama berpuluh-puluh tahun. Lebih dari 80%
dibandingkan dengan luas tanah yang dimanfaatkan warga desa Cihideung menjadi petani bunga, dimana
untuk jenis tanaman lainnya, serta tanaman hias terdiri dari 30% petani bunga potong, dan 50%.
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dapat petani bunga hias1. Kawasan Cihideung, memang
diterima dengan baik oleh masyarakat (Direktorat bisa dibilang pemasok terbesar di nusantara untuk
Bina Produksi Hortikultura, 2003). bibit bunga hias. Setidaknya seminggu dua kali, truk-
Permintaan tanaman hias terus meningkat truk besar datang mengambil bibit-bibit tanaman,
baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor, untuk dipasarkan keberbagai daerah seperti Bandung,
membuat semakin bertambahnya pelaku usaha Jakarta, Surabaya, Malang bahkan hingga ke luar
tanaman hias mulai skala kecil sampai menengah. pulau Jawa.
Melihat hal tersebut, tanaman hias dapat diposisikan Pengusaha tanaman hias di Desa Cihideung,
sebagai komoditas perdagangan yang penting di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat
dalam negeri maupun di pasar global. (Direktorat terbagi menjadi 3 pengusaha yang didasarkan atas
Budidaya Tanaman Hias, 2008). luas lahan yang diusahakan untuk bercocok tanam
Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu tanaman hias. Pertama yaitu pengusaha tanaman hias
Provinsi penghasil tanaman hias selain Povinsi skala kecil dengan luas lahan kurang dari 150 m2
Sumatera Utara, Riau, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, sampai dengan 300 m2 dimana biasanya mereka
Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Barat, menanam tanaman hias hanya dipekarangan rumah
Kalimatan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, namun bertujuan untuk dijual ke konsumen. Kedua
Gorontalo. Provinsi Jawa Barat mempunyai peluang yaitu pengusaha tanaman hias skala
dalam pengembangan tanaman hias dikarenakan sedang/menengah dimana mereka yang memiliki
kondisi agroklimatnya yang mendukung khususnya luas lahan antara 300 m2 sampai dengan 1000 m2 dan
Kabupaten/Kota Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut yang terakhir yaitu pengusaha tanaman hias skala
dan Bandung Barat. (Direktorat Bina Hortikultura, besar yang mana memiliki luas lahan diatas 1000 m 2.
2008). Di Desa Cihideung kebanyakan pengusaha
Secara keseluruhan, produksi tanaman hias merupakan pengusaha skala menengah dan skala
di Provinsi Jawa Barat hampir selalu mengalami kecil. Pengusaha skala besar hanya terdapat 6
kenaikan tiap tahunnya. Perubahan produksi yang pengusaha, dimana ketiga pengusaha tersebut adalah
meningkat, biasanya didasari dengan perubahan luas Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia.
panen yang meningkat pula. Berdasarkan Jawa Barat Usaha dibidang tanaman hias, dirasakan
dalam Angka Tahun 2014, luas panen terluas pengusaha lebih menguntungkan dari pada bisnis
tanaman hias di provinsi Jawa Barat adalah di pertanian lainnya yang bisa dikembangkan di daerah
Kabupaten Bandung Barat dengan luas panen ini. Selain budidayanya mudah, bagi tanaman hias
99.678.540 Ha. setiap hari adalah musim tanam dan masa berbunga.
Selain perubahan luas panen, permintaan Disamping itu, pula untuk menanam bunga tidak
konsumen akan tanaman hias juga tinggi. Dengan perlu lahan luas seperti halnya sayuran dan tanaman
semakin meningkatnya konsumen tanaman hias, padi.
semakin meningkat pula kesadaran masyarakat akan
estetika dan yang paling utama tingkat pendapatan KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP
masyarakat juga meningkat sehingga mereka mulai Perumusan strategi pengembangan usaha di
mengalokasikan pendapatannya untuk membeli Desa Cihideung dimulai dengan mengidentifikasi
tanaman hias tersebut. permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha di Desa
Salah satu daerah di Kabupaten Bandung Cihideung, lalu mengidentifikasi apa yang menjadi
Barat yang memiliki kemajuan dalam usaha tanaman visi, misi, serta tujuan kegiatan usaha yang dilakukan
hias yaitu Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong. masing-masing pengusaha. Pengenalan akan visi,
Desa Cihideung merupakan salah satu desa yang misi, dan tujuan dari kegiatan usaha yang dijalankan
dikenal dengan sebutan daerah wisata bunga. Desa akan membantu pengusaha untuk mengarahkan
1
www.bandungbaratkab.go.id
16
kegiatan usaha hanya pada visi, misi, dan tujuan yang menjadi kekuatan dan kelemahan bagi Rosalia
ingin dicapai. Selanjutnya, melakukan identifikasi Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia adalah:
dan analisis lingkungan internal dan eksternal yang 1. Kekuatan Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan
dimiliki masing-masing pengusaha guna mencapai Dahlia:
tujuannya. Analisis lingkungan internal dilakukan A. Komunikasi yang baik antara atasan dengan
dengan pendekatan fungsional (pemasaran, bawahan. (Manajemen)
keuangan, produksi operasi, sumberdaya manusia, Hubungan yang terjalin antara pemimpin
dan sistem informasi manajemen), untuk mengetahui dengan pekerjanya adalah sangat dekat,
apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan. Analisis sehingga tercipta komunikasi yang baik
lingkungan eksternal perusahaan mencakup faktor- antara keduanya.
faktor dalam lingkungan umum yaitu situasi B. Perolehan bibit yang mudah. (Produksi)
kebijakan pemerintah, ekonomi, sosial budaya, Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia
teknologi, dan lingkungan industri (lingkungan mampu membudidayakan perbanyakan bibit
mikro) yang terdiri dari pesaing potensial, daya tawar sendiri. Tetapi jika ada bibit jenis baru, harus
pemasok, produk substitusi, dan daya tawar pembeli membeli ke toko maupun keluar daerah.
guna mengetahui peluang dan ancaman yang C. Produk/jenis tanaman yang beragam.
dihadapi. (Produksi)
Variabel-variabel eksternal dan internal yang Produk tanaman hias yang dijual di Rosalia
telah dianalisis kemudian dirangkum dan dijabarkan Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia terdiri
ke dalam matriks EFE dan IFE. Hasil matriks EFE dari berbagai macam tanaman hias, seperti
dan IFE kemudian digambarkan dalam matriks I-E bonsai, cemara, dll. Jenis tanaman yang
untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini, cukup banyak ditawarkan, akan membuat
kemudian untuk mengetahui posisi perusahaan pada konsumen memiliki banyak pilihan dan
saat ini, kemudian untuk mengetahui strategi bebas untuk memilih tanaman hias yang
alternatif apa saja yang dapat digunakan dengan diinginkan.
kondisi usaha saat ini adalah dengan menggunakan D. Kapasitas produksi yang dapat memenuhi
analisis SWOT. Tahap terakhir adalah dengan permintaan konsumen. (Produksi)
menganalisis pengambilan keputusan akan strategi Kapasitas produksi di Rosalia Flower, Bunga
usaha mana yang dianggap paling baik bagi Rosalia Barokah, dan Dahlia dengan permintaan
Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia dengan konsumen dapat terimbangi, meskipun
menggunakan metode QSPM. terkadang Rosalia Flower, Bunga Barokah,
dan Dahlia tidak dapat memenuhi
METODE PENELITIAN permintaan yang mendadak tetapi mitra dari
Metode penelitian yang digunakan adalah Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia
metode kualitatif dengan teknik penelitian yang dapat menutupi kekurangan jumlah tanaman.
digunakan berupa studi kasus. Cara pengumpulan E. Letak yang strategis.
data dilakukan dengan observasi, wawancara, Letak Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan
kuesioner, dan studi literatur. Data yang diperoleh Dahlia terletak di desa wisata dimana akan
dari analisis lingkungan internal dan eksternal banyak pengunjung yang berdatangan.
kemudian diolah dengan alat analisis matriks IFE dan Selain itu, letak Green House Rosalia
matriks EFE untuk mengetahui bagaimana posisi dari Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia terletak
perusahaan saat ini. Selanjutnya, hasil dari analisis dipinggir jalan yang dapat dengan mudah
tersebut akan digabungkan kedalam matriks IE diakses oleh konsumen sebagai pengunjung
kemudian akan dioah dengan matriks SWOT untuk Desa Cihideung untuk berwisata.
mengetahui alternatif strategi yang diperoleh dari F. Mutu produk yang baik. (Pemasaran produk)
matriks SWOT kemudian akan diolah dengan metode Produk yang dihasilkan oleh Rosalia Flower,
QSPM untuk menentukan sasaran strategi alternatif Bunga Barokah, dan Dahlia memiliki mutu
mana yang terbaik dan merupakan strategi prioritas yang baik karena media tanam yang
bagi perusahaan. digunakan merupakan media tanaman yang
baik sehingga tanaman juga dapat tumbuh
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan baik. Tanaman hias yang diproduksi
termasuk kedalam Grade B.
Analisis Faktor Internal G. Bukan produk musiman.
Berdasarkan kondisi lingkungan internal Produk-produk tanaman hias yang dijual di
Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia, maka Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor internal yang bukanlah produk musiman karena dapat
17
diproduksi kapan saja, sehingga dapat tetap tahun. Laporan mengenai pengeluaran dan
tumbuh sepanjang tahun dan dengan pemasukan Rosalia Flower, Bunga Barokah,
berbagai kondisi cuaca. dan Dahlia tidak dicatat kedalam laporan
H. Harga tanaman hias yang murah. (Pemasaran keuangan, melainkan hanya menyimpan
Harga) bukti-bukti transaksi seperti bon dan bukti
Harga produk yang dijual di Rosalia Flower, transfer. Laporan keuangan yang baik akan
Bunga Barokah, dan Dahlia terbilang murah membantu Rosalia Flower, Bunga Barokah,
dan dapat dijangkau oleh pelanggan, baik dan Dahlia dalam menggambarkan kondisi
dari pasar terstruktur maupun pasar tidak ekonomi dan dapat memilih kebijakan dalam
terstruktur, baik perorangan hingga ritel. menggunakan uang untuk kepentingan
Harga yang terjangkau merupakan salah satu Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia.
alasan para konsumen banyak yang memilih
untuk membeli tanaman hias di Rosalia Berdasarkan faktor-faktor internal yang
Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia. menjadi kekuatan dan kelemahan Rosalia Flower,
2. Kelemahan Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Bunga Barokah, dan Dahlia, maka dibuatlah matriks
Dahlia IFE (Internal Factor Evaluation).
A. Belum mempunyai SOP (Standard
Operating Procedure) dalam kegiatan Tabel 1. Matriks IFE Rosalia Flower, Bunga
produksi. (Produksi) Barokah, dan Dahlia
Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia
Belum mempunyai SOP (Standard Total
Faktor Internal Bobot Peringkat
Operating Procedure) dalam kegiatan Bobot
produksinya, seperti dalam waktu KEKUATAN
penyiraman tanaman yang tidak menentu, Komunikasi yang
pemberian pupuk yang tidak menentu, dan baik antara atasan
hal yang lainnya. Perlunya SOP 0,075 3 0,225
dengan bawahan
dimaksudkan agar kegiatan peroduksi lebih (A)
terarah dan teratur. Perolehan bibit
B. Menggunakan cara tradisional dalam 0,076 4 0,304
yang mudah. (B)
budidaya. (Produksi) Produk/jenis
Budidaya tanaman hias yang dilakukan di tanaman yang 0,076 3 0,228
Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia beragam (C)
masih menggunakan cara yang sederhana Kapasitas produksi
karena belum menggunakan teknologi
yang dapat
seperti kultur jaringan, yang mampu memenuhi 0,070 4 0,280
mempercepat waktu anakkan hingga permintaan
tanaman siap dijual sehingga meningkatkan konsumen (D)
jumlah produksi.
Letak strategis (E) 0,078 3 0,234
C. Tenaga kerja yang tidak menetap. (SDM)
Mutu produk baik
Hampir seluruh penduduk di desa Cihideung 0,077 3 0,231
(F)
mengandalkan hidupnya dari pertanian
Bukan produk
khususnya tanaman hias, sehingga tenaga 0,080 3 0,240
musiman (G)
kerja yang tersedia pun banyak. Hal ini
seharusnya menjadi suatu kemudahan Harga tanaman hias
0,087 4 0,348
Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia yang murah (H)
dalam memproduksi tanaman hias. Namun KELEMAHAN
sayangnya banyak tenaga kerja yang tidak Belum mempunyai
0,103 1 0,103
menetap sehingga menyebabkan kehilangan SOP (I)
tenaga kerja yang terlatih. Menggunakan cara
D. Belum memiliki laporan keuangan yang tradisional dalam 0,090 2 0,180
baik. (Keuangan) budidaya (J)
Laporan keuangan yang dimiliki Rosalia SDM yang tidak
0,089 1 0,089
Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia tidaklah menetap (K)
lengkap, hal ni terlihat dari tidak berjalannya Belum memiliki
laporan keuangan selama kurang lebih dua laporan keuangan 0,101 1 0,101
yang baik (L)
18
Total keberlangsungan usaha. Program-program
Faktor Internal Bobot Peringkat
Bobot yang sudah direncanakan oleh pemerintah
TOTAL 1 2,563 menjadi suatu keuntungan jika program
Hasil dari analisis matriks IFE dapat diketahui tersebut berjalan sesuai rencana.
bahwa skor bobot total untuk faktor internal adalah 2. Ancaman Rosalia Flower, Bunga Barokah,
2,563 yang menggambarkan bahwa faktor internal dan Dahlia
berada dalam posisi rata-rata, dimana kondisi internal E. Harga bahan baku yang fluktuatif (Ekonomi)
cukup baik atau kuat. Harga bahan baku yang dapat naik sewaktu-
waktu dapat membuat harga produksi juga
Analisis Faktor Eksternal meningkat, sedangkan pihak Rosalia Flower,
Berdasarkan kondisi lingkungan eksternal Bunga Barokah, dan Dahlia tidak mungkin
Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia, maka menaikkan harga produk.
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor eksternal F. Selera tren tanaman hias yang tidak dapat
yang menjadi peluang dan ancaman bagi Rosalia diprediksi. (Sosial Budaya)
Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia adalah: Selera konsumen dan tren tanaman hias
1. Peluang Rosalia Flower, Bunga Barokah, tidaklah menetap, namun berubah-ubah
dan Dahlia sehingga tidak dapat diprediksi. Hal ini dapat
A. Kondisi infrastruktur jalan yang membaik. menyebabkan tanaman yang diproduksi
(Ekonomi) tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
Jalan Desa Cihideung merupakan sebuah pasar
jalanan alternatif bagi para masyarakat yang G. Berkembangnya pesaing lama dan
ingin pergi ke daerah Lembang. Dengan munculnya pesaing baru. (Pesaing)
demikian, pengunjung akan semakin banyak Para pesaing tanaman hias kini juga sudah
berdatangan, terlebih lagi kondisi jalan yang mulai mengembangkan usahanya,
semakin baik. khususnya dalam penerapan teknologi.
B. Meningkatnya pembangunan gedung Pesaing baru yang bermunculan juga
perkantoran, hotel, perumahan, real estate semakin banyak dengan harga penjualan
dan vila. (Sosial Budaya) yang dibawah Rosalia Flower, Bunga
Pembangunan gedung perkantoran, hotel, Barokah, dan Dahlia.
dan perumahan semakin maraknya terutama
dikota-kota besar. Pemanfaatan tanaman hias Berdasarkan faktor-faktor eksternal yang
pada dekorasi taman, sudah menjadi menjadi peluang dan ancaman Rosalia Flower,
butuhkan dalam pembangunan gedung untuk Bunga Barokah, dan Dahlia, maka dibuatlah matriks
menambah nilai estetika. EFE (External Factor Evaluation).
C. Berkembangnya teknologi budidaya,
informasi, dan telekomunikasi (Teknologi) Tabel 2. Matriks EFE Rosalia Flower, Bunga
Perkembangan budidaya seperti kultur Barokah, dan Dahlia
jaringan belum dapat dimanfaatkan oleh
Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia, Skor
Faktor Eksternal Bobot Peluang
namun merupakan sebuah peluang untuk Bobot
meningkatkan produksi dan mempercepat
PELUANG
proses anakan hingga tanaman siap dijual.
Sedangkan teknologi yang dimanfaatkan Kondisi
oleh Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan infrastruktur jalan 0,119 1 0,119
Dahlia adalah teknologi informasi dan yang membaik. (A)
telekomunikasi seperti penggunaan website, Meningkatnya
handphone, dan smartphone untuk pembangunan
mempromosikan dan berkomunikasi dengan gedung
0,139 4 0,556
para konsumen maupun mitra. perkantoran, hotel,
D. Program pemerintah yang mendukung. perumahan, real
(Kebijakan Pemerintah) estate dan vila (B)
Seperti yang sebelumnya sudah dijelaskan, Berkembangnya
banyaknya program yang direncanakan oleh budidaya,
0,119 2 0,238
pemerintah sudah seharusnya menjadi informasi, dan
peluang bagi Rosalia Flower, Bunga telekomunikasi (C)
Barokah, dan Dahlia dalam mendukung
19
Skor perusahaan adalah strategi penetrasi pasar (market
Faktor Eksternal Bobot Peluang penetration) dan pengembangan produk (product
Bobot
developmnet). Strategi penetrasi pasar adalah suatu
Program strategi yang bertujuan untuk meningkatkan pangsa
pemerintah yang 0,111 2 0,222 pasar produk maupun jasa perusahaan yang sudah
mendukung (D) ada lewat usaha pemasaran yang lebih gencar. Usaha
ANCAMAN yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
Harga bahan baku pelayanan yang lebih baik sehingga konsumen
0,175 3 0,525
yang fluktuatif (E) merasa nyaman bekerjasama dengan perusahaan.
Selera tren tanaman
hias yang tidak 0,155 2 0,31 Analsis Matriks SWOT
dapat diprediksi (F) Analisis SWOT merupakan tahapan
Pesaing yang lebih pencocokan untuk menghasilkan alternatif strategi
berkembang dan yang tepat dilakukan oleh perusahaan berdasarkan
0,182 2 0,364
munculnya pesaing dari identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
baru (G) ancaman yang sudah ditetapkan sebelumnya.
TOTAL 1,000 2,334 Alternatif strategi tersebut merupakan penggabungan
Hasil dari analisis matriks EFE dapat diketahui dari kekuatan dengan peluang (S-O), kelemahan
bahwa skor bobot total untuk faktor eksternal adalah dengan peluang (W-O), kekuatan dengan ancaman
2,334 yang menunjukkan bahwa faktor-faktor (S-T), dan kelemahan dengan ancaman (W-T) yang
eksternal tersebut berpengaruh menengah, dimana didasarkan pada strategi utama yang diperoleh dari
peluang dan ancaman tidak terlalu berpengaruh bagi analisis perhitungan matriks IE. Rosalia Flower,
usaha Rosalia Flower, Bunga Barokah dan Dahlia. Bunga Barokah, dan Dahlia berada pada posisi
pertahankan dan pelihara sehingga perusahaan dapat
Analisis Evaluasi Faktor I-E (Internal-External) merumuskan strategi berdasarkan posisi yang pada
Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal saat ini yaitu strategi penetrasi pasar dan
dan eksternal diperoleh total nilai bobot sebesar pengembangan produk. Diagram Matriks SWOT
2,563 dan 2,334 untuk faktor eksternal. Hasil total Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia dapat
bobot skor digabungkan dengan menempatkan total dilihat pada Tabel berikut.
bobot skor IFE pada sumbu X dan total bobot skor
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
EFE pada sumbu Y, sehingga posisi Rosalia Flower, 1. Komunikasi yang 1. Belum
Bunga Barokah, dan Dahlia berada pada sel V seperti baik antara mempunyai
yang terlihat pada Gambar 1. atasan dengan SOP
bawahan 2. Menggunakan
2. Bahan baku cara tradisional
Total Bobot Nilai IFE Internal produksi yang dalam budidaya
Rata- didapat dengan 3. SDM yang tidak
Kuat Lemah mudah menetap
rata
3.0- 1.0- 3. Produk/jenis 4. Belum memiliki
2.0- tanaman yang laporan
4.0 1.99
2.99 beragam keuangan yang
Total bobot nilai EFE

3.0 2.0 1.0 4. Kapasitas baik


4.0
Eksternal produksi yang
II dapat memenuhi
Tinggi I III permintaan
konsumen
3.0 5. Letak strategis
6. Mutu produk
Menengah IV V VI yang baik

2.0
7. Bukan produk
musiman
Rendah VII VIII IX 8. Harga tanaman
hias yang murah
1.0
OPPORTUNITIE STRATEGI SO STRATEGI WO
S (O) 1. Menggunakan 1. Membuat SOP
Gambar 1. Matriks I-E Rosalia Flower, Bunga 1. Kondisi teknologi dalam kegiatan
infrastruktur informasi dan produksi
Barokah, dan Dahlia. jalan yang telekomunikasi menjadi terarah
David (2006) menyatakan bahwa sel V membaik. dalam dan teratur
merupakan posisi pertahankan dan pelihara (hold and 2. Meningkatnya memperkenalkan 2. Meningkatkan
maintain). Strategi yang dapat dikembangkan oleh pembangunan produk. produksi

20
gedung dengan Faktor-faktor kunci dalam QSPM
perkantoran, penggunaan
hotel, teknologi dalam
merupakan seluruh lingkup faktor strategis internal-
perumahan, budidaya eksternal Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan
real estate Dahlia yang memberikan gambaran riil serangkaian
dan vila peluang dan ancaman serta serangkaian kekuatan dan
3. Berkembangn
ya budidaya, kelemahan yang dimiliki perusahaan. Bobot didalam
informasi, dan QSPM besarnya sama dengan bobot pada faktor-
telekomunikas faktor dalam matriks EFE dan IFE.
i
4. Program
Nilai AS menunjuk pada daya tarik masing-
pemerintah masing strategi terhadap faktor kunci yang dimiliki.
yang Nilai AS diperoleh melalui kuisioner yang ditujukan
mendukung
kepada informan yaitu masing-masing pemimpin
THREATHS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT
1. Harga bahan 1. Mempertahank 1. Membuat Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia yang
baku yang an kerjasama laporan memiliki tanggung jawab penuh terhadap proses
fluktuatif dan hubungan keuangan yang manajemen dan aktivitas sehari-hari perusahaan.
2. Selera tren baik dengan baik
tanaman hias pelanggan 2. Mempertahank Nilai TAS merupakan hasil perkalian antara bobot
yang tidak 2. Mempertahank an hubungan dan nilai AS dari tiap faktor kunci strategis.
dapat an mutu produk baik antara Alternatif strategi dari matriks SWOT yang dapat
diprediksi dan harga yang atasan dengan
3. Pesaing yang terjangkau bawahan
dihasilkan adalah:
lebih Strategi 1:Menggunakan teknologi informasi dan
berkembang telekomunikasi dalam memperkenalkan
dan
produk.
munculnya
pesaing baru Strategi 2:Membuat SOP dalam kegiatan produksi
menjadi terarah dan teratur
Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT pada Strategi 3: Meningkatkan produksi dengan
Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia, maka penggunaan teknologi dalam
alternatif strategi yang dapat digunaka dalam budidaya
pengembangan usaha tanaman hias di Rosalia Strategi 4: Mempertahankan kerjasama dan
Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia adalah: hubungan baik dengan pelanggan
1. Strategi S-O Strategi 5: Mempertahankan mutu produk dan harga
a. Menggunakan teknologi informasi dan yang terjangkau
telekomunikasi dalam memperkenalkan Strategi 6: Membuat laporan keuangan yang baik
produk. Strategi 7: Mempertahankan hubungan baik antara
2. Strategi W-O atasan dengan bawahan
a. Membuat SOP dalam kegiatan produksi
menjadi terarah dan teratur Berdasarkan hasil penilaian dari pemimpin
b. Meningkatkan produksi dengan penggunaan Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia, maka
teknologi dalam budidaya diperoleh urutan strategi dari yang paling menarik
3. Strategi S-T untuk diimplementasikan pada perusahaan. Urutan
a. Mempertahankan kerjasama dan hubungan strategi tersebut adalah sebagai berikut :
baik dengan pelanggan 1. Mempertahankan mutu produk dan harga
b. Mempertahankan mutu produk dan harga yang terjangkau (5,728)
yang terjangkau 2. Menggunakan teknologi informasi dan
4. Strategi W-T telekomunikasi dalam memperkenalkan
a. Membuat laporan keuangan produk (5,432)
b. Mempertahankan hubungan baik antara 3. Meningkatkan produksi dengan penggunaan
atasan dengan bawahan teknologi dalam budidaya (4,982)
4. Mempertahankan kerjasama dan hubungan
Analisis QSP (Quantitative Strategic Planning) baik dengan pelanggan (4,570)
Tahap akhir dari perumusan strategi adalah 5. Mempertahankan hubungan baik antara
pemilihan strategi terbagi dengan menggunakan alat atasan dengan bawahan (3,696)
analisis QSPM yang berdasarkan pada hasil analisis 6. Membuat SOP dalam kegiatan produksi
SWOT. Penggunaan QSPM bertujuan untuk menjadi terarah dan teratur (3,379)
memperoleh strategi alternatif terbaik yang dapat 7. Membuat laporan keuangan yang baik
diimplementasikan perusahaan berdasarkan arah (3,017)
kebijakan dan kondisi riil perusahaan.
21
Tiga strategi yang menjadi prioritas utama
untuk diterapkan oleh Rosalia Flower, Bunga KESIMPULAN
Barokah, dan Dahlia adalah mempertahankan mutu Berdasarkan hasil pembahasan, dapat
produk dan harga yang terjangkau, menggunakan diambil kesimpulan sebagai berikut:
teknologi informasi dan telekomunikasi dalam 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
memperkenalkan produk, dan meningkatkan pengembangan usaha tanaman hias Rosalia
produksi dengan penggunaan teknologi dalam Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia adalah:
budidaya. Strategi tersebut merupakan strategi yang a. Faktor internal yang merupakan
tepat untuk diterapkan sebagai pelaksanaan strategi kekuatan bagi Rosalia Flower, Bunga
penetrasi pasar dan pengembangan produk. Barokah, dan Dahlia adalah komunikasi
Bagi manajemen perusahaan, strategi yang baik antara atasan dengan
mempertahankan mutu produk dan harga yang bawahan; perolehan bibit yang mudah;
terjangkau merupakan strategi yang sangat penting produk/jenis tanaman yang beragam;
untuk diterapkan saat ini. Semakin meningkatnya permintaan konsumen yang selalu
persaingan usaha di industri tanaman hias menuntut terpenuhi; letak strategis, mutu produk
perusahaan untuk mempertahankan kekuatan yang yang baik; bukan produk musiman;
dipunyai perusahaan. Mutu produk yang baik serta harga tanaman hias yang murah.
harga tanaman hias yang murah merupakan suatu Sedangkan yang menjadi kelemahan
kekuatan yang dimiliki Rosalia Flower, Bunga bagi Rosalia Flower, Bunga Barokah,
Barokah, dan Dahlia agar tidak kalah bersaing dan Dahlia adalah belum mempunyai
dengan adanya perusahaan sejenis yang lebih unggul SOP; menggunakan cara tradisional
serta perusahaan sejenis yang baru bermunculan. dalam budidaya; SDM yang tidak
Bagi Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia menetap; belum memiliki laporan
loyalitas pelanggan sangat penting karena keuangan yang baik.
berpengaruh terhadap perkembangan tingkat b. Faktor eksternal yang menjadi peluang
penjualan perusahaan. Agar tingkat penjualan bagi Rosalia Flower, Bunga Barokah,
perusahaan tetap tinggi bahkan meningkat maka dan Dahlia adalah kondisi infrastruktur
perusahaan perlu melakukan usaha yaitu menjaga jalan yang membaik; meningkatnya
loyalitas pelanggan melalui mutu produk yang baik pembangunan gedung perkantoran,
serta harga yang masih terjangkau dengan pelanggan. hotel, perumahan, real estate dan vila;
Manajemen Rosalia menyadari bahwa salah berkembangnya budidaya, informasi,
satu kelemahan utama perusahaan adalah belum dan telekomunikasi; program
memanfaatkan majunya teknologi dalam pemerintah yang mendukung.
memasarkan produk. Rosalia Flower, Bunga Sedangkan yang menjadi ancaman
Barokah, dan Dahlia menyadari bahwa peluang adalah harga bahan baku yang fluktuatif;
dalam bidang jasa tanaman hias (landscaping, selera tren tanaman hias yang tidak dapat
maintenance, dan rental tanaman) sangat besar dan diprediksi; pesaing yang lebih
prospek ke depannya juga tetap cerah. Di sisi lain, berkembang dan munculnya pesaing
strategi promosi yang dilakukan perusahaan belum baru.
efektif dan efisien. Untuk itu, diperlukan teknologi 2. Tiga prioritas strategi pengembangan usaha
dalam memasarkan produk, seperti membuat web berdasarkan metode QSPM adalah
perusahaan yang berisi tentang profil usaha dan mempertahankan mutu produk dan harga
produk perusahaan. yang terjangkau agar mampu bersaing;
Strategi ketiga yang menjadi prioritas menggunakan teknologi informasi dan
manajemen Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan telekomunikasi dalam memperkenalkan
Dahlia adalah meningkatkan produksi dengan sekaligus mempromosikan produk;
penggunaan teknologi dalam budidaya. Kelemahan meningkatkan produksi dengan penggunaan
lain yang dimiliki Rosalia Flower, Bunga Barokah, teknologi dalam budidaya.
dan Dahlia adalah masih menggunakan cara
berbudidaya yang tradisional sedangkan peluang SARAN
akan penggunaan teknologi dalam produksi cukup Berdasarkan hasil penelitian terhadap
besar. Dalam hal ini, perlu adanya peran pemerintah strategi pengembangan usaha tanaman hias Rosalia
agar strategi ini berhasil diterapkan yaitu dengan Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia, saran yang
penyuluhan dan subsidi yang sudah diprogramkan dapat diberikan adalah:
pemerintah.

22
1. Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia Nurhayati, Nunung. 2011. Analisis Kelayakan Usaha
sebaiknya mengadakan kontrak dengan para dan Strategi Pengembangan Usaha Industri
tenaga kerja agar komitmen dan konsistensi Kecil Tahu di Kabupaten Kuningan Jawa
tenaga kerja terjamin, sehingga tidak terjadi Barat.
lagi kehilangan tenaga kerja ahli.
Ramdhani, Renata Nur. 2011. Analisis Strategi
2. Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia
Pengembangan Usaha Sayuran Organik
sebaiknya benar-benar memanfaatkan
(Studi Kasus pada Mekar Tani Jaya, Desa
teknologi sebagai sarana untuk
Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten
mempromosikan dan memasarkan produk
Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat).
agar jumlah pelanggan meningkat serta tidak
menutup kemungkinan untuk bekerja sama Pearce, J. A. Dan R. B. Robinson. 1997. Manajemen
dengan instansi besar sehingga dapat Strategik: Formulasi, Implementasi, dan
menguntungkan bagi Rosalia Flower, Bunga Pengendalian. Binarupa Aksara. Jakarta.
Barokah, dan Dahlia. Porter, Michael E. 2007. Strategi Bersaing: Teknik
Menganalisis Industri dan Pesaing.
Perusahaan perlu membenahi manajemen KARISMA Publishing Group. Tangerang.
perusahaan khususnya manajemen pengelolaan
keuangan karena hal ini menjadi kelemahan utama Pusdalisbang. 2013. Jawa Barat Dalam Angka.
perusahaan. Perusahaan perlu menerapkan Satudata Pembangunan Jawa Barat.
pencatatan keuangan secara akuntansi sehingga tidak Pusponingtiyas, Mita. 2008. Analisis Lingkungan
terjadi pencampuran antara keuangan perusahaan Usaha Dan Formulasi Strategi Bersaing
dengan keuangan pribadi pemilik perusahaan. Perusahaan Dalam Industri Tanaman Hias.
(Studi Kasus PT. Godongijo Asri, Sawangan,
UCAPAN TERIMA KASIH Depok).
Melalui kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada orang tua, abang Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah
dan adik yang selalu memberikan dukungan, Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Umum.
semangat, kasih sayang dan doa kepada penulis. Jakarta.
Selain itu penulis ingin mengucapkan terimakasih Robbins, S. P. 1991. Management. Third Edition.
yang atas bantuan yang diberikan selama proses Prentice-Hall. New Jersey.
penulisan kepada :
1. Gema Wibawa Mukti, S.P.,M.P. sebagai dosen Samosir, Hestia Vina. 2013. Analisis Strategi
pembimbing sekaligus dosen wali atas segala Pengembangan Usaha Tanaman Hias (Studi
kesabaran, bimbingan, saran, semangat dan Kasus pada Family Cactus Nursery, Desa
dorongannya. Langensari, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa
2. Dr. Dra. Elly Rasmikayati, M.Sc. sebagai dosen
Barat).
penelaah atas bimbingan, koreksi dan saran
yang diberikan. Sidauruk, Febriando. 2010. Analisis Strategi
3. Dr. Eti Suminartika, Ir.,M.Si. sebagai dosen Pengembangan Usaha Tanaman Hias Pada
penelaah atas koreksi dan saran yang diberikan. PT. Godongijo Asri, Sawangan, Depok,
4. Semua teman-teman yang telah memberikan Jawa Barat.
bantuan dan dukungan dalam penyusunan Soekartawi, 2000. Pengantar Agroindustri.
jurnal ini. Rajagrafindo Pustaka. Jakarta
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pedidikan
DAFTAR PUSTAKA Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
Ayers, Chuck. 2014. The History of Floriculture. R&D. Bandung: ALFABETA.
Ehow Contribution www.bandungbaratkab.go.id, 2015. Dinas Pertanian
David, F. R. 2004. Manajemen Strategis. Edisi Perkebunan dan Kehutanan, diakses pada
Sembilan. Terjemahan. Prenhallindo. tanggal 26 Juli 2015.
Jakarta. www.pelita.or.id, 2015. Produk Hortikultura Secara
Nurhadi. 2008. Analisis Strategi Pengembangan Nasional Tingkatkan PDB (Ekonomi dan
Usaha Tanaman Hias Pada PT. Kusuma Keuangan), diakses pada tanggal 13 April
Floracipta, Taman Anggrek Ragunan, 2015.
Jakarta.
23
24
Manajemen Risiko Pada Rantai Pasok Kentang Pasar Terstruktur di Kelompok
Tani Katata, Pangalengan, Jawa Barat
Risk Management in Structured Market of Poetatoes Supply Chain at Katata Farmer
Group, Pangalengan, Jawa Barat
Nadia Shafarina1), Tomy Perdana2)
1,2 Fakultas Pertanian Unpad, Jl. Raya Bandung – Jatinangor Km 21,5

ABSTRAK
Kentang adalah salah satu komoditas sayuran di Indonesia. Tiap tahunnya kebutuhan
kentang meningkat, tetapi sampai sekarang produksi kentang petani tidak dapat
memenuhi seluruh permintaan kentang di Indonesia. Ketidakmampuan itu disebabkan
Kata Kunci: oleh rendahnya produksi benih kentang. Mahalnya harga benih kentang adalah alasan
utama petani memproduksi benihnya sendiri. Risiko lainnya yang terjadi pada produksi
Kentang,
kentang adalah sangat bergantung pada iklim dan cuaca, biaya produksi tinggi, kriteria
Manajemen Risiko dari pasar terstruktur sehingga petani harus melakukan manajemen risiko untuk
Rantai Pasok, mencegah kerugian bagi petani. Penelitian ini bertujuan antara lain untuk
Pasar Terstruktur, mengidentifikasi risiko-risiko dan untuk melakukan mitigasi pada rantai pasok kentang
HOR (House of Risk), pada Kelompok Tani Katata yang mempunyai tujuan pasar terstrukturnya
Rapid Agricultural menggunakan metode Rapid Agricultural Supply Chain Risk Assessment dan HOR
Supply Chain Risk (House of Risk). Hasil dari penelitian menunjukkan 27 risiko yang terjadi dan 11
Assessment diantaranya masuk ke dalam risiko prioritas. Sebelas risiko tersebut dapat
menyebabkan 82.56% risiko keseluruhan. Untuk mengatasi risiko-risiko tersebut,
terdapat sebelas strategi mitigasi yang dapat dilakukan Kelompok Tani Katata.
ABSTRACT
Potato is one of the important vegetable commodities in Indonesia. Every year the need
for potato increasing, but until now the production of potatoes from the farmers cannot
fulfilled the demand potatoes in Indonesia. Relatively expensive price of certified seed
is the main reason the farmers apply the seed produced by themselves. Another risks
that happened on the productivity of potato is highly depends on the weather, high
Keywords:
production costs, specifications of the market structured so the farmers must doing risk
Potato, Supply Chain management to prevent a decrease in their income. This research’s objectives are to
Risk Management, identify and to mitigate the risks of potato supply chain in Farmers Group Katata
Structured Market, which already have structured market objectives using Rapid Agricultural Supply
House of Risk (HOR), Chain Risk Assessment and House of Risk (HOR) method. The results of this research
Rapid Agricultural identify 27 risk events and 11 of all the risk agents identified are categorized as
Supply Chain Risk prioritized risk agents. Eleven of all the risk agents identified are categorized as
Assesment. prioritized risk agents that cause 82.56% of risk events. To cope the risks agent
priority, there are eleven risk mitigation strategies that could be done by Farmers
Group Katata.

25
PENDAHULUAN 2012). Karakteristik pasar terstruktur adalah adanya
Kentang merupakan salah satu komoditas kesepakatan antara produsen dan pembeli secara
sayuran yang penting di Indonesia. Masyarakat formal ataupun informal berupa komitmen untuk
Indonesia pada umumnya mengkonsumsi beras memasok sayuran secara konsisten, baik kuantitas
sebagai makanan pokoknya, keberadaan kentang maupun kualitas dengan harga bersaing dengan
dapat dijadikan salah satu alternatif yang dapat pemasok lainnya yang memiliki skala ekonomi lebih
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dalam besar.
program diversifikasi pangan pengganti beras, posisi Permasalahan yang muncul adalah pada
kentang menjadi sangat penting. (Wagih dan proses grading, petani membagi kentang berdasarkan
Wiersema, 1996). ukuran-ukuran yang telah ditentukan. Ukuran
Lahan petani kentang di Indonesia saat ini kentang saat panen bervariasi (tidak seragam).
mencapai 70.000 hektare seharusnya membutuhkan Sedangkan jika para mitra meminta hasil produksi
benih umbi kentang berkualitas sekitar 130.000 ton dengan level grading dengan persyaratan tertentu
per tahun dalam rangka membangun ketahanan yang diinginkan maka akan sulit bagi petani untuk
pangan nasional. Total kebutuhan kentang nasional memenuhinya.
130.000 ton per tahun, sedangkan ketersediaan benih Petani juga mengalami kesulitan dalam hal
berkualitas dan bersertifikat kurang dari 15 persen. mendapatkan benih yang berkualitas baik dan
(PT East West Seeds Indonesia (Ewindo), 2014). bersertifikat. Dibutuhkan waktu sedikitnya 2 tahun
Petani kentang selalu berupaya dan proses panjang untuk menghasilkan benih
mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk berkualitas, sehingga dapat berpotensi menimbulkan
memperoleh hasil yang tinggi. Walaupun demikian risiko dan merupakan pokok permasalahan benih
hasil kentang yang dicapai petani masih jauh kentang di Kelompok Tani Katata. Produktivitas
dibawah potensi yang ada.. Penyebab utamanya benih kelas G4 di penangkar masih rendah, berkisar
adalah petani tidak menggunakan benih unggul antara 3-13 ton per hektar, hal ini sangat jauh dari
bersertifikat tetapi menggunakan benih produksi harapan, padahal biaya produksi untuk menghasilkan
sendiri atau benih impor yang sudah beberapa benih sangat tinggi, berkisar antara 60 – 70 juta
turunan sehingga daya hasilnya rendah rupiah/ha. Dengan biaya produksi tinggi dan
(Soegihartono, 2005). produktivitas yang rendah, maka harga benih G4
Sentra produksi utama kentang di Indonesia untuk petani menjadi tinggi.
terletak di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kelompok Tani Katata masih belum mampu
Sumatera Utara (Wattimena, 2000). Jawa Barat memenuhi permintaan dari pasar terstruktur, dan
adalah salah satu pemasok terbesar untuk produksi dapat terjadi reject karena tidak sesuai dengan kritera
kentang dari beberapa sentra di Indonesia. Tahun yang diminta mitranya. Menurut Marimin dan Nurul
2008-2013 menunjukkan data produktivitas dan Maghfiroh (2010), dalam suatu rantai pasok jika satu
produksi kentang di Jawa Barat cenderung pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka
mengalami fluktuatif (Badan Pusat Statistik, 2013). akan berpengaruh, baik secara langsung atau tidak
Klaster agribisnis sayuran Pangalengan langsung kepada mitra dalam jaringan rantai
mengembangkan komoditas seperti kentang, pasokan. Begitupun dengan risiko akibat dari
zucchini, baby kenya bean (Buncis), white radish permasalahan tersebut, sehingga terjadi interaksi
(Lobak) dan tomat. Klaster ini telah bekerja sama antar risiko yang menyebabkan kerugian secara
dengan beberapa mitra seperti PT. X, PT. Y, dan menyeluruh dalam jaringan pasokan.
PT.Z, serta dengan beberapa supplier ritel modern Oleh karena itu penelitian ini bertujuan : 1.
dan pemerintah (BI dan BKP Jawa Barat). Kelompok mengetahui risiko-risiko yang dihadapi dalam proses
tani yang mengelola klaster ini ialah Kelompok Tani rantai pasok kentang di Kelompok Tani Katata 2.
Katata. sejauh mana Kelompok Tani Katata menerapkan
Kelompok Tani Katata telah memiliki manajemen risiko didalamnya 3. memberikan
beberapa pasar terstruktur yang bekerjasama untuk rekomendasi atau jalan alternatif penanganan risiko.
memenuhi permintaan produk pertanian salah
satunya adalah kentang yang dikirim ke Giant. Pasar METODE
terstruktur adalah alternatif pasar yang dapat dipilih
produsen sayuran skala kecil untuk menghindari Objek penelitian ini adalah risiko pada rantai pasok
risiko fluktuasi harga karena pasar tersebut kentang. Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani
mengadakan perjanjian terlebih dahulu (Perdana, Katata yang terletak di di Desa Margamekar,

26
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, oleh pelaku yang terlibat dalam rantai pasok kentang
Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian ini dirancang di Kelompok Tani Katata yaitu pada tingkat
sebagai studi kasus (case study) untuk mencari kelompok tani dan petani.
informasi secara mendalam mengenai proses rantai
pasok kentang. Metode analisis data yang dilakukan Kriteria Kentang Kelompok Tani Katata untuk Giant
dalam penelitian ini adalah metode RapAgRisk dan Pasar Grade Standar Kualitas
House of Risk (HOR). RapAgRisk ialah sebuah Giant A (cuci , Kulit kuat tidak lecet,
kombinasi data kuantitatif dan kualitatif informasi packaging Usia kentang tua 100
yang bersumber dan dianalisis berdasarkan tipe risiko 20kg/pcs) -120 hst, Mata
mulai dari faktor internal maupun eksternal yang dangkal, dan tidak
bertujuan membantu pembuat keputusan untuk hijau, luka fisik,
meningkatkan strategi manajemen risiko. Metode busuk mata, per kg
HOR ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu HOR1 dan nya sekitar 6-8 buah
HOR2. HOR1 digunakan untuk menentukan mana Sumber : Data Primer, 2015.
agen risiko yang harus diberikan prioritas untuk
diberikan penanganan prepentif. HOR2 digunakan Pihak mitra biasanya melakukan PO
untuk memberikan prioritas pada penanganan yang (Purchase Order) 3 hari sebelum kentang dikirim.
dianggap efektif. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 4 jam dan
membutuhkan biaya Rp. 700.000,- untuk biaya
HASIL DAN PEMBAHASAN transportasi dan upah tenaga kerja berjumlah 2 orang.
Pada Kelompok Tani Katata rantai pasok Kentang yang di reject biasanya dikembalikan dan
kentang dimulai dari petani penangkar sebagai dijual ke pasar tradisional diantaranya Pasar Andir
pemasok bibit. Bibit yang dihasilkan antara lain dan Pasar Caringin.
benih G2 dan G3. Sebagian besar bibit tersebut Setelah mengidentifikasi kegiatan rantai
ditanam dan sebagian lainnya dijual untuk umum. pasok di Kelompok Tani Katata dilakukan
Selanjutnya untuk memenuhi permintaan mitra pengelompokkan berdasarkan tipe risiko dan pelaku
Kelompok Tani Katata juga bermitra dengan petani dalam rantai pasok dengan RapAgrisk.
kentang lainnya. Tujuan utama RapAgRisk adalah untuk
Hasil panen kentang lalu dibawa ke membantu para pengambil keputusan memahami
packinghouse untuk disortasi dan grading. risiko-risiko yang timbul dari sumberdaya internal
Sebelumnya kentang dicuci dan juga dikeringkan maupun sumber daya eksternal pasokan pertanian,
dengan pengawasan dari KAPALINDO. Pihak peserta rantai dan untuk meningkatkan strategi
KAPALINDO mengawasi dan juga mencatat semua manajemen risiko. Perlu dilakukan wawancara secara
kegiatan di packinghouse. Penanganan pascapanen mendalam kepada ketua Kelompok Tani Katata
dan perlogistikan sendiri dibantu oleh pihak sebagai pemegang keputusan dan aktor yang terlibat
KAPALINDO. Setelah itu kentang dikirim dalam rantai pasok, untuk mengetahui faktor-faktor
menggunakan mobil pick-up kepada pihak Giant. yang menyebabkan risiko dan menngelompokkan
risiko-risiko tersebut.

Petani Anggota
Kelompok Tani Katata KAPALINDO Giant

Petani Mitra
Alur Rantai Pasok Kentang
Selain nilai tingkat kemungkinan munculnya
Pemetaan aktivitas rantai pasok dilakukan risiko dan kemampuan menjalankan risiko,
menggunakan metode SCOR (Supply Chain selanjutnya juga ditentukan seberapa sering risiko
Operation Reference) di Kelompok Tani Katata yang tersebut terjadi. Melalui skala Kemungkinan
terdiri dari plan (perencanaan), source (pengadaan), Munculnya Risiko maka dapat ditentukan tingkat
make (produksi), deliver (distribusi), dan return kemungkinan munculnya risiko tersebut. Hasilnya
(pengembalian). Masing-masing kegiatan dilakukan

27
dapat diketahui dampak keparahan dari masing-
masing risiko yang terjadi pada rantai pasok kentang 1. Bantuan pengadaan sarana produksi bagi
di Kelompok Tani Katata. petani dari pihak Kelompok Tani Katata. (PA1)
2. Penerapan SOP penanaman kentang
Potensi Dampak Keparahan
disesuaikan dengan iklim dan cuaca. (PA2)
Skala S J K P HTP 3. Perbaikan sarana prasarana khususnya untuk
Kemungkinan
Munculnya Tinggi Logistik, penanganan pascapanen. Khusus untuk
Risiko Kualitas Prioritas 1
kentang,
kentang dibutuhkan blower yang lebih banyak
Spek untuk menghemat waktu. (PA3)
mitra
4. Perjanjian antara pihak Katata dengan mitra
Sedang Kesepaka Harga Tenaga Persediaan
tan antar kentang, kerja, kentang, disesuaikan dengan kesanggupan petani untuk
anggota Ketersediaa Biaya Ketersedia
n saprodi, perawatan an obat-
memproduksi kentang dalam jumlah tertentu.
kontrak
dengan
obatan
untuk
(PA4)
mitra mencegah 5. Antisipasi ketersediaan obat untuk mencegah
hama/peny
akit hama atau penyakit pada tanaman kentang.
Prioritas 2 (PA5)
6. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan
Rendah Pendapatan Peralatan Pola tanam,
kentang harus diimbangi dengan persediaan
Prioritas 3
menurun yang benih, benih kentang, karena sulitnya mendapatkan
terpakai brand,
manajemen benih kentang yang berkualitas maka
yang baik,
Biaya
dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
produksi mengembangkan benih kentang. (PA6)
7. Dibutuhkan tenaga ahli untuk pengembangan
benih kentang, saat ini jumlah tenaga ahli
Nilai Keparahan Dampak Risiko (Severity) dalam pembenihan di Kelompok Tani Katata
hanya ada 4 orang. (PA7)
8. Dibutuhkan informasi dari pasar untuk
perbandingan harga. (PA8)
9. Peningkatan manajemen oleh pihak Kelompok
Tani Katata dengan PAL agar rantai pasok
kentang dapat berjalan dengan efisien. (PA9)
10. Peningkatan kualitas tenaga kerja khususnya
Dafatar Agen Risiko dan Kemungkinan dalam penanganan pascapanen, karena
Terjadinya berkaitan dengan spek yang diminta oleh pihak
mitra. (PA10)
ARP adalah kalkulasi antara nilai keparahan
11. Perlunya kendaraan yang lebih besar untuk
dampak peristiwa risiko atau severity (S), nilai
mengangkut kentang. Sekaligus pencegahan
kemungkinan terjadinya agen risiko atau occurrence
penyusutan kentang selama perjalanan. (PA11)
(O), dan nilai hubungan keduanya atau correlation
(R). ARP dihitung untuk mengetahui agen risiko
KESIMPULAN
mana yang memiliki pengaruh/dampak paling besar
1. Pada rantai pasok kentang di Kelompok Tani
terhadap aktivitas rantai pasok dan menjadi prioritas
Katata dimulai dari petani penangkar yang
untuk lebih dulu ditangani.
menghasilkan benih dari mulai G0 sampai
Setelah dihitung dan diurutkan mulai dari
dengan G3, untuk memenuhi permintaan pasar
Nilai ARP tinggi ke rendah, didapat nilai ARP
terstruktur Kelompok Tani Katata juga
tertinggi adalah 2730 untuk agen A5, agen A5 sendiri
bermitra dengan petani kentang lainnya.
yaitu iklim dan cuaca yang tidak menentu. Hal ini
Selanjutnya kentang dibawa ke packinghouse
paling berisiko bagi petani karena tidak dapat
untuk dilakukan persiapan pengiriman ke
diprediksi dan petani maupun kelompok harus
pasar terstruktur. Setelah diidentifikasi
mempunyai berbagai cara agar dapat menghasilkan
terdapat 27 risiko pada proses rantai pasok
kentang yang kontinu untuk dikirimkan kepada
kentang di Kelompok Tani Katata. Risiko-
mitra.
risiko yang terjadi antara lain 8 risiko yang
Aksi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Kelompok
terjadi pada perencanaan (plan), 6 risiko yang
Tani Katata

28
terjadi pada pengadaan (source), 7 risiko yang RISMAN/Resources/RapidAgriculturalSuppl
terjadi pada produksi (make), 4 risiko yang yChainRiskAssessmentConceptualFramewor
terjadi pada pengiriman (deliver), dan 2 risiko k.pdf> [25/01/15]
yang terjadi pada pengembalian (return).
2. Manajemen risiko yang dilakukan oleh
Kelompok Tani Katata masih belum optimal.
Terdapat 11 risiko krusial yang mempengaruhi
keberlangsungan rantai pasok kentang di
Kelompok Tani Katata, yaitu sebesar 82,56%.
Jika risiko tersebut tidak segera ditangani akan
menyebabkan kerugian yang besar bagi
Kelompok Tani Katata.
3. Strategi mitigasi yang dapat dilakukan
Kelompok Tani Katata ialah sebanyak 11
strategi mitigasi.

SARAN
1. Pihak Kelompok Tani Katata dengan
KAPALINDO lebih memperhatikan dampak
risiko dan mengidentifikasi permasalahan
yang terjadi selama proses rantai pasok untuk
memperkecil barang tolakan.
2. Salah satu permasalahan krusial pada rantai
pasok kentang adalah mendapatkan benih yang
berkualitas. Oleh karena itu kelompok dibantu
oleh pihak KAPALINDO hendaknya mencari
solusi untuk permasalahan tersebut misalnya
mengusulkan bantuan kepada pemerintah atau
mengadakan pelatihan terkait.
3. Strategi mitigasi yang akan dilakukan
disesuaikan dengan peristiwa risiko yang
terjadi di lapangan.

DAFATAR PUSTAKA
Briendly, Claire. 2004. Supply Chain Risk: A Reader.
Hampshire: Ashgate Publishing Limited.
Marimin dan Nurul Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik
Pengambilan Keputusan dalam Manajemen
Rantai Pasok. Institut Pertanian Bogor.
Pujawan dan Geraldin. 2009. “House of Risk: a
model for proactive supply chain risk
management.” Business Process Management
Journal, Vol. 15, No.6, pp. 953-967.
Schoenher. 2008. “Assessing Supply Chain Risks
with the Analytic Hierarchy Process:
Providing decision sipport for the offshore
decision by a US manufacturing company.
“Journal of Purchasing and Supply Chain
Management. Vol.10.
Steven Jaffee, Paul Siegel, and Colin Andrews. 2008.
Melalui
<http://siteresources.worldbank.org/INTCOM

29
Lampiran
Proses Rantai Pasok Sub-proses Peristiwa Risiko (Risk Event) Kode
Perencanaan (Plan) Menjalin Kontrak dengan Mitra Harga tidak sesuai keinginan E1
Perencanaan Pengadaan Pengadaan benih kentang E2
Pengadaan saprodi oleh kelompok tani kurang E3
Perencanaan Produksi Ketidakseragaman ukuran kentang E4
Varietas tanam yang dipilih tidak cocok E5
Biaya produksi tinggi E6
Perencanaan Distribusi Jumlah kontainer yang dipersiapkan kurang E7
Perencanaan Pengembalian Pengembalian kontainer tertunda E8
Pengadaan (Source) Pengadaan saprodi Pengadaan alat penyemprot terbatas E9
Pembayaran Pembayaran dari mitra terlambat E10
Pascapanen Proses pengeringan kentang (jumlah blower) E11
Kentang susut diperjalanan (dari lahan menuju packing house) E12
Kentang yang diterima tidak sesuai dengan kentang yang diminta E13
Proses di packinghouse Kentang busuk E14
Produksi (Make) Budidaya Tanaman terserang hama E15
Tanaman terserang penyakit E16
Tanaman mati layu E17
Produksi (Make) Sortasi Kentang rusak saat sortasi E18
Sortasi tidak teliti E19
Spek dari mitra (Giant) E20
Sortasi tidak tepat waktu E21
Distribusi (Deliver) Pengiriman kentang ke Mitra Kentang susut diperjalanan E22
Mobil dalam kondisi tidak layak pakai (perjalanan jauh) E23
Terlambat mengirim kentang ke mitra (Giant) E24
Kentang rusak saat pengiriman E25
Pengembalian (Return) Pengembalian kentang dari MitraKentang yang dikembalikan E26
Kentang terbuang E27

Kode Agen Risiko (Risk Agent)


Kurangnya negosiasi di tingkat petani
𝐴2 Manajemen produksi kurang tepat
𝐴3 Kurang koordinasi dengan formulator bibit
𝐴4 Jarak pengiriman jauh
𝐴5 Iklim dan cuaca yang tidak tentu
𝐴6 Kebutuhan petani yang mendesak
𝐴7 Transportasi terbatas
𝐴8 Tenaga kerja kurang
𝐴9 Standardisasi mitra tinggi
𝐴10 Hari raya
𝐴11 Perjanjian pembayaran dengan mitra
𝐴12 Modal/pembiayaan kurang
𝐴13 Kelalaian SDM (Sumber Daya Manusia)
𝐴14 Pasar tradisional tidak menerima kentang yang dikirim
𝐴15 Kecurangan oleh pesaing
𝐴16 Harga di pasar tradisional sedang tinggi
𝐴17 Disimpan bersama komoditas lain
𝐴18 Kurang teknologi pascapanen
𝐴19 Hubungan antara petani anggota dan kelompok
𝐴20 Kurangnya lembaga pembiayaan usaha tani
𝐴21 Pengiriman kentang tidak kontinu
𝐴22 Huru-hara
𝐴23 Kondisi infrastruktur jalan
𝐴24 Pengadaan kelompok tani terbatas

30
Perubahan Struktur dan Perilaku Pemasaran Sayuran dan Buah di Indonesia
dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kualitas Buah dan Sayuran di Pasar
Tradisional
Changes of Structure and Conduct of Vegetables and Fruits’ Marketing in Indonesia and
the Impact to Quality Improvement of the Products in Traditional Market
Asma Sembiring
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Jawa Barat
rangkayoamah@gmail.com

ABSTRAK
Pasar tradisional menjadi tempat utama penjualan sayuran dan buah bagi petani
Indonesia. Sementara itu, mayoritas konsumen Indonesia berbelanja sayuran dan buah
di pasar tradisional. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perubahan
Kata Kunci: struktur dan perilaku pemasaran sayuran dan buah di Indonesia selama tahun 2007
sampai 2014 dan pengaruhnya terhadap perbaikan kualitas sayur dan buah di pasar
Struktur pasar
tradisional. Perubahan struktur dilihat dari perubahan jumlah petani dan pedagang,
Perilaku pasar skala produksi dan diferensiasi produk. Sementara itu, perubahan perilaku dilihat dari
Diferensiasi produk, perubahan hubungan petani, akses petani terhadap informasi pasar dan kredit serta
Pasar tradisional strategi pemasaran. Penelitian dilakukan dari Januari hingga Juli 2014 menggunakan
Sayuran data sekunder. Hasil penelitian menujukkan dari aspek struktur, terjadi peningkatan
jumlah petani sayuran dan buah serta skala produksi. Petani juga melakukan
diferensiasi produk berdasarkan pasar tujuan. Dari aspek perilaku, relasi petani
menjadi lebih kuat, akses informasi pasar yang lebih terbuka, perbaikan strategi
pemasaran dan membaiknya relasi petani, pedagang/agen pemasaran. Secara umum,
kualitas sayuran dan buah di pasar tradisional belum membaik karena sayur dan buah
berkualitas bagus ditujukan untuk ekspor dan supermarket. Implikasi ke depan adalah
mendorong petani menghasilkan buah bermutu dan melakukan penyortiran produk
yang dijual ke pasar tradisional.

ABSTRACT

A traditional market is an ultimate vegetables and fruits destination market for


Indonesian farmers. Meanwhile, majority of Indonesian consumers buy vegetables
and fruits in the market. The objective of the study is to observe changes of structure
and conduct on vegetables and fruits’ marketing in Indonesia during 2007 to2014 and
Keywords: impacts to the improvement of vegetables and fruits’ quality. The changes of structure
Market structure are observed from numbers of farmers and traders, production scale and product
Market conduct differentions. Meanwhile, the changes of conducts are seen from changes of farmers’
Product differentiation relationship, farmers access to market information, credit and marketing strategy. The
Traditional market study was conducted from January to July 2014. The result showed that from the
structure, there are increasing numbers of vegetable and fruit’s farmers and the scale
Vegetable
production. Farmers also differentiate their products based on a market destination.
From the conduct, the relationship among farmers are stronger, there are more
access on market information and credit, improvements of marketing strategies and
farmers-traders/marketing agents’ relationship. As the general, the quality of
vegetables and fruits in traditional market have not been improved yet as the high
quality of vegetables and fruits are sold for export and supermarket. Implications to
the future studies are to support farmers to produce high quality of vegetables and
fruits and advice them to sort their products before selling the products to the
traditional markets.
Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: rangkayoamah@gmail.com

31
PENDAHULUAN Namun demikin, pasar tradisional
Pasar tradisional menjadi aset sangat penting memberikan keuntungan lebih kecil bagi petani
bagi perekonomian Indonesia, utamanya untuk (Sahara et al., 2012) dibanding tujuan pemasaran
memasarkan produk-produk lokal seperti buah dan lainnya disebabkan karena panjangnya rantai
sayuran. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan pemasaran, harga produk ditentukan oleh pedagang
perputaran uang di pasar tradisional. Selama kurun yang memiliki akses terhadap informasi yang
tahun 2004 hingga 2008, perputaran uang di pasar berkaitan dengan jumlah produksi, kualitas buah dan
tradisional meningkat sebesar 44,3 %, yaitu dari sayuran yang beredar di pasar serta jumlah
108,7 triliun rupiah menjadi 156,9 triliun rupiah permintaan pasar. Sementara itu, petani memiliki
(Kementrian Perdagangan, 2010). Penjualan produk keterbatasan terhadap informasi tersebut dan juga
di retail-retail tradisional market ke depannya akses terhadap kredit. Akibatnya petani mendapatkan
diperkirakan meningkat, mencapai 816 triliun rupiah keuntungan yang lebih kecil dari pada pedagang
di tahun 2015 disebabkan meningkatnya pengeluaran (Prayitno et al., 2013).
makanan (Minot et al., 2013). Dari total pengeluaran Sementara itu, konsumen Indonesia pada
makanan, 34% dialokasikan untuk pengeluaran buah umumnya memilih membeli buah dan sayuran di
dan sayuran (Euro-monitor International dalam pasar tradisional dengan alasan lebih murah, segar,
Agricultural and agrifood Kanada, 2011). Sebanyak bisa ditawar dan beraneka ragam (Minot et al., 2013;
4,2 juta petani buah dan sayuran lokal bergantung Izza, 2010). Akan tetapi kecendrungan saat ini dan
pada pasar tradisional (Kementan, 2013) dan 12,6 kedepan, konsumen Indonesia semakin peduli
juta pedagang bergantung pada 13.450 pasar dengan kualitas saat membeli buah dan sayuran
tradisional yang ada di Indonesia (Ariawan, 2014). (Barus, 2008). Konsumen Indonesia menginginkan
Kontribusi buah dan sayuran terhadap buah dan sayuran yang mereka beli di pasar
pendapatan perkapita Indonesia mencapai 2,7% tradisional juga merupakan buah dan sayuran
ditahun 2012 (Pusdatin, 2013). Kedepannya berkualitas.
diperkirakan kontribusinya meningkat akibat
meningkatnya konsumsi buah dan sayuran METODE PENELITIAN
masyarakat (Pusdatin, 2014). Dari sisi produksi, Penelitian ini bertujuan ingin melihat
penanaman buah dan sayuran juga meningkat karena perubahan struktur, perilaku dan performa pemasaran
menguntungkan petani (Cholic & Ambarsari, 2009). sayuran dan buah di Indonesia selama kurun waktu
Selama kurun waktu 2009 hingga 2012, 2007-2014 dan pengaruhnya terhadap kualitas
kontribusi buah terhadap pendapatan perkapita sayuran dan buah di pasar tradisional Indonesia.
Indonesia mencapai 5,63%, sementara untuk sayuran Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga Juli
mencapai 6,77% (Pusdatin, 2013). Produksi buah 2014 dengan menggunakan data sekunder yang
dan sayuran nasional ditahun 2013 mencapai 18,3 berasal dari hasil-hasil penelitian tesis, disertasi,
juta dan 11,6 juta ton (Statistik Pertanian, 2014). jurnal lokal dan internasional, data statistik serta
Sementara dari sisi konsumen, alokasi pengeluaran laporan lembaga-lembaga internasional.
untuk buah dan sayuran ditahun 2013 mencapai 5,1% Aspek perubahan dilihat dari struktur dan
dan 9,6% dari total pengeluaran pangan masyarakat perilaku (Reardon et al., 2012). Aspek struktur
Indonesia (Pusdatin, 2014). mencakup jumlah produsen (petani) dan pembeli
Mayoritas petani Indonesia (kurang lebih (pedagang), skala produksi, differensiasi produk.
90%) menjual buah dan sayuran mereka ke pasar Perilaku mencakup hubungan antar petani, akses
tradisional (Minot et al., 2013). Pasar tradisional petani terhadap informasi pasar dan kredit, strategi
menjadi tujuan utama penjualan buah dan sayuran pemasaran serta hubungan petani dengan
lokal karena petani dapat dengan fleksibel memilih pedagang/agen pemasaran.
pembeli dan menawarkan harga (Asmon 2004),
mudah dalam persyaratan kualitas dan kuantitas HASIL DAN PEMBAHASAN
(Ismail et al., 2013) dan biaya pemasaran rendah. Perubahan pemasaran sayuran dan buah
Lebih lanjut, hubungan dagang antar petani dan Indonesia di pasar tradisional dipengaruhi kehadiran
pedagang menjadi faktor penting petani bagi petani pasar modern seperti supermarket di Indonesia
dalam memutuskan tujuan penjualan buah dan (World Bank, 2007; Shepherd, 2005), yang dipicu
sayuran mereka karena umumnya petani memiliki oleh perubahan gaya hidup dan pendidikan kalangan
keterbatasan terhadap lahan, akses modal, produksi ekonomi menengah ke atas yang semakin sadar akan
serta persoalan kompleks terkait dengan manajemen pentingnya kesehatan dan menginginkan makanan
produksi (Asmon, 2004). sehat berkualitas termasuk untuk buah dan sayuran.
Kehadiran supermarket membuat tersebut secara

32
langsung atau tidak mempengaruhi perubahan kelompok tani melon di Desa Kajungan, Pekalongan
struktur, perilaku maupun performa pemasaran yang menyortir hasil panen mereka berdasarkan
sayuran dan buah di Indonesia. tujuan pasar melon. Melon terbaik di ekspor, melon
kualitas menengah di jual ke pasar induk dan kualitas
Perubahan Struktur paling bawah dijual ke pasar tradisional (Saptana et
a. Ditingkat Petani al., 2006). Hal yang sama juga dilakukan oleh petani
Jumlah Petani mangga di Pemalang, dimana buah kualitas terbaik
Jumlah petani sayuran dan buah Indonesia dijual ke supermarket dan sisanya dijual ke pasar
selama tahun 2007-2011 berfluktuasi namun tradisional (Natawidjaja et al., 2007).
menunjukkan terjadinya peningkatan (Kementan,
2013). b. Pedagang/Agen pemasaran
Perubahan perlahan terjadi di antara sesama
Tabel 1. Jumlah petani sayuran dan buah Indonesia pedagang. Banyak pedagang/agen pemasaran,
tahun 2007-2011 (000 ton) terutama perusahaan mencoba menghubungkan
petani buah dan sayuran ke pasar, terutama ke pasar
Komoditas 2007 2008 2009 2010 2011 supermarket dan ekspor. Bekerjasama dengan
Sayuran 2.837,4 2.843,4 2.975,1 3.104,2 3.425,5 pedagang, perusahaan menyediakan bimbingan
Buah 898,4 901,5 942,2 765,8 884,2
teknis untuk produksi, pengolahan lahan, teknologi,
penanganan paska panen serta membantu petani buah
Perubahan permintaan pasar membuat petani
dan sayuran dalam penyediaan input, kredit dan
juga mengubah jenis tanaman yang mereka tanam,
informasi pasar (Natawdjaja, et al., 2007 ; Saptana et
dari tanaman pangan menjadi tanaman buah dan
al., 2006). Melalui bantuan teknis tersebut, produk
sayuran bernilai ekonomis tinggi seperti tomat,
buah dan sayuran yang dihasilkan petani mampu
kentang, bawang merah, cabai dan mangga (World
memenuhi kualitas tinggi yang diminta pasar.
Bank, 2007). Data Kementrian Pertanian tahun 2013
menyebutkan terjadi peningkatan produksi untuk
Perubahan Perilaku
seluruh jenis buah dan sayuran untuk memenuhi a. Ditingkat Petani
permintaan konsumen yang meningkat Hubungan antar petani
Meningkatnya keterlibatan petani dalam
Skala produksi kelompok tani membawa perubahan terhadap
Terjadi peningkatan permintaan buah dan hubungan antar petani. Sebelumnya, petani
sayuran yang berakibat pada upaya peningkatan cenderung bekerja sendirian, yang membuat mereka
produksi buah dan sayuran melalui intensifikasi lemah dan memiliki posisi tawar rendah. Melalui
pertanian maupuan ekstensifikasi. Sebagai kelompok tani, petani secara bersama membeli input,
contohnya, untuk memenulhi permintaan pasar, membangun kesepakatan untuk menerapkan
sejumlah petani mangga di Pemalang, Jawa Tengah manajemen produksi pertanian untuk menjaga agar
memperluas areal penanaman mangga mereka ke harga buah dan sayuran stabil serta bekerjasama
lahan-lahan berbiaya murah untuk meningkatkan dengan agen pemasaran untuk memasarkan produk
skala produksi (Sahara, 2012; Natawidjaja et al., mereka. Upaya-upaya tersebut membuat posisi tawar
2007). Luas tanam para petani tersebut meningkat petani menjadi meningkat saat bernegosiasi dengan
dari 36 hektar menjadi 45 hektar. Cara lain yang pembeli (Hastuti, 2008; Natawidjaja et al., 2007).
digunakan dalam memperluas skala produksi adalah
dengan membentuk kelompok tani mandiri. Sekitar Akses terhadap informasi pasar
65% dari produksi mangga tersebut dijual ke pasar Berkaitan dengan informasi pasar seperti
tradisional dan sisanya dijual ke supermarket harga, pedagang memiliki informasi yang lebih baik
(Natawidjaja et al., 2007). dibanding petani, menyebabkan petani banyak
menggantungkan dirinya pada pedagang untuk
Diferensiasi produk mendapatkan informasi pasar (Prayitno et al., 2013;
Beberapa penelitian sebelumnya Sahara, 2012). Karena hal ini pedagang kerap
menyatakan bahwa petani tidak menyortir panen mengambil keuntungan atas petani untuk
mereka karena tidak ada perbedaan harga yang menetapkan harga jual serta mendapatkan
diterima oleh petani untuk buah yang disortir dengan keuntungan yang lebih baik (Asmon, 2004).
yang tidak (Saptana et al., 2006). Namun hasil Semakin kemari, kerjasama kelompok tani
penelitian lain menyebutkan bahwa diferensiasi dan pedagang berkembang menjadi lebih baik dan
produk memberikan harga yang berbeda pada membuat petani memiliki akses yang sama dengan
sayuran dan buah. Sebagai contoh adalah terdapat pedagang untuk mendapatkan informasi pasar

33
(Sahara, 2012). Kerjasama petani-pedagang ini (Natawidjaja et al., 2007; Saptana et al., 2006).
sangat penting untuk menjamin ketersediaan sayuran Kedua perusahaan ini memberikan bantuan hal dalam
dan buah, terutama untuk mengisi permintaan input, modal dan teknologi untuk memproduksi buah
supermarket. Untuk mencapai hal tersebut, perlu dan sayuran berkualitas tinggi untuk memenuhi
dibina transparansi antar mereka (Natawidjaja et al., permintaan supermarket dan pasar luar negeri
2007). Penyebarluasan informasi terkait harga oleh membawa manfaat bagi seluruh stakeholder. Selain
agen pemasaran kepada petani menjadi salah satu itu, informasi harga pasar disampaikan secara
bentuk transparansi. Contohnya untuk kasus mangga terbuka. Keterbukaan ini membuat kedua belah
di Pemalang, Jawa Tengah. Transparansi informasi pihak, baik dari petani maupun agen pemasaran
pasar menjadi sangat penting mengingat Bimandiri merasa nyaman dalam melakukan transaksi usaha.
sebagai agen pemasaran menerima 5% dari total Petani juga dapat memperkirakan penghasilan yang
penjualan mangga sebagai fee agen pemasar mereka terima dari usaha kerjasama ini (Mukti et al.,
(Natawidjaja et al., 2007). 2014).
Perubahan struktur dan perilaku pada pasar
Strategi Pemasaran tradisional adalah adanya upaya-upaya untuk
Mayoritas petani buah dan sayuran memperpendek rantai pemasaran buah dan sayuran
Indonesia masih bergantung pada pengumpul desa di pasar tradisional sehingga mampu mengurangi
untuk menjual produk mereka. Petani menjual biaya pemasaran total dan meningkatkan penerimaan
produk mereka tanpa melakukan penyortiran. Untuk petani (Hardesty & Leff, 2009; Lemeilleur &
menjual produk langsung ke konsumen, para petani Codron,2011). Petani menerima penghasilan yang
harus melalui dua hingga tiga pedagang perantara lebih baik dengan melakukan diferensiasi produk
danmembutuhkan biaya besar. Berfungsinya berdasarkan tujuan pemasaran. Petani tak hanya
kelompok tani serta adanya kerjasama dengan agen menjual buah dan sayurannya ke pasar tradisional
pemasaran memperpendek saluran pemasaran saja, tapi juga ke supermarket dan ekspor.
(Natawidjaja et al., 2007). Buah dan sayuran petani
langsung dikirim ke pasar tujuan melalui agen PENUTUP
pemasaran (Natawidjaja et al., 2007; Saptana et al., Terdapat hubungan yang kuat antara
2006). Petani juga mulai melakukan penyortiran, perubahan struktur dan perilaku pemasaran terhadap
mengelompokkan buah dan sayuran berdasarkan kualitas buah dan sayuran lokal Indonesia, terutama
ukuran dan mengemas produk sesuai permintaan untuk produk-produk berorientasi supermarket dan
pasar. Pemasaran baru ini memberikan dua ekspor. Hal ini didukung oleh peranan agen
keuntungan bagi petani yakni 1) dengan menjual pemasaran yang berbagi informasi pasar secara
langsung pada agen pemasaran, rantai pemasaran terbuka dengan petani mengenai sayuran dan buah
dipersingkat. Hal ini berarti mengurangi biaya yang diinginkan konsumen serta informasi mengenai
pemasaran petani 2) dengan melakukan harga produk. Selain itu, dukungan dalam bentuk
differensiasi/pembedaan produk sesuai tujuan pasar, modal dan input serta adanya perubahan relasi agen
perbedaan harga dapat diberlakukan. Bila pasar yang pemasaran yang memperlakukan petani sebagai
dituju adalah supermarket dan ekspor, petani partner setara yang membuat kerja sama kedua belah
mendapatkan keuntungan yng lebih baik pihak membaik. Namun semua perubahan pemasaran
dibandingkan dengan pasar tradisional. yang terjadi tidak banyak mempengaruhi kualitas
buah dan sayuran yang dipasarkan ke pasar
b. Petani, pedagang dan agen pemasaran tradisional mengingat buah dan sayuran yang masuk
Perubahan juga terjadi dalam hubungan ke pasar tradisional adalah kualitas terbawah, yaitu
petani dan pedagang dalam pemasaran buah dan yang tidak diterima di pasar supermarket dan ekspor.
sayuran. Sebelumnya para pedagang cenderung Kalaupun petani menjual sayuran dan buah mereka
mengambil keuntungan atas petani karena ke pasar tradisional, petani menjual dalam bentuk
keterbatasan terhadap modal dan informasi pasar campuran (tidak disortir), sehingga nilai tambah yang
(Asmon, 2004). Tetapi hal tersebut telah berubah. diterima petani yang menjual sayur dan buah ke pasar
Saat ini, pedagang memandang petani sebagai tradisional terbilang kecil meskipun konsumen
partner yang saling menguntungkan, yang perlu terbesar terdapat pada segmen pasar ini.
mendapat dukungan untuk mencapai tujuan Implikasi ke depan dari penelitian ini adalah
pemasaran bersama lebih efektif. Kerjasama seperti pemerintah melalui kelembagaan terkait bekerjasama
ini telah memberikan manfaat kepada kedua belah dengan petani sayur dan buah untuk menghasilkan
pihak yang terlibat (Natawidjaja et al., 2007). Contoh produk bermutu melalui melalui pengenalan varietas
kolaborasi yang berhasil dilakukan oleh dan unggul dan teknologi produksi serta mendorong
Bimandiri serta petani dan UD Mekar Buah
34
petani melakukan penyortiran produk yang akan pedagang pasar Desa Caturtunggal
dijual ke pasar tradisional agar petani sayuran dan Nologaten, Depok-Sleman, Yogyakarta
buah juga mendapatkan nilai tambah ekonomi saat (undergraduate thesis). Universitas Islam
menjualan sayuran dan buah mereka ke pasar Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta
tradisional. Indonesia.
Kementan. (2014). Statistik Pertanian 2014
DAFTAR PUSTAKA Kementrian Pertanian. (2013). Buku saku data
hortikultura 2008-2013. Kementrian
Agricultural and Agri-Food Canada. (2011). The Pertanian, Direktorat Jendral Hortikultura,
Indonesian Consumer, behavior, attitudes Jakarta.
and perceptions toward food products, Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.(
Market Analysis Report, prepared by 2010). Rencana strategis Kementrian
Agricultural and Agri-Food Canada, Canada. Perdagangan periode 2010-2014. Diambil
Diambil 20 April 2014, dari 20 April 2014,dari
http://www5.agr.gc.ca/resources/prod/Intern http://www.satupemerintah.net/publics/Rens
et-Internet/MISB-DGSIM/ATS- tra_Kementerian_Perdagangan_2010-
SEA/PDF/5715-eng.pdf 2014.pdf
Ariawan, A. (2014, 29 Januari ), Jumlah pasar Lemeilleur, S., & Codron, JM. (2011). Marketing
tradisional terus menyusut. cooperative vs. Commission agent: The
Suaramerdeka.com, 2014, viewed 25 April Turkish dilemma of the modern fresh fruits
2014, dari and vegetable market, Food Policy 36, 272-
http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/ 279.
news/2014/01/29/189066 Minot, N., Stinger, R., Reardon, T., Umberger, W.,
Asmon, D. (2004). Kajian ekonomi dan kelembagaan Wahida, Natawidjaja, R., Suprehatin, Toiba, H.,
usahatani sayur daun-daunan (leavy Perkasa, HW., Rum, IA., Wicaksena, B. and
vegetables) di Kota Pekan Baru (Master Fradilla, H. (2013). Markets for high-value
commodities in Indonesia: Promoting
thesis). Institut Pertanian Bogor, Indonesia.
competitiveness and inclusiveness, ACIAR
Barus, S. (2008). Analisis sikap dan minat konsumen report, October.
dalam pembelian buah-buahan di Carrefour, Mukti, GW., & Kusumo, RAB . (2014). Kolaborasi bisnis
Plaza Medan Fair dan supermarket petani skala kecil dan suplier dalam pengadaan
Brastagi, Medan (Tesis master) . Universitas sayuran berkualitas bagi konsumen modern,
Sumatra Utara, Medan, Indonesia Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014.
Cholic, A., dan Ambarsari, I. (2009). Prospek Malang 5-7 November 2014, 595-602.
usahatani tanaman sayuran di Kabupaten Nawidjaja, RS., Deliana, Y., Rusastra, W., Perdana,
Brebes. Jurnal Pengkajian dan T., Napitupulu, TA., Sulistyoningrum, H., &
Pengembangan Teknologi Pertanian, 12 (2), Rahayu, YM. (2007). Indonesia, The
135-145. transparent margin partnership model:
Hastuti, EY. (2008).Pengaruh penerapan system Linking mango farmers to dynamic markets.
agribisnis terhadap peningkatan pendapatan Center for Agricultural Policy and
petani sayuran di Kabupaten Boyolali (Tesis Agribusiness Studies (CAPAS) report.
master). Universitas Diponegoro. Semarang. Padjadjaran University.
Indonesia. Prayitno, AB., Hasyim, AI., & Situmorang, S.
Hardesty,SD., & Leff, P. (2009). Determining (2013). Efisiensi pemasaran cabai merah di
marketing costs and returns in alternative Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu
marketing channels. Renewable Provinsi Lampung. JIIA, 1(1), 53-59.
Agricultural and Food Systems, 25 (1), 24- Pusdatin. (2014). Buletin Konsumsi Pangan, 5 (1)
34. Pusdatin. (2013). Analisis PDB sektor pertanian
Ismail, M., Kavoi, MM., Eric, BK. (2013), Factors tahun 2013. Diambil 31 March 2014, dari
influencing the choice of supermarket http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymc
channel by smallholder vegetable farmer puk/gambar/file/Analisis_PDB_2013.pdf
suppliers in Nairobi and Kiambu Counties, Sahara. (2012), The transformation of modern food
Kenya, Journal of Agricultural Economics retails in Indonesia: opportunities and
and Development, 2 (9), 333-344. challanges for smallholder farmers
Izza, N. (2010). Pengaruh pasar modern terhadap (Doctoral Dissertation). The University of
pedagang pasar tradisional : Studi pengaruh Adelaide. South Australia.
Ambarukmo Plaza terhadap perekonomian
35
Saptana, Mayrowani, H., Agustian, A., & Sunarsih.
(2006). Analisis kelembagaan kemitraan
rantai pasok komoditas hortikultura.
Makalah seminar hasil penelitian, Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian.
Shepherd. (2007). The implications of supermarket
development for horticulture farmers and
traditional marketing systems in Asia,
Agricultural Management, Marketing and
Finance Service. FAO. Rome.
World Bank. (2007). Producers and supermarket
development in Indonesia, Republic of
Indonesia, World Bank Report No.38543-
ID. Jakarta.

36
Analisis Daya Saing Ekspor Komoditas Kopra Indonesia di Pasar Internasional
Analysis of Competitiveness Advantage of Indonesian Copra Export Commodities in The
International Market
Salman Faris Rinaldi, S.P1*, Tuti Karyani2
1*Program Studi Agribisnis Universitas Padjadjaran, Jatinangor, salman.faris2@yahoo.com
2Staff Pengajar sekaligus Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Besarnya pangsa pasar dan nilai ekspor neto yang dimiliki oleh Indonesia, posisi Indonesia yang
menempati eksportir kopra terbesar pertama di dunia dan peran kopra, minyak kelapa dan minyak
goreng kelapa yang termasuk dalam lima belas besar komoditas yang berperan dalam ekspor
Kata Kunci: Indonesia pada kelompok kelapa dan kelapa sawit menjadi potensi Indonesia untuk meningkatkan
Daya Saing daya saing. Namun sebelum menentukan strategi untuk meningkatkan daya saing, Indonesia
Ekspor harus mengetahui terlebih dahulu struktur pasar yang dijalani dan posisi daya saing yang dimiliki
Kopra Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk : a) menganalisis struktur pasar kelompok komoditi
Indonesia kopra yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan kopra internasional, b) menganalisis posisi
daya saing ekspor kelompok komoditi kopra Indonesia di pasar internasional. Ruang lingkup
penelitian ini terbatas pada : a) komoditi kopra yang dimaksud adalah kopra, minyak kelapa,
minyak goreng kelapa. b) negara pembanding yang digunakan adalah Belanda, Filipina, India,
Malaysia dan Vietnam, c) periode analisis penelitian dari tahun 2009 sampai 2013. Desain
penelitian menggunakan desain kualitatif dengan teknik penelitian deskriptif. Penelitian ini
menggunakan data sekunder yang berupa data deret waktu (time series) selama lima tahun dari
tahun 2009 sampai tahun 2013 dan data primer. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan
studi kepustakaan. Rancangan analisis data menggunakan Concentration Ratio (CR4), Herfindahl
Index (HI), Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Porter’s Diamond. Hasil penelitian
menunjukkan struktur pasar ketiga komoditas (kopra, minyak kelapa, dan minyak goreng kelapa)
berupa pasar oligopoli ketat dengan rasio konsentrasi pasar yang tinggi. Indonesia memiliki daya
saing yang kuat dari segi keunggulan komparatif pada seluruh komoditas yang diteliti, ditandai
dengan nilai Indeks RCA yang lebih besar dari satu. Keunggulan komparatif yang paling besar
ada pada minyak kelapa. Dari segi keunggulan kompetitif, Indonesia memiliki keunggulan pada
SDA dan kuantitas SDM yang banyak dan peluang pada peningkatan populasi negara pengimpor,
peningkatan pendapatan perkapita di negara pengimpor, potensi pengolahan oleh industri,
diversifikasi produk menjadi produk turunan lainnya, dan liberalisasi perdagangan. Namun
Indonesia masih memiliki kendala dalam kualitas SDM, permodalan, infrastruktur dan intervensi
kebijakan pemerintah pada kelapa yang minim

ABSTRACT

The bigest of market share and netto export value the Indonesia country own; the Indonesia
position which is the first bigest exportir in the world and the function of copra, crude coconut
oil and edible coconut oil which is included in the fifteen best Indonesia’s eksport comodity for
the copra and palm oil in Indonesia are being Indonesia’s potency to increase Indonesia’s
Keywords: competitiveness advantage. However, the strategic to increase Indonesia’s competitiveness
Competitiveness advantage should now the market structur it self and the positioning competitor own of Indonesia.
Export This study aims to a) to analyze the structure of copra’s market in international copra trade, b)
Copra analyze the competitive position of Indonesian copra export commodities in the international
Indonesia market. The scope of this study is limited to: a) within the meaning of copra are copra, crude
coconut oil and edible coconut oil. b) Comparator country to needed is Netherlands, Philippines,
India, Malaysia and Vietnam, c) the research analizes period from from 2009 until 2013. This
study used qualitative descriptive study. This study uses secondary data such as time series data
for five years from 2009 until 2013 and primary data. Data collection techniques are interviews

37
and literature study. The design of data analysis using the Concentration Ratio (CR4), Herfindahl
Index (HI), Revealed Comparative Advantage (RCA) and Porter's Diamond. The research results
showed that three commodities (copra, coconut oil, and coconut oil) has oligopolist tied market
structure with a high level of concentration. Indonesia had a comparative advantage in that
commodities. Which characterized by RCA index value is greater than one. The greatest
comparative advantage is crude coconut oil. In terms of competitive advantage, Indonesian’s
advantage are on natural resources and quantity of human resources. and a lot of opportunities
to increase the population of the importing country, the increase in per capita income in the
importing country, the potential of processing industry, product diversification, and trade
liberalization. But Indonesia has obstacle in human resourches quality, product quality, financial
capital, infrastructure and minimize intervention goverment policy to copra..

38
PENDAHULUAN Meski mengalami jumlah ekspor terendah,
Kelapa memiliki banyak sekali manfaat Indonesia tetap menempati posisi ekspor terbesar
dikarenakan seluruh bagian tanaman tersebut dapat pertama. Hal ini dikarenakan dunia sedang
dimanfaatkan. Salah satu bagian dari kelapa yang mengalami penurunan ekspor kopra secara drastis
bermanfaat adalah daging kelapa yang dapat terutama dari pesaing berat Indonesia di komoditas
dijadikan daging kelapa parut dan kopra. Kopra yang kopra yaitu Vietnam (Gambar 1).
merupakan produk turunan setengah jadi dari kelapa Jika diurutkan berdasarkan data UN Comtrade
ini merupakan salah satu penghasil devisa yang dapat (United Nation Comodity Trade) urutan jumlah
diandalkan. Komoditi ini menjadi salah satu usaha ekspor dari yang terbesar adalah minyak kelapa,
andalan pemerintah karena memberikan pangsa pasar Minyak Goreng Kelapa, dan yang terakhir adalah
ekspor cukup besar diantara komoditi pertanian Kopra (Tabel 1).
lainnya. Jumlah ekspor produk kopra umumnya Ekspor
menunjukkan trend yang meningkat lalu menurun Komoditi

2009

2010

2011

2012

2013
(Gambar 1).
Daya saing komoditi kopra suatu negara produsen
kopra dapat dikaji secara umum dari kinerja

15.732.683 267.906.506 119.453.272

21.450.775 357.237.557 208.830.441

31.862.805 530.941.612 406.814.632

31.636.902 639.648.236 308.095.651

18.602.630 315.915.994 211.617.943


pertumbuhan ekspor kopranya. Menurut UN
Kopra
Comtrade (United Nation – Comodity Trade),
komoditi kopra Indonesia menguasai 31,9 persen
pangsa pasar dunia dan menempati urutan pertama
negara pengekspor terbesar di dunia pada tahun 2013.
Jumlah pangsa pasar yang besar ini menjadi sangat Minyak Kelapa
penting karena memberi manfaat secara ekonomi
bagi negara yaitu kontribusi terhadap devisa negara
serta posisi daya saing kopra Indonesia di dunia.
250
Minyak Goreng Kelapa
200
Tabel 1. Jumlah Ekspor Kopra Indonesia dan Produk
Turunannya di Indonesia tahun 2009-2013 (dalam kg)
Volume Ekspor (juta kg)

150
Sumber : UN Comtrade (United Nation – Comodity
100
Trade), diolah (2015)
Impor
2009

2010

2011

2012

2013
50 Komoditi

0
189.928
54.740

54.534

14.803

65.576

2009 2010 2011 2012 2013 Kopra


Tahun
Belanda Filipina India
Indonesia Malaysia Vietnam
1.995.409
53.229

Gambar 1. Grafik Perubahan Volume Ekspor Kopra


316
n.a

n.a

Indonesia dengan Beberapa Negara Produsen kopra Minyak Kelapa


lainnya (dalam juta kg)
Jumlah ekspor kopra Indonesia mengalami
326.577

329.019

286.629

178.736

peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun 2012 lalu


69.964

mengalami penurunan di tahun berikutnya (Gambar Minyak Goreng Kelapa


1). Menurut Donatus Gede Sabu, Sekretaris Jenderal
Forum Komunikasi Perkelapaan Indonesia (dalam Tabel 2. Nilai Impor Kopra Indonesia dan Produk
koran bisnis online, Kontan.co.id, 2013), penurunan Turunannya tahun 2009-2013 (kg)
pada tahun 2013 ini disebabkan musim hujan di Keterangan : n.a = Data tidak tersedia
beberapa wilayah Indonesia yang membuat petani Sumber : UN Comtrade (United Nation Comodity
kelapa kesulitan menjemur kelapa sehingga sulit Trade), diolah (2015)
mendapatkan kopra yang bagus.

39
Menurut United Nation Comodity Trade (2015), dan peran ketiga komoditas yang termasuk dalam
Indonesia adalah produsen dan eksportir komoditi lima belas besar komoditas yang berperan dalam
kopra terbesar di dunia. Meskipun sebagai negara ekspor Indonesia pada kelompok kelapa dan kelapa
produsen kopra terbesar di dunia, tetapi impor sawit menjadi potensi Indonesia untuk meningkatkan
beberapa jenis produk kopra dan turunannya masih daya saing. Namun sebelum menentukan strategi
ada di Indonesia seperti yang terlihat dalam Tabel 2. untuk meningkatkan daya saing, Indonesia harus
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan mengetahui terlebih dahulu struktur pasar yang
Pertanian (2007:9), impor seperti itu biasanya dijalani dan posisi daya saing yang dimiliki
dilakukan untuk pengamanan cadangan penggunaan Indonesia.
dalam negeri jika suatu saat diperlukan. Hal ini
dikarenakan jumlah produksi kopra tidak stabil setiap Tujuan Penulisan:
bulannya yang disebabkan oleh faktor cuaca. 1. Menganalisis struktur pasar kelompok negara
Dibandingkan ekspornya, volume impor komoditi kopra yang dihadapi Indonesia dalam
Indonesia untuk produk kopra dan turunannya jauh perdagangan kopra internasional.
lebih rendah (Tabel 1 dan Tabel 2). Secara implisit 2. Menganalisis posisi daya saing ekspor kelompok
ini berarti Indonesia masih merupakan pengekspor komoditi kopra Indonesia di pasar internasional
neto produk-produk kopra dan turunannya seperti
pada Tabel 3. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ekspor Neto 1. Yang dimaksud dengan komoditi kopra pada penelitian
ini adalah Kopra (HS 120300); Minyak Kelapa (HS
2009

2010

2011

2012

2013

Komoditi 151311); Minyak Goreng kelapa (HS 151319). Hal ini


dikarenakan minyak kelapa dan minyak goreng kelapa
merupakan produk turunan dari kopra yang masuk
15.677.943

21.396.241

31.848.002

31.571.326

18.412.702

pada lima belas besar sub kelompok hasil industri


Kopra pengolahan kelapa/kelapa sawit Kementerian
Perindustrian. Sementara untuk sub turunan kopra
yang lain seperti Chocochemical dan pakan ternak
tidak termasuk karena peran mereka tidak terlalu besar
267.853.277

639.647.920

313.920.585

kepada total ekspor hasil industri pengolahan


#VALUE!

#VALUE!

kelapa/kelapa sawit.
Minyak Kelapa 2. Pada penelitian ini menggunakan pembanding negara
Belanda, Filipina, India, Malaysia dan Vietnam.
Pemilihan negara-negara tersebut berdasarkan empat
besar negara dengan jumlah ekspor terbesar selama
119.126.695

208.501.422

406.744.668

307.809.022

211.439.207

tahun 2009-2013 pada Kopra, Minyak Kelapa dan


Minyak Goreng Kelapa Minyak Goreng kelapa.
3. Batasan periode analisis penelitian dari tahun 2009
sampai 2013 karena keterbatasan ketersediaan data
Tabel 3. Nilai Ekspor Neto Kopra Indonesia dan Produk beserta keterbatasan ketersediaan waktu penelitian
Turunannya Thn 2009-2013 (kg)
Keterangan : Ekspor Neto = Ekspor – Impor ; KERANGKA TEORI
#VALUE! = data tidak tersedia Menurut Simanjuntak (1992:45) dalam
Sumber : Tabel 1 dan Tabel 2, diolah (2015) Febriyanthi (2008:30), daya saing merupakan
kemampuan suatu produsen untuk memproduksi
Besarnya nilai ekspor kopra Indonesia dan produk suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah
turunannya dibandingkan nilai impornya dipandang sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar
sebagai potensi untuk meningkatkan daya saing agar internasional, kegiatan produksi tersebut
dapat menghasilkan produk kopra yang semakin menguntungkan. Pendekatan yang dapat digunakan
kompetitif di pasar internasional. Peningkatan daya untuk mengukur daya saing suatu komoditi menurut
saing komoditi merupakan tantangan bagi komoditi beliau, adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan
kopra di Indonesia untuk bisa tetap bertahan di era dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut.
perdagangan bebas. Tingkat keuntungan dapat dilihat dari keuntungan
Besarnya pangsa pasar dan nilai ekspor neto yang privat dan keuntungan sosial. Sedangkan efisiensi
dimiliki oleh Indonesia, posisi Indonesia yang pengusahaan komoditi dapat dari tingkat keunggulan
menempati eksportir kopra terbesar pertama di dunia komparatif dan keunggulan kompetitif.

40
Menurut Tambunan (2001:98), keunggulan Dimana, HI = Herfindahl Index; Sij = pangsa
komparatif dapat diukur salah satunya dengan pasar komoditi i (dalam hal ini adalah kopra) negara
menggunakan Balassa's Revealed Comparative j di pasar internasional ; n = jumlah negara produsen
Advantage Index (yang selanjutnya disebut RCA), kopra di pasar internasional
yang bertujuan untuk membandingkan pangsa pasar Kisaran nilai Herfindahl Index yang diperoleh
ekspor sektor tertentu suatu negara dengan pangsa adalah antara 0 dan 1 (atau 10000 yang merupakan
pasar sektor tertentu negara atau produsen lainnya. kuadrat dari 100 persen). Jika nilai HI mendekati 0
Kelemahan metode RCA adalah mengukur berarti struktur pasar industri yang bersangkutan
keunggulan komparatif dari kinerja ekspor dengan cenderung mengarah kepada pasar persaingan
asumsi perdagangan bebas dan produk homogen, (competitive market). Kemudian, jika nilai HI
serta mengesampingkan pentingnya permintaan mendekati 1 (atau 10.000) maka struktur pasar
domestik, ukuran pasar domestik, dan industri tersebut cenderung bersifat monopoli. Rasio
perkembangannya. Selain itu, metode ini juga tidak konsentrasi pasar dirumuskan sebagai berikut:
dapat membedakan antara peningkatan di dalam CR4 = Sij1 + Sij2 + Sij3 + Sij4
faktor sumberdaya dan penerapan kebijakan Dimana: CR4 = nilai konsentrasi pasar empat
perdagangan yang sesuai (Silalahi, 2007). Sehingga negara produsen utama kopra di pasar internasional ;
untuk menutupi kelemahan metode RCA ini, Sij = pangsa pasar negara ke-i penghasil kopra di
digunakan pendekatan keunggulan kompetitif pasar internasional
menggunakan Porter’s Diamods yang mengukur Menurut Internet Center For Management and
peningkatan di dalam faktor sumber daya dan Business Administration (2007), Bentuk Struktur
penerapan kebijakan yang sesuai. pasar yang dirumuskan dari nilai Herfindahl Index
dan CR4 adalah sebagai berikut:
METODE PENELITIAN 1. Konsentrasi pasar yang tinggi dicirikan dengan
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif nilai CR4 yang berkisar antara 80 hingga 100
deskriptif. Software Microsoft Excel 2013 digunakan
untuk pengolahan data dalam penelitian. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang berupa data deret waktu (time series) selama
lima tahun dari tahun 2009 sampai tahun 2013.
Sumber data diperoleh dari Kementerian
Perindustrian, Departemen Pertanian, Badan Pusat
Statistik, Asian Pacific Coconut Community (APCC),
yang ditelusuri melalui jaringan internet.

Analisis Struktur Pasar


Pada penelitian ini digunakan Concentration
Ratio dan Herfindahl Index (HI) untuk mengetahui
persen, sedangkan kisaran nilai HI yaitu antara
tingkat konsentrasi pasar kopra secara internasional.
1800 hingga 10000. Bentuk pasar yang mungkin
Dari analisis tingkat konsentrasi pasar akan dapat
untuk tingkat konsentrasi tinggi adalah monopoli
diketahui struktur atau bentuk pasar yang dihadapi
atau sedikit monopoli yang cenderung oligopoli.
dari perdagangan komoditi kopra yang pada akhirnya
2. Konsentrasi pasar sedang dicirikan dengan nilai
dapat menentukan tingkat persaingan yang dihadapi.
CR4 antara 50 hingga 80 persen dan nilai HI yang
Perhitungan pangsa pasar yang dilakukan
berkisar antara 1000 hingga 1800. Bentuk pasar
menggunakan formula sebagai berikut:
untuk tingkat konsentrasi sedang adalah lebih
Sij = Xij / TXj
banyak oligopoli.
Dimana, Sij = Pangsa pasar kopra negara i di pasar
3. Konsentrasi pasar rendah dicirikan dengan nilai
internasional ; Xij = Nilai ekspor kopra negara i di
CR4 antara 0 dan 50 persen dan HI antara 0 dan
pasar internasional ; TXj = Total nilai ekspor kopra
1000. Bentuk pasar yang sangat ekstrim adalah
di pasar internasional.
persaingan sempurna, namun sekurang-
Formula yang sama kemudian digunakan untuk
kurangnya adalah persaingan monopolistik
mengukur struktur pasar dan pangsa pasar suatu
negara dalam perdagangan kopra internasional, yaitu
sebagai berikut:
HI = Sij12 + Sij22 + Sij32 + … + Sijn2

41
Analisis Daya Saing Garis ( ), menunjukkan hubungan antara
Menurut Tambunan (2001:98), keunggulan atribut tambahan terhadap atribut utama
komparatif dapat diukur salah satunya dengan Gambar 2. The National Diamond System
menggunakan Balassa's Revealed Comparative
Advantage Index. Untuk menutupi kelemahan HASIL DAN PEMBAHASAN
metode RCA ini, digunakan pendekatan keunggulan 1. ANALISIS STRUKTUR PASAR
kompetitif menggunakan Porter’s Diamods yang 1.1. Analisis Struktur Pasar Komoditas Kopra
mengukur peningkatan di dalam faktor sumber daya (HS 120300)
dan penerapan kebijakan yang sesuai. Nilai Herfindahl Index kopra dunia selama
Formula RCA dapat dirumuskan sebagai berikut: periode 2009-2013 relatif stabil jika dibandingkan
𝑋𝑖𝑗 pada nilai Herfindahl Index komoditas minyak
[ ]
∑𝑖 𝑋𝑖𝑗 kelapa yaitu berkisar antara 1.814 hingga 2.272
𝑅𝐶𝐴 = dengan nilai rata-ratanya sebesar 2.091,1 (Tabel 4).
𝑋
[∑ 𝑖𝑤 ] Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kopra di
𝑖 𝑋𝑖𝑤
Dimana : pasar internasional mengarah pada struktur pasar
X ij = nilai ekspor komoditas kopra dari negara oligopoli ketat.
j
∑ X ij = total nilai ekspor seluruh komoditas dari Tabel 4.Hasil Analisis Herfindahl Index dan Rasio
negara j Konsentrasi Komoditas Kopra (HS 120300) di Pasar
X iw = nilai ekspor komoditas kopra dari seluruh Internasional Tahun 2009-2013
dunia Jumlah Nilai Nilai
∑X iw = total nilai ekspor seluruh komoditas dari Tahun Negara Herfindahl CR4
seluruh dunia Eksportir Index (%)
Apabila nilai RCA produk suatu negara lebih 2009 28 1.814 83,9
besar dari 1, maka negara tersebut memiliki 2010 27 2.141 81,4
keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat pada 2011 31 2.268 81,6
produk tersebut. Apabila nilai RCA kurang dari 1, 2012 31 1.960 83,5
maka negara tersebut tidak memiliki keunggulan 2013 33 2.272 91,8
komparatif dalam produk tersebut atau mempunyai Rerata 30 2091,1 84,5
daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA Sumber : United Nations Commodity Trade
maka daya saing suatu negara akan semakin kuat. Statistics Database, (Diolah) 2015
Menurut Porter (1998:87), terdapat empat atribut
yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif suatu Pada periode 2009-2013, jumlah negara yang
industri nasional, yaitu kondisi faktor (factor bertindak sebagai eksportir kopra cenderung
conditions), kondisi permintaan (demand mengalami peningkatan dari 28 negara hingga
conditions), industri pendukung dan terkait (related mencapai 33 negara dengan rata-rata 30 negara per
and supporting industry), serta strategi perusahaan, tahunnya (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa
struktur, dan persaingan (firms strategy, structure, dalam perdagangan kopra di pasar internasional
and rivalry). Keempat atribut tersebut saling persaingannya semakin ketat seiring dengan
berkaitan dan berhubungan satu sama lain sehingga bertambah banyaknya negara yang terlibat dalam
membentuk suatu sistem yang dikenal dengan perdagangan tersebut.
Porter’s Diamond (Internet Center For Management Pada Tabel 4 juga dapat dilihat hasil analisis
and Business Administration, 2014). Selain itu, konsentrasi pasar dari empat negara produsen
tedapat dua variabel tambahan yang secara tidak terbesar kopra di dunia. Selama periode 2009-2013,
langsung mempengaruhi daya saing suatu industri rata-rata nilai CR4 yang diperoleh adalah sebesar
atau pengusahaan suatu komoditas dalam suatu 84,5 persen. Hal ini berarti 84,5 persen dari seluruh
negara seperti terlihat pada Gambar 2. pangsa pasar ekspor kopra dunia dikuasai oleh empat
Sumber: Michael E.Porter. (1998) negara terbesar tersebut dan sisanya 15,5 persen
dikuasai oleh 26 negara eksportir lainnya (rata-rata
Keterangan: 30 negara dikurangi 4 negara). Sehingga dapat
Garis ( ), menunjukkan hubungan antara diketahui bahwa struktur pasar kopra dunia memiliki
atribut utama tingkat konsentrasi pasar yang tinggi dimana rasio

42
konsentrasi pasar yang tinggi dicirikan dengan nilai Pada periode 2009-2013, berdasarkan data yang
CR4 yang lebih dari empat puluh persen dan diperoleh dari United Nations Commodity Trade
mendekati seratus persen. (2015), jumlah negara yang bertindak sebagai
eksportir minyak kelapa cenderung berfluktuatif
Tabel 5. Pangsa Pasar Empat Negara Produsen Kopra mulai dari yang tersedikit sebanyak 62 negara hingga
Terbesar di Dunia yang terbanyak mencapai 71 negara dengan rata-rata
Tahun 66 negara per tahunnya (Tabel 6). Hal ini
Rank
2009 2010 2011 2012 2013 mengindikasikan bahwa cukup banyak negara yang
India* Vietnam* Vietnam* Indonesia* Indonesia*
1
(22,3%) (36,7%) (38,7%) (27,6%) (31,9% )
tertarik dan terlibat dalam perdagangan minyak
Kep. kelapa di pasar internasional. Dibandingkan dengan
Vietnam* Indonesia* Indonesia* India* kopra, negara-negara di dunia lebih tertarik
2 Solomon
(21,9%) (17,2%) (16,3%) (23,7%)
(24,9%) berkecimpung di minyak kelapa. Hal ini dibuktikan
Indonesia* Mesir India* India* Vietnam* dengan jumlah rata-rata negara eksportir minyak
3
(19,9%) (15,1%) (13,9%) (16,5%) (21,1%)
kelapa yang lebih besar dari jumlah rata-rata negara
Kep.
Mesir India* Vietnam* Mesir eksportir kopra.
4 Solomon
(19,9%) (12,4%) (14,5%) (15,1%)
(12,7%)
Keterangan : Tabel 7 Pangsa Pasar Empat Negara Produsen
Didalam tanda kurung merupakan pangsa pasar Komoditas Minyak Kelapa Terbesar di Dunia
masing-masing negara ; Negara dengan tanda * Pering Tahun
kat 2009 2010 2011 2012 2013
merupakan negara anggota APCC
Filipina* Filipina* Filipina* Filipina* Filipina*
Sumber : United Nations Commodity Trade Statistics 1
(52,2%) (67,2%) (54,2%) (44,9%) (57,5%)
Database, (Diolah) 2015 Indonesia* Indonesia* Indonesia* Indonesia* Indonesia*
2
(34,3%) (24,5%) (29,9%) (44,6%) (33,9%)
Dari hasil perhitungan nilai Herfindahl Index Belanda Belanda Papua* Malaysia* Sri Lanka
3
yang menunjukkan pasar kopra internasional berupa (4,1%) (3,1%) (5,1%) (2,5%) (1,4%)
Malaysia* Malaysia* Belanda Papua* Belanda
pasar oligopoli ketat dan konsentrasi pasar yang lebih 4
(2,4%) (1,2%) (2,6%) (1,9%) (1,3%)
dari 80 persen dapat diambil kesimpulan bahwa pasar Keterangan : Didalam tanda kurung merupakan
komoditas kopra internasional berupa pasar oligopoli pangsa pasar masing-masing negara.
ketat dengan rasio konsentrasi pasar yang tinggi. Negara dengan tanda * merupakan negara anggota
APCC
1.2. Analisis Struktur Pasar Komoditas Minyak Sumber : United Nations Commodity Trade Statistics
Kelapa (HS 151311) Database, (Diolah) 2015
Nilai Herfindahl Index komoditas minyak kelapa
dunia selama periode 2009-2013 cenderung Dari hasil perhitungan nilai Herfindahl Index
berfluktuatif, berkisar antara 3.873-5.127 dengan yang menunjukkan pasar minyak kelapa
nilai rata-rata Herfindahl Index sebesar 4.281,4 internasional mengarah pada pasar oligopoli ketat
(Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa komoditas dan rata-rata konsentrasi pasar yang mencapai 93,8
minyak kelapa di pasar internasional mengarah pada persen dapat diambil kesimpulan bahwa pasar
struktur pasar oligopoli ketat. komoditas minyak kelapa internasional berupa pasar
oligopoli ketat dengan konsentrasi pasar yang tinggi.
Tabel 6. Hasil Analisis Herfindahl Index dan Rasio
Konsentrasi Komoditas Minyak Kelapa (HS 151311) di
Pasar Internasional Tahun 2009-2013 1.3. Analisis Struktur Pasar Komoditas Minyak
Jumlah Negara Nilai Herfindahl Nilai Goreng Kelapa (HS 151319)
Tahun Nilai Herfindahl Index minyak goreng kelapa
Eksportir Index CR4(%)
(HS 151319) dunia selama periode 2009-2013 relatif
2009 63 3.923 92,9
stabil jika dibandingkan dengan minyak kelapa, yaitu
2010 64 5.127 95,9
berkisar antara 1.967-2.262 dengan nilai rata-rata
2011 62 3.873 91,8 Herfindahl Index sebesar 2.152,8 (Tabel 8). Hal ini
2012 71 4.026 94,1 menunjukkan bahwa komoditas minyak goreng
2013 70 4.457 94,0 kelapa di pasar internasional mengarah pada struktur
Rerata 66 4.281,4 93,8 pasar oligopoli ketat.
Sumber : United Nations Commodity Trade Statistics
Database, (Diolah) 2015

43
Tabel 8. Hasil Analisis Herfindahl Index dan Rasio Tabel 9. Pangsa Pasar Empat Negara Produsen
Konsentrasi Komoditas Minyak Goreng Kelapa (HS Komoditas Minyak Goreng Kelapa Terbesar di
151319) di Pasar Internasional Tahun 2009-2013 Dunia
Jumlah Nilai Tahun
Nilai Herfindahl Rank
Tahun Negara CR4 2009 2010 2011 2012 2013
Index Filipina* Filipina* Filipina* Filipina* Filipina*
Eksportir (%) 1
(30,8%) (32,3%) (29,8%) (29,9%) (35,8%)
2009 85 1.967 85,1 Indonesia* Indonesia* Indonesia* Indonesia* Belanda
2
2010 86 2.176 89,2 (19,7%) (23,5%) (26,2%) (24,7%) (22,8%)
2011 82 2.213 90,8 Belanda Belanda Belanda Belanda Indonesia*
3
(19,4%) (19,3%) (20,8%) (22,2%) (18,3%)
2012 83 2.146 88,4 Malaysia* Malaysia* Malaysia* Malaysia* Malaysia*
4
2013 80 2.262 87,2 (15,3%) (14,2%) (14,1%) (11,6%) (10,3%)
Rerata 83 2.152,8 88,1 Keterangan : didalam tanda kurung merupakan
Sumber : United Nations Commodity Trade pangsa pasar masing-masing negara
Statistics Database, (Diolah) 2015 Negara dengan tanda * merupakan negara anggota
Pada periode 2009-2013, berdasarkan data yang APCC
diperoleh dari UN Comtrade (United Nation Sumber : United Nations Commodity Trade Statistics
Comodity Trade) (2015), jumlah negara yang Database, (Diolah) 2015
bertindak sebagai eksportir minyak goreng kelapa Dari hasil perhitungan nilai Herfindahl Index
cenderung mengalami penurunan dari 85 negara yang menunjukkan pasar minyak goreng kelapa
hingga mencapai 80 negara dengan rata-rata 83 internasional mengarah pada pasar oligopoli ketat
negara per tahunnya (Tabel 8). Hal ini menunjukkan dan konsentrasi pasar yang mencapai 91,4 persen
bahwa dalam perdagangan minyak goreng kelapa di dapat diambil kesimpulan bahwa struktur pasar
pasar internasional persaingannya semakin ‘longgar’ komoditas minyak goreng kelapa (HS 151319)
seiring dengan berkurangnya negara yang terlibat internasional berupa pasar monopoli dengan
dalam perdagangan tersebut. Hal ini diduga karena konsentrasi pasar yang tinggi.
adanya peralihan preferensi konsumen dari minyak
goreng berbahan baku kelapa ke minyak goreng 1.3 Analisis Daya Saing
berbahan baku kelapa sawit dan berkembangnya Untuk mengalisis daya saing pada penelitian ini,
industri chocochemical yang masih merupakan peneliti menggunakan analisis keunggulan
produk turunan dari minyak kelapa. komparatif dan keunggulan kompetitif mengingat
Pada Tabel 8 juga dapat dilihat hasil analisis pendekatan melalui keunggulan komparatif memiliki
konsentrasi pasar dari empat negara produsen beberapa kelemahan sehingga ditutupi dengan
terbesar minyak goreng kelapa di dunia. Selama pendekatan keunggulan kompetitif
periode 2009-2013, rata-rata nilai CR4 yang
diperoleh adalah sebesar 88,1 persen. Hal ini berarti 1.4. Analisis Keunggulan Komparatif
88,1 persen dari seluruh pangsa pasar ekspor minyak 1) Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas
goreng kelapa dunia dikuasai oleh empat negara Kopra
terbesar tersebut dan sisanya 11,9 persen dikuasai Berdasarkan perhitungan Indeks RCA pada
oleh 79 negara eksportir lainnya (rata-rata 83 negara diperoleh hasil bahwa selama periode 2009-2013
dikurangi 4 negara). Dari hasil nilai CR4 tersebut Indonesia memiliki daya saing yang kuat (Indeks
dapat diketahui bahwa struktur pasar minyak goreng RCA Indonesia lebih dari satu) pada komoditas
kelapa dunia mengarah pada struktur pasar oligopoli kopra. Hal ini berarti bahwa Indonesia memiliki
ketat dimana rasio konsentrasi pasar yang tinggi keunggulan komparatif pada komoditas kopra. Jika
dicirikan dengan nilai CR4 yang lebih dari empat dibandingkan dengan negara pembanding lainnya,
puluh persen dan mendekati seratus persen. nilai Indeks RCA Indonesia menempati posisi kedua
terbesar setelah Vietnam yang menempati urutan
pertama (Gambar 3).

44
Pada tahun 2011, kopra Indonesia mempunyai 2) Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas
nilai Indeks RCA terendah selama periode 2009- Minyak Kelapa
2013 yaitu sebesar 14,2. Nilai Indeks RCA ini Berdasarkan perhitungan Indeks RCA pada
mengalami penurunan sebesar 2 poin dari tahun Lampiran 10 diperoleh hasil bahwa selama periode
sebelumnya yang sebesar 16,2. Hal ini disebabkan, 2009-2013 Indonesia memiliki daya saing yang kuat
walaupun jumlah ekspor kopra Indonesia sedang (Indeks RCA Indonesia lebih dari satu) pada
mengalami titik tertinggi di periode tersebut (yaitu komoditas minyak kelapa. Hal ini berarti bahwa
sebesar 31,8juta US) namun peningkatan ini juga Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada
diiringi dengan peningkatan ekspor kopra dari negara komoditas minyak kelapa. Jika dibandingkan dengan
lain sehingga pangsa pasar Indonesia untuk nilai rata-rata negara pembanding lainnya, nilai rata-
komoditas kopra menjadi kecil dan paling kecil jika rata Indeks RCA Indonesia menempati posisi kedua
dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya (Tabel 5). terbesar setelah Filipina yang menempati urutan
pertama (Lampiran 10).
Nilai RCA Indonesia masih terpaut jauh dengan
80
Filipina (Gambar 4). Hal ini dikarenakan nilai ekspor
70
minyak kelapa Filipina selalu lebih besar dari
60 Indonesia (Lampiran 4), dan jumlah ekspor dari
50 minyak kelapa rata-rata menyumbang sebanyak 1%
pangsa pasar

40 dari total ekspor seluruh komoditas di Filipina setiap


30
tahunnya. Sementara komoditas minyak kelapa
Indonesia hanya menyumbang antara 0,2% sampai
20
0,3% kepada total ekspor seluruh komoditas
10
Indonesia.
0
2009 2010 2011 2012 2013 250
tahun
200
Pangsa Pasar

Indonesia Vietnam Filipina


Belanda Malaysia India 150
Sumber : Lampiran 9 (diolah), 2015 100
Gambar 3. Nilai RCA Enam Negara Eksportir Komoditas
Kopra (HS 120300) Tahun 2009-2013 50
0
Dari tahun ke tahun, nilai indeks RCA negara 2009 2010 2011 2012 2013
Indonesia dan Filipina cenderung meningkat Tahun
(Gambar 3). Berbeda dengan empat negara Belanda Filipina India
sebelumnya, indeks nilai RCA negara Vietnam, India Indonesia Malaysia Vietnam
dan Malaysia berfluktuatif sementara negara Belanda Sumber : Lampiran 10 (diolah), 2015
terlihat tidak memiliki daya saing pada komoditas Gambar 4. Nilai RCA Enam Negara Eksportir Komoditas
kopra yang ditandai dengan nilai RCA yang nol. Minyak Kelapa (HS 151311) Tahun 2009-2013
Daya saing negara Belanda yang sangat rendah
pada komoditas kopra diduga karena Belanda lebih Dari tahun ke tahun, nilai indeks RCA negara
tertarik untuk mengolah produk kopra yang relatif Indonesia dan Malaysia relatif stabil. Sementara
masih berbentuk mentah menjadi produk setengah negara Belanda cenderung menurun. Berbeda dengan
jadi dan produk jadi seperti minyak kelapa dan tiga negara sebelumnya, indeks nilai RCA negara
minyak goreng kelapa. Hal ini ditandai dengan Filipina berfluktuatif dan negara vietnam
jumlah ekspor belanda pada komoditas kopra lebih menunjukkan trend peningkatan walau masih sedikit.
kecil daripada jumlah ekspor Belanda pada Sementara negara India terlihat tidak memiliki daya
komoditas minyak goreng kelapa (Lampiran 3, 4 dan saing pada komoditas Minyak Kelapa yang ditandai
5). Negara Belanda pun termasuk empat besar negara dengan nilai RCA yang nol (Gambar 4).
yang memiliki pangsa pasar terbesar pada produk Daya saing negara India yang sangat rendah pada
minyak kelapa (Tabel 7) dan minyak goreng kelapa komoditas minyak kelapa diduga karena India lebih
(Tabel 9) memfokuskan diri untuk ekspor pada bentuk mentah
(kopra) dan produk jadi (Minyak Goreng Kelapa)
dari pada produk setengah jadi (minyak kelapa). Hal
ini ditandai dengan jumlah ekspor India pada

45
komoditas kopra dan minyak goreng kelapa jauh Daya saing negara Vietnam yang sangat rendah
lebih besar daripada jumlah ekspor komoditas pada komoditas minyak goreng kelapa diduga karena
minyak kelapa (Lampiran 3, 4 dan 5). Vietnam lebih tertarik untuk langsung mengekspor
kopra yang dimilikinya dalam bentuk mentah
3) Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas daripada mengolah produk kopra menjadi produk
Minyak Goreng Kelapa (HS 151319) jadi seperti minyak goreng kelapa. Hal ini ditandai
Berdasarkan perhitungan Indeks RCA pada dengan jumlah ekspor kopra Vietnam jauh lebih
Lampiran 11 diperoleh hasil bahwa selama periode besar daripada jumlah ekspor Vietnam pada
2009-2013 Indonesia memiliki daya saing yang kuat komoditas minyak kelapa dan minyak goreng kelapa
(Indeks RCA Indonesia lebih dari satu) pada (Lampiran 3, 4 dan 5).
komoditas minyak goreng kelapa. Hal ini berarti
bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif Dari hasil analisis ketiga komoditas (kopra,
pada komoditas minyak goreng kelapa. Jika minyak kelapa, dan minyak goreng kelapa),
dibandingkan dengan negara pembanding lainnya, Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang
Nilai Indeks RCA Indonesia menempati posisi kedua kuat pada seluruh komoditas tersebut. Ditandai
terbesar setelah Filipina. Sementara yang terkecil dengan nilai Indeks Revealed Comparative
adalah Vietnam yang memiliki nilai rata-rata Indeks Advantage yang selalu lebih besar dari satu. Dan nilai
RCA sebesar nol selama tahun 2009 sampai 2013. rata-rata Indeks RCA pada minyak kelapa adalah
Nilai RCA Indonesia masih terpaut jauh yang paling besar dibandingkan kopra dan minyak
dengan Filipina (Lampiran 11). Hal ini dikarenakan goreng kelapa. Pangsa pasar untuk minyak kelapa
nilai ekspor minyak goreng kelapa Filipina selalu juga yang terbesar dibandingkan dengan komoditas
lebih besar dari Indonesia (Lampiran 5), dan jumlah yang lain. Artinya, Minyak kelapa Indonesia
ekspor dari minyak goreng kelapa Filipina rata-rata memiliki keunggulan komparatif yang paling besar.
menyumbang sebanyak 0,7% dari total ekspor Kuatnya daya saing dan tingginya pangsa pasar
seluruh komoditas di Filipina setiap tahunnya. kopra Indonesia dan produk turunannya di pasar
Sementara komoditas minyak kelapa Indonesia internasional menunjukkan bahwa Indonesia
hanya menyumbang 0,1% kepada total ekspor mempunyai posisi yang cukup tangguh serta
seluruh komoditas Indonesia. berpotensi untuk menjadi pemimpin dalam
perdagangan kopra dan produk turunannya di pasar
140
internasional.
120
Untuk mengefisiensikan bentuk ekspor,
pemerintah sebaiknya fokus pada minyak kelapa
100
karena memiliki kenggulan komparatif yang paling
80
besar ditunjukkan dengan nilai indeks RCA dan
60 pangsa pasar paling besar. Namun melihat kondisi
40 kualitas sumber daya manusia dan teknologi yang
20 dimiliki Indonesia yang tergolong rendah
0
(berdasarkan penelitian Turukay tahun 2008),
2009 2010 2011 2012 2013 2014 pemerintah lebih disarankan untuk tetap mengekspor
Belanda Filipina India kopra dalam bentuk kopra dan minyak kelapa karena
Indonesia Malaysia Vietnam nilai rata-rata Indeks RCA kopra menempati posisi
terbesar kedua setelah minyak kelapa sementara nilai
Sumber : Lampiran 11 (diolah), 2015 rata-rata Indeks RCA minyak goreng kelapa
Gambar 5. Nilai RCA Enam Negara Eksportir Komoditas Indonesia menempati urutan terkecil. Hal ini berarti
Minyak Goreng Kelapa (HS 151319) Tahun 2009-2013
kopra memiliki keunggulan komparatif terbesar
Dari tahun ke tahun, nilai indeks RCA negara
kedua setelah minyak kelapa. Sedangkan minyak
Filipina dan Belanda menunjukkan tren meningkat
goreng kelapa memiliki keunggulan komparatif yang
sementara nilai indeks RCA negara Malaysia
paling kecil.
cenderung menurun. Nilai Indeks RCA negara
Indonesia dan India relatif stabil. Sementara negara
2.2. Analisis Keunggulan Kompetitif
Belanda terlihat tidak memiliki daya saing pada
1) Faktor Sumberdaya
komoditas minyak goreng kelapa yang ditandai
Komponen sumberdaya yang merupakan
dengan nilai rata-rata RCA-nya yang nol. (Gambar
potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pengusahaan
4.4)

46
kopra antara lain sumberdaya alam, sumberdaya Jumlah tersebut belum termasuk masyarakat yang
manusia, sumberdaya modal, ilmu pengetahuan dan terlibat dalam rantai pasok perniagaan kelapa dan
teknologi serta sumberdaya infrastruktur. industri perkelapaan.
(1) Sumberdaya Alam Banyaknya jumlah petani dalam perkebunan
Pertanaman kelapa di Indonesia merupakan rakyat kelapa belum sepenuhnya ditunjang dengan
yang terluas di dunia dengan pangsa 31,2% dari total kualitas sumberdaya manusia yang baik. Kualitas
luas areal kelapa dunia. Peringkat kedua diduduki tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengusahaan
Filipina (25,8%), disusul India (16,0%), Sri Langka tanaman kelapa ditentukan oleh kemampuan petani
(3,7%) dan Thailand (3,1%) Pertanaman kelapa dalam menerapkan dan memanfaatkan teknologi
tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Pada tahun serta teknik penanaman yang baik. Menurut
2005, total areal meliputi 3,29 juta ha, yakni penelitian dari Turukay (2008:12) menyatakan
terdistribusi di pulau Sumatera 33,8%, Jawa 22,4%, bahwa dalam hal penggunaan dan penerapan
Bali, NTB dan NTT 5,9%, Kalimantan 6,8%, teknologi pada pengusahaan kopra masih minim.
Sulawesi 22,1%, Maluku dan Papua 9%. Produk yang ditandai dengan masih digunakannya metode
utama yang dihasilkan di wilayah Sumatera adalah pengasapan untuk menghasilkan kopra dan masih
kopra dan minyak; di Jawa kelapa butir; Bali, NTB jarangnya pelatihan dan penyuluhan yang diberikan
dan NTT kelapa butir dan minyak; Kalimantan oleh Kementerian Pertanian. Padahal metode
kopra; Sulawesi minyak; Maluku dan Papua kopra. pengasapan akan menghasilkan kopra yang bermutu
Komposisi keadaan tanaman secara nasional rendah. Menurut Har Adi Basri, Sekertaris Jenderal
meliputi: tanaman belum menghasilkan (TBM) Dewan Kelapa Indonesia (dalam bisnis.com, 2014),
seluas 16,2% (0,63 juta ha), tanaman menghasilkan Indonesia masih memerlukan peningkatan kualitas
(TM) 73,6% (2,87 juta ha), dan tanaman tua/rusak SDM. Selama ini ekspor Indonesia sangat
(TT/TR) 10,1% (0,39 juta ha) (Badan Penelitian dan mengandalkan faktor-faktor keunggulan komparatif
Pengembangan Pertanian. 2007 : 1). Menurut catatan sebagai penentu utama daya saingnya, terutama daya
Dewan Kelapa Indonesia (Dekindo) (dalam saing harga, seperti upah buruh murah dan sumber
Direktorat Jenderal Industri Agro, 2014), rata-rata daya alam (SDA) berlimpah sehingga murah biaya
produksi buah kelapa Indonesia per tahun adalah 15,5 pengadaannya. Ketersediaan kuantitas sumberdaya
miliar butir, dimana 60% penggunaannya dalam manusia mampu mendukung peningkatan daya saing
bentuk kopra dan minyak dan 40% dalam bentuk kopra Indonesia di pasar internasional tetapi kualitas
lainnya (seperti kelapa segar, dan lain lain). Menurut sumberdaya manusianya (merujuk pada penelitian
data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), Turukay (2008)) perlu ditingkatkan sehingga
provinsi yang memiliki tingkat produksi tertinggi produktivitas, kualitas dan daya saing kopra
ialah Provinsi Riau dan yang sedikit ialah Provinsi Indonesia dapat meningkat.
DKI Jakarta. Produksi kelapa Indonesia relatif stabil
setiap tahunnya (3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
(2) Sumberdaya Manusia Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan
Perkebunan kelapa merupakan salah satu sektor bahwa sistem budidaya kopra Indonesia sebagian
pertanian yang cukup banyak menyerap tenaga kerja. besar berupa perkebunan rakyat. Teknologi yang
Hal ini tercermin dari luasnya areal perkebunan digunakan pun masih tergolong tradisional dan dalam
rakyat yang mencapai 98% dari 3,74 juta ha dan skala kecil. Untuk meningkatkan produktivitas
melibatkan lebih dari tiga juta rumah tangga petani tanaman yang saat ini tergolong rendah maka
di tahun 2007 (Badan Penelitian dan Pengembangan diperlukan bibit unggul yang berasal dari kebun
Pertanian. 2007 : 1). induk, terutama kebun induk kelapa dalam komposit
Berdasarkan data Direktorat Pangan dan (KIKDK). Saat ini sumber benih kelapa yang
Pertanian (2014:120), usahatani kelapa mampu digunakan belum berasal dari kebun induk yang
menghidupi sejumlah 37,2 juta orang di tahun 2013 dibangun khusus sebagai kebun induk yang benar,
(meningkat 1000% dalam 7 tahun sejak tahun 2007) tetapi dipilih dari pertanaman yang ada di berbagai
apabila 1 KK diasumsikan terdiri dari 5 anggota daerah yang disebut dengan blok penghasil tinggi
keluarga. Dan menghidupi 22,3juta orang apabila (BPT). Walaupun benih yang berasal dari BPT lebih
diasumsikan 60% dari seluruh petani kelapa baik daripada benih sapuan, ke depan perlu dibangun
memproduksi kopra (menurut catatan DEKINDO KIKDK sebagai sumber benih. Penggunaan kelapa
(Dewan Kelapa Indonesia), dari total produksi dalam unggul komposit akan meningkatkan produksi
kelapa, 60% kelapa diproduksi dalam bentuk kopra). kelapa dalam dari rata-rata 1,5 ton kopra/ha/tahun

47
menjadi minimal 2,25 ton kopra/ha/tahun dengan “seadanya”), jika petani ingin meminjam modal
pemeliharaan semi intensif. sarana produksi dan uang, mereka dapat meminjam
Peran kelembagaan sangat menentukan dan kepada pedagang sarana produksi dan pedagang hasil
mendukung adanya ketersediaan pengetahuan dan usahatani yang lokasinya berada didalam desa dan
informasi tersebut. Lembaga penelitian memegang tanpa menggunakan agunan (jaminan). Sedangkan
peranan penting dalam memberikan pendampingan jika meminjam kepada lembaga keuangan formal
dan bimbingan serta inovasi teknologi dalam seperti bank umum dan bank perkreditan rakyat
peningkatan daya saing komoditi kopra Indonesia. selain harus menggunakan agunan (jaminan), lokasi
Salah satu lembaga internasional yang terkait dengan lembaga keuangan formal yang berada relatif jauh
perkopraan nasional dan dunia adalah Asian and (berada diluar desa) ditambah kondisi jalan yang
Pacific Coconut Community (APCC) yang berada di masih banyak dijumpai dalam bentuk tanah membuat
bawah naungan Komisi Ekonomi dan Sosial untuk petani cenderung enggan meminjam.
Asia dan Pasific - PBB atau United Nations
Economic and Social Commission for Asia and the (5) Sumberdaya Infrastruktur
Pacific (UN-ESCAP). Berdasarkan Panel Petani Nasional yang
Sumber IPTEK lainnya dapat berasal dari dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
perguruan tinggi, media, dan jurnal-jurnal penelitian Kebijakan Pertanian (PASEKP) (2006:xiii),
melalui penelitian mengenai ilmu pengetahuan dan permukaan jalan utama di desa berbasis perkebunan
teknologi yang berkaitan dengan budidaya ataupun khususnya kelapa pada umumnya aspal dan
aspek sosial ekonomi. Dalam hal basis data peranan diperkeras. Namun jalan tanah masih banyak
lembaga statistik seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dijumpai sehingga ada yang tidak dapat dilalui motor.
Indonesia juga penting dan dibutuhkan dalam Senada dengan Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
mengolah data statistik perkebunan kopra. Namun Kebijakan Pertanian, menurut Badan Penelitian dan
dikarenakan 98% produsen kelapa (merujuk pada Pengembangan Pertanian (2007 : 13) untuk daerah-
data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertaian daerah tertentu terutama di luar Jawa kondisi
(2007)) adalah petani tradisional yang minim infrastruktur pendukung seperti jalan raya kurang
pendidikan, potensi teknologi kopra ini masih belum memadai. Dampak dari hal ini biaya usahatani
dapat dimaksimalkan. menjadi tinggi dan harga jual menjadi kurang
bersaing. Sebagai contoh, di salah satu daerah sentra
(4) Sumberdaya Modal produksi kelapa di Indragiri Hilir hanya memiliki
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan satu alternatif transportasi, yaitu transportasi air.
(2008:15), modal usaha yang dimiliki petani untuk Kondisi tersebut mengakibatkan kelembagaan
melakukan budidaya secara baku teknis masih penunjang cenderung menekan petani. Sebagai
terbatas dari milik petani sedangkan penghasilan ilustrasi, kelembagaan pemasaran cenderung
petani kopra masih minim dan belum adanya kredit monopsoni (banyak penjual, satu pembeli),
khusus untuk pembiayaan usaha kopra dari pihak kelembagaan keuangan didominasi sistim barter
perbankan sebagai penyedia kredit dan memberikan (tukar menukar) yang merugikan petani, dan akses
bantuan modal. petani terhadap informasi teknologi dan informasi
Berdasarkan Panel Petani Nasional yang pasar ekspor tidak berjalan karena kurangnya sarana
dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan dan prasarana dan minimnya pendidikan yang
Kebijakan Pertanian (2006:xix) cara pembayaran dimiliki oleh petani.
sarana produksi yang dibeli lazim dibayar secara Untuk wilayah yang infrastrukturnya sudah
tunai terutama untuk pupuk anorganik dan pestisida. berkembang seperti di Jawa, kelapa masih cenderung
Sementara untuk bibit umumnya adalah hasil dikonsumsi dalam bentuk kelapa segar, yang mana
produksi sendiri karena harga bibit kelapa adalah konsumen utamanya adalah masyarakat perkotaan.
yang paling mahal jika dibandingkan dengan bibit Kondisi yang demikian mengakibatkan transportasi
komoditas perkebunan lain seperti teh, kopi dan yang mahal dan rantai tataniaga yang panjang, pada
karet. Pedagang sarana produksi dan pedagang hasil gilirannya harga tingkat petani juga tertekan. (Badan
usahatani juga berfungsi sebagai lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007 : 13).
permodalan selain peran utama mereka sebagai
pedagang. Meski petani kelapa jarang meminjam 2) Kondisi Permintaan
modal (karena usahatani kelapa rakyat berupa Menurut Wiliawan Twishsri selaku direktur
usahatani sampingan yang diperlakukan Asia and Pasific Coconut Community (dalam koran

48
bisnis online, Bisnis.com, 2014), perolehan ekspor industri minyak goreng dalam negeri mampu
produk kelapa Indonesia masih lebih rendah mempengaruhi ekspor kopra Indonesia.
dibandingkan dengan perolehan negara pesaing Kondisi permintaan kopra baik permintaan
utama Filipina. Sebanyak 78,9% dari total domestik dan luar negeri juga merupakan salah satu
perdagangan produk kelapa dunia didominasi oleh aspek yang sangat menentukan daya saing kopra
Indonesia dan Filipina. Namun, rerata nilai ekspor Indonesia di pasar dunia. Perdagangan kopra
produk kelapa RI per tahun adalah US$1,355 juta Indonesia umumnya lebih berorientasi ekspor
atau lebih rendah dari Filipina yang mencapai daripada untuk konsumsi domestik ditandai dengan
US$1,544 juta. adanya ekspor neto
Berdasarkan hasil penelitian Turukay (2008:4), Penggunaan minyak kelapa di dalam negeri
Harga merupakan faktor yang sangat penting dalam yang semakin berkurang selama tahun 2009 hingga
permintaan kopra karena harga ekspor berpengaruh 2012 (ditandai dengan meningkatnya jumlah ekspor
terhadap permintaan ekspor kopra. Menurut minyak kelapa, lihat Lampiran 4) diduga terkait
Wiliawan Twishsri selaku direktur Asia and Pasific dengan perubahan preferensi konsumen domestik
Coconut Community (dalam koran bisnis online, yang lebih menyukai penggunaan minyak kelapa
Bisnis.com, 2014), harga kopra Indonesia mengikuti sawit karena harganya lebih murah. Indonesia
kesepakatan harga yang telah ditentukan oleh Asia sebagai salah satu negara produsen kopra yang lebih
and Pasific Coconut Community. Meski Indonesia berorientasi ekspor, juga mengimpor produk kopra.
memiliki kuantitas ekspor yang banyak, namun Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan
Indonesia tidak dapat menentukan harga secara Pertanian. (2007:9), hal itu biasanya dilakukan untuk
sepihak karena Indonesia sudah menjadi anggota pengamanan cadangan penggunaan dalam negeri.
Asia and Pasific Coconut Community. Jika Indonesia Dari uraian kondisi permintaan di atas, apabila
melanggar kesepakatan tersebut, Indonesia akan dilihat dari segi permintaan domestik, maupun
mendapatkan sangsi dari Asia and Pasific Coconut permintaan luar negeri, kopra Indonesia memiliki
Community. potensi yang besar dalam perdagangan kopra
Berdasarkan penelitian Turukay (2008:5), Bagi internasional. Kondisi permintaan tersebut dapat
petani dalam memproduksi dan menjual kopra tidak memberikan dukungan terhadap peningkatan daya
melihat pada pengaruh naik turunnya nilai tukar saing komoditi kopra Indonesia di pasar dunia
rupiah dan naik turunnya harga jual kopra, Hal ini walaupun masih terdapat sedikit kendala dalam
disebabkan produksi kopra 98% dihasilkan oleh kualitas kopra yang dihasilkan.
perkebunan rakyat. Sehingga jika nilai tukar turun
atau naik dan jika harga jual naik atau turun mereka 3) Eksistensi Industri Terkait dan Industri
tetap menjual hasil produksinya. Bagi petani asalkan Pendukung
bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan Industri yang terkait produksi kopra adalah
hidup mereka sudah cukup. Masih menurut Turukay industri minyak kelapa dan bungkil kopra. Industri
(2008:5), Nilai RCA kopra juga memiliki keterkaitan yang terkait produksi minyak kelapa adalah industri
dengan permintaan ekspor kopra Indonesia di pasar minyak kelapa sawit (sebagai industri substitusi),
dunia (Turukay menggunakan analisa regresi industri minyak goreng kelapa dan cocochemical
berganda, pada tingkat kepercayaan 99 % untuk (bahan kimia yang terbuat dari minyak kelapa).
variabel indeks Revealed Comparative Advantage) Sedangkan yang terkait produksi minyak goreng
Selain itu menurut Turukay (2008:5), Periode kelapa adalah pedagang partai besar, eksportir, dan
peralihan minyak kelapa ke minyak sawit sebagai industri lainnya yang menggunakan minyak goreng
bahan baku industri minyak goreng menunjukkan kelapa. Untuk industri dan lembaga pendukung
pengaruh yang signifikan pada ekspor kopra produksi kopra, minyak kelapa dan minyak goreng
Indonesia (Turukay menggunakan analisa regresi kelapa antara lain industri sarana produksi, industri
berganda, pada tingkat kepercayaan 99 % untuk mesin dan peralatan, organisasi pemberantasan
variabel peralihan minyak kelapa ke minyak sawit), hama, penyuluhan dan organisasi petani.
hal ini berarti ketika permintaan minyak sawit Berdasarkan Panel Petani Nasional yang
meningkat untuk industri minyak goreng dalam dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
negeri berarti permintaan kopra untuk industri Kebijakan Pertanian (PASEKP) (2006:xiii), industri
minyak goreng dalam negeri berkurang sehingga pendukung yang paling berperan dalam usahatani
ekspor kopra dapat ditingkatkan. Minyak sawit kopra adalah kios sarana produksi. Peranan kios
sebagai barang subtitusi kopra untuk bahan baku sarana produksi di Jawa lebih besar daripada diluar

49
Jawa. Jasa pengolahan tanah merupakan kegiatan kuantitas kopra Indonesia menjadi yang terbanyak di
yang paling jarang dilakukan. dunia pada tahun 2012 dan 2013.
Industri terkait yang paling berperan adalah Persaingan minyak kelapa terlihat jelas dengan
pedagang hasil panen dan jasa pasca panen. Karena barang substitusinya yaitu minyak sawit. Menurut
kopra dapat diolah menjadi minyak kelapa dan Turukay (2008:8), periode peralihan minyak kelapa
bungkil kopra dan minyak kelapa dapat diolah ke minyak sawit sebagai bahan baku industri minyak
menjadi minyak goreng kelapa dan cocochemical goreng di Indonesia memiliki pengaruh yang
(bahan kimia yang terbuat dari minyak kelapa). signifikan pada ekspor kopra Indonesia. Ketika
Peranan pedagang hasil panen dan jasa pasca panen permintaan minyak sawit meningkat untuk industri
di luar Jawa lebih besar daripada di Jawa (Pusat minyak goreng dalam negeri berarti permintaan
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian kopra untuk industri minyak goreng dalam negeri
(PASEKP), 2006:xiv) berkurang sehingga ekspor kopra dapat ditingkatkan.
Masih menurut Pusat Analisis Sosial Ekonomi Minyak sawit sebagai barang subtitusi kopra untuk
dan Kebijakan Pertanian (PASEKP) (2006:xiv), bahan baku industri minyak goreng dalam negeri
lembaga penunjang usahatani yang keberadaanya mampu mempengaruhi ekspor kopra Indonesia.
paling menonjol adalah organisasi pemberantasan Menurut Turukay (2008:29), belum ada strategi
hama, penyuluhan dan organisasi petani. Namun bersaing yang inovatif dari para petani kelapa dan
keberadaan lembaga-lembaga tersebut pada eksportir kopra Indonesia untuk menguasai pangsa
umumnya banyak yang tidak aktif terutama pasar kopra dunia. Para eksportir kopra hanya dapat
organisasi petani dan pemberantasan hama. mengekspor jika petani memproduksi kopra dan
Dalam kenyataanya, menurut Badan Penelitian tidak mengekspor jika petani tidak memproduksi
dan Pengembangan Pertanian. (2007:9), peran kopra. Sehingga ekspor kopra Indonesia terkesan
industri perbenihan dalam mendukung pengusahaan “seadanya”.
kopra di Indonesia masih kurang. Hal ini dapat dilihat
dari minimnya jumlah Kebun Induk Kelapa Dalam 5) Peran Pemerintah
Komposit (KIKDK) yang memasok benih dan bibit Dalam peningkatan daya saing komoditi kopra di
unggul pada petani. Saat ini sumber benih kelapa pasar internasional peranan pemerintah baik melalui
yang digunakan belum berasal dari kebun induk yang Kementerian Pertanian maupun Pemerintah Daerah
dibangun khusus sebagai kebun induk yang benar, masih sangat terbatas dalam pengembangan tanaman
tetapi dipilih dari pertanaman yang ada di berbagai kopra mulai dari produksi hingga pasca panen. Pada
daerah yang disebut dengan blok penghasil tinggi komoditas ini belum pernah diberlakukan kebijakan
(BPT). Selain itu, menurut Pusat Analisis Sosial harga output (price policy). Penentuan harga jual
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PASEKP) output selama ini diserahkan pada mekanisme pasar.
(2006:xiv), petani lebih memilih memproduksi benih Status komoditas yang bukan merupakan kebutuhan
kelapa sendiri karena harga benih kelapa yang paling dasar dan tingkat penggunaan per kapita yang relatif
mahal jika dibandingkan dengan benih tanaman rendah dapat menjadi faktor penjelas belum adanya
perkebunan yang lain seperti teh, karet, dan kopi urgensi intervensi kebijakan harga pada produk
kelapa. (Badan Penelitian dan Pengembangan
4) Struktur, Persaingan, dan Strategi Pertanian. 2007 : 14)
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Intervensi kebijakan pemerintah baru dilakukan
Pertanian (2007 : 11) sebanyak 98% petani kopra pada kegiatan impor. Intervensi tersebut berupa
Indonesia adalah petani rumah tangga yang tersebar penetapan bea masuk barang impor dan pajak
di seluruh Indonesia. Pendidikan mereka relatif penjualan yang selain memberikan pemasukan bagi
rendah dan usahatani kopra pada umumnya hanya negara juga dimaksudkan untuk melindungi para
usaha sampingan. Sehingga “potensi” yang ada pada produsen di dalam negeri. (Badan Penelitian dan
kopra belum dapat dimaksimalkan seutuhnya. Para Pengembangan Pertanian. 2007 : 14)
eksportir hanya mengekspor jika ada kiriman
“barang” dari petani kopra, peralatan yang digunakan Tabel 10. Kebijakan Perdagangan Kelapa Di Indonesia
petani pun masih tergolong sederhana. Meski Tahun 2003
Ekspor Impor
kualitas kopra yang dihasilkan oleh para petani
Jenis produk Pajak Pajak Bea Pajak
kelapa kurang memuaskan, namun menurut catatan Ekspor lain Masuk Penjualan
dari United Nation Comodity Trade (2015), dari segi Copra Nil Nil Nil Nil
Crude Coconut Oil Nil Nil 5% 10%

50
Ekspor Impor Pertanian (2007:20) Bila produksi buah kelapa
Jenis produk Pajak Pajak Bea Pajak nasional sebanyak 15,5 milyar butir/tahun, maka
Ekspor lain Masuk Penjualan
Refined Coconut Oil Nil Nil Nil 10%
buah kelapa yang dapat diolah di sektor industri
Copra Meal Nil Nil 5% 10% adalah 7,58 milyar butir (48,9%). Jumlah ini dapat
Desiccated Coconut Nil Nil 5% 10% memenuhi kebutuhan 29 unit industri dengan
Coconut Cream Nil Nil 15% 10% kapasitas 1 juta butir/hari
Products Nil Nil 5% 10% Sekitar 90% dari bahan baku daging kelapa
Shell Charcoal Nil Nil 10% 10% digunakan untuk menghasilkan Minyak Kelapa
Activated Carbon Nil Nil 20% 10%
Mentah dan sisanya terbagi untuk produk lainnya,
Keterangan : nil : tidak ada kebijakan tetapi kecenderungan untuk menghasilkan Minyak
Sumber : Departemen Keuangan, (2004) dalam Kelapa Mentah tersebut semakin menurun,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. sedangkan produk turunan lainnya semakin
(2007 : 14) meningkat. Sesuai dinamika pasar produk,
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan kecenderungan untuk menghasilkan produk
Pertanian (2007 : 37) dukungan kebijakan yang oleokimia (turunan dari minyak kelapa mentah)
diperlukan untuk usahatani kelapa adalah penyediaan tampak semakin tinggi. Ini merupakan peluang bagi
kredit modal untuk intensifikasi, rehabilitasi dan Indonesia untuk mengembangkan potensi kopra
peremajaan; pembinaan teknis dan kelembagaan Indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan
produksi; penyediaan informasi teknologi dan pasar; Pertanian. 2007:20).
peningkatan status hukum atas kepemilikan lahan
usaha; dan pengembangan infrastruktur. Sedangkan PENUTUP
menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Kesimpulan
Ekonomi Pertanian (2005:9), rumusan kebijakan 1) Berdasarkan hasil penelitian, struktur pasar kopra,
dalam pengembangan produk agroindustri kelapa, minyak kelapa, dan minyak goreng kelapa berupa
yaitu: 1. Perbaikan produktivitas dan kualitas bahan pasar oligopoli ketat dengan rasio konsentrasi
baku; 2. Insentif Ekspor 3. Promosi ekspor yang tinggi. Ditunjukkan dengan nilai rata-rata
Herfindahl Index yang diatas 1.800 dan rata-rata
6) Peran Peluang nilai CR4 diatas 80 persen pada ketiga komoditas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tersebut. Kopra dan minyak kelapa menunjukkan
Turukay (2008:8) peningkatan populasi negara tren peningkatan jumlah negara eksportir dengan
pengimpor sebesar 1% akan menyebabkan rata-rata masing-masing komoditas sebanyak 30
penambahan ekspor kopra Indonesia sebesar 15,8346 negara dan 66 negara eksportir setiap tahunnya.
% dengan asumsi faktor lain tetap, Hal ini Sementara minyak goreng kelapa menunjukkan
menunjukan peningkatan populasi memberikan tren penurunan jumlah negara eksportir dengan
kontribusi besar untuk ekspor kopra Indonesia rata-rata 83 negara eksportir setiap tahunnya.
kepasar dunia. Populasi penduduk sebagai indikasi 2) Indonesia memiliki daya saing yang kuat dari segi
konsumsi suatu negara, berpengaruh signifikan keunggulan komparatif pada kopra, minyak
terhadap ekspor kopra Indonesia, ini menunjukan kelapa dan minyak goreng kelapa. Namun
penggunaan kopra sebagai salah bahan baku industri memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dari
pangan dan non pangan. segi keunggulan kompetitif.
Turukay (2008:8) juga menuturkan bahwa (1) Keunggulan komparatif ditunjukkan dengan
peningkatan pendapatan perkapita sebesar 1% akan nilai Indeks Revealed Comparative
menyebabkan peningkatan ekspor kopra Indonesia Advantage yang selalu lebih besar dari satu.
sebesar 10,72252%, dengan asumsi faktor penentu Dari ketiga komoditas (kopra, minyak
lain tetap (pada a=5% alias tingkat kepercayaan kelapa, dan minyak goreng kelapa),
95%). Pendapatan yang meningkat diharapkan akan Indonesia memiliki keunggulan komparatif
meningkatkan daya beli rata-rata penduduk, sehingga yang paling besar pada minyak kelapa.
bagian yang bisa dibelanjakan juga lebih banyak. (2) Indonesia memiliki keunggulan kompetitif
Data Asia Pasific Coconut Community (dalam pada kuantitas sumber daya alam dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. kuantitas sumber daya manusia yang banyak
2007:20) menunjukkan bahwa konsumsi kelapa dan peluang yang tersedia seperti
segar penduduk Indonesia sekitar 36 peningkatan populasi negara pengimpor,
butir/kapita/tahun atau 7,92 milyar butir (51,1%). peningkatan pendapatan perkapita di negara
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan pengimpor, potensi pengolahan oleh industri,

51
diversifikasi produk menjadi produk turunan paling tepat untuk meningkatkan daya saing
lainnya, dan liberalisasi perdagangan. kopra Indonesia di pasar internasional.
Namun memiliki kelemahan kompetitif dari (4) Pemerintah diharapkan dapat membuat
segi kualitas sumber daya alam dan sumber kebijakan seperti yang telah penulis sarankan
daya manusia yang kurang berkualitas, pada saran point 1
modal yang minim, infrastruktur yang
minim, dukungan dari industri terkait dan UCAPAN TERIMA KASIH
industri pendukung yang minim, belum Peneliti mengucapkan terima kasih kepada PT.
adanya strategi bersaing yang inovatif, Minamas Plantation yang telah membiayai penelitian
persaingan yang ketat dengan barang ini.
substitusi, dan intervensi kebijakan
pemerintah yang minim. DAFTAR PUSTAKA
Asian and Pacific Coconut Community. About Us.
Saran Diunduh dari www.apccsec.org/about.html .
1) Untuk mengefisiensikan bentuk ekspor, Diakses tanggal 09 April 2015.
pemerintah sebaiknya memfokuskan diri pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
pasar minyak kelapa karena : 1) Keunggulan 2007. Prospek dan Arah Pengembangan
komparatif minyak kelapa adalah yang terbesar Agribisnis Kelapa. Edisi Kedua. Jakarta :
dibandingkan ketiga komoditas yang lain; 2) Departemen Pertanian
Pangsa pasar untuk minyak kelapa juga yang Bisnis.com. 2014. Ekspor Kelapa RI Kalah Dari
terbesar dibandingkan dengan komoditas yang Filipina. Melalui bisnis.com diakses pada 06
lain. 3) Dunia menunjukkan ketertarikan pada Februari 2015
pasar minyak kelapa yang ditandai dengan Direktorat Jenderal Industri Agro. 2014. Potensi RI
peningkatan jumlah negara eksportir. Namun Kuasai Pasar Kelapa Dunia. Melalui
melihat kondisi kualitas sumber daya manusia dan http://agro.kemenperin.go.id diakses pada 27
teknologi yang dimiliki Indonesia yang tergolong Desember 2015
rendah (berdasarkan penelitian Turukay tahun Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Produksi
2008), maka pemerintah lebih disarankan untuk Perkebunan Menurut Provinsi dan Jenis
tetap mengekspor kopra dalam bentuk kopra dan Tanaman. Badan Pusat Statistik Indonesia
minyak kelapa karena keunggulan komparatif Direktorat Pangan dan Pertanian. 2014. Analisis
kopra menempati posisi terbesar kedua setelah Rumah Tangga, Lahan, Dan Usaha Pertanian
minyak kelapa. Caranya dengan: (1) Penyediaan Di Indonesia : Sensus Pertanian 2013. Badan
informasi teknologi dan informasi pasar; (2) Perencanaan Pembangunan Nasional
Pengembangan infrastruktur; (3) Perbaikan Febriyanthi, Sri Anna. 2008. Analisis Daya Saing
produktivitas dan kualitas bahan baku; (4) Insentif Ekspor Komoditi Teh Indonesia di Pasar
Ekspor (5) Promosi ekspor Internasional. Skripsi Fakultas Pertanian.
2) Indonesia dapat menggunakan kekuatan dan Institut Pertanian Bogor. Bogor
peluang yang tersedia untuk meminimalisir Internet Center For Management and Business
kelemahan yang ada. Diantaranya yaitu: Administration. 2007. Herfindahl Index.
(1) Untuk para petani eksportir sebaiknya www.quickmba.com. Diakses tanggal 15
menggunakan pola produksi yang lebih Desember 2014
teratur. Jika terdapat kelebihan produksi, Internet Center For Management and Business
sebaiknya disimpan dan dijual ketika sedang Administration. 2007. Porter’s Diamond
kekurangan jumlah produksi agar kuantitas National Advantage. www.quickmba.com.
penjualan menjadi lebih stabil. Diakses tanggal 15 Desember 2014.
(2) Untuk para eksportir sebaiknya Kementerian Perindustrian. 2012. Peran Ekspor
menggunakan strategi bersaing yang inovatif Kelompok Hasil Industri Pengolahan
seperti bersaing melalui pelayanan yang Kelapa/Kelapa Sawit Terhadap Total Ekspor
prima, bersaing melalui pemasaran, Hasil Industri. Diakses dari
merangkul pesaing, dan lain sebagainya. http://www.kemenperin.go.id pada 20
(3) Untuk penelitian selanjutnya dapat Desember 2015
melakukan riset mengenai strategi yang Kementerian Perindustrian. 2012. Perkembangan
Ekspor Indonesia Berdasarkan Sektor. Diakses

52
dari http://www.kemenperin.go.id/ pada 20
Desember 2015
Kontan.co.id. 2013. Harga kopra naik. Edisi 10
Desember 2013 Diakses dari
http://industri.kontan.co.id pada 06 Februari
2015
Kotler, Philip.2000. Manajemen Pemasaran. Jilid I.
Edisi terjemah. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Porter, Michael E. 1998. The Competitive Advantage
of Nations. London: Macmillan Press
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. 2006. Panel Petani Nasional
(PATANAS) : Analisis Indikator Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan. Bogor : Departemen
Pertanian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. 2005. Laporan Akhir : Prospek
Pengembangan Agroindustri Dalam
Meningkatkan Daya Saing dan Ekspor
Berdasarkan Permintaan Jenis Produk
Komoditas Perkebunan Utama. Bogor :
Departemen Pertanian
Silalahi, Bayu Geo S. 2007. Daya Saing Komoditas
Nenas dan Pisang Indonesia di Pasar
Internasional. Skripsi Program Sarjana Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi di Negara
Sedang Berkembang Kasus Indonesia. Jakarta :
Ghalia Indonesia
Turukay, Martha. 2008. Analisis Permintaan Ekspor
Kopra Indonesia Di Pasar Dunia. Jurnal
Agroforestri. Volume III No. 2. Hlm 1. Juni
United Nation Statistics. 2015. United Nations
Commodity Trade (UN COMTRADE) Statistics
Database. http://unstats.un.org/unsd/Comtrade8.
Diakses 16 Januari 2015.

53
54
Efektivitas Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT.
Coca - Cola Bottling Indonesia
The Effectiveness of Corporate Social Responsibility (CSR) of PT. Coca-Cola Bottling
Indonesia (Case Study on Coke Farm, PT. CCBI Rancaekek, West Java)
Cut Putri Pohan1, Anne Charina2
1Universitas Padjadjaran, Bandung, Pohancutputri@yahoo.co.id
2Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSTRAK
Adanya Peraturan Pemerintah No. 47/2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan mendorong semua perusahaan untuk melaksanakan Corporate Social
Responsibility (CSR). PT. Coca–Cola Bottling Indonesia (CCBI), adalah perusahaan
Kata Kunci: yang telah menjalankan peraturan pemerintah tersebut dan memiliki berbagai jenis
Evaluasi program CSR. Salah satu program CSR PT. CCBI berfokus pada bidang pertanian
CSR yang dikenal dengan Coke Farm. Coke Farm sudah menunjukkan eksistensinya
CCBI dengan berhasil meraih beberapa penghargaan. Penelitian ini bertujuan untuk
Efektivitas mengevaluasi tingkat efektivitas pelaksanaan CSR Coke Farm dan mengidentifikasi
Kendala kendala yang dihadapi selama pelaksanaan CSR. Desain penelitian yang digunakan
desain kualitatif dengan teknik penelitian studi kasus. Informan dalam penelitian ini
adalah dua orang karyawan divisi Corporate Affairs dan empat orang petani binaan
Coke Farm. Data yang digunakan data primer dan sekunder. Analisis data
menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
efektivitas Coke Farm tergolong dalam kategori cukup efektif, dengan skor maksimum
sebesar 142. Total skor ini diperoleh berdasarkan hasil penilaian empat petani binaan
yang berperan sebagai objek penerima program CSR Coke Farm.

ABSTRACT

The Regulation No. 47/2012 on Social and Environmental Responsibility encourages


all companies to implement Corporate Social Responsibility (CSR). PT. Coca-Cola
Bottling Indonesia (CCBI), is the company that has implemented the regulation. PT.
CCBI has various types of CSR program, one of them focuses on agriculture, well
Keywords: known as Coke Farm. Coke Farm has demonstrated its existence by successfully won
Evaluation several awards. This study aimed to evaluate the effectiveness of Coke Farm
CSR implementation afterward identify the constraints that were encountered during the
CCBI program implementation. The research design was qualitative with case study
Efectiveness technique. Informants were two employees of Corporate Affairs division and four
assisted farmers of Coke Farm.The data used primary and secondary data. Data was
Contsraint
analyzed by using descriptive analysis. The results showed that the effectiveness of
Coke Farm is classified in the quite effective category, got total score worth 142. The
total score was obtained based on the assessment of four fostered farmers who act as
the objects of the CSR program.

* Cut Putri Pohan – Universitas Padjadjaran


Alamat e-mail: Pohancutputri@yahoo.co.id

55
PENDAHULUAN Rancaekek dalam menjalankan kegiatan CSR Coke
Adanya kebijakan pemerintah yang diatur dalam Farm yang digambarkan dengan menggunakan
UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan Fishbone Diagram, serta akan dicari solusi yang
Peraturan Pemerintah No. 47/2012 tentang Tanggung tepat untuk menanggulanginya.
Jawab Sosial dan Lingkungan, mendorong semua
perusahaan untuk menjalankan peraturan tersebut Tabel 1. Kegiatan yang Dilakukan di Coke Farm PT. CCBI
Rancaekek 2015
dengan cara mendirikan program Corporate Social
Responsibility (CSR) di berbagai bidang. No Nama Kegiatan
PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, merupakan
1 Fishpond Pembudidayaan ikan
salah satu perusahaan industri minuman ringan
terkemuka di Indonesia yang sudah menjalankan 2 Penanaman Pembibitan dan
peraturan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab bibit Pohon budidaya tanaman
sosial dan lingkungan. PT. CCBI memiliki berbagai 3 Tea Leaves- keras.
Pembuatan kompos dari
macam program CSR, salah satu program CSR PT. Composting ampas teh frestea.
CCBI Rancaekek berfokus di bidang pertanian, 4 .Solid Waste Kegiatan mendaur ulang
dikenal dengan istilah Coke Farm. Recycling botol sisa dari PT. CCBI.
Wilayah operasional yang pertama kali 5 Organic- Pengelolaan lahan
menjalankan CSR dalam bentuk Coke Farm adalah Green House perkebunan organik.
PT. CCBI Rancaekek, Jawa Barat tepatnya pada
tahun 2009. Coke Farm Rancaekek tersebut memiliki Sumber: Coke Farm PT. CCBI 2015.
beberapa sub program yang dijelaskan pada tabel 1.
Coke Farm PT. CCBI Rancaekek menunjukkan
Tabel 1. Kegiatan yang Dilakukan di Coke Farm PT. CCBI eksistensinya pada beberapa ajang penghargaan
Rancaekek 2015 CSR yang dilaksanakan oleh pemerintah dan LSM.
No Nama Kegiatan Coke Farm berhasil meraih beberapa penghargaan
1 Fishpond Pembudidayaan ikan sejak mulai berdiri sampai saat ini. Namun,
2 Penanaman Pembibitan dan budidaya eksistensi Coke Farm terebut belum tentu
bibit Pohon tanaman keras. berbanding lurus dengan harapan dan manfaat yang
3 Tea Leaves- Pembuatan kompos dari didapatkan oleh objek yang menerimanya.
Composting. ampas teh frestea. Ketertarikan inilah yang mendorong peneliti berniat
4 Solid Waste Kegiatan mendaur ulang untuk melakukan evaluasi terhadap program CSR
Recycling botol sisa dari PT. CCBI. tersebut dengan cara menganalisis tingkat
5 Organic- Pengelolaan lahan efektivitas program CSR Coke Farm berdasarkan
Green House perkebunan organik. sudut pandang petani, selaku objek yang
Sumber: Coke Farm PT. CCBI 2015. menerimanya, yang diukur dengan menggunakan
Model Evaluasi Kickpatrick.
Coke Farm PT. CCBI Rancaekek menunjukkan
eksistensinya pada beberapa ajang penghargaan CSR KERANGKA TEORI / KERANGKA KONSEP
yang dilaksanakan oleh pemerintah dan LSM. Coke Adanya kebijakan pemerintah yang diatur
Farm berhasil meraih beberapa penghargaan sejak dalam UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas
mulai berdiri sampai saat ini. Namun, eksistensi Coke dan Peraturan Pemerintah No. 47/2012 tentang
Farm terebut belum tentu berbanding lurus dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, mendorong
harapan dan manfaat yang didapatkan oleh objek semua perusahaan khususnya yang bergerak dalam
yang menerimanya. bidang industri menjalankan peraturan tersebut
Ketertarikan inilah yang mendorong peneliti dengan melaksanakan CSR dengan berbagai macam
berniat untuk melakukan evaluasi terhadap program bidang seperti bidang pendidikan, kesehatan,
CSR tersebut dengan cara menganalisis tingkat infrastruktur, pengembangan usaha mikro, pertanian
efektivitas program CSR Coke Farm berdasarkan dan lain sebagainya.
sudut pandang petani, selaku objek yang PT. Coca-Cola Bottling Indonesia,
menerimanya, yang diukur dengan menggunakan merupakan salah satu perusahaan industri minuman
Model Evaluasi Kickpatrick. ringan terkemuka di Indonesia yang sudah
Selanjutnya akan ditinjau lebih lanjut lagi apa menjalankan peraturan pemerintah sebagai bentuk
saja kendala dan masalah yang dihadapi PT. CCBI tanggung jawab sosial dan lingkungan. PT. CCBI

56
memiliki berbagai macam program CSR, bahkan ada Coke Farm PT. CCBI di wilayah operasional
salah satu program CSR PT. CCBI yang berfokus Jawa Barat dipilih karena merupakan inisiator
pada dunia pertanian, dikenal dengan istilah Coke pembentukan Coke Farm. Coke Farm pertama kali
Farm. Wilayah operasional yang pertama kali didirikan di wilayah operasional Jawa Barat pada
menjalankan CSR dalam bentuk Coke Farm adalah tahun 2009 kemudian diikuti oleh wilayah
PT. CCBI Rancaekek, Jawa Barat tepatnya pada operasional lainnya pada tahun-tahun berikutnya.
tahun 2009. Desain penelitian yang digunakan dalam
PT. CCBI Rancaekek, tentunya melibatkan penelitian ini adalah desain kualitatif. Teknik yang
masyarakat, khususnya petani sekitar pabrik dalam digunakan adalah studi kasus. Yin (2008)
mengolah program CSR Coke Farm tersebut. Coke menyatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian
Farm sebagai salah satu program CSR yang sudah studi kasus tidak sekedar untuk menjelaskan seperti
dijalankan PT. CCBI Rancaekek menunjukkan apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan
eksistensinya pada beberapa ajang penghargaan CSR bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut
yang dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun dapat terjadi.
LSM. Coke Farm berhasil meraih beberapa
penghargaan sejak mulai berdiri sampai saat ini. Cara Menentukan Data
Namun, eksistensi Coke Farm terebut belum tentu Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
berbanding lurus dengan harapan dan manfaat yang adalah data primer dan data sekunder. Informan
didapatkan oleh objek yang menerimanya. dalam penelitian ini adalah orang-orang yang
Ketertarikan inilah yang mendorong peneliti dianggap tahu, terlibat dan telah merasakan dampak
berniat untuk melakukan analisis efektivitas pada dari adanya program CSR Coke Farm, yang
program CSR di Coke Farm berdasarkan sudut diantaranya dua orang karyawan divisi Corporate
pandang petani, selaku objek yang menerimanya, Affairs PT. CCBI Rancaekek dan empat orang petani
yang diukur dengan menggunakan Model Evaluasi binaan Coke Farm.
Kickpatrick. Dari hasil analisis ini, akan didapatkan
nilai yang menggambarkan tingkat efektivitas HASIL DAN PEMBAHASAN
pelaksanaan program CSR tersebut yang dirasakan
oleh petani binaan. 1. Efektivitas Program CSR Coke Farm PT.
Selanjutnya akan ditinjau lebih lanjut lagi CCBI Rancaekek
apa saja kendala dan masalah yang dihadapi PT.
CCBI Rancaekek dalam menjalankan kegiatan CSR Analisis efektivitas Program CSR Coke Farm PT.
Coke Farm dengan menggunakan Fishbone CCBI Rancaekek diukur dengan menggunakan
Diagram, serta bagaimana solusi untuk menghadapi. model evaluasi Kirkpatrick. Model ini mencakup
Hal ini berguna dalam membantu PT. CCBI empat level evaluasi, diantaranya reaction, learning,
Rancaekek untuk melakukan evaluasi lebih lanjut behavior, dan result. Model ini digunakan sebagai
berkaitan tingkat efektivitas pelaksanaan program acuan penulis dalam membuat daftar pertanyaan dan
CSR di Coke Farm tersebut. mencari informasi dari informan.

METODE PENELITIAN (1) Reaksi (Reaction)


Tabel 2. Banyaknya Informan yang Memberikan Reaksi
Objek dalam penelitian ini adalah petani binaan Informan terhadap Program CSR Coke Farm PT.CCBI 2015
Coke Farm PT. CCBI Rancaekek. Penelitian No Variabel Skala Skor
dilakukan di Coke Farm PT. Coca-Cola Bottling 3 2 1 Aktual Ideal
1 Bobot materi yang
Indonesia yang berlokasi di Jalan Raya Bandung- disampaikan 2 2 0 10 12
Garut KM 26, Rancaekek. Jawa Barat Indonesia. pemberdaya
PT. CCBI Rancaekek, Jawa Barat dipilih karena 2 Kesigapan dalam
menyediakan sarana 0 0 4 4 12
merupakan perusahaan di sektor industri yang input
program CSR-nya didedikasikan untuk dunia 3 Bantuan yang
1 0 3 6 12
pertanian. Program CSR yang dipilih dalam didapatkan petani
4 Penentuan jadwal
penelitian kali ini adalah Coke Farm. Coke Farm pelatihan
1 1 2 7 12
dipilih selain karena berfokus pada dunia pertanian, 5 Ketertarikan terhadap
4 0 0 12 12
penulis juga mengamati adanya hubungan yang kegiatan di Coke Farm
TOTAL 39 60
saling berkaitan antar kegiatan didalamnya. Keterangan:
Skala 3 untuk jawaban baik, Skala 2 untuk jawaban cukup baik

57
Skala 1 untuk jawaban tidak baik Keterangan:
(2) Pembelajaran (Behaviour) Skala 3 untuk jawaban baik
Skala 2 untuk jawaban cukup baik
Skala 1 untuk jawaban tidak baik
Tabel 3. Banyaknya Informan yang Memberikan Nilai
Pembelajaran yang Didapatkan dari Program CSR Coke Farm
PT.CCBI 2015
N Skor
Skala Skor Variabel Persentase
No Variabel o Aktual Ideal
3 2 1 Aktual Ideal
1 Reaksi (Reaction) 39 60 65%
Penerapan pertanian
1 0 0 4 4 12 2 Pembelajaran (Learning) 36 48 75%
organik
Perubahan Perilaku 63%
Penyampaian 3 38 60
(Behaviour)
2 pengetahuan pertanian 4 0 0 12 12
organik 4 Hasil Akhir (Result) 29 60 48,3%
Respon petani lain TOTAL SKOR 142 228 62,2%
3 terhadap pertanian 0 1 3 5 12 Tabel 6. Rekapitulasi Tanggapan Informan terhadap Efektivitas
organik Program CSR Coke Farm PT.CCBI 2015
Percobaan
4 berwirausaha bibit 2 0 2 8 12
tanaman keras Diperoleh total skor efektivitas pelaksanaan
Penyampaian program CSR Coke Farm PT. CCBI Rancaekek
5 informasi wirausaha 1 3 0 9 12 dengan cara menjumlahkan total skor pada tabel 2
bibit tanaman keras
TOTAL 38 60 sampai dengan tabel 5. Menurut perhitungan skala
likert, interval nilai antara 76 – 126,6 tergolong
Keterangan: dalam kategori tidak efektif, sedangkan interval nilai
Skala 3 untuk jawaban baik
Skala 2 untuk jawaban cukup baik antara 126,7 – 177,2 tergolong dalam kategori cukup
Skala 1 untuk jawaban tidak baik efektif dan interval nilai antara 177,2 – 228 dapat
dikatakan efektif.
(3) Perilaku (Behaviour) Total skor keseluruhan yang diperoleh dari
Tabel 4. Banyaknya Informan yang Merasakan Perubahan
Perilaku Akibat Program CSR Coke Farm PT.CCBI 2015 tingkat efektivitas program CSR Coke Farm PT.
Skala Skor
CCBI Rancaekek adalah sebesar142 dari skor ideal
No Variabel 228. Dengan total skor tersebut, maka dapat
3 2 1 Aktual Ideal
Peningkatan disimpulkan bahwa program CSR Coke Farm PT.
1 pengetahuan 4 0 0 12 12
pertanian organik
CCBI Rancaekek termasuk dalam kategori cukup
Peningkatan efektif. Penilaian ini diperoleh berdasarkan hasil
2
pengetahuan pe-
4 0 0 12 12 persepsi empat informan yang mana berperan sebagai
ngembangan usaha
tani objek yang menerima program CSR tersebut selaku
Peningkatan petani binaan di Coke Farm PT. CCBI Rancaekek.
3 pengetahuan dalam 0 0 4 4 12
teknologi pertanian
Peningkatan
4 kemampuan 2 0 2 8 12 PENUTUP
berkomuni-kasi Kesimpulan
TOTAL 36 48
Hasil penelitian mengenai tingkat efektivitas
Keterangan:
Skala 3 untuk jawaban baik menunjukkan bahwa program CSR Coke Farm PT.
Skala 2 untuk jawaban cukup baik CCBI Rancaekek tergolong dalam kategori cukup
Skala 1 untuk jawaban tidak baik efektif, dengan persentase 62,2 %. Dari keempat poin
yang digunakan untuk mengukur efektivitas
(4) Hasil Akhir (Result)
Tabel 5. Banyaknya Informan yang Merasakan Hasil Akhir dari
berdasarkan model evaluasi Kickpatrick,
Program CSR Coke Farm PT.CCBI 2015 pembelajaran (learning) merupakan poin yang paling
No Variabel Skala Skor
efektif yang dapat diterima oleh informan (75%).
3 2 1 Aktual Ideal Sementara hasil akhir (result) mendapatkan nilai
1
Peningkatan hasil
0 0 4 4 12 terendah (48,3%).
panen
Kemampuan
2 mengajak petani 0 1 3 5 12 Saran
lain bergabung
1) PT. CCBI Rancaekek diharapkan dapat
3 Peningkatan profit 2 0 2 8 12 membentuk badan pengawasan khusus untuk
4
Kerjasama antar
0 4 0 8 12 Coke Farm, yang mana pihak tersebut harus
petani binaan
Peningkatan
berasal dari pihak PT. CCBI Rancaekek agar
5 0 0 4 4 12
solidaritas
TOTAL 29 60

58
dapat melaksanakan tanggung jawab dan Muh. Aris Marfa’i. 2005. Moralitas Lingkungan
fungsinya dengan lebih netral. Refleksi Kritis Atas Kritis Lingkungan
2) Dalam melakukan evaluasi program CSR suatu Berkelanjutan. Cetakan kedua. Yogyakarta:
Perseroan Terbatas (PT), pemerintah sebaiknya Kreasi Wacana.
juga memperhatikan tingkat efektivitasnya dari Nasution, S. 2003. Metode Research. Cetakan
sudut pandang pihak yang menerima, bukan keenam. Jakarta: Bumi Aksara.
hanya dari ide dan gagasan yang disampaikan Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Cetakan
pihak pelaksana. kelima. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
3) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat Prabowo, Angga. 2009. Kajian Efektivitas Program
melakukan penelitian sejenis dengan CSR Yayasan Unilever Indonesia. Jakarta.
menggunakan variabel penelitian yang lebih Purba, H.H. 2008. Diagram fishbone dari Ishikawa.
operasional dengan cara melakukan evaluasi http://hardipurba.com/2008/09/25/diagram-
program CSR Coke Farm dengan lebih terfokus fishbone-dari-ishikawa.html (Diakses pada 9
pada setiap sub-program CSR agar hasil Mei 2015)
penelitiannya lebih teliti. Selain itu, dalam Rajagukguk, Erman. 1994. Kontrak Dagang
menentukan skala pengukuran sebaiknya Internasional dalam Praktik diIndonesia.
diperhatikan dan diperjelas lagi apa saja Jakarta: Universitas Indonesia.
indikator yang dapat digunakan sebagai acuan Rinaldy, Yosua., 2014. Pengaruh Pengungkapan
dalam menentukan baik, cukup baik atau tidak Corporate Social Responsibility terhadap
baiknya suatu variabel. Kepemilikan Institusional Pada Perusahaan
Berkategori High-Profile yang Listing Di
DAFTAR PUSTAKA Bursa Efek Indonesia. Semarang:
Universitas Diponegoro. (Diakses pada 11
Amri, Mulya dan Wicaksono Sarosa. 2008. CSR Januari 2015).
Untuk Penguatan Kohesi Sosial. Jakarta: Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial.
Indonesia Business Links. Cetakan kelima, Bandung: PT. Remaja
Asniwaty, Besse. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Rosadakarya Bandung.
Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT. Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu
Pupuk Kaltim. Bandung: Unpad. Pengantar. Jakarta: Divisi Buku Perguruan
Bappenas. 2009. Analisis dan Formulasi Kebijakan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada.
Pemanfaatan Sumber-sumber Pendanaan Sugiono. 2014. Perubahan Lahan Pertanian
Pembangunan Non-APBN (Optimalisasi Produktif Menjadi Non Produktif Akibat
Pelaksanaan KPS dan CSR. Jakarta: Jurnal Industri Genteng Di Pejagoan Kebumen
Info Kajian Bappenas. Dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta:
Dewi, Friska Meriana. 2013. Tinjauan Terhadap Skripsi UIN. (Diakses pada 20 Desember
Efektivitas Pelatihan Kerja Karyawan 2014)
Bagian Produksi Pabrik Gula Sumberharjo Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif,
Pemalang. Salatiga: Skripsi Fakultas Kuantitatif dan R&D. Cetakan ke-13.
Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Bandung: Alfabeta Cv Bandung.
Satya Wacana. Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif.
Gaspersz, V. dan A. Fontana. 2011. Integrated Cetakan kesepuluh. Bandung: Alfabeta Cv.
Management Problem Solving Panduan bagi Supraidinata, Wahyu. 2013. Analisis Efektivitas CSR
Praktisi Bisnis dan Industri. Vinchristo Dalam Menyelesaikan Masalah Sosial
Publication. Lingkungan Perusahaan. Bandung.
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/ Tague, N. R. 2005. The quality toolbox. Milwaukee,
artikel/418-artikel-soft-competency/10999- Wisconsin: ASQ Quality Press.
teknik-ilustrasi-masalah-fishbone-diagrams http://asq.org/quality-press/display
(Diakses pada 9 Mei 2015) item/index.html?item=H1224 (Diakses pada
Kartini, Dwi. 2009. Corporate Social Responsibility, 9 Mei 2015)
Transformasi Konsep Susainability Tuwu, Alimuddin. 1998. Pengantar Metode
Management dan Implementasi di Indonesia. Penelitian. Jakarta: Penerbit Universitas
Bandung: PT. Refika Aditama. Indonesia.

59
Untung, Hendrik Budi. 2008. Corporate Social
Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika.
Wibisono, Yusuf., Membedah Konsep dan Aplikasi
CSR. 2007. Gresik: Fascho Publishing.
Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program
Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik.

60
Pemasaran Tanaman Hias Petani yang tergabung pada Asosiasi Petani
Pedagang Tanaman Hias Cihideung (APPTHC) di Desa Cihideung Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat
Ornamental Plants Marketing that is done by Farmers who are members of Cihideung
Ornamental Plants Farmers and Sellers Association (APPTHC) in Cihideung Village
Parongpong District, West Bandung
Dini Rochdiani, Sara Ratna Qanti
Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Jatinangor –Sumedang Jawa Barat

ABSTRAK
Permintaan terhadap tanaman hias di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup
baik, terbukti dengan meningkatnya peringkat Indonesia dari urutan ke 51 menjadi
urutan ke 48 sebagai negara pengekspor tanaman hias dunia. Peningkatan ini
Kata Kunci: berpengaruh kepada keinginan petani pedagang tanaman hias untuk dapat memenuhi
Tanaman hias tingginya permintaan terhadap tanaman hias tersebut. Dalam usaha untuk memenuhi
Pemasaran tingginya permintaan, petani pedagang tanaman hias mengalami beberapa kendala
APPTHC dalam proses agibisnis tanaman hias, yaitu permasalahan dalam pemasaran yaitu
Diversifikasi konsentrik pengiriman tanaman hias kepada konsumen yang tidak begitu cepat. Terhambatnya
Penetrasi pasar aspek distribusi yang tidak cepat dan tidak efisien disebabkan sifat tanaman hias yang
mudah rusak dan kualitas yang tidak bisa dipertahankan dengan baik. Penelitian ini
menggunakan metode analisis SWOT dengan teknik analisis matriks Eksternal Factor
Evaluation (EFE) dan matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Hasil penelitian
menunjukan beberapa hasil sebagai berikut: (1) nilai dari matriks EFI sebesar 2.40
yang artinya di bawah nilai rata-rata 2.50, (2) nilai dari matriks EFE sebesar 2.68 yang
artinya di atas nilai rata-rata 2.50. Alternatif strategi yang dirumuskan dari faktor
internal dan faktor eksternal pemasaran APPTHC pada matriks QSP menghasilkan tiga
prioritas strategi yang dapat dilakukan perusahaan, yaitu strategi diversifikasi
konsentrik, strategi pengembangan produk, dan strategi penetrasi pasar.

ABSTRACT

Demand for ornamental plants in Indonesia has increased significantly. It is showed


by the increasing world rank of Indonesia as an ornamental plant exporting country
from 48 in 2009 to 46 in 2013. This increasing affects farmer’s willingness to fulfill
the demand. In attemp to meet the increasing demand, there are several issues that are
Keywords: faced by the farmers, mainly on the product delivery and distrubution. Inefficient
Ornamental plans distribution that is caused by the nature of the ornamental plants. SWOT analysis with
Marketing Eksternal Factor Evaluation (EFE) and Internal Factor Evaluation (IFE) matrixes are
APPTHC used in this study. This study shows several results as follows: (1) EFI matrix point at
Concentric 2.40 which is below the average point at 2.50, (2) EFE matrix point at 2.68 which is
below the average point at 2.50. Alternative strategies that are formulated from the
diversification
internal and external marketing factors of APPTHC on the QSP matrix are consentrict
Market penetration diversification strategy, product development strategy, and market penetration
strategy.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: dini.rochdiani@yahoo.co.id

61
1. PENDAHULUAN peningkatan produksi tanaman hias 28 juta tangkai.
Bisnis tanaman hias nasional dalam periode Tanaman hias yang diperdagangkan di Indonesia
lima tahun terakhir menunjukkan kinerja yang sangat menarik dapat dilihat dari jumlah, variasi jenis
menggembirakan. Agribisnis tanaman hias memiliki dan penampilan. Besarnya permintaan terhadap
keragaman tanaman meliputi tanaman hias angrek, tanaman hias menjadikan prospek bisnis tanaman
gerbera, kenanga, krisan, mawar, melati dan sedap hias cukup menjanjikan. Mengenai jumlah tanaman
malam. Bisnis tanaman hias semakin semarak di hias dan bunga potong distribusinya disajikan pada
berbagai daerah yang ditandai dengan meningkatnya Tabel 2.
luas area tanam, nilai transaksi penjualan, jangkauan Salahsatu sentra produksi tanaman hias di
pemasaran dan tumbuhnya industri jasa penunjang. Jawa Barat yaitu Desa Cihideung Kecamatan
Pemasaran tanaman hias dilakukan di dalam dan luar Parongpong Kabupaten Bandung Barat dan para
negeri. Pengusaha tanaman hias nasional turut petaninya tergabung dalam Asosiasi Petani Pedagang
berkontribusi pada pasar internasional yang bernilai Tanaman Hias Cihideung (APPTHC). Tanaman hias
180 milyar dollar US pada tahun 2009. Jika pada yang dihasilkan oleh para petani yang tergabung ke
tahun 2009 Indonesia menempati urutan ke 48 dalam APPTHC harus dapat terjual kepada
pengekspor tanaman hias dunia, pada tahun 20013 konsumen secara kontinyu dengan harga yang dapat
peringkat tersebut meningkat menjadi urutan ke 46 menguntungkan petani. Meningkatnya produksi
dunia (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2013). tanaman hias yang dihasilkan oleh petani tanaman
hias, terutama krisan dan mawar menjadi
Tabel 1. Produksi Tanaman Hias di Propinsi Jawa Barat, permasalahan utama dalam memenuhi permintaan
Tahun 2009-2013. konsumen. Oleh karena itu, APPTHC sebagai
N Tanaman Tahun (ribu tangkai)
o Hias 2009 2010 2011 2012 2013 organisasi bisnis harus dapat memasarkan tanaman
1 Anggrek 5.618 hias yang dihasilkan oleh petani tanaman hias.
765 2.342 4.307 1.659 APPTHC perlu meninjau kembali strategi
2 Anthuriu 851
m 805 1.060 789 924 pemasarannya sebagai upaya untuk meningkatkan
3 Gerbera 3.471 penjualan dan mempertahankan kelangsungan
3.329 3.789 4.643 4.536 usahatani tanaman hias. APPTHC sangat dirasakan
4 Gladiol 14.86 10.85 5.844
6 9 7.562 8.754 manfaatnya bagi petani-pedagang tanaman hias,
5 Krisan 23.38 36.75 46.21 47.09 51.451 terutama dalam membantu pemasaran tanaman hias
7 0 9 1 para petani. Permasalahan distribusi yang
6 Heliconia 1.230
285 457 746 667 dihadapi APPTHC dalam usaha tanaman hias adalah
7 Melati 200 pengiriman tanaman hias kepada konsumen tidak
(ribu Kg) 165 145 137 356 begitu cepat. Terhambatnya aspek distribusi yang
8 Palem 322
(ribu 99 193 247 352 tidak cepat dan tidak efisien disebabkan sifat
pohon) tanaman hias yang mudah rusak dan kualitas yang
9 Sedap 5.064 tidak bisa dipertahankan dengan baik. Selain itu
Malam 5.612 7.864 9.223 7.719
10 Mawar 4.852 APPTHC kurang melakukan kegiatan promosi
2.268 6.968 8.649 7.292 produk tanaman hias dengan lancar, APPTHC
11 Anyelir 1.559 seharusnya perlu menambahkan strategi pemasaran
1.420 1.498 238 1.153
12 Dracaena 1.133 yang lebih baik agar volume penjualan meningkat.
786 658 607 1.733 Strategi pemasaran yang tepat berkaitan dengan
Total 53.78 72.58 83.36 82.23 81.593 produk (product), harga (price), tempat (place) dan
7 2 8 6
Sumber : Dinas Pertanian Jabar, 2013. promosi (promotion) yang dilakukan oleh APPTHC,
terutama para petani sebagai anggotanya.
Tabel 1 memperlihatkan produksi tanaman hias di Berdasarkan uraian diatas, maka menarik untuk
propinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari dilakukan penelitian mengenai sejauhmana
tahun 2009 sampai tahun 2011 dan tahun 2011 Pemasaran Tanaman Hias Petani yang tergabung
sampai 2012 terjadi penurunan jumlah produksi pada Asosiasi Petani Pedagang Tanaman Hias
tanamana hias. Hal ini disebabkan turunnya Cihideung (APPTHC) dilihat dari strategi pemasaran
permintaan terhadap tanaman hias anggrek, sedap yang dilakukannya.
malam dan mawar lebih dari satu juta tangkai. Pada
tahun 2009 total produksi tanaman hias mencapai 53
juta tangkai, sedangkan pada tahun 2013 total
produksi tanaman hias meningkat menjadi 81 juta
tangkai. Antara tahun 2009 sampai 2013 terjadi

62
Tabel 2. Jumlah Tanaman Hias dan Bunga Potong yang Terjual Setiap Minggu di Beberapa Wilayah di Indonesia (ribuan
tangkai)

Jenis
Jakarta Medan Bandung Surabaya Malang Denpasar Makasar Jumlah
tanaman
Anggrek 225,5 15 6,2 4 5,5 6 10,2 271,1
Mawar 330,9 - 35 7 7 8,8 - 388,7
Krisan 58,7 10 10 4,7 6 0,9 - 91,1
Gerbera 149,2 40 15 29 25 - - 278,2
Gladiol 54,7 15 12,5 11 10 14 - 127,2
Anthurium 19,2 19 10 5,7 2,8 5 - 62,7
Jumlah 855,5 109 103,7 65,4 65 37,7 10,2 1.219
Sumber : ASBINDO, 2012

2. KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Tanaman hias bunga mempunyai daya tarik


pada bunga dengan warna yang menarik, bentuk yang
2.1. Agribisnis Tanaman Hias indah dan mempesona, bau yang harum, atau ukuran
Tanaman hias merupakan salah satu komoditi bunganya yang istimewa. Sedangkan tanaman hias
hortikultura yang mencakup semua tanaman, baik daun memiliki daya tarik tersendiri pada bagian
berbentuk terna, merambat, semak, perdu, ataupun daunnya. Daya tarik tanaman hias daun disebabkan
pohon, yang sengaja ditanam orang untuk dinikmati karena keadaan, bentuk, warna, maupun komposisi
keindahannya. Industri tanaman hias meliputi daun dengan batang yang indah dan bernilai estetik
budidaya tanaman dalam pot, bunga potong dan yang tinggi. Tanaman hias batang mengandalkan
bunga hias lainnya. Rahardi (2002) mengatakan, keindahan batang yang ditampilkan dalam bentuk
bahwa tanaman hias meliputi tanaman pot, bunga dan warna yang menarik.
potong, kaktus, bonsai, dan tanaman hidroponik. Secara diagramatis, mata rantai agribisnis
Tanaman hias juga merupakan semua jenis tanaman dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini :
yang mempunyai nilai hias baik hias bunga, hias Domes
Subsist Subsis Subsiste tik
daun, hias tajuk, hias cabang, hias buah, maupun hias
em tem m Subsis
aroma. Pengelompokkan tanaman hias berdasarkan tem
sarana usahat agroind
jenisnya disajikan pada Tabel 3. produk ani/ ustri pemas
si produ pengola aran
Tabel 3. Pengelompokan Tanaman Hias Berdasarkan ksi han Ekspor
Jenisnya
Tanaman Hias Tanaman Hias Daun Tanaman Hias
Bunga Batang
Azela, Sri rejeki, Kuping Palem merah,
Begonia, gajah, Cemara, Palem kuning,
Bougenville, Norfolk, Kaki gajah, Palem botol, Gambar 1. Mata Rantai Agribisnis
Krisan, Cinta Begonia, Daun keladi, Kaktus Sumber : Departemen Pertanian, 2010
abadi, Pisang Meranti macan, Lili
hias, Bakung, paris, puring, Jawer Adapun teknologi yang dilakukan pada
Hortensia, kotok, Andong,
agribisnis tanaman hias menurut Dinas Pertanian
Bunga pukul Bintang timur, Rumput
empat, paying, Belonceng, Tanaman Pangan (2002) meliputi :
Geranium, Hanjuang, Cuphorbia,  Penyiapan Lahan
African violet, Fittonia, Beringin, Lahan adalah salah satu faktor produksi yang
Gloxinia Karet kerbau, Daun ketersediaannya merupakan salah satu syarat untuk
beludru, Sambang
darah, Arairut, dapat berlangsungnya proses produksi di bidang
Monster, sirih-sirihan, pertanian. Produktivitas dari lahan sangat
Philo, Daun mutiara, dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, tekstur
Lidah mertua, tanah, serta ketersediaan air dan iklim yang cocok.
Walisongo, Sirih
belanda, Mega  Penyediaan Bibit
mendung, Suplir, Bibit tanaman hias yang digunakan berasal
Asparagus, Sikas, dari pembiakan generatif (biji atau benih) dan
Palem wregu, Palem vegetatif (stek, cangkok, okulasi). Umumnya, bibit
kipas
vegetatif lebih cepat dipetik daripada bibit generatif.
Sumber : ASBINDO, Tahun 2012.
Bibit vegetatif yang baik adalah bibit yang
mempunyai daya kecambah lebih dari 90 %,
63
sedangkan bibit generatif yang baik, berasal dari bauran pemasaran. Definisi dari bauran pemasaran
induk tanaman yang baik pertumbuhannya dan cukup adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan
umur (Rahardi, 2002). perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan
pasarnya di pasar sasaran. Kotler (2002),
 Pupuk mempopulerkan sebuah klasifikasi yang dikenal
Pupuk digunakan dalam budidaya tanaman dengan empat P (four Ps), yaitu : Product (produk),
hias terdiri atas pupuk organik dan pupuk anorganik. Price (harga), Place (tempat atau distribusi), dan
Pupuk organik bersifat memperbaiki struktur tanah, Promotion (promosi).
menaikkan daya serap tanah terhadap air dan
menaikkan kondisi hidup dalam tanah. Jenis-jenis 3. METODE PENELITIAN
pupuk organik antara lain pupuk kandang, pupuk Obyek penelitian ini adalah pemasaran
hijau, kompos, dan humus, sedangkan pupuk tanaman hias yang dilaksanakan oleh petani yang
anorganik dapat dibedakan atas pupuk yang tergabung di APPTHC di Desa Cihideung
mengandung satu macam zat hara misalnya Urea, Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat.
TSP, KCL dan DS, serta pupuk yang mengandung Tempat penelitian ini dipilih dengan pertimbangan
lebih dari satu macam zat hara misalnya NPK, bahwa APPTHC merupakan sentra penghasil dan
Megamp plus KPK, dan Dekaform (Rahardi, 2002). pemasok tanaman hias di Kabupaten Bandung Barat.
 Pestisida Untuk mengetahui strategi pemasaran tanaman
Pestisida adalah racun untuk membunuh hama hias, menggunakan analisis SWOT dengan melihat
dan penyakit pengganggu tanaman. Jenisnya lingkungan eksternal perusahaan untuk memberi
bermacam-macam yakni insektisida, fungisida, gambaran tentang kondisi usahatani tanaman hias
herbisida, namatisida, bakterisida, dan akarisida. lokal dan mendapatkan hasil berupa peluang dan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih ancaman yang dihadapi perusahaan, dan analisis
pestisida yaitu zat/bahan aktif, merek, dosis, bentuk lingkungan internal perusahaan untuk
dan cara kerjanya pengertian bahan aktif sangant mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang
berbeda dengan merk, dimana merek biasanya dimiliki APBI. Dalam hal ini menggunakan teknik
terlihat jelas, sedangkan bahan aktif terdapat didaftar analisis matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
komposisi. Orang membeli pestisida kebanyakan dan matriks Internal Factor Evaluation (IFE).
memilih merek, padahal yang terpenting adalah
bahan aktifnya karena bahan aktif tertentu Tabel 4. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
membunuh hama atau penyakit tertentu (Rahardi,
Faktor-faktor Bobot Rating Skor
2002). Eksternal Pembobotan
Peluang
2.2. Strategi Pemasaran Ancaman
Menurut Kotler (1991), strategi pemasaran
Total
adalah suatu rangkaian tujuan kebijaksanaan dengan
caranya tersendiri sebagai pedoman untuk
memasarkan hasil produksinya pada waktu yang Tabel 5. Matriks Internal Factor Evaluation (EFI)
akan datang sebagai pedoman untuk meningkatkan,
Faktor-faktor Bobot Rating Skor
mengkombinasikan dan mengalokasikan dalam Eksternal Pembobotan
menghadapi perubahan-perubahan dan Kekuatan
memperhatikan lingkungan serta persaingan yang Kelemahan
ada, yaitu dapat dijabarkan dalam bauran pemasaran Total
(marketing mix).
Dalam menyusun kebijakan pemasaran, hal
Matriks SWOT dapat menggambarkan secara
penting yang perlu ditentukan untuk pasar sasaran
jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
adalah dengan cara segmentasi pasar. Segmentasi
dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
pasar merupakan suatu usaha untuk meningkatkan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks
ketepatan pemasaran (Sutisna, 2001). Perusahaan
ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan
dapat menciptakan penawaran produk atau jasa yang
alternatif strategis (Rangkuti, 2008).
selaras dan mengenakan harga yang pantas bagi
kelompok sasaran tertentu.Menurut Kotler (1991),
para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk
mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar
sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu

64
Tabel 6. Matriks SWOT Kemampuan memproduksi dan mendekorasi petani
Faktor Kekuatan Kelemahan APPTHC dapat dikatakan sangat baik, hal ini terbukti
(Strength) (Weaknesses)
Internal dengan adanya kunjungan dari petani di berbagai
Faktor daerah untuk studi banding seperti petani dari daerah
Eksternal Semarang dan Lampung. Selain itu petani APPTHC
Peluang Strategi Strategi pernah dipercaya untuk menjadi tutor praktek
(Oppurtunities) Kekuatan- Kelemahan- lapangan budidaya tanaman hias bagi para Penyuluh
Peluang Peluang
Menggunakan Mengambil Pertanian perwakilan Dinas Pertanian
kekuatan untuk keuntungan Kabupaten/Kota di 13 provinsi di Indonesia yaitu
memanfaatkan dari peluang Bali, NTT, Aceh, Papua, dan lain-lain.
peluang dalam
memperbaiki
kelemahan
4.2. Faktor Lingkungan Eksternal
Ancaman Strategi Strategi Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
(Threats) Kekuatan- Kelemahan- dalam analisis lingkungan eksternal adalah faktor-
Ancaman Ancaman faktor yang berada diluar perusahaan yang dapat
Menggunakan Mengurangi menimbulkan peluang yang menguntungkan
kekuatan untuk kelemahan
menghadapi untuk perusahaan dan ancaman yang harus dihindari.
ancaman menghindari
ancaman 4.2.1. Lingkungan Makro
Sumber: Rangkuti, 2008. Lingkungan makro adalah lingkungan
eksternal perusahaan yang terdiri dari ekonomi,
4. HASIL DAN PEMBAHASAN sosial budaya dan teknologi.
4.1. Faktor Lingkungan Internal  Ekonomi
Faktor lingkungan internal merupakan faktor- Krisis ekonomi global yang melanda banyak
faktor yang berasal dari intern perusahaan yang dapat negara memiliki dampak negatif bagi petani
mempengaruhi arah dan tindakan perusahaan dalam pedagang tanaman hias. Krisis ini menyebabkan
menjalankan usahanya. Faktor-faktor internal omset penjualan mengalami penurunan. Peminat dan
perusahaan yang diidentifikasi merupakan bagian pecinta beberapa jenis tanaman hias seperti
dari strategi yang dijalankan perusahaan. Termaksuk anthurium, aglonema dan lainnya menjadi berkurang
kedalam faktor-faktor internal perusahaan adalah bahkan seakan menghilang. Peminat yang semakin
sumber daya manusia, produksi/operasional dan berkurang membuat pendapatan petani pedagang
bauran pemasaran. Desa Cihideung mengalami penurunan. Tanaman-
tanaman hias yang setahun lalu menjadi kegemaran
4.1.1 Sumber Daya Manusia masyarakat, kini sekedar menjadi pajangan yang
APPTHC saat ini memiliki anggota berjumlah kurang bernilai tinggi. Krisis ekonomi global yang
45 orang. Untuk mengetahui sumber daya manusia terjadi membuat terhambatnya pembangunan yang
yang dimiliki lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel telah dirancang oleh pemerintah baik daerah maupun
7. pemerintah pusat. Program pembangunan kompleks
Tabel 7. Sumber Daya Manusia Petani di Desa Cihideung
berdasarkan Pendidikan.
perumahan rakyat, renovasi gedung pemerintahan
dan pembuatan taman kota menjadi terhambat.
Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Program pembangunan tersebut membutuhkan
terakhir tanaman hias yang dipasok dari beberapa daerah
SD 12 26,7 termasuk Desa Cihideung. Pembangunan yang
SMP 10 22,2 terhambat menyebabkan permintaan tanaman hias
SMA 20 44,4 Desa Cihideung mengalami penurunan. Permintaan
D3/S1 3 6,7 yang menurun membuat petani pedagang Desa
Total 45 100 Cihideung menjual tanaman hias dengan harga yang
Sumber: APPTHC, 2013. relatif murah dan tidak mempunyai standar harga jual
tanaman hias yang disepakati.
Untuk mempertahankan konsistensi dalam  Sosial Budaya
menjalankan usahatani tanaman hias pihak APPTHC Usahatani tanaman hias yang dilakukan
setiap tahunnya melakukan pendidikan dan pelatihan petani pedagang bukan hanya sekedar untuk
SDM. Selain itu adanya kesadaran dari anggota mendapatkan keuntungan semata, lebih dari itu para
APPTHC untuk mengembangkan kemampuan dalam pelaku usahatani tanaman hias biasanya menjadikan
memproduksi dan mendekorasi tanaman hias kegiatan ini juga sebagai hobi. Umumnya petani dan
menjadikan usahatani tanaman hias tetap bertahan. pedagang tanaman hias Desa Cihideung yang
65
melakukan usahatani tanaman hias memulainya dari a) Sistem manajemen perusahaan yang tidak
kegemaran terhadap tanaman hias. Walaupun berjalan dengan baik.
sebagian lainnya melakukan usahatani taman hias b) Tidak ada upaya untuk mengembangkan
karena alasan bisnis. keanggotaan.
 Teknologi c) Tidak memiliki dana operasional yang
Penerapan teknologi yang dilakukan petani memadai.
pedagang Desa Cihideung dapat dikatakan masih d) Standar harga tanaman hias yang tidak ada.
sederhana. Penerapan teknologi dalam proses e) Pembinaan sumber daya manusia tidak
produksi dilakukan petani pedagang tanaman hias intensif.
Desa Cihideung dengan pembuatan bedengan, 3. Peluang
penggunaan pompa air untuk penyiraman, a) Kebutuhan masyarakat terhadap tanaman
penggunaan paranet (alat peneduh) sebagai hias sebagai hobi.
pengganti rumah kaca. Penggunaan teknologi yang b) Kepercayaan pelanggan terhadap kualitas
sederhana ini disebabkan karena keterbatasan modal tanaman hias yang berasal dari Kabupaten
usaha yang dimiliki oleh petani pedagang tanaman Bandung.
hias Desa Cihideung. c) Teknologi informasi yang berkembang
4.2.2. Lingkungan Mikro seperti media cetak dan elektronik.
Lingkungan mikro terdiri dari pelanggan dan 4. Ancaman
pesaing. a) Munculnya petani pedagang tanaman hias
 Pelanggan lain disekitar Desa Cihideung sebagai pesaing,
Pelanggan adalah pasar sasaran suatu b) Pemerintah setempat yang kurang
perusahaan yang menjadi konsumen atas barang atau memberikan dukungan dan perhatian, c)
jasa yang ditawarkan perusahaan baik itu individu- Pembangunan yang sedang lesu, akibat krisis
individu, lembaga-lembaga, organisasi-organisasi, ekonomi global.
dan sebagainya. Konsumen yang jadi pelanggan
petani pedagang Dessa Cihideung biasanya adalah 4.4. Evaluasi Faktor Internal Perusahaan
pedagang pengecer dari Kabupaten Cianjur, Jakarta, Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
dan Bogor. Selain itu petani pedagang tanaman hias digunakan untuk mempertimbangkan dan
Desa Cihideung juga menjual tanaman hias kepada mengevaluasi faktor-faktor kunci internal yang
pengusaha besar yang mengekspor tanaman hias ke terkait dengan kekuatan dan kelemahan perusahaan
luar negeri seperti Belanda, Korea Selatan, Kuwait dalam menyusun strategi pemasarannya.
dan Singapore. Volume pembelian tanaman hias oleh Berdasarkan hasil pembobotan dan peratingan,
pengusaha besar biasanya sebanyak lima trek nampak jelas bahwa APPTHC memiliki empat faktor
tanaman hias dan pemesanannya tidaklah rutin, yang menjadi kekuatan kunci dan lima faktor yang
biasanya satu tahun sekali. menjadi kelemahan kunci dalam mengembangkan
 Pesaing usahanya yang terkait dengan strategi pemasaran
Tingkat persaingan usaha tanaman hias di perusahaan.
Desa Cihideung sangatlah tinggi, dapat dilihat dari Matriks EFI (Tabel 8) memberikan nilai 2.40
jumlah petani pedagang yang ada di Desa Cihideung yang artinya total nilai di bawah rata-rata dari nilai
bahwa jumlah pedagang tanaman hias 2.357 orang. rata-rata yaitu 2.50. Nilai di bawah rata-rata
menunjukkan bahwa berdasarkan kondisi internal,
4.3. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, perusahaan memiliki posisi internal yang lemah.
Peluang dan Ancaman
4.5. Evaluasi Faktor Eksternal Perusahaan
1. Kekuatan Matriks External Factor Evaluation (EFE)
a) Sumber daya manusia yang mempunyai digunakan untuk mempertimbangkan dan
pengalaman dan kemampuan budidaya mengevaluasi faktor-faktor kunci eksternal yang
tanaman hias yang baik. terkait dengan peluang dan ancaman perusahaan
b) Tanaman hias yang dihasilkan berkualitas, dalam menyusun strategi pemasarannya.
karena kondisi alam yang mendukung. Berdasarkan hasil pembobotan dan peratingan,
c) Lokasi usaha yang strategis dan dekat terlihat jelas bahwa perusahaan memiliki tiga faktor
dengan objek wisata. yang menjadi peluang kunci dan tiga faktor yang
d) Sebagai sentral supplyer tanaman hias. menjadi ancaman kunci dalam mengembangkan
2. Kelemahan usahanya yang berkaitan dengan strategi pemasaran
perusahaan.

66
bahwa berdasarkan kondisi eksternal, perusahaan
Tabel 8. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE). merespon dengan baik terhadap peluang dan
No
ancaman dengan cara memanfaatkan peluang dan
Faktor Internal Bobot Nilai Total
Nilai menghindari ancama dari luar.
Kekuatan (strengths)
1. Sumber daya manusia 0.13 4 0.52 4.6. Alternatif Strategi Pemasaran Analisis
yang berpengalaman. SWOT
2. Tanaman hias yang 0.13 3 0.39 Menentukan strategi pemasaran yang tepat
dihasilkan berkualitas.
3. Lokasi usaha yang 0,10 4 0.40
bagi perusahaan dapat digambarkan secara jelas pada
strategis dan dekat matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman
dengan objek wisata. (SWOT) dengan tujuan mengetahui peluang dan
4. Sebagai sentral supplyer 0,09 3 0.27 ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan agar
tanaman hias. dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
Kelemahan (weakness)
1. Sistem manajemen 0,14 1 0.14
yang dimilikinya. Menurut David (2006), tidak
perusahaan yang tidak semua strategi yang dikembangkan matriks SWOT
berjalan. akan dipilih untuk diimplementasi. Berdasarkan
2. Tidak ada upaya untuk 0,09 2 0.18 analisis matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-
mengembangkan Ancaman yang dihadapi APPTHC maka diperoleh
keanggotaan.
3. Tidak memiliki dana 0,14 1 0.14
enam strategi dalam pemasaran perusahaan yang
operasional yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
memadai. perusahaan:
4. Standar harga tanaman 0,09 2 0.18 Strategi Kekuatan-Peluang
hias yang tidak ada. 1. Memanfaatkan tingkat kepercayaan pelanggan
5. Pembinaan sumber daya 0,09 2 0.18
manusia tidak intensif.
terhadap kualitas tanaman hias yang berasal dari
Total 1.00 2.40 Kabupaten Bandung Barat dengan
mengembangkan bentuk tanaman hias yang lebih
Tabel 9. Matriks External Factor Evaluation (EFE). unik lagi melalui kemampuan petani dalam
membudidayakan tanaman hias. (S1, O2)
No Faktor Eksternal Bobot Nilai Total 2. Meningkatkan volume penjualan tanaman hias
Nilai saat hari libur dengan pemberian diskon ataupun
Peluang (opportunities) potongan harga bagi konsumen. (S3, O1)
1. Kebutuhan masyarakat 0.13 4 0.52
terhadap tanaman hias
Strategi Kelemahan-Peluang
sebagai hobi. 1. Memudahkan pelanggan untuk mendapatkan
2. Kepercayaan 0.16 3 0.48 produk tanaman hias ataupun jasa pembuatan
pelanggan terhadap taman dengan pengiriman produk yang tepat
kualitas tanaman hias waktu. (W1,O2)
yang berasal dari
Kabupaten Cianjur. 2. Memasang iklan di surat kabar dan membuat
3. Teknologi informasi 0.16 1 0.16 website perusahaan yang dilengkapi forum
yang berkembang pelanggan. (W1, O3)
seperti media cetak dan Strategi Kekuatan-Ancaman
elektronik. Lebih meningkatkan lagi kualitas tanaman hias
Ancaman (threats)
1. Munculnya petani 0.18 2 0.36 yang dihasilkan agar kepercayaan pelanggan
pedagang tanaman hias terhadap tanaman hias yang dihasilkan tetap
lain disekitar Desa terjaga. (S2, T1)
Cimacan sebagai Strategi Kelemahan-Ancaman
pesaing.
Membuka spot penjualan tanaman hias di daerah
2. Pemerintah setempat 0.21 4 0.84
yang kurang lain yang penjual tanaman hiasnya relatif masih
memberikan dukungan sedikit. (W2, T1)
dan perhatian. Strategi-strategi tersebut merupakan strategi
3. Pembangunan yang 0.16 2 0.32 pemasaran yang dapat diterapkan secara spesifik
sedang lesu, akibat
krisis ekonomi global.
pada APPTHC dari hasil perumusan pada matriks
Total 1.00 2.68 SWOT. Keseluruhannya mencakup strategi penetrasi
pasar, strategi pengembangan pasar, strategi
Matriks EFE memberikan nilai 2.68 yang pengembangan produk, dan strategi diversifikasi
artinya total nilai cukup tinggi karena berada di atas konsentrik.
rata-rata dari nilai rata-rata yaitu 2.50. Menunjukkan
67
Tabel 10. Matriks SWOT APPTHC
Faktor Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Sumber daya manusia yang 1. Sistem manajemen perusahaan yang
berpengalaman. tidak berjalan.
2. Tanaman hias yang dihasilkan 2. Tidak ada upaya untuk mengembangkan
berkualitas. keanggotaan.
3. Lokasi usaha yang strategis dan dekat 3. Tidak memiliki dana operasional yang
dengan objek wisata. memadai.
4. Sebagai sentral supplyer tanaman 4. Standar harga tanaman hias yang tidak
hias. ada.
5. Pembinaan sumber daya manusia tidak
Faktor Eksternal intensif.

Peluang(O) Strategi Kekuatan-Peluang Strategi Kelemahan-Peluang


1. Kebutuhan masyarakat 1. Strategi pengembangan produk: 3. Strategi diversifikasi kosentrik:
terhadap tanaman hias sebagai Memanfaatkan tingkat kepercayaan Memudahkan pelanggan untuk
hobi. pelanggan terhadap kualitas tanaman hias mendapatkan produk tanaman hias
2. Kepercayaan pelanggan yang berasal dari Kabupaten Cianjur ataupun jasa pembuatan taman dengan
terhadap kualitas tanaman hias dengan mengembangkan bentuk tanaman pengiriman produk yang tepat waktu.
yang berasal dari Kabupaten hias yang lebih unik lagi melalui (W1,O2)
Cianjur. kemampuan petani dalam 4. Strategi penetrasi pasar:
3. Teknologi informasi yang membudidayakan tanaman hias. (S1, Memasang iklan di surat kabar dan
berkembang seperti media O2). membuat website perusahaan yang
cetak dan elektronik. 2. Strategi diversifikasi konsentrik: dilengkapi forum pelanggan. (W1, O3)
Meningkatkan volume penjualan
tanaman hias saat hari libur dengan
pemberian diskon ataupun potongan
harga bagi konsumen. (S3, O1)
Ancaman (T) Strategi Kekuatan-Ancaman Strategi Kelemahan-Ancaman
1. Munculnya petani pedagang 5. Strategi pengembangan produk : 6. Strategi pengembangan pasar :
tanaman hias lain disekitar Desa Lebih meningkatkan lagi kualitas Membuka spot penjualan tanaman hias di
Cimacan sebagai pesaing. tanaman hias yang dihasilkan agar daerah lain yang penjual tanaman hiasnya
2. Pemerintah setempat yang kepercayaan pelanggan terhadap relatif masih sedikit. (W2,T1)
kurang memberikan dukungan tanaman hias yang dihasilkan tetap
dan perhatian. terjaga. (S2,T1)
3. Pembangunan yang sedang lesu,
akibat krisis ekonomi global.

Pemilihan Strategi Pemasaran terhadap faktor kunci. Semakin tinggi Total


Dalam pemilihan alternatif strategi yang tepat Attractive Score (TAS) maka strategi itu semakin baik
bagi kondisi dan posisi perusahaan sebagai pemain untuk diterapkan karena mempertimbangkan seluruh
baru dalam bisnis ini, dipilih tiga strategi utama dari faktor eksternal dan internal perusahaan.
empat strategi yang telah dihasilkan pada Matriks Berdasarkan nilai total TAS pada masing-
SWOT. Ketiga strategi utama itu dipilih karena masing strategi dalam matriks QSP maka dapat
dianggap strategi pemasaran yang menjadi prioritas disusun prioritas strategi pemasaran APPTHC pada
APPTHC dalam rangka meningkatkan volume Tabel 11 berikut.
penjualan. Tiga strategi pemasaran utama itu antara
lain: Strategi diversifikasi konsentrik, strategi Tabel 11. Alternatif Strategi Prioritas
pengembangan produk, dan strategi penetrasi pasar.
No. Alternatif Strategi Pemasaran Total Nilai
Alternatif-alternatif strategi tersebut dapat 1. Strategi diversifikasi konsentrik 4.05
dianalisis kembali dengan menggunakan Matriks 2. Strategi pengembangan produk 3.65
Quantitatives Strategic Planning (QSP) untuk 3. Strategi penetrasi pasar 2.91
menentukan strategi yang paling tepat sebagai
prioritas utama bagi perusahaan. Daftar bobot Tabel 11 menunjukkan dua strategi prioritas
peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan atau perusahaan yakni strategi diversifikasi konsentrik
kelemahan internal perusahaan yang sudah ada pada (4.05) dan strategi pengembangan produk (3.65),
matriks IFE dan EFE kemudian dihitung dengan nilai Pada saat tingkat kesadaran masyarakat untuk
daya tarik (AS). Bila faktor sukses tersebut membeli tanaman hias sudah tinggi, maka langkah
mempengaruhi strategi pilihan yang akan yang ditempuh adalah membuat terobosan baru
dirumuskan maka strategi harus dibandingkan relatif dengan melakukan inovasi dan modifikasi terhadap

68
tanaman hias yang diproduksi untuk meningkatkan Krisnamurthi, B. dan L. Fausia. (2006). Langkah
volume penjualan perusahaan. Modifikasi tanaman Sukses Melalui Agribisnis. Penebar Swadaya.
hias yang dihasilkan berkaitan dengan strategi imitasi Jakarta.
yang penting dilakukan karena strategi imitasi Nazir, Moh. (1999). Metode Penelitian Cetakan IV.
produk dapat menjadi strategi yang lebih Ghalia Indonesia. Jakarta.
menguntungkan daripada strategi inovasi yang belum Rahardi, F., dkk. (2002). Agribisnis Tanaman Hias.
tentu diterima konsumen tanaman hias pada awalnya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setelah berada dalam posisi yang tepat, perusahaan Rangkuti, Freddy. (2008). Bussiness Plan : Teknik
dapat menjalankan strategi prioritas ketiga untuk Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis
mendukung volume penjualan tanaman hias dengan Kasus. PT. Gramedia. Jakarta.
berbagai aktivitas yang menarik banyak pelanggan. Rodjak, Abdul. (2005). Manajemen Usahatani.
Strategi penetrasi pasar sebagai strategi prioritas Pustaka Giratuna. Bandung.
ketiga dilakukan dengan pemasaran yang lebih Saladin, D. (2006). Manajemen Pemasaran :
gencar lagi, seperti menaikkan jumlah tenaga Analisis, Perencanaan, Pelaksanaan, dan
penjualan, meningkatkan anggaran iklan dan Pengendalian. Linda Karya. Bandung.
meningkatkan aktivitas publisitas terhadap tanaman Sidik, Abdul. (2008).
hias yang dihasilkan. http://blogspot.com/2008/11/kawasan-
agropolitan-kabupaten-cianjur.html. Diakses
PENUTUP pada Hari Rabu Tanggal 23 Desember 2009.
Penelitian ini memberi kesimpulan, bahwa Soekarno dan Nampiah. 1990. Mawar. Jakarta :
1. Nilai dari matriks EFI sebesar 2.40 yang artinya Penebar Swadaya.
di bawah nilai rata-rata 2.50 dan nilai dari Stanton, J. W. (1996). Prinsip Pemasaran. Erlangga.
matriks EFE sebesar 2.68 yang artinya di atas Jakarta.
nilai rata-rata 2.50. Sutisna. (2001). Perilaku Konsumen dan komunikasi
2. Alternatif strategi yang dirumuskan dari faktor Pemasaran. Remaja Posdakarya. Bandung.
internal dan faktor eksternal pemasaran Swastha, B. dan Irawan. (2005). Manajemen
APPTHC pada matriks QSP menghasilkan tiga Pemasaran Modern. Liberti. Yogyakarta.
prioritas strategi yang dapat dilakukan Sugiono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif,
perusahaan, yaitu strategi diversifikasi Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta.
konsentrik, strategi pengembangan produk, dan Jakarta.
strategi penetrasi pasar Wikipedia Ensklipedia Bebas. (2010).
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_hias.
APPTHC dapat meningkatkan volume Diakses pada Hari Minggu Tanggal 17
penjualan dengan melakukan: November 2010.
1. Melakukan aktivitas pemasaran yang lebih Winardi. (1993). Azas-Azas Marketing. Mandar
gencar lagi, seperti menaikkan jumlah tenaga Maju. Bandung
penjualan, meningkatkan anggaran iklan dan
meningkatkan aktivitas publisitas terhadap
tanaman hias yang dihasilkan.
2. Mengadakan kegiatan pelatihan budidaya dan
seni potong tanaman hias yang intensif dengan
melibatkan seluruh petani pedagang yang
tergabung dalam APPTHC.

DAFTAR PUSTAKA

David, Fred R. (2006). Manajemen Strategi : Konsep


Edisi 10. Diterjemahkan oleh Paulyn Sulistio
dan Harryadin Muhardika. Salemba Empat.
Jakarta.
Kotler, Philip. (1991). Manajemen Pemasaran. Edisi
kelima. Erlangga. Jakarta.
___________. (2002). Dasar-Dasar Pemasaran.
Indeks. Jakarta.

69
70
Dinamika Produktivitas Padi Ditinjau dari Fluktuasi Susut Hasil serta Faktor
Sosial, Ekonomi dan Budaya yang Mempengaruhinya
Dynamics of Rice Productivity Seen from Fluctuation of Rice Yield Losses and Social,
Economic and Cultural Factors that Determine Its
Elly Rasmikayati1*, Asep Faisal2
1Departemen Sosektan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor
2Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kota Bandung

ABSTRAK
Upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan dalam rangka mencapai
swasembada pangan masih terus dilakukan. Namun di sisi lain, kehilangan akibat tingkat susut
hasil padi yang tinggi menjadi salah satu permasalahan nyata yang harus segera diatasi.
Kata Kunci: Tujuan dari artikel ini adalah mengidentifikasi dinamika produktivitas padi Jawa Barat,
Produktivitas padi memaparkan dinamika variasi susut hasil padi di Jawa Barat dan mengidentifikasi faktor-
Susut hasil padi faktor non teknis apa saja yang mempengaruhi susut hasil padi. Metode yang digunakan
Faktor sosial adalah two-phase mixed method. Hasil penelitian mengungkapkan terjadinya fluktuasi yang
Faktor ekonomi lebih tajam dan laju pertumbuhan yang lebih lambat pada produtivitas padi Jawa Barat
Faktor budaya dibandingkan Jawa Tengah dan Jawa Timur, kemudian dinamika variasi susut hasil di Jawa
Barat masih cukup memprihatinkan dan belum ada kecenderungan untuk turun, selama kurun
waktu 3 tahun selalu berada di level tertinggi pada 11,46 %. Hasil analisis jalur menunjukkan
bahwa terdapat faktor-faktor non teknis yang menjadi determinan terhadap susut hasil padi
yaitu faktor pendapatan usahatani, luas lahan, perasaan, norma dan penggilingan. Implikasi
kebijakan untuk mengatasi tingkat susut hasil gabah dan beras antara lain mendorong petani
untuk lebih memperhatian pembiayaan untuk perlakuan panen dan pasca panen padi untuk
menurunkan susut hasil. Memberikan bantuan modal untuk petani yang luas lahannya
kurang dari 0,7 hektar. Melakukan pendekatan budaya untuk merubah perilaku panen dan
pasca panen petani ke arah yang lebih baik namun tidak mengakibatkan disharmoni diantara
petani dan buruh tani (buruh panen). Memodernisasi penanganan panen dan pasca panen
melalui pemberian bantuan fasilitas alsintan terutama revitalisasi pengilingan padi dari I Phase
menjadi II Phase dan bimbingan teknis untuk meningkatkan kualitas SDM-nya.

ABSTRACT
Government efforts to increase food production in order to achieve food self-
sufficiency is still underway. But on the other hand, the loss due to high yield losses of rice to
be one of the real problems that must be addressed immediately. The purpose of this article
is to reveal the dynamics rice production in West Java, reveal the dynamics of variation of
Keywords: losses rice result in West Java, and identifies non-technical factors that influence rice yield
losses. The method used is a two-phase mixed method. Results of the study revealed that occur
Rice productivity
the sharper fluctuation and slower growth rate in rice productifity in West Java compared to
Rice yield losses Central Java and East Java, then the dynamics of the variation of losses results in West Java
Social factor is still quite alarming and there is no tendency to go down, during a period of 3 years has
Economics factor always been at the highest level at 11.46%. The path analysis result showed that there are
Culture factor non-technical factors that determine rice yield losses including farm income, land area,
feelings, norms and milling factors. The implication policies to overcome rice yield losses are
encouraging farmers to pay more attention for the cost of harvest/post-harvest treatment to
reduce rice yield losses. Give the financial aid for farmers with land area below 0.7 hectares.
Perform a cultural approaches to change behavior of harvest and post-harvest farmers
towards the better, but do not lead to disharmony among farmers and farm workers (harvest
laborers). Modernize the harvest and post-harvest handling through the provision of facilities
alsintan especially revitalizing rice milling from Phase I into Phase II and technical guidance
to improve the quality of its human resources.
* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: elly.agri@yahoo.co.id

71
PENDAHULUAN (pemanenan) malai padi, perontokan, pembersihan,
Pertambahan penduduk selalu berdampak pengangkutan, pengeringan, penggilingan,
pada peningkatan kebutuhan akan pangan, hal ini penyimpanan sampai beras siap dipasarkan atau
mendorong berbagai upaya untuk meningkatkan dikonsumsi. Apabila susut hasil dapat ditekan
produksi pangan. Dalam upaya meningkatkan serendah mungkin, maka upaya peningkatan
swasembada pangan khususnya beras, saat ini produksi padi dan beras dapat dicapai lebih efektif
pemerintah sedang melakukan berbagai upaya serta tidak akan mengeluarkan biaya yang terlalu
peningkatan produksi beras melalui perluasan areal besar.
dan optimalisasi lahan, peningkatan produktivitas Hasil penelitian Setyono (2008) menunjukkan
padi melalui bantuan benih, pupuk, alat mesin bahwa Jawa Barat dibandingkan dengan Jawa
pertanian dan revitalisasi penggilingan padi dan Tengah, Lampung, Bali dan Kalimantan Selatan
upaya-upaya lainnya. masih tertinggi persentase susut hasil padinya.
Dalam 10 tahun terakhir (2004-2014), Jawa Dengan persentase susut hasil Jawa Barat yang diatas
Barat merupakan penyumbang produksi padi terbesar 10% ini merupakan angka yang sangat tinggi dan
kedua setelah Jawa Timur dengan rata-rata jelas akan berdampak pada jumlah produksi padi
produksinya sebesar 10.775.158 ton per tahun. yang dihasilkan Jawa Barat.
Berdasarkan Gambar 1, yang paling mencolok adalah
produksi padi Jawa Barat tahun 2009-2011 yang Tabel 1. Perbandingan Susut Hasil, Jabar, Jateng, Lampung, Bali
dan Kalsel
lebih besar dari Jawa Timur, bahkan pada tahun 2011
pada saat Jawa Timur dan Jawa Tengah mengalami Tahapan
Persentase Susut Hasil (%)
penurunan produksi yang sangat mencolok, Jawa Jabar Jateng Lampung Bali Kalsel
Barat hanya mengalami penurunan yang sangat Panen 3,56 1,88 2,80 1,34 1,53
sedikit. Namun demikian dari 2012 sampai sekarang, Perontokan 3,64 2,85 4,45 4,20 0,32
Pembersihan - 0,65 1,52 - -
produksi padi Jawa Timur selalu di atas Jawa Barat
Pengangkutan 1,13 0,49 1,40 0,67 1,46
dengan selisih yang terlihat cukup mencolok. Pengeringan 1,82 2,18 1,49 1,90 1,15
Penggilingan 2,14 2,57 1,51 1,22 1,58
Penyimpanan 1,65 - - 1,75 1,35
Jumlah 13,94 10,62 13,24 11,08 7,39
Sumber: Setyono, (2008)
,
Pemerintah pusat maupun daerah sebenarnya
terus berupaya untuk menekan persentase susut hasil
ini melalui bantuan fasilitasi alat dan mesin pertanian
(alsintan) serta bimbingan tehnis penanganan panen
dan pascapanen dengan target agar susut hasil gabah
dan beras dapat ditekan untuk mencapai target 1%
per tahun. Namun faktanya susut hasil berfluktuasi
dan kalaupun turun jarang mencapai angka 1%.
Gambar 1. Grafik Produksi Padi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Dengan demikian, upaya-upaya pemerintah dalam
Jawa Timur periode 2004-2014
Sumber: Data BPS, diolah 2015 menekan susut hasil padi ini belum begitu berjalan
dengan baik ditingkat petani, Kelompok Tani
Turunnya produktivitas Jawa Barat maupun Gapoktan. Hal itu menunjukan bahwa selain
dibandingkan Jawa Timur ini bisa disebabkan oleh faktor teknis terdapat juga faktor-faktor non teknis
banyak faktor diantaranya karena tidak maksimalnya yang mempengaruhi tingginya persentase susut hasil
penggunaan input pertanian seperti benih, pupuk, padi dan beras.
pestisida dan teknologi produksi lainnya. Selain itu Faktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
fenomena perubahan iklim juga turut petani merupakan faktor-faktor non teknis yang
mempengaruhinya. Menurut Rasmikayati (2014) mungkin dapat mempengaruhi perilaku petani, buruh
terdapat kecenderungan bahwa tindakan adiptif dan tani, maupun penggarap. Sistem sosial ekonomi dan
mitigatif terhadap perubahan iklim petani Jawa budaya ini sukar untuk berubah, meskipun berbagai
Timur lebih baik dari pada Jawa Barat. Penyebab lain introduksi teknologi maupun inovasi baru terus
yang sangat rasional adalah terjadinya susut hasil dilakukan, dahulu adanya penolakan mekanisasi di
padi yang cukup tinggi di Jawa Barat. beberapa daerah misalnya. Kemudian sistem panen
Susut hasil dapat terjadi sejak panen hingga keroyokan, pengasag, remi, odong-odong, dan
pascapanen. Panen dan pascapanen padi adalah ngeprek merupakan salah satu budaya dari
tahapan kegiatan yang meliputi pemungutan masyarakat petani yang masih terjadi sampai saat ini.

72
Pemilik lahan, petani, petani penyakap atau petani Berdasarkan hal tersebut, perbaikan sistem
penggarap tidak bisa mencegah perilaku tersebut penerapan panen dan pasca panen padi dan beras
karena itu telah ada dan merupakan budaya dari dalam upaya menekan susut hasil gabah dan beras
masyarakat petani. Pertanyataannya adalah faktor- harus mencakup seluruh sistem agribisnis dan aspek
faktor non teknis apa saja yang mempengaruhi teknis, sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan
tingginya persentase susut hasil padi dan beras. petani / kelompok tani / Gapoktan setempat.
Selanjutnya, dari Tabel 1 didapatkan bahwa Perbaikan tersebut harus menguntungkan semua
rata-rata persentase susut hasil padi berdasarkan hasil pihak yang terlibat, baik petani pemilik, buruh panen,
penelitian Setyono (2008) adalah sebesar 13,94 %. dan pengusaha jasa panen dan perontok. Dengan
Hal ini menunjukkan bahwa ternyata kita telah demikian, diperlukan pendekatan yang menyeluruh
kehilangan hasil produksi padi dengan angka yang terhadap komponen-komponen sistem agar dapat
cukup besar. Kehilangan produksi padi ini harus menemukan sifat-sifat penting dalam sistem,
dicegah atau diturunkan sampai seminimal mungkin sehingga diperoleh berbagai alternatif perbaikan
agar dapat mencapai peningkatan produksi. Oleh keluaran yang dikehendaki. Karena itu, strategi
karena itu tujuan dari artikel ini adalah 1) untuk mengatasi susut hasil ini harus lebih dilihat dari
Memaparkan dinamika dan komparasi produktivitas bagaimana cara mengatasi faktor-faktor non teknis
padi Jawa Barat dari dahulu hingga saat ini; 2) petani itu sendiri.
Memaparkan dinamika variasi susut hasil padi di
Jawa Barat; dan 3) Mengidentifikasi faktor-faktor METODE PENELITIAN
non teknis apa saja yang mempengaruhi susut hasil Metode penelitian yang digunakan adalah two-
padi sehingga dari sini kita dapat menentukan phase mixed method (Creswell et. al., 2008). Fase
implikasi kebijakan untuk mengatasi susut hasil. pertama pada metode ini dimulai dengan
pengumpulan literatur-literatur berupa dokumentasi
KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP berbagai instansi terkait seperti Dinas Pertanian,
Jawa Barat memang masih merupakan BPS dan instansi lainnya serta hasil-hasil penelitian
provinsi yang termasuk ke dalam 3 besar provinsi dengan topik yang sama mengenai produktivitas dan
penyumbang produksi padi nasional. Namun susut hasil padi lalu dibandingkan dan dikaji secara
demikian produksi padinya selalu mengalami mendalam untuk menggambarkan dinamika
fluktuasi naik turun. Terdapat beberapa faktor yang produktivitas dan variasi susut hasil padi di Jawa
dapat menjadi penyebabnya diantaranya tidak Barat.
maksimalnya input pertanian yang digunakan, Selanjutnya pada fase berikutnya digunakan
terjadinya fenomena perubahan iklim dan yang data hasil survey pada daerah yang lebih spesifik
terakhir adalah angka susut hasil padi Jawa Barat untuk menghitung susut hasil dan menentukan
yang cukup besar. Untuk mengatasi susut hasil ini faktor-faktor non teknis yang menentukan susut hasil
berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, padi. Data tersebut adalah data yang bersumber dari
namun hasilnya masih jauh dari target. petani yang melakukan panen, perontokan,
Faktor-faktor non teknis seperti faktor sosial, pengeringan dan penggilingan padi di kabupaten
ekonomi, budaya seperti: umur, pendidikan, Indramayu pada musim tanam 2014/2015. Data
pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani, mengenai susut hasil didapatkan dengan
pengawasan, perasaan, kepercayaan, sangsi sosial, pengujian/pengukuran langsung di sawah milik
norma dan sikap mempengaruhi perilaku petani petani yang bersangkutan, sedangkan data mengenai
dalam melaksanakan penanganan panen dan pasca faktor-faktor non teknis didapatkan melalui
panen gabah dan beras. Kemudian juga teknologi wawancara.
petani mempengaruhi perilaku petani dalam Penghitungan susut hasil mengikuti prosedur
melaksanakan penanganan panen dan pasca panen baku yang telah dikembangkan oleh BPS dan Deptan
gabah dan bears. Hal itu tercermin dari masih (2008). Rumus penghitungan susut hasil merupakan
tingginya persentase susut hasil padi dan beras, penjumlahan dari susut saat melakukan panen, susut
meskipun inovasi dan teknologi dalam bentuk saat melakukan perontokan, susut pengeringan dan
bimbingan teknis penanganan panen dan pasca panen susut penggilingan.
gabah dan beras mulai panen, perontokan, Metode analisis yang digunakan untuk
pengeringan dan pengggilingan setiap tahun menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi susut
diadakan, begitu juga fasilitasi alsintan panen dan hasil adalah analisis jalur (path analysis) dengan
pasca panen padi dan beras yang terus dilaksanakan persamaan struktural yang berisi 15 buah variabel
setiap tahun. Menurut Setyono (2008) titik kritis eksogen 𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋15 dan sebuah variabel endogen
susut hasil padi dan terletak pada sistem pemanen dan yaitu 𝑌 persamaan struktural tersebut adalah:
perontokan.
73
𝑌 = 𝜌𝑌.𝑥1 𝑋1 + 𝜌𝑌.𝑥2 𝑋2 + ⋯ + 𝜌𝑌.𝑥15 𝑋15 + Є

Keterangan :
𝑌 = Susut hasil gabah dan beras (kg)
𝑋1 = umur (tahun)
𝑋2 = Pendidikan
𝑋3 = Pengalaman usahatani (tahun)
𝑋4 = Tingkat pendapatan (Rp)
𝑋5 = Luas lahan (hektar)
𝑋6 = Pengawasan
𝑋7 = Perasaan
𝑋9 = Sanksi sosial Gambar 2. Garafik Produktivitas Padi Jawa Barat, Jawa
𝑋10 = Norma Tengah dan Jawa Timur periode 1993-2014 dalam
𝑋11 = Sikap kuintal per hektar
Sumber: Data BPS, diolah 2015
𝑋13 = Perontokkan
𝑋14 = Pengeringan Dengan rata-rata produktivitas yang lebih kecil
𝑋15 = Penggilingan dan standard deviation yang lebih besar dari Jawa
𝜌𝑌.𝑥𝑖 = Koefisisen beta dari 𝑋1 sampai 𝑋15 Timur mengindikasian bahwa terdapat penurunan
Є = Kesalahan (disturbance term) produktivitas padi yang sangat tajam atau laju
pertumbuhan produktivitas yang lebih lambat di Jawa
Selanjutnya, untuk menyusun strategi Barat. Seperti pada tahun 1998 di mana hampir
menanggulangi susut hasil gabah dan beras akibat semua daerah mengalami penurunan produktivitas
dari faktor-faktor non teknis seperti perilaku sosial namun Jawa Barat mengalami penurunan
ekonomi, budaya dan teknologi petani pada setiap produktivitas yang sangat tajam hingga hanya
tahapanya, dilakukan analisis kualitatif dengan mencapai 4,5 ton/hektar.
mengacu kepada identifikasi perilaku sosial Jawa Barat sebenarnya awalnya pada tahun
ekonomi, budaya dan teknologi petani dalam 1993 merupakan yang paling rendah
melaksanakan panen dan pasca panen yang produktivitasnya diantara Jawa Tengah dan Jawa
signifikan mempengaruhi susut hasil kemudian Timur. Namun walaupun saat ini produktivitas Jawa
dilakukan kajian lebih mendalam dengan analisis Barat masih lebih rendah dibandingkan Jawa Timur
kebijakan Timberben. namun saat ini sudah lebih tinggi dari Jawa Tengah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Variasi Susut Hasil Padi


Dinamika Produksi Padi Jawa Barat Persentase susut hasil padi di Jawa Barat
Jawa Barat merupakan salah satu sentra utama ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
padi nasional, kontribusinya pada tahun 2014 sekitar
Tabel 2. Persentase Susut Hasil Padi di Jawa Barat Tahun 2009,
16 %. Rata-rata produksi padi Jawa Barat selama 2010, dan 2011
1993-2014 tahun terakhir ini adalah sebesar
10.994.835 ton per tahun dengan rata-rata luas area Persentase Susut Hasil (%)
panen seluas 1.927.089 hektar dan rata-rata Tahapan Tahun 2009 Tahun Tahun 2011
produktivitas sebesar 5,70 ton/hektar. 2010
Panen 3.48 2.29 3.07
Dalam hal produktivitas padi seperti tersaji
Perontokan 3.82 3.06 3.2
pada Gambar 2, selama periode 1993-2014 rata-rata
Pengeringan 2.35 3.31 3.06
produktivitas padi Jawa Barat adalah 5,29 ton/hektar
dengan standard deviation sebesar 0,43 ton/hektar. Penggilingan 1.69 2.39 2.13
Jawa Tengah juga mempunyai rata-rata produktivitas Jumlah 11.34 11.05 11.46
padi yang hampir sama yaitu 5,285 ton/hektar namun Sumber: Diperta Provinsi Jawa Barat, (2012)
mempunyai standard deviation yang lebih kecil yaitu Dengan tingkat susut hasil sebesar 11,46%,
0,22 ton/hektar, ini menandakan variasi naik gabah yang tercecer sebesar 1.447.138,4 ton berasal
turunnya produktivitas padi Jawa Barat lebih pada saat panen 387.671,44 ton GKP, perontokan
berfluktuasi dari pada Jawa Tengah. Selanjutnya 404.087,51 ton GKP, pengeringan 386.408,68 ton
Jawa Timur adalah provinsi dengan rata-rata GKP dan penggilingan 268.970,75 ton GKG. Susut
produktivitas padi paling tinggi yaitu 5,44 ton/hektar hasil ini, jika dikonversikan ke dalam luas areal
dengan standard deviation sebesar 0,35 ton/hektar di sawah dengan rata-rata produksi Gabah Kering
mana angka ini lebih kecil dari Jawa Barat. Panen (GKP) di Jawa Barat yang sebesar 5,6 ton per
hektar sama dengan 258.417,5 ha sawah tidak
74
dipanen. Kemudian jika dikonversikan ke dalam deviation yang lebih besar dari pada Karawang dan
Harga Pembelian Petani (HPP) GKP Rp 3.300 Subang. Nilai standard deviation produktivitas padi
ditingkat petani dan GKG Rp 4.200 per kg di Perum Indramayu adalah 0,25 ton/hektar, Subang sebesar
BULOG (Inpres No.3. Tahun 2012) dari panen, 0,23 ton/hektar dan Karawang sebesar 0,12. Dalam
perontokan dan pengeringan, Gabah Kering Panen hal ini Kabupaten Indramayu adalah yang paling
(GKP) yang tercecer setara dengan Rp tinggi fluktuasi naik turunnya. Kejadian susut hasil
3,887,953,179,000,-, sedangkan untuk penggilingan tidak bisa dikecualikan sebagai salah satu
Gabah Kering Giling yang tercecer (GKG) setara penyebabnya. Untuk itu, hasil survey mengenai susut
dengan Rp 1,129,677,150,000,-. hasil di Indramayu akan dipaparkan dan dianalisis
Berdasarkan Tabel 2, dinamika variasi susut lebih jauh.
hasil cenderung relative tetap pada level 11 - 12 % Hasil penghitungan susut hasil di Kabupaten
dengan standard deviation sebesar 0,21 %. Angka ini Indramayu disajikan pada Tabel 3 berikut.
jelas masih terlalu tinggi dan belum terlihat
kecenderungan untuk menurun. Maka dari itu, angka Tabel 3. Hasil Penghitungan Susut Hasil di Kabupaten
susut hasil ini harus segera diturunkan agar program Indramayu
peningkatan produksi padi di Jawa Barat dapat Susut Hasil (kg)
berjalan lebih efisien dan efektif. Selain itu, jika Statistik
Panen Perontokan Pengeringan Penggilingan
permasalahan susut hasil padi di Jawa Barat yang
angkanya cukup tinggi ini dapat diatasi dengan baik Rata-rata 2.68 13.43 0.47 0.034
Simpangan
maka produktivitas padi Jawa Barat dapat lebih baik baku
1.92 4.27 1.99 0.045
lagi dan berpeluang untuk mengungguli Jawa Timur.
Sumber: Data Primer diolah, (2015)

Dinamika Produktivitas dan Susut Hasil di


Faktor utama dari masih tinginya susut hasil
Indramayu
gabah pada saat panen disebabkan petani masih
Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten
mengunakan sistem keroyokan. Dalam sistem
penghasil padi terbesar di Jawa Barat. Selama
keroyokan berkisar antara 20 - 30 orang pemanen
periode 2009-2013, rata-rata produksi padi
yang seringkali dilakukan malam hari pemanen
Indramayu adalah 1.311.664 ton, disusul oleh
dengan menggunakan sabit biasa berebut memotong
kabupaten Karawang dan Subang dengan 1.098.891
padi, akibatnya banyak rumpun padi yang terinjak
ton dan 1.013.195 ton (Disperta Jabar, 2014).
dan patah. Pengunaan sabit biasa menyebabkan
tekanan terhadap rumpun padi sangat besar ketika
batang padi dipotong sehingga banyak butir gabah
yang jatuh. Berbeda halnya jika menggunakan sabit
bergerigi, karena tekanan terhadap rumpun padi
ketika batang padi dipotong lebih rendah daripada
sabit biasa. Menurut Damarjati et al, (1990) sabit
bergerigi bisa menekan kehilangan hasil pada saat
pemotongan padi sebesar 3%. Selain itu, padi yang
telah dipanen dikumpulkan ditengah sawah dengan
alas terpal plastik untuk dirontokan di pagi hari,
penundaan perontokan ini akan mempengaruhi
kualitas gabah dan peningkatkan risiko kehilangan
Gambar 2. Grafik Produktivitas Padi Kabupaten Indramayu, hasil.
Subang dan Karawang periode 2009-2013 dalam
kuintal per hektar Berdasarkan Tabel 3, rata-rata susut hasil pada
Sumber: Disperta Provinsi Jawa Barat, diolah 2015 saat perontokan adalah yang paling tinggi
dibandingkan tahapan lainnya. Hal ini terjadi karena
Gambar 2 menunjukkan bahwa dalam hal di lokasi penelitian atau umumnya di Indramayu padi
produktivitas padi, Kabupaten Indramayu memiliki dirontokan dengan alat banting bertirai tanpa
rata-rata produktivitas tertinggi. Selama periode penghalang, jumlah batang padi seringkali lebih
2009-2013 angkanya mencapai 6,09 ton/hektar di besar dari genggaman tangan sehingga tidak
atas Karawang dan Subang yang masing-masing terbanting dengan baik, jumlah bantingan antara 2-4
sebesar 5,98 ton/hektar dan 5,86 ton/hektar. kali sehingga masih terdapat butir padi yang
Namun demikian, jika dilihat dari nilai menempel di malainya dan batang padi yang
standard deviation produktivitasnya dalam periode berjatuhan. Selain itu, ketika panen berakhir diikuti
yang sama, Indramayu memiliki nilai standard oleh pengeprek (padi diorek-orek) atau remi (ngorek-

75
nogrek jerami) yang di drop per mobil antara 10-15 Koefisien
Tingkat
orang yang berasal dari Desa sekitarnya. Variabel Jalur Status
Signifikansi
Berdasarkan hasil wawancara dengan Momo 34 (𝜌𝑌.𝑥𝑖 )
tahun (2013) salah satu pengeprek hasilnya dapat 𝑋4 0,877 0,000*** Signifikan
𝑋5 -0,468 0,020** Signifikan
mencapai 30-60 kg per bau gabah bernas per
𝑋7 0,357 0,010*** Signifikan
orangnya. Hasil ngeprek dijual kepada bandar
pemilik mobil dengan harga Rp 3000 - Rp 3500 per 𝑋10 -0,368 0,005*** Signifikan
kg. Ngeprek sudah menjadi kebiasaan di Indramayu 𝑋15 0,357 0,007*** Signifikan
dan jika pemilik sawah melarang maka seringkali Uji-F 0,000** Signifikan
padi yang siap panen diganggu. 𝑅 2 = 0,383
Kemudian pada proses pengeringan, padi Ket : (*) Signifikan dengan tingkat kepercayaan 90%
dikeringkan ditengah sawah atau atau dihalaman (**) Signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%
(***) Signifikan dengan tingkat kepercayaan 99%
rumah, sambil dijemur biasa dibersihkan. Petani Sumber: Data Primer diolah, (2015)
menggunakan karung plastik atau terpal plastik
sebagai alasnya. Disamping terjadi susut hasil karena Tabel 5. Matriks Korelasi Antar Variabel
tercecer juga seringkali adanya gangguan dari burung
dan ayam yang biasa berkeliaran disekitar rumah. 𝑟𝑥𝑖𝑥𝑗 Y X4 X5 X7 X10 X15
Namun demikian dari Tabel 2 didapatkan nilai Y 1,000 0,361 0,169 0,071 -0,172 0,161
simpangan baku susut hasil pengeringan sebesar 1,99 X4 0,361 1,000 0,761 -0,203 0,128 -0,113
yang jauh lebih tinggi dari pada rata-ratanya, hal ini X5 0,169 0,761 1,000 0,066 0,014 -0,136
menunjukkan sangat bervariasinya tingkat susut hasil X7 0,071 -0,203 0,066 1,000 0,010 -0,205
petani pada saat melakukan pengeringan hasil panen. X10 -0,172 0,128 0,014 0,010 1,000 0,239
Kemudian yang terakhir pada proses X15 0,161 -0,113 -0,136 -0,205 0,239 1,000
penggilingan nilai susut hasilnya adalah yang paling Sumber: Data Primer diolah, (2015)
kecil. Pada tahapan ini, susut hasilnya berupa gabah
yang tercecer disekitar mesin penggiling, dan menir Dari Tabel 4 dan Tabel 5 didapatkan nilai
(beras patah) banyaknya beras patah ini disebabkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari ke-5
oleh kadar air yang kurang dari 14% atau lebih dari faktor tersebut.
14%. Biasa petani dalam mengeringkan gabah antara
12-15% akibatnya banyak terjadi butir hijau, butir Tabel 6. Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan
mengapur (chalky), dan menir (beras patah). Namun Pengaruh Total Faktor Pendapatan (𝑋4 ) terhadap
demikian, susut hasil penggilingan ini merupakan Tingkat Susut Hasil Gabah dan Beras
keuntungan bagi pemilik penggilingan. Berdasarkan Pengaruh langsung 0,7688
hasil wawancara dengan Wagiono (2013) salah satu Pengaruh tidak langsung : Melalui 𝑋5 -0,3124
pemilik penggilingan padi menir dan dedak Melalui 𝑋7 -0,0634
merupakan keuntungan pemilik penggilingan padi
Melalui 𝑋10 -0,0413
disamping biaya penggilingan. Menir diayak dengan
Melalui 𝑋15 -0,0353
ayakan halus menjadi tiga bagian yaitu menir patah
Pengaruh total 𝑋4 ke 𝑌 0,3162
dua dijual Rp 600,0,- per kg, menir patah tiga Rp
4,500 per kg dan menir bebek (> patah 3) dijual Rp
4,000 per kg sementara dedak dijual Rp 2,500 per kg. Berdasarkan Tabel 6, secara langsung
peningkatan tingkat susut hasil gabah dan beras
Faktor-Faktor Non Teknis yang Mempengaruhi sebesar 76,88% ditentukan oleh faktor tingkat
Susut Hasil Padi pendapatan. Namun jika dilihat dari pengaruh total
Berikut adalah hasil estimasi faktor-faktor non tidak langsung faktor tingkat pendapatan melalui luas
tenis yang menjadi determinan terhadap pendapatan lahan, perasaan, norma dan penggilingan berubah
petani mangga setelah memenuhi asumsi-asumsi menjadi -45,25% yang berarti menurunnya tingkat
klasik dan goodness of fit. Dari hasil analisis akhir susut hasil gabah dan beras sebesar 45,25%
didapatkan 5 faktor yang mempengaruhi susut hasil ditentukan oleh perbaikan dan peningkatan berbagai
(𝑌) secara nyata yaitu tingkat pendapatan usahatani aspek dari faktor luas lahan, perasaan, norma dan
(𝑋4 ), luas lahan (𝑋5 ), perasaan (𝑋7 ), norma (𝑋10 ) dan penggilingan. Pengaruh total tidak langsung ini
penggilingan (𝑋15 ). mengurangi total pengaruh pendapatan terhadap
tingkat susut hasil gabah dan beras menjadi 31,62%,
Tabel 4. Faktor-faktor Non Teknis yang Menjadi Determinan jadi meningkatnya tingkat susut hasil gabah dan
terhadap Susut Hasil beras sebesar 31,62% secara total ditentukan oleh
faktor tingkat pendapatan.

76
Hasil analisis mengungkapkan bahwa Tabel 8. Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan
peningkatan pendapatan berkontribusi pada Pengaruh Total Faktor Perasaan (𝑋7 ) terhadap Tingkat
Susut Hasil Gabah dan Beras
meningkatnya susut hasil. Dalam hal ini tinggnya
pendapatan ini disebabkan karena petani kurang Pengaruh langsung 0,1275
menganggarkan biaya untuk sistem budidaya yang Pengaruh tidak langsung Melalui 𝑋4 -0,0634
lebih baik dan perlakuan panen dan pasca panen yang Melalui 𝑋5 -0,0111
baik. Untuk itu, petani harus didorong untuk lebih Melalui 𝑋10 -0,0014
memperhatikan pembiayaan pada sistem Melalui 𝑋15 -0,0262
budidaya/produksi untuk meningkatkan Pengaruh total 𝑋7 ke 𝑌 0,0254
produktivitas dan perlakuan panen dan pasca panen
untuk menurunkan susut hasil. Sehingga walaupun
Tabel 8 menunjukan bahwa secara langsung
hal ini akan meningkatkan biaya produksi namun
peningkatan tingkat susut gabah dan beras sebesar
akan tertutup oleh meningkatkan hasil dan sedikitnya
12,75% ditentukan oleh faktor perasaan. Namun jika
susut hasil padi.
dilihat dari pengaruh total tidak langsung perasaan
Tabel 7. Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan melalui faktor pendapatan, luas lahan, norma dan
Pengaruh Total Faktor Luas Lahan (𝑋5 ) terhadap penggilingan berpengaruh negatif sebesar -10,21%
Tingkat Susut Hasil Gabah dan Beras yang berarti secara tidak langsung penurunan tingkat
Pengaruh langsung 0,2194
susut hasil gabah dan beras sebesar 10,21%
ditentukan oleh perbaikan dan peningkatan dari
Pengaruh tidak langsung Melalui 𝑋4 -0,3124
faktor faktor tingkat pendapatan, luas lahan, norma
Melalui 𝑋7 -0,0111
dan penggilingan. Pengaruh total tidak langsung ini
Melalui 𝑋10 0,0023
mengurangi total pengaruh perasaan terhadap tingkat
Melalui 𝑋15 0,0228 susut hasil gabah dan beras menjadi 2,54%, jadi
Pengaruh total 𝑋5 ke 𝑌 -0,0790 meningkatnya tingkat susut hasil gabah dan beras
sebesar 2,54% secara total ditentukan oleh faktor
Berdasarkan Tabel 7, secara langsung perasaan.
peningkatan tingkat susut hasil gabah dan beras
sebesar 21,94% ditentukan oleh faktor luas lahan. Tabel 9. Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan
Namun jika melihat pengaruh total tidak langsung Pengaruh Total Faktor Norma (𝑋10) terhadap Tingkat
Susut Hasil Gabah dan Beras
faktor luas lahan melalui tingkat pendapatan,
perasaan, norma dan penggilingan bernilai negatif - Pengaruh langsung 0,1351
29,84% yang berarti penurunan tingkat susut hasil Pengaruh tidak langsung Melalui 𝑋4 -0,0413
gabah dan beras sebesar 29,84% secara tidak Melalui 𝑋5 0,0023
langsung ditentukan oleh perbaikan dan peningkatan Melalui 𝑋7 -0,0014
faktor-faktor pendapatan, perasaan, norma dan Melalui 𝑋15 -0,0314
penggilingan. Pengaruh total tidak langsung ini Pengaruh total 𝑋10 ke 𝑌 0,0634
mengurangi total pengaruh luas lahan terhadap
tingkat susut hasil gabah dan beras menjadi -7,90%,
Tabel 9 menunjukan bahwa secara langsung
jadi menurunnya tingkat susut hasil gabah dan beras
peningkatan tingkat susut gabah dan beras sebesar
sebesar 7,90% secara total ditentukan oleh faktor luas
13,51% ditentukan oleh faktor norma. Namun jika
lahan.
dilihat dari pengaruh tidak langsung faktor norma
Berdasarkan hasil analisis, menurunkan susut
melalui pendapatan, luas lahan, perasaan, dan
hasil disebabkan karena semain luasnya lahan petani.
penggilingan berpengaruh negatif sebesar –7,18%
Dalam hal ini terdapat kecenderungan bahwa petani
yang berarti penurunan tingkat susut hasil gabah dan
dengan luas lahan ≥ 0,7 hektar cenderung berupaya
beras sebesar 7,18% secara tidak langsung
untuk memaksimalkan biaya produksi dan
ditentukan oleh perbaikan dan peningkatan dari
menggunakan teknologi baik untuk produksi, panen
faktor pendapatan, luas lahan, perasaan, dan
dan pasca panen untuk mendapatkan hasil panen
penggilingan. Pengaruh total tidak langsung ini
yang maksimal. Untuk itu, petani dengan luas lahan
mengurangi total pengaruh norma terhadap tingkat
kurang dari 0,7 hektar yang kebanyakan bermodal
susut hasil gabah dan beras menjadi 6,34%. Jadi
seadanya perlu mendapatkan perhatian dengan
meningkatnya tingkat susut hasil gabah dan beras
adanya bantuan permodalan agar dapat melakukan
sebesar 6,34% secara total ditentukan oleh faktor
hal dilakukan petani yang luas lahannya lebih dari 0,7
norma.
hektar.
Jika dibandingkan antara pengaruh tidak
langsung perasaan -10,21% dengan total pengaruh
77
perasaan 2,54% jauh lebih besar pengaruh total tidak langsung penggilingan terhadap tingkat susut hasil
langsung, artinya sebenarnya dengan meningkatkan gabah dan beras menjadi 5,75%. Jadi secara total
rasionalitasnya dan mengurangi unsur menjaga faktor penggilingan dapat meningkatkan tingkat
perasaan petani seperti membatasai jumlah pemanen, susut gabah dan beras sebesar 5,75%.
menggunakan perontok mesin, mengeringkan dalam Hal itu terjadi karena sebagian besar petani
lamporan, dan menggiling di penggilingan besar dilokasi penelitian menggiling padinya ke
mereka dapat menurunkan susut hasilnya. Namun Penggilingan Padi Kecil (PPK) dengan kategori I
hal ini tidak dilakukan. Di lokasi penelitian sudah Phase milik petani lainnya atau milik kelompok
biasa siapa saja bisa ikut panen meskipun pemilik taninya yang sudah berumur tua dan proses
sawah tidak menyuruhnya, bahkan ketika panen penyosohannya secara abrasif. Menurut Nugraha dan
sedang berlangsung orang bisa langsung ikut panen. Tim, (2008) mesin penggilingan I Phase adalah
Pemilik sawah menyadari hal itu merugikan karena pengilingan padi dimana mesin pemecah kulit
semakin banyak jumlah pemanen maka kerusakan (husker) menyatu dengan mesin penyosoh (polisher).
padi akibat terinjak karena berebut akan semakin Gabah dimasukan ke dalam hooper hasilnya beras
banyak, namun tidak bisa melarangnya karena karena pecah kulit, kemudian dimasukan lagi hasilnya
empati terhadap orang lain dan takut orang tersebut menjadi beras. Implikasi kebijakan dapat difokuskan
akan tersinggung dan marah. pada modernisasi di bidang pertanian melalui
Artinya kesadaran akan kerugian dengan bimbingan teknis penanganan panen dan pasca panen
mempertahankan norma-norma yang berlaku ketika gabah dan beras dan fasilitasi alsintan terutama
melaksanakan sistem panen, perontokan pengeringan revitalisasi pengilingan padi dari I Phase menjadi II
dan penggilingan ada. Namun kesadaran ini tidak Phase.
dinyatakan dalam tindakan karena norma-norma itu
sudah menjadi kebiasaan. Sangat sulit untuk merubah PENUTUP
kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat Dinamika produktivitas padi di Jawa Barat
pedesaan, karena itu sudah lama terjadi dan sudah cenderung memiliki fluktuasi yang lebih tajam dan
menjadi patokan dalam perilaku sehari-hari laju pertumbuhan yang lebih lambat pada
seseorang yang melanggar norma akan dikenai sangsi produtivitas padi Jawa Barat dibandingkan Jawa
sosial dari masyarakat disekitarnya. Tengah dan Jawa Timur. Tinjauan dari segi variasi
susut hasil pun cenderung relative masih terlalu
Tabel 10. Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan tinggi dan belum ada kecenderungan untuk menurun.
Pengaruh Total Faktor Penggilingan (𝑋15) terhadap Susut hasil ini harus segera diatasi agar program
Tingkat Susut Hasil Gabah dan Beras
peningkatan produksi padi dapat berjalan lebih
Pengaruh langsung 0,1276 efisien dan efektif.
Pengaruh tidak langsung Melalui 𝑋4 -0,0353 Berdasarkan analisis simultan faktor
Melalui 𝑋5 0,0228 pendapatan, luas lahan, perasaan, norma dan
Melalui 𝑋 7 -0,0262 penggilingan mempengaruhi tingkat susut hasil
Melalui 𝑋10 -0,0314 gabah dan beras sebesar 38,34%, dan 61,66%
Pengaruh total 𝑋15 ke 𝑌 0,0575 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar penelitian
ini. Dari variabel ekonomi diwakili oleh faktor
pendapatan dan luas lahan. Peningkatan tingkat susut
Tabel 10 menunjukan secara langsung
hasil gabah dan beras sebesar 31,62% secara total
peningkatan tingkat susut hasil gabah dan beras
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, namun
ditentukan oleh faktor penggilingan sebesar 12,76%.
menurunnya tingkat susut hasil gabah dan beras
Namun jika dilihat dari pengaruh total tidak langsung
sebesar 7,90% secara total dipengaruhi oleh faktor
penggilingan melalui faktor pendapatan, luas lahan,
luas lahan. Dari variabel teknologi petani diketahui
perasaan, dan norma sebesar -7,01%. Jadi pengaruh
bahwa naiknya tingkat susut hasil gabah dan beras
langsung penggilingan terhadap tingkat susust hasil
sebesar 5,75% secara total dipengaruhi oleh faktor
gabah dan beras yang tadinya positif setelah melalui
penggilingan. Sedangkan dari variabel budaya
faktor pendapatan, perasaan, dan norma berubah
naiknya tingkat susut hasil gabah dan beras sebesar
menjadi negatif, namun tetap positif ketika melalui
2,54% secara total dipengaruhi oleh faktor perasaan,
faktor luas lahan meskipun sangat kecil. Ini berarti
dan sebesar 6,34% secara total dipengaruhi oleh
bahwa secara tidak langsung tingkat susut hasil
faktor norma.
gabah dan beras sebesar 7,01% dapat diturunkan
Berdasarkan uraian di atas, untuk mengatasi
melalui perbaikan dan peningkatan dari faktor faktor
penurunan produktivitas karena tingginya tingkat
pendapatan, perasaan, dan norma. Pengaruh total
susut hasil dapat dibuat implikasi kebijakan
tidak langsung ini mengurangi total pengaruh
diantaranya:
78
1) Petani harus didorong untuk lebih memperhatian Nugraha, Sigit dan Tim. (2008). Metode Menekan
pembiayaan untuk perlakuan panen dan pasca Kehilangan Hasil Padi. Balai Besar Litbang
panen padi untuk menurunkan susut hasil. Pascapanen Pertanian. Bogor.
2) Memberikan bantuan modal untuk petani yang
Oerke, E.C., H.W. Dehne, E. Schonbeck, and A.
luas lahannya kurang dari 0,7 hektar.
Weber. (1999). Crop Producing and Crop
3) Melakukan pendekatan budaya yang dapat
Protection: Estimated Lossing in Major Food
merubah penanganan panen dan pasca panen
and Cash Crop. Elsevier. Netherland.
menjadi lebih baik dan tidak mengakibatkan
disharmoni diantara petani dan buruh tani (buruh Raharjo, B., D. Hadiyanti, dan K. A. Kodir. (2012).
panen) dan saling menguntungkan kedua belah KajianKehilangan Hasil Pada Pengeringan dan
pihak. Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut
4) Memodernisasi penanganan panen dan pasca Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal.
panen melalui pemberian bantuan fasilitas Vol. 1, No.1: 72-82.
alsintan terutama revitalisasi pengilingan padi Rasmikayati, E. (2014). Perubahan Iklim:
dari I Phase menjadi II Phase dan bimbingan Dampaknya Terhadap Perilaku Serta
teknis untuk meningkatkan kualitas SDM-nya. Pendapatan Petani. Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Setyono, Agus. (2008). Teknologi Penanganan
BPS dan Departemen Pertanian. (2008). Laporan Pasca Panen Padi. Makalah. Disampaikan Pada
Hasil Survei Susut Panen Dan Pasca Panen Lokakarya Kegiatan Pengkajian Pemanfaatan
Gabah/Beras. Kerjasama Badan Pusat Statistik Alat Dan Mesin Pertanian (Alsintan Pasca
Dan Departemen Pertanian. Jakarta. Panen Padi Sawah. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat,
BPS. (2015). Luas Lahan, Produktivitas, dan Bandung Desember 2008.
Produksi Padi Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Melalui situs www.bps.go.id.
Creswell, J.W. and V.L.P. Clark. (2008). Designing
and Conducting Mixed Methods Research. Sage
Publications. London.
Damardjati, Djoko Said. (2010). Kebijakan
Pemerintah Dalam Peningkatan Mutu dan Nilai
Tambah Pengolahan Gabah/Beras. Direktur
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian. Prosiding Lokakarya Nasional.
Diperta Provinsi Jawa Barat. (2014). Luas Tanam,
Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi
Sawah Menurut Kabupaten Dan Kota Tahun
2009 - 2013 di Jawa Barat. Melalui situs
http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMe
nu/1780.
Enrico. (2012). Teknologi Penanganan Panen Dan
Pasca Panen Padi Dalam Menekan Susut Hasil.
Makalah. (BPPP) Balai Besar Penelitian Pasca
Panen, Bogor.
Iswari, K. (2012). Kesiapan Teknologi Panen dan
Pascapanen Padi dalam Menekan Kehilangan
Hasil dan Meningkatkan Mutu Beras. Jurnal
Litbang Pertanian.
Nhamo, N., J. Rodenburg, N. Zenna, G. Makombe
and A.L. Kihupi. (2014). Narrowing the rice
yield gap in East and Southern Africa: Using
and Adapting Existing Technologies. Elsevier.

79
80
Pola Pembiayaan Usahatani Manggis di Kabupaten Subang
Financing of Mangoestain Farming in Kabupaten Subang
Eti Suminartika
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padajdajran

ABSTRAK
Pangsa pasar manggis masih terbuka lebar baik di dalam maupun di luar negeri, namun
hanya 10 persen saja manggis kita yang dapat diekspor. Budidaya tanaman manggis
masih sangat tradisional, jarang dipupuk, dibersihan dan dipangkas. Masih sedikit
Kata Kunci: petani yang menerapkan standar operasional prosedur (SOP), demikian pula halnya di
kabupaten Tasikmalaya dan Subang. Rendahnya upaya pemeliharaan tanaman
Manggis, manggis dapat disebabkan oleh keterbatasan dana yang ada di petani.
pembiayaan Tujuan umum penelitian ini adalah mencari bentuk skim pembiayaan usahatani
usahatani, manggis, sedangkan tujuan spesifiknya adalah: (1) Menganalisis kendala apakah
kelembagaan sehingga petani kurang memelihara kebunnya (2) Menganalisis kelembagaan
pembiayaan, pembiayaan yang diikuti petani (3) Menganalisis pola pembiayaan usahatani manggis
(4) Menganalisis kemampuan financial petani untuk pemeliharaan kebun manggis
pola pembiayaan Penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer yang diperoleh dari petani
dengan menggunakan metoda survey. Selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif
dan kualitatif dengan menggunakan analisis matematik dan ekonometrik. Penelitian
dilaksanakan di sentra produksi manggis Jawa Barat yaitu di kabupaten Tasikmalaya
dan Kabupaten Subang. Kendala yang dihadapi petani manggis sehingga kurang
memelihara kebunnya adalah permodalan, Kendala teknis terutama cara pemanenan
hasil yang kurang baik. Bentuk kelembagaan pembiayaan yang diikuti petani
umumnya mereka memperoleh modal terutama dari sendiri, sebagian pinjaman dari
luar terutama dari bandar. Pola pembiayaan usahatani tani manggis, mereka
mengeluarkan dana saat pohon manggis mau berbunga (untuk penyiangan), saat panen
(untuk biaya panen), setelah panen (untuk pemupukan). Dana yang digunakan untuk
membiayai usahatani menggis relatif kecil. Kemampuan financial petani dalam
pemeliharaan kebun manggis sangat rendah karena hasil panen manggis yang sedikit
dan usaha ini merupakan usaha sampingan.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail:

81
LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH
Komoditas hortikultura menyumbang PDB Berdasarkan uraian di atas, permasalahan
sekitar 21,17 % dari PDB sector pertanian dan dalam penelitian ini adalah
menduduki urutan kedua setelah subsector tanaman (1) Bagaimanakah kelembagaan pembiayaan yang
pangan (Ditjen Hortikultura, 2009). Salah satu diikuti petani?
komoditas hortikultura yang mempunyai prospek (2) Bagaimanakah pola pembiayaan usahatani
cerah untuk tujuan ekspor maupun pasar dalam manggis yang dilakukan petani?
negeri adalah manggis (Garcinia mangostona, L). (3) Bagaimanakah kemampuan financial petani
Ekspor manggis menempati urutan pertama ekspor untuk pemeliharaan kebun
buah Indonesia yang kemudian diikuti oleh nenas dan manggis
jeruk.
Pusat penamanam manggis di Indonesia METODE PENELITIAN
adalah di Kaltim, Kalteng, Jawa Barat, Jawa Timur, Teknik Penarikan Sampel
Sumatra Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Sulawesi Kabupaten Subang merupakan salah satu
Utara. Sedangkan sentra produksi manggis terbesar sentra manggis Jawa Barat, Sentra produksi manggis
berada di Jawa Barat yang memberikan kontribusi berada di kecamatan Sagala Herang yaitu di desa
38% terhadap produksi nasional. Sentra produksi Dayeuhkolot dan desa Sukamandi, pengambilan
manggis manggis di Jawa Barat adalah Kabupaten sampel dilakukan secara random dengan presentase
Purwakarta, Subang, Bogor dan Tasikmalaya. masing yaitu 10 persen dari jumlah populasi, menurut
Kontribusi produksi manggis dari empat kabupaten Gaspersz (1991) apabila peneliti tidak ada
tersebut sebesar 90% terhadap total produksi Jawa pengetahuan tentang besarnya ragam populasi (S)
Barat dan 29 %.terhadap produksi nasional sebesar. atau proporsi populasi (P) dan tidak dapat
Meskipun manggis sudah dapat diekspor, namun memperkirakannya, maka ukuran sampel (n) dapat
belum didukung oleh ketersediaan buah dengan mutu diambil 5 persen, 10 persen, dan 25 persen.dari
yang tinggi. Relatif rendahnya mutu buah manggis di jumlah populasi. Selanjutnya menurut Gaspersz
sentra produksi, dikarenakan pengelolaan kebun (1991), untuk ukuran contoh yang lebih besar dari 30
bersifat tradisional dan system produksinya masih maka sebaran data dalam contoh akan menyebar
bergantung pada alam. Pada umumnya tanaman mendekati sebaran normal, selain pertimbangan di
manggis sudah tua berumur lebih dari 100 tahun dan atas pengambilan sampel didasarkan pula pada
warisan orang tua. Sedangkan, peremajaan tanaman ketersediaan dana dan tenaga yang dimiliki.
baru dilakukan akhir 1990-an. Oleh karena itu buah Penarikan sampel mengikut pola sbb:
manggis yang dapat diekspor kurang dari 10% dari
total produksi. Alat analisis untuk kendala yang dihadapi petani
Pangsa pasar manggis masih terbuka lebar baik di Untuk mengungkap kendala petani terutama
dalam maupun di luar negeri. Permintaan dari kedua tidak memelihara kebunnya yang berkaitan dengan
pasar tersebut melebihi produksinya. Untuk pasar keterbatasan dana akan dianalisis secara deskriptif,
luar negeri, jumlah produsen/pemasok manggis dengan cara menjelaskan kendala-kendala yang
masih terbatas seperti Malaysia, Thailand dan dihadapi petani, kenapa mereka kurang memelihara
negara-negara Amerika latin. Negara tujuan ekspor kebunnya. Kendala dibagi dua kelompok yaitu
manggis dari Indonesia adalah Cina, Hongkong, kendala yang dihadapi petani manggis (pengekspor)
Taiwan, Timur Tengah dan Eropa. Thailand sebagai dan petani manggis untuk tujuan pasar local
negara potensial penghasil manggis dunia mampu
memberikan harga yang lebih murah, hal ini dapat Analisis untuk mengungkap kelembagaan
mengancam pasar ekspor manggis kita. Untuk pembiayaan petani dalam membiaya
memenangkan persaingan maka harga harus lebih usahataninya
murah dan kualitas harus lebih baik Untuk mengungkan kelembagaan
Oleh karena itu untuk mempertahankan dan pembiayaan di petani yang berkaitan dengan
meningkatkan pangsa ekspor maka perlu perbaikan usahatani manggis, maka akan dideskripsi mengenai
kualitas manggis Indonesia. Untuk meningkatkan cara-cara petani mendapatkan dana baik dana dari
kualitas manggis perlu adanya dana untuk membiayai dalam maupun dari luar, dari mana sumber dana
usahatani manggis, oleh karena itu perlu dikaji hal- tersebut, bagaimana mensolusikan permasalahan
hal yang erat kaitannya dengan dana yang bisa dana, aturan apa yang diikuti untuk mendapatkan
digunakan untuk usaha tersebut. dana tersebut, dll. Kelembagaan akan dibedakan
dalam dua bentuk yaitu kelembagaan yang diikuti
petani manggis (pengekspor) dan petani manggis
untuk tujuan pasar local
82
Analisis untuk mengungkap pola pembiayaan Besarnya biaya yang digunakan petani
petani dalam membiaya usahataninya manggis adalah 25.519,51 rupiah per pohon (Tabel
Untuk mengungkan pola pembiayaan di 1), petani mengeluarkan biaya tersebut dalam
petani yang berkaitan dengan usahatani manggis, usahatai manggis mulai saat pohon manggis mau
maka akan dideskripsi mengenai besarnya dana yang berbuah yaitu digunakan untuk pemupukan,
diperlukan, besarnya dana yang diaplikasikan, kapan penyiangan dan pemanenan. Petani di Kabupaten
waktu dana dibutuhkan, dll Subang tidak secara husus mengeluarkan dana untuk
Pola pembiayaan mencakup dua pola yaitu pola perluasan kebun dikarenakan lahan yang dimilki
pembiayaan yang dilakukan petani manggis sudah terbatas.
(pengekspor) dan petani manggis untuk tujuan pasar
local Tabel 1. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan petani
dari Usahatani Manggis
Alat analisis untuk mengukur kemampuan
financial petani dalam pemeliharaan kebun Item Nilai Persentase Nilai per
manggis (Rp) (%) pohon
Mampu atau tidaknya petani dalam Penerimaan 4.336.969,7 100,0 135.658,76
memelihara kebun didasarkan pada kemampuan Biaya 593.366.7 72,6 18.542,71
dalam menciptakan surplus pendapatan keluarga. variabel
Karena adanya surplus pendapatan memungkinkan Biaya tetap 223.257 27,3 6.976,79
Total biaya 816.624 100,0 25.519,51
petani melakukan pemeliharaan pohon manggis nya.
Pendapatan 3.650.345,5 84,2 110.010,79
Surplus pendapatan keluarga merupakan selisih
antara pendapatan dan pengeluaran keluarga yang
Jumlah dana yang digunakan untuk
diformulasikan sebagai berikut:
pemupukan adalah 9.867 rupiah per pohon (tabel 2),
dana pemupukan digunakan pada bulan Mei,
Sf = Yj - Ci
pemupukan tersebut dilakukan sekali (dilakukan oleh
dengan batasan:
50 % responden) dalam setahun hanya sebagian kecil
Sf : surplus pendapatan keluarga (Rp)
(3% responden) yang memupuk dua kali dalam
Yj : pendapatan keluarga (Rp)
setahun, sisanya 47 % petani tidak memupukpohon
Ci : pengeluaran konsumsi (Rp)
manggisnya. Minimnya penggunaan dana untuk
pemupukan dikarenakan nimnya dana yang dimiliki
Jika didapatkan nilai Sf  0, maka petani
petani dan usahatani manggis merupakan usaha
dikatakan tidak memiliki kemampuan memelihara
sampingan. Pupuk yang digunakan umumnya pupuk
pohon, dan jika nilai Sf  0, maka dikatakan petani kandang yang harganya relatif lebih murah. Pupuk
memiliki kemampuan memelihara pohon diberikan sekarung per pohon manggis berbuah.
Pendapatan petani manggis terdiri dari Pohon manggis yang belum berbuah umumnya tidak
berbagai sumber di antaranya: pendapatan dari usaha diberi pupuk, walaupun diberi pupuk tapi hanya
manggis dan pendapatan sampingan. Sedangkan sedikit dan dilakukan oleh sebagian kecil petani. Jadi
pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pangan, secara umum petani memupuk pohon manggis yang
sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan akan berbuah (sudah terlihat bunga) dengan harapan
kemasyarakatan. Selain ada tidaknya kemampuan buahnya banyak. Minimnya pemupukanyang
memelihara pohon juga akan dilihat aspek lainnya dilakukan petani menyebabkan bauah manggis yang
yang erat kaitannya dengan modal usahatani manggis dihasilkan relatif kecil ukuranya.
meliputi besar modal sendiri, sumber modal petani
Dihasilkan informasi tingkat kemampuan Tabel 2. Biaya bahan Usahatani Manggis
financial petani dalam pemeliharaan kebun manggis,
sehingga dapat diprediksi apakah memerlukan Jenis bahan Nilai Persentase
bantuan modal dari luar (kredit) (Rp) (%)
pupuk 62.597 7,5
HASIL DAN PEMBAHASAN Pestisida 17.276 2,0
Pola pembiayaan Petani Manggis total 78.253 9,5
Pola pembiayaan meliputi besarnya biaya
(dana) yang dimiliki petani untuk usahatani manggis, Dana untuk penyiaangan digunakan sebesar
waktu penggunaan dan sumber pembiayaan 12.893 rupiah per pohon, penyiangan dilakukan dua
itusendiri. Pola pembiayaan yang dilakukan petani kali dalam setahun (dilakukan oleh 61% responden).
manggis kabupaten Subang meliputi: Sisanya sekali setahun atau lebih Minimya kegiatan
penyiangan yang dilakukan petani karena kebiasaan
83
mereka kebun manggis dibiarkan, merupakan kebun Sistim Nilai
Satuan Keterangan
campuran, dana yang dimiliki terbatas dan usahatani tebasan (Rp)
manggis merupakan usaha sampinga. Dampak Jumlah pohon 39,25 60 %
minimnya dana penyiangan maka kebun petani pohon responden
dipenuhi ilalang, kelihatan kurang terawat. Mereka Harga per Rupiah 124.203,80
pohon
melakukan penyiangan menjelang pohon manggis
Penjualan di kilo
berbuah dimaksudkan agar memudahkan saat panen
Jumlah kilogram 489,29 40 %
nanti. Petani membiarkan kebunnya karena selain berat responden
usahatani merupakan usaha sampingan, mereka juga Harga per Rupiah/ 5.304
terbatas dana untuk penyiangan. kilogram kilogram
Tabel 3. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Manggis Penerimaan
Jenis kegiatan Nilai Persentase Nilai per Nilai 4.336.969,70
(Rp) (%) pohon penerimaan
Penyiangan 201.212 24,6 Rata-rata 32
Pemangkasan 10.606 1,2 Jumlah
Pemupukan 105.151 12,9 pohon
Pemberantasan 15.151 1,8 Penerimaan 135.658,76
HPT per pohon
Pemanenan 94.954 11,5
Pengangkutan 94.954 11,5 Biaya panen dengan mengikut penjualan
total 511.424 62,6 15.982,00 dikilo biasanya dikeluarkan jika petani menggunkan
orang lain untuk panen, besarnya biaya tersebut
Penyiangan biasanya dilakukan di sekitar mengikut sistim borongan yaitu 750 rupiah per
pohon manggis. Penyiangan dilakukan secara kilogram manggis yang dipanen dan 750 rupiah per
manual, yaitu dilakukan pembabatan gulma dengan kilogram manggis yang di angkut. Biaya panen ini
menggunakan parang. Biaya tetap (termasuk lebih kurang 30 persen dari harga jual yang diterima
peralatan) yang dikeluarkan petani setahun sebesar petani (5.304 rupiah per kilogram). Sistim panen
6.979,29 rupiah borongan ini berpengaruh pada kualitas manggis
yang dihasilkan karena pemborong pemetik
Tabel 4. Biaya Tetap Usahatani Manggis mengejar jumlah petikan ataupun pengangkutan, hal
Jenis Nilai Persentase Nilai Per ini berpengaruh pada kualitas manggis yang dipetik,
biaya (Rp) (%) pohon mengingat kualitas manggis salah satunya ditentukan
Biaya 130.000 15,9 4.062,50 oleh sistim pemanenan. Banyaknya buah manggis
alat yang memar akan menurunkan harga jual.
PBB 93.257 11,3 2.914,29
Biaya 223.257 27,3 6.976,79
tetap Kelembagaan Pembiayaan
Kelembagaan pembiayaan yang diikuti
petani manggis, petani mengandalkan biaya sendiri
Biaya panen terbagi dua yaitu dengan untuk usahatani manggis atau seadanya atau relatif
mengikuti sistim tebasan, biaya panen di tanggung tanpa adanya sumber dana dari luar. Akibatnya,
penebas, oleh penebas biaya panen tersebut petani berada dalam keadaan kekurangan dana untuk
dibebankan kepada harga beli yang diberikan kepada kebunnya. Kelembagaan informal (penyandang
petani manggis. Tebasan dilakukan petani dana) yang diakses petani adalah pinjaman dari
dikarenakan simpel nya sitem tersebut, petani tidak bandar dengan menjaminkan usahataninya misal saat
usah memetik, mengangkut dan mencari pembeli. pohon manggis nya sedang berbuah maka
Dengan sistim tebasan petani langsung menerima dijaminkanlah untuk meminjam uang ke bandar
dana dari penebas walaupun harga jual manggis yang dengan sarat penjualan dilakukan ke bandar dengan
diterima petani lebih rendah. penerimaan yang harga yang ditentukan bandar (baik mengikut sistim
diterima petani dengan sistim tebasan sekitar 124.024 tebasan atau sistim dikilo) tentunya dengan harga
rupiah per pohon, sementara penerimaan yang yang lebih rendah. Petani meminjam uang ke bandar
diterima petani dengan sistim dikilo 151.358 rupiah bukan untuk memelihara kebunnya namun lebih
per pohon (harga jual per kilo 5.304 rupiah, satu banyak digunakan untuk kebutuhan lainnya, sebagian
pohon menghasilkan sekitar 28,5 kilogram). kecil saja dana pinjaman dari bandar itu untuk biaya
Tabel 5. Penerimaan Usahatani Manggis panen.
Kelembagaan formal yang bisa diikuti petani
sangat terbatas, meliputi koperasi dan perbankan
84
(BRI). Koperasi yang ada berupa koperasi simpan Jenis Nilai Presentas keterangan
Pengeluaran (Rp) e
pinjam namun kurang berjalan karena terbatasnya (%)
modal. Keberadaan koperasi sangat minim, koperasi Sandang 737.878,8 2,21 kebutuhan
biasanya berupa simpan pinjam, diikuti olah sedikit Kemasyarakat 438.125,0 pokok
petani karena pinjaman yang bisa diberikan terbatas, an
akatifitas lainnya koperasi menjual barang-barang Jumlah 19.740.788 100,00
kebutuhan petani (kebutuhan sehari-hari, kebutuhan
usahatani). Dengan demikian keberadaan koperasi Petani hanya memiliki kemampuan finansial
kurang berjalan. yang sangat rendah, hal tersebut terlihat dari surplus
Perbankan (BRI) yang ada berada dekat kota pendapatan sebesar 6.343.800,00 rupiah per tahun,
kecamatan. Lembaga perbankan tersebut hanya namun demikian hanya sebagian responden (61 %)
memberikan pinjaman untuk usaha dagang atau yang memeiliki surplus, sisanya 39 % petani dalam
untuk tujuan lainnya, bukan menghususkan untuk kondisi defisit. Petani alainnya dalam kondisi pas-
usahatani manggis. Relatif jarangnya petani pasan dan dalam kondisi kekurangan. Rendahnya
meminjam ke bank karena prosudur yang rumit kemampuan finansial tersebut karena usahatani yang
dibandingkan meminjam ke bandar, juga jarak yang mereka ikuti skalanya kecil, usahtani manggis
relatif jauh. merupakan usaha sampingan, pendapatan dari
sumber lain terbatas. Berikut disajiakan nilai surplus
Kemampuan finansial petani pendapatan petani
Pendapatan keluarga petani manggis per
tahun sebesar 22.434.242,42 rupiah yang terdiri dari Tabel 8. Surplus Pendapatan Keluarga Petani
berbagai sumber: usahatani non manggis yang Manggis
meliputi usahatani (sawah, usahatani tegalan) dan Persentase
diluar usahatani (pensunan, wiraswasta dll). Unsur Nilai (Rp)
(%)
Pendapatan usaha tani manggis ternyata hanya Pendapatan keluarga 26.084.587,88 100,0
merupakan pendapatan samingan mengingat Pengeluaran keluarga 19.740.788,88 73,0
kontribusinya hanya 13,9 persen terhadap Surplus pendapatan 6.343.800,00 27,0
pendapatan keluarga. Sisanya sebesar 86,1 persen keluarga
berasal dari pendapatan diluar usahatani manggis.
Pendapatan keluarga terlihat seperti di tabel KESIMPULAN
1) Pola pembiayaan petani manggis mengikut
Tabel 6. Pendapatan Keluarga Petani Manggis kegiatan usahatani yang dilakukan, biaya
Jenis Nilai Persentase dikeluarkan saat sebelum pohon manggis
pendapatan (Rp) (%) berbubunga, yaitu dilakukan penyiangan pada
bulan Juni dan Oktober, selanjutnya pemanenan
Usahatani 3.650.345,50 13,9 dari bulan Februar sampai bulan Mei dan selesai
manggis panen mereka memupuk pohon manggis pada
Usaha non 22.434.242,42 86,1 bulan Mei. Dana yang dikeluarkan untuk
manggis
usahatani manggis jumlahnya sangat minim,
26.084.587,88 100,0
berasal dari dana pribadi.
2) Kelembagaan pembiayaan yang diikuti petani
Pengeluaran keluarga petani manggis per adalah kelembagaan non formal (pinjam ke
tahun sebesar 19.740.788rupiah yang sebagian besar bandar) jika mereka kekurangan dana untuk
(79,38) digunakan untuk kebutuhan pokok, besarnya kebutuhan keluarga dengan jaminan tanaman
persentase pendapatan keluarga untuk kebutuhan yang akan dipanen (termasuk menjaminkan
pokok mencerminkan tingkat kesejahteraan mereka pohon manggis)
yang masih rendah. 3) Kemampuan finansial pertani Manggis sangat
rendah sehingga mereka menterlantarkan kebun
Tabel 7. Pengeluaran Keluarga Petani Manggis manggis memiliki, mereka mengeluarkan dana
Jenis Nilai Presentas keterangan
Pengeluaran (Rp) e yang sangat terbatas untuk memelihara kebun
(%) manggis, disamping itu usaha manggis
Kebutuhan 15.730.550, 79,38 Pengeluara memberikan kontribusi yang sangat kecil
pokok 0 7,84 n terhadap pendapatan keluarga
Listrik dan air 1.553,891,5 2,25 didominasi
Pendidikan 446.363,7 4,59 untuk
kesehatan 909.090,9 3,72

85
SARAN Policy Conclusions in Agricultural Household
Models: Extensions, Applications and Policy.
1) Perlunya dukungan dana dari luar sehingga The John Hopkins University Press. Baltimore.
petani dapat membiayai kebun manggisnya
2) Perlunya dorongan dari pihak terkait agar petani
memanen sendiri, mengikuti sistim penjualan
secara dikilo, mengingat sistim ini dapat
memperbaiki mutu manggis dan memberikan
harga jual yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Bagi, F. S and I. .J Singh. 1974. A Microeconomic
Model of Farm Decisions in an LDC: A
Simultaneous Equation Approach. Occasional
Paper. No.207. Department of Agricultural
Economics and Rural Sociology. The Ohio State
University. Columbus-Ohio.
Becker, Gary S. 1965. A Theory of the Allocation of
Time. Journal of Economic, Vol. LXXV (299),
September 1965. Columbia.
Departemen Pertanian. (2007). Profil Manggis Di
Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta
Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya. (2012).
Potensi Tanaman Buah-buahan. Melalui:
www.tasikmalayakota.go.id
Dinas Pertanian Kabupaten Subang. (2012) Potensi
Pertanian Melalui: www.subang.go.id
Eti Suminartika (1997). Kemampuan Petani PIR The
dan Kelapa Sawit dalam Peremajaan Tanaman.
IPB, Bogor.
Eti Suminartika (2006). Kemampuan Pembentukan
Modal Usaha pada Industri Pengolah Kedele di
Kota Bandung. UNPAD, Bandung.
Gaspez, Vincent. (1991). Tehnik pengambilan
Contoh untuk Penelitian Survei. Tarsito,
Bandung.
Kadarsan. (1992). Keuangan Pertanian dan
Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Koutsoyiannis, A. (1977). Theory of Econometrics:
An Introductory Exposition of Econometrics
Methods. 2nd Edition. The MacMillan Press Ltd.
New York.
Nelson, A. (1976). Agricultural Finance. The Iowa
State University Press, Ames.
Pindyk, Robert S. and Daniel L. Rubinfeld 1991.
Econometric Models and Economic Forecast.
McGraw-Hill. New York.
Putri Hedya (2011). Pengaruh Penerapan Standar
Operasional prosedur terhadap pendapatan
Petani Maanggis di kecamatan Puspahiyang
Tasikmalaya. Fakultas Pertanian Unpad.
Bandung
Singh, I. J., L. Squire and J. Strauss. (1986). The
Basic Model: Theory, Empirical Result and
86
Persepsi dan SikapPedagang Beras di Pasar Traditional Terhadap Ritel Modern
(Studi Kasus di Pasar Tradisional Kordon, Buah Batu, Bandung Selatan)
Rice Seller Perception and Attitude in Traditional Market toward Modern Ritel (Case
Study in Pasar Tradisional Kordon, Buah Batu, Bandung Selatan)
Fauziah Tantry¹, Sara Ratna Qanti2
¹Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21,
Jatinangor, Sumedang 45363, Indonesia
2Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian,Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21,

Jatinangor, Sumedang 45363, Indonesia

ABSTRAK
Tingkat konsumsi beras di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan
negara di Asia lainnya. Saat ini penjualan beras tidak hanya terjadi di pasar tradisional
saja, tetapi juga di ritel modern yang mulai berkembang pesat dengan berbagai macam
Kata Kunci: format. Persamaan produk yang dijual di ritel modern dan juga pasar tradisional, salah
Persepsi satunya beras, membuat munculnya berbagai persepsi dan sikap dari pedagang beras.
Sikap Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan sikap para pedagang beras
Pedagang beras akibat adanya ritel modern sehingga dapat memberikan bukti empiris terjadi tidaknya
Ritel modern pembangunan inklusif di sektor ritel produk pertanian. Metode yang digunakan dalam
Pasar tradisional penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan teknik studi kasus yang
dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Responden pada penelitian ini adalah
seluruh pedagang beras di Pasar Tradisional Kordon. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pedagang beras tidak merasa terganggu dengan adanya ritel modern karena
mereka berpersepsi bahwa dengan adanya ritel modern tidak mempengaruhi besarnya
pendapatan mereka dan tidak berpengaruh terhadap kebiasaan tawar menawar dan
praktik kasbon. Akan tetapi untuk variabel sikap, sikap ragu-ragu ditunjukkan oleh
pedagang beras mengenai pandangan terhadap ritel modern yang menjual beras saat
ini dan sikap tidak mendukung ditunjukkan para pedagang beras terhadap
keberlanjutan ritel modern yang lokasinya terlalu dekat dengan lokasi penjualan
mereka.

ABSTRACT

The rice consumption level in Indonesia is relatively high compared to other countries
in Asia. Currently, rice is not only sold in traditional market, but also available in
various formats of modern retails. Infact, it makes many perceptions and attitudes of
rice sellesr. This study aims to determine the perceptions and attitudes of rice sellers
Keywords: due to the existence of modern retail and to give empirical evidence whether or not
Perception inclusive development occurred in agricultural products retail sector. The method that
Attitude is used in this research is descriptive qualitative, using case study technique. The data
Rice seller is analyzed using descriptive analysis. Respondents in this study were rice sellers
Modern retail located in Pasar Traditional Kordon, Bandung. The results show that traditional retail
rice sellers do not bothered by the presence of modern retail, their income are not
Traditional retail
affected by the existence of modern market around their selling location, bargaining
and post transaction payment “kasbon” are two common activities that are still occur
in the traditional market and those are not affected by the modern market. On the
contrary, for attitude variable, hesitation are shown by rice sellers regarding to the
outlook of the modern retail selling rice and they don’t support the existence of modern
retails that are located too close with their location.
Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: tantryfauziah@gmail.com

87
PENDAHULUAN Kordon sendiri penjualan beras mengalami fluktuasi
Beras merupakan salah satu komoditas dari segi omzet, volume penjualan,dan jumlah
pangan paling penting bagi masyarakat di Indonesia. pembeli. Akan tetapi memang saat ini penjualan
Hal ini disebabkan karena beras merupakan bahan beras di Pasar Tradisional Kordon memang dirasa
pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari setengah cukup berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun
penduduk dunia, dan konsumsi beras menyumbang sebelumnya. Untuk lebih jelas mengenai penjualan
asupan lebih dari 20 persen kalori. Lebih dari 90 beras di Pasar Tradisional Kordon dapat dilihat pada
persen beras dunia diproduksi dan dikonsumsi oleh 6 tabel berikut.
negara Asia (China, India, Indonesia, Bangladesh,
Vietnam dan Jepang). Berdasarkan data hasil Tabel 1. Data Penjualan Beras di Pasar Tradisional Kordon
SUSENAS–BPS tahun 2014,saat ini tingkat Tahun Data Penjualan Per Hari
Omzet Volume Jumlah
konsumsi beras di Indonesia dari tahun ke tahun (juta Penjualan Pembeli
cenderung mengalami penurunan. rupiah) (ton) (orang)
Untuk memenuhi konsumsi beras 2008-2011 10 1,5 100
masyarakat di Indonesia saat ini beras tersedia 2012-sekarang 10 1 70
dengan berbagai jenis dan merk beras yang beredar
di pasaran. Saat ini penjualan beras pun tidak hanya Tabel 1 di atas merupakan rata-rata
di pasar tradisional saja, tetapi juga tersedia di ritel penjualan per hari dari seluruh pedagang beras di
modern yang saat ini mulai berkembang dengan Pasar Kordon. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat
cukup pesat dengan berbagai macam format. jika dari tahun 2008 sampai saat ini volume penjualan
Berdasarkan penelitian dari Business Watch beras dan juga jumlah pembeli per harinya cenderung
Indonesia (BWI), perkembangan ritel modern di mengalami penurunan. Data tersebut menunjukkan
Indonesia sejak tahun 2000 semakin pesat yakni adanya suatu hal yang menyebabkan penurunan
sebesar 20% dan pada tahun 2007 naik menjadi 40%. volume penjualan dan jumlah pembeli per harinya.
Di kota Bandung, berdasarkan data dari Aprindo Pasar Tradisional Kordon dikelilingi cukup
(2013) menunjukkan bahwa penjualan ritel modern banyak ritel modern di sekitarnya, yang rata-rata
meningkat sebesar 18-22% per tahunnya. berjarak kurang dari 2 km dari pusat pasar. Ritel
Pesatnya perkembangan ritel modern saat ini modern tersebut diantaranya adalah Carrefour, Griya,
menimbulkan berbagai dampak, salah satunya yaitu Borma, Alfamart, Indomart, dan Yomart. Ritel
persaingan dengan pasar tradisional. Berdasarkan modern tersebut termasuk dalam ritel modern besar,
data dari Aprindo (2013), dalam beberapa tahun sedang, dan kecil (minimarket). Ritel modern
terakhir pertumbuhan minimarket sangat pesat, yaitu besarnya adalah Carrefour Kiaracondong yang sudah
pada awal tahun 2009 berjumlah 350 unit menjadi berdiri sejak tahun 2007 dan berjarak sekitar 1,1 km
500 unit hingga Maret 2010. Sedangkan jumlah pasar dari pusat Pasar Kordon. Selanjutnya ritel modern
tradisional di Jawa Barat terus berkurang setiap sedang yaitu Borma Ciwastra dan Griya Buah Batu
tahunnya. Pada tahun 2005, di Jawa Barat masih yang telah berdiri sejak tahun 2000 dan masing-
berdiri sekitar 700 pasar, tetapi seiring mulai masing berjarak sekitar 2 km dari pusat pasar.
maraknya ritel modern, jumlah pasar tradisional pun Selanjutnya ritel modern kecil yaitu Yomart dan
berkurang. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Alfamart yang telah berdiri sekitar tahun 2008 dan
lebih dari 100 pasar tradisional di Jawa Barat yang masing-masing berjumlah dua gerai dengan jarak
tutup. rata-rata berjarak 500 m dari pusat pasar, bahkan ada
Pesatnya perkembangan ritel modern di salah satu Gerai Yomart yang berlokasi tepat di
Indonesia saat ini pun membuat munculnya berbagai sebelah salah satu akses masuk Pasar Kordon. Ritel
macam persepsi yang ditimbulkan oleh berbagai modern kecil (minimarket) ini mulai berkembang di
pihak, termasuk para pedagang di pasar tradisional. sekitar Pasar Tradisional Kordon sejak 5 tahun
Salah satunya yaitu pedagang beras di Pasar Kordon, terakhir.
Buah Batu, yang merupakan salah satu pasar Banyaknya ritel modern yang berdiri di
tradisional di Kota Bandung yang di sekitarnya sekitar Pasar Tradisional Kordon menjadi salah satu
berdiri cukup banyak berdiri ritel modern dengan alasan pemilihan tempat penelitian. Pemilihan tempat
berbagai format. Hal ini dikarenakan beras penelitian ini dilakukan karena Pasar Kordon
merupakan salah satu komoditas pertanian pokok merupakan salah satu pasar tradisional di Bandung
yang saat ini tidak hanya dijual di pasar tradisional, yang sudah berdiri lebih lama dibandingkan pasar
tetapi juga dijual di ritel modern besar, sedang, lain di sekitarnya dan masih tetap bertahan sampai
maupun kecil (minimarket). Di Pasar Tradisional

88
saat ini ditengah marak berdirinya ritel modern di 2. Sikap
sekitarnya, seperti Carrefour, Griya, Borma, dll. Menurut Zanna & Rempel (1988), sikap
Persepsi yang ditimbulkan dari para merupakan reaksi evaluatif yang disukai atau tidak
pedagang beras tersebut nantinya akan disukai terhadap sesuatu atau seseorang,
mempengaruhi sikap apa yang akan dilakukan terkait menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau
dengan adanya ritel modern. Sikap positif atau kecenderungan perilaku seseorang. LaPierre (1934)
negatif akan tergantung dari persepsi para pedagang mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,
beras terhadap adanya ritel modern yang menjual tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
beras. Persepsi dan sikap dari para pedagang di Pasar menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara
Tradisional Kordon terhadap dampak yang sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulus
ditimbulkan oleh pesatnya pertumbuhan ritel modern sosial yang telah terkondisikan. Berdasarkan definisi
di sekitar pasar merupakan faktor yang sangat di atas, dapat dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
penting terkait dalam perkembangan ritel modern suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang
maupun pasar tradisional itu sendiri. terhadap suatu hal yang bersifat mendekati (positif)
Persepsi dan sikap dari para pedagang sangat atau menjauhi (negatif) ditinjau dari aspek afektif &
terkait dengan besar kecilnya atau positif negatifnya kognitif dan mengarahkan pada pola perilaku
dampak yang diperoleh para pedagang dari pesatnya tertentu.
pertumbuhan ritel modern di sekitar pasar tradisional. Menurut Azwar (2012), sikap terdiri dari tiga
Ritel modern yang saat ini sudah berkembang cukup komponen yang saling menunjang yaitu :
pesat pun tidak mungkin dapat dihilangkan, untuk itu 1. Komponen kognitif berhubungan dengan
diperlukan adanya keselarasan dalam persaingan kepercayaan dan keyakinan, ide, konsep. Bagian
yang terjadi antara ritel modern dan juga pasar dari kognitif yaitu: persepsi, stereotype, opini
tradisional. Oleh karena itu, sangat pentingnya yang dimiliki individu mengenai sesuatu.
persepsi dan sikap yang ditimbulkan oleh para 2. Komponen afeksi berhubungan dengan
pedagang yang dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan emosional seseorang, menyangkut
ritel modern dan juga eksistensi dari para pedagang perasaan individu terhadap objek sikap dan
beras dalam menjalankan usaha bisnis penjualan menyangkut masalah emosi. Afeksi merupakan
beras agar keduanya dapat berjalan secara selaras. komponen rasa senang atau tidak senang pada
suatu objek.
KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP 3. Komponen perilaku/konatif merupakan
1. Persepsi komponen yang berhubungan dengan
Menurut Gibson (2000), persepsi adalah kecenderungan seseorang untuk berperilaku
proses kognitif yang dipergunakan oleh seseorang terhadap objek sikap.
untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.
Robbins (2006) menyatakan bahwa persepsi adalah 3. Keberadaan Ritel Tradisional dan Ritel
proses yang digunakan individu dalam Modern
mengorganisasi dan menafsirkan kesan yang Berdasarkan hasil penelitian Amin (2011),
ditangkap oleh indra mereka untuk memberi makna dampak negatif dari keberadaan supermarket
kepada lingkungan mereka. Menurut Atkinson dirasakan oleh para pedagang di pasar tradisional
(1997), persepsi adalah proses dimana kita terutama untuk barang-barang sembako kering,
mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus yang seperti beras, gula, telur, minyak, dll. Sedangkan
ada di sekitar kita ke dalam lingkungan. Persepsi juga untuk komoditas basah seperti ikan, daging dan
merupakan proses penggabungan sensasi. Sensasi ini sayuran relatif tidak banyak berpengaruh. Hal ini
merupakan tahap paling awal dalam penerimaan disebebkan ritel modern juga menyediakan
infomasi.Jadi dapat disimpulkan, persepsi adalah komoditas sejenis, sehingga para pedagang
sebuah proses pengenalan terhadap suatu objek tradisional terkena dampak negatif akibat adanya ritel
(benda, manusia, gagasan, gejala, dan peristiwa) modern. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian
yang dapat memberi makna dan nilai kepada suatu Suryadarma dkk (2007), di Pasar Pamoyanan,
objek dengan menonjolkan sifat khas dari suatu objek Bandung, para pedagang juga menyatakan bahwa
serta hasil dari persepsi bisa berupa tanggapan atau dampak supermarket tidak sesignifikan akibat atau
penilaian yang berbeda dari setiap individu. dampak yang ditimbulkan oleh masalah internal yang
kerap mereka alami di pasar. Selain itu, mereka juga
mengakui bahwa ada sedikit perbedaan dalam hal
karakteristik pembeli yang datang ke pasar

89
tradisional dan modern, misalnya, para pedagang dalam sebuah persentase yang disajikan dalam
keliling dan pemilik warung/toko kecil masih bentuk chart.
memilih untuk berbelanja di pasar tradisional.
Berdasarkan hasil penelitian dari Minten HASIL DAN PEMBAHASAN
(2007), dalam The International Food Policy Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai
Research Institute (IFPRI), pedagang beras di pasar persepsi dan sikap pedagang beras terhadap
tradisional terancam keberadaannya semenjak keberadaan ritel serta kebijakan pemerintah yang
hadirnya ritel modern di Madagaskar, yang berkaitan dengan keberadaan ritel tradisional dan
menyebabkan konsumen beralih membeli beras di modern.
supermarket. Hal ini dikarenakan tingkat kesediaan
konsumen untuk membayar beras dengan kualitas 1. Persepsi Para Pedagang Beras Terhadap
yang baik serta berbelanja di tempat yang nyaman Dampak Ritel Modern
yang disediakan oleh supermarket sangatlah tinggi. a. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Dampak
Madagaskar bisa menjadi perbandingan dengan Ritel Modern
kondisi ritel di Indonesia, karena memiliki kesamaan 80 persen responden menyatakan tidak terlalu
sebagai negara berkembang. Selain itu, menurut khawatir dengan ritel modern yang juga menjual
penelitian dari IFPRI Madagaskar juga merupakan beras. Hal ini dikarenakan sebagian besar para
salah satu negara yang telah berdiri banyak ritel pedagang beras tersebut mengetahui jika beras yang
global selama lebih dari satu dekade terakhir. dijual di pasar tradisional dan ritel modern memiliki
Temuan-temuan tersebut berkaitan pada kelebihan dan kekurangan masing-masing, selain itu
penentuan variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan pangsa pasarnya pun berbeda sehingga para
temuan-temuan sebelumnya, diperoleh variabel pedagang beras tidak terlalu khawatir tersaingi
pendapatan, jumlah pembeli, volume penjualan, dengan ritel modern yang saat ini menjual beras.
durasi berjualan, dll. Untuk lebih jelasnya akan Persepsi Pedagang Beras Terhadap Ritel
dijelaskan pada bab pembahasan. Modern Yang Juga Menjual Beras

METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah desain kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu 20%
metode-metode penelitian untuk mengeksplorasi dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau 80%
kelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial
atau kemanusiaan (John W . Creswell, 2009).Teknik
penelitian yang digunakan berupa studi kasus (case
Gambar 1. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Ritel
study) yaitu penelitian yang terinci tentang seseorang Modern Yang Juga Menjual Beras
atau suatu unit selama kurun waktu tertentu
(Sugiyono, 2007). Menurut responden, konsumen yang menjadi
Objek penelitian ini adalah para pedagang langganan mereka adalah konsumen yang berniat
beras yang berada di dalam Pasar Tradisional menjual lagi berasnya atau konsumen yang
Kordon, Buah Batu, Bandung Selatan. Data menggunakan beras sebagai bahan baku untuk
diperoleh dari informan dan responden. Informan usahanya (seperti penjual warung makanan siap saji).
dalam penelitian ini diantaranya adalah para Konsumen jenis ini sepertinya memilih ritel
pengelola pasar dan orang-orang yang tinggal tradisional karena mereka bisa membeli dalam
disekitar pasar yang mengetahui sejarah pasar, serta jumlah yang relatif fleksibel (dari eceran sampai
pemerintah daerah setempat. Responden dalam dengan dalam karungan sebesar 25 kg) jika
penelitian ini adalah seluruh pedagang beras di Pasar dibandingkan dengan membeli di ritel modern
Tradisional Kordon, yaitu berjumlah 5 orang dimana hanya menjual beras dalam kemasan sebesar
pedagang beras. 3kg, 5kg, 10 kg, dan 20 kg.
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini Selain menawarkan keleluasaan dalam membeli
adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah jenis data kuantitas beras, pedagang di ritel tradisional juga
yang diperjelas dari tanggapan- tanggapan para menawarkan harga jual yang lebih murah untuk jenis
pedagang beras yang berada di Pasar Tradisional beras yang sama jika dibandingkan dengan harga di
Kordon, Buah Batu, Bandung Selatan, yang ritel modern. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 2 berikut
kemudian akan diolah menjadi data kuantitatif ini.

90
kios di pinggir jalan raya sehingga merupakan tempat
Tabel 2. Perbandingan Harga Jual Beberapa Jenis Beras paling strategis karena selalu dilewati banyak orang.
yang Dijual di Pasar Kordon dan Ritel Modern Sekitarnya
Pedagang Beras 5 yang merupakan pedagang
beras dengan omzet paling kecil, menurut peneliti hal
ini dikarenakan ketersediaan ketersediaan jenis beras
yang kurang lengkap dan juga lokasi yang kurang
strategis, sehingga membuat Pedagang Beras 5 hanya
mendapat omzet sebesar Rp 6.000.000 per harinya.
Untuk Pedagang Beras 2, pedagang beras yang
mengaku cukup sulit untuk mendapatkan omzet
sebesar Rp 10.000.000,- per harinya ini menurut
peneliti dikarenakan ketersediaan ketersediaan jenis
beras yang kurang lengkap.
Persepsi Pedagang Beras Terhadap
Pengaruh Pendapatan Usaha

b. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh


Pendapatan Usaha 20% Tidak
Sebagian besar responden (80%) Berpengaruh
menganggap adanya ritel modern saat ini yang juga
menjual beras tidak berpengaruh terhadap Berpengaruh
pendapatan yang mereka dapat. Mereka 80%
mengungkapkan bahwa pendapatan usaha yang
didapatkan masih tetap sama sebelum ataupun
sesudah adanya ritel modern yang menjual beras.
Gambar 2. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh
Mereka merasa yang mempengaruhi turunnya Pendapatan Usaha
pendapatan usaha penjualan beras mereka bukanlah
berasal dari ritel modern yang juga menjual beras, c. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh
tetapi dari menurunnya volume penjualan yang Volume Penjualan Beras
disebabkan oleh banyaknya isu yang belakangan Seluruh responden mengganggap adanya
beredar di masyarakat saat ini seperti isu beras ritel modern yang saat ini menjual beras tidak
plastik. Hal tersebut lah yang membuat pendapatan berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume
mereka sempat anjlok. penjualan beras di toko beras mereka. Menurut
Berdasarkan hasil wawancara dan juga pengakuan para pedagang beras, volume penjualan
pengamatan peneliti, adanya perbedaan pendapatan beras masih relatif sama dari sebelum ataupun
yang didapat oleh para pedagang beras di Pasar sesudah adanya ritel modern yang juga menjual
Tradisional Kordon bukan disebabkan oleh ritel beras, yaitu sebesar kurang lebih 1 ton per harinya.
modern, akan tetapi lebih dikarenakan perbedaan Kalaupun ada perubahan volume penjualan, lebih
ketersediaan jenis beras yang dijual dan juga lokasi disebabkan karena isu mengenai beras plastic
kios. Pedagang Beras 1 dan 4 merupakan pedagang beberapa waktu lalu.
beras yang hanya menjual beras yang mengaku per
harinya mendapatkan omzet sebesar Rp 10.000.000,- d. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh
. Menurut peneliti hal ini dikarenakan ketersediaan Jumlah Pembeli
jenis beras yang lebih lengkap dibandingkan dengan Seluruh pedagang beras di Pasar Kordon
pedagang lain. Selain itu, Pedagang Beras 3 juga menunjukkan persepsi ragu-ragu terhadap pengaruh
mengaku omzet per hari dari menjual beras bisa jumlah pembeli akibat adanya ritel modern. Para
mencapai Rp 10.000.000.-. Menurut peneliti hal ini pedaganh;lg beras di Pasar Tradisional Kordon
dikarenakan Pedagang Beras 3 memiliki lokasi kios mengakui adanya penurunan jumlah pembeli saat ini
yang paling strategis. Meskipun Pedagang Beras 3 dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.
memiliki ketersediaan jenis beras yang kurang Akan tetapi mereka tidak yakin hal ini disebabkan
lengkap jika dibandingkan dengan Pedagang Beras 1 karena adanya ritel modern di sekitar pasar. Mereka
dan 4, akan tetapi Pedagang Beras 3 memiliki lokasi mengakui saat ini rata-rata pembeli beras per hari
sekitar 70 orang pembeli per hari. Padahal pada

91
tahun-tahun sebelumnya mereka mengakui jumlah berjarak sekitar 100 meter dari salah akses masuk
pembeli per hari bisa lebih dari 100 orang pembeli. Pasar Tradisional Kordon. Hal ini tidak sesuai
Pendapat ini diungkapkan oleh Pedagang Beras 1, 2, dengan Perda Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2009,
3. yang salah satu pasalnya menyatakan bahwa
minimarket berjarak minimal 0,5 Km dari pasar
e. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh tradisional dan 0,5 Km dari usaha kecil sejenis yang
Jam Operasional Usaha terletak di pinggir kolektor/arteri serta supermarket
Sebagian besar pedagang beras di Pasar dan departement store berjarak minimal 1,5 Km dari
Kordon (80%) menyatakan adanya ritel modern tidak pasar tradisional yang terletak di pinggir
berpengaruh terhadap perubahan jam operasional kolektor/arteri. Untuk lebih jelasnya mengenai
usaha. Mereka memang mengakui adanya perubahan Peraturan Daerah Kota Bandung akan dibahas pada
jam operasional usaha saat ini, tetapi bukan sub bab selanjutnya.
disebabkan karena adanya ritel modern. Hal ini
diungkapkan oleh Pedagang Beras 1, 4 dan 5. Mereka g. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh
mengakui melakukan perubahan jam operasional Budaya Tawar Menawar Pedagang dan
karena memang sudah menurunnya jumlah pembeli Pembeli
saat ini sehingga harus menutup tokonya lebih awal. Persepsi dari seluruh pedagang beras
Akan tetapi terdapat satu responden yang terhadap pengaruh budaya penjualan juga
menyatakan adanya ritel modern berpengaruh menyatakan bahwa adanya ritel tidak berpengaruh
terhadap jam operasional usaha toko berasnya. terhadap budaya tawar-menawar antar pedagang dan
Pedagang beras tersebut sengaja merubah jam pembeli. Seluruh pedagang beras beranggapan tidak
operasional usahanya untuk membedakan dengan ada perbedaan budaya penjualan yang dilakukan dari
jam operasional usaha dari ritel modern. sebelum dan sesudah adanya ritel modern yang saat
ini menjual beras. Budaya penjualan seperti budaya
tawar menawar antar pedagang dan pembeli juga
Persepsi Pedagang Beras Terhadap
Pengaruh Jam Operasional Usaha masih tetap ada hingga saat ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini, budaya
tawar menawar antar pedagang dan pembeli masih
akan tetap ada, hal ini dikarenakan budaya tawar
20% Berpengaruh menawar merupakan salah satu ciri khas dari pasar
tradisional. Selain itu adanya interaksi sosial yang
Tidak tercipta antar pedagang dan pembeli pada saat proses
80% Berpengaruh tawar menawar itu terjadi lah yang menjadi salah satu
ciri khas pasar tradisional. Hal tersebut tidak akan
dapat ditemui di ritel modern, dimana pembeli
Gambar 3. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh
diharuskan menjadi konsumen yang mandiri.
Jam Operasional Usaha
h. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh
f. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh Fasilitas Yang Ditawarkan
Jarak Ritel Modern dengan Pasar Kordon Sebagian besar pedagang beras (60%)
Seluruh pedagang beras memberikan mengakui adanya ritel modern saat ini berpengaruh
persepsi tidak setuju terhadap jarak ritel modern di terhadap fasilitas yang ditawarkan kepada pembeli.
sekitar Pasar Kordon yang terlalu dekat dengan pusat Salah satu fasilitas yang ditawarkan adalah delivery
pasar. Hal ini dapat ditunjukkan dari persepsi seluruh order. Menurut pengakuan dari para pedagang beras
pedagang beras yang mengungkapkan bahwa jarak yang merasa adanya ritel modern berpengaruh
ritel modern yang terlalu dekat dengan pasar dapat terhadap fasilitas yang ditawarkan ini menganggap
mengganggu eksistensi dari para pedagang di Pasar adanya ritel modern mendorong mereka untuk
Tradisional Kordon itu sendiri. melakukan hal ini. Jadi para pembeli yang sudah
Seluruh pedagang beras beranggapan mengenal para pedagang beras dapat memesan beras
demikian, karena tidak setuju dengan pemerintah melalui telepon dan beras akan diantarkan ke rumah
daerah setempat yang memberikan izin kepada pembeli dengan menggunakan motor ataupun mobil,
peritel modern yang mendirikan ritel modern dengan tergantung pada volume pembelian beras yang dibeli.
jarak terlalu dekat dengan pusat pasar, bahkan Fasilitas ini diakui dijadikan sebagai salah satu
terdapat salah satu minimarket yang letaknya hanya strategi usaha. Mereka mengakui ini sebagai salah

92
satu keunggulan pasar tradisional, jika dibandingkan dasarnya mereka merasa khawatir jika nantinya ritel
dengan ritel modern karena dapat melakukan modern dapat merugikan mereka.
pembelian lewat telepon.
Sikap Pedagang Beras Terhadap
Persepsi Pedagang Beras Terhadap Dukungan Keberlanjutan Ritel Modern
Fasilitas yang Ditawarkan

Berpengaruh Tidak Setuju


40% Ragu-ragu
40%
60% 60%
Tidak
Berpengaruh

Gambar 4. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Fasilitas Gambar 6. Sikap Pedagang Beras Terhadap Dukungan
yang Ditawarkan Keberlanjutan Ritel Modern

i. Persepsi Pedagang Beras Terhadap Pengaruh c. Sikap Pedagang Beras Terhadap Tindakan
Budaya Kasbon Melakukan Strategi Usaha
Seluruh pedagang beras di Pasar Tradisional Sebagian besar responden (60%) mengaku
beranggapan bahwa adanya ritel modern tidak tidak melakukan strategi apapun terkait dengan
berpengaruh terhadap budaya kasbon. Mereka adanya ritel modern di sekitar Pasar Kordon saat ini.
mengakui bahwa budaya kasbon masih tetap ada dari Hal ini diungkapkan oleh Pedagang Beras 1, 2, dan
sebelum adanya ritel modern sampai saat ini. Hal ini 3. Seperti contoh diungkapkan oleh Pedagang Beras
seperti diungkapkan oleh Pedagang Beras 4. Beliau 2. Beliau menyatakan, “Nggak sih gak ngelakuin
mengatakan bahwa, “Ada aja sih orang yang kasbon strategi apa-apa. Tapi sebenernya mah pengen gitu
mah gak berubah dari dulu juga. Malah ada juga kayak kasih harga diskon atau kualitas beras jadi
yang cuma ambil beras tapi bayarnya mah nggak.” tambah bagus tapi belom terlaksana sih.” Pada
dasarnya Pedagang Beras 2 mau melakukan strategi
2. Sikap Para Pedagang Beras Akibat Adanya usaha guna meningkatkan pelayanan terhadap
Ritel Modern Yang Juga Menjual Beras konsumen. Akan tetapi keterbatasan modal yang
dimiliki Pedagang Beras 2 sehingga ia tidak memiliki
a. Sikap Pedagang Beras Mengenai Pandangan biaya khusus untuk memberikan diskon kepada para
Terhadap Ritel Modern Yang Menjual Beras pelanggan dan juga meningkatkan kualitas beras.
Saat ini
Sebagian besar para pedagang beras (80%) di Sikap Pedagang Beras Terhadap Tindakan
Melakukan Strategi Usaha
Pasar Tradisional Kordon menunjukkan sikap yang
ragu-ragu terhadap ritel modern yang saat ini menjual
Melakukan
beras. Sikap ragu-ragu yang ditunjukkan para Strategi
pedagang ini dapat terjadi karena mereka memang
merasa adanya ritel modern saat ini tidak 40% Tidak
mengganggu tetapi pada dasarnya mereka juga Melakukan
merasa khawatir jika nantinya ritel modern yang saat 60% Strategi
ini juga menjual beras akan mempengaruhi eksistensi
penjualan beras mereka.
Gambar 7. Sikap Pedagang Beras Terhadap Tindakan
b. Sikap Pedagang Beras Terhadap Dukungan Melakukan Strategi
Keberlanjutan Ritel Modern
Sebagian besar para pedagang beras (60%) di d. Sikap Pedagang Beras Terhadap
Pasar Tradisional Kordon menunjukkan sikap yang Penyampaian Keluhan
ragu-ragu terhadap dukungan keberlanjutan ritel Seluruh pedagang beras di Pasar Tradisional
modern, dan selebihnya sebanyak 2 responden Kordon menunjukkan sikap yang negatif terhadap
menunjukkan sikap tidak setuju terhadap dukungan penyampaian keluhan akibat terlalu pesatnya
keberlanjutan ritel modern. Hal ini dikarenakan pada perkembangan ritel modern di sekitar pasar
tradisional saat ini. Dalam hal ini keluhan utama yang

93
muncul ada mengenai jarak ritel modern yang terlalu melanggar peraturan tersebut dengan durasi
dekat dengan Pasar Tradisional Kordon. operasional melebihi 12 jam. Untuk lebih jelasnya
Pada dasarnya keluhan seringkali terucap dapat dilihat pada tabel berikut.
oleh para pedagang beras di Pasar Tradisional
Kordon mengenai sikap kurang setuju terhadap Tabel3. Jam Operasional Ritel Modern
berdirinya ritel modern yang jaraknya terlalu dekat No. Ritel Modern Jam Operasional Durasi
1. Carrefour 09.00-22.00 13 jam
dengan pasar, tetapi keluhan ini tidak pernah mereka 2. Borma 08.00-21.00 13 jam
sampaikan pada pemerintah daerah setempat. Mereka 3. Griya 09.00-21.00 12 jam
mengakui bahwa tidak memiliki akses dan tidak 4. Yomart 07.00-22.00 15 jam
mengetahui bagaimana cara untuk menyalurkan 5. Indomaret 08.00-22.00 14 jam
keluhan tersebut kepada pemerintah daerah setempat 6. Alfamart 08.00-23.00 15 jam
sehingga belum pernah menyampaikan keluhan
sampai saat ini. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat jika
sebagian besar ritel modern yang ada disekitar Pasar
3. Kebijakan Pemerintah Tradisional Kordon melanggar ketentuan Perda Kota
a. Lokasi dan Jarak Ritel Modern Bandung. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jika
Berdasarkan isi dari Peraturan Daerah Kota Yomart dan Alfamart adalah dua ritel modern kecil
Bandung Nomor 02 tahun 2009, menyatakan jika yang memiliki durasi berjualan paling lama.
jarak ritel modern kecil (minimarket) seharusnya Ketidaksesuaian ini menimbulkan adanya berbagai
adalah 0,5 km dari pasar tradisional. Hal ini sangat persepsi dari para pedagang beras di Pasar
tidak sesuai dengan keadaan di lingkungan Pasar Tradisional Kordon. Seperti telah dibahas
Tradisional Kordon. Untuk minimarket, di sekitar sebelumnya, terdapat salah satu pedagang beras yang
Pasar Tradisional Kordon terdapat empat buah mengungkapkan jika ia sengaja membuka tokonya
minimarket, yaitu Yomart dan Alfamart yang lebih awal sebagai salah satu strategi bisnis usahanya.
masing-masih berjumlah dua gerai dan berjarak rata- Sampai saat ini jam operasional usaha ritel
rata 500 m dari pusat pasar. modern yang berada di sekitar Pasar Tradisional
Dengan tidak sesuainya Peraturan Daerah Kordon masih sama yaitu sebagian besar beroperasi
Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2009 yang mengatur lebih dari 12 jam. Untuk itu seharusnya pemerintah
tentang ritel modern dan pasar tradisional, dengan daerah setempat dapat lebih tegas menindak ritel
keadaan saat ini di lingkungan Pasar Tradisional modern yang beroperasi lebih dari 12 jam, karena
Kordon, maka menimbulkan adanya berbagai dikhawatirkan nantinya ritel modern dapat
persepsi dari para pedagang beras. Seperti telah memusnahkan pasar tradisional dan juga toko
dibahas dalam sub bab sebelumnya, seluruh kelontong disekitarnya.
pedagang beras menyatakan tidak setuju dengan
jarak ritel modern yang terlalu dekat dengan pasar. PENUTUP
Hal ini dikarenakan mereka merasa jika nantinya ritel Berdasarkan persepsi dari para pedagang beras,
modern akan mempengaruhi eksistensi mereka adanya ritel modern yang menjual beras tidak
sebagai pedagang di Pasar Tradisional Kordon. mengganggu usaha mereka. Dalam sektor ekonomi,
Seperti telah diungkapkan sebelumnya salah satu berdasarkan persepsi para pedagang beras
pedagang beras mengungkapkan jika harusnya jarak menunjukkan adanya ritel modern saat ini tidak
ritel modern tidak terlalu dekat dengan pasar berpengaruh. Hal ini ditunjukkan dengan tidak
tradisional seperti keadaan saat ini di Pasar berpengaruhnya ritel modern terhadap pendapatan
Tradisional Kordon. usaha, volume penjualan, jumlah pembeli dan jam
operasional usaha. Akan tetapi mereka merasa
b. Jam Operasional terganggu terhadap jarak ritel modern yang terlalu
Selain jarak dan lokasi kios, jam operasional dekat dengan pasar. Dalam sektor sosial budaya,
usaha juga termasuk salah satu hal yang diatur dalam adanya ritel modern juga tidak berpengaruh. Hal ini
Perda Kota Bandung. Salah satu hal yang diatur ditunjukkan dengan tidak berpengaruhnya budaya
dalam Perda Kota Bandung adalah mengenai tawar menawar dan juga budaya kasbon. Akan tetapi
maksimal jam oeprasional usaha yaitu hanya 12 jam. persepsi pedagang beras terhadap pengaruh fasilitas
Akan tetapi nyatanya saat ini masih banyak ritel yang diberikan akibat adanya ritel modern
modern yang beroperasi lebih dari 12 jam. Untuk menunjukkan hasil positif. Berdasarkan hasil
keadaan ritel modern di sekitar Pasar Tradisional penelitian ini, ritel modern berpengaruh terhadap
Kordon, masih ada beberapa ritel modern yang persepsi pedagang beras terkait fasilitas yang

94
diberikan para pedagang beras terhadap para
pembeli. Hal ini menjadikan keunggulan pedagang
beras di Pasar Tradisional Kordon. Hal ini
menunjukkan bahwa ternyata adanya ritel modern
saat ini tidak merubah unsur sosial budaya pada pasar
tradisional.
Sikap ragu-ragu ditunjukkan oleh pedagang
beras mengenai pandangan terhadap ritel modern
yang menjual beras saat ini. Selain itu sikap tidak
mendukung ditunjukkan para pedagang beras
terhadap keberlanjutan ritel modern, mereka tidak
setuju dengan keberlanjutan ritel modern saat ini.
Tindakan melakukan strategi terhadap usahanya
menunjukkan hasil jika ritel modern tidak
mendorong mereka untuk melakukan strategi
apapun. Pada variabel sikap penyampaian keluhan
pun menunjukkan hasil jika hadirnya ritel modern
tidak mempengaruhi para pedagang beras untuk
menyampaikan keluhan mereka kepada pemerintah
daerah setempat.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Danial El. 2011. Dampak Pasar Modern
Terhadap Pedagang di Pasar Tradisional di
Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon.
Tesis Magister Ekonomi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia.
Approach. Upper Saddle River :Prentice
Hall Intl,Inc.
Atkinson, R. L., Atkinson, R.C. 1997.Pengantar
Psikologi 1. Judul asli Introduction to
Psychology eighth edition.. Jakarta, Penerbit
Erlangga.
Azwar, Saifuddin. 2012. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gibson, James,L. 2000. Organisasi, Perilaku,
Struktur dan Proses. Edisi ke-5. Cetakan ke-
3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Minten, Bart (2007). The Food Retail Revolution in
Poor Countries: Is It Coming or Is It Over?
Evidence from Madagascar. New Delhi:
International Food Policy Research Institute
– IFRI.
Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Organisasi.
Edisi kesepuluh. Jakarta: PT Indeks
Kelompok Gramedia
Suryadarma, dkk. 2007. Laporan Penelitian :
Dampak Supermarket terhadap Pasar dan
Pedagang Ritel Tradisional di Daerah
Perkotaan di Indonesia. Lembaga Penelitian
SMERU.
http://www.smeru.or.id/report/research/supe
rmarket/supermarket_ind.pdf

95
96
Identifikasi dan Pemetaan Stakeholder Dalam Pengembangan Rantai Pasok
Komoditas Bawang Merah (Allium cepa L.) di Kabupaten Brebes
Stakeholders Identification and Mapping in Shallots Supply Chain Development in
Brebes District
Fernianda Rahayu Hermiatin1, Tomy Perdana1, Eddy Renaldi1
Fakultas Pertanian, Agribisnis Universitas Padjadjaran
Jl.Raya Jatinangor Km.21 Sumedang

ABSTRAK
Komoditas bawang merah merupakan komoditas yang memiliki kompleksitas dan
karakteristik yang cenderung dinamis, sehingga diperlukan pengembangan klaster
bawang merah yang lebih terkoordinir dan terintegrasi dengan baik. Dimana
Kata Kunci: pengembangan klaster tersebut melibatkan banyak pihak yang terkait yang memiliki
komoditas Bawang tujuan dan keinginan masing-masing. Oleh karena itu, munculnya perbedaan
Merah, kepentingan dan setiap pelaku masing-masing cenderung lebih berusaha untuk
Stakeholder, Business memenuhi kebutuhan sendiri. Atas dasar tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi
Social Resposibility dan pemetaan stakeholder yang terlibat pada rantai pasok komoditas bawang merah.
(BSR) Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Mekar Jaya, Desa Klampok, Kecamatan
Wanasari Kabupaten Brebes dengan metode analisis menggunakan Business Social
Resposibility (BSR) untuk mengetahui dan mengidentifikasi peranan masing-masing
pelaku yang terlibat pada kegiatan rantai pasok bawang merah. dari hasil analisis,
terdapat 5 (lima) pelaku yang terlibat dalam kegiatan rantai pasok komoditas bawang
merah di Kelompok Tani Mekar Jaya, pelaku tersebut antara lain adalah kelompok tani
Mekar Jaya, perbankan, industry pengolahan bahan makanan, Bank Indonesia, dan
Universitas Padjadjaran. Setiap pelaku yang terlibat berperan sesuai dengan tugas dan
tanggungjawab masing-masing pelaku.

ABSTRACT

Shallots is one of the commodity who has complexity and characteristics that tend to
be dynamic. That is necessitating development of shallots clusters which have
coordinated and integrated. Clusters development is involved multi stakeholders who
has goals and desires of each stakeholder. Therefore, this multi stakeholder
Keywords: development has of many interests and every actors strives to meet their respective
Shallots, goals than the common interest. Based on this situations, it would require to the
Stakeholder, stakeholders identifying and mapping which are involved in shallots supply chain. This
Business Social research is carried in Mekar Jaya farmer groups, Klampok village, Wanasari, Brebes
Responsibility (BSR) district with applied Business Social Responsibility (BSR) analysis to develop
sustainable business strategies and solutions through consulting, research, and cross-
sector collaboration. This results identified 5 (five) actors who involved in the shallots
supply chain in Mekar Jaya farmer groups. Those actors are Mekar Jaya farmer
groups, bank, food processing industry, Central Bank of Indonesia, and Padjadjaran
University and every stakeholders has private goals and interest.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: fernianda1910@gmail.com

97
PENDAHULUAN yang paling baik untuk petani, maka dibutuhkan
Pengembangan kegiatan pertanian pada kolaborasi dengan pihak lain seperti pemerintah,
umumnya melibatkan banyak pihak seperti pada teori Universitas, pihak swasta, dan organisasi masyarakat
yang dikemukakan oleh Simchi-Levi et al, (2000). lainnya dimana kolaborasi tersebut dikenal dengan
Rantai pasok merupakan suatu sistem yang terdiri nama Tree way deal. Kolaborasi multi stakeholders
dari pemasok (supplier), pabrik (Manufacturer), menggambarkan suatu proses yang bertujuan untuk
distributor, dan pengecer (retailer) sebagai bagian pengambilan keputusan dan kegiatan komunikasi
dari pelaku rantai pasok yang mengolah atau terhadap suatu masalah (Hemmati, 2002).
memproses raw material menjadi suatu produk, yang Salah satunya adalah komoditas bawang
kemudian disalurkan atau didistibusikan untuk merah yang dianggap sebagai komoditas hortikultura
memenuhi kebutuhan konsumen. Banyaknya pihak yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan salah satu
yang terlibat dalam suatu kegiatan rantai pasok komoditas penyumbang inflasi. Komoditas bawang
menimbulkan adanya perbedaan kepentingan merah memiliki karakteristik yang cukup kompleks
sehingga pencapaian outcome bersama tidak dapat dan dinamis. Fluktuasi harga jual bawang merah di
terealisasikan. Perbedaan kepentingan dari setiap pasar tradisional sangatlah tinggi dan berpengaruh
masing-masing pelaku dalam suatu rantai pasok terhadap kegiatan perekonomian petani bawang
dapat dilihat ketika masing-masing pelaku rantai merah di Kabupaten Brebes yang merupakan
pasok lebih berusaha untuk memenuhi kebutuhan kabupaten terbesar penghasil komoditas bawang
masing-masing. Hal tersebut terjadi dikarenakan merah di Indonesia. Proses kegiatan on farm hingga
setiap pelaku yang terlibat dalam suatu rantai pasok off farm belum dilakukan secara sinergi dan
bertindak secara perorangan berdasarkan pada terkoordinir.
pandangan lokal dan tingkah laku yang oportunis Oleh karena itu, diperlukan pengembangan
(Chopra dan Meindl, 2007). manajemen rantai pasok bawang merah di Kabupaten
Setiap pelaku yang terlibat dalam sebuah Brebes yang melibatkan petani, pasar, dan pihak
rantai pasok pertanian memiliki peranan dan ketiga seperti Bank Indonesia/lembaga penelitian dan
tanggungjawab masing-masing sesuai dengan pemberdayaan lainnya yang dirasa perlu dilakukan
kemampuan dan kapasitas pelaku dalam kegiatan untuk membantu peningkatan kapasitas produksi dan
pertanian tersebut. Pada umumnya, setiap pelaku kemampuan petani dalam menyediakan produk yang
rantai pasok memiliki tujuan dan peranan masing- berkualitas sesuai dengan permintaan pasar.
masing. Peranan tersebut ada yang berkeinginan Pengembagan rantai pasok yang terintegrasi
lebih kuat namun pemahamannya kurang ataupun tersebut salah satunya diterapkan dengan membentuk
sebaliknya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu suatu klaster komoditas bawang merah yang
kolaborasi yang sesuai dan seimbang dalam dikembangkan pada kelompok tani Mekar Jaya yang
pengembangan kegiatan rantai pasok pertanian. berlokasi di Gang Mushola, Desa Klampok,
Dalam realisasinya, setiap pelaku yang terlibat dalam Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Dimana
suatu rantai pasok tidak hanya tergantung pada kelompok tani Mekar Jaya pada saat ini tengah
rasionalitas namun juga memerlukan keterlibatan berkolaborasi dengan beberapa pihak lain seperti
emosi, maksud-maksud tersembunyi dan industri pengolahan bahan makanan sebagai
ketidakrasionalan (Howard,1999). pengembangan pasar terstruktur untuk pemasaran
Sektor pertanian merupakan sektor yang bawang merah, Bank Indonesia dan perbankan
memiliki tingkat kompleksitas dan karakteristik yang sebagai lembaga pembiayaan rantai pasok komoditas
cenderung dinamis dimana dalam pengembangan bawang merah di Kabupaten Brebes.
rantai pasok pertanian diperlukan pengembangan Pengembangan klaster dalam suatu kegiatan
inovasi kelembagaan (Institutional collaboration) rantai pasok dimaksudkan agar setiap pelaku yang
berupa peraturan yang dikembangkan dan dibuat terlibat didalamnya mendapatkan pendapatan yang
untuk setiap pelaku yang terlibat dalam rantai pasok lebih efisien dengan inovasi yang dirangsang dari
pertanian yang mampu untuk mereduksi seluruh kegiatan kerjasama dalam suatu kelompok untuk
aktivitas rantai pasok dan biaya transaksi yang timbul memperkuat kegiatan rantai pasok dalam
akibat keterbatasan petani. Inovasi kelembagaan menghadapi berbagai persaingan (Hill dan Brenna,
tersebut dapat terbentuk akibat interaksi yang 2000). Sehingga dalam hal tersebut, pengembangan
dibangun antara petani dan pasar, interaksi dengan klaster komoditas bawang merah di Kelompok Tani
perbankan, universitas, swasta, dan pemerintah Mekar Jaya di inisiasi oleh Universitas Padjadjaran
(Perdana, 2011). yang berkolaborasi dengan Bank Indonesia.
Sejalan dengan yang di kemukakan oleh Pengembangan klaster komoditas bawang
Vermuelen, et all (2008) untuk terbentuknya outcome merah di Kabupaten Brebes telah terjalin suatu

98
kolaborasi multi stakeholder, sehingga memicu sejarah, tingkat ambisi, memahami tingkat ambisi
munculnya permasalahan baik di tingkat petani setiap stakeholder, taktik setiap stakeholder, dan
maupun pihak pasar terstruktur yaitu industri kemudian melakukan pemetaan stakeholder.
pengolahan bahan makanan dan Bank selaku pelaku Stakeholder Mapping merupakan tahap kedua
yang terlibat dalam rantai pasok komoditas bawang dalam langkah-langkah pengembangan Business
merah di Kabupaten Brebes. Hal tersebut membuat Social Responsibility (BSR) dengan tujuan untuk
kolaborasi antara stakeholder, perbankan, dan petani memahami setiap pelaku rantai pasok yang dianalisis
dalam klaster komoditas bawang merah belum dari hasil diskusi, penelitian, dan debat.
berjalan dan terkoodrinir dengan baik. Akibat yang a. Identifikasi Stakeholder
ditimbulkan yaitu setiap masing-masing pelaku Identifikasi stakeholder merupakan langkah awal
rantai pasok bawang merah belum dapat memberikan dalam analisis pemetaan stakeholder untuk
kepuasan sesuai dengan harapan masing-masing memahami dan mengidentifikasi setiap peranan
pelaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis stakeholder. Hasil pada pemetaan tersebut bersifat
perilaku, analisis pengaruh masing-masing pelaku, statis dan dapat berupah sewaktu-waktu.
dan peranan keterlibatan masing-masing pelaku b. Analisis Stakeholder
rantai pasok komoditas bawang merah di Kabupaten Analisis stakeholder mengacu pada hasil identifikasi
Brebes. stakeholder. Setiap pelaku rantai pasok diidentifikasi
dan dianalisis untuk mengetahui sejauh mana
METODE PENELITIAN keterlibatan setiap pelaku rantai pasok komoditas
Penelitian ini dilaksanakan diKelompok Tani bawang merah. Analisis tersebut menggunakan
Mekar Jaya Gang Mushola Desa Klampok penilaian dengan menggunakan penilaian berupa
Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes, Jawa tingg, sedang, dan kecil setiap pelaku rantai pasok
Tengah yang dilaksanakan sejak Mei – Agustus untuk mengenentukan peranan setiap pelaku
2015. Sumber data penelitian diperoleh dari data c. Pemetaan Stakeholder
primer dan sekunder dengan melibatkan responden Pemetaan stakeholder adalah visualisasi dari
secara refresentatif dari seluruh stakeholder yang pelaksanaan dan sebagai alat analisis yang dapat
terlibat dalam rantai pasok komoditas bawang merah. digunakan untuk menentukan stakeholder mana yang
Desain penelitian yang dilakukan menggunakan lebih berperan dalam keterlibatan kegiatan pada
desain kualitatif dan teknik penelitian yang rantai pasok komoditas bawang merah. Pada
digunakan adalah studi Analisis data yang digunakan pemetaan stakeholder dapat dilihat pengaruh yang
untuk mengetahui peran dan keterlibatan stakeholder selanjutnya diberikan penilaian pada setiap
dalam rantai pasok komoditas bawang merah di stakeholder dengan indikator penilaian berdasarkan
Kelompok tani Mekar Jaya dengan menggunakan keinginan (willingness) dan keahlian (Expertise),
Business Social Responsibility (BSR) Stakeholder sehingga dapat terlihat peranan dari masing-masing
Mapping yang dikembangkan oleh Olson, et. ,al pelaku rantai pasok komoditas bawang merah.
(2011). Metode BSR digunakan untuk
mengumpulkan seluruh pelaku yang terlibat dalam
setiap proses baik secara internal ataupun eksternal.
Tahap selanjutnya yaitu untuk melihat
keterlibatan masing-masing aktor, yang akan dibuat
kerangka pikir kelompok tani, industri pengolahan
bahan makanan, dan perbankan. kasus. Sumber data
diperoleh dari data sekunder dan primer dengan
responden terpilih adalah responden yang mewakili
seluruh stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok
bawang merah yang memiliki pengetahuan dan
pengalamanan yang cukup dan mampu menjelaskan
keadaan sebenarnya mengenai obejk penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Peran Keterlibatan Stakeholder dengan
Menggunakan Business Social Responsibility
(BSR) Stakeholder Mapping
Langkah awal dalam penerapan Business
Social Responsibility (BSR) adalah mengetahui

99
Tabel 1. Identifikasi Multi Stakeholder
No Stakeholder Tujuan Potensi Rencana Pembaharuan

1 Mendapatkan Pengembangan produk Sistem pertanian yang lebih terintegrasi


kepastian harga jual bermutu dan berdaya dengan menerapkan konsep VCF (Value
Kelompok Tani
yang lebih kompetitif saing, menjaga Chain Financing) untuk memberikan
dan stabil kontinuitas pasokan keunggulan kompetitif.

2 Memasok komoditas bawang merah yang


Penyediaan bahan baku
Bekerjasama untuk berstandar nasional dan internasional yang
Industri bermutu dan
memenuhi kebutuhan mengacu pada penyediaan bahan pangan
Pengolahan terstandarisasi, menjaga
bawang merah sesuai dengan standarisasi keamanan
kestabilan harga di petani
pangan internasional

3 Perluasan pemberian kredit mikro bagi


Memberikan kredit sesuai pelaku usaha skala menengah terutama
Perbankan Pemberi kredit
kebutuhan petani pada pelaku yang terlibat dalam kegiatan
pertanian

4 Pengembangan pilot project


implementation dengan konsep VCF (Value
Menstabilkan nilai Memberi dukungan bagi
Bank Indonesia Chain Financing) sebagai upaya dalam
rupiah petani
meminimalisir tingkat inflasi yang
diakibatkan oleh komoditas pertanian

5 Pemberian arahan dan pengembangan


penelitian VCF (Value Chain Financing)
Pengembangan pertanian dalam membantu Bank Indonesia untuk
Universitas
Fasilitator petani yang lebih terstruktur dan menekan laju inflasi dari komoditas
Padjadjaran
terintegrasi pertanian, dan pengembangan sektor
pertanian Indonesia agar lebih berdaya
saing dan terintegrasi

Table 2. Analisis Penilaian Multi Stakeholder


Pentingnya
Kesediaan
Stakeholder Kontribusi Legitimasi Pengaruh dalam
Untuk terlibat
keterlibatan
Kelompok Tani H H H M H
Industri Pengolahan L M L L H
Perbankan M M L H H
Bank Indonesia M H H H M
Universitas Padjadjaran H H H H M
Keterangan : H : High M : Medium L : Low

KESIMPULAN DAN SARAN keterlibatan Bank Indonesia sebagai lembaga


Komoditas bawang merah di Kelompok tani pendukung dalam pengembangan klaster komoditas
Mekar Jaya Kabupaten Brebes memiliki tingkat bawang merah di Kabupaten Brebes. Kemudian
kompleksitas dan melibatkan banyak stakeholder. pihak yang memiliki peranan kuat adalah kelompok
Stakeholder yang terlibat antara lain petani, industry tani sebagai objek pengembangan dan sekaligus
pengolahan bahan makanan, perbankan, Bank sebagai pelaku pengembangan klaster didukung
Indonesia, dan Universitas Padjadjaran. Setiap dengan perbankan sebagai pihak penyedia jasa
stakeholder memiliki peranan dan tujuan masing- keuangan yang menyediakan sejumlah kredit yang
masing, sehingga dengan demikian, seluruh ihak sesuai dengan kebutuhan kredit klaster bawang
yang terlibat memiliki keterkaitan satu sama lainnya. merah. Kemudian pihak yang terlibat adalah pasar
Pelaku rantai pasok yang memiliki peranan sebagai pihak yang membeli hasil panen bawang
cukup tinggi adalah Universitas Padjadjaran yang merah di Kelompok Tani Mekar Jaya. Industri
berperan sebagai fasilitator, didukung dengan pengolahan bahan makanan yang terlibat memiliki

100
peranan dalam mendukung keberlangsungan Lambert, D.M., Emmelhainz, M.A. dan Gardner, J.T.
usahatani bawang merah yang dilakukan di 1996. Developing and Implementing
Kelompok Tani Mekar Jaya dan sebagai pihak yang Supply Chain Partnership. Jurnal
memberikan kepastian harga yang lebih konpetitif Internasional Manajemen Logistik, Vol. 7,
bagi kelompok tani. No.2, pp. 1-17.
Masing-masing pelaku yang terlibat memiliki Oliver, keith. 2003. When Will Supply Chain
peranan dan tujuannya yang harus dijalankan secara Management Grow Up?. UK: Tim Laseter
berkesinambungan dan terintegrasi agara Olson, E., Prepscius, J., Baddache, F. 2011. Business
keberlangsungan kegiatan usahatani di Kelompok Social Responsibility (BSR) Stakeholder
Tani Mekar Jaya dapat terus berlanjut dan lebih Mapping. Diakses melalui www.bsr.org
terintegrasi. Perdana, Tommy. 2012. Model Manajemen Logistik
dalam Meningkatkan Daya Saing Produsen
DAFTAR PUSTAKA Sayuran Skala Kecil untuk Memenuhi
Chopra, Sunil dan Peter Meindl. 2001. Supply Chain Permintaan Pasar Terstruktur. Diakses
Management: Strategy, Planning, and melalui
Operations. Prentice Hall Inc., Upper www.tommyperdana.blogspot.com pada
Saddle River, New Jersey. 29 Februari 2014.
Howard, N. 1996. Negotiation as Drama : “How Morris, Jonathan. 2012. Back to Basics : How to
Games Become Dramatic” International Make Stakeholder Engagement Meaningful
Negotiation Journal, Vol1, 125-152. for Your Company. Diakses dari
www.BSR.org.

Lampiran

High

Kelompok
Unpad Tani

BI

Keahlian Bank

Industri
Pengolahan

Low
Keinginan High
n
Sumber : Data Primer, 2015
Grafik 1. Mapping BSR Multi Stakeholder

101
102
Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L) di Sentra
Produksi Cikajang Kabupaten Garut
Marketing Efficiency of Curly-Red Chili (Capsicum annum L) in Production Base Area
Cikajang Kabupaten Garut
Dety Sukmawati1, Lies Sulistyowati2, Maman H.Karmana2, E Kusnadi Wikarta2
1Universitas Winaya Mukti, Tanjung Sari, Sumedang
2Universitas Padjadajran, Jatinangor

ABSTRAK
Peranan pemasaran pada komoditas cabai merah memberikan kontribusi penting dalam
peningkatan kinerja usahatani komoditas cabai merah secara keseluruhan mengingat
sifat unik komoditas hortikultura secara umum seperti mudah busuk, mudah rusak,
Kata Kunci: volumenious , produksinya bersifat musiman sementara konsumsi terjadi sepanjang
Efisiensi Pemasaran, tahun. Secara empiris dilapangan seringkali dijumpai bahwa para petani produsen
Marjin, tampaknya tetap saja menghadapi fluktuasi harga terutama saat panen, dan para
Monopoli Indeks, pedaganglah yang dapat lebih akses untuk dapat memperoleh harga yang lebih tinggi,
Cabai merah keriting, oleh karena itu, peningkatan produksi komoditas pertanian termasuk cabai merah perlu
Sentra Produksi diiringi dengan perbaikan pada sistem pemasarannya, sehingga pihak petani sebagai
produsen komoditas ini diharapkan dapat memperoleh bagian harga yang memadai
bagi peningkatan usahataninnya (Adang agustian dan Iwan Setiajie A, 2008). Untuk
itu perlu diketahui bagaimana struktur pasar yang terjadi, dan yang menyebabkan
pasar tidak efisien bisa diketahui dengan monopoli indeks di setiap pelaku pasar .
Analisis data dilakukan melalui metode kuantitatif dan kualitatif berdasar data analisis
pemasaran hasil Analisis Pasar Hasil Pertanian Sentra Produksi Cikajang Garut Dinas
Pertanian Provinsi Jawa Barat 2014. Untuk mengetahui efisiensi pemasaran diketahui
dengan marjin pemasaran pelaku pemasaran menggunakan analisis Margin = H eceran
- Harga produsen dan monopoli indeks. Hasil dan pembahasan menunjukkan bahwa
Struktur pasar cabai merah keriting di sentra produksi Cikajang terdiri dari tiga saluran,
saluran pertama adalah saluran yang paling banyak dilalui oleh petani, dikarenakan
volume penjualan petani kecil, jarak lokasi usahatani ke tempat penjualan, keterikatan
ekonomi dan sosial , sehingga peran bandar bagi petani merupakan hal yang efisien.
Saluran kedua saluran yang tidak begitu banyak dilalui oleh petani, saluran ini peran
bandar sangat menentukan dan pasar induk merupakan penetap harga bagi harga sentra
produksi. Saluran ketiga adalah saluran yang sedikit dilalui oleh petani, dalam hal ini
petani mempunyai posisi sebagai bandar juga. Indeks monopoli terbesar berada pada
pedagang pengumpul, pedagang pengumpul ini berada di sentra produksi, artinya
pedagang pengumpul dominan pengaruhnya dalam pemasaran cabai merah keriting.

ABSTRACT
The role of marketing in the commodity red peppers make an important contribution
in improving the performance of farm commodities as a whole red chili given the
unique nature of horticultural commodities in general such as nonperishable, easily
damaged, volumenious, production is seasonal while consumption occurs throughout
the year. Empirically field often found that farmers producers apparently still face
Keywords:
price fluctuations, especially at harvest time, and the pedaganglah that can be access
Marketing
in order to obtain a higher price, therefore, an increase in the production of
Efficiency,
agricultural commodities including red chili needs to be accompanied by
Margin, Monopoly Index,
improvements in marketing system, so that the farmers as commodity producers is
Curly Red Chili,
expected to obtain an adequate part of the price for increased usahataninnya (Adang
Production Center
Agustian and Iwan Setiajie A, 2008). For that to know how the structure of the market
place, and that led to inefficient markets can be known with the index monopoly in any
market participants. Data analysis was performed through quantitative and qualitative
methods of analysis of data based on the marketing of Agricultural Products Market
Analysis Production Centers Cikajang Garut, West Java Provincial Agriculture Office
2014. To determine the efficiency of marketing known perpetrator marketing

103
marketing margin analysis Margin = H retail - and the producer price index monopoly
,
Results and discussion shows that the market structure of curly red chili in production
centers Cikajang consists of three channels, the first channel is the channel most
traversed by farmers, due to the volume of sales of small farmers, the distance location
of the farm to point of sale, attachment to economic and social development, so that
the role of port for farmers is efficient. The second channel is the channel that is not
so much traversed by farmers, these channels will determine the role of the city and
the main market is setting prices for the price of production centers. The third channel
is a channel that is a little traversed by farmers, in this case the farmers have a position
as a city as well. Index is the biggest monopoly traders, traders are located in the
centers of production, meaning that traders dominant influence in the marketing of
curly red chili.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: detysukmawati@ymail.com

104
PENDAHULUAN diteruskan kepada petani, dengan kata lain transmisi
Peranan pemasaran pada komoditas cabai harga berlangsung secara tidak sempurna. Pola
merah memberikan kontribusi penting dalam transmisi harga seperti ini biasanya terjadi jika
peningkatan kinerja usahatani komoditas cabai pedagang memiliki kekuatan monopsoni sehingga
merah secara keseluruhan mengingat sifat unik mereka dapat mengendalikan harga beli dari petani.
komoditas hortikultura secara umum seperti mudah Pada pasar persaingan sempurna selisih
busuk, mudah rusak, volumenious , produksinya antara harga yang dibayar konsumen dan harga yang
bersifat musiman sementara konsumsi terjadi diterima petani lebih rendah dibanding pada kondisi
sepanjang tahun. Secara empiris dilapangan pasar monopsoni, dengan kata lain, marjin pemasaran
seringkali dijumpai bahwa para petani produsen akan semakin besar jika terdapat kekuatan
tampaknya tetap saja menghadapi fluktuasi harga monopsoni. Pada kondisi pasar monopsoni transmisi
terutama saat panen, dan para pedaganglah yang harga dari pasar konsumen kepada petani juga
dapat lebih akses untuk dapat memperoleh harga berlangsung secara tidak sempurna. Pola transmisi
yang lebih tinggi, oleh karena itu, peningkatan harga seperti ini menyebabkan korelasi harga di
produksi komoditas pertanian termasuk cabai merah tingkat konsumen dan di tingkat petani akan semakin
perlu diiringi dengan perbaikan pada sistem rendah dan fluktuasi harga di pasar produsen akan
pemasarannya, sehingga pihak petani sebagai lebih rendah daripada di pasar konsumen. Fluktuasi
produsen komoditas ini diharapkan dapat harga yang tinggi merupakan salah satu isu sentral
memperoleh bagian harga yang memadai bagi yang sering muncul dalam pemasaran komoditas
peningkatan usahataninnya (Adang agustian dan hortikultura (Bambang Irawan, 2007).
Iwan Setiajie A, 2008). Harga produk pertanian tergolong sangat
Secara umum sistem pemasaran komoditas fluktuatif dengan rentang tingkat harga yang sangat
pertanian termasuk hortikultura masih menjadi lebar, apalagi setelah dikaitkan dengan future
bagian yang lemah dari aliran komoditas . Masih trading. Pada waktu tertentu, seperti musim panen
lemahnya pemasaran komoditas pertanian tersebut dan musim hujan harganya bisa sangat rendah namun
karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem pada saat yang lain bisa sangat tinggi. Harga yang
pemasaran yang efisien harus mampu memenuhi dua sangat fluktuatif secara teoritis akan menyulitkan
persyaratan yaitu (1) mengumpulkan hasil pertanian prediksi bisnis, baik dalam perhitungan rugi laba
dari produsen ke konsumen dengan biaya serendah- maupun manajemen resiko. Harga yang demikian
rendahnya, (2) mampu mendistribusikan pembagian seringkali hanya menguntungkan para spekulan yang
balas jasa yang adil dari keseluruhan harga konsumen umumnya para pedagang tertentu yang mampu
akhir kepada semua pihak yang terlibat mulai dari mengelola stok secara baik dan cermat. Pengendalian
kegiatan produksi hingga pemasaran (Mubyarto, fluktuasi ini merupakan tantangan tersendiri
1989). khususnya dalam perumusan kebijakan yang tepat
Pada umumnya besarnya marjin pemasaran terutama menyangkut kebijakan proteksi pasar
merupakan indikator yang paling sering digunakan domestik dan perlindungan harga di tingkat petani
untuk mendeteksi terjadinya inefisiensi pemasaran (Mohamad Ismet.2009). Untuk itu perlu diketahui
yang disebabkan oleh kekuatan pasar yang tidak bagaimana struktur pasar yang terjadi, dan yang
sempurna. Namun perlu digarisbawahi bahwa marjin menyebabkan pasar tidak efisien bisa diketahui
pemasaran yang tinggi tidak selalu mencerminkan dengan monopoli indeks di setiap pelaku pasar .
adanya kekuatan monopsoni yang secara teoritis
ditunjukkan oleh adanya keuntungan pedagangyang METODE
berlebihan (non zero profit). Analisis data dilakukan melalui metode
Beberapa indikator empirik yang sering digunakan kuantitatif dan kualitatif berdasar data analisis
dalam pengkajian efisiensi pemasaran di antaranya pemasaran hasil Analisis Pasar Hasil Pertanian
adalah margin pemasaran dan transmisi harga dari Sentra Produksi Cikajang Garut Dinas Pertanian
pasar konsumen kepada petani atau ke pasar Provinsi Jawa Barat 2014. Untuk mengetahui
produsen. Sistem pemasaran semakin efisien apabila efisiensi pemasaran diketahui dengan marjin
besarnya marjin pemasaran yang merupakan jumlah pemasaran pelaku pemasaran menggunakan analisis
dari biaya pemasaran dan keuntungan pedagang Margin = H eceran - Harga produsen dan monopoli indeks.
semakin kecil. Dengan kata lain, perbedaan antara
harga yang diterima petani dan harga yang dibayar HASIL DAN PEMBAHASAN
konsumen semakin kecil. Adapun transmisi harga Persaingan sempurna adalah suatu model
yang rendah mencerminkan inefisiensi pemasaran struktur pasar dari sebuah industri, sementara
karena hal itu menunjukkan bahwa perubahan harga monopoli adalah model lain . Suatu keadaan
yang terjadi di tingkat konsumen tidak seluruhnya monopoli terdapat bila hanya terdiri satu perusahaan
105
tunggal. Bila perusahaan itu mampu mendepak seperti untuk pengiriman ke pasar induk kramat jati
pesaing-pesaing karena biaya-biaya produksinya ongkos trasportasinya Rp 700.000 dengan memakai
lebih rendah, keadaan itu disebut “monopoli kendaraan ukuran grand max dengan volume angkut
alamiah” (natural monopoly). Tetapi tidak semua 50 karung 9 1 karung kurang lebih berisi sudah
monopoli bersifat alamiah. Suatu sumber monopoli ditetapkan pasar induk, petani menjual produksinya
lain yang penting adalah fasilitas istimewa yang dengan volume kecil, hal ini merupakan kondisi yang
diberikan pemerintah, seperti hak monopoli tidak memungkinkan petani dalam posisi tawar yag
(franchised) atau hak paten (Hirshleifer,1984). rendah.
Pemasaran berfungsi sebagai intermediasi Saluran ketiga adalah saluran yang sedikit
antara produsen dengan konsumen. Data empiris dilalui oleh petani, dalam hal ini petani mempunyai
menunjukkan masih lemahnya posisi petani dalam posisi sebagai bandar juga. Saluran ketiga ini terdapat
menetapkan harga jualnya karena lemahnya posisi 1 atau 2 bandar saja. Dan petani yang menjadi bandar
tersebut diantaranya petani bertindak secara individu, dalam kondisi lapangannya sulit diketahui,
kecil kepemilikan asset, jarak yang jauh antara petani dikarenakan terkadang petani menjadi bandar dan
dengan konsumen akhir, ketergantungan dana pada sebaliknya. Adapun struktur pasar cabai merah
pedagang, dan struktur pasar yang didominasi oleh keriting bisa dilhat pada gambar dibawah ini.
pedagang. Karakteristik ini berdampak terhadap Indeks monopoli menunjukkan seberapa
tidak efisiennya sistem pemasaran. Karena besar tingkat dominasi suatu lembaga pemasaran
permintaan pada petani (farm gate prices) merupakan dalam rantai pemasaran , dimana semakin besar nilai
permintaan turunan dari permintaan pada tingkat indeks monopoli maka semakin dominan pengaruh
konsumen (retail prices), petani mendapatkan risiko lembaga pemasaran tersebut dalam rantai pemasaran
perubahan harga yang paling besar. Instrumen non (Kuntandi dan Jamhari, 2012). Adapun indeks
konvesional sudah seharusnya dikembangkan dan monopoli cabai merah keriting dari sentra produksi
dilaksanakan untuk mengurangi kerugian atas Cikajang dapat dilihat pada Tabel Indeks Monopoli.
perubahan harga tersebut. Dengan commodity based Indeks monopoli terbesar berada pada pedagang
instruments seperti pasar berjangka (future markets) pengumpul, pedagang pengumpul ini berada di sentra
efisien pemasaran akan lebih ditingkatkan. produksi, artinya pedagang pengumpul dominan
instrumen ini sedikit membutuhkan intervensi pengaruhnya dalam pemasaran cabai merah keriting.
pemerintah (Dedi Budiman Hakim, 2009). Hal ini terlihat dalam penentuan harga cabai merah
Sampai saat ini belum ada kebijakan keriting pedagang pengumpul dominan menentukan
tataniaga komoditas cabai sehingga pergerakan harga yang informasi harga langsung dari pasar
harganya sangat ditentukan oleh mekanisme pasar. induk. Pedagang pengumpul mempunyai peran yang
Fluktuasi harga cabai terjadi karena produksi cabai paling tinggi dalam pemasaran cabai merah keriting
bersifat musiman. Lebih lanjut harga cabai dapat yaitu pedagang pengumpul jumlahnya tidak banyak,
berfluktuasi karena faktor hujan , biaya produksi dan hanya 2, petani menjual produknya ke pedagang
panjangnya saluran distribusi ( Farid dan Nugroho, pengumpul dalam jumlah yang sedikit sehingga ada
2012). keterikatan dalam jual beli disamping petani
Struktur pasar cabai merah keriting di sentra mengambil sarana produksi dari pedagang
produksi Cikajang terdiri dari tiga saluran, saluran pengumpul, pedagang pengumpul mempunyai
pertama adalah saluran yang paling banyak dilalui keterikatan langsung dengan pedagang di pasar induk
oleh petani, dikarenakan volume penjualan petani kramat jati, terkadang dia juga sebagai pedagang di
kecil, jarak lokasi usahatani ke tempat penjualan, kramat jati, pedagang kramat jati mempunyai
keterikatan ekonomi dan sosial , sehingga peran keterikatan dalam hal jual beli dengan bentuk
bandar bagi petani merupakan hal yang efisien. Pada penyimpanan modal untuk pengiriman produk agar
saluran pertama terlihat jelas bahwa harga petani supaya pedagang di pasar induk selalu tersedia
merupakan turunan dari harga konsumen akhir dalam produk yang dijualnya.
hal ini pasar induk atau pasar pengecer, pasar induk
dari lokasi usahatani berjarak jauh dari sentra
produksi, tetapi cikajang atau sentra produksi cabai
merah keriting dari garut memasok lima pasar
strategis.
Saluran kedua saluran yang tidak begitu
banyak dilalui oleh petani, saluran ini peran bandar
sangat menentukan dan pasar induk merupakan
penetap harga bagi harga sentra produksi, bandar
harus mengirim produk dalam jumlah yang banyak,
106
STRUKTUR PASAR CABAI MERAH KERITING

1. Produsen PI/ Psr. Eceran/


Tengkulak Bandar
Petani Grosir Tradisional

Rp. 15.000/Kg Rp. 17.000/Kg Rp. 18.000/Kg Rp. 19.000/Kg Rp. 25.000/Kg

Bandar PI
2. Petani
Pedagang I Pedagang II

Rp. 9.000/Kg
Rp. 10.000/Kg Rp. 11.000/Kg
(Vol 3000 Kg)

Produsen PI
3. Petani Bandar 1-2

Tabel Indeks Monopoli Pasar Cabai Merah Keriting.


Lembaga Pemasaran ke- i
Uraian Pedagang Pedagang Pedagang Indeks Monopoli
Pengumpul Besar Pengecer Gabungan
Rata-rata Harga Beli (Rp) 17.000 18.000 25.000
Total Biaya Variabel (Rp) 64.800 1.400.000 2.800.000 4.264.800
Rata-rata Keuntungan (Rp) 1.196 825 6.774
Marjin Pemasaran ke –i (Rp) 2.000 7.000 10.000 19.000
Indeks Monopoli 0,03 0,005 0,0035 0,0044

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Dari hasil dan pembahasan dapat Adang Agustian dan Iwan Setiajie A. 2008. Analisis
disimpulkan bahwa Struktur pasar cabai merah Perkembangan Harga dan Rantai
keriting di sentra produksi Cikajang terdiri dari tiga Pemasaran Komoditas Cabai Merah di
saluran, saluran pertama adalah saluran yang paling Provinsi Jawa Barat Seminar Nasional
banyak dilalui oleh petani, dikarenakan volume Dinamika Pembangunan Pertanian dan
penjualan petani kecil, jarak lokasi usahatani ke Perdesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
tempat penjualan, keterikatan ekonomi dan sosial , dan kebijakan Pertanian Departemen
sehingga peran bandar bagi petani merupakan hal Pertanian. Bogor.
yang efisien. Saluran kedua saluran yang tidak Bambang Irawan . 2007. Fluktuasi Harga , Transmisi
begitu banyak dilalui oleh petani, saluran ini peran Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan
bandar sangat menentukan dan pasar induk Buah. Analisis kebijakan Pertanian vol 5 no
merupakan penetap harga bagi harga sentra produksi. 4 : 358-373. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
Saluran ketiga adalah saluran yang sedikit dilalui dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
oleh petani, dalam hal ini petani mempunyai posisi Dedi Budiman Hakim.2009. Manajemen Resiko
sebagai bandar juga. Indeks monopoli terbesar dalam Pemasaran Pertanian dalam Bunga
berada pada pedagang pengumpul, pedagang Rampai Agribisnis Seri
pengumpul ini berada di sentra produksi, artinya Pemasaran.Departemen Agribisnis Fakultas
pedagang pengumpul dominan pengaruhnya dalam Ekonomi dan Manajemen.IPB.Bogor.
pemasaran cabai merah keriting. Ebban Bagus Kuntadi dan Jamhari. 2012. Efisiensi
Pemasaran Cabai Merah Melalui Pasar
107
Lelang Spot di Kabupaten Ponorogo,
Yogyakarta. Jurnal Sosial Ekonomi
Pertanian, vol 1, no 1 : 95-101.Hirshleifer,
Jack. 1984. Price Theory and Applications.
Prentice-Hall, Inc.,Englewood Cliffs, New
Jersey.07632.
Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.
LP3ES, Jakarta.
Mohamad Ismet.2009. Strategi dan Kebijakan
Pemasaran Produk Agribinis dalam Bunga
Rampai Agribinis Seri pemasaran.
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi
dan Manajemen IPB. Bogor
Miftah Farid,Nugroho Ari Subekti.2012. Tinjauan
Terhadap Produksi , Konsumsi, Distribusi
dan Dinamika Harga Cabe di Indonesia.
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan vol 6 no
2 : 211-233. Jakarta.

108
Perbandingan Pendapatan Petani untuk Komoditas Jagung Manis (Zea mays
Saccharata Sturt.) dan Bawang Merah (Alium cepa L.) (Studi Kasus di Desa
Arjasari, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)
Comparison of Revenue Sweet Corn (Zea mays saccharata Sturt.) And Shallots (Alium
cepa L.) (Case Study in Arjasari Village, District Arjasari, Bandung regency, West Java
Province)
Muhammad Arief Budiman, Rizki Eka Firdaus
Fakultas Pertanian Unpad, Bandung,

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keragaan jagung manis dan bawang
merah di Desa Arjasari, serta menganalisis pendapatan usahataninya untuk mengetahui mana
yang paling menguntungkan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Arjasari, Kecamatan Arjasari,
Kata kunci: Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden sebanyak 4 petani jagung manis
dan 4 petani bawang merah. Penelitian ini menggunakan metode desain kualitatif dengan teknik
Perbandingan,
studi kasus. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh deskripsi mengenai keragaan
Pendapatan, usahatani jagung manis dan bawang merah di Desa Arjasari. Metode pengolahan data yang
Jagung Manis, digunakan dalam penelitian ini adalah analisis usahatani untuk meganalisis besar pendapatan
Bawang petani jagung manis dan bawang merah. Keragaan usahatani jagung manis dan bawang merah
Merah. di Desa Arjasari masih tergolong sederhana. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang
masih rendah menyebabkan pola pikir pengambilan keputusan masih mengikuti kecenderungan
dari banyak petani disekitarnya dan belum dapat mengambil keputusan sendiri. Dari kedua
usahatani ini nilai R/C yang dimiliki masing-masing besar dari 1 yang artinya kedua usahatani
ini akan menghasilkan keuntungan dan layak untuk dijalankan. Jagung manis dirasa lebih
menguntungkan karena biaya produksi yang dikeluarkan tidak terlalu besar sedangkan untuk
bawang merah membutuhkan biaya produksi yang lebih besar. Dan dalam masalah teknik
budidaya jagung manis dirasa para petani di Desa Arjasari lebih mudah dilakukan daripada
bawang merah.

ABSTRACT
This study aims to determine how the performance of sweet corn and onions in the village
Arjasari, and analyze their farming income to determine which are the most profitable. The
research was conducted in the village Arjasari, District Arjasari, Bandung regency, West Java
Keywords: Province. The number of respondents as much as 4 sweet corn growers and 4 onion farmers.
This study used a qualitative design method with a case study technique. Descriptive analysis
Comparison,
is used to obtain a description of the performance of farming sweet corn and onions in the
Revenue, Sweet village Arjasari. Data processing method used in this research is the analysis of a large farming
Corn, Onion. for farmers' income meganalisis sweet corn and onions. Performance of sweet corn farming
and onion in the village Arjasari still relatively simple. It can be seen from the low levels of
education lead to the mindset of decision-making still follows the trend of many farmers around
him and has not been able to make their own decisions. From the farm is the value of R / C
ratio of each greater than 1, which means the farm will generate profits and feasible. Sweet
corn is considered more advantageous because production costs are not too large, while for
onion require greater production costs. And the problem is felt sweet corn cultivation
techniques to farmers in the village of Arjasari easier to do than onions.
* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: ariefagribisnis@gmail.com

109
PENDAHULUAN Beberapa petani tersebut mencoba beralih ke
Produksi jagung yang sangat tinggi di kabupaten tanaman hortikulutra bawang merah dengan tujuan
Bandung tidak lepas dari peran sentra produksi untuk meningkatkan pendapatan petani tersebut.
jagung di Kabupaten Bandung. Salah satu sentra Tentunya setelah petani tersebut melihat tingginya
produksi jagung terdapat disalah satu kecamatan di harga bawang merah dan melihat dari kemampuan
Kabupaten Bandung yaitu kecamatan Arjasari. petani tersebut untuk menanam bawang merah.
Kecamatan Arjasari menjadi salah satu sentra Permasalahannya adalah banyak para petani belum
produksi jagung di Kabupaten Bandung mengetahui pengetahuan tentang memilih tanaman
(http://www.bandungkab.go.id/). Desa Arjasari yang yang memiliki tanaman nilai ekonomi tinggi dan juga
berada di Kecamatan Arjasari menjadi salah satu masih minimnya pengetahuan tentang budidaya
desa penyumbang produksi jagung terbesar, sebagian bawang merah. Dengan alasan seperti itu petani bisa
besar wilayahnya terdiri dari daerah pertanian tidak dapat memperoleh pendapatan yang tinggi dan
(http://desaarjasari.org/). Dengan daerah yang ada juga yang gagal panen yang diakibatkan kurang
seperti itu Desa Arjasari sangat memungkinkan untuk mengetahui pengetahuan tentang tanaman yang
menjadi salah satu sentra produksi jagung. dipilihnya. Padahal jika petani dapat memilih
Pernyataan tersebut dapat dilihat dari data Dinas tanaman yang tepat maka pendapatan petani bisa
PertanianKab.Bandung. meningkat. Dengan potensi pertanian di Desa
Meskipun dalam permintaanya terus meningkat Arjasari yang cukup besar meliputi tanaman bahan
tanaman jagung kurang memiliki nilai ekonomis pangan, sayur-sayuran, perkebunan dan buah-buahan
yang tinggi. Oleh sebab itu untuk meningkatkan serta pemanfaatan lahan di pegunungan berupa
pendapatannya petani di Desa Arjasari mencari solusi kawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan wisata
lain untuk meningkatkan pendapatan petani tersebut, dan perkebunan sedangkan di wilayah kaki bukit
yaitu dengan cara beralih komoditas. Komoditas dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura
tersebut yaitu tanaman hortikultura yang mempunyai (terutama sayuran). Para petani di Desa Arjasari
nilai ekonomi yang tinggi seperti pada tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani itu sendiri.
bawang merah.
Bawang merah mempunyai nilai ekonomis yang Identifikasi Masalah
cukup tinggi, pernyataan tersebut dapat dibuktian 1. Bagaimana keragaan usahatani jagung manis dan
dari data BPS yang menyebutkan pada tanggal 17 bawang merah di Desa Arjasari?
januari 2014 harga bawang merah Rp. 14.000, pada 2. Bagaimana pendapatan jagung manis dan bawang
tanggal 20 januari 2014 menagalami penurunan merah di Desa Arjasari?
harga menjadi Rp. 12.000, pada tanggal 24 januari
2014 harga bawang merah melonjak naik menjadi Kegunaan Penelitian
Rp. 20.000, dan pada tanggal 30 januari 2014 harga 1. Memberikan informasi kepada para pelaku dan
bawang merah turun menjadi Rp. 10.000. Bawang calon pelaku agribis akan peluang usaha pertanian
merah memiliki fluktuasi dan sensitivitas harga yang komoditas jagung manis dan bawang merah.
cukup tinggi terutama karena perubahan permintaan 1. Memberikan pilihan kepada para petani agar lebih
dan penawaran oleh karena itu bawang merah dilihat efisien dan memilih komoditas mana yang harus
petani dapat lebih meningkatkan pendapatannya. di tanam demi pendapatan para petani yang paling
Dalam produksinya bawang merah juga mengalami tinggi.
fluktuasi, dari data BPS menyatakan bahwa produksi 2. Memberikan informasi kepada pihak-pihak
bawang merah di Provinsi Jawa Barat tidak selalu terkait seperti pemerintah dalam penyempurnaan
meningkat. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada dan evaluasi regulasi dimasa yang akan datang
tabel 3. Mengenai produksi bawang merah di sebagai upaya untuk mendukung kebijakan yang
Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu empat tahun akan diambil agar dapat meningkatkan
terakhir. pendapatan para petani dan pelaku usahatani di
Meskipun dalam permintaanya terus meningkat dalamnya.
tanaman jagung kurang memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Oleh sebab itu untuk meningkatkan KERANGKA DAN KONSEP
pendapatannya petani di Desa Arjasari mencari Komoditas Jagung Manis
terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan Sistematika dari tanaman jagung manis dalam
petani tersebut, terobosan baru tersebut adalah (Purwono dan Hartono, 2007 dalam Sianipar, 2012)
dengan cara beralih komoditas. Komoditas tersebut adalah sebagai berikut :
yaitu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi seperti pada tanaman bawang Kingdom : Plantae
merah. Divisio : Spermatophyta
110
Sub Divisio : Angiospermae dapat dikatakan bahwa biaya adalah semua nilai
Class : Monocotyledoneae faktor produksi yang dipergunakan untuk
Ordo : Graminales menghasilkan suatu produk dalam satu periode
Family : Graminaceae produksi tertentu. Biaya ini biasanya dinyatakan
Genus : Zea dalam nilai uang tertentu misalnya rupiah, dollar,
Species : Zea mays Saccharata Sturt. rupee, peso, dan sebagainya. Biaya usahatani dapat
dibedakan atas dua macam yaitu biaya tetap (fixed
Komoditas Bawang Merah cost) dan (variable cost).
Menurut Tjitrosoepomo (1993) dalam Bangun 1) Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak
(2010) klasifikasi dari tanaman bawang merah mempengaruhi pada hasil produksi. Yang
adalah sebagai berikut: termasuk biaya tetap antara lain adalah pajak,
Kingdom : Plantae sewa tanah, dan penyusutan alat-alat pertanian
Divisio : Spermatophyta yang tahan lama atau modal tetap.
Subdivisio : Angiospermae 2) Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya
Class : Monocotyledonae yang besar kecilnya mempunyai pengaruh
Ordo : Liliaceae langsung pada hasil produksi. Yang termasuk
Family : Liliales biaya tidak tetap (biaya variabel) antara lain biaya
Genus : Allium sarana produksi, upah tenaga kerja, pestisida, dll.
Species : Allium ascalonicum L. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya biaya usahatani adalah sebagai berikut:
Usahatani 1) Keadaan fisik dan luas usahatani.
Usahatani adalah sebagian dari kegiatan di 2) Jenis tanaman yang diusahakan.
permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah 3) Jenis teknologi yang diterapkan, antara teknologi
keluarga atau manajer yang digaji bercocok tanam tradisional dan teknologi modern menimbulkan
atau memelihara ternak. Petani yang berusaha tani perbedaan biaya usahatani.
sebagai suatu cara hidup, melakukan pertanian 4) Waktu melaksanakan usahatani, pada musim
karena dia seorang petani. Apa yang dilakukan petani hujan dan musim kemarau akan berbeda.
ini hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Dalam arti 5) Tingkat intensitas pengelolaan usahatani, untuk
petani meluangkan waktu, uang serta dalam tanaman yang sama apabila pengelolaannya
mengkombinasikan masukan untuk menciptakan berbeda akan menimbulkan perbedaan biaya
keluaran adalah usahatani yang dipandang sebagai usahatani.
suatu jenis perusahaan. (Maxwell L. Brown, 1974 6) Perubahan harga input dan upah tenaga kerja
dalam Soekartawi 2002, dalam Warsana 2007). usahatani, dan waktu pembelian input.
Empat unsur pokok yang selalu bekerja dalam
usahatani yakni, alam, tenaga kerja, modal dan Konsep Penerimaan Usahatani
pengolaan (manajemen) keempat unsur tersebut juga Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk
dapat disebut faktor-faktor produksi. Alam total dalam jangka waktu tertentu baik yang
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam dipasarkan maupun tidak (Soekartawi, 2002).
usahatani. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua Penerimaan juga dapat didefinisikan sebagai nilai
yakni, faktor tanah yang mencakup jenis tanah dan uang yang diterima dari penjualan. Penerimaan
kesuburan tanah, serta faktor alam sekitar yang usahatani yaitu penerimaan dari semua sumber
mencakup iklim yang juga berkaitan dengan usahatani meliputi nilai jual hasil, penambahan
ketersedian air, suhu, dan lain sebagainya. Tanah jumlah inventaris, nilai produk yang dikonsumsi
merupakan faktor produksi yang penting karena petani dan keluarganya. Penerimaan adalah hasil
tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
dan usahatani keseluruhannya. Faktor tanah juga harga jual produk. Pernyataan ini dapat dituliskan
tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya yaitu sebagai berikut:
sinar matahari, curah hujan, angin dan sebagainya. TR = Py.Y
Iklim yang juga menjadi bagian dari faktr alam Dimana :
sekitarnya sangat berpengaruh pada jenis tanaman TR = Total Revenue (penerimaan usahatani)
atau komoditas yang akan diusahakan. Py = Price (harga output)
2.2.1 Konsep Biaya Usahatani Y = Output (produksi yang diperoleh dalam
Menurut Rodjak (2005) dalam Audita (2012) usahatani)
biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomi
yang dapat diperkirakan dan yang dapat diukur untuk
menghasilkan sesuatu produk. Atau secara singkat
111
Konsep Pendapatan Usahatani untuk mengetahui pendapatan yang akan diperoleh
Menurut Audita (2012) pendapatan usahatani petani jagung manis dan bawang merah.
adalah selisih antara penerimaan usahatani yang
diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya METODE PENELITIAN
usahatani yang diterima merupakan balas jasa untuk Objek dan Tempat Penelitian
tenaga kerja, modal keluarga yang dipakai dan Objek penelitian ini adalah Perbandingan
pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh keluarga. Pendapatan Usahatani Jagung Manis dan Bawang
Bentuk dan jumlah pendapatan mempunyai fungsi Merah di Desa Arjasari Kecamatan Ajasari
yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Adapun
dan memberikan kemampuan petani agar dapat penentuan tempat penelitian ini dilakukan secara
melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan sengaja.Penelitian ini dilakukan di Desa Arjasari
digunakan untuk mencapai keinginannya dan untuk mengetahui bagaimana keragaan usahatani
memenuhi kewajibannya. Dengan demikian jagung manis dan bawang merah, kemudian
pendapatan yang dterima petani akan dialokasikan menganalisis pendapatan usahatani Jagung Manis
pada berbagai kebutuhan. Jumlah pendapatan dan dan Bawang Merahdi Desa Arjasari, dan mengetahui
cara menggunakan inilah yang menentukan tingkat mana yang paling menguntungkan antara jagung
hidup petani. manis dan bawang merah dilihat dari budidaya dari
Berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk masing-masing komoditas tersebut untuk
memperoleh produksi dilahan pertanian, pada memberikan pilihan yang terbaik bagi petani Desa
akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan Arjasari.
dan penerimaan yang di peroleh. Selisih keduanya
merupakan pendapatan dari kegiatan usahatani. Desain dan Teknik Penelitian
I = TR – TC Desain penelitian yang digunakan adalah desain
Dimana: kualitatif. Teknik penelitian yang digunakan adalah
I = Income (pendapatan) studi kasus yaitu objek peristiwanya pada peristiwa
TR = Total Revenue (penerimaan) terjadi sekarang dan hanya satu unit kasus, dapat
TC = Total Cost (total biaya) berupa kesatuan sosial tertentu, orang-orang, satu
keluarga, satu kelompok atau organisasi dalam suatu
Alur Pemikiran masyarakat suatu komunitas tertentu dan sebagainya
Desa Arjasari merupakan salah satu sentra dan penelitiannya bersifat eksploratif mendalam
produksi jagung di Kabupaten Bandung dengan (Rusidi, 1996) (dalam Ifu, 2011).
keadaan iklim yang mendukung untuk melakukan
budidaya jagung manismakahampir secara Data/Informasi yang diperlukan (Operasionalisai
keseluruhan petani di Desa Arjasari menanam Variabel)
komoditas jagung manis.Meskipun Desa Arjasari Ada beberapa variabel yang digunakan dalam
menjadi salah satu sentra produksi jagung harga jual penelitian ini, dengan sebagai penjelasan sub variabel
pada jagung manis yang didapat masih tergolong adalah sebagai berikut:
rendah yang berdampak tingkat pendapatan petani 1) Keragaan usahatani
tersebut juga rendah. Dengan alasan seperti itu petani 2) Faktor produksi
mecari terobosan baru untuk meningkatkan 3) Proses produksi
pendapatannya. Terobosan baru tersebut adalah 4) Pasca panen
dengan cara beralih komoditas yang memiliki 5) Biaya usahatani
permintaan pasar dan harga jual yang tinggi. 6) Biaya tetap.
Peralihan komoditas tersebut didasari dari 7) Biaya variabel
beberapa petani untuk melakukan terobosan baru 8) Produksi
untuk meingkatkan pendapatan petani itu sendiri. 9) Penerimaan
Alasan petani beralih ke bawang merah dikarenakan 10) Pendapatan/keuntungan
bawang merah memiliki nilai ekonomi yang cukup
tinggi, sehingga para petani tersebut beralih dengan Rancangan Analisis Data/Informasi
tujuan meningkatkan hasil pendapatan petani Dalam penelitian ini untuk mengetahui,
tersebut.Dengan alasan petani tersebut dapat menjelaskan, dan menjawab permasalahan terhadap
menimbulkan suatu pertanyaan apakah budidaya data yang diperoleh maka analisis yang akan
bawang merah akan menghasilkan pendapatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
lebih tinggi dibandingkan dengan menanam jagung 1. Untuk keragaan usahatani jagung manis dan
manis? Pendapatan usahatani adalah selilih antara bawang merah dianalisis secara deskriptif yang
penerimaan dan semua biaya. Metode ini digunakan berisi uraian karakteristik usahatani, faktor
112
produksi, pengadaan faktor produksi, dan proses Pertama buat lubang tanam dengan alat tugal.
produksi. Kedalaman lubang perlu di perhatikan agar benih
2. Analisis Pendapatan Usahatani tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang
Untuk mengetahui besarnya pendapatan dan tanam antara: 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1
keuntungan usahatani jagung manis dan bawang butir benih.
merah digunakan analisis pendapatan usahatani Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur
berdasarkan total pengeluaran biaya produksi dan panennya, semakin panjang umurnya, tanaman akan
penerimaan, serta R/C yang mengedinkasikan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih
bahwa usaha tersebut menguntungkan atau tidak luas. Pada umumnya di Desa Arjasari ini digunakan
untuk dilakukan. jarak tanam 20 x 25 cm karena jagung berumur
sedang (panen 80-100 hari).
a) Penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan  Pemupukan
produk jagung manis maupun bawang merah: Pemupukan dapat dilakukan dalam dua tahap.
R=P.X
Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan
R = revenue (penerimaan) bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua
P = harga jual per kilogram (Rp/Kg) (pupuk susulan I), NPK majemuk , Urea dan TSP
X = berat komoditas yang dihasilkan (Kg) diberikan setelah tanaman jagung berumur 12 hari
b) Perhitungan biaya dari usahatani jagung manis
setelah tanam. Pemupukan dilakukan dengan cara
maupun bawang merah adalah membuat lubang menggunakan tugal sedalam 5 cm
TC = TFC+TVC dengan jarak dari tanaman 10 cm. Lalu dilakukan
TC = total cost (biaya total) pemupukan kembali (pupuk susulan II) sekitar 30
TFC = total fixed cost (biaya tetap total)
HST atau sekitar 4 minggu setelah tanam.
TVC = total variabel cost (biaya variabel total)
 Pemeliharaan
c) Perhitungan keuntungan usaha dengan metode
 Penyiangan
R/C ratio:
 Penyiraman
R/C
 Pembumbunan
R = penerimaan total
 Pengendalian Hama dan Penyakit
C = biaya total
 Panen dan Pasca Panen
Jika: R/C > 1 usahatani mengalami keuntungan
R/C < 1 usahatani mengalami kerugian
Keragaan Usahatani Bawang Merah
R/C = 1 usahatani dalam titik impas
Teknik budidaya yang diterapkan petani
responden bawang merah adalah monokultur atau
satu tanaman dalam satu areal tanam. Berikut
HASIL DAN PEMBAHASAN dijelaskan tentang budidaya bawang merah secara
Keragaan Usahatani Jagung Manis umumnya di Desa Arjasari.
Pola budidaya yang diterapkan petani tergolong
 Persiapan Lahan
masih sederhana, namun telah mengalami beberapa
Pengolahan dilakukan dengan mencangkul tanah
perubahan. Perubahan telah terjadi dikarenakan para
sedalam 20 cm dibuat bedengan-bedegan dengan
petani belajar berdasarkan pengalaman masa lalu dari
lebar 80 cm tinggi 25 cm sedangkan panjangnya
petani itu sendiri atau petani pendahulunya. Teknik
disesuaikan dengan kondisi lahan. Setelah tanah
budidaya yang diterapkan petani responden jagung
diolah lalu tanah dicampurkan dengan pupuk
manis adalah monokultur atau satu tanaman dalam
kandang. Diamkan lahan selama kurang lebih 2-3
satu areal tanam.Secara keseluruhan petani
hari.
responden jagung manis melakukan teknik
 Penanaman
budidayanya secara mandiri, atau biasa para petani
Siapkan benih atau umbi bawang merah yang
tersebut menyebutnya dengan kata berdikari atau
siap tanam. Apabila umur umbi masih kurang dari 2
berdiri dengan kaki sendiri. Berikut dijelaskan
bulan, lakukan pemogesan terlebih dahulu.
tentang budidaya jagung manis secara umumnya di
Pemogesan adalah pemotongan bagian ujung umbi,
Desa Arjasari.
sekitar 0,5 cm. Fungsinya untuk memecahkan masa
 Pengolahan Lahan
dorman dan mempercepat tumbuhnya tanaman.
Pengolahan tanah bertujuan untuk: memperbaiki
Jarak tanam untuk budidaya bawang merah
kondisi tanah, dan memberikan kondisi
dibuat hingga 20×20 cm. Benih bawang merah
menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui
ditanam dengan cara membenamkan seluruh bagian
pengolahan tanah, drainase dan aerasi yang kurang
umbi kedalam tanah.
baik akan diperbaiki.
 Penanaman

113
 Pemupukan No Luas Biaya Biaya Biaya
Pupuk dasar dilakukan sebelum waktu tanam, Lahan Variabel Tetap Produksi
pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang. Lalu 4 1 Ha Rp Rp Rp
dilakukan kembali pemupukan susulan I yaitu pada 2.508.657 5.308.500 7.817.157
saat tanaman berumur 13-15 hari setelah tanam lalu Berdasarkan Tabel 13. menunjukan bahwa biaya
pemupukan susulan II dilakukan pada saat tanaman produksi usahatani jagung manis berbeda-beda yang
berumur 30-40 hari setelah tanam, pupuk yang dikarenakan luas lahan yang berbeda-beda juga.
diguanakan pada saat pemupukan susulan yaitu Biaya produksi terbesar pada luas lahan 1 Ha dengan
pemupukan anorganik. biaya produksi sebesar Rp 7.817.157,-.
 Pemeliharaan : Tabel 6. Biaya produksi usahatani bawang merah
No Luas Biaya Biaya Biaya
 Pengairan
Lahan Variabel Tetap Produksi
 Penyiangan
1 0.14 Rp Rp Rp
 Pengendalian Hama dan Penyakit Ha 75.880 6.147.000 6.222.880
 Panen dan Pasca Panen 2 0.14 Rp Rp Rp
Bawang merah dipanen pada saat berumur 60-70 Ha 77.130 6.271.500 6.348.630
hari setelah tanam, untuk bawang konsumsi, waktu 3 0.14 Rp Rp Rp
panen ditandai dengan 60-70% daun telah rebah, Ha 76.296 5.826.000 5.902.296
sedangkan untuk bibit kerebahan daun lebih dari 4 0.14 Rp Rp Rp
90%. Panen dilakukan waktu udara cerah. Pada Ha 75.880 5.928.500 6.004.380
waktu panen, bawang merah diikat dalam ikatan- Biaya produksi yang dikelauarkan petani untuk
ikatan kecil (1-1.5 kg/ikat), Lalu petani langsung usahatani bawang merah di Desa Arjasari tidak jauh
menjual ke tengkulak. berbeda dengan masing-masing petani dikarenakan
luas lahan yang digunakan sama. Berdasarkan Tabel
14. biaya produksi bawang merah yang paling besar
Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Manis Rp 6.348.630,-.
dan Bawang Merah Penerimaan
Analisis usahatani jagung manis dan bawang Pada usahatani jagung manis dan bawang merah
merah di Desa Arjasari menggambarkan penerimaan, penerimaan petani diperoleh dari banyaknya
total pengeluaran biaya, dan pendapatan petani. produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga
Kegiatan usahatani bertujuan untuk memperoleh yang berlaku. Harga jual jagung manis dan bawang
pendapatan yang optimal, sebagai imbalan atas usaha merah yang berlaku di pasaran berbeda jauh. Harga
dan kerja, dan peralatan pertanian yang digunakan jual yang berlaku di pasaran untuk jagung manis
selama kegiatan usahatani jagung manis dan bawang dengan harga Rp 2.000,- setiap kilogram, sedangkan
merah berlangsung. Berikut ini akan dianalisis bawang merah dijual dengan harga Rp 15.000,-
kegiatan usahatani jagung manis dan bawang merah setiap kilogram. Harga jual bawang merah lebih
berdasarkan: tinggi dibandingkan dengan harga jual jagung manis.
Biaya Produksi Harga jual yang jauh berbeda ini dikarenakan oleh
Biaya dalam usahatani segala pengorbanan yang permintaan akan bawang merah yang tinggi. Pada
dilakukan oleh petani untuk menghasilkan produksi. Tabel 7. dan 8. akan terlihat penerimaan yang
Biaya yang dikeluarkan petani terdiri dari biaya tetap tertinggi dan terendah yang diperoleh petani jagung
dan biaya variabel/ biaya tetap terdiri atas biaya manis dan bawang merah.
penyusutan alat pertanian yang digunakan antara lain Tabel 7. Penerimaan usahatani jagung manis
adalah cangkul, handsprayer, kored, emrat, dan No Luas Produksi Harga Penerimaan
pisau. Biaya variabel terdiri dari biaya pengadaan Lahan
pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Penggunaan biaya 1 0.14 2.000 Kg Rp Rp 4.000.000
produksipada usahatani jagung manis dan bawang Ha 2.000
merah dari masing-masing petani di Desa Arjasari 2 0.7 Ha 10.000 Rp Rp 20.000.000
dapat dilihat pada Tabel 5. dan 6. Kg 2.000
Tabel 5. Biaya produksi usahatani jagung manis 3 1 Ha 14.000 Rp Rp 28.000.000
No Luas Biaya Biaya Biaya Kg 2.000
Lahan Variabel Tetap Produksi 4 1 Ha 14.000 Rp Rp 28.000.000
1 0.14 Rp Rp Rp Kg 2.000
Ha 158.102 1.413.000 1.571.102
2 0.7 Ha Rp Rp Rp Hasil produksi per musim tanam untuk
2.005.370 3.543.000 5.548.370 usahatani jagung manis yang paling tinggi adalah
3 1 Ha Rp Rp Rp sebesar 14.000 kg dengan luas lahan 1 Ha dan dengan
2.508.102 5.147.000 7.655.102
114
harga jual Rp 2.0000,- per kilo mendapatkan hasil No Luas Penerimaan Biaya Pendapatan
total penrimaan yaitu sebesar Rp 28.000.000,-. Lahan Produksi
Tabel 8. Penerimaan usahatani bawang merah 3 0.14 Rp Rp Rp
Ha 15.000.000 5.902.296 9.097.704
No Luas Produksi Harga Penerimaan
4 0.14 Rp Rp Rp
Lahan
Ha 15.000.000 6.004.380 8.995.620
1 0.14 1.500 Kg Rp Rp 15.000.000
Ha 10.000 Pada tabel 10. menunjukan pendapatan usahatani
2 0.14 1.500 Kg Rp Rp 15.000.000 bawang merah dengan luasan yang sama yaitu 0.14
Ha 10.000 Ha. Pendapatan tertinggi pada luasan lahan yang
3 0.14 1.500 Kg Rp Rp 15.000.000 sama yaitu sebesar Rp 9.097.704,-.
Ha 10.000
4 0.14 1.500 Kg Rp Rp 15.000.000 4.2.2 Rasio R/C Usahatani Jagung Manis dan
Ha 10.000 Bawang Merah
Sedangkan untuk hasil produksi per musim Untuk mengetahui kelayakan suatu usahatani
tanam untuk usahatani bawang merah dengan luas dapat dilihat dengan menggunakan analisis R/C. R/C
lahan 0.14 adalah sebesar 1.500 kg dengan harga jual didapatkan dari perbandingan antara penerimaan
Rp 10.000,- per kilo medapatkan hasil total total dengan biaya total. Layak atau tidaknya suatu
penerimaan yaitu sebesar Rp 15.000.000,- usaha dapat dilihat dari nilai R/C, jika R/C >1
4.2.1 Pendapatan usahatani mengalami keuntungan dan R/C<1
Pendapatan petani dipeoleh dari hasil usahatani mengalami kerugian.
penerimaan dikurangi dengan keseluruhan total biaya Tabel 11. Perhitungan R/C jagung manis
yang dikeluarkan. Pendapatan yang diperoleh adalah No Luas Penerimaan Biaya Pendapatan R/C
Lahan Produksi
keuntungan yang diteriman oleh petani jagung manis
1 0.14 Rp Rp Rp 2,54
dan bawang merah. Berikut adalah Pendapatan Ha 4.000.000 1.571.102 2.428.898
Tertinggi Usahatani Jagung Manis dan Bawang 2 0.7 Rp Rp Rp 3,60
Merah. Ha 20.000.000 5.548.370 14.451.630
Tabel 9. Pendapatan usahatani jagung manis 3 1 Ha Rp Rp Rp 3,65
No Luas Penerimaan Biaya Pendapatan 28.000.000 7.655.102 20.344.898
Lahan Produksi 4 1 Ha Rp Rp Rp 3,58
1 0.14 Rp Rp Rp 28.000.000 7.817.157 20.182.843
Ha 4.000.000 1.571.102 2.428.898 Tabel 12. Perhitungan R/C bawang merah
No Luas Penerimaan Biaya Pendapatan RC
2 0.7 Ha Rp Rp Rp Lahan Total
20.000.000 5.548.370 14.451.630 1 0.14 Rp Rp Rp 2,41
3 1 Ha Rp Rp Rp Ha 15.000.000 6.222.880 8.777.120
28.000.000 7.655.102 20.344.898 2 0.14 Rp Rp Rp 2,36
4 1 Ha Rp Rp Rp Ha 15.000.000 6.348.630 8.651.370
28.000.000 7.817.157 20.182.843 3 0.14 Rp Rp Rp 2,54
Ha 15.000.000 5.902.296 9.097.704
4 0.14 Rp Rp Rp 2,50
Pada Tabel 9. Menunjukan hasil pendapatan Ha 15.000.000 6.004.380 8.995.620
usahatani jagung manis, pendapatan tertinggi terlihat
pada petani dengan luas lahan 1 Ha, yaitu dengan Usahatani jagung manis untuk lahan 0.14 Ha
total pendapatan Rp 20.344.898,-. pada petani jagung manis 1 memiliki R/C sebesar
Dari hasil penelitian menunjukan petani
2,54 yang berarti mengalami keuntungan. Untuk
komoditas jagung manis yang memiliki lahansebesar petani jagung manis 2 yang memiliki lahan 0.7 Ha
±1 Ha memiliki hasil yang cukup besar. Akan tetapi mendapatkan R/C sebesar 3,60 yang artinya
dari hasil analisis yang dilakukan terhadap petani mengalami keuntungan. Pada petani jagung manis 3
bawang merah, memiliki potensi pendapatan yang
yang memiliki lahan 1 Ha mendapatkan R/C sebesar
lebih besar dibandingkan petani jagung manis jika 3,65 yang artinya mengalami keuntungan. Pada
dalam luasan lahan yang sama. petani jagung manis 4 yang memiliki lahan 1 Ha
mendapatkan R/C sebesar 3,58 yang artinya juga
Tabel 10. Pendapatan usahatani bawang merah mengalami keuntungan.Sedangkan untuk usahatani
No Luas Penerimaan Biaya Pendapatan
Lahan Produksi bawang merah memiliki nilai R/C rata-rata 2,45
1 0.14 Rp Rp Rp menunjukan bahwa usahatani bawang merah
Ha 15.000.000 6.222.880 8.777.120 mengalami keuntungan.
2 0.14 Rp Rp Rp Dari kedua usahatani ini nilai R/C yang dimiliki
Ha 15.000.000 6.348.630 8.651.370 masing-masing besar dari 1 yang artinya kedua
usahatani ini akan menghasilkan keuntungan dan

115
layak untuk dijalankan, namun jika dibandingkan dalam masalah budidaya jagung manis lebih
besar nilai R/C dari kedua usahatani ini maka mudah dibudidayakan dibandingkan bawang
usahatani jagung manis akan lebih menguntungkan merah.
dibandingkan dengan usahatani bawang merah 2) Perlu diadakannya penyuluhan mengenai
meskipun pada hasil pendapatan memang lebih tinggi budidaya jagung manis kepada parapetani agar
untuk bawang merah dibandingkan dengan jagung petani lebih dapat meningkatkan kembali
manis. Jagung manis dirasa lebih menguntungkan produksi jagung manisnya.
karena biaya produksi yang dikeluarkan tidak terlalu
besar sedangkan untuk bawang merah membutuhkan
biaya produksi yang lebih besar. Dan dalam masalah DAFTAR PUSTAKA
teknik budidaya jagung manis dirasa para petani di Audita, Rosarita. 2012. Analisis Pendapatan
Desa Arjasari lebih mudah dilakukan daripada Usahatani Bawang Daun Sistem Organik dan
bawang merah. Bawang Daun Sistem Anorganik (Studi Kasus
di Kelompok Tani Sutan, Desa Tugu Utara,
KESIMPULAN Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa
Berdasarkan hasil penelitian dan Barat). Skripsi. Jatinangor: Universitas
pembahasan yang telah dijelaskan, dapat ditarik Padjadjaran.
kesimpulan sebagai berikut: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
1) Dari hasil R/C jagung manis lebih (Badan Litbang Pertanian). Pembinaan
menguntungkan daripada bawang merah karena Kelompoktani dalam Pengembangan
jagung manis tidak membutuhkan biaya produksi Kelembagaan Tani (2007). BPTP Jakarta.
yang banyak dalam usahataninya. Berbeda Diakses dari jakarta.litbang.deptan.go.id
dengan bawang merah yang membutuhkan biaya Bangun, Febriani. 2010. Analisis Pertumbuhan dan
produksi yang lebih besar. Dari kedua usahatani Produksi Beberapa Varietas Bawang Merah
ini nilai R/C yang dimiliki masing-masing besar (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian
dari 1 yang artinya kedua usahatani ini akan Pupuk Organik dan Anorganik. Skripsi.
menghasilkan keuntungan dan layak untuk Medan: Universitas Sumatera Utara.
dijalankan, namun jika dibandingkan besar nilai Badan Pusat Statistik. Penduduk 15 Tahun Ke Atas
R/C dari kedua usahatani ini maka usahatani yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan
jagung manis akan lebih menguntungkan Utama, 2010 – 2013. Diakses dari
dibandingkan dengan usahatani bawang merah www.BPS.go.id
meskipun pada hasil pendapatan memang lebih Badan Pusat Statistik. Produksi Bawang Merah
tinggi untuk bawang merah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat, 2009-2012. Diakses dari
jagung manis. Jagung manis dirasa lebih www.BPS.go.id
menguntungkan karena biaya produksi yang Badan Pusat Statistik. Produksi Jagung Provinsi
dikeluarkan tidak terlalu besar sedangkan untuk Jawa Barat, 2009-2013 Provinsi Jawa Barat.
bawang merah membutuhkan biaya produksi Diakses dari www.BPS.go.id
yang lebih besar. Dan dalam masalah teknik Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat.
budidaya jagung manis dirasa para petani di Desa Produksi jagung di Kabupaten dan Kota di
Arjasari lebih mudah dilakukan daripada bawang Provinsi Jawa Barat periode, 2009-2013.
merah. Diakses dari http://diperta.jabarprov.go.id/
2) Keadaan ekonomi masing-masing petani jagung Khaerizal, Hendra. 2008. Analisis Pendapatan dan
manis dan bawang merah dilihat dari sisi Faktor-faktor Produksi Usahatani Komoditi
pendapatannya dan dari hasil wawancara Jagung Hibrida dan Bersari Bebas (lokal)
ditempat penelitian, pendapatan para petani (Kasus Desa Saguling, Kecamatan Batujajar,
berada pada posisi berkecukupan pada kehidupan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat).
sehari-hari. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Ifu, Amerina. 2013. Studi kelayakan Usahatani
SARAN Tumpangsari Cabai Rawit Merah (Capsium
Dari hasil pembahasan dan kesimpulan yang Frutescens), Kubis (Brassica Var. Capitata L)
didapat, maka dapat dikemukakan saran sebagai Dan Selada (Lactuca Satva L) Studi Kasus Di
berikut: Desa Cihanjung Rahayu Kecamatan
1) Petani di Desa Arjasari yang tadinya pindah ke Parongpong Kabupaten Bandung Barat
bawang merah, lebih baik beralih kembali pada Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Jatinangor:
komoditas jagung manis. Karena jagung manis Universitas Padjadjaran.
tidak membutuhkan banyak biaya produksi dan
116
Sianipar, Rimna Regina. 2012. Tanggap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung
Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) Terhadap
Pemberian Pupuk Anorganik Daun. Skripsi.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. Malang:
Universitas Brawijaya
Soekartawi, 1995, Analisis Usaha Tani, UI-Press,
Jakarta.
Togatorop, Rodo Berlianan Br. 2010. Analisis
Efisiensi Produksi dan Pendapatan Pada
Usahatani jagung Di Kecamatan Wirosari,
Kabupaten Bogor. Semarang: Universitas
Diponogoro.
Warsana. 2007. Analaisis Efisiensi Dan Keuntungan
Usaga Tani Jagung (Studi Di Kecamatan
Randublatung Kabupaten Blora). Tesis.
Semarang: Universitas Diponogoro.
Zuraida, Rismarini. 2010. Usahatani Padi dan
Jagung Manis Pada Lahan Tadah Hujan
Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Di
Kalimantan Selatan (Kasus Di Kec. Landasan
Ulin Kotamadya Banjarbaru). Diakses dari
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/ima
ges/stories/p77.pdf

117
118
Analisis Pengendalian Persediaan Kedelai Sebagai Bahan Baku Tahu Sumedang
(Studi Kasus di Industri Kecil Sari Kedele, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat)
Analysis of Inventory Control of Soybean As Raw Material of “Tahu Sumedang” (A
Case Study in Small Industry “Sari Kedele”, Jatinangor Sub District, Sumedang District,
West Java)
Amy Fauziah1*, Kuswarini Kusno2
1Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung,
2 Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Bandung

ABSTRAK
Tahu sumedang adalah produk olahan kedelai yang merupakan makanan khas
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Terdapat ratusan produsen tahu sumedang di
kabupaten Sumedang ini. Penelitian dilakukan di Industri Kecil Sari Kedele yang
Kata Kunci: terletak di Kecamatan Jatinangor karena permintaan terhadap produknya cukup tinggi
Kedelai sehingga perlu pengendalian persediaan. Ada dua tujuan dalam penelitian ini; yang
Tahu Sumedang pertama adalah untuk mengetahui keragaan proses produksi tahu sumedang yang
Keragaan dilakukan oleh Industri Kecil Sari Kedele dan yang kedua adalah untuk mengetahui
Proses Produksi kuantitas persediaan kedelai yang ekonomis serta biaya persediaannya. Desain
Model Economic Order penelitian adalah kualitatif dan kuantitatif dengan teknik penelitian studi kasus. Untuk
mencapai tujuan yang pertama dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk
Quantity.
mencapai tujuan ke dua digunakan model kuantitatif Economic Order Quantity
(EOQ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam proses
produksi adalah kedelai impor, penggumpal, bawang putih, garam dan minyak goreng.
Proses produksi meliputi pencucian dan perendaman, penggilingan, perebusan,
penyaringan, pemadatan, pencetakan, pemotongan, perendaman dalam bumbu, serta
penggorengan. Selanjutnya, industri kecil hanya perlu melakukan pemesanan kedelai
10 kali dalam satu tahun sebanyak 9.481 kg per sekali pesan. Akibatnya, industri kecil
dapat menghemat biaya persediaan 9,6% dalam satu tahun. Dengan demikian, proses
produksi menjadi lebih efisien, sehingga industri kecil dapat menjadi lebih kompetitif
dalam jangka panjang.

ABSTRACT
“Tahu sumedang” is a processed soybean product which is a typical food of Sumedang
District, West Java. There are hundreds of producers of “tahu sumedang” in
Sumedang District. The study was conducted in Small Industry “Sari Kedele” located
in Jatinangor Sub District as the demand for its product is high enough so that the
inventory control is necessary. There are two objectives in this study. The first one is
Keywords:
to determine the performance of the production process of “tahu sumedang” applied
Soybean by a small industry“Sari Kedele”,and the second one is to determine the economic
“Tahu Sumedang” order quantity of soybean inventory as well as the cost of the inventory. Design of the
Performance research was qualitative and quantitative, with a case study research technique. To
Production Process achieve the first objective, it is used a descriptive analysis, while for the second, a
Model Economic Order quantitative model : Economic Order Quantity (EOQ). The results showed that the
Quantity. materials used in the production process are imported soybean, coagulant, garlic,salt
and cooking oil. The production process includes washing and soaking, grinding,
boiling, filtering, compacting, printing, cutting, soaking in seasoning and frying. The
small industry just have to order soybean 10 times in one year, a total of 9481 kg per
one order. As a result, the small industriy can save the cost of inventory 9.6% in one
year.Thus,the production process becomes more efficient so that the small industry can
be more competitive in the long run.
* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: fauziah.ami@gmail.com, rinipiano@yahoo.co.id

119
PENDAHULUAN Berdasarkan Tabel 2, total konsumsi kedelai
Kedelai merupakan salah satu komoditas dan produk turunannya dapat dikatakan stabil dari
pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat tahun ke tahun hingga tahun 2013, dengan rata-rata
Indonesia. Kedelai termasuk dalam kelompok legum kenaikan yang sangat kecil yakni 0,154%. Dari itu
pangan dimana sekitar 90% kedelai yang tersedia di pula dapat diketahui bahwa selama lima tahun
Indonesia digunakan sebagai bahan pangan, dan tersebut rata-rata total konsumsi pada per kapita
sisanya untuk pakan ternak dan benih (FAO, 2005 adalah sebesar 14,24 kg/tahun.
dalam Ginting, dkk. 2009). Di Indonesia, produksi Tahu sumedang adalah salah satu produk
kedelai pada tahun 2013 adalah 779,99 ribu ton biji olahan kedelai yang menjadi makanan khas
kering. Angka ini menurun 63,16 ribu ton atau 7,49 Kabupaten Sumedang. Tahu sumedang merupakan
% dibandingkan pada tahun 2012. Hal ini disebabkan tahu yang dijajakan dalam bentuk sudah digoreng,
oleh penurunan luas panen seluas 16,83 ribu hektar tidak kosong, dan masih berisi sari kedelai yang
atau 2,97% dan penurunan produktivitas sebesar 0,69 berwarna putih. Tahu sumedang mempunyai kulit
kwintal/ hektar. luar yang berintik-bintik yang khas membedakan dari
jenis tahu lainnya. (Supriatna, 2005 dalam Yusup,
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas 2012).
dan Produksi Kedelai Menurut Wilayah Industri kecil tahu sumedang Sari Kedele
Uraian 2012 2013 merupakan salah satu tempat yang menjual tahu
1. Luas Panen (ha) sumedang sekaligus rumah makan dan pabrik
Pulau Jawa 382.039 342.796 pembuatan tahu sumedang. Permintaan tahu
Luar Pulau Jawa 185.585 207.997 sumedang pada industri kecil ini cukup tinggi. Dalam
Indonesia 567.624 550.793 satu hari industri ini dapat memproduksi tahu hingga
2. Produktivitas 250 ancak atau 42.250 buah tahu sumedang. Setiap
(kw/ha) harinya industri ini selalu dipadati oleh konsumen
Pulau Jawa 15,80 15,23 dari luar Kabupaten Sumedang maupun masyarakat
Luar Pulau Jawa 12,91 12,41 sekitar. Berikut produksi tahu sumedang pada bulan
Indonesia 14,85 14,16 Maret hingga Mei 2015.
3. Produksi (ton)
Tabel 3. Produksi Tahu Sumedang Industri Kecil
Pulau Jawa 603.641 521.954
Sari Kedele
Luar Pulau Jawa 239.512 258.038
Jumlah Produksi
Indonesia 843.153 779.992
Bulan Tahu Sumedang
Keterangan: Bentuk produksi kedelai adalah biji
(Buah)
kering
Maret 697.801
Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2013
April 698.815
Banyak makanan khas Indonesia yang Mei 798.271
berbahan dasar kedelai, seperti tahu dan tempe. Sumber: Data Produksi Tahu Sumedang Industri
Makanan ini dianggap sebagai sumber protein selain Tahu Sumedang Sari Kedele Tahun 2014
daging. Selain itu makanan yang berasal dari kedelai
memilki harga yang lebih terjangkau dibandingkan Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat besarnya
dengan harga daging. Produk olahan kedelai dapat produksi tahu sumedang pada industri kecil ini.
digolongkan menjadi dua kelompok yaitu makanan Untuk menghasilkan tahu sumedang dengan jumlah
non fermentasi dan terfermentasi. Produk fermentasi yang besar seperti itu tentunya dibutuhkan kuantitas
hasil industri tradisional yang populer adalah tempe, kedelai yang sangat besar dalam satu bulannya.
kecap dan tauco, sedangkan produk non fermentasi
hasil industri tradisional adalah tahu dan kembang
tahu.
Tabel 2. Konsumsi Kedelai dan Produk Turunannya
per kapita (Kg/Tahun) Tabel 4. Pengelolaan Persediaan Kedelai di Industri
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Kecil Tahu Sumedang Sari Kedele
Kacang
0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 Uraian Jumlah Aktual
Kedelai
Tahu 7,039 6,987 7,404 6,987 7,039 Jumlah Pemesanan 6.000 kg
Tempe 7,039 6,935 7,300 7,091 7,091 Kebutuhan Kedelai dalam 273 kg
Sumber: Susenas Tahun 2013 Satu Hari
Frekuensi Pemesanan 16 kali
120
Jeda waktu antar tiap 21 hari merencanakan manajemen persediaan kedelai secara
pemesanan terstruktur agar Industri Kecil Sari Kedele dapat
Waktu Tenggang Pemesanan 1-2 hari memenangkan kompetisi dalam jangka panjang.
Sumber: Hasil wawancara dengan Industri Kecil Berdasarkan berbagai uraian di atas, penulis tertarik
Tahu Sumedang Sari Kedele. Tahun 2015 untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pengendalian Persedian Kedelai Sebagai Bahan
Dalam sehari industri kecil ini dapat Baku Tahu Sumedang (Studi Kasus pada Industri
menghabiskan 273 kg kedelai atau bahkan lebih. Kecil Sari Kedele di Kecamatan Jatinangor,
Kedelai yang dipesan sebanyak 9.000 kg Kabupaten Sumedang, Jawa Barat)”.
didistribusikan 6.000 kg ke cabang Jatinangor dan
3.000 kg ke cabang Limbangan. Penentuan kuantitas KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP
ini didasarkan pada perkiraan kebutuhan dalam Kedelai
sehari, dan juga disebabkan industri hanya memiliki Kedelai merupakan tanaman pangan berupa
gudang dengan kapasitas kecil. Luas gudang milik semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine
Sari Kedele hanya 16 m2 dan hanya mampu ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan
menampung kedelai kurang lebih 9.000 kg. Kuantitas berbagai kedelai yang dikenal sekarang kedelai
tersebut juga tidak memenuhi satu gudang penuh (Glycine max (L.) Merrill). Kedelai dibudidayakan di
namun hanya ¾ bagiannya saja. Hal ini disebabkan Indonesia mulai abad ke-17 sebagai tanaman
¼ bagian lainnya digunakan sebagai ruang kosong makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman
tempat keluar-masuknya kedelai dan agar ada ruang kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo
udara sehingga tidak cepat lembab. menyebar ke daerah Mansyuria : Jepang (Asia
Kuantitas sebesar 6.000 kg hanya akan Timur) dan negara-negara lain di Amerika dan
memenuhi kebutuhan produksi selama 22 hari. Pada Afrika. (AAK,1989 dalam Wiwin Nilasari, 2012).
hari ke-21 industri kecil ini harus melakukan Di salah satu negara bagian Amerika Serikat,
pemesanan kembali sebelum persediaan kedelai di terdapat areal pertumbuhan kedelai yang sangat luas
gudang habis. Pemesanan kedelai hanya akan sehingga menghasilkan 57% produksi kedelai dunia.
dilakukan jika kedelai di gudang ada 200 kg atau Di Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di
dapat memenuhi kebutuhan produksi untuk esok dataran rendah yang tidak banyak mengandung air,
harinya. Sistem pengadaan kedelai yang diterapkan seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah,
tersebut membuat gudang tidak pernah kekosongan Jawa Barat, Sulawesi Utara (Gorontalo), Lampung,
kedelai dan juga membuat kualitas kedelai tidak Sumatera Selatan dan Bali. Kedelai (Glycine max (L)
menurun. Gudang yang mampu menampung kedelai merrill) merupakan salah satu tanaman budidaya
hingga 9.000 kg cendurung tidak dimanfaatkan dengan kandungan nutrisi yang tinggi, diantaranya
secara optimal. Akibatnya, terjadi biaya tambahan mengandung protein 30-50% (Richard et al., 1984
seperti biaya pemesanan yang mana seharusnya hal dalam Nilasari, 2012). Kandungan protein yang
ini tidak akan terjadi jika kuantitas pemesanan tinggi memberi indikasi bahwa tanaman kedelai
kedelai dapat dioptimalkan. memerlukan hara nitrogen yang tinggi pula. Di
Sebagai salah satu usaha yang Indonesia sampai saat ini produksi kedelai belum
mengutamakan produk tahu sumedangnya, industri dapat memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri.
kecil tahu sumedang Sari Kedele ini belum
menerapkan model pengendalian persediaan tertentu Tahu Sumedang
untuk menjaga keberlangsungan produksi tahunya. Tahu Sumedang merupakan makanan khas
Sebagai industri tahu yang setiap harinya Kabupaten Sumedang. Tahu sumedang pertama kali
berproduksi, seharusnya Sari Kedele selalu menjaga dikenalkan di Sumedang oleh imigran dari Cina yang
ketersediaan kedelai sebagai bahan bakunya. Melihat bernama Ong Kin No pada tahun 1900-an. Ong Kin
situasi tersebut, dibutuhkan manajemen No membuat tahu di kota Sumedang untuk
pengendalian persediaan kedelai sebagai bahan baku mengenang kebiasaan di kampung halamannya.
utama dalam pembuatan tahu sumedang. Hal ini Keharuman tahu yang dibuatnya ternyata menarik
dilakukan agar kedelai dapat selalu tersedia tanpa perhatian seorang pangeran Sumedang untuk datang
perlu ada penambahan biaya persediaan akibat ke rumahnya di kawasan pusat kota Sumedang.
melakukan pemesanan kembali dengan jadwal yang Kadang-kadang orang mengatakan bahwa
tidak teratur. Selain itu, industri kecil tahu sumedang tahu sumedang adalah tahu pong atau tahu kosong
yang sangat banyak di Kabupaten Sumedang, yakni tanpa isi. Penilaian tentang tahu sumedang tersebut
282 buah (Deperindag, 2014) memungkinkan tercemari oleh tahu sumedang yang banyak dibuat
terjadinya persaingan bisnis yang ketat. Karena itu, oleh pabrik tahu yang tidak menjamin kualitasnya.
penting mengantisipasi situasi ini dengan Tahu sumedang berkualitas rendah tersebut banyak
121
dijajakan oleh pedagang di dalam bis umum yang Pengendalian Persediaan
melintasi kota Sumedang. Menurut Assauri (1993) pengendalian
Tahu sumedang yang benar adalah tahu yang persediaan merupakan suatu kegiatan untuk
dijajakan dalam bentuk sudah digoreng, tidak pong menentukan tingkat dan komposisi persediaan
atau tidak kosong, dan masih berisi sari kedelai yang komponen rakitan, bahan baku dan barang hasil
masih putih. Sari kedelai tersebut memberikan rasa (produk) sehingga perusahaan dapat melindungi
khas perpaduan rasa kulit tahu yang sudah kering kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-
digoreng dengan bagian dalam yang tidak kering. kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif
Tahu sumedang mempunyai kulit luar yang berintik- dan efisien.
bintik atau curintik (bahasa Sunda) yang khas
membedakannya dari jenis tahu lainnya. (Dadang Model Economic Order Quantity
Supriatna, 2005). Handoko (1984) mengungkapkan bahwa,
metode manajemen persedian yang paling terkenal
Persediaan adalah model-model Economic Order Quantity
Persediaan merupakan salah satu unsur (EOQ). Metode-metode ini dapat digunakan baik
paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara untuk barang-barang yang dibeli maupun yang
continue diperoleh, diubah, yang kemudian dijual diproduksi sendiri. Model EOQ sendiri adalah nama
kembali. Sebagian besar sumber-sumber perusahaan yang biasa digunakan untuk barang-barang yang
juga sering dikaitkan dengan persediaan yang akan dibeli. Model ini digunakan untuk menentukan
digunakan dalam perusahaan pabrikasi. Nilai dari kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan
persediaan harus dicatat, digolong-golongkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya
menurut jenisnya yang kemudian dibuatkan kebalikan (inverse cost) pemesanan persediaan.
perincian dari masing- masing barangnya dalam Model EOQ di atas dapat diterapkan bila anggapan-
suatu periode yang bersangkutan, pada akhir sutu anggapan berikut ini dipenuhi:
periode. Pengalokasian biaya-biaya dapat Permintaan akan produk adalah konstan,
dibebankan pada aktivitas yang terjadi dalam periode seragam dan diketahui (deterministik).
tersebut dan untuk aktivitas mendatang juga harus 1. Harga per unit produk adalah konstan.
ditentukan atau dibuat. (Assauri, 1993) 2. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah
Menurut Handoko (1984) dalam pembuatan konstan.
setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya 3. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah
(jumlah) persediaan, biaya-biaya variabel yang harus konstan.
dipertimbangkan sebagai berikut : 4. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-
1. Biaya penyimpanan (holding cost) terdiri atas barang diterima (lead time) adalah konstan.
biaya-biaya yang bervariasi secara langsung 5. Tidak terjadi kekurangan barang atau (back
dengan kuantitas pesediaan. Biaya penyimpanan orders).
per periode akan semakin besar apabila kuantitas
bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata- Alur Pemikiran
rata persediaan semakin tinggi. Permintaan tahu sumedang di Industri Kecil
2. Biaya pemesanan (order cost) yaitu biaya yang Sari Kedele cukup tinggi. Keadaan ini dapat dilihat
timbul di saat aktivitas pemesanan. dari kuantitas kedelai yang dihabiskan dalam sehari
seperti tampak pada Tabel 4. Untuk memenuhi
Manajemen Persediaan permintaan tersebut maka persediaan kedelai di
Manajemen persediaan merupakan hal yang dalam gudang tidak boleh kosong. Karena itu
mendasar dalam penetapan keunggulan kompetatif dibutuhkan pengelolaan persediaan yang baik untuk
jangka panjang. Mutu, rekayasa, produk, harga, menghindari kehabisan persediaan. Salah satu
lembur, kapasitas berlebih, kemampuan merespon caranya adalah dengan menerapkan model
pelanggan akibat kinerja kurang baik, waktu persediaan. Tujuan dari penggunaan model
tenggang (lead time) dan profitabilitas keseluruhan persediaan ini adalah untuk mendapatkan kuantitas
adalah hal-hal yang dipengaruhi oleh tingkat pemesanan kedelai yang optimal, yang berarti bahwa
persediaan. Perusahaan dengan tingkat persediaan biaya haruslah minimum.
yang lebih tinggi daripada pesaing cenderung berada
dalam posisi kompetitif yang lemah. Kebijaksanaan METODE PENELITIAN
manajemen persediaan telah menjadi sebuah senjata Objek penelitian ini adalah keragaan proses
untuk memenangkan kompetitif. produksi tahu sumedang dan pengendalian persedian
kedelai dalam aktivitas bisnis tahu sumedang pada
Industri Kecil Sari Kedele. Penelitian dilakukan di
122
industri kecil tahu sumedang tersebut, yang Rasio Sensitivitas adalah tingkat
bertempat di Jalan Raya Ir. Soekarno No. 21, perbandingan antara total biaya persediaan yang
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. dikeluarkan pada tingkat persediaan yang tidak
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini optimal dibandingkan dengan total biaya persediaan
meliputi dua jenis data, yaitu: pada tingkat persediaan optimal.
1. Data primer diperoleh dari informan yang
ditentukan secara sengaja (purposive). Cara
memperoleh data dan informasi primer dilakukan 𝑇𝐶
dengan wawancara langsung menggunakan (𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ( )
𝑇𝐶 ∗
panduan wawancara, dan observasi lapangan.
Informan dalam penelitian ini adalah pemilik, 𝐷 𝑄
manajer operasional dan tenaga kerja di industri (𝑄 ) × 𝑂 + ( 2 + 𝑆𝑠) × 𝐶𝐻
kecil tahu sumedang Sari Kedele. = )
𝐷 𝑄∗
2. Data sekunder, diperoleh dari Badan Pusat (𝑄 ∗ ) × 𝑂 + ( 2 + 𝑆𝑠) × 𝐶𝐻
Statistik (BPS), Dinas Pemerintahan terkait, studi
kepustakaan, dan penelusuran pustaka atau
Sedangkan biaya marjinal adalah biaya
laporan dari instansi terkait yang relevan.
tambahan yang harus ditanggung oleh industri kecil
Berikut merupakan rancangan analisis data
karena jumlah persediaan yang ada tidak optimal.
yang digunakan dalam penelitian ini:
Berikut ini adalah rumusnya :
1. Untuk mengetahui bagaimana keragaan produksi
tahu sumedang, dianalisis secara deskriptif
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑎𝑟𝑗𝑖𝑛𝑎𝑙 = (𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑠𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 − 1)
dengan menggunakan alat analisis berupa tabel-
tabel. × 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
2. Untuk mengetahui kuantitas pemesanan kedelai
yang ekonomis (optimal dimana biaya
persediaannya minimum), dianalis dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan model EOQ yaitu: Gambaran Umum Industri Kecil Tahu
Sumedang Sari Kedele
𝐷𝑂 Industri kecil tahu sumedang Sari Kedele
𝐸𝑂𝑄 = √2 merupakan salah satu industri kecil tahu sumedang
𝐻𝐶
yang mengembangakan usahanya menjadi rumah
makan. Industri kecil ini sendiri memiliki beberapa
dimana cabang yang tersebar hingga Pulau Kalimantan dan
D :Jumlah kedelai yang dibutuhkan selama satu Sumatera, sedangkan di daerah Jawa Barat sendiri,
periode tertentu (kg) hanya memiliki satu cabang yaitu di Kecamatan
O : Biaya pemesanan per sekali pesan Limbangan, Kabupaten Garut. Industri kecil ini
H : Harga pembelian per unit per tahun sudah berjalan sejak tahun 1994 dimana pemiliknya
C : Biaya penyimpanan dan pemeliharaan gudang
masih menjajakan tahunya di wilayah pemukiman
per unit per tahun dinyatakan dalam persen
warga yang jauh dari jalan raya. Pada tahun 2000,
Sementara itu, biaya yang dikeluarkan untuk dibangun gerai sederhana yang letaknya tepat di
pemesanan yang ekonomis adalah: pinggir jalan propinsi. Posisi gerai yang dekat dengan
jalan raya membuat tahu sumedang yang diproduksi
𝐷 𝑄𝑒 semakin diminati konsumen. Jalan raya tersebut
𝑇𝐶 = ( ) × 𝑂 + ( + 𝑆𝑠) × (𝐶𝐻 ) merupakan jalur alternatif yang ramai dilewati
𝑄𝑒 2
konsumen dari luar Kabupaten Sumedang, sehingga
mudah bagi konsumen untuk mencari oleh-oleh khas
dimana:
Sumedang. Pada tahun 2014, Sari Kedele ini
TC : Total biaya pemesanan yang ekonomis
memperluas usahanya menjadi Rumah Makan Tahu
D : Jumlah kebutuhan setahun
Qe : Jumlah pesanan yang ekonomis Sumedang Sari Kedele. Hal ini disebabkan banyak
Ss : Persediaan pengaman yang seharusnya konsumen yang ingin makan tahu sumedang panas
H : Haga bahan per kilogram dan renyah di tempat dengan nyaman; tidak hanya
O : Biaya pemesanan dibawa sebagai oleh-oleh saja.
C : Biaya penyimpanan per tahun Seperti umumnya industri kecil yang lain,
Sari Kedele ini belum memiliki struktur organisasi

123
yang paten, namun alur koordinasinya sudah bahan baku utamanya, digunakan pula bahan
terbentuk dengan cukup baik. Biasanya, si pemilik pendukung yang menunjang cita rasa dari tahu itu
tidak mengarahkan langsung para karyawannya di sendiri, yakni bawang putih dan garam. Berikut
lapangan, tetapi ada seorang manajer operasional penjelasan mengenai komposisi bahan dalam proses
yang mengarahkan dan mengawasi kerja karyawan produksi tahu sumedang.
baik di rumah makan maupun di pabrik. Berikut ini 1. Kedelai
adalah alur koordinasi yang terjadi : Kedelai yang digunakan adalah kedelai impor.
Penggunaan kedelai impor ini disebabkan kedelai
impor selalu tersedia dan waktu pembekuannya lebih
singkat jika dibandingkan dengan kedelai lokal.
Dalam satu hari, industri kecil ini melakukan 21 kali
penggilingan kedelai dengan kuantitas 13 kg untuk
setiap kali penggilingan, sehingga total kuantitas
kedelai yang digunakan adalah 273 kg.
2. Penggumpal
Penggumpal merupakan komponen penting
dalam pembekuan tahu. Penggumpal berfungsi untuk
mengendapkan bagian protein tahu dari sari kedelai.
Penggumpal ini berasal dari air biang yang dibuat
dengan menambahkan cuka agar menjadi asam.
Penambahan cuka ini dimaksudkan agar tahu dapat
cepat membeku, namun saat ini air biang yang
digunakan berasal dari air rebusan kedelai. Air
rebusan tahu yang tersisa kemudian dipisahkan pada
sebuah drum plastik besar yang nantinya akan diberi
air biang yang telah diendapkan selama beberapa
hari. Setelah itu, air rebusan tersebut diendapkan
selama beberapa hari yang nantinya akan menjadi air
Gambar 1. Alur Koordinasi Industri Kecil Tahu
biang penggumpal. Untuk satu kali proses produksi,
Sumedang Sari Kedele
penggumpal yang digunakan adalah 24 liter.
3. Bahan Pendukung
Di pabrik, manajer operasional tidak selalu
Bawang putih dan garam adalah bahan
mengawasi karyawan, tetapi lebih banyak
pendukung yang berperan untuk menciptakan rasa
mengawasi di bagian gerai dan rumah makan. Hal ini
gurih tahu sumedang. Bawang putih yang digunakan
dilakukan karena terdapat Tim Inti yang sudah
sebanyak 0,07 kg, sedangkan garamnya 7,1 kg untuk
dianggap mampu untuk membuat tahu sesuai dengan
proses produksi selama satu hari. Sebelum dijadikan
arahan dari pemilik. Tenaga kerja di pabrik adalah
larutan bumbu untuk merendam tahu, bawang putih
laki-laki semua yang berasal dari daerah sekitar.
terlebih dahulu dihaluskan; setelah itu dimasukan ke
Tenaga kerja itu sendiri terdiri dari dua kelompok
dalam bak air bersama dengan garam.
yang masing-masing terdiri dari lima hingga enam
4. Minyak Goreng
orang. Setiap kelompok terdiri dari 2 orang tenaga
Minyak goreng digunakan untuk menggoreng
inti pembuat tahu dan 3 hingga 4 orang tenaga kenek.
tahu. Tahu yang telah matang dengan warna
Jumlah tenaga kerja pabrik tahu adalah 13
kecoklatan dinamai tahu sumedang. Minyak goreng
orang, dimana semuanya merupakan tenaga kerja
yang digunakan adalah jenis minyak goreng curah
borongan. Para tenaga kerja mulai membuat tahu
dengan kualitas yang paling baik, karena kualitas
pada pukul 03.00 pagi hingga pukul 16.00, tetapi
minyak berpengaruh pada kerenyahan dan tekstur
waktu pulang para tenaga kerja tersebut tidak dapat
garing dari tahu sumedang. Dalam satu hari, proses
ditentukan dengan pasti, karena permintaan
produksi dapat menghabiskan minyak goreng hingga
konsumen yang tidak pernah tetap.
85 kg .
Berikut ini disajikan rincian penggunaan
Keragaan Proses Produksi Tahu Sumedang
bahan baku dan bahan pendukung dalam proses
Sebagai produk makanan yang
produksi tahu sumedang untuk satu hari.
mengutamakan rasa, tahu sumedang memerlukan
Tabel 5. Bahan yang Digunakan dalam Proses
komposisi bahan yang baik. Selain kedelai sebagai
124
Produksi Tahu Sumedang bertujuan agar minyak dapat dengan mudah
dibesihkan.
Jenis Bahan Jumlah 6. Pengaduk
Bahan Baku Kedelai Impor 273 kg Pengaduk yang digunakan dalam proses
Bahan Penggumpal 24 liter perebusan terbuat dari bahan alumunium dengan
Pendukung Bawang Putih 0,07 kg diameter yang cukup lebar. Hal ini bertujuan agar
Garam 7,1 kg mudah dalam mengaduk bubur kedelai dan mudah
Minyak Goreng 85 kg pula untuk memindahkan susu kedelai ke dalam
tahang.
Untuk mengolah bahan-bahan menjadi tahu 7. Tahang
sumedang dibutuhkan alat-alat. Setiap tahapan dalam Tahang merupakan wadah penyaringan antara
proses produksi tahu sumedang memerlukan alat susu dan ampas kedelai. Alat ini terbuat dari kayu
yang berbeda dan bermacam-macam. Sebagian besar yang tidak mudah lapuk. Jumlah tahang yang
alat yang digunakan masih termasuk alat digunakan adalah dua buah.
konvensional. Berikut penjelasan alat-alat yang 8. Kain Saring
digunakan dalam proses produksi tahu sumedang: Kain saring digunakan untuk memisahkan
1. Timbangan susu dari ampas kedelai. Kain saring ini selain
Timbangan digunakan untuk menakar jumlah digunakan pada saat pemisahan antara susu dan
kedelai yang akan digiling. Satu kali proses ampas kedelai, juga saat pencetakan kedelai.
penggilingan dibutuhkan 13 kg kedelai. Penggunaan kain sarung ketika proses pencetakan
Penimbangan dilakukan sebelum kedelai bertujuan agar tahu yang sudah dicetak dapat dengan
dibersihkan. mudah dipindahkan ke dalam ancak dan tahu tidak
2. Wadah dan Ember Plastik menempel di cetakan.
Pada proses ini wadah plastik besar digunakan 9. Drum Plastik
sebagai tempat perendaman kedelai. Sedangkan Drum plastik digunakan untuk menampung
ember plastik digunakan sebagai tempat menyimpan sisa air yang ada pada susu kedelai. Sisa air akan
bubur kedelai yang keluar dari mesin giling. dijadikan penggumpal untuk keesokan harinya
3. Mesin Giling dengan menambahkan biang asam. Terdapat banyak
Mesin giling bertenaga diesel digunakan drum plastik di pabrik tahu yang berisi bahan
dalam proses penggilingan kedelai yang telah penggumpal.
direndam untuk dijadikan bubur kedelai. Terdapat 10. Cetakan
dua buah mesin giling milik sendiri di pabrik. Cetakan terbuat dari kayu pada bagian
4. Kuali pinggirnya dan anyaman bambu pada bagian alasnya.
Kuali perebus terbuat dari bahan alumunium Cetakan ini berukuran 54x54 cm. Pola anyaman
dengan diameter kurang lebih 90 cm dengan bambu di bagian bawah akan secara otomatis
kedalaman 40 cm. Kuali ini digunakan untuk membentuk pola segi empat yang nantinya dijadikan
merebus bubur kedelai hingga matang. Terdapat dua acuan dalam proses pemotongan. Alat ini terdiri dari
buah kuali perebus yang letaknya bersebelahan. bingkai, alas dan penutup.
Kuali untuk menggoreng sedikit berbeda 11. Ancak
dengan kuali untuk merebus dalam ukurannya, tetapi Ancak merupakan tempat untuk meletakan
terbuat dari alumunium juga. Kuali ini berukuran tahu mentah yang telah dicetak untuk dipotong
lebih kecil dari kuali untuk merebus. Kapasitas kuali nantinya. Alat ini terbuat dari bambu untuk bagian
penggoreng ini adalah 2 ancak atau 338 potong tahu. alasnya dan kayu untuk bagian pinggirannya. Ancak
Terdapat dua kuali penggorengan di industri kecil ini. berfungsi untuk meniriskan air yang masih tersisa
5. Tungku pada tahu baik sebelum maupun setelah dimasukan
Tungku perebus terbuat dari bahan konstruksi ke dalam larutan bumbu. Selain itu ada pula ancak
seperti batu bata, pasir dan semen. Tungku dibuat yang bagian dasarnya berlapis seng. Ancak ini
menyatu dengan kuali agar saat proses pengadukan, digunakan di gerai sebagai tempat penyajian tahu.
kuali tidak ikut bergerak. Terdapat empat tungku 12. Penggaris Bambu dan Pisau
namun yang digunakan hanya dua saja. Tungku Kedua alat ini digunakan dalam proses
penggorengan terbuat dari bahan konstruksi yang pemotongan tahu. Penggaris yang terbuat dari bambu
sama namun dilapisi dengan lembaran seng. tidak memiliki angka seperti pada penggaris pada
Penggunaan lembaran seng di sekeliling tungku umunya. Penggaris ini hanya digunakan sebagai alat

125
yang akan menjaga potongan tahu agar tetap lurus. Setelah direndam dan tekstur dari kedelai
13. Saringan Alumunium sudah berubah menjadi lunak, maka kedelai siap
Saringan alumunium ini berbentuk jaring- untuk digiling. Proses penggilingan menggunakan
jaring. Jaring-jaring tersebut berfungsi untuk mesin giling yang dinyalakan dengan mesin diesel.
meniriskan minyak sisa penggorengan sebelum tahu Di atas mesin penggilingan terdapat pipa air bersih
dipasarkan. untuk mengalirkan air selama proses penggilingan.
14. Keranjang Bambu atau Bongsang Maksud dari pemberian air selama proses
Bongsang merupakan kemasan tahu sumedang penggilingan adalah agar kedelai dapat digiling
yang terbuat dari anyaman bambu yang kecil dan hingga halus. Kedelai dimasukan ke dalam mesin
tipis. Kapasitas bongsang bermacam-macam yaitu penggilingan sedikit demi sedikit agar kedelai tidak
25-100 buah tahu sumedang tergantung dari ukuran menggunduk selama proses penggilingan
bongsang itu sendiri. Sebelum tahu dimasukkan ke berlangsung dan memudahkan air masuk sehingga
dalam bongsang, biasanya bongsang dilapisi dengan kedelai lebih cepat halus dan menjadi bubur kedelai.
daun pisang agar serbuk kulit tahu tidak berserakan. 3. Tahap Perebusan
Pada tahap ini bubur kedelai direbus di dalam
Tempat Proses Produksi Tahu Sumedang sebuah tungku yang besar dengan api yang terbentuk
Proses produksi tahu sumedang dilakukan di dari serbuk gergaji. Bubur kedelai direbus selama 40
sebuah pabrik yang letaknya tidak jauh dari gerai dan menit sambil terus diaduk hingga mendidih. Proses
rumah makan. Pabrik dan tempat penggorengan tidak pengadukan selama bubur kedelai direbus dilakukan
berada dalam satu tempat yang sama. Tempat agar output susu kedelai nantinya tidak banyak
penggorengan tahu berada di bangunan yang terpisah berbusa dan gosong.
dimana letaknya lebih dekat dengan gerai dan rumah 4. Tahap Penyaringan
makan. Setelah rebusan bubur kedelai mendidih,
Pabrik tahu berupa sebuah bangunan adonan dapat dipindahkan ke dalam tahang kayu
berbentuk kubus persegi panjang dengan sebuah yang besar dimana pada bagian permukaan tahang
gudang penyimpanan persediaan kedelai di sudah dilapisi kain saring. Hal tersebut dilakukan
dalamnya. Pabrik dibangun sedemikian rupa agar untuk memisahkan ampas dari susu kedelai. Ampas
rapi dan dapat memuat alat-alat produksi yang tahu dipisahkan dan ditempatkan ke wadah lain dan
berukuran besar. Pada sekeliling pabrik terdapat dilakukan pemadatan ampas tahu. Setelah padat,
tempat penyimpanan ampas tahu dan serbuk gergaji. ampas dimasukkan ke dalam karung lalu disimpan
Tahu Sumedang Sari Kedele memiliki ciri untuk dijual ke peternak sapi.
khas yaitu renyah kulit tahunya dan gurih rasanya. 5. Tahap Pemadatan
Hal ini disebabkan pemilihan kedelai yang baik dan Susu kedelai kemudian dicampur air biang
kualitas dari air yang digunakan pada saat proses untuk membekukan tahu. Susu kedelai diendapkan
produksi juga baik. Untuk menjadi tahu sumedang beberapa menit yang kemudian sisa air yang ada pada
yang enak dan gurih kedelai harus melalui beberapa susu kedelai dipisahkan untuk dijadikan biang tahu
tahapan proses produksi seperti perendaman, yang didiamkan selama beberapa hari.
penggilingan, perebusan, hingga teknik penyajian 6. Tahap Pencetakan
yang baik. Alur proses produksi tahu sumedang Susu kedelai yang sudah membeku dapat
sendiri dapat di lihat pada Gambar 2.. Berikut disebut tahu dan siap untuk dicetak. Cetakan tahu
penjelasan dari tahapan-tahapan proses produksi tahu berbentuk persegi empat yang terbuat dari bahan
sumedang: kayu dan anyaman bambu. Di bagian dalam cetakan
1. Tahap Pencucian dan Perendaman dilapisi dengan kain saring. Tahu dimasukkan ke
Kedelai yang akan diproses harus ditimbang dalam cetakan hingga penuh setelah itu tahu
terlebih dahulu untuk menyesuaikan komposisi resep didiamkan sekitar 15 menit hingga sisa air dalam tahu
pembuatan tahu. Kedelai ditimbang 13 kg untuk satu turun. Setelah sisa air pada tahu sudah tidak menetes
kali proses penggilingan yang dipisahkan maka tahu dapat dipindahkan pada ancak bambu dan
menggunakan wadah plastik besar. Sebelum masuk didiamkan hingga dingin.
ke proses penggilingan, kedelai harus terlebih dahulu 7. Tahap Pemotongan dan Perendaman dalam
dicuci hingga bersih di air mengalir. Setelah itu Bumbu
kedelai direndam di air bersih selama 2 jam hingga Pemotongan tahu dilakukan setelah tahu
teksturnya melunak dan mengembang. menjadi dingin dan padat, dengan menggunakan
2. Tahap Penggilingan pisau dan penggaris bambu. Satu ancak tahu dapat

126
menghasilkan 169 buah tahu. Setelah tahu dipotong pengadaan kedelai dari negara pengimpor hingga ke
tahu direndam di dalam larutan air, garam, dan gudang industri kecil Sari Kedele :
bawang putih selama kurang lebih dua menit lalu di
angkat dan ditiriskan. Distribu
8. Tahap Penggorengan Importir
Amerika tor di Sari
di
Tahu yang sudah tiris dapat digoreng dalam Serikat Sumeda Kedele
Banten
minyak panas sembari diaduk agar tahu tidak ng
menempel satu sama lain. Penggorengan dilakukan Gambar 3. Alur Pengadaan Kedelai
sampai warna tahu berubah menjadi kecokelatan lalu
tahu siap diangkat dan ditiriskan. Penyimpanan kedelai yang diterapkan di
Tahap industri kecil ini masih sangat sederhana, Tidak ada
Pencucia Tahap Tahap sistem keamanan gudang maupun adminstrasi
n dan Penggilin Perebusa keluar-masuknya kedelai dari gudang. Sistem
Perenda gan n pemakaian kedelai yang diterapkan adalah metode
man First In First Out yaitu kedelai yang pertama masuk
Tahap Tahap Tahap ke gudang akan menjadi yang pertama kali
Penyarin Pemadata Pencetak digunakan. Kedelai dikemas di dalam karung plastik
gan
Tahap n an putih dengan berat setiap karungnya 50 kg. Kedelai
Pemoton yang sudah tiba akan segera diangkut dan disimpan
gan dan Tahap di dalam gudang. Karung-karung kedelai ditumpuk
Perenda Penggore sampai memenuhi tiga per empat bagian gudang.
man ngan Gudang berada di dalam pabrik tahu dengan luas 2×8
dalam meter persegi. Gudang hanya memiliki satu saluran
Bumbu udara dari pintu masuk dan sebuah lampu sebagai
Gambar 2. Alur Proses Produksi Tahu Sumedang penerang.

Pengadaan Persediaan Kedelai Biaya-Biaya Persediaan


Pemesanan kedelai dilakukan saat 1. Biaya Pemesanan
persediaan kedelai di dalam gudang sudah hampir Pemesanan kedelai dilakukan melalui
habis atau hingga menyisakan sejumlah kebutuhan telepon dengan distributor dan dilakukan 16 kali
untuk esok harinya yaitu sekitar 200 kg. Hal ini dalam satu tahun. Setelah itu distributor akan
dilakukan untuk menjaga kualitas kedelai agar tidak menyiapkan sejumlah kedelai yang dipesan dan
menumpuk di gudang terlebih lagi luas gudang hanya segera diantar sesuai dengan permintaan. Biaya yang
dapat memuat sekitar 9.000 kg kedelai. Setiap dikeluarkan untuk pemesanan kedelai ini hanya
bulannya kedelai dipesan melalui telepon ke terdiri dari biaya komunikasi sebesar Rp 3.750.
distributor sehingga dalam satu tahun Industri 2. Biaya Penyimpanan
melakukan 16 kali pemesanan. Kuantitas kedelai Penyimpanan kedelai dalam gudang
dalam satu kali pemesanan adalah sebesar 6.000 kg, bertujuan untuk menjaga kualitas kedelai agar tidak
penentuan kuantitas ini didasarkan pada perkiraan cepat rusak. Biaya yang ditimbulkan akibat
kebutuhan kedelai untuk satu bulan. penyimpanan kedelai ini hanya biaya penyusutan
Jeda waktu antara pemesanan dan barang gudang selama 20 tahun dan biaya listrik saja.
datang adalah satu hari sehingga rata-rata jeda waktu
atau lead time adalah 1 hari. Jeda waktu ini terbilang Tabel 6. Biaya Penyimpanan Kedelai
singkat karena distributor berada di kota dan Jenis Biaya Jumlah (%)
distributor tersebut merupakan saudara dari pemilik Penyimpanan
industri kecil. Biaya Penyusutan 0,05%
Kedelai yang digunakan merupakan kedelai Gudang
impor dari Amerika Serikat. Seperti telah disebutkan Biaya Listrik 0,05%
bahwa kedelai diperoleh dari distributor yang berada Total 0,1%
di Kota Sumedang dimana hubungan antara
distributor dan pemilik adalah saudara. Hal ini Biaya penyimpanan kedelai dalam hal ini
membuat kedua pihak lebih mudah dalam melakukan dinyatakan dalam bentuk persentase dari nilai
pemesanan dan transaksi kedelai. Berikut alur persediaan, sehingga diperoleh biaya penyimpanan

127
kedelai sebesar Rp 8,2/kg/tahun. bahwa kebutuhan kedelai dalam satu bulan untuk
memproduksi tahu sumedang mencapai angka 8.190
Perhitungan Persediaan Kedelai dengan Model kg sedangkan industri kecil memesan kedelai hanya
Economic Order Quantity (EOQ) 6.000 kg untuk satu bulan. Sementara itu, menurut
Perhitungan persediaan kedelai dengan model EOQ industri kecil seharusnya memesan
menggunakan model EOQ ditujukan untuk 9.481 kg kedelai untuk satu kali pemesanan. Artinya,
memperoleh kuantitas pesanan kedelai yang model EOQ ini dapat memenuhi kebutuhan kedelai
meminimalkan total biaya persediaan dan biaya- selama satu bulan dalam satu kali pemesanan.
biaya pemesanannya. Untuk mengetahui hal tersebut Total biaya persediaan berdasarkan model
maka dilakukan perbandingan antara perhitungan EOQ adalah Rp 77.744 sedangkan total biaya
persediaan aktual dengan perhitungan persediaan persediaan aktualnya adalah Rp 86.025. Terdapat
dengan model EOQ. selisih antara keduanya yaitu Rp 8.281. Artinya, jika
industri kecil memesan 9.481 kg kedelai, total biaya
Tabel 7. Perbandingan Persediaan Kedelai Aktual persediaannya akan lebih hemat 9,6% dibandingkan
dengan Berdasarkan Model EOQ pada dengan total biaya persediaan aktualnya.
Tahun 2014
Uraian Aktual EOQ
Jumlah
6.000 kg 9.481 kg
Pemesanan (Q)
Frekuensi
16 kali 10 kali
Pemesanan (F)
Jeda waktu
antar tiap 22 hari 37 hari
pemesanan (T)
Biaya Total
Persediaan Rp 86.025 Rp 77.744
(TC) Gambar 4. Grafik Persediaan dalam Model EOQ
Selisih Biaya
Total Rp 8.281 Berdasarkan Gambar 4, jarak waktu antar
Persediaan pesanan (T) adalah 37 hari dengan waktu tenggang
atau lead time 1 hari. Titik pemesanan kembali atau
Pada Tabel 7 dapat dilihat perbedaan hasil Re-Order Point adalah pada 1 hari sebelum masa
perhitungan antara pengelolaan persediaan aktual pemesanan kedelai yang pertama selesai. Dengan
dengan pengelolaan persediaan berdasarkan model demikian, pemesanan kembali menurut model EOQ
EOQ. Hasil perhitungan dengan model EOQ dilakukan pada hari ke 36, 73 dan seterusnya.
diperoleh bahwa industri kecil melakukan Pada saat persediaan kedelai mencapai nol
pemesanan kedelai 9.481 kg per sekali pesan, dengan pesanan baru dapat diterima sehingga tingkat
frekuensi 10 kali pemesanan dalam satu tahun. persediaan kedelai kembali naik ke titik Q sebesar
Sedangkan pada perhitungan aktual, industri kecil 9.481 kg. Perlu diketahui bahwa model EOQ ini tidak
melakukan pemesanan 16 kali dalam satu tahun mempertimbangkan adanya keterlambatan
dengan kuantitas 6.000 kg setiap kali pemesanan. datangnya kedelai ke gudang sehingga kedelai selalu
Selanjutnya, hasil perhitungan dengan model EOQ datang tepat waktu sebelum atau saat persediaan di
menunjukkan bahwa frekuensi pemesanan dalam gudang habis.
satu tahun lebih kecil dibandingkan frekuensi
pemesanan aktual, namun kuantitas yang dipesan Kedelai sebagai bahan segar memiliki masa
lebih besar 58% dari kuantitas aktualnya. Frekuensi kadaluarsa yang perlu menjadi bahan pertimbangan.
pemesanan yang lebih kecil ini akan mengurangi Untuk menjaga kualitas tahu maka kedelai sebaiknya
beban biaya pemesanan 62,5% dari biaya pemesanan tidak disimpan terlalu lama di dalam gudang yang
aktual. Dengan demikian, kuantitas sebesar 9.481 kg akan menyebabkan kedelai cepat berbau apek. Oleh
akan mengoptimalkan kapasitas gudang yang pada karena itu, perhitungan dengan model persediaan
kondisi aktual hanya dimanfaatkan untuk 6.000 kg perlu mempertimbangkan waktu kadaluarsa kedelai
kedelai saja; padahal sesungguhnya gudang tersebut yang diharapkan mampu memberikan tingkat
dapat menampung lebih dari 6.000 kg. Selain itu, pemesanan dan persediaan kedelai yang optimal.
seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, Pada industri kecil Sari Kedele ini tidak
128
ditemukan kedelai yang kadaluarsa. Penggunaan dengan metode EOQ selama ketersediaan pasokan
kedelai yang tidak berhenti setiap harinya membuat kedelai selalu ada serta memiliki hubungan baik
kedelai di gudang tidak tersimpan dalam waktu yang dengan supplier. Untuk mengetahui implikasi
lama. Tidak adanya persediaan pengaman membuat terhadap perusahaan dilakukan agara kondisinya
industri kecil ini tidak menyimpan sejumlah kedelai, seimbang sehingga sesuai untuk dibandingkan.
sehingga gudang hanya terisi oleh sejumlah kedelai Perhitungan biaya marjinal yang harus ditanggung
untuk produksi esok harinya. perusahaan karena tidak mengelola persediaan secara
optimal sebesar Rp 8.552 berimplikasi pada
Analisis Sensitivitas dan Biaya Marjinal pelaksanaan manajemen persediaan industri. Jika
Untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu manajemen persediaan kedelai industri tidak
persediaan perlu dihitung rasio senditivitas dan biaya diperbaiki, maka akan terjadi pemborosan sebesar Rp
marjinalnya. Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) 8.552 hanya dari kedelai belum termasuk bahan-
rasio sensitivitas adalah tingkat perbandingan antara bahan pendukung lainnya.
total biaya persediaan yang dikeluarkan pada tingkat
persediaan yang tidak optimal dibandingkan dengan Tabel 9. Pengaruh Perubahan Kuantitas Pemesanan
total biaya persediaan pada tingkat persediaan Kedelai Di Atas dan Di Bawah Sepuluh
optimal. Sementara itu biaya marjinal adalah biaya Persen dari Kuantitas Pemesanan yang
tambahan yang harus ditanggung oleh perusahaan Ekonomis
karena jumalh persediaan yang tidak optimal.
Biaya persediaan akan optimal jika rasio Total Biaya Persediaan pada
sensitivitasnya adalah 1. Apalabila rasio Tingkat
sensitivitasnya lebih besar dari 1 maka biaya TC TC TC
persediaan tersebut tidak optimal atau dengan kata (100%) (90%) (110%)
lain perusahaan menanggung biaya marjinal. Kedelai Rp 77.744 Rp 78.176 Rp 78.098
Selisih Rp 0 Rp 432 Rp 354
Tabel 8. Hasil Perhitungan Rasio Sensitivitas dan % terhadap
100% 0,56% 0,46%
Biaya Marjinal EOQ

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat implikasi


Model EOQ
pada industri kecil akibat melakukan pemesanan
Rasio Sensitivitas 1,11
kedelai di atas maupun di bawah 10% dari kuantitas
Biaya Marjinal Rp 8.552 pemesanan yang ekonomis yaitu 9.481 kg. Apabila
industri kecil menurunkan jumlah pemesanan kedelai
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa rasio 10% atau melakukan pemesanan kedelai 90% dari
sensitivitas dari model EOQ adalah 1,11. Angka 9.481 kg justru membuat biaya total persediaan
tersebut diperoleh dari membagi total biaya meningkat Rp 432 atau 0,56%. Sementara itu,
persediaan aktual industri kecil sebesar Rp 86.025 melakukan pemesanan dengan meningkatkan jumlah
dengan total biaya persediaan hasil perhitungan pesanan 10% atau melakukan pemesanan 110% dari
model EOQ sebesar Rp 77.744. Rasio sensitivitas 9.481 kg juga akan meningkatkan biaya total
yang melebihi satu menunjukkan bahwa persediaan persediaan sebesar Rp 354 atau 0,46%. Baik dengan
yang diterapkan industri kecil belum efisien. Dengan meningkatkan ataupun menurunkan jumlah
kata lain, industri kecil menanggung biaya tambahan pemesanan sebesar 10% dari 9.481 kg tidak ada yang
sebesar 0,11 kali lebih besar dari yang seharusnya, menurunkan biaya total persediaan. Karena itu,
akibat tidak efisiennya pengelolaan persediaan. Oleh industri kecil tidak direkomendasikan untuk
karena itu, industri kecil menanggung biaya marjinal menambah atau mengurangi jumlah persediaan
sebesar Rp 8.552 karena tidak mengelola persediaan kedelai dari kuantitas pemesanan yang ekonomis
kedelai secara optimal. sebesar 9.481 kg.
Implikasi Terhadap Perusahaan PENUTUP
Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), jika Kesimpulan
keadaan memungkinkan boleh melakukan pesanan 1. Industri kecil Sari Kedele menggunakan kedelai
10% diatas jumalh EOQ atau 10% dibawah jumlah impor sebagai bahan baku utama pembuatan tahu
EOQ. Tidak ada kendala bagi perusahaan untuk sumedang, dan beberapa bahan pendukung lainnya
menerapkan manajemen persediaan bahan aku seperti bawang putih, garam serta minyak goreng.
129
Untuk menghasilkan tahu sumedang yang gurih Bahan Pangan Pokok Kedelai dalam Upaya
dan renyah, kedelai melewati beberapa tahapan Mengembangkan Naskah Kebijakan Sebagai
proses produksi yaitu pencucian dan perendaman, Masukan Pada RPJMN 2015 – 2019.
penggilingan, perebusan, penyaringan, pemadatan, www.greenclimateproject.org. Diakses pada
pencetakan, pemotongan dan perendaman dalam tanggal 19 Februari 2015.
bumbu, serta penggorengan.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan
2. Dengan menggunakan model EOQ, kuantitas
Kedelai (Teori dan Praktek).
kedelai yang dipesan adalah 9.481 kg atau lebih
tekpan.unimus.ac.id. Diakses pada tanggal 18
besar 58% dari pada kuantitas aktualnya, dan biaya
Januari 2015.
total persediaannya adalah Rp 77.744 atau lebih
hemat 9,6%. Manajemen persediaan yang Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. (2014).
dilakukan industri kecil ini belum efisien. Hal ini www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 23
dibuktikan dengan angka rasio sensitivitas yang Desember 2014.
lebih besar dari 1. Ma’arif, M. Syamsul, Henri Tanjung. 2003.
Manajemen Operasi. Jakarta: Grasindo.
Saran
Berdasakan pembahasan dan kesimpulan, Nilasari, Wiwin. 2012. Uji Efektivitas Isolat Rhizobia
dapat disarankan bahwa Industri Kecil Sari Kedele Asal Tanah Mineral dan Tanah Gambut Pada
sebaiknya menggunakan model EOQ untuk Tanaman Kedelai (Glycine max(L.) Merrill).
menentukan jumlah persediaan kedelainya. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal
Konsekuensinya adalah gudang tempat menyimpan 23 Desember 2014.
kedelai perlu diperluas agar dapat memuat kedelai Perangin-angin, B. H. 2013. Pengaruh Konsentrasi
sebanyak 9.481 kg. Seberapa besar tepatnya Larutan Kitosan Jeruk Nipisdan Lama
perluasan gudang ini dapat dihitung dengan teori Penyimpanan terhadap Mutu Tahu Segar.
Tata Letak Pabrik, sehingga diperlukan penelitian Medan: Universitas Sumatera Utara. Diakses
lanjutan. pada tanggal 23 Desember 2014.
UCAPAN TERIMA KASIH Produksi Tanaman Pangan 2013. (2013). Badan
Terima kasih kepada semua pihak yang telah Pusat Statistik: Jakarta. Diakses pada tanggal 20
mendukung dan membantu dalam pembuatan karya Januari 2014.
ilmiah ini. Rahmawati, Fitri. 2013. Teknologi Proses
Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan
DAFTAR PUSTAKA Limbahnya. Jurusan Pendidikan Teknik Boga
Asssauri, Sofjan. (2008). Manajemen Produksi dan dan Busana. Yogyakarta: Universitas Negeri
Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Yogyakarta. Diakses pada tanggal 23 Desember
Ekonomi Universitas Indonesia. 2014.
Badan Pusat Statistik. 2014. Laporan Bulanan Data Sipahutar, Marlon. 2010. Kajian Manajemen
Sosial Ekonomi Edisi 51 Agustus 2014. Persediaan Kedelai sebagai Bahan Baku
www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 18 Januari Pembuatan Kedelai Bubuk Instan. Jatinangor:
2015 Universitas Padjadjaran.
Erlina. 2002. Manajemen Persediaan. Stephyna, Happy Ganadial. 2011. Analisis Kinerja
repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 23 Manajemen Persediaan Pada PT. United
Desember 2014. Tractors, Tbk Cabang Semarang.
Ginting, Erliana, Sri Satya Antarlina dan Sri eprints.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 05
Widowati. 2009. Varietas Unggul Kedelai Oktober 2014.
Untuk Bahan Baku Industri Pangan. Sukmawati, Dety. 2011. Kebutuhan Kedelai dan
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id. Diakses Kapasitas Produksi Tahu pada Pengrajin Tahu
pada tanggal 20 Agustus 2015. di Kabupaten Sumedang . e-
Handoko, T.Hani. 1984. Dasar-Dasar Manajemen journal.winayamukti.ac.id. Diakses pada
Produksi dan Operasi. Yogyakarta: BPFE tanggal 04 Januari 2015.

Kementerian PPN/Bappenas Direktorat Pangan dan Suswardji, Edi, Eman, Ria Ratnaningsih. 2012.
Pertanian. Studi Identifikasi Ketahanan Pangan Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
dan Preferensi Konsumen Terhadap Konsumsi Pada PT. NT Piston Ring Indonesia di

130
Karawang. www.jurnal.feunsika.ac.id. Diakses
pada tanggal 05 Oktober 2014.
Wijaya, Dilzar Dian. 2006. Analisis Pengendalian
Persediaan Bahan Baku Susu Kental Manis
Pada PT. Indomilk. repository.ipb.ac.id.
Diakses pada tanggal 23 Desember 2014.
Yusup, Imam Ahmad Maulana. 2012. Keragaan
Agroindustri Tahu Sumedang (Studi Kasus
Pada Agroindustri Tahu Bungkeng).

131
132
Pemodelan Dinamika Sistem Kemitraan Pada Rantai Pasok Kentang di
Kabupaten Bener Meriah

System Dynamics Modelling Partnership In The Potato Su pply Chain


In Bener Meriah District
Lukman Hakim1), Tomy Perdana2), Maman Haeruman K.2), Yosini Deliana2)
1)Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, lukman.hakim.sp.mp@gmail.com
2)Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSTRAK
Penelitian dilakukan di daerah sentra produksi kentang di Kabupaten Bener Meriah
dimana petani melakukan kerjasama kemitraan pemasaran kentang dengan pihak
industri pengolahan. Penelitian bertujuan untuk memahami dan memodelkan sistem
Kata Kunci: kemitraan formal dan nonformal pada rantai pasok kentang di Kabupaten Bener
Dinamika Sistem Meriah. Pendekatan dinamika sistem digunakan untuk membangun model kemitraan
Sistem Kemitraan pada rantai pasok kentang yang dinamis dan kompleks. Sebuah sistem termasuk
Rantai Pasok Kentang dinamika sistem, memuat sejumlah komponen dan hubungan diantara komponen-
komponennya menggunakan hubungan simpal kausal sebagai dasar dalam mengenali
dan memahami perilaku dinamis dari sebuah sistem yang kompleks. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hubungan kemitraan nonformal dalam rantai pasok kentang
berawal dari kesenjangan kepemilikan modal antara petani dan pedagang perantara,
sehingga memunculkan motivasi untuk mengontrol petani melalui pinjaman modal.
Petani penerima pinjaman harus berkomitmen menjual kentang hanya kepada pemberi
pinjaman modal. Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan menjual kentang ke
pihak lain, dan terjadi tekanan terhadap harga jual kentang petani. Petani menghadapi
asimetri informasi harga jual kentang yang berlaku dipasar. Pada kemitraan formal
berawal dari adanya motivasi pihak industri untuk memperoleh bahan baku yang
memenuhi persyaratan kualitas secara berkesinambungan. Pada kemitraan formal
terjadi transfer teknologi dari mitra kepada petani. Petani memperoleh kepastian
pemasaran dan kepastian harga, akses pemasaran yang lebih luas dan memiliki peluang
memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.

ABSTRACT
This research was conducted in potato production centers in Bener Meriah district where
farmers have done in marketing partnership with a potato processing industry. The
research aims to understand and to modelling the system of formal and informal
partnerships on potato supply chain in Bener Meriah district. The approach used to build
Keywords: the system dynamics model of supply chain partnership of potato that is dynamic and
System Dynamics complex. A system including the system dynamics, contains a number of components and
Partnership System the relationships among its components using a causal relationship as the basis for
Potato Supply Chain identifying and understanding the dynamic behavior of a complex system. Based on the
results, it can be argued that informal partnerships in the supply chain begins with a
potato cash gap between farmers and middlemen, so the motivation to control the farmers
by way of providing financial assistance to farmers. Farmers borrower must commit to
sell only to dealers potato financial loans. This leads to the loss of opportunity to sell
potato to the other party, and there is pressure on the selling prices of potato farmers.
Farmers face the asymmetry of information, especially regarding the selling prices
prevailing in the market. While the formal partnership originated from the motivation of
the industry to obtain raw materials that meet the quality requirements on an ongoing
basis. In a formal partnership occurs technology transfer to farmers of partners. Farmers
obtain marketing certainty and certainty of price, access a broader marketing and have
the opportunity to earn higher profits.

133
PENDAHULUAN Salah satu strategi pemasaran yang di pandang dapat
Kentang (Solanum Tuberosum L) merupakan meningkatkan daya saing agribisnis kentang adalah
salah satu komoditas yang banyak di tanam melalui kerjasama kemitraan dalam pemasaran.
masyarakat sekaligus menjadi komoditas unggulan Dengan mengikuti pola kemitraan diharapkan petani
yang dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan lokal memperoleh kepastian harga dan pemasaran hasil.
dan manca negara. Karena itu pengembangan Kenyataan di lapangan beberapa petani hortikultura
komoditas kentang tersebut akan berdampak luas yang telah bermitra memperoleh harga yang belum
bagi ekonomi rakyat. Di Indonesia kentang di sesuai dengan yang diharapkan, karena harga
konsumsi sebagai sayur dan belakangan ini sudah ditentukan oleh pihak yang lebih kuat dari sisi
mulai di konsumsi sebagai makanan alternatif yang permodalan. Kemitraan seharusnya diselenggarakan
disukai dalam bentuk french fries atau potato chips sesuai dengan prinsip-prinsip kemitraan, tidak boleh
sebagai makanan ringan. Besarnya peluang ini ada pihak yang mengalami marjinalisasi dalam
disebabkan harga kentang relatif stabil, potensi prosesnya, serta masing-masing pelaku dalam rantai
bisnisnya tinggi, segmen usaha dapat dipilih sesuai pasok memperoleh balas jasa yang berkeadilan.
dengan modal, pasar terjamin dan pasti. Selain itu Keunggulan pada pola kemitraan usaha antara
kentang juga memiliki sifat produk yang cukup tahan lain adalah: efisiensi dalam pengumpulan hasil
lama jika disimpan. Kestabilan harga jual disebabkan tinggi, efisiensi dalam pengangkutan tinggi, harga
karena permintaan akan produk yang cukup tinggi. relatif stabil karena harga ditetapkan dengan sistem
Kabupaten Bener Meriah merupakan daerah kontrak, mampu mendorong petani untuk
sentra produksi kentang yang terletak pada menghasilkan produk berkualitas, serta menjamin
ketinggian 800-2.600 m dari permukaan laut, selain kontinuitas pasokan bagi perusahaan mitra. Strategi
terkenal dengan kopi arabika, juga sangat potensial pengembangan kelembagaan kemitraan harus
terhadap komoditas kentang seluas 55.483 ha, terdiri dilakukan melalui proses sosial yang matang dengan
lahan sawah, tegalan dan lahan lain yang belum dasar saling percaya antara pelaku agribisnis,
dimanfaatkan. Produktivitas rata-rata yang dicapai sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan
petani saat ini yaitu 20-25 ton/ha dengan daya saing agribisnis kentang secara berkelanjutan
menggunakan bibit unggul varietas Granola yang (Saptana et al. 2009).
disediakan oleh BBI dengan harga terjangkau. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
Kentang merupakan komoditas unggulan di penulis mencoba merancang sebuah model kemitraan
Kabupaten Bener Meriah. Budidaya kentang di pada rantai pasok kentang. Model kemitraan tersebut
Kabupaten Bener Meriah terus berkembang pesat diharapkan dapat menjadi salah satu usulan bagi
yaitu dengan luas areal tanaman kentang saat ini pemerintah dalam membuat kebijakan dengan tujuan
1.200 ha dengan produktivitas 20 ton/ha. Potensi untuk meningkatkan posisi tawar petani kentang agar
lahan yang dapat dikembangkan seluas 7.975 ha mampu setara dengan mitra sehingga petani bisa
dengan ketinggian rata-rata 1.200-1.700 dpl. Lahan memperoleh penerimaan sesuai dengan
dimaksud tersebar di 6 wilayah kecamatan yakni di pengorbanannya, dengan demikian keadaan ekonomi
Kecamatan Permata (2.567 ha), Mesidah (2.716 ha), petani kentang dapat ditingkatkan.
Bener Kelifah (987 ha), Bandar (165 ha), Bukit
(1.350 ha) dan Wih Pesam (190 ha) KERANGKA TEORI
termasuk kawasan lahan kering dan basah (Dirjen Sebuah kemitraan adalah hubungan bisnis
Hortikultura, 2010). berdasarkan saling percaya, keterbukaan, berbagi
Dewasa ini petani kentang menghadapi risiko dan imbalan bersama yang menghasilkan
permasalahan yang kompleks, baik masalah yang keuntungan kompetitif, sehingga menghasilkan
sifatnya internal maupun eksternal. Permasalahan kinerja bisnis yang lebih besar dari yang dicapai oleh
internal antara lain adalah masalah minimnya perusahaan secara individual (Lambert et al. 1996).
ketersediaan bibit kentang yang berkualitas, Kemitraan adalah pola kerjasama antara dua
penguasaan lahan pertanian yang semakin sempit, usaha individu/kelompok atau lebih dengan dasar
akses terhadap permodalan, teknologi dan pasar yang saling menutupi kelemahan dengan keunggulan
masih sangat terbatas. Permasalahan eksternal masing-masing. Kemitraan adalah kerjasama usaha
mencakup masalah perubahan iklim dan cuaca, antara usaha kecil dengan usaha menengah atau
serangan hama dan penyakit tanaman, serta masalah usaha besar disertai dengan pembinaan dan
fluktuasi harga yang tajam. Permasalahan tersebut pengembangan oleh usaha menengah atau usaha
dapat menimbulkan risiko dan ketidakpastian bagi besar dengan memperhatikan prinsip saling
petani, baik yang sifatnya risiko produksi maupun memerlukan, saling memperkuat dan saling
risiko pasar atau harga. Hal tersebut menuntut adanya menguntungkan (Badan Agribisnis, 1998).
perubahan strategi pemasaran yang dilakukan petani.
134
Menurut Widyahartono (1996) kemitraan Discussion) melalui wawancara mendalam (depth
usaha/aliansi bisnis muncul sebagai alternatif untuk interview) dengan responden. Sedangkan data
menanggapi pasar yang makin mendiversifikasi dan sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dari
lingkungan yang dinamis. Untuk itu diperlukan berbagai sumber literatur, buku, jurnal ilmiah serta
pengembangan organisasi yang bertujuan publikasi-publikasi yang berkaitan dengan penelitian
mengefektifkan proses produksi melalui perbaikan ini. Formulasi model kemitraan pada rantai pasok
struktur, dan keterkaitan semua elemen (orang, kentang dilakukan dengan software simulasi yaitu
teknologi dan faktor produksi lain) dalam organisasi. Veneta Simulation PLE (Vensim).
Tujuan petani melakukan kemitraan, selain untuk Subjek penelitian ini adalah sistem
memperoleh kepastian pemasaran dan harga, kemitraan pada rantai pasok kentang di
sebenarnya petani telah menunjukkan motivasi yang Kabupaten Bener Meriah dalam upaya
kuat agar dapat memperoleh bantuan teknis dan input meningkatkan posisi tawar petani dan fluktuasi
pertanian terutama dari mitra. Bagi petani, harga kentang. Pelaku rantai pasok kentang yang
ketidakpastian pasar input tidak kalah pentingnya dianalisis meliputi: petani kentang, koperasi
dibandingkan dengan ketidakpastian pasar output petani kentang, pedagang perantara yang terdiri
dalam keputusan petani untuk bermitra. Di pasar input, dari bandar, grosir dan pedagang pengecer
petani menganggap bahwa bermitra merupakan cara kentang. Pengumpulan informasi dari responden
untuk mengurangi resiko dari permasalahan pasokan yang terpilih, mempergunakan daftar pertanyaan
input dan ketidakpastian benih. Pada pasar input yang telah terstruktur sesuai dengan keperluan
tersebut, petani kecil dibatasi oleh beberapa masalah, analisis dan tujuan penelitian.
seperti tidak tersedianya (kualitas) input, kurangnya
informasi untuk mendapatkan input, lalu bagaimana HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakannya, serta kurangnya akses terhadap Dalam agribisnis kentang di Kabupaten Bener
kredit untuk membeli input tersebut (Darwis et al. Meriah, ditinjau dari ruang lingkup petani terdapat
2013). dua jenis kemitraan yang terjalin antara petani dan
pelaku lainnya dalam rantai pasok kentang, yaitu
METODE PENELITIAN kemitraan yang bersifat formal dan non formal.
Penelitian ini menggunakan metode Kemitraan yang bersifat formal yaitu yang tertuang
dinamika sistem. Dasar pemikiran metodologi dalam bentuk kontak kerjasama yang telah disepakati
dinamika sistem adalah berfikir sistem (system dan harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang bermitra.
thinking), yaitu cara berfikir dimana setiap Apabila ada pihak yang melanggar kesepakatan,
masalah dipandang sebagai sebuah sistem, yaitu maka akan dikenai sanksi yaitu dikeluarkan dari
keseluruhan interaksi antar unsur-unsur dari anggota koperasi. Kemitraan formal yang terjalin
sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu saat ini hanya kerjasama kemitraan dalam pemasaran
yang bekerja untuk mencapai tujuan. Dinamika hasil antara petani kentang dengan pihak Koperasi
sistem merupakan pendekatan yang menggunakan Gayo Land. Sedangkan kemitraan dengan pihak
perspektif berdasarkan umpan balik informasi dan industri pengolahan kentang masih dalam bentuk
delays untuk memahami dinamika perilaku yang home industry (industri rumah tangga). Adapun
kompleks dari sistem fisika, sistem biologis dan kemitraan yang bersifat non formal adalah kemitraan
sistem sosial. yang tidak tertulis secara resmi dalam lembaran
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten perjanjian kontrak, apabila ada pihak yang melanggar
Bener Meriah yang merupakan daerah sentra maka sanksinya berupa putusnya hubungan
produksi sayur-sayuran di provinsi Aceh yang kemitraan. Kemitraan jenis ini biasanya terjadi antara
didukung oleh keadaan iklim dan kondisi lahan petani dengan bandar dan antara petani dengan
pertanian yang subur. Identifikasi kebutuhan untuk pedagang grosir kentang di pasar lokal/pasar induk.
model kemitraan pada rantai pasok kentang Model hubungan kemitraan yang terjalin pada
dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara rantai pasok kentang di Kabupaten Bener Meriah
kepada masing-masing pelaku dalam rantai pasok dapat diklasifikasikan ke dalam dua sub model yaitu:
kentang yang terlibat dalam prosedur penyediaan (1) Hubungan kemitraan formal koperasi dan
input, produksi, dan pemasaran output kentang. Data industri; dan (2) Hubungan kemitraan non formal
yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data petani dan bandar.
sekunder. Data primer dikumpulkan berdasarkan
observasi, diskusi atau FGD (Focus Group

135
Hubungan Kemitraan Formal Koperasi dan Industri

+ Kemitraan
Motivasi membentuk pemasaran kentang
koperasi + Kepastian dalam
+ pemasaran
+
Kepercayaan +
Transfer Motivasi utk memperoleh kentang +
+ sebagai bahan baku pembuatan Komitmen hanya menjual
teknologi
keripik secara kontinu kentang kepada pihak industri
R1
Pemahaman teknologi R6
Kemauan berbagi pascapanen kentang +
informasi + + petani R5 Terpenuhi kebutuhan +
Pengetahuan kentang utk bahan baku Pengiriman kentang
- pembuatan keripik kentang + ke industri
petani kentang +
+ + -
+
Akses pemasaran R4 Kualitas hasil
+ Kesempatan menjual
kentang petani ke pihak lain
kentang Terpenuhi kualitas
Pemahaman teknologi + + kentang sesuai spek Kuantitas hasil
+ budidaya kentang petani +
industri + kentang
Transparansi informasi
+ Budidaya sesuai
Ketersediaan R3 harga kentang di pasaran
biaya pemasaran SOP + Produksi -
+ kentang petani
+ Asimetri informasi
perkembangan harga kentang
+ Biaya produksi kepada petani
Kas / Modal petani
kentang + B2 -
+ Harga jual kentang
-
Keuntungan petani + Penerimaan + petani sesuai kontrak
petani

Gambar 1.Diagram Simpal Kausal Menjalin Kemitraan Formal Koperasi dan Industri dalam Pemasaran
Kentang

Berdasarkan Gambar 1, pada simpal kausal industri pengolahan keripik kentang hanya bersedia
yang pertama dapat dijelaskan bahwa kemitraan bermitra dengan lembaga berbadan hukum, bukan
formal berawal dari keterbatasan kas petani, kas dengan perorangan.
petani dapat meningkatkan ketersediaan biaya Menjalin kemitraan dapat meningkatkan
pemasaran, ketersediaan biaya pemasaran dapat kepastian dalam pemasaran kentang. Meningkatnya
meningkatkan akses pemasaran. Akses pemasaran kepastian pemasaran bagi petani, dapat
meningkat dapat menurunkan ketergantungan pada meningkatkan keharusan koperasi atau petani
pedagang perantara (bandar), ketergantungan pada berkomitmen hanya menjual kepada industri/mitra.
pedagang perantara meningkat, dapat meningkatkan Komitmen ini dapat meningkatkan pengiriman
tekanan terhadap harga jual kentang. Tekanan harga kentang ke industri. Dengan demikian petani
jual meningkat, dapat menurunkan harga kentang mendapatkan kepastian harga jual yang berpengaruh
sehingga petani sering menerima harga yang relatif positif terhadap penerimaan petani kentang,
lebih rendah dari harga yang berlaku dipasaran saat penerimaan berpengaruh positif terhadap kas petani.
itu, serta seringnya menghadapi fluktuasi harga Pada Gambar 1, keterkaitan antar variabel pada
sehingga petani selalu menghadapi ketidakpastian simpal kausal yang pertama memiliki umpan balik
penerimaan. positif, dapat diartikan melalui kemitraan petani
Adanya kesamaan nasib di antara petani memperoleh kepastian pemasaran, kepastian harga
kentang karena kesulitan mengakses pasar jual, kepastian penerimaan sehingga diharapkan kas
meningkatkan kemauan untuk berbagi informasi petani akan bertambah, dengan bertambahnya kas
mengenai harga dan kepada siapa harus menjual. petani maka petani memiliki kemampuan untuk
Seringnya berbagi informasi meningkatkan rasa memperluas pemasaran dan meningkatkan produksi
saling percaya di antara petani kentang, adanya rasa kentang.
saling percaya meningkatkan motivasi untuk Berdasarkan simpal kausal yang kedua,
berkelompok membentuk koperasi agar dapat hubungan antar variabel menghasilkan umpan balik
melakukan kemitraan dan memperluas pemasaran. negatif, artinya dengan adanya kemitraan dalam
Dengan berkoperasi yang merupakan lembaga pemasaran kentang, dapat meningkatkan transfer
berbadan hukum, maka dapat meningkatkan teknologi budidaya kentang sehingga pengetahuan
pemasaran melalui kerjasama kemitraan formal, petani mengenai teknik budidaya kentang yang benar
karena pihak mitra dalam hal ini dimisalkan pada bertambah, dengan bertambahnya pengetahuan
136
petani maka petani dapat menerapkan teknik kentang. Produktivitas meningkat menyebabkan
budidaya kentang sesuai standard operational kuantitas hasil kentang meningkat. Kuantitas hasil
procedure (SOP) dari mitra. Dengan diterapkan kentang meningkat menyebabkan kentang yang
budidaya sesuai SOP maka produktivitas kentang dapat dikirim ke industri semakin meningkat,
akan meningkat sehingga akan meningkatkan sehingga secara kuantitas kebutuhan kentang industri
kuantitas hasil kentang. Kuantitas atau volume untuk bahan baku pembuatan keripik kentang
kentang yang meningkat dapat meningkatkan terpenuhi. Kebutuhan bahan baku kentang terpenuhi
penerimaan petani. Selanjutnya penerimaan dapat meningkatkan motivasi untuk bermitra.
bertambah dapat meningkatkan kas petani. Keterkaitan variabel-variabel pada simpal kausal
Peningkatan kas petani dapat meningkatkan tersebut membentuk umpan balik positif. Artinya
ketersediaan biaya pemasaran. Ketersediaan biaya semakin tinggi motivasi untuk memperoleh kentang
pemasaran dapat meningkatkan akses pasar. Akses sebagai bahan baku pembuatan keripik kentang
pemasaran menurunkan motivasi berkoperasi. secara kontinu, maka semakin tinggi keinginan pihak
Motivasi berkoperasi untuk meningkatkan industri untuk menjalin kemitraan dalam pemasaran
pemasaran dapat meningkatkan kemitraan. dengan petani kentang.
Pada simpal kausal yang ketiga, interaksi antar Pada simpal kausal yang kelima, dapat
variabelnya menghasilkan umpan balik positif, dijelaskan bahwa transfer teknologi kepada petani
artinya melalui kemitraan dapat meningkatkan mengakibatkan pemahaman teknologi pascapanen
transfer teknologi. Transfer teknologi dapat petani meningkat sehingga petani dapat
meningkatkan pemahaman budidaya kentang sesuai meningkatkan kualitas hasil kentang. Semakin tinggi
SOP. Pemahaman budidaya sesuai SOP dapat kualitas kentang yang dihasilkan maka semakin
meningkatkan pelaksanaan budidaya kentang sesuai terpenuhi kualitas kentang sesuai yang
SOP. Budidaya kentang sesuai SOP meningkatkan dipersyaratkan oleh industri. Terpenuhinya kualitas
produktivitas tanaman kentang, produktivitas kentang sesuai yang dipersyaratkan oleh industri
meningkat maka kuantitas hasil meningkat. Kuantitas maka semakin terpenuhi kebutuhan kentang untuk
hasil meningkat dapat meningkatkan pengiriman bahan baku pembuatan keripik kentang. Umpan balik
kentang ke industri. Pengiriman kentang ke industri yang terjadi pada keterkaitan antar variabel pada
mengurangi pengiriman ke pihak lain. Kesempatan simpal kausal tersebut merupakan umpan balik
menjual ke pihak lain meningkatkan transparansi positif. Artinya semakin tinggi motivasi untuk
harga kentang. Transparansi menurunkan asimetri memperoleh kentang berkualitas sebagai bahan baku
informasi harga kentang. Asimetri informasi harga pembuatan keripik kentang secara kontinu, maka
kentang menurunkan harga kentang di tingkat petani. semakin tinggi motivasi untuk bermitra dengan
Harga kentang dapat meningkatkan penerimaan petani kentang dikemudian hari, sehingga kebutuhan
petani, penerimaan petani dapat meningkatkan kas kentang sebagai bahan baku pembuatan keripik
petani. Kas petani dapat meningkatkan ketersediaan kentang secara kualitas terpenuhi.
biaya pemasaran, ketersediaan biaya pemasaran
meningkatkan akses pemasaran. Kemudahan dalam Pada simpal kausal yang keenam, hubungan
mengakses pasar dapat menurunkan kepercayaan di antar variabelnya menghasilkan umpan balik positif.
antara petani. Kepercayaan meningkatkan motivasi Adanya motivasi untuk memperoleh bahan baku
untuk berkoperasi, motivasi berkoperasi pembuatan keripik kentang dapat meningkatkan
meningkatkan jalinan kemitraan dalam pemasaran kemitraan dengan petani, kemitraan dalam
kentang. pemasaran kentang dapat meningkatkan komitmen
Pada simpal kausal yang keempat, dapat hanya menjual kentang kepada industri. Komitmen
dijelaskan bahwa motivasi untuk memperoleh menjual kentang hanya kepada industri
kentang sebagai bahan baku pembuatan keripik meningkatkan pengiriman kentang ke industri.
kentang secara kontinu, dapat meningkatkan jalinan
Pengiriman kentang ke industri menyebabkan
kemitraan antara industri dengan petani. Jalinan
semakin terpenuhinya kebutuhan kentang untuk
kemitraan dapat meningkatkan transfer teknologi
bahan baku pembuatan keripik. Terpenuhinya
kepada petani sehingga pemahaman teknik budidaya
yang benar sesuai SOP meningkat. Pemahaman kebutuhan kentang untuk bahan baku pembuatan
teknik budidaya menyebabkan penerapan budidaya keripik dapat meningkatkan motivasi pihak industri
kentang sesuai SOP meningkat. Budidaya kentang untuk bermitra dengan petani kentang.
sesuai SOP dapat meningkatkan produktivitas

137
Hubungan Kemitraan Non Formal Petani dan Bandar
Pengiriman kentang
+ ke pedagang pemberi
pinjaman
Komitmen hanya menjual + -
Kesempatan menjual
kepada pedagang ke pedagang lain
pemberi pinjaman B1

Motivasi untuk +
+ mengontrol petani
+
+ Volume produksi Transparansi informasi
+ kentang petani
R3 Pinjaman keuangan harga kentang
Kas / Modal mitra pedagang
dari pedagang Produksi kentang
pedagang + petani mitra pedagang B2
+ R4
+ Kepercayaan pedagang + -
kepada petani + Asimetri informasi harga
Biaya produksi kentang kentang di pasaran umum
+ petani mitra pedagang
Penurunan utang
petani ke pedagang R5 Kas / Modal petani R6
pemberi pinjaman +
+ kentang mitra pedagang -
+ Tekanan terhadap harga
Pembayaran utang + Keuntungan petani
mitra pedagang jual kentang petani
petani ke pedagang
pemberi pinjaman +

-
Penerimaan petani +
Harga jual
mitra pedagang +
kentang petani

Gambar 2. Diagram Simpal Kausal Menjalin Kemitraan Non Formal Petani dan Bandar dalam Pemasaran
Kentang

Sebagian besar petani yang tidak tergabung mengontrol petani agar pedagang lebih mudah
dalam koperasi, untuk memasarkan kentang memperoleh kentang. Motivasi mengontrol petani
melakukan hubungan kemitraan non formal dengan dapat meningkatkan pemberian pinjaman keuangan
pedagang perantara yaitu dengan bandar dan kepada petani. Pemberian pinjaman dapat
pedagang grosir kentang di pasar lokal/pasar induk. meningkatkan komitmen petani hanya menjual ke
Kemitraan ini terjalin karena adanya hubungan pedagang pemberi pinjaman.
timbal balik yang saling membutuhkan. Hubungan Komitmen hanya menjual ke pedagang
timbal balik pada kemitraan non formal antara petani pemberi pinjaman meningkatkan pengiriman
dengan bandar dan grosir dalam rantai pasok kentang kentang ke pedagang pemberi pinjaman. Pengiriman
di Kabupaten Bener Meriah, berawal di satu pihak kentang ke pedagang pemberi pinjaman menurunkan
adanya keterbatasan kas petani kentang, dan di pihak kesempatan penjualan kentang ke pedagang lain.
lain adanya kepemilikan modal yang relatif besar Kesempatan menjual ke pedagang lain meningkatkan
yaitu di pihak bandar dan pedagang grosir di pasar transparansi informasi harga kentang. Transparansi
lokal/pasar induk. Hal tersebut memunculkan harga kentang menurunkan asimetri informasi harga
motivasi di pihak pedagang untuk mengontrol atau kentang. Asimetri informasi harga kentang
mengendalikan petani agar pedagang memperoleh meningkatkan tekanan harga kentang di petani.
keuntungan dengan cara mengikat petani dengan Tekanan harga kentang menurunkan harga jual
memberi pinjaman modal kepada petani baik untuk kentang di tingkat petani. Harga jual kentang
usaha budidaya kentang maupun untuk keperluan meningkatkan penerimaan petani, penerimaan petani
lainnya, dengan tujuan agar petani yang diberi meningkatkan kas petani. Kas petani dapat
pinjaman berkomitmen hanya menjual kentang meningkatkan pembayaran utang petani ke
tersebut kepada pedagang pemberi pinjaman. pedagang. Pembayaran utang petani meningkatkan
Berdasarkan Gambar 2, pada simpal kausal penurunan utang petani. Penurunan utang petani
yang pertama hubungan antar variabelnya meningkatkan kas pedagang, kas pedagang
menghasilkan umpan balik negatif. Adanya meningkatkan motivasi mengontrol petani.
kepemilikan kas yang relatif besar di pedagang Pada simpal kausal yang kedua hubungan
perantara kentang meningkatkan motivasi untuk antar variabelnya menghasilkan umpan balik negatif.

138
Motivasi mengontrol petani dapat meningkatkan Pada simpal kausal yang keempat, hubungan
pemberian pinjaman keuangan kepada petani. antar variabelnya menghasilkan umpan balik positif.
Pemberian pinjaman dari pedagang dapat Pinjaman modal dapat meningkatkan kas petani
meningkatkan kas/modal petani. Kas petani sehingga petani dapat menggunakan uang dari kas
digunakan untuk modal memproduksi kentang, untuk biaya memproduksi kentang. Kas petani
sehingga meningkatkan produksi kentang, produksi meningkat akan meningkatkan proses produksi
kentang meningkat, dapat meningkatkan volume kentang. Proses produksi dapat meningkatkan
kentang yang dihasilkan. Volume kentang yang volume kentang yang dihasilkan, volume kentang
dihasilkan meningkat, dapat meningkatkan yang dihasilkan akan meningkatkan penerimaan
pengiriman kentang ke pedagang pemberi pinjaman. petani. Penerimaan petani meningkatkan kas petani,
Pengiriman kentang ke pedagang pemberi pinjaman kas petani meningkat dapat meningkatkan
menurunkan kesempatan menjual kentang ke pembayaran utang petani. Pembayaran utang dari
pedagang lain. petani dapat meningkatkan penurunan utang petani
Kesempatan menjual ke pedagang lain ke pedagang, penurunan utang petani akan
meningkatkan transparansi informasi harga kentang. meningkatkan kas pedagang, kas pedagang
Transparansi harga kentang menurunkan asimetri meningkat akan meningkatkan kepercayaan
informasi harga kentang. Asimetri informasi pedagang kepada petani, karena dengan naiknya kas
meningkatkan tekanan terhadap harga kentang di pedagang akibat penurunan utang petani
petani. Meningkatnya tekanan harga dapat mengindikasikan pinjaman ke petani telah kembali
menurunkan harga jual kentang di tingkat petani. ke pedagang, sehingga di musim berikutnya
Harga jual kentang meningkatkan penerimaan petani, pedagang akan memberi pinjaman keuangan yang
penerimaan petani meningkatkan kas petani. Kas lebih besar lagi kepada petani.
petani dapat meningkatkan pembayaran utang petani Pada simpal kausal yang kelima, hubungan
ke pedagang. Pembayaran utang petani antar variabelnya menghasilkan umpan balik positif.
meningkatkan penurunan utang petani. Penurunan Dana pinjaman dari pedagang dapat meningkatkan
utang petani meningkatkan kas pedagang. Kas kas petani, kas petani meningkatkan pembayaran
pedagang meningkatkan motivasi mengontrol petani. utang petani ke pedagang, pembayaran utang
Pada simpal kausal yang ketiga, hubungan meningkatkan penurunan utang petani. Penurunan
antar variabelnya menghasilkan umpan balik positif. utang petani ke pedagang dapat meningkatkan kas
Kas pedagang meningkatkan motivasi untuk pedagang. Naiknya kas pedagang akan meningkatkan
mengontrol petani, motivasi mengontrol petani kepercayaan pedagang terhadap petani, kepercayaan
meningkatkan pemberian pinjaman dari pedagang ke dapat meningkatkan pinjaman dari pedagang ke
petani. Pemberian pinjaman meningkatkan kas petani.
petani. Kas petani meningkatkan pembayaran utang Pada simpal kausal yang keenam, hubungan
petani ke pedagang. Pembayaran utang petani antar variabel menghasilkan umpan balik positif.
meningkatkan penurunan utang petani ke pedagang Peningkatan kas petani dapat meningkatkan proses
pemberi pinjaman. Penurunan utang petani budidaya kentang, budidaya kentang meningkatkan
meningkatkan kas pedagang. Kas pedagang volume hasil kentang. Volume hasil kentang
meningkat maka akan semakin meningkatkan meningkatkan penerimaan petani, penerimaan petani
motivasi mengontrol petani. meningkatkan kas petani.
Harga jual kentang berpengaruh positif Sebuah kemitraan dalam perdagangan yang
terhadap penerimaan petani, bila harga jual tinggi berdasarkan dialog, transparan, saling menghormati,
maka penerimaan akan tinggi dan sebaliknya. berusaha adanya kesetaraan dari masing-masing
Penerimaan dari hasil penjualan kentang dapat pelaku, berusaha mengamankan hak-hak produsen,
meningkatkan jumlah kas petani, uang dari kas saat ini harus dikembangkan untuk mengganti
digunakan untuk pembayaran utang petani ke bandar praktek perdagangan yang konvensional dimana
atau grosir. Pembayaran utang kepada pedagang pelaku yang lebih kuat akan menekan pelaku yang
menyebabkan utang petani berkurang dan kas posisinya lemah. Dewasa ini kolaborasi antar pelaku
pedagang semakin bertambah. Dengan dalam rantai pasok pertanian sangat dibutuhkan
bertambahnya kas pedagang maka semakin tinggi
untuk membangun kemitraan yang saling
motivasi pedagang untuk mengontrol petani,
menguntungkan. Kebutuhan untuk meningkatkan
sehingga dikemudian hari akan meningkatkan
dukungan keuangan bagi petani kecil menyebabkan
pemberian bantuan kepada petani. Demikian
seterusnya sehingga petani kentang akan selalu munculnya bentuk-bentuk kemitraan yang baru, yang
terikat kepada pedagang. mana antar pelaku memiliki kesetaraan tidak ada
pelaku yang lebih kuat sehingga dapat menekan

139
pelaku lainnya, semua pelaku harus bekerjasama Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Balitbang
saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama. Deptan. Jakarta.
Widyahartono B. (1996). Strategi Kemitraan antara
PENUTUP Usaha Besar dan Usaha Kecil-Menengah
Pemasaran kentang di Kabupaten Bener (UKM), Penerapannya di Indonesia.
Meriah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua Manajemen Usahawan Bisnis Indonesia. No.
kategori, yaitu pasar yang terstruktur dan tidak 09/thXXV, September 1996. Hal 23-26.
terstruktur. Adapun karakteristik pasar terstruktur
berupa kemitraan formal dalam pemasaran kentang
adalah: adanya kepastian dalam pemasaran hasil,
tidak terjadi fluktuasi harga karena harga jual petani
berlaku secara tetap sesuai kontrak, pengumpulan
hasil lebih mudah, pengangkutan lebih efisien,
terdapat transfer teknologi dari mitra, tetapi posisi
tawar petani lebih rendah dari mitra sehingga masih
ada tekanan terhadap harga jual kentang petani
dimana harga ditentukan oleh mitra. Harga jual
kentang dari petani kepada mitra ditentukan oleh
mitra/industri. Karakteristik pasar
terstrukturkemitraan non formal adalah: adanya
kepastian pemasaran, terjadi fluktuasi harga, tidak
ada transfer teknologi, pengumpulan dan
pengangkutan hasil tidak efisien, ada tekanan harga
dari pedagang. Sedangkan karakteristik pasar tidak
terstruktur adalah: tidak ada kepastian pemasaran,
terjadi fluktuasi harga, tidak ada transfer teknologi,
pengumpulan dan pengangkutan tidak efisien, saat
panen raya kesulitan mencari pembeli, sehingga
petani seringkali tidak bisa menjual kentang yang
dihasilkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Agribisnis. (1998). Kebijaksanaan dan
Penjelasan Pola Kemitraan Usaha Pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Darwis, Valerina, M. Iqbal. (2013). Keragaan
Pemanfaatan dan Sumber Pinjaman Usahatani
Padi. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Litbang Deptan. Bogor.
Dirjen Hortikultura. (2010). Produksi tanaman
sayuran di Indonesia periode 2003- 2008.
Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen
Pertanian. Jakarta. http://www.deptan.go.id. [15
April 2015 : Pukul 16:15 WIB].
Lambert, Douglas M, Margaret A. Emmelhainz, John
T. Gardner. (1996). Developing and
Implementing Supply Chain Partnerships. The
International Journal of Logistics Management
Vol 7 No 2.
Saptana, Daryanto A, Heny KD, Kuncoro. (2009).
Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka
Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai
Merah di Jawa Tengah. Pusat Analisis Sosial

140
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia (Periode 1980 –
2013)
Analysis of Factors Affecting Tea Export in Indonesia (Period 1980 – 2013)
Ady Trynugraha1 dan Muhammad Arief Budiman2
1
Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jl. Jatiwangi Raya No. 54, Antapani,
Bandung, 40291, Indonesia, adytryn@gmail.com
2 Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Dalam era globalisasi indonesia harus mewujudkan pembangunan yang terintegrasi. Sektor
perkebunan sebagai sub-sektor pertanian mampu memberikan pertumbuhan indeks ekspor yang
besar dalam memasuki pasar global. Teh sebagai salah satu komoditas perkebunan dapat
Kata kunci: bersaing dengan komoditas lainnya dari sisi produktivitas. Produktivitas yang tinggi memiliki
harga dunia peluang untuk menambah jumlah teh yang akan diekspor. Kegiatan ekspor tersebut dihitung
nilai ekspor berdasarkan nilai tukar yang sedang berlaku. Selain itu, harga teh dunia mampu merubah
nilai tukar rupiah besaran nilai dari produk ekspor teh Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui
produktivitas seberapa besar pengaruh produktivitas teh Indonesia, harga teh dunia dan nilai tukar rupiah
teh. terhadap nilai ekspor teh Indonesia dan hubungannya secara parsial maupun simultan. (2)
Mengetahui respon nilai ekspor teh Indonesia berdasarkan perubahan produktivitas, nilai tukar
rupiah dan harga teh dunia.. Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif
dengan teknik suatu kasus. Data yang diperlukan merupakan data deret waktu sebanyak 34
tahun. Alat analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan empat
variabel dan perhitungan elastisitas berdasarkan model regresinya. Model regresinya adalah Y
= -62.640 + 64,402X1 + 69,721X2 + 551,782X3. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara
simultan produktivitas teh indonesia, nilai tukar dan harga teh dunia memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap nilai ekspor teh Indonesia. Namun, secara parsial hanya nilai tukar saja yang
tidak signifikan terhadap nilai ekspor teh Indonesia. Berdasarkan analisis tingkat responnya,
nilai ekspor teh Indonesia tidak respon terhadap harga teh dunia, produktivitas maupun nilai
tukar rupiah.

ABSTRACT
In the age of globalization Indonesia must realize about integrated development. Plantations,
as one of agricultural sector, are capable for providing large growth of export indices in
entering global markets. Tea, as one of the plantation commodities, can compete with other
Keywords: commodities in terms of yield. High yield has the opportunity to increase the amount of tea to
exchange rate be exported. Export activity is calculated by exchange rate. In addition, the world tea price is
export value able to change the amount of the value of Indonesian tea export products. This study aims to:
tea (1) Determine how much influence of Indonesian tea yield, world tea prices and exchange rate
world price on Indonesian tea export value and its relationship partially or simultaneously. (2) Determine
yield. the response of Indonesian tea export value based on changes in yield, exchange rate and world
tea price. The design is a quantitative research technique of a case. Necessary data is time
series as many as 34 years. Tools of analysis in this study using multiple regression analysis
with the four variables and elasticity calculations based on regression models. Model
regression is Y = -62.640 + 64,402X1 + 69,721X2 + 551,782X3. The results showed that
productivity of Indonesian tea, exchange rates and world tea prices have a significant effect
simultaneously on the value of Indonesian tea export. However, only exchange rate are not
significant partially to the tea export value of Indonesia. Based on the analysis of response rate,
the export value of Indonesian tea gives no response to the world tea prices, yield and the
exchange rate.

141
PENDAHULUAN pedesaan. Sektor pertanian memegang peran penting
Negara Indonesia merupakan salah satu dari dalam penyediaan pangan bagi konsumsi domestik,
sekian banyak negara di dunia yang memiliki penghasil tenaga kerja bagi keberadaan sektor
kekayaan alam yang melimpah. Menurut Tities K.H. industri dan pangsa pasar bagi hasil produksi dan
(2008), Indonesia merupakan negara agraris. meningkatkan pendapatan domestik. Dengan kata
Sehingga, sektor pertanian memiliki peranan yang lain, keunggulan Indonesia memiliki keunggulan
penting dalam pertumbuhan perekonomian komparatif karena Indonesia merupakan negara
Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di agraris.

Tabel 1. Ekspor Pertanian menurut Sub Sektor Periode 2001-2004, 2005-2009, 2010-2013

Tahun Tahun Tahun Rata-rata


Sub-Sektor Satuan Pertumbuhan
2001-2004 2005-2009 2010-2013 Indeks Ekspor (%)
Volume
Tan Pangan 3.413.476 4.583.067 2.265.734 -9,21
(Ton)
Nilai (000
839.706 1.510.122 1.379.112 -2,83
US$)
Volume
Hortikultura 1.372.472 2.206.133 1.547.226 0,45
(Ton)
Nilai (000
762.815 1.533.268 1.826.326 7,8
US$)
Volume
Perkebunan 37.003.238 114.973.716 117.247.779 57,24
(Ton)
Nilai (000
20.107.515 93.549.730 133.371.668 74,11
US$)
Volume
Peternakan 586.613 2.012.280 1.783.158 3,04
(Ton)
Nilai (000
1.056.321 3.437.079 3.675.504 3,92
US$)

Indonesia memiliki berbagai macam komoditas Mengingat penawaran memiliki berbagai


perkebunan yang dibudidayakan. Secara umum, faktor yang mempengaruhinya, terdapat beberapa hal
terdapat 12 komoditas perkebunan yang paling yang perlu diamati dalam kegiatan ekspor teh di
berkontribusi. Berdasarkan produktivitasnya, tahun Indonesia. Produktivitas merupakan kekuatan utama
2013 teh menempati urutan ke 3 setelah tebu dan dalam produksi teh Indonesia. Selain hasil dari input
kelapa sawit. Berikut merupakan grafik berdasarkan produksi (Yamit, 2005), produktivitas yang tinggi
produktivitasnya. akan menghasilkan produksi yang banyak pula.
Sehingga, barang yang akan diekspor akan
6,000 bertambah pula. Selain itu, faktor utama dari segi
5,000 penawarannya adalah harga barang itu sendiri.
4,000 Kebijakan pemerintah, baik penekanan produksi
3,000
2,000 maupun proteksi dapat mempengaruhi jumlah barang
1,000 yang ditawarkan, karena pemerintah dapat
0 menggerakan industri hulu ke hilir. Dikarenakan
ekspor merupakan transaksi internasional, penukaran
nilai mata uang (kurs) menjadi salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi nilai ekspor. Konversi nilai
mata uang tersebut merupakan faktor penentu
mengenai besar kecilnya nilai ekspor yang didapat.
Gambar 1. Produktivitas Perkebunan Indonesia (kg/ha)
BAHAN DAN METODE
Selama ini, Indonesia telah mengekspor teh Metode yang digunakan merupakan desain penelitian
ke berbagai negara. Selama tiga tahun terakhir kuantitatif dengan teknik suatu kasus dengan
Indonesia mengekspor lebih dari 10 negara di Dunia. penggunaan sampel data kurun waktu (Time series).
Data kurun waktu yang diperlukan merupakan data

142
periode 1980-2013 mengenai nilai ekspor teh Uji asumsi klasik dilakukan untuk
Indonesia, hasil ekspor teh Indonesia, nilai tukar mengetahui seberapa baik model yang dihasilkan
rupiah terhadap dolar dan harga teh dunia. Data yang dalam analisis penelitian ini. Model yang baik harus
diperoleh tersebut dianalisis secara regresi dengan memenuhi seluruh uji tersebut. Sehingga, model
menggunakan model ekonometrik untuk mengetahui regresinya dapat dikatakan Best Linear Unbiased
seberapa besar kontribusinya terhadap ekspor teh di Estimator (BLUE)
Indonesia. Model rumusan variabel penelitian Uji Normalitas
diformulasikan dalam persamaan berikut: Uji normalitas dilakukan dengan mengamati
𝑌̂ = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + 𝑒 grafik P-Plot dari output SPSS. Berikut merupakan
Keterangan: gambar P-Plot dari data yang dianalisis:
̂
Y = Nilai ekspor teh Indonesia (0.000$)
X1 = Produktivitas teh (Kg / Ha)
X2 = Nilai tukar rupiah (Rp / $)
X3 = Harga Internasional Teh (sen / Kg)
𝛽 = Konstanta
𝑒 = Faktor error / disturbance
Perhitungan respon berdasarkan rumus
elastisitas dapat menggunakan model sebagai
berikut:
∆𝑄 𝑥̅
𝐸= 𝑥
∆𝑃 𝑦̅
Ket:
Es : Elastisitas
∆𝑄
: Koefisien variabel independennya (𝛽1 , 𝛽2 ,
∆𝑃 Gambar 2. Grafik P-Plot untuk Uji Normalitas
𝛽3 dan 𝛽4 ) Dari grafik tersebut, terlihat bahwa data
𝑥̅ : Rata-rata variabel independen tersebar di sepanjang garis diagonal terhadap variabel
𝑦̅ : Rata-rata nilai ekspor teh (variabel dependen) dependennya (Nilai Ekspor Teh Indonesia). Maka,
dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yaitu
Berdasarkan data yang diperoleh menurut data tersebar secara normal
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh, berikut Uji Multikolinearitas
merupakan hasil dari regresinya: Uji ini diamati dengan mengamati nilai VIF
𝑌̂ = −62.640∗∗ + 64,402𝑋1 ∗∗ − 69,721𝑋2 (Variance Inflation Factor). Hasil VIF ketiga
+ 551,782𝑋3 ∗∗ + 𝑒 variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Keterangan: Tabel 4. Nilai VIF untuk Uji Multikolinearitas
̂
Y = Nilai ekspor teh Indonesia (.000$) No Variabel VIF
X1 = Hasil produksi teh Indonesia (kg / ha) 1 Hasil Produksi Teh Indonesia 1,142
X2 = Nilai tukar rupiah (Rp / $) 2 Nilai Tukar Rupiah 1,386
X3 = Harga teh dunia (sen / kg) 3 Harga Teh Dunia 1,231
𝑒 = Faktor error / disturbance Seluruh variabel yang digunakan memiliki
Berdasarkan analisis respornnya, berikut nilai VIF dibawah 10, berarti data yang digunakan
merupakan data yang diperlukan dengan hasil tidak terdapat multikolinearitas
koefisien elastisitas atau nilai responnya: Uji Autokorelasi
Tabel 3. Koefisien, -Rata-rata dan Nilai E Hasil Penelitian Uji autokorelasi dilakukan dengan cara
Koefisien
Variabel Rata-rata E autoregresive dengan mengamati nilai durbin watson
(𝑑𝑦⁄𝑑𝑥 ) (DW). Batasan nilai DW yang diperoleh adalah
Nilai Ekspor - 130.034,88 - sebagai berikut:
Teh Indonesia dL : 1,2576
Produktivitas 64,402 1.396,88 0,69
dU : 1,6511
Teh Indonesia
Nilai Tukar -69,721 62,20 0,03
4-dU : 2,3489
Rupiah 4-dL : 2,7424
Harga Teh 551,782 194,01 0,82 Berdasarkan nilai batasannya, nilai DW yang
Dunia didapat berada diantara dU dan 4-dU, yaitu sebesar
1,838. Jadi, data analisis ini tidak mengandung data
Uji Asumsi Klasik autokorelasi atau tidak terdapat korelasi serial
143
Uji Heteroskedastisitas satu rupiah setiap dolarnya, akan menurunkan nilai
Uji ini dilakukan dengan mengamati nilai ekspor teh Indonesia sebesar 69.721 dollar US.
*ZPRED untuk sumbu X dan *SRESID untuk sumbu - Koefisien harga teh dunia yang dihasilkan adalah
Y pada SPSS. Berdasarkan hal tersebut, berikut sebesar 551,782 dan bernilai positif, sama halnya
scatter plot yang dihasilkan dari data-data yang dengan nilai t hitungnya yang menginterpretasikan
dianalisis: hubungan yang signifikan. Artinya, semakin besar
harga dunia yang terjadi, maka akan semakin besar
pula nilai ekspor teh Indonesia yang didapat.
Dalam kurun waktu pertahunnya, bila variabel
produktivitas teh Indonesia, dan nilai tukar rupiah
dianggap tetap, maka setiap kenaikan harga teh
sebanyak satu cent (0,01US$) setiap kilogramnya,
maka akan menghasilkan nilai ekspor teh Indonesia
sebesar 551.782US$.
- Secara keseluruhan, nilai respon (koefisien
elastisitas) tersebut berada dibawah angka satu.
Artinya, setiap variabel yang digunakan bersifat
inelastis terhadap perubahan nilai ekspor teh
Indonesia. Dengan demikian, nilai ekspor teh
Indonesia tidak respon terhadap produktivitas teh
Gambar 3. Scatter Plot Untuk Uji Multikolinearitas Indonesia, nilai tukar rupiah dan harga teh dunia.
Grafik tersebut menunjukan bahwa tidak Persentase perubahan pada produktivitas teh
terdapat pola khusus. Plot yang digambarkan Indonesia, nilai tukar rupiah atau harga teh dunia
tersebar, baik diatas sumbu x atau y maupun akan menghasilkan perubahan yang lebih kecil dari
dibawahnya. Sehingga, data yang digunakan sudah pada persentasenya terhadap nilai ekspor teh
cukup homoskedastisitas. Indonesia. Namun demikian, hasil tingkat respon
yang terbesar dihasilkan oleh harga teh dunia.
Analisis Hasil Regresi dan Nilai Respon Setiap kenaikan 1% harga teh dunia dalam cent di
Berdasarkan fungsi tersebut, terdapat setiap kilogramnya akan menaikan nilai ekspor teh
beberapa hal yang dapat diinterpretasikan terkait Indonesia sebesar 0,8232% dalam ribu dolar US.
analisis sebelumnya maupun analisis regresi beserta
dengan teorinya. Interpretasi berikut ini menjelaskan Analisis Ekonomi terhadap Hasil Regresi dan
juga hipotesis dari hubungan setiap variabel secara Nilai Respon
parsial. Berikut merupakan penjelasan setiap variabel (1) Produktivitas terhadap Nilai Ekspor Teh
dalam model tersebut: Sebagai interpretasi faktor produksi,
- Koefisien produktivitas teh Indonesiayang produktivitas mampu menerangkan seberapa baiknya
dihasilkan adalah sebesar 64,402 dan bernilai faktor input yang digunakan (Yamit, 2005). Angka
positif, sama halnya dengan nilai t hitung yang yang semakin tinggi dalam produktivitas teh
menjelaskan hubungan yang signifikan. Artinya, Indonesia memiliki arti sebagai penggunaan faktor
produktivitas teh indonesia memiliki hubungan produksi yang semakin baik. Dalam hal ini,
yang berbanding lurus terhadap nilai ekspor teh produktivitas teh yang baik dapat meningkatkan
Indonesia. Dalam kurun waktu pertahunnya, bila peluang untuk produksi teh yang lebih banyak, baik
variabel nilai tukar dan harga teh dunia dianggap untuk dikonsumsi dalam negri maupun untuk ekspor.
tetap, maka setiap kenaikan satu kg di setiap areal Sehingga, semakin besar prodiktivitasnya, maka
tanam teh di Indonesia, maka akan menambahkan peluang untuk memproduksi teh dalam negeri akan
nilai ekspor teh Indonesia sebesar 64.402 dolar US. semakin besar. Kemudian peluang untuk ekspor pun
- Koefisien nilai tukar rupiah yang dihasilkan adalah akan bertambah juga. Sehingga, saat dikonversikan
sebesar -69,721 dan bernilai negatif, sama halnya terhadap nilai ekspor, nilainya akan semakin tinggi.
dengan nilai t hitung yang menjelaskan hubungan Mengingat produksi dalam negeri, peluang untuk
yang tidak signifikan. Artinya, nilai tukar nominal menambah nilai ekspor dari produktivitas pun dapat
ini memiliki hubungan yang berbanding terbalik disesuaikan. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh
dengan nilai ekspor teh Indonesia. Dalam kurun kondisi konsumsi dalam negeri yang cenderung stabil
waktu pertahunnya, bila variabel produktivitas teh atau tidak mengalami kenaikan. Selain itu, dalam
Indonesia dan harga teh dunia dianggap tetap, memproduksi teh terdapat perbedaan kualitas antara
maka setiap kenaikan nilai tukar rupiah sebesar yang dikonsumsi dalam negeri maupun produk
ekspornya. Perbedaan jenis konsumsi itu mungkin
144
dapat dijadikan suatu alasan mengapa peningkatan
produksi per hektarnya memiliki peluang untuk SIMPULAN
menambah jumlah ekspornya. Maka dari itu, upaya Berdasarkan hasil analisis melalui berbagai
peningkatan nilai ekspor teh di Indonesia dapat uji dan metode perhitungannya, dapat disimpulkan
dilakukan dengan meningkatkan produktivitas teh di bahwa:
Indonesia. 1. Secara simultan, nilai ekspor teh Indonesia
dipengaruhi oleh produktivitas teh Indonesia,
(2) Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Ekspor nilai tukar rupiah dan harga teh dunia. Namun,
Mendongkrak ekspor yang sebanyak secara parsial hubungan signifikan hanya
banyaknya dapat memperkuat nilai rupiah dalam ditunjukan oleh produktivitas teh Indonesia dan
mata uang asing. Hal tersebut dimaksudkan agar harga dunia. Setiap kenaikan harga teh sebesar 1
menambah nilai ekspor yang didapat. Sehingga, nilai sen di setiap kilogramnya mampu menaikan nilai
ekspor tersebut dapat menghasilkan devisa negara ekspor teh sebesar 551.760US$ dalam kurun
(Mankiew, 2006). Neraca yang defisit, dalam artian waktu pertahunnya. Hal ini dapat dikarenakan
impor yang lebih besar bila dibandingkan dengan oleh jumlah permintaan terhadap teh Indonesia
ekspor, akan melemahkan nilai rupiah di mata uang cenderung naik. Lalu, setiap kenaikan satu rupiah
asing. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendukung setiap dolarnya mampu mengurangi nilai ekspor
pihak eksportir dari berbagai cara agar menambah teh Indonesia sebesar 69.721US$ pertahunnya,
produksinya. Sehingga akan semakin banyak pula karena biaya pengorbanan untuk setiap produksi
ekspor yang didapat. ekspor teh tidak tergantikan oleh dolar yang
Dalam kegiatan ekspor teh Indonesia, menguat akibat kenaikan nilai tukar rupiah.
tentunya faktor produksi yang digunakan Kemudian, setiap kenaikan produksi teh
menggunakan mata uang rupiah dengan kurs yang sebanyak satu kg di setiap ha areal tanam teh di
berlaku tersebut. Bila nilai rupiah melemah, yang Indonesia, mampu menaikan nilai ekspor teh
berarti nominal nilai tukarnya bertambah untuk setiap Indonesia sebesar 64.402US$ per tahunnya.
satu dolarnya, maka biaya pengorbanan untuk faktor Peningkatan produktivitas teh mampu
produksi tersebut belum tergantikan dengan nilai menambah jumlah produksi nasionalnya.
dolarnya. Sehingga, hal ini justru mengurangi nilai Sehingga, produksi teh memiliki peluang untuk
barang itu sendiri berdasarkan pertukaran kurs yang menambah jumlah ekspor yang kemudian
terjadi. dikonversikan dalam bentuk nilai.
(3) Harga teh dunia terhadap Nilai Ekspor 2. Nilai ekspor teh tidak memiliki respon terhadap
Dalam kasus penawaran, harga merupakan produktivitas teh Indonesia, nilai tukar rupiah
salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya dan harga teh dunia. Hal tersebut dikarenakan
penawaran (Rahardja, 2008) Dalam kegiatan ekspor, oleh nilai elastisitasnya dibawah satu yang
tentunya harga internasional yang dijadikan acuan. berarti inelastis. Artinya setiap persentase
Harga internasional dalam analisis memiliki satuan perubahan yang terjadi dalam produktivitas teh
sen/kg. Namun, pada variabel yang menjadi Indonesia, nilai tukar rupiah dan harga teh,
pengamatan ini, harga dunia teh Indonesia menghasilkan persentase perubahan nilai ekspor
merupakan hasil harga teh Indonesia yang berlaku teh yang lebih kecil lagi. Hal ini dapat
untuk diekspor. disebabkan oleh pelaku eksportir yang kurang
Berdasarkan analisisnya, hubungan harga peka atau masih lamban dalam merespon nilai
dunia dengan nilai ekspor merupakan hubungan yang ekspor teh melalui keadaan produktivitas, nilai
berbanding lurus. Semakin besar harga teh yang tukar dan harga dunia yang terjadi. Namun, dari
terjadi, maka semakin besar nilai ekspor yang ketiga faktor tersebut, harga teh dunia
didapat. Jika dikaitkan dengan hukum permintaan, memberikan nilai elastisitas atau respon yang
harga akan bertambah seiring dengan penambahan paling besar terhadap nilai ekspor teh Indonesia.
permintaan yang kemudian diseimbangkan dengan Setiap perubahan atau kenaikan harga teh dunia
penawaran dari pihak eksportir. Kenaikan harga yang sebanyak 1% dalam satuannya ($/Kg), maka
terjadi pada produk ekspor teh Indonesia dapat akan menghasilkan perubahan nilai ekspor teh
dikarenakan oleh banyaknya permintaan impor teh ke Indonesia sebesar 0,8232% dalam satuannya
negara Indonesia. Bila kemampuan produksi yang ($0.000)
berjalan cenderung tetap, yang artinya produksi
cenderung tetap, maka harga akan bertambah karena SARAN
untuk menyeimbangi penawaran dari pihak eksportir. Terkait dengan hasil ouput yang didapat,
Dengan demikian, nilai dari barang itu sendiri pun maka ada beberapa kebijakan yang perlu
akan bertambah.
145
diperhatikan dalam meningkatkan nilai ekspor teh di
Indonesia, yaitu:
1. Penetapan kuota impor teh Indonesia. Bila
penetapan tarif bea masuk masih belum bisa
mengurangi jumlah impor, maka penetapan
kuota impor perlu dikendalikan dan
diseimbangi denga kebutuhan negara. Hal ini
diharapkan dapat mengurangi neraca
perdagangan yang defisit akibat banyaknya
impor di berbagai komoditasnya.
2. Penerapan program intensifikasi dan
ekstensifikasi lahan teh, baik perkebunan
rakyat, negara maupun swasta. Sehingga
jumlah permintaan yang belum tertutupi
akibat penetapan kuota impor dapat dipenuhi
karena produksi yang meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
BPS. (2014). Ekspor Teh Menurut Negara Tujuan
Utama, 2000-2013. [Online]. Tersedia di:
http://www.bps.go.id
/webbeta/frontend/linkTabelStatis/view/id/1016
#accordion-daftar-subjek2 (diakses pada tanggal
15 Februari 2015)

Gujarati dan Porter. (2012). Dasar-Dasar


Ekonometrika. Buku 2. Jakarta : Salemba
Empat.as

Mankiw, N., Gregory. (2006). Principles of


Economics: Pengantar Ekonomi Makro. Edisi
Ketiga. Diterjemahkan oleh: Chriswan
Sungkono. Jakarta: Salemba Empat.

Mankiw, N., Gregory. (2006). Principles of


Economics: Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi
Ketiga. Diterjemahkan oleh: Chriswan
Sungkono. Jakarta: Salemba Empat.

Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. (2008).


Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan
Makroekonomi). Edisi ketiga. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia

Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori


Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Yamit, Zulian . (2005). Manajemen Kualitas Produk


dan Jasa. Ed. 1, Cet. 4. Yogyakarta: Ekonisia
Kampus Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta

146
Analisis Daya Saing Usahatani Tembakau Mole (Studi Kasus Desa Sukasari,
Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat)
Competitiveness Analysis of Tobacco Farming Mole
Septian Rindiarto1, M. Arief Budiman1
1
Program Studi Agribisnis, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang

ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tembakau. ekspor tembakau
mengalami tren penurunan mulai dari tahun 2010 hingga 2014. Penurunan produksi
tembakau dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Perlu adanya peninjauan mengenai
Kata Kunci: kondisi daya saing tembakau mengingat Indonesia merupakan pengekspor tembakau
Daya Saing dan kebijakan merupakan faktor yang mempengaruhi penurunan ekspor tembakau.
Tembakau Tujuan penelitian ini adalah mengetahui daya saing usahatani dengan melihat
PAM keuntungan privat dan keuntungan sosial pada tingkat harga aktual atau harga pasar,
mengetahui transfer effect atau dampak kebijakan pemerintah dengan menganalsisi
daya saing dari tingkat privat (petani) dan sosial (internasioanl, dan mengetahui
implikai kebijakan pemerintah setelah dilakukannya analisis PAM. Desain penelitian
yang digunakan adalah desain kuantitatif dengan teknik penelitian survey. Analisis
data menggunakan analisis deskritif dengan alat analisis Policy Analysis Matrix
(PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tembakau Desa Sukasari memiliki daya
saing baik keunggulan kompetitif maupun komparatif. Hal tersebut dibuktikan dengan
nilai PCR < 1 dan DRCR < 1 sedangkan kebijakan pemerintah dinilai menghambat
ekspor output dan adanya proteksi terhadap input lokal. Kebijakan tersebut dibuktikan
dengan nilai NPCO < 1 dan NPCI < 1. Secara keseluruhan kebijakan pemerintah
menyudutkan petani tembakau. Namun, tingginya harga tembakau dunia diduga
membantu meningkatkan daya saing tembakau dalam negeri.

ABSTRACT

Indonesia is one of the tobacco exporting countries. Tobacco exports experienced a


downward trend from 2010 to 2014. The decline in tobacco production are affected by
government policies. Need for a review of the competitiveness of tobacco because
Indonesia is an exporter of tobacco and policies is a factor affecting the decline in
Keywords: tobacco exports. The purpose of this study was to determine the competitiveness of
Competitiveness farming with a view of private profits and social benefits at the level of the actual price
Tobacco or market price, knowing the transfer effect or impact of government policies with
PAM menganalsisi competitiveness of the level of private (farmer) and social (on
international, and knowing implikai government policy after doing an analysis of
PAM. The research design is the design of quantitative research techniques survey.
The data analysis using descriptive analysis with analysis tools Policy Analysis Matrix
(PAM). The results showed that the tobacco village Sukasari competitiveness both
competitive advantage and comparative. It evidenced by the PCR values <1 and DRCR
<1 whereas government policies impeded the export of output and the protection of
local input. This policy is evidenced by NPCO values <1 and NPCI <1. Overall
government policy cornering tobacco farmers. However, the high price of tobacco the
world thought to help improve the competitiveness of domestic tobacco.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: septianrindiarto@gmail.com

147
PENDAHULUAN sebagai representatif usahatani yang diteliti yaitu di
Indonesia merupakan negara pengekspor Desa Sukasari, Kecamatan Tanjung Sari, Kab,
tembakau. Akan tetapi ekspor tembakau Indonesia Sumedang, Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi
mengalami penurunan yang signifikan mulai dari dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan
tahun 2010 hingga 2014. Faktor utama dari mempertimbangkan bahwa Desa Sukasari
penurunan produksi tembakau adalah kebijakan merupakan penghasil tembakau dan memiliki
pemerintah yang membatasi produksi nasional. kelompok tani terbanyak di Kabupaten Sumedang.
Kondisi tersebut harus disesuaikan oleh pihak-pihak Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif
terkait terutama petani. Peningkatan daya saing dengan teknik penelitian metode survey. Menurut
mengingat produksi tembakau yang dibatasi Zikmund (1997) metode penelitian survei adalah satu
merupakan tantangan yang harus diselesaikan. bentuk teknik penelitian sampel berupa orang melalui
Tembakau merupakan salah satu komoditas pertanyaan-pertanyaan. Menurut Bailey (1982)
ekspor primer perkebunan. Terdapat 12 komoditas metode penelitian survei merupakan satu metode
ekspor primer perkebunan. Dalam segi volume penelitian yang teknik pengambilan datanya
tembakau bukan merupakan 5 besar pemegang dilakukan melalui pertanyaan – tertulis atau lisan.
ekspor terbesar diantara komoditas yang lain. Alat analisis yang digunakan adalah Policy
Kendati bukan termasuk 5 besar pengekspor terbesar Analysist Matrix (PAM) untuk mengukur daya saing
dalam segi volume, tembakau juga mengalami dan dampak kebijakan pemerintah.
penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2010 ke Data yang digunakan adalaha data primer dan
2011. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kebijakan sekunder dimana primer didapat dari hasil
pemerintah. wawancara petani sebagai responden dan sekunder
Kebijakan pemerintah sangat menekan didaptkan dari referensi yang representatif.
keberadaan tembakau dalam negeri. Hal tersebut Cara mendapatkan data primer dengan
diduga membuat kondisi tembakau Indonesia menggunakan kuesioner yang disusun secara
memiliji tren menurun pada 5 tahun terahir. terstruktur yang memuat pertanyaan terkait biaya
Tabel 1. Ekspor Komoditas Primer Perkebunan pengeluaran sampai pemasaran produk.
Sumber: BPS
Pembatasan produksi, perizinan, dan Cara Menentukan Responden
pengujian merupakan isu utama dalam penurunan Dua tahap dalam menentukan responden yaitu
ekspor tembakau. Seperti pada Peraturan Pemerintah dengan menggunakan rumus Slovin dan perhitungan
Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 proporsional sampling.
mengenai Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Slovin digunakan untuk menentukan jumlah
Adiktif Berupa Produk tembakau bagi Kesehatan. responden yang akan diwawancarai. Dalam hal ini
Kebijakan mengenai pembatasan produksi terdapat 35 responden dari populasi sebesar 184 jiwa.
tembakau sangat menyudutkan pihak petani. Dengan Kemudian proporsional sampling digunakan untuk
kondisi yang tidak menguntungkan untuk petani mendaptkan proporsi petani yang seimbang dari tiap
(dilihat dari bentuk kebijakan pemerintah dan kelompok tani.
keadaan ekspor tembakau) maka perlu adanya
peninjauan mengenai daya saing tembakau dan HASIL DAN PEMBAHASAN
Harga Privat
dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan pada
tembakau. Harga privat adalah harga yang didasarkan pada
Daya saing dan dampak kebijakan pemerintah harga aktual. Harga tersebut mencerminkan keadaan
akan dilihat dari sudut pandang petani yang usahatani dari rata-rata pendapatan dan biaya atau
dilakukan di Desa Sukasari, Kecamatan Sukasari, perilaku petani saat ini. Hasil survey lapangan
Kabupaten Sumedang mengingat provinsi Jawa memperoleh harga privat input dan output di tingkat
Barat merupakan provinsi terbesar ketiga dalam petani disajikan pada tabel. 13. Rata-rata harga NPK
memproduksi tembakau dalam negeri. Desa Sukasari adalah Rp. 8772,727/kg, dan Za Rp. 2760/lt. Harga
memiliki potensi yang baik didukung dengan luas insektisida Rp. 200.000,00/lt untuk curacron, dan
areal lahan terbesar di Kabupaten Sumedang, fungisida Rp. 120.000,00/lt untuk antrakol.
memiliki pasar khusus tembakau dimana hanya Upah tenaga kerja petani bervariasi
terdapat 2 di seluruh Indonesia dan memliki tergantung pada petani yang memiliki modal. Upah
tembakau khusus yaitu tembakau mole tenaga kerja laki-laki untuk kegiatan di lapangan
mulai dari penanaman hingga panen berkisar pada
Rp. 40.000,00 – Rp. 70.000,00. Masing-masing
METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah daya saing tenaga kerja membawa peralatan kerja sendiri.
tembakau Indonesia dengan melihat salah satu petani
148
Harga
kering dan lahan sawah (wawancara petani). Harga
Kategori Uraian Satuan lahan sawah lebih besar dibanding lahan kering
Privat Sosial karena tembakau lebih baik ditanam pada lahan
Benih Rp/Pohon 1778,33 612,892 sawah.
Pupuk Tabel 2. Harga Privat dan Harga Sosial
a. NPK Rp/Kg 8772,73 7.809,41
Input
b. Za Rp/Kg 2760 6.385,75
Tradable Harga Sosial
Pestisida
a.
Penentuan harga sosial hanya bisa dilakukan
Insektisida Rp/Lt 200000 313.192,00 dengan pendugaan (approximation). Pendugaan
c. Fungisida Rp/Kg 120000 156.746,00 harga sosial untuk barang tradabel, baik untuk
Peralatan
barang-barang impor maupun ekspor, untuk output
maupun input adalah sama. Harga sosial untuk
a. Cangkul Rp/Unit 100000 100000
produk tersebut adalah border price (harga impor
b. Arit Rp/Unit 20000 20000 untuk importabes, dan harga ekspor untuk
c. kored Rp/Unit 25000 25000 eksportables). Harga sosial barang tradabel (benih,
d. rajang Rp/Unit 200000 200000 NPK, Za, insektisida, fungisida) disajikan pada tabel
e. sasag Rp/Unit 4000 4000 13. Harga sosial untuk benih tembakau sebesar Rp.
f. 613,00/pohon, pupuk NPK sebesar Rp. 7.809,00/Kg,
Input semprotan Rp/Unit 800000 800000
Non- pupuk Za sebesar Rp. 6.385,00/Kg, insektisida
Tradable g. amril Rp/Unit 60000 60000 sebesar Rp. 313.192,00/Lt, dan fungisida sebesar Rp.
h. rimagan Rp/Unit 300000 300000 156.746,00/Kg. Harga sosial untuk barang non-
i. osreng Rp/Unit 42000 42000 tradabel di asumsikan sama dengan harga privatnya.
j. parang Rp/Unit 80000 80000 Perhitungan harga sosial tembakau dijelaskan pada
k. pompa lampiran 7 dengan nilai sebesar Rp. 156.746/Kg.
air Rp/Unit 3100000 3100000 Harga sosial untuk tenaga kerja diduga sama
Tenaga
Kerja Rp/HOK 39892,9 39892,86 dengan harga privatnya karena tidak ditemui distorsi
Sewa Lahan 400000 400000 kebijakan akan ketengakerjaan petani tembakau.
Rata-rata sewa lahan yang dikeluarkan Asumsi ini didasarkan pada informasi yang didapat
petani berkisar Rp. 300.000,00 hingga Rp. dari informan bahwa tidak ada kebijakan pemerintah
500.000,00 bergantung jenis sewa lahan yang yang mempegaruhi langsung mengenai biaya
dipakai. Ada 2 jenis lahan yang dipakai yaitu lahan ketenagakerjaan.

Matrix PAM
Input
Komponen Pendapatan Keuntungan
Tradable Non-Tradable
Privat 2130966667 345403708 645274167 1140288792
Sosial 27260219347 535170069 645274167 26079775111
Divergensi -25129252680 -189766361 0 -24939486319

Data pada tabel matrix PAM diatas diperoleh dari timbul karena salah satu dari dua sebab – kegagalan
bujet usahatani yang dibahas pada subbab pasar atau distorsi kebijakan. Kegagalan pasar terjadi
sebelumnya. Perhitungan bujet privat menghasilkan apabila pasar gagal menciptakan suatu competitive
nominal yang digunakan dalam perhitungan matrix outcome dan harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar
PAM. Hal serupa juga dilakukan pada tingkat sosial. pada umumnya adalah monopoli, externality dan
Kedua nominal yang dihasilkan pada masing-masing faktor (produksi) domestik tidak sempurna.
bujet privat akan dianalisis dengan melihat distorsi Kebijakan distortif adalah intervensi pemerintah
atau divergensi antara bujet privat dan bujet sosial. yang menyebabkan harga asar berbeda dengan harga
Keuntungan privat didefinisikan sebagai pengukur efisiensinya.
daya saing pada tingkat harga aktual atau petani. Menghitung Keuntungan
Keuntungan sosial didefinsikan sebagai pengukur Menghitung keuntungan merupakan langkah
efisiensi pada tingkat harga sosial. untuk mengukur keuntungan yang dihasilkan
Divergensi Input dan Ouput Tradable usahatani dalam satu musim tanam per hektarnya.
Suatu divergensi akan menyebabkan harga Ada 2 jenis perhitungan yaitu pada tingkat petani
aktual berbeda dengan harga efisiensi. Divergensi (privat) dan pada tingkat internasional (sosial).
149
1. Keuntungan Privat (PP) satu satuan, diperlukan tambahan biaya faktr
Keuntungan privat merupakan hasil domestik sebesar 0,361 satuan. Hal tersebut
pengurangan pendapatan privat dengan biaya menggambarkan bahwa komoditas tembakau mampu
tradabel dan non-tradabel privat. Pada tabel bersaing dengan komoditas sejenis dari produk impor
matrix PAM dapat dilihat bahwa keuntungan dalam negeri maupun ekspor mancanegara.
menunjukkan angka positif sebesar Rp. Nilai DRC dan SP merupakan indikator yang
32.579.679,00/hektar. Nominal yang dihasilkan menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan
merupakan rata-rata dari penghasilan 35 sumberdaya secara ekonomi. Nilai DRC pada lokai
responden yang telah diolah. Hasil positif penelitian adalah 0,024. Nilai ini menunjukkan
keuntngan privat berarti secara finansial bahwa untuk meningkatkan nilai tambah output
kegiatan usahatani mengalami keuntungan. tembakau di Desa Sukasari sebesar satu satuan
2. Keuntungan Sosial (SP) diperlukan biaya tambahan faktor domestik sebesar
Keuntungan sosial merupakan hasil 0,024 satuan. Hal tersebut menggambarkan bahwa
pengurangan pendapatan sosial dengan biaya komoditas tembakau Desa Sukasari mampu hidup
tradabel dan non-tradabel sosial. Tabel matrix tanpa bantuan pemerintah dan memiliki peluang
PAM menunjukkan angka positif sebesar Rp. ekspor yang besar. Indikator lainnya adalah
118.298.670,00/hektar. Hal tersebut keuntungan sosial. Apabila keuntungan sosial
menunjukkan secara ekonomi pengusahaan bernilai positif maka petani menerima keuntungan
komoditas tembakau mengalami keuntungan. sosial dari biaya perhitungan sosial. Oleh karena itu,
bila dilihat dari hasil analisis DRC dan SP petani
Keuntungan yang diperoleh dari 2 tingkat harga mampu untuk mandiri tanpa ada intervensi
memiliki perbedaan yang signifikan. Pada umumnya, pemerintah.
kondisi lapangan memberikan informasi yang sesuai Dapat disimpulkan dengan melihat nilai PCR
dengan hasil perhitungan penerimaan privat. Hasil dan DRC bahwa tembakau Desa Sukasari memiliki
perhitungan tingkat sosial menunjukkan nominal keunggulan kompetitif dan komparatif.
yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan petani
menerima keuntungan yang tidak seharusnya. Menghitung Dampak Kebijakan Pemerintah
Diduga perbedaan harga tembakau penyebab distorsi Suatu kebijakan pemerintah dalam suatu
keuntungan pada kedua tingkat. aktivitas ekonomi dapat memberikan dampak positif
maupun negatif terhadap pelaku dari sistem tersebut.
Menghitung Efisiensi (Keunggulan Komparatif Kebijakan pemerintah pada sektor pertanian dapat
dan Kompetitif) menentukan keberhasilan pengembangan usaha
Daya saing dapat dilihat dari tingkat efisiensi dalam rangka meningkatkan devisa. Kebijakan dapat
yang menyebakan suatu usahatani memiliki mempengaruhi keuntungan maupun produktivitas
keunggulan kompetitif dan komparatif. Keunggulan suatu kegiatan ekonomi. Dampak kebijakan
kompetitif dihitung melalui rasio biaya privat (PCR) pemerintah dapat dilihat dari analisis matriks PAM
sedangkan keunggulan komparatif dihitung melalui melalui beberapa indikator yaitu kebijakan terhadap
rasio biaya sumber daya (DRC). output, kebijakan terhadap input, dan kebijakan
1. Rasio Biaya Privat (PCR) terhadap input-output.
Perhitungan rasio biaya privat menggunakan
nominal pada matrix PAM dengan hasil 0,361 1. Kebijakan Output
yang dimana menunjukkan usahatani tembakau a. Transfer Output (TO)
memiliki keunggulan kompetitif. Nilai transfer output menunjukkan besarnya
2. Rasio Biaya Sumber Daya (DRC) intensif masyarakat terhadap produsen. Nilai
Perhitungan rasio biaya sumber daya transfer output yang dihasilkan dari matrix PAM
menggunakan nominal pada matrix PAM sebesar negatif Rp. 717.978.648,00/hektar yang
dengan hasil 0,024 yang dimana menunjukkan berarti masyarakat mengeluarkan biaya yang
usahatani tembakau memiliki keunggulan lebih kecil, lebih kecil dari harga yang
komparatif. seharusnya dibayarkan dan produsen menerima
harga yang lebih rendah dari harga yang
Nilai PCR dan PP dalam analisis keunggulan seharusnya diterima.
kompetitif merupakan indikator yang menunjukkan b. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
tingkat efisiensi penggunaan sumberdaya dan tingkat NPCO menilai kebijakan pemerintah yang
keuntungan pengusahaan tembakau secara finansial. menghambat atau mendukung ekspor melalui
Nilai PCR sebesar 0,361 menunjukkan bahwa untuk pajak. Matrix PAM menunjukkan hasil sebesar
meningkatkan nilai tambah output tembakau sebesar 0,078 yang berarti ada kebijakan pemerintah
150
yang menghambat ekspor output yang berupa Hasil analisis menunjukkan nilai NPCI sebesar
pajak. 0,645. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kebijakan
pemerintah terhadap input mendorong peningkatan
2. Kebijakan Input daya saing komoditas tembakau di lokasi penelitian.
a. Transfer Input (TI) NPCI yang bernilai kurang dari 1 menggambarkan
Transfer input menjelaskan besaran penerimaan bahwa harga privat input tradabel
pemerintah yang ditandai positif atau negatifnya lebih rendah dibanding harga sosialnya sebesar
nominal yang dihasilkan matrix PAM. Matrix 64,5%.
PAM menunjukkan nominal sebesar negatif Rp.
5.421.896,00/hektar yang berarti kebijakan Menghitung Kebijakan Input-Output
pemerintah mengakibatkan keuntungan yang 1. Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
diterima secara finansial lebih kecil EPC menunjukkan arah kebijakan pemetintah
dibandingkan tanpa adanya kebijakan. apakah bersifat melindung atau menghambat

Input
Keuntungan
Komponen Pendapatan Keuntungan Perbandingan
Non- Privat
Tradabel Tradabel
Apresiasi 19992638736 575938800 409812500 19006887436 12331195827 154,137
Depresiasi 24540214813 494620362,7 409812500 23635781951 12331195827 191,675
produksi domestik secara efektif. Hasil matrix
b. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) PAM menunjukkan angka sebesar 0,066 yang
Hasil matrix PAM menunjukkan nominal berarti rendahnya proteksi yang diberlakukan
sebesar 0,645 yang berarti adanya hambatan pemerintah dalam sistem produksi.
ekspor yang menyebabkan produksi 2. Transfer Bersih (TB)
menggunakan input lokal. Hal ini Transfer bersih menunjukkan ketidakefisienan
mengindikasikan adanya subsidi yang diberikan dalam sistem produksi. Matrix PAM
pemerintah terhadap input tradabel sehingga menujukkan nilai transfer bersih sebesar negatif
petani mengeluarkan biaya yang lebih rendah Rp. 712.556.752,00/Hektar yang berarti adanya
dibanding biaya input tradabel sosialnya. kerugian finansial produsen yang disebabkan
3. Transfer Faktor (TF) oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada
Nilai transfer faktor menunjukkan besarnya input dan output.
subsidi terhadap input non-tradabel. Hasil 3. Koefisien Keuntungan (PC)
matrix PAM menunjukkan nominal sebesar 0 PC menunjukkan dampak kebijakan pemerintah
yang berarti tidak ada subsidi pemerintah pada terhadap keuntungan yang diterima oleh
input non-tradabel. produsen. Matrix PAM menunjukkan nilai PC
Kebijakan pemerintah dapat berupa sebesar 0,044 yang berarti kebijakan pemerintah
meningkatkan ataupun menghambat. Kebijakan itu mengakibatkan keuntungan yang diterima
berupa subsidi/pajak. Dampak kebijakan pemerintah produsen lebih besar daripada tanpa adanya
dilihat dari nilai TO dan NPCO. Secara keseluruhan kebijakan.
kebijakan pemerintah memberikan hambatan beupa 4. Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP)
pajak dilihat dari nilai NPCO sebesar 0,078 dan Matrix PAM menunjukkan nilai SRP sebesar
secara implisit terdapat transfer dari konsumen negatif 0,956 yang berarti kebijakan pemerintah
kepada produsen tembakau di Desa Sukasari. menyebabkan produsen mengeluarkan biaya
Besarnya dampak kebijakan pemerintah produksi lebih kecil dari biaya imbangan untuk
terhadap input produksi tembakau dilihat dari nilai berproduksi.
TI, NPCI dan TF. Nilai TI menunjukkan harga input
tradabel pada struktur harga privat lebih rendah Analisis Sensitivitas
dibandingkan pada struktur harga sosial. Diduga Untuk mengukur sensitivitas hasil analisis
pemerintah melakukan subsidi terhadap input terhadap berubahnya asumsi nilai tukar, digunakan
tradabel sehingga biaya input petani berkurang tetapi tiga kemungkinan nilai tukar. Sebagai basis, nilai
keuntungan pemerintah berkurang. TF memiliki nilai tukar yang dipakai adalah nilai tukar per 8 agustus
sebesar 0 yang berarti bahwa petani membayar biaya 2015 sebesar Rp. 13.604,00/Dollar. Analisis
input domestik setara dengan struktur sosialnya. sensitivitas dilakukan dengan mengukur dampak
berubahnya nilai tukar terhadap keuntungan sosial.
151
Dua kemungkinan yang digunakan adalah Rp. perusahaan pengolah tembakau akan sulit untuk
14.964,00 diumpamakan apabila nilai tukar memasarkan hasil olahan tembakaunya. Oleh karena
mengalami apresiasi dan Rp. 12.244,00 itu, petani pun akan mengurangi hasil produksi hasil
diumpamakan apabila nilai tukar mengalami tembakau dan pemasukannya pun akan berkurang1.
depresiasi. Nilai apresiasi dan depresiasi tersebut Selain itu, pembatasan iklan hasil olahan tembakau
berkisar 10 persen dari nilai tukar basis. dan area bebas rokok akan mengurangi konsumsi
Tabel 3. Matrix Kuntungan dengan Asumsi Apresiasi masyarakat terhadap rokok. Besarnya biaya input
dan Depresiasi Nilai Tukar pun akan memperkecil keuntungan yang diterima
petani.
Hasil analisis menunjukkan betapa sensitifnya Perizinan yang dimaksud adalah bahwa untuk
usahatani tembakau terhadap perubahan nilai tukar. memproduksi tembakau produsen harus memiliki
Keuntungan sosial akan menurun apabila nilai tukar izin yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-
menguat dan sebaliknya, keuntungan sosial akan undangan. Pengujian yang dimaksud adalah semakin
meningkat apabila nilai tukar menurun. Hal ini ketatnya pengedaran tembakau tanpa hasil pengujian
diakibatkan tingkat harga internasional tembakau laboratorium terakreditasi sehingga seluruh produsen
yang tinggi bilai dibandingkan dengan harga privat tembakau wajib menguji kadar kandungan yang
(petani). dimiliki tembakau yang dihasilkannya (Departemen
Kesehatan, 2012). Keadaan tersebut akan
Implikasi Kebijakan mempersulit petani-petani kecil karena kebanyakan
Hasil analisis menunjukkan petani memiliki petani yang belum mengetahui pengetahuan
keunggulan kompetitif dan komparatif apabila dilihat mengenai perizinan dan pengujian tembakau terlebih
dari keuntungan sosial dan keuntungan privat serta hal tersebut akan meningkatkan pengeluaran petani.
kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor Subsidi dan pajak pun sangat berpengaruh
tembakau dan menimbulkan ketidakefisienan pada terhadap pendapatan petani. Hal tersebut dijelaskan
input dan output tembakau. pada hasil analisis Matrix PAM yang menjabarkan
Pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan bahwa terjadi ketidakefisienan dalam sistem
terhadap faktor input dan output. Hasil analisis matix produksi. Ketidakefisienan tersebut terlihat dari
PAM menunjukkan bahwa ada beberapa poin akibat perbedaan keuntungan sosial dan keuntungan privat
penerapan kebijakan pemerintah. dan didukung dengan kondisi petani yang sulit
1. Keuntungan yang diterima pemerintah secara berkembang walaupun menurut salah satu responden
finansial lebih kecil dibandingkan tanpa adanya “tembakau jarang merugi”.
kebijakan. Pemerintah juga melakukan proteksi terhadap
2. Adanya proteksi yang menyebabkan petani bahan-bahan produksi dalam negeri. Ketentuan
menggunakan produksi dalam negeri. tentang besarnya tarif impor mendukung hasil
3. Tidak ada subsidi terhadap input non-tradabel. analisis tersebut. Tingginya tarif impor menyebabkan
4. Rendahnya proteksi terhadap sistem produksi. petani menggunakan bahan-bahan produksi dalam
5. Adanya ketidakefisienan dalam sistem produksi negeri.
karena kebijakan yang diterapkan pada input Kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai
dan output. pembatasan, perijinan, pengujian, subsidi, pajak
6. Kebijakan pemerintah menyebabkan produsen hingga proteksi secara keseluruhan menyudutkan
mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari pihak petani. Responden penelitian pun menjelaskan
biaya imbangan untuk berproduksi. bahwa banyak kebijakan pemerintah yang tidak
7. Nilai tukar memiliki tingkat sensitivitas yang mendukung petani tembakau. akan tetapi, tembakau
tinggi terhadap keuntungan sosial. masih menjadi andalan Indonesia dengan pemasukan
pajak hasil olahannya yang besar tiap tahunnya.
Pemerintah memiliki kebijakan yang ketat terhadap Dengan kata lain, walaupun kebijakan pemerintah
komoditas tembakau. Seperti yang telah dijelaskan tidak berpihak pada petani tembakau pemerintah
pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia masih membutuhkan peran petani tembakau dengan
Nomor 109 Tahun 2012 bahwa ada 3 pokok hasil olahannya. Oleh karena itu, perlu ada
pembahasan dalam peraturan pemerintah yaitu pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan yang
pembatasan, perizinan dan pengujian. Pembatasan lebih berperan netral dan saling mendukung diantara
tersebut dikenakan pada produksi tembakau sampai kedua pihak.
pada pemasaran produk olahan tembakau atau rokok. Sejauh ini petani masih terbantu oleh harga
Pembatasan ini akan mempengaruhi secara interansional tembakau yang tinggi sehingga harga
signifikan terhadap keuntungan privat para petani jual tembakau daerah pun masih bisa menutupi
karena apabila permintaan ekspor turun maka kebijakan pajak. Hasil analisis matrix PAM juga
152
menunjukkan tembakau masih memiliki keunggulan 3. Perlu adanya antisipasi pemerintah seperti
kompetitif dan komparatif. Keadaan tersebut harus diversifikasi olahan tembakau dengan
dipertahankan untuk tetap bersaing di pasar mengembangkan teknologi baru karena
internasional. tingginya tingkat harga tidak akan selamanya
PENUTUP membantu menjaga daya saing tembakau.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil DAFTAR PUSTAKA
analisis, maka kesimpulan yang diperoleh dari Abdullah, A. dan Soedarmanto. 1982. Budidaya
penelitian adalah: Tembakau. Jakarta: CV. Yasaguna
1. Usahatani tembakau di Desa Sukasari memiliki Adisewojo, R.S. 1962. Bercocok Tanaman
keunggulan kompetitif dan komparatif. Tembakau. Bandung: Sumur Bandung
Keunggulan kompetitif ditunjukkan dengan BP3K. 2011. Data Jumlah Kelembagaan Petani.
nilai PCR < 1. Nilai PCR pada hasil analisis http://bp3ktanjungsari.blogspot.com/2011/03/
adalah 0,361. Hal ini menunjukkan usahatani data-keadaan-kelompok-tani.html. diakses
tembakau memiliki keunggulan kompetitif. pada 09/05/2015 pukul 1.31
Keunggulan komparatif ditunjukkan dengan Cahya Indah Franiawati, Wan Abbas Zakaria dan
nilai DRCR < 1 yaitu 0,024 yang berarti Umi Kalsum. 2013. Daya Saing Jagung di
menunjukkan usahatani tembakau memiliki Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten
keunggulan komparatif. Lampung Timur.
2. Dampak kebijakan pemerintah dapat dilihat dari Darsono dan Ashari. 2004. Manajemen Keuangan.
nilai NPCO dan NPCI. NPCO yang didapat Yogyakarta: BPFE
sebesar 0,078 yang berarti ada kebijakan Departemen Kesehatan. 2012. Peraturan Pemerintah
pemerintah yang menghambat ekspor ouput Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012
berupa pajak. NPCI yang didapat sebesar 0,645 Tentang Pengamanan Bahan Yang
yang berarti adanya proteksi terhadap input Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
lokal dan mengindikasikan adanya subsidi Tembakau Bagi Kesehatan.
terhadap input tradabel sehingga petani (Http://Pppl.Depkes.Go.Id/_Asset/_Regulasi/
mengeluarkan biaya yang lebih rendah 47_Pp%20nomor%20109%20tahun%202012.
dibandingkan biaya input tradabel sosialnya. Pdf) diakses pada 22/08/2015
3. Secara keseluruhan kebijakan pemerintah Ini Rahmatika, Venti. 2011. Analisis Daya Saing
menyudutkan pihak petani seperti pembatasan, Kopi (Coffea sp) PT Perkebunan Nusantara IX
perijinan, pengujian dan pajak. Akan tetapi, (Persero) Kebun Getan/Assinan Kabupaten
tingginya harga tembakau dunia diduga Semarang. Surakarta
membantu meningkatkan daya saing tembakau Drs. Hendra Halwani, M.A. dan DR. H. Prijono
dalam negeri. Tjiptoherijanto. Perdagangan Internasional
Saran Pendekatan Ekonomi Mikro dan Makro.
Berdasarkan pada kesimpulan, maka saran Ghalia Indonesia: 1993
dari peneliti adalah sebagai berikut: Fendi. 2013. Pembatasan Produksi Tembakau.
1. Perlu adanya penyuluhan secara merata untuk http://www.hukumonline.com (Diakses pada
menjaga keunggulan baik kompetitif maupun tanggal 2 Maret 2015)
komparatif karena secara umum tembakau Desa Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek
Sukasari sudah memiliki daya saing sehingga Pertanian. Edisi Kedua. Universitas
langkah untuk menjaganya menjadi prioritas. Indonesia. Jakarta
Penyuluhan yang diberikan bisa berupa materi Hamidi, Hirwan. 2007. Daya Saing Tembakau
teknis budidaya maupun mengenai sudut Virginia Lombok di Pasar Ekspor. Raja Empat
pandang atau cara berpikir untuk mengetahui Halwani, Hendra & Tjitorerijanto, Prijono. 1993.
potensi yang dimiliki desa. Perdagangan Internasional: Pendekatan
2. Perlu adanya peninjauan kembali tentang Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Ghalia
kebijakan pajak yang dibebankan pada Indonesia
tembakau. Nilai NPCO yang sangat kecil Krisna Setiawan, Slamet Hartono dan Any
menunjukkan peran pajak yang sangat besar Suryantini. 2014. Analisis Daya Saing
dalam menghambat ekspor tembakau. Komoditas Kelapa di Kabupaten Kupang.
Peninjauan pajak dilakukan untuk mengetahui Kupang: Politeknik Pertanian Negeri Kupang
porsi yang tepat untuk diberikan kepada ekspor
output tembakau sehingga petani dapat Nurhayat, Wiji. 2013. Ini 6 Negara Penghasil
mengembangkan usaha tembakau. Tembaau Terbesar di Dunia.
153
www.detikfinance.com (Diakses pada tanggal
27 Februari 2015)
Pearson, S, Carl Gotsch. 2005. Aplikasi Policy
Analysis Matrix Pada Pertanian Indonesia.
Terj. SjaifulBahri (ed). Jakarta: Penerbit
Yayasan Obor Indonesia.
Pusat Data dan Sistemb Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal – Kementrian Pertanian.
2014. Ooutlook Tembakau 2014.
Saptana, Sunarsih dan Kurnia Suci Indraningsih.
2006. Mewujudkan Keunggulan Komparatif
Menjadi Keunggulan Kompetitif Melalui
Pengembangan Kemitraan Usaha
Hortikultura. Bogor: Laporan Hasil Penelitian.
Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 24
No. 1, Juli 2006 : 61 – 76.
Saptana, Supena Friyatno dan Tri Bastuti P. 2013.
Analisis Dayasaing Komoditi Tembakau
Rakyat di Klaten Jawa Tengah. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian
Simatupang, P. 1990. Comparative Advantage and
Government Protection Structure of Soybean
Production in Indonesia. Comparative
Advantage and Protection Structures of
Livestock and Feedstuff Subsector in
Indonesia (Ed. F. Kasryno and P.
Simatupang). Bogor: Center for Agrieconomic
Research, AARD.
Sudaryanto, T dan P. Simatupang. 1993. Arah
Pengembangan Agribisnis : Suatu Catatan
Kerangka Analisis dalam Prosiding Perspektif
Pengembangan Agribisnis di Indonesia.
Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian, IPB.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suwarto dan Y. Octavianty. 2010. Budidaya 12
Tanaman Perkebunan Unggulan. Jakarta:
Swadaya
Rahmatika, Venti Dini. 2011. Analisis Daya Saing
Kopi (Coffea sp) PT Perkebunan Nusantara IX
(PERSERO) Kebun Getas/Assinan Kabupaten
Semarang. Surakarta: Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Warr, P. G. 1992. Comparative Advadtage and
Protection in Indonesia. Bulletin of Indonesia
Economic Studies, 28 (3), 41-70.

154
Analisis Risiko Produksi Bunga Mawar Potong (Rosa hybrida) (Studi Kasus di
Rosalia Flowers, Desa Cihideung, Kecamatan Parompong, Kabupaten Bandung
Barat)
Risk Analysis of Roses Production (Rosa hybrida) (A case study of Rosalia Flowers in
Cihideung, Parongpong District, West Bandung Regency)
Dery Luvitasari1, Sara Ratna Qanti1
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko produksi pada bunga mawar potong
di Rosalia Flowers. Desain penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dan
teknik penelitian studi kasus. Identifikasi risiko menggunakan Fish Bone Diagram
Kata Kunci: untuk mengetahui penyebab kegagalan dan akibat terjadinya risiko berdasarkan
Analisis Risiko, sumber risiko produksi. Analisis risiko menggunakan metode FMEA (Failure Mode
Produksi, and Effect Analysis), menghasilkan risiko berdasarkan nilai RPN dan RSV tertinggi
Mawar, yang harus segera dilakukan penanganan yaitu serangan hama dan penyakit, SOP tidak
Diagram Tulang Ikan, terdokumentasikan dengan baik, kelalaian tenaga kerja dalam proses pasca panen, dan
FMEA. pengadaan bahan baku produksi yang tidak terencana. Strategi mitigasi risiko serangan
hama dan penyakit dengan melakukan perawatan dan pemeliharaan greenhouse secara
berkala. Strategi mitigasi untuk risiko SOP yang tidak terdokumentasikan dengan baik
adalah dengan membuat dokumentasi SOP untuk budidaya bunga mawar potong di
Rosalia Flowers. Strategi mitigasi untuk risiko kelalaian tenaga kerja dalam proses
pasca panen yaitu dengan mengadakan program pelatihan untuk karyawan. Strategi
mitigasi untuk pengadaan bahan baku produksi yang tidak terencana adalah dengan
membuat jadwal tanam, membuat peramalan permintaan untuk mengetahui jumlah
kebutuhan bahan baku, dan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ)
untuk mengetahui berapa jumlah bahan baku seperti pupuk, pestisida, dan bibit yang
harus dipesan agar dapat meminimumkan total biaya persediaan dan menentukan
pembelian yang optimal.

ABSTRACT

The aims of this research is to determine risk of roses production at Rosalia Flowers.
Design of this research is qualitative descriptive and case study method. Risk
identification using Fish Bone Diagram to find out the causes of the failure and the
consequent occurrence of risk based on risk of production. Risk analysis method using
Keywords: FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), resulting in a risk based on the value of
Risk Analysis, the RPN (Risk Priority Number) and RSV (Risk Score Value) the highest should be
Production, immediately to be eliminated, and those are pest and disease attack, SOP
Roses, undocumented, the omission of labor in post-harvest processes, and procurement of
Fishbone Diagram, raw materials production is not planned. Mitigation strategies risk pests and diseases
with the care and maintenance of the greenhouse at regular intervals. Mitigation
FMEA
strategies for undocumented SOP is to make the documentation of SOP for the
cultivation of roses in Rosalia Flowers. Mitigation strategies for risk neglect labor in
post-harvest processes is to implement a training program for employees. Mitigation
strategies for procurement of raw material production is not planned is to schedule
planting roses, create demand forecasting to know the amount of raw material
requirements, and using the method of Economic Order Quantity (EOQ) to find out
how many raw materials such as fertilizer, pesticides, and seeds must be ordered to be
minimising the total cost of the inventory and determine the optimal purchases.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: luvitasaridery@yahoo.com

155
PENDAHULUAN memproduksi bunga mawar, hal tersebut dapat
Subsektor hortikultura terdiri dari sayuran, dilihat pada Tabel 2.
buah-buahan, florikultura serta tanaman obat. Tabel 2.Luas Tanam, Panen, dan Produksi Tanaman
Komoditas agribisnis florikultura meliputi tanaman Mawar Menurut Kecamatan Tahun 2012
hias daun,bunga potong, serta bunga pot. Saat ini No Kecamatan Luas Luas Produksi
bunga potong merupakan bunga yang paling banyak Tanam Panen (kg)
digunakan seperti untuk acara pernikahan, (m2) (m2)
keagamaan, kelahiran, ucapan selamat sampai acara 1 Ngamprah 14.500 6.500 25.000
kematian. Fungsi tanaman hias tersebut tidak hanya 2 Parongpong 160.000 10.000 2.980.250
itu, banyak industri yang memanfaatkan tanaman 3 Lembang 165.000 80.000 1.340.000
hias sebagai bahan makanan, minuman, pewangi, 4 Cisarua 95.000 60.000 1.700.000
maupun kerajinan tertentu. Hal tersebut menjadikan Total 434.500 156.500 6.045.250
bisnis tanaman hias merupakan salah satu bisnis yang Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)
mempunyai peluang usaha yang cukup menjanjikan. Salah satu daerah di Kecamatan Parongpong
Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan yang memiliki kemajuan usaha tanaman hias dan
produksi di setiap tahunnya. merupakan sentra tanaman hias adalah Desa
Tabel 1. Luas panen, Produksi, dan Produktivitas Cihideung. Desa Cihideung merupakan ikon pusat
Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2011- agrowisata yang menampilkan pemandangan
2013 berbagai jenis bunga yang asri dan indah. Desa
Tahun
Cihideung dengan keunggulan tanaman hiasnya,
2011 2012 2013 menjadikan desa tersebut disebut sebagai “Kawasan
27.182.451 28.275.476 30.087.328
Luas Panen Wisata Bunga”. Bunga mawar merupakan tanaman
(m2)
Produksi 513.102.12 643.334.448 718.557.786
hias yang menjadi komoditi utama dan primadona di
(tangkai) 4 daerah tersebut. Mawar memiliki bentuk bunga yang
Produktivitas 191,27 210,94 228,12 indah dan nilai jual yang tinggi. Bunga mawar dari
(tangkai/m2) Desa Cihideung sangat populer di kalangan
Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Hortikultura masyarakat dan bagi turis domestik maupun
(2014). mancanegara.
Salah satu jenis bunga yang sudah dikenal Perusahaan yang membudidayakan bunga
dan banyak disukai oleh konsumen adalah mawar mawar potong di desa tersebut adalah Rosalia
(Rosa hybrida L.). Bunga mawar merupakan salah Flowers. Rosalia Flowers adalah perusahaan yang
satu komoditas agribisnis florikultura yang mempunyai lahan paling besar disekitar tempat
mempunyai nilai ekonomis tinggi dan prospek usaha tersebut dengan luas sekitar 3.850 m2. Bunga mawar
yang cerah. Hal ini dikarenakan permintaan yang potong sebagai komoditas unggulan di Rosalia
banyak, baik pasar dalam maupun luar negeri. Mawar Flowers. Target produksi perusahaan yaitu sebesar
juga merupakan salah satu bunga yang paling banyak 1400 kodi per bulan, namun hasilnya berfluktuasi di
diminati masyarakat karena penampilannya yang setiap bulannya. Hal tersebut dapat dilihat di Tabel 3.
cantik dan indah serta aromanya yang harum dan Tabel 3. Produksi Bunga Mawar Potong di Rosalia
khas, sehingga dijuluki queen of flower. Bunga Flowers Tahun 2015
mawar dapat dibudidayakan menjadi bunga potong, Persentase
Target Produksi
bunga pot, dan tanaman penghias taman. Bagi para No. Bulan Grade
(Kodi) (Kodi)
produsen bunga potong mawar di Indonesia, bunga (A,B) (C)
potong mawar merupakan salah satu pilihan utama 1 Januari 1400 1610 70% 30%
untuk ditanam, selain karena merupakan salah satu 2015
primadona bunga potong, bunga mawar bersifat 2 Februari 1400 1359 68% 32%
universal yang diminati oleh semua kalangan baik 2015
3 Maret 1400 1641 70% 30%
remaja, dewasa dan orang tua.
2015
Jawa Barat merupakan sentra produksi
4 April 1400 1710 80% 20%
bunga mawar potong. Salah satu daerah yang 2015
memiliki luas panen dan produksi terbesar di Jawa 5 Mei 2015 1400 1418 82% 18%
Barat adalah Kabupaten Bandung Barat. Kabupaten Sumber : Rosalia Flowers (2015)
Bandung Barat menyumbangkan sebanyak 72,8 Fluktuasi yang terjadi diakibatkan oleh
persen dari total produksi mawar di Jawa Barat. proses perencanaan dan pemeliharaan dalam
Kecamatan parongpong merupakan kecamatan di kegiatan produksi yang kurang optimal. Menurut
Kabupaten Bandung Barat yang paling banyak dalam Kountur (2004) risiko produksi sangat penting untuk

156
diperhatikan karena pengelolaan risiko yang tidak nilai ekonomis tinggi dan prospek usaha yang cerah.
baik akan menimbulkan kerugian yang sangat besar Rosalia Flowers merupakan salah satu usaha dalam
dan menyebabkan terganggunya keseluruhan bidang agribisnis yang memproduksi bunga mawar
aktivitas bisnis pada suatu perusahaan atau usahatani. potong. Dalam proses produksinya Rosalia Flowers
Adanya fluktuasi produksi yang terjadi di Rosalia dihadapkan pada kendala fluktuasi produksi
Flowers menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji komoditas bunga mawar potong sehingga
dan menjadi alasan untuk melakukan penelitian. mengindikasikan adanya risiko produksi. Penelitian
Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis dan ini menggunakan fishbone untuk mengindentifikasi
mengelola risiko produksi dalam usahatani bunga sumber-sumber yang menyebabkan risiko produksi.
mawar potong di Rosalia Flowers, sehingga dapat Penilaian risiko menggunakan FMEA (Failure Mode
diambil keputusan yang tepat untuk dapat and Effect Analysis) dengan memberikan nilai/score
menghindari atau mengurangi risiko yang dihadapi pada setiap sumber risiko tersebut untuk selanjutnya
oleh perusahaan tersebut. diberikan strategi pengendalian risiko yang baik
untuk Rosalia Flowers. Kerangka pemikiran dapat
KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP dilihat pada Gambar 1.
Bunga mawar merupakan salah satu
komoditas agribisnis florikultura yang mempunyai

Gambar 1. Kerangka Pemikiran.

METODE PENELITIAN menganalisis risiko produksi bunga mawar potong


Desain penelitian yang digunakan adalah menggunakan analisis FMEA (Failure Mode and
metode kualitatif deskriptif. Untuk mengindentifikasi Effect Analysis). Teknik penelitian yang digunakan
sumber-sumber risiko menggunakan Fishbone dan adalah studi kasus. Penentuan sumber data/informasi

157
dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan Sementara kelembaban udara yang dibutuhkan untuk
pertimbangan karena anggapan bahwa informan budidaya mawar adalah 70-80%, suhu 16-300C, dan
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan curah hujan berkisar 1500-3000 mm/tahun (Dirjen
yang menjadi sumber informasi mengenai penelitian Hortikultura).
ini. Rosalia Flowers memiliki luas lahan sebesar
Data yang digunakan dalam penelitian ini 3.850m2 yang terdiri dari tiga greenhouse dan lahan
adalah data primer dan data sekunder. Teknik untuk pembibitan. Status lahan yang dimiliki adalah
pengumpulan data diperoleh dari observasi, lahan milik pribadi sehingga tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk sewa lahan. Modal yang
wawancara, dan studi pustaka. Data primer diperoleh
digunakan untuk memulai usahatani bunga mawar
melalui pengamatan langsung, pencatatan, dan
adalah modal pribadi sebesar Rp 350.000.000.
wawancara dengan pemilik perusahaan dan manajer Struktur organisasi di Rosalia Flowers
bagian produksi di Rosalia Flowers. Pemilik dipimpin oleh pimpinan utama yang membawahi
perusahaan dipilih karena dianggap paling bagian produksi, bagian pemasaran, dan bagian
mengetahui tentang kondisi perusahaan pada saat ini keuangan. Bagian produksi dan pemasaran masing-
dengan menyuluruh, dan manajer produksi dipilih masing memiliki tenaga kerja yang turut membantu.
karena dianggap mengetahui informasi mengenai Pembagian tugas dan wewenang di Rosalia Flowers
penyebab-penyebab adanya risiko produksi pada dilakukan secara informal. Sehingga meskipun
perusahaan dengan menyeluruh. Data sekunder terdapat tugas masing-masing, namun semua bagian
diperoleh dari berbagai sumber data penunjang, di Rosalia Flowers ikut turun langsung dalam
seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen kegiatan bisnis, khususnya membantu pada proses
Pertanian, perpustakaan serta situs-situs yang terkait produksi.
dengan penelitian dan literatur yang relevan.
IDENTIFIKASI RISIKO
HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber risiko merupakan sumber utama
Rosalia Flowers terletak di Desa Cihideung, penyebab terjadinya suatu kegagalan. Indikasi
Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, adanya risiko produksi ditunjukkan oleh adanya
Jawa Barat. Secara geografis Desa Cihideung berada fluktuasi atau variasi jumlah produksi ataupun
pada dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 meter di produktivitas yang dihasilkan (Ercilia, 2013). Hal ini
atas permukaan laut. Ketinggian tersebut cocok tampak terlihat jelas pada jumlah produksi di Rosalia
untuk budidaya bunga mawar potong. Suhu udara Flowers yang mengalami fluktuasi. Sumber risiko
rata-rata di Rosalia Flowers adalah 20-35oC. produksi di Rosalia Flowers diidentifikasi
Banyaknya curah hujan adalah sebesar 3.500-5.000 menggunakan diagram sebab-akibat (fishbone
mm per tahun, dengan kelembaban udara 84,63%. diagram). Bagian dari kepala ikan yang berada
Bunga mawar memerlukan penyinaran matahari 5-6 disebelah kanan adalah masalah atau topik yang akan
jam setiap harinya. Berdasarkan besarnya suhu, curah di cari tahu penyebabnya. Pada bagian tulang ikan
hujan dan kelembaban udara di lokasi tersebut (garis diagonal) berisi kategori yang bisa
kurang baik untuk budidaya mawar potong karena berpengaruh terhadap risiko produksi yang
memiliki curah hujan dan kelembaban yang tinggi. merupakan sebab utama. Garis-garis kecil dari garis
diagonal adalah sub-sebab.

Gambar 2. Fish Bone Diagram


158
Sumber risiko produksi di Rosalia Flowers tinggi. Selain itu perencanaan jadwal tanam yang
diidentifikasi berdasarkan faktor internal dan faktor kurang baik, masa produktif untuk bunga mawar
eksternal. Faktor internal di kategorikan menjadi adalah sekitar 3-5 tahun dan harus segera dilakukan
manusia, metode, manajemen dan material. penggantian dengan tanaman mawar yang baru,
Sedangkan faktor eksternal dikategorikan menjadi namun Rosalia Flowers sudah 6 tahun tidak
lingkungan. melakukan pergantian terhadap bunga mawar
Manusia merupakan faktor internal yang tersebut.
berperan penting dalam proses produksi. Kendala
yang terjadi di Rosalia Flowers adalah kedisiplinan, ANALISIS RISIKO
kelalaian, dan keterampilan tenaga kerja. Setelah dilakukan identifikasi risiko dengan
Kurang sesuainya lingkungan tumbuh bunga menggunakan fishbone diagram, maka langkah
mawar potong di Rosalia Flowers juga menjadi selanjutnya adalah melakukan analisis risiko
risiko, seperti suhu udara, kelembaban, dan curah menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect
hujan yang tinggi. Hal tersebut juga akan memicu Analysis). Pada Tabel 4 terdapat jumlah skor untuk
terhadap pertumbuhan hama dan penyakit yang kejadian, skor keparahan, dan skor kemampuan
menyerang bunga mawar potong di Rosalia Flowers. mendeteksi yang berisikan permasalahan penyebab
Selain itu angin kencang yang sering terjadi di kegagalan yang merupakan risiko produksi bunga
Rosalia Flowers menjadi risiko karena akan merusak mawar potong di Rosalia flowers.
fasilitas-fasilitas produksi, seperti greenhouse. Tabel 4. Skor Kejadian, Skor Keparahan, dan Skor
Kategori metode merupakan sumber risiko Deteksi pada Risiko Produksi Bunga
internal dari risiko produksi. Risiko yang dihadapi Mawar Potong di Rosalia Flowers
yaitu ketidaksesuaian jumlah pestisida dengan
kebutuhan tanaman, karena pestisida yang diberikan
dicampurkan secara keseluruhan tidak sesuai dengan
kebutuhan dari tanaman tersebut. Selain itu SOP
yang diterapkan tidak terdokumentasikan dengan
baik, dan ketidaksesuaian jumlah air yang diberikan
karena perusahaan tersebut kesulitan untuk
mendapatkan air.
Kategori material merupakan faktor internal
dari proses produksi. Greenhouse merupakan salah
satu fasilitas produksi di Rosalia Flowers. Apabila
greenhouse mengalami kerusakan maka fungsi
greenhouse untuk menghindari dan memanipulasi
kondisi lingkungan akan terganggu, sehingga akan
menurunkan kualitas dan kuantitas tanaman. Material
harus dikontrol secara kontinu agar proses produksi
menjadi optimal. Kerusakan greenhouse diakibatkan
oleh kurangnya pemeliharaan dan perlakuan Setelah dilakukan rincian mengenai risiko
pembaharuan secara berkala. Selain itu Saluran air produksi di Rosalia Flowers, kemudian dilakukan
yang tersumbat sering terjadi di Rosalia Flowers hal analisis mengenai beberapa risiko yang memiliki
tersebut akan berisiko bagi proses produksi nilai RPN dan RSV yang tertinggi. RPN dihitung
khususnya apabila sedang musim penghujan dengan untuk mengetahui nilai prioritas risiko yang harus
curah hujan yang tinggi. Saluran tersebut tersumbat segera ditangani. RSV dihitung untuk mengetahui
oleh sisa-sisa daun yang rontok atau sisa-sisa daun nilai penyebab risiko yang paling tinggi di Rosalia
dari proses pemangkasan yang tidak terbuang. Flowers. Risiko yang memiliki nilai RPN paling
Kendala Rosalia Flowers dalam hal tinggi merupakan penyebab yang berpengaruh
manajemen yaitu pemberian tugas dan wewenang terhadap seluruh aktivitas yang terjadi di Rosalia
yang kurang jelas, sehingga semua pekerjaan yang Flowers
ada dikerjakan oleh seluruh bagian yang ada di
Rosalia Flowers, sehingga tidak dapat fokus dengan
tugas dan wewenangnya masing-masing. Pengadaan
input produksi yang tidak terencana juga menjadi
risiko, hal tersebut meliputi tidak adanya jadwal
khusus untuk pembelian input produksi sehingga
biaya untuk membeli input produksi menjadi lebih
159
Tabel 5. Risk Priority Number (RPN) Tertinggi dari untuk Risk Priority Number (RPN) dan Risk Score
Risiko Produksi Bunga Mawar Potong di Value (RSV) adalah sebagai berikut:
Rosalia Flowers

Tabel 6. Risk Score Value (RSV) Tertinggi dari


Risiko Produksi Bunga Mawar Potong di Gambar 3. Grafik Pareto Risk Priority Number
Rosalia Flowers

Gambar 4. Grafik Pareto Risk Score Value


Berdasarkan tabel 5 dan tabel 6
memperlihatkan perhitungan RPN dengan nilai
Menurut prinsip pareto dengan aturan 80/20
tertinggi yang berarti merupakan permasalahan yang
menggambarkan bahwa 80% kejadian risiko yang
memiliki prioritas lebih besar untuk segera dilakukan
muncul berasal dari 20% agen risiko yang
penanganan dan RSV dengan nilai tertinggi
menyebabkannya. Oleh karena itu berdasarkan grafik
merupakan penyebab paling tinggi terjadinya suatu
pareto dari nilai RPN dan RSV akan ditentukan risiko
kegagalan. RPN dan RSV yang paling tinggi adalah
terpilih yang termasuk kedalam 20% penyebab utama
serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan
munculnya risiko yang terjadi adalah serangan hama
penyakit akan menimbulkan banyak kerugian bagi
penyakit dan SOP yang tidak terdokumentasikan
perusahaan. Kerugian yang dialami perusahaan mulai
dengan baik.
dari gagal panen, jumlah produksi menurun,
Berdasarkan pada grafik pareto yang telah
kerusakan pada fisik sehingga akan terjadi penurunan
ditentukan, nilai kritis untuk Risk Priority Number
nilai ekonomis dari bunga tersebut, dan pertumbuhan
(RPN) adalah 357 dan nilai kritis untuk Risk Score
tanaman akan terganggu.
Value (RSV) adalah 56. Sehingga dibuat diagram
Berdasarkan nilai RPN dan RSV yang
pencar (scatter plot) untuk Risk Priority Number
tertinggi kemudian langkah selanjutya adalah
(RPN) dan Risk Score Value (RSV) dengan tujuan
membuat Grafik Pareto. Analisis Pareto digunakan
untuk menemukan persimpangan kedua nilai kritis.
untuk memperjelas risiko mana yang menjadi
Risiko dengan nilai tertinggi dapat segera diambil
prioritas dan penyebab risiko paling tinggi yang
pencegahannya terlebih dahulu. Diagram pencar
menyebabkan terjadinya kegagalan. Grafik Pareto
dapat dilihat pada Gambar 5.

160
Gambar 5. Pengelompokkan Risiko Berdasarkan RPN dan RSV

Daerah kanan atas merupakan risiko dengan biaya kecelakaan kerja, dan membantu karyawan
kemungkinan terjadi dan keparahan yang besar serta dalam peningkatan dan pengembangan pribadi.
kemampuan dekteksi yang rendah karena memiliki Strategi mitigasi untuk masalah pengadaan
RPN dan RSV yang tinggi, sehingga merupakan input produksi yang tidak terencana adalah dengan
risiko mendesak yang memerlukan penanganan melakukan peramalan permintaan dengan melihat
secepatnya. Pada daerah tersebut terdapat empat pola data kebutuhan bahan baku produksi,
risiko yang terdiri dari serangan hama dan penyakit, sebelumnya dilakukan penjadwalan tanam untuk
SOP tidak terdokumentasikan dengan baik, kelalaian bunga mawar potong. Selanjutnya menggunakan
tenaga kerja dalam proses pasca panen, dan metode Economic Order Quantity (EOQ) untuk
pengadaan bahan baku yang tidak terencana. Risiko- mengetahui berapa jumlah bahan baku seperti bibit,
risiko tersebut merupakan yang paling kritis karena pupuk, dan pestisida yang harus dipesan, metode ini
memiliki dampak yang besar terhadap kelangsungan dapat meminimumkan total biaya persediaan dan
produksi bunga mawar potong di Rosalia Flowers. menentukan pembelian yang optimal.

STRATEGI MITIGASI RISIKO PENUTUP


Strategi mitigasi untuk mengurangi serangan Sumber-sumber risiko yang terdapat di
hama dan penyakit dengan melakukan perbaikan dan Rosalia Flowers dilihat dari faktor eksternal dan
pemeliharaan/perawatan greenhouse secara berkala, internal. Faktor internal di kategorikan menjadi
penambahan fasilitas dan melengkapi greenhouse manusia, metode, manajemen dan material.
dengan pemasangan indikator kelembaban, dan alat Sedangkan faktor eksternal dikategorikan menjadi
pengukur suhu. lingkungan. Berdasarkan diagram pencar terdapat
Strategi mitigasi untuk SOP yang tidak risiko yang harus diprioritaskan yaitu serangan hama
terdokumentasikan dengan baik adalah dengan dan penyakit, SOP tidak terdokumentasikan dengan
membuat dokumentasi SOP budidaya mawar potong baik sebesar, kelalaian tenaga kerja pada saat proses
di Rosalia Flowers. Dengan mendokumentasikan pasca panen, dan pengadaan bahan baku produksi
SOP dengan baik akan menghasilkan kualitas dan tidak terencana.
teknis yang konsisten dan sesuai dengan kebutuhan Strategi mitigasi risiko eksternal yaitu
perusahaan untuk tetap bersaing di dunia bisnis serangan hama dan penyakit dengan melakukan
bunga mawar potong. perawatan dan pemeliharaan greenhouse secara
Strategi mitigasi untuk risiko kelalaian berkala, serta penambahan fasilitas dan melengkapi
tenaga kerja dalam proses pasca panen yaitu dengan greenhouse dengan pemasangan indikator
mengadakan program pelatihan untuk karyawan. kelembaban, dan alat pengukur suhu. Strategi
Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan mitigasi untuk SOP tidak terdokumentasikan dengan
kuantitas dan kualitas produktivitas, membentuk baik adalah dengan membuat dokumentasi SOP
sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih untuk budidaya bunga mawar potong di Rosalia
menguntungkan, memenuhi kebutuhan perencanaan Flowers, dengan mendokumentasikan SOP dengan
sumber daya manusia, mengurangi frekuensi dan baik pihak perusahaan akan memiliki perencanaan
161
yang lebih strategis yaitu efisiensi pada setiap proses
kerja dalam setiap unit kerja di perusahaan Rosalia
Flowers.
Strategi mitigasi untuk risiko kelalaian
tenaga kerja dalam proses pasca panen yaitu dengan
mengadakan program pelatihan untuk karyawan,
dengan menggunakan metode on the job training.
Strategi mitigasi untuk pengadaan bahan baku
produksi yang tidak terencana adalah dengan
membuat jadwal tanam bunga mawar, membuat
peramalan permintaan untuk mengetahui jumlah
kebutuhan bahan baku, dan menggunakan metode
Economic Order Quantity (EOQ) untuk mengetahui
berapa jumlah bahan baku seperti pupuk, pestisida,
dan bibit yang harus dipesan agar dapat
meminimumkan total biaya persediaan dan
menentukan pembelian yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Produksi
Hortikultura. http://bps.go.id (diakses
pada tanggal 5 Desember 2014).
Darmawi, Herman. (2006). Manajemen Risiko.
Jakarta: Bumi Aksara.
Fahmi, Irham.(2010). Manajemen Risiko: Teori,
Kasus, dan Solusi. Bandung: Alfabeta.
Harwood, J.; Heifner, R.; coble, K.; Perry, J. and
Somwaru, A. Managing Risk in
Farming:Concepts,Research, and
Analysis. USA.
Kountur R. (2004). Manajemen Risiko: Memahami
Cara Mengelola Risiko Operasional
Perusahaan. Jakarta: PPM.
Situngkir, Ercilia. (2013). Analisis Sumber-Sumber
Risiko pada Proses Produksi Jamur
Tiram Putih. Institut Pertanian Bogor.

162
Pelaksanaan Program Desa Wisata Ketahanan Pangan (DEWITAPA)
Cireundeu (Studi Kasus di Kampung Adat Cireundeu, Kecamatan Cimahi
Selatan, Kota Cimahi)
Implementation of Food Security Tourism Village Cireundeu (Case Study at Cireundeu
Village, South Cimahi Sub District, Cimahi District
Dessy Silviani1, Anne Charina2
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi program terlaksana dan tidak
terlaksana pada DEWITAPA Cireundeu. Selain itu, akan dicari kendala dari
pengembangan DEWITAPA Cireundeu. Desain penelitian yang digunakan adalah
Kata Kunci: kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Informan ditentukan dengan sengaja
Cireundeu, (purposive). Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis data
DEWITAPA, menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan
program, program DEWITAPA terdiri dari program terlaksana dan tidak terlaksana. Program
kendala, yang terlaksana antara lain sosialisasi dan FGD DEWITAPA, peningkatan
wisata kelembagaan lokal serta penguatan nilai tambah produk olahan dan kewirausahaan.
Program tidak terlaksana antara lain pola kemitraan, pemetaan wilayah, penataan seni,
promosi dan launching DEWITAPA. Program yang tidak sepenuhnya terlaksana
berdampak pada Cireundeu yang belum siap menjadi sebuah kawasan wisata. Kendala
yang dihadapi oleh Cireundeu sebagai sebuah kawasan wisata antara lain sarana dan
prasarana, keterlibatan masyarakat sekitar, promosi yang belum dilakukan, serta
keterlibatan pihak swasta maupun pemerintah.

ABSTRACT

The objective of this research to identify programs implemented and not implemented
in DEWITAPA Cireundeu. Moreover, it will look for the constraints of development
DEWITAPA Cireundeu.. The research design used qualitative method specifically the
case study technique. This research was conducted in Cireundeu Village, South Cimahi
Keywords: Sub District, Cimahi District. Informants were selected purposively. The data used
Cireundeu, primary and secondary data. The data was analyzed by using descriptive analysis.The
DEWITAPA, result showed that the implementation of the program consists of courses DEWITAPA
program, implemented and not implemented. The program has been completed including
constraints, socialization and FGD DEWITAPA, local institutional improvement and
tourism strengthening value-added processed products and entrepreneurship. The program
was not implemented, among others, a partnership, regional mapping, the
arrangement of art, promotion and launching DEWITAPA. Programs that do not fully
materialize impact on Cireundeu not yet ready to become a tourism area. Constraints
faced by Cireundeu as a tourism area among other facilities and infrastructure,
involvement of local communities, the promotion of which has not been done, and the
involvement of the private sector and government.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: silvianidessy@ymail.com

163
PENDAHULUAN Jenis Bahan
Sat. 2010 2011 2012 2013
Salah satu komoditas pangan yang mempunyai Makanan
arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia adalah Beras
Kg 1,733 1,721 1,675 1,642
lokal/ketan
beras, karena beras merupakan makanan pokok
Jagung
hampir sebagian besar penduduk Indonesia. Hampir Basah Kg 0,018 0,012 0,011 0,011
97% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras dengan kulit
sebagai makanan pokok utama. Hal ini Jagung
mengindikasikan ketergantungan terhadap beras pocelan/ Kg 0,030 0,023 0,029 0,025
pipilan
sangat tinggi (Louhenapessy, dkk.2010).
Ketela Pohon Kg 0,097 0,111 0,069 0,067
Konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia Ketela
tahun 2013 mencapai 97,4 kg/kapita/tahun. Kg 0,044 0,055 0,045 0,045
Rambat
Meskipun cenderung mengalami penurunan jumlah Sumber: Badan Pusat Statistika (2013)
rata-rata konsumsi dari tahun ke tahun, namun Kampung Adat Cireundeu dihuni oleh
Indonesia masih merupakan negara dengan tingkat masyarakat yang menganut kepercayaan sunda
konsumsi beras tertinggi pertama di Asia. Konsumsi wiwitan yang masih menjalankan tradisi leluhur.
Beras di Korea mencapai 40 kg/perkapita/tahun, Budaya dan kesenian sunda masih dilestarikan oleh
Jepang 50 kg/kapita/thn, Malaysia 80 kg/kapita/thn masyarakat Cireundeu hingga sekarang. Masyarakat
dan Thailand 70 kg/kapita/thn. Tingginya angka adat menjalankan tradisi leluhur dalam kehidupan
konsumsi beras nasional dikarenakan beras sehari-hari tidak terkecuali pada sistem pertanian.
merupakan budaya pangan yang sudah mendarah Berbagai ritual dilakukan pada saat setiap kegiatan
daging di kalangan masyarakat Indonesia. Pada agraris dari mulai penanaman singkong hingga
Tabel 1 disajikan data perkembangan konsumsi kegiatan pasca panen.
bahan makanan yang mengandung beras di rumah Masyarakat Cireundeu memenuhi kebutuhan
tangga. pangan masyarakatnya dari hasil budidaya singkong
Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Bahan Makanan dengan memanfaatkan lahan yang ada di sekitarnya.
yang Mengandung Beras di Indonesia Hasil panen singkong tersebut digunakan untuk
Tahun Konsumsi Pertumbu memenuhi lumbung singkong tiap keluarga terlebih
(kg/kapita/ (kg/kapita/ han dahulu, jika ada sisa barulah dijual keluar.
minggu) tahun)
2002 2,0656 107,7057
Masyarakat tidak menjual singkong dalam bentuk
2003 2,0789 108,4018 0,65 segar namun diolah dulu menjadi RASI, tepung aci
2004 2,0520 106,9991 -1,29 maupun opak. Kebutuhan masyarakat akan singkong
2005 2,0190 105,2770 -1,61 selalu terpenuhi bahkan masyarakat bisa menjual
2006 1,9945 103,9980 -1,21 olahan singkong tersebut ke luar daerah. Hal tersebut
2007 1,9188 100,0507 -3,80 menjadikan Kampung Adat Cireundeu sebagai Desa
2008 2,0116 104,8909 4,84
2009 1,9603 102,2146 -2,55
Mandiri Pangan.
2010 1,9321 100,7453 -1,44 Kampung Adat Cireundeu memiliki banyak
2011 1,9728 102,8661 2,11 keunikan yang dapat dijadikan sebagai daya tarik
2012 1,8727 97,6455 -5,08 masyarakat luar untuk berkunjung ke Cireundeu.
2013 1,8680 97,4045 -0,25 Keunikan Kampung Adat Cireundeu yang berbeda
Sumber: SUSENAS, BPS diolah Pusdatin (2013) dari desa lainnya antara lain: budaya mengkonsumsi
Image atau citra bahwa pangan hanya singkong yang dilakukan sejak 1918, merupakan
disimbolkan dengan beras semata merupakan inti Desa Mandiri Pangan dengan komoditas songkong,
permasalahannya. Masyarakat Indonesia dominan dihuni oleh masyarakat adat sunda wiwitan yang
mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok. Disisi masih melestarikan tradisi leluhur, memiliki atraksi
lain masih banyak sumber panganyang berpotensi kesenian sunda yang bernilai seni tinggi, serta
menggantikan beras. Contohjagung, kentang, ubi terdapat beberapa olahan yang berpotensi untuk
jalar, sagu, dan masih banyak alternatif lainnya yang dikembangkan.
nilai gizinya tidak kalah dengan beras. Pola konsumsi Beragam keunikan yang ada di Kampung
beras yang tinggi dibandingkan pangan alternatif lain Cireundeu belum banyak dikenal oleh masyarakat
disajikan dalam tabel 2. luar Cireundeu. Oleh sebab itu, dibutuhkan peran dari
Tabel 2. Rata-Rata Konsumsi per Kapita Seminggu pihak luar untuk membantu mengembangkan potensi
beberapa macam Bahan Pangan Pokok 2010-2013 tersebut serta memberitahukannya kepada
masyarakat luas. Sehingga peran Pemerintah Kota
dibutuhkan dalam pengembangan serta
penyebarluasan keunikan yang dimiliki oleh
Cireundeu.
164
Pemerintah Kota Cimahi melihat keunikan singkong sebagai makanan pokok serta
Cireundeu sehingga Cireundeu diarahkan menjadi masyarakatnya yang kental dengan budaya sunda.
sebuah kawasan wisata. Melihat potensi dan Kampung Adat Cireundeu dikenal dengan
keunikan Cireundeu Pemkot Cimahi menjadikan budaya mengkonsumsi beras singkong (RASI) yang
Cireundeu sebagai Desa Wisata Ketahanan Pangan. masih dipertahankan dan harus disebarluaskan
Cireundeu belum siap untuk dijadikan sebuah pemanfaatannya. Selain Kampung Adat Cireundeu,
kawasan wisata, sehingga dibutuhkan program beberapa Desa Wisata yang memiliki potensi dari
pembangunan dan pengembangan daerah untuk segi pangan lokal antara lain dapat dilihat pada Tabel
dijadikan kawasan wisata. Pemkot Cimahi 4.
melakukan perencanaan program kerja DEWITAPA
Tabel 2. Desa Wisata yang Memiliki Potensi Pangan
yang kemudian diaplikasikan di Cireundeu.
Lokal
Pembangunan Desa Wisata Ketahanan Pangan
merupakan program kerja 3 tahun yang mulai Potensi
Desa Wisata Lokasi Pangan Olahan
dilakukan pada tahun 2010. Program DEWITAPA Pangan
Brownies ketela,
Cireundeu melibatkan beberapa pihak antara lain tape singkong,
Pemkot Cimahi, UNPAD, UNJANI serta masyarakat Desa Wisata Ketela
Sleman keripik belut
Rumah Dome pohon
Cireundeu. Pada pelaksanaanya, program kerja daun singkong,
DEWITAPA terdapat beberapa program yang tidak dll
Desa Wisata Balok ketela,
terlaksana. Ketela,
Pagergunung Magelang marning jagung,
Setelah adanya pengembangan kawasan Jagung
Ngablak ceriping ketela
wisata, kini Cireundeu bisa menjadi salah satu Desa Wisata Gunung Jantung Gudeg jantung
alternatif untuk melakukan wisata budaya. Wisata Jelok Kidul pisang pisang
budaya merupakan salah satu wisata yang cukup Sumber: Diolah Penulis (2015)
menarik, karena budaya dari setiap daerah memiliki Program pengembangan DEWITAPA yang
ciri khas sendiri.Tabel 3 di bawah ini menunjukan belum tunas pun akan berdampak pada kurang
desa wisata budaya berupa kampung adat di Jawa optimalnya pengembangan Cireundeu menjadi
Barat. sebuah kawasan wisata. Sehinga akan diteliti lebih
lanjut kendala pengembangan Cireundeu sebagai
Tabel 1.Wisata Kampung Adat di Jawa Barat kawasan wisata yang dapat menjadi acuan untuk
No. Nama Kampung Adat Lokasi pembenahan Kampung Adat Cireundeu.
1 Kampug Urug Kab. Bogor
2 Kampung Ciptagelar Kab. Sukabumi BAHAN DAN METODE
3 Kampung Adat Mahmud Kab. Cipatik
4 Kampung Pulo Kab. Garut
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Adat
5 Kampung Naga Kab. Tasik Cireundeu, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
6 Kampung Kuta Kab. Ciamis Barat. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif
7 Kampung Dukuh Kab. Garut dan teknik penelitian studi kasus.
8 Kampung Gede Kasepuhan Kab. Sukabumi Pengumpulan data dilakukan dengan
Ciptagelar
menggunakan alat bantu berupa panduan wawancara,
9 Kampung Adat Sirna Resmi Kab. Sukabumi
10 Kampung Adat Cireundeu Kab. Cimahi observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Penelitian
Sumber: disparbud.jabarprov.go.id ini menggunakan analisis deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beragam kampung adat yang tersebar di Jawa 1. Tahapan Pembentukan DEWITAPA
Barat memiliki keunikan atau potensi sendiri. Program DEWITAPA dilakukan sejak tahun
Beberapa diantaranya seperti Kampung Naga yang 2010 dengan pelaksanaan program dibagi kedalam 3
mempertahankan bentuk bangunan rumah yang tahapan. Kegiatan pada pelaksanaan tahun ke satu
terbuat dari kayu, bambu, atap dan ijuk serta difokuskan pada kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
mempertahankan salah satu tradisi yaitu Upacara di beberapa bidang sebagai hasil dari identifikasi
Gusaran.2 Kampung Adat Ciptagelar yang masih masalah yang diperoleh pada kegiatan Forum Grup
mempertahankan tradisi terutama upacara adat pada Diskusi. Kegiatan utama yang dilakukan di kampung
saat menanam padi.3 Sedangkan Kampung Adat ini terutama menyangkut peningkatan nilai tambah
Cireundeu memiliki keunikan yaitu budaya ekonomi terhadap pangan pokok masyarakat, yaitu
masyarakat yang mengolah dan menjadikan Rasi. Berikut merupakan tahapan program
pembangunan DEWITAPA:
2 3
Maulana, Rizal. 2015. Keunikan Wisata Kampung Naga Anonim. 2012. Masyarakat Adat Desa Ciptagelar.
di Tasikmalaya. log.viva.co.id (Diakses pada Maret 2015). wacananusantara.org (Diakses pada Maret 2012).

165
mengenai program Desa Ketahanan Pangan di
TAHAP 1 Kampung Cireundeu. Hasil kegiatan Sosialisasi dan
 Identifikasi Masalah FGD menunjukan bahwa respon masyarakat cukup
 Pembentukan Kelompok tinggi terhadap program DEWITAPA.
 Transfer Tekhnologi
 Pola Kemitraan/ Jejaring 2. Peningkatan Kelembagaan Lokal untuk
 Penguatan nilai tambah DEWITAPA Cireundeu
produk olahan dan Dalam kegiatan ini dikembangkan kelompok-
kewirausahaan
kelompok usaha yang terdiri dari kelompok
pengolahan pangan, budidaya ikan, ternak, dan
PROGRAM
DEWITAPA
TAHAP 2 pertanian. Kelembagaan dalam bentuk kelompok
 Pemetaan wilayah dan
Site Plan kampung wisata lokal pada DEWITAPA diharapkan dapat melakukan
 Penguatan kepastian aktivitas dengan menjalankan fungsi manajemen,
hukum sehingga tujuan kelompok dapat diraih. Jenis
 Penataan seni-budaya
 Penyusunan Grand Design
kegiatan yang dilakukan antara lain berupa pelatihan
DEWITAPA atau workshop dan pendampingan.
 Merancang Penyediaan Peningkatan kelembagaan lokal bidang
Komponen Wisata
pangan memiliki tema Diversifikasi Pangan yang
Berasal dari Rasi. Pelatihan pengolahan pangan
TAHAP 3 berbahan Rasi diberikan dalam bentuk buku resep
 Komersialisasi dan Promosi yang berisi resep produk yang dibuat dengan bahan
Home Industry dasar Rasi. Hasil nya ialah lebih dari 10 jenis produk
 Promosi DEWITAPA
 Uji Coba Kunjungan Wisata
inovasi telah dihasilkan dengan produk unggulan egg
ke DEWITAPA roll. Ada juga pelatihan pengemasan dilakukan untuk
 Perbaikan dan Perancangan memperbaiki kemasan produk yang sudah ada dan
Kesinambungan
DEWITAPA
membuat design yang lebih menarik.
 Launching DEWITAPA Aktivitas yang dilakukan dalam peningkatan
kelembagaan bidang peternakan antara lain ialah
peningkatan pengetahuan dan kemampuan dalam
Gambar 1. Tahapan Program DEWITAPA
bidang breeding, feeding, dan management budidaya
Cireundeu
Program yang terlaksana maupun ada program kambing perah PE serta peningkatan hasil panen.
Namun budidaya kambing perah PE tidak terlepas
yang tidak terlaksana. Dapat dilihat pada Tabel 15
dari kendala, dimana kendala utamanya ialah soal
program yang terlaksana dan program tidak
pakan ternak.
terlaksana pada pelaksanaan pembangunan
DEWITAPA Cireundeu: Program peningkatan kelembagaan lokal
khususnya bidang pangan melahirkan 1 kelompok
Tabel 3. Status Program Pembangunan unit usaha tambahan dan menciptakan beberapa
DEWITAPA inovasi produk olahan singkong. Sekitar 10 jenis
No. Program Status produk inovasi telah dihasilkan dan Egg Roll kini
1. Sosialisasi dan FGD Terlaksana menjadi produk unggulan di daerah ini. Program
DEWITAPA peningkatan kelembagaan lokal juga memberikan
2. Peningkatan Kelembagaan Terlaksana
Lokal inovasi produk antara lain dendeng dari kulit
3. Penguatan nilai tambah produk Terlaksana singkong. Hal tersebut tentu memberikan nilai
olahan dan kewirausahaan tambah singkong, sehingga semua bagian singkong
4. Pola Kemitraan Tidak kini bisa dimanfaatkan dan memberikan keuntungan
Terlaksana tambahan.
5. Pemetaan Wilayah Tidak
Terlaksana Selain itu, dengan adanya pelatihan kemasan
6. Penataan Seni Tidak memberikan keuntungan kepada wirausaha
Terlaksana masyarakat sekitar yang menjual produk olahan
7. Promosi dan Launching Tidak singkong. Dengan adanya design kemasan yang
DEWITAPA Terlaksana menarik, memberikan nilai tambah pada produk.
Sumber: Database Pemkot Cimahi (2015) Dengan adanya kemasan meningkatkan angka
penjualan serta sebagai promosi produk olahan khas
Program Terlaksana
Cireundeu.
1. Kegiatan Sosialisasi dan FGD
Program peningkatan kelembagaan lokal
Kegiatan sosialisasi dan FGD ini dimaksudkan
dinilai masyarakat sudah cukup baik. Hal tersebut
untuk memberikan penjelasan segala sesuatu
dilihat dari manfaat yang telah dirasakan setelah
166
adanya program tersebut. Kini terdapat 3 unit usaha sehingga masyarakat kurang merasakan manfaat dari
olahan pangan yang aktif membuat dan memasarkan program pembuatan salad park tersebut.
produk olahan singkong sehingga produk khas 1.2 Program Tidak Terlaksana
Cireundeu bisa dikenal oleh masyarakat diluar daerah Program-program pada tahap 1 telah
Cireundeu, memperluas lapangan kerja serta sepenuhnya dilakukan. Pada tahap 2 dan 3 banyak
meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. program yang tidak dilakukan. Berikut ini program-
3. Peningkatan Usaha dan Entrepreuneurship program DEWITAPA yang tidak dilaksanakan:
Para pelaku usaha mikro pada umumnya tidak 1. Kegiatan Pemetaan Lahan dan Sosial
mengetahui secara rinci biaya produksi dari produk 2. Menjalin Kemitraan dengan Salah Satu Toko Kue
yang dihasilkan. Sehingga permasalahan yang 3. Kegiatan Promosi dan Launching DEWITAPA
muncul adalah sulit menentukan harga jual serta Kegiatan tersebut diatas belum atau tidak
keuntungan/ laba dari usaha yang mereka jalankan. dilaksanakan dikarenakan kebutuhan dana yang
Oleh karena itu, dibutuhkan pemberian materi serta diperlukan untuk melakukan program DEWITAPA
pelatihan keterampilan dalam penentuan harga pokok mengalami kendala. Namun dana yang seharusnya
produk perlu diberikan pada para pelaku usaha mikro direncanakan untuk program yang tidak
sebagai dasar penentuan harga jual produk. Peserta dilaksanakan, dialihfungsikan untuk kegiatan lain,
pelatihan adalah para pengusaha mikro yang diantaranya: (a) Pelatihan pengemasan produk
berjumlah 25 orang. Adapun materi yang olahan pangan, (b) menunjang kegiatan tahun ke-2
disampaikan adalah sebagai berikut: yaitu membangun salad park, dalam bentuk
 Pengertian Harga Pokok Produk pembangunan green house pertanian organik untuk
 Manfaat Harga Pokok Produk memproduksi benih/ bibit lalaban, dan tanaman
 Unsur biaya pembentuk Harga Pokok pangan non beras lainnya.
Produk Kegiatan penataan wilayah serta promosi dan
 Contoh sederhana perhitungan Harga launching merupakan kegiatan yang penting namun
Pokok Produk tidak dilakukan. Meskipun tidak dilaksanakannya
 Praktik menghitung Harga Pokok Produk program promosi dan launching, masyarakat luas
Pelatihan penentuan harga pokok produk sudah mengenal Cireundeu sebagai desa
sangat bermanfaat bagi para pelaku mikro di wisata.Banyak masyarakat terutama dari luar Jawa
Cireundeu. Sekarang para pelaku usaha mikro sudah Barat yang datang untuk belajar mengenal budaya
mulai membuat pembukuan sederhana usaha mereka. masyarakat Cireundeu yaitu mengkonsumsi
Bagi pelaku usaha mikro di bidang olahan singkong singkong dan melihat atraksi kesenian sunda.
penentuan HPP cukup bermanfaat dikarenakan harga 1. Kendala Pengembangan DEWITAPA Cireundeu
bahan baku yaitu tepung aci kini cukup tinggi yaitu Pengembangan Cireundeu sebagai sebuah
Rp. 8.000,- berbeda dengan dulu sekitar 3 tahun yang kawasan wisata dinilai belum optimal. Hal tersebut
lalu yaitu Rp. 5.000,-. Kenaikan harga tersebut tentu dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang datang
memberikan peningkatan pada biaya produksi masih fluktuatif, sarana dan prasarana yang masih
sehingga pelaku usaha harus pintar dalam minim serta serta pengelolaan desa wisata masih
menentukan harga jual. belum terstruktur. Hal tersebut sungguh disayangkan
4. Pembangunan Salad Park mengingat Cireundeu memiliki peluang untuk
Pembangunan Salad Park dilakukan dalam menjadi sebuah kawasan pariwisata yang
bentuk pembangunan green house pertanian organic berkembang. Peluang tersebut diantaranya :
berukuran ± 6m x 3m untuk memproduksi benih/ 1. Wisata edukasi yang ditawarkan cocok untuk
bibit lalaban, dan tanaman pangan non beras lainnya. target pasar sekolah-sekolah yang ada di daerah
Tanaman tersebut terdiri dari seledri, pakcoy dan Cimahi maupun di luar Cimahi. Tinggal
tanaman salad lain yang ditanam didalam poly bag. bagaimana masyarakat menyampaikan edukasi
Beberapa keluarga bertugas unt semenarik mungkin sehingga memberikan
uk menyiram 10 tanaman yang ada di poly bag. kesan kepada pengunjung.
Program ini bertujuan untuk menambah daya tarik 2. Adanya dorongan dari pemerintah pusat untuk
terhadap pengunjung namun pada kenyataanya belajar mengenal budaya keunikan daerah
dilapang mengalami banyak kendala. Kendala yang sehingga dapat menjadi motivasi tersendiri bagi
dialami menurut persepsi salah seorang masyarakat Cireundeuuntuk melakukan promosi.
ialah tidak adanya pendampingan yang berkelanjutan 3. Adanya kasus “Beras plastik” dan isu
sehingga menyulitkan masyarakat dalam “Indonesia akan rawan pangan” pada tahun
pemeliharaan tanaman. Selain itu, faktor cuaca juga 2025 sehingga semakin mendorong masyarakat
menyebabkan banyaknya tanaman yang mati untuk tidak bergantung pada beras dan budaya

167
Cireundeu akan semakin menarik untuk kita menimbulkan kecemburuan sosial di
pelajari dan dipahami. masyarakat.
4. Sudah banyaknya pengunjung yang datang ke
Cireundeu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat
Cireundeu sebagai ajang promosi agar DAFTAR PUSTAKA
Cireundeu lebih dikenal oleh masyarakat luas. Ahmad, Ali. 2010. Kearifan Lokal. Jurnal
Multicultural dan Multiregional Volume 9
Pada kenyataan di lapangan, Cireundeu masih Tahun 2010.
memiliki kendala dalam pengembangan sebagai Azhari, Delima Hasri. 2008. Ketahanan dan
kawasan wisata diantaranya antara lain : Stabilitas Pasokan, Permintaan dan Harga
1. Sarana dan prasarana yang belum memadai di Komoditas Pangan. Analisis Kebijakan
Cireundeu untuk dijadikan kawasan wisata. Pertanian Volume 6 No.2 Bulan Juli 2008.
Tempat khusus untuk penginapan seperti kos- Halaman 114-139.
kosan belum tersedia serta fasilitas umum Badan Ketahanan Pangan. 2006. Direktori
seperti toilet umum belum memadai. Pengembangan Konsumsi Pangan Pusat
2. Masyarakat belum seluruhnya ikut berkontribusi Pengembangan Konsumsi Pangan. Jakarta:
dalam kegiatan pariwisata sehingga pengelolaan Departemen Pertanian
masih belum terstruktur dengan baik. Dapat Budi, Cahyo Utomo dkk. Dampak Pengembangan
dilihat dari belum ada pembagian tugas yang Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial di
jelas antar SDM, belum adanya paketan-paketan Daerah Jawa Tengah. Jawa Tengah:
wisata yang disuguhkan, dll. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
3. Belum adanya upaya promosi yang dilakukan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
oleh masyarakat sehingga pengunjung yang Budiarto,Tri. 2013. Sebuah Pengantar untuk Anda
datang fluktuatif. tentang Diversifikasi Pangan.
4. Kurangnya keterlibatan pihak swasta maupun www.kompasiana.com(Diakses 13 Januari
pemerintah sehingga pembangunan kawasan 2015)
pariwisata dinilai belum optimal. Hadari, Nawawi. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Bisnis yang Kompetitif.
SIMPULAN Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
1. Program DEWITAPA pada kenyataan di Halimi. 2013. Kearifan Lokal dalam Upaya
lapangan hanya efektif pada tahun pertama Ketahanan Pangan di Kampung Adat Urug
dilihat dari program pada tahap 1 hampir semua Bogor.Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN)
program terlaksana. Tahun kedua dan ketiga Syarif.
terdapat beberapa program yang tidak terlaksana Hidayah, Nurul. 2012. Kesiapan Psikologis
seperti: pemetaan wilayah, menjalin kemitraan Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan
dengan pihak luar, serta promosi dan launching. Menghadapi Diversifikasi Pangan Pokok.
2. Kendala yang dihadapi Cireundeu dalam Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
pengembangan sebagai kawasan pariwisata Hurmayeni, Nia. 2014. Dampak Objek Wisata
antara lain : sarana prasana, keterlibatan Pemandian Bukit Jariang Punai Pada
masyarakat sekitar, promosi yang belum Masyarakat Sekitar Kampung Baliak Koto
dilakukan, serta keterlibatan pihak swasta Kenagarian Pelangai Kaciak, Kecamatan
maupun pemerintah. Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan.
STKIP PGRI Padang.
SARAN Irianto. 2011. Dampak Pariwisata Terhadap
1. Cireundeu memiliki keunikan serta potensi yang Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di
cukup banyak sehingga dibutuhkan keterlibatan Gili Trawangan Kecamatan Pemenang
pihak luar yang lebih paham terhadap pariwisata Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Bisnis dan
untuk melakukan pembangunan dan Kewirausahaan. Vol. 7 No.3.
pengembangan potensi yang ada. Irianingsih, Lilis.2014.One Day No Rice Alat untuk
2. Diperlukan tindak lanjut mengenai program Diversifikasi Pangan.
DEWITAPA ini oleh pihak yang berwenang www.bkpd.jabarprov.go.id (Diakses 13
sehingga program kerja DEWITAPA dapat Januari 2015).
sepenuhnya terlaksana Lastinawati, Endang. 2010. Diversifikasi Pangan
3. Perlu adanya kesadaran dari seluruh masyarakat dalam Mencapai Ketahanan Pangan. Dalam
untuk bekerjasama dalam seluruh aktivitas AgronobiS, Vol.2 No.4, Sepetember 2010.
pariwisata di Cireundeu sehingga tidak
168
Martiani, D. 2005. Pengembangan Diversifikasi Waluya, Jaka. 2013. Dampak Pengembangan
Konsumsi Pangan. Bappenas.Jakarta. Pariwisata. Jurnal Region Volume V No. 1
Nugratama, Sony. 2013. Faktor Penghambat Maret 2013. Universitas Islam 45 Bekasi.
Perkembangan Objek Wisata. Region Vol 5
No 1 Maret 2013.
Nurhaedar, Jafar. 2012. Diversifikasi Konsumsi dan
Ketahanan Pangan Masyarakat. Universitas
Hassanudin.
Nurochsyam, Mikka Wildha. 2011. Kearifan Lokal
di Tengah Modernisasi. Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia 2011.Halaman 86. Jakarta.
Oka, Yoeti. 1997. Perencanaan dan Pengembangan
Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita
Pitana, I Gde dan Putu G Gayatri. 2007. Sosiologi
Pariwisata.Yogyakarta: Andi.
Pitana I,Gde dan I Ketut surya diarta.2009.
Pengantar Ilmu Pariwisata.
Yogyakarta:Andi Yogyakarta
Rachman, Handewi P.S. dan Mewa Arini. 2008.
Penganekaragaman Konsumsi Pangan di
Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk
Kebijakan Program. Analisis Kebijakan
Pertanian Volume 6 No.2 Bulan Juli 2008. Hal
140-154.
Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan
Mayer Goldstein, Julie M. Hays, Arthur V.
Hill.2004. A Review of the Causal Mapping
Practice and Reaserch Literature. Second
World Conference on POM and 15th Annual
POM Conference, Cancun, Mexico, April 30
– May 3, 2004
Silverman, Steven N. Dan Lori L.Silverma. 1994.
Using Total Quality Tool for Marketing
Research: A Qualitative Approach for
Collecting, Organizing, and Analyzing
Verbal Response Data.
Sudiarta, Made. 2005. Dampak fisik, Ekonomi, Sosial
Budaya terhadap Pembangunan Pariwisata
di Desa Serangan Denpasar Bali. Jurnal
Manajemen dan Pariwisata Vol. 4 No. 2,
2005.
Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suhardjo. 1998. Konsep dan Kebijakan Diversifikasi
Konsumsi Pangan dalam Rangka Ketahanan
Pangan. Disampaikan pada Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta.
Sulihantu.2013.Diversifikasi Pangan Harus di
Genjot.http://www.neraca.co.id//(Diakses
tanggal 13 Januari 2015)
Supadi. 2004. Pengembangan Diversifikasi Pangan:
Masalah dan Upaya Mengatasinya.Icased
Working Paper No. 45 Bulan Maret 2004.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.Bogor
169
170
Analisis Pendapatan Pelaku Agroindustri Keripik Tempe di Desa Buluh Rampai
Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu
Income analysis of entrepreneur agroindustry crispy chips tempe in Buluh Rampai
village Seberida district Indragiri Hulu Regency
Shorea Khaswarina1)
1Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis biaya produksi dan pendapatan
pengusaha keripik tempe di Desa Buluh Rampai Kecamatan Seberida Kabupaten
Indragiri Hulu. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April 2014 hingga
Kata Kunci: Juli 2014. Penelitian dilakukan dengan metode sensus pada 3 orang pengusaha
keripik tempe, agroindustri keripik tempe di Desa Buluh Rampai. Pengambilan sampel dengan
agroindustri, mengambil pengusaha dengan menggunakan metode sensus pada agroindustri keripik
biaya produksi, tempe di Desa Buluh Rampai Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu . Analisis
pendapatan, data yang digunakan berupa analisis biaya dan pendapatan. Hasil penelitian ini
efisiensi menunjukkan bahwa pada bulan Mei 2014 total biaya terbesar dikeluarkan oleh
pengusaha 2 yaitu sebesar Rp.23.012.109. penerimaan yang diperoleh pengusaha 1
terbesar yaitu Rp.45.216.004,24 dan keuntungan yang diperoleh pengusaha 1 juga
terbesar yaitu Rp.22.631.270,11. Usaha agroindustri keripik tempe sudah efisien
karena nilai R/C rasio terbesar oleh pengusaha 1 lebih dari satu yaitu sebesar 2,00
berarti bahwa setiap Rp.1.00 biaya yang dikeluarkan dalam usaha agroindustri keripik
tempe akan memberikan pendapatan sebesar Rp.2,00.

ABSTRACT

The purpose of this study were to determine the amount of production costs, and
income of the entrepreneur crispy chips tempe in Buluh Rampai village, Seberida
district Indragiri Hulu Regency. This research was for 3 month conducted from April
2014 until July 2014. The data collection technique was census method to agroindustry
Keywords: entrepreneur of 3 entrepreneur crispy chips tempe in Buluh Rampai village. The
chrispy chips tempe, analysis scopes of this research were costs and revenue. The results of this research
agroindustry, showed that at Mei 2014 the total cost crispy chips tempe greatest by second
entreprenur was Rp. 23.012.109. Revenue greatest to first entrepreneur was
production cost, Rp.45.216.004,24 and profit to first entrepreneur by greatest was Rp.22.631.270,11.
income, Profitability value meant that crispy chips tempe was a profitable industry because the
efficiency first entrepreneur the value of profitability be more than one Ratio of R/C value is 2,00
meant that every Rp.1,00 costs in the production process of crispy chips tempe will
provide Rp.2,00 income.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: shoreakhaswarina@yahoo.co.id

171
PENDAHULUAN KERANGKA TEORI
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki Tempe
beberapa sektor yang menjadi andalan yang mampu Tempe merupakan bahan makanan yang sangat
menopang kehidupan masyarakat. Salah satu sektor digemari, walaupun dahulu pernah diremehkan
yang menjadi andalan tersebut adalah sektor sebagai bahan makanan untuk kaum miskin. Selain
pertanian. Pengembangan sektor pertanian ini merupakan makanan sehari-hari sebagai pengganti
selanjutnya tidak hanya untuk meningkatkan jumlah ikan atau daging, tempe juga digunakan sebagai
produksi saja, tetapi juga meningkatkan kualitas makanan selingan pada waktu-waktu tertentu dalam
hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, bentuk tempe goreng dan keripik tempe. Selain
meningkatkan keterampilan pengusaha serta dapat harganya relatif murah, proses pembuatannya
meningkatkan pendapatan produksi dari produk sederhana dan mudah, kandungan gizinya pun cukup
tersebut yaitu dengan cara melakukan usaha tinggi.
agroindustri. Tempe merupakan makanan tradisional yang
Agroindustri merupakan industri pengolahan berpotensi sebagai makanan fungsional. Beberapa
yang berbahan baku utama dari produk pertanian. khasiat tempe bagi kesehatan antara lain memberikan
Agroindustri berperan sebagai penghubung antara pengaruh hipokolesterolemik, antidiare khususnya
sektor pertanian dan sektor industri, yang dalam karena bakteri E. coli enteropatogenik dan
pengembangannya tidak terlepas dari dukungan ilmu antioksidan. Beberapa jenis peptide yang terdapat
pengetahuan dan teknologi. Selain itu sektor ini pada tempe telah diketahui merupakan senyawa
merupakan salah satu subsistem agribisnis yang bioaktif yang mempunyai fungsi penting bagi
memiliki peranan besar dalam meningkatkan kesehatan, misalnya untuk meningkatkan penyerapan
pendapatan, penyerapan tenaga kerja lebih banyak, kalsium dan zat besi, sebagai senyawa anti-
memberikan dampak positif terhadap sektor lain, trombotik, menurunkan kolesterol, meracuni sel
serta meningkatkan devisa negara. tumor, dan sebagainya (Cahyadi, 2007).
Salah satu produk agroindustri yang Keripik tempe merupakan makanan ringan yang
keberadaannya cukup populer dan bersahabat dengan dapat dikonsumsi semua kalangan masyarakat
kondisi perekonomian kebanyakan kalangan diantaranya digunakan sebagai pelengkap berbagai
masyarakat yaitu agroindustri keripik tempe yang kegiatan pada waktu luang seperti menyaksikan
berbahan baku kedelai yang telah diolah menjadi siaran televisi maupun berbincang-bincang dengan
tempe. Keripik tempe merupakan makanan ringan keluarga maupun rekan dan teman. Selain itu keripik
yang banyak disukai kalangan masyarakat. Keripik tempe merupakan biasa dijadikan oleh-oleh dari
tempe ini merupakan oleh-oleh khas dari daerah Belilas khususnya Desa Buluh Rampai.
Belilas khususnya Desa Buluh Rampai, selain itu Keripik tempe merupakan makanan yang
keripik tempe ini biasanya dijadikan cemilan dan terbuat dari bahan baku kedelai yang telah diolah
sesajian acara. Oleh karena itu keripik tempe ini menjadi tempe dan beberapa bahan penunjang
selalu digemari masyarakat karena kepraktisannya, lainnya. Keripik tempe adalah jenis makanan ringan
gizi yang tinggi, mengandung banyak vitamin dan hasil olahan tempe. Kadar protein keripik tempe
protein serta harga yang relatif terjangkau oleh cukup tinggi yaitu berkisar antara 23%-25%. Keripik
masyarakat. ini dikenal dengan nama keripik tempe karena
Agroindustri keripik tempe memiliki potensi berasal dari bahan baku tempe.
yang seharusnya layak untuk dikembangkan karena Menurut Soekartawi (2000), bahwa agroindustri
memiliki keunggulan dan memiliki prospek yang dapat diartikan dua hal, yaitu: Pertama, agroindustri
baik untuk kedepannya. Namun agroindustri yang adalah industri yang berbahan baku utama dari
ada masih berskala kecil dan rumah tangga dengan produk pertanian dengan menekankan pada
penggunaan teknologi yang sederhana serta manajemen pengolahan makanan dalam suatu
kepemilikan modal yang terbatas sehingga perusahaan produk olahan dimana minimal 20% dari
produksinya belum memadai secara kualitas maupun jumlah bahan baku yang digunakan adalah dari
kuantitas. Berdasarkan kondisi lokasi penelitian pertanian. Kedua, agroindustri adalah suatu tahapan
maka perlu dilakukan penelitian dengan fokus pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan
permasalahan pada besarnya biaya produksi serta pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan
pendapatan yang diterima pengusaha keripik tempe. tersebut mencapai tahapan pembangunan industri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
Agroindustri
biaya produksi dan pendapatan yang diterima oleh
pengusaha keripik tempe di Desa Buluh Rampai Menurut Soekartawi (2000), bahwa agroindustri itu
Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu. penting karena (1) dapat meningkatkan nilai tambah,

172
(2) dapat meningkatkan kualitas hasil, (3) Pembeda pembuatan tempe antara pengusaha 1, 2
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (4) dan 3 adalah pada pengusaha 1 dilakukan kegiatan
meningkatkan keterampilan pengusaha dan (5) pemukulan sehingga tempe yang dihasilkan
meningkatkan pendapatan produksi. Menurut berbentuk lembaran. Sedangkan pengusaha 2 dan 3
Saragih dan Yasin dalam Yenti (2005), bahwa tidak melakukan kegiatan pemukulan sehingga
agroindustri dapat dijadikan sebagai suatu sektor tempe yang dihasilkan tebal yang kemudian
yang memimpin dalam pembangunan jangka panjang dilakukan pengirisan untuk menghasilkan tempe
tahap kedua. Selanjutnya diungkapkan juga beberapa yang tipis pada pembuatan keripik tempe.
kegiatan agroindustri yang meliputi:(1) industri
pengolahan hasil pertanian dalam bentuk setengah Aspek Teknis Proses Produksi Keripik Tempe
jadi menjadi produk akhir; (2) industri penanganan Pengusaha 1, 2, dan 3
hasil produksi pertanian segar dan sebagainya; pengusaha 2 dan 3 secara manual melakukan
(3) industri pengadaan alat dan mesin pertanian serta pengirisan tempe dengan menggunakan pisau.
agroindustri lainnya. Kemudian irisan-irisan tempe ini digoreng sehingga
Menurut Soekartawi (2001) dalam Praptiwi menjadi keripik tempe. Adapun tahapan dalam
(2015), industri skala rumah tangga dan industri kecil pembuatan keripik tempe yang dilakukan oleh
yang mengolah hasil pertanian mempunyai peranan pengusaha adalah sebagai berikut:
penting yaitu: a) Meningkatkan nilai tambah, b)
Meningkatkan kualitas kerja,c) Meningkatkan Tempe
penyerapan tenaga kerja, d) Meningkatkan
keterampilan produsen, e) Meningkatkan pendapatan
produsen. Pemotongan dan pembuatan adonan

Aspek Teknis pada Proses Produksi Tempe 1, 2,


dan 3 Penggorengan
Pengusaha 1, 2, dan 3 menyediakan bahan baku
pembuatan keripik tempe sendiri, yaitu dengan
membuat dan mengolah tempe sendiri. Adapun Pengemasan
tahapan dalam pembuatan tempe yang dilakukan oleh
pengusaha 1, 2, dan 3 adalah sebagai berikut: Gambar 3. Tahapan Pembuatan Keripik Tempe 1, 2
Kedelai dan 3
Bahan Baku dan Bahan Penunjang pada Pembuatan
Perebusan (30 menit)
Tempe
Perendaman (10 jam) Bahan baku pembuatan tempe adalah kedelai
Air Penirisan dan pencucian 1 (15 menit)
impor. Harga bahan baku yang digunakan yaitu harga
bulan Mei 2014. Jumlah produksi tergantung
Pembelahan biji kedelai (15 menit)
banyaknya permintaan konsumen dan kebutuhan
Pemisahan (10 menit) bahan baku tergantung produksi yang dilakukan
Air bersih Pencucian II (10 menit)
pengusaha. Pengusaha tidak mengalami kesulitan
dalam mendapatkan bahan baku karena pengusaha
Pengukusan (30 menit) menyimpan atau membuat stok bahan baku. Tabel 1
Penirisan dan pendinginan (+ 300C)
menunjukkan bahwa pengusaha 2 paling banyak
(15 menit)
menggunakan bahan baku yaitu 360 kg pada bulan
Mei 2014. Hal ini dikarenakan banyaknya kebutuhan
Ragi tempe Inokulasi (5 menit) bahan baku yang diperlukan dalam satu kali
Pengadukan (10 menit)
produksi. Semua produk yang dihasilkan dalam satu
kali produksi merupakan pesanan pelanggan dan
Plastik Pembungkusan (5 menit) selalu habis dalam satu hari. Walaupun bahan baku
pengusaha 2 terbanyak dibanding pengusaha 1 dan 3
Pemukulan (1 menit)
namun tidak menjadikan Pengusaha 2 memproduksi
Fermentasi t=250-300 C (20 jam) tempe terbanyak.
Tempe

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tempe


pengusaha 1.

173
Bahan Baku dan Bahan Penunjang pada banyaknya produksi yang dilakukan dalam membuat
Agroindustri Keripik Tempe pengusaha 1, 2 dan tempe serta banyaknya permintaan konsumen.
3 Pengusaha tidak mengalami kesulitan dalam
Bahan baku dalam pembuatan keripik tempe adalah mendapatkan bahan karena pengusaha melakukan
tempe yang diukur dalam satuan kilogram. produksi tempe sendiri sebagai bahan baku.
Banyaknya kebutuhan bahan baku tergantung

Tabel 1. Penggunaan Bahan Baku, Bahan Penunjang dan Produksi pada Pembuatan Tempe oleh Pengusaha 1,
2, dan 3 pada Bulan Mei 2014
Intensitas Produksi (kali/bln) 24
Penggunaan Bahan Baku pada Bahan Baku Kedelai (Kg/bln) 342
Pembuatan Tempe Harga (Rp) 10.000
Total Biaya(Rp) 3.420.000
Penggunaan Bahan Penunjang (Ragi, Total (Kg/Bln) 71,52
1
Plastik, Kayu, Gas dan Bensin) pada Harga (Rp) 95.000
Pembuatan Tempe Total Biaya (Rp/Bln) 1.649.600
Produksi (Kg/bln) 513
Produksi tempe Harga Jual (Rp) 20.000
Nilai (Rp) 10.260.000
Intensitas Produksi (kali/bln) 30
Penggunaan Bahan Baku pada Bahan Baku Kedelai (Kg/bln) 360
Pembuatan Tempe Harga (Rp) 10.000
Total Biaya(Rp) 3.600.000
Penggunaan Bahan Penunjang (Ragi, Total (Kg/Bln) 12,45
2
Plastik, Kayu, Gas dan Bensin) pada Harga (Rp) 372.000
Pembuatan Tempe Total Biaya (Rp/Bln) 531.000
Produksi (Kg/bln) 504
Produksi tempe Harga Jual (Rp) 20.000
Nilai (Rp) 10.080.000
Intensitas Produksi (kali/bln) 30
Penggunaan Bahan Baku pada Bahan Baku Kedelai (Kg/bln) 300
Pembuatan Tempe Harga (Rp) 10.000
Total Biaya(Rp) 3.000.000
Penggunaan Bahan Penunjang (Ragi, Total (Kg/Bln) 10,35
3
Plastik, Kayu, Gas dan Bensin) pada Harga (Rp) 642.000
Pembuatan Tempe Total Biaya (Rp/Bln) 582.300
Produksi (Kg/bln) 420
Produksi tempe Harga Jual (Rp) 20.000
Nilai (Rp) 8.400.000

Tabel 2. Penggunaan Bahan Baku, Bahan Penunjang dan Produksi pada Pembuatan Keripik Tempe oleh
Pengusaha 1, 2, dan 3 pada Bulan Mei 2014
Intensitas Produksi (kali/bln) 24
Bahan Baku Kedelai (Kg/bln) 513
Bahan Baku (Tempe)
Harga (Rp) 20.000
Total Biaya(Rp) 10.260.000
Bahan Penunjang (Tepung Beras, Telur, Total (Kg/Bln) 1.075,2
1 Minyak Goreng, Bumbu Adonan dan Harga (Rp) 129.000
Penyedap Rasa Plastik Bungkus, Kayu, Total Biaya (Rp/PP) 433.530
Gas, Label) Total Biaya (Rp/Bln) 10.404.720
Produksi (Kg/bln) 989,10
Produksi tempe Harga Jual (Rp) 45.714,29
Nilai (Rp) 45.216.004,24
Intensitas Produksi (kali/bln) 30
Bahan Baku Kedelai (Kg/bln) 504
Bahan Baku (Tempe)
2 Harga (Rp) 20.000
Total Biaya(Rp) 10.080.000
Total (Kg/Bln) 947,17

174
Bahan Penunjang (Tepung Beras, Telur, Harga (Rp) 395.000
Minyak Goreng, Bumbu Adonan dan Total Biaya (Rp/PP) 299.721
Penyedap Rasa Plastik Bungkus, Kayu,
Total Biaya (Rp/Bln) 8.991.642
Gas, Label)
Produksi (Kg/bln) 878,08
Produksi tempe Harga Jual (Rp) 35.714,29
Nilai (Rp) 31.360.003,76
Intensitas Produksi (kali/bln) 30
Bahan Baku Kedelai (Kg/bln) 420
Bahan Baku (Tempe)
Harga (Rp) 20.000
Total Biaya(Rp) 8.400.000
Bahan Penunjang (Tepung Beras, Telur, Total (Kg/Bln) 671,17
3 Minyak Goreng, Bumbu Adonan dan Harga (Rp) 654.000
Penyedap Rasa Plastik Bungkus, Kayu, Total Biaya (Rp/PP) 233.035,71
Gas, Label) Total Biaya (Rp/Bln) 6.991.071,43
Produksi (Kg/bln) 776,53
Produksi tempe Harga Jual (Rp) 32.857,14
Nilai (Rp) 25.514.554,92

Tabel 2 menunjukkan bahwa pengusaha 1


menggunakan bahan baku terbanyak sehingga Tenaga Kerja
banyak pula menggunakan bahan penunjang. Harga Agroindustri keripik tempe menggunakan
yang ditetapkan oleh pengusaha 1 juga paling tinggi. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan
Hal ini karena biaya produksi yang digunakan oleh menggunakan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)
pengusaha 1 terbesar, selain itu pengusaha telah dengan satuan Hari Orang Kerja (HOK). Upah untuk
memiliki izin usaha dan memiliki label sehingga satu HOK yang dilakukan pengusaha adalah dengan
dapat menaikkan harga jual. pembayaran harian yaitu sebesar Rp. 30.000.

Tabel 3. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada
Pembuatan Tempe Pengusaha 1, 2 dan 3
TKDK TKLK
Pengusaha Kegiatan
HOK Upah (Rp) HOK Upah (Rp)
Pembuatan Tempe 0,29 15.000 - -
1
Pemukulan - - 3,57 15.000
2 Pembuatan Tempe 1 30.000 - -
3 Pembuatan Tempe 1 30.000 - -

Tabel 3 menunjukkan bahwa semua pengusaha HOK pengusaha 1 hanya 0,29 dikarenakan
dalam penggunaan tenaga kerja untuk pembuatan pembuatan tempe hanya membutuhkan waktu 2 jam
tempe menggunakan Tenaga Kerja Dalam Keluarga kerja sehingga 2 jam dari 7 jam kerja yaitu 0,29
(TKDK) dengan HOK pengusaha 1 sebanyak 0,29 HOK. HOK pengusaha 2 dan 3 sebanyak 1 HOK per
HOK per proses produksi dengan biaya Rp.15.000. proses produksi dengan biaya Rp.30.000.
Penggunaan

Tabel 4. Total Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Agroindustri
Keripik Tempe Pada Bulan Mei 2014
TKDK TKLK
Pengusaha Kegiatan
HOK Upah (Rp) HOK Upah (Rp)
Pemotongan 0,86 15.000 - -
1 Penggorengan - - 3,43 15.000
Pengemasan - - 1 15.000
2 Pengirisan 1 30.000 - -

175
TKDK TKLK
Pengusaha Kegiatan
HOK Upah (Rp) HOK Upah (Rp)
Penggorengan 1 30.000 - -
Pengemasan 1 30.000 - -
Pengirisan 1 30.000 - -
3 Penggorengan 1 30.000 - -
Pengemasan 1 30.000 - -

Analisis Usaha Tempe mengetahui nilai tambah bahan baku kedelai yang
Analisis usaha pembuatan tempe menggunakan diolah menjadi tempe.
empat analisis data. Pertama, analisis biaya,
Pendapatan Bersih
pendapatan kotor, dan pendapatan bersih untuk
Pendapatan bersih adalah jumlah keuntungan
mengetahui keuntungan yang diperoleh oleh
atau laba yang diperoleh dari selisih antara
pengusaha. Kedua, analisis Return Cost Ratio (RCR)
pendapatan kotor dengan total biaya produksi. Biaya
untuk mengetahui efisiensi usaha agroindustri
produksi terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap.
pembuatan tempe yang dilakukan oleh pengusaha.
Biaya tetap meliputi biaya penyusutan peralatan dan
Ketiga, analisis titik balik modal atau Break Event
biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK).
Point (BEP) untuk mengetahui kondisi hasil usaha
Sedangkan biaya variabel meliputi biaya bahan baku,
yang diperoleh sama dengan modal yang
biaya bahan penunjang dan biaya Tenaga Kerja Luar
dikeluarkan. Keempat, analisis nilai tambah untuk
Keluarga (TKLK)

Tabel 5. Pendapatan Bersih Efisiensi Usaha Pada Pembuatan Tempe Pada Bulan Mei 2014
No Uraian Pengusaha 1 Pengusaha 2 Pengusaha 3
1 Biaya Variabel (Rp) 6.335.314 4.131.000,00 3.582.300,00
A Biaya Bahan Baku (Rp) 3.420.000 3.600.000 3.000.000
B Biaya Bahan Penunjang (Rp) 1.629.600 531.000,00 582.300,00
C Biaya TKLK 1.285.714 - -
2 Biaya Tetap (Rp) 115.268,76 902.320,51 902.638,89
A Biaya Penyusutan (Rp) 12.411,62 2.320,51 2.638,89
B Biaya TKDK (Rp) 102.857 900.000 900.000
3 Total Biaya Produksi (Rp) 6.450.583,04 5.033.320,51 4.484.938,89
4 Produksi (Kg) 513 504 420
5 Harga (Rp) 20.000 20.000 20.000
6 Pendapatan Kotor (Rp) 10.260.000 10.080.000 8.400.000
7 Pendapatan Bersih (Rp) 3.809.416,96 5.046.679,49 3.915.061,11
8 Return Cost Ratio (RCR) 1,59 2,00 1,87
9 BEP Produksi 15,07 76,44 78,69
10 BEP Biaya 301.338,13 1.528.894,06 1.573.814,61

Pendapatan kotor yang diperoleh pengusaha 1


Tabel 5 menunjukkan biaya produksi untuk
terbesar yaitu sebesar Rp.10.260.000 hal ini
biaya variabel terbesar oleh pengusaha 1, hal ini
dikarenakan produksi yang dilakukan pengusaha 1
dikarenakan besarnya biaya bahan penunjang yang
terbesar dibanding pengusaha lainnya. Pendapatan
digunakan oleh pengusaha 1 sehingga menyebabkan
kotor diperoleh dari hasil kali produksi pengusaha
biaya veriabel pengusaha 1 lebih besar jika dibanding
dengan harga produk. Sedangkan pendapatan bersih
dengan pengusaha 2 dan 3. Biaya tetap terbesar oleh
pengusaha 2 terbesar yaitu sebesar Rp.5.046.679,49
pengusaha 3, hal ini dikarenakan besarnya biaya
yang diperoleh dari pengurangan pendapatan kotor
penyusutan dan biaya TKDK. Biaya penyusutan
dengan total biaya produksi. Hal ini karena
pengusaha 1 terbesar dibanding dengan pengusaha 2
pengusaha 1 menggunakan biaya produksi lebih kecil
dan 3 namun biaya TKDK pengusaha 1 terkecil
dibanding dengan pengusaha 1 sehingga
karena pengusaha 1 banyak menggunakan TKLK
mempengaruhi perolehan pengusaha 2 dan
dalam melakukan proses produksi pembuatan tempe
menyebabkan pengusaha 2 memiliki pendapatan
sehingga menyebabkan pengusaha 1 menggunakan
bersih terbesar.
biaya tetap terkecil dibanding dengan pengusaha 2
Tingkat produksi menentukan pendapatan pada
dan 3.
pembuatan tempe. Semakin tinggi tingkat produksi

176
maka semakin tinggi pula pendapatan yang terbaik dilakukan oleh pengusaha 1 karena pada saat
diperoleh. Tingkat produksi tergantung pada pengusaha memproduksi tempe sebesar 15,07 kg dan
permintaan konsumen terhadap permintaan akan pada saat mengeluarkan biaya sebesar Rp.301.338,13
keripik tempe karena tempe ini merupakan bahan pengusaha 1 telah memperoleh titik impas.
baku utama dalam pembuatan keripik tempe.
Analisis Usaha Agroindustri Keripik Tempe
Efisiensi Usaha
Pendapatan Bersih
Berdasarkan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa
Tabel 6 menunjukkan biaya produksi untuk
usaha pembuatan tempe oleh pengusaha 2
biaya variabel terbesar oleh pengusaha 1 yaitu
mendapatkan nilai RCR terbesar jika dibanding
Rp.22.259.006. Hal ini dikarenakan besarnya biaya
dengan pengusaha 1 dan 3 yaitu 2,00. Artinya setiap
bahan baku yang digunakan oleh pengusaha 1
Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan memberikan
sehingga menyebabkan biaya variabel pengusaha 1
pendapatan Rp.2,00 dan pendapatan bersih sebesar
lebih besar jika dibanding dengan pengusaha 2 dan 3.
Rp.1,00. Ini menunjukan bahwa usaha pembuatan
Biaya tetap terbesar oleh pengusaha 3, hal ini
tempe menguntungkan untuk terus diusahakan.
dikarenakan besarnya biaya penyusutan dan biaya
Analisis BEP merupakan analisis balik modal
TKDK. Biaya penyusutan pengusaha 1 terbesar
dimana pada saat kondisi tersebut usaha yang
dibanding dengan pengusaha 2 dan 3 namun biaya
dijalankan tidak mendapatkan keuntungan tetapi juga
TKDK pengusaha 1 terkecil.
tidak mengalami kerugian (impas). Analisis BEP

Tabel 6. Pendapatan Bersih Efisiensi Usaha Pada Agroindustri Keripik Tempe Pada Bulan Mei 2014
No Uraian Pengusaha 1 Pengusaha 2 Pengusaha 3
1 Biaya Variabel (Rp) 22.259.006 20.309.143 16.328.571
A Biaya Bahan Baku (Rp) 10.260.000 10.080.000 8.400.000
B Biaya Bahan Penunjang (Rp) 10.404.720 10.229.143 7.928.571
C Biaya TKLK 1.594.286 - -
2 Biaya Tetap (Rp) 325.728 2.702.966,35 2.702.854,17
A Biaya Penyusutan (Rp) 17.156,99 2.966,35 2.854,17
B Biaya TKDK (Rp) 308.571 2.700.000 2.700.000
3 Total Biaya Produksi (Rp) 22.584.734 23.012.109 19.031.426
4 Produksi (Kg) 989,10 878,08 776,53
5 Harga (Rp) 45.714,29 35.714,29 32.857,14
6 Pendapatan Kotor (Rp) 45.216.004,24 31.360.003,76 25.514.554,92
7 Pendapatan Bersih (Rp) 22.631.270,11 8.347.894,56 6.483.129,33
8 Return Cost Ratio (RCR) 2,00 1,36 1,34
9 BEP Produksi 14,03 214,77 228,48
10 BEP Biaya 641.553,27 7.670.446,27 7.507.320,38

Hal ini dikarenakan pengusaha 1 banyak dibanding dengan pengusaha 2 dan 3 namun biaya
menggunakan TKLK dalam melakukan proses TKDK pengusaha 1 terkecil. Hal ini dikarenakan
produksi pembuatan tempe sehingga menyebabkan pengusaha 1 banyak menggunakan TKLK dalam
pengusaha 1 menggunakan biaya tetap terkecil melakukan proses produksi pembuatan tempe
dibanding dengan pengusaha 2 dan 3. sehingga menyebabkan pengusaha 1 menggunakan
biaya tetap terkecil dibanding dengan pengusaha 2
Pendapatan Bersih dan 3.
Tabel 6 menunjukkan biaya produksi untuk Pendapatan kotor yang diperoleh pengusaha 1
biaya variabel terbesar oleh pengusaha 1 yaitu terbesar yaitu sebesar Rp.45.216.004,24 hal ini
Rp.22.259.006. Hal ini dikarenakan besarnya biaya dikarenakan harga yang ditetapkan pengusaha
bahan baku yang digunakan oleh pengusaha 1 terbesar dibanding pengusaha lainnya. Penetapan
sehingga menyebabkan biaya variabel pengusaha 1 harga tertinggi merupakan strategi yang dilakukan
lebih besar jika dibanding dengan pengusaha 2 dan 3. oleh pengusaha 1 guna memperoleh keuntungan yang
Biaya tetap terbesar oleh pengusaha 3, hal ini tinggi. Hal ini karena pengusaha telah melakukan
dikarenakan besarnya biaya penyusutan dan biaya pengemasan yang baik, telah memiliki label dan telah
TKDK. Biaya penyusutan pengusaha 1 terbesar

177
memiliki izin usaha. Pendapatan kotor diperoleh dari titik balik modal atau impas. Artinya tidak
hasil kali produksi pengusaha dengan harga produk. mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak
Pendapatan bersih pengusaha 1 juga terbesar mengalami kerugian pada pendapatan tertentu.
yaitu sebesar Rp.22.631.270,11 yang diperoleh dari Analisis keuntungan tempe pada bulan Mei 2014.
pengurangan pendapatan kotor dengan total biaya
KESIMPULAN
produksi. Sedangkan pendapatan bersih pengusaha 4
Hasil penelitian memberikan kesimpulan
terkecil karena besarnya total biaya produksi dan
sebagai berikut:
produksi yang terkecil bila dibanding dengan
1. Proses pengolahan keripik tempe melalui
pengusaha 2 dan 3 sehingga mempengaruhi
tahapan pembuatan tempe dengan bahan baku
perolehan pendapatan bersih.
kedelai, pengolahan tempe menjadi keripik
Tingkat produksi menentukan pendapatan pada
tempe hingga proses pengemasan. Pengusaha
pembuatan tempe. Semakin tinggi tingkat produksi
memproduksi keripik tempe setiap hari.
maka semakin tinggi pula pendapatan yang
2. Total biaya terbesar yang dikeluarkan oleh
diperoleh. Tingkat produksi tergantung pada
pengusaha 2 yaitu sebesar Rp.23.012.109.
permintaan konsumen terhadap permintaan akan
Namun pendapatan bersih terbesar oleh
keripik tempe karena tempe ini merupakan bahan
pengusaha 1 sebesar Rp.22.631.270,11 per
baku utama dalam pembuatan keripik tempe.
bulan. Agroindustri keripik tempe pengusaha 1
Efisiensi Usaha efisien dimana efisien usaha atau RCR lebih
Efisiensi usaha tempe dapat dianalisis besar dari 1 yaitu 2,00. BEP yang dilakukan oleh
menggunakan Return Cost Ratio (RCR). Pengusaha yaitu pada saat pengusaha 1
Berdasarkan perhitungan RCR terhadap pembuatan mengeluarkan biaya sebesar Rp.641.553,27 dan
tempe yang dilakukan oleh semua pengusaha bahwa saat memproduksi keripik tempe sebesar 14,03
kelayakan usaha pembuatan tempe sebagai bahan kg pengusaha telah memperoleh titik balik
baku agroindustri keripik tempe masih dapat bersaing modal.
atau kompetitif.
SARAN
Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa
1. Agroindustri keripik tempe pengusaha 1
usaha pembuatan tempe oleh pengusaha 1
menunjukkan RCR paling tinggi jika
mendapatkan nilai RCR terbesar jika dibanding
dibandingkan dengan pengusaha lainnya.
dengan pengusaha 2 dan 3 yaitu 2,00. Artinya setiap
Pengusaha diharapkan lebih mengembangkan
Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan memberikan
usaha (memperbesar produksi) keripik tempe
pendapatan Rp.2,00 dan pendapatan bersih sebesar
ini.
Rp.1,00. Ini menunjukan bahwa usaha pembuatan
2. Bahan baku kedelai dan tempe yang digunakan
tempe menguntungkan untuk terus diusahakan.
dalam agroindustri keripik tempe
RCR diperoleh dari pendapatan kotor dibagi
mempengaruhi pendapatan maka penambahan
dengan total biaya produksi. RCR pengusaha 1
jumlah bahan baku dapat dipertimbangkan yang
terbesar dikarenakan pendapatan kotor lebih besar 2
nantinya juga akan berpengaruh terhadap
kali lipat dari total biaya produksi. Sedangkan RCR
keuntungan yang diperoleh.
terkecil oleh pengusaha 3 yaitu sebesar 1,34. Artinya
3. Pelatihan dan pembinaan bagi para pengusaha
setiap Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan memberikan
diharapkan dapat rutin dilakukan, sebab pada
pendapatan sebesar Rp.1,34 dan pendapatan bersih
pengolahan agroindustri keripik tempe ini masih
sebesar Rp.0,34. Usaha tempe pengusaha 3
terkendala dalam penggunaan Sumber Daya
menguntungkan untuk terus diusahakan namun RCR
Manusia (SDM). Potensi yang ada di Desa
pengusaha 3 terkecil jika dibandingkan dengan
Buluh Rampai diharapkan dapat berkembang
pengusaha 1 dan 2.
dengan maksimal serta meningkatkan
Analisis BEP merupakan analisis balik modal
pendapatan dan kesejahteraan pengusaha.
dimana pada saat kondisi tersebut usaha yang
4. Pengusaha sebaiknya memiliki izin usaha,
dijalankan tidak mendapatkan keuntungan tetapi juga
sertifikat dari dinas kesehatan dan memiliki
tidak mengalami kerugian (impas). Analisis BEP
label agar produk keripik tempe dapat lebih
terbaik dilakukan oleh pengusaha 1 karena pada saat
leluasa memasuki pasar yang lebih besar dan
pengusaha memproduksi tempe sebesar 14,03 kg dan
agar keripik tempe lebih dikenal oleh konsumen.
pada saat mengeluarkan biaya sebesar Rp.641.553,27
pengusaha 1 telah memperoleh titik impas. DAFTAR PUSTAKA
Analisis BEP semua usaha pembuatan tempe Cahyadi, Wisnu. 2007. Kedelai Khasiat Dan
yang dijalankan oleh pengusaha telah mendapatkan Teknologi. Jakarta. Bumi Aksara.

178
Praptiwi, Ari Nurhayati.2015. Analisis Pendapatan
dan Nilai Tambah Agroindustri Tape
Singkong Di Kota Pekanbaru. Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas
Riau.Pekanbaru (Tidak Dipublikasikan).
Soekartawi. 2000. Pengantar agroindustri. Jakarta.
PT. Raja Grafindo Persada..

Soekartawi. 2001. Pengantar agroindustri. Jakarta.


PT. RajaGrafindo Persada.
.2005.Agroindustri Dalam Perspektif Sosial
Ekonomi. PT.Raja grafindo Persada. Jakarta.
. 2005. Agribisnis teori dan aplikasinya.
Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Yusmarini. dan Usman Pato.2004. Teknologi
Pengolahan Hasil Tanaman Pangan.
Pekanbaru. UNRI Press.

179
180
Farmers’ Knowledge, Perception, And Practices in Organic Paddy Farming
Concept
Pengetahuan, Persepsi, Dan Praktek Petani Dalam Konsep Usahatani Padi Organik
Tinjung Mary Prihtanti dan Maria
Agribusiness Department, Faculty of Agriculture and Bussines, Satya Wacana Christian University

ABSTRAK
Pertanian padi saat ini sangat tergantung pada bahan kimia pertanian, baik pupuk
sintetis dan pestisida, serta mengabaikan dampak negatif lingkungan. Pertanian
organik adalah salah satu dari beberapa pendekatan untuk pertanian berkelanjutan.
Kata Kunci: Makalah ini meneliti pengetahuan dan persepsi serta praktek pertanian padi organik,
pertanian padi, yang sangat berguna untuk mengatur agenda penelitian, strategi kampanye
pengetahuan petani, perencanaan dan mengembangkan pesan untuk dikomunikasikan kepada petani.
konsep pertanian Penelitian ini dilakukan di Desa Pereng dan Gentungan, Mojogedang Kecamatan,
organik, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. Sebanyak 60 petani organik dan
praktek organik konvensional termasuk dalam survei ini. Sebagian besar petani-responden
mendefinisikan pertanian organik sebagai tidak adanya bahan kimia yang digunakan
dalam pertanian, dan ada beberapa petani-responden mendefinisikan pertanian organik
sebagai aplikasi tingkat yang sangat rendah dari pupuk kimia. Hanya sebagian kecil
petani padi organik yang menerapkan bibit lokal dan pengelolaan irigasi di praktek
pertanian dan tidak ada petani padi organik yang rotasi tanaman. Oleh karena itu
pemerintah harus meningkatkan upaya dalam menyebarluaskan informasi yang tepat
pada pertanian organik yang sesuai dengan prinsip-prinsip pertanian organik sebagai
Organik Sistem Pangan SNI untuk petani untuk menjamin keberlanjutan program
pertanian organik.

ABSTRACT

The current industrial paddy farming promotes the reliance on agrochemicals, both
synthetic fertilizers and pesticides, while neglecting to consider their negative effects
on the environment. Organic farming is one of several approaches to sustainable
agriculture. This paper examined farmers’ knowledge and perception of organic paddy
Keywords: farming practices, which is especially useful to set research agendas, for planning
paddy farming, campaign strategies and developing messages for communication. The study
farmer knowledge, conducted at Pereng village and Gentungan, Mojogedang sub-district, Karanganyar
organic farming regency, Central Java Province. A total of 60 organic and conventional farmers were
concept, included in this survey. Majority of the farmer-respondents define organic farming as
the absence of chemicals used in farming, and there is some farmer-respondent define
organic practices
organic farming as a very low level application of chemicals fertilizer. Only a small
proportion of organic paddy farmers were apply local seeds and managing irrigation
in farming practices and there was none of organic paddy farmers do the crop rotation.
The government must therefore increase its efforts in disseminating the proper
information on organic agriculture corresponding the principles of organic
agriculture as Organic Food Systems SNI to the farmer to ensure the sustainability of
the organic agriculture program.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: tinjung.murjono@gmail.com

181
INTRODUCTION of the basic facts of farming but they were not aware
Paddy is most important food crop and a of all aspects related to certification and standards
primary source of food for Indonesian people. The given by different agencies Triyuyun research results
current paddy farming system promotes the reliance (2011) showed that the perception of stakeholders in
on agrochemicals, both synthetic fertilizers and Karanganyar towards organic farming systems and
pesticides, while neglecting to consider their negative the attributes of the technology is low, awareness of
effects on the environment. Excessive use of stakeholders on the environmental and economic
chemical fertilizers has led to a decline soil quality benefits of organic farming are not always followed
and output productivity (Las et. al, 2006). This by changes in the behavior of farmers in adopting
causes the so called “soil hungry” in which the soil organic farming.
requires more chemical substances. As result, to In Sub-district Mojogedang there is a small
sustain crop productivity, farmers have to be group of farmers practicing organic paddy farming.
dependent on chemical fertilizers. In addition, The sub-district of Mojogedang height is about 380
fertilizer is usually scarce and difficult to obtain by m above sea level, and lots of precipitation 2590
the farmers. mm/year. Irrigation is available throughout the year
A strategic option to accelerate development led farmers can cultivate three times during the year.
realization of the agribusiness competitive, People in Pereng who cultivate organic paddy
sustainable and environmentally farming in order to embodied in a farmer groups, Rukun Makaryo, while
improve the welfare of the people, especially organic paddy farmers in the village of Gentungan
farmers, is organic farming. Organic farming is incorporated in the Tani Mulyo. Results of
recognized as an important system of agriculture and observation and learn from earlier studies tend a
food production, that is environmentally sustainable reduction in the number of organic paddy farmers.
and can generate several positive impacts to rural This paper intends to contibute to the
society. The World Board of the International existing literature by providing an empirical analysis
Federation of Organic Agriculture Movements of farmers’ perceptions and practice in organic
(IFOAM) approved the Organic agriculture is a farming, and comparing them with conventional
production system that sustains the health of soils, farmers.
ecosystems and people. It relies on ecological
processes, biodiversity and cycles adapted to local METHODS
conditions, rather than the use of inputs with adverse This study was conducted in Pereng and
effects. Organic agriculture combines tradition, Gentungan viilage, Mojogedang sub-district,
innovation and science to benefit the shared Karanganyar regency. The results presented in this
environment and promote fair relationships and good paper are based on qualitative and quantitative
quality of life for all involved’. methods of primary data collection and inquiry. In
Organic farming in Indonesia, still rare. order to study the differences of two paddy farming
Organic agriculture program in Indonesia has been systems, total of 60 farmers whom 30 farmers are
initiated since its launched "Go-Organic 2010" dealing with organic farming and other 30 farmers
program by the Ministry of Agriculture in 2000. from conventional farming were subjected for the
Based on SOEL survey in Daniele (2005), mentioned interview in this study. Furthermore, qualitative and
that the organic farming area in Indonesia was around quantitative methods such as semi-structured and in-
40,000 hectares (0.09 per cent to total area or equal depth interviews, identification of key-informants,
to 0.33 per cent of total paddy area). By focus group discussion (FGD) and field visits were
implementing organic farming practices, Indonesia used to fulfill the necessary data needed in this study.
farmers are expected to reduce their dependence on Descriptive statistics were used to investigate both
chemical fertilizers as well as preserving organic and conventional farms.
environmental sustainability (Syarif and Lesmana,
2011). RESULTS AND DISCUSSION
Until recently, farmers’ knowledge of Farm Characteristics
organic farming has been ignored by researchers As shown in Table 1, the average age of
because decreasing dissemination. Scialabba’s and organic paddy farmers are relatively younger than the
Hattam’s (2002) review of developing countries conventional paddy farmers, and statistically
efforts in organic agriculture points out the weakness significantly different. Education of organic paddy
of institutional support for existing knowledge and farmers relatively higher than conventional paddy
exchane in organic agriculture. Singh and George farmer, and statistically significantly different.
(2012) conclude that even farmers are aware of some

182
Education and age affect farmer knowledge the conventional farm. The analysis showed the farm
and acceptance of the new technologies. A study by size between both farming system was statistically
Jamison and Lau (1982) mentioned that the success significant different. Syarif and Lesmana (2011)
of Thailand, Korea and Malaysia in increasing the revealed in most countries, organic farming is
productivity of their agriculture sector was by typically small scale. Promoting organic farming on
education.The average organic paddy farm size is a small scale is intended to avoid food shortages in
about 2,480 m2 which is lower than the average of the short run.

Table 1. Farm Characteristics


Orgaic Farming Conventional Farming
Characteristic
Total % Total %
Age (years)
≤ 29 2 6.67 0 0.0
30 – 39 2 6.67 4 13.33
40 – 49 12 40 7 23.33
50 - 59 8 26.67 6 20.0
≥ 60 6 20.0 13 43.33
Mean 48,47 years 56,40 years
St-dev 11,97 13,63
t-test 2,39*
Education
Uneducated 0 0.00 7 23.33
Primary school 14 46.67 14 46.67
Junior high School 6 20.00 2 6.67
Higher School 7 23.33 6 20.00
Diploma 1 3.33 1 3.33
University 2 6.67 0 0.00
Mean 8.33 years 6.07 years
(junior high school) (primary school)
St-dev 2.92 4.49
t-test 2.32*
Farm size
< 2,500 m2 18 60.00 11 36.67
2,500 – 5,000 m2 10 33.33 10 33.33
< 5,000 m2 2 6.67 9 30.00
Mean 2,480 m2 4,589.67 m2
St-dev 2,430.04 4,658.68
t-test 2,19*
Note : * significant at 5% level, respectively
Farmer Perception and Knowledge in Organic chemical inputs, both fertilizers and pesticides, but
Farming Concept 20% farmers said that organic farming is only
Result of this study found that there was without chemical pesticides and still allowed to use
different knowledge and perceptions among farmers chemical fertilizers in low doses. What is interesting
towards organic concepts, as showed at Figure 1. that as many as 23.33% of conventional paddy
Majority of the organic farmer-respondent define farmers answered do not know about organic
organic agriculture as the absence of chemicals used farming.
in farming. Most farmers (83.3%) declared organic The survey has shown that organic farmers
farming is farming without chemicals fertilizer and perception about organic farming was not fully in
pesticide. However, not all organic paddy farmers accordance with the appropriate standards of organic
had same perception, which 16.67% of farmers were farming. None of organic farmers was answering that
assume that organic farming is the use of manure and local seed selection, management of irrigation and
pesticide material from plants. rotation is important aspect in organic farming. It
About 30% of conventional paddy farmers should be noted that majority of farmers were not
assume that organic farming is farming without aware about the recommmended marketing practices

183
for organic products, because the lack of organic
markets.

90.0%
80.0%
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%

Organic Farming
Conventional Farming

Figure 1. Farmers’ Perceptions in Organic Farming

Results of interviews proved that their farming practices. Table 2 depicts the
conventional farmers did not familiar with organic respondents’ practices toward paddy farming
farming accurately, although on the other hand quite conducted at study sites.
a lot of conventional farmers declared that the This research found that some organic paddy
organic farming is absence of chemical inputs. farmers respondents apply local seed and did not
Conventional farmers assume that organic farming aware with crop rotation aspect and management of
requires fertilizers and pesticides that are difficult to irrigation and post-harvest treatment and marketing
make. their farm products. This results is similar with
Organic paddy farmer were mainly Pindozo et al (2014) which revealed that paddy
knowledgable about what fertlizer and the kind of farmers have only low to medium level of awareness
pesticide to use, but they were not knowledgable ini on organic farming activties and markets for organic
seeds to use. about organic concept can be seen by products.

Table 2. Differences between Organic and Conventional Paddy Farming Practice


Explanation
Production stage
Organic Farming Conventional Farming
Pre-cultivation stage Farm location near from the viilage Disperse
Cultivation stage
1. Use of Fertilizer Manure formulated with MOL (local Urea (315,26 kg/ha), SP36 (250,79
microorganisms) were producing with kg/ha), Phonska (330,21 kg.ha), ZA
members of farmer groups, amount of (238,33 kg/ha)
fertilizer 1,35 tons/ha
2. Use of Pesticide Pesticide from plant materials Chemicals pesticide
3. Use of Seed Dominated menthik, black rice, and IR 64 Dominated use of IR 64 and ciherang

184
Explanation
Production stage
Organic Farming Conventional Farming
4. Aspects of land Farmers plant paddy three times a year in Farmers plant paddy three times a year
management and their fields
irrigation
5. Crop rotation Farmers do not perform rotation for paddy Farmers do not perform rotation for
cultivation paddy cultivation
Post-harvest stage
1. Packing and storage Farmers didn’t aware with packing and Farmers do their own packing and
storage for organic products storage
2. Marketing Aspects Most farmers market through farmer Some farmers do marketing through
groups, and few farmer had sold production paddy mills and traders around the
to the paddy milling independently village

Important Factors Influencing Adoption of farmers). Farmer respondent in this study were
Organic Farming knowledgeable in producing in their own input. Since
Organic paddy farmers motivation adopted organic farming encourages the use of indigenous
organic farming practices, primarily because of low materials, lower costs are incurred. Farmers are
cost of production under organic system (56.67% of encouraged to produce their own inputs using
farmers). The next biggest reason why farmers want materials that can be easily found from their farm
to do organic farming is health concern factors, surroundings, such as manure. This study found only
farmers feels responsible for the environment, land, 17% farmers respondent didn’t have livestock
and human health in the long term (23.33% of

Input can
Scarcity of
provide
chemical
manually
fertilizer
6.67%
6.67%
Healthy
environment
23.33%
Cost
efficiency
Worker 56.67%
efficiency
3.33% Improve soil
fertility
3.33%

Figure 2. Farmers’ Motivation in Organic Farming

Farmer respondent in this study were Conventional paddy farmers motivation did
knowledgeable in producing in their own input. Since not adopt organic farming were yields uncertainty
organic farming encourages the use of indigenous (46.67%), complicated production system (20%), did
materials, lower costs are incurred. Farmers are not familiar to cultivate in organic farming (10%),
encouraged to produce their own inputs using conventional cultivation has been hereditary (10%),
materials that can be easily found from their farm did not know how to sale proceeds if the organic
surroundings, such as manure. This study found only (6.67%), as well as long development of plants and
17% farmers respondent didn’t have livestock. feel the paddy of organic results are not different
from conventional farming (respectively 3.33%).

185
These results are similar to studies approximately 60 percent of organic rice farmers
Prompathansombat et al (2011) that important factors have got information from extension agents
on decision of adoption of organic farming that were (government and NGOs agents), in form of group
positively significant included farm-gate ppaddy and meeting. In addition, 18 percent of organic farms
attitude to conventional production problems, also have got information from their neighbouring
water accessibility. Schneeberger et al (2002) farmers (relatives and friends), while mass media
revealed that Austrian farmers did not adopt organic (TV and radio) takes about 14 percent.
practices due to fear of decreased income and Information about organic rice farming is
marketing problems. Niemeyer and Lombard (2003) very important for the farmers to change their
revealed that in South Africa, the lack of marketing practice, enhance knowledge on farming and
opportunities, no premium ppaddys, and the lack of production. Mahamud (2005) mentioned significant
subsidies had kept the farmers from adopting organic factors affecting the acceptance of organic rice
practices. Kennvidy (2011) revealed that farmers production as level of organic agriculture knowledge
shifted to organic farming in order to reduce the and extension measures received from involved
expenses on synthetic fertilizers, to avoid the agencies. Pornpratansombat et al (2011) mentioned
negative effects of synthetic fertilizers to health, to approximately 60 percent of organic rice farmers
utilize the available resources in the neighborhood, to have got information from extension agents
conserve the environment as well as soil and water (government and NGOs agents), in form of group
quality and to acquire the beneficial ppaddys on meeting. In addition, 18 percent of organic farms
organic products. have got information from their neighbouring
Information about organic rice farming is farmers (relatives and friends), while mass media
very important for the farmers to change their (TV and radio) takes about 14 percent. The study
practice, enhance knowledge on farming and found that farmers’ major sources of knowledge on
production. Mahamud (2005) mentioned significant organic farming was farmer group leader.
factors affecting the acceptance of organic rice Approximately 60% of respondents organic farmer
production as level of organic agriculture knowledge replied the farmer group chairman Pereng elder
and extension measures received from involved farmer in the village is the first and primary resources
agencies. Pornpratansombat et al (2011) mentioned that recognize the organic.

There is no
difference In process
price compare Not profitable
Tradition 0.00% 0.00%
with chemical
10.00%
farming
3.33%

Long
period Don't know
growth how to farm
3.33% 10.00% Low yields and
Complicated uncertain
practice Uniffecient Difficulty in 46.67%
20.00% selling
cost 6.67%
0.00%
Figure 3. Conventional Farmer Reason

186
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
farmer group agricultural non grovernment
leader/ sesepuh extension staff/ organization
petani agriculral bereau

Figure 4. Source of Information of Organic Farming

The emergence of farmers in the district


Mojogedang organk greatly influenced the role of an REFERENCES
elder farmer who pioneered and disseminate Kennvidy SA. 2011. Organic Paddy Farming
information about the farm without chemicals. Mbah Systems in Camodia: Socio-Economic
Paimanhadi time immemorial is the chairman of Impact of Smallholder Systems in Takeo
farmer groups in the village Pereng Makaryo Pillars, Province. IJERD International Journal of
which seeks to transmit the understanding and Environmental and Rural Development
practice of organic on group members. His efforts led 2011 (2-1): 115-119.
to their farmer groups receive recognition from an Mahamud, R. 2005. Innovation in agricultural
organic certification organization. Echoes of organic resource management for organic
farming village Pereng even spread to other villages, agriculture: case study of organic rice
namely Gentungan Village, District Mojogedang, farmers group, Amphoe Kudchum,
and farmer groups Tani Mulyo also received organic Changwat Yasothon. Thesis, Kasetsart
certification in 2014. Government agencies and non- University, Bangkok.
governmental organizations have a role in assisting Piadozo, MES. F. Lantican. IM Pabuayon. AR
the organic farmer groups, the standards and Quicoy. AM Suyat. PKB Maghirang. 2014.
requirements untu certified organic products. Paddy Farmers’ Concept and Awareness of
However, the farmers themselves play a key role Organic Agriculture: Implications for
since the farmer group leader gained knowledge Sustainability of Philippine Organic
through his own resources and initiatives. Agriculture Program. Journal ISSAAS Vo.
20. No. @:142-156
CONCLUSIONS Pompratansombat P., Bauer B. Boland H. 2011. Tha
The result of the study showed organic paddy Adoption ofOrganic Paddy Farming in
farmers have different characteristics with Northeastern Thailand. Journal of Organic
konvensonal paddy farmers, where farmers padid Systems 6 (3).
organi relatively younger age, more educated, but Schneeberger. WI. Darnhofer and M. Eder. 2002.
more narrow area of land tenure. The survey shows Barriers to Adoption of Organic Farming
an understanding of organic farmers though not fully by Cash-Crop Producers in Austria.
in accordance with the appropriate standards of American Journal. Alternative Agriculture
organic farming. There are conventional farmers who 17(01): 24-51.
do not know about organic farming accurately. Sciablabba, N. And C. Hattam. 2002. Organic
Farmers’ major sources of knowledge on organic Agriculture, Environment and Food
farming is farmer group leader. Security, Environment and Natural
It takes effort more intensive dissemination Resources Series No. 4. Food and
of information about organic farming, either through Agriculture Organization. Rome.
extension program and direct demonstrations, or Singh, S. And RI. George. 2012. Organic Farming
through mass media, newspaper or electronic media. Awareness and Beliefs of Farmers in
Government and related institution can help farmers Uttarakhand, India. Journal Human
to restore the use of traditional or local seed varieties. Ecology. 37(2): 139-149.

187
Triyuyun. 2011. Stakeholders Perception Study and
Conducet in Paddy Organic Agriculture
Systems in Karanganyar Regency. Thesis.
Diponegoro University.

188
Analisis Persepsi dan Sikap Petani Terhadap Lembaga Pembiayaan Formal dan
Informal (Suatu Kasus Di Gapoktan Sami Mulya Kec. Sedong, Kabupaten
Cirebon, Jawa Barat)
Perception and Farmer’s Behaviour Analysis towards Formal and Informal Financing
Institution
Yeni Hendriyani 1), Tuti Karyani2)
1)Program Studi Agribisnis, Universitas Bale Bandung
2Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Modal adalah satu dari faktor produksi yang harus ada dalam usahatani. Tinggi
rendahnya produksi baik dari segi kualitas dan kuantitas, ditentukan oleh besar
kecilnya modal yang dimiliki oleh petani. Keterbatasan modal seringkali menjadi
Kata Kunci: kendala bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya. Untuk mengatasi kendala
Modal, tersebut, diperlukan bantuan modal dari pihak luar, dalam hal ini lembaga keuangan
Aksesibiitas terhadap perdesaan (LKP). Namun, ketersediaan LKP seringkali tidak mampu menyelesaikan
LKP, persoalan petani, karena rendahnya daya aksesibilitas petani terhadap LKP. Hal ini
Persepsi, tidak terlepas dari persepsi dan sikap yang dimiliki oleh petani terhadap LKP tersebut.
Sikap Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi dan sikap petani
terhadap LKP baik formal maupun informal. Metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif dengan pendekatan survey. Responden penelitian adalah para petani
mangga gedong gincu yang tergabung dalam Gapoktan Sami Mulya. Data dianalisis
dengan Metode Multiatribut Fishbein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani
menganggap penting atribut kemudahan persyaratan baik LKP formal dan informal,
dan memberikan skor tertinggi untuk atribut citra lembaga keuangan terhadap LKP
formal serta skor tertinggi untuk atribut biaya administrasi terhadap LKP informal.
Hasil lain, petani memberikan sikap kepercayaan lebih tinggi kepada LKP informal
dibandingkan dengan formal.

ABSTRACT

Capital is one of the factors of production that have to available in the farm business.
The level of production in terms of both quality and quantity, is determined by the size
of the capital owned by the farmers. Capital constraints are often an obstacle for
farmers in improving productivity.To overcome these obstacles, the necessary capital
Keywords: assistance from outsiders, in this case the rural financial institutions (RFI). However,
Capital, the availability of RFI are often unable to resolve the problems of farmers, because
Accessibility to RFI, farmers are low accessibility to the RFI. Low access to financial institutions due to
Perception, perceptions and attitudes of farmers towards the RFI. This study aims to determine
Attitude how the perceptions and attitudes of farmers towards both formal and informal RFI.
The method used is quantitative method with a survey approach. Respondents of this
research is ‘gedong gincu’ mango farmers who are members of the Gapoktan Sami
Mulya. Data will be analyzed using the methods Multiatribut Fishbein. The results
showed that farmers consider important is easy the requirements attributes for formal
and informal RFI, and the highest score to the image attributes of the formal RFI,
and the highest score to administrative costs attribute for informal RFI. Another
result, farmers provide higher confidence attitude to the informal than the formal RFI

* Korespondensi Penulis, Alamat e-mail: yhendriyani@yahoo.co.id

189
PENDAHULUAN (2) Mengurangi ketergantungan petani dengan
Permodalan merupakan salah satu faktor pedagang perantara dan pelepas uang, dengan
produksi penting dalam usaha pertanian. Namun, demikian berperan dalam memperbaiki struktur
dalam operasional usahanya tidak semua petani dan pola pemasaran hasil pertanian,
memiliki modal yang cukup. Aksesibilitas petani (3) Mekanisme tranfer pendapatan diantara
terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat masyarakat untuk mendorong pemerataan,
terbatas, terutama bagi petani-petani yang menguasai (4) Insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi
lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar usahatani.
dari masyarakat pedesaan. Dengan demikian, tidak Pemilikan lahan yang sempit dan
jarang ditemui bahwa kekurangan biaya merupakan kelembagaan skim pembiayaan bagi usaha agribisnis
kendala yang menjadi penghambat bagi petani dalam dan agroindustri tidak fleksibel, menyebabkan
mengelola dan mengembangkan usahatani. masyarakat tani tidak dapat akses secara mudah pada
Kelembagaan ekonomi perdesaan tidak sumber pembiayaan saat ini. Kebijakan pembiayaan
berkembang baik akibat terlalu berbelitnya sistem untuk mendukung sektor agibisnis dan agroindustri
birokrasi pemerintah. Lemahnya peranan dirasakan sangat lemah dan sektor ini cenderung
kelembagaan pembiayaan pertanian tersebut terabaikan.
membawa konsekuensi semakin terbatasnya akses Dukungan lembaga keuangan sangat
petani terhadap sumber-sumber pembiayaan berarti terhadap keberlanjutan rantai pasok, karena
(Syukur et al., 2003). Disamping itu, kondisi secara umum jejaring yang dibangun melalui rantai
informasi yang tidak simetris antara sebagian besar pasok ini sering tidak mampu bertahan karena
masyarakat (dalam hal ini petani) dengan kelompok terganggunya cash flow
masyarakat lainnya membawa implikasi yang luas keuangan sebagai akibat tertundanya pembayaran
berupa rendahnya aksesibilitas pelaku agribisnis dari pelaku hilir. Ketika pembayaran tertunda dari
terhadap sumberdaya modal, teknologi, peningkatan hilir (misal super market, eksportir) maka efek
kemampuan, informasi pasar dan lain sebagainya dominonya akan terasa sampai ke hulu (petani).
(Syukur dan Windarti, 2001). Biaya-biaya langsung yang berkaitan dengan
Akses pelaku agribisnis yang rendah pada produksi, maupun pemasaran menjadi menumpuk
sumber modal memerlukan kreasi lembaga dan hal ini membuat keperluan atas modal kerja
pembiayaan yang tepat bagi sektor ini. Dukungan semakin besar, dan bila tidak mampu memenuhinya
kebijakan yang kuat sangat diperlukan guna banyak pelaku tidak mampu untuk terlibat lagi dalam
menciptakan terbentuknya lembaga pembiayaan rantai pasok ini. Oleh karena itu menarik untuk
yang kuat dan sehat guna mendukung pengembangan dikaji secara lebih mendalam, terutama menyangkut
agribisnis dan agroindustri di pedesaan (Endang cara pembayaran, besarnya biaya-biaya dan jenisnya
Lestari Hastuti & Supadi, 2007) yang diperlukan oleh pelaku yang terlibat. Dengan
Kelembagaan ekonomi pedesaan yang diketahuinya biaya-biaya tersebut dan pola cash flow
kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat tidak dari usaha para pelaku, maka pola pembiayaan yang
berkembang karena kooptasi yang berlebihan dari tepat untuk setiap pelaku dapat dikembangkan dalam
sistem birokrasi pemerintahan. Kondisi ini ternyata rantai pasok mangga.
lebih banyak melumpuhkan kelembagaan lokal yang Sementara di lain pihak sebenarnya di
selama ini berkembang dengan baik di masyarakat perdesaan terdapat beberapa sumber pembiayaan
dan berperan dalam pemertaan pendapatan yang dapat dijadikan alternatif pemilihan sumber
(Sudaryanto dan Syukur, 2000). modal oleh petani mangga. Namun sumber
Pentingnya kredit dalam pembangunan pembiayaan yang ada di perdesaan ini seolah tidak
pertanian Indonesia terkait dengan tipologi petani mampu menjangkau kebutuhan petani.
yang sebagian besar merupakan petani kecil dengan Kelembagaan pembiayaan perdesaan tidak
penguasaan lahan yang sempit, sehingga tidak berkembang baik akibat terlalu banyaknya campur
memungkinkan untuk melakukan pemupukan modal tangan yang cenderung berlebihan dari sistem
untuk investasi pada teknologi baru. Dengan birokrasi pemerintah. Tindakan ini, pada
demikian dukungan pembiayaan harus dilakukan. kenyataannya telah melumpuhkan sebagian
Syukur dkk, (1988 dan 1999) menyatakan bahwa kelembagaan lokal yang selama ini berkembang dan
peran kredit sebagai pelancar pembangunan berperanan di masyarakat dalam pemerataan
pertanian antara lain: pendapatan, termasuk kelembagaan pembiayaan
(1) Membantu petani kecil dalam mengatasi pertanian (Sudaryanto dan Syukur, 2000).
keterbatsan modal dengan bunga yang relatif Lemahnya peranan kelembagaan
ringan, pembiayaan pertanian tersebut membawa

190
konsekuensi semakin terbatasnya akses petani dan persepsi yang dimiliki oleh petani terhadap
terhadap sumber-sumber pembiayaan (Syukur et lembaga-lembaga keuangan yang ada di perdesaan.
al., 2003). Disamping itu, campur tangan
pemerintah yang berlebihan juga menciptakan METODE PENELITIAN
kondisi informasi yang tidak simetris antara Penelitian dilakukan terhadap petani gedong
sebagian besar masyarakat (dalam hal ini petani) gincu yang tergabung dalam Gapoktan Sami Mulya
dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon. Metode
membawa implikasi yang luas berupa rendahnya yang digunakan adalah metode deskriptif analisis
aksesibilitas pelaku agribisnis terhadap sumberdaya dengan menggunakan pendekatan metode survey.
modal, teknologi, peningkatan kemampuan, Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
informasi pasar dan lain sebagainya (Syukur dan para petani gedong gincu yang tergabung ke dalam
Windarti, 2001). Gapoktan Sami Mulya, yang merupakan pemasok
Pada kenyataannya, hanya sebagian kecil kebutuhan mangga terhadap perusahaan eksportir di
masyarakat perdesaan yang memiliki akses terhadap Cirebon. Teknik Sampling yang digunakan adalah
sumber-sumber permodalan yang disediakan simple random sampling, dimana dari populasi yang
Padahal, akses terhadap kredit permodalan berjumlah 250 diambil sampling sebanyak 53 orang
merupakan hak dasar manusia yang fundamental petani.
dalam meningkatkan usahanya, pendapatannya dan
kebutuhan dasarnya. ANALISIS DATA
Di wilayah perdesaan, terdapat dua Analisis data yang digunakan dalam
jenis pasar kredit atau pasar pembiayaan penelitian ini adalah Analisis Multiatribut Fishbein.
(Syukur et al., 2003), yaitu pasar pembiayaan formal Model sikap Fishbein ini berfokus pada prediksi
dan pasar pembiayaan informal. Pembiayaan sikap yang dibentuk seseorang terhadap obyek
formal (khususnya untuk kegiatan non program) tertentu. Secara simbolis rumus tersebut dapat
beroperasi di pedesaan yang dalam mekanisme diekspresikan sebagai berikut :
pengajuan dan penyalurannya mengikuti
mekanisme pasar. Artinya, kaidah-kaidah kelayakan Ao = ∑ bi ei
diberlakukan secara formal, seperti tingkat bunga i=l
yang dibebankan adalah tingkat bunga komersial
dan dilayani oleh lembaga formal. Selain itu, masih Dimana :
banyak lagi program-program serupa yang telah Ao : Sikap Terhadap Obyek
diimplementasikan, termasuk program Bi : Kekuatan Kepercayaan Bahwa
pembiayaan yang mendukung pengembangan usaha Obyek memiliki atribut i
pertanian di pedesaan. Dalam pelaksanaan program ei : Evaluasi mengenai atribut i
tersebut diakui bahwa masih banyak hambatan n : Jumlah atribut yang menonjol
yang dihadapi.
Bersamaan dengan itu, lembaga
Komponen ei, yang menggambarkan
pembiayaan informal juga beroperasi dalam
evaluasi atribut, di ukur secara khas pada sebuah
perekonomian masyarakat termasuk masyarakat
skala evaluasi lima angkayang berjajar dari “sangat
pertanian. Pemberdayaan Lembaga Keuangan
penting” hingga “tidak penting”. Sebagai contoh :
Mikro termasuk lembaga pembiayaan informal
Jaminan Keamanan pada lembaga
merupakan langkah yang tepat dalam upaya
keuangan formal adalah :
mengentaskan kemiskinan dan pengembangan
ekonomi rakyat (Krisnamurti, 2005). Sebagai
Sangat penting : : : : : Tidak penting
penyedia dana bagi petani, lembaga informal dinilai +2 +1 0 -1 -2
sangat fleksibel dan relatif mudah diakses karena
tidak memerlukan prosedur administrasi yang rumit Atribut – atribut dari lembaga keungan pada
seperti halnya lembaga pembiayaan formal. penelitian ini adalah: Jaminan keamanan,
Keberadaan lembaga pembiayaan formal Kemudahan Syarat menjadi anggota/ nasabah, Citra
dan informal di perdesaan merupakan pilihan bagi lembaga keuangan di masyarakat, Kecepatan
petani. Proses pemilihan yang dilakukan petani Pelayanan. Lokasi yang strategis, Tingkat Suku
terhadap lembaga keuangan formal maupun Bunga, Biaya Administrasi, Tenggang Waktu
informal tidak terlepas dari persepsi dan sikap yang Pemabayaran. Variable dalam penelitian ini terbagi
dimiliki oleh petani terhadap lembaga-lembaga dalam 2 (dua) kelompok variable, yaitu : variable
tersebut. Disinilah perlu dianalisis bagaimana sikap

191
untuk kelompok yang pertama adalah kekuatan Kemudahan Syarat menjadi anggota/ nasabah, 3.
kepercayaan bahwa usahatani yang menggunakan Citra lembaga keuangan di masyarakat, 4.
lembaga keuangan formal maupun non formal Kecepatan Pelayanan, 5. Lokasi yang strategis, 6.
memiliki ke sepuluh atribut tersebut. Tingkat Suku Bunga, 7. Biaya Administrasi, 8.
Setiap responden diminta untuk Tenggang Waktu Pemabayaran. Setiap responden
menyatakan sikap terhadap pertanyaan apakah diminta untuk menyatakan sikapnya atau
lembaga keuangan formal dan non formal, yang mengevaluasi terhadap atribut lembaga keuangan
memiliki atribut : 1. Jaminan keamanan, 2. dalam 5 angka skala, mulai dari +2 yang berarti
Kemudahan Syarat menjadi anggota/ nasabah, 3. sangat penting sampai – 2 yang berarti sangat tidak
Citra lembaga keuangan di masyarakat, 4. penting
Kecepatan Pelayanan, 5. Lokasi yang strategis, 6.
Tingkat Suku Bunga, 7. Biaya Administrasi, 8. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tenggang Waktu Pemabayaran, dalam 5 angka Nilai Evaluasi
skala, mulai dari +2 yang berarti sangat baik sampai Atribut-atribut yang dinilai adalah jaminan
– 2 yang berarti sangat buruk. Variable untuk keamanan, tenggang waktu pembayaran, tingkat
kelompok yang kedua adalah variable evaluasi suku bunga, kecepatan, kemudahan persyaratan,
terhadap sepuluh atribut lembaga Keuangan biaya administrasi dan lokasi yang strategis serta
(variable ei), yang terdiri atas sepuluh buah citra lembaga keuangan.
pertanayaan, yaitu : 1. Jaminan keamanan, 2.

Tabel 1. Skor Evaluasi Tingkat Kepentingan (ei) Atribut Lembaga Keuangan (n=53)
Skor Evaluasi Total Rata-rata
Atribut Lembaga Keuangan
2 1 0 -1 -2 (ei) (ei)
Jaminan Keamanan 23 14 15 1 0 59 1.11
Tenggang Waktu Pembayaran 28 18 7 0 0 74 1.40
Tingkat Suku Bunga 31 17 4 1 0 78 1.47
Kecepatan Pelayanan 35 13 3 2 0 81 1.53
Kemudahan Persyaratan 35 14 2 2 0 82 1.55
Biaya Administrasi 21 23 9 0 0 65 1.23
Lokasi yang Strategis 17 27 8 1 0 60 1.13
Citra Lembaga Keuangan 10 25 15 3 0 42 0.79

Tabel 1 menyajikan secara lengkap hasil membuktikan bahwa menurut petani citra lembaga
penilaian konsumen terhadap atribut evaluasi (ei) keuangan bukanlah sesuatu hal yang mutlak, selama
terhadap semua atribut dari lembaga keuangan. Dari lembaga keuangan itu mampu memberikan
Tabel 1, terlihat bahwa atribut yang memiliki skor pelayanan baik, cepat, bunga ringan maka petani
tertinggi adalah kemudahan persyaratan (1,55), tidak akan memperhatikan citra lembaga keuangan.
disusul dengan evaluasi terhadap kecepatan Penilaian Kepercayaan Atribut Pada Lembaga
pelayanan (1,53), tingkat suku bunga (1,47), Keuangan Formal
tenggang waktu pembayaran (1,40). biaya Setelah skor evaluasi kepentingan atribut
administrasi (1,23). lokasi yang strategis (1,13), diperoleh maka selanjutnya diperlukan skor
jaminan keamanan ((1,11) dan terakhir citra lembaga kepercayaan (bi) atribut oleh petani terhadap
keuangan (0,79). Dari data tersebut dapat dilihat lembaga keuangan formal. Dengan diketahuinya
bahwa kemudahan persyaratan adalah atribut yang penilaian kinerja atribut (bi) oleh petani maka dapat
paling penting bagi petani. Kemudahan persyaratan diketahui pilihan atau penilaian terhadap lembaga
dianggap paling penting mengingat petani seringkali keuangan formal tersebut.
tidak mampu menghadapi birokrasi yang berbelit- Penilaian kinerja atribut (bi) oleh konsumen
belit. akan dilakukan pada delapan atribut lembaga
Fakta lain dapat dilihat bahwa selain keuangan formal, meliputi jaminan keamanan,
kemudahan persyaratan, kecepatan pelayanan tenggang waktu pembayaran, tingkat suku bunga,
menjadi urutan kedua yang dianggap penting oleh kecepatan pelayanan, kemudahan persyaratan, biaya
petani, kemudian disusul oleh tingkat suku tenggang administrasi, lokasi strategi dan citra lembaga
waktu pembayaran, dan seterusnya. Sebuah keuangan. Dari hasil penelitian diperoleh data
fenomena menarik bahwa atribut citra lembaga sebagai berikut :
lembaga keuangan yang memiliki skor terkecil,

192
Tabel 2.Frekuensi Skor Tingkat Kepercayaan (bi) Atribut Lembaga Keuangan Formal (n = 53)
Skor Evaluasi Total Rata-rata
Atribut Lembaga Keuangan
2 1 0 -1 -2 (ei) (ei)
Jaminan Keamanan 22 18 8 3 2 55 1.04
Tenggang Waktu Pembayaran 25 16 10 2 0 64 1.21
Tingkat Suku Bunga 15 22 10 5 1 45 0.85
Kecepatan Pelayanan 8 14 10 15 6 3 0.06
Kemudahan Persyaratan 6 15 15 11 6 4 0.08
Biaya Administrasi 17 25 8 3 0 56 1.06
Lokasi yang Strategis 12 27 8 4 2 43 0.81
Citra Lembaga Keuangan 34 17 2 0 0 85 1.60

Dari Tabel 2, terlihat bahwa atribut citra mereka merasa dilayani cukup puas justru untuk BRI
lembaga keuangan mendapat skor tertinggi (1,60), yang berada di kabupaten, dibandingkan dengan BRI
artinya petani memberi apresiasi yang baik terhadap yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka.
lembaga keuangan formal yang diketahuinya. Karenanya, bagi petani lokasi strategis tidak menjadi
Sedangkan skor kedua tertinggi adalah untuk atribut jaminan akan memberi pelayanan yang cukup baik.
tenggang waktu pembayaran (1,21), hal ini Setelah lokasi strategis, atribut selanjutnya
dimungkinkan mengingat biasanya petani diberikan adalah kemudahan persyaratan (0,08). Angka ini
tenggang waktu selama 1 tahun untuk peminjaman, menggambarkan bahwa petani merasa persyaratan
selama 1 tahun tersebut petani merasa cukup waktu yang ditetapkan oleh lembaga keuangan cukup ribet,
untuk mengembalikan pinjaman tersebut. tidak mudah. Inilah mungkin yang menyebabkan
Atribut lembaga keuangan selanjutnya yang banyak petani yang memutuskan untuk tidak
diberi apresiasi baik oleh petani adalah biaya menggunakan jasa lembaga keuangan formal sebagai
administrasi (1,06). Apresiasi dari petani ini sumber pembiayaan usahataninya.
disebabkan karena beberapa diantara petani pernah Terakhir yang menduduki peringkat paling
menjadi nasabah BRI untuk pinjaman kredit program rendah adalah atribut kecepatan pelayanan (0,06).
pemerintah, dan mereka merasa bahwa biaya Angka ini menunjukkan bahwa petani merasa tidak
administrasi yang ditentukan cukup layak untuk dilayani dengan cepat, mulai dari proses pengajuan
pinjaman yang didapat. sampai pencairan. Dari hasil wawancara diperoleh
Atribut selanjutnya yang mendapat kesan keterangan bahwa biasanya waktu yang dibutuhkan
cukup bagus setelah biaya administrasi adalah untuk mengajukan pinjaman, mulai dari pengajuan
jaminan keamanan (1,04), artinya untuk jaminan sampai dengan pencairan itu adalah minimal 14 hari
keamanan ini petani merasa cukup aman kerja. Sementara penyemprotan pohon mangga tidak
mengagunkan jaminan untuk disimpan di lembaga dapat ditunda-tunda.
keuangan yang memberikan pinjaman kepada
mereka. Setelah jaminan keamanan, atribut Penilaian Kepercayaan Atribut Pada Lembaga
selanjutnya yang berada di bawah urutan jaminan Keuangan Non Formal
keamanan adalah tingkat suku bunga (0,85). Dari Setelah mengetahui penilaian kinerja atribut
angka ini dapat dijelaskan bahwa petani merasa (bi) lembaga keuangan formal, maka selanjutnya
cukup puas dengan tingkat suku bunga yang akan dilakukan penilaian kinerja atribut (bi) pada
ditetapkan untuk pinjaman yang diperolehnya. lembaga keuangan non formal. Untuk lebih jelasnya
Lokasi strategis, adalah atribut lembaga hasil dair penilaian kinerja atribut (bi) dapat dilihat
keuangan yang menduduki peringkat ke-6 yaitu pada Tabel 3 :
sebesar 0,81. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa

193
Tabel 3. Frekuensi Skor Tingkat Kepercayaan (bi) Atribut Lembaga Keuangan Non Formal (n = 53)
Skor Evaluasi Total Rata-rata
Atribut Lembaga Keuangan
2 1 0 -1 -2 (ei) (ei)
Jaminan Keamanan 10 12 10 11 10 1 0.02
Tenggang Waktu Pembayaran 22 28 2 1 0 71 1.34
Tingkat Suku Bunga 34 12 7 0 0 80 1.51
Kecepatan Pelayanan 15 12 18 8 0 34 0.64
Kemudahan Persyaratan 28 17 8 0 0 73 1.38
Biaya Administrasi 37 13 3 0 0 87 1.64
Lokasi yang Strategis 8 6 19 20 0 2 0.04
Citra Lembaga Keuangan 12 9 11 10 11 1 0.02

Dari Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa atribut mengingat selama ini para petani yang mendapat
biaya administrasi (1,64) menjadi kriteria utama pinjaman dari lembaga keuangan non formal
dalam membentuk sikap terhadap lembaga keuangan diberikan keleluasaan untuk membayar pinjaman,
non formal, dan dinilai paling kecil adalah citra asalkan pada akhir tahun lunas.
lembaga keuangan (0,02) dan jaminan keamanan Atribut berikutnya adalah kecepatan
(0,02), hal ini menandakan bahwa semakin bagus pelayanan (0,64), atribut ini tidak mendapatkan skor
citra lembaga kuangan justru petani akan semakin cukup baik, mengingat petani merasa pengajuan
takut untuk menggunakan lembaga keuangan pinjaman terhadap lembaga keuangan non formal
tersebut karena berbagai macam alasan, seperti sangat tergantung dengan ketersediaan dana di pihak
persyaratan yang diberikan oleh lembaga keuangan eksportirnya itu sendiri. Selanjutnya adalah atribut
tersebut akan semakin sulit. Selain citra lembaga lokasi yang strategis (0,04), dimana atribut ini
keuangan, juga atribut jaminan keamanan yang merupakan nilai terendah kedua. Dari skor tersebut
merupakan skor terkecil, hal ini menandakan bahwa dapat dijelaskan bahwa petani tidak bermasalah
petani beranggapan tidak terlalu penting untuk mengenai lokasi dimana saja sumber keuangan
memberikan jaminan apapun kepada lembaga formal itu berada. Artinya, selama ada komunikasi,
tersebut karena mereka hanya bermodalkan mudah untuk diakses, lokasi bukanlah suatu
kepercayaan saja. hambatan yang berarti.
Atribut lembaga keuangan yang mendapat 4. Analisis Sikap Petani
skor kedua terbesar adalah tingkat suku bunga (1,51). Petani responden telah menilai tingkat
Hal ini disebabkan karena beberapa diantara mereka kepentingan dan tingkat kepercayaan atribut,
yang pernah mendapatkan bantuan pinjaman dari selanjutnya didapatkan nilai sikap terhadap lembaga
lembaga keuangan non formal, seperti perusahaan keuangan formal dan non formal. Nilai sikap
eksportir CV. Sumber Buah Sae tidak pernah dianalisis untuk melihat bagaimana pandangan petani
dikenakan bunga, sehingga petani mengapresiasi terhadap lembaga keuangan formal maupun lembaga
cukup baik terhadap atribut tingkat suku bunga ini. keuangan non formal. Untuk memperoleh sikap (Ao)
Setelah tingkat suku bunga, atribut lembaga petani terhadap lembaga keuangan formal maupun
keuangan yang selanjutnya mendapat skor tinggi lembaga keuangan non formal maka langkah
adalah kemudahan persyaratan (1,38). Seperti yang selanjutnya adalah mengalikan antara skor
kita ketahui, lembaga keuangan non formal dapat kepentingan (ei) dengan skor kepercayaan (bi) pada
dikatakan hampir tidak memiliki prosedur baku, masing-masing jenis lembaga keuangan yaitu
semua dilakukan hanya berlandaskan kepercayaan lembaga keuangan formal dan lembaga keuangan
dan saling membutuhkan. Selanjutnya adalah atribut non formal. Hasil perhitungan nilai sikap (Ao) dapat
tenggang waktu pembayaran (1,34). Atribut lembaga dilihat pada tabel berikut :
keuangan ini mendapat skor yang cukup baik

194
Tabel 4. Nilai Rata-Rata Sikap Kepercayaan Petani Terhadap Lembaga Keuangan Formal dan Non Formal
ei LK Formal LK Non Formal
Atribut Lembaga Keuangan
(evaluasi) bi ei bi bi ei bi
Jaminan Keamana 1.11 1.04 1.16 0.02 0.02
Tenggang Waktu Pembayaran 1.40 1.21 1.69 1.34 1.87
Tingkat Suku Bunga 1.47 0.85 1.25 1.51 2.22
Kecepatan Pelayanan 1.53 0.06 0.09 0.64 0.98
Kemudahan Persyaratan 1.55 0.08 0.12 1.38 2.13
Biaya Administrasi 1.23 1.06 1.30 1.64 2.01
Lokasi yang Strategis 1.13 0.81 0.92 0.04 0.04
Citra Lembaga Keuangan 0.79 1.60 1.27 0.02 0.01
Sikap Kepercayaan
7.78 9.30
Ao = ∑ bi ei

Dari perhitungan Tabel 4, diperoleh Ao lembaga keuangan non formal lebih baik bila
(sikap petani) secara keseluruhan untuk lembaga dibandingkan dengan lembaga keuangan formal.
keuangan formal adalah 7,78. Untuk lembaga Bagi sebagian petani keistimewaan lembaga
keuangan non formal adalah 9,30. Dengan demikian keuangan non formal adalah lebih mudah dalam
secara keseluruhan konsumen lebih menyukai persyaratan dan cepat dalam pelayanan.
lembaga keuangan non formal daripada lembaga SIMPULAN
keuangan formal. 1. Dari hasil analisis sikap yang dilakukan terhadap
Hasil dari analisis sikap (Ao) pada lembaga petani untuk lembaga keuangan baik formal
keuangan formal yang memiliki skor tertinggi adalah maupun non formal, penilaian petani lebih
atribut tenggang waktu pembayaran (1,69). menyukai lembaga keuangan non formal (nilai Ao
Sedangkan urutan kedua yaitu atribut biaya = 9,30), dibandingkan lembaga keuangan formal
administrasi (1,30). Atribut yang memiliki skor (nilai Ao = 7,78), karena petani menilai secara
terendah dari analisis sikap pada lembaga keuangan umum citra lembaga keuangan lembaga keuangan
formal yaitu atribut kecepatan pelayanan (0,06), non formal lebih baik bila dibandingkan dengan
disusul pada urutan terendah kedua adalah atribut lembaga keuangan formal. Bagi sebagian petani
kemudahan persyaratan (0,08). Dari hasil analisis keistimewaan lembaga keuangan non formal
tersebut dapat dilihat bahwa petani menilai bahwa adalah lebih mudah dalam persyaratan dan cepat
kecepatan pelayanan di lembaga keuangan formal dalam pelayanan., dimana lembaga keuangan
sangatlah minim, didukung pula dengan kemudahan nonformal memiliki skor 2,13 dibanding formal
persyaratan yang dinilai petani sangat sulit dipenuhi (0,12).
oleh petani. 2. Berdasarkna atribut yang dinilai petani terhadap
Berbeda dengan lembaga keuangan formal, lembaga keuangan bahwa yang paling penting
hasil analisis sikap di lembaga keuangan non formal adalah kemudahan persyaratan, kecepatan
yang memiliki skor tertinggi adalah tingkat suku pelayanan dan biaya administrasi , adapun atribut
bunga (2,22), hal ini dimungkinkan karena eksportir lokasi yang strategis, citra lembaga keuangan dan
yang menjadi lembaga keuangan non formal tidak yang lainnya tidak menjadi bahan pertimbangan
pernah menetapkan bunga dari pinjaman yang utama.
diberikan kepada petani. Analisis sikap yang
memiliki skor terendah adalah citra lembaga SARAN
keuangan (0,01), ini dimungkinkan karena tidak 1. Perlu adanya usaha proaktif dari lembaga
setiap petani mangga dapat dengan mudah keuangan formal perdesaan setempat, lebih
mendapatkan pinjaman dari eksportir, sehingga persuasif dalam memahami kebutuhan petani
petani tidak memberikan sikap yang cukup baik mangga di daerahnya. Sehingga para petani
terhadap citra lembaga keuangan non formal. mangga merasakan keberadaan lembaga
Secara garis besar, hasil analisis sikap yang keuangan pedesaan yang ada di wilayah
dilakukan terhadap petani untuk lembaga keuangan sekitarnya.
baik formal maupun non formal, penilaian petani 2. Persyaratan dan kecepatan pelayanan perlu
lebih menyukai lembaga keuangan non formal ditingkatkan oleh lembaga keuangan, agar lebih
dibandingkan lembaga keuangan formal, karena banyak lagi petani dapat dilayani kebutuhan
petani menilai secara umum citra lembaga keuangan modalnya yang pada gilirannya dapat

195
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani.

DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, E.L. & Supadi, 2007. Aksesibilitas
Masyarakat Terhadap Kelembagaan
Pembiayaan Pertanian di Pedesaan. P3SEP.
Sudaryanto, T dan M. Syukur, 2001. Pengembangan
Lembaga Keuangan Alternatif Mendukung
Pembangunan Ekonomi Pedesaan. P3SEP.
Balitbang. Departemen Pertanian.
Syukur, M & H. Windarti, 2001. Karya Usaha
Mandiri : Sebuah Skim Pembiayaan Mikro
dalam Pengembangan Ekonomi Lokal.
PPSE. Bogor.
Syukur, M, dkk. 2003. Kinerja Kredit Pedesaan &
Alternatif Penyempurnaannya Untuk
Pengembangan Pertanian. PPSE. Bogor.

196
Faktor Internal dan Eksternal yang Berperan Dalam Usahatani Tembakau
(Nicotiana tabacum L.) (Studi Kasus pada Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa
Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut)

Internal and External Factors that Had A Role in Tobacco Farming (Nicotiana
tabacum L.) (Case study on Mukti Satwa Farmer Group at Rancabango Village,
Tarogong Kaler District, Garut Regency)
Erizka Pramuditya1, Lucyana Trimo1
1 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karaktersitik petani, faktor internal dan
eksternal yang berperan dalam usahatani tembakau, pendapatan usahatani tembakau,
faktor penghambat dalam usahatani tembakau, serta keberlanjutan usahatani tembakau
Kata Kunci: di Desa Rancabango. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
Faktor internal dan kualitatif dengan metode studi kasus. Data diperoleh dari informan yang dipilih secara
eksternal sengaja. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian
Keberlanjutan menunjukkan bahwa dari ke sepuluh informan, faktor internal yang berperan dalam
Kebijakan usahatani tembakau adalah pendidikan, luas lahan, pengalaman usahatani, status
Tembakau kepemilikan lahan, dan tradisi. Faktor eksternal yang berperan adalah keadaan alam,
Usahatani budidaya, penyuluhan, dan peluang pasar. Pendapatan usahatani tembakau terbilang
cukup besar karena dapat menghasilkan pendapatan bersih 3-4 kali lipat dari modal
awal yang dikeluarkan oleh petani. Faktor penghambat dalam usahatani tembakau
adalah sarana produksi dan permodalan. Serta dapat dipastikan usahatani tembakau di
Desa Rancabango akan terus berlanjut melihat faktor internal dan eksternal yang
mendukung usahatani tembakau di desa tersebut.

ABSTRACT

The aims of this research is to identify the characteristics of farmers, internal and
external factors which play a role in tobacco farming, tobacco farm income, inhibiting
factors in the farming of tobacco, as well as the sustainability of tobacco farming in
the Rancabango village. The design used in this study is a qualitative design with the
Keywords: method of case study. Data obtained from informants selected intentionally. Data were
Internal and external analyzed descriptively. The results showed that of the ten informants, characteristics
factors of tobacco farmer at Rancabango village, such as age ranged between 35-44 years
Sustainable (50%), education only up to primary school (50%), the land area more than 1 ha
Policies (40%), and farming experience ranged between 11-29 years (70%). Internal factors
Tobacco that play a role in the farming of tobacco are education, land, farming experience,
Farming tenure, and tradition. External factors that have a role are nature, cultivation,
education, and market opportunities. Tobacco farm income is quite high because it can
generate net income 3-4 times higher than the initial capital incurred by the farmer.
Inhibiting factors in tobacco farming is the production tools and capital. It can be
ascertained tobacco farm in the village of Rancabango will continue looking from the
internal and external factors that support the tobacco farm in the village.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: erizkapramuditya93@gmail.com

197
PENDAHULUAN Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013.
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Tembakau memberikan kontribusi yang
merupakan salah satu komoditas perkebunan cukup besar bagi negara, baik dari tenaga kerja
unggulan di Indonesia, hal ini terkait dengan Surat maupun pendapatan negara melalui cukai. Hal ini
Keputusan Menteri Pertanian Nomor dipicu dengan keadaan alam dan sumber daya yang
511/Kpts/PD.310/9/2006 tanggal 12 September 2006 mendukung Indonesia menjadi negara penghasil
tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan Direktorat tembakau berkualitas.
Jenderal Perkebunan, terdapat 127 komoditas binaan. Tak dipungkiri bahwa prospek pasar
Prioritas penanganan difokuskan pada 15 komoditas tembakau dalam negeri pun sangatlah berpotensi,
strategis yang menjadi unggulan nasional, yaitu karena masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa
karet, kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mengkonsumsi tembakau dalam bentuk olahan
mete, teh, cengkeh, jarak pagar, kemiri sunan, tebu, rokok, sehingga produsen rokok dalam negeri pun
kapas, tembakau, dan nilam. terbilang cukup banyak dan bersaing untuk
Tembakau merupakan salah satu komoditas memenuhi permintaan rokok dalam negeri dengan
perkebunan penting di Indonesia, hal ini terlihat dari berbagai produk yang ditawarkan yang dapat
besarnya produksi tembakau Indonesia pada tahun menarik minta konsumen untuk membelinya.
2010 yang menempatkan Indonesia masuk ke dalam Provinsi Jawa Barat memiliki objek
10 besar negara produsen tembakau di dunia dengan unggulan pada komoditas perkebunan dan tembakau
peringkat keenam dunia (Tabel 1). merupakan salah satu komoditas unggulan nasional
asal Jawa Barat. Produktivas tembakau di Jawa Barat
Tabel 4. Sepuluh Besar Negara Produsen adalah yang terbaik, karena luas areal tanam
Tembakau di Dunia Tahun 2010 tembakau sama dengan luas tanaman tembakau yang
No. Negara Produksi (Ton)
bisa menghasilkan. Kabupaten Garut merupakan
1. China 3.005.753
2. Brazil 780.942 salah satu wilayah di Jawa Barat yang mempunyai
3. India 755.500 potensi sangat besar dalam mengembangkan
4. Amerika Serikat 326.008 komoditi tembakau dan merupakan sentra produksi
5. Malawi 215.000 tembakau di Jawa Barat karena Kabupaten Garut
6. Indonesia 135.678 memiliki luas areal dan produksi komoditi tembakau
7. Argentina 123.300 terbesar di Jawa Barat, yaitu sebesar 4.099 Ha
8. Pakistan 119.323 berdasarkan Data Statistik Perkebunan Jawa Barat,
9. Zimbabwe 109.737 Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013.
10. Italia 97.200 Desa Rancabango merupakan salah satu desa
11. Lainnya 1.445.452
yang berada di Kecamatan Tarogong Kaler yang
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 2010-2012:
Tembakau, 2011, Kementerian Pertanian.
sangat terkenal dengan daerah penghasil tembakau di
Kontribusi tembakau untuk perekonomian wilayah Kabupaten Garut. Mayoritas masyarakat di
Indonesia dapat dilihat dari volume ekspor tembakau desa ini bermatapencaharian sebagai petani
di Indonesia. Hampir setiap tahunnya mengalami tembakau. Berusahatani tembakau di desa ini sudah
peningkatan volume ekspor, namun terjadi menjadi mata pencaharian turun temurun yang
penurunan pada tahun 2011 sebesar 38.905 ton dan diwarisi oleh nenek moyang mereka.
pada tahun 2012 sebesar 37.700 ton. Dilihat dari Pemerintah mengeluarkan peraturan
perkembangan volume ekspor tembakau di Indonesia pemerintah yang menentang produk olahan
dari rentang tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 tembakau, salah satunya adalah PP No. 109 Tahun
terus mengalami peningkatan, yang terbesar adalah 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung
peningkatan dari tahun 2009 ke tahun 2010 (Tabel 2). zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Petani tembakau di beberapa daerah mengalami
masalah akibat ditetapkannya PP No. 109 Tahun
Tabel 5. Perkembangan Volume Ekspor Tembakau 2012, karena berdampak pada usahatani tembakau
di Indonesia Tahun 2008-2012 mereka yang sekaligus sebagai mata pencaharian
Tahun Ekspor (ton) utama. Hal tersebut tidak membuat petani-petani di
2008 50.268 Desa Rancabango ini beralih dari usahatani tembakau
2009 52.515 ke komoditas lain atau beralih matapencaharian ke
2010 57.408 sektor nonpertanian. Masyarakat Desa Rancabango
2011 38.905
2012 37.700
masih bertahan untuk berusahatani tembakau, justru
Total 236.796 komoditas tembakau inilah yang menjadi komoditas

198
utama yang diusahakan oleh masyarakat di Desa Desa Rancabango merupakan salah satu desa
Rancabango. yang berada di Kecamatan Tarogong Kaler,
Kabupaten Garut. Desa Rancabango sudah sangat
KERANGKA TEORI terkenal sebagai daerah penghasil tembakau
Tembakau merupakan salah satu komoditas berkualitas, tidak hanya terkenal di daerah Garut saja,
perdagangan penting di dunia. Indonesia masuk ke namun sudah terkenal sampai ke Temanggung, Jawa
dalam 10 besar negara produsen tembakau di dunia Tengah. Para petani di Desa Rancabango sudah sejak
dengan peringkat keenam dunia. Tembakau sebagai lama melakukan kerjasama dengan tengkulak
penyumbang devisa negara dan menyerap tenaga tembakau di Temanggung. Sehingga tidak sulit untuk
kerja yang cukup besar. memasarkan hasil panen tembakau. Maka dari itu,
Pemerintah mengeluarkan beberapa peneliti ingin mengetahui faktor apa yang membuat
kebijakan yang berkaitan dengan tembakau. Salah petani tembakau masih tetap bertahan berusahatani
satu kebijakan yang dikeluarkan adalah PP No. 109 tembakau walaupun sudah terdapat peraturan atau
Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang kebijakan yang terkait dengan tembakau yang
mengandung zat adiktif berupa produk tembakau dikeluarkan pemerintah yang menyebabkan petani di
bagi kesehatan. Pemerintah berusaha melindungi beberapa daerah mengalami gulung tikar. Peneliti
masyarakat dari bahaya zat adiktif yang terkandung ingin mengetahui besarnya pendapatan petani dari
dalam rokok yang berbahan baku dari daun usahatani tembakau itu sendiri, serta mengetahui
tembakau. Sudah banyak petani di beberapa daerah faktor internal dan eksternal dalam ushataani
yang mengalami gulung tikar akibat disahkannya PP tembakau, serta faktor-faktor penghambat dalam
No. 109 Tahun 2012 ini. Namun, hal ini tidak terjadi usahatani tembakau. Ketiga aspek, akan menentukan
kepada para petani tembakau di Desa Rancabango. keberlanjutan usahatani tembakau di Desa
Rancabango.

Gambar 1. Alur Pemikiran

199
METODE PENELITIAN 45 Ha berdasarkan Data Profil Desa Rancabango
Penelitian ini dilaksanakan Kelompok Tani Tahun 2014.
Mukti Satwa yang terletak di Desa Rancabango, Banyaknya jenis tembakau dan kedelai yang
Kabupaten Garut, Jawa Barat Penelitian ini ditanam oleh masyarakat, menunjukkan bahwa
menggunakan desain kualitatif dan teknik penelitian petani di Desa Rancabango mengandalkan kedua
berupa studi kasus. jenis komoditas tersebut sebagai sektor utama
Pengumpulan data dilakukan dengan pertanian di daerah mereka. Terutama komoditas
menggunakan alat bantu berupa panduan wawancara tembakau yang memberikan pendapatan yang cukup
yang berisi pertanyaan yang terdiri dari variabel- besar bagi para petani di Desa Rancabango.
variabel yang berkaitan dengan penelitian, serta
dengan cara observasi pastisipasif, menggunakan 2. Karakteristik Petani
dokumentasi, dan studi pustaka. Identifikasi (1) Umur petani
karakteristik petani, faktor internal dan eksternal,
Tabel 3. Distribusi Umur Petani
faktor penghambat, dan keberlangsungan usahatani
Kelompok Umur Jumlah Persentase
tembakau menggunakan analisis deksripstif, serta (Tahun) (Orang) (%)
pendapatan usahatani tembakau menggunakan ≤ 25 tahun 0 0
analisis pendapatan usahatani. 25-34 tahun 1 10
35-44 tahun 5 50
45-54 tahun 2 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 55-64 tahun 2 20
1. Keadaan Umum Tempat Penelitian ≥ 64 tahun 0 0
Jumlah 10 100
Desa Rancabango merupakan salah satu desa
yang berada di Kecamatan Tarogong Kaler, Berdasarkan penelitian, diperoleh umur petani
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. yang menjadi informan paling banyak berada pada
Desa Rancabango berada pada ketinggian kelompok umur 35-44 tahun sebesar 50% (Tabel 3).
718 meter di atas permukaan laut (dpl) dan suhu rata- Umur informan yang paling muda berusia 30 tahun
rata harian berkisar antara 24-28oC. Wilayah ini dan umur informan yang paling tua berusia 64 tahun.
cukup sesuai untuk ditanami komoditas perkebunan (2) Pendidikan
tembakau. Tembakau yang diusahakan di Desa Tabel 4. Distribusi Tingkat Pendidikan Petani
Rancabango merupakan jenis tembakau lokal, seperti Tingkat Jumlah Persentase
Darwati, Adung, Dasep, Kedungnani, Kedug olog Pendidikan (Orang) (%)
dan Kedung tamru. Jenis tembakau darwati yang Tidak Sekolah 1 10
paling digemari oleh penduduk Desa Rancabango SD 5 50
karena kualitasnya yang baik dan aromanya yang SMP 1 10
wangi. SMA 3 30
Perguruan Tinggi 0 0
Desa Rancabango memiliki luas wilayah
Jumlah 10 100
sebesar 1.002,591 Ha. Luas wilayah tersebut dibagi
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera
menjadi beberapa penggunaan lahan dan luas lahan
pada Tabel 4, diperoleh informasi, bahwa dari
terbesar adalah 440 Ha digunakan sebagai lahan
sepuluh informan hanya tiga orang yang menamatkan
perkebunan. berdasarkan Data Profil Desa
sekolah hingga ke SMA, satu orang menamatkan
Rancabango Tahun 2013.
sekolah hanya sampai ke jenjang SMP, lima orang
Sebagian besar masyarakat Desa
hanya dapat menamatkan SD, serta satu orang tidak
Rancabango bermatapencaharian di bidang
bersekolah. Dapat disimpulkan, bahwa tingkat
pertanian, yaitu sebanyak 500 orang bekerja sebagai
pendidikan 10 petani tembakau yang termasuk ke
petani dan sebanyak 3.200 orang bekerja sebagai
dalam Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa
buruh tani berdasarkan Data Profil Desa Rancabango
Raancabango masih rendah, yaitu 50% dari seluruh
Tahun 2013.
informan berlatar belakang pendidikan SD.
Pertanian merupakan sektor yang sangat
(3) Jumlah Tanggungan Keluarga
penting bagi masyarakat Desa Rancabango. Luas
wilayah di Desa Rancabango sebagian besar
digunakan untuk lahan pertanian. Adapun tiga
komoditas unggulan di Desa Rancabango, yaitu
kedelai dengan luas lahan sebsar 130 Ha, tembakau
dengan luas lahan 90 Ha, dan padi dengan luas lahan

200
Tabel 5. Distribusi Jumlah Tanggungan Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa
Keluarga sebagian besar dari informan memiliki pengalaman
usahatani tembakau selama 11 hingga 29 tahun.
Jumlah Tanggungan Jumlah Persentase Usahatani tembakau merupakan suatu tradisi turun
Keluarga (Orang) (Orang) (%) temurun bagi masyarakat Desa Rancabango dan
0-3 3 30 sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka.
4-5 5 50 Sebagian besar informan sudah mulai berusahatani
>5 2 20 tembakau sejak usia dini, mereka ikut berpartisipasi
Jumlah 10 100 dan meneruskan usahatani yang dijalankan oleh
orang tuanya. Oleh karena itu, rata-rata dari 10
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada informan petani tembakau yang termasuk ke dalam
Tabel 5, diperoleh hasil rata-rata dari 10 informan Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa Rancabango
petani tembakau di Desa Rancabango yang termasuk memiliki pengalaman usahatani tembakau lebih dari
ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa memiliki 10 tahun.
jumlah tanggungan keluarga antara 4-5 orang, yaitu 3. Faktor Internal yang Berperan dalam
sebesar 50%. Artinya, rata-rata dari 10 informan Usahatani Tembakau
merupakan keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, Faktor internal merupakan faktor-faktor
dan anak. Besar kecilnya keluarga akan memotivasi yang berasal dari dalam diri petani atau keluarga.
dan mempengaruhi rumah tangga dalam menentukan (1) Umur petani
besar kecilnya konsumsi dan pendapatan. Semakin Berdasarkan hasil penelitian, petani yang
besar keluarga, maka akan semakin besar pula berada pada usia produktif kemampuan kerjanya
pendapatan sekaligus konsumsi rumah tangganya, masih cukup baik dalam mengelola usahatani
begitupun sebaliknya. tembakau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian,
diperoleh umur petani yang menjadi informan paling
(4) Luas Lahan banyak berada pada kelompok umur 35-44 tahun,
Tabel 6. Distribusi Luas Lahan Petani yaitu dengan persentase sebesar 50% (Tabel 3).
Luas Lahan Jumlah Persentase Umur informan yang paling muda berusia 30 tahun
(Ha) (Orang) (%) dan umur informan yang paling tua berusia 64 tahun.
< 0,5 3 30 Dari ke sepuluh informan petani tembakau yang
0,5-1 2 30 termasuk ke dalam Kelompok Mukti Satwa Desa
>1 5 40 Rancabango, rata-rata berada pada usia produktif
Jumlah 10 100 untuk bekerja. Artinya, kinerja atau usaha yang
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera dilakukan oleh petani dalam menyelesaikan suatu
pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa rata-rata dari 10 pekerjaan akan semakin maksimal karena berada
informan memiliki luas lahan >1 ha sebanyak 40%. pada usia produktif. Kemampuan kerja produktif
Hal ini menunjukkan bahwa keadaan penguasaan akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia
lahan dari 10 petani relatif luas. Semakin besar lahan petani. Soekartawi (1988) menyatakan bahwa petani-
yang digunakan untuk berusahatani tembakau, maka petani yang lebih tua tampaknya kurang cenderung
dibutuhkan tenaga kerja dan modal yang semakin melakukan difusi inovasi pertanian dari pada mereka
banyak pula. Tenaga kerja sendiri akan sangat sulit yang relatif umur muda. Petani yang berumur lebih
ditemukan karena pada waktu tanam petani tembakau muda biasanya akan lebih bersemangat dibanding
yang termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti dengan petani yang lebih tua, dengan demikian ada
Satwa di Desa Rancabango akan menanam tembakau kecenderungan bahwa umur petani akan
pada saat yang bersamaan dengan petani tembakau mempengaruhi motivasi dalam menerapkan
yang lain dengan pemakaian tenaga kerja dalam satu usahatani yang berdampak pada produktivitas
waktu. usahataninya.
(5) Pengalaman Usahatani (2) Pendidikan
Tabel 7. Distribusi Pengalaman Usahatani Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4),
Pengalaman Jumlah Persentase diperoleh informasi, bahwa dari sepuluh informan
Usahatani (Tahun) (Orang) (%) hanya tiga orang yang menamatkan sekolah hingga
≤ 10 1 10 ke SMA, satu ornag menamatkan sekolah hanya
11-29 7 70 sampai ke jenjang SMP, lima orang hanya dapat
≥ 30 2 20 menamatkan SD, serta satu orang tidak bersekolah.
Jumlah 10 100 Dapat disimpulkan, bahwa tingkat pendidikan 10
petani tembakau yang termasuk ke dalam Kelompok

201
Tani Mukti Satwa di Desa Raancabango masih pengalaman usahatani tembakau selama 11 hingga 29
rendah, yaitu 50% dari seluruh informan berlatar tahun. Usahatani tembakau merupakan suatu tradisi
belakang pendidikan SD. Kondisi ini terjadi karena turun temurun bagi masyarakat Desa Rancabango
di masa lalu sarana dan prasarana pendidikan masih dan sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka.
sangat minim di Desa Rancabango, serta Sebagian besar informan sudah mulai berusahatani
keterbatasan ekonomi masyarakat menyebabkan para tembakau sejak usia dini, mereka ikut berpartisipasi
informan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang dan meneruskan usahatani yang dijalankan oleh
yang lebih tinggi, dan lebih bergantung untuk orang tuanya. Oleh karena itu, rata-rata dari 10
menjadi petani tembakau saja meneruskan tradisi informan petani tembakau yang termasuk ke dalam
turun temurun keluarga. Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa Rancabango
Selain pendidikan formal, pendidikan non memiliki pengalaman usahatani tembakau lebih dari
formal pun penting untuk menunjang keahlian 10 tahun.
maupun kemampuan petani. Petani mendapatkan
pendidikan non formal, yaitu berupa pelatihan yang (6) Status Kepemilikan Lahan
diberikan oleh penyuluh dari Dinas Perkebunan
Tabel 8. Status Kepemilikan Lahan
Kabupaten Garut maupun UPTD. Sebelum anggota Status Kepemilikan Jumlah Persentase
resmi menjadi anggota kelompok tani, biasanya akan Lahan (Orang) (%)
diberikan pelatihan berupa SLPHT (Sekolah Latihan Milik 7 70
Pengendalian Hama Terpadu). Milik dan Sewa 1 10
Milik dan Sakap 2 20
Jumlah 10 100
(3) Jumlah Tanggungan Keluarga
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera
sebagian besar informan memiliki lahan untuk
pada Tabel 5, diperoleh hasil rata-rata dari 10
usahatani tembakau sengan status milik. Hal ini
informan petani tembakau di Desa Rancabango yang
disebabkan informan merupakan orang asli Desa
termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa
Rancabango yang sejak lahir tinggal di sana, dan
memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 4-5
orang tuanyapun bekerja sebagai petani tembakau,
orang, yaitu sebesar 50%. Artinya, rata-rata dari 10
sehingga banyak yang mendapatkan lahan yang
informan merupakan keluarga kecil yang terdiri dari
diwarisi oleh orang tuanya untuk melanjuti usahatani
ayah, ibu, dan anak. Besar kecilnya keluarga akan
tembakau.
memotivasi dan mempengaruhi rumah tangga dalam
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui
menentukan besar kecilnya konsumsi dan
bahwa petani yang masuk ke dalam Kelompok Tani
pendapatan. Semakin besar keluarga, maka akan
Mukti Satwa harus mempunyai lahan sendiri dengan
semakin besar pula pendapatan sekaligus konsumsi
mempunyai sertifikat lahannya tersebut. Namun,
rumah tangganya, begitupun sebaliknya.
terdapat beberapa petani yang mempunyai lahan
(4) Luas Lahan
tambahan dengan status sewa ataupun sakap. Status
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 6), dapat
kepemilikan lahan milik sendiri tentunya memiliki
diketahui bahwa rata-rata dari 10 informan memiliki
banyak keuntungan dibanding dengan sewa maupun
luas lahan >1 ha sebanyak 40%. Hal ini
sakap. Lahan milik sendiri hanya mengeluarkan
menunjukkan bahwa keadaan penguasaan lahan dari
biaya untuk pajak lahan setiap tahunnya, sedangkan
10 petani relatif luas. Berdasarkan hasil
untuk sewa dan sakap perlu membayar lahan tersebut
penelitian, diperoleh informasi bahwa luas lahan
dengan uang maupun bagi hasil panen tembakau.
memang berperan dalam usahatani tembakau ini,
Lahan milik sendiri mendukung petani untuk terus
namun tidak menjadi masalah apabila lahan yang
mengusahakan tembakau, yang biasanya merupakan
diusahakan sempit atau luas, karena dari 10 informan
lahan warisan dari orang tua petani, sehingga
terdapat berbagai macam luas lahan yang dimiliki
memudahkan petani untuk terus melanjutkan
informan, dari yang sempit hingga luas. Intinya
usahatani tembakau di Desa Rancabango.
sempit atau luas lahan yang dimiliki tetap saja akan
ditanami oleh tembakau sebagai komoditas utamanya (7) Tradisi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
dan sudah menjadi ciri khas Desa Rancabango
informasi bahwa usahatani tembakau di Desa
sebagai desa penghasil tembakau.
Rancabango merupakan usahatani turun temurun dari
(5) Pengalaman Usahatani
keluarga yang sudah ada sejak jaman nenek moyang
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Keadaan
(Tabel 7), diperoleh hasil bahwa lama pengalaman
alam maupun iklim di Desa Rancabango sudah
usahatani tembakau sepuluh informan berkisar antara
sangat cocok dan mendukung untuk usahatani
10-40 tahun. Sebagian besar dari informan memiliki

202
tembakau sehingga masyarakatnya masih bertahan Pemeliharaan cukup dengan membersihkan lahan
untuk berusahatani tembakau dan merupakan mata dari gulma yang mengganggu. Pengendalian hama
pencaharian utama bagi para petani. dan penyakit dilakukan dengan memberikan
4. Faktor Eksternal yang Berperan dalam pestisida pada tanaman tembakau. Tembakau sering
Usahatani Tembakau terkena hama, yaitu kutu tembakau dan ulat yang
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang menyerang tembakau. Petani menggunakan pestisida
berasal dari luar petani dan keluarganya, seperti untuk mengatasi masalah hama tersebut. Pestisida
budidaya, keadaan alam, ketersediaan sarana dan yang biasa digunakan oleh petani pada Kelompok
prasarana, modal, penyuluhan, harga, dan peluang Tani Mukti Satwa adalah pestisida berbahan aktif
pasar. imidaklorid.
1. Keadaan Alam Tembakau baru bisa dipanen setelah
1) Suhu mencapai umur 30–40 hari setelah tanam (HST).
Tanaman tembakau pada umumnya tidak Pemanenan tembakau dilakukan dengan cara
menghendaki iklim yang kering ataupun iklim yang memetik daun mulai dari bagian bawah sampai
basah. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan bagian atas. Dalam 1 pohon dapat dipanen daun
tanaman tembakau berkisar antara 21-32oC. Desa basah sebanyak 4–5 kali panen. Kegiatan pemanenan
Rancabango memiliki suhu rata-rata harian berkisar biasanya dilakukan sekitar bulan Juni–Agustus. Jika
antara 24-28oC. Maka dari itu, wilayah ini cukup tembakau yang dihasilkan bagus, dalam 1 pohon
sesuai untuk ditanami komoditas perkebunan dapat menghasilkan 1 kg tembakau basah, namun
tembakau karena mempunyai suhu yang ideal untuk jika hasil kurang bagus, dalam 1 pohon hanya dapat
ditanami tembakau, tidak terlalu panas maupun menghasilkan ½ kg tembakau basah saja. Jadi, dalam
dingin. 1 ha lahan yang ditanami 14.000 pohon tembakau
2) Ketinggian Tempat dapat menghasilkan 14 ton (kualitas bagus) atau 7 ton
Tanaman tembakau dapat tumbuh pada (kualitas rendah).
dataran rendah maupun dataran tinggi bergantung 3. Ketersediaan Sarana Produksi
pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui
cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah bahwa ketersediaan sarana produksi pertanian
0-900 mdpl. Desa Rancabango berada pada cukuplah baik, namun untuk pupuk dirasakan sulit
ketinggian 718 mdpl, Demikian dapat dikatakan oleh petani karena terkadang pada saat musim tanam
tembakau sangat cocok untuk ditanam di Desa tembakau, pupuk di pasaran itu langka dan bantuan
Rancabango. dari Dinas Perkebunan tidak rutin. Hal ini dapat
3) Penyinaran Matahari terlihat bahwa Kelompok Tani Mukti Satwa
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui mengajukan proposal bantuan kepada Dinas
bahwa di Desa Rancabango penyinaran bagi Perkebunan Kabupaten Garut pada tahun 2013 dan
pertumbuhan tembakau cukup baik, karena tembakau bantuannya baru terealisasikan pada tahun 2014
yang sudah ditanaman di lahan tidak terhalangi oleh kemarin. Sehingga petani tidak dapat mengandalkan
tanaman-tanaman besar yang dapat menghalangi bantuan dari dinas saja, petani harus mencari
penyinaran dari tembakau. Setiap kali musim tanam kebutuhan untuk membudidayakan tembakau
lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman besar yang sendiri.
dapat menghalangi penyinaran tembakau, sehingga 4. Modal
tembakau dapat tumbuh dengan baik. Menurut 10 informan petani tembakau yang
4) Kesuburan Tanah termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa,
Berdasarkan hasil penelitian, dapat modal untuk berusahatani tembakau mereka
diketahui bahwa Desa Rancabango memiliki lahan dapatkan sendiri, yaitu dengan cara menabung (sisa
yang subur sehingga petani tembakau tidak sulit pendapatan dari tanaman yang sebelumnya
untuk membudidayakan tanaman tembakau. Lahan diusahakan) maupun dengan cara meminjam kepada
yang hendak ditanami tembakau hanya perlu orang-orang terdekat. Peminjaman yang dilakukan
dibersihkan dari gulma yang mengganggu dan berbeda-beda, ada yang meminjam dalam bentuk
digemburkan saja agar tanahnya menjadi lebih subur barang, seperti pupuk dan ada juga dalam bentuk
dan mudah untuk ditanamani tembakau. uang yang nantinya akan diganti pada saat sudah
2. Budidaya mendapatkan hasil dari panen tembakau. Tidak
Pemeliharaan tembakau terbilang mudah. adanya peran dari lembaga keuangan, seperti
Petani tidak perlu melakukan penyiraman karena koperasi maupun bank membuat petani kesulitan
tanaman tembakau hanya mengandalkan air hujan dalam hal permodalan untuk memulai usahataninya.
sebagai sumber kebutuhan air pada tembakau. Walalupun modal yang dimiliki sedikit para petani

203
ini tetap akan menanam tembakau, yang berbeda 2) Penawaran
hanyalah dari berapa banyak pohon yang bisa Penawaran berhubungan dengan penjual.
ditanam karena jumlah pohon menentukan pula Sehubungan dengan permintaan tembakau yang
banyaknya pupuk yang akan digunakan. selalu meningkat setiap tahunnya, maka harus
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui ditunjang dengan penawaran tembakau yang tinggi
bahwa modal awal untuk usahatani tembakau tidak pula guna memenuhi permintaan tersebut. Menurut
terlalu besar dibandingkan dengan tanaman lain. Pak Tatang selaku Ketua Kelompok Tani, produksi
Modal awal yang dikeluarkan hanyalah untuk tembakau di kelompok tani terus meningkat karena
kebutuhan saprodi, seperti pupuk dan pestisida, pajak terus adanya pembinaan dari dinas maupun dari
lahan, serta tenaga kerja. Tidak ada perawatan kesadaran para petani itu sendiri. Tembakau
khusus, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan memiliki prospek yang sangat menjanjikan, sehingga
biaya tambahan. Modal awal yang kecil dari seberapapun luas lahan yang dimiliki petani, petani
usahatani tembakau mampu memberikan akan berusaha keras untuk menghasilkan tembakau-
penghasilan yang cukup besar bagi petani, hal inilah tembakau berkualitas dan volume produksi yang
yang mendorong petani untuk tetap bertahan besar pula. Tembakau di sini hanya bisa ditanam
mengusahakan tembakau di Desa Rancabango. setahun sekali, tak heran bila petani sangat berharap
5. Penyuluhan pada tanaman tembakau, karena pendapatan yang
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan dihasilkan dari tembakau terbilang cukup besar dan
di lapangan diketahui bahwa kegiatan penyuluhan lebih besar dari komoditas lain yang ditanam oleh
biasa dilakukan setiap sebulan sekali. Penyuluh petani di Rancabango.
berasal dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 3) Harga
Tempat penyuluhan biasa dilakukan di rumah Ketua Masalah harga ditentukan oleh pembeli dan
Kelompok Tani Mukti Satwa, di lahan maupun di kelompok tani dan Pak Tatang selaku Ketua harus
gudang milik kelompok tani. Metode yang digunakan memusyawarahkannya dengan anggota kelompok
penyuluh untuk memberikan penyuluhan kepada serta ketua mengetahui harga pasaran tembakau. Jika
anggota kelompok tani cukup mudah, yaitu dengan sudah ada kecocokan harga, maka dibentuklah
cara mempresentasikan terlebih dahulu, lalu perjanjian dalam bentuk MOU antara pembeli dan
dipraktikan langsung di lapangan. Penyampaian kelompok tani. Pihak Temanggung akan melakukan
penyuluhan tidak hanya satu arah, namun dua arah survey terlebih dahulu ke Rancabango pada saat
agar terjalinnya komunikasi timbal balik serta supaya musim tanam, sehingga mereka bisa melihat kondisi
saling mengeluarkan pendapatan dan pikiran, tembakau yang ditanam dan bisa menego harga.
sehingga tidak hanya petani yang mendapatkan ilmu 5. Pendapatan Usahatani Tembakau
dari penyuluh, namun penyuluh pun mendapatkan
Tabel 9. Distribusi Pendapatan Usahatani
ilmu dari petani.
Tembakau
Infroman (TR) (TC) (Y)
6. Peluang Pasar
1) Permintaan 1 Rp 98,000,000 Rp 24.342.800 Rp 73.657.200

Permintaan berhubungan dengan pembeli. 2 Rp 22,050,000 Rp 5,507,150 Rp 16,542,850


Permintaan tembakau setiap tahunnya meningkat 3 Rp 26,950,000 Rp 6,553,550 Rp 20,396,450
(menurut Pak Tatang selaku Ketua Kelompok Tani
4 Rp 7,350,000 Rp 1,882,700 Rp 5,467,300
Mukti Satwa yang mengelola pemasaran tembakau
ke daerah Temanggung). Hal ini terlihat dari para 5 Rp 7,350,000 Rp 1,882,700 Rp 5,467,300
tengkulak dari Temanggung yang semakin banyak 6 Rp 41,650,000 Rp 10,023,450 Rp 31,626,550
berdatangan dan meminta kerja sama dengan
7 Rp 36,750,000 Rp 8,726,000 Rp 28,024,000
kelompok tani. Tembakau Rancabango sudah sangat
terkenal, jadi tak heran jika para pembeli berdatangan 8 Rp 34,300,000 Rp 8,224,000 Rp 26,076,000

untuk membeli tembakau dari Rancabango ini. 9 Rp 7,350,000 Rp 1,882,700 Rp 5,467,300


Tembakau Rancabango sudah terkenal dengan merk 10 Rp 24,500,000 Rp 5,903,150 Rp 18,596,850
“Gunung Putri” sampai ke daerah Jawa Tengah.
Namun, permintaan dari Temanggung yang
Terlihat pada Tabel 9, bahwa tembakau sangatlah
tinggi belum dapat tercukupi oleh petani di
menguntungkan. Pendapatan bersih bisa mencapai 4-
Rancabango, sehingga kelompok tani harus
5 kali lipat dari modal yang dikeluarkan untuk
mengambil tembakau dari daerah lain, seperti
berusahatani tembakau. Tak heran masyarakat di
Sumedang serta daerah Garut dan sekitarnya.
Desa Rancabango tetap bertahan untuk berusahatani

204
tembakau, karena sangat menguntungkan. Modal biasa dari pribadi, yaitu uang mereka bergulir karena
yang tidak terlalu besar dan budidaya yang tidak sulit mengusahakan komoditas selain tembakau. Jika
dibandingkan dengan komoditas lainnya. petani kekurangan modal, petani akan meminjam
6. Faktor Penghambat dalam Usahatani kepada sanak saudara dalam bentuk uang atau kepada
Tembakau para pedangang toko, namun yang dipinjamkan
dalam bentuk barang seperti pupuk atau pestisida.
Tabel 10. Faktor Penghambat dalam Usahatani
7. Keterkaitan Karakteristik Petani dengan
Tembakau di Desa Rancabango
Faktor Internal dan Eksternal dalam
No. Faktor Menghambat/Tidak
Penghambat
Usahatani Tembakau
1. Perubahan iklim Tidak menghambat Berdasarkan karakteristik petani serta faktor
2. Budidaya Tidak menghambat internal dan eksternal yang terdapat pada petani Desa
3. Sarana produksi Menghambat Rancabango dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga
4. Permodalan Menghambat variabel ini berkaitan satu sama lain mendukung
5. Tenaga kerja Tidak menghambat usahatani tembakau di Desa Rancabango. Ketiga
6. Menurunnya Tidak menghambat variabel inilah yang mendorong petani untuk terus
lahan pertanian mengusahakan tembakau walaupun terdapat
7. Perubahan harga Tidak menghambat beberapa penghambat dalam mengusahakan
8. Kebijakan Tidak menghambat tembakau. Penghambat tersebut tidak menjadi
penghalang bagi petani untuk berhenti berusahatani
Berdasarkan hasil penelitian yang dicantumkan tembakau. Justru petani tembakau di Desa
dalam tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Rancabango masih bertahan dan terus melanjutkan
dari delapan faktor penghambat dalam usahatani usahatani tembakau yang sudah ada sejak jaman
tembakau hanya dua faktor yang menghambat nenek moyang yang diturunkan oleh keluarga yang
usahatani tembakau, yaitu dari segi penyeiaan sarana sudah menjadi tradisi untuk terus dilestarikan sebagai
produksi dan permodalan. Penyediaan sarana mata pencaharian utama masyarakat Desa
produksi, khususnya pada pupuk dirasakan sulit Rancabango.
karena pada saat musim tanam tembakau pupuk 8. Keberlanjutan Usahatani Tembakau di Desa
langka di pasaran, hal ini diprediksi oleh petani Rancabango
karena adanya penyumbatan pada pihak tengkulak Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
pupuk. Permasalahan ini membuat petani kesulitan di Desa Rancabango, petani tembakau di desa
mencari pupuk hingga keluar desa, kalaupun ada tersebut tidak mengalami dampak akibat
pupuk di pasaran dijual dengan harga yang jauh lebih pemberlakuan PP No. 109 Tahun 2012 tentang
tinggi. Maka dari itu, petani harus menyimpan stok pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
pupuk sebelum musim tanam tiba, sehingga ketika berupa produk tembakau bagi kesehatan yang
musim tanam tembakau, petani tidak kesulitan dikeluarkan pemerintah. Petani tembakau di Desa
mencari pupuk ataupun kekurangan pupuk karena Rancabango masih bertahan untuk mengusahakan
akan berpengaruh pada pertumbuhan maupun tembakau yang sekaligus sebagai komoditas utama di
kualitas daun tembakau itu sendiri. Faktor desa ini. Adanya peran dari penyuluh, UPTD,
selanjutnya yang menghambat ialah permodalan. maupun Dinas Perkebunan Kabupaten Garut justru
Pendapatan petani dari tembakau memang terbilang mendukung pengembangan komoditas tembakau di
besar, namun petani di Desa Rancabango belum Desa Rancabango. Faktor internal dan faktor
dapat mengelola keuangan mereka dengan baik dan eksternal yang terdapat pada petani tembakau yang
petani bersifat konsumtif, yaitu ketika sudah termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa juga
memiliki uang dari hasil panen tembakau, mereka berperan dalam mendukung keberlanjutan usahatani
langsung memberlanjakan uang tersebut tanpa tembakau di Desa Rancabango. Tidak hanya faktor
memikirkan keberlanjutan usahataninya, sehingga internal dan faktor eksternal saja yang berperan
pada saat akan menanam tembakau kembali, petani dalam usahatani tembaku di Desa Rancabango,
kekurangan modal. Tidak ada peran dari lembaga namun terdapat faktor penghambat yang dapat
keuangan, seperti koperasi maupun bank memacu menghambat usahatani tembakau di Desa
petani untuk tidak mengelola keuangannya dengan Rancabango. Faktor penghambat yang didapatkan
baik. Tidak adanya koperasi di desa maupun dalam dari hasil penelitian, yaitu penyediaan pupuk (sarana
kelompok tani, serta para petani yang tidak mau produksi) dan permodalan. Belum ada solusi pasti
berurusan dengan bank karena dirasakan sulit untuk dari pihak petani, kelompok tani, maupun dinas
melakukan pinjaman kepada pihak bank dan terkait untuk menanggulangi masalah tersebut.
prosedurnya pun sulit. Sumber permodalan petani Namun sejauh ini, usahatani tembakau di Desa

205
Rancabango masih tetap berjalan walaupun ada 2. Perlu adanya pembinaan kepada petani mengenai
faktor yang menghambatnya. produk olahan selain rokok, yaitu pestisida
Diasumsikan, jika Indonesia selamanya tidak organik yang terbuat dari sisa tembakau seperti
meratifikasi FCTC (Framework Convention on batang pohon tembakau. Sehingga tembakau
Tobacco Control) karena PP No. 109 Tahun 2012 tidak hanya dijual daun basahnya saja sebagai
mengacu pada FCTC, maka usahatani tembakau bahan utama rokok, namun petani dapat menjual
dapat dipastikan terus berlanjut karena dapat pestisida organik dari batang tembakau dari
memberikan pendapatan yang cukup besar bagi pohon tembakau yang mereka miliki.
petani, serta usahatani tembakau ini merupakan 3. Penyuluh hendaknya memberikan penyuluhan
tonggak utama bagi industri rokok untuk mengenai cara mengelola keuangan yang baik
menjalannya usahanya. Serta didukung oleh faktor agar petani dapat mengetahui dan mengelola
internal dan eksternal yang sudah cukup baik dalam keuangannya dengan baik dan benar sehingga
keberlanjutan usahatanu tembakau di Desa tidak terjadi kekurangan modal ketika petani akan
Rancabango. menanam tembakau di musim berikutnya.
4. Perlu adanya pembinaan kelompok tani dengan
dibuatnya sebuah koperasi sebagai lembaga
SIMPULAN pembiayaan usahatani bagi anggota kelompok
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil tani untuk membantu petani dalam memanajemen
kesimpulan sebagai berikut : keuangan mereka dengan cara iuran atau
1. Faktor internal yang berperan dalam usahatani menabung pada koperasi tersebut sehinga dapat
tembakau adalah pendidikan, luas lahan, meminimalisir kesulitan dalam hal permodalan
pengalaman usahatani, status kepemilikan lahan, serta koperasi tersebut dapat membantu dalam hal
dan tradisi. penyediaan sarana produksi sehingga usahatani
2. Faktor eksternal yang berperan dalam usahatani tembakau bisa berjalan dengan baik.
tembakau adalah keadaan alam, budidaya, 5. Pemerintah diharapkan membuat kebijakan-
penyuluhan, dan peluang pasar. kebijakan mengenai tembakau dengan
3. Pendapatan usahatani tembakau terbilang cukup memperhatikan nasib petani tembakau sehingga
besar karena dapat menghasilkan pendapatan tidak ada petani tembakau yang harus mengalami
bersih 3-4 kali lipat dari modal awal yang gulung tikar karena tembakau merupakan
dikeluarkan oleh petani tembakau. komoditas penting yang dapat memberikan devisa
4. Faktor penghambat dalam usahatani tembakau di bagi negara dan menyerap tenaga kerja yang
Desa Rancabango adalah dalam penyediaan cukup banyak.
sarana produksi dan permodalan.
5. Usahatani tembakau di Desa Rancabango dapat UCAPAN TERIMA KASIH
terus berlanjut dikarenakan tidak ada dampak dari Pada kesempatan ini penulis ingin
PP No. 109 Tahun 2012 kepada petani tembakau menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
di desa tersebut, serta didukung oleh faktor kasih kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi
internal dan eksternal yang ada. Jika diasumsikan dalam membantu kelancaran penyelesaian
pemerintah tidak meratifikasi FCTC (Framework makalah. Penulis mengucapkan terima kasih
Convention on Tobacco Control), usahatani kepada :
tembakau di Desa Rancabango dapat terus 1. Dr. Ir. Lucyana Trimo, MSIE. selaku dosen
berlanjut. pembimbing.
2. Kepala Desa Rancabango dan seluruh
SARAN perangkat Desa Rancabango.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang
3. Pak Tatang selaku ketua Kelompok Tani Mukti
dapat diberikan adalah sebagai berikut:
Satwa.
1. Petani harus berinovasi dalam budidaya tembakau
contohnya dengan menggunakan benih 4. Para anggota Kelompok Tani Mukti Satwa
bersertifikat, menggunakan pupuk organik, Desa Rancabango.
pembuatan pestisida organik dari sisa tembakau 5. Pihak Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat
(batang), dan hormon perangsang tumbuh supaya dan Dinas Perkebunan Kabupaten.
hasil produksi meningkat agar dapat memenuhi
permintaan tembakau dari Temanggung yang DAFTAR PUSTAKA
selama ini belum terpenuhi dengan baik sehingga Adi, Anton Sulistyo. 2006. Analisis Usahatani
pendapatannya pun aka meningkat. Tembakau. Skripsi Sarjana Pertanian,

206
Agribisnis. Universitas Muhammadiyah Analisis dan Manajemen Agribisnis.
Malang. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Andityo Triutomo. 2014. “Perlukah Indonesia Kartikaningsih, Anita. 2009. Analisis Faktor-faktor
Meratifikasi FCTC”. yang Mmempengaruhi Motivasi Petani
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014 dalam Berusahatani Tebau. Skripsi Sarjana
/05/04/perlukah-indonesia-meratifikasi-fctc- Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan
framework-convention-on-tobacco-control- Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
653496.html. Diakses pada tanggal 18 Khanisa, Fatma Artati. -. Analisis Pendapatan Petani
September 2014. Tembakau di Desa Menggoro Kecamatan
Anwas, Adiwilaga. 1982. Ilmu Usaha Tani. Alumni: Tembarak Kabupaten Temanggung. Jurnal
Bandung. UGM :
Bachraen Saeful, 2012. Penelitian Sistem Usaha http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/art
Pertanian di Indonesia. Bandung : IPB icle/viewFile/106/103. Diakses pada tanggal
Press. 26 Januari 2015.
Badan Pusat Statistika, 2012. Perkembangan Volume Kementrian Keuangan, 2013. Nota Keuangan &
Ekspor Tembakau di Indonesia Tahun 2008- Rancangan Anggaran Pendapatan dan
2012. Jakarta : Badan Pusat Statistika. Belanja Negara Tahun Anggaran 2013.
Cahyono, Bambang, 2011. Untung Selangit dari Jakarta : Kementrian Keuangan Republik
Usaha Bertanam Tembakau. Yogyakarta : Indonesia.
Cahya Atma Pustaka. Nurnanaf, Rozany. Lembaga Informal Pembiayaan
Damanik, Arianty Lediana; Chalil, Diana; Ayu, Sri Mikro Lebih Dekat dengan Petani. Jurnal
Fajar. -. Faktor-faktor Pendorong dan Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kebijakan Pertanian :
Kopi Robusta ke Kopi Arabica. Jurnal http://pse.litbang.pertanian.go.id/. Diakses
Universitas Sumatera Utara. pada tanggal 9 Maret 2015.
Departemen Perindustrian, 2009. Roadmap Industri Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2012. Potensi
Pengolahan Tembakau. Jakarta : Direktorat Sumber Daya Alam. Jabarprov.go.id.
Jenderal Industri Agro dan Kimia. Diakses pada tanggal 27 Desember 2014.
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2013. PT. Televisi Madiun Media Visual Utama. 2013.
Statistik Perkebunan Jawa Barat Tahun Tolak PP No. 109 Tahun 2012, Ribuan
2013. Bandung : Dinas Perkebunan Provinsi Petani Tembakau Demo. www.sakti.tv.
Jawa Barat. Diakses pada tanggal 16 Januari 2015.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011. Statistik Rachmat, Muchjidin; Nuryanti, Sri. 2009. Dinamika
Perkebunan Indonesia 2008-2009 dan 2009- Agribisnis Tembakau Dunia dan
2011. Jakarta : Kementrian Pertanian. Implikasinya bagi Indonesia. Forum
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012. Statistik Penelitian Agro Ekonomi. Volume 27 No. 2.
Perkebunan Indonesia 2010-2012. Jakarta : Desember 2009 : 73-91.
Kementrian Pertanian. Rodjak, Abdul, 2006. Manajemen Usahatani,
Food and Agriculture Organization Corporate Bandung : Pustaka Giratuna.
Statistical, 2010. Sanusi. 2014. “Gappri : Cukai Naik, Industri Rokok
http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx. Terancam Gulung Tikar”.
Diakses pada tanggal 24 November 2014. http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/
Hanum, C, 2008. Teknik Budidaya Tanaman. 10/gappri-cukai-naik-industri-rokok-
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. terancam-gulung-tikar. Diakses pada tanggal
Hasan, Fuad; Darwanto, Dwidjono Hadi, 2013. 26 Oktober 2014.
Prospek dan Tantangan Usahatani Saragih, B, dan Y, B, Krisna Murthi. 1993.
Tembakau Madura. SEPA : Vol. 10 No.1 Pengembangan Agribisnis Berskala Kecil.
September 2013 : 63–70. Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian.
Husin, Sofyan, 2009. Analisis Faktor-faktor yang Bogor.
Mempengaruhi Produktivitas Usahatani dan Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press:
Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Petani. Malang.
Tesis Magister Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Soekartawi, 2003. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta:
Universitas Indonesia. Rajawali.
Isaskar, Riyanti, 2014. Modul 1. Pendahuluan: Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif
Pengantar Usaha Tani, Laboratorium Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

207
Susanti, Lisana Widi. 2008. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Petani dalam Penerapan Pertanian Padi
Organik. Skripsi Sarjana Pertanian. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
TCSC. 2013. Indonesia Tobacco Atlas Edisi 2013.
Jakarta : Tobacco Control Support Center-
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia.
Urber, Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial.
Bandung : PT. Refika Aditama.
Utari, Trinanda. 2011. Faktor Penarik dan
Pendorong Petani dalam Mengusahakan
Tembakau di Luar Desa Asal. Skripsi
Sarjana Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Padjadjaran.
WHO. Framework Convention on Tobacco Control,
Fifty-Sixth World Health Assembly. 21 May
2003.
Widyastuti, Atiek. 2013. Peraturan Pemerintah
Risaukan Petani Tembakau Klaten.c
krjogja.com. Diakses pada tanggal 16
Januari 2015.

208
Bauran Pemasaran dan Pertumbuhan Penjualan Kopi Luwak Arabika Malabar
Mountain (Studi Kasus di PT. Sinar Mayang Lestari, Desa Margamulya,
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)

Marketing Mix And Sales Growth of Malabar Mountain Arabica Civet Coffee
(Case Study at PT. Sinar Mayang Lestari, Margamulya Village, Pangalengan Sub-
district, Bandung District, Jawa Barat Province)
Ghina Davita Ramdhayani1, Dhany Esperanza1
1 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Kopi luwak merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai tambah komoditas kopi, di
samping komoditas kopi reguler Arabika dan kopi reguler Robusta. PT. Sinar Mayang
Lestari adalah salah satu perusahaan yang memproduksi, menangani sendiri kegiatan
Kata Kunci: produksi kopi luwak dari hulu sampai hilir dan telah berhasil membudidayakan binatang
Kopi Luwak luwak secara mandiri. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) diperoleh gambaran bauran
Bauran pemasaran Kopi Luwak Arabika Malabar Mountain (2) mengidentifikasi dan menganalisis
Saluran saluran pemasaran Kopi Luwak Arabika Malabar Mountain yang paling efisien (3)
mengidentifikasi dan menganalisis pertumbuhan penjualan Kopi Luwak Arabika Malabar
Mountain. Penelitian dilakukan di PT. Sinar Mayang Lestari yang berlokasi di Desa
Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Desain penelitian yang
digunakan adalah desain kualitatif, sedangkan teknik penelitian yang digunakan adalah
studi kasus. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan alat analisis efisiensi
pemasaran dan analisis trend. Hasil penelitian menunjukkan produk kopi luwak yang
dijual dengan jenis greenbeans coffee, roasted coffee, dan grounded coffee dengan
berbagai ukuran dengan harga yang kompetitif dan kegiatan promosi yang dilakukan
masih belum efektif. Terdapat tiga pola saluran pemasaran untuk Kopi Luwak Malabar
Mountain, dilihat dari farmer’s share ketiga saluran pemasaran tergolong efisien.
Pertumbuhan penjualan satu tahun terakhir memiliki trend positif.

ABSTRACT
In addition to Arabica and Robusta as a regular coffee commodity, civet coffee is another
effort to increase coffee commodity value. PT. Sinar Mayang Lestari is a company which
is solely producing and handling a production of civet coffee from the beginning to a
finishing touch, also the company has been successfully cultivating luwak (animal)
Keywords: independently. The purpose of this study are including: (1) to obtain the marketing mix of
Civet Coffee, Malabar Mountain’s Arabica Civet Coffee, (2) to identify and analyze the most efficient
Marketing Mix marketing channel of Malabar Mountain’s Arabica Civet Coffee, and (3) to identify and
Marketing Channel analyze the sales growth of Malabar Mountain’s Arabica Civet Coffee. This research took
place in PT. Snar Mayang Lestari which is located at Margamulya village, Pangalengan
Sub-district, Bandung District. This research is a case study research. The obtained datas
this research analyzed using the analytical tools which analyze marketing efficiency and
trend. The result of this research showed that luwak coffee products sold which includes
greenbeans coffee, roasted coffee, and grounded coffee with a variety sizes, competitive
prices, and promotional activity is still not effective. There are three marketing channel
patterns for Malabar Mountain’s Arabica Civet Coffee, seen from the farmer’s share
perspective, those three marketing channels relatively efficient. This past year sales
growth had a possitive trend.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail:ghinadavitaa@gmail.com

209
PENDAHULUAN Tahun Volume Nilai
Sektor perkebunan memiliki komoditas 2009 518 882
pertanian dunia yang mampu bertahan sejak pertama 2010 440 855
kali ditemukan sejak abad ke-9, komoditas tersebut 2011 354 1.086
adalah kopi. Kopi mampu menjadikan sumber devisa 2012 520 1.534
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013.
untuk Indonesia karena Indonesia salah satu negara
Catatan: Volume dalam 000 Ton, Nilai dalam 000 US $
terbesar penghasil kopi di dunia. Menurut
International Coffee Organization (ICO), konsumsi
kopi meningkat dari tahun ke tahun sehingga Beberapa provinsi di Indonesia yang
peningkatan produksi kopi di Indonesia merupakan mengembangkan perkebunan kopi salah satunya
peluang besar untuk mampu mengekspor kopi ke yaitu Provinsi Jawa Barat. Jawa barat memiliki iklim
negara-negara pengkonsumsi kopi dunia seperti Uni yang sesuai dengan persyaratan tumbuh kopi maka
Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. diharapkan kopi dapat tumbuh dengan optimal.
perkembangan luas areal dan produksi kopi di Jawa
Tabel 6.Total Produksi Tahunan Negara Eksportir Barat dari tahun ke tahun terus menunjukan
Kopi peningkatan. Sedangkan untuk produktivitas kopi
Total Produksi (x 1000 bags) mengalami fluktuatif. Kabupaten Bandung masih
Negara
2012 2013 2014 menjadi kabupaten dengan luas lahan serta jumlah
Brazil 50826 49152 45342 produksi kopi terbesar di Jawa Barat, dengan rata-
Vietnam 25000 27500 27500 rata wilayah yang terletak di dataran tinggi maka hal
Indonesia 13048 11667 9000 itu akan menjadi penunjang tumbuh suburnya
Columbia 9927 12124 12500 tanaman kopi arabika di Kabupaten Bandung. Jenis
Sumber: International Coffee Organization (2015) kopi yang cocok ditanam di tanah Jawa Barat ini
Catatan: 1 bags = 60 kg yaitu kopi arabika.
Kebijakan Gubernur Jawa barat yang
Negara Indonesia berada di peringkat ketiga mengharuskan adanya alih komoditas pada tahun
setelah Brazil dan Vietnam dan total produksi kopi 2002, sehingga tanaman kopi di Kabupaten Bandung
untuk di ekspor dari tahun ke tahun mengalami ditanam diatas lahan hutan milik Perum Perhutani
fluktuatif. Walaupun pada tahun 2012 Indonesia yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan
mengalami peningkatan yang sangat tinggi sebanyak (LMDH). LMDH memiliki program yaitu PHBM
79,03%, namun kembali menurun pada tahun 2013 (Program Hutan Bersama Masyarakat) yang
sebesar 10,58% dan terus menurun sampai tahun merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya
2014. Padahal Indonesia memiliki luas areal hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani
perkebunan kopi yang mencapai 1,2 juta hektar ini dan masyarakat desa.
tersebar di berbagai daerah nusantara bagi pasar Kecamatan Pangalengan terdapat Desa
internasional yang menjadikan salah satu peluang Margamulya merupakan sentra penghasil kopi
Indonesia untuk melebihi Brazil dan Vietnam sebagai terbanyak di Kecamatan Pangalengan. Berkat
penghasil kopi terbesar di dunia. pengembangan tanaman kopi dan hadirnya pabrik
Perkembangan produksi ekspor kopi di pengolahan biji kopi di Desa Margamulya, arus
Indonesia dalam berbagai jenis produk olahan masih urbanisasi masyarakat dari desa ke kota terus
fluktuatif. Pada tahun 2012, terdapat peningkatan berkurang.
jumlah volume kopi sebanyak 47,09% dan Industri kopi di Indonesia terus marak
peningkatan nilai ekspor kopi di Indonesia sebanyak dengan semakin bertambah dan meningkatnya
41,27%, ini disebabkan karena pemerintah Indonesia produksi kopi olahan yang dihasilkan oleh
ingin menjadikan kopi sebagai komoditas yang pengolahan kopi. Tingkat konsumsi kopi dalam
bernilai ekonomi tinggi. Maka, Indonesia terus negeri mencapai 1,0 kilogram/kapita/tahun (AEKI,
meningkatkan produksi kopi dalam berbagai 2013). Dengan terus bertambahnya tingkat konsumsi
jenis/bentuk/variasi produk olahan untuk mengisi dalam negeri maka diperkirakan kebutuhan kopi pun
pasar kopi di dunia. (Tabel 2) meningkat. Melihat perkembangan ini, berbisnis kopi
Tabel 7. Perkembangan Ekspor Kopi di Indonesia merupakan peluang usaha yang sangat baik sekarang
Tahun ini karena sudah banyak masyarakat yang
Tahun Volume Nilai mengkonsumsi kopi. Saat ini terdapat kopi yang
2007 336 686 terbilang sedang marak digandrungi oleh para
2008 491 1.078 penikmat dan pencinta kopi di pasar dunia maupun

210
lokal yaitu kopi luwak, sehingga seringkali disebut (farmer’s share) akan menunjukkan apakah suatu
sebagai primadona kopi saat ini. sistem pemasaran berjalan efisien.
Kopi luwak merupakan salah satu upaya Dari yang sudah dijelaskan diatas dan akan
meningkatkan nilai tambah komoditas kopi, di mempengaruhi pertumbuhan penjualan perusahaan
samping komoditas kopi reguler Arabika dan kopi khususnya kopi luwak. Menurut Swastha dan
reguler Robusta. Dengan proses produksi yang Handoko (2005), perusahaan dapat dikatakan
terbilang sangat unik, yaitu dari biji kopi berbentuk mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih baik jika
buah cherry yang telah dimakan dan diproses melalui terdapat peningkatan yang konsisten dalam aktivitas
proses pencernaan seekor luwak yang kemudian utama operasinya. Sehingga akan berpengaruh besar
dapat menghasilkan kopi dengan rasa yang sangat untuk kemajuan PT. Sinar Mayang Lestari. Hal ini
khas dan juga spesial, menjadikan kopi luwak pun akan mempengaruhi pertumbuhan penjualan
sebagai kopi termahal yang ada di dunia saat ini. produk kopi luwak yang kontinyu.
Salah satu perusahaan yang memproduksi
kopi luwak adalah PT. Sinar Mayang Lestari yang KERANGKA TEORI
berada di Desa Margamulya, Kecamatan Komoditas kopi merupakan komoditas
Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. sektor perkebunan yang mampu menjadikan sumber
Perusahaan ini telah menjalankan bisnis kopi luwak devisa untuk Indonesia, dan kopi merupakan
dari tahun 2014. PT. Sinar Mayang Lestari komoditas ekspor yang laku dan memiliki harga jual
menangani sendiri kegiatan produksi dari hulu tinggi. Sentra kopi arabika saat ini berfokus di
sampai hilir dan telah berhasil membudidayakan beberapa tempat, salah satunya yaitu di Kecamatan
binatang luwak secara mandiri. PT. Sinar Mayang Pangalengan, Kabupaten Bandung karena sebagai
Lestari juga sudah memiliki merek dagang dengan penghasil biji kopi terbanyak dibandingkan dengan
nama Malabar Mountain. daerah lain. Dan mampu memiliki iklim yang sesuai
Guna menciptakan tujuan pemasaran dan dengan persyaratan tumbuh kopi maka diharapkan
pertumbuhan penjualan yang tinggi maka, kopi dapat tumbuh dengan optimal.
perusahaan dibutuhkan adanya bauran pemasaran Industri kopi di Indonesia terus marak
yang optimal yang terdiri dari empat elemen yaitu dengan semakin bertambah dan meningkatnya
produk, harga, tempat (saluran distribusi), dan produksi kopi olahan yang dihasilkan oleh
promosi secara optimal. Perusahaan perlu memiliki pengolahan kopi. Dengan terus bertambahnya tingkat
bauran pemasaran yang berbeda dari para pesaing, konsumsi dalam negeri maka diperkirakan kebutuhan
karena bauran pemasaran merupakan suatu alat yang kopi pun meningkat. Hal ini pun ditandai dengan
digunakan dalam rangka untuk mencapai tujuan semakin suburnya produsen kopi di Indonesia.
pemasaran sesuai dengan pasar sasaran yang telah Jenis kopi yaitu kopi luwak sedang marak
ditetapkan. Dengan bauran pemasaran yang optimal digandrungi oleh para penikmat dan pencinta kopi di
akan meningkatkan daya tarik konsumen untuk pasar dunia maupun lokal. Kopi luwak merupakan
memilih dan membeli produk Kopi Luwak Malabar salah satu upaya meningkatkan nilai tambah
Mountain tanpa memilih produk kopi luwak yang komoditas kopi, di samping komoditas kopi reguler
lain. Arabika dan kopi reguler Robusta. Maka, banyak
Proses pendistribusian Kopi Luwak Malabar perusahaan yang tertarik untuk memproduksi kopi
Mountain ke konsumen dilakukan melalui proses luwak. PT. Sinar Mayang Lestari adalah salah satu
pemasaran. Proses pemasaran yang efisien sangat perusahaan yang memproduksi kopi luwak dan
dibutuhkan dalam memasarkan produksi Kopi arabica specialty coffee. PT. Sinar Mayang Lestari
Luwak Malabar Mountain. Salah satu indikator menangani sendiri kegiatan produksi dari hulu
keberhasilan pemasaran suatu produk adalah sistem sampai hilir dan telah berhasil membudidayakan
pemasaran yang terjadi berlangsung secara efisien. binatang luwak secara mandiri. PT. Sinar Mayang
Permasalahan yang sering dihadapi dalam Lestari juga sudah memiliki merek dagang dengan
mewujudkan pemasaran yang efisien adalah tinggi nama Malabar Mountain.
rendahnya tingkat harga yang diterima produsen PT. Sinar Mayang Lestari menghasilkan
yang erat kaitannya dengan pola saluran pemasaran produksi kopi luwak yang jumlahnya terbatas tak
yang terbentuk dan besarnya marjin pemasaran, sebanding dengan kopi arabika reguler. Akibatnya
sehingga untuk meningkatkan pemasaran ini dapat harga kopi luwak melambung tinggi. Hal ini
dicapai apabila pola saluran pemasaran dan penyebab disebabkan karena kegiatan pemasaran yang belum
tingginya marjin pemasaran diketahui. Selain itu, berjalan optimal, dalam artian belum mampu
besar kecilnya bagian yang diterima produsen menyampaikan hasil pertanian dari produsen kepada
konsumen dengan biaya yang murah.

211
Guna menciptakan tujuan pemasaran dan dibutuhkan dalam memasarkan produksi Kopi
tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi maka, Luwak Malabar Mountain. Salah satu indikator
perusahaan dibutuhkan adanya bauran pemasaran keberhasilan pemasaran suatu produk adalah sistem
yang optimal yang terdiri dari empat elemen yaitu pemasaran yang terjadi berlangsung secara efisien.
produk, harga, tempat (saluran distribusi), dan Permasalahan yang sering dihadapi dalam
promosi secara optimal. Perusahaan perlu memiliki mewujudkan pemasaran yang efisien adalah tinggi
bauran pemasaran yang berbeda dari para pesaing, rendahnya tingkat harga yang diterima produsen
karena bauran pemasaran merupakan suatu alat yang yang erat kaitannya dengan pola saluran pemasaran
digunakan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang terbentuk dan besarnya marjin pemasaran,
pemasaran sesuai dengan pasar sasaran yang telah sehingga untuk meningkatkan pemasaran ini dapat
ditetapkan. Bauran pemasaran banyak memainkan dicapai apabila pola saluran pemasaran dan penyebab
peran sangat penting dalam mempengaruhi tingginya marjin pemasaran diketahui. Selain itu,
konsumen besar kecilnya bagian yang diterima produsen
Proses pendistribusian Kopi Luwak Malabar (farmer’s share) akan menunjukkan apakah suatu
Mountain ke konsumen dilakukan melalui proses sistem pemasaran berjalan efisien.
pemasaran. Proses pemasaran yang efisien sangat

Gambar 1. Alur Pemikiran

METODE PENELITIAN RT 03/12, Desa Margamulya, Kecamatan


Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian ini
Mukti Satwa yang terletak di PT. Sinar Mayang menggunakan desain kualitatif dan teknik penelitian
Lestari yang berlokasi di Jalan Kampung Cigendel berupa studi kasus.

212
Pengumpulan data dilakukan dengan jiwa/km2 berdasarkan Data Profil Desa Margamulya
menggunakan alat bantu berupa panduan wawancara Tahun 2014.
yang berisi pertanyaan yang terdiri dari variabel- Desa Margamulya memiliki penduduk
variabel yang berkaitan dengan penelitian, serta dengan usia produktif (angkatan kerja) sebanyak
dengan cara observasi pastisipasif, menggunakan 10.202 orang. Sebagian besar memiliki mata
dokumentasi, dan studi pustaka. Identifikasi pencaharian sebagai buruh tani 1.824 orang (92,68%)
mengenai bauran pemasaran Kopi Luwak Arabika dan petani 144 orang (7,31%). Sektor pertanian
Malabar Mountain menggunakan analisis deksripstif, masih dominan bagi penduduk Desa Margamulya
saluran pemasaran Kopi Luwak Arabika Malabar dibandingkan dengan mata pencaharian yang lain.
Mountain yang paling efisien menggunakan alat Hal tersebut membuktikan bahwa sektor pertanian
analisis marjin, serta analisis pertumbuhan penjualan masih memiliki daya tarik bagi penduduk Desa
Kopi Luwak Arabika Malabar Mountain Margamulya untuk dijadikan mata pencaharian.
menggunakan analisis trend.
Gambaran Umum Perusahaan
Sejarah PT. Sinar Mayang Lestari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3. Sejarah Perusahaan
Keadaan Umum Tempat Penelitian
Tahun Sejarah Perusahaan
Desa Margamulya merupakan salah satu
2012 Berdiri PT. Sinar Mayang Lestari
desa yang terletak di wilayah Kecamatan 2013 Pembentukan Malabar Mountain Cafe di
Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Bogor
Barat. Desa Margamulya terbagi kedalam 24 Rukun 2014 Menjalankan Bisnis Kopi Luwak
Warga (RW) dan 110 Rukun Tetangga (RT) yang 2014 Ekspor Perdana Ke Korea Selatan
terdiri dari 5.046 Kepala Keluarga. Desa 2015 Bisnis Roaster Berlaku
Margamulya berjarak 1 kilometer dari pusat
pemerintahan Kecamatan Pangalengan dan bisa PT. Sinar Mayang Lestari berdiri pada
ditempuh dengan waktu kira-kira 3 menit. Akses tanggal 8 November 2012. Pada awalnya Bapak
menuju Desa Margamulya dapat ditempuh baik Slamet Prayoga seorang pensiunan asal Kalimantan,
menggunakan kendaraan roda dua maupun roda beliau ingin menjadi seorang petani di Jawa Barat
empat dengan infrastruktur jalan yang relatif baik. maka datanglah beliau ke daerah Lembang untuk
mengunjungi kerabatnya. Setelah berdiskusi dengan
Desa Margamulya memiliki luas wilayah kerabatnya, maka beliau ingin bergerak dibidang
sebesar 1.294,36 Ha dengan ketinggian rata-rata usaha perkebunan dan mencari lahan yang cocok
1.415 mdpl yang terdiri dari pegunungan, hutan, dan untuk usaha perkebunan yaitu di Pangalengan.
ladang. Berdasarkan keadaan iklim, Desa Di Pangalengan Bapak Slamet Prayoga
Margamulya memiliki rata-rata curah hujan bertemu dengan Bapak Supriatnadinuri yaitu Ketua
2.350mm/tahun, jumlah bulan hujan yaitu 6 bulan, Kelompok Tani Hutan Rahayu. Beliau banyak
kelembaban 20,5atm, dan suhu udara sekitar 18- belajar tentang perkebunan yaitu komoditas kopi dari
23℃. Namun saat ini seperti daerah lain pada Bapak Supriatnadinuri, karena awalnya Bapak
umumnya 50 intensitas hujan dan perkiraan waktu Slamet Prayoga tidak memiliki ilmu pengetahuan
turun hujannya sulit diprediksi sehingga berpengaruh tentang kopi. Dan pada akhirnya, Bapak Slamet
pada kondisi kehidupan masyarakat, khususnya Prayoga mendirikan perusahaan yang menggeluti
aktivitas masyarakat yang bergerak pada sektor bisnis kopi arabika dan luwak mulai dari hulu sampai
pertanian. Luas wilayah perkebunan di Desa hilir dengan slogan “Kopi yang diproses dari kebun
Margamulya berada pada peringkat pertama yaitu sendiri”. Selain memproduksi kopi arabika yang
437,119 Ha/m2 (47,7%) dibandingkan dengan luas memiliki kualitas tinggi dan berkualitas sesuai
wilayah lainnya. Hal ini dikarenakan bahwa di Desa dengan standar dan ketentuan specialty coffee, PT.
Margamulya banyak sekali wilayah perkebunan teh Sinar Mayang Lestari juga memproduksi kopi luwak.
dan kopi berdasarkan Data Profil Desa Margamulya Hal ini sepenuhnya perusahaan ingin melestarikan
Tahun 2014. budidaya luwak, dimana hewan sejenis musang
Desa Margamulya memiliki jumlah tersebut sekarang ini hampir punah, maka perusahaan
penduduk 10.230 jiwa yang terdiri dari 5.251 orang ingin mengembangkan produk kopi luwak. Menurut
laki-laki (51,33%) dan 4.979 orang perempuan Specialty Coffee Association of America (SCAA) jika
(48,67%) yang terbagi atas Kepala Keluarga kopi termasuk dalam klasifikasi specialty maka kopi
sebanyak 3.259 KK dengan kepadatan penduduk 200 tersebut harus memiliki Q Grade dengan nilai di atas
8.5.

213
Visi dan Misi PT. Sinar Mayang Lestari Jenis Ukuran (Gram) Harga (Rp)
Visi : Berbakti sepenuh jiwa untuk maju bersama Green beans 1000 800.000
Misi : Memberdayakan kebersamaan antara Sangrai 100 177.500
petani, produsen dan konsumen (Roasted) dan 250 434.000
Bubuk 500 857.000
Bauran Pemasaran (Grounded) 1000 1.300.00
 Produk
Keragaman produk Kopi Luwak Arabika Malabar Penetapan harga yang dilakukan oleh perusahaan
Mountain dikatakan sangat beragam. PT. Sinar sesuai dengan pangsa pasar dan keinginan
Mayang Lestari memproduksi kopi luwak dengan perusahaan, hal tersebut dilakukan untuk menarik
berbagai macam sesuai dengan keinginan dan lebih banyak konsumen serta menstabilkan
permintaan konsumen. Keragaman produk kopi kedudukannya di pasaran dilihat dari merek dan jenis
luwak yang dijual PT. Sinar Mayang Lestari kualitas produk kopi luwak yang ditawarkan.
merupakan produk yang dijual terbagi dalam 3 jenis, Perusahaan pun tidak memberikan potongan harga
yaitu: greenbeans coffee, roasted coffee, dan kepada konsumen walaupun pembelian dengan
grounded coffee. Perusahaan memperhatikan jumlah yang banyak.
berbagai aspek seperti kebersihan kandang luwak,
kesehatan luwak, nutrsi luwak, serta tidak  Distribusi
menjadikan hewan luwak sebagai mesin produksi Proses produksi kopi luwak dari on farm seluruhnya
untuk memproduksi kopi luwak secara terus dilakukan di kantor PT. Sinar Mayang Lestari.
menerus. Perusahaan pun berkomitmen Pemilihan lokasi produksi kopi luwak ini sangat tepat
menghasilkan kopi berkualitas dengan dengan dikarenakan letak topografi wilayah yang
prinsip penanganan pasca panen yang baik dan benar mendukung. Dari kantor menuju areal kebun kopi
(Good Handling Practices - GHP) dan telah ditempuh melalui jalan perkebunan teh PTPN VIII
memperoleh berbagai sertifikat. Merek produk kopi dengan jarak ± 3 km. Transportasi yang digunakan
luwak PT. Sinar Mayang Lestari yaitu Kopi Luwak adalah kendaraan roda dua (motor) dan kendaraan
Arabika Malabar Moutain. Nama merek tersebut roda empat (mobil). Lembaga pemasaran yang
diambil berdasarkan indikasi lokasi kopi tersebut terlibat dalam pemasaran kopi luwak Malabar
ditanam, lokasi budidaya kopi luwak, dan tempat Mountain dapat dikatakan masih sedikit dan rantai
pengolahan kopi yang terdapat di Desa Margamulya, pemasarannya relatif pendek. Pendeknya rantai
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, pemasaran belum tentu akan menghasilkan marjin
dimana lokasi tersebut tepat berada di kaki Gunung pemasaran yang kecil dan farmer’s share yang besar.
Malabar sehingga kata Malabar Mountain dalam Saluran pemasaran I dan III tidak membutuhkan
merek mengindikasikan nama Gunung Malabar. perantara dalam memasarkannya kepada pihak
Desain produk yang dipakai oleh Kopi Luwak konsumen akhir. Hal ini disebabkan bahwa
Arabika Malabar Mountain sangat khas, ini konsumen utama kopi luwak Malabar Mountain
dimaksudkan agar masyarakat mengenal dan mudah terbagi menjadi dua yaitu masyarakat dan instansi-
mengingat produk Kopi Luwak Arabika Malabar instansi pemerintah. saluran pemasaran II melalui
Mountain. Jenis bahan kemasan yang dipakai untuk middleman atau konsumen perantara karena
produk Kopi Luwak Arabika Malabar Mountain konsumen akhir kopi luwak Malabar Mountain
yaitu kemasan siap pakai berbahan baku alumunium berasal dari luar kota, seperti Samarinda,
foil untuk roasted dan grounded, plastik bening untuk Pekalongan, dan Jakarta.
kopi dalam bentuk greenbeans jika kurang dari 5
kilogram, dan karung goni untuk kopi dalam bentuk
greenbeans jika lebih dari 5 kilogram. Ukuran
produk kopi luwak roasted dan grounded tersedia
dalam kemasan yang berukuran 10 gram, 100 gram,
250 gram, 500 gram, dan 1 kilogram. Sementara
untuk produk kopi luwak greenbeans tersedia dalam
ukuran 1 hingga 5 kilogram.
Keterangan: Jenis Greenbeans
 Harga Jenis Roasted dan
Grounded
Tabel 4. Daftar Harga Kopi Luwak Arabika Malabar Gambar 2. Pola Saluran Pemasaran Kopi Luwak
Mountain Malabar Mountain

214
Tabel 5. Komponen Harga Jual Kopi Luwak Malabar
Mountain di Setiap Tingkat Lembaga Pemasaran
 Promosi Saluran
Harga Jual (Rp/Kg)
Alat promosi yang telah dilakukan oleh perusahaan Roasted
Pemasaran Greenbeans
seperti periklanan dan publisitas dengan cara dan Grounded
memproduksi video Kopi Luwak Malabar Mountain I 800.000 -
lalu dimasukan secara media online ke youtube dengan II 500.000 -
III - 1.300.000
viewer 1000 pada masing-masing video, facebook
dengan followers sebanyak 250 orang, website
perusahaan. Sedangkan media cetak yaitu dengan Harga jual greenbeans Kopi Luwak Malabar
brosur maupun artikel-artikel dengan liputan Mountain yang ditawarkan oleh produsen di saluran
bertemakan kuliner atau bisnis. Hal ini terkait untuk pemasaran I pada saat ini yaitu Rp 800.000/kg. Tetapi,
membangun “citra perusahaan” yang baik dan harga jual greenbeans Kopi Luwak Malabar Mountain
menangani atau menyingkirkan gosip, cerita dan yang ditawarkan oleh produsen di saluran pemasaran II
peristiwa yang dapat merugikan perusahaan. Penjualan lebih rendah yaitu Rp 500.000/kg. Harga jual roasted
personal juga dilakukan oleh perusahaan dengan cara dan grounded Kopi Luwak Malabar Mountain yang
interaksi langsung dengan calon pembeli dengan ditawarkan oleh produsen di saluran pemasaran III
tujuan pembelian Kopi Luwak Malabar Mountain yaitu Rp 1.300.000/kg. Produsen tidak menjual roasted
biasanya dilakukan di kantor ataupun Malabar dan grounded kepada konsumen perantara karena
Mountain Cafe. Selain itu, promosi penjualan yang konsumen perantara bisa melakukan proses itu secara
telah dilakukan oleh perusahaan ini langkah insentif mandiri. Sebagian besar produsen menjual ke
jangka panjang untuk mendorong pembelian atau konsumen perantara di saluran pemasaran II karena
penjualan Kopi Luwak Malabar Mountain, maka dari produsen merasa lebih mudah dalam hal cara
itu dengan pembuatan Malabar Mountain Cafe salah penjualan. Ini memberikan kepastian penjualan dan
satu langkah insentif jangka panjang untuk promosi. tidak mengeluarkan biaya pemasaran yang banyak
Perusahaan pun sering mengikuti pameran-pameran karena sudah ditanggung oleh konsumen perantara.
yang diadakan di dalam negeri maupun di luar negeri.
Mengikuti pameran disertai dengan memberi Tabel 6. Biaya-Biaya Pemasaran Kopi Luwak Malabar
penawaran kopi espresso gratis kepada pengunjung. Mountain yang Dikeluarkan Pada Setiap Saluran
Walaupun, pemasukan dan pengeluaran berbeda jauh Pemasaran
akan tetapi pengunjung mengetahui dan mengenal Saluran
Biaya Pemasaran (Rp/Kg)
Pemasaran
produk Malabar Mountain Coffee, sehingga akhirnya
I 120.000
tidak. Perusahaan menganggap bahwa alat promosi
II 6000
yang efektif yang telah dilakukan dan tidak
III 80.000
membutuhkan biaya yang banyak yaitu menggunakan
media online seperti facebook dan media cetak seperti
Biaya pemasaran terkecil yaitu saluran
artikel-artikel dengan liputan bertemakan kuliner atau
pemasaran II karena saluran pemasaran yang pendek
bisnis. Selain itu promosi dari mulut ke mulut pun
dan kuantitas penjualan yang besar sehingga bisa
menjadikan produk Malabar Mountain Coffee lebih
menekan biaya pemasaran. Pada setiap saluran
diketahui dan dikenal masyarakat. Tenaga kerja yang
pemasaran tidak diperlukan biaya pengangkutan
melakukan kegiatan promosi Kopi Luwak Malabar
karena biasanya konsumen maupun pihak perantara
Mountain masih sangat kurang. Saat ini tenaga kerja
datang langsung ke kebun untuk membeli Kopi
yang telah melakukan kegiatan promosi yaitu tenaga
Luwak Malabar Mountain. Biaya pemasaran oleh
kerja manajemen perusahaan berjumlah 7 orang,
produsen terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya
sedangkan perusahaan membutuhkan sales promotion
pengemasan, dan biaya operasional produksi.
khusus untuk memasarkan produk sebanyak 10 orang.
Tabel 7. Rata-Rata Keuntungan Kopi Luwak Malabar
Sehingga untuk kegiatan promosi masih belum
Mountain yang Dikeluarkan Pada Setiap Saluran
optimal.
Pemasaran
Harga Jual (Rp/Kg)
Saluran
Roasted
Pemasaran Greenbeans
dan Grounded
I 680.000 -
3. Biaya, Keuntungan, dan Marjin Pemasaran II 440.000 -
Kopi Luwak Malabar Mountain III - 1.220.000

215
Rp 680.000/kg. Sedangkan, saluran pemasaran II
Rata-rata keuntungan jenis roasted dan memiliki tingkat efisiensi saluran pemasaran yang
grounded lebih tinggi dibandingkan dengan jenis semakin tinggi. Hal ini ditujukkan dengan total marjin
greenbeans disebabkan jenis roasted dan grounded pemasaran yang lebih kecil yaitu Rp 500.000/kg (12%)
sudah memiliki nilai tambah yang lebih membuat dengan biaya pemasaran Rp 60.000/kg dan keuntungan
keuntungan lebih tinggi. Pada saluran pemasaran I pemasaran Rp 440.000/kg. Sedangkan, tingkat
terlihat keuntungan yang didapat lebih tinggi dari efisiensi saluran pemasaran jenis roasted dan grounded
saluran pemasaran II. Hal tersebut terkait dengan memiliki total marjin pemasaran yaitu Rp
adanya perbedaan harga jual pada saluran pemasaran I 1.300.000/kg (6,15%) dengan biaya pemasaran Rp
dan saluran pemasaran II. 80.000/kg dan keuntungan pemasaran Rp
1.220.000/kg. Berdasarkan perhitungan, maka saluran
Tabel 8. Jumlah Pembelian Kopi Luwak Malabar pemasaran II memiliki marjin terkecil dan kombinasi
Mountain yang Dikeluarkan Pada Setiap Saluran keuntungan dan biaya pemasaran yang kecil juga.
Pemasaran
Harga Jual (Rp/Kg) Tabel 9. Marjin Pemasaran Kopi Luwak Malabar
Saluran
Roasted Mountain Berdasarkan Saluran Pemasaran (Rp/kg)
Pemasaran Greenbeans
dan Grounded Rincian Biaya Saluran Pemasaran
I 3 - dan
II 60 - Keuntungan I II III
III - 5 Pemasaran
Biaya
120.000 60.000 80.000
Pihak produsen cenderung menjual ke pihak Pemasaran
perantara pada saluran pemasaran II dengan jumlah Keuntungan 680.000 440.000 1.220.000
pembelian 60 kg, cukup jauh bila dibandingkan Pemasaran
dengan saluran pemasaran I dan saluran pemasaran Total Marjin 800.000 500.000 1.300.000
Persentase 15% 12% 6,15%
III. Frekuensi pembelian dari saluran pemasaran I yaitu
Marjin
sebanyak 3 kg dan saluran pemasaran III sebanyak 5
kg untuk setiap pembelian. Maka, pihak produsen lebih
Bagian yang diterima produsen (farmer’s
memilih saluran pemasaran II, walaupun sifatnya
share) pada saluran pemasaran I yaitu 85%. Bagian
menunggu pesanan dari konsumen perantara karena
yang diterima produsen (farmer’s share) pada saluran
konsumen perantara pun menunggu pesanan dari
pemasaran II yaitu 88%. Bagian yang diterima
konsumen.
produsen (farmer’s share) paling besar pada saluran
Hal ini berbeda dengan jumlah pembelian
pemasaran III yaitu 93,84%. Hal ini terjadi karena, ada
pada saluran pemasaran I dan saluran pemasaran III
nilai tambah dari produk sehingga konsumen rela
yang relatif sedikit juga disebabkan karena konsumen
menempuh jarak yang cukup jauh ke lokasi kebun di
akhir membeli ke pihak produsen di Pangalengan
Pangalengan. Nilai tambah dari Kopi Luwak Malabar
dengan waktu yang sangat jarang. Dalam keadaan
Mountain yang dibeli pada saluran pemasaran III
demikian, produsen merasa dirugikan jika tidak
tersebut antara lain jenis roasted dan grounded.
adanya saluran pemasaran II dan pembelian dengan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, bagian
jumlah yang banyak ini akan berakibat kepada
saluran pemasaran Kopi Luwak Malabar Mountain
saluran pemasaran yang lainnya sehingga harus
yang terjadi adalah efisien, dimana bagian harga yang
mencari pasar Kopi Luwak Malabar Mountain.
diterima produsen berkisar antara 85% sampai 93%
atau rata-rata 88,94%.

Tabel 10. Nilai Farmer’s Share Kopi Luwak Malabar


4. Efisiensi Pemasaran Kopi Luwak Malabar
Mountain Berdasarkan Saluran Pemasaran
Mountain
Saluran Hp He Farmer’s
Berdasarkan hasil penelitian, total marjin di Pemasaran (Rp/kg) (Rp/kg) Share (%)
setaiap saluran pemasaran, maka marjin yang diterima I 680.000 800.000 85%
saluran pemasaran II lebih kecil dari ketiga saluran II 440.000 500.000 88%
tersebut (Saluran II < Saluran III < Saluran I). Tingkat III 1.220.000 1.300.000 93,84%
efisiensi saluran pemasaran jenis greenbean, saluran
pemasaran I menghasilkan total marjin pemasaran
yang besar yaitu Rp 800.000/kg (15%) dengan biaya
pemasaran Rp 120.000/kg dan keuntungan pemasaran

216
5. Pertumbuhan Penjualan Kopi Luwak Maret 2015 mengalami penurunan yang sangat besar
Malabar Mountain yaitu 290 gram dan kembali mengalami peningkatan
Analisis pertumbuhan penjualan Kopi pada bulan April sebanyak 62.350 gram, dan kembali
Luwak Malabar Mountain yang dilakukan pada menurun pada bulan Mei 2015 sebanyak 62.100 gram.
PT. Sinar Mayang Lestari diawali dengan Volume penjualan Kopi Luwak Malabar
mengambil data dalam rentang waktu 1 tahun Mountain pada bulan Agustus 2014, Oktober 2014,
yang dimulai dari bulan Mei 2014 sampai Mei Desember 2014, Februari 2015, dan April 2015
dikarenakan permintaan greenbeans dari pihak
2015. Data yang digunakan merupakan data
konsumen perantara sedang banyak karena sedang
penjualan Kopi Luwak Malabar Mountain dalam terkait kontrak penjualan domestik dengan salah satu
satuan gram dan merupakan data bulanan ritel besar yaitu LOKA, kontrak ini dimulai pada bulan
perusahaan. Dari data deret waktu penjualan Kopi Agustus 2014 dan pengiriman 2 bulan sekali.
Luwak Malabar Mountain akan menggambarkan Sedangkan di bulan-bulan lainnya dipengaruhi faktor
pola data yang membantu menentukan pola data permintaan kopi yang tidak stabil dikarenakan adanya
yang terbentuk dari data penjualan Kopi Luwak persaingan. Persaingan produk kopi luwak menjadi
Malabar Mountain PT. Sinar Mayang Lestari. ketat dengan munculnya produsen-produsen baru,
tidak hanya produsen baru tetapi produsen yang lebih
dulu memproduksi kopi luwak menjadikan persaingan
begitu ketat. Selain itu terdapat faktor musiman yaitu
cuaca yang mempengaruhi pemetikan buah cherry
kopi dan faktor hasil fermentasi luwak yang berakibat
pada produksi Kopi Luwak Malabar Mountain.
Persamaan garis trend linier volume penjualan
Kopi Luwak Malabar Mountain hasil dari analisis
adalah Y = 19.504,61 + 1.698,35X. Persamaan ini
menunjukkan besarnya nilai koefisien trend adalah
sebesar 1.698,35 gram yang berarti bahwa penjualan
Kopi Luwak Malabar Mountain setiap bulannya
Gambar 3. Pola Saluran Pemasaran Kopi Luwak mengalami peningkatan sebesar 1.698,35 gram.
Malabar Mountain Peningkatan trend tersebut menunjukkan selama satu
Dengan adanya penjualan Kopi Luwak tahun terakhir yaitu dari bulan Mei 2014 sampai Mei
Malabar Mountain yang masih berfluktuatif selama 2015 koefisien arah dan trend penjualan Kopi Luwak
bulan Mei 2014 sampai bulan Mei 2015 seperti yang Malabar Mountain adalah positif. Sementara nilai
sudah tertera pada Gambar 18. Volume penjualan intersep hasil dari analisis trend didapatkan sebesar
tertinggi terjadi pada bulan April 2015 sebesar 62.600 19.504,61 yang berarti bahwa rata-rata penjualan Kopi
gram, hal ini dikarenakan kebutuhan konsumen dan Luwak Malabar Mountain selama satu tahun terakhir
permintaan akan Kopi Luwak Malabar Mountain adalah sebesar 19.504,61 gram.
sedang banyak. Pada bulan Juli 2014 tidak ada Dengan menggunakan persamaan tersebut,
penjualan yang dilakukan, hal ini dikarenakan dapat diramalkan volume penjualan Kopi Luwak
permintaan kopi yang tidak stabil. Malabar Mountain untuk beberapa bulan kedepan.
Perkembangan penjualan Kopi Luwak Untuk penjualan Kopi Luwak Malabar Mountain pada
Malabar Mountain meningkat pada bulan Agustus bulan Juni tahun 2015, maka Y = 19.504,61 +
2014 mencapai 30.020 gram, namun mengalami 22.078,55 = 41.583,16. Artinya, volume penjualan
penurunan penjualan pada bulan September yaitu Kopi Luwak Malabar Mountain pada bulan Juni 2015
sebesar 26.860 gram. Penjualan Kopi Luwak Malabar diperkirakan sebesar 41.583,16 gram. Dan untuk
Mountain kembali mengalami peningkatan kembali penjualan Kopi Luwak Malabar Mountain pada bulan
pada bulan Oktober 2014 sebanyak 58.960 gram, dan Juli tahun 2015, maka Y = 19.504,61 + 23.776,9 =
kembali mengalami penurunan penjualan pada bulan 43.281,51. Artinya, volume penjualan Kopi Luwak
November 2014 yaitu sebanyak 58.320 gram. Pada Malabar Mountain pada bulan Juli 2015 diperkirakan
bulan Desember 2014 mengalami peningkatan kembali sebesar 43.281,51 gram.
sebanyak 56.320 gram. Pada bulan Januri 2105
penjualan Kopi Luwak Malabar Mountain kembali SIMPULAN
mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yaitu Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil
sebanyak 59.580 gram, mengalami peningkatan kesimpulan sebagai berikut :
kembali pada bulan Februari 2015. Dan pada bulan

217
6. Bauran pemasaran Kopi Luwak Arabika Malabar kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam
Mountain di PT. Sinar Mayang Lestari adalah: membantu kelancaran penyelesaian makalah. Penulis
a. Produk: Keragaman produk kopi luwak yang mengucapkan terima kasih kepada :
dijual terbagi dalam 3 jenis yaitu greenbeans 6. Dhany Esperanza, SP., MBA.. selaku dosen
coffee, roasted coffee, dan grounded coffee. pembimbing.
Kemasan yang dipakai berbahan baku 7. Kepala Desa Margamulya dan seluruh perangkat
alumunium foil, plastik dan karung goni. Desa Margamulya.
Ukuran produk tersedia ukuran 10 gram, 100 8. Pak Slamet Prayoga selaku Direktur Utama PT.
gram, 250 gram, 500 gram, dan 1 kilogram Sinar Mayang Lestari.
hingga 5 kilogram. 9. Para karyawan PT. Sinar Mayang Lestari.
b. Harga: Penetapan harga yang dilakukan oleh 10. Pihak Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat dan
perusahaan sesuai dengan pangsa pasar dan Dinas Perkebunan Kabupaten.
keinginan perusahaan. Tidak ada standar harga
dunia untuk kopi luwak. DAFTAR PUSTAKA
c. Distribusi: Terdapat tiga pola saluran Andi, Supangat. 2007. Statistika dalam Kajian
pemasaran Kopi Luwak Malabar Mountain Deskriftif, Inferensi dan Nonparametrik.
dan rantai pemasaran relatif pendek. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada
d. Promosi: Alat promosi yang telah dilakukan Media Group
oleh perusahaan seperti memproduksi video Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Kopi Luwak Malabar Mountain lalu dimasukan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
ke youtube, facebook, website, brosur maupun Rineka Cipta.
artikel-artikel dengan liputan bertemakan Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia.
kuliner atau bisnis penjualan personal, 2013. Konsumsi Kopi di Indonesia.
pembuatan MM Cafe salah satu langkah insentif Melalui http://www.aeki-aice.org/ [Diakses
jangka panjang untuk promosi, mengikuti pada tanggal 7 Maret 2015]
pameran-pameran. Badan Pusat Statistik. 2006. Analisis Profil
2. Saluran pemasaran Kopi Luwak Arabika Malabar Perusahaan/Usaha Indonesia. Jakarta.
Mountain di PT. Sinar Mayang Lestari yang Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Ekspor
paling efisien jenis greenbeans yaitu saluran Kopi Indonesia. Melalui
pemasaran II dan memiliki nilai farmer’s share http://www.bps.go.id/ [Diakses pada
lebih dari 50% yaitu 85%. tanggal 20 Januari 2015]
3. Pertumbuhan penjualan Kopi Luwak Arabika Badan Standarisasi Nasional. 2007. Spesifikasi
Malabar Mountain di PT. Sinar Mayang Lestari Persyaratan Mutu Biji Kopi. SNI No 01-
satu tahun terakhir yaitu bulan Mei 2014 – Mei 2907-1999.
2015 memiliki trend positif. Basu Swastha, DH dan Irawan. 2004. Manajemen
Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty.
SARAN Basu Swastha, DH. 2005. Manajemen Penjualan.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang Yogyakarta: Liberty.
dapat diberikan adalah sebagai berikut: Choiri, Achmad dan Aro Fajar Sunartomo. 2008.
1. Perlu melakukan pengukuran efektifitas promosi Keragaan Agribisnis dan Prospek
yang telah dan sedang dilakukan dan sales Pemasaran Kopi Rakyat. Jurnal J-Sep Vol.
promotion yang khusus guna memasarkan produk 2 No. 3 Jember.
Malabar Mountain Coffee. Ciptadi, W dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan
2. Tim manajemen perusahaan tidak perlu Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian
melakukan semua pekerjaan, karena di dalam Bogor.
manejemen yang baik perlu melakukan pekerjaan Darmawati. 2005. Analisis Pemasaran Mendong di
sesuai dengan jobdesk masing-masing. Kabupaten Sleman. Skripsi. Universitas
3. Untuk mempermudah peramalan penjualan Sebelas Maret. Surakarta. Tidak
disarankan agar perusahaan menggunakan dipublikasikan.
perangkat lunak (software) seperti Microsoft Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2012.
Excel. Daerah Unggulan Penghasil Kopi di
Provinsi Jawa Barat.
UCAPAN TERIMA KASIH Dirjen Perkebunan. 2012. Luas Lahan dan Produksi
Pada kesempatan ini penulis ingin Kopi Indonesia. Kementrian Perkebunan.
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

218
Higgins, Robert C, 2003. Analysis for Financial
Management, Seventh Edition. McGraw-
Hill, Singapore.
Hutagaol, Vici Kristina. 2002. Pengaruh Bauran
Pemasaran Terhadap Keputusan
Pembelian Produk Minuman Kopi di
Potluck Coffee Bar and Library Bandung.
Skripsi Program Studi Manajemen.,
Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama
Bandung.
International Coffee Organization. 2015. Total
Produksi Tahunan Negara Eksportir Kopi.
Melalui http://www.ico.org/ [Diakses pada
tanggal 12 Februari 2015]
Kharisma, Dimas, Endang Siti Rahayu, Setyowati.
2013. Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung
di Kabupaten Grobogan. Jurnal Program
Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kotler, P dan Keller. 2007. Manajemen Pemasaran
Jilid II, Edisi Keduabelas. Jakarta:
Erlangga.
Kuswarak. 2010. Analisis Bauran Pemasaran
Terhadap Volume Penjualan Nata De Coco
Ukuran 220 Gr Pada PT. Keong Nusantara
Abadinatar Lampung Selatan. Fakultas
Ekonomi Universitas Sang Bumi Ruwa
Jurai.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian.
Jakarta: LP3ES.
M. Yahmadi. 2000. “Sejarah Kopi Arabika di
Indonesia”. Warta Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia. Vol 16, No.3, p.180.
Najiyati, Sri dan Danarti. 2004. Kopi, Budidaya dan
Penanganan Pascapanen. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta:
Agromedia Pustaka
Soekartawi, 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian
Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM
Press. Malang
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Cv.
Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran, Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Andi.
Wachjar, A. 2013. Pengantar Budidaya Kopi.
Fakultas Pertanian, Bogor.
Zaini, Achmad. 2011. Analisis Prospek Pemasaran
Ayam Petelur Di Kalimantan Timur. Jurnal
EEP.Vol.8.No 1 Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas
Mulawarman Samarinda.

219
220
Pengaruh Bantuan Modal Kerja PUAP Terhadap Kesejahteraan Petani di
Provinsi Sulawesi Tengah
Influence of PUAP Working Capital Program towards Farmer’s Welfare in Provinsi
Sulawesi Tengah
Yennita Sihombing
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10, Bogor

ABSTRAK
Sektor pertanian memegang peran penting bagi pembangunan nasional. Selain
menyediakan pangan bagi penduduk secara nasional juga mampu menyediakan devisa
bagi negara serta menyediakan bahan baku bagi industri. Modal kerja menjadi salah
Kata Kunci: satu kendala bagi sebagian besar petani di Indonesia dalam rangka meningkatkan
Sektor Pertanian, produktivitas hasil usaha tani. Oleh karena itu Kementerian Pertanian melalui Program
Modal Kerja, Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) berupaya untuk mengatasi
Penguatan, persoalan modal kerja petani dengan cara menyalurkan dana sebesar Rp 100 juta
Kelembagaan Gapoktan kepada setiap Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) untuk penguatan modal pada
PUAP, usaha budidaya pertanian (on-farm) dan usaha non budidaya pertanian (off-farm).
LKM-A Untuk mendapatkan gambaran secara utuh tentang penerapan PUAP ini di Provinsi
Sulawesi Tengah, telah dilakukan analisis secara kuantitatif dengan memanfaatkan
data primer dan sekunder dari Dinas Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, BPTP, Pusat Statistik (BPS), PMT Kabupaten
di seluruh Provinsi Sulawesi Tengah, dan instansi terkait lainnya Hasilnya
memperlihatkan bahwa Kabupaten Donggala memiliki nilai aset yang paling besar
yaitu sebanyak Rp.13.616.307.000,- dengan jumlah Gapoktan sebanyak 126 dan
anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 10.020 orang. Sedangkan
kabupaten yang memiliki nilai aset yang paling kecil adalah Kabupaten Sigi sebesar
Rp.8.414.631.000,- dengan jumlah Gapoktan 80 dan anggota yang telah
memanfaatkan dana PUAP sebanyak 12.322. Agar program ini lebih efektif disarankan
agar pemerintah daerah mendukung kebijakan, pengadaan sarana prasarana dan
insentif kepada kelompok tani sehingga terbentuk Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA).

ABSTRACT

Agricultural sector plays a main role in the national development such as for national
food security purposing, as basic material for industries and as the foreign exchange.
In this regards, venture capital is one of the obstacles for most of the Indonesian
farmers in increasing their agricultural productivity. In order to solve this problem,
Keywords: Agricultural Department of the Republic of Indonesia has a program called “ Program
Agricultural sector, Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)”. This idea is purposing to
Venture capital, undertake problems faced by farmers by providing funding as much as one hundred
Strengthen, million rupiah (Rp 100 juta) for every group of farmers (Gabungan Kelompok Tani or
Farmer Group Institution Gapoktan). The funding is to strengthen the venture capital for both on-farm and off-
of PUAP, farm farmers’ activities. Qualitative analysis has been done by employed both primary
LKM-A and secondary data from Agricultural Department, Food Plant Agriculture and
Horticulture Department BPTP, (BPS), PMT in the district of Sulawesi Tengah
province, and other related institutions. The outcome of the analysis shows that
Donggala District has the biggest asset which is Rp.13.616.307.000,-. This district has
126 Gapoktan includes 10.020 members has used the PUAP funding. On the other
hand, Sigi District has the smallest amount of PUAP funding which is
Rp.8.414.631.000,-. There are 80 group of farmers in this district but the interesting
thing is 12.322 members have used PUAP funding. Support of local government is

221
crucially needed to make this program more effective namely by constructing policy,
infrastructure, insentif for group of farmer so that LKMA could be realized.

* Korespondensi Penulis,
alamat e-mail: yennita_sihombing@yahoo.co.id

222
PENDAHULUAN Pada dasarnya keputusan tersebut menjelaskan
Upaya pemerintah Indonesia dalam tentang upaya pengembangan kelompok tani yang
pengembangan pertanian berbasis agribisnis diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam
merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan melaksanakan fungsinya terutama dalam
untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Ada peningkatan kemampuan para anggota, terutama
beberapa faktor penting yang menyebabkan kesulitan dalam hal agribisnis. Pada akhirnya organisasi
dalam menilai dampak dari kebijakan yang dilakukan tersebut menjadi lebih terarah, profesional, dan
oleh pemerintah, yaitu tidak tepatnya dalam mandiri. Untuk menindak lanjuti keputusan tersebut,
menetapkan sasaran, tidak berurutan waktu pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian
programnya, kurang pahamnya tenaga pemerintah Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 tentang Tim
dalam melaksanakan, termasuk korupsi, kurangnya Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
persiapan tenaga dalam mendampingi program, menyebutkan bahwa Gapoktan merupakan lembaga
kecilnya bentuk bantuan dan kurangnya informasi. yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP.
Melihat kendala tersebut pemerintah Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di
berusaha untuk mengatasi dengan melakukan atas, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja
penekanan pada pembangunan daerah berbasis kelembagaan Gapoktan. Penilaian ini dilakukan oleh
agribisnis perdesaan secara berkelanjutan. Untuk Tim Teknis PUAP yang ditetapkan melalui peraturan
menunjang upaya tersebut, maka pemerintah Kementerian Pertanian
mengeluarkan kebijakan dengan menggalakkan Nomor:29/Permentan/CT.140/5/20. Upaya ini
program-program pemberdayaan masyarakat, yaitu merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Gapoktan yang berprestasi dalam kerangka
(PUAP). meningkatkan kinerja dan produktivitas usaha
Progam PUAP merupakan program nasional agribisnisnya yang sekaligus dapat mengelola dana
dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia PUAP melalui Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis
untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran (LKM-A). Penghargaan tersebut, sekaligus
pada sektor pertanian. Melalui Program ini diharapkan untuk mendorong Gapoktan dalam
mempermudah petani dalam akses permodalan, meningkatkan kualitas serta kuantitas fungsi-fungsi
karena pemerintah memberikan fasilitas berupa sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP.
bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik Berbagai upaya pembinaan dan
petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun pendampingan yang dilakukan baik dari Tim
rumah tangga tani yang dikoordinasi oleh Gapoktan Pelaksana PUAP maupun penyuluh pendamping dan
(Gabungan Kelompok Tani). Bantuan dana berupa Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk meningkatkan
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). PUAP mulai kemampuan Gapoktan PUAP masih terus dilakukan.
dikucurkan pada tahun 2008 dengan maksud agar Meningkatkan kemampuan Gapoktan PUAP tersebut
dana BLM-PUAP dapat mendorong perekonomian di merupakan upaya dalam pengembangan
pedesaan dan meningkatkan pendapatan petani kelembagaan Gapoktan, sehingga diharapkan
sehingga petani keluar dari kemiskinan. Gapoktan PUAP dapat berperan serta berfungsi
Tujuan program PUAP antara lain: sebagai unit usaha tani, unit usaha pengolahan, unit
1) Untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan usaha sarana dan prasarana produksi dan unit usaha
pengangguran melalui penumbuhan dan keuangan mikro serta unit jasa penunjang lainnya,
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di serta menyediakan berbagai informasi yang
perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. dibutuhkan petani sehingga mampu membentuk
2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha Gapoktan yang kuat dan mandiri yang menjadi
agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan wadah bagi kelompok tani dan para petani
penyelia mitra tani melakukan usaha agribisnis.
3) Memberdayakan kelembagaan petani dan Kegiatan evaluasi dalam pengembangan
ekonomi perdesaan untuk pengembangan program PUAP merupakan proses untuk
kegiatan usaha agribisnis. menyempurnakan kegiatan-kegiatan yang sedang
4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi berjalan, membantu dalam sistem perencanaan,
petani menjadi jejaring atau mitra lembaga penyusunan program dan system pengambilan
keuangan dalam rangka akses ke permodalan. keputusan yang bersifat antisipatif, sehingga di masa
Berdasarkan tujuan PUAP tersebut, maka depan dapat dikembangkan program PUAP yang
ditetapkan Keputusan Menteri Pertanian progresif dan dinamis. Model pembiayaannya
Nomor:273/Kpts/OT.160/4/2007 yang menjelaskan dilakukan berdasarkan skema Lembaga Keuangan
tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Mikro Agribisnis (LKM-A) yang dalam

223
pelaksanaannya didirikan, dimiliki dan dikelola penyaluran kredit. Hal ini lebih disebabkan karena
sendiri oleh petani/masyarakat. Oleh karena itu tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya
kedepan keberadaan Lembaga Keuangan Mikro ini sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak
diharapkan dapat memperoleh modal pembangunan kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD
sector pertanian di Indonesia. Kemudian untuk yang tidak menerima dana KUT, padahal mereka
evaluasinya menurut Suryahadi (2007) dibagi yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki
menjadi 2 jenis, yakni: menurut waktu pelaksanaan kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit.
yangmerupakan evaluasi formatif dan evaluasi Untuk mengatasi hal tersebut, tahun 1995
summative. Kemudian menurut tujuan terdiri atas: pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola
evaluasi proses, evaluasi biaya-manfaat, dan evaluasi khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung
dampak. menerima dana dari bank pelaksana. Berbeda dari
Berdasarkan survei di Kabupaten bahwa pola sebelumnya (pola umum) dimana kelompok tani
ternyata pelaksanaan program PUAP pada menerima kredit dari KUD. Sepanjang
Kabupaten belum berhasil, karena masih ada perkembangannya, timbul masalah lain dalam
Gapoktan PUAP yang perkembangan dana PUAP penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar
belum mencapai tujuan dari program PUAP yaitu di sebagian daerah yang menerima dana program
belum membentuk Lembaga Keuangan Mikro tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan
Agribisnis (LKMA). Oleh karena itu dilakukan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah
evaluasi terkait kinerja Gapoktan PUAP dalam yang diterima petani, faktor bencana alam, dan
perkembangan dana PUAP dalam membentuk penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) yang serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu
tangguh, untuk itu perlu adanya contoh sebagai contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana
pembanding, supaya yang perkembangan dana pada KUT dari yang tadinya untuk keperluan usaha tani,
Gapoktan PUAP di Kabupaten Grobogan tersebut digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
yang belum berhasil dalam membentuk LKMA Tahun 2008, pemerintah melalui
supaya dapat berhasil dalam membentuk LKMA. Departemen Pertanian RI mencanangkan program
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk baru yang diberi nama Pengembangan Usaha
mendapatkan suatu strategi alternatif PUAP yang Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan
dapat membantu Gapoktan PUAP di setiap provinsi bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri
di Indonesia dalam membentuk LKMA yang melalui bantuan modal usaha dalam
tangguh, sehingga pelaksanaan program PUAP dapat menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai
berhasil. dengan potensi pertanian desa sasaran. Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah
KERANGKA TEORI program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan
Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
Pertanian kesempatan kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP
Bentuk program bantuan penguatan modal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
yang diperuntukkan bagi petani pertama kali Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama (PNPM) Mandiri. Kebijakan Departemen Pertanian
Bimbingan Massal (BIMAS). Tujuan dibentuknya dalam pemberdayaan masyarakat diwujudkan
program tersebut adalah untuk meningkatkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan
produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik
dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun
secara nasional. Dalam perjalanannya, program rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana
BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan
banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP untuk
dengan perkembangan teknologi dan kebijakan dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada
(Hasan,1979 dalam Lubis 2005).Pada tahun 1985, anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam
kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh
Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani,
sistem kredit massal BIMAS, dimana pola dan diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi
penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Deptan,
melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Sejalan dengan 2008).
perkembangannya, ternyata pola yang demikian
banyak menemui kesulitan, utamanya dalam

224
Program Pengembangan Usaha Agribisnis di desa terutama desa miskin terjangkau sesuai
Perdesaan (PUAP) dengan potensi pertanian desa;(2) Berkembangnya
Salah satu program kebijakan pembangunan Gapoktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani
pertanian dalam rangka pengentasan kemiskinan, untuk menjadi kelembagaan ekonomi;(3)
ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani
petani dan perdesaan adalah Program Usaha miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau
Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP penggarap) skala kecil, buruh tani;(4)
merupakan program bantuan langsung masyarakat Berkembangnya usaha agribisnis petani yang
(BLM) sebagai implementasi dari program PNP mempunyai siklus usaha harian, mingguan maupun
Mandiri, beserta program lainnya seperti Primatani, musiman.
DEATI, PIDRA, P4M2I, program Inpres Desa Berdasarkan tujuan PUAP tersebut, maka
Tertinggal (IDT), program Pemberdayaan Daerah ditetapkan Keputusan Menteri Pertanian
Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (KEPMENTAN) Nomor:273/Kpts/OT.160/4/2007
(PDMDKE), Bantuan Perbenihan (BLBU), LM3, yang menjelaskan tentang Pedoman Pembinaan
BMT, Desa Mandiri Pangan, dan sebagainya. Pada Kelembagaan Petani menyebutkan bahwa
dasarnya tingkat kemiskinan suatu masyarakat pengembangan kelompok tani diarahkan pada
berhubungan erat dengan kesenjangan distribusi peningkatan kemampuan kelompok tani dalam
pendapatan. Artinya, kesenjangan distribusi melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan
pendapatan berkorelasi positif dengan besarnya para anggota dalam mengembangkan agribisnis,
proporsi rumah tangga miskin pada suatu komunitas. penguatan kelompok tani menjadi organisasi petani
Program Pengembangan Usaha Agribisnis yang kuat dan mandiri. Menindak lanjuti peraturan
Perdesaan (PUAP) merupakan kebijakan pemerintah tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan dari
dalam mengalakan program pemberdayaan Menteri Pertanian dengan Nomor
masyarakat untuk mengurangi kemiskinan dan 545/Kpts/OT.160/9/2007, mengenai Tim
pengangguran. Kegiatan PUAP merupakan bentuk Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang
fasilitasi bantuan modal kelompok tani/Gapoktan, terdiri dari Gapoktan yang merupakan kelembagaan
yang selanjutnya akan diberikan kepada petani tani pelaksana PUAP.
anggota,baik petani pemilik, petani penggarap, buruh Menunjang upaya tersebut, maka dilakukan
tani maupun rumah tangga tani sebagai bantuan penilaian untuk mengetahui kinerja kelembagaan
modal dalam kegiatan usaha pertanian. Pemerintah Gapoktan. Penilaian ini dilakukan oleh Tim Teknis
memberikan bantuan modal untuk kegiatan usaha di PUAP. Berdasarkan peraturan diatas untuk
bidang agribisnis yang sesuai dengan potensi menunjang hal tersebut, maka di tetapkan peraturan
pertanian desa sasaran, selain itu nantinya juga dapat Kementerian Pertanian Nomor :
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Pedoman 29/Permentan/CT.140/5/2011. Upaya ini merupakan
Umum PUAP, 2008). salah satu bentuk yaitu dengan memberikan
Menurut Pedoman Umum PUAP (2012), penghargaan bagi Gapoktan yang terpilih sebagai
Program ini menyalurkan dana Bantuan Langsung Gapoktan berprestasi, sehingga dapat meningkatkan
Mandiri (BLM) PUAP ke desa miskin terjangkau. kinerja dan produktivitas usaha agribisnisnya
Dana BLM-PUAP yang diterima masing-masing sekaligus dapat mengelola dana PUAP melalui
desa tersebut sebesar Rp 100 juta untuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA).
mengembangkan agribisnis perdesaan melalui Penghargaan tersebut, diharapkan Gapoktan PUAP
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Tujuan terdorong untuk meningkatka kualitas serta kuantitas
program PUAP yaitu: (1) Mengurangi kemiskinan fungsi-fungsi sebagai kelembagaan tani pelaksanaan
dan pengangguran melalui penumbuhan dan PUAP (Pedoman Penilaian Gapoktan PUAP
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaan Berprestasi, 2011).
sesuai dengan potensi wilayah;(2) Meningkatkan
kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus METODE PENELITIAN
Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani;(3) Penelitian dilakukan di Propinsi Sulawesi
Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi Tengah dengan pertimbangan bahwa lokasi ini
perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha merupakan salah satu propinsi yang sejak tahun 2008
agribisnis;(4) Meningkatkan fungsi kelembagaan mendapat dana bantuan permodalan bagi petani
ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga melalui program PUAP. Sementara ini dalam
keuangan dalam rangka akses ke permodalan. pelaksanaanya belum pernah dilakukan evaluasi
Sasaran yang diharapkan dari program secara maksimal pada hal secara nasional Propinsi
PUAP adalah; (1) Berkembangnya usaha agribisnis Sulawesi Tengah akan diproyeksikan sebagai

225
lumbung padi. Atas dasar pertimbangan itu maka Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan
dilakukan penelitian untuk mengkaji perkembangan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas
pelaksanaannya. Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi
Analisis Data Sulawesi Tengah, Badan Pusat Statistik (BPS), dan
Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, instansi terkait lainnya. Sebanyak 582 Gapoktan
terhitung mulai bulan Januari sampai Juli 2014 yang memperoleh dana PUAP tahun 2008 -2013.
dengan memanfaatkan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan HASIL DAN PEMBAHASAN
kuisioner yang dikirimkan ke BPTP Sulawesi Tengah Pelaksanaan PUAP
yang kemudian diteruskan ke masing-masing PMT di Hasil penghitungan terhadap pelaksanaan
seluruh kabupaten. Sedangkan data sekunder diambil program PUAP di propinsi Sulawesi Tengah
dari laporan PMT dan instansi terkait antara lain dari memperlihatkan bahwa dari total 582 Gapoktan,
lembaga tingkat desa hingga kecamatan, Dinas terdapat 65.399 orang anggota yang telah
Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah (Toli-Toli, memanfaatkan dana PUAP dengan total nilai asset
Poso, Molowali, Sigi, Tojo Una-Una, dan Donggala), sebesar Rp. 60.679.000- (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah Dana PUAP di Kabupaten Sulawesi Tengah Hingga Akhir Tahun 2013
JUML ANGGOTA YANG
NILAI ASET YANG
JLH TELAH
No KABUPATEN DIKELOLA S.D AKHIR
GAPOKTAN MEMANFAATKAN
2013 (Rp. 000)
DANA PUAP (ORG)
1 TOLI - TOLI 80 10.531 8.782.000
2 POSO 97 13.022 9.574.147
3 MOROWALI 106 11.365 10.603,000
4 SIGI 80 12.322 8.414.631
5 TOJO UNA-UNA 93 8.139 9.689.852
6 DONGGALA 126 10.020 13.616.307
JUMLAH 582 65.399 60.679.937
Sumber : Analisis Data Primer (2014)

Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui pertimbangan potensi di masing-masing daerah.


bahwa Kabupaten Donggala, dari 126 jumlah Penerapan pengelolaan dana dilaksanakan dengan
Gapoktan yang tercatat, 10.200 orang diantaranya pendekatan simpan pinjam yang kemudian tingkat
telah memanfaatkan dana PUAP dengan total asset bunga pengembalian serta waktu pengembaliannya
sebesar Rp.13.616.307.000,- Dengan demikian rata- diseuaikan berdasarkan atas kesepakatan kelompok.
rata per orang telah memanfaatkan dana sebesar
Rp1.335.000. Berbeda dengan Kabupaten Sigi, Keragaan Kinerja Gapoktan
dengan 80 Gapoktan, jumlah anggota yang Secara garis besar kinerja Gapoktan
memanfaatkan dana ini sebanyak 12.322 orang didasarkan atas Anggaran Dasar dan Anggaran
dengan total asset sebesar Rp. 12.322.000. Dengan Rumah Tangga (AD dan ART) yang mengatur
demikian rata-rata per orang hanya separuhnya, yaitu masalah-masalah vital yang harus dibuat pada awal
sebesar Rp. 682,900.000. Jika kemudian di urutkan organisasi tersebut dibentuk, antara lain mencakup
berdasarkan jumlah orang yang memanfaatkan, maka landasan organisasi, perangkat-perangkat organisasi,
Kabupaten Poso yang terbanyak di ikuti Kabupaten peran dan fungsi organisasi, tujuan organisasi dan
Morowali, Toli-toli, Donggala dan Tojo una-una. keuangan organisasi. Sedangkan ART secara teknis
Berdasarkan manajemen pengelolaannya mengatur tatacara pelaksanaan sebuah organisasi,
dana keuangan diserahkan sepenuhnya kepada seperti wewenang ketua, pembubaran, syarat-syarat
Gapoktan, yang selanjutnya dialokasikan ke masing- keanggotaan, dan lain-lain. Dengan demikian
masing kelompok tani sesuai dengan rencana usaha organisasi semacam Gapoktan ini harus mempunyai
dari masing-masing Kelompok. Penyusunan catatan-catatan tertulis tentang segala aktivitas
Rencana Usaha tersebut didasarkan atas organisasi yang tertata rapi.

226
Tabel 2. Kinerja Gapoktan di Provinsi Sulawesi Tengah
NILAI ASET
JUML ANGGOTA
YANG KLASIFIKASI
YANG TELAH
JLH DIKELOLA
No KABUPATEN MEMANFAATKAN
GAPOKTAN S.D
DANA PUAP JLH
AKHIR 2013 JLH USP
(ORG)
(Rp. 000) LKM-A
1 TOLI - TOLI 80 10.531 8.782.000 5 75
2 POSO 97 13.022 9.574.147 0 97
3 MOROWALI 106 11.365 10.603.000 98 8
4 SIGI 80 12.322 8.414.631 80 0
TOJO UNA-
93 8.139 9.689.852 84 9
5 UNA
6 DONGGALA 126 10.020 13.616.307 120 6
JUMLAH 582 65.399 60.679.937 387 195
Sumber : Analisis Data Primer (2014)

Hasil evaluasi kinerja terhadap 582 Gapoktan Beberapa faktor penting yang dipergunakan
dari total 1.037 Gapoktan yang ada di provinsi untuk mengukur kemajuan Gapoktan, menurut
Sulawesi Tengah menunjukan bahwa PUAP telah Bustaman et al (2011)11, adalah Gapoktan PUAP
berhasil membentuk 195 LKM-A, sementara sisanya yang berpotensi membentuk kelembagaan ekonomi
387 unit masih dalam bentuk USP (Tabel 2). Masing- petani (LKM-A). Keberhasilan tersebut diukur
masing Kabupaten memiliki jumlah USP dan LKM- melalui kriteria: (a) memiliki modal kelompok (iuran
A yang berbeda-beda. Misalnya Kabupaten wajib, pokok, dan atau simpanan sukarela); (b)
Donggala tercatat memiliki 120 USP, jauh lebih memiliki unit simpan pinjam dan unit usaha lainnya
besar dibandingkan dengan kabupaten Poso yang (sarana input, pengolahan, dan pemasaran hasil); (c)
sama sekali tidak memiliki USP karena telah berhasil memiliki kantor yang terpisah dari rumah ketua
membentuk LKM-A. Perbedaan ini disebabkan oleh Gapoktan; (d) menunjukkan peningkatan
beberapa faktor antara lain: produktivitas, termasuk produksi dan pendapatan
a) Sebagian pengurus gapoktan kawatir apabila pelaku usahatani (penguatan modal petani); (e)
dana PUAP dikelola LKM-A akan terjadi mendapat dukungan Pemda Propinsi/Kabupaten atas
penyimpangan; usaha Gapoktan untuk mendirikan lembaga ekonomi
b) Sebagian pengurus gapoktan merasa belum siap petani/LKM-A (surat keputusan).
dengan pembentukan LKM-A; Berdasarkan evaluasi kelembagaannya,
c) Gapoktan belum banyak yang mengetahui tentang kabupaten yang berhasil membentuk LKM-A
konsep LKM-A dan cara menjalankannya; terbanyak adalah Poso (sebanyak 97 unit), kemudian
d) Pemangku kepentingan dan pendamping masih disusul kabupaten Toli – Toli. Sedangkan kabupaten
belum sepenuh hati mendorong penumbuhan Sigi sama sekali tidak berhasil membentuk LKM-A
LKM-A karena belum ada petunjuk, arah dan (Gambar 2).
dasar hukum yang jelas. Keberhasilan Gapoktan PUAP di Kabupaten Poso
Terkait dengan LKM-A adalah sebuah dapat dibuktikan dari peningkatan jumlah anggota,
Lembaga Keuangan Mikro merupakan kelembagaan nilai aset yang dimiliki dan telah memiliki LKM-A.
usaha yang mengelola jasa keuangan untuk Hal ini karena Gapoktan telah memiliki struktur
membiayai usaha dalam skala mikro, baik berbentuk organisasi, AD/ART dan rencana kerja. Petani
formal maupun non formal. Pembentukan lembaga penerima dana PUAP dipilih secara selektif oleh
ini diprakarsai oleh masyarakat atau pemerintah. pengurus dan Gapoktan telah memiliki kerjasama
Karena yang dituju adalah LKM bagi petani, maka dengan pemangku kepentingan. Berbeda dengan
usaha yang dimaksudkan juga usaha pertanian.10 Gapoktan PUAP di Kabupaten Sigi yang ditunjukkan
Dalam hal ini, LKM-A yang dimaksudkan adalah dari berkurangnya jumlah anggota serta tidak
merupakan lembaga keuangan mikro yang ditunjukkan adanya kenaikan nilai aset yang cukup
ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan signifikan. Besar kemungkinan hal ini disebabkan
fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar kurangnya kemampuan pengurus Gapoktan dalam
dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota. 2 memfasilitasi dan mengelola modal usaha anggota,
kekeliruan persepsi dari anggota bahwa pinjaman

227
dana PUAP tidak perlu dikembalikan, dana pinjaman Pengurusan Badan Hukum LKM-A dapat dilakukan
tidak digunakan sesuai kebutuhan usahanya. Seleksi melalui notaris atau koperasi. Biaya pengurusan
dan verifikasi kurang memperhatikan kelayakan Badan Hukum melalui notaris relatif lebih mahal bila
usaha anggota dan pembinaan serta pendampingan dibandingkan dengan koperasi, namun kebanyakan
dari tim pembina dan tim teknis kurang intensif petani masih belum dapat menerima LKM-A menjadi
dilakukan.12 koperasi.
Pada dasarnya prinsip pertumbuhan Gapoktan
Kemitraan dan Badan Hukum adalah kebebasan, kesempatan, keswakarsaan,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 partisipatif, keterpaduan, kemitraan dan
tahun 2012 tentang Perkoperasian dan Undang- keberlanjutan. Gapoktan bebas mengembangkan unit
Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga jasa/usaha otonom sesuai kebutuhan unit usaha tani,
Keuangan Mikro, Gapoktan PUAP yang telah pengolahan, pemasaran, saprodi, simpan-
berhasil membentuk LKM-A wajib memiliki Badan pinjam/keuangan mikro dan jasa penunjang lainnya.
Hukum Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT).

KEMITRAAN
KOPERASI
AKTA NOTARIS

Gambar 1. Grafik Kemitraan dan Badan Hukum Gapoktan di Kabupaten yang Ada Di Provinsi
Sulawesi Tengah
Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa Kabupaten provinsi Sulawesi Tengah yang belum menjalin
Donggala telah berhasil membangun hubungan kemitraan dengan pihak lain, belum memiliki
kemitraan dengan pihak ke tiga sebanyak 22 unit dan koperasi yang berbadan hukum dan belum memiliki
memiliki 3 unit koperasi yang sudah berbadan hukum akta notaris.
namun belum memiliki akta notaris. Kabupaten Toli Salah satu modal utama dalam kinerja
- Toli berhasil membangun hubungan kemitraan pengelolaan LKM-A adalah kemitraan dengan pihak
dengan pihak ke tiga sebanyak 16 unit, belum lain seperti pemerintah daerah, lembaga keuangan
memiliki koperasi yang sudah berbadan hukum bank seperti Bank BRI maupun non bank seperti
namun sudah memiliki 6 unit akta notaris. Kabupaten pengecer pupuk, pengusaha dan pengumpul jagung.
Sigi berhasil membangun hubungan kemitraan Kemitraan dilaksanakan dengan melibatkan berbagai
dengan pihak ke tiga sebanyak 7 unit, belum pemangku kepentingan dalam setiap kegiatan.13
memiliki koperasi yang sudah berbadan hukum dan .
hanya memiliki 1 unit akta notaris, Kabupaten Aspek Ekonomi (Usaha) PUAP di Provinsi
Morowali berhasil membangun hubungan kemitraan Sulawesi Tengah
dengan pihak ke tiga sebanyak 10 unit, memiliki 4 Penyaluran pinjaman dana PUAP dinilai melalui
unit koperasi yang sudah berbadan hukum dan 4 unit pelayanan Gapoktan dalam merealisasikan kegiatan
akta notaris. simpan pinjam dan sejauh mana jangkauan pelayanan
Sedangkan kabupaten yang belum menjalin simpan pinjam mampu menyentuh kebutuhan para
kemitraan dengan pihak lain yaitu Kabupaten Tojo petani dalam menjalankan usaha taninya. Dana
Una-Una, namun sudah memiliki 1 unit koperasi PUAP tersebut disalurkan pada anggota Gapoktan
yang berbadan hukum dan 2 unit yang memiliki akta masing-masing dengan harapan dapat menambah
notaris. Kabupaten Poso adalah kabupaten di modal usaha baik tanaman pertanian (pangan),

228
peternakan, perkebunan, maupun pengadaan sarana Meliputi budidaya sub sektor tanaman pangan, sub
produksi pertanian. sektor hortikultura, sub sektor peternakan,
Keragaan alokasi penggunaan dana dan sub sektor perkebunan. Berdasarkan Tabel 3,
Gapoktan PUAP di provinsi Sulawesi Tengah pada diketahui bahwa sektor on-farm khususnya di sektor
tahun 2008-2013 berdasarkan jenis usahanya ialah tanaman pangan, mendominasi pengajuan pinjaman
usaha tani tanaman pangan (41%), peternakan (8%), kredit usaha. Hal ini dapat dilihat dari persentase
perkebunan (28%), hortikultura (7%) dan off-farm pengajuan pinjaman dari Rencana Usaha Anggota
(16%) yang disajikan pada Gambar 2. (RUA). Kebanyakan para petani mempergunakan
a. Budidaya pertanian (on farm) dana pinjaman tersebut untuk menambah modal
usaha seperti pembelian pupuk dan bibit pada saat
masa tanam.

Gambar 2. Persentase Usaha Produktif yang dibiayai PUAP di Provinsi Sulawesi Tengah Hingga
Akhir Tahun 2013

Tabel 3. Alokasi Penggunaan dana PUAP Untuk Usaha Budidaya Pertanian di Provinsi Sulawesi
Tengah Sampai Akhir Tahun 2013

JUML ANGGOTA ALOKASI PENGGUNAAN DANA UNTUK USAHA


YANG TELAH PRODUKTIF
JUMLAH
No KABUPATEN GAPOKTAN MEMANFAATKA
TANAMAN
N DANA PUAP PERKEBUNA HORTIKULTURA PETERNAK
PANGAN
(ORG) N (RP.000) (Rp.000) AN (Rp.000)
(Rp.000)
TOLI -
1 80 10.531 3.735.000 3.220.000 185.000 580.000
TOLI
2 POSO 97 13.022 4.254.058 3.644.541 483.049 189.494
3 MOROWALI 106 11.365 2.440.000 2.400.000 20.000 455.000
4 SIGI 80 12.322 2.696.705 1.176.105 547.789 451.708
TOJO UNA
5 93 8.139 4.778.274 862.250 1.411.776 992.800
- UNA
6 DONGGALA 126 10.020 3.810.286 3.314.458 781.092 21.45.750
JUMLAH 582 65.399 21.714,323 14,617,354 3.428.706 4.814.752
Sumber : Analisis Data Primer (2014)

Pada sektor usaha budidaya pertanian (on- untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan sudah
farm), jenis usaha yang paling banyak adalah usaha menjadi budaya masyarakat.
tani padi. Usaha tani padi ini merupakan usaha yang
paling lama ditekuni yaitu sekitar 21-25 tahun. Hal b. Usaha Off Farm
ini dikarenakan usaha ini tidak hanya sekedar usaha Non budidaya (Off farm), meliputi usaha industri
rumah tangga pertanian/industri pengolahan hasil

229
pertanian, pemasaran skala kecil/bakulan dan usaha dikelola oleh gapoktan diprovinsi Sulawesi Tengah
lain berbasis pertanian meliputi pengadaan benih dan pupuk. Saprotan ini
Penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah dijual kepada para petani di desa dengan sistem
sudah mulai melakukan kegiatan-kegiatan diluar pembayaran setelah panen.
pertanian (off-farm) sebagai penghasilan tambahan. Sifat inovatif dan sifat kepemimpinan dari
Hal ini didorong karena adanya tuntutan kebutuhan pengurus Gapoktan berhubungan positif dengan
hidup sehari-hari yang tidak dapat terus-menerus keberhasilan outcome dan dengan keberhasilan
menggantungkan hidup dari hasil kegiatan budidaya benefit. Hasil analisis berdasarkan alokasi
seperti bertani yang harus menunggu beberapa bulan penggunaan dana PUAP untuk usaha off farm yang
ke depan untuk memperoleh hasil. Maka dari itu ditunjukkan pada Tabel 4. Memperlihatkan bahwa
mulai berkembang usaha-usaha non budidaya seperti jumlah dana hasil off farm sebesar Rp.
usaha pengadaan saprotan, pengolahan, pengemasan, 8.015.488.000,- (16%). Hasil analisis ini juga
pengolahan tepung beras, pembuatan roti, pembuatan memperlihatkan bahwa pengurus Gapoktan di
kue kering dan basah, dagang bakso, dagang sayuran masing – masing kabupaten di provinsi Sulawesi
dan buah, usaha warung sembako kecil-kecilan, serta Tengah secara signifikan telah mampu meningkatkan
pemasaran produk hasil pertanian. Usaha ini sudah kemampuan petani, buruh tani, dan tumah tangga tani
banyak dilakukan oleh penduduk karena tidak dan Gapoktan sendiri untuk mengembangkan modal
membutuhkan waktu yang lama untuk menikmati dan jenis usaha agribisnisnya, dan mampu membuka
hasilnya. peluang usaha di bidang off farm, sehingga manfaat
Kegiatan usaha ini banyak dilakukan oleh dari adanya program PUAP dapat dirasakan
penduduk desa yang tidak memiliki lahan pertanian manfaatnya oleh petani, buruh tani, dan tumah tangga
atau hanya memiliki sedikit lahan untuk ditanami di lokasi program PUAP dilaksanakan.
tanaman pertanian. Usaha pengadaan saprotan ini

Tabel 4. Alokasi Penggunaan dana PUAP Untuk Usaha Off Farm di Provinsi Sulawesi Tengah Sampai
Akhir Tahun 2013
JUML ANGGOTA YANG JUMLAH
JLH TELAH PERGULIRAN OFF-FARM
No KABUPATEN
GAPOKTAN MEMANFAATKAN DANA /PENYALURAN (Rp.000)
PUAP (ORG) (berapa kali)
1 TOLI - TOLI 80 10.531 250 200.000
2 POSO 97 13.022 189 175.489
3 MOROWALI 106 11.365 152 2.490.000
4 SIGI 80 12.322 380 2.682.685
TOJO UNA -
93 8.139 186
5 UNA 1.254.900
6 DONGGALA 126 10.020 47 1.212.414
JUMLAH 582 65.399 1.204 8.015.488
Sumber : Analisis Data Primer (2014)

Strategi Alternatif PUAP i Identifikasi potensi desa;


Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan ii Penentuan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan
(PUAP) pada dasarnya ditujukan untuk: hilir) unggulan; dan
a. Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola PUAP, iii Penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan
yang dapat dilaksanakan melalui: usaha agribisnis unggulan.
i) Pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping c. Menguatkan modal petani kecil, buruh tani dan
PUAP; rumah tangga tani miskin kepada sumber
ii) Rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT; permodalan, dilaksanakan melalui:
iii) Pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan i) Penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis
iv) Pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan melalui Gapoktan;
PMT. ii) Fasilitasi pengembangan kemitraan dengan
b. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan sumber permodalan lainnya.
tertinggal, dilaksanakan melalui:

230
d. Melakukan pendampingan bagi Gapoktan, Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok
dilaksanakan melalui: tani dan Gabungan Kelompok tani.
i) Penempatan dan penugasan Penyuluh Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN)
Pendamping di setiap gapoktan; dan Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 Tentang
ii) Penempatan dan penugasan PMT di setiap Pembentukan Tim Pengembangan Usaha
kabupaten/kota. Agribisnis Perdesaan.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
PENUTUP 29/Permentan/OT.140/5/2011 Tanggal: 30
Dari hasil pengkajian diperoleh bahwa Mei 2011. Pedoman Penilaian Gabungan
Kabupaten Donggala memiliki nilai aset yang paling Kelompok Tani (GAPOKTAN)
besar yaitu sebanyak Rp.13.616.307.000,- dengan Pengembangan Usaha Agribisnis Usaha
jumlah Gapoktan sebanyak 126 dan anggota yang Agrbisnis iPedesaan (PUAP) Berprestasi
telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 10.020 Tahun Anggaran 2011.
orang. Sedangkan Kabupaten yang memiliki nilai Direktorat Pembiayaan Pertanian. 2011. Pedoman
aset yang paling kecil adalah Kabupaten Sigi yaitu Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi.
sebesar Rp.8.414.631.000,- dengan jumlah Gapoktan Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana
sebanyak 80 dan anggota yang telah memanfaatkan Pertanian. Kementerian Pertanian.
dana PUAP sebanyak 12.322 orang. Dari data BBP2TP dan Direktorat Pembiayaan Pertanian.
tersebut terbukti bahwa sifat inovatif dan sifat 2013. Data base Gapoktan PUAP 2008-
kepemimpinan dari pengurus Gapoktan berhubungan 2011. Kerja Sama BBP2TP dengan
positif dengan keberhasilan outcome dan dengan Direktorat Pembiayaan Kementerian
keberhasilan benefit dan merupakan salah satu faktor Pertanian.
yang mempengaruhi terbentuknya LKM-A yang Pasaribu dkk. (2011). Penentuan Desa Calon Lokasi
sukses. Pemerintah Daerah diharapkan dapat PUAP 2011 dan Evaluasi Pengembangan
memberikan fasilitasi dalam pemupukan modal, Usaha Agribisnis Perdesaan. Pusat Sosial
kepemilikan badan hukum, pembentukan asosiasi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan
gapoktan, dan penyiapan langkah exit strategy Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
keberlanjutan program PUAP. Bapeluh atau BP4K Kementerian Pertanian. Bogor.
dapat menjadi leading agency dan menjadikan Suryahadi, Asep. (2007). Kumpulan Bahan Latihan
program PUAP sebagai program unggulan daerah. Pemantauan Evaluasi Program-Program
Penanggulangan Kemiskinan. Modul 4 :
UCAPAN TERIMA KASIH Persyaratan dan Unsur-unsur Evaluasi yang
Terima kasih kepada Bapak Sjahrul Baik. Bappenas,Jakarta.
Bustaman, M.Si dari BBP2TP atas bimbingannya www.ditpk.bappenas.go.id
dalam penulisan KTI. Bustaman, S., M. Mardiharini, A. Djauhari., S.S.
Tan. 2011. Pengkajian Pola dan Metode
Rating Gapoktan PUAP (Grade A, B, C)
DAFTAR PUSTAKA Dalam Upaya Meningkatkan Hasil
Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Penumbuhan Komoditas Unggulan (Padi, Sapi Potong dan
Dan Pengembangan Kelompok Tani Dan Kakao) > 20 % Melalui Percepatan Adopsi
Gabungan Kelompok Tani. Jakarta: Teknologi Pertanian. Laporan Hasil
Departemen Pertanian RI Pengkajian (belum dipublikasi).
Elfindri, 2005, Kajian Tingkat Kemiskinan di Hendayana, R. 2011. Penguatan modal petani pada
Pedesaan dan Perkotaan Sumatera Barat, gabungan kelompok tani penerima BLM
Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, PUAP. hlm 13-24. Dalam K.Subagyono,
Lembaga Pengkajian Ekonomi R. Hendayana, S. Bustaman (Penyunting).
Pembangunan (LPEP), Fakultas Ekonomi Petani Butuh Modal. Badan Litbang
Universitas Andalas, Padang. Pertanian.
Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Umum Suprapto. A. 2012. Pokok-pokok bahasan terhadap
Pengembangan Usaha Agribisnis pelaksanaan PUAP. Makalah disampaikan
Perdesaan (PUAP) 2013. Jakarta: pada workshop PUAP di Botani Square 8
Kementerian Pertanian. 40 hlm. Agustus 2012.
Peraturan Menteri Pertanian No. Permentan No 81/Permentan/OT.140/8/2013.
273/Kpts/Ot.160/4/2007 Tentang Pedoman Pedoman pembinaan kelompok tani (Poktan)

231
dan gabungan kelompok tani (Gapoktan). 26
Agustus 2013.

232
Manajemen Resiko Rantai Pasok Komoditas Padi (Oryza sativa) di Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat
Risk Management Of The Agribusiness Supply Chain On Commodity Paddy (Oryza
Sativa ) In Indramayu District West Java
Tetep Ginanjar 1), Tomy Perdana1), Eddy Renaldi1)
Pusat Studi Rantai Pasok dan Sistem Logistik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Sumber mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar berada pada sector
pertanian. Selain itu, sector pertanian pun berada pada posisi kedua setelah sector
industry pengolahan sebagai penyumpang PDB terbesar. Walaupun demikian, sector
Kata Kunci: pertanian masih menghadapi beberapa kendala, terutama aspek pembiayaan. Secara
Manajeman resiko, nasional, kredit yang disalurkan pada sektor pertanian sangat rendah dibandingkan
agen resiko, total kredit perbankan, yaitu hanya sekitar 5,54% saja. Dari total kredit perbankan
rantai pasok, sector pertanian, hanya sekitar 4,3 % saja yang diserap subsector pangan (BI, 2013).
aksi mitigasi resiko Rendahnya total kredit perbankan terhadap sector pertanian salah satunya disebabkan
tingginya risiko di sector pertanian yang dihadapi bank maupun debitur. Berdasarkan
hal tersebut maka perlu dilakukan identifikasi resiko dan upaya mitigasinya. Hal ini
untuk memberikan informasi bagi bank/kreditur mengenai resiko dalam sector
pertanian serta cara meninimimalisasinya. Meningkatnya pemahaman pihak kreditur
mengenai aksi mitigasi risiko dalam rantai pasok dan proses bisnis yang dilakukan di
sektor pertanian, akan meningkatkan kepercayaan serta keyakinan pihak kreditur
dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha di sektor pertanian. Penelitian
dilakukan di Kabupaten Indramayu yang merupakan sentra produksi padi di Provinsi
Jawa Barat dan sekaligus di Indonesia. Dalam mencapai tujuan penelitian, digunakan
alat pemetaan Value Stream Mapping dan House of Risk (HOR). Rantai pasok padi di
Kabupaten Brebes melibatkan petani, bandar, dan pengusah RMU (Rice Milling Unit).
Dari hasil analisis teridentifikasi 8 titik kritis risiko di tingkat RMU, 3 titik kritis risiko
di tingkat bandar, dan 3 titik kritis risiko di tingkat petani disertai aksi mitigasi resiko
di masing-masing pelaku.

ABSTRACT

The largest Indonesian livelihood is came from agricultural sector. Futhermore, the
agricultural was to be second position after the processing industry as the largest
contributors to GDP. Nevertheless, the agricultural still faces several obstacles,
especially in financing aspects. Nationally, lending to the agricultural is very low if it's
Keywords: compared with total bank credits. Credits to agricultural amounted only 5,54% from
risk management, total bank credits as much as 4,3% devoted to foods (BI, 2013). The lowest of total
risk agent, bank credits for agricultural is due to the high risks of agricultural to the faced of
supply chain, banks or other credit institutions. Based on this case, it is necessary to efforts of risk
mitigation risk actions identified and mitigation. That is to give information to the bank or crediturs about
risk agricultural sector and how to minimize that risk. The increasing of crediture
comprehention about risk mitigation in agricultural supply chain business will be
increased of credibility from creditures to give some credits to the farmers and the
other of agriculturalists. This research conducted in Indramayu district as one of the
largest paddy producer in West java and indonesia. To achieve the aim of this
research, used research instruments value stream mapping and house of risk (HOR).
Paddy supply chain in indramayu district involve farmers, middleman, and rice milling
unit. This analysis was identified 8 critical points of risk in RMU, 3 critical points of
risk in middleman, and 3 critical points of risk in farmers which is accompanied with
mitigation risk for each actors.
* Korespondensi Penulis, alamat e-mail: tetepginanjar@gmail.com

233
PENDAHULUAN pangan, terutama komoditas beras sebagai makanan
Sumber mata pencaharian penduduk Indonesia pokok masyarakat Indonesia.
sebagian besar berada pada sector pertanian. Sekitar Hasil penelitian Bank Indonesia (2011)
40 Juta orang (35 %) penduduk Indonesia bermata menyebutkan bahwa salah satu penyebab rendahnya
pencaharian di sector pertanian. Selain itu, sector akses keuangan untuk produksi pertanian yaitu
pertanian pada triwulan III tahun 2014 berada pada tingginya risiko di sector pertanian yang dihadapi
posisi kedua (15,25% %) setelah sector industry bank maupun debitur. Berdasarkan hal tersebut maka
pengolahan (23,35 %) sebagai penyumpang PDB perlu dilakukan identifikasi resiko dan upaya
terbesar (BPS, 2014). Hal ini menunjukan bahwa mitigasinya. Hal ini untuk memberikan informasi
sector pertanian memegang peranan yang sangat bagi bank/kreditur mengenai resiko dalam sector
strategis dalam perekonomian nasional. Walaupun pertanian serta cara meninimimalisasinya.
demikian perkembangan sector pertanian mengalami Meningkatnya pemahaman pihak kreditur mengenai
banyak kendala. Kendala-kendala tersebut berada risiko dalam rantai pasok dan proses bisnis yang
pada aspek penerapan teknologi budidaya pertanian, dilakukan di sektor pertanian akan meningkatkan
penanganan pascapanen, informasi pasar dan kepercayaan serta keyakinan pihak kreditur dalam
pemasaran, serta aspek permodalan. Aspek memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha di
permodalan merupakan persoalan klastik yang sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena melalui
dihadapi para pelaku di sector pertanian, terutama pemahaman terhadap risiko yang mungkin terjadi di
para petani. dalam usaha yang dibiayai akan memungkinkan
Data statistik kredit perbankan menunjukkan pihak kreditur untuk menyalurkan pembiayaan ke
bahwa secara nasional kredit yang disalurkan pada sektor pertanian yang selama ini dianggap memiliki
sektor pertanian sangat rendah dibandingkan total risiko tinggi.
kredit perbankan, Namun menunjukkan peningkatan.
Pada akhir tahun 2010, kredit pada sektor pertanian METODE PENELITIAN
sebesar Rp85,0 triliun atau 4,97% dari total kredit Penelitian studi kasus ini menggunakan desain
perbankan. Namun pada akhir 2013, kredit sektor kasus tunggal terjalin dengan pertimbangan bahwa
pertanian meningkat menjadi Rp174,4 triliun atau pada objek penelitian yaitu rantai pasok dan risiko
5,54%. rantai pasok. Dalam rantai pasok diperlukan analisis
perorangan dalam proses penelitian. Analisis
Tabel 1. Perkembangan Kredit Perbankan Sektor perorangan yang dimaksud adalah melihat
Pertanian (Triliun Rp) bagaimana peranan dan dampak setiap pelaku/link
Keterangan 2010 2011 2012 2013 dalam rantai. Selanjutnya tahap penting dalam desain
penelitian kasus tunggal ini diperlukan unit analisis.
Total Kredit 1.711,7 2.117,5 2.585,1 3.146,1
Unit analisis yang dipilih dituangkan dalam teknik
Perbankan
Pertanian, 85,0 107,9 139,9 174,4
penelitian.
Perkebunan Teknik penelitian yang digunkanan dalam
dan desain kasus tunggal ini adalah deskriptif kualitatif
Kehutanan dengan dipadukan dengan uji kuantitatif. Sumber-
Persentase 4,97 5,09 5,41 5,54 sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
(%) adalah data primer, merupakan data yang diperoleh
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) secara langsung dari objek penelitian melalui
wawancara langsung dengan informan. Data
Berdasarkan Tabel 1, apabila dilihat secara lebih sekunder, merupakan data yang diperoleh dari buku,
mendalam kepada masing-masing sub sektor majalah, penelusuran internet, jurnal, lembaga-
pertanian, maka pangsa kredit terbesar masih lembaga terkait, dan penelitian terdahulu yang
didominasi oleh sektor perkebunan yang pada akhir berhubungan dengan penelitian ini. Data/informasi
tahun 2013 mencapai Rp145,0 triliun atau 83,2% dari yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data
total kredit pertanian. Sementara penyaluran kredit primer dan data sekunder. Oleh karena itu, teknik
pada sub sektor pangan pada periode yang sama pengumpulan data/informasi yang digunkan adalah
hanya sebesar Rp7,3 triliun atau 4,2% dari total kredit teknik wawancara, teknik observasi, dan studi
pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa akses kepustakaan.
keuangan untuk produksi pertanian, di luar sub sektor
perkebunan, bukan merupakan hal yang mudah.
Salah satu subsector pertanian yang memiliki
realisasi penyaluran kredit rendah, yaitu subsector

234
HASIL DAN PEMBAHASAN 2. Manajemen Resiko Rantai Pasok Padi di
1. Rantai Pasok Komoditas Padi di Kabupaten Kabupaten Indramayu
Indramayu Agen desiko dalam rantai pasok padi terlebih
Berdasarkan gambar, dapat diketahui para pelaku dahulu diidentikasi pada setiap pelaku. Setelah
dalam sistem rantai pasok beras di Kabupaten diketahui agen resikonya, dilakukan pemilihan agen
Indramayu. Dalam sistem rantai pasok tersebut, resiko prioritas. Pemilihan agen risiko prioritas
terdiri dari anggota primer dan anggota pendukung. diperlukan, karena tidak semua agen risiko
Anggota primer terdiri dari para pelaku utama dalam mendapatkan sebuah penanganan. Hal tersebut
sistem rantai pasok yang terdiri dari RMU (Rice dilakukan salah satunya karena faktor biaya yang
Milling Unit), Bandar. dan petani. Sedangkan dibutuhkan untuk penanganan dan dampak yang
anggota pendukung meliputi Badan Ketahanan ditimbulkan terlalu kecil. Pemilihan agen risiko
Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKP3) Kab. prioritas sesuai dengan Hukum Pareto (80:20).
Indramayu, Balai Penyuluhan Pertanian di masing- Menurut Kontur (2008), pada aplikasi hukum pareto,
masing kecamatan, PT. Syngenta, PT. Pertani, kios- risiko 80 persen kerugian disebabkan oleh hanya 20
kios pertanian, bank, Bulog, dan pedagang pasar persen risiko yang krusial. Jika 20 persen risiko
induk. krusial tersebut dapat ditangani, maka pelaku bisnis
dapat menghindari 80 persen kerugian.

Gambar 1. Alur Rantai Pasok Komoditas Padi di Kabupaten Indramayu

Manajemen Resiko Rantai Pasok Padi di persen risiko yang krusial. Jika 20 persen risiko
Kabupaten Indramayu krusial tersebut dapat ditangani, maka pelaku bisnis
Agen desiko dalam rantai pasok padi terlebih dapat menghindari 80 persen kerugian.
dahulu diidentikasi pada setiap pelaku. Setelah Setelah diketahui agen prioritas, dilakukan upaya
diketahui agen resikonya, dilakukan pemilihan agen mitigasi untuk mengatasinya. Aksi mitigasi resiko
resiko prioritas. Pemilihan agen risiko prioritas yang diperoleh kemudian didiskusikan dengan
diperlukan, karena tidak semua agen risiko pelaku untuk mengetahui skala tingkat kesulitan (Dk)
mendapatkan sebuah penanganan. Hal tersebut dalam realisasi mitigasi tersebut. Setelah diketahui
dilakukan salah satunya karena faktor biaya yang skala tingkat kesulitannya, dilakukan perhitungan
dibutuhkan untuk penanganan dan dampak yang effectiveness to difficulty ratio of action (ETD). Aksi
ditimbulkan terlalu kecil. Pemilihan agen risiko mitigasi dengan nilai ETD tertinggi merupakan aksi
prioritas sesuai dengan Hukum Pareto (80:20). yang paling efektif dan memungkinkan untuk
Menurut Kontur (2008), pada aplikasi hukum pareto, dilakukan.
risiko 80 persen kerugian disebabkan oleh hanya 20

235
a. Manajemen Risiko Rantai Pasok Padi di Berdasarkan Tabel 2 terdapat delapan agen
Tingkat RMU risiko yang masuk kedalam kategori prioritas. Agen
1) Pengukuran Risiko Rantai Pasok di Tingkat risiko kategori prioritas memiliki andil sebesar 82 %
RMU dari total dampak risiko yang dialami oleh RMU.
Tabel 2. Perhitungan Pareto Agen Risiko Rantai Pasok di Oleh karena itu, penanganan risiko dilakukan pada
Tingkat RMU agen risiko yang termasuk kedalam kategori
prioritas.
Sumber Risiko Prioritas Aksi Mitigasi
Terjadinya perselisihan Pengembangan infrastruktur irigasi
2) Aksi Mitigasi Risiko Rantai Pasok di Tingkat pembagian sumber air (irigasi)
disekitar lokasi produksi (A13) Penggunaan logistik multimodal
RMU On farm : Pengembangan Teknologi
Hasil diskusi menunjukan bahwa terdapat 7 aksi budidaya adaptif
Pasar induk memiliki standarisasi Off farm: pengembangan gudang dan
mitigasi yang dapat dan telah dilakukan untuk produk yang tinggi (A6) pengering
meminimalisasi agen risiko. Aksi mitigasi tersebut Konsolidasi dan pendampingan sistem
industri perberasan
adalah sebagai berikut: Konsolidasi kelembagaan, pasar dan
pembiayaan
Tabel 3. Aksi Mitigasi Agen Resiko di Tingkat RMU Pengembangan akses pembiayaan

AGENT CODE ARP RANK % ARP % KUM ARP CATEGORY


3) Aksi Mitigasi Resiko yang Efektif di Tingkat
A10 3150 1 14.2% 14.2% RMU
A11
A14
3150
2611
2
3
14.2%
11.8%
28.4%
40.2%
Terdapat 7 (tujuh) aksi mitigasi untuk RMU
A2 1778 4 8.0% 59.7%
PRIORITAS dalam rantai pasok padi di Kabupaten Indramayu.
A4 1638 5 7.4% 67.1%
A3 1350 6 6.1% 73.1% Masing-masing aksi mitigasi tersebut memiliki
A13 1040 7 4.7% 77.8%
A6 924 8 4.2% 82.0%
tingkat kesulitan yang berbeda-beda setelah
A1 920 9 4.2% 86.2% dilakukan verfikasi dengan RMU.
A7 837 10 3.8% 89.9%
A5 832 11 3.8% 93.7%
NON PRIORITAS
A9 810 12 3.7% 97.3%
A12 540 13 2.4% 99.8% Tabel 4. Daftar Hasil Penilaian Skala Tingkat
A8 48
22162
14 0.2%
100%
100.0% Kesulitan Aksi Mitigasi
Sumber Risiko Prioritas Aksi Mitigasi Difficulty of
SDM lalai saat mengolah gabah, Konsolidasi dan pendampingan sistem Performing
mengoperasikan mesin, dan industri perberasan
Kode Aksi Mitigasi
Action K
mencatat (A10)
(DK)
Cuaca tidak menentu (intensitas Off farm: pengembangan gudang dan
hujan terlalu tinggi) sehingga pengering On farm : Pengembangan
P1 H(5)
pasokan gabah tidak stabil dan On farm : Pengembangan Teknologi Teknologi budidaya adaptif
kualitas gabah rendah (A11) budidaya adaptif Off farm: pengembangan gudang H(5)
Pengembangan infrastruktur irigasi P2
dan pengering
Kondisi jalan yang rusak (A14) Penggunaan logistik multimodal Konsolidasi dan pendampingan H(5)
P3
sistem industri perberasan
Modal kurang (A2) Konsolidasi dan pendampingan sistem
Konsolidasi kelembagaan, pasar
industri perberasan P4 M(4)
Pengembangan akses pembiayaan dan pembiayaan
Pengembangan infrastruktur irigasi

Penggunaan logistik multimodal


Jalur distribusi yang jauh dan Penggunaan logistik multimodal P5 Pengembangan akses pembiayaan M(4)
rawan macet (A4) Pengembangan akses pembiayaan Pengembangan infrastruktur M(4)
P6
irigasi
Pembayaran dari pedagang pasar Konsolidasi dan pendampingan sistem
induk macet (A3) industri perberasan
P7 Penggunaan logistik multimodal H(5)
Konsolidasi kelembagaan, pasar dan
pembiayaan
Pengembangan akses pembiayaan
Selanjutnya dilakukan perhitungan effectiveness
Penggunaan logistik multimodal to difficulty ratio of action (ETD) yaitu sebagai
Konsolidasi kelembagaan, pasar dan berikut
pembiayaan

Tabel 5. Tabel Perhitungan ETD Aksi Mitigasi di Tingkat RMU


Risk
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 ARP
Mitigation
Risk Agent Priority
A10 3 9 3 3 3150
A11 9 9 3 3 3 9 3 3150
A14 3 1 3 9 2611
A2 3 9 3 9 9 9 1778

236
Risk
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 ARP
Mitigation
A4 1 1 1 9 9 1638
A3 3 9 9 9 9 1350
A13 9 3 3 9 9 3 9 1040
A6 1 9 9 9 9 3 924
Te 38634 60258 86859 48859 87303 47472 97425
Dk 5 5 5 4 4 4 5
ETD 7727 12052 17372 12214.8 21825.8 11868 19485
Ranking 7 5 3 4 1 6 2 7

Berdasarakan nilai ETD pada tabel diatas, Tabel 7. Aksi Mitigasi Agen Resiko di Tingkat
maka urutan aksi mitigasi yang paling efektif dan Bandar
memungkinkan untuk dilakukan RMU yaitu : Risk Agent Aksi Mitigasi
1) Pengembangan akses pembiayaan (P5) Cuaca yang tidak Off farm: pengembangan gudang
2) Penggunaan logistik multimodal (P7) menentu dan pengering
3) Konsolidasi dan pendampingan sistem industri (intensitas hujan Konsolidator, Pendampingan
perberasan (P3) terlalu tinggi) (A8) sistem industri perberasan,
4) Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Konsolidasi kelembagaan, pasar
dan pembiayaan
(P4)
Pengembangan infrastruktur
5) Off farm: pengembangan gudang dan pengering irigasi
(P2) Penggunaan logistik multimodal
6) Pengembangan infrastruktur irigasi (P6) Modal untuk Konsolidator, Pendampingan
7) On farm : Pengembangan Teknologi budidaya membeli gabah sistem industri perberasan,
adaptif (P1) kurang (A2) Konsolidasi kelembagaan, pasar
dan pembiayaan
b. Manajemen Risiko Rantai Pasok Padi di Pengembangan akses
Tingkat Bandar pembiayaan
1) Pengukuran Risiko Rantai Pasok di Tingkat Penggunaan logistik multimodal
Bandar Pembayaran yang Konsolidator, Pendampingan
dari RMU macet sistem industri perberasan,
Tabel 6. Perhitungan Pareto Agen Risiko Rantai Pasok di (A3) Konsolidasi kelembagaan, pasar
Tingkat Bandar dan pembiayaan
AGENT
ARP RANK %ARP % KUM ARP KATEGORI Pengembangan akses
CODE
A8 3360 1 24.7% 24.7% pembiayaan
A2 3248 2 23.9% 48.6% PRIORITAS
A3 3032 3 22.3% 70.9%
A4 1386 4 10.2% 81.1%
A1 1044 5 7.7% 88.8%
A9 546 6 4.0% 92.8%
A6 540 7 4.0% 96.7%
NON PRIORITAS 3) Aksi Mitigasi Resiko yang Efektif di Tingkat
A7 282 8 2.1% 98.8% Bandar
A5 162 9 1.2% 100.0%
13600 100.0%
Terdapat 7 (tujuh) aksi mitigasi untuk Bandar
dalam rantai pasok padi di Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan Tabel 4 terdapat tiga agen risiko Masing-masing aksi mitigasi tersebut memiliki
yang masuk kedalam kategori prioritas. Agen risiko tingkat kesulitan yang berbeda-beda setelah
kategori prioritas memiliki andil sebesar 70,9 % dari dilakukan verfikasi dengan bandar.
total dampak risiko yang dialami oleh bandar. Oleh
karena itu, penanganan risiko dilakukan pada agen Tabel 8. Daftar Hasil Penilaian Skala Tingkat
risiko yang termasuk kedalam kategori prioritas. Kesulitan Aksi Mitigasi di Tingkat Bandar
Difficulty of
Kode Aksi Mitigasi Performing
2) Aksi Mitigasi Risiko Rantai Pasok di Tingkat
Action K (DK)
Bandar On farm : Pengembangan
Hasil diskusi menunjukan bahwa terdapat 7 aksi P1 M(4)
Teknologi budidaya adaptif
mitigasi yang dapat dan telah dilakukan untuk P2
Off farm: pengembangan H(5)
meminimalisasi agen risiko. Aksi mitigasi tersebut gudang dan pengering
adalah sebagai berikut: Konsolidasi dan pendampingan M(4)
P3
sistem industri perberasan

237
Difficulty of
Kode Aksi Mitigasi Performing
Action K (DK)
Selanjutnya dilakukan perhitungan effectiveness
Konsolidasi kelembagaan, pasar
P4 L(3) to difficulty ratio of action (ETD) yaitu sebagai
dan pembiayaan
Pengembangan akses L(3) berikut
P5
pembiayaan
Pengembangan infrastruktur L(3)
P6
irigasi
P7 Penggunaan logistik multimodal M(4)

Tabel 9. Tabel Perhitungan ETD Aksi Mitigasi di Tingkat Bandar


Risk
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 ARP
Mitigation
Risk Agent Priority
A8 1 9 9 9 3 9 9 3360
A2 1 9 9 9 3 9 3248
A3 1 3 9 9 9 3 3032
Te 6392 42584 86760 86760 66600 39984 68568
Dk 4 5 4 3 3 3 4
ETD 1598 8516.8 21690 28920 22200 13328 17142
Rangking 7 6 3 1 2 5 4

Berdasarkan nilai ETD pada tabel diatas, karena itu, penanganan risiko dilakukan pada agen
maka urutan aksi mitigasi yang paling efektif dan risiko yang termasuk kedalam kategori prioritas.
memungkinkan untuk dilakukan bandar yaitu :
a) Konsolidasi kelembagaan, pasar dan 2) Aksi Mitigasi Risiko Rantai Pasok di Tingkat
pembiayaan (P4) Petani
b) Pengembangan akses pembiayaan(P5) Terdapat 7 aksi mitigasi yang dapat dan telah
c) Konsolidasi dan pendampingan sistem industri dilakukan untuk meminimalisasi agen risiko. Aksi
perberasan (P3) mitigasi tersebut adalah sebagai berikut:
d) Penggunaan logistik multimodal (P7)
e) Pengembangan infrastruktur irigasi (P6) Tabel 11. Aksi Mitigasi Agen Resiko di Tingkat
f) Off farm: pengembangan gudang dan pengering Petani
(P2) Risk Agent Aksi Mitigasi Revisi
g) On farm : Pengembangan Teknologi budidaya On farm : Pengembangan
adaptif (P1) Teknologi budidaya adaptif
Konsolidator, Pendampingan
c. Manajemen Risiko Rantai Pasok Padi di sistem industri perberasan,
Tingkat Petani Konsolidasi kelembagaan,
Perubahan iklim dan
1) Pengukuran Risiko Rantai Pasok di Tingkat pasar dan pembiayaan
cuaca yang tidak
Petani Pengembangan akses
menentu (A2)
pembiayaan
Tabel 10. Perhitungan Pareto Agen Risiko Rantai
Pengembangan infrastruktur
Pasok di Tingkat Petani
AGENT % ARP
irigasi
ARP % ARP KATEGORI
CODE KUMULATIF Penggunaan logistik
A2 2700 39.12 39.12 multimodal
A4 1765 25.58 64.7 PRIORITAS
A6 888 12.87 77.57 Konsolidasi, Pendampingan
A3 750 10.87 88.44 sistem industri perberasan,
NON
A1 630 9.13 97.57 Konsolidasi kelembagaan,
PRIORITAS
A5 84 1.22 98.79
A7 84 1.22 100 pasar dan pembiayaan
TOTAL 6901 100 Pengetahuan petani Pengembangan akses
rendah (A4) pembiayaan
Berdasarkan Tabel 10 terdapat tiga agen risiko Pengembangan infrastruktur
yang masuk kedalam kategori prioritas. Agen risiko irigasi
kategori prioritas memiliki andil sebesar 77,57 % dari Penggunaan logistik
total dampak risiko yang dialami oleh petani. Oleh multimodal

238
Risk Agent Aksi Mitigasi Revisi 7. Off farm: pengembangan gudang dan pengering
Ego para petani (A6) On farm : Pengembangan (P2)
Teknologi budidaya adaptif
Konsolidasi, Pendampingan KESIMPULAN
sistem industri perberasan, Berdasarkan hasil pembahasan, maka diperoleh
Konsolidasi kelembagaan, kesimpulan sebagai berikut :
pasar dan pembiayaan 1. Sistem rantai pasok padi di Kabupaten
Pengembangan akses Indramayu terdiri dari petani, bandar, RMU,
pembiayaan pedagang pasar induk, calo, hingga konsumen
langsung.
4) Aksi Mitigasi Resiko yang Efektif di Tingkat RMU 2. Titik kritis resiko pada rantai pasok padi dapat
Masing-masing aksi mitigasi tersebut memiliki
diidentifikasi dari setiap pelaku dalam rantai
tingkat kesulitan yang berbeda-beda setelah dilakukan
verfikasi dengan petani. pasok tersebut, yaitu sebagai berikut :
a) Titik kritis resiko di tingkat RMU yaitu : 1)
Tabel 12. Daftar Hasil Penilaian Skala Tingkat Kesulitan SDM lalai saat mengolah gabah,
Aksi Mitigasi mengoperasikan mesin, dan mencatat, 2)
Difficulty of cuaca tidak menentu (intensitas hujan terlalu
Kode Aksi Mitigasi Performing
tinggi) sehingga pasokan gabah tidak stabil
Action K (DK)
On farm : dan kualitas gabah rendah, 3) kondisi jalan
Pengembangan yang rusak, 4) modal kurang, 5) jalur
P1 M(4)
Teknologi budidaya distribusi yang jauh dan rawan macet, 6)
adaptif pembayaran dari pedagang pasar induk
Off farm: M(4) macet, 7) terjadinya perselisihan pembagian
pengembangan
P2 sumber air (irigasi) disekitar lokasi produksi,
gudang dan
pengering dan 8) pasar induk memiliki standarisasi
Konsolidasi dan H(5) produk yang tinggi.
P3
pendampingan b) Titik kritis resiko di tingkat bandar yaitu : 1)
sistem industri Cuaca yang tidak menentu (intensitas hujan
perberasan
terlalu tinggi), 2) modal untuk membeli
Konsolidasi
P4 kelembagaan, pasar M(4) gabah kurang, dan 3) pembayaran yang dari
dan pembiayaan RMU macet.
Pengembangan akses L(3) c) Titik kritis resiko di tingkat petani yaitu : 1)
P5
pembiayaan perubahan iklim dan cuaca yang tidak
Pengembangan L(3) menentu, 2) Pengetahuan petani rendah, dan
P6
infrastruktur irigasi
3) ego para petani.
Penggunaan logistik
P7
multimodal
H(5) 3. Hasil perhitungan effectiveness to difficulty
ratio of action (ETD), menunjukan urutan aksi
Selanjutnya dilakukan perhitungan effectiveness mitigasi yang paling efektif dan memungkinkan
to difficulty ratio of action (ETD). untuk dilakukan oleh masing-masing pelaku
yaitu sebagai berikut :
Berdasarakan nilai ETD pada tabel diatas, a) Urutan aksi mitigasi yang paling efektif
maka urutan aksi mitigasi yang paling efektif dan untuk dilakukan RMU yaitu :
memungkinkan untuk dilakukan petani yaitu : 1) Pengembangan akses pembiayaan.
1. Pengembangan akses pembiayaan (P5) 2) Penggunaan logistik multimodal.
2. Pengembangan infrastruktur irigasi (P6) 3) Konsolidasi dan pendampingan sistem
3. Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan industri perberasan.
(P4) 4) Konsolidasi kelembagaan, pasar dan
4. Konsolidasi dan pendampingan sistem industri pembiayaan.
perberasan (P3) 5) Off farm: pengembangan gudang dan
5. On farm : Pengembangan Teknologi budidaya pengering.
adaptif (P1) 6) Pengembangan infrastruktur irigasi.
6. Penggunaan logistik multimodal (P7)

239
7) On farm : Pengembangan Teknologi 1. Perlu dibangun skema pembiayaan yang sesuai
budidaya adaptif. dengan kondisi pelaku rantai pasok. Sebaiknya
b) Urutan aksi mitigasi yang paling efektif untuk pembiayaan diberikan kepada petani, bandar,
dilakukan bandar yaitu : dan RMU yang berada dalam satu rantai pasok
1) Konsolidasi kelembagaan, pasar dan yang sama untuk meminimalisir resiko.
pembiayaan. 2. Perlu dibangun hubungan antar pelaku yang
2) Pengembangan akses pembiayaan. baik, agar terjalin kerjasama dan kepercayan
3) Konsolidasi dan pendampingan sistem yang baik antar pelaku pada rantai pasok.
industri perberasan. 3. Koperasi/gapoktan perlu menyediakan sarana
4) Penggunaan logistik multimodal. produksi yang dibutuhkan oleh petani, sehingga
5) Pengembangan infrastruktur irigasi. petani mendapatkan akses yang mudah terhadap
6) Off farm: pengembangan gudang dan penyedia saprodi resmi.
pengering. 4. Pemerintah perlu menetapkan batas harga dasar
7) On farm : Pengembangan Teknologi bagi komoditas padi untuk menanggulangi
budidaya adaptif. risiko kerugian petani akibat harga gabah yang
c) Urutan aksi mitigasi yang paling efektif untuk anjlok.
dilakukan petani yaitu :
1) Pengembangan akses pembiayaan.
2) Pengembangan infrastruktur irigasi. DAFTAR PUSTAKA
3) Konsolidasi kelembagaan, pasar dan
pembiayaan. Badan Pusat Statistik. Distribusi Persentase PDB
4) Konsolidasi dan pendampingan sistem Triwulan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
industri perberasan. Lapangan Usaha. 2000-2014.
5) On farm : Pengembangan Teknologi Badan Pusat Statistik. Penduduk Berumur 15 Tahun
budidaya adaptif. ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama.
6) Penggunaan logistik multimodal. 2004-2014.
7) Off farm: pengembangan gudang dan
pengering. Sumber internet :
- Bank Indonesia. Melalui:<www.bi.go.id.>
SARAN [3/4/2014]
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat - Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2009 –
diberikan sebagai berikut: 2013. Melalui:<www.pertanian.go.id.>[6/6/2014]

Tabel 13. Tabel Perhitungan ETD Aksi Mitigasi di Tingkat Petani


Risk
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 ARP
Mitigation
Risk Agent Priority
A2 9 1 9 9 9 9 9 2700
A4 3 9 9 9 9 9 1765
A6 9 9 9 9 1 3 888
Te 37587 2700 48277 48177 48177 41073 42849
Dk 4 4 5 4 3 3 5
ETD 9396.75 675 9655.4 12044.25 16059 13691 8569.8
Rangking 5 7 4 3 1 2 6

240
Model Hubungan Petani Pemilik dan Petani Penggarap Dalam Pengembangan
Padi Organik (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Cidahu, Desa Mekarwangi,
Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya)
Relationship Model of Farmer and Sharecropper in Organic Paddy Development (Case
Study in Cidahu Farmer Group, Desa Mekarwangi, Kecamatan Cisayong, Kabupaten
Tasikmalaya)
Elena Yanti K.Y.S, Yayat Sukayat
1Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padajdjaran

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model hubungan petani pemilik dan
penggarap dalam pengembangan padi organik. Penelitian dilakukan di Kelompok Tani
Cidahu, Desa Mekarwangi, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Subjek
Kata Kunci: penelitian ini adalah petani pemilik, petani penggarap, pengurus Kelompok Tani
Cidahu, BPP. Metode yang digunakan kualitatif dengan teknik study kasus.
Padi Organik,
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara langsung, studi
Hubungan, kepustakaan, kemudian data yang diperoleh kemudian dianalisis.
Petani Penggarap
Hasil dari penelitian ini bahwa model hubungan pemilik dan penggarap di Kelompok
Tani Cidahu dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1) model hubungan pertukaran
yang didorong oleh prinsip R>C, 2) model hubungan keseimbangan nilai karena
adanya pertalian darah antara pemilik dan penggarap, 3) model hubungan propinquiti
yang tercipta karena kedekatan tempat tinggal antara kedua petani.

ABSTRACT
The aim for this research is to know the model of farmer- peasant relationship for the
organic paddy devoloping. This research did in Kelompok Tani Cidahu, Mekarwangi
Village, Cisayong Subdistrict, Tasikmalaya District. Subjects of this research are
farmers, peasants/share-coppers, crews in Cidahu Farm Group, BBP. This research
used a qualitative method along with case study technique. The data was collected
Keywords:
through observations, interviews, and literature study, then was later analyzed
Organic Paddy,
Relationship, From the results of the research show that the the model of farmer-peasent relationship
Sharecropper can be devided in three models, i.e: 1)exchange relastionship model with based on
R>C, 2)value balance model based on the ties of blood kinship/genealogic, 3)
propinquity model based on the nearness of both of domicile.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: elenakalit14@gmail.com

241
PENDAHULUAN ada suatu imbalan yang diharapkam oleh petani
Petani dalam pertanian adalah salah satu pemilik, dan begitu sebaliknya petani penggarap juga
sumberdaya yang penting, selain lahan modal dan berharap keuntungan beruapa matapencaharian dari
manajemen (Shinta, 2011). Petani dalam pertanian tenaga yang dia keluarkan. Pertukaran ini terjadi
dapat dikelompokkan menjadi petani lapisan atas, ketika adanya perbedaan struktur sosial petani, yaitu
menengah dan miskin berdasarkan modal berupa adanya pemilik dan penggarap yang menimbulkan
lahan yang dimiliki (Fingki, 2013). Jumlah petani keseimbangan antara kedua petani (Jhonson, 1990).
saat ini mencapai 31.705.337 orang dan jumlah Hubungan antara petani pemilik dan
petani pertanian pangan kurang lebih 20.399.139 penggarap ini juga terjadi di usahatani padi organik.
(BPS, 2013). Adanya lapisan petani ini membuat Usahatani padi organik saat ini sangat
petani berusaha untuk saling bekerjasama dalam menguntungkan, pada tahun 2002 pemerintah
mempertahankan keberlangsungan hidupnya mendukung pertanian organik dengan mengeluarkan
khususnya bagi petani penggarap yang bergantung program “Go Organic 2010” (Departemen Pertanian
kepada petani pemilik dalam memenuhi kebutuhan Indonesia, 2002). Lokasi pengembangan padi
lahan. Pada hubungan kerja sama antara petani organik salah satunya berada di Jawa Barat di
pemilik dan penggarap ini akan terjadi pertukaran Kabupaten Tasikmalaya sejak tahun 2002 dan saat ini
kekuasaan tanah ataupun lahan. Lahan yang awalnya produknya sudah mencapai pasar ekspor. Adanya
dikuasai penuh oleh pemilik sekarang berbagi dengan petani-petani yang sudah berpengalaman dan
penggarap. Hubungan ini juga didorong dengan bertahan dalam mengembangkan padi berdampak
adanya reward dan cost, ketika petani pemilik positif bagi pertanian padi organik di Tasikmalaya.
meminjamkan lahannya untuk penggarap maka akan

Tabel 1. Perkembangan Padi Organik di Tasikmalaya


Tanam (ha) Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha)
Tahun Konven- Konven- Konven- Konven-
Organik Organik Organik Organik
sional sional sional sional
2005 125.078 346 120.201 346 648.740 2.587 53,97 74,77
2006 98.456 691 103.825 691 574.568 2.708 55,34 78,26
2007 115.685 1.180 108.170 1.180 653.888 12.277 60,45 75,83
2008 115.123 5.074 103.636 5.074 658.171 25.802 63,51 73,80
2009 111.141 5.472 111.494 5.472 711.220 45.631 63,79 77,20
2010 130.322 5.539 131.989 4.040 851.351 31.412 64,50 77,74
2011 126.958 8.755 127.602 8.493 823.422 67.089 64,53 78,60
2012 122.024 8.693 112.135 7.562 747.087 59.619 66,62 78,84
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya (2013)

Petani pertanian organik di Tasikmalaya mengusahakan padi organik dan terdapat tokoh
bergabung dalam Gapoktan Simpatik yang dibentuk petani yang telah sudah mahir dalam memproduksi
sebagai wadah untuk memasarkan padi organik dan padi organik.
wadah belajar usahatani padi organik. Kelompok tani Petani padi organik di Kelompok Tani Cidahu
yang bergabung dalam Gapoktan ini ada 11 ini mayoritas status kepemilikan lahannya adalah
kelompok tani, jumlah 410 petani laki-laki dan 111 sebagai penggarap, yang pemilik lahannya ada di
petani perempuan dengan luas lahan 377,67 ha yang dusun tersebut maupun di luar dusun Cidahu.
telah disertifikasi IMO. Menurut data BPP Cisayong bahwa persentasi
Kecamatan Cisayong adalah salah satu daerah pemilik dan penggarap adalah 40% dan 60 %.
yang menjadi tempat produksi padi organik yaitu di Keuntungan yang cukup tinggi baik dalam hal
Desa Mekarwangi. Ada empat kelompok tani yang perbaikan kualitas lahan dan keuntungan dalam
terdapat di Desa Mekarwangi yaitu Kelompok Tani produktifitas ketika mengusahakan usahatani padi
Batu Ampar, Kelompok Tani Makmur, Kelompok organik ini akan mempengaruhi hubungan pemilik
Tani Cidahu, Kelompok Tani Sejahtera. Kelompok dan penggarap tersebut, ketika hasil usahatani
Tani Cidahu adalah salah satu kelompok tani yang meningkat, maka penggarap akan mendapatkan
menjadi tempat pertama kali penerapan padi organik keuntungan yang lebih tinggi dan begitu juga
dan yang sampai saat ini bertahan memproduksi padi pemilik. Usahatani padi organik tidak sama dengan
organik di Desa Mekarwangi. Beberapa anggota pertanian padi konvensional yang menggunakan
Kelompok Tani Cidahu ini juga sudah lama pupuk kimia. Penggunaan pupuk organik pada padi

242
organik lebih membutuhkan usaha dan keinginan mengusahakan padi organik membuat penulis
kuat dari petani. Pada kondisi ini jika petani pemilik tertarik meniliti bagaimana model hubungan petani
tidak memberikan dukungan maka petani penggarap pemilik dan penggarap dalam pengembangan
cenderung mau kembali pada penggunaan sistem usahatani padi organi di Kelompok Tani Cidahu,
konvensional lagi. Desa Mekarwangi, Kecamatan Cisayong, Kabupaten
Banyaknya petani penggarap dibandingkan Tasikmalaya, Jawa Barat
petani pemilik di Kelompok Tani Cidahu yang

EKSPOR BERAS ORGANIK GAPOKTAN


SIMPATIK KABUPATEN TASIKMALAYA
90,000
80,000
70,000 Negara USA
Julah Pengiriman

60,000 Negara Malaysia


50,000
Negara Jerman
40,000
30,000 Negara Singapura
20,000 Negara Dubai
10,000 Negara Belanda
-
Negara Italia
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun Pengiriman

Sumber: Gapoktan Simpatik 2014


Keterangan 2014 merupakan angka sementara
Gambar 1. Grafik Ekspor Beras Organik Tasikmalaya (2009-2014)

METODOLOGI PENELITIAN PEMBAHASAN


Penelitian dilakukan di Kelompok Tani Model Hubungan Petani Pemilik dan Petani
Cidahu, Desa Mekarwangi, Kecamatan Cisayong, Penggarap
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dan yang Model hubungan pemilik dan penggarap
menjadi objek penelitian adalah hubungan petani dalam pengembangan padi organik di Kelompok tani
pemilik dan penggarap. Desain penlitian yang organik dapat dibedakan menjadi tiga bentuk. Pada
digunakan adalah desain penelitian kualitasti sesuai setiap model ini petani pemilik dan penggarap
dengan kondisi alamiah (natural setting) dan mendapatkan hasil dari lahan mereka milik dan
menggunakan teknik penelitian studi kasus (case usahakan dengan sistem bagi hasil atau maro, dengan
study). perbandingan 50:50 antara petani pemilik dan petani
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari penggarap, setelah pengurangan biaya produksi dari
data primer yang diperoleh langsung melalui hasil panen seluruhnya. Perbedaan dalam setiap
observasi di lapangan dan wawancara mendalam dan model yang dipaparkan di bawah adalah hal yang
data sekunder dari studi literatur, jurnal, dokumen- mendasari mereka melakukan hubungan.
dokumen dari lembaga ataupun instansi yang terkait.
Data yang diperoleh langsung dilapangan dari Model Pertukaran
informan sebagai berikut: petani pemilik, petani Model hubungan pertukaran petani pemilik
penggarap, pengurus Kelompok Tani Cidahu, dan penggarap terjadi karena adanya perjanjian atau
pengurus Gapoktan Simpatik, badan penyuluh kesepakatan dari awal antara penggarap untuk
pertanian Kecataman Cisayong. menggarap lahan petani petani. Kesepatakan ini
didorong adanya reward dan cost dari kerjasama
kedua petani tersebut. Reward adalah hal-hal positif
yang berguna dalam meningkatkan hubungan petani

243
pemilik dengan penggarap berupa keuntungan dari 4. Menerima 4. Menerima
hasil lahan. Cost adalah hal-hal yang dikorbankan kepercayaan/tru kepercayaan/tru
dalam sebuah hubungan untuk mencapai keuntungan st dari st dari pemilik.
tersebut, hal ini dapat menjadi hal negatif dalam penggarap
hubungan petani. Petani pemilik dalam hubungan ini Kewajiba 1. Menyediakan 1. Memberikan
n lahan untuk tenaga untuk
memperoleh reward karena lahan yang dimilikinya
diusahakan oleh mengerjakan
dapat digarap oleh petani penggarap dan memperoleh penggarap lahan sebaik-
hasil lahan tanpa harus mengusahakannya, baikinya
sedangkan costnya berupa lahan dipinjamkan 2. Membayar 2. Memberikan ½
tersebut. Bagi petani penggarap reward yang pajak tanah dari hasil panen
diperoleh adalah ia memiliki kesempatan untuk yang digarapkan lahan tersebut.
menggarap lahan untuk menjadi mata ke orang lain
pencahariannya dalam memenuhi kebutuhan sehari- 3. Ikut mengalami 3. Menyerahkan
hari dan cost yang ia korban adalah tenaga, sarana kerugian jika kembali tanah
produksi lain. hasil panen dari pemilik jika
Kedua petani ini akan memiliki hubungan penggarap lebih waktu
sedikit dari menggarap
yang baik dan panjang jika R > C, yaitu ketika kedua
biasanya. sudah selesai
petani ini memperoleh keuntungan yang lebih besar ataupun
daripada biaya yang mereka keluarkan, sehingga penggarap tidak
dalam hal ini reward dapat menutupi besarnya cost lagi menggarap
maka jalinan hubungan antara kedua petani ini akan lahan tersebut
langgeng. 4. Sebagian 4. Sebagian besar
Teori pertukaran menurut Homans menyediakan penggarap
menyebutkan ada cost dan reward ataupun dalam sarana produksi mengusahakan
bahasa sehari-harinya disebut dengan hak dan bagi penggarap sendiri sarana
kewajiban yang dikorban dan diperoleh. Pada produksi yang
digunakan
hubungan patron dan klien di Kelompok Tani Cidahu
dalam usahatani
ini terdapat juga hak dan kewajiban pemilik dan tersebut
penggarap dalam hubungan yang dijalani. Sumber: Hasil Wawancara Dengan Patron dan Klien
Tabel 17. Pembagian Reward/Hak dan
Cost/Kewajiban antara pemilik dan penggarap
Model Keseimbangan
Hak dan Pemilik Penggarap
Model hubungan keseimbangan atau
Kewajiba
n kesamaan nilai ini terbentuk karena adanya hubungan
Hak 1. Menerima 1. Menerima pertalian darah/Geneologis yang mengikat petani
tenaga dari seluas lahan pemilik dan penggarap. Adanya ikatan kekeluargaan
penggarap untuk untuk digarap ini menimbulkan empati, ikatan perasaan yang
mengolah lahan tanpa ada mendalam oleh pemilik dan penggarap lahan,
miliknya penentuan sehingga mempermudah kedua belah pihak untuk
menanam melakukan hubungan.
komoditas Pada kelompok tani Cidahu umumnya bentuk
tertentu ikatan relasional ini seperti hubungan orangtua
2. Menerima 2. Menjadi hak dengan anak, hubungan pertalian persaudaraan
kembali tanah milik yang utuh
(sepupu), dll. Pemilik yang mungkin adalah orangtua
jika waktu ½ hasil panen
menggarap dari lahan ataupun saudara membantu anak ataupun
sudah selesai tersebut. sepupu/saudara dengan meminjamkan lahan mereka
ataupun untuk digarapkan. Pada model hubungan
penggarap tidak keseimbangan nilai ini sebelumnya antar petani
lagi menggarap sudah memiliki rasa kepercayaan/trust sehingga
lahan tersebut mudah bagi keduanya untuk membuat komitmen
3. Menerima ½ 3. Sebagian untuk mendukung jalannya usahatani padi organik
dari hasil panen penggarap ini, karena sudah ada relasi yang baik sebelumnya.
lahan miliknya mendapatkan Pada hubungan keseimbangan nilai ini juga
sarana produksi
diterapkan sistem bagi hasil seperti yang dilakukan
dari pemilik
petani pemilik dan penggarap lainnya, hasil panen

244
padi organik dibagi dua kepada pemilik dan merasa diuntungkan karena lahan yang ia miliki
penggarap. Pada penerapan hubungan keseimbangan digarap oleh orang lain dan ia memperoleh hasil
nilai di Kelompok Tani Cidahu ada dua macam, tanpa melakukan usahatani.
pertama pemilik memberikan bantuan untuk 2. Hubungan antara pemilik dan penggarap
memulai usaha tani seperti benih, pupuk, kemudian menganut azas keseimbangan nilai, hubungan
dari hasil panen lahan tersebut langsung dibagi dua tersebut di dorong karena antara kedua petani
hasilnya. Kedua adalah semua modal awal untuk masih ada ikatan darah (Geneologis).
menyediakan input produksi berasal dari penggarap, 3. Hubungan antara pemilik dan penggarap terjadi
kemudian setelah panen hasil panen yang diperoleh karena didasarkan oleh kedekatan tempat
dikurangkan dengan biaya usahatani yang tinggal
dikeluarkan dan kemudian sisanya dibagi dua kepada
pemilik dan penggarap. SARAN
Peran kedekatan secara emosional antara
Model Kedekatan tempat tinggal (Propinquity) petani pemilik dan penggarap perlu lebih diterapkan
Model hubungan antara petani pemilik dan dalam pengembangan usahatani padi organik di
peggarap ini dapat terjadi karena kedekatan tempat Kelompok Tani Cidahu. Kedekatan ini akan
tinggal atau domisili diantara kedua petani ini. meningkatkan kepedulian, kepercayaan dan
Kedekatan tempat tinggal ini menciptakan hubungan komitmen keduanya pada saat melakukan kerja sama
yang positif karena antara kedua petani memiliki dalam usahatani padi organik.
ruang yang sama dan kesempatan untuk lebih sering
melihat, menemui dan melakukan interaksi sosial DAFTAR PUSTAKA
hingga membuat hubungan antar petani semakin erat. Badan Pusat Statistika. 2013. Laporan Bulanan Data
Efek propinquity ini akan membuat petani pemilik Sosial Ekonomi. Melalui
dapat membantu petani penggarap yang merupakan <http://www.bps.go.id/download_file/IP_
tetangganya. April_2014.pdf> [04/20/2014]
Pada peribahasa sunda disebutkan “Akur jeung Badan Pusat Statistika. 2014. Sensus Pertanian 2013.
batur sakasur, batur sadapur, batur sasumur, batur Melalui
salembur” ini merupakan tradisi sunda yang artinya <http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php>
dimana dalam ikatan suami istri saling tolong [04/09/2014]
menolong (sakasur), ikatan dalam satu keluarga yaitu Fingki Ardiansyah. 2013. Peranan Lembaga
antara orangtua dengan anak ataupun saudara saling Swadaya Masyarakat dalam
tolong menolong (sadapur), ikatan antar tetangga Pengembangan Petani di Desa Ciaruteun
dengan tetangga dalam wilayah yang berdekatan Ilir. Skripsi Sarjana Sains. Departemen
yang saling tolong menolong (sasumur), ikatan Sains Komunikasi dan Pengembangan
antara orang yang tinggal dalam satu dusun, Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
kampung yang saling tolong menolong (salembur). Haryanto Sindung. 2012. Spektrum Teori Sosial Dari
Implikasinya dalam hubungan pemilik dan Klasik Hingga Postmodern. Jogyakarta:
penggarap dimana kedua petani ini yang hidup Ar-Ruzz Media.
berdekatan dapat menjalin kehidupan sosial dan Johnson Paul Doely. 1990. Teori Sosoiologi Klasik
saling mendukung satu sama lain. Efek propinquity dan Modern. Jakarta: Pt Grmadeia Pustka
di Kelompok Tani Cidahu memiliki efek positif Utama.
dalam pengembangan usahatani padi organik Junizar Arya Pinandita, 2013. Profil Petani Padi
tersebut. Organik SRI Studi Kasus Petani pada
Kelompok Tani Cidahu, Desa Mekarwangi,
KESIMPULAN Kecamatan Cisayong, Kabupaten
Adapun kesimpulan dari penelitian model Tasikmalaya. Skripsi Sarjana Pertanian
hubungan petani pemilik dan penggarap dalam Program Studi Agribisnis, Fakultas
pengembangan padi organik di Kelompok tani Pertanian Universitas Padjadjaran.
Cidahu adalah: Kementrian Pertanian. 2002. “Prospek Pertanian
1. Hubungan antara pemilik dan penggarap Organik di Indonesia.” Melalui
berlaku R>C. Penggarap merasa diuntungkan <http://www.litbang.deptan.go.id/berita/on
dengan adanya kesempatan dan peluang untuk e/17/> [03/24/2014]
menggarap lahan yang hasil lahannya dapat Shinta Agustina. 2011. Ilmu-ilmu Usahatani.
menjadi sumber matapencaharian dari Universitas Brawijaya Press.
penggarap. Demikian juga dengan pemilik

245
246
Efektivitas Iklan Melalui Media Sosial (Website) Sebagai Media Promosi CV
Cihanjuang Inti Teknik Dengan Menggunakan EPIC Model
Effectiveness of Advertising Through Social Media (Website) as Promotion in CV
Cihanjuang Inti Teknik Using EPIC Model
Ni Luh Putu Diyasani Belawi1*, Rani Andriani Budi Kusumo1
1Universitas Padjajaran, Sumedang,

ABSTRAK
Periklanan digital mulai menjadi tren di era internet ini. Website merupakan salah satu
media sosial terluas dan tercepat untuk menyebarkan suatu informasi melalui internet.
Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui penggunaan media sosial di CV Cihanjuang
Kata Kunci: Inti Teknik, 2) mengetahui efektivitas iklan melalui media sosial (website) sebagai
Efektivitas media promosi pada CV Cihanjuang Inti Teknik. Penelitian dilakukan dengan
EPIC Model wawancara dan penyebaran kuesioner kepada 30 responden di gerai CV Cihanjuang
Periklanan Inti Teknik dan 30 responden melalui online pada website CV Cihanjuang Inti Teknik
Promosi dengan menggunakan teknik accidental sampling. Variabel yang diteliti untuk
mengukur efektivitas adalah empati, persuasi, dampak, dan komunikasi. Hasil
penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa CV Cihanjuang Inti Teknik
menggunakan media sosial untuk promosi melalui facebook dan website. Dari total
skor rataan seluruh pendapat responden atas didapat hasil 4,17 untuk pertanyaan-
pertanyaan yang mengukur dimensi empati, 4,25 untuk dimensi persuasi, 4,04 untuk
dimensi dampak dan 4,13 untuk dimensi komunikasi. Nilai EPIC Rate 4,15, nilai
tersebut menunjukan bahwa secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa iklan produk
“Hanjuang” dinilai efektif.

ABSTRACT

Digital advertising began to be a trend in this era of the internet. Website is one of the
largest and fastest growing social media to disseminate information through the
Internet. The purpose of this study is 1) to use social media in CV Cihanjuang Inti
Teknik, 2) determine the effectiveness of advertising through social media (website) as
Keywords: a media campaign on the CV Cihanjuang Inti Teknik. The study was conducted by
Effectiveness interviewing and distributing questionnaires to 30 respondents in outlets CV
EPIC Model Cihanjuang Inti Teknik and 30 respondents through an online CV Cihanjuang Inti
Advertising Teknik using accidental sampling technique. Variables examined to measure the
Promotion effectiveness is empathy, persuasion, impact and communications. Results of research
conducted showed that CV Cihanjuang Inti Teknik using social media for promotion
through facebook and website. Of the total skor rataan of the entire opinion of
respondents has result 4.17 for the questions that measure dimensions of empathy, 4.25
for dimensional persuasion, 4.04 to 4.13 for the dimensions of the impact and
dimension of communication. EPIC Rate value is 4.15, this value indicates that overall
it can be concluded that the advertising product "Hanjuang" considered effective.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: beladiyasani@gmail.com

247
PENDAHULUAN melalui iklan di website. Website CV Cihanjuang Inti
Periklanan digital mulai menjadi tren di era Teknik yaitu www.hanjuang.com ini telah beredar
internet ini. Perkembangan internet sangat pesat di sejak pertengahan tahun 2006. CV Cihanjuang Inti
dunia, hal ini disebabkan karena internet tidak Teknik melakukan perubahan dalam periklanan
mengenal kalangan untuk menggunakannya, dari melalui media sosial website agar lebih efektif untuk
yang muda hingga yang tua dapat menggunakan mempromosikan produk bandrek dan bajigur
internet dengan mudah. tersebut.
Menurut We Are Social4 dalam survei “2014 Fenomena promosi baru ini menjadi suatu
Asia-Pasific Digital Overview” memperlihatkan dasar pemikiran untuk meneliti efektivitas iklan
bahwa penduduk Indonesia yang menggunakan melalui media sosial agar dapat memberi gambaran
internet sebanyak 71,2 juta orang dari total populasi efektif atau tidaknya iklan yang dilakukan oleh
penduduk Indonesia sebanyak 251,2 juta orang. Dan perusahaan CV Cihanjuang Inti Teknik.
dari 71,2 juta orang tersebut yang menggunakan
media sosial adalah 70 juta orang. KERANGKA TEORI/ KERANGKA KONSEP
Media sosial merupakan media online, yang Perkembangan teknologi yang semakin
membuat para penggunanya dapat dengan mudah maju, khususnya internet memberikan fasilitas dan
berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi. Menurut segala kemudahannya dengan media sosial. Salah
Kaplan dan Haelien (2009) media sosial merupakan satunya adalah website. Maraknya pengguna website
"sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang memudahkan para penggunanya untuk mendapatkan
membangun di atas dasar ideologi dan teknologi informasi.
yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran Salah satu pelaku industri makanan dan
user-generated content". Media sosial ini meliputi minuman yang melihat peluang tersebut adalah CV
website, blog, jejaring sosial seperti facebook, twitter, Cihanjuang Inti Teknik (CINTEK) yang berlokasi di
instagram, dll. Kota Cimahi, Jawa Barat. CV Cihanjuang Inti Teknik
Website merupakan media sosial terluas dan melakukan kegiatan promosi salah satunya dengan
tercepat untuk menyebarkan informasi. Menurut menggunakan iklan melalui website.
survei dan statistik Pingdom5 pada “Internet 2012 in Efektif tidaknya iklan yang telah dijalankan
Number”, terdapat 634 juta jumlah website hingga pada CV Cihanjuang Inti Teknik tersebut dapat
Desember 2012 dan sebanyak 51 juta jumlah website diketahui dengan mengukur kinerja iklan melalui
yang baru dibuat selama tahun 2012. Dari data survei EPIC Model (Empathy, Persuation, Impact,
diatas cukup terlihat bahwa semakin banyak individu Communication). Dengan demikian, tingkat
maupun perusahaan yang mulai menggunakan efektivitas efektivitas iklan melalui media sosial
website untuk menginformasikan produk dan (website) sebagai media promosi CV Cihanjuang Inti
jasanya. Teknik dapat diketahui. Kerangka Pemikiran
CV Cihanjuang Inti Teknik juga Konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada
mempromosikan produk bandrek dan bajigurnya bagan berikut ini:

4
We Are Social merupakan sebuah lembaga yang berdiri lebih cepat dan lebih dapat diandalkan. telah menerima
pada Juni 2008 bergerak di bidang global conversation kepercayaan dari pengguna lebih dari 500.000 di lebih dari
berlokasi di Singapura (http://wearesocial.sg/who/) 200 negara termasuk Spotify, Microsoft, Instagram,
5 Pingdom merupakan perusahaan situs web dan Twitter, Ebay, GitHub, MailChimp, dan banyak lagi.
pemantauan kinerja didedikasikan untuk membuat web (https://www.pingdom.com/about/)

248
Gambar 1. Kerangka Pemikiran

OBJEK DAN TEMPAT PENELITIAN responden dengan menggunakan suatu alat analisis
Objek pada penelitian ini adalah efektivitas yaitu kuisioner.
iklan melalui media sosial (website) sebagai media
promosi CV Cihanjuang Inti Teknik. Penelitian ini DEFINISI DAN OPERASIONALISASI
dilakukan pada konsumen CV Cihanjuang Inti VARIABEL
Teknik, mereka telah membeli produk bandrek dan Karakteristik konsumen CV Cihanjuang Inti
bajigur CV Cihanjuang Inti Teknik. Teknik yaitu gambaran mengenai keadaan konsumen
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara yang membeli produk CV Cihanjuang Inti Teknik.
sengaja (purposive) dengan dasar pertimbangan Adapun variabelnya adalah usia, jenis kelamin, status
bahwa CV Cihanjuang Inti Teknik merupakan salah marital, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan,
satu UKM di Jawa Barat yang memproduksi produk dan EPIC Model (Empathy, Persuation, Impact,
olahan minuman tradisional yaitu bandrek dan Communication).
bajigur dengan kemasan yang menarik dan
merupakan salah satu UKM yang tergolong sukses di SUMBER DATA DAN CARA
Cimahi yang telah menerima banyak penghargaan MENENTUKANNYA
baik dalam skala nasional maupun skala regional. Data yang digunakan dalam penelitian ini
Selain itu, belum pernah dilakukan penelitian dengan berupa data kualitatif yang terdiri atas data primer
topik yang sama di CV Cihanjuang Inti Teknik ini. dan sekunder. Data primer diperoleh dari responden
melalui wawancara langsung dengan sumber yang
DESAIN DAN TEKNIK PENELITIAN terpecaya. Data sekunder diperoleh dari literatur
Desain penelitian yang digunakan adalah kepustakaan, catatan, maupun dokumen dari instansi-
berupa desain kualitatif dengan teknik penelitian instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik,
yang digunakan adalah studi kasus (case studi) Kementrian Industri, internet dan referensi
karena penyelidikan yang dilakukan untuk kepustakaan lainnya.
memperoleh fakta-fakta yang ada pada informan Teknik yang digunakan dalam memilih
dengan melakukan wawancara langsung kepada sampel adalah Purposive sampling dengan
menggunakan teknik Accidental Sampling yang

249
didasarkan pada kemudahan (convenience). Sampel
dapat terpilih karena berada pada waktu, situasi, dan Skala yang digunakan adalah skala likert,
tempat yang tepat (Prasetyo dan Jannah, 2006). yaitu skala 1 hingga 5, maka rentang skala
penilaiannya adalah sebesar 0,8. Hal ini didapat dari
TEKNIK PENGUMPULAN DATA hasil rumus berikut:
Teknik pengumpulan data yang digunakan 5–1
oleh peneliti adalah obsevasi, wawancara, dan studi Rs = = 0,8
literatur. 5
Rentang skala (Rs) tersebut kemudian
RANCANGAN ANALISIS DATA digunakan ke dalam rentang skala keputusan sebagai
Analisis deskriptif ini merupakan metode bahan pengambilan keputusan dari hasil analisis
analisis data dimana peneliti mengumpulkan, EPIC Model. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
mengklasifikasikan, menganalisis, dan
menginterpretasikan data untuk memberikan Tabel 1. Rentang Skala Keputusan EPIC Model
gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Kriteria Rentang Skala
Efektivitas iklan yang berkaitan dengan Sangat Tidak Efektif 1,00 – 1,80
pengingatan dan persuasi daoat diukur melalui EPIC Tidak Efektif 1,81 – 2,60
Model yang dikembangkan oleh AC. Nielsen, salah Cukup Efektif 2,61 – 3,40
satu perusahaan peneliti pemasaran terkemuka di Efektif 3,41 – 4,20
dunia (Durianto, 2003) mencakup empat dimensi Sangat Efektif 4,21 – 5,00
kritis, yaitu Empathy, Persuation, Impact, dan Sumber: Durianto dkk, (2003)
Communication. Langkah terakhir adalah menentukan nilai
Kemudian dari keempat dimensi tersebut, EPIC Rate dengan rumus sebagai berikut (Durianto,
data dianalisis dengan menggunakan skor rata-rata 2003).
berbobot, yaitu setiap jawaban respoden diberikan XE+XP+XI+XC
bobot. Cara menghitung skor adalah menjumlahkan EPIC Rate =
seluruh hasil kali nilai masing-masing bobotnya N
dibagi dengan jumlah total frekuensi (Durianto, Keterangan :
2003). N = Banyaknya variabel rataan berbobot
Σƒi . wi
X= HASIL DAN PEMBAHASAN
Σƒi 4.1 PROFIL USAHA
Keterangan : CV Cihanjuang Inti Teknik berdiri pada
X = rata-rata berbobot tahun 1998 oleh Eddy Permadi. Pada awalnya CV
Ƒi = frekuensi Cihanjuang Inti Teknik memulai usaha pembuat alat
wi = bobot dan mesin produksi, pupuk, dan pengecoran logam.
Pada tahun 2000 perusahaan ini mulai merintis
Langkah selanjutnya adalah menggunakan pengolahan makanan dan minuman dengan
rentang skala. Penilaian untuk menentukan posisi menggunakan hasil dari daerah sekitar. Tanggal 3
tanggapan responden dengan menggunakan nilai Agustus 2000 Cihanjuang Inti Teknik memperoleh
skor setiap variabel. Bobot alternatif jawaban yang izin usaha yang sah dengan bentuk Perusahaan. Pada
terbentuk dari teknik skala peringkat dengan tanggal 23 Agustus 2005 dengan Akte Notaris Ny.
menggunakan skala antara 1 hingga 5 yang Gina Riswara Koswara, S.H. Nomor 24, memperoleh
menggambarkan posisi sangat negatif ke positif yang izin usaha dengan bentuk badan, yaitu Perseroan
sangat positif. Rentang skala dihitung dengan rumus Comanditer atau “CV. Cihanjuang Inti Teknik”.
sebagai berikut (Durianto, 2003).

R
Rs =
M
Keterangan :
Rs = rentang skala
R = bobot terbesar – bobot terkecil Gambar 2. Logo Perusahaan
M = banyaknya kategori bobot

250
4.2 KARAKTERISTIK KONSUMEN Atribu
Gerai Online
Karakteristik konsumen pada CV Σƒi.w X XP Σƒi.w X XP
t
Cihanjuang Inti Teknik adalah berjenis kelamin, pria i i
dengan pada gerai 53,30% dan pada online 66,70%, 2 126 4,2 133 4,4
berusia 31-39 tahun dengan 31,67% dan pada gerai 0 3
sebanyak 33,30% konsumen berusia >40 tahun, 3 123 4,1 133 4,4
0 3
berstatus sudah menikah, yaitu pada gerai 97,30%
4 123 4,1 132 4,4
dan online 56,70%, berpendidikan sarjana dengan 0 0
pada gerai sebesar 43,40% dan pada online sebesar Sumber : Data Primer (Diolah)
50,00%, bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak
56,70% pada gerai dan 33,30% pada online, dan Dari total skor rataan pendapat responden
berpendapatan Rp.1.800.000 – Rp. 2.500.000 atas pertanyaan-pertanyaan yang mengukur dimensi
sebanyak 46,70% pada gerai dan 40,00% pada persuation didapat hasil sebesar 4,125 untuk
online. responden di gerai dan sebesar 4,38 untuk responden
melalui online. Nilai untuk responden gerai berada
4.3 ANALISIS EFEKTIVITAS IKLAN pada rentang skala dimana dimensi persuation suatu
BERDASARKAN EPIC MODEL iklan dinyatakan efektif (3,41 sampai 4,20),
Tabel 2. Hasil Perhitungan Total Skor Rataan sedangkan nilai untuk responden online berada pada
Dimensi Empathy rentang skala dimana dimensi persuation suatu iklan
Gerai Online dinyatakan sangat efektif (4,21 sampai 5,00). Hal ini
Atribut
Σƒi.wi X XE Σƒi.wi X XE dapat diartikan bahwa setelah melihat website
1 120 4,00 122 4,07 www.hanjuang.com konsumen “Hanjuang”
2 122 4,07 132 4,40 berkeinginan untuk mencari lokasi dan membeli
3 125 4,17 136 4,53 produk “Hanjuang”, serta konsumen “Hanjuang”
4 124 4,13 4,05 134 4,47 4,28 juga lebih percaya terhadap produk “Hanjuang” dan
5 121 4,03 124 4,13 lebih percaya untuk mengkonsumsi produk
6 116 3,87 117 3,90
“Hanjuang” dibandingkan dengan produk sejenis
7 123 4,10 135 4,50
lainnya.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Total Skor Rataan
Sumber : Data Primer (Diolah)
Dimensi Impact
Dari total skor rataan pendapat responden Gerai Online
Atribut
atas pertanyaan-pertanyaan yang mengukur dimensi Σƒi.wi X XI Σƒi.wi X XI
1 120 4,00 124 4,13
empathy didapat hasil sebesar 4,05 untuk responden
2 123 4,10 128 4,27
di gerai dan sebesar 4,28 untuk responden melalui
3 125 4,17 128 4,27
online. Nilai untuk responden gerai berada pada
4 118 3,93 3,98 121 4,03 4,12
rentang skala dimana dimensi empathy suatu iklan 5 119 3,97 125 4,17
dinyatakan efektif (3,41 sampai 4,20), sedangkan 6 114 3,80 112 3,73
nilai untuk responden online berada pada rentang 7 117 3,90 128 4,27
skala dimana dimensi empathy suatu iklan Sumber : Data Primer (Diolah)
dinyatakan sangat efektif (4,21 sampai 5,00). Hal ini
dapat diartikan bahwa konsumen “Hanjuang” Dari total skor rataan pendapat responden
melalui online lebih mengetahui dan menyukai iklan atas pertanyaan-pertanyaan yang mengukur dimensi
yang dilakukan oleh “Hanjuang” menggunakan impact didapat hasil sebesar 3,98 untuk responden di
website www.hanjuang.com sebagai promosi produk gerai dan sebesar 4,12 untuk responden melalui
minuman khas Jawa Barat tersebut dibandingkan online. Nilai untuk responden gerai dan melalui
dengan konsumen di gerai. online berada pada rentang skala dimana dimensi
impact suatu iklan dinyatakan efektif (3,41 sampai
Tabel 3. Hasil Perhitungan Total Skor Rataan 4,20). Hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan
Dimensi Persuation sudah berhasil dalam mempromosikan produknya
Gerai Online karena iklan “Hanjuang” dalam website
Atribu
Σƒi.w X XP Σƒi.w X XP
t www.hanjuang.com dinyatakan efektif, yaitu
i i
memberikan dampak yang positif bagi para
1 123 4,1 4,12 128 4,2 4,3
0 5 7 8 konsumen “Hanjuang”, konsumen jadi mengetahui

251
manfaat dan ciri khas produk “Hanjuang”, yang Setelah melakukan perhitungan dan analisis
membuat mereka dapat membedakan mana produk terhadap masing-masing dimensi yang diukur dalam
“Hanjuang” dengan produk sejenis lainnya. EPIC Model, langkah yang terakhir adalah
Tabel 5. Hasil Perhitungan Total Skor Rataan menghitung nilai EPICrate yaitu penilaian efektivitas
Dimensi Communication iklan secara keseluruhan.
Gerai Online XE + XP + XI + XC
Atribut EPICrate =
Σƒi.wi X XC Σƒi.wi X XC
1 117 3,90 131 4,37 N
4,17+4,25+4,04+4,13
2 119 3,97 3,97 125 4,17 4,29 =
4
3 121 4,03 130 4,33
= 4,15
Sumber : Data Primer (Diolah)

Dari total skor rataan pendapat responden atas


pertanyaan-pertanyaan yang mengukur dimensi
communication didapat hasil sebesar 3,97 untuk
responden di gerai dan sebesar 4,29 untuk responden
melalui online. Nilai untuk responden gerai berada
Gambar 3. Rentang Skala EPIC Rate
pada rentang skala dimana dimensi communication
suatu iklan dinyatakan efektif (3,41 sampai 4,20),
Nilai EPICrate 4,15 yang diperoleh dari hasil
sedangkan nilai untuk responden online berada pada
perhitungan diatas menunjukan bahwa secara
rentang skala dimana dimensi communication suatu
keseluruhan dapat disimpulkan iklan produk
iklan dinyatakan sangat efektif (4,21 sampai 5,00).
“Hanjuang” dinilai efektif, hal ini dapat dilihat pada
Hal ini dapat diartikan bahwa bahwa perusahaan
gambar rentang skala EPICrate pada Gambar 19.
sudah berhasil dalam mempromosikan produknya
Dalam skala efektif berarti perusahaan sudah berhasil
karena iklan “Hanjuang” dalam website
dalam mempromosikan produk “Hanjuang” di dalam
www.hanjuang.com dinyatakan efektif dan sangat
website www.hanjuang.com, namun perusahaan
efektif. Iklan yang ditampilkan dalam website
masih harus meningkatkan efektivitas iklannya dari
www.hanjuang.com memaparkan informasi yang
skala efektif menuju sangat efektif agar tercapai
jelas tentang produk “Hanjuang” dan dapat
tujuan perusahaan untuk mempromosikan produk
dimengerti oleh para konsumen “Hanjuang”.
“Hanjuang” kepada konsumen sesuai dengan yang
diharapkan oleh perusahaan untuk meningkatkan
4.4 HASIL PERHITUNGAN EPIC MODEL penjualan produk “Hanjuang”.
Setelah menghitung seluruh skor rataan semua
dimensi yang berada pada gerai maupun online dapat
KESIMPULAN
dilihat pada Gambar 18. Mengindikasikan bahwa
Dari hasil dan analisis data serta pembahasan
semakin titik-titik sudut segi empat dekat dari posisi
pada bab sebelumnya mengenai efektivitas iklan
0,0, maka iklan yang diukur efektivitasnya dapat
melalui media sosial (website) sebagai media
dinyatakan tidak efektif ditinjau dari masing-masing
promosi CV Cihanjuang Inti Teknik dengan
dimensi dalam EPIC Model, jika sebaliknya semakin
menggunakan EPIC Model, maka dapat disimpulkan
jauh titik-titik sudut segi empat dari titik 0,0, maka
bahwa :
kesimpulan yang diperoleh adalah efektif.
1. Penggunaan media sosial di CV Cihanjuang Inti
Teknik menggunakan facebook dan website
www.hanjuang.com yang dikekola oleh salah satu
mirta dari CV Cihanjuang Inti Teknik.
Pengelolaan website ini menggunakan sistem
pemasaran Search Engine Optimization (SEO)
yang dapat memudahkan konsumen untuk
mencari website www.hanjuang.com.
2. Hasil analisis tingkat efektivitas iklan melalui
media sosial (website) sebagai media promosi CV
Cihanjuang Inti Teknik dengan menggunakan
Gambar 2. Skala EPIC Rate Setiap Dimensi EPIC Model menunjukan bahwa kegiatan
promosi “Hanjuang” di website
www.hanjuang.com untuk dimensi empathy pada

252
gerai mencapai tingkat efektif dan melalui online Kaplan, A.M., & Haenlein, M. 2010. Users of the
mencapai tingkat sangat efektif, untuk dimensi world, unite! The challenges and
persuation pada gerai dan melalui online opportunities of Social Media. Business
mencapai tingkat efektif, untuk dimensi impact Horizons, 53(1), 59- 68
pada gerai mencapai dan melalui online mencapai Pingdom. 2013. Internet 2012 in Number. Diambil
tingkat efektif, dan untuk dimensi communication dari
pada gerai mencapai tingkat efektif dan melalui http://royal.pingdom.com/2013/01/16/inter
online mencapai tingkat sangat efektif. Hasil net-2012-in-numbers/ diakses pada 18
analisis keseluruhan tingkat efektivitas iklan di Februari 2015.
CV Cihanjuang Inti Teknik pada gerai dan Prasetyo, B & Jannah, L.M. 2006. Metode Penelitian
melalui online mencapai tingkat efektif. Hal ini Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
berarti bahwa perusahaan sudah berhasil dalam PT. Raja Grafindo Persada.
mempromosikan produk “Hanjuang” di dalam We Are Social. 2014. Social, Digital & Mobile in
website www.hanjuang.com, namun perusahaan 2014. Diambil dari
masih harus meningkatkan efektivitas iklannya http://wearesocial.sg/blog/2014/01/social-
dari skala efektif menuju sangat efektif agar digital-mobile-2014/ diakses pada tanggal
tercapai tujuan perusahaan untuk 18 Februari 2015.
mempromosikan produk “Hanjuang” kepada
konsumen sesuai dengan yang diharapkan oleh
perusahaan untuk meningkatkan penjualan
produk “Hanjuang”.

SARAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan,
beberapa saran yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi pihak CV Cihanjuang Inti Teknik
adalah sebagai berikut :
1. CV Cihanjuang Inti Teknik perlu memperbaharui
atau mengupdate iklan dan informasi tentang
produk “Hanjuang” yang terdapat dalam website
www.hanjuang.com, sehingga akan merangsang
ingatan konsumen untuk terus mengingat produk
“Hanjuang” itu sendiri, contohnya dengan
menambahkan slogan-slogan yang menarik agar
konsumen mudah mengingat produk “Hanjuang”.
2. Melakukan perbaikan tampilan website misalnya
dalam segi warna tampilan agar lebih menarik
untuk dilihat, karena dari hasil penelitian kegiatan
promosi melalui media sosial (website) ini
mempunyai dampak efektif dalam meningkatkan
penjualan.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
mengetahui bagaimana cara berpromosi yang
lebih efektif dilakukan dalam bidang usaha
minuman tradisional ini.

DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, Durianto, C., & Liana. 2003. Inovasi pasar
dengan iklan yang efektif. Jakarta. PT.
Gramedia Pustaka.
Hanjuang. 2015. Minuman Tradisional Khas
Priangan. Diambil dari
www.hanjuang.com diakses pada 20 Mei
2015.

253
254
Apakah Kinerja dan Pengungkapan Lingkungan Berpengaruh terhadap
Kinerja Ekonomi Perusahaan? (Analisis pada Perusahaan Agroindustry yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Are Environmental Performance and Disclosure Influence Company’s Economic
Performance? (Analysis on Agroindustry Companies Listed in Indonesian Stock
Exchange)
Arisha Nursyamti Pramidyar1, Dika Supyandi1
1 Prodi Agribisnis Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSTRAK
Perusahaan dengan tingkat resiko lingkungan yang tinggi di Indonesia adalah
perusahaan yang bergerak di bidang pengusahaan hutan (pemegang
HPH/HPHTI), perkebunan dan pertambangan umum yang bergelut secara
Kata Kunci: langsung dengan lingkungan di mana bahan baku produksi diambil langsung
Environmental dari alam. Perilaku perusahaan terhadap lingkungan ini dikontrol Socio
performance Economic Accounting (SEA) untuk mengatasi dampak external diseconomy atau
Environmental disclosure social cost yang ditimbulkan perusahaan. Bentuk pertanggungjawaban
Economic performance akuntansi ini dilihat dari pengungkapan, kinerja lingkungan dan economic
Socio Economic perusahaan. Tujuan kajian ini adalah menguji pengaruh antara economic
Accounting performance terhadap environmental disclosure dan environmental
Regresi data panel performance. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan agroindustri yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta mengikuti PROPER selama periode
2010-2014. Pengolahan data menggunakan analisis regresi data panel. Hasil
kajian menunjukkan environmental performance dan environmental disclosure
tidak berpengaruh signifikan positif terhadap economic performance perusahaan
agroindustri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

ABSTRACT

Companies with high levels of environmental destruction risk in Indonesia are


forestry (holders of HPH/HPHTI), plantation and mining companies that deals
with the environment directly where the resource is taken from the nature. The
companies’ behavior on environment is controlled by Socio Economic
Keywords:
Accounting (SEA) to overcome the impact of external diseconomy or social
Environmental
cost inflicted by company. The accountancy responsibility is approached by
performance
disclosure, environmental performance and economic performance of the
Environmental disclosure
companies. The purpose of the research is to examine the impact of
Economic performance
environmental disclosure and environmental performance to economic
Socio Economic
performance. Population in this research is agroindustry companies which are
Accounting
listed in the Indonesia stock exchange and follow the PROPER during the
Regression of data panel
period of 2010-2014. The processing of data is using data regression panel
analysis. The result of this research indicates that environmental performance
and environmental disclosure are not giving positive significant effect on
economic performance in agroindustry companies which are listed in the
Indonesia stock exchange.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: 1sa_pramidyar@yahoo.com, 2dika_supyandi@yahoo.com

255
PENDAHULUAN Dalam perannya meningkatkan pertumbuhan
Dalam era industrialisasi ini, perusahaan ekonomi, perusahaan perlu memperhatikan kinerja
dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan ekonominya. Perusahaan membutuhkan perencanaan
banyak keuntungan bagi masyarakat, di mana menurut yang akurat dan realistis yang sesuai dengan kondisi
pendekatan teori akuntansi tradisional yang dijelaskan perusahaan, sehingga dari perencanaan tersebut dapat
oleh Henny dan Murtanto (dalam Miranti, 2009) diprediksi kinerja ekonominya. Kinerja ekonomi
perusahaan harus memaksimalkan labanya agar dapat perusahaan merupakan kinerja perusahaan secara
memberikan sumbangan yang maksimum kepada relatif (berubah-berubah dari tahun ke tahun) dalam
masyarakat. Keuntungan yang diberikan perusahaan suatu kelompok industri (perusahaan yang bergerak
bagi masyarakat antara lain adalah perusahaan dalam bidang yang sama) yang ditandai dengan
menyediakan lapangan kerja, perusahaan besarnya return tahunan perusahaan tersebut (Almilia
menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat dan Wijayanto, 2007).
untuk dikonsumsi, perusahaan membayar pajak pada Walhi (Wahana Lingkungan Hidup
pemerintah serta memberikan sumbangan. Hal tersebut Indonesia) menyebutkan bahwa aktor perusak
yang membuat perusahaan mendapatkan kekuatan lingungan hidup yang utama di Indonesia adalah
untuk beroperasi dan menggunakan sumber daya yang perusahaan dan pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari
dibutuhkan. Gambar 1. yang memperlihatkan besarnya persentase
peran aktor tersebut dalam merusak lingkungan.

Gambar 1. Diagram Aktor Perusak/ Pencemar Lingkungan Hidup Tahun 2013 (sumber: Saturi, 2014)

Dari gambar tersebut tampak perusahaan tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah
ikut andil 31% dalam merusak lingkungan, diikuti habis ditebang.6
dengan perusahaan dan pemerintah yang berperan Karena besarnya dampak buruk yang
23% dalam merusak/mencemari lingkungan. Dari disumbangkan perusahaan kepada masyarakat
sini terlihat bahwa hubungan perusahaan dengan beserta lingkungan hidup di sekitarnya, maka perlu
lingkungannya bersifat non-reciprocal yang artinya adanya kontrol agar external diseconomy atau social
transaksi itu tidak menimbulkan prestasi timbal-balik cost yang ditimbulkannya tidak semakin besar.
dari pihak yang berhubungan. Kontrol tersebut berupa ilmu akuntansi yang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar mencatat, mengukur, melaporkan segala bentuk
di dunia yang memiliki segala kekayaan alam dan externalities yang dikenal dengan Socio Economic
sumber daya manusia yang dimiliki merupakan Accounting (SEA) (Harahap, 2002) dengan tiga
negara yang berpotensi besar dan sangat penting di aspek persoalan penting yaitu: keberlanjutan aspek
kawasan Asia pada khususnya dan dunia pada ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial (Ja’far dan
umumnya. Data Kementerian Kehutanan Arifah, 2006 dalam Handayani, 2010).
menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang Penelitian empiris mengenai hubungan
antara environmental performance, economic

6
Anonim (2014) dalam http://www.wwf.or.id

256
performance dan environmental disclosure secara environmental disclosure, environmental
umum telah mempertimbangkan kekuatan hubungan performance dan economic performance. Tujuan
diantara variabel-variabel tersebut. Penelitian dalam kajian ini adalah menguji pengaruh antara
Bragdon dan Marlin (1972), Spicer (1978), Freedman economic performance terhadap environmental
dan Jaggi (1992) dan Ignatius Bondan Suratno, disclosure dan environmental performance.
Darsono, Siti Mutmainah (2006) dalam Almilia dan
Wijayanto (2007) menemukan hubungan positif KERANGKA TEORI/ KERANGKA KONSEP
signifikan antara economic performance dengan Dalam operasionalnya, perusahaan memiliki
environmental performance. dampak secara positif dan negatif. Dampak positif
Penelitian Al Tuwaijri, SA., Christensen, dengan adanya perusahaan antara lain memberikan
T.E. dan Hughes II, K.E. (2004) meneliti tentang lapangan kerja, menyediakan barang/jasa,
hubungan antara environmental performance, pemasukan jasa dan memberikan sumbangan pada
environmental disclosure dan economic masyarakat. Selain adanya dampak positif tersebut,
performance. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya perusahaan juga menyumbang dampak
bahwa environmental performance, environmental negatif yaitu menghasilkan limbah padat dan cair
disclosure dan economic performance secara statistik serta polusi air dan udara. Limbah padat dan cair ini
signifikan, namun hanya hubungan economic hendaknya diolah terlebih dahulu sebelum dilepas ke
performance dengan environmental performance lingkungan. Limbah padat dan cair yang tidak
yang mempunyai interelasi potensial. Anggraini menjalani proses pengolahan (penetralan) akan
(2008) dalam Handayani (2010) meneliti tentang membentuk lingkungan yang rusak/tercemar. Hal ini
environmental disclosure, environmental membentuk hubungan non-reciprocal antara
performance dan return saham yang mewakili perusahaan dengan lingkungan yang maksudnya
economic performance. Hasil penelitiannya tidak terdapat hubungan timbal balik antara
menunjuk-kan bahwa environmental performance keduanya, hanya perusahaan yang membutuhkan
tidak berpengaruh signifikan terhadap environmental lingkungan sedangkan lingkungan tidak
disclosure, tetapi berpengaruh signifikan terhadap membutuhkan perusahaan.
return saham. Sedangkan environmental disclosure Hubungan non-reciprocal ini kemudian
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap dipelajari dengan teori Socio Economic Accounting
return saham. (SEA) yang didalamnya membahas hubungan antara
Hasil penelitian-penelitian sebelumnya pengungkapan, kinerja lingkungan dan kinerja
mengenai hubungan environmental disclosure, ekonomi perusahaan. Berdasarkan teori SEA inilah
environmental performance dan economic terbentuk dugaan bahwa terdapat pengaruh yang
performance yang masih kontradiktif dan signifikan positif antara environmental performance
menunjukkan hasil yang berbeda-beda menarik dan environmental disclosure terhadap economic
untuk dilakukan kajian kembali khususnya mengenai performance perusahaan.

257
Gambar 2. Kerangka konsep

METODE PENELITIAN section dan time series). Dengan model regresi data
Objek dalam penelitian ini adalah panel:
environmental performance, environmental Y = α + 𝑏1 𝑋1 it + 𝑏2 𝑋2 it + e
disclosure dan pengaruhnya terhadap economic Keterangan:
performance pada perusahaan sektor Agroindustri Y = Variabel dependen (Economic
yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan Performance)
mengikuti PROPER serta mengeluarkan laporan α = Konstanta
tahunannya pada tahun 2010-2014. 𝑋1 = Variabel independen 1 (Environmental
Desain yang digunakan dalam penelitian ini Performance)
adalah kuantitatif. Data dan informasi dalam 𝑋2 = Variabel independen 2 (Environmental
penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Disclosure)
Teknik pengambilan sampel dipilih dengan b(1 …2 ) = Koefisien regresi masing-masing variabel
menggunakan teknik sensus dan diperoleh 16
independen
perusahaan. Teknik pengumpulan data yang
e = Error term
digunakan dalam penelitian adalah dengan studi
t = Waktu
pustaka.
i = Perusahaan
Rancangan analisis data menggunakan analisis
deskriptif untuk menjelaskan karakteristik
Pemilihan model regresi data panel dilakukan
perusahaan dalam setiap variabel. Analisis regresi
untuk mendapatkan model yang tepat untuk
data panel dengan bantuan Eviews7 berguna untuk
penelitian ini. Model dengan pengaruh individu
melihat dampak ekonomis yang tidak terpisahkan
untuk penaksirannya dapat dilakukan melalui dua
antar setiap individu dalam beberapa periode (cross
pendekatan, yaitu pendekatan fixed effect dan

258
random effect. Untuk memilih model tersebut Uji Asumsi Klasik
dilakukan dengan uji Hausman. Pengujian uji 1. Uji Autokorelasi
Hausman dilakukan dengan hipotesis berikut: Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji
𝐻0 : Random Effect (RE) Model apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi
𝐻1 : Fixed Effect (FE) Model antara kesalahan pengganggu periode t dengan
Terhadap analisis regresi data panel ini kesalahan pengganggu pada periode t-1 (periode
dilakukan pengujian asumsi klasik (uji autokorelasi, sebelumnya). Dilihat melalui nilai Durbin-Watson.
multikolinieritas dan heteroskedastisitas). Selain itu, Jika nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas
terdapat uji kelayakan model (koefisien determinasi atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka
dan uji F) dan Uji Hipotesis menggunakan uji t. koefisien autokorelasi sama dengan nol, dengan kata
Hipotesis: lain tidak ada autokorelasi.
H1 : Environmental performance berpengaruh Tabel 12. Data pengujian autokorelasi
signifikan positif terhadap economic Nilai dU Nilai 4-dU Keterangan
performance (N=64 Durbin
H2 : Environmental disclosure berpengaruh K=2) Watson
signifikan positif terhadap economic 1,65 1,959 2,34 Tidak ada
performance autokorelasi
H3 : Environmental performance dan Berdasarkan tabel tersebut terlihat pada data
environmental disclosure berpengaruh penelitian ini tidak terjadi masalah autokorelasi.
signifikan positif terhadap economic
performance 2. Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
HASIL DAN PEMBAHASAN apakah model regresi ditemukan adanya korelasi
Hasil pengolahan data statistik deskriptif, antara variabel independen. Untuk menguji masalah
untuk environmental performance pada umumnya multikolinearitas dapat melihat matriks korelasi dari
perusahaan sampel meraih peringkat biru dalam variabel bebas, jika terjadi koefisien korelasi lebih
PROPER dan peringkat tertinggi diduduki oleh dari 0,80 maka terdapat multikolinearitas. Nilai
perusahaan dengan kode INRU yang meraih koefisien korelasinya antar variabel independen
peringkat hijau selama 4 tahun berturut-turut dari dibawah 0,80 yaitu 0,0288. Dengan demikian data
2010-2013. Environmental disclosure poin tertinggi dalam penelitian ini tidak terjadi masalah
18 diperoleh perusahaan dengan kode UNSP dan multikolinearitas.
poin pengungkapan terendah diperoleh perusahaan
dengan kode TBLA. Hal yang paling banyak 3. Heteroskedastisitas
diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunannya Model RE sudah menggunakan Generalize
adalah mengenai inisiatif untuk mengurangi dampak Least Square (GLS) yang merupakan salah satu
buruk pada lingkungan akibat oleh produk dan jasa teknik penyembuhan regresi. Karena penelitian ini
(daftar ceklis GRI poin ke 26). Economic menggunakan metode Random Effect maka tidak
performance perusahaan dengan kode FASW perlu lagi di uji heteroskedastisitas.
memiliki nilai ROE -16,00% di tahun 2013 dan pada
tahun yang sama, perusahaan dengan kode TIRT Uji Kelayakan Model
memiliki nilai ROE sebesar 78,4% yang merupakan 1. Uji F
ROE tertinggi di antara 16 perusahaan tersebut Pengujian secara simultan dilihat melalui nilai
selama periode 2011-2014. Uji F yang terdapat pada tabel berikut:
Tabel 14. Hasil Uji Simultan (Uji F)
Pemilihan Model Regresi Data Panel F-statistic 1.342596
Nilai probabilitas (Prob.) cross-section Prob(F-statistic) 0.268774
random sebesar 0,5813 yang nilainya > 0,05 sehingga Berdasarkan Tabel 14. didapatkan nilai p-
dapat disimpulkan bahwa model RE lebih tepat value > alpha 0,05 yaitu 0,268 > 0,05 sehingga terima
dibandingkan dengan model FE untuk kajian ini. Hal Ho yang dapat disimpulkan bahwa semua variabel
ini sebenarnnya sudah ditunjukkan oleh karakter data independen secara simultan tidak berpengaruh
panel yang memiliki jumlah waktu (2010-2014) lebih terhadap variabel dependen.
kecil dibandingkan dengan jumlah entitas (16
perusahaan) yang oleh beberapa ahli ekonometrika
disarankan menggunakan metode random effect.

259
2. Koefisien Determinasi R-square terhadap variabel economic performance dari
Koefisien determinasi digunakan untuk perusahaan agroindustri. Perilaku variabel
mengukur sejauh mana besar keragaman variabel tak environmental performance pada perusahaan
bebas dapat dijelaskan oleh variabel bebas. agroindustri ternyata bukan salah satu faktor yang
Koefisisen determinasi dilihat dari nilai 𝑅 2 . Nilai 𝑅 2 menentukan besarnya return on equity pada
yang didapatkan dari memodelkan regresi panel perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan dengan
dengan pendekatan Random Effect Model (REM) kode TIRT pada tahun 2012 mendapatkan peringkat
pada penelitian ini adalah sebesar 0.042164. Hal ini PROPER merah, namun ROE perusahaan pada tahun
menunjukkan bahwa keragaman nilai Economic 2013 dapat tetap tinggi mencapai 78,4%. Sebaliknya,
Performance hanya dapat dijelaskan oleh perusahaan dengan kode KBRI mendapatkan
Environmental disclosure dan Environmental peringkat biru pada PROPER tahun 2010 mempunyai
Performance sebesar 4,22%, selebihnya dijelaskan economic performance (ROE) yang negatif di tahun
oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian 2011 yaitu -2.88%. Hal tersebut diduga karena
ini. kondisi yang terjadi di Indonesia sebagai negara
berkembang berbeda dengan yang terjadi di beberapa
Uji Hipotesis negara lain, terutama negara maju terkait perilaku
Pengujian secara parsial dilihat dari nilai uji investor di Indonesia.
t yang terdapat pada tabel berikut: Hubungan yang tidak signifikan positif antara
Tabel 15. Hasil uji t environmental performance dan economic
performance disebabkan karena economic
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. performance atau kinerja ekonomi suatu perusahaan
tidak dilihat oleh investor dari kinerja di dalam
ED -0.685289 0.523109 -1.310031 0.1951 lingkungan perusahaan (environmental
EP -3.461120 3.551855 -0.974454 0.3337 performance). Investor kurang memperhatikan apa
C 30.72347 12.05030 2.549601 0.0133
yang dilakukan perusahaan, dan hanya
memperhatikan bagaimana kondisi perusahaan di
Apabila nilai Prob. lebih kecil daripada 0,05, dalam pasar apakah menguntungkan atau tidak bila
maka hipotesisnya diterima yang artinya variabel dilakukan investasi. Diduga bahwa para pelaku pasar
independen tersebut berpengaruh secara signifikan modal di Indonesia dalam menentukan investasi pada
terhadap variabel dependennya dan begitu perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa efek
sebaliknya. melihatnya dari sejumlah aspek atau variabel sebagai
Variabel environmental disclosure contoh: rasio keuangan, ukuran perusahaan, dan
mempunyai nilai koefisien -0,685 yang berarti kategori investasi apakah perusahaan merupakan
variabel environmental disclosure berpengaruh penanaman modal dalam negeri (PMDN) ataukah
negatif terhadap economic performance. Nilai sig t penanaman modal asing (PMA).
sebesar 0,1951 lebih besar dari α 5% sehingga Selain itu peneliti juga menduga hubungan
hipotesis yang menyatakan environmental disclosure yang tidak signifikan positif antara environmental
berpengaruh signifikan positif terhadap economic performance dan economic performance ini
performance, ditolak. dikarenakan Indonesia masih sebagai negara
Variabel environmental performance berkembang. Hasil penelitian serupa pada beberapa
mempunyai nilai koefisien -4,664 yang berarti negara maju yaitu Canada, Jepang dan Eropa
variabel environmental performance berpengaruh menunjukkan hubungan yang signifikan positif
negatif terhadap economic performance. Nilai sig t seperti halnya penelitian Marcus Wagner dan Stefan
sebesar 0,333 lebih besar dari α 5% sehingga Schaltegger (2004) yang menemukan hubungan yang
hipotesis yang menyatakan environmental positif antara environmental dengan economic
performance berpengaruh signifikan positif terhadap performance pada perusahaan-perusahaan
economic performance, ditolak. manufaktur di Eropa. Pada penelitiannya yang lain,
PEMBAHASAN Marcus mengungkapkan bahwa perusahaan yang
1. Hipotesis 1 : Environmental performance memiliki strategi pengembangan lingkungan akan
berpengaruh signifikan positif terhadap memiliki hubungan yang lebih positif dengan
economic performance economic performance perusahaannya di bandingkan
Berdasarkan hasil analisis dengan regresi data dengan perusahaan yang tidak memiliki strategi.
panel, menunjukkan bahwa variabel environmental Begitu pula hasil yang didapatkan oleh Jean-Francois
performance tidak berpengaruh signifikan positif Henry (2009) pada perusahaan-perusahaan di
Canada, surveinya menunjukkan pengelolaan

260
lingkungan secara tidak langsung berpengaruh Sembiring (2006) dalam Wibisono (2011),
terhadap economic performance perusahaan. Hasil menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi,
yang sama juga di peroleh pada perusahaan- salah satu argumentasi dalam hubungan antara
perusahaan manufaktur di Jepang yaitu terdapat profitabilitas dan tingkat kinerja sosial adalah ketika
hubungan yang signifikan positif antara perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi
environmental performance dan economic perusahaan menganggap tidak perlu melaporkan hal-
performance perusahaan. Ketiga hasil penelitian di hal yang dapat menganggu informasi tentang sukses
negara maju tersebut menjadi landasan atas dugaan keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat
bahwa perbedaan negara maju dan negara profitabilitas rendah mereka berharap para pengguna
berkembang bila dilihat dari sisi ekonomi laporan akan membaca good news kinerja
menyebabkan perilaku serta pola pikir investor di perusahaan, misalnya dalam lingkup
kedua negara tersebut akan berbeda. lingkungan/sosial dan dengan demikian investor
akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut.
2. Hipotesis 2 : Environmental disclosure Sehingga secara garis besar ketika perusahaan
berpengaruh signifikan positif terhadap memperoleh profit yang tinggi (economic
economic performance performance perusahaan dalam keadaan baik) maka
Berdasarkan hasil analisis dengan regresi data pengungkapan yang dipaparkan perusahaan dalam
panel, menunjukkan bahwa variabel environmental annual report-nya tidak terlalu banyak, namun ketika
disclosure tidak berpengaruh signifikan positif perusahaan memperoleh profit yang rendah
terhadap variabel economic performance dari (economic performance perusahaan tidak dalam
perusahaan agroindustri. Pada beberapa perusahaan keadaan baik) perusahaan berusaha memaparkan hal-
sampel, banyaknya pengungkapan tidak menjamin hal baik dalam annual report dengan tujuan
economic performance perusahaan menjadi baik. menarik/mempertahankan investor. Hal ini dapat
Sebagai contoh, ketika perusahaan dengan kode menjadi alasan mengapa environmental disclosure
FASW mengungkapkan 16 item atau sekitar 53% tidak berpengaruh signifikan positif terhadap
dari item GRI yang harus diungkapkan, nilai ROE economic performance perusahaan agroindustri yang
yang merupakan proksi dari economic performance terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
perusahaan bernilai -16%. Berbeda dengan
perusahaan sampel lainnya yang item 3. Hipotesis 3 : Environmental performance dan
pengungkapannya di bawah 53% namun memiliki environmental disclosure berpengaruh
nilai ROE yang positif. Hal ini memperlihatkan signifikan positif terhadap economic
banyak tidaknya pengungkapan tidak mempengaruhi performance.
nilai ROE perusahaan agroindustri (perusahaan Secara simultan, environmental performance
sampel). dan environmental disclosure juga tidak signifikan
Selain itu, ekonomi suatu perusahaan tidak mempengaruhi economic performance perusahaan
dilihat melalui pengungkapan yang dilakukan agroindustri. Seperti yang telah dijelaskan dalam
perusahaan tetapi kebanyakan hanya dilihat melalui pembahasan hipotesis 1 dan hipotesis 2, economic
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Apa yang performance atau kinerja ekonomi suatu perusahaan
dilakukan perusahaan di dalam dan di luar tidak dilihat oleh investor dari kinerja di dalam
perusahaan cenderung tidak terlalu diperhatikan oleh lingkungan perusahaan (environmental
pelaku pasar dan investor. Apa saja yang performance). Investor biasanya akan melihat
diungkapkan perusahaan mengenai lingkungannya economic perusahaan dari return yang dihasilkan
tidak mempengaruhi kinerja ekonomi suatu perusahaan, ukuran perusahaan, modal perusahaan
perusahaan secara positif karena pelaku dan posisi perusahaan.
pasar/investor tidak melihat apa yang diungkapkan Investor juga tidak melihat kinerja ekonomi
oleh perusahaan mengenai lingkungan suatu perusahaan dari banyaknya disclosure yang
perusahaannya, tetapi pasar hanya melihat return dilakukan perusahaan dalam annual report
yang dihasilkan oleh perusahaan tiap tahunnya. perusahaan karena menurut teori legitimasi secara
Berbeda lagi dengan kecenderungan yang terjadi di garis besar ketika perusahaan memperoleh profit
Indonesia dimana para pelaku pasar di Indonesia yang tinggi (economic performance perusahaan
cenderung hanya melihat dan merespon informasi dalam keadaan baik) maka pengungkapan yang
yang terjadi di pasar sebatas informasi yang dipaparkan perusahaan dalam annual report-nya
diberikan dan kurang melihat dari kinerja ekonomi tidak terlalu banyak. Hal ini mengakibatkan investor
dari suatu perusahaan (Handayani, 2010). tidak data melihat kinerja ekonomi perusahaan hanya
dari laporan tahunannya.

261
Dua hal tersebut menjadikan environmental Anonim. (2014). Kehutanan. http://www.wwf.or.id.
performance dan environmental disclosure secara (Di akses pada Tanggal 7 April 2015)
bersamaan tidak dapat mempengaruhi economic Baltagi, Bagi (2005). Econometric Analysis of Panel
performance perusahaan secara siginifikan positif. Data, Third Edition. John Wiley & Sons.
Hasil penelitian pada hipotesis 3 ini, tidak Harahap, Sofyan Syafri. (2002). Teori Akuntansi.
mendukung temuan Al Tuwaijri, SA., Christensen, Edisi revisi. Jakarta Raja Grafindo Persada
T.E. dan Hughes II, K.E. (2004) yang menemukan Hidemichi Fujii, dkk. (2012). Corporate
bahwa hubungan environmental performance, Environmental and Economic Performance
environmental disclosure dan economic performance of Japanese Manufacturing Firms: Empirical
secara statistik signifikan. Study for Sustainable Development.
Business Strategy and the Environment
PENUTUP Jornal, 22(3), 187–201.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, Jean-Francois Henry. (2009). Eco-control: The
disimpulkan sejumlah hal berikut: influence of management control systems on
1. Environmental performance tidak memiliki environmental and economic performance.
pengaruh secara signifikan positif terhadap Journal Accounting, Organization and
economic performance perusahaan agroindustri. Society, 35, 63-80.
2. Environmental disclosure tidak memiliki Lindrianasari. (2007). Hubungan Antara Kinerja
pengaruh secara signifikan positif terhadap Lingkungan Dan Kualitas Pengungkapan
economic performance dari perusahaan Lingkungan Dengan Kinerja Ekonomi
agroindustri. Perusahaan Di Indonesia. Jurnal Akuntansi
3. Secara simultan, environmental performance dan dan Auditing Indonesia, 11(2),
environmental disclosure tidak memiliki pengaruh Marcus Wagner and Stefan Schaltegger. (2004). The
secara signifikan positif terhadap economic Effect of Corporate Environmental Strategy
performance perusahaan agroindustri. Choice and Environmental Performance on
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat Competitiveness and Economic
diberikan sebagai berikut : Performance: An Empirical Study of EU
1. Untuk penelitian selanjutnya penggunaan lingkup Manufacturing. European Management
perusahaan yang lebih luas (tidak hanya bidang Journal, 22(5), 557–572.
agroindustri) sangat disarankan agar hasil yang Martin Freedman and Bikki Jaggi. (1988). An
diperoleh lebih beragam. Analysis of the Association between
2. Selain itu tahun penelitian hendaknya memiliki Pollution Disclosure and Economic
rentang tahun yang lebih lama agar diperoleh hasil Performance. Accounting, Auditing &
yang mendetil mengenai kinerja perusahaan. Accountability Journal, 1(2).
Dalam menilai pengungkapan yang dilakukan Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuntitatif,
perusahaan, dapat digunakan daftar checklist lain Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.
seperti yang bersumber dari Bapepam, Susi Sarumpaet. (2005). The Relationship Between
Crismawati dan lainnya. Environmental Performance And Financial
Performance of Indonesian Companies.
DAFTAR PUSTAKA Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 7(2), 89-
Almilia, Luciana Spica dan Dwi Wijayanto. (2007). 98.
Pengaruh Environmental Performance dan Wagner, dkk. (2001). The Relationship between the
Environmental Disclosure terhadap Environmental and Economic Performance
Economic Performance. The 1st Accounting of Firms. An empirical analysis of the
Conference Faculty of Economics European paper industry. Journal Corporate
Universitas Indonesia. Social - Responsibility and Environmental
Al-Tuwaijri S.A., Christensen T.E. dan Hughes K.E. Management , 9, 133.
(2004). The Relations Among
Environmental disclosure, Environmental
performance and Economic performance: a
simultaneous equations approach. Journal
Accounting Organizations and Society,
29(4), 447-471. doi: 10.1016/S0361-
3682(03)00032-1

262
Identifikasi Faktor Pendukung Keberhasilan Transfer Teknologi Pada Industri
Kecil Menengah Berbasis Potensi Lokal Dengan Pendekatan Makroergonomi
(Study Kasus : UKM Keripik Ubi Cilembu Desa Cileles Jatinangor Dan IKM
Keripik di Desa Pagedangan Indramayu )
Success Factor Identification in Small Medium Enterprise (SME)’sTechnology Transfer
Based on Local Resources Using Ergonomimacro Approache
Devi Maulida Rahmah
Departemen Teknik dan Manajemen Industri Pertaian, FakultasTeknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Industri Rumah Tangga merupakan sektor terdepan yang mampu
mengembangkan perekonomian suatu daerah secara mandiri. Keberadaannya menjadi
penting, karena mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Kata Kunci: Upaya pengembangan industri rumah tangga tidak terlepas dari penerapan teknologi
baik berupa penyediaan sarana prasarana, perbaikan metode penyimpanan barang,
Makroergonomi, pengolahan, pengemasan hingga pemasaran. Oleh karenanya mengidentifikasi factor
perbaikan sistem kerja pendukung keberhasilan transfer teknologi pada industry rumah tangga sangat penting
di UKM sebagai sebuah referensi bagi penerapan teknologi yang efektif pada industry rumah
tangga. Karena pada kenyataannya tak jarang ditemuai proses transfer teknologi tidak
bejalan secara efektif.
Pendekatan makroergonomi merupakan sebuah pendekatan dalam melakukan
perbaikan system kerja dengan mempertimbangkan semua aspek dalam proses
perbaikannya. Sehingga pendekatan inpun relevan jika diterapkan pada perbaikan
system kerja di IKM yang pada proses pengembangannya tak terlepas dari proses
transfer teknologi. Faktor dalam makroergonomi adalah Pekerja, Mesin atau
Teknologi, Lingkungn kerja, dan Organisasi kerja serta proses interaksi antara semua
elemen di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk Memetakan faktor – faktor
makroergonomi yang berpengaruh terhadap proses transfer teknologi pada industry
kecil menengah berbasis potensi local. Penelitian dilakukan di UKM aneka keripik di
desa Cileles Jatinangor dan IKM keripik di desa Pagedangan Indramayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa factor utama yang memperngaruhi keberhasilan
proses transfer teknologi secara berurutan berdasarkan tingkat kepentingannya adalah:
Organisasi kerja, SDM, Lingkungan kerja, serta Teknologi. Dengan pendekatan
makroergonomi terlihat bahwa teknologi yang akan diterapkan bukan menjadi focus
utama dalam pengembangan IKM. Justru kesiapan organisasi kerja SDM serta
Lingkungan kerja patut menjadi factor yang dipertimbangkan ketika proses transfer
teknologi akan dilakukan..

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: d.m.rahmah@gmail.com

263
PENDAHULUAN dalam organisasi kerja terdapat pertimbangan dari
Sistem kerja merupakan kumpulan elemen aspek manajemen. Aspek manajemen menjadi kunci
dari sebuah rangkaian aktifitas pekerjaan yang saling dalam penerapan setiap intervensi ergonomi dalam
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan pekerjaan perbaikan sistem kerja, karena dalam perbaikan
yang ingin dicapai.Sistem kerja dalam sebuah sistem kerja tidak cukup hanya menerapkan sebuah
aktifitas pekerjaan baik di industri dengan skala teknologi dalam memperbaiki produktifitas, namun
makro dan mikro diantaranya pekerja, mesin, perbaikan dari sisi pengelolaan manajemen dan
lingkungan kerja, dan organisasi kerja. Dalam perbaikan berupa kebijakan – kebijakan yang hanya
Perbaikansistemkerja pertimbangan ke empat elemen dapat dilakukan oleh pihak manajemen juga akan
tersebut serta proses interaksinya tidak bisa berdampak luas pada proses perbaikan yang terjadi.
dilepaskan dalam proses pengambilan kebijakan Oleh karenanya pendekatan macroergonomi dinilai
dalam perbaikan sistem kerja. Ada beberapa sangat layak untuk diterapkan dalam proses
pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan perbaikan sistem kerja yang menyeluruh baik pada
perbaikan sebuah sistem kerja, diantaranya tingkat usaha makro dan mikro.
pendekatan makroergonomi, mikro ergonomi, dan
pendekatan rekayasa engineering. TUJUAN PENELITIAN
Pendekatan makroergonomi merupakan Tujuan dari penelitian ini adalah
sebuah pendekatan dalam melakukan intervensi 1. Memetakan faktor – faktor makroergonomi
ergonomi dengan mempertimbangkan semua aspek yang berpengaruh terhadap proses transfer
dalam proses perbaikannya. Aspek tersebut teknologi pada Industri kecil menengah berbasis
diantaranya Pekerja, Mesin atau Teknologi, potensi lokal
Lingkungn kerja, dan Organisasi kerja serta proses 2. Memetakan perbaikan sistem kerja pada masing
interaksi antara semua elemen di dalamnya. Aspek – masing aspek yang berpengaruh yang dinilai
pekerja meliputi tingkat pendidikan pekerja, mampu memperbaiki produktifitas kerja yang
karakteristik pekerja dalam menerima masukan memungkinkan untuk diterapkan pada Industri
perbaikan, serta etos kerja. Aspek teknologi meliputi Kecil Menengah (IKM)
karakteristik teknologi, kemudahan untuk
dioperasikan dengan tingkat pendidikan pekerja, METODE PENELITIAN
keamanan dan kenyamanan ketika digunakan, serta Penelitian di lakukan di IKM aneka keripik di desa
fleksibilitas teknologi. Aspek lingkungan kerja Cileles Jatinangor dan IKM Krips aneka keripik
meliputi kondisi sosial ekonomi pekerja, lingkungan Pisang di Desa Pagedangan, Indramayu. UKM yang
sekitar tempat pekerja, dan iklim kerja. Sedangkan dijadikan objek penelitian merupakan jemis UKM
aspek organisasi kerja meliputi karakteristik dengan mekanisme sistem produksi secara mandiri.
manajemen, dan penerapan semua aturan kerja. Artinya pemilik usaha melakukan produksi secara
Pendekatan mikroergonomi merupakan mandiri. Metode yang dilakukan dalam pendekatan
pendekatan dalam intervensi ergonomi yang hanya makroergonomi adalah dengan observasi (field
mempertimbangkan aspek pekerja dan teknologi. study) dan wawancara semi struktur. Dua metode ini
Perbaikan yang dilakukan dalam skala makro menurut Hendrick dan Kleiner (2002) relevan untuk
maupun mikro didasarkan pada pertimbangan dari diterapkan pada pendekatan makroergonomi. Karena
aspek pekerja dan teknologi yang akan diterapkan dalam makroergonomi terdapat penggabungan antara
atau diperbaiki, baik itu perbaikan dimensi stasiun aspek sosial, teknikal, dan sosioteknikal. Keuntungan
kerja, dimensi alat atau mesin,perbaikan sikap kerja, yang diperoleh dari pendekatan observasi adalah
dll. Sedangkan pendekatan rekayasa engineering diperoleh data riil di lapangan, mengenai aspek
didasarkan pada perhitungan secara kuantitatif penerapan kebijakan manajemen d lapangan, pekerja,
produktifitas yang dihasilkan oleh mesin/ teknologi proses kerja, serta lingkungan kerja yang mungkin
yang akan diterapkan. secara spesifik tidak akan diperoleh dari hasil
Menurut Carayon dan Smith (2000) wawancara.
pertimbangan organisasi kerja dan ergonomi akan
berpengaruh signifikan terhadap performansi pekerja Tahapan dalam proses penelitian
yang pada akhirnya berdampak pada produktifitas Berikut ini adalah tahapan penelitian yang dilakukan
kerja yang dihasilkan. Hal ini menjadi realistis karena :

264
Survey kondisi Identifikasi masalah Interview dengan Observasi kondisi di
eksisting di secara umum pihak manajemen dan tingkat pengrajin
lapangan pengrajin

Gambar 1. Tahapan proses penelitian

Tahapan Diskusi dan Studi literatur maka peneliti mencoba mengelompokan faktor
Penentuan faktor makroergonomi yang makro ergonomi dalam proses transfer teknologi
berpengaruh terhadap perbaikan sistem kerja yang kedalam setiap aspek elemen dalam makroergonomi.
nantinya akan dijadikan kategorisasi dalam proses Berikut adalah pengelompokannya :
koding, dilakukan melalui diskusi dengan ahli dan
studi literatur. Proses perbaikan sistem kerja tidak Tabel 1. Pengelompokan faktor dan elemen dalam
terlepas dari sebuah proses transfer teknologi, makroergonomi untuk sistem koding
Jupriyanto(2012) merumuskan faktor – faktor Faktor Elemen dalam faktor
makroergonomi yang berpengaruh terhadap proses Etos kerja
transfer teknologi diantaranya Karakteristik sosial budaya
a. Karakteristik teknologi (Teknologi) SDM Skill dalam bekerja
Kemampuan menerima perubahan
b. Karakteristik komunitas yang akan menerima
Tingkat pendidikan
transfer teknologi, sepertiskill, tingkat
Manajemen
pendidikan dan pengetahuan, sikap dalam Visi organisasi
bekerja (Karakteristik pekerja) aturan kerja
c. Karakteristiksosio – ekonomi (Karakteristik Organisasi Kerja
Sarana prasarana
Pekerja) Budaya Kerja
d. Karakteristikmanajerial (karakteristik Sifat Organisasi
Organisasi kerja) Teknologi Sifat teknologi
e. Sikapdalam bekerja dan dalam organisasi dukungan pihak luar
(Karakteristik Pekerja) Keberpihakan pemerintah setempat
Lingkungan Kerja
f. Karakteristik Budaya Perusahaan, seperti sikap Budaya masyarakat setempat
dalam bekerja, sikap dalam teknologi, sikap dan penerimaan masyarakat terhadap aktifitas IKM
kebiasaan dalam organisasi kerja, orientasi dan
motivasi untuk sukses dan maju (Karakteristik Tabel diatas dijadikan sebagai acuan untuk
organisasi kerja) pengkodean pada proses analisis data.
MenurutAbarghouei (2012) proses evaluasi
kinerja dan intervensi ergonomi hingga tercipta Tahapan Analisis Data
proses intervensi ergonomi yang menyeluruh di Analisis yang diakukan adalah analisis kualitatif.
dasarkan pada empat hal, yaitu : Daya dukung Dalam penelitian kualitatif. Data coding atau
manjemen dan logistic, daya dukung pengetahuan pengodean data memegang peranan penting dalam
atau peningkatan kemampuan, partisipasi dan proses analisis data, dan menentukan kualitas
evaluasi pegawai, serta pengembangan SDM. abstraksi data hasil penelitian. Hal ini mengacu pada
Menurut Kleiner (1999) makroergonomi metode penelitian yang digunakan. Sistem coding
merupakan sub disiplin ilmu kebaruan dalam proses dilakukan untuk mengkategorisasi dan memetakan
intervensi ergonomi yang menggabungkan antara faktor – faktor yang berpengaruh terhadap proses
faktor teknologi, manusia(pekerja, organisasi kerja, perbaikan sistem kerja dengan pendekatan
dan lingkungan kerja serta interaksi antara empat makroergonomi. Berikut adalah tahapan proses
komponen dalam makroergonomi sistem tersebut. analisis data :
Berdasarkan proses diskusi dan literatur tersebut,

Mendeskripsikan hasil Mengkategorisasi secara khusus Mengkategorikan elemen kedalam


wawancara dan temuan di berdasarkan elemendalam setiap faktor 4 faktor dalam makroergonomi
lapangan faktor makroergonomi

Studi Literatur

Gambar 2. Tahapan analisis data

265
HASIL DAN PEMBAHASAN meningkatkan keuntungan dan keunggulan dari
Perbaikan system kerja tidak terlepas dari usaha yang dilakukan. Namun ada beberapa aspek
proses transfer teknologi yang ada di dalamnya. yang membedakan. Hal ini dikarenakan IKM
Proses transfer teknologi pada skala industri kecil memiliki karakteristik yang unik jika dibandingkan
dan menengah (IKM) pada prinsipnya memiliki dengan industri skala besar. Berikut adalah
tuuan yang sama seperti proses transfer teknologi karakteristik UKM berbasis olahan pangan menurut
pada industri skala besar, yaitu memberikan nilai Rahmah dan Purnomo (2014):
tambah pada produk yang dihasilkan serta mampu

Tabel 2. Karakteristik UKM di level pedesaan


PROSES
SDM MODAL MANAJEMEN BAHAN BAKU TEKNOLOGI
PRODUKSI
Skill rendah Masih minim, Belum kuat Masih Penggunaan
Berbasis
dan terkadang menerapkan bergantung pada teknologi masih
pemberdayaa
bergantung aturan organisasi musim panen minim
n masyarakat
pada pihak kerja
sekitar
luar
Tingkat Belum Belum memiliki Penggunaan
pendidikan berorientasi pada sistem masih
rendah sistem produksi penyimpanan berorientasi
bersih dan aman bahan baku yang pada
pada lantai baik produktifitas,
produksinya bukan pada sisi
lainnya
(Keamanan
kerja pekerja)
Pemahaman yang Visi dan misi tidak
rendah terkait terdokumentasika
proses produksi n dengan jelas
yang berorientasi
kualitas

Kemampuan
mengadopsi
teknologi baru
atau cara baru
rendah

Gambar 2. Kategori Organisasi kerja

266
Pernyataan Kategori Kode Sub Kode
Adanya motivasi dalam diri sendiri untuk maju dan SDM Etos kerja Motivasi pribadi
Pengrajin tidak saling berkordinasi dan bekerjasama SDM Karakteristik sosial Budaya Budaya kerjasama
pengrajin bebas menghasilkan produk tanpa adanya
Organisasi kerja visi organisasi Segmentasi pasar
perencanaan dalam segmentasi
Kemampuan dalam mengetahui
Pengetahuan akan teknologi masih sangat rendah SDM Skill dalam bekerja
teknologi baru
Teknologi yang digunakan masih manual Teknologi Sifat teknologi Teknologi sederhana
Mampu menerima teknologi yang mudah digunakan Kemampuan menerima
SDM
dan biaya terjangkau perubahan Motivasi pribadi
Adanya pelatihan dalam penggunaan teknologi baru
Lingkungan kerja Pendampingan
dari pihak luar sebagai pendamping Pendampingan
Tingkat pendidikan rendah SDM Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Pendampingan dalam proses
Mengharapkan adanya pendampingan berkelanjutan Lingkungan kerja Pendampingan
adopsi teknologi
Mengharapkan adanya kerjasama dalam pemasaran Lingkungan kerja Pendampingan Pendampingan pemasaran
Mengharapkan dibukakan jejaring dalam pemasaran Lingkungan kerja Pendampingan Pendampingan pemasaran
Belum memiliki aturan dalam bekerja Organisasi kerja Manajemen Aturan kerja
belum memiliki labeling produk Organisasi kerja visi organisasi branding
Belum memiliki alat untuk menghasilkan kemasan
Teknologi Sifat teknologi
dan produk yang lebih baik Teknologi sederhana
Adanya keinginan memperbaiki kemasan produk Kemampuan menerima
SDM
hingga layak pasar yang lebih luas perubahan Motivasi pribadi
belum memiliki pengetahuan akan desain produk Kemampuan dalam mengetahui
SDM Skill dalam bekerja
yang baik teknologi baru
sistem produksi masih berdasarkan pesanan Organisasi kerja Manajemen manajemen produksi
belum memiliki jejaring kerjasama dengan pihak lain Organisasi kerja Manajemen Manajemen pemasaran
Belum memiliki struktur organisasi kerja Organisasi kerja Manajemen Manajemen organisasi
memiliki kemampuan dalam menciptakan produk Kemampuan dalam mengetahui
SDM Skill dalam bekerja
baru yang bervariasi teknologi baru
Manajemen persediaan bahan
bahan baku dari potensi lokal setempat Organisasi kerja Manajemen
baku
sebagian bahan baku diperoleh dari kebun milik Manajemen persediaan bahan
Organisasi kerja Manajemen
sendiri atau kerabat baku
belum ada kerjasama dengan pemiliki lahan yang Manajemen persediaan bahan
Organisasi kerja Manajemen
menyediakan bahan baku baku
ongkos produksi tinggi karena produksi berdasarkan
Pernyataan Organisasi kerja
Kategori ManajemenKode manajemen produksi
pesanan Sub Kode
alat produksi terbatas Teknologi Sifat teknologi Kapasistas produksi
sistem kerja produksi masih acak dan tidak
Organisasi kerja aturan kerja design sistem kerja
mempertimbangkan aspek ergonomi dalam proses
Belum memiliki gerai produk Organisasi kerja Sarana prasarana Sarana pendukung
kurangnya dukungan dari aparat pemerintah desa Lingkungan kerja dukungan pemerintah dukungan pemerintah
standarisasi kualitas produk secara tertulis belum Organisasi kerja aturan kerja Standari kualitas produk
Adanya keinginan memiliki produk dengan label dan
Organisasi kerja Budaya kerja Etos Kerja
desain kemasan yang baik
kemudahan menerima saran dan masukan dari
Organisasi kerja Sifat organisasi Penerimaan terhadap hal baru
pendamping
Prosedur keamanan kerja belum ada Organisasi kerja aturan kerja Prosedur kerja
Belum adanya manajemen persediaan bahan baku Organisasi kerja Manajemen Manajemen persediaan
Belum adanya sistem produksi berorientasi pada
Organisasi kerja Manajemen Manajemen proses
kualitas
Lingkungan masyarakat sekitar yang dapat diajak
Lingkungan kerja budaya lingkungan kerja Budaya kerjasama
kerjasama
lingkungan sekitar yang memiliki banyak pengrajin Lingkungan kerja budaya lingkungan kerja Budaya berwirausaha
Kebutuhan akan pelatihan dan peningkatan skill Organisasi kerja Sifat Organisasi Kemampuan menerima hal baru
Belum memiliki visi dan misis dari usaha yang
Organisasi kerja visi organisasi Perencanaan jangka panjang
dilakukan
Kemampuan menerima
Ada upaya memperbaiki kualitas produk SDM Motivasi pribadi
perubahan

267
Gambar 3. Kategori sumberdaya manusia Gambar 4. Kategori Lingkungan Kerja

terbesar adalah kemampuan menerima perubahan


Dari hasil pengkodean diperoleh kombinasi (hal baru), serta skill atau kemampuan dalam bekerja.
faktor dalam makroergonomi yang mempengaruhi Hal ini tentu menjadi landasan teoritis bagi metode
sebuah transfer teknologi dalam perbaikan sistem yang akan diterapkan dalam pengembangan IKM.
kerja dalam Gambar 4 di atas. Aspek organisasi kerja Pendekatan secara menyeluruh serta pola – pola
memegang peranan yang sangat penting dalam pendampingan menjadi catatan penting bagi proses
mendukung keberhasilan proses transfer teknologi transfer teknologi agar mampu diterima
yaitu sebesar 51 %. Hal ini berarti bahwa perubahannya oleh IKM. Kemampuan dalam bekerja
keberhasilan dari sebuah proses transfer teknologi pun sangat berpengaruh, karena
pada IKM akan ditentukan pada kesiapan organisasi Sedangkan aspek Teknologi menjadi aspek
kerja pada IKM. Berikut adalah penjabaran mengenai terkecil sebagai factor penentu keberhasilan dari
aspek Organisasi kerja yang dimaksud adalah aspek penerapan teknologi. Hal ini tentu memberikan
manajemen, visi organisasi, Aturan kerja, Sifat penjelasan tersendiri bahwa melalui pendekatan
organisasi, Budaya kerja, serta sarana dan prasarana. makroergonomi,dalam proses pengembangan IKM
Aspek sumberdaya manusia menjadi aspek dengan transfer teknologi, teknologi itu sendiri
penting lainnya yang harus menjadi pertimbangan seharusnya tidak menjadi fokus bagi pelaku IKM
dalam sebuah transfer teknologi. Hal ini menunjukan atau pendamping IKM. Namun penyiapan aspek
bahwa aspek SDM memiliki posisi strategis dalam organisasi kerja, SDM, serta lingkungan kerja,
proses transfer teknologi, beberapa hal yang menjadi menjadi hal lain yang perlu diperhatikan dalam
pertimbangan adalah terlihat bahwa sub aspek dalam pengembangan IKM.
kategori SDM yang memiliki tingkat kepentingan

Rekomendasi alternative teknologi atau perbaikan yang akan di transfer dengan pendekatan
makroergonomi
Tabel 4. Rekomendasi perbaikan sistem kerja
Faktor Alternatif teknologi atau perbaikan yang di transfer
Membuat dan menerapkan aturan dalam bekerja secara tertulis
Membuat kerjasama dengan penyedia bahan baku
Organisasi kerja Membuat visi organisasi yang jelas
Melakukan kerjasama dengan pihak pendamping dalam menjejaringkan pemasaran produk
Membuat program peningkatan softskill dan hardskill dalam menciptakan produk baru
Membuat program peningkatan softskill dan hardskill dalam menciptakan produk baru
SDM
Ciptakan suasana kerja yang nyaman bagi pekerja
Jalin komunikasi yang baik dengan aparat pemerintah setempat
Lingkungan kerja Berikan program pemberdayaan bagi masyarakat setempat
Pendampingan yang berkelanjutan
Perhatikan kemudahan teknologi bagi calon pengguna
Teknologi Dilakukan penjelasan akan pentingnya teknologi yang akan ditransfer
Lakukan pendampingan dalam pengoperasian dan pemeliharaan

KESIMPULAN komoditas local melalui pendekatan


1. Terdapat beberapa factor dalam proses makroergonomi, yaitu organisasi kerja,
transfer teknologi pada IKM berbasis SDM, Lingkungan kerja dan Teknologi.

268
2. Hasil penelitian menunjukkan, factor yang
memegang tingkat kepentingan yang cukup
besar dalam proses transfer teknologi adalah
organisasi kerja dan SDM. Tentu hal ini
menjadi pertimbangan yang harus
diperhatikan dalam proses transfer teknologi
pada IKM.
3. Faktor teknologi menjadi faktor terakhir
yang memiliki tingkat kepentingan yang
paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa
melalui pendekatan makroergonomi
penerapan teknologi baru bukan menjadi satu
– satunya cara yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki sistem kerja guna
meningkatkan produktifitas pada IKM

DAFTAR PUSTAKA
Abarghouei, Nasab. 2012. An Ergonomic Evaluation
and Intervention Model: Macro ergonomic
approach. International Journal of
Scientific & Engineering Research,
Volume 3, Issue 2
Carayonand Smith. 2000. Work organization and
ergonomics. Applied Ergonomics 31
(2000) 649}662
Juprianto, Iridiastadi, Zutalaksana, and Nur Bahagia
S. 2013. Indonesian Technology Transfer
Successful Model with a Macroergonomics
Framework. Journal of Applied Sciences
Research, 9(4): 2520-2525.
Kleiner, 1999. Macroergonomic Analysis and Design
for improve safety and Quality
Performance. International Journal Of
Occupational Safety and Ergonomic. Vol :
5, No.2, 217-245.
Stanton, et all. 2005. Handbook of Human Factors
and Ergonomics Method.Washington DC :
CRC Press.

269
270
The Role of Communication Networks in Group Sustainability: A Case Study in
Majalengka Regency, West Java Province, Indonesia

Jaka Sulaksana
Faculty of Agriculture, Majalengka University, Majalengka

ABSTRACT
The research was conducted in Majalengka Regency, West Java Province, Indonesia.
The Mekar Jaya Group underwent four phases in its lifetime. Each phase had its own
characteristics and processes, including the election and succession of a leader,
Keywords: collective action and conflict. These characteristics and processes implied that there
Communication was a communication network within the group in each phase. The current study
network describes the network, the role of the leader in the network and the role of the network
collective action in group sustainability. The results show that there were some bridges in the network
sub leader that helped the group to survive after conflict. Most of the bridges or cut-points were
cut-point sub-leaders. There is also a shift of basis of clique formation from neighborhood to
closeness of relationship
bridge

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: j_sulaksana@yahoo.com

271
INTRODUCTION social network. Jacobson and Seashore (1951)
Group sustainability has become an proposed that the structure of an organization can be
important condition for the continuity of society- conceptualized and described in terms of the regular,
empowerment programs in relation with poverty- work-related, interpersonal communication patterns
reduction programs. One model of group that are established between pair of individuals.
sustainability is the Mekar Jaya Group (MJG), which The methodology for the approach and a set of
is located in Majalengka regency, West Java structural concepts for classifying network data was
Province, Indonesia. described in detail by Weiss and Jacobson (1955) in
The MJG experienced four group leader a report on an application of the procedure in a
successions, resulting in four group phases of life. government agency. There are several steps in
These leaders were involved in cooperating with the network analysis. The first step is to obtain a record
outer part. Along that time, the Mekar Jaya Group of regular dyadic linkages by asking members to list
(MJG) was a farmers group that accepted external the names of persons in the organization with whom
aid. Since 1989, the Mekar Jaya Group accepted aid they work most closely. Next, the reported contacts
from university and the local government. are compared against each other in a matrix to
Cooperation with outer part demonstrated that there determine reciprocation of contact (mutual choice)
was a communication process flowed from the among respondents. Only reciprocated contacts are
outside to the inside of the group. It was then used to define the communication network. The last
delivered to all members in the group.. step in the process allows one to separate out the
The following question remains: how did the groups and to classify all members of the
group manage the communication network to organization into one of the following role types:
implement programs and solve conflict and then group member, brokerage (bridge), and isolate.
enter the latter phase? In order to answer this Rogers and Kincaid (1981) stated that a
question, it is important to observe the communication network is the pattern of varying
communication network in each phase. communication elements that are demonstrated by
Therefore, the current work addresses the communication flow patterns in a system. The
following questions: analysis of a communication network may include
1. What was the communication the following: (1) identifying a clique in the system;
network structure within the group in each (2) identifying the role of a person in the system; and
phase? (3) measuring communication network indicators,
2. Did within group communication such as the degree of openness and the integration of
patterns influence the group’s sustainability? the system, including centrality degree.
3. What was the role of the leader in the In order to measure or analyze the network, the
within group communication flow in each following process is conducted. As mentioned, the
phase? first step is to obtain a record of regular dyadic
A social network is a structure that is composed linkages by asking members to list the names of the
of a set of actors, some of whom are connected by a persons in the organization with whom they work
set of one or more relations. Social structures can be most closely. Next, the reported contacts are
represented as networks, sets of nodes (or social compared against each other in a matrix to determine
system members) and sets of ties depicting their reciprocation of contact (mutual choice) among
interconnections (Wellman & Berkowitz, 1988, p.4). respondents. This matrix is called the adjacency
Historical overviews of the origins and diffusions of matrix with symmetric relationships. An example is
network principles have been presented by Freeman displayed in table 1.
(2004), Scott (2000), and Knox, Savage, and Harvey Table 1. The adjacency matrix
(2006).
In Bavelas’ design (Bavelas, 1950), each in- 1 2 3 4 5 6 7
group individual is given certain information. The 1 - 1 1 0 0 1 1
group is given the task of assembling this 2 1 - 1 1 1 1 0
information, using it to make a decision, and then 3 1 1 - 1 1 0 0
issuing orders based on this decision. The critical 4 1 1 1 - 1 1 0
feature of the design is that the group members are 5 1 0 1 1 - 0. 1
separated from one another and can communicate 6 1 1 0 1 0 - 1
only through channels that can be opened or closed 7 1 0 0 0 1 0 -
by the member. This feature implies that the
communication network is the main element of the

272
Table 1 shows the relationships among In phase II, there were still five opinion leaders
members. When one member has a reciprocal and one of them became a group leader. The sub
relationship with another member, the line is coded leader 1 has 6 mutual connections, the sub leader 8
as 1 for both individuals (e.g., the relationship has 11 mutual connections, the sub leader 9 has 5
between node 1 and 2 is a reciprocal relationship). mutual connections, the sub leader 22 has 10 mutual
However, if one member has no reciprocal connections, the sub leader 28 has 10 mutual
relationship with another member, the line is coded connections. However, only 4 cliques occurred in
as 1 and 0 (e.g., the relationship between node 1 and group because the opinion leader 1 and 9 united in
node 4). From this matrix, we can display the digraph one clique in this phase and the sub leader 1 became
of the communication network. Every member is the clique leader. The sub leader 9 tends to have a
symbolized by a node and connected with a line. function as coordinator or facilitator among the sub
In relation to the nodes of relationships in the leaders. Therefore the total number of stars in phase
network structure, the concept of the star is also II is 4.
typically used. Ognyanova, et al (2010) stated that the In phase III, there was a decrease of sub leader
star is the actor or node that has many connections or number which is reflected by the decrease of the
is highly central. In cliques, many stars should exist clique number. In this phase, only there are two
because there is a leader in a clique, and that leader cliques and two sub leaders. They were node 9 and
was the star. However, an absolute definition of the 22. Node 1 and 8 were not the sub leaders again
star for this paper is needed because numerous nodes because the conflict between them and their follower
have many connections. Therefore, the number of joined to another clique and in the reality, these ex-
connections that the star can have should be sub leaders reduced their activity in group, especially
determined. It can be seen from the adjacent table that the node 8, he started inactive at the end of phase III
several nodes could be stars. and became fully inactive in phase IV. The ex sub
leader 28 also has loss their followers because most
Table 2. The Distribution Connections of Nodes of his followers are the free riders. The sub leader 9
Number of Number of nodes has 10 mutual connections and the sub leader 22 has
reciprocal Phase
connections
Phase I Phase II
III
Phase IV 12 mutual connections. It is clearly that these nodes
0 0 0 2 0 are the stars.
1 0 11 23 7 In phase IV, there were three sub leaders. They
2 2 9 8 15
3 15 4 6 6
were the sub leader 9,22,28. The sub leader 9 has 6
4 2 7 4 2 mutual connections, the sub leader 22 has 12 mutual
5 0 4 1 0 connections, and the sub leader 28 has 10 mutual
6 1 1 0 1
7 0 0 0 0
connections. These leaders are the leader of their
8 2 0 0 0 cliques and became the stars.
9 1 0 0 0 Clique analysis to investigate group structures
10 1 2 1 1 helps researchers understand how cohesion benefits
11 0 1 0 0
12 0 0 1 1 group members by providing advice and instrumental
13 0 0 0 0 support and how an extensive reliance on cliques
Total restricts. A clique is a maximal complete sub-graph
Number of 5 4 2 3
Stars of three or more nodes, all of which are directly
Source: Primary data, 2002 and 2011 connected to one another, with no other node in the
Based on Table 2, the total number of stars in network having direct ties to every member of the
each phase can be defined and reflect the opinion clique (Knoke & Yang, 2008).
leader in each phase in reality after combining the Rogers and Kincaid (1981) defined the clique
result of visual graph analysis in result section and as a subsystem whose elements interact with each
qualitative research in the field. In phase I, there was other relatively more frequently than with other
a leader of group (node 1) and there were 4 opinion members of the communication system. Individuals
or sub leaders (node 8,9,22, and 28). These leaders are placed into cliques based on the following three
have their own cliques. The leader has 8 mutual criteria:
connections in group. The sub leader 8 has 10 mutual 1. Each clique must have a minimum of three
connections, the sub leader 9 has 6 mutual members.
connections, the sub leader 22 has 8 mutual 2. Each clique member must have at least 50
connections, the sub leader 28 has 9 mutual percent of his/her links within the clique (the
connections. Therefore, the total number of star is 5. average number of links within the clique is

273
taken from the number of links and then divided action through research on the connected theme and
by the number of clique members). proposed the model of social control and collective
3. All clique members must be directly or action. The previous paper was a secondary case
indirectly connected by a continuous chain of study, whereas the current paper is a field work study.
dyadic links within the clique. In fact, none of the previous studies on network
The current paper used the term clique change over the life span utilized field work.
proposed by both Knoke and Yang and Rogers and
Kincaid, but with modifications on the third criteria MATERIALS AND METHODS
that all clique members are directly or indirectly This case study generates a descriptive
connected by reciprocal links or non-reciprocal links explanation of a group communication network. The
within the clique. However, exceptions occur in real- location of research was Cangkring hamlet of
life situations. If one criterion is not satisfied, but the Kadipaten Village, Kadipaten Subdistrict,
other criteria are satisfied, the network can be Majalengka Regency, West Java Province. The
considered to be a clique. location was chosen because there were many
The network analysis field has devoted programs and internal conflicts within the group that
considerable energy to developing methods for were resolved by the communication network.
identifying central nodes in a network that are The research population included all 69
important to diffusion and other actions that occur in members of the Mekar Jaya Group. The research
networks (Borgatti and Everett, 2006). In contrast, sample included the entire population, which
Granovetter (1973) introduced the concept of increased the significance of the results (complete
bridging, which emphasizes the importance of enumeration). The number of members varied
structural bridges for diffusion. According to according to the phase to which they belonged. The
Granovetter (1973, 1982), bridges reduce the overall unit of analysis was the communication network in-
distance between individuals in a network, enabling group.
information to spread more rapidly throughout the The data were collected through interviews,
network. field work and focus group discussions. Surveys were
In the present paper, the bridge is the link, and administrated as in-person interviews with an
the node is referred to as the cut-point. Furthermore, emphasis on the member’s description or explanation
the definition of the bridge is expanded to not only on a questionnaire that was tested with selected
connect two cliques, but also to connect one node and members in each leadership era (the group
the network. The expansion is made because there experienced four leadership changes). Members were
were some nodes (free riders) in the phase III group asked to recall the relationship structure within the
that connect to the group through members that group. The primary questions were as follows: 1)
functioned as cut-points. Thus, the types of bridge in Who were the people in the subgroup (neighborhood)
this paper are the following: 1) clique-bridges that with whom you often discussed matters important to
connect between clique and clique and 2) node- you? 2) Who were the people in another subgroup
bridges that connect a node and network. Here, a (neighborhood) with whom you often discussed
node is an isolated member if it is disconnected from matters important to you? Respondents were also
the network. It can be concluded that a cut-point is a asked how often they talked to each individual, on
node that has the line that can connect between a average, and the various types of role relations
network and isolated node or clique and clique. A (relative, neighbor, and friend) present in those cases.
bridge is a line that belongs to a cut-point that can The reliability analysis was conducted using
connect between the network and isolated node or repeated method and produced Jaccard’s coefficient.
clique and clique. In the first interview, the informant who was checked
The current paper also presents a description of was 10% of the original sample (i.e., 7 names). The
the communication network in one group along its second interview yielded 6 names, and 5 persons
life (over the long term) and explains the influence of were chosen at both interviews. Jaccard’s coefficient
the network on group sustainability. The specific = 5/(5+2+1) = 0.63. The reliability result also
method used was some questions about the closeness reflected the validity of items. The informants should
of the relationship of members in each phase. This be weighted by their reliability (Knoke & Yang,
study presents an explanation of the relationship 2008).
between collective action and network change within Furthermore, group discussions were held to
a group. It continues the previous study by Tacaks, gather qualitative information about the group. The
Janky and Flache (2008). They studied network field work was conducted by the researcher. Data
change over time and its relationship with collective collection took place in 2002 and was updated in

274
2011. A visual (graph) display was used to show and The Mekar Jaya Group life history includes
analyze the network using Netdraw. four phases of group life. Each phase had its own
The goal of this research was to determine collective action as one of manifestation of network
how the communication network structure occurs communication.
within a group. This structure is important because it In phase I (1989-1994), the collective action
is expected that the communication network structure was the planting of trees that had leaves for feeding.
had a strong influence on how the group overcame Trees were planted along the Cilutung River. Some
conflict and maintained the group process. of the small trees could be harvested within six
The last step in the process allowed us to months to one year, whereas others could be
separate out the groups and to classify all members of harvested after several years.
the organization into one of the following role types: Another collective action, gathering and
group member, brokerage (bridge), and isolate. Next, selling sheep feces, was also started in phase I. Many
calculations such as centrality degree were farmers in the upland area needed it for become
conducted. fertilizer. They typically stacked the feces near a stall
Centrality Degree (CD) measures the extent and let it dry. After drying, it would be placed in
to which a node connects to all other nodes in a social sacks, collected by the sub group leader, and sold to
network. For a non-directed graph with g actors, the the buyer. The group members agreed to a price of
degree of centrality for actor (node) i is the sum of i’s IDR 15,000 per sack. The frequency of feces
direct ties to the g – 1 other actors. In matrix notation, collection was once every three months. One stall
g could produce six sacks, on average, resulting in 180
CDA (Ni) = ∑xij (I ≠ j) sacks from all stalls owned by the active members.
J=1 The last collective action was the group
Where CDA (Ni) denotes centrality degree for meeting. During group meetings, all or a
node i and ∑xij counts the number of direct ties that representative of sub-group members met and
node i has to the g – 1 other j nodes ( I ≠ j excludes discussed the issues that the group faced. Meetings
i’s relation to itself). After calculating the centrality were held every month. The selection of a new group
degree of actors, we calculated the group centrality leader was also facilitated by the group meeting, as
degree. Unlike actor centrality degree, group the incumbent suggested a new name and the
centrality degree measures the extent to which the members voted for him.
actors in a social network differ from one another in In phase II (1995-1997), the collective action
their individual centrality degree. The centrality was preparing the grass for sheep feeding. Because of
degree of group closely resembles measures of the large number of sheep, the group planted grass
dispersion in descriptive statistics, such as the along the river bank. The land along the river bank
standard deviation, that indicate the amount of was owned by the village. The group could plant
variation or spread around a central tendency value. grass on this land through the approval of the village
Freeman (1979) proposed a generic measure of group head. The land use was divided and distributed to
centrality degree: subgroup members.
g The group meeting was also conducted in
∑ [CA (N*) – CA (Ni)] phase II, but it was not held as often as was the case
i=1 in phase I. The group meeting was held when the
CDG = _________________________ members approved the new leader in this phase.
g Then, at the end of the phase, the succession of the
Max ∑ [CA (N*) – CA (Ni)] phase II leader occurred, resulting in the beginning of
i=1 phase III.
Where CA (N*) denotes the largest actor In phase III (1997-2002), the utilization of
centrality degree observed in a network, and the CA land for planting grass did not seem to satisfy the
(Ni) are the centrality degrees of the g-1 other actors. necessity of sheep feeding, especially when the dry
Thus, the numerator sums the observed differences season arrived. The group initiated grass collection
between the largest actor centrality and all others. from remote locations with an abundance of grass
The denominator is the theoretically maximum stock. The chosen location was Sumber village, at
possible sum of those differences. Sumber sub district, Cirebon. They often used the
truck that was owned by the sugar factory, but also
GROUP DESCRIPTION sometimes rented a truck that was owned by the
Group Collective Action villagers to travel to Sumber. They left in the morning
and returned in the afternoon.

275
In phase III, the other collective action was since 2010. No members from the Phase III group
the arisan. Arisan or ROSCA (rotary savings and remained in the group.
credit association) was conducted in the third year of
the project. Each member paid IDR 5,000 per month RESULTS AND DISCUSSION
to the sub leader. Every month, the group held a raffle Communication Network in Phase I
in which four members won. However, the The group accepted aid (in the form of sheep)
implementation of arisan could not exist in the long from Bogor Agricultural University. The leader of
term because group conflict arose. phase I was elected in the group meeting. The
The group meeting was again promoted. It meeting was held at hamlet hall (Cangkring hamlet
started with the succession of the leader from phase hall). All of the members attended the meeting and
II to the new leader in phase III, followed by the not exception the BAU officer. This meeting is called
division of the group into sub-groups to make the musyawarah. “Musyawarah” is a term in Indonesian
program run effectively. However, halfway through culture that means a group discussion for solving a
phase III, conflict arose when the return of aid did not problem. In musyawarah, there is no voting. The
run smoothly. The impact was that the program could members release the issue, and then by some
not be implemented effectively. considerations, all of the members agree on a choice
From phase IV until now, the group has through their opinion leaders, even if all members
revitalized the group size. In phase IV (2002-2009), attend the meeting. In the MJG meeting, the
the group meeting was held when the group decided members agreed to choose leader A (phase I leader)
to revitalize the group size by reducing the group as the group leader. One reason for this choice was
membership. Planting grass at the river bank that leader A actively encouraged the villagers to
continued to satisfy the needs of feeding. The last make a group. Another reason was that leader A was
action that is still ongoing was the gathering of sheep assumed as the brave man in the hamlet. He typically
feces and selling it to the farmers in the upland area did not hesitate to release the opinion and statement
of Majalengka. for the deed. However, this characteristic later
became his weakness in the conflict between him and
The Change in Group Members the village apparatus. He made a choice that was
The Mekar Jaya Group experienced four contrary to the decision of the village head.
periods of change in size. The phase I group included Later, the group meeting was used to discuss
30 people (all of them were active members until any issue that the group faced, and this was
phase IV), the phase II group included 50 people encouraged by the BAU officer. He often used the
(consisting of 30 people of phase I and 20 new group meeting to deliver his knowledge and new
members, 12 of which became active members and 8 innovation to the members. The group meeting was
of which became inactive members), the phase III typically conducted monthly in leader A’s house.
group included 69 people (consisting of 30 people of The members of the group were the
phase I, 20 people of phase II and 19 new members Cangkring hamlet residents. Some people were
who became inactive and left the group in the latter invited by leader A, supported by the BAU officer to
phase) and the phase IV group included 34 people. build the group. They invited their neighbor, who was
These data were updated in 2011 as following. also involved in sheep husbandry, from a different
Data were collected in 2002, 2009, and 2011. neighborhood or Rukun Tetangga (RT). This
In 2002, 69 individuals (all members) were decision was based on the suggestion of the BAU
interviewed, and the units of analysis were group officer to increase the economic community. Of the
dynamics and the group communication network. In 6 RTs in the Cangkring hamlet, 4 RTs were chosen
2009, 42 people (phase IV group) were interviewed, because the residents were primarily farmers and
and the unit of analysis was group dynamics. In the husbandries. The other RTs’ residents were primarily
2009 data collection, the phase IV group included 39 vegetable traders and small shop traders. Then, 22
individuals, with 27 people from the phase I group husbandries met together and built the group. They
and 12 people from the phase II group. In 2011, 34 felt that the group was not complete without the
people (phase IV group) were interviewed, and the relationship with sheep traders. Thus, they also
unit analysis was the group communication network. invited 8 sheep traders in the hamlet to join. The final
This final membership in Phase IV included the membership totaled 30 people.
Phase I group (24 people) and the Phase II group (10 When the group cooperated with the BAU
people). Six members from phase I recently passed officer, several programs were planned in relation
away and 2 members from phase II are no longer with the aid, including planted trees. The group also
members, as they have moved to another village had a division of roles. The leader chose one

276
secretary and one treasurer to manage the project. triangles were built from non-reciprocal ties,
After they chose the leader, secretary and treasurer, including 1-4-5, 1-5-6, and 1-7-1, but these triangles
they chose the group location near an irrigation pool. were also connected with the main sub-graphs of
The group meeting (musyawarah) and the structure clique 1. Thus, they were included in clique 1. The
of the group demonstrate the flow of communication basis of clique formation was the RT. There were
in the group. four RTs (RT 03, RT 04, RT 05, RT 07) as the basis
The communication network feature in phase of clique formation.
I is shown by figure 1. Each node represents a The clique criteria were not completely
member. The leader A is node 1, the secretary is node satisfied perfectly. Of the three criteria, only two
9 and the treasurer is node 8. Figure 4 shows that criteria were fully satisfied. However, it was
there was no bridge in the network. The network was considered as one clique. Node 22 in clique 5 did not
stable. Figure 1 also shows that there were some stars satisfy the second clique criteria because the average
within the group. The stars are node 1, 8, 9, 22, and link was only 0.4. However, because it satisfied the
28. Focus group discussion revealed that all of these third criteria, it was included in clique 5.
nodes became the opinion leader in their sub groups. Every opinion leader was linked to the group
In phase I, the sub groups were informal. leader (node 1). This is clearly shown by the close
relationships among opinion leaders, which tend to
16
12
appear as a clique (node 1, 8, 9, 22, 28). It was easier
29
26
15
11

14 for the leader to coordinate with other members.


Every program in phase I (the returning of sheep and
25

28
27 8
13
23
the planting of trees) succeeded.
20

30 9
In 1995, there was a conflict between leader A and
24
10
22

21
village apparatus. The resulting group conflict led to a
1

17
succession of leadership.
3

4
7
19
The conflict between Leader A and the village
18

5 2
administrators was due to the plan to move the
6

location. Leader A, who was not liked by the village


Note: :RT 03 ; : RT 04 ; : RT 05; : RT 06 administrators, accused them of seeking a profit from
; the land used for housing. The village administrators
: non-reciprocal tie; realized that if the location of the stalls was moved to
: reciprocal tie a specific area, the group would receive aid from the
local government. The situation became complicated,
Fig 1. Communication Network in Phase I
and most of the members supported the plan to move.
Finally, the leader gave up but, he did not want to
continue as the leader because he did not want to be
There were four cliques in phase I’s network
viewed as a loser, and he nominated his replacement.
structure (refer to the criteria for cliques in the
However, he retained power in the group, and he
introduction):
remained active even after the conflict with the
1. Clique 1: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10
village administrators. He gave his position to the
2. Clique 2: 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16
secretary. This was the beginning of a new phase and
3. Clique 3: 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23
new network structure within the group.
4. Clique 4: 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30
Furthermore, from Table 3 to Table 6 it seen clearly
about total sheep industry which were produced in
Four cliques were constructed because there
group and sheep ownership of cut-points.
was a dyadic or reciprocal relationship (composition
of complete sub-graph) among some members and
IV.2 Communication Network in Phase II
separated with another member. One clique had the
The leader of phase II (leader B) continued
main complete of sub-graphs. The clique could
to lead the group after leader A resigned. Leader A
consist of the main complete of sub-graphs (e.g.,
gave his position to leader B (node 9) after the
clique 2, clique 3, and clique 4) or it could consist of
moving plan conflict. The location was moved to the
the main complete of sub-graphs and non-complete
land near the Cilutung river bank. Leader B began as
of sub-graphs because of non-reciprocal ties (e.g.,
leader after the members’ approval at the meeting.
clique 1). Clique 1 had main complete of sub-graphs.
In this phase, the friendship between leader
That is, the sub-graphs were built from the triangle 1-
B and the treasurer (node 8) became closer. Leader B
2-4, 1-2-3, 1-3-9, and 1-9-10. However, other
felt that the treasurer had more knowledge on

277
managing the group. Due to the treasurer’s The cliques were the following:
experience in group internships and close association 1. Clique 1: 1, 2, 3,4, 6, 7, 9
with a government officer, leader B and another 2. Clique 2: 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 39, 40, 41,
member often requested his suggestions. Through his 42, 43, 49, 50
mediation, the group accepted aid from the family 3. Clique 3: 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 44, 45,
planning coordination body (BKKBN). 46, 47, 48
In this period, the membership increased 4. Clique 4: 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
from 30 to 50 people. The additional individuals were 33, 34, 35, 36, 37, 38, 5, 10
invited by the members. Relative and friendship Figure 2 also displays that in-group
relations became the choice of consideration. All of communication flowed through the opinion leader.
the opinion leader in the group, including leader B, Nodes 8, 9, 22, and 28 helped leader B coordinate the
the secretary, and the treasurer, invited people from group. Node 1 also helped leader B. Although node 1
their neighborhood into the group. was not active in the management team, his opinion
38 was considered by those close to him. Therefore,
34

31
33
26 35
their close relationship appears as a clique. However,
32 29
37
27
36
48

47
a comparison of figure 2 and figure 1 shows that
30 25
24
5
23
20

17
46
figure 2 is less stable than figure 1. The chain of
4
10
28

9
22 21 communication became longer due to the increasing
1 18
2
3
8 15
19

44
45
group size.
6
13

7
40 16
39

42
43
14
11
12
Communication Network in Phase III
41 50
The period of phase II was only two years
49
(1995 – 1997). After the completion of the project,
the aid from BKKBN, the treasurer offered the group
Note: : RT 03; : RT 04; : RT 05; : RT 06; aid from the livestock office, Majalengka regency
: non-reciprocal tie; government. Leader B and the members accepted it.
: reciprocal tie At the same time, leader B suggested to the group that
the treasurer would be a proper leader. Leader B
Fig 2. Communication Network in phase II
considered himself as the interim leader from leader
A. The members accepted this change in leadership,
There were 5 stars in the network: nodes 1,
and the treasurer became the phase III leader, or
8, 9, 22, and 28. As shown in figure 2, there were 6
leader C.
cut-points in the new structure. These cut-points are
In phase III, the group accepted aid from
the blue nodes (node 14, 11, 13, 37, 27 and 46). They
livestock office of regency. In this period of aid, the
appeared when the membership increased and were
membership increased from 50 to 69 people. The
some of the individuals who invited new members
recruitment of new members was not as effective as
into the group. For example, node 46 invited node 47
was previously the case. In phase II, one of the
and node 13 invited node 42. All of the bridges in
considerations for recruitment was the position of
phase II were node-bridges. As previously stated, the
farmer or husbandry; however, in phase III, this
relative and friend relation became the consideration
position was not necessary to become a member.
by the members of the group. There were several
The goal covered the number that was requested by
reasons for this. First, it was easier to coordinate with
the aid.
them; second, there was a desire to help brothers and
To facilitate the distribution and use of aid, the
friends achieve a better life; and third, the priority
group divided into four formal subgroups. Each
was a farmer or husbandry.
subgroup had a sub leader that was the opinion leader
The increase in the member population
in the earlier phase. One sub-leader then became the
resulted in the increase in the clique member
group leader. He was the phase III leader (the sub-
population. The basis of clique formation remained
leader of subgroup 1). The sub-leader of subgroup 2
the RT. However, due to the new members invited by
was the phase II leader, and the sub-leader of
the cut-points, the clique member population
subgroup 3 was the phase IV leader. The sub-leader
increased. However, a shift occurred when two
of subgroup 4 never became the group leader. The
members of one RT became members of another
leader of phase I was not involved in group
clique (nodes 5 and 10 became members of another
management because he had another side job as
clique). This occurred because of their friendship
security in the sugar factory.
relationship.

278
Figure 6 shows the communication network Note: : RT 03 ; : RT 04 ; : RT 05 ; : RT 06
structure within the group. There were 11 cut-points ;
in the group: points 9, 14, 17, 22, 28, 29, 41, 50, 64, : non-reciprocal tie ;
66, and 67. This is an important position for an : reciprocal tie
individual because if they were omitted, the network
Fig.3. Communication Network in Phase III
would be disconnected.
after the conflict
Many free riders are clearly displayed in the
figure, such as nodes 31, 32, 37, and 38. They did
The basis of clique formation had shifted. In previous
not have a strong intention of being a group member.
phases, the basis was RT (phase I) and RT with
Figure 6 also shows the isolated members, node 55
expanded members (phase II). In phase III, the basis
and 65. They did not have a relationship with any of
was effectiveness of relationships. Friends who were
the other members. They were unskilled and less
not from the same RT were involved in the group.
motivated members, and none of them owned sheep.
The cliques were the following:
As membership increased, the centrality of
1. Clique 1: 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 24, 26, 27, 35,
the group dispersed. In addition, an internal conflict
36, 28, 25, 5, 37, 30, 31, 32, 38, 29, 34, 33
arose and made the condition worse than it had
2. Clique 2: 8, 9, 22, 15, 16, 19, 40, 39
previously been. At the end of the group phase, it was
3. Clique 3: 13, 39, 42, 22, 23, 21, 18, 44, 14,
difficult to maintain control, and members were
17, 58, 20, 45, 46, 56, 61, 48, 49, 47, 59, 43,
divided into several cliques.
54, 12, 60, 50, 41, 53, 11, 52, 64, 66, 51, 69,
Figure 6 demonstrates that node 9 and 22 had
63, 62, 68, 67, 57
the most reciprocated relationships with the other
The number of cliques was only three,
members. They were the leader of subgroups. Node
although there were four formal subgroups in the
9 was the leader of phase II, and node 22 was the
beginning of phase III. Clique 3 increased in size
leader of phase IV. These nodes became the stars.
after the conflict between leader A and leader C
Thus, the number of stars decreased from that in the
began, as the conflict resulted in the deterioration of
earlier phase because of the reduced power of the
the group. The conflict resulted in the decreased
opinion leader and the increased number of free
power of both leader C and leader A. Furthermore,
riders. These free riders were not active in the group.
Leader C gradually retreated from the group.
Nodes 9 and 22 were also clique-bridges that
Therefore, the clique of leader C dispersed, and most
connected two cliques, clique 2 and clique 3. This
of its members joined another clique, making a large
indicates that they had relationships with members
clique whose leader was node 22. This also happened
who were not in their clique. It also implies that they
in another clique. Node 28 (Sub-leader) could not
had a strong influence on the communication flow
maintain his clique after the conflict because of the
within the group. They had the ability to influence the
free riders; therefore, he and his followers joined
opinion of their clique members and other clique
another clique, which was led by node 9. The
members.
coordination among the opinion leaders was
Figure 6 also shows that only node 8, the sub
happened in clique 2 even the leader C (node 8)
leader, did not act as the bridge. He was the leader C.
tended to be inactive in the end of phase III.
The internal conflict began due to a conflict between
After the conflict, the collective action
the leader of phase I (node 1) and the leader of phase
implementation decreased. Practically, the action
III (node 8) concerning new member recruitment.
was selling the feces and gathering grass from the
river bank or remote locations. Arisan ended, and
55
47 group meetings were rarely held. If a group meeting
65

46 56 61
was held, the meeting leader was node 22, not node
48

58
45
8.
17 20

4
2
10 18
21
44

23
54
51 69
57
In phase III, the configuration of the
3

24
6

1
19 22
49

59
12
66 67 network was the least stable. There were genuine
7
35
27

36
26
9
8
16
14
60

11
62 63
68
cliques, which refer to clique theory in the
33
29 28

25
15
40
13

43
50
64

52
introduction, and followers who joined the cliques.
5

34 37 30 39
42
41

53
These followers were the free riders who became the
38

32
31
inactive members. The example of a genuine clique
is node 9, 7, 3, but they had many followers, thus
constituting clique 1.

279
In Table 5, it seen that in total, population of Note: : RT 03 ; : RT 04 ; : RT 05 ; : RT 06
sheep was continue to decrease. There was a ;
decreasing of sheep number in high and medium : non-reciprocal tie ;
category, then move to add the population in low : reciprocal tie
category. Furthermore, the number of inactive
Fig 4. Communication Network in Phase IV
member was upward. The economic crisis actually
reached its peak in this phase when the raise of fuel
has been implemented for the first time, therefore the There was one bridge in the network: node
member has beaten by the impact of its crisis. Beside 28. He was the clique-bridge that connected clique 3
the free riders or inactive members who did not spend with cliques 1 and 2. There were three cliques in
the loan to buy the sheep mother, some of active phase IV. Clique 1 was the largest, as it continued
members also use part of their money to fulfill their from the previous phase. There was also one clique
needs. that became smaller because it spread into two
cliques, that is, the clique with the leader node 9 and
IV.4 Communication Network in Phase IV the clique with the leader node 28. The cliques were
The leader of phase IV (leader D) was the following:
prepared by leader C to be the next leader. He was 1. Clique 1: 22, 19, 23, 15, 16, 17, 21, 18, 20,
the youngest among the sub-leaders. Leader C felt 58, 67, 59, 51, 14, 11, 50, 12, 51, 68, 53, 41
that it was the proper time for regeneration in the 2. Clique 2: 1, 2, 3, 7, 9
group. The other leadership consideration was a 3. Clique 3: 28, 10, 26, 5, 27, 30, 37, 25, 29
native villager of Cangkring hamlet, so there was no The basis of clique formation was the same
reason to doubt his intention towards the group. as that in phase III: the effectiveness of relationships.
Leader C was accused of not having good intentions Clique 2 became smaller than it had previously been.
in managing the group because he was not a native After the conflict and the group revitalization, the
villager in the hamlet. Leader C’s proposal of leader power of leaders A and B decreased. In contrast, the
D was supported by the opinion leaders. power of leader D increased from the end of phase
Leader D, with another sub-leader, revitalized III. In phase IV, there were also close relationships
the group. All of the active members were re- among the sub-leaders or opinion leaders, who
gathered. All of the inactive members, including the created a clique. These nodes were 9, 22 and 28.
free riders, were excluded from the group.
In phase IV, there was no new innovation in Centrality Degree of Network in the Group
the group’s collective action. The action continued The two main explanations of the results are
from the previous phase, such as planting grass and the communication network pattern and the centrality
selling feces. They accepted aid from the village degree of the network in each phase because the
government for sheep fattening with the same system group underwent four phases in its lifetime. The
as that in phase I. The project was completed in 2010. centrality degree is important in describing the
Figure 7 displays that three stars existed in effectiveness of the network chain within the group.
the network. They were nodes 9, 22, and 28.
Although node 28 experienced a decrease in power in Table 3. Centrality of network
phase III, he became a star again in phase IV due to Phase Phase Phase Phase
the group revitalization. The free riders were I II III IV
excluded from the group. Centr 34.73 19.13 15.28 32.58
ality
7

11
3
2
Degre
50
15
1
e
16

10
Source: Primary data, 2011
12

41
14
9
27 Table 3 shows that the centrality degree
51
5
fluctuated in value. In phase I, the centrality degree
22

53
19
28
26
value was the highest of all of the phases at 34.73%.
59 23
30
This indicates that there was no absolute power in the
37

67
21
29
25
group. There were also some opinion leaders in the
68

58
18
group besides the group leader (leader A); however,
17
20
the group leader coordinated with the opinion
leaders.

280
The centrality degree value decreased in There is a reciprocal relationship between
phase II due to the increased number of members the network and collective action. The network
demanded by the aid. However, the appearance of the changed in every phase, especially since phase II
cut-points (bridge lines) maintained the until phase IV. The network often changed to adjust
communication flow between the leaders and the to the program and make the program easier to
members. conduct. In contrast, some collective action was
The centrality degree continued to decrease carried out through adjustments in the existing
in phase III, when the membership continued to network. In relation with network basis, the value of
increase. It was deteriorated by the conflict between centrality degree was not affected because the main
leader A (leader of phase I) and leader C (leader of point of centrality degree is unity, not the basis of the
phase III). However, when the research was network.
conducted, the followers of these leaders decreased
from the earlier phase. Leader C and leader A ACKNOWLEDMENT
reduced their group activity. Thus, the power of Special thanks to Professor Takenori
another sub leader controlled the network within the Matsumoto, Supervising professor, who provided
group. much support, especially for his kindness and
The reduction of membership to revitalize willingness to intensively discuss the paper. I am also
the group increased the centrality degree in phase IV. thankful for the great support from the Directorate
Although the centrality value was smaller than that in General and Higher Education, Ministry of National
phase I, it was greater than that in phase II and III, Education of Indonesia, which provided financial aid
when the leader controlled the coordination within for the research.
the group. Although there was a change in the basis
of clique communication network structure from RT REFERENCES
to friendship or relative (clearly shown by phase I and Bavelas, A. (1950). Communication patterns in task-
phase IV as the climax), the centrality degree was oriented groups. J. Acoustical Soc. America
high due to unity of the group. It was no matter what 22, 725-730.
of the basis of clique formation. Borgatti, S.P., & Everett, M.G., (2006). A graph-
theoritic perspective on centrality. Social
CONCLUSION Networks 28, 466-484.
In each phase, the communication network Freeman, L.C. (2004). The Development of Social
pattern within the group changed. The pattern Network Analysis : A Study in the sociology
changed from a network without bridges, and then of Sciences. Vancouver, Canada:Empirical
connected through many bridges, to a network with Press.
only one bridge in the last phase. The existence of Knoke and Yang. (2008). Social Network Analysis :
bridges in the communication network within the Second Edition. California: Sage
group was very important. The nodes that had bridges Publications.
were the cut-points. If they did not remain in the Knox, H., Savage, M., & Pattison, P. (2006). Social
group, the network would have been broken. Some of Networks and the study of relations:
the cut-points were the sub-group leaders who later Networks as Method, metaphor and form.
became the group leader. They were an important key Economy and Society, 35, 113-140.
to delivering the group from phase II to phase III and Ognyanova, K., et al. (2010). Team assembly and
phase IV. scientific collaboration on nanoHub, Sunbelt
The position of the cut-point was also XXX: International Sunbelt Social Network
important to deliver the information from the leader Conference, Riva del Garda, Trento, Italy.
to the members especially, when the number Rogers and Kincaid. (1981). Communication
increased. As the membership increased, the Network : Toward a New Paradigm for
centrality in network decreased. The centrality value Research. New York: The Free Press, A
decreased from phase I to phase III, and then rose Division of Macmillan Publishing Co., Inc.
again in phase IV, when membership was reduced. In Scott, John. (1991). Social Network Analysis : A
term of sheep ownership, the population of sheep handbook, Second Edition. London: Sage
which owned by the star has experienced the Publications.
fluctuation. Peak performance of sheep population Sulaksana, Jaka. (2011). The Process of Motivational
has reached in phase I, then decreased and reached change Process in Farmer’s Groups : A case
peak declining in phase III. It was upward again in Study in West Java Province. Journal of
phase IV. Applied Sciences. volume 11, number 14,

281
2500-2512, 2011.
Takacs, Karoly., Janky, Bela., Flache, Andreas.
(2008). Collective Action and Network
Change. Social Networks 30 ,177-189.

282
Analisis Keputusan Berkunjung Serta Kepuasan Konsumen Agrowisata
Cilangkap
The Analysis on Decision to Visit and Customer Satisfaction at Cilangkap Agrotourism
Efrizal Saputra1*, Tuti Karyani1, M.Gunardi Judawinata1
1
Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Agrowisata Cilangkap merupakan salah satu agrowisata di Provinsi DKI Jakarta yang
memilki potensi untuk dikembangkan. Munculnya persaingan antar agrowisata di
Jakarta membuat Agrowisata Cilangkap perlu mengetahui keinginan dan kebutuhan
Kata Kunci: konsumen untuk mempertahankan konsumennya dan penetapan strategi kedepannya.
Agrowisata Cilangkap Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi Agrowisata Cilangkap, proses
Keputusan Konsumen keputusan berkunjung, dan kepuasan konsumennya. Desain penelitian yang digunakan
Kepuasan Konsumen adalah desain kuantitatif yang didukung desain kualitatif dengan jumlah responden 70
orang. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, analisis crosstab,
analisis Importance Performance, dan analisis Customer Satisfaction Index. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) Agrowisata Cilangkap menerapkan sistem free
entrance serta memiliki fasilitas kebun bibit dan hidroponik center sebagai daya tarik.
Konsumennya dominan laki-laki, berdomisili di Jakarta dan bekerja sebagai pegawai
swasta (2) Motivasi konsumen berkunjung yaitu rekreasi dan memutuskan berkunjung
ke Agrowisata Cilangkap karena alasan kemudahan mencapai lokasi (3) Konsumen
masuk dalam kategori cukup puas terhadap kualitas pelayanan jasa Agrowisata
Cilangkap.

ABSTRACT

Cilangkap Agrotourism is one of agrotourisms in Jakarta which has the potential to


be developed. The emergence of competition among agrotourisms in Jakarta makes
Cilangkap Agrotourism need to obtain the knowledge of the desires and needs of
consumers to retain its customers and to determine the future strategy. This research
Keywords: aims to know the condition of Cilangkap Agrotourism, the decision process to visit,
Cilangkap Agrotourism and customer satisfaction. The design of this research is quantitative design and
Consumer Decision supported by qualitative design with 70 respondents. This research uses descriptive
Customer Satisfaction analysis method, crosstab analysis, Importance Performance analysis, and Customer
Satisfaction Index analysis. The results show that (1) Cilangkap Agrotourism applies
free entrance system and has seed farm facility and hydroponic center as the attraction.
The visitors are mainly male, having the domicile in Jakarta and working as private
employees (2) Consumers visit motivation is for leisure and the reason to visit because
of easy access to the location (3) Visitors are categorized into fairly satisfactory with
the service quality of Cilangkap Agrotourism

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: efrizalputraa@gmail.com

283
PENDAHULUAN Jakarta, yaitu 66.233 ha. Padahal Undang-Undang
Indonesia sebagai negara agraris dimana No. 26 Tahun 2007 mensyaratkan bahwa sebuah kota
sektor pertanian merupakan salah satu sumber harus memiliki RTH minimal sebesar 30% dari total
penting perekonomian nasional. Indonesia sebagai luas kota secara keseluruhan .
negara agraris juga dapat dilihat dari sebaran tenaga Keterbatasan lahan hijau di Jakarta
kerja nya yang mengandalkan sektor pertanian menjadikan kota ini menerapkan konsep pertanian
sebagai mata pencahariannya. Menurut data Survei kota atau urban farming yang memanfaatkan lahan
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), tenaga kerja di hijau yang tersedia untuk dijadikan areal pertanaman
sektor pertanian pada tahun 2013 mencapai 35,16%. pertanian. Hal utama yang menyebabkan munculnya
Selain sektor pertanian, kekayaan alam yang aktivitas ini adalah upaya memberikan kontribusi
melimpah serta beragam jenis budaya di Indonesia pada ketahanan pangan, menambah penghasilan
menjadikan negara ini memiliki potensi besar untuk masyarakat sekitar juga sebagai sarana rekreasi dan
mengembangkan sektor pariwisata. Peluang hobi (Enciety, 2011). Kepadatan penduduk yang
pengembangan sektor pariwisata juga dapat dilihat tinggi di Kota Jakarta dengan segudang kegiatannya
dari minat wisatawan domestik maupun wisatawan menimbulkan kebutuhan akan ruang hijau atau
mancanegara yang mengunjungi objek-objek wisata kawasan pertanian sebagai tujuan wisata untuk
di Indonesia. Data kunjungan wisatawan domestik melepas penat. Agrowisata di Jakarta dapat dijadikan
dan wisatawan mancanegara yang mengunjungi usaha diversifikasi dari konsep pertanian kota yang
Indonesia bisa dilihat pada Tabel 1. nantinya akan dinikmati penduduk Jakarta.
Tabel 1. Data Kunjungan Wisatawan Domestik dan Melihat peluang tersebut Dinas Kelautan
Mancanegara ke Indonesia Pada Tahun 2011-2013 Pertanian dan Ketahanan PanganProvinsi DKI
Jenis Wisatawan Data Kunjungan (orang)
2011 2012 2013
Jakarta sebagai instansi pertanian menawarkan kebun
Domestik 236.752.000 245.290.000 250.036.000 pertaniannya yang disulap menjadi wisata agro yaitu
Mancanegara 7.649.731 8.044.462 8.802.129 Agrowisata Cilangkap sebagai alternatif pilihan
Sumber: Pusdatin Kemenparekraf dan BPS (2014) agrowisata di Jakarta. Agrowisata ini berlokasi di
Setiap daerah di Indonesia memiliki potensi Jalan Raya Cilangkap No. 45 Kelurahan Cilangkap,
dan keunggulan pariwisata nya masing-masing Jakarta Timur.
termasuk Provinsi DKI Jakarta. Jakarta yang Perkembangan agrowisata di daerah Jakarta
merupakan ibukota negara Republik Indonesia dan sekitarnya menimbulkan persaingan yang ketat
sekaligus kota metropolitan yang luas dan besar diantara sesama pengusaha agrowisata. Terdapat
dengan populasi penduduknya yang ramai dan cukup beberapa agrowisata di Jakarta seperti Taman
padat. Anggrek Indonesia Permai dan Taman Anggrek
Seiring dengan perkembangan zaman, Ragunan dengan keunggulan produk dan fasilitasnya
pengetahuan dan pola pikir wisatawan semakin masing-masing. Melihat posisi Agrowisata
berkembang serta bergerak secara dinamis. Cilangkap yang masih berkembang ini, nampaknya
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan konsumen belum menjadi suatu hal yang penting
pentingnya lingkungan alam menjadikan preferensi untuk diperhatikan bagi Agrowisata Cilangkap.
serta motivasi wisatawan juga berkembang. Padahal konsumen merupakan unsur penting dalam
Maraknya slogan-slogan seperti back to nature usaha wisata termasuk agrowisata. Perilaku
ataupun go green saat ini telah mengubah konsumen dalam berkunjung dapat dijadikan bahan
kecenderungan dan motivasi wisatawan dengan evaluasi dan strategi pengembangan suatu agrowisata
menikmati obyek-obyek wisata bernuansa alam ke depannya.
dengan keindahan pemandangan alamnya, udaranya Dengan harapan adanya peningkatan
yang sejuk serta berkaitan dengan pertanian modern. pengunjung, meningkatkan daya tarik pengunjung
Preferensi tersebut merupakan signal terhadap untuk menikmati fungsi edukasi, Agrowisata
meningkatnya permintaan akan wisata agro atau Cilangkap perlu memahami proses keputusan
agrowisata dan menjadikan obyek wisata jenis ini konsumen berkunjung baik dilihat dari proses
menjadi trend di masyarakat. pengambilan keputusan saat akan berkunjung dan
Agrowisata di Jakarta juga dapat berperan kepuasan konsumen setelah berkunjung yang dapat
sebagai ruang terbuka hijau dan daerah resapan air mendorong konsumen untuk melakukan kunjungan
yang harus dipertahankan dan dikembangkan. Dinas ulang. Dalam upaya mempertahankan dan terus
Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mencatat, menarik perhatian konsumen, pihak Agrowisata
selama kurun waktu 2001 hingga 2012, luas ruang Cilangkap dapat mencari tahu apa yang diinginkan
terbuka hijau (RTH) di Ibu Kota hanya 2.718,33 ha. dan apa yang dibutuhkan konsumen sehingga jumlah
Angka ini sama saja dengan 10% dari total luas DKI konsumen dapat terus meningkat dan memiliki daya

284
saing jangka panjang untuk usaha agrowisata. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan alat bantu kuesioner yang berisi
KERANGKA TEORI/ KERANGKA KONSEP pertanyaan yang terdiri dari variabel-variabel yang
Agrowisata Cilangkap merupakan salah satu berkaitan dengan penelitian serta dengan
agrowisata di Provinsi DKI Jakarta yang mengobservasi dan melakukan wawancara.
menawarkan kebun pembibitan dan hidroponiknya Analisis dalam penelitian ini menggunakan
kepada konsumen. Sebagai agrowisata yang masih analisis deskriptif, crosstab, Importance Performance
dan terus berkembang, Agrowisata Cilangkap Analysis serta analisis Customer Satisfaction Index.
memiliki berbagai fasilitas yang ditawarkan kepada 1) Analisis Deskriptif
konsumen. Analisis deskriptif digunakan untuk
Untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan mendeskripsikan kondisi Agrowisata Cilangkap,
konsumen, maka perlu dilakukan survey konsumen. karakteristik pengunjung, dan keputusan konsumen
Melalui survey konsumen, maka pihak Agrowisata berkunjung ke Agrowisata Cilangkap. Analisis
Cilangkap dapat mengetahui bagaimana keputusan Deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran
konsumen berkunjung ke Agrowisata Cilangkap dan secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-
bagaimana kepuasan konsumen terhadap kualitas fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang
pelayanan yang diberikan oleh Agrowisata diselediki.
Cilangkap. 2) Analisis Crosstab
Proses keputusan konsumen berkunjung ke Analisis Crosstab merupakan ringkasan data
Agrowisata Cilangkap dianalisis menggunakan dua variabel dalam satu tabel. Tabulasi silang mampu
analisis deskriptif. Ada lima tahapan yang akan menjelaskan keterkaitan antar variabel. Variabel
dianalisis yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian yang dianalisis menggunakan tabulasi silang ada
informasi, evaluasi alternatif, keputusan berkunjung, antara variabel karakteristik responden dengan
dan evaluasi pasca berkunjung. Dalam pengambilan variabel keputusan konsumen.
keputusan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor 3) Importance Performance Analysis (IPA)
perbedaan individu, dan faktor psikologis. Analisis IPA dapat digunakan untuk
Kepuasan konsumen terhadap kualitas membandingkan antara nilai harapan konsumen
pelayanan Agrowisata Cilangkap dianalisis terhadap kinerja suatu produk/jasa. Dalam kerangka
menggunakan Analisis Importance dan Performance analisis tingkat kepentingan dan kinerja, ada
serta Analisis Customer Satisfaction Index. Analisis beberapa analisis yang dapat digunakan yaitu analisis
IPA membandingkan antara nilai harapan konsumen tingkat kesesuaian dan analisis kuadran.
dan nilai kinerja dari Agrowisata Cilangkap. Analisis 4) Customer Satisfaction Index (CSI)
CSI untuk pengukuran indeks kepuasan konsumen. Analisis CSI digunakan untuk melihat tingkat
Atribut yang akan dinilai merupakan kualitas kepuasan konsumen secara menyeluruh. Pengukuran
pelayanan yang terdiri dari dimensi bukti fisik terhadap indeks kepuasan pelanggan diperlukan
(tangible), dimensi keandalan (reliability), dimensi karena dapat digunakan sebagai acuan untuk
daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), menentukan sasaran-sasaran di tahun-tahun
dan empati (emphaty). mendatang. Cara menghitung indeks kepuasan
pelanggan adalah: Cara menghitung indeks kepuasan
METODE PENELITIAN pelanggan adalah: 1) Menghitung weighted factor
Penelitian ini dilaksanakan di Agrowisata yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan
Cilangkap yang terletak di Jalan Raya Cilangkap No. menjadi angka persen, sehingga didapatkan total
45 Kelurahan Cilangkap, Jakarta Timur.Desain weighting factor 100%; 2) Menghitung weighting
penelitian ini menggunakan desain penelitian score, yaitu nilai perkalian antara nilai rata-rata
kuantitatif dan desain kualitatif dengan metode tingkat kinerja dengan weighting factor; 3)
survey. Dalam mengambil responden, penelitian ini Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan
menggunakan pendekatan probability sampling di weighted score dari semua atribut; 4) Menghitung
mana teknik ini memberi peluang yang sama bagi satisfaction index, yaitu weighted total dibagi skala
setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi maksimal yang digunakan (dalam penelitian ini skala
anggota sample. Teknik sampling yang dipilih adalah maksimum yang digunakan adalah 5) kemudian
systematic sampling dimana pengambilan sampel dikali 100%.
berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah Adapun indikator untuk mengukur kriteria
diberi nomor urut (Sugiyono, 2012). Banyak kepuasan konsumen adalah sebagai berikut:
responden dalam penelitian ini yaitu 70 orang.

285
Tabel 2. Kriteria Indeks Kepuasan Konsumen Guna mendukung analisa dan tampilan hasil,
Nilai CSI Kriteria CSI maka diperkenankan menggunakan gambar ataupun
0,81 – 1,00 Sangat Puas tabel dengan ketentuan sebagai berikut.
0,66 – 0,80 Puas
0,51 – 0,65 Cukup Puas
0,35 – 0,50 Kurang Puas
0,00 – 0,34 Tidak Puas
Sumber: Sukardi dan Cholidis (2006)

HASIL DAN PEMBAHASAN


1) Gambaran Umum Tempat Penelitian Gambar 1. Denah Lokasi Agrowisata Cilangkap
a. Sejarah dan Perkembangan
Pada tahun 1983-1984 kawasan Agrowisata 2) Deskripsi Kondisi Agrowisata Cilangkap
Cilangkap merupakan tempat pembuangan sampah a. Gambaran kondisi
(TPS) di daerah Cilangkap. Setelah tahun 1984 Agrowisata Cilangkap memiliki daya tarik
sampai tahun 2000 kawasan tersebut dilimpahkan wisata kebun hidroponik dimana terdapat tanaman
kepada pemerintah (dinas pertanian) menjadi lahan kangkung, bayam hijau, dan bayam merah yang
pertanian (persawahan) yang merupakan salah satu dibudidayakan tanpa media tanah atau menggunakan
kawasan central padi di Jakarta. media air di dalam greenhouse dan juga danau buatan
Pada tahun 2000 tanaman padi dipindahkan yang cukup luas dan dikelilingi jogging track.
semua ke kebun daerah Jakarta Utara dan di kebun Agrowisata Cilangkap juga memiliki daya tarik
Cilangkap mulai dibudidayakan bibit buah dan aktivitas pertaniannya yaitu sistem hidroponik
sayuran. Pada tahun 2001 kawasan tersebut dijadikan maupun pembibitan tanaman sebagai wisata edukasi
agrowisata dengan penambahan fasilitas penunjang pertanian.
dan danau buatan. Agrowisata Cilangkap dikelola Agrowisata Cilangkap yang terletak dipinggir
oleh UPT Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Jalan Raya Cilangkap dapat dengan mudah diakses
Tanaman dibawah Dinas Kelautan Pertanian dan pengunjung baik dengan kendaraan pribadi maupun
Ketahanan Pangan.Pada tahun 2007 Agrowisata kendaraan umum (Angkot KWK T02 dan KWK
Cilangkap membangun kawasan Hidroponik Center T14). Agrowisata Cilangkap memiliki berbagai
Cilangkap dengan fasilitas greenhouse. fasilitas untuk pengunjungnya seperti kantor
pengelola, kebun bibit, rumah tanaman, RM Agro,
b. Keberadaan danau buatan, playground, gazebo, mushola,
Agrowisata Cilangkap berada di Jalan Raya hidroponik center, greenhouse, dan packing house.
Cilangkap No.45, Kelurahan Cilangkap, Kecamatan
Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur, Provinsi DKI
Jakarta. Agrowisata Cilangkap memiliki luas lahan
secara keseluruhan ± 19,5 hektar.
Lokasi Agrowisata Cilangkap berada ± 1,6 km
dari Markas Besar TNI dan ± 7 km dari Bumi
Perkemahan Cibubur (Jambore). Agrowisata
Cilangkap juga berada ± 6,4 km dengan jalan tol
lingkar luar Jakarta dan Taman Mini Indonesia Indah.
Kawasan ini mudah dijangkau karena terletak di
pinggir Jalan Raya Cilangkap dan dilalui oleh
kendaraan umum.pada bagian ini bisa juga
menggunakan nama lain yang relevan dengan topik Gambar 2. Denah Fasilitas Agrowisata
tulisan berisi temuan-temuan, analisis dan Cilangkap
pembahasan serta interpretasi terhadap data.
Umumnya memuat hasil penelitian berupa temuan Agrowisata Cilangkap dikelola oleh UPT
dan hasil analisis dalam berbagai bentuk dan Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman
berhubungan dengan masalah. Pembahasan berisi dan berada dibawah Dinas Kelautan Pertanian dan
hasil penelitian/hasil pemikiran berdasarkan Ketahanan Pangan. Bapak Amit sebagai PJ Kebun
kerangka yang digunakan. Bibit memiliki 12 staff yang terdiri dari 6 PHL, 4
security, dan 2 cleaning service. Sedangkan Bapak

286
Sidik sebagai PJ Kebun Hidroponik memiliki 10 staff
yang terdiri dari 7 PHL, 2 security, dan 1 cleaning Tabel 3. Karakteristik Konsumen
service. Identitas n Presentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 43 61%
b. Gambaran Bauran Pemasaran Perempuan 27 39%
Produk berupa barang meliputi berbagai Usia
tanaman buah, tanaman hias, maupun tanaman 19-29 32 46%
pelindung yang ada di kebun bibit serta tanaman 30-40 26 37%
41-51 11 16%
sayuran buah dan sayuran daun yang ada di kebun 52-62 1 1%
hidroponik. Tanaman yang paling yaitu komoditas Pernikahan
buah mangga dan rambutan yang merupakan Menikah 47 67%
tanaman produktif dan memiliki nilai ekonomi cukup Belum 23 33%
tinggi. Produk berupa jasa meliputi atraksi edukasi Domisili
Jakarta 64 92%
pertanian dimana pengunjung dapat berkeliling Jawa Barat 4 6%
kebun serta kunjungan lapangan untuk belajar sistem Jawa Tengah 1 1%
hidroponik. Jawa Timur 1 1%
Pendidikan
SD 1 1%
SMP 2 3%
SMA 25 36%
Diploma 10 14%
Sarjana 30 43%
Pasca Sarjana 2 3%
Pekerjaan
Gambar 3. Hidroponik Center Agrowisata Cilangkap PNS 6 9%
TNI/POLRI 1 1%
Agrowisata Cilangkap belum mengenakan
Dosen/Guru 5 7%
harga tiket masuk atau free entrance karena belum Pegawai Swasta 22 32%
adanya Perda Distribusi untuk pengunjung. Untuk Wiraswasta 9 13%
segmentasi, Agrowisata Cilangkap membidik semua Pelajar/Mahasiswa 12 17%
kalangan dengan berasaskan pada pelayanan dan Lainnya 15 21%
Penghasilan (Rp)
penyuluhan kepada masyarakat. Agrowisata 0 23 33%
Cilangkap juga melakukan penetapan harga bibit 1-2.500.00 9 13%
tanaman Rp 15.000,- (tinggi tanaman 50 cm) dan Rp 2.500.001-5.000.000 26 37%
20.000,- (tinggi tanaman 100 cm). 5.000.001-7.500.000 3 4%
Agrowisata Cilangkap sebagai sebuah objek 7.500.001-10.000.000 8 12%
> 10.000.000 1 1%
agrowisata berada di lokasi yang cukup strategis
dimana berada cukup dekat dengan Mabes TNI dan
4) Analisis Keputusan Konsumen Berkunjung ke
Perkemahan Bumi Cibubur serta Taman Mini
Agrowisata Cilangkap
Indonesia Indah dan juga jalan tol lingkar luar Jakarta
Proses keputusan berkunjung dimulai dari
sehingga memberikan keuntungan tersendiri untuk
tahap pengenalan kebutuhan dengan motivasi yaitu
usaha promosi yang dijalankan.
rekreasi, mencari manfaat refreshing. Tahap
Agrowisata Cilangkap melakukan kegiatan
pencarian informasi melalui teman/pasangan dengan
promosi secara langsung melalui beberapa event
fokus berupa kemudahan mencapai lokasi. Tahap
yang dihadiri dan promosi tidak langsung melalui
evaluasi alternatif dengan atribut yang
internet, artikel, dan brosur yang ada di perpustakaan
dipertimbangkan yaitu lokasi dan Agrowisata
BBI (Balai Benih Induk) Jakarta.
Cilangkap menjadi prioritas. Tahap keputusan
dengan alasan kemudahan mencapai lokasi, cara
3) Karakteristik Konsumen Agrowisata Cilangkap
memutuskan terencana dari rumah, dipengaruhi diri
Karakteristik konsumen Agrowisata
sendiri, menggunakan motor, berkunjung bersama
Cilangkap dominan berjenis kelamin laki-laki,
keluarga, berkunjung saat waktu luang, dan frekuensi
berusia 19-29 tahun, sudah menikah, berdomisili di
kunjungan sudah yang keempat/lebih. Tahap evaluasi
Jakarta, memiliki pendidikan terakhir sarjana,
pasca berkunjung dengan pengunjung merasa puas,
bekerja sebagai pegawai swasta, dan memiliki
niat melakukan kunjungan ulang, harga tidak
penghasilan Rp 2.500.001 – Rp 5.000.000. Data
mempengaruhi kunjungan, dan fasilitas yang
karakteristik konsumen seara umum dapat dilihat
diharapkan kedepannya yaitu toilet.Proses keputusan
pada Tabel 3.

287
konsumen berkunjung dapat dilihat secara lengkap 1 Kelengkapan Fasilitas 79%
pada Tabel 4. 2 Kenyamanan Tempat 84%
Tabel 4. Proses Keputusan Konsumen 3 Keindahan Panorama 92%
Tahap Jawaban 4 Perhatian Pegawai 79%
1. Pengenalan Kebutuhan 5 Kecepatan Pegawai 78%
 Motivasi berkunjung Rekreasi 6 Kesiapan dan Kesediaan 79%
 Manfaat yang dicari Refreshing Pegawai
 Keterlibatan perasaan Biasa saja 7 Keahlian Pegawai 74%
2. Pencarian Informasi 8 Keramahan Pegawai 87%
 Sumber informasi Teman/pasangan 9 Pegawai Memahami 76%
 Fokus perhatian informasi Kemudahan mencapai Kebutuhan dan Harapan
lokasi Pengunjung
3. Evaluasi Alternatif
 Atribut yang Lokasi b. Analisis Kuadran
dipertimbangkan
 Prioritas Agrowisata Ya
Atribut yang terletak di kuadran II
Cilangkap merupakan kekuatan perusahaan yaitu atribut
4. Keputusan Berkunjung kelengkapan fasilitas, kenyamanan tempat, keindahan
 Alasan berkunjung Kemudahan mencapai panorama, dan keramahan pegawai. Atribut tersebut
 Cara memutuskan lokasi dianggap penting bagi konsumen dan kinerja nya
berkunjung Terencana
 Yang mempengaruhi
sudah memuaskan. Atribut tersebut harus
berkunjung Diri sendiri dipertahankan kinerjanya oleh Agrowisata Cilangkap.
 Alat transportasi Atribut yang terletak di kuadran III
 Teman berkunjung Motor merupakan prioritas rendah perusahaan yaitu
 Ketersediaan waktu Keluarga
perhatian, kecepatan, kesiap-sediaan, keahlian, dan
 Frekuensi berkunjung Saat waktu luang
Empat kali atau lebih empati pegawai. Atribut tersebut dianggap kurang
5. Evaluasi Pasca Berkunjung penting pengaruhnya bagi konsumen dan pada
 Kepuasan konsumen kenyataannya pelaksanaan atribut tersebut juga biasa
 Niat melakukan kunjungan Puas saja dan belum memenuhi harapan konsumen. Atribut
ulang Ya
 Pengaruh kenaikan harga
tersebut harus ditingkatkan kinerjanya. Analisis
 Fasilitas yang diharapkan Tidak kuadran kualitas pelayanan jasa Agrowisata
Toilet Cilangkap dapat dilihat pada Gambar 4.

5) Analisis Kepuasan Konsumen Agrowisata


Cilangkap

a. Tingkat Kesuaian
Tingkat kesesuaian yang paling tinggi yaitu
atribut keindahan panorama. Konsumen yang merasa
puas menilai bahwa view dari pemandangan di
Agrowisata Cilangkap memanjakan mata seperti
banyaknya pepohonan dan beragam tanaman seperti
pohon mangga, rambutan, dan durian serta danau
buatan yang dikelilingi jogging track. Selain itu Gambar 4. Grafik Analisis Kuadran Atribut Kualitas Pelayanan
dengan adanya tanaman kangkung dan bayam Jasa Agrowisata Cilangkap
hidroponik menambah keindahan alam di
Agrowisata Cilangkap. c. Analisis CSI
Tingkat kesesuaian yang paling rendah yaitu Hasil dari perhitungan Customer Satisfaction
atribut keahlian pegawai. Konsumen mengharapkan Index dapar dilihat pada Tabel 6.
adanya pegawai khusus guide yang memiliki
kehalian dibidangnya karena Agrowisata Cilangkap
belum memiliki pegawai khusus guide sehingga
setiap pegawai memiliki tugas juga sebagai guide
untuk pengunjung. Nilai tingkat kesesuaian secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Tingkat Kesesuaian
No Atribut Tingkat Kesesuaian
(TKi)

288
Tabel 6. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index
No Atribut Rata-rata Skor Weighting Rata-rata Skor Weighted
Kepentingan Factor Kinerja Score
1 Kelengkapan Fasilitas 3,68 0,12 2,9 0,35
2 Kenyamanan Tempat 3,51 0,11 2,96 0,32
3 Keindahan Panorama 3,44 0,11 3,17 0,35
4 Perhatian Pegawai 3,18 0,1 2,52 0,25
5 Kecepatan Pegawai 3,28 0,11 2,55 0,28
6 Kesiapan dan 3,38 2,67 0,29
0,11
Kesediaan Pegawai
7 Keahlian Pegawai 3,41 0,11 2,51 0,28
8 Keramahan Pegawai 3,6 0,12 3,14 0,38
9 Empati Pegawai 3,3 0,11 2,51 0,28
Jumlah Total 30,78 1,00 24,93 2,78

pengetahuan Agrowisata Cilangkap belum


Total Weighted Score sepenuhnya dapat menjawab kebutuhan dan
𝐶𝑆𝐼 = x 100% keinginan mereka. Hal tersebut dikarenakan
Maximum Scale
Agrowisata Cilangkap masih belum mengoptimalkan
2,78 fasilitas edukasi pertaniannya. Hal tersebut juga
𝐶𝑆𝐼 = x 100%
5 didukung dari beberapa pernyataan konsumen yang
mengharapkan adanya penambahan fasilitas edukasi
𝐶𝑆𝐼 = 55,6% pertanian seperti taman edukasi yang dapat dijadikan
tempat praktek langsung konsumen untuk menanam,
Hasil perhitungan menunjukkan nilai CSI memelihara, dan memanen hasil pertanian.
sebesar 0,556 atau 55,6%. Nilai tersebut berada
diantara nilai 0,51-0,65 yang berarti masuk dalam PENUTUP
kategori cukup puas. Secara umum konsumen sudah Bagian Dari hasil penelitian yang telah
mencapai tingkatan cukup puas terhadap atribut dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
kualitas pelayanan Agrowisata Cilangkap. 1. Agrowisata Cilangkap dikelola oleh UPT Pusat
Agrowisata Cilangkap harus dapat meningkatkan Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman
kinerjanya agar konsumen dapat merasa puas bahkan dibawah Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan
sangat puas dimasa yang akan datang. Jika Pangan. Agrowisata Cilangkap menerapkan sistem
dihubungkan dengan hasil analisis IPA, nilai CSI free entrance serta memiliki fasilitas kebun bibit dan
yang masih dibawah kategori puas dapat disebabkan hidroponik center sebagai daya tarik. Agrowisata
oleh atribut yang berada pada kuadran III yaitu Cilangkap terletak diposisi yang cukup strategis dan
perhatian pegawai, kecepatan pegawai, kesiap- dilewati kendaraan umum. Konsumen Agrowisata
sediaan pegawai, keahlian pegawai, dan empati Cilangkap dominan laki-laki, berdomisili di Jakarta
pegawai. Atribut tersebut harus ditingkatkan dan bekerja sebagai pegawai swasta.
kinerjanya agar bisa menjadi prioritas seperti atribut 2. Motivasi konsumen berkunjung yaitu rekreasi dan
yang ada di kuadran II. Untuk atribut yang ada di memutuskan berkunjung ke Agrowisata Cilangkap
kuadran II meliputi kelengkapan fasilitas, karena alasan kemudahan mencapai lokasi.
kenyamanan tempat, keindahan panorama, dan Konsumen berkunjung bersama keluarganya
keramahan pegawai harus dipertahankan kinerjanya. menggunakan kendaraan motor yang sudah
Jika dihubungkan dengan keputusan direncanakan dari rumah. Konsumen akan
berkunjungnya, nilai CSI yang masih berada dibawah melakukan kunjungan ulang dan tidak terpengaruh
kategori puas juga dapat dijelaskan karena adanya kenaikan harga di masa yang akan datang. Fasilitas
perbedaan motivasi konsumen saat berkunjung. yang paling diharapkan konsumen yaitu toilet.
Konsumen yang memiliki motivasi rekreasi 3. Konsumen masuk dalam kategori cukup puas
menyatakan Agrowisata Cilangkap sudah memenuhi terhadap kualitas pelayanan jasa Agrowisata
kebutuhan mereka dengan adanya berbagai fasilitas Cilangkap dengan atribut yang paling sesuai yaitu
yang ditawarkan dan harga yang terjangkau. Jika keindahan panorama dan atribut yang paling tidak
dilihat dari motivasi konsumen yang ingin mencari sesuai yaitu keahlian pegawai. Agrowisata Cilangkap

289
memiliki kekuatan di atribut kelengkapan fasilitas, International Multidisciplinary Journal Of
kenyamanan tempat, keindahan panorama, dan Tourism. Vol 4, p. 145-161.
keramahan pegawai. Selain itu Agrowisata
Diana, Marin; Petroman I; Popescu M; Petroman
Cilangkap memiliki prioritas rendah di atribut
Cornelia; Josim Iasmina; Ciolac Ramina;
perhatian pegawai, kecepatan pegawai, kesiap-
Dumitrescu Carmen dan Lozici Ana. 2013.
sediaan pegawai, keahlian pegawai, dan empati
“Factors That Influence Consumer Of Rural and
pegawai. ini berisi Kesimpulan dan Saran atau
Farm Tourism Behavior”. Lucrări Ştiinţifice.
Rekomendasi berkaitan dengan tujuan tulisan yang
Vol. 4, p. 81-85.
dikemukakan pada bagian pendahuluan. Pada bagian
akhir penutup bisa ditambahkan Implikasi Kebijakan Dr. Graham A. Miller. 2012. “Consumerism in
atau konsekuensi yang ditimbulkan dari penerapan Sustainable Tourism : A Survey of UK
atas kesimpulan dan saran yang dituliskan. Consumers”.
Gulid, Nak; Aurathai Lertwannawit dan Rattana
Adapun saran dari hasil penelitian yang telah Saengchan. 2010. “Tourist Consumer Behaviour
dilakukan sebagai berikut: and Destination Positioning for Chainat
1. Pengelola Agrowisata Cilangkap sebaiknya Province”. EABR & ETLC Conference
melakukan perbaikan dan perawatan fasilitas toilet Proceedings. p. 1-9.
seperti meningkatkan frekuensi pembersihan agar
pengunjung lebih nyaman. Hanspari, Christ. 2013. Analisis Prioritas Strategi
2. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan dan Bauran Pemasaran Pada Agrowisata Cilangkap.
mengoptimalkan fungsi edukasi pertanian, sebaiknya Skripsi. Jatinangor : Fakultas Pertanian.
pengelola Agrowisata menambah atraksi wisata Universitas Padjadjaran.
pertanian seperti taman edukasi pertanian dimana Harikusmawan, Gusti Bagus Darma dan Kastawan
konsumen dapat melakukan kegiatan bertani Mandala. 2014. Faktor-Faktor Yang
(menanam, menyiram, dan panen). Mempengaruhi Keputusan Wisatawan
3. Pengelola Agrowisata Cilangkap sebaiknya Menginap di Villa Akasha Beach Estate
mengadakan event rutin yang dapat dijadikan ciri Kerobokan Badung. p. 1182-1196.
khas seperti event terkait pengenalan sistem
hidroponik dengan harapan dapat diterapkan Hartawan, Tony. 2013. Ruang Terbuka Hijau 10
masyarakat. Event tersebut nantinya juga dapat Persen Dari Luas Jakarta. http://www.tempo.co
dijadikan ajang promosi. (Diakses pada tanggal 6 Maret 2015).
4. Agrowisata Cilangkap sebaiknya memiliki Hawkins, Del I dan David L. Mothersbaugh. 2013.
pegawai khusus guide untuk pengunjung sehingga Consumer Behaviour Building Marketing
tidak ada pegawai yang double jobdesc. Untuk Strategy. USA : The McGraw-Hill Companies.
memenuhi harapan pengunjung sebaiknya pegawai
lebih interaktif dan care dengan pengunjung. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2014.
Statistik Wisatawan Mancanegara dan
DAFTAR PUSTAKA Nusantara. http://www.parekraf.go.id (Diakses
Asdhiana, I Made. 2014. PAD Pariwisata DKI pada tanggal 14 Januari 2015).
Jakarta Meningkat. http://travel.kompas.com Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta :
(Diakses pada tanggal 14 Januari 2015). Prenhallindo.
Badan Pusat Statistik. 2014. Nilai PDB Menurut Lita, Ratni Prima. 2010. Pengaruh Implementasi
Lapangan Usaha Tahun 2011-2013. Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Proses
http://www.bps.go.id (Diakses pada tanggal 14 Keputusan Wisatawan Mengunjungi Objek
Januari 2015). Wisata Di Kota Padang. Jurnal Manajemen. Vol
Budi. 2013. Promosi Enjoy Jakarta Gandeng 2 No. 2, p. 91-99.
Bloggers Singapura. http://www.jakarta.go.id Malkanthi, S.H. Pushpa dan Jayant K. Routray. 2012.
(Diakses pada tanggal 14 Januari 2015). “Visitor Satisfaction in Agritourim and Its
Chatzigeorgiou, Chryssoula; Evangelos Christou; Implications for Agritourism Farmers in Sri
Panagiotis Kassianidis; dan Marianna Sigala. Lanka”. International Journal of Agricultural
2009. “Examining The Relationship Between Management. Vol 2, p. 17-30.
Emotions, Customer Satisfaction and Future Masang, Luther. 2006. Strategi Pengembangan
Behavioural Intentions in Agrotourism”. An Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis,

290
Bogor. Skripsi. Bogor : Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Mowen, John C dan Michael Minor. 2002. Perilaku
Konsumen Jilid 2. Jakarta : PT. Erlangga.
Nugroho, Ardi. 2008. Analisis Proses Keputusan
Konsumen Berkunjung ke Agrowisata Stroberi
di Saung Sari. Skripsi. Jatinangor : Fakultas
Pertanian. Universitas Padjadjaran.
Prambodo, Rickky. 2007. Analisis Penilaian Kualitas
Pelayanan Untuk Mengukur Tingkat Kepuasan
Konsumen Pada Kusuma Agro Wisata Batu
Malang. Skripsi. Jawa Timur : Fakultas
Ekonomi. Universitas Jember.
Rusidi et.al. 2006. Buku Panduan Skripsi
(Bimbingan, Penyusunan, dan Penulisan,
Seminar, Kolokium, serta Ujian Komprehensif).
Cetakan I. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA.
Sukardi dan C. Chandrawatisma. 2006. Analisis
Tingkat Kepuasan terhadap Produk Corned
Pronas Produksi PT CIP, Denpasar-Bali. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian 18(2):106-107.
Sulistyawati, Eka ; Titiek Multifiah dan Armanu
Thoyib. 2010. Analisis Perilaku Keputusan
Konsumen Dalam Pembelian Produk Patung
Kayu Pada Toko Kerajinan (Art Shop)
Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali.
WACANA. Vol 13 No. 1, p. 84-99 .
Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran.
Yogyakarta : ANDI.
Utama, I Gusti Bagus Rai. 2012. Agrowisata Sebagai
Pariwisata Alternatif Indonesia. DenpasarDaftar
Pustaka (bibliography) dan Kutipan (citation)
berdasarkan gaya Harvard Format APA
(American Psychological Association) Format
penulisan dilihat pada: Panduan Penulisan
Daftar Pustaka APA Citation Style (dapat
diunduh pada www.sosek.agribusiness-
unpad.org).

291
292
Upaya Peningkatan Kinerja Sistem Logistik Komoditas Sayuran di Kelompok
Tani Katata, Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan
Improving Logistics System Performance of Vegetables in Katata Farmers Group,
Margamekar Village, Pangalengan District
Tika Dewi Lenggana1, Tomy Perdana1,
1Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor,
Sumedang

ABSTRAK
Sistem logistik untuk produk pertanian memiliki fungsi pengelolaan pascapanen.
Penanganan pascapanen yang buruk dapat menyebabkan kehilangan hasil. Tujuan dari
sistem logistik sendiri adalah menyampaikan produk ke tangan konsumen pada waktu
Kata Kunci: yang tepat dengan kualitas dan kuantitas yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengukur kehilangan hasil yang terjadi selama aktivitas logistik dan menganalisis
sistem logistik
hubungan kausalitas sistem logistik di Kelompok Tani Katata. Kelompok Tani Katata
kehilangan hasil merupakan kelompok tani yang memasarkan produknya ke pasar terstruktur dengan
logistik pertanian tiga komoditas unggulan yaitu tomat, wortel baby dan kentang. Pendekatan yang
system thinking digunakan adalah pendekatan system thinking yang digambarkan dalam diagram sebab
diagram sebab akibat akibat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kehilangan hasil berupa
penyusutan di Kelompok Tani Katata maksimal mencapai 2,5%, sedangkan tingkat
reject produk berada di kisaran 25%-40% untuk komoditas wortel baby dan 5% untuk
komoditas tomat. Berdasarkan analisis system thinking, beberapa hal yang
menyebabkan kehilangan hasil selama aktivitas logistik adalah pengemasan yang
kurang tepat, lamanya produk terpapar suhu tinggi, dan kurangnya ketelitian pada
proses sortasi.

ABSTRACT

Logistic system has the function in terms of post-harvest management of agricultural


products. Bad post-harvest handling would lead to the post-harvest losses. Logistic
system’s goal is delivering products into the hands of the consumers at the right time
with the optimal quality and quantity. This research aimed to measure the post-harvest
Keywords: losses that have occurud during logistics activities and to analysed the causality of
logistics system logistics system in Katata. Katata is a farmers group which markets their products to
post-harvest losses the structured market with three main commodities, they are tomatoes, baby carrots
agricultural logistics and potatoes. The approach used the system thinking approach which described by
system thinking causal loop diagram. The result showed that the rate of post-harvest losses reached
2,5%, while the reject rate of product ranging from 25% to 40% for baby carrots and
causal loop diagram
5% for tomatoes. Based on the analysis of system thinking, there are few things that
caused post-harvest losses that have occured during logistics activities, they are the
lack of proper packaging, the length of the product is exposed to high temperatures,
and the lack of attention in the sorting process.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: tikadewilenggana@yahoo.com

293
PENDAHULUAN perlakuan saat panen dan penyimpanan sementara,
Sayuran merupakan salah satu produk juga buruknya bahkan tidak adanya fasilitas
pertanian yang permintaannya terus meningkat, penyimpanan dan penanganan pascapanen yang
produksi sayuran di Indonesia pun setiap tahunnya layak ( Gebresenbert dan Bosana, 2012).
terus mengalami peningkatan (BPS, 2013). Hal ini Permasalahan kehilangan hasil panen baik dari
menunjukkan bahwa komoditas sayuran memiliki segi kuantitas maupun kualitas dapat menjadi
peluang dan prospek yang baik untuk dikembangkan. hambatan petani dalam memasarkan produknya ke
Salah satu sentra atau pemasok kebutuhan sayuran pasar terstruktur. Oleh karena itu, untuk
terbesar di Indonesia adalah Kecamatan mengatasinya petani memerlukan pengelolaan
Pangalengan, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa pascapanen yang terstruktur, yaitu dengan sistem
Barat. Menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat logistik pertanian. Sistem logistik untuk produk
(2014), sayuran yang diunggulkan di Kecamatan pertanian khususnya sayuran memiliki fungsi pada
Pangalengan adalah kentang, kubis, sawi, wortel, dan area pengelolaan pasca panen, penyimpanan
tomat. Keunggulan tersebut dilihat berdasarkan luas sementara dan transportasi. Saat ini, Kelompok Tani
tanam dan hasil produksi sayuran yang tinggi. Katata sudah menerapkan sistem logistik dalam
Kelompok Tani Katata merupakan sebuah usahataninya. Sistem logistik di kelompok tani
kelompok tani di Kecamatan Pangalengan yang tersebut dikelola secara khusus oleh Katata PAL
memiliki tiga komoditas unggulan, yaitu tomat Indonesia (Kapalindo). Sistem logistik diterapkan
(tomat tw dan beef), kentang, dan wortel baby. kelompok tani dengan harapan dapat
Berbeda dengan petani kebanyakan, Kelompok Tani memaksimalkan pemenuhan permintaan pasar
Katata memasarkan hasil produksi pertaniannya ke terstruktur yang bekerjasama dengan kelompok tani.
pasar terstruktur. Pasar terstruktur menurut Perdana Pengelolaan logistik pertanian di kelompok
(2012) adalah alternatif pasar yang dapat dipilih tani yang mengusahakan komoditas sayuran ini
produsen sayuran skala kecil untuk menghindari masih tergolong baru sehingga masih diperlukan
risiko fluktuasi harga karena pasar tersebut pengembangan lebih lanjut. Artikel ini membahas
mengadakan perjanjian mengenai harga terlebih permasalahan kehilangan hasil pada aktivitas logistik
dahulu, baik perjanjian yang dilakukan secara formal dan juga sistem logistik yang ada di Kelompok Tani
maupun informal. Katata. Pembahasan mengenai hal tersebut dapat
Kestabilan harga yang ditawarkan pasar membantu kelompok tani untuk meningkatkan
terstruktur dimanfaatkan oleh Kelompok Tani kinerja sistem logistik yang sekarang diterapkan.
Katata. Namun, memasok sayuran ke pasar
terstruktur bukan hal yang mudah bagi petani karena KERANGKA PEMIKIRAN
adanya perjanjian atau kontrak dalam pemasaran ke Penelitian ini berawal dari adanya permintaan
pasar terstruktur, petani diharuskan untuk sayuran dari pasar terstruktur, dimana permintaannya
menghasilkan produk dengan kuantitas dan kualitas tersebut memiliki spesifikasi tertentu. Kondisi ini
yang diminta secara kontinyu. Lebih dari itu, bukan kemudian membuat Kelompok Tani Katata
hanya menghasilkan produk yang berkualitas dengan menerapkan sistem logistik yang ternyata dalam
kuantitas yang diperlukan, petani perlu penerapannya masih memiliki beberapa masalah
mempertahankan kualitas dan kuantitas tersebut seperti tingginya tingkat reject dan adanya
hingga akhirnya produk sampai ke pasar terstruktur. penyusutan bobot sayuran. Permasalahan ini
Hal yang berperan penting dalam kemudian dianalisis oleh pendekatan system thinking.
mempertahankan kualitas dan kuantitas produk Pendekatan system thinking digunakan agar
setelah dipanen adalah penanganan pascapanen. hubungan kausalitas setiap komponen dalam sistem
Proses penanganan pascapanen merupakan hal yang logistik dapat dipahami, sehingga dapat dilakukan
cukup vital dalam penanganan produk pertanian, upaya-upaya peningkatan kinerja sistem logistik agar
khususnya sayuran yang memiliki karakteristik permasalahan logistik teratasi dan permintaan pasar
perishable (mudah rusak). Penyusutan hasil saat terpenuhi. Kerangka pemikiran penelitian ini
pasca panen dapat lebih dari 40%. Hal tersebut akibat singkatnya digambarkan pada Gambar 1.
dari kurangnya pengetahuan petani mengenai

294
Gambar 1. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN sedangkan kehilangan hasil dari segi kualitas dapat


Objek penelitian ini adalah sistem logistik ditunjukkan dengan penurunan kualitas baik dari segi
komoditas sayuran yang dipasok Kelompok Tani warna, bentuk fisik, tingkat kematangan, dan rasa.
Katata ke pasar terstruktur. Metode penelitian ini Kehilangan hasil tersebut terjadi dari semenjak
dirancang sebagai studi kasus (case study) untuk produk dipanen hingga akhirnya sampai di pasar.
mencari informasi secara mendalam yang Penanganan pascapanen yang baik dan sesuai
menjelaskan sistem logistik sayuran. karakteristik produk akan mempertahankan kualitas
Sumber data penelitian diperoleh dari data komoditas hingga sampai di pasar, sehingga
primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang kehilangan hasil tersebut dapat diminimalisir.
dilakukan adalah studi lapangan (wawancara, Kegiatan pascapanen di Kelompok Tani
observasi, dokumentasi) dan studi pustaka. Katata dilakukan di rumah pengemasan (packing
Teknik pemodelan sistem logistik house) milik kelompok tani. Saat ini, Kelompok Tani
menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan Katata menerapkan zero stock (tidak ada persediaan).
pemodelan system thinking. Pemodelan tersebut Jumlah produk yang dipanen disesuaikan dengan
kemudian digambarkan dalam diagram sebab akibat jumlah produk yang dikirim ke pasar terstruktur.
(causal loop diagram). Pemanenan produk pun dilakukan mendekati hari
pengiriman atau bahkan apabila jarak pengiriman dan
Tingkat Kehilangan penanganan produk singkat, pemanenan dilakukan di
Produ Hasil Tingk hari yang sama. Hal ini mengakibatkan waktu simpan
Pasar Penyimpan Transport at produk di packing house sangat singkat.
k Reject
an asi Tingkat kehilangan hasil di Kelompok Tani
sementara
Katata dapat dilihat pada Tabel 1. Kehilangan hasil
Tomat PT.X - 0,5% 5%
TW (57km)
produk sayuran riskan terjadi pada saat penyimpanan
Tomat PT.Y - 1,5% - dan proses transportasi. Oleh karena itu, data yang
TW (152k disajikan pada Tabel 1 adalah tingkat kehilangan
m) hasil berupa penyusutan bobot selama penyimpanan
Tomat PT.Y 2% 1,5% - dan transportasi. Kehilangan hasil secara kualitas
Beef (152k sendiri ditunjukkan oleh tingkat reject produk,
m) dimana produk yang ditolak (reject) adalah produk
Kentan PT.Y 2% 1% - yang kualitasnya tidak sesuai permintaan pasar
g (152k terstruktur baik segi dari bentuk, ukuran, maupun
m) warna.
Wortel PT.Z - 2-2,5% 25- Tabel 1. Kehilangan Hasil selama aktivitas Logistik
Baby (71km) 40%
HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan hasil selama penyimpanan
KEHILANGAN HASIL SELAMA AKTIVITAS sementara hanya dialami oleh dua komoditas, yaitu
LOGISTIK tomat beef dan kentang. Hal ini terjadi karena
Kehilangan hasil pada produk sayuran dapat komoditas lain dipanen dihari yang sama dengan
dibagi menjadi dua, yaitu dari segi kualitas dan waktu pengiriman. Tomat beef mengalami
kuantitas. Kehilangan hasil dari segi kuantitas dapat penyusutan bobot sebesar 2% selama satu minggu
ditunjukkan dengan penurunan bobot sayuran,

295
disimpan, sedangkan kentang mengalami penyusutan pasar terstruktur. Kausalitas dalam sistem logistik di
bobot sebesar 2% selama tiga hari disimpan. Kelompok Tani Katata dapat dilihat pada Gambar 2.
Kehilangan hasil selama transportasi paling Gambar 2 menunjukkan tiap unsur yang ada dalam
tinggi dialami oleh wortel baby yang menempuh sistem logistik sayuran saling terkait dan memberi
perjalanan sejauh 71km. Tingkat reject yang paling efek bagi unsur lainnya.
tinggi pun dialami oleh wortel baby, yaitu berkisar. Pada umpan balik negatif pertama (B1),
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, karena bila digambarkan apabila keuntungan petani meningkat,
dilihat dari segi jarak, komoditas yang menempuh maka kecenderungan modal yang dimiliki petani juga
jarak paling jauh adalah komoditas yang dipasok ke akan meningkat. Peningkatan pada modal akan
PT.Y. meningkatkan usaha penanaman baru petani, yang
Banyaknya kehilangan hasil yang dialami akhirnya akan meningkatkan produksi sayuran.
komoditas wortel baby, pertama disebabkan oleh Namun apabila produksi sayuran meningkat, biaya
penanganan pascapanen yang belum maksimal. produksi akan meningkat dan hal ini justru akan
Berbeda dengan komoditas lainnya, komoditas mengurangi keuntungan yang didapatkan petani.
wortel baby tidak mengalami sortasi di packing Pada umpan balik negatif kedua (B2),
house jadi sortasi hanya dilakukan di kebun saja digambarkan bahwa pendapatan petani meningkat
padahal sesampainya di packing house wortel dicuci akan meningkatkan keuntungan petani yang
menggunakan mesin, yang mana dalam prosesnya selanjutnya seperti pada umpan balik negatif pertama
wortel bisa saja patah. Kedua, fisik jalan yang dilalui (B1) akan meningkatan produksi sayuran. Namun
saat pengiriman wortel baby tidak sebagus fisik jalan selain meningkatkan biaya produksi, pada B2
yang dilalui saat pengiriman komoditas lain. Jalan digambarkan bahwa produksi sayuran akan
yang perlu ditempuh ke PT.X dan PT.Y adalah jalan meningkatkan volume panen dan volume panen yang
bebas hambatan (jalan tol) dan jalan raya, sedangkan meningkat akan meningkatkan sayuran on grade.
jalan yang perlu ditempuh ke PT.Z selain kedua jalan Peningkatan jumlah sayuran on grade, akan
tersebut adalah jalan desa yang sedikit berlubang. meningkatkan biaya yang diperlukan untuk
Fisik jalan yang kurang bagus tersebut menyebabkan pengelolaan pascapanen produk tersebut yang
goncangan yang dialami komoditas selama disebut biaya logistik. Biaya logistik yang meningkat
pengiriman lebih besar dan akhirnya menyebabkan akan mengurangi pendapatan petani.
kerusakan sayuran. Pada umpan balik negatif ketiga (B3), biaya
Susut bobot dan permasalahan off grade pada setiap logistik yang meningkat juga akan meningkatkan
komoditas sangat erat kaitannya dengan perlakuan biaya produksi. Seperti yang sudah dijelaskan pada
selama transportasi. Jika kerusakan mekanis pasca B1, biaya produksi meningkat akan mengurangi
transportasi yang terjadi pada permukaan buah relatif keuntungan padahal keuntungan yang meningkat
besar maka penguapan dan kehilangan air dapat dapat meningkatkan modal petani sehingga dapat
terjadi lebih cepat. Sebaliknya jika kerusakan meningkatkan produksi sayuran.
mekanis pasca transportasi yang terjadi pada Umpan balik negatif keempat (B4)
permukaan buah relatif kecil maka penguapan dan menggambarkan hubungan kausal pendapatan dari
kehilangan air yang terjadi selama penyimpanan akan pasar tradisional. Pada umpan balik sebelumnya,
lebih lambat. Kerusakan yang terjadi pada telah dibahas bahwa pendapatan yang meningkat
permukaan buah mengakibatkan buah mengalami pada akhirnya akan meningkatkan produksi sayuran
kehilangan pelindung alaminya, sehingga kegiatan karena pendapatan dapat meningkatkan modal petani
transpirasi berlangsung lebih cepat. Selain faktor untuk melakukan penanaman baru. Produksi sayuran
tersebut, suhu ruang penyimpanan juga yang meningkat kemudian akan meningkatkan
mempengaruhi laju penurunan susut bobot. Semakin volume panen. Volume panen yang meningkat akan
tinggi suhu ruang penyimpanan maka akan semakin meningkatkan jumlah sayuran yang on grade,
tinggi laju penurunan bobot buah (Hasiholan, 2008). dimana apabila sayuran on grade meningkat jumlah
sayuran off grade akan menurun. Sayuran off grade
ANALISIS SYSTEM THINKING SISTEM adalah sayuran yang tidak sesuai spesifikasi pasar
LOGISTIK SAYURAN terstruktur, sehingga dijual ke pasar tradisional.
Sistem logistik memiliki fungsi pengelolaan Penjualan ke pasar tradisional akan meningkat
pascapanen. Logistik sendiri dimulai dari kegiatan apabila jumlah sayuran yang off grade meningkat.
pemanenan produk hingga akhirnya produk sampai Penjualan ke pasar tradisional ini juga akan
di tangan konsumen, yaitu dalam kasus ini adalah meningkatkan pendapatan.

296
Modal petani
+
+
Penanaman baru Keuntungan
B1 - +

+
Produksi sayuran + Biaya produksi
+
B3

+ +biaya logistik
+ +

Penyusutan bobot +
B2 sayuran Kehilangan kadar
- Pendapatan
air sayuran
+
+ + +

+ Sayuran terpapar
Kualitas SDM +
Perbaikan quality B7 Kerusakan fisik suhu ruang
control pascapanen sayuran
- +
+ +
+
Pengemasan sayuran
+ dengan tepat Lama pengiriman
+
Ketelitian proses B5 Keluhan pelanggan
+
+ sortasi + - B6
Volume Panen
+ Lama persiapan
Sayuran
+ On Grade + pengiriman
-
-
Sayuran reject + Jarak pengiriman Pemenuhan
R1 - permintaan
Service Level
R2 -On time delivery +
- -
+ Kepuasan +
Sayuran Off Grade
pelanggan +
+
+
Pasar tradisional
B4

+ +
- - R3
Pengiriman ke pasar
terstruktur + Sayuran diterima
pasar terstruktur

Gambar 2. Causal Loop Diagram Sistem Logistik Kelompok Tani Katata

Umpan balik positif pertama (R1) ke pasar terstruktur dan pada akhirnya meningkatkan
menggambarkan hubungan kausal antara sayuran off pendapatan.
grade dan sayuran on grade. Sayuran yang dipanen Pada umpan balik negatif kelima (B5),
akan melalui proses sortasi dimana sayuran kualitas sumber daya manusia yang meningkat akan
dipisahkan sesuai spesifikasi yang diminta pasar. meningkatkan ketelitian pada proses sortasi.
Sayuran yang sesuai dengan spesifikasi pasar disebut Ketelitian pada proses sortasi menandakan proses
sayuran on grade. Peningkatan jumlah sayuran on sortasi dilakukan dengan baik dimana apabila terjadi
grade akan mengurangi jumlah sayuran yang off peningkatan dalam proses ini, jumlah sayuran reject
grade. Begitu juga sebaliknya, peningkatan jumlah akan berkurang. Sayuran reject yang meningkat
sayuran yang off grade akan mengurangi jumlah nantinya akan meningkatkan keluhan pelanggan.
sayuran yang off grade. Keluhan pelanggan yang meningkat akan
Umpan balik positif kedua (R2) dan umpan meningkatkan perbaikan quality control pada
balik positif ketiga (R3) sama-sama menggambarkan pascapanen. Terjadinya perbaikan quality control
hubungan kausal pendapatan dengan penjualan ke akan meningkatkan ketelitian pada proses sortasi.
pasar terstruktur. Pada R2 digambarkan bahwa Perbaikan quality control juga akan
volume panen yang meningkat akan meningkatkan meningkatkan pengemasan sayuran dengan tepat.
pengiriman ke pasar terstruktur lalu akan Terjadinya pengemasan sayuran dengan tepat akan
meningkatkan jumlah sayuran yang diterima oleh mengurangi kerusakan fisik sayuran selama
pasar terstruktur. Semakin banyak sayuran yang transportasi. Kerusakan fisik selama transportasi
diterima oleh pasar terstruktur, semakin tinggi pula dapat menyebabkan sayuran reject meningkat yang
pendapatan dari pasar terstruktur. R3 juga akan meningkatkan keluhan pelanggan dan
menggambarkan hubungan yang hampir mirip perbaikan quality control pascapanen. Hal ini
dengan R2, hanya perbedaanya terletak di volume digambarkan pada umpan balik negatif keenam (B6).
panen. Pada R3, volume panen yang meningkat akan Umpan negatif ketujuh (B7)
meningkatkan jumlah sayuran yang on grade, baru menggambarkan penyusutan bobot sayuran. Bermula
selanjutnya akan meningkatkan jumlah pengiriman dari hal yang sama dengan B6, kerusakan fisik

297
sayuran dapat meningkatkan kehilangan kadar air DAFTAR PUSTAKA
pada sayuran. Meningkatnya kehilangan kadar air Bowersox, Donald J. 2006. Manajemen Logistik:
sayuran akan meningkatkan penyusutan bobot pada Integrasi Sistem-Sistem Manajemen Distribusi
sayuran. Penyusutan bobot sayuran yang meningkat Fisik dan Manajemen Material. Terj. Hasymi
akan menyebabkan perbaikan quality control Ali (ed). Jakarta. BumiAksara.
pascapanen. Gebresenbet, G & Techane, B. 2012. Logistics and
Keseluruhan loop tersebut saling berhubungan Supply Chain in Agriculture and Food.
dengan dihubungkan oleh variabel-variabel lain. Department of Energy and Technology,
Seperti contohnya pada variabel modal petani. Modal Swedish University of Agricultural Science,
petani dapat meningkat apabila keuntungan petani Uppsala, Swedia. Melalui :
meningkat. Keuntungan petani sendiri dapat www.intechopen.com. Diakses pada 29
meningkat apabila pendapatan petani meningkat. Oktober 2014.
Peningkatan pada pendapatan petani dapat terjadi Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen,
apabilia pemenuhan permintaan juga meningkat. Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan
Pemenuhan permintaan pasar nantinya akan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.
menyebabkan peningkatan kepuasan pelanggan. (Diterjemahkan oleh Kamariyani; editor G.
Pemenuhan permintaan sendiri disebabkan oleh Tjitrosoepomo). Gadjah Mada University
jumlah sayuran yang diterima pasar yang memiliki Press. Yogyakarta.
hubungan langsung dengan jumlah sayuran on grade. Parfitt, J., M. Barthel and S. Macnaughton (2010)
Jumlah sayuran on grade juga memiliki hubungan “Food waste within food supply chains:
kausalitas dengan volume panen dan proses sortasi, quantification and potential for change to
dimana proses sortasi memiliki hubungan kausalitas 2050”. Philosophical Transactions of the
dengan permasalahan jumlah sayuran reject dan Royal Society – Biological Sciences: 3065-
penyusutan bobot. Permasalahan sayuran reject akan 3081, UK.
memiliki implikasi terhadap keluhan pelanggan dan Perdana, T. 2012. Model Manajemen Logistik dalam
menyebabkan kepuasan pelanggan menurun. Meningkatkan Daya Saing Produsen Sayuran
Skala Kecil Untuk Memenuhi Permintaan
PENUTUP Pasar. Artikel Seputar System Dynamic dan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat Agribisnis.
disimpulkan bebrapa hal, yaitu:
1. Tingkat kehilangan hasil berupa penyusutan
bobot selama aktivitas logistik di Kelompok
Tani Katata ternyata maksimal hanya
mencapai angka 2,5%. Tingkat reject produk
hanya dialami dua komoditas yaitu tomat tw
untuk PT.X sebesar 5% dan wortel baby yang
nilainya cukup besar yakni mencapai 25-40%.
2. Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan
produk dan penyusutan produk antara lain,
pengemasan yang kurang tepat, lamanya
produk terpapar suhu tinggi, kurangnya
ketelitian pada proses sortasi.

Berdasarkan simpulan tersebut, rekomendasi


yang diberikan adalah penerapan Standard
Operating Procedure (SOP) logistik dalam aktivitas
logistik. SOP logistik ini nantinya mengatur segala
hal yang berhubungan dengan handling produk
seperti cara pengemasan yang tepat dan ketelitian
pada proses sortasi sehingga jumlah produk yang
ditolak dan penyusutan bobot dapat dikurangi.

298
Komersialisasi Usahatani di Daerah Istimewa Yogyakarta
Agricultural Commercialization in Yogyakarta Special Region
Jangkung Handoyo M.1,2*, Dwidjono H. Darwanto1, Setiawan Suryo K. J.3, Sugiyarto1, Arif Wahyu
W.4
1 Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, JhandoyoM@ugm.ac.id
2 Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
3 Pascasarjana Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
4 Peneliti pada Lab. Pengkajian Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK
Kebanyakan petani Indonesia berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pangan
rumahtangga dengan membudidayakan tanaman pangan. Kegiatan perdagangan
dilakukan rumahtangga tani untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak dapat
Kata Kunci: dipenuhi oleh produksi pertanian. Dalam perdagangan, petani membutuhkan uang
komersialisasi, tunai untuk melakukan pertukaran. Uang tunai diperoleh petani dengan berbagai cara,
marketable surplus, seperti melakukan pekerjaan sampingan di bidang off-farm, non-farm, dan melakukan
perdagangan, komersialisasi produksi pertanian yang memiliki surplus yang dapat dipasarkan
subsisten, (marketable surplus). Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menghitung tingkat
usahatani komersialisasi produksi pertanian dan (2) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan petani terhadap tingkat komersialisasi usahatani. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) tingkat komersialisasi usahatani sebesar 70,16%,
dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani terhadap tingkat
komersialisasi pertanian adalah pengalaman bertani kepala rumahtangga, tingkat
pendidikan kepala rumahtangga, ukuran lahan pertanian, perbandingan harga gabah
terhadap harga bawang merah, perbandingan harga gabah terhadap harga bawang
putih, perbandingan harga gabah terhadap harga beras, perbandingan harga gabah
terhadap harga minyak goreng, perbandingan harga gabah terhadap harga gula,
perbandingan harga gabah terhadap harga cabai, perbandingan harga gabah terhadap
harga mie instan, perbandingan harga gabah terhadap harga tempe, dan perbandingan
harga gabah terhadap harga ayam.

ABSTRACT

Most of the Indonesian peasant oriented to meet the needs of household foods by
cultivate food crops (self-sufficient). Trading activities carried out farm households to
acquire goods and services that cannot be met by agricultural production. In trade,
farmers need cash to exchange. Cash obtained farmers in various ways, such as doing
Keywords: a side job in the field of off-farm, non-farm, and perform commercialization of
commercialization, agricultural production that has marketable surplus. This study aims to: (1) calculate
farming, the level of commercialization of agricultural production and (2) analyze the factors
marketable surplus, that influence the decision of farmers on agriculture commercialization levels. The
subsistence, results showed that: (1) the level of commercialization is 70,16%, and (2) factors
affecting decisions of agricultural commercialization are household head farming
trade
experience, education level of household head, agricultural land size, paddy price
compared to onion price, paddy price compared to garlic price, paddy price compared
to the price of rice, paddy price compared to the price of cooking oil, paddy price
compared to sugar price, paddy price compared to chili price, paddy price compared
to the price of instant noodles, paddy price compared to the price of tempeh, and paddy
price compared to the price of chicken.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: setiawan.suryo.kj@gmail.com

299
PENDAHULUAN produk (Q) dengan alokasi untuk konsumsi
Gambaran mengenai usahatani subsisten identik rumahtangga (C) dan untuk dijual ke pasar (M)
dengan kecilnya skala usaha, tenaga kerja utama (Toquero et al., 1975 dalam Darwanto, 2005).
Cn
berasal dari dalam keluarga, kekurangan mesin
pertanian, kesulitan dalam membeli input produksi
dan memasarkan produk (diasumsikan petani dalam A2
keadaan marketable surplus), serta tidak melakukan
usaha untuk memperoleh nilai tambah pada U2
komoditas utama. Secara lebih umum, karakteristik U1
usahatani subsisten adalah bahwa petani A1
memproduksi pangan untuk keluarganya dan tidak U0
memiliki orientasi komersil (Lerman, 2004). E2
Banyak petani di negara-negara miskin
A0
berorientasi subsisten, yaitu petani hanya E1

memproduksi untuk konsumsi rumahtangga saja dan E0


potensi terjadinya surplus produksi yang dapat
dipasarkan sangat kecil. Petani melakukan hal ini
X0
karena adanya keterbatasan sumberdaya pertanian,
P P P
atau rintangan yang menghalangi mereka untuk
0 C0 M
membawa surplus produksi ke pasar terlalu tinggi. Di F
Konsumsi RT Dijual ke Pasar
Albania, hanya 48% dari responden yang melakukan Q

penjualan surplus produksi pertanian. Hal serupa Output


juga terjadi di Republik Ceko, sebesar 49% Gambar 1. Model Alokasi Output Petani Subsisten
rumahtangga tani belum terdaftar sebagai petani yang untuk Konsumsi dan Dijual
menjual hasil panennya (Mathijs, 2002). Sumber: Toquero et al., (1975) dalam Darwanto (2005)
Dalam penjualan usahatani, semakin tinggi
Dengan anggapan bahwa produksi pertanian
harga produk relatif terhadap harga barang lain maka
mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap
semakin sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar
pendapatan rumahtangga maka untuk produk sebesar
karena mampu untuk membeli barang lain dengan
Q0 tersebut akan dialokasikan untuk konsumsi
hanya menjual produk pada jumlah yang lebih sedikit.
rumahtangga sebesar C0 dan selebihnya sejumlah M0
Sebaliknya semakin rendah harga produk relatif
untuk dijual ke pasar untuk memaksimalkan utility
terhadap barang lain, petani akan menjual semakin
atau kesejahteraan rumahtangga (U0). Teori klasik
banyak agar mampu membeli barang lain yang
menyatakan bahwa jumlah hasil yang dijual ke pasar
dibutuhkan rumahtangga. Dengan demikian jika harga
oleh rumahtangga petani akan tergantung pada
produk relatif lebih rendah dari harga barang lain maka
tingkat harga produk, yaitu semakin tinggi harga
kemampuan rumahtangga petani untuk membeli
produk maka akan semakin besar jumlah produk
barang lain menurun yang berarti pula menurun tingkat
yang dijual. Namun, untuk produk komoditas
kesejahteraannya (Darwanto, 2005).
subsisten ini pertimbangan harga produk tersebut
Dengan menggolongkan komoditas pertanian
bukanlah satu-satunya pertimbangan petani untuk
tertentu sebagai komoditas subsisten maka produk
memutuskan besaran jumlah barang yang dijual ke
yang dihasilkan (Q) digunakan untuk memenuhi
pasar tetapi masih akan mempertimbangkan pula
konsumsi keluarga petani (C) dan selebihnya dijual
harga barang kebutuhan lain yang tidak diproduksi
ke pasar (M). Secara matematis alokasi tersebut dapat
oleh rumahtangga petani tersebut. Dengan kata lain
diformulasikan sebagai berikut (Toquero et al., 1975
besaran jumlah hasil yang dijual ke pasar tersebut
dalam Darwanto, 2005) :
akan tergantung pada besarnya kebutuhan uang tunai
Q=C+M untuk membeli produk barang atau jasa yang tidak
dihasilkan oleh rumahtangga petani tersebut. Untuk
Gambaran ekonomi untuk alokasi Q serta C
gambaran tersebut maka dapat dikemukakan
dan M secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 1,
pertimbangan harga tersebut dicerminkan oleh
Sumbu horizontal (0F) menggambarkan jumlah
perbandingan harga yaitu Pi = Pr/Pnr dengan r = rice
produk komoditas subsisten dan sumbu tegak (0C n)
dan nr = barang lain atau sebagai koefisien arah dari
menggambarkan konsumsi barang atau produk lain
garis anggaran (budget line) pada Gambar 2.2.
yang tidak diproduksi oleh rumahtangga tani.
(Toquero et al., 1975 dalam Darwanto, 2005).
Panjang sumbu datar 0F menggambarkan total

300
Mathijs and Noev (2002) menemukan bahwa pangan rumahtangga. Oleh karena itu, produksi
share penjualan produksi pertanian pada empat pangan yang terbatas harus diprioritaskan untuk
negara berbeda-beda, di Rumania share penjualan pemenuhan kebutuhan pangan rumahtangga.
sebesar 36%, Bulgaria sebesar 38%, Hungaria Bahkan, beberapa petani akan menabung hasil panen
sebesar 57%, dan Albania sebesar 84%. Beberapa mereka untuk berjaga-jaga apabila terjadi krisis
faktor yang mempengaruhi tingkat penjualan pangan, terutama yang diakibatkan gagal panen atau
pertanian pada rumahtangga subsisten tersebut suatu keadaan yang membuat petani tidak melakukan
diantaranya yaitu usia kepala rumah tangga, usahatani (misal terjadi kekeringan atau bencana
penerimaan rumahtangga tani, kepemilikan mobil, alam lainnya). Petani akan melakukan kegiatan
keikutsertaan petani dalam koperasi pertanian, luas komersialisasi usahatani apabila terdapat excess dari
lahan yang dikuasai petani, kepemilikan mesin-mesin produksi pangan mereka dan biasanya digunakan
pertanian, jumlah ternak yang dimiliki petani, dan untuk dapat mengakses kebutuhan pangan lain dari
jarak antara rumah petani dengan kota pemerintahan pasar.
yang paling dekat. Pendapatan RT
Meskipun petani di Indonesia identik dengan
orientasi subsistennya, kebutuhan ekonomi manusia
yang semakin komplek menuntut petani Pendapatan UT Pendapatan LUT
meningkatkan produktivitas sehingga hasil yang
diperoleh selain digunakan untuk memenuhi
kebutuhan juga dapat dijual agar petani memiliki alat
tukar untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam
kegiatan penjualan usahatani, petani terlebih dahulu Konsumsi RT Komersialisasi UT
akan menggunakan hasil pertaniannya untuk
memenuhi kebutuhan rumahtangga. Penjualan terjadi
ketika terdapat surplus produksi pertanian. Apabila
surplus tidak terjadi, maka pemenuhan kebutuhan
Produksi Pertanian  Jarak Rumah-Kota
rumahtangga tani akan dipenuhi dari sumber lain  Pendidikan KK
seperti tabungan hasil panen sebelumnya, pendapatan  Lama Berusahatani
 Luas Lahan UT
yang berasal dari luar usahatani, maupun pinjaman  Ukuran RT
dari tetangga atau sanak saudara.  Harga GKP/Harga Bawang Merah
Penelitian ini bertujuan untuk :  Harga GKP/Harga Bawang Putih
 Harga GKP/Harga Minyak Goreng
1. Menghitung tingkat penjualan/komersialisasi  Harga GKP/Harga Gula
produksi pertanian.  Harga GKP/Harga Cabe
 Harga GKP/Harga Mie Instan
2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi  Harga GKP/Harga Tempe
tingkat penjualan/komersialisasi usahatani.  Harga GKP/Harga Ayam

KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian


Pendapatan rumahtangga tani pada umumnya
METODE PENELITIAN
dapat berasal dari usahatani (komersialisasi dan
1. Metode Sampling
konsumsi sendiri) dan luar usahatani (baik dengan
Data yang digunakan dalam studi ini adalah
bekerja pada sektor pertanian/off-farm maupun non
sebagian data dari dua riset berjudul “Subsistensi dan
pertanian/non-farm). Di samping beberapa sumber
Komersialisasi pada Usahatani di Daerah Istimewa
tersebut, rumahtangga tani juga dapat memperoleh
Yogyakarta” dan “Kesenjangan Distribusi
pendapatan dari transfer maupun bantuan dari
Pendapatan dan Ketahanan Pangan Rumahtangga
pemerintah, namun hal ini tidak dialami oleh banyak
Tani di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Hibah
rumahtangga tani. Pendapatan yang diperoleh petani
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada tahun
akan digunakan untuk belanja yang merupakan
2013. Pengambilan data primer melibatkan 72
pengeluaran dan untuk ditabung (saving).
rumahtangga tani di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Komersialisasi usahatani merupakan suatu
terdiri dari 35 sampel dari petani Kabupaten
kegiatan penjualan yang dilakukan petani terhadap
Gunungkidul dan 37 sampel petani dari Kabupaten
produk pertanian yang dihasilkan. Bagi petani kecil
Sleman yang dipilih secara acak.
di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sebagian besar
membudidayakan tanaman pangan, kegiatan
usahatani sangat berpengaruh terhadap ketahanan

301
2. Metode Analisis PP/PO = perbandingan harga gabah dan bawang merah
Untuk menjawab tujuan 1 (satu) mengenai PP/PG = perbandingan harga gabah dan bawang putih
tingkat komersialisasi rumahtangga tani digunakan PP/PFO = perbandingan harga gabah dan minyak goreng
analisis kuantitatif. Yaitu dari masing-masing PP/PS = perbandingan harga gabah dan gula
PP/PCl = perbandingan harga gabah dan cabe
rumahtangga tani yang menjadi responden dihitung
PP/PM = perbandingan harga gabah dan mie instan
nilai perbandingan antara kuantitas produksi yang PP/PT = perbandingan harga gabah dan tempe
dijual dengan total produksi. Menurut Starsberg, PP/PCh = perbandingan harga gabah dan ayam
Jayne, Yamano, Nyoro, Karanja, and Strauss (1999) c = konstanta
serta Okezie, Sulaiman, and Nwosu (2012), secara µ = error term
matematis deskripsi perhitungan komersialisasi
usahatani adalah sebagai berikut:
a) Pengujian Model
𝑆 Pengujian model Logit yaitu menggunakan
𝑋= 𝑥 100 % Maximum Likelihood Estimastion (MLE) untuk
𝑇𝑃
menghitung nilai Likelihood Ratio Index (LRI) yang
Keterangan : setara dengan koefisien determinasi (R2) pada regresi
X : share penjualan rumahtangga tani (%)
OLS, uji Likelihood Ratio (LR) yang setara dengan
S : kuantitas produksi yang dikonsumsi/ disimpan
TP : total produksi rumahtangga tani
uji F pada regresi OLS dan uji Wald (Z-Statistics)
yang setara dengan uji t pada regresi OLS (Green,
Selanjutnya, agar didapat satu nilai dari seluruh 1993). Namun dalam regresi logistik tidak
responden, dicari nilai rata-rata share produksi mengasumsikan hubungan linear antara variabel
pertanian yang dikonsumsi atau disimpan untuk bebas dan terikat, tidak membutuhkan normalitas
seluruh rumahtangga tani. dalam distribusi variabel dan juga tidak
Untuk menjawab tujuan kedua, yaitu mengenai mengasumsikan homoskedastisitas varians.
faktor-faktor yang mempengaruhi komersialisasi
usahatani di Yogyakarta digunakan metode analisa b) Goodness of Fit Test
ekonometri berupa regresi Logit. Sedangkan Tiga pengujian goodness of fit dari model regresi
software yang digunakan untuk menganalisa adalah Logit yang umum dilakukan adalah pengujian
Eviews dengan metode enter, yaitu metode Likelihood Ratio Index (Pearson R2), pengujian
pemilihan variabel dengan cara memasukkan semua Likelihood Ratio Test (LR), dan Wald Test (Z).
variabel dalam perhitungan (single step). 1) Likelihood Ratio Index (LRI)
Penggunaan model regresi Logit untuk LRI ini sama dengan Pseudo R2 atau Mc.
mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan Fadden’s R2 (Borooah, 2002). LRI pada regresi
keputusan petani untuk menjual output pertanian logistik ini lebih ditujukan untuk mengukur
yang pemilihannya didasarkan pada jenis data kekuatan hubungan (strengh of association).
variabel dependen yang merupakan data dummy atau Nilainya berkisar dari 0 hingga 1, dimana 0
biner yang mengasumsikan hanya ada dua nilai pada mengindikasikan bahwa variabel independen tidak
variabel dependen. Model regresi untuk menganalisa dapat digunakan untuk untuk memprediksi variabel
hipotesis kedua ini sebagai berikut : dependen (have no usefulness in predicting).
Com = c + ln DisHC + ln ExpHH + ln EduHH + 2) Uji Likelihood Ratio (LR)
ln Income + ln Land + ln NumFM + ln Uji LR digunakan untuk mengetahui tingkat
PP/PO + ln PP/PG + ln PP/PFO + ln PP/PS pengaruh semua variabel independen secara
+ ln PP/PCl + ln PP/PM + ln PP/PT + ln bersama-sama terhadap variabel dependen. Dalam
PP/PCh + µ hal ini formulasi LR menurut Theil (1971) sebagai
Keterangan : berikut :
Com = tingkat orientasi petani
Com = 1, jika rumahtangga tani bersifat komersil LR = n’(R2) / 2 (1-R2)
Com = 0, jika rumahtangga tani bersifat Keterangan:
subsisten n’ : jumlah sampel dikurangi jumlah variabel bebas
DisHC = jarak rumah ke kota pemerintahan R2 : koefisien determinasi
ExpHH = lama pengalaman berusahatani
EduHH = lama pendidikan petani Adapun formula hipotesisnya sebagai berikut :
Income = total pendapatan petani
Land = luas lahan pertanian
NuFM = ukuran rumahtangga

302
Ho: β1 = β2 = .... = βi = 0, artinya tidak ada menjadi jembatan bagi petani untuk memenuhi
pengaruh variabel independen terhadap kebutuhan keluarga. Sebab, pada masa seperti
variabel dependen. sekarang ini hampir tidak mungkin sebuah
Ha: salah satu βi ≠ 0, artinya ada pengaruh rumahtangga dapat memenuhi seluruh kebutuhannya
variabel independen terhadap variabel tanpa melalui proses perdagangan.
dependen.
LR dibandingkan dengan Chi Square tabel Berdasarkan Tabel 1, tanaman semusim
(X2). Jika LR hitung > Chi Square tabel berarti Ho memberikan kontribusi tertinggi baik yang
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel dialokasikan untuk konsumsi rumahtangga tani
independen secara bersama-sama berpengaruh maupun komersialisasi. Dalam hal konsumsi,
nyata terhadap variabel dependen. tanaman semusim khususnya padi memberikan hasil
produksi pangan yang dibutuhkan rumahtangga tani
sehingga wajar apabila sebagian besar produksi
dialokasikan untuk dikonsumsi sendiri. Produksi
3) Wald Test (Z) usahatani yang tidak digunakan untuk konsumsi
Uji ini digunakan untuk menguji pengaruh merupakan produk marketable surplus yang dimiliki
masing-masing variabel independen terhadap oleh sebagian petani. Petani memanfaatkan
variabel dependen melalui perubahan odds. marketable surplus tersebut untuk disimpan sebagai
Adapun formula hipotesisnya (Green, 1993; cadangan pangan rumahtangga atau dipasarkan untuk
Widarjono, 1992) adalah sebagai berikut : menambah pendapatan. Sub sektor peternakan dan
Ho : βi = 0 atau Ho : ORi (odd ratio) = 1, artinya perikanan juga turut berkontribusi terhadap konsumsi
tidak ada pengaruh variabel independen ke-i rumahtangga maupun pada penjualan usahatani. Pada
terhadap dependen (ketahanan pangan rumah usahatani peternakan, nilai produksi terbesar terjadi
tangga tani) karena adanya penambahan nilai ternak dan hasil
Ha : βi ≠ 0, artinya ada pengaruh variabel produksi seperti telur dan kotoran ternak yang
independen ke-i terhadap dependen dimanfaatkan oleh petani sebagai pupuk kandang.
(ketahanan pangan rumah tangga tani) Nilai penjualan ternak tidak begitu tinggi sebab tidak
W hitung (Wald) = (β/SE)2 = Z banyak petani yang menjual ternak mereka. Pada sub
W hitung dibandingkan dengan Chi Square sektor perikanan diketahui bahwa sebagian besar
tabel (X2). Jika W hitung lebih besar daripada Chi produksi dimanfaatkan untuk konsumsi
Square tabel (X2) berarti Ho ditolak atau variabel rumahtangga. Produksi perikanan terbilang cukup
independen yang diuji secara individu berpengaruh besar karena pada area sampling rata-rata
nyata terhadap variabel dependen. rumahtangga memanfaatkan sebagian lahan
pekarangan sebagai kolam. Adanya sumber air di
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecamatan Ponjong dan supply air yang relatif
1. Tingkat Komersialisasi Usahatani banyak di Kecamatan Sayegan sangat membantu
Total produksi pertanian rumahtangga tani di petani dalam melakukan budidaya ikan.
Daerah Istimewa Yogyakarta secara umum Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui bahwa
terdistribusi untuk memenuhi kebutuhan pangan sebagian besar produksi usahatani dikelola untuk
internal rumahtangga dan sisanya dijual untuk konsumsi rumahtangga, yaitu sebesar 53%.
mencukupi berbagai keperluan lain seperti modal Sedangkan sisanya (47%) dialokasikan untuk dijual
usahatani musim tanam berikutnya, kebutuhan untuk menambah pendapatan keluarga. Dengan
pangan rumahtangga yang tidak dapat diproduksi demikian maka dapat disimpulkan bahwa secara
sendiri maupun kebutuhan non pangan. Besaran nilai umum usahatani di Daerah Istimewa Yogyakarta
penjualan produksi pertanian dapat menentukan bersifat subsisten.
status petani. Berdasarkan pada teori Mosher (1970) Besarnya proporsi usahatani untuk dikonsumsi
dalam Kostov and Lingard (2004) serta Davidova, menunjukkan tingginya kebutuhan pangan
Fredriksson, and Bailey (2009) menyebutkan bahwa rumahtangga, terutama yang dapat dihasilkan oleh
petani subsisten adalah petani yang menjual kurang usahatani. Disamping itu, produksi usahatani yang
dari 50% total produksinya sedangkan yang dicapai oleh petani tidak cukup besar bila
dimaksud dengan petani komersil adalah petani yang dibandingkan dengan kebutuhan internal
melakukan penjualan lebih dari 50% nilai rumahtangga sehingga marketable surplus yang
produksinya. Kegiatan penjualan/ komersialisasi dialokasikan petani untuk dijual hanya sedikit.
usahatani merupakan bentuk perdagangan yang dapat Adanya kegiatan komersialisasi memiliki dampak

303
positif bagi rumahtangga tani. Kegiatan penjualan
Tabel 1. Tingkat Produksi, Konsumsi dan Komersialisasi
usahatani menyebabkan terciptanya orientasi pasar Usahatani di Daerah Istimewa Yogyakarta
yang lebih besar dari produksi pertanian petani Jenis Produksi Penjualan Konsumsi
No
(Okezie et al., 2012). Semakin tinggi proporsi Usahatani (Rp) (Rp) (Rp)
penjualan terhadap produksi usahatani maka akan 1 Tanaman Semusim
semakin besar pula orientasi pasar petani. Orientasi a. Padi 3.818.681 1.481.412 2.337.269
pasar akan memicu petani memiliki usahatani dengan b. Kcg Tanah 366.563 329.913 36.649
produktivitas tinggi dengan tujuan untuk c. Jagung 325.660 312.361 13.299
memperoleh keuntungan yang lebih besar. d. Kedelai 79.819 77.222 2.597
Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan Total Tan. Semusim 4.590.722 2.200.908 2.389.814
komersialisasi usahatani juga dikemukakan oleh 2 Peternakan
beberapa pakar. von Braun and Kennedy (1994)
a. Sapi 1.009.028 496.528 512.500
dalam Abera (2009) menyebutkan bahwa
b. Kambing 1.023.125 524.514 498.611
komersialisasi memainkan peranan yang signifikan
c. Ayam 640.521 301.465 339.056
dalam meningkatkan pendapatan dan merangsang
tumbuhnya perdesaan melalui peningkatan Total Peternakan 2.672.674 1.322.507 1.350.167
kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas 3 Perikanan
pertanian perdesaan, pendapatan langsung bagi a. Lele 279.514 159.125 120.389
pekerja dan pemilik lahan, meningkatkan suplai b. Gurame 540.972 156.250 384.722
makanan dan berpotensi dalam peningkatan status c. Nila 302.750 77.257 225.493
gizi masyarakat desa. Pendapat tersebut juga Total Perikanan 1.123.236 392.632 730.604
didukung oleh Timmer (1997) yang menyatakan TOTAL 8.386.632 3.916.047 4.470.585
bahwa komersialisasi usahatani berhubungan erat PERSENTASE 100% 47% 53%
dengan produktivitas yang lebih tinggi, spesialisasi Sumber : Analisa data primer, 2014
usahatani yang lebih baik, dan pendapatan yang lebih
besar. Lebih lanjut disebutkan bahwa hasil yang
didapatkan tersebut memberikan jalan bagi petani 2. Faktor‒Faktor yang Mempengaruhi
untuk dapat memperbaiki tingkat ketahanan pangan, Keputusan Komersialisasi Usahatani
pengurangan tingkat kemiskinan, dan turut Pengkajian mengenai faktor-faktor yang
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. mempengaruhi tingkat komersialisasi usahatani
Manfaat komersialisasi juga dikaji dengan dilakukan dengan metode analisis Logit dan
sudut pandang yang berbeda yaitu kaitannya dengan menggunakan bantuan software Eviews 4.0. Sebelum
tingkat ketahanan pangan. Sebagai contoh, von mengkaji hasil regresi yang didapatkan, perlu
Braun (1995) menyatakan bahwa komersialisasi dibahas terlebih dahulu pengujian terhadap asumsi-
memiliki efek langsung pada tingkat pendapatan asumsi yang ada pada metode regresi Logit, yaitu uji
rumahtangga yang dapat menyebabkan peningkatan determinasi dan uji Likelihood Rasio Statistik.
pengeluaran pangan dan non pangan. Strasberg et al. Kemudian untuk menarik kesimpulan akhir analisis
(1999) memperkuat pendapat tersebut bahwa untuk regresi Logit fungsi komersialisasi dilihat dari hasil
mendapatkan akses makanan yang lebih baik, analisa secara parsial dengan melihat signifikansi
rumahtangga bergantung pada pertumbuhan dari masing-masing variabel independen secara
pendapatan, khususnya bagi rumahtangga yang individual untuk menjelaskan variabel dependen
sumber pendapatan utamanya berasal dari usahatani. pada model dengan menggunakan uji Z.
Hal ini berarti bahwa dengan meningkatkan tingkat
partisipasi pasar dapat memiliki dampak yang besar a) Uji Determinasi
pada status ketahanan pangan petani. Uji determinasi pada model regresi Logit tidak
menggunakan R2, namun menggunakan McFadden
R-Squared atau R2McF (Eviews, 2001). Berdasarkan
analisis regresi fungsi komersialisasi pada Tabel 2,
diketahui bahwa angka R2 McF adalah sebesar
0,6433 yang berarti variasi tingkat komersialisasi
usahatani dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang
termasuk dalam fungsi tingkat komersialisasi
usahatani sebesar 64,33 %. Sedangkan sisanya

304
sebesar 35,77 % dijelaskan oleh faktor-faktor di kepala keluarga, luas lahan pertanian, perbandingan
luar model yang diteliti. harga GKP terhadap harga bawang merah,
perbandingan harga GKP terhadap harga bawang
b) Uji Likelihood Rasio Statistik
putih, perbandingan harga GKP terhadap harga
Berdasarkan hasil perhitungan oleh program
minyak goreng, perbandingan harga GKP terhadap
Eviews pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai
harga gula, perbandingan harga GKP terhadap
probability dari Likelihood Ratio Statistic (LR Stat)
harga cabe, perbandingan harga GKP terhadap
pada fungsi komersialisasi dengan menggunakan
harga mie instan, perbandingan harga GKP
terhadap harga tempe, perbandingan harga GKP
Tabel 2. Hasil Regresi Logit Fungsi Komersialisasi terhadap harga daging ayam, dan konstanta.
Usahatani di D. I. Yogyakarta Variabel independen lainnya yang tidak
Tanda Koefisien berpengaruh secara signifikan terhadap
Variabel z-stat Prob.
Harapan Regresi komersialisasi usahatani di Daerah Istimewa
ln DisHC  0,065 0,079ns 0,540 Yogyakarta antara lain jarak rumah ke kota
ln ExpHH + 2,721 1,736* 0,083 pemerintahan terdekat, pendapatan total keluarga,
ln EduHH + 1,639 2,793*** 0,005 dan jumlah anggota keluarga.
ln Income  1,491 0,964ns 0,335 Deskripsi dari masing-masing variabel
ln Land + 2,319 2,110** 0,035 independen, baik yang berpengaruh signifikan
ns
ln NuFM + -2,023 -1,054 0,292 maupun yang tidak berpengaruh signifikan
ln PP/PO  -23,944 -2,719*** 0,007 diterangkan sebagai berikut :
ln PP/PG  -6,403 -2,447** 0,014 1) Jarak rumah ke kota
ln PP/PFO  -7,308 -1,787* 0,074 Jarak antara rumah petani dengan kota
ln PP/PS  -21,383 -2,485 ** 0,013 pemerintahan terdekat tidak berpengaruh signifikan
ln PP/PCl  -5,515 -2,611*** 0,009 terhadap keputusan petani untuk melakukan
ln PP/PM  -23,604 -2,365** 0,018 penjualan produksi pertanian. Kota pemerintahan
ln PP/PT  -10,721 -2,413** 0,016 digambarkan sebagai tempat terdekat bagi petani
ln PP/PCh  -10,517 -2,113** 0,035 untuk dapat melakukan kegiatan penjualan
Konstanta 119,924 *** 0,008 produksi pertanian. Namun, pada saat ini ternyata
LR Statistic 54,737*** 0,000 petani dalam melakukan penjualan produksi
McFadden R-Squared (R2McF) 0,6433 pertanian tidak lagi bergantung pada lokasi kota.
Sumber : Analisa data primer, 2014 Penjualan usahatani dapat dilakukan secara lebih
Keterangan : praktis karena pelaku pemasaran memfasilitasi
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 % petani untuk membeli hasil pertanian dari lahan
** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %
* = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 %
maupun dari rumah petani. Pelaku pemasaran
ns
= tidak signifikan seperti tengkulak, saat ini semakin bersaing dan
berani menjemput hasil pertanian petani. Selain itu,
model regresi Logit jauh berada di bawah tingkat sistem penjualan seperti ijon juga memudahkan
kesalahan (α) 0,10, yaitu 0,000 atau F hitung petani untuk melakukan penjualan usahtani tanpa
signifikan pada tingkat kepercayaan 99 %. Dengan harus memindahkan hasil pertanian.
demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel 2) Pengalaman bertani kepala keluarga
independen secara bersama-sama berpengaruh Hasil uji parsial menunjukkan pengalaman
terhadap keputusan petani untuk menjual atau tidak bertani kepala keluarga memiliki pengaruh
menjual hasil pertaniannya. signifikan terhadap penjualan usahatani pada
c) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputus- tingkat kepercayaan 90 % dengan tanda positif
an Petani pada Tingkat Komersialisasi sesuai dengan tanda harapan. Meningkatnya
Usahatani pengalaman bertani kepala keluarga akan semakin
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa memantapkan keputusannya dalam melakukan
variabel-variabel independen yang berpengaruh penjualan usahatani untuk memperoleh pendapatan
secara signifikan terhadap komersialisasi usahatani yang lebih baik guna memenuhi kebutuhan
di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mengacu rumahtangga. Pengalaman berusahatani merupakan
nilai Z-statistic dan angka probabilitasnya pada faktor utama penentu komersialisasi usahatani
output perhitungan regresi Logit oleh Eviews yaitu, sehingga berpengaruh signifikan dan bertanda
pengalaman bertani kepala keluarga, pendidikan positif (Kirui and Njiraini, 2013; dan Aderemi,
Omonona, Yusuf, and Oni, 2014). Hasil ini

305
menunjukkan bahwa penambahan tahun berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
pengalaman petani akan berdampak pada petani menjual produksi usahatani. Tingginya
peningkatan probabilitas petani melakukan kebutuhan rumahtangga menyebabkan pendapatan
komersialisasi. Pengalaman diketahui sebagai total petani tidak berpengaruh secara signifikan
faktor yang mendorong tercapainya kesempurnaan terhadap keputusan penjualan produksi pertanian.
dalam melakukan kegiatan usahatani. Pengalaman Penjualan produksi pertanian lebih dipengaruhi
menghasilkan wujud peningkatan pengetahuan oleh harga barang-barang kebutuhan pokok
teknis ataupun bentuk lainnya yang dapat rumahtangga dan harga produk pertanian itu
digunakan petani dalam usahatani (Agwu, sendiri. Pendapatan per kapita menggambarkan
Anyanwu, and Mendie, 2012). Hussain, Chauhan, tingkat kesejahteraan dari suatu rumahtangga tani.
Singh, and Yousuf (2009) menambahkan bahwa Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu
pengalaman berusahatani merupakan alat praktis rumahtangga tani maka seharusnya penjualan
bagi petani untuk membedakan antara teknologi produksi pertanian semakin rendah karena modal
tradisional dan modern dan karena itu, merupakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga lebih
faktor yang signifikan dengan menimbang tingkat tinggi sehingga tidak perlu melakukan
adopsi petani terhadap teknologi. Petani komersil komersialisasi usahatani. Namun, pada
percaya bahwa penggunaan teknologi akan kenyataannya kebutuhan petani yang tinggi serta
memberi lebih banyak produksi dan produksi yang pendapatan yang terbatas memaksa petani untuk
banyak akan memberi lebih banyak pendapatan, melakukan penjualan produksi pertanian.
sedangkan petani subsisten percaya pada teknologi 5) Luas lahan pertanian
tradisional untuk memproduksi pertanian sampai Hasil analisa menunjukkan bahwa luas lahan
pada tingkat subsisten saja. pertanian memiliki pengaruh yang signifikan pada
3) Lama pendidikan kepala keluarga keputusan petani melakukan penjualan produksi
Merujuk pada hasil regresi Logit, umur kepala pertanian dengan tanda positif sesuai tanda harapan
keluarga berpengaruh terhadap keputusan petani dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %. Luas
dalam melakukan penjualan usahtani dengan tanda lahan pertanian merupakan aset petani yang
positif sesuai dengan teori dan signifikan pada berguna dalam memproduksi hasil pertanian.
tingkat kepercayaan 99 %. Lama pendidikan formal Semakin luas lahan pertanian yang dimiliki oleh
yang dimiliki oleh petani akan berpengaruh petani maka semakin banyak hasil pertanian yang
terhadap pengelolaan produksi pertanian baik pada didapatkan petani sehingga semakin banyak pula
jumlah yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan marketable surplus dari output pertanian tersebut.
keluarga maupun yang dijual untuk memperoleh Besar marketable surplus yang dimiliki petani akan
pendapatan. hal ini didukung oleh Rahut, berpengaruh pada besarnya probabilitas petani
Castellanos, and Sahoo (2010) yang menyatakan menjual hasil pertanian. Menurut Wiggins, Kodhek,
bahwa pendidikan kepala keluarga berdampak Leavy, and Poulton (2011), luas lahan pertanian
signifikan terhadap komersialisasi usahatani karena yang kecil membatasi komersialisasi dengan tidak
kepala keluarga yang lebih berpendidikan memiliki memberikan kesempatan petani untuk
kesadaran yang lebih tinggi akan nilai memproduksi dengan tujuan komersil. Rahut et al.
komersialisasi dari tanaman yang diusahakan dan (2010) menambahkan, aset berupa lahan
membudidayakan tanaman tersebut dengan sebaik- merupakan hal yang penting dalam komersialisasi.
baiknya sehingga menghasilkan pendapatan yang Semakin luas lahan yang dimiliki berarti
lebih tinggi. FAO (2014) berpendapat bahwa memungkinkan petani untuk dapat memproduksi
pendidikan merupakan investasi dalam lebih banyak surplus yang dapat dijual ke pasar.
meningkatkan orientasi komrsial petani. Dari hasil 6) Jumlah anggota keluarga
analisa, banyak petani yang tertarik untuk Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh
melakukan komersialisasi usahatani namun tidak secara signifikan terhadap keputusan petani untuk
didasari oleh keterampilan perencanaan dan melakukan penjualan produksi pertanian. Secara
pemasaran. Pengetahuan dan kemampuan untuk teori, semakin banyak anggota rumahtangga maka
bereaksi terhadap perubahan di pasar adalah pilar semakin tinggi pula kegiatan usahatani yang dapat
untuk mengembangkan dan menerapkan strategi dilakukan oleh rumahtangga sehingga semakin
manajemen pertanian yang berorientasi komersial. besar produksi usahatani dengan surplus produksi
4) Pendapatan total keluarga yang dapat dipasarkan. Namun, kebanyakan
Berdasarkan hasil regresi Logit didapatkan anggota rumahtangga tani lebih memilih untuk
bahwa besarnya pendapatan total keluarga tidak melakukan kegiatan di luar usahatani untuk dapat

306
menambah pendapatan keluarga. Hal ini Analisa mengenai pengaruh harga gabah
menyebabkan produksi pertanian tidak bertambah relatif terhadap harga barang lain memberikan hasil
sehingga surplus produksi pertanian relatif tidak yang baik. Dari 8 (delapan) variabel perbandingan
dipengaruhi oleh ukuran rumahtangga. harga yang dianalisa memberikan hasil yang
7) Perbandingan harga GKP terhadap harga signifikan, yaitu perbandingan harga GKP terhadap
barang pokok lainnya harga bawang merah, perbandingan harga GKP
Harga gabah menjadi acuan variabel terhadap harga bawang putih, perbandingan harga
perbandingan harga produk pertanian terhadap GKP terhadap harga minyak goreng, perbandingan
harga produk kebutuhan pokok lainnya karena harga GKP terhadap harga gula, perbandingan
hampir seluruh petani memproduksi. Rata-rata harga GKP terhadap harga cabe, perbandingan
petani di Daerah Istimewa Yogyakarta harga GKP terhadap harga mie instan,
menghasilkan 128 kg beras/tahun dan 677 kg perbandingan harga GKP terhadap harga tempe,
GKP/tahun yang setara dengan 425 kg beras/tahun perbandingan harga GKP terhadap harga daging
setelah dikonversi dengan angka 62,74% sesuai ayam. Variabel perbandingan harga gabah terhadap
angka acuan konversi gabah kering ke beras oleh harga barang lain berpengaruh signifikan karena
BPS dan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil dalam melakukan penjualan usahatani, petani
Pertanian, Kementerian Pertanian. Kajian melihat harga barang lain. Hal ini ditujukan untuk
mengenai tanda harapan pada variabel mengetahui daya beli petani. Apabila harga barang
perbandingan harga gabah terhadap harga barang pokok lainnya mahal, maka petani akan menjual
kebutuhan lainnya dapat dijelaskan melalui Tabel 3 lebih banyak gabah agar dapat membeli barang lain
dimana rata-rata rumahtangga tani memproduksi dengan jumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan
sebesar 553 kg beras/tahun sedangkan konsumsi rumahtangga. Sebaliknya, bila harga barang lain
rata-rata mencapai 556 kg/tahun. Berdasarkan turun, maka daya beli petani akan meningkat
perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sehingga jumlah gabah yang dijual akan menurun.
secara umum rumahtangga tani bertindak sebagai Barang lain yang dianalisa pada model ini
net consumer untuk produk gabah/beras. Melalui merupakan barang kebutuhan pokok rumahtangga
perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa sehingga hampir dikonsumsi oleh suluruh
produksi beras akan terlebih dahulu dialokasikan rumahtangga. Mathur and Ezekiel (1961) dalam
oleh petani guna pemenuhan kebutuhan Murbyarto (1965) menjelaskan bahwa karena
rumahtangga, apabila terdapat kelebihan produksi sektor pertanian kecil jarang yang menguangkan
(marketable surplus) barulah petani produksi pertanian, petani memiliki tendensi untuk
memanfaatkannya untuk dijual. Sehingga, bereaksi terbalik terhadap perubahan harga.
perbandingan harga antara gabah dan barang pokok Dihipotesiskan bahwa pada suatu periode waktu
lainnya memiliki tanda harapan (expected sign) tertentu petani membutuhkan uang cash untuk
negatif. Bagi petani, prioritas utama pemenuhan membeli komoditas yang tidak dapat diproduksi,
kebutuhan beras rumahtangga lebih penting untuk membayar sewa, dan lain-lain. Hasilnya
daripada penjualan karena dengan kondisi defisit adalah peningkatan harga produk akan diikuti
beras (net consumer) maka seandainya petani dengan penurunan jumlah produk yang ditawarkan,
melakukan penjualan gabah atau beras akan karena jumlah yang lebih sedikit ini akan dapat
menyebabkan petani mengalami defisit beras yang memenuhi kebutuhan akan uang cash. Petani
lebih besar, sebagai akibatnya petani harus membeli kemudian lebih memilih untuk menyimpan dalam
beras dikemudian hari. Hal ini menyebabkan petani bentuk produk, keputusan ini diperkuat oleh
tidak merespon harga gabah/beras, tetapi harga ketidakpastian di masa mendatang. Petani merasa
barang kebutuhan pokok lainnya yang tidak lebih aman dengan padian di gudang mereka
dihasilkan usahatani. daripada uang di tabungan. Hal ini diperkuat oleh
Bardhan (1970) yang menjelaskan bahwa harga
Tabel 3. Balance Produksi dan Konsumsi Beras padian memiliki efek negatif terhadap marketable
Rata-Rata Rumahtangga Tani di DIY surplus. Harga produk yang lebih tinggi
Rerata Produksi Beras Rerata Konsumsi Beras menyebabkan kenaikan permintaan untuk
(Kg/RT/Tahun) (Kg/RT/Tahun) menyimpan produk menjadi besar.
553 556
Sumber : Analisis data primer, 2014

307
KESIMPULAN Journal of Food Science and Nutrition
a) Petani di Daerah Istimewa Yogyakarta Research, 1 (4), 23-27.
memiliki orientasi subsisten dengan tingkat Agwu, N. M., Anyanwu, C. I., and Mendie, E. I.
konsumsi sebesar 53 %. (2012). Socio-economics determinants of
b) Rumahtangga tani di Daerah Istimewa commercialization among smallholder farmers
Yogyakarta berstatus sebagai net consumer in Abia State, Nigeria. Greener Journal of
untuk produk beras. Agricultural Sciences, 2 (8), 392-397.
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
Bardhan, K. (1970). Price and output response of
penjualan produksi pertanian antara lain
marketed surplus of foodgrains : a cross-
pengalaman bertani kepala keluarga,
sectional study of some North Indian Villages.
pendidikan kepala keluarga, luas lahan
American Journal of Agricultural Economics,
pertanian, perbandingan harga GKP terhadap
52 (1), 51-61.
harga bawang merah, perbandingan harga
GKP terhadap harga bawang putih, Borooah, V. K. (2002). Logit and Probit, Ordered
perbandingan harga GKP terhadap harga and Multinomial Model. London, Thousand
minyak goreng, perbandingan harga GKP Oaks: Sage Publications, Inc.
terhadap harga gula, perbandingan harga GKP Darwanto, D. H. (2005). Ketahanan pangan berbasis
terhadap harga cabe, perbandingan harga GKP produksi dan kesejahteraan petani. Ilmu
terhadap harga mie instan, perbandingan harga Pertanian, 12 (2), 152-164.
GKP terhadap harga tempe, dan perbandingan Davidova, S., Fredriksson, L., and Bailey, A. (2009).
harga GKP terhadap harga daging ayam. Subsistence and semi-subsistence farming in
selected EU New Member States. Agricultural
SARAN Economics, 40 (1), 733-744.
a) Adanya kesempatan bekerja, terutama pada Eviews. 2001. Eviews 4.0 User’s Guide. USA:
sektor non formal akan membantu petani kecil Quantitative Micro Software.
untuk memperoleh kesempatan bekerja disela
kegiatan usahatani sehingga dapat FAO. (2014). Understanding smallholder farmer
meningkatkan pendapatan rumahtangga tani. attitudes to commercialization : the case of
Pendapatan yang lebih besar tersebut dapat maize in Kenya. Rome.
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan Green, W. H. (1993). Econometric Analysis. New
rumahtangga sehingga petani dapat York: Macmillan Publishing Company.
menyimpan lebih banyak, baik dalam bentuk Hussain, A., Chauhan, J., Singh, A. K. and Yousuf,
tabungan maupun produk pertanian. S. (2009). A study on adooption behaviour of
b) Stabilitas harga bahan pangan pokok serta farmers in Kashmir Valley. Indian Res. J. Ext.
perlindungan harga output pertanian sangat Edu, 9 (2), 46-49.
diperlukan karena terkait dengan pendapatan Kirui, O. K. and Njiraini, G. W. (2013).
petani serta kemampuan petani dalam Determinants of agricultural commerciali-
memenuhi kebutuhan pokok rumahtangga. zation among the rural poor : the role of ICT
and collective action iniciatives and gender
UCAPAN TERIMA KASIH perspective in Kenya. Hammanet, Tunisia:
Penulis mengucapkan terima kasih kepada AAAE Fourth International Conference,
Fakultas Pertanian UGM yang telah memberikan September 22-25.
research grant untuk penelitian ini.
Kostov, P. and Lingard, J. (2004). Subsistence
farming in transitional economies : its roles and
DAFTAR PUSTAKA determinants. Journal of Agricultural
Abera, G. (2009). Commercialization of smallholder Economics, 55 (3), 565-579.
farming : Determinants and welfare outcomes
(Master Thesis). Norway: University of Agder. Lerman, Z. (2004). Policies and institutions for
Aderemi, E. O., Omonona, B. T., Yusuf, S. A., and commercialization of subsistence farms in
Oni, O. A. (2014). Determinants of output transition countries. Journal of Asian
commercialization among crop farming Economics, 15 (3), 461-479.
households in South Western Nigeria. American

308
Mathijs, E. (2002). Micro-economic analysis of farm
restructuring in central and Eastern Europe: an
overview of major results. Agricultural
Economics Journal, 48 (5).
Mathijs, E. and Noev, N. (2002). Commercialization
and subsistence in transaction agriculture:
empirical evidence from Albania, Bulgaria,
Hungary and Romania. Paper Prepared for
Presentation at the Xth EAAE Congress
“Exploring Diversity in the European Agri-Food
System”, Zaragoza (Spain), 28-31 August 2002.
Murbyarto. (1965). The elasticity of the marketable
surplus of rice in Indonesia : a study in Java-
Madura (Doctoral dissertation). Iowa: Iowa
State University.
Okezie, C. A., Sulaiman, J., and Nwosu, A. C.
(2012). Farm-level determinants of agriculture
commercialization. International Journal of
Agriculture and Forestry, 2 (2), 1-5.
Rahut, D. B., Castellanos, I. V., and Sahoo, P. (2010).
Commercialization of agriculture in the
Himalayas. Chiba, Japan: Institute of
Developing Economies (IDE) Paper No. 265.
Starsberg, P. J., Jayne, T. S., Yamano, T., Nyoro, J.,
Karanja, D., and Strauss, J. (1999). Effect of
agricultural commercialization on food crop
input use and productivity in Kenya (Working
Paper No. 71). East Lansing, Michigan:
Department of Agricultural Economics,
Department of Economics, Michigan State
University.
Theil, H. (1971). Principles of Econometrics. New
York: Wiley Publication.
Timmer, C. P. (1997). Farmers and markets: the
political economy of new paradigms. American
Journal of Agricultural Economics, 79 (2), 621-
627.
von Braun, J. (1995). Agricultural commercializa-
tion: impact on income and nutrition and
implication for policy. Food Policy, 20 (3), 187-
202.
Widarjono, A. (1992). Ekonometrika: Teori dan
Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Penerbit
Ekonisia, Yogyakarta.
Wiggins, S., Kodhek, G. A., Leavy, J. and Poulton,
C. (2011). Small farm commercialization in Africa :
Reviewing the issues. Research Paper. Future
Agricultures.

309
310
Dampak Agrowisata Desa Cihideung Terhadap Aspek Ekonomi, Sosial Budaya,
dan Lingkungan (Studi Kasus di Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong,
Kabupaten Bandung Barat)
Impact of Cihideung Village Agrotourism Based on Economic, Social Cultural, and
Environment (Case Study at Cihideung Village, Parongpong Sub District, West Bandung
District)
Anita Putri Kemala1, Rani Andriani Budi Kusumo1
1Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Desa Cihideung memiliki keunggulan dalam bidang pertanian sebagai penghasil bunga
sehingga menjadi agrowisata bunga. Agrowisata memberikan dampak terhadap
masyarakat dan lingkungan sekitarnya..Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
Kata Kunci: 1) dampak positif agrowisata Desa Cihideung (2) dampak negatif agrowisata Desa
Agrowisata Cihideung dilihat dari aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan serta 3) kendala
Dampak dalam pengembangan agrowisata Desa Cihideung. Desain penelitian yang digunakan
Ekonomi adalah kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Informan ditentukan dengan
Sosial Budaya sengaja. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis data
Lingkungan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agrowisata
Desa Cihideung memberikan dampak positif yaitu adanya peningkatan pendapatan
masyarakat, meluasnya kesempatan kerja, peningkatan sarana dan prasarana desa,
meningkatkan keberagaman mata pencaharian, dan mempertahankan tradisi,
sedangkan dampak negatif agrowisata yaitu meningkatkan harga lahan, merubahan
gaya hidup menjadi konsumtif, menimbulkan terjadinya migrasi baik ke dalam
maupun ke luar Desa Cihideung, mengurangi tingkat kerukunan, meningkatkan
kriminalitas, menimbulkan polusi air, udara, suara, limbah padat, dan menimbulkan
kemacetan. Kendala dalam pengembangan agrowisata yaitu sarana dan prasarana
belum memadai, kurangnya kesadaran sumber daya manusia, kurangnya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah, kurangnya atraksi wisata, dan investor yang kurang
mendukung agrowisata.

ABSTRACT

Cihideung Village has agricultural advantage as producer of flowers so it is really


potential to be an agrotourism area. Agrotourism influences the social environtment
in this village. The objective of this research to identify 1) the positive impact of
agrotourism 2) the negative impact of agrotourism based on economic, social culture,
Keywords: and social environtment and 3) the constraint in the development of agrotourism. The
Agrotourism research design used qualitative method specifically the case study technique. This
Impact research was conducted in Cihideung Village, Parongpong Sub District, West
Economic Bandung District. Informants were selected purposively. The data used primary and
Social Cultural secondary data. The data was analyzed by using descriptive analysis. The result
showed that the positive impact of agrotourism were increasing income, increasing
Environment
jobs opportunity, improving infrastructure, expanding livelihood, and preseving
tradition. The negative impact of agrotourism were increasing the price of land,
changing lifestyle become consumptive, fuel migration to the outside and into
Cihideung Village, reducing the level of harmony, increasing the number of crime,
pollution, and traffic. The constraint in the development of agrotourism are lack of
infrastructure, lack of human resources awarness, lack of public confidence to
government, lack of tourist attractions, and investor are less support of agrotourism.

* Korespondensi Penulis, Alamat e-mail: anitaputr@gmail.com

311
PENDAHULUAN berdasarkan potensi dan kearifan lokal dalam
Sektor pariwisata merupakan sektor yang pelestarian lingkungan.
menyumbang devisa dalam perekonomian di Saat ini jumlah petani bunga di Desa
Indonesia. Sejak tahun 2010, devisa sektor pariwisata Cihideung terancam karena semakin sedikit para
di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya generasi muda yang berkeinginan untuk meneruskan
hingga menduduki peringkat ke-4 pada tahun 2013 untuk menjadi petani bunga. Hal ini karena
yang sebelumnya menduduki peringkat ke-5 sebagai banyaknya usaha milik investor yang didirikan di
penghasil devisa terbesar di Indonesia. Desa Cihideung untuk memenuhi sarana penunjang
Ranking Devisa 5 Terbesar di Indonesia Tahun 2010 - 2013 wisatawan ke Desa Cihideung seperti perhotelan dan
restoran sehingga mereka lebih memilih untuk
45,000 Minyak bekerja di sektor tersebut. Hal ini juga membuat
40,000 dan Gas
Bumi
lahan untuk membudidayakan bunga di Desa
35,000 Cihideung semakin berkurang karena para penerus
Batu Bara
30,000 yang seharusnya menjadi petani bunga memilih
25,000 untuk menjual lahan tersebut sehingga lahan tersebut
juta US$

Minyak sudah beralih ke sektor non pertanian. Walaupun


20,000 Kelapa
15,000 Sawit dengan adanya usaha milik investor akan membuka
Karet lapangan pekerjaan di Desa Cihideung, tetapi apabila
10,000
Olahan para generasi muda ikut mengambil kesempatan
5,000
tersebut dengan memilih untuk bekerja di sektor jasa
0 Pariwisata
dibandingkan menjadi petani bunga maka akan
2010 2011 2012 2013
mengancam kelangsungan petani bunga di Desa
Tahun Cihideung termasuk agrowisata Desa Cihideung
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2014) karena agrowisata tersebut tidak terlepas dari para
Gambar 1. Ranking devisa 5 terbesar di Indonesia tahun 2010 –
2013.
petani bunga di Desa Cihideung.
Pariwisata unggulan di Indonesia yaitu Kegiatan wisata secara langsung menyentuh
wisata alam karena Indonesia adalah negara agraris dan melibatkan masyarakat di mana keterlibatan
yang kaya akan pertanian. Sektor pertanian selain masyarakat tersebut dihasilkan dari adanya interaksi
menghasilkan manfaat dari aspek produk antara masyarakat, wisatawan, dan pemerintah yang
pertaniannya, juga memiliki keindahan alam yang ditimbulkan suatu kawasan wisata sehingga
dapat dikembangkan sebagai objek wisata alam menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Dengan
satunya yaitu dijadikan agrowisata. Agrowisata adanya pengembangan Desa Cihideung sebagai
menurut Tinaprilla dan Elang (2008) adalah wisata kawasan agrowisata akan menimbulkan dampak
khusus perpaduan antara budidaya pertanian dan terhadap masyarakat di Desa Cihideung baik dari
pariwisata yang merupakan rekayasa dari objek aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan di
pertanian untuk dijadikan objek wisata. mana dampak tersebut dapat berupa dampak positif
Desa Cihideung merupakan salah satu maupun dampak negatif. Dari pemaparan di atas,
agrowisata yang berada di Kabupaten Bandung maka penelitian ini bertujuan untuk :
Barat. Desa Cihideung merupakan agrowisata alami 1. Mengidentifikasi dampak positif yang
yang dikelola oleh masyarakatnya sendiri. Hal ini ditimbulkan dari agrowisata Desa Cihideung
berbeda dengan agrowisata lainnya di Kabupaten 2. Mengidentifikasi dampak negatif yang
Bandung Barat yang pada umumnya dikelola oleh ditimbulkan dari agrowisata Desa Cihideung
pihak swasta. Desa Cihideung dijadikan agrowisata 3. Mengidentifikasi kendala pengembangan
karena mayoritas masyarakatnya bermata agrowisata Desa Cihideung.
pencaharian sebagai petani bunga yaitu lebih dari 80
persen warga Desa Cihideung menjadi petani bunga KERANGKA TEORI/ KERANGKA KONSEP
(Disparbud Jabar, 2011). Berdasarkan Perda Pengertian Agrowisata
Kabupaten Bandung Barat No. 2 Tahun 2012 tentang Agrowisata menurut Tinaprilla dan Elang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung (2008) adalah wisata khusus perpaduan antara
Barat Tahun 2009-2029, Desa Cihideung termasuk budidaya pertanian dan pariwisata yang merupakan
kedalam kawasan pariwisata yang diarahkan untuk rekayasa dari objek pertanian untuk dijadikan objek
mewujudkan pengembangan kawasan wisata alam wisata. Objek wisata kunjungan pertanian yang
dimaksud di sini berupa kunjungan wisata untuk

312
memperkenalkan sistem budidaya pertanian baik kegiatan meniru perilaku wisatawan. Hal ini akan
tradisional maupun modern. memberikan dampak negatif apabila masyarakat
Agrowisata menurut Adisukarjo (2006) meniru perilaku wisatawan yang tidak sesuai dengan
adalah wisata yang sarananya adalah pertanian, aturan yang berlaku di masyarakat daerah wisata.
perkebunan, atau kehutanan. Agrowisata biasanya Masyarakat yang meniru perilaku wisatawan
dikembangkan di daerah pegunungan yang udaranya dikarenakan adanya dorongan masyarakat untuk
cukup sejuk. mengejar sesuatu yang mereka tak punya, sesuatu
Agrowisata menurut Bappenas (2004) adalah yang baru, dan tampak baik yang dikenakan atau
pengembangan industri wisata alam yang bertumpu dilakukan oleh wisatawan.
pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini Pariwisata juga memberikan dampak
mengandalkan pada kemampuan budidaya baik terhadap kerukunan masyarakat di daerah tujuan
pertanian, peternakan, perikanan atau pun kehutanan. wisata. Keberadaan orang baru di suatu wilayah akan
Dampak Agrowisata mengakibatkan terjadinya keseimbangan baru pada
(1) Dampak Ekonomi sistem sosial di wilayah tersebut. Keseimbangan baru
Menurut Yoeti (2008), dilihat dari aspek tersebut dapat dicapai baik malalui mekanisme damai
ekonomi, pariwisata memberikan dampak yaitu atau konflik. Tingkat penerimaan atau akseptabilitas
meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan komunitas lokal terhadap datangnya wisatawan pada
kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan suatu kawasan wisata akan menimbulkan reaksi pada
masyarakat, meningkatkan penerimaan pajak tingkat kerukunan masyarakat (damai atau konflik)
pemerintah dan retribusi daerah, meningkatkan dalam derajat tertentu.
pendapatan nasional, meningkatkan devisa negara, Cohen (dalam Pitana, 2009) mengatakan
meningkatkan harga tanah, dan memberikan dampak bahwa dampak pariwisata terhadap sosial budaya
efek pengganda atau multiplier effect. Waluya (2013) masyarakat adalah adanya dampak terhadap migrasi
menambahkan adanya pariwisata dapat mendorong dari dan ke daerah pariwisata. Hal tersebut
pembangunan didaerah berupa perbaikan sarana dan mengakibatkan jumlah penduduk di daerah wisata
prasarana di lingkungan daerah karena pemerintah menjadi padat. Salah satu faktor yang menyebabkan
mendapat income yang dapat digunakan untuk terjadinya migrasi tersebut karena adanya
pembangunan sarana dan prasarana yang kurang kesempatan bekerja di sektor pariwisata sehingga
memadai. menarik pendatang untuk tinggal di daerah wisata.
Menurut Deptan (2002) atraksi wisata juga Menurut Pizam et al (dalam Pitana, 2009)
dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta pariwisata berpotensi sebagai faktor penentu
masyarakat di sekitarnya. Wisatawan yang munculnya berbagai bentuk kriminal. Kriminalitas
berkunjung akan menjadi konsumen produk dapat terjadi karena adanya wisatawan yang datang
pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil ke daerah wisata dan dimanfaatkan oleh masyarakat
menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya untuk memperoleh hal yang tidak mereka miliki
kesadaran petani akan arti petingnya kelestarian namun dimiliki oleh para wisatawan. Dampak
sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi lainnya yaitu perubahan mata pencaharian karena
lebih terjaga yang pada gilirannya akan adanya potensi untuk dapat bekerja dalam memenuhi
meningkatkan pendapatan petani. Bagi masyarakat kebutuhan wisatawan ataupun untuk mendapatkan
sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, kehidupan yang lebih layak dari sebelumnya..
mereka dapat memperoleh kesempatan berusaha Menurut Budi (1993) pariwisata dapat
dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang menggairahkan perkembangan budaya dan tradisi
dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. asli, bahkan dapat juga menghidupkan kembali unsur
Atraksi wisata pertanian juga dapat menarik pihak budaya yang hampir dilupakan. Di lain pihak
lain untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan pariwisata dapat mengubah corak berbagai unsur
kegiatan budidaya ataupun atraksi-atraksi lainnya kebudayaan. Misalnya kesenian dan upacara tradisi
sehingga dapat menambah pendapatan petani. yang semula dilakukan karena motivasi tradisional
(2) Dampak Sosial Budaya dan spiritual yang berakar sangat kuat dalam
Menurut Pitana (2009) pariwisata dari segi kebudayaan masyarakat, menjadi lepas dari motivasi
sosial budaya akan menimbulkan dampak dalam asli. Hal ini karena adanya tuntutan komersial. Tidak
bentuk perubahan perilaku manusia akibat interaksi menutup kemungkinan juga dengan adanya
di dalam masyarakat antara wisatawan dengan pariwisata akan memudarkan tradisi di masyarakat.
penduduk lokal dan pemerintahan setempat.
Perubahan perilaku tersebut diakibatkan adanya

313
(3) Dampak Lingkungan Pengumpulan data dilakukan dengan
Menurut Nugroho (2011), kegiatan sektor menggunakan alat bantu berupa panduan wawancara,
pariwisata dapat menghasilkan polusi berwujud observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Informan
seperti emisi, kebisingan, sampah, limbah, minyak ditentukan dengan sengaja (purposive). Informan
dan bahan kimia, atau gangguan pemandangan. penelitian ini yaitu Dinas Pariwisata dan
Polusi dapat berwujud sampah (padat) adalah Kebudayaan Kabupaten Bandung Barat,
fenomena umum dari sektor pariwisata. Karena aparatur pemerintahan Desa Cihideung, tokoh
perilaku yang lebih konsumtif dibanding penduduk seni dan budaya Desa Cihideung, Pertahanan
lokal, volume sampah pada wilayah tujuan wisata Sipil Desa Cihideung, Ketua Kelompok Tani di
akan sangat tinggi. Sampah-sampah tersebut
Desa Cihideung. Dan masyarakat Desa
walaupun terdegradasi, namun tetap mempengaruhi
kualitas air, udara, dan tanah yang menyebabkan Cihideung sebanyak sebelas orang. Data yang
kematian biota-biota di dalamnya. digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis
Polusi lain dari aktivitas wisata adalah data menggunakan analisis deskriptif
limbah atau air kotor dan gangguan estetika. Limbah
mengalir dari berbagai aktifitas selama konstruksi HASIL DAN PEMBAHASAN
hingga digunakannya berbagai sarana dan prasarana 1. Dampak Positif Agrowisata
wisata. Air tersebut akan mengalir ke badan-badan (1) Aspek Ekonomi
air seperti sungai, danau, pantai, hingga lautan. a. Pendapatan
Karakteristik kimia dan lingkungan air akan Setelah Desa Cihideung menjadi kawasan
terganggu dan dapat mengakibatkan kematian flora agrowisata membuat pendapatan masyarakat
dan fauna, kerusakan terumbu karang, dan ancaman meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut dapat
kesehatan terhadap manusia. dilihat pada Tabel 1. Pendapatan tersebut merupakan
Menurut Pitana (2009) pariwisata dari segi pendapatan kotor yang diperoleh masyarakat Desa
lingkungan akan menimbulkan dampak terhadap Cihideung yang memanfaatkan agrowisata untuk
penurunan kualitas lingkungan apabila terjadi memperoleh pendapatan.
penurunan kebersihan alam lingkungan dan Tabel 1.Perubahan Pendapatan Masyarakat Desa
timbulnya kadar polusi lingkungan seperti air dan Cihideung Akibat Agrowisata
udara. Selain itu dampak yang ditimbulkan adalah Sebelum Masyarakat Setelah Masyarakat
Pening-
Memanfaatkan Agrowisata Memanfaatkan Agrowisata
kemacetan lalu lintas di kawasan wisata karena katan
Penda-
banyaknya jumlah wisatawan yang datang ke tempat patan
Mata Pendapatan Mata Pendapatan
wisata. Pencaharian (Rp/bulan) Pencaharian (Rp/bulan)
(%)

Hal serupa juga dikemukakan oleh Yoeti


Petani bunga
(2008), dampak yang ditimbulkan dari adanya Petani
13.500.000 dan penjual 19.000.000 28,95
pariwisata adalah sumber-sumber hayati menjadi bunga
souvenir
rusak yang menyebabkan Indonesia kehilangan daya Petani bunga
tariknya untuk jangka panjang. Selain itu juga Petani dan
3.000.000 33.400.000 91,02
menimbulkan dampak terhadap ramainya lalu lintas. bunga pengusaha
rumah makan
Namun menurut Deptan (2002) dengan adanya
pariwisata khususnya agrowisata juga dapat Petani bunga
Petani dan
melestarikan sumber daya alam. Maka dari itu bunga
5.000.000
pengusaha
14.000.000 64,29

agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata kost-kostan


ekologi (ecotoursm), yaitu kegiatan perjalanan wisata Petani Petani bunga
bunga dan dan
dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan pendekorasi
9.000.000
pendekorasi
13.000.000 30,77

tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan bunga bunga


Petani Petani bunga
alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan bunga
9.000.000
dan bandar
18.000.000 50,00
alaminya. Petani bunga
Petani
14.000.000 dan pemandu 16.400.000 14,63
bunga
wisatawan
METODE PENELITIAN
Pengusaha
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Penjual
6.000.000 rumah makan 21.000.000 71,43
buah
Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten dan warung
Bandung Barat, Jawa Barat Penelitian ini
menggunakan desain kualitatif dan teknik penelitian
studi kasus.

314
Setelah Desa Cihideung menjadi kawasan pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata
agrowisata membuat pendapatan masyarakat yaitu sarana dan prasarana wisata. Adanya
meningkat karena adanya kedatangan wisatawan ke perubahan sarana dan prasarana di Desa
Desa Cihideung yang secara langsung menjadi Cihideung setelah Desa Cihideung menjadi
konsumen bunga dan memberikan peluang kepada kawasan agrowisata dapat dilihat pada Tabel 3.
masyarakat untuk membuka usaha seperti rumah Pengembangan pariwisata akan berhasil jika
makan, warung, kost-kostan, menjual souvenir, dan didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana
menjadi pemandu wisatawan. Selain itu pendapatan wisata yang baik. Fasilitas yang tepat dan dipadu
meningkat juga dikarenakan semakin terkenalnya dengan pelayanan yang baik oleh semua pihak baik
Desa Cihideung sebagai penghasil bunga sehingga pemerintah maupun swasta yang berhubungan
petani meningkatkan kuantitas bunganya untuk dengan wisatawan akan sangat menunjang
memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena itu keberhasilan kawasan wisata tersebut. Perbaikan
dengan adanya agrowisata dapat meningkatkan sarana dan prasarana di Desa Cihideung bertujuan
perekonomian masyarakat Desa Cihideung. untuk menunjang kegiatan agrowisata di Desa
b. Kesempatan Kerja Cihideung dengan memfasilitasi pengunjung agar
Menurut Yoeti (2008) dengan datangnya tertarik untuk datang ke Desa Cihideung. Agrowisata
wisatawan akan membuka lapangan pekerjaan di tidak dapat berdiri sendiri namun harus di dukung
daerah wisata. Setelah Desa Cihideung menjadi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Dengan
kawasan agrowisata memberikan peluang kerja yang adanya pembangunan sarana dan prasarana di Desa
dapat dilihat pada Tabel 2. Cihideung juga memberikan dampak terhadap
Tabel 2. Perubahan Kesempatan Kerja di Desa pembangunan desa.
Cihideung Akibat Agrowisata Tabel 3. Perubahan Sarana dan Prasarana di Desa
Kesempatan Kerja
Sebelum Desa
Cihideung Akibat Agrowisata
Cihideung Menjadi Setelah Desa Cihideung Menjadi Sarana dan Prasarana
Kawasan Kawasan Agrowisata Sebelum Desa
Agrowisata Cihideung
Setelah Desa Cihideung Menjadi
Kesempatan kerja Kesempatan kerja meluas dengan Menjadi
Kawasan Agrowisata
belum banyak adanya kesempatan kerja untuk Kawasan
tersedia di Desa bekerja di sektor jasa milik Agrowisata
Cihideung. investor dan memberikan peluang Sarana dan Berkembangnya sarana dan prasarana
kepada masyarakat untuk prasarana belum untuk mendukung agrowisata di Desa
membuka usaha seperti warung, mendukung Cihideung seperti perbaikan jalan,
rumah makan, souvenir, dan kost- agrowisata Desa bantuan pot tanaman, pembangunan
kostan, juga meluasnya Cihideung. gapura agrowisata, munculnya Tourist
kesempatan kerja sebagai buruh Information Centre, dan munculnya
tani. hotel, villa, dan usaha lainnya untuk
memenuhi kebutuhan wisatawan.

Terserapnya tenaga kerja lokal akibat


(2) Aspek Sosial Budaya
pariwisata menunjukkan bahwa sektor pariwisata
a. Mata Pencaharian
menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk
Menurut Gusti (2012) agrowisata dapat
setempat. Para pendatang yang berasal dari daerah
meningkatkan gairah untuk meningkatkan usaha
lain juga mendapat kesempatan untuk memperoleh
karena wisatawan bersentuhan langsung dengan
pekerjaan di daerah wisata. Dengan demikian,
penduduk lokal di mana objek tersebut
pengembangan agrowisata Desa Cihideung akan
dikembangkan. Setelah Desa Cihideung menjadi
memperluas kesempatan kerja karena usaha ini dapat
kawasan agrowisata membuat mata pencaharian di
menyerap tenaga kerja dari masyarakat di Desa
Desa Cihideung yang mayoritas sebagai petani bunga
Cihideung sehingga dapat menahan atau mengurangi
semakin beragam karena memunculkan usaha baru
arus urbanisasi dan mengurangi pengangguran.
yang sebelumnya tidak ada misalnya dengan
Menurut Gusti (2012) agrowisata dapat mengurangi
membuka rumah makan dan warung karena
urbanisasi karena dengan adanya agrowisata di
diharapkan banyaknya wisatawan yang mampir ke
pedesaan, kaum muda tidak perlu pergi ke kota untuk
rumah makan dan warung tersebut akibat semakin
bekerja.
banyaknya wisatawan yang datang ke Desa
c. Sarana dan Prasarana
Cihideung, juga menjual souvenir kepada wisatawan.
Menurut Waluya (2013) unsur pokok yang
Keunikan wilayah Desa Cihideung sebagai
harus mendapat perhatian guna menunjang
kawasan agrowisata membuat banyaknya investor

315
yang mendirikan usaha di Desa Cihideung seperti pariwisata juga dapat menggairahkan perkembangan
perhotelan dan wisata lainnya. Usaha tersebut budaya dan tradisi asli, bahkan dapat juga
membuat masyarakat Desa Cihideung memiliki mata menghidupkan kembali unsur budaya yang hampir
pencaharian di sektor jasa karena sebagian tenaga dilupakan.
kerja diambil dari masyarakat Desa Cihideung Diangkatnya tradisi Mata Air Irung-Irung ke
walaupun masyarakat Desa Cihideung yang bekerja rangkaian acara Cihideung Festival membuat tradisi
di usaha tersebut bukan untuk tenaga kerja ahli. Hal tersebut tetap bertahan. Mereka tetap
inilah yang membuat masyarakat membuka usaha mempertahankan tradisi tersebut tanpa ada unsur
baru seperti usaha penyewaan kost-kostan dan rumah memperdagangkan tradisi mereka karena tradisi
kontrakan karena beberapa tenaga kerja yang bekerja tersebut memang suatu keharusan dan kepercayaan
di tempat milik investor didatangkan dari luar Desa masyarakat Desa Cihideung untuk selalu
Cihideung. Biasanya yang membuat kost-kostan atau dilaksanakan setiap tahunnya.
rumah kontrakan adalah petani yang memiliki lahan 2. Dampak Negatif Agrowisata
luas sehingga menggunakan sebagian lahannya untuk (1) Aspek Ekonomi
mendirikan usaha tersebut. Hal ini menunjukkan a. Harga Tanah
bahwa agrowisata dapat menghidupkan sektor lain Menurut Yoeti (2008) pariwisata dapat
yang mendukung agrowisata. meningkatkan harga tanah di daerah wisata seperti
b. Tradisi yang terjadi di Desa Cihideung. Kenaikan harga
Ritual Irung-irung merupakan ritual di Desa tanah di Desa Cihideung terjadi setelah Desa
Cihideung yang dilakukan setiap bulan Agustus. Cihideung berkembang menjadi kawasan agrowisata
Irung-irung merupakan salah satu sumber mata air karena para investor tertarik untuk menginvestasikan
bagi masyarakat Desa Cihideung. Tradisi Irung-irung tanah di Desa Cihideung yang nantinya akan mereka
merupakan ritual yang bertujuan agar masyarakat bangun untuk mendirikan usaha. Kenaikan harga
merawat sumber mata air dan juga merupakan bentuk tanah di Desa Cihideung dapat dilihat pada Tabel 5.
rasa syukur karena telah dikaruniai sumber mata air Tabel 5. Perubahan Harga Tanah di Desa Cihideung
yang tidak pernah surut. Perubahan tradisi Irung- Akibat Agrowisata
irung yang terjadi setelah Desa Cihideung menjadi Harga (Rupiah/meter)
kawasan agrowisata dapat dilihat pada Tabel 4. Sebelum Desa
Cihideung Setelah Desa Cihideung
Tabel 4. Perubahan Tradisi di Desa Cihideung Tanah
Menjadi Menjadi Kawasan
Akibat Agrowisata Kawasan Agrowisata
Tradisi Agrowisata
Sebelum Desa Jual Rp75.000 Rp500.000 – Rp4.000.000
Cihideung Menjadi Setelah Desa Cihideung Menjadi Sewa - Rp2.000 – Rp10.000/tahun
Kawasan Kawasan Agrowisata
Agrowisata
Tradisi Mata Air Tradisi Mata Air Irung-irung Agrowisata memberikan dampak terhadap
Irung-Irung dilakukan diangkat menjadi Festival tingginya harga tanah di Desa Cihideung yang
karena kepercayaan Cihideung sehingga tradisi tersebut berakibat banyaknya petani yang tergiur untuk
masyarakat. Acara tetap bertahan. Tujuannya selain menjual tanahnya sehingga tanah di Desa Cihideung
kegiatan hanya karena kepercayaan masyarakat
menampilakan atraksi yang harus dilakukan sekaligus
dikuasai oleh investor. Hal ini akan mengancam para
dan kesenian sunda. untuk mempromosikan agrowisata petani apabila lahan-lahan milik investor sudah
Desa Cihideung dengan kegiatan dibangun sehingga tidak tersedia lahan lagi untuk
acara kesenian Sunda dan lomba disewa oleh petani yang tidak mempunyai lahan.
dekorasi bunga Petani yang tidak memiliki lahan ataupun tidak
Menurut Budi (1993) pariwisata dapat sanggup menyewa lahan yang semakin tinggi
mengakibatkan budaya lokal menjadi komoditas harganya dapat memberikan dampak terhadap petani
yang dapat diperdagangkan ketika suatu ritual untuk berpindah mata pencaharian atau pindah ke
diadakan untuk permintaan dan kepuasan wisatawan. luar Desa Cihideung karena sudah tidak tersedia
Misalnya kesenian dan upacara tradisi yang semula lahan lagi di Desa Cihideung. Hal ini tentu akan
dilakukan karena motivasi tradisional dan spiritual mengancam para petani bunga di Desa Cihideung di
yang berakar sangat kuat dalam kebudayaan mana ciri khas Desa Cihideung adalah
masyarakat menjadi lepas dari motivasi asli. Hal ini masyarakatnya yang berprofesi sebagai petani bunga.
karena adanya tuntutan komersial. Tidak menutup
kemungkinan juga dengan adanya pariwisata akan
memudarkan tradisi di masyarakat. Namun

316
(2) Aspek Sosial Budaya memilih untuk menjadi petani dibandingkan harus
a. Migrasi bekerja untuk petani lain. Para pendatang tersebut
Setelah Desa Cihideung menjadi kawasan didatangkan dari Jawa, Sukabumi, Cililin, dan
agrowisata menimbulkan terjadinya migrasi Subang.
masyarakat Desa Cihideung ke luar Desa Cihideung. Banyaknya bermunculan sarana pendukung
Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. agrowisata yang didirikan oleh investor juga
Perpindahan penduduk ke luar Desa menimbulkan kedatangan masyarakat di luar Desa
Cihideung terjadi karena masyarakat yang menjual Cihideung ke Desa Cihideung. Beberapa pekerja
seluruh tanahnya kepada investor memilih yang bekerja di perusahaan yang didirikan oleh
menggunakan uang hasil menjual tanahnya di Desa investor didatangkan dari luar Desa Cihideung
Cihideung untuk membeli tanah di daerah lain di luar karena tidak semua pekerja merekrut tenaga kerja di
Desa Cihideung seperti ke daerah Pangalengan, Desa Cihideung. Hal tersebut karena adanya
Ciwidey, Subang, Garut, dan Cianjur lalu menetap di kebutuhan merekrut tenaga ahli yang tidak tersedia di
sana. Mereka pindah ke daerah tersebut karena harga Desa Cihideung. Menurut penelitian yang dilakukan
tanah di daerah tersebut lebih murah dibandingkan oleh Aryunda (2011) daerah tujuan wisata banyak
dengan di Desa Cihideung sehingga mereka didatangi oleh tenaga kerja karena terbukanya
mendapatkan keuntungan dari hasil menjual tanah di peluang dan kesempatan kerja yang tercipta oleh
Desa Cihideung.Adanya persaingan antara petani adanya kegiatan yang berhubungan dengan
bunga di Desa Cihideung juga menimbulkan adanya pariwisata.
perpindahan penduduk ke luar Desa Cihideung. Gambar 2 menunjukkan persentase
Masyarakat Desa Cihideung yang merasa lebih perpindahan penduduk Desa Cihideung pada tahun
menguntungkan untuk menjadi petani bunga di luar 2014. Banyaknya migrasi ke luar Desa Cihideung
Desa Cihideung karena terlalu padatnya petani bunga yang ditimbulkan setelah Desa Cihideung menjadi
di Desa Cihideung lebih memilih untuk pindah ke kawasan agrowisata dapat mengakibatkan jumlah
luar Desa Cihideung seperti ke daerah Sumatera dan penduduk Desa Cihideung yang mayoritas sebagai
Jawa. petani bunga semakin berkurang apabila masyarakat
Tabel 6. Perubahan Migrasi di Desa Cihideung Akibat Desa Cihideung yang melakukan migrasi tersebut
Agrowisata adalah petani. Hal ini dapat mengancam agrowisata
Migrasi
Sebelum Desa Cihideung Setelah Desa Cihideung
Desa Cihideung karena agrowisata tidak terlepas dari
Menjadi Kawasan Menjadi Kawasan para petani bunga di Desa Cihideung. Sedangkan hal
Agrowisata Agrowisata yang dapat terjadi akibat adanya perpindahan
Ke Luar Ke Dalam Ke Luar Ke Dalam penduduk ke Desa Cihideung dapat menimbulkan
Desa Desa Desa Desa kepadatan penduduk di Desa Cihideung apabila
Cihideung Cihideung Cihideung Cihideung
Migrasi Migrasi Migrasi terjadi Migrasi
jumlah penduduk tidak sebanding dengan kapasitas
terjadi terjadi karena terjadi akibat luas Desa Cihideung.
karena akibat keperluan adanya
keperluan adanya pendidikan pernikahan Perpindahan Penduduk Desa Cihideung
pendidikan pernikahan. dan dan karena Tahun 2014
dan akibat pernikahan, tersedianya
adanya juga akibat kesempatan Ke luar Desa Cihideung Ke dalam Desa Cihideung
pernikahan. masyarakat kerja di Desa
menjual Cihideung.
seluruh 36%
tanahnya di 64%
Desa
Cihideung dan
karena adanya
persaingan Sumber: Laporan Mutasi Penduduk Desa Cihideung (2014)
sesama petani Gambar 2.Perpindahan Penduduk Desa Cihideung
bunga. Tahun 2014.

Perpindahan penduduk ke Desa Cihideung b. Gaya Hidup


terjadi karena tidak sedikit buruh tani yang Adanya hubungan wisatawan dengan
didatangkan dari luar Desa Cihideung. Masyarakat masyarakat dapat memberikan pengaruh terhadap
Desa Cihideung sangat sedikit yang berkeinginan gaya hidup masyarakat daerah tujuan wisata.
untuk bekerja sebagai buruh tani. Mereka lebih Perubahan gaya hidup yang terjadi setelah

317
berkembangnya Desa Cihideung menjadi kawasan sesuai dengan budaya masyarakat di Desa Cihideung.
agrowisata dapat dilihat pada Tabel 7. Wisatawan yang datang di mana mereka adalah
Tabel 7. Perubahan Gaya Hidup di Desa Cihideung masyarakat perkotaan yang identik dengan sifat
Akibat Agrowisata individualis memiliki sifat yang berbeda dengan
Gaya Hidup masyarakat desa yang masih bersifat kekeluargaan.
Sebelum Desa Masyarakat yang tidak menerima budaya wisatawan
Cihideung
Menjadi
Setelah Desa Cihideung Menjadi yang datang ke Desa Cihideung akan merasa
Kawasan Agrowisata terganggu dengan kehadiran wisatawan. Selain itu
Kawasan
Agrowisata pelaku investor yang hanya mementingkan
Gaya hidup Tidak terpengaruhnya gaya hidup keuntungan tanpa memikirnya budaya yang ada di
masyarakat wisatawan terhadap masyarakat Desa Desa Cihideung juga dapat menimbulkan konflik
Desa Cihideung Cihideung yang dianggap tidak sesuai
yaitu sesuai dengan budaya masyarakat Desa seperti membuat usaha yang tidak sesuai dengan
dengan Cihideung. Namun gaya hidup berubah budaya di Desa Cihideung ataupun mengadakan
masyarakat menjadi konsumtif karena adanya kegiatan yang dapat mengganggu kenyamanan
pedesaan yang peningkatan pendapatan seperti memiliki masyarakat Desa Cihideung.
memiliki gaya barang mewah dan munculnya sarana
hidup dalam memenuhi kebutuhan wisatawan
Banyaknya investor yang tertarik untuk
sederhana. sehingga masyarakat masih beraktivitas di memiliki tanah di Desa Cihideung juga dapat
malam hari. menimbulkan konflik ketika masyarakat Desa
Cihideung menjual tanahnya kepada investor namun
Perubahan gaya hidup dapat memberikan tanah tersebut berada di daerah sumber mata air yang
pengaruh positif atau negatif bagi yang biasa dilakukan dalam pelaksanaan tradisi mata air
menjalankannya, tergantung pada bagaimana orang Irung-irung di Desa Cihideung. Dibelinya tanah di
tersebut menjalaninya. Menurut Sudiarta (2005) sekitar mata air Irung-Irung menimbulkan
dampak sosial yang ditimbulkan dari kawasan tertutupnya akses untuk ke sumber mata air tersebut
pariwisata yaitu adanya gaya hidup mewah karena tanah yang dibeli disekat oleh investor. Hal ini
masyarakat desa yang sudah terangkat secara menimbulkan aksi protes warga karena mereka tidak
ekonomi. setuju apabila tradisi yang dilakukan turun temurun
c. Kerukunan di Desa Cihideung menjadi terhambat karena telah
dibelinya tanah tersebut oleh investor.
Kerukunan dapat dilihat dengan tidak adanya
Menurut Pitana (2009), keberadaan orang
konflik yang terjadi di masyarakat. Perubahan
baru di suatu wilayah akan mengakibatkan terjadinya
kerukunan yang terjadi akibat berkembangnya Desa
keseimbangan baru pada sistem sosial di wilayah
Cihideung menjadi kawasan agrowisata dapat dilihat
tersebut. Keseimbangan baru tersebut dapat dicapai
pada Tabel 8.
baik malalui mekanisme damai atau konflik. Tingkat
Tabel 8. Perubahan Kerukunan di Desa Cihideung
penerimaan masyarakat terhadap datangnya
Akibat Agrowisata
Kerukunan wisatawan pada suatu kawasan wisata akan
Sebelum Desa menimbulkan reaksi pada tingkat kerukunan
Cihideung Setelah Desa Cihideung Menjadi masyarakat. Apabila semakin tinggi konflik yang
Menjadi Kawasan Kawasan Agrowisata terjadi akibat datangnya wisatawan dapat
Agrowisata mengakibatkan masyarakat lokal semakin tidak
Tidak adanya Masyarakat Masyarakat
konflik antar dengan dengan mengharapkan datangnya wisatawan. Hal ini akan
masyarakat dengan Wisatawan Pendatang berdampak tidak baik karena kawasan agrowisata
wisatawan ataupun (Investor) yang tujuannya mendatangkan wisatawan, apabila
investor karena Konflik terjadi Konflik terjadi masyarakatnya sendiri tidak mendukung maka
belum adanya karena ada karena investor
wisatawan dan
agrowisata tersebut tidak akan berkembang karena
perbedaan membuka usaha
investor yang perilaku yang tidak sesuai hadirnya agrowisata harus didukung oleh masyarakat
datang ke Desa wisatawan yang dengan budaya daerah tujuan wisata.
Cihideung. tidak sesuai masyarakat Desa
dengan budaya Cihideung. d. Kriminalitas
masyarakat di
Desa
Bentuk kriminalitas yang terjadi di suatu
Cihideung. kawasan pariwisata dapat berupa kejahatan terhadap
Terjadinya konflik antara wisatawan wisatawan ataupun kejahatan yang dialami oleh
dengan masyarakat Desa Cihideung dikarenakan masyarakat penyedia objek wisata. Terjadinya
adanya perbedaan perilaku wisatawan yang tidak

318
kriminalitas setelah Desa Cihideung menjadi Tabel 10.Perubahan Kondisi Air di Desa Cihideung
kawasan agrowisata dapat dilihat pada Tabel 9. Akibat Agrowisata
Tabel 9. Perubahan Kriminalitas di Desa Cihideung Polusi Air
Akibat Agrowisata Sebelum Desa
Setelah Desa Cihideung
Kriminalitas Cihideung Menjadi
Menjadi Kawasan Agrowisata
Kawasan Agrowisata
Sebelum Desa
Cihideung Menjadi Setelah Desa Cihideung Menjadi Air melimpah dan Air di sumber mata air berkurang
Kawasan Kawasan Agrowisata jernih karena adanya pembangunan
Agrowisata sarana pendukung agrowisata,
namun air masih jernih.
Jarang terjadi Meningkatnya kriminalitas di Desa
kriminalitas di Desa Cihideung sekitar 50 persen seperti
Cihideung. pencurian kendaraan yang disertai Setelah Desa Cihideung menjadi kawasan
dengan aksi kekerasan. Selain itu agrowisata membuat adanya ketertarikan investor
juga adanya kasus pencurian
bunga.
untuk mendirikan usaha di Desa Cihideung. Hal
tersebut memberikan dampak terhadap penurunan
banyaknya air dikarenakan banyaknya investor yang
Maraknya pencurian motor yang terjadi di
mendirikan bangunan untuk mendirikan usaha yang
Desa Cihideung terjadi setelah Desa Cihideung
menyebabkan daya resapan air berkurang karena
menjadi kawasan agrowisata karena perekonomian
Desa Cihideung termasuk ke dalam kawasan resapan
masyarakat semakin meningkat sehingga memiliki
air di Kawasan Bandung Utara (KBU). Namun untuk
barang-barang mewah. Hal ini menjadi sasaran untuk
kualitas air di Desa Cihideung tidak mengalami
melakukan pencurian. Selain itu maraknya pencurian
perubahan. Apabila hal ini terus dibiarkan akan
bunga dikarenakan bunga yang diletakkan di
mengancam masyarakat Desa Cihideung dalam
pekarangan ataupun di ladang tidak ditutupi dengan
memenuhi kebutuhan air karena peran air di Desa
pagar. Bunga-bunga tersebut dibiarkan terbuka
Cihideung sangat penting. Selain untuk keperluan
sehingga memudahkan para pencuri untuk
sehari-hari, air sangat dibutuhkan karena mayoritas
mengambil bunga. Selain itu pada malam hari bunga-
masyarakat Desa Cihideung bermata pencaharian
bunga tersebut tidak disinari oleh penerangan.
sebagai petani bunga sehingga membutuhkan air
Banyaknya pencurian tanaman yang terjadi di Desa
untuk kelangsungan tanamannya.
Cihideung juga dilakukan oleh para pedagang bunga.
b. Polusi Suara
Menurut Priono (2011), pariwisata dapat
Polusi suara yang ditimbulkan setelah Desa
meningkatkan angka kriminalitas. Apabila
Cihideung menjadi kawasan agrowisata dapat terlihat
kriminalitas semakin meningkat dapat membuat
dari kebisingan yang terjadi di Desa Cihideung.
masyarakat Desa Cihideung ataupun wisatawan
Perubahan yang terjadi setelah Desa Cihideung
merasa tidak aman untuk berada di Desa Cihideung.
menjadi kawasan agrowisata mengenai polusi suara
Hal ini bisa saja membuat masyarakat Desa
dapat dilihat pada Tabel 11.
Cihideung memilih untuk pindah ke tempat yang
lebih aman. Selain itu juga dapat membuat
Tabel 11. Perubahan Kondisi Suara di Desa
berkurangnya jumlah wisatawan yang datang ke
Cihideung Akibat Agrowisata
Desa Cihideung karena merasa tidak aman.
Polusi Suara
(3) Aspek Lingkungan Sebelum Desa Setelah Desa Cihideung
a. Polusi Air Cihideung Menjadi Menjadi Kawasan
Air yang digunakan oleh masyarakat Desa Kawasan Agrowisata Agrowisata
Cihideung berasal dari mata air yang berasal dari Tidak adanya kebisingan Adanya kebisingan yang
karena belum banyaknya ditimbulkan dari banyaknya
Desa Cihideung sebanyak delapan sumber mata air. kendaraan yang datang ke kendaraan yang datang ke Desa
Perubahan yang terjadi akibat berkembangnya Desa Desa Cihideung dan Cihideung dan akibat dari
Cihideung menjadi kawasan agrowisata mengenai belum munculnya sarana- adanya kegiatan yang diadakan
polusi air dapat dilihat pada Tabel 10. sarana pendukung hingga larut malam di tempat-
agrowisata. tempat sarana pendukung
agrowisata.

Menurut Nugroho (2011), kegiatan sektor


pariwisata dapat menimbulkan kebisingan. Dampak
kebisingan tersebut mengakibatkan manusia atau
fauna mengalami stress. Kebisingan ini tentunya
mengganggu kenyamanan masyarakat Desa

319
Cihideung ketika masyarakat membutuhkan Tabel 13.Perubahan Keadaan Lalu Lintas di Desa
ketenangan saat beristirahat ataupun melakukan Cihideung Akibat Agrowisata
aktivitas lainnya. Kondisi Lalu Lintas
c. Polusi Udara Sebelum Desa
Cihideung
Polusi udara menurut Karmana (2007) Menjadi
Setelah Desa Cihideung Menjadi
adalah penambahan komponen udara yang Kawasan Agrowisata
Kawasan
keberadaannya dapat merugikan dan membahayakan Agrowisata
organisme. Perubahan yang terjadi setelah Desa Tidak terjadi Terjadi kemacetan karena banyaknya
Cihideung menjadi kawasan agrowisata mengenai kemacetan wisatawan yang datang ke Desa
karena tidak Cihideung dan tidak tersedianya lahan
polusi udara dapat dilihat pada Tabel 12. banyak parkir untuk wisatawan ataupun untuk
Tabel 12. Perubahan Kondisi Udara di Desa kendaraan yang petani yang men-drop bunganya
Cihideung Akibat Agrowisata datang ke Desa sehingga banyak kendaraan yang
Polusi Udara Cihideung. memarkirkan kendaraan di pinggir jalan.
Sebelum Desa Hal ini juga didukung dengan kondisi
Setelah Desa Cihideung jalan di Desa Cihideung yang tidak
Cihideung Menjadi
Menjadi Kawasan Agrowisata terlalu luas dan tidak tersedianya trotoar
Kawasan Agrowisata
Polusi udara Polusi udara ditimbulkan dari untuk pejalan kaki. Selain itu Desa
ditimbulkan dari semakin banyaknya kendaraan Cihideung merupakan jalan penghubung
adanya pembakaran yang datang ke Desa Cihideung untuk ke daerah lainnya yang diminati
sampah. sehingga menimbulkan asap wisatawan sehingga sering terjadi
kendaraan ditambah masih pelimpahan kendaraan yang
banyaknya masyarakat yang menyebabkan kemacetan.
menghilangkan sampah dengan
cara dibakar. e. Polusi Limbah Padat
Polusi limbah padat dari adanya kegiatan
Menurut Hurmayeni (2014) alat transportasi agrowisata merupakan timbulnya sampah di Desa
menjadi sumber utama polusi udara dari pariwisata Cihideung setelah Desa Cihideung menjadi kawasan
karena menghasilkan gas CO2 yang mencemari udara agrowisata. Perubahan tersebut dapat dilihat pada
dan menyebabkan pemanasan global. Namun Tabel 14.
banyaknya bunga yang dibudidayakan di Desa Tabel 14.Perubahan Kondisi Limbah Padat di Desa
Cihideung dapat menanggulangi polusi udara karena Cihideung Akibat Agrowisata
daun pada tanaman memiliki kemampuan Polusi Limbah Padat
mengurangi zat pencemar udara termasuk Karbon Sebelum Desa Setelah Desa Cihideung
Dioksida (CO2) yang melayang di udara dan Cihideung Menjadi Menjadi Kawasan
Kawasan Agrowisata Agrowisata
penghasil Oksigen (O2). Disamping itu tanaman
Sampah berasal dari Sampah selain dihasilkan dari
memiliki fungsi dan peran sebagai penyerap panas budidaya tanaman seperti sisa polybag, sisa-sisa
sehingga dapat mendinginkan suhu pada saat sisa polybag dan sisa-sisa pemeliharaan tanaman, dan
berfotosintesis yang memerlukan sinar matahari dan tanaman dari kebutuhan masyarakat sehari-
Karbon Dioksida (CO2) sehingga dengan demikian pemeliharaan, dan hari, juga karena adanya
kebutuhan masyarakat kunjungan wisatawan sehingga
keberadaan tanaman dapat mengurangi konsentrasi sehari-hari. meningkatkan volume sampah
Karbon Dioksida (CO2) di udara dan dapat sekitar 50 persen.
menurunkan suhu. Hal ini membuat keadaan udara di
Desa Cihideung tetap sejuk walaupun polusi udara Terjadinya penumpukan sampah dapat
meningkat. mempengaruhi lingkungan sekitar seperti terjadinya
d. Kondisi Lalu Lintas penyumbatan saluran air yang sebelumnya tidak
Polusi Lalu lintas adalah sarana untuk pernah terjadi di Desa Cihideung. Walaupun sampah
bergerak dari suatu tempat ke tempat lain. Perubahan yang diakibatkan Desa Cihideung menjadi kawasan
yang terjadi akibat berkembangnya Desa Cihideung agrowisata semakin meningkat, namun sampah
menjadi kawasan agrowisata mengenai kondisi lalu tersebut masih dapat teratasi dengan adanya bantuan
lintas dapat dilihat pada Tabel 13. dari Gubernur Jawa Barat ataupun dengan cara
Menurut Yoeti (2008), pariwisata dapat dibakar oleh petani di Desa Cihideung. Menurut
menimbulkan dampak terhadap ramainya lalu lintas Nugroho (2011) sampah adalah fenomena umum dari
sehingga menimbulkan kemacetan. Kemacetan sektor pariwisata. Volume sampah pada wilayah
tersebut dapat merugikan petani apabila petani tujuan wisata akan meningkat. Menurut Sudarmadji
menjadi terhambat dalam memasarkan bunganya. dan Widyastuti (2014) adanya peningkatan jumlah

320
kunjungan wisatawan cenderung meningkatkan (4) Atraksi Wisata
volume sampah. Dalam agrowisata dibutuhkan kegiatan
atraksi wisata yang dapat menjadi penambah daya
3. Kendala Pengembangan Agrowisata Desa tarik bagi wisatawan untuk datang ke agrowisata.
Cihideung Namun saat ini wisata yang ditawarkan belum
(1) Sarana dan Prasarana maksimal karena masih sedikitnya masyarakat yang
Menurut Bappenas (2004), kawasan menyediakan atraksi wisata untuk wisatawan yang
agrowisata harus memiliki sarana prasarana dan datang ke agrowisata Desa Cihideung sehingga
infrastruktur yang memadai untuk mendukung wisatawan yang datang ke Desa Cihideung biasanya
pengembangan agrowisata. Setelah Desa Cihideung hanya sebatas untuk membeli bunga. Hal ini karena
menjadi kawasan agrowisata, sarana dan prasarana kurang diberdayakannya masyarakat dalam
mengalami perbaikan untuk mendukung agrowisata. memanfaatkan agrowisata untuk dijadikan peluang
Namun sarana dan prasarana tersebut masih belum dalam memberikan atraksi kepada wisatawan.
memadai misalnya seperti belum tersedianya tempat (5) Investor
parkir untuk para wisatawan sehingga membuat arus Agrowisata dapat merangsang tumbuhnya
kendaraan terhambat karena banyaknya wisatawan investasi bagi kawasan agrowisata sehingga
yang memarkirkan kendaraan di pinggir jalan. Tidak menghidupkan ekonomi lokal (Bappenas, 2004).
tersedianya lahan parkir dikarenakan tingginya harga Namun investasi yang dilakukan oleh para investor
lahan di Desa Cihideung sehingga terhalang biaya belum mengarah ke sektor pertaniannya, tetapi ke
untuk menyediakan lahan parkir. Selain itu Tourist sektor industri jasa seperti perhotelan, restoran,
Information Centre sebagai sarana penyedia bahkan membuat wisata lainnya di daerah
informasi bagi wisatawan tidak berjalan dengan baik agrowisata. Hal ini membuat agrowisata Desa
sehingga menjadi penghambat bagi wisatawan dalam Cihideung bersaing dengan wisata lainnya dimana
memperoleh informasi. seharusnya wisata yang ditonjolkan di Desa
(2) Sumber Daya Manusia Cihideung adalah agrowisatanya.
Kawasan agrowisata harus memiliki sumber
daya manusia yang berkemauan dan berpotensi untuk PENUTUP
mengembangkan kawasan agrowisata (Bappenas, Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:
2004). Namun saat ini kurangnya kesadaran 1. Dampak positif agrowisata Desa Cihideung yaitu
masyarakat Desa Cihideung terhadap adanya peningkatan pendapatan masyarakat,
keberlangsungan agrowisata. Hal ini dapat dilihat meluasnya kesempatan kerja, peningkatan sarana
dari banyaknya masyarakat yang menjual lahan yang dan prasarana desa, meningkatkan keberagaman
digunakan untuk membudidayakan bunga kepada mata pencaharian, dan mempertahankan tradisi
para investor sehingga lahan tersebut beralih fungsi 2. Dampak negatif agrowisata Desa Cihideung yaitu
ke sektor non pertanian. Mereka tergiur dengan harga meningkatkan harga tanah, merubah gaya hidup
jual tanah yang tinggi tanpa memikirkan menjadi konsumtif, menimbulkan terjadinya
keberlangsungan agrowisata bunga Desa Cihideung. migrasi baik ke dalam maupun ke luar Desa
Para generasi muda juga lebih tertarik untuk bekerja Cihideung, mengurangi tingkat kerukunan,
di sektor non pertanian dengan banyaknya meningkatkan kriminalitas, menimbulkan polusi
bermunculan usaha-usaha milik investor di sektor air, udara, suara, limbah padat, dan menimbulkan
industri dan jasa yang berada di Desa Cihideung. kemacetan
(3) Masyarakat-Pemerintah 3. Kendala dalam pengembangan agrowisata Desa
Pemain kunci di dalam agrowisata adalah Cihideung yaitu sarana dan prasarana belum
masyarakat penyedia wisata, wisatawan, dan memadai, kurangnya kesadaran sumber daya
pemerintah. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator manusia, kurangnya kepercayaan masyarakat
dalam mendukung berkembangnya agrowisata. kepada pemerintah, kurangnya atraksi wisata, dan
Harus adanya interaksi positif diantara mereka untuk investor yang kurang mendukung agrowisata.
menuju kesuksesan dalam pengembangan
agrowisata. Namun tidak sedikit masyarakat Desa Saran dari hasil penelitian ini yaitu:
Cihideung yang menganggap negatif terhadap 1. Perlu adanya penyusunan strategi pengembangan
pemerintah dalam mengembangkan agrowisata jangka panjang agrowisata Desa Cihideung
sehingga menjadi penghambat dalam pengembangan dengan melibatkan masyarakat Desa Cihideung
agrowisata. dalam pengembangan agrowisata.

321
2. Pihak pemerintah sebaiknya memaksimalkan Diambil 10 Februari 2015, dari
dampak positif dan meminimalisasi dampak http://perpustakaaan.bappenas.go.id.
negatif agrowisata misalnya dengan memperketat DPRD Kabupaten Bandung Barat. 2012. Perda
perizinan pembangunan di Desa Cihideung yang Kabupaten Bandung Barat No. 2 Tahun
dapat merugikan masyarakat di Desa Cihideung 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
khususnya petani. Wilayah Kab. Bandung Barat. DPRD
3. Sebaiknya masyarakat Desa Cihideung sadar akan Kabupaten Bandung Barat. Diambil 14
pentingnya keberlangsungan pertanian di Desa Februari 2015, dari https://www.pu.go.id/.
Cihideung karena pertani bunga merupakan mata Gusti, I Bagus Rai Utama. 2012. Agrowisata Sebagai
pencaharian utama masyarakat di Desa Pariwisata Alternatif di Indonesia: Solusi
Cihideung. Masif Pengentasan Kemiskinan. Bali.
Hurmayeni, Nia. 2014. Dampak Objek Wisata
Pemandian Bukit Jariang Punai Pada
DaFTAR PUSTAKA Masyarakat Sekitar Kampung Baliak Koto
Adisukarjo, Sudjatmoko. 2006. Horizon Ilmu Kenagarian Pelangai Kaciak, Kecamatan
Pengetahuan Sosial. Yudhistira. Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan.
Aryunda, Hanny. 2011. Dampak Ekonomi STKIP PGRI Padang.
Pengembangan Kawasan Ekowisata Karmana, Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi.
Kepulauan Seribu. Jurnal Perencanaan Bandung: Grafindo Media Pratama.
Wilayah dan Kota, Vol. 22 No. 1, April Kementerian Pariwisata. 2014. Rangking Devisa
2011, hlm.1 – 16. Magister Rancang Kota Pariwisata terhadap Komoditas Ekspor
Institut Teknologi Bandung. Lainnya. Diambil 14 Februari 2015, dari
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat. http://www.parekraf.go.id/.
2014. Kecamatan Parongpong dalam Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan
Angka Tahun 2014. BPS Kabupaten Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka
Bandung Barat. Pelajar.
Budi, Cahyo Utomo dkk. Dampak Pengembangan Pemda Kabupaten Bandung Barat. 2015. Visi dan
Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial di Misi Kabupaten Bandung Barat. Pemda
Daerah Jawa Tengah. Jawa Tengah: Kabupaten Bandung Barat. Diambil 8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Februari 2015, dari
Direktorat Jenderal Kebudayaan. http://www.bandungbaratkab.go.id.
Departemen Pertanian. 2003. Agrowisata Pitana, I Gde dan Putu G. Gayatri. 2007. Sosiologi
Meningkatkan Pendapat Petani. Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Departemen Pertanian. Diambil 10 Januari Pitana, I Gde, 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.
2015, dari http://database.deptan.go.id. Yogyakarta: Andi.
Departemen Pertanian. 2010. Agrowisata di Priono, Yesser. 2011. Studi Dampak Pariwisata
Kabupaten Bandung Barat. Departemen Bukit Batu Kabupaten Kasongan Ditinjau
Pertanian. Diambil 10 Januari 2015, dari Dari Aspek Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
http://database.deptan.go.id Jurnal Perspektif Arsitektur. Volume 6
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa No.2, Desember 2011. Universitas
Barat. 2014. Data Potensi Objek dan Daya Palangka Raya.
Tarik Wisata Jawa Barat Tahun 2014. Rimba, Ahmad Dirgantara. 2012. Dampak Taman
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Safari Indonesia 1 Cisarua Bogor
Jawa Barat. Terhadap Ekonomi, Sosial Budaya dan
Dinas Perkebunan Jawa Barat. 2014. Potensi Lingkungan. Elemen dan Sistem
Agrowisata Perkebunan Jawa Barat. Dinas Kepariwisataan. PP5102. Institut
Perkebunan Jawa Barat. Diambil 1 Teknologi Bandung.
November 2014, dari Sudarmadji dan Widyastuti. 2014. Dampak dan
http://disbun.jabarprov.go.id. Kendala Wisata Waduk Sermo dari Aspek
Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Lingkungan Hidup dan Risiko Bencana.
Tertinggal. 2004. Tata Cara Perencanaan Jurnal Teknosains. Vol. 3 No.2, 22 Juni
Pengembangan Kawasan Untuk 2014, halaman 181-166. Universitas
Percepatan Pembangunan Daerah. Badan Gadjah Mada.
Perencanaan Pembangunan Nasional.

322
Sudiarta, Made. 2005. Dampak fisik, Ekonomi, Sosial
Budaya terhadap Pembangunan
Pariwisata di Desa Serangan Denpasar
Bali. Jurnal Manajemen dan Pariwisata
Vol. 4 No. 2, 2005.
Tinaprilla, Netti dan Illik, Elang Martawijaya. 2008.
Punya Bisnis Sendiri Itu Nikmat. Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara.
Tri, A. Tugaswati. Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan. Komisis Penghapusan Bensin
Bertimbel. Diambil 1 Mei 2015, dari
http://www.kpbb.org/.
Waluya, Jaka. 2013. Dampak Pengembangan
Pariwisata. Jurnal Region Volume V No. 1
Maret 2013. Universitas Islam 45 Bekasi.
Yoeti, Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata, Introduksi,
Informasi, dan Implementasi. Jakarta: Kompas.

323
324
Pola Kemitraan Petani Paprika Dengan Koperasi Mitra Sukamaju Dalam
Upaya Peningkatan Pendapatan Petani
The Partnering Pattern betwen Paprika Farmers With Koperasi Mitra Sukamaju in
Increasing The Farmer’s Income
Nur Syamsiyah
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran,Jl.Raya Jatinangor Km.21

ABSTRAK
Tujuan Penulisan ini adalah mengkaji pola kemitraan usaha yang dilakukan petani
paprika dengan Koperasi Mitra Sukamaju dalam meningkatkan pendapatan petani
paprika Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Pola
Kata Kunci: Kemitraan yang terjadi adalah pola dagang umum dengan sistem penyerahan hasil
Kemitraan, produksi petani ke Koperasi Mitra Sukamaju. Petani paprika berada pada subsistem
Paprika, kegiatan produksi dan Koperasi Mitra Sukamaju pada subsistem pemasaran hasil
Pendapatan produksi. Metode penelitian dilakukan dengan desain kualitatif dengan melakukan
teknik studi kasus (case study). Keunggulan pola kemitraan kemitraan ini adalah
peningkatan pendapatan bagi petani paprika dan Koperasi Mitra Sukamaju. Kendala
dan manfaat dari kemitraan usaha, kendala teknis berkaitan dengan faktor cuaca yang
tidak menentu dan serangan hama thrips. Manfaat yang diperoleh dari proses
kemitraan bagi petani adalah adanya kepastian pasar dan harga, pendapatan petani
relatif stabil, peningkatan pengetahuan dan kemampuan petani dalam memproduksi
paprika, pengembangan skala Usaha. Peningkatan pendapatan petani dilihat dari
margin yang diterima petani sebesar 42,16 persen dan margin yang diterima Koperasi
Mitra Sukamaju sebesar 57,84 persen.

ABSTRACT

The main objective of studies to analyse business partnership paprika farmers and
Koperasi Mitra Sukamaju in increasing the farmers incomes in Pasirlangu Village,
Cisarua West Java Regency. Types partnership general trade with submit result
production from paprika farmers to Koperasi Mitra Sukamaju, paprika farmer in a
Keywords: place production subsystem and Koperasi Mitra Sukamaju in marketing product
Partnership, subsystem. This research design was qualitative and used case study research
paprika, technique. The advantages of business partnership are increasing income for paprika
Farmer’s Income farmers and Koperasi Mitra Sukamaju, contraints and benefit of partnership, technical
contraints be related to uncertainty weather and thrips attack. Benefit of partnership
for paprika farmers, market and price assurance, increasing incomes, increasing
knowledge and skills, business scale development. Distribution of margin on every
offender partnership. Farmers margin 42,16 percent and Koperasi Mitra Sukamaju
margin 57,84 percent.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: nur.syamsiyah@gmail.com

325
PENDAHULUAN Tujuan Penelitian
Permintaan produk hortikultura semakin 1. Mengidentifikasi pola kemitraan antara petani
meningkat sebagai bentuk perubahan selera paprika dengan Koperasi Mitra Suka Maju.
mayarakat yang semakin berkembang. Kebutuhan 2. Mengidentifikasi kendala dan manfaat yang
akan manfaat nutrisi dari produk hortikultura diperoleh dari kemitraan yang dilakukan antara
meningkat seiring peningkatan kesadaran masyarakat petani paprika dan Koperasi Mitra Sukamaju.
terhadap hidup sehat dan berkualitas. Hortikultura
memiliki kandingan nutrisi yang berguna sebagai METODE PENELITIAN
sumber energi, karbohidrat, vitamin, mineral dan Desain Penelitian
antioksidan. Pada dasarnya komoditas hortikultura Desain penelitian adalah desain kualitatif,
dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama teknik penelitian yang digunakan adalah studi kasus
yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan (case study). penentuan lokasi penelitian ditentukan
biofarmaka (tanaman obat-obatan). dengan sengaja didasarkan pada pertimbangan
Paprika merupakan salah satu komoditas sebagai berikut : Desa Pasirlangu Merupakan salah
hortikultura yang memiliki prospek yang cerah satu sentra produksi paprika terbesar di Kabupaten
peluang pasar yang luas. Tingginya permintaan Bandung Barat dan Koperasi Mitra Sukamaju
masyarakat baik di dalam maupun luar negeri merupakan koperasi agribisnis yang berkembang di
mengakibatkan semakin besar peluang produsen wilayah Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua
untuk dapat terus meningkatkan produksinya. Desa Kabupaten Bandung Barat.
Pasirlangu sebagai pemasok terbesar untuk
komoditas paprika petani yang tergabung dalam Jenis dan Sumber Data
Koperasi Mitra Sukamaju sebagai pemasok paprika Jenis data primer yang diperlukan dalam
untuk PT. Alamanda Sejati Utama maupun ke Pasar penelitian ini adalah analisis usahatani paprika, data
Lokal. sekunder yang diperlukan adalah berupa pola
Pengembangan usahatani paprika potensial kemitraan, informasi harga, hak dan kewajiban dalam
karena kondisi lahan dan iklim yang sesuai dengan kemitraan. Data sekunder diperoleh melalui studi
syarat tumbuh tanaman paprika. Kabupaten Bandung pustaka, instansi terkait seperti : Kementrian
Barat memiliki beberapa sentra produksi paprika, Pertanian, Dirjen Hortikultura, Kementrian
salah satunya adalah Desa Pasirlangu Perdagangan dan perindustrian dan lainnya.
Usahatani paprika di Desa Pasirlangu
dilakukan dengan sistem kemitraan dengan Koperas, Teknik Pengambilan Data
Kelompok Tani, Bandar maupun Pedagang Responden dalam penelitian ini ialah petani
Pengumpul. Melalui pola kemitraan yang terjalin paprika yang tergabung dalam Koperasi Mitra
diantara petani dan Koperasi Mitra Sukamaju Sukamaju di sentra produksi paprika Desa Pasirlangu
diharapkan petani dan supplier dapat mengambil Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Dan
manfaatnya sehingga kerjasama yang terjalin adalah Pengurus Koperasi Mitra Sukamaju. Teknik
kerjasama yang saling menguntungkan dan bersama- pengambilan data dilakukan melalui observasi,
sama dalam mengatasi kendala yang dihadapi baik wawancara yang dilakukan terhadap petani paprika
faktor kualitas, kuantitas, kontinuitas, pemasaran dan yang menjadi anggota Koperasi Mitra Sukamaju
permodalan. Sebelum adanya kemitraan petani tidak Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten
memiliki kepastian pasar dan harga, petani menjual Bandung Barat.
produknya ke tengkulak.
Koperasi Mitra Sukamaju merupakan salah Analisis Data
satu badan usaha agribisnis yang bergerak di bidang Penelitian ini menggunakan analisis
pemasaran hasil pertanian di Desa Pasirlangiu. Atau kualitatif yang digunakan dalam menganalisis pola
dapat juga disebut sebagai rumah kemasan (packing kemitraan yang dilakukan kedua belah pihak.
house). Awalnya koperasi hanya membantu petani Dimana kegiatan kemitraan dijabarkan secara
dalam pemasaran hasil saja, namun karena deskriptif dan terperinci sehingga menggambarkan
permintaan semakin meningkat baik kualitas maupun hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
kontinuitasnya, maka Koperasi Mitra Sukamaju bermitra, pembagian hasil, sanksi yang diberikan
memberikan bantuan permodalan baik dana talangan bagi pihak yang melanggar.
maupun sarana produksi. Kendala dan manfaat dianalisis berdasarkan
kendala aspek ekonomi, teknis maupun sosial baik di
tingkat petani maupun perusahaan mitra selama

326
melakukan kemitraan. Dalam bidang ekonomi HASIL DAN PEMBAHASAN
peningkatan pendapatan dilihat dari perolehan Pola Kemitraan Usaha
margin rantai nilai pada setiap pelaku kemitraan. Pola kemitraan yang terjalin antara petani
Langkah-langkah yang dilakukan dalam paprika dengan Koperasi Mitra Sukamaju adalah
menganalisis biaya dan margin adalah sebagai pola dagang umum, dimana petani berada pada
berikut : subsistem produksi dan Koperasi Mitra Sukamaju
1) menghitung biaya-biaya yang dikeluarkkan pada subsistem pemasaran hasil produksi. Petani
masing-masing pelaku kemitraan. diharapkan dapat fokus pada kegiatan produksi
2) menghitung penerimaan per pelaku kemitraan. sehingga mampu meningkatkan produktivitas
Penerimaan dihitung dengan mengalikan volume paprika yang dihasilkan. Koperasi Mitra Sukamaju
terjual (Q) dengan harga jual (P). juga bertanggungjawab pada pengelolaan petani
3) menghitung rasio keuangan yaitu mitra sehingga mampu meningkatkan produksi dan
a. pendapatan bersih. pendapatan petani mitra.
Petani mitra koperasi dibekali dengan
Pendapatan Bersih =
pengetahuan akan kualitas yang sesuai dengan
Penerimaan – Biaya Variabel - Biaya Tetap
b. Margin Bersih permintaan pasar. Kualitas yang diinginkan Koperasi
Margin bersih adalah pendapatan bersih per dalam memenuhi pasar ekspor adalah grade A dan
produk, margin bersih dihitung dengan grade B dengan berat 1 ons – 2 ons per buah.
membagi pendapatan bersih pelaku dengan Penetapan harga dilakukan dengan kontrak kerja
keseluruhan jumlah produk yang terjual (Q). antara Koperasi dan Ekportir mapun dengan supplier
lainnya dalam memenuhi pasar lokal. harga paprika
4) Posisi Keuangan Relatif para Pelaku dalam Rantai tergantung dari warna. Paprika hijau dibeli dengan
nilai. Tujuan dari langkah ini adalah mengambil harga Rp 18.000 per kg, paprika merah Rp 23.000 per
simpulan tentang posisi keuangan antara lain kg, paprika kuning Rp 26.000 per kg dan paprika
pembagian biaya, penerimaan, pendapatan bersih orange Rp 28.000 per kg.
(laba), dan margin antara para pelaku kemitraan Keberhasilan kemitraan yang dilakukan
dibandingkan dengan pelaku lainnya di dalam antara petani dengan Koperasi Mitra Sukamaju dapat
rantai. Cara yang dapat digunakan untuk dilihat dari kedua belah pihak dalam menjalankan
menyajikan posisi keuangan para pelaku aturan hak dan kewajiban yang telah disepakati.
kemitraan adalah dalam bentuk tabel. Pihak yang terlibat secara langsung adalah Petani
Paprika Desa Pasirlangu dan Koperasi Mitra
Tabel 1. Perhitungan Margin Rantai Nilai Para Sukamaju. Masing-masing pelaku menjalankan
Pelaku Kemitraan kegiatan yang berbeda-beda.
Pelaku Petani Supplier Total
Biaya Total A B C = A+B • menyiapkan input produksi,
Biaya/kg Persiapan • Lahan, alat, bahan (bibit, pupuk
% Biaya/kg A/C B/C 100 Budidaya pestisida, dll)
Penerimaan Harga/kg D E • Persemaian
Laba Laba/kg D-A E-B F=(D-
A)+(E-B)
% Laba (DA)/F (E-B)/F 100 •Pengolahan lahan
Penanaman •Penanaman
Total
Total Margin Margin/kg D E-D E
% D/E (E-D)/E 100
Margin/kg •Penyiraman
•Pemangkasan
Sumber : ACIAR (2012) Pemeliharaan •Pengajiran
•Penyiangan dan pemberiaan pupuk
5) Peningkatan pendapatan petani paprika diketahui dan pestisida
dengan perbedaan pendapatan antara menjual
keseluruhan jumlah produksinya ke pasar lokal •Memanen
dan menjual ke Koperasi Mitra Sukamaju dilihat Pemanenan •Mengumpulkan dan memberikan
identitas pada hasil panen
dari margin pada rantai nilai.

Gambar 1. Kegiatan Petani Paprika

327
Tabel 2. Hak dan Kewajiban Petani dan Koperasi
Aktivitas yang dilakukan oleh petani paprika Mitra Sukamaju
adalah fokus pada kegiatan budidaya, mulai dari Pihak
persiapan lahan, tenaga kerja, ketersediaan air, benih Keterangan Petani Mitra Koperasi Mitra
Sukamaju
dan agroinput. Budidaya paprika memerlukan Hak 1. Mendapatkan 1. Mendapatkan
investasi yang tinggi, seperti pembuatan green house jaminan pasar jaminan pasokan
dan perlengkapannya membutuhkan dana sekitar Rp sesuai dengan paprika, baik
75.000 per m2 sampai dengan Rp. 250.000 per m2. harga yang telah kualitas,
Petani yang bekerjasama dengan Koperasi ditetapkan kuantitas dan
2. Menerima hasil kontinuitas.
Mitra Sukamaju melakukan Persiapan budidaya penjualan tepat 2. Memperoleh 10
secara bersama-sama dalam menentukan pola tanam waktu dan tidak persen dari hasil
agar panen dapat dilakukan berkesinambungan setiap melewati masa penjualan
hari sesuai dengan permintaan pasar. jatuh tempo. paprika.
3. Menerima SHU
1. Melaksanakan 1. Menerima
Penimbangan dan Sortasi dan Kewajiban budidaya paprika seluruh paprika
Pengangkutan dengan benar. hasil produksi
Pencatatan Grading
2. Melaksanakan petani dengan
panen tepat harga
waktu. kesepakatan.
3. Menyerahkan 2. Membayar hasil
Pengiriman Pengemasan seluruh hasil penjualan petani
panen. tepat waktu.
4. Membayar iuran 3. Memberikan
10 persen / kg informasi dengan
dari paprika transparan
Gambar 2. Kegiatan Koperasi Mitra Sukamaju yang dihasilkan. kepada seluruh
anggota.
4. Memberikan
Berdasarkan gambar 2 Rangkaian aktivitas bantuan
yang dilakukan Koperasi Mitra Sukamaju adalah permodalan
pengangkutan paprika dari kebun ke Packing House untuk anggota
yang
menggunakan mobil pick up, Penimbangan dan
membutuhkan.
pencatatan identitas paprika untuk mengetahui asal
paprika, Sortasi dan grading dilakukan dengan
Pelaksanaan kemitraan antara petani paprika dengan
memisahkan paprika yang mengalami kerusakan
Koperasi Mitra Sukamaju terjalin berdasarkan
pada saat proses pengangkutan dari kebun ke packing
kekeluargaan. Tidak adanya kontrak kerja secara
house dan melakukan grading untuk memisahlan
tertulis mengenai pembagian hasil, kualitas, kuantitas
paprika berdasarkan jenis, warna kematangan,
dan kontinuitas paprika semuanya bersifat lisan.
penampakan sesuai dengan grade A, grade B dan
Walaupun demikian hingga saat ini kemitraan yang
grade C. Pengemasan (penimbangan dan Pencatatan)
terjalin masih sangat baik karena masing-masing
dilakukan untuk menghitung berapa perolehan untuk
pihak melaksanakan hak dan kewajibannya dengan
masing-petani untuk paprika dengan grade A. Grade
baik dan saling menjaga kepercayaan masing-masing
B dan grade C, Pengiriman dari Packing House Ke
anggota Koperasi Mitra Sukamaju.
Eksportir dan Supplier lain untuk pasar modern
Pembagian hasil dilakukan berdasarkan
maupun tradisional.
kuantitas paprika yang dikirim petani, harga
ditentukan berdasarkan kesepakatan sehingga tidak
Ekportir adalah PT. Alamanda Sejati Utama,
ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan ini.
sedangkang untuk Supplier Lokal Koperasi Mitra
Koperasi dan petani mitra bersikap saling pengertian
Sukamaju Bekerjasama dengan supplier yang
sehingga jika harga dipasar sedang tinggi maka
memasok ke pasar modern/ supermaket dan pasar
Koperasi Mitra Sukamaju akan melakukan
tradisional. Hak dan kewajiban petani dan Koperasi
kesepakatan baik dengan ekportir maupun dengan
dalam kemitraan ini adalah sebagai berikut :
supplier lain untuk memberikan kenaikan harga
paprika kepada petani dan ketika hasil produksi
petani menurun karena serangan hama, koperasi
berusaha agar petani anggota tidak mengalami
kerugian.

328
Proses pembayaran yang dilakukan eksportir Mitra Sukamaju meliputi kendala teknis, ekonomi
maupun supplier menggunakan sistem tempo, dan sosial.
pembayaran biasanya dilakukan setiap tanggal 5 dan a. Kendala teknis
20 tiap bulannya. Selama melakukan kemitraan baik Kendala teknis di tingkat petani dan koperasi
petani maupun koperasi belum pernah ada yang berbeda karena kegiatan yang dilakukan oleh
melanggar kesepakatan yang telah dibuat. Jika masing-masing pelaku kemitraan berbeda.
mengalami keterlambatan pembayaran dari eksportir Adapun kendala teknis yang dihadapi petani
dan supplier maka koperasi akan meyampaikannya paprika adalah dalam menghasilkan paprika yang
kepada seluruh anggota koperasi namun biasanya sesuai dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas
koperasi memberikan bantuan berupa dana talangan yang diiinginkan koperasi. Kendala ini berkaitan
yang diperoleh dari kerjasama koperasi dengan dengan alam, karena budidaya paprika sangat
perbankan. tergantung oleh alam, walaupun dibudidayakan di
green house faktor cuaca masih sangat
Pembayaran dilakukan Koperasi Mitra menentukan keberhasilan produksi paprika. Pada
Sukamaju tepat waktu bahkan petani dapat saat musin hujan paprika sangat mudah terserang
meminjam modal dari koperasi untuk usahataninya. busuk buah atau antracnose dan hama thrips.
Petani juga selalu memberikan pasokan paprika Kendala teknis yang dihadapi koperasi
sesuai dengan grade yang dibutuhkan. Apabila petani berhubungan dengan pasokan paprika dari petani,
melanggar kesepakatan maka koperasi akan jika pasokan menurun maka pasokan kepada
memberikan sanki tidak lagi menjalin kemitraan eksportir dan supplier lain kan menurun. Kendala
dengan petani tersebut, dan apabila koperasi telat lain adalah dalam penyimpanan hasil dimana
dalam proses pembayaran maupun tidak ada paprika hasil panen masih disimpan dengan
transparansi dan kesesuaian harga maka petani tidak menggunakan plastik bening dan proses
lagi memasok paprika ke Koperasi Mitra Sukamaju. pengangkutan hasil koperasi belum memiliki alat
transportasi dengan pendingin sehingga saat
proses pengangkutan paprika dari kebun ke
Petani Penyerahan Koperasi koperasi beberapa paprika mengalami kerusakan.
Paprika Hasil Panen Mitra
Sukamaju
b. Kendala Ekonomi
Kendala ekonomi biasanya dialami koperasi
dalam menerima hasil penjualan dari eksportir
Memasarkan hasil maupun supplier lainnya, namun agar proses
kemitraan berjalan dengan baik, koperasi tetap
memberikan kepada petani sesuai dengan masa
Eksportir Pasar Lokal (Pasar
Modern dan Tradisional)
jatuh temponya. Kendala ekonomi yang dialami
koperasi ini biasanya diatasi dengan
menghentikan sementara pasokan kepasa supplier
yang mengalami keterlambatan pembayaran dan
Gambar 3. Pola Kemitraan antara Petani Paprika pasokan kembali akan dipenuhi ketika supplier
dengan Koperasi Mitra Sukamaju tersebut telah melakukan pembayaran.
c. Kendala Sosial
Petani paprika di Desa Pasirlangu Kendala dalam aspek sosial ini dialami oleh
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat koperasi dimana koperasi tidak hanya menerima
mengetahui pasar tujuan untuk paprika yang paprika sesuai dengan grade A untuk memnuhi
dihasilkannya. Koperasi Mitra Sukamaju pasar ekspor namun seluruh grade yang
memasarkan parika yang dihasilkan petani ke dihasilkan petani, sehingga petani tidak
Eksportir yaitu PT. Alamanda Sejati Utama dan Pasar mengalami kerugian untu paprika yang dihasilkan
Lokal baik langsung maupun melalui supplier lain. tidak sesuai dengan permintaan kualitas untuk
pasar ekspor. Koperasi tidak hanya
Kendala dan Manfaat Kemitraan Petani Paprika mementingkan keuntungan saja, namun
dengan Koperasi Mitra Sukamaju. memikirkan pula petani anggotanya karena
Proses kemitraan terjadi bukan tanpa pengurus koperasi merupakan petani paprika juga
kendala, kendala yang terjadi dalam proses kemitraan sehingga ada rasa kekelurgaan didalamnya.
yang terjalin antara petani paprika dengan Koperasi

329
Manfaat Kemitraan antara Petani Paprika - Instalasi pembuatan
dengan Koperasi Mitra Sukamaju. greenhouse
Kemitraan merupakan salah satu bentuk - Pajak Bumi
kerjasama dengan memperhatikan prinsip saling - Listrik
memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan. Kata saling dimaknai bahwa dalam Biaya Variabel Biaya Variabel
proses kemitraan masing-masing pelaku - Benih - Plastik pengemasan
mendapatkan manfaat bagi setiap pelaku. Manfaat - Nutrisi - Streoform
proses kemitraan yang terjalin antara petani paprika
- Arang Sekam - Isolasi Bening.
dengan Koperasi Mitra Sukamaju adalah sebagai
- Pestisida - Resiko kerusakan
berikut :
1. Manfaat bagi petani - Tenaga Kerja Paroduk
a. Adanya kepastian pasar dan harga.
b. Penerimaan dan pendapatan relatif Stabil
c. Peningkatan kemampuan petani dalam Berdasarkan perhitungan biaya produksi,
memproduksi paprika. penerimaan dan pendapatan masing-masing pelaku
d. Pengembangan skala Usaha. memperoleh keuntungan berdasarkan margin yang
2. Manfaat bagi Koperasi Mitra Sukamaju. diterima adalah sebagai berikut :
a. Terjaminnya Pasokan paprika untuk
memenuhi pasar ekspor maupun lokal.
b. Mendapatkan hasil produksi paprika dengan
kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang
sesuai dengan permintaan pasar.
c. Peningkatan kesejahteraan anggotanya.
d. Pengembangan skala usaha tidak hanya
dikembangkan petani, Koperasi juga
mengembangkan skala usaha melalui volume
penjualan dan jenis produk yang dihasilkan
petani yang memiliki produktivitas yang
tinggi dan terus meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya.

Margin Rantai Nilai Pada Pelaku Kemitraan

Petani dan Koperasi Mitra Sukamaju


menanggung biaya masing-masing sesuai dengan
kegiatan yang dilakukannya. Biaya yang ditanggung
oleh para pelaku kemitraan dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Tanggungan Biaya Pelaku Kemitraan
Petani Paprika Koperasi Mitra
Sukamaju
Biaya Tetap Biaya Tetap
- Bambu - Timbangan
- Plastik UV - Tenaga kerja
- Polybag - Alat pengepakan.
- Plastik Mulsa - transportasi
- Polynet - Pajak
- Benang Kasar - Listrik
- Paku - Service
- Kawat Tali transportation
- Pompa Listrik - Container

330
Tabel 4. Posisi Keuangan Relatif Para Pelaku Kemitraan
Pelaku dalam Rantai Nilai Petani Koperasi Total
Biaya Total Biaya/kg 9.450,68 8.365,61 17.816,29
% Biaya /kg 53,0451626 46,9548374 100
Penerimaan Rp/kg 20.450 48.500
Laba Laba / kg 13.029,32 42.640,50 55.669,82
% laba Total 23,40463828 76,59536172 100
Total Margin Margin/kg 20.450 28.050 48.500
%Margin/kg 42,16494845 57,83505155 100

Tabel 5. Selisih Pendapatan Petani Paprika Bermitra melakukan kemitraan. Kemitraan yang terjadi sangat
dan Tidak Bermitra Per Musim Tanam menguntungkan baik bagi petani maupun Koperasi
ini dibuktikan dengan peningkatan produksi, adanya
N Pendapatan Non Pendapatan Selisih jaminan pasar, harga jual yang tinggi dan bagi
o Kemitraan Kemitraan (Rp) Koperasi Mitra Sukamaju tersedianya pasokan
1 15.850.000 93.122.500 77.272.500 paprika sesuai dengan kualitas, kuantitas dan
2 45.475.000 116.575.000 71.100.000 kontinuitas sehingga dapat memenuhi permintaan
3 13.126.500 60.350.750 47.224.250 pasar lokal maupun eksport.
4 14.826.400 63.835.000 49.008.600
5 30.311.500 83.893.000 53.581.500 KESIMPULAN
Mekanisme kemitraan usaha antara petani
Tabel diatas menjelaskan bahwa rata-rata paprika Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua
pendapatan petani mengalami peningkatan setelah Kabupaten Bandung Barat dengan Koperasi Mitra
melakukan kemitraan dengan Koperasi Mitra Sukamaju adalah adalah petani paprika berada pada
Sukamaju berdasarkan perhitungan biaya produksi, subsistem kegiatan produksi dalam usahatani paprika
penerimaan dan pendapatan terlihat pendapatan sedangkan Koperasi Mitra Sukamaju pada subsistem
petani paprika meningkat mencapai dua kali lipat dari pemasaran hasil. Koperasi hanya menerima seluruh
pendapatan sebelum melakukan kemitraan. Selisih paprika yang dihasilkan anggota koperasi dan
pendapatan diperolah dari pendapatan yang bermitra memasarnya sesuai dengan pasar yang tersedia.
dengan Koperasi Mitra Sukamaju dengan petani yang Harga jual paprika untuk grade A adalah Rp 18.000
hanya menjual paprika ke pasar tradisional. untuk paprika hijau, Rp 23.000 untuk paprika merah,
Selisih ini dikarena ada perbedaan harga jual Rp 26.000 untuk paprika kuning dan Rp 28.000 untuk
paprika, Koperasi memberikan harga yang berbeda paprika orange. Dimana Grade A biasanya untuk
untuk masing masih jenis dan kualitas paprika. memasok eksportir, sedangkan grade B dan C untuk
Karena Koperasi memiliki pasar yang beragam memasok pasar lokal baik modern maupun pasar
sehingga semua grade dapat dipasarkan ke beberapa tradisional.
pasar yang berbeda. Harga yang lebih tinggi
diperoleh untuk grade A untuk memenuhi pasar Kendala yang dihadapi dalam proses
ekspor yaitu paprika hijau Rp 18.000, paprika merah kemitraan antara petani paprika dengan Koperasi
Rp 23.000, paprika kuning Rp 26.000 dan Rp 28.000 Mitra Sukamaju adalah kendala teknis (kualitas dan
untuk paprika orange, sedangkan harga jual parika di kuantitas) karena kondisi cuaca yang tidak stabil,
pasar tradisional hanya Rp 10.000 – Rp 12 000 untuk hama thrips. Manfaat yang diperoleh dari proses
setiap jenis paprika. kemitraan adalah adanya kepastian pasar dan harga,
Koperasi Mitra Sukamaju penerapkan penerimaan dan pendapatan petani relatif stabil,
komisi 10 persen untuk keberlanjutan koperasi peningkatan pengetahuan dan kemampuan petani
namun ketika ada sisa maka akan dikembalikan lagi dalam memproduksi paprika, pengembangan skala
ke anggota sebahai SHU (Sisa hasil Usaha). Usaha. Peningkatan pendapatan petani dilihat dari
Peningkatan pendapatan juga dikarenakan adanya margin yang diterima petani sebesar 42,16 persen dan
peningkatan produksi karena kemampuan petani margin yang diterima Koperasi Mitra Sukamaju
dalam melakukan usahatani menjadi meningkat. sebesar 57,84 persen.
Petani mampu membeli kebutuhan usahataninya
karena adanya harga dan pasar yang jelas setelah

331
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono D. 2017. Cabai Paprika Teknik Budidaya
dan Analisis Usahatani. Yogyakarta. Kanisius
Haeruman, Herman. 2001. Kemitraan dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal: Bunga
Rampai. Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan
Desa-Kota.
Lambert, Douglas M, Margaret A Emmelhainz, John
T Gardner. 1996. Developing and
Implementing Supply Chain Partnerships. The
International Journal of Logistics Manajement
vol.7 No:2.
M4P.2012. Membuat Rantai Nilai Lebih Berpihak
Pada Kaum Miskin : Buku pegangan bagi
Praktiisi analisis rantai nilai. ACIAR
Monogragraph No. 148. Australian Centre For
International Agriculture Research : Canbera
Porter M. E. 1985. Competitive Advantages :
Creating and Sustaining Superior
Perfomance. New York : The Free Press.
Prowse, Martin. 2012. Contract Farming in
Developing Countries. Institute of
Development Policy and Managemet.
University of Antwerp.
Rodjak, Abdul. 2005. Manajemen Usahatani.
Penerbit : Giratuna. Bandung.
Saptana, dkk. 2006. Analisis Kelembagaan
Kemitraan Rantai Pasok Komoditas
Hortikultura. Bogor : Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Sumardjo, Jaka S., dan Wahyu A.D. 2004. Teori dan
Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta:
Penebar Swadaya.

332
Analisis Pendapatan dan Risiko Usahatani Jagung di Kabupaten Serang
The Analysis Of Farm Income And The Risk Of Corn Farming In The District Of Serang

Dian Anggraeni1 , Tuhpawana P. Sendjaja2, Tomy Perdana2, Anne Nuraini2


1
Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang
2Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Jagung merupakan komoditas pangan kedua setelah padi dan sumber kalori atau
makanan pengganti beras disamping itu juga sebagai pakan ternak. Kebutuhan jagung
akan terus meningkat dari tahun ke tahun, sejalan dengan peningkatan taraf hidup
ekonomi masyarakat dan kemajuan industri pakan ternak. Kasryno (2006),
mengemukakan bahwa jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan dan bahan
baku industri.Tingginya permintaan untuk jagung tua (pipilan) di daerah Banten, tidak
Kata Kunci: secara langsung mendorong petani untuk melakukan pemanenan jagung tua (pipilan).
Pendapatan usahatani, Fenomena menunjukan masih banyak petani yang melakukan pemanenan jagung
Biaya, muda, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan diantara aspek pendapatan dan
Risiko, pendeknya waktu panen.
Jagung Komoditas pertanian berbeda dengan komoditas sektor lain, salah satunya adalah
tingginya risiko yang harus diterima petani, sedangkan secara umum petani kecil
biasanya memiliki sifat menghindar dari risiko, dengan demikian walaupun
permintaan untuk komoditas jagung pipilan tinggi, petani jagung di daerah Banten,
tetap masih banyak yang melakukan pemanenan jagung muda, dengan alasan
usahatani tersebut masih memberikan keuntungan, dan layak untuk dikembangkan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pendapatan usahatani jagung dan (2)
tingkat risiko usahatani jagung di Kabupaten Serang. Metode penelitian yang
digunakan survey eksplanatori. Penentuan sampel menggunakan multistage random
sampling dengan total sampel sebanyak 101 petani jagung. Data dianalisis dengan
menggunakan rumus pendapatan usahatani dan standar deviasi dari penerimaan
usahatani jagung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan usahatani jagung menunjukan
keadaan yang lebih besar dibanding dengan panen jagung muda, walaupun diikuti oleh
biaya yang lebih tinggi. Risiko pada usahatani jagung panen pipilan, lebih besar
dibanding panen jagung muda.

ABSTRACT

Corn is the second food commodity after rice and a source of calories or food instead
of rice as it also as animal feed. Corn demand will continue to increase from year to
year, in line with the improvement of living standards of the local economy and the
progress of the animal feed industry. Kasryno (2006), suggests that corn can be used
Keywords: for food, feed and industrial raw materials.
Farming Income,
High demand for old corn (shelled) in Banten, not directly encourage farmers to
Costs,
harvest the old corn (shelled). The phenomenon shows there are still many farmers
Risks ,
who were harvesting young corn, this is due to several reasons among the aspects of
Corn
revenue and the short harvest time.
Agricultural commodities is different with other sectors commodities, one of the
difference is that the high risk to be received by farmers, while generally small farmers
usually avoid the risk, thus even if the demand for old corn commodities is high, many
of corn farmers in Banten is still harvesting young corn, with the reason that farming
is still profitable, and deserves to be developed.

333
This study aims to determine (1) corn farm income and (2) the risk level of corn farming
in the District of Serang. An explanatory survey was applied in this study by
interviewing respondents. The samples using multistage random sampling with a total
sample of 101 corn farmers. The data were analyzed by using farming income analysis
and standar deviation analysis of corn farming revenue.
The results of study indicated that farming income of shelled corn is greater than the
young corn farming income, though followed by higher costs. Risks involved in farming
shelled corn crop, bigger than young corn harvest. This study, hopefully, would
contribute upon agribusiness development, especially on farming theory.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: dian.1452@yahoo.com

334
PENDAHULUAN Metode Pengambilan Sampel
Jagung merupakan komoditas pangan kedua Sampel ditentukan dengan cara multistage cluster
setelah padi dan sumber kalori atau makanan random sampling, dengan tiga tahapan. Tahap
pengganti beras disamping itu juga sebagai pakan pertama menentukan Kecamatan sebagai sentra
ternak. Kebutuhan jagung akan terus meningkat dari komoditas jagung. Tahap kedua memilih desa yang
tahun ke tahun, sejalan dengan peningkatan taraf dijadikan sebagai secondary sampling unit (SSU) dan
hidup ekonomi masyarakat dan kemajuan industri tahap tiga memilih petani sebagai sampel dalam
pakan ternak. Kasryno (2006), mengemukakan penelitian ini dengan menggunakan simple random
bahwa jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan, sampling.
pakan dan bahan baku industri. Metode Analisis Data
Tingginya permintaan untuk jagung tua Untuk menentukan besarnya pendapatan usahatani
(pipilan) di daerah Banten, tidak secara langsung jagung menggunakan rumus π = R – C. Dimana R
mendorong petani untuk melakukan pemanenan adalah Revenue(penerimaan) dan C adalah Cost
jagung tua (pipilan). Fenomena menunjukan masih (Total biaya usahatani).
banyak petani yang melakukan pemanenan jagung Untuk menentukan besarnya risiko pada usahatani
muda, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan jagung digunakan rumus standar deviasi dengan
diantaranya aspek pendapatan dan faktor risiko formulasi sebagai berikut :
usahatani. ∑(xi − x)2
Risiko adalah suatu variabel dari hasil yang s2 =
n−1
dapat terjadi selama periode tertentu. Sedangkan Dimana s2 adalah standar deviasi dari penerimaan
Kountur (2004), menyatakan bahwa risiko adalah usahatani jagung, xi merupakan penerimaan dari
ketidaktentuan yang mungkin melahirkan peristiwa usahatani jagung, x merupakan rata-rata penerimaan
kerugian. Ada juga yang mendefinisikan bahwa dan n adalah jumlah sampel pada usahatani jagung.
resiko adalah penyebaran atau penyimpangan hasil Untuk mengetahui karakter petani jagung yang
aktual dari hasil yang diharapkan. melakukan panen muda dan panen pipilan
Pengertian pendapatan adalah selisih antara dilakukan secara deskriptif analisis.
nilai hasil yang diperoleh dengan biaya yang
dikeluarkan. Purwatiningdyah DN (2003),
HASIL DAN PEMBAHASAN
menyatakan bahwa pendapatan petani dapat
Analisis Biaya , Penerimaan, dan Pendapatan
diperhitungkan dari total penerimaan yang berasal
Usahatani Jagung di Kabupaten Serang
dari nilai penjualan produksi dikurangi dengan total
Biaya produksi rata-rata per hektar untuk
nilai pengeluaran.
usahatani jagung dengan sistem panen muda berbeda
Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh
dengan sistem panen tua (pipilan).Perbedaan yang
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan bagi
nampak pada biaya variabel karena pada waktu
seorang petani dalam melakukan usahatani,
panen tua/pipilan terdapat penanganan pasca panen
disamping faktor risiko yang ada.
(pemipilan dan penjemuran), sehingga terdapat
penambahan tenaga kerja yang berdampak terhadap
METODE PENELITIAN
meningkatnya biaya tenaga kerja khususnya. Proses
Waktu dan Tempat Penelitian
penanganan pasca panen pada jagung pipilan
Penelitian dilakukan di Kabupaten Serang Provinsi
merupakan salah satu upaya petani dalam menyiasati
Banten, dengan waktu penelitian pada Musim Tanam
harga. Proses pengolahan yang optimal,
kedua bulan Agustus 2013.
menyebabkan jagung pipilan dapat disimpan lama,
Jenis, Teknik Pengumpulan Data dan Sumber
dengan demikian petani dapat menjualnya pada saat
Data
harga tinggi. Perbedaan lain dari aspek penggunaan
Data yang dipergunakan merupakan data primer dan
pupuk baik itu urea, TSP atau pun pupuk kandang,
data sekunder. Data primer diperoleh dengan teknik
usahatani jagung pipilan lebih tinggi. Aspek
wawancara langsung terhadap petani jagung yang
penggunaan benih juga untuk usahatani jagung waktu
mengacu pada kuesioner yang telah disiapkan.
panen pipilan memerlukan biaya yang lebih tinggi
Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara
walaupun bedanya tidak terlalu besar.
menelaah laporan hasil penelitian terdahulu, laporan
Berkaitan dengan biaya dan pendapatan
dari instansi terkait, maupun publikasi lain yang
usahatani jagung waktu panen muda dan panen
relevan.
pipilan per hektar per musim tanam dapat dilihat
lebih jelasnya pada Tabel 1.

335
Tabel 1. Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung Waktu Panen Muda dan Panen Pipilan Per Hektar
Per Musim Tanam
No Keterangan Satuan Waktu Panen
Muda Pipilan Perbedaan
(Rp) (Rp) (Rp)
1. Biaya Tetap Rp 164.342,00 211.461,00 47.119,00
2. Biaya Variabel Rp 5.179.608,00 5.550.750,00 371.142,00
3. Total Biaya produksi Rp 5.343.950,00 5.762.211,00 418.261,00
4. Penerimaan Total Rp 15.561.361,00 16.430.775,00 869.414,00
5. Pendapatan Bersih Rp 10.217.411,00 10.668.564,00 451.153,00

Berdasarkani Tabel 1. dapat dijelaskan Permasalahan lain adalah dari aspek kualitas,
bahwa terdapat perbedaan biaya tetap antara kandungan air, dll cenderung masih banyak produk
usahatani jagung waktu panen muda dengan panen yang belum memenuhi standar permintaan, apalagi
pipilan , hal ini disebabkan, pada usahatani jagung kalau usahatani tersebut dilakukan pada musim
panen muda komponen terbesar digunakan untuk Tanam ke-1, karena pada saat itu cenderung hujan
pajak tanah, sementara pada usahatani jagung banyak turun, sehingga akan berdampak terhadap
pipilan, selain untuk pajak, responden ada yang kualitas jagung (proses penjemuran kurang
melakukan sewa tanah. Komponen biaya variabel maksimal).
dari usahatani jagung panen muda lebih kecil dari Petani sangat membutuhkan alat pengering
jagung panen pipilan, hal ini disebabkan adanya (oven) yang bisa membantu petani untuk proses
perbedaan dari aspek penggunaan pupuk, baik pupuk pengeringan jagung pipilan. Permasalahan lain yang
buatan ataupun pupuk kandang, dan penggunaan muncul di masyarakat kalau penanaman jagung
tenaga kerja, dimana pada usahatani jagung panen dilakukan pada musim tanam ke-2, di lapangan
pipilan terdapat proses penanganan pasca panen, dan cenderung kekurangan air, sehingga masyarakat
sebaliknya. enggan untuk melakukan penanaman jagung, padahal
Adanya perbedaan dalam penerimaan antara momen itu sangat tepat untuk melakukan panen
usahatani jagung panen muda dengan panen pipilan jagung pipilan. Sampai saat ini masyarakat sangat
adalah karena produksi dari usahatani jagung panen berharap bantuan pemerintah berupa pompa pantek
muda per hektarnya lebih tinggi dari panen pipilan, untuk mengairi tanaman jagung pada saat musim
namun dari aspek harga output, jagung pipilan lebih kemarau tiba.
mahal, sehingga penerimaan yang diperoleh petani Beberapa hal tersebut menjadi alasan
lebih besar dibanding usahatani jagung panen muda. masyarakat atau petani jagung untuk selalu enggan
Hasil perhitungan ternyata pada luasan lahan yang berusahatani dengan melakukan panen jagung
sama usahatani jagung panen pipilan memberikan pipilan, walaupun dari aspek pasar sudah tersedia dan
pendapatan yang lebih besar dibanding usahatani dari aspek pendapatan memberikan tingkat yang
jagung panen muda ,walaupun terdapat beberapa hal relatif lebih tinggi dibanding panen jagung muda.
dan kendala yang harus diperhatikan dalam Aspek lain yang menjadi kendala bagi petani dalam
pelaksanaan usahatani jagung panen pipilan tersebut, usahatani jagung panen pipilan adalah besarnya biaya
namun banyak aspek positif yang diperoleh petani produksi yang harus dikeluarkan petani. Berkaitan
dari usaha bersangkutan. dengan biaya usahatani jagung secara lebih jelas
Kelebihan melakukan panen jagung pipilan dapat dilihat pada Tabel 2.
adalah keterjaminan dan kepastian pasar, dari aspek
harga juga lebih tinggi, dari aspek produksi bahwa Tabel 2. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel
jagung pipilan ini bisa disimpan lebih lama asal Per Hektar Usahatani Jagung di
dalam proses pengeringan harus benar-benar sudah Kabupaten Serang
maksimal. Beberapa aspek yang merupakan kendala Biaya Waktu Panen
dan tantangan yang harus diperhatikan petani Muda Pipilan Perbedaan
(Rp) (Rp) (%)
diantaranya berkaitan MOU dengan pihak pemakai Jenis Sarana Produksi
(pabrik pakan ternak) belum adanya kejelasan yang a. Benih 840.180,00 848.000,00 0,92
pasti, hal ini disebabkan bahwa petani belum bisa b. Pupuk 1.366.246,00 1.603.000,00 14,76
mensuplai jagung sesuai dengan permintaan pabrik. kandang

336
Biaya Waktu Panen dari usahatani jagung sistim panen muda. Besarnya
Muda Pipilan Perbedaan nilai standar deviasi dari penerimaan suatu usaha
(Rp) (Rp) (%)
dan
menunjunkan besarnya risiko yang ada pada usaha
buatan tersebut.
c. Pestisida 145.574,00 100.500,00 30,96 Hasil analisis menujukkan bahwa standar
Tenaga 2.827.608,00 2.999.250,00 5,72 deviasi dari usahatani jagung panen pipilan
kerja menunjukan nilai yang lebih besar dari sistim panen
Biaya tetap 164.342,00 211.461,00 22,28
5.343.950,00 5.762.211,00 7,25 jagung muda, dengan demikian resiko pada usahatani
jagung panen pipilan lebih tinggi dari panen jagung
Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa muda.
perbedaan biaya yang sangat mencolok adalah biaya Dalam penelitian ini petani jagung
sarana produksi khususnya pestisida sebesar 47,68%, dihadapkan kepada risiko produksi, risiko pasar, dan
risiko keuangan. Berbagai upaya telah dilakukan
hal ini disebabkan pada usahatani jagung panen muda
pada saat penelitian terjadinya serangan hama yang petani dalam upaya mengatasi berbagai masalah
lebih tinggi dibanding pada usahatani jagung panen tersebut diantaranya, dari aspek produksi mereka
pipilan, yang berdampak terhadap meningkatnya selalu memperhatikan waktu tanam yang tepat,
dalam penggunaan input produksi pun mereka
penggunaan pestisida pada usahatani tersebut. Pada
penggunaan pupuk, baik pupuk kandang atau pupuk berupaya menggunakannya sesuai dengan yang
buatan, pemakaian benih dan penggunaan tenaga dianjurkan. Berkaitan dengan risiko pasar, untuk
kerja, juga terdapat perbedaan walaupun petani yang memanen jagung pipilan dengan
melakukan penyimpanan terlebih dahulu samapai
prosentasenya tidak terlalu tinggi.
harga di pasaran tinggi.
Hasil analisis menunjukan bahwa petani
Penerimaan dan Standar Deviasi Usahatani
jagung yang melakukan sistim panen pipilan
Jagung Panen Muda dan Panen Pipilan
menunjukan petani yang menyukai risiko (risk
Besarnya rata-rata produksi untuk usahatani
jagung panen muda adalah 5.402 kg per rata-rata luas taker), dan petani jagung yang melakukan panen
lahan garapan atau 10.805 kg per hektar, dengan rata- muda menunjukan petani yang tidak menyukai resiko
rata harga produksi Rp.1490,00 per kg. Besarnya (risk aventer).Secara lengkap ciri dari kedua
kelompok petani tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
rata-rata produksi usahatani jagung panen pipilan
4.440,7 kg per rata-rata luas lahan garapan atau 5.921 Tabel 4. Ciri-ciri Petani Jagung yang Menyukai
kg per hektar dengan rata-rata harga produksi Resiko (risk taker) dan Petani Tidak
Rp.2.775,00 per kg. Menyukai Resiko (risk aventer)
No Keterangan Petani Petani Jagung
Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya
Jagung Yang Yang Tidak
rata-rata penerimaan usahatani jagung panen muda Menyukai Suka Resiko
per rata-rata luas lahan garapan sebesar Resiko
Rp.7.780.680,00 dengan standar deviasi Rp. 1 Pendidikan SLTA- PT SD
3.927.490,66. Besarnya rata-rata penerimaan Formal
usahatani jagung panen pipilan per rata-rata luas 2 Luas Lahan > 0,5 ha < 0,5 ha
lahan garapan Rp.12.323.081,00 dengan standar 3 Permodalan Lebih besar Lebih kecil
deviasi Rp. 8.346.639,74. Lebih jelasnya berkaitan 4 Umur Lebih tua Lebih muda
dengan penerimaan dan standar deviasi ditunjukkan 5 Pengalaman Lebih sedikit Lebih lama
pada Tabel 3. 6 Penerimaan Lebih besar Lebih sedikit
7 Tingkat Lebih tinggi Lebih rendah
Tabel 3. Rata-rata Penerimaan Usahatani Jagung per
Resiko
luas lahan garapan dan Standar Deviasinya. 8 Daya Inovasi Kelompok Sulit
No Waktu Rata-rata Standar Inovator mengadopsi
Panen Penerimaan Per Deviasi inovasi
Luas Lahan (Rp)
Garapan (Rp)
1. Muda 7.780.680,00 3.927.490,66 Berdasarkan Tabel di atas terdapat beberapa
2. Pipilan 12.323.081,00 8.346.639,74 perbedaan karakter petani. Hasil penelitian
menunjukan bahwa petani yang melakukan panen
Berdasarkan Tabel 3. rata-rata penerimaan pipilan mempunya ciri sebagai berikut :
dan standar deviasi untuk usahatani jagung sistim 1. Selalu bersifat inovatif, terlihat dari upaya
panen pipilan menunjukan keadaan yang lebih besar mereka dalam mengikuti kegiatan yang

337
diadakan pemerintah setempat, misalnya Sementara petani yang melakukan sistim panen
mengikuti SLPTT, mengikuti penyuluhan muda termasuk kepada golongan yang kurang atau
tentang penanganan pasca panen khususnya tidak menyukai risiko (risk aventer). Adapun
untuk komoditas jagung dll. beberapa karakteristik dari petani tersebut
2. Menyangkut aspek pendidikan, khususnya diantaranya adalah :
pendidikan formal, petani yang melakukan 1. Susah untuk menerima inovasi yang ada
sistim panen pipilan, yang mendapat 2. Dihadapkan kepada masalah keuangan dan
pendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi permodalan yang terbatas. Modal dalam hal
lebih banyak (10%) dibanding petani yang ini identik dengan total biaya yang
melakukan sistim panen muda, yaitu hanya dikeluarkan untuk usahatani, yiatu
8,2 persen. Rp.5.343.950,00 per hektar per musim
3. Berkaitan aspek luas lahan, penguasaan tanam.
lahan diatas 0,5 hektar, petani yang 3. Dari aspek penguasaan lahan petani yang
melakukan sistim panen pipilan lebih banyak melakukan panen muda kepemilikan lahan
(57,5%) dibanding petani yang melakukan yang diusahakan mayoritas dibawah 0,5
panen muda sekitar 36,07%. hektar.
4. Dari aspek permodalan, petani mereka lebih 4. Dalam melakukan kegiatan usahatani selalu
banyak mengeluarkan modal daripada petani mengikuti kebiasaan lama yang sudah
yang melakukan sistem panen muda. Dalam mereka lakukan, karena kebiasaan itu
kontek penelitian ini modal identik dengan dianggap sebagai tradisi dan budaya mereka.
jumlah biaya yang dikeluarkan dalam 5. Dari aspek pendidikan, khususnya
usahatani jagung. Besarnya biaya yang pendidikan formal mayoritas tamatan
dikeluarkan untuk sistem panen pipilan Sekolah Dasar.
adalah Rp. 5.762.211,00 per hektar per 6. Dari aspek penerimaan, hasil analisis
musim tanam. menunjukan keadaan yang lebih sedikit yaitu
5. Dari aspek penerimaan, petani yang Rp. 7.780.680,00 per musim tanam.
melakukan panen pipilan menunjukan 7. Dilihat dari tingkat risiko, untuk usahatani
keadaan yang lebih besar dibanding petani jagung sistem panen muda lebih kecil, hal ini
yang memanen jagung muda yaitu ditunjukan oleh besarnya standar deviasi
Rp.12.323.081,00 per musim tanam. yang diperoleh Rp. 3.927.490,00
6. Dilihat dari tingkat risiko yang ada, 8. Berbagai upaya dalam meningkatkan
menunjukan keadaan yang lebih tinggi. pengetahuan dan wawasan jarang mereka
Besarnya resiko dilihat dari standar lakukan.
deviasinya Rp.8.346.639,74 menunjukan 9. Dari aspek umur, petani yang tidak
keadaan yang lebih tinggi dibanding menyukai resiko cenderung mayorotas masih
usahatani jagung dengan sistem panen muda. muda. Hasil analisis menunjukan bahwa
7. Dilihat dari aspek umur, petani yang 96,72% petani berusia produktif ( 15-64 th).
melakukan panen pipilan cenderung lebih 10. Dari aspek pengalaman, petani jagung yang
tua dibanding petani yang melakukan panen tidak menyukai risiko memiliki pengalaman
muda, hal ini menunjukan bahwa umur yang lebih lama dibanding petani yang suka
memiliki pengaruh yang cukup tinggi dalam risiko. Hal ini disebabkan bahwa dengan
pengambilan keputusan. Semakin tua lamanya pengalaman, maka akan
cenderung lebih berhati hati dalam membentuk karakter dan budaya yang susah
memperhitungkan berbagai aspek, untuk dirubah. Kepraktisan dalam sistem
diantaranya berkaitan aspek keuntungan, panen muda mendorong petani jagung untuk
biaya, bahkan risiko yang akan ditimbulkan tetap tidak melakukan panen pipilan.
dalam usaha tersebut.
8. Aspek pengalaman, hasil analisis SIMPULAN DAN SARAN
menunjukan keadaan bahwa ternyata dari 1. Pendapatan usahatani panen jagung pipilan
aspek pengalaman petani yang menyukai per hektar per musim tanam sebesar
risiko tidak terlalu lama dibanding petani Rp.10.668.564,00. Sementara pendapatan
yang yang memanen jagung muda. usahatani panen jagung muda sebesar Rp.
10.217.411,00.

338
2. Tingkat risiko pada usahatani panen jagung
pipilan menunjukan keadaan yang lebih
besar dibanding usahatani panen jagung
muda,terutama berkaitan dengan risiko
harga.
Petani yang melakukan panen jagung pipilan
termasuk kepada golongan yang lebih
menyukai risiko (risk taker), sementara
petani yang memanen jagung muda
cenderung sebagai petani penghindar risiko
(risk aventer) dengan karakteristik tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Anwas Adiwilaga. 1992. Ilmu Usahatani. Cetakan
ke-III. Alumni, Bandung
Hernanto, Fadholi.1985. Ilmu Usahatani. Penebar
Swadaya, Jakarta.Kasim,A.1995. Teori
Pembuatan Keputusan. Jakarta. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Mangkusubroto,K dan L.Trisnadi.1987. Analisis
Keputusan Pendekatan Sistem dalam
Manajemen Usaha dan Proyek.
Bandung.Ganesa Exact.
Mohamad Nazir. 1988. Metode Penelitian. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
Penerangan ekonomi dan Sosial (LP3ES)
Edisi ke-3. Jakarta
Purwatiningdyah, D.N., 2003. Faktor Internal dan
Ekternal Yang Mempengaruhi Tingkat
Penerapan Teknologi dan Dampaknya
Terhadap Produktivitas dan Pendapatan
pada Usahatani Padi Sawah. Bandung.
Tesis tidak dipublikasikan. Program
Pasacasarjana Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1989. Metode
Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.
Teken, Sofyan Asnawi, 2002. Teori Ekonomi Mikro,
Bogor, IPB
Thohir, K.A. 1967. Seuntai Pengetahuan Tentang
Usahatani Indonesia, Jakarta. Bina Aksara.
Kasryno, F. 2006. Suatu Penilaian Mengenai
Prospek Masa Depan Jagung di Indonesia.
Makalah disampaikan pada Seminar dan
Lokakarya Nasional Jagung, 29-30
September 2006. Balai Penelitian Tana

339
340
Kajian Kemitraan Petani Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L.) dengan
CV. Sumber Buah (SAE) (Studi Kasus pada Petani Mangga di Kabupaten
Cirebon, Jawa Barat)
The Study of Partnership between Gedong Gincu Mango Farmers (Mangifera Indica L)
and CV. Sumber Buah (SAE) (Case Study on Mango farmers at Cirebon Regency, West
Java)
Siti Nur Azizah Syah1, Lies Sulistyowati1
1Universitas Padjadjaran, Bandung,

ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan mengenai kajian kemitraan yang bertujuan untuk
mengetahui kendala dan manfaat kemitraan dan kinerja usaha yang dilakukan petani
mangga. Selain itu, disajikan pula model kemitraan ideal sebagai solusi dari kendala
Kata Kunci: kemitraan. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kualitatif dengan teknik
Mangga Gedong Gincu, penelitian studi kasus. Informan dari penelitian ini adalah perusahaan CV. Sumber
Kemitraan, Buah (SAE), ketua Gapoktan Samimulya dan Kelompok Tani Sukamulya sebagai
Teori Drama petani mitra, ketua Kelompok Tani Dunia Buah dan Ki Gebang sebagai petani yang
sudah tidak bermitra. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis
data menggunakan analisis deskriptif dengan alat analisis model teori drama. Hasil
penelitian mengenai kendala bahwa petani merasakan kesulitan di teknik budidaya,
kurangnya informasi pasar, pengembalian produk, lamanya dan waktu pembayaran.
Namun petani merasakan manfaat dari aspek ekonomi, teknis, dan sosial. Melalui
kerangka pikir bersama didapat resolusi mengenai pengembalian produk, standar
kualitas buah manga dan proses pembayaran. Kemitraan pada kenyataannya belum
dapat menjamin kinerja usaha kelompok tani binaannya.

ABSTRACT

Research conducted a study regarding partnership to determine the constraints and


benefits of the partnership and mango farmers cooperation. In addition, presented an
ideal partnership model as a solution of the partnership constraints. The research
design was qualitative with case study technique. Informants were head of partnership
Keywords: management of CV. Sumber Buah (SAE), head of Gapoktan Samimulya and Sukamulya
Mango Gedong Gincu, Farmer Group as partner farmers, and also head of Dunia Buah and Ki Gebang
Partnership, farmer group as the farmer groups who had no longer partnership. The data used
Drama Theory primary and secondary data. The data was analyzed by using descriptive analysis with
the aid of drama theory model.The Result showed the contraints are the farmers
encounter difficulties in farming techniques, a lack of market information, products
return, and the delay in paymen. However, the farmers obtain the benefits in terms of
economi, social and technology. Through a joint framework that was based on the
threats and the offers consideration between the actors, it obtains no longer products
return, mango fruit quality standards, and payment process. In the fact, partnership
could not guarantee the performance of businesses farmer groups auxiliaries.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: ines.nurazizah@gmail.com

341
PENDAHULUAN KERANGKA KONSEP
Keberadaan mangga di Indonesia jumlahnya CV. Sumber Buah (SAE) merupakan salah
melimpah. Indonesia merupakan negara produsen satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa ekspor,
mangga terbesar kelima di dunia dengan produksi khususnya ekspor komoditas pertanian. CV.Sumber
sebesar 2.376.339 ton pada tahun 2012 di bawah Buah (SAE) telah aktif memasarkan buah mangga ke
India, Cina, Kenya dan Thailand. (FAOSTAT, 2014). pasar internasional sejak tahun 2008. Diantaranya
Dalam rangka mendorong dan meningkatkan Timur Tengah, Singapura dan Hongkong yang
pengembangan usahatani buah dan mengatasi menjadi tujuan ekspor komoditas mangga yang
berbagai kendala yang dihadapi oleh petani, terutama dilakukan CV.Sumber Buah (SAE). Cukup
dibidang permodalan, produksi, dan pemasaran, banyaknya permintaan buah mangga di pasar ekspor
maka dilaksanakan program kemitraan antara Usaha membuat CV. Sumber Buah (SAE) perlu melakukan
Besar dan Usaha Menengah dengan Usaha Kecil. kegiatan kemitraan dengan petani mangga untuk
Pelaksanaan kemitraan ini sesuai dengan Peraturan memenuhi kebutuhan permintaan pasar.
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun Diantaranya Kelompok Tani Sukamulya yang
1997 tentang kemitraan, kemitraan adalah suatu tergabung dalam Gapoktan Samimulya dan
kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah merupakan kelompok tani yang bermitra dengan
atau usaha besar yang disertai pembinaan dan CV.Sumber Buah (SAE). CV. Sumber Buah (SAE)
pengembangan oleh usaha menengah atau usaha juga mengadakan kerjasama usaha dengan kelompok
besar dengan memperhatikan prinsip saling tani yang lain seperti Kelompok Tani Dunia Buah
memerlukan, saling memperkuat, dan saling dan Kelompok Tani Ki Gebang. Namun pada
menguntungkan. perkembangannya kedua kelompok tani tersebut
CV.Sumber Buah (SAE) telah melakukan hanya mengirimkan hasil produksi buah mangganya
kegiatan ekspor selama kurang lebih tujuh tahun. ke CV. Sumber Buah (SAE) dalam jangka waktu satu
Namun program kemitraan yang dilaksanakan belum tahun dan kemudian mengundurkan diri dari kegiatan
terlihat optimal khususnya dalam hal memenuhi kerjasama usaha tersebut.
kebutuhan permintaan pasar internasional. Hal tersebut yang membuat peneliti merasa
CV.Sumber Buah (SAE) masih harus mencari tertarik untuk menganalisis mengenai kemitraan yang
produk buah mangga dari petani mangga diluar terjadi antara CV. Sumber Buah (SAE) dengan
petani mitra demi memenuhi permintaan pasar. Pada kelompok tani mangga.
perkembangannya terdapat cukup banyak petani
yang kemudian tidak lagi menjual hasil produksinya METODE PENELITIAN
ke CV. Sumber Buah (SAE) namun menjual hasil Objek dalam penelitian ini adalah petani mitra
produksinya ke bandar, tengkulak, ataupun dan non mitra. Penelitian dilakukan di CV. Sumber
perusahaan eksportir lain. Buah (SAE), Gapoktan Samimulya, Kelompok Tani
Selain salah satu kelompok tani yang tergabung Sukamulya, Kelompok Tani Dunia Buah, dan
dalam Gapoktan Samimulya yaitu Kelompok Tani Kelompok Tani Ki Gebang yang berlokasi di
Sukamulya yang hingga saat ini merupakan mitra Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.
dari CV. Sumber Buah (SAE), sebelumnya terdapat Desain penelitian yang digunakan dalam
beberapa kelompok tani yang pernah melakukan penelitian ini adalah desain kualitatif. Teknik yang
kerjasama usaha dengan CV. Sumber Buah (SAE) digunakan adalah studi kasus. Suharsini (2006)
namun mengundurkan diri diantaranya yaitu menyatakan bahwa studi penelitian yang dilakukan
Kelompok Tani Dunia Buah dan Kelompok Tani Ki secara terinci dan mendalam terhadap suatu
Gebang. organisasi, lembaga, atau gejala tertentu. Ditinjau
Ketertarikan inilah yang mendorong peneliti dari wilayahnya, maka studi kasus hanya meliputi
berniat untuk melakukan kajian terhadap kemitraan daerah atau subjek yang sangat sempit.
yang dilakukan CV.Sumber Buah (SAE) dengan cara
Sumber data yang digunakan dalam penelitian
mengetahui kinerja kelompok tani yang masih
ini adalah data primer dan data sekunder. Informan
bermitra dan kelompok tani yang sudah tidak
dalam penelitian ini adalah para pelaku yang
bermitra, serta kendala serta manfaat kemitraan yang
melakukan program kemitraan dengan CV. Sumber
dirasakan oleh petani yang masih bermitra.
Buah (SAE) diantaranya Ketua Gapoktan Samimulya
Selanjutnya akan dirumuskan solusi alternatif
dan Ketua Kelompok Tani Sukamulya sebagai petani
kemitraan ideal bagi petani yang masih bermitra
mitra serta Ketua Kelompok Tani Dunia Buah dan
dengan CV. Sumber Buah (SAE) dengan
menggunakan alat analisis model teori drama.

342
Kelompok Tani Ki Gebang sebagai kelompok tani perkembangannya anggota tersebut berkurang
yang sudah tidak bermitra. hingga saat ini hanya tersisa 8 orang anggota
kelompok tani.
HASIL DAN PEMBAHASAN (3) Teknologi
Kinerja Usaha Kelompok Tani Alat-alat pertanian yang dimiliki oleh
1) Kelompok Tani Sukamulya Kelompok Tani Sukamulya diantaranya adalah
(1) Lahan packing house, keranjang plastik, mobil bak, dan
Lahan yang diusahakan Kelompok Tani hand sprayer. Sedangkan untuk teknologi
Sukamulya seluas 12 hektar. Lahan tersebut penanaman kelompok tani telah menggunakan
merupakan lahan kelompok dan seluruhnya berlokasi teknologi off season pada sistem penanaman.
di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon. Lahan (4) Sumber Modal
tersebut ditanami kurang lebih 1200 pohon mangga Modal usahatani berasal dari mitra, yaitu CV.
gedong gincu. Sumber Buah (SAE), kredit Bank BRI, dan kredit
(2) Anggota Kelompok Tani pada program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
Awalnya kelompok tani Sukamulya memiliki 25 (KKPE) dari Bank BJB.
orang anggota kelompok tani. Namun pada (5) Jumlah Produksi

Tabel 1. Jumlah Produksi Kelompok Tani Sukamulya (Kg)


Tahun
Indikator Kinerja
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Produksi
Grade A 9146 12170 14390 13856 16103 16792
Grade B 4573 6085 7195 6928 8052 8396
Grade C 1524 2028 2398 2309 2684 2799
Total Produksi 15244 20284 23984 23094 26839 27986
Produktivitas 12.7 17 20 19 22,3 23,3

Dari jumlah produksi yang diungkapkan Tabel 2) Kelompok Tani Dunia Buah
1 kurang lebih sekitar sembilan puluh persen hasil (1) Lahan
produksinya dapat dikategorikan sebagai grade A dan Kelompok Tani Dunia Buah memiliki 48
grade B sehingga dapat langsung disalurkan ke hektar lahan dengan kurang lebih 4.800 pohon
eksportir dalam hal ini CV. Sumber Buah (SAE) dan mangga gedong gincu yang ditanam menggunakan
sepuluh persen lainnya biasanya disalurkan ke pola polikutur dengan tanaman padi atau sawah.
industri pengolahan yang ada di wilayah sekitar Kebun mangga gedong gincu milik Dunia Buah ini
kelompok tani Sukamulya yaitu industri pengolahan berlokasi dekat dengan danau buatan yang cukup luas
manisan mangga. sehingga akses untuk mendapatkan air untuk proses
(6) Harga pemeliharaan seperti penyemprotan menjadi relatif
Harga tertinggi buah mangga ditingkat petani mudah dan efisien.
pada saat panen off season yaitu sekitar bulan Mei (2) Anggota Kelompok
hingga Agustus yaitu Rp. 15.000 per kilogram untuk Anggota kelompok merupakan petani yang
kategori tua pohon grade A dan kategori matang menjual hasil produksinya ke kelompok. Anggota
pohon grade A yaitu Rp. 30.000 per kilogram. Kelompok Tani Dunia Buah berjumlah 25 orang dari
Sedangkan pada masa on season yaitu sekitar bulan awal pembentukan hingga sekarang.
September hingga November harga tertinggi adalah (3) Teknologi
Rp. 7.500 per kilogram untuk kategori grade A tua Sama hal nya dengan Kelompok Tani
pohon. Sedangkan untuk tingkat kelompok tani, Sukamulya, Kelompok Tani Dunia Buah juga telah
harga lebih tinggi Rp. 1.000 per kilogramnya. menerapkan teknologi off season pada proses 2006
Kelebihan harga tersebut dipergunakan untuk uang pemeliharaan pohon mangga. Alat-alat pertanian
kas Kelompok Tani Sukamulya. yang dimiliki Kelompok Tani Dunia Buah
diantaranya adalah packing house, cool storage,
mobil berpendingin, keranjang plastik, power
sprayer, hand sprayer, timbangan yang masing-

343
masing berjumlah 1 unit dan berasal dari program tersebut karena kelompok tani Dunia Buah belum
bantuan pemerintah. mendapatkan kepercayaan dari perbankan untuk
(4) Sumber Modal mendapatkan pinjaman modal dengan jumlah besar.
Modal usaha yang dijalani oleh Kelompok (5) Jumlah Produksi
Tani Dunia Buah merupakan modal sendiri. Hal

Tabel 2. Jumlah Produksi Kelompok Tani Dunia Buah (Kg)


Tahun
Indikator Kinerja
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Produksi
Grade A
171009 136807 162800 211640 152381 192000
Grade B
Grade C 42752 34202 40700 52910 38095 48000
Total Produksi 213761 171009 203500 264550 190476 240000
Produktivitas 44,5 35,6 42,4 55 39,7 50

Dari total produksi yang dihasilkan, kelompok gedong gincu sendiri yaitu seluas 16 hektar dengan
tani Dunia Buah memasarkan ke pasar domestik dan jumlah pohon sekitar 1.600 pohon.
pasar internasional. Melalui eksportir kelompok tani (2) Anggota Kelompok
Dunia Buah memasarkan hasil produksinya sekitar Anggota kelompok tani Ki Gebang awalnya
20% dari jumlah total produksi grade A dan grade B. berjumlah 22 orang. Namun, kini telah berkurang
Sisanya disalurkan ke pasar domestik. menjadi 15 orang. Hal tersebut dikarenakan anggota
(6) Harga yang mengundurkan diri dari kelompok ingin
Kelompok Tani Dunia Buah hanya menjual membuat kelompok tani yang baru bersama dengan
buah mangga dengan kategori tua pohon. Harga anggota lainnya.
tertinggi ditingkat petani untuk kategori grade A tua (3) Teknologi
pohon pada masa off season adalah Rp. 14.000 per Kelompok tani Ki Gebang juga mendapatkan
kilogram sedangkan ditingkat kelompok tani adalah bantuan berupa sarana dan prasana bagi proses
Rp. 20.000 per kilogram. Pada masa on season atau produksi buah manga diantaranya packing house,
panen raya harga tertinggi ditingkat petani untuk keranjang, alat pemetik buah, power sprayer, hand
kategori yang sama adalah sebesar Rp. 7.000 per sprayer, timbangan, dan alat perangkap lalat buah.
kilogram sementara ditingkat kelompok tani adalah Sama halnya dengan dua kelompok tani sebelumnya,
Rp. 10.000 per kilogramnya. Perbedaan harga Kelompok Tani Ki Gebang juga menggunakan
tersebut dikarenakan kelompok tani harus teknologi off season pada pohon mangganya.
menanggung biaya transportasi dalam proses (4) Sumber Modal
pemasaran. Ketua kelompok memulai usahanya dengan
berjualan mangga di Jakarta. Setelah usahanya mulai
3) Kelompok Tani Ki Gebang berkembang baru memulai untuk membeli kebun
(1) Lahan mangga dan mencoba membudidayakan buah
Kelompok tani Ki Gebang melakukan mangga dan mendirikan kelompok tani. Untuk itu
produksi buah mangga di lahan seluas 40 hektar. sumber modal yang digunakan adalah modal pribadi.
Lahan tersebut merupakan gabungan antara pohon (5) Jumlah Produksi
mangga gedong gincu, arumanis, dan cengkir. Lahan

Tabel 3. Jumlah Produksi Kelompok Tani Ki Gebang (Kg)


Tahun
Indikator Kinerja
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Produksi
Grade A
20764 18688 22426 25789 20632 23520
Grade B
Grade C 8899 8009 9611 11053 8842 10080

344
Tahun
Indikator Kinerja
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Total Produksi 29664 26697 32037 36842 29474 33600
Produktivitas 18,5 16,7 20 23 18,4 21

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa


hasil tingkat produksi buah mangga grade C masih 1) Kendala Kemitraan
relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan Kendala yang terjadi dipihak perusahaan
kelompok tani Sukamulya dan Dunia Buah. Bahkan adalah dari segi kualitas buah mangga yang
jika hasil produksi buah mangga grade B yang dihasilkan oleh petani mitra, kuantitas produk yang
dihasilkan oleh kelompok tani Ki Gebang dikirimkan dikirimkan oleh petani mitra, serta kontinuitas
ke eksportir seringkali masih mendapatkan reject kerjasama petani mitra yang masih belum terjamin.
produk karena dinilai kurang memenuhi standar Untuk kendala ditingkat petani diantaranya
kualitas. kesulitasn di teknik budidaya, kurangnya informasi
(6) Harga pasar, pengembalian produk reject, serta lamanya
Sama halnya dengan Kelompok Tani Dunia waktu pembayaran.
Buah, Kelompok Tani Ki Gebang hanya memasarkan
buah mangga dengan kondisi tua pohon. Harga 2) Manfaat Kemitraan
tertinggi ditingkat petani untuk kategori grade A tua Pada hakikatnya kemitraan yang dilakukan
pohon pada masa off season adalah Rp. 15.000 per oleh Kelompok Tani Sukamulya dengan CV. Sumber
kilogram dan dijual dengan harga Rp.25.000 per Buah (SAE) memberikan manfaat yang berarti bagi
kilogram di Toko Antowijaya. Sedangkan pada masa kedua belah pihak. Manfaat kemitraan sendiri dapat
on season harga tertinggi dengan kategori yang sama dilihat dari aspek ekonomi, teknis, sosial dan
adalah Rp. 7.000 per kilogram di tingkat petani dan manajemen (Departemen Pertanian, 2000).
Rp. 10.000 per kilogram di Toko Antowijaya.
Dari hasil kinerja usaha, Kelompok Tani (1) Manfaat Ekonomi
Dunia Buah dapat dikatakan lebih unggul dari segi Manfaat yang dirasakan petani mitra secara
jumlah pohon, anggota kelompok, produktivitas, dan ekonomi diantaranya adalah produktivitas yang
teknologi. meningkat setiap tahunnya dan kepastian harga dari
perusahaan. Selain itu juga pendapatan usahatani jika
2. Deskripsi Kemitraan Petani Mangga dengan dibandingkan dengan petani non mitra.
CV. Sumber Buah (SAE) Tabel 4. Analisis Usahatani Petani Mitra dan Petani
Dimulai dari suksesnya percobaan pertama Non Mitra per Ha dalam 1 Tahun
CV. Sumber Buah (SAE) melakukan kegiatan ekspor Keterangan Petani Mitra Petani Non-Mitra
buah mangga menjadikan CV. Sumber Buah (SAE) Biaya Variabel
Pupuk
mulai melakukan kontrak kemitraan dengan petani Kandang Rp 2.213.388 Rp 4.259.259
mangga. Gapoktan Samimulya yang didalamnya
SP36 Rp 95.736 Rp 429.629
terdapat Kelompok Tani Sukamulya merupakan
kelompok tani mitra yang hingga saat ini masih Urea Rp 110.163 Rp 520.000
melakukan kemitraan dengan CV. Sumber Buah KCL Rp 122.403 Rp 140.000
(SAE). Ketua kelompok beralasan karena CV. NPK Rp 510.012 Rp 169.445
Sumber Buah (SAE) merupakan satu-satunya
Organik Cair Rp 6.120 Rp 6.222
eksportir yang berlokasi paling dekat dengan
kelompok tani sehingga lebih mudah dalam akses Paclobutrazol Rp 102.002 Rp 103.704
trasnportasi. Giberelin Acid Rp 38.401 Rp 49.778
Sedangkan Kelompok Tani Dunia Buah dan Pestisida Rp 5.712.132 Rp 5.807.407
Kelompok Tani Ki Gebang yang semula juga
HOK Rp 3.620.891 Rp 8.497.777
melakukan kerjasama usaha dengan CV. Sumber
Biaya Tetap
Buah (SAE) saat ini tidak lagi melakukan kerjasama
Biaya Penyusutan Alat Rp 174.999 Rp 125.833
tersebut dikarenakan tidak adanya keinginan untuk
Jumlah Biaya Rp 12.706.247 Rp 20.109.054
melakukan kontrak kerjasama secara tertulis karena
harga, kuantitas dan kualitas yang tidak dapat
diterima oleh keduanya.

345
Penjualan hasil produksi grading sendiri di tempat petani. Petani beranggapan
Total produksi 5.000kg 5.000kg bahwa jika grading dan sortasi dilakukan di tempat
Harga Rp 15.000 Rp 13.000 petani, maka barang yang di reject tidak akan terjadi
Total penerimaan Rp 75.000.000 Rp 65.000.000 lagi. Karena resiko yang dirasakan petani untuk
menghadapi barang reject cukup sulit karena petani
Keuntungan Rp 62.293.753 Rp 44.890.946
harus mencari lagi pasar.
Sedangkan dilema kerjasama terjadi pada
(2) Manfaat Teknis petani mitra saat mereka lebih tertarik untuk
Hampir seluruh petani mitra menguasai bekerjasama dengan pihak lain padahal mereka telah
teknologi off season untuk budidaya pohon diikat secara kontrak oleh CV. Sumber Buah (SAE).
mangganya. Selain itu beberapa bantuan pemerintah Adanya tawaran dari pihak lain yang menjanjikan
diberikan kepada petani yang memiliki potensi untuk harga yang lebih tinggi dan pembayaran secara tunai
dikembangkan, dan salah satu syaratnya adalah membuat petani dihadapkan dengan pilihan. Selain
memiliki akses pasar yang pasti atau melakukan itu petani merasa belum puas dengan manfaat yang
kemitraan dengan perusahaan pemasaran misalnya diberikan saat bermitra dengan CV. Sumber Buah
pihak eksportir. Sebagai contoh adanya program (SAE) sehingga petani masih tertarik untuk menjalin
bantuan pola insentif two in one yang dilakukan kerjasama usaha dengan pihak lain.
melalui hubungan kemitraan antara perusahaan inti
dan petani plasma. 2) Tahap Awal (Scene Setting)
(3) Manfaat Sosial (1) Kerangka Pikir Petani
Manfaat kemitraan secara sosial dapat dilihat
melalui sikap saling percaya dan kekeluargaan yang
dirasakan oleh kedua belah pihak. Hal ini yang
menjadikan kedua belah pihak tetap menginginkan
kontinuitas dalam kerjasama usaha.
(4) Manfaat Manajemen
Manfaat kemitraan secara sosial dapat dilihat
melalui sikap saling percaya dan kekeluargaan yang
dirasakan oleh kedua belah pihak. Hal ini yang
menjadikan kedua belah pihak tetap menginginkan
kontinuitas dalam kerjasama usaha.

3. Model Kemitraan Ideal Gambar 4. Kerangka Pikir Petani


1) Dilema dalam Kemitraan
(1) Dilema Konfrontasi
Dilema ancaman terjadi ketika Beberapa (2) Kerangka Pikir Perusahaan
petani mitra menjual hasil panen nya ke pihak lain
dan tidak mengembalikan modal yang sebelumnya
telah dipinjamkan oleh perusahaan. CV. Sumber
Buah (SAE) memberikan teguran atau peringatan
kepada petani agar mengembalikan modal pinjaman
atau panen musim yang akan datang harus
mengirimkan hasil produksi buah mangganya ke CV.
Sumber Buah (SAE).
Namun pada kenyatannya ancaman yang
diberikan oleh CV. Sumber Buah (SAE) tidak
ditanggapi dengan serius oleh petani mangga. Hal ini
dikarenakan petani merasa harga yang diberikan oleh Gambar 5. Kerangka Pikir Perusahaan
CV. Sumber Buah (SAE) terlalu rendah dan petani
memiliki posisi tawar yang menguntungkan.
Dilema posisi terjadi karena petani merasa
keberatan jika salah satu kegiatan pasca panen yaitu
sortasi dan grading dilakukan di perusahaan dan
ingin bertukar posisi untuk melakukan sortasi dan

346
2) Kerangka Pikir Bersama (Build Up) beranggapan bahwa standar mutu atau kualitas yang
(1) Pengambalian Produk (Reject) ditargetkan perusahaan pada hasil produksi buah
C t G mangga terlalu tinggi. Hal ini mendorong petani
untuk melakukan negosiasi dengan perusahaan agar
CV. Sumber Buah (SAE)
perusahaan dapat menurunkan standar mutu buah
mangga yang dapat diterima perusahaan.
melakukan pengembalian (reject) produk
C t G

menerima seluruh produk


CV. Sumber Buah (SAE)

Gapoktan Samimulya standar kualitas tetap

mencari pasar yang lain menurunkan standar kualitas

Gambar 6. Gambaran Situasi Konflik dengan Gapoktan Samimulya


Menggunakan Perangkat Lunak Confrontation
menjual hasil panen ke pihak lain
Manager
Gambar 8. Situasi Konflik CV. Sumber Buah (SAE)
Melalui gambar tersebut digambarkan bahwa dengan Gapoktan Samimulya Mengenai Standar
pihak CV. Sumber Buah (SAE) berpendapat bahwa Kualitas
tidak seluruh buah mangga yang dikirimkan oleh
petani ke perusahaan lolos dalam proses sortasi dan Hal ini akan lama kelamaan akan
grading sehingga perlu adanya pengembalian produk menyebabkan kehilangan pasar karena standar mutu
kepada petani. Sebaliknya apabila CV. Sumber Buah yang rendah. Menyadari hal itu petani sepakat untuk
(SAE) terus melakukan pengembalian produk CV. Sumber Buah (SAE) tetap menerapkan standar
(rejected) kepada petani, Gapoktan Samimulya akan mutu dan kualitasnya yang tinggi. Namun dengan
mencari pasar yang lain untuk menjual hasil produksi harapan CV. Sumber Buah (SAE) dapat memberikan
buah mangganya. Hal tersebut merupakan ancaman pelatihan teknologi atau menjadi jembatan dalam
bagi perusahaan (diperlihatkan dengan simbol t pada program bantuan pemerintah atau lembaga
matriks). pendidikan dan penyuluhan.
Melalui berbagai pertimbangan atas tawaran C a G
tersebut, maka diputuskan menerima seluruh hasil
produksi buah mangga petani merupakan hal yang CV. Sumber Buah (SAE)
paling ideal. Dengan catatan, CV. Sumber Buah
standar kualitas tetap
(SAE) berhak atas penentuan harga produk buah
mangga yang tidak lolos dalam proses sortasi dan menurunkan standar kualitas

grading. Berdasarkan keinginan-keinginan yang menjembatani bantuan dan pelatihan dari pihak lain
telah diungkapkan oleh Gapoktan Samimulya dan
CV. Sumber Buah (SAE) maka dapat digambarkan Gapoktan Samimulya
kerangka referensi bersama sebagai berikut:
menjual hasil panen ke pihak lain
C a G

CV. Sumber Buah (SAE) Gambar 9. Referensi Bersama CV. Sumber Buah
melakukan pengembalian (reject) produk
(SAE) dengan Gapoktan Samimulya Mengenai
menerima seluruh produk dengan harga yang ditentukan perusahaan
Standar Kualitas

Gapoktan Samimulya

mencari pasar yang lain

tetap bermitra dengan CV. Sumber Buah (SAE)

Gambar 7. Gambaran Refensi Bersama CV. Sumber


Buah (SAE) dan Gapoktan Samimulya mengenai
Pengembalian Produk (reject)
(2) Penurunan Standar Mutu
Pengembalian produk rejected oleh
perusahaan kepada petani membuat petani

347
(3) Lamanya Proses Pembayaran CV. Sumber Buah (SAE) selama ini berusaha
C t G memberikan modal apabila petani perlu dalam proses
produksi. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan
CV. Sumber Buah (SAE) karena selain perusahaan berusaha mengikat petani
mitra untuk menjual hasil produksi buah mangganya
pembayaran ditunda 1-2 minggu
ke perusahaan juga sebagai pembayaran awal buah
pembayaran paling lambat 3 hari setelah kirim mangga yang nantinya akan dikirimkan ke
perusahaan. Perusahaan menganggap peminjaman
Gapoktan Samimulya modal merupakan proses pembayaran buah mangga
mencari pasar dengan pembayaran cash
petani di awal selagi arus kas yang dimiliki
perusahaan masih cukup untuk memberikan
Gambar 10. Situasi Konflik CV. Sumber Buah pinjaman modal. Namun CV. Sumber Buah (SAE)
(SAE) dengan Gapoktan Samimulya Mengenai sepakat akan berusaha untuk melakukan pembayaran
Lamanya Pembayaran secara tunai ataupun maksimal tiga hari setelah
pengiriman.

Gambar 11. Kerangka Pikir Bersama CV. Sumber Buah (SAE) dengan Gabungan Kelompok Tani
Samimulya

Gambar 11 merupakan kerangka pikir bersama program-program pemerintah seperti penyuluhan,


dari kedua pelaku kemitraan. Setelah memahami bantuan, dan pelatihan teknologi serta budidaya yang
kondisi dan posisi setiap pelaku, maka kemitraan dilakukan oleh lembaga pendidikan, penelitian dan
yang dapat membentuk suatu win-win solution ialah pengembangan.
dimulai dari pembentukan Gabungan Kelompok Tani CV. Sumber Buah (SAE) berperan sebagai
Samimulya sebagai sarana kelompok tani untuk mitra dengan kontrak kerjasama memberikan
bertukar informasi, membangun kepercayaan dan pinjaman modal, tidak melakukan reject produk buah
kekeluargaan. Gapoktan juga akan berperan sebagai mangga yang diberikan oleh gapoktan, dan berusaha
penyalur pinjaman modal yang berasal dari CV. melakukan pembayaran maksimal tiga hari setelah
Sumber Buah (SAE) dan sebagai jembatan dalam pengiriman produk buah mangga. Disisi lain,

348
gabungan kelompok tani perlu mengelola kelompok- pendidikan, pelatihan, ataupun
kelompok tani serta petani mitra dibawahnya agar pemerintahan yang dijembatani oleh
tidak melakukan pelanggaran terhadap kontrak perusahaan.
kemitraan dan memberikan sanksi dan peringatan (3) Perusahaan akan mengusahakan untuk
kepada pihak yang melanggar. melakukan pembayaran kepada petani
secara tunai atau paling lambat 3 hari
KESIMPULAN setelah pengiriman.
1) Kelompok tani Sukamulya sebagai kelompok
tani yang melakukan kemitraan dengan CV. SARAN
Sumber Buah (SAE) belum dapat dikatakan 1) Petani mangga sebaiknya lebih bertanggungjawab
sebagai kelompok dengan kinerja yang lebih dalam melaksanakan komitmen kemitraan dan
baik dibandingkan kelompok tani Dunia Buah menjadikan perbandingan sebagai solusi dalam
dan kelompok tani Ki Gebang karena dari sisi permasalahan petani mitra dengan perusahaan.
produktivitas dan keanggotaan yang tidak lebih 2) CV. Sumber Buah (SAE) sebaiknya melakukan
baik dari dua kelompok lainnya. Berdasarkan kemitraan dengan pihak lain selain Gapoktan
hal tersebut dapat dikatakan bahwa kemitraan Samimulya. Hal tersebut karena belum
dengan CV.Sumber Buah (SAE) belum dapat mampunya Gapoktan Samimulya memenuhi
memberikan pengaruh pada kinerja usaha permintaan pasar. Selain itu CV. Sumber Buah
kelompok tani mitra jika dibandingkan dengan (SAE) disarankan untuk melakukan pembinaan
kelompok tani non mitra. manajemen dan melakukan usaha untuk
2) Kendala kemitraan yang dirasakan oleh CV. menjembatani petani mitra dengan pihak-pihak
Sumber Buah (SAE) berupa kualitas produk seperti peneliti dan pengembangan guna
yang dihasilkan oleh petani serta kuantitas meningkatkan produktivitas dan manfaat
produk yang dikirimkan oleh petani. Sedangkan manajemen kemitraan.
kendala yang dirasakan oleh petani diantaranya 3) Pemerintah sebaiknya mengontrol dan
adalah kesulitan dalam teknik budidaya, mengadakan badan pengawasan dan sanksi yang
pengembalian produk reject,dan lamanya waktu jelas dalam pelanggaran kesepakatan kemitraan.
pembayaran yang dilakukan perusahaan.
Manfaat kemitraan dari aspek ekonomi, DAFTAR PUSTAKA
pendapatan dan kepastian harga jual yang relatif Alviany, Yulia. 2014. Analisis Manajemen Risiko
lebih tinggi petani mitra daripada petani non Usahatani Mangga di Kabupaten
mitra. Aspek teknologi, petani mitra melakukan Indramayu Jawa Barat. Bogor: Institut
off season dan menerima bantuan berupa Pertanian Bogor.
teknologi pertanian. Aspek sosial petani mitra Boediono, Wayan Koster. 2002. Teori dan Aplikasi
merasakan adanya ikatan kekeluargaan antara Statistika dan Probabilita, Bandung:
petani dengan perusahaan dan kepercayaan akan Remaja Rosdakarya.
pemasaran dan aspek manajemen, manfaat Bryant, J and Darwin (2004). “Exploring Inter-
kemitraan belum banyak dirasakan oleh petani organizational relationship in the health
mitra karena pada kenyataannya petani mitra service: an immersive drama approach”
belum dapat secara mandiri melakukan Dharma S. 2004. Manajemen Kinerja; Falsafah,
manajemen usahataninya. Teori dan penerapannya. Jakarat:
3) Model kemitraan ideal melalui teori drama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
menghasilkan alternatif pada permasalahan Departemen PendidikanNasional.
yang terjadi, diantaranya mengenai: Deptan. 2007. Peraturan Menteri Pertanian No
(1) Pengembalian produk tidak perlu lagi 273/kpts/OT.160/4/2007. Departemen
dilakukan dengan catatan penentuan harga Kementerian Pertanian. Jakarta.
produk yang tidak lolos dalam proses Fletcher, Keint L. 1987. The Law of Partnership. The
Law Book Company Limited: Sidney.
sortasi dan grading ditentukan oleh
Hafsah, Mohammad Jafar. 2003. Kemitraan Usaha:
perusahaan. Konsepsi dan Strategi. Jakarta: Pustaka
(2) Standar mutu produk tidak perlu Sinar Harapan
diturunkan melainkan petani perlu Herawati, Augustin Rina. 2011. Sistem Kemitraan
memperbaiki tingkat kemampuan produksi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) –
buah mangga melalui bantuan instansi

349
Usaha Besar dengan Pemodelan Systems Kabupaten Kediri. Jurnal Manajemen
Archetype. Jakarta: Universitas Indonesia. Agribisnis.
Howard, N. (1996). “Negotiation as drama: how Rodjak, Abdul. 2006. Manajemen Usahatani.
games become dramatic”International Bandung : Pustaka Giratuna.
Negotiation Journal, Vol. 1, 125-152. Saptana, Arief Daryanto, Henry K. Daryanto,
Lies Sulistyowati, Ronnie S. Natawidjaja, Zumi Kuntjoro. 2009. Strategi Kemitraan Usaha
Saidah. 2013. Faktor-Faktor Sosial dalam Rangka Peningkatan Daya Saing
Ekonomi yang Mempengaruhi Keputusan Agribisnis Cabai Merah di Jawa Tengah.
Petani Mangga Terlibat dalam Sistem Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Informal dengan Pedagang Pengumpul. Kebijakan Pertanian.
Bandung: Universitas Padjadjaran. Saptana, Kurnia Suci Indraningsih, Endang L.
Linton, Ian. 1997. Kemitraan Meraih Keuntungan Hastuti. 2007. Analisis Kelembagaan
Bersama. Jakarta: Hailarang. Kemitraan Usaha di Sentra Produksi
Moloeng, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Sayuran. Bogor: Pusat Analisis Sosial
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Monica, Dina. 2006. Analisis Sosial Ekonomi Sistem Scott, James. C. 1981. Moral Ekonomi Petani.
Kemitraan Pengelolaan Wana Curug Jakarta: PT Intermasa.
Nangka KPH Bogor Perum Perhutani Unit Soekartawi, dkk. 1985. Ilmu Usahatani dan
III Jawa Barat dan Banten. Skripsi. Bogor: Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Institut Pertanian Bogor. Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta : PT. Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Bumi Aksara. Suharsini, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian Edisi keenam. Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI.
Bogor: Ghalia Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nurhayati. 2013. Analisis Kolaborasi Antar Pelaku Tika MP. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan
dalam Rantai Pasok pada Klaster Cabai Kinerja Perusahaan. Jakarta:PT Bumi
Merah (Capsicum annum L.). Jatinangor: Aksara.
Universitas Padjadjaran Usman, Rukiyati. 2013. Efektivitas Kemitraan
Nur Syamsiah, Lies Sulistyowati. 2014. “Kemitraan Antara Koperasi dengan Kelompok Tani
Usaha dalam Peningkatan Daya Saing dan Penyuling Minyak Kayu Putih. Maluku
Dampak Kebijakan Mangga di Kabupaten Utara: Universitas Muhammadyah.
Cirebon, Jawa Barat.” Seminar Nasional Veronica, Natalia. 2001. Formulasi Pola Kemitraan
Pembangunan Inklusif di Sektor Pertanian. Agribisnis Pada PT. Agrobumi Puspa Sari
Jatinangor: Jurusan Agribisnis Universitas dengan Petani Krisan. Skripsi. Bogor :
Padjadjaran. Institut Pertanian Bogor.
Pracaya. 2004. Bertanam Mangga. Edisi Revisi. Wahyuni., S dan R. Hendayana, 2001. Laporan
Jakarta: Penebar Swadaya Pengkajian Kinerja dan Arah
Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Pertanian Pengembangan BPP Jawa Timur. Badan
Mangga (Mangifera Indica L).Jakarta: Urusan Ketahanan Pangan- Pusat Penelitian
Deputi Menegristek Bidang dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pertanian, Bogor
Pengetahuan dan Teknologi.
Puspitasari, A. 2009. Pengaruh Kemitraan Terhadap
Produktivitas Dan Pendapatan Petani
Kakao. Skripsi. Departemen Agribisnis.
Fakultas Ekonomi Dan Manajemen.
Institut Pertanian Bogor.
Redfield, Robert. 1982. Masyarakat Petani dan
Kebudayaan. Jakarta: CV Rajawali.
Rochmawan, Sony. 2013. Pengaruh Pola Kemitraan
dengan PT. BISI Terhadap Pendapatan
Petani Jagung di Kecamatan Banyakan

350
Pertukaran Nilai Pemasaran Dalam Pemasaran Relasional Sebagai Upaya
Menekan Risiko Pemasaran Pada Komoditas Bernilai Tinggi
Marketing Value Exchange In Relational Marketing In Order To Reduce Marketing Risk
For High Value Commodity
Tuti Karyani1, Agriani H. Sadeli1, Hesty N. Utami1, Sulistyodewi NW 1
1Departemen Sosek Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor

ABSTRAK
Buah - buahan eksotis asli Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh
negara lain sehingga menjadi potensial untuk dipasarkan tidak hanya di pasar lokal namun
juga pasar internasional. Potensi dan peluang ini masih mengalami kendala pengembangan
Kata Kunci: usaha diantaranya yang terkait dengan kendala dan risiko pemasaran sebagai gerbang akhir
komersialisasi produk. Kendala pemasaran dapat diindikasi salah satunya oleh masih
Pemasaran
fluktuatifnya produksi mangga di sentra produksi mangga seperti Jawa Barat. Risiko
relasional pemasaran ini bila tidak mampu diindentifikasi dan selanjutnya dikelola dengan baik maka
Risiko pemasaran akan menjadi tidak efektif untuk program pemasaran yang akan dilakukan. Penelitian ini
Pertukaran nilai menggunakan metode analisis rich picture diagram untuk mengidentifikasi risiko. Pemasaran
Komoditas mangga relasional dinilai mampu menjadi solusi dalam mengantisipasi risiko pemasaran antar pelaku
melalui pertukaran nilai antara para pelaku yang terlibat dalam agribisnis mangga. Pertukaran
nilai ini berupa (1) Managed Value berupa pengaktifan kelompok tani dalam kegiatan
pemasaran yang berorientasi jangka panjang, (2) Interactive Value berupa pembuatan
kesepakatan antara petani dengan konsumen berupa kontrak kerjasama, (3) Emergent Value
berupa penyampaian informasi mengenai permintaan dan karakteristik pasar kepada petani.

ABSTRACT
Original exotic fruits from Indonesia has a comparative advantages comparing to other
countries so that it becomes a potential not only for local market but also the international
market. This opportunity still have obstacle including the business development related to
marketing constraints and marketing risks as the final gate for product commercialization.
Marketing constraints could be indicated by the fluctuation of mango production at the mango
Keywords:
production centers such as West Java. The incapability to identified marketing risk and
Relational followed by improperly well managed, it would be ineffective for a marketing program that
marketing will be carried out. This study uses a rich picture diagram analysis method to identify risks.
Marketing risk Marketing relational assessed could be a solution in anticipation of the marketing risk
Exchange Value between mango businesses through the exchange of values between the actors involved in
Mango agribusiness mango. The exchange value of the form (1) Managed Value with activation of
farmer groups in long-term oriented marketing activities, (2) Interactive Value with making
an agreement between farmers and consumers in the form of the contract, and (3) Emergent
Value with sharing informations regarding demand and market characteristics to farmers.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: tutikaryani23@gmail.com

351
PENDAHULUAN dipenuhi oleh petani maupun suplier sebagai
Upaya peningkatan usaha agribisnis dalam penyalur distribusi mangga ke pasar bisnis.
negeri saat ini tengah banyak dilakukan oleh berbagai
pihak untuk lebih mengembangkan potensi dan
peluang komoditas agribisnis baik di dalam negeri
maupun di pasar internasional. Komoditas buah–
buahan Indonesia saat ini sudah mulai menjadi target
pengembangan pemerintah Indonesia sebagai salah
satu upaya strategis pembangunan agribisnis
Indonesia. Kondisi pendukung usaha tani seperti
kondisi tanah, iklim, serta letak geografis yang
berada di jalur khatulistiwa memberikan keuntungan
bagi Indonesia untuk memiliki keunggulan
komparatif bagi pengembangan industri pertanian
diantaranya untuk buah–buahan. Salah satu buah
lokal yang menjadi komoditas unggulan adalah
mangga. Gambar 3 Perkembangan Produksi Komoditas Mangga di
Buah mangga merupakan salah satu diantara Jawa Barat Tahun 2009 - 2012
beberapa buah–buahan tropis produksi Indonesia Sumber: *http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/924
yang saat ini sudah mampu dipasarkan ke pasar
modern baik ke ritel modern maupun untuk diekspor
ke luar negeri. Bahkan jenis buah ini juga menjadi Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu
primadona exotic fruit ekspor buah dari Indonesia. sentra produksi buah - buahan tropis di Indonesia
Buah ini memiliki ke-khasan tersendiri yang menjadi termasuk mangga yang saat ini sudah mulai
daya tarik bagi konsumen tidak hanya konsumen berorientasi ekspor. Bila dilihat pada gambar 2 maka
lokal namun juga konsumen luar negeri yang berbeda kondisi perkembangan produksi mangga dari Jawa
dengan produk buah sejenis yang dihasilkan oleh Barat memiliki fluktuasi yang sama dengan
negara lain. perkembangan mangga nasional yang tidak menentu
setiap tahunnya. Namun demikian permintaan
terhadap mangga selalu ada karena komoditas
mangga yang dihasilkan oleh Jawa Barat memiliki
cita rasa yang berbeda dengan mangga yang
dihasilkan oleh daerah lain. Keunggulan yang
dimiliki oleh buah - buahan eksotis Indonesia seperti
mangga inilah yang disebut sebagai keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh komoditas tersebut dan
tidak dimiliki oleh komoditas buah - buahan lain
yang diproduksi oleh negara lain, sehingga buah ini
cukup menarik pasar ekspor yang juga menawarkan
harga yang pasar yang cukup tinggi. Semakin
banyaknya perkembangan ritel modern juga memicu
permintaan baru untuk memasok ke ritel modern
Gambar 2 Perkembangan Produksi Mangga Indonesia Tahun
2008 - 2012 untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Peluang ini
menjadi salah satu faktor penarik pelaku usaha
Sumber : BPS dan Dirjen Hortikultura Kementan RI (2012)
agribisnis mangga di Jawa Barat untuk
mengembangkan pemasaran produk ke pasar
Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa modern.
produksi mangga nasional volumenya berfluktuasi Saat ini petani memasarkan mangga hasil
selama lima tahun terakhir. Bahkan pada tahun 2010 produksinya baik ke pasar modern maupun pasar
terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan, tradisional melalui bandar secara transaksional.
meskipun pada dua tahun berikutnya mengalami Dimana penjualan dengan cara transaksional ini
peningkatan kembali. Meskipun demikian fluktuasi hanya berdasarkan keuntungan semata tanpa
volume produksi mengindikasikan masih belum memperhatikan hubungan jangka panjang dan
terstrukturnya kontinuitas produksi mangga nasional loyalitas konsumen. Selain itu hubungan yang hanya
sehingga permintaan yang kontinu selalu tidak dapat berdasarkan transaksi saja tidak dapat menekan

352
resiko yang mungkin dapat timbul pada agribisnis memberikan rekomendasi untuk menekan risiko
mangga. Saat ini agribisnis mangga masih memiliki pemasaran yang dapat terjadi dan merugikan petani.
risiko - risiko usaha yang masih belum bisa dihindari
oleh para pelaku yang terlibat di dalamnya terutama
oleh produsen atau petani. Salah satu risiko usaha METODE PENELITIAN
yang harus mampu diminimalisir dan diantisipasi Penelitian ini dilakukan di salah satu sentra
adalah risiko pemasaran, karena pemasaran produksi mangga Jawa Barat yaitu di wilayah
merupakan gerbang akhir dari komersialisasi suatu Majalengka melalui desain penelitian deskriptif
produk untuk sampai ke pasar. Tinggi rendahnya kualitatif. Sementara itu metode analisis yang
risiko pemasaran akan turut mempengaruhi digunakan berupa rich picture diagram untuk
efektivitas aktivitas program pemasaran yang mengidentifikasi risiko. Rich picture diagram
dilakukan oleh para pelaku. Selain itu, dengan merupakan visualiasi penggambaran kondisi
rendahnya risiko pemasaran petani akan lebih permasalahan secara tidak terstruktur atas situasi
menarik untuk didanai oleh lembaga keuangan yang terjadi. Metode ini bertujuan untuk
dimana dana tersebut dapat digunakan untuk merepresentasikan konsep dan hubungan melalui
pengembangan bisnis mangga yang digeluti. Oleh gambar dan simbol yang memiliki makna informasi.
karena itu penelitian ini memiliki tujuan untuk (Checkland dalam Pidd, 2004)

Gambar 4 Kerangka Pikir Penelitian


HASIL DAN PEMBAHASAN mengirim barang ke eksportir. Masih kurangnya
Petani mangga melakukan aktivitas penjualan pemahaman mengenai standar produk negara tujuan
mangga langsung ke bandar oles dan bandar, tidak ekspor menjadi hambatan supplier untuk dapat
terdapat aktivitas pertambahan nilai pada proses memenuhi kuantitas permintaan eksportir.
pasca panen. Kualitas mangga yang dihasilkan petani Permasalahan dan risiko dalam relasional
di Kabupaten Majalengka berdasarkan pada pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka lebih
budidaya terpadu yang tidak dilakukan pada produksi lanjut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
mangga di wilayah Kabupaten Indramayu. Proses Risiko pemasaran dapat ditekan dengan
bisnis antara petani dan bandar dilakukan secara melakukan pemasaran relasional yang baik dengan
transaksional. Bandar menguasai informasi pasar dan konsumen. Menurut Gronroos (2004), pemasaran
merupakan penentu harga beli mangga di tingkat relasional yang baik selain dapat meminimalkan
petani. Petani belum memiliki pengetahuan risiko, dapat memberikan rasa perasaan aman kepada
mengenai kondisi pasar dan akses terhadap informasi konsumen, meningkatkan kontrol dan kepercayaan
pasar yang terbatas. Bandar kemudian mengirim diri, dan akhirnya akan mengurangi biaya (Gronroos,
mangga ke pasar modern melalui supplier untuk 2004). Sedangkan menurut Wilson (1995)
mangga kualitas tinggi dan pedagang pasar mengemukakan bahwa pemasaran relasional
tradisional untuk mangga kualitas rendah. Tidak dilakukan berdasarkan hubungan kepercayaan yang
terdapat kontrak pemasaran dalam hubungan antara ditandai dengan rendahnya tingkat risiko yang
Bandar dan Supplier pasar modern. Ketika terdapat dirasakan. Oleh karena itu perlu dilakukan
barang yang tidak sesuai standar produk yang pemasaran relasional berdasarkan penciptaan nilai
ditetapkan pasar modern maka barang dikembalikan tambah sehingga dapat menekan resiko yang
ke Bandar. Bandar mengirim barang yang dirasakan oleh petani.Menurut Gronroos (2000)
dikembalikan ke pasar tradisional yang menerima prespektif pemasaran relasional didasarkan pada
seluruh tingkatan kualitas barang. Pengembalian hubungan antara kedua pihak untuk menciptakan
barang juga masih terjadi di tingkat supplier yang nilai tambah dari produk atau jasa dipertukarkan.

353
Gambar 5 Rich Picture Relasional Pemasaran Buah Bernilai Tinggi di Kabupaten Majalengka

Pemasaran relasional memiliki tiga asumsi - Emergent Value


nilai tukar oleh Christopher et al (2002) dalam Nilai yang diciptakan dari interaksi yang timbul dari
Ballantyne (2003). Perspektif tiga nilai adalah hubungan pada jaringan(Christopher et al dalam
sebagai berikut: Ballantyne, 2003). Informasi yang didapatkan suplier
- Managed Value buah baik dari eksportir, maupun pasar modern
Nilai yang diciptakan sebagai hasil dari transaksi sebagai konsumen bisnis yang memiliki kualifikasi
yang dilakukan berulang-ulang dalam manajemen tinggi untuk produk mangga, sebaiknya
dan pemasok (Christopher et al dalam Ballantyne, diinformasikan kepada petani. Gronoos (1990)
2003). Petani sebaiknya dapat melakukan transaksi mengemukakan bahwa informasi pelanggan yang
untuk menjual mangganya kepada konsumen dengan diperoleh harus digunakan dan melibatkan seluruh
tujuan jangka panjang sehingga hubungan dengan anggota organisasi pada kegiatan pemasaran.
konsumen harus terus dijaga agar berjalan dengan Kelompok tani dapat menjadi media seluruh
baik. Perlu dilakukan budaya pelayanan pelanggan anggotanya dalam mendapatkan informasi pasar dan
dan pelaksanaan proses pemasaran yang interaktif pertukaran pengetahuan budidaya produksi. Hal
(Gronoos, 1990), hal ini dapat menjadi kekuatan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan petani
petani untuk menarik konsumen. Dengan transaksi mengenai informasi pelanggan untuk terlibat dalam
yang dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu kegiatan pemasaran dalam upaya memenuhi
akan meningkatkan tingkat loyalitas konsumen kebutuhan konsumen bisnis yang akan memasarkan
dimana akan meningkatkan keuntungan jangka produknya kepada konsumen akhir.
panjang bagi petani.
- Interactive Value PENUTUP
Nilai yang diciptakan melalui proses interaktif dan Keterlibatan kelompok tani dalam relasional
berbagi satu sama lain melalui beberapa kontrak pemasaran dapat memberikan manfaat pada
perjanjian (Christopher et al dalam Ballantyne, peningkatan pendapatan, aplikasi teknologi budidaya
2003). Kontrak pemasaran yang berupa kesepakatan tepat guna, meminimalisasi potensi produk kualitas
dan pengikatan konsumen dengan petani merupakan rendah, dan inovasi pasca panen mangga.
hal yang dapat diterapkan agar adanya kepastian dan Pemasaran relasional dinilai mampu menjadi
jaminan bagi petani. Kepastian ini dapat berupa solusi dalam mengantisipasi risiko pemasaran antar
kepastian harga, kuantitas yang diminta, dan kualitas pelaku usaha mangga di Kabupaten Majalengka
yang harus dipenuhi oleh petani. Walaupun tidak melalui pertukaran nilai antara para pelaku yang
menutup kemungkinan kontrak ini untuk terlibat dalam agribisnis mangga. Pertukaran nilai ini
diperbaharui dalam jangka waktu tertentu yang telah berupa (1) Managed Value berupa pengaktifan
disepakati. kelompoktani dalam kegiatan pemasaran yang

354
berorientasi jangka panjang, (2) Interactive Value
berupa pembuatan kesepakatan antara petani dengan
konsumen berupa kontrak kerjasama, (3) Emergent
Value berupa penyampaian informasi baik dari
konsumen bisnis maupun konsumen akhir kepada
petani sehingga petani memiliki pengetahuan
mengenai permintaan dan karakteristik pasar yang
dihadapi, sehingga informasi perilaku konsumen
tidak hanya dimililki oleh suplier maupun pelaku
pemasaran saja namun juga dimiliki oleh petani. Hal
ini akan sangat membantu untuk memudahkan proses
penyampaian permintaan dan keinginan pasar yang
dapat langsung diketahui oleh produsen, sehingga
proses panen dan paskapanen akan lebih optimal
karena produsen tahu apa yang diinginkan oleh pasar
dan akan mengurangi produk yang gagal diterima
pasar terutama untuk pasar modern.

DAFTAR PUSTAKA
Ballantyne, D., Christopher,M., and Payne, A.
(2003), Relationship Marketing: Looking
Back, Looking Forward.SAGE Volume 3 (I):
159-166. www.sagepublications.com)
BPS dan Dirjen Hortikultura Kementan RI (2012).
Perkembangan Produksi Buah Indonesia
Tahun 2007-2011.
Pidd, Michael. 2004. Systems Modelling: Theory and
Practices. West Sussex: John Wiley & Sons
Ltd.
Wilson DT (1995). An integrated model of buyer-
seller relationships. J. Acad. Mark. Sci., 23:
335-345.
Gronroos, Christian. (1990). Relationship
Approach to The Marketing Function in
Service contexts: The marketing and
organizational behavior interface. Journal of
Business Research.29 (1): 3-12
_______________. (2000). Creating a Relationship
Dialogue: Communication, Interaction, Value.
Marketing Review.Vol. 1 No.1, pp 5 – 14.
Westburn Publishers
________________. (2004). The Relationship
Marketing Process: Communication,
Interaction, Dialogue, Value. Journal of
Business & Industrial Marketing vol. 19 No 2
pp 99-113. Emerald Group Publishing.

Perkembangan Produksi Buah dan Sayur di Jawa


Barat Tahun 2009 – 2012. Sumber:
**http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/su
bMenu/924

355
356
Risiko Pemasaran Mangga di Petani yang Mengambil Risiko dan Menghindari
Resiko
Mango Marketing Risk of Risk Taker and Risk Averter Farmers
Yosini Deliana
Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran
Jl.Raya Jatinangor Km.21 Sumedang

ABSTRAK
Petani risk taker adalah petani yang berani mengambil risiko, sedangkan petani risk
averter adalah petani yang menghindari risiko. Petani risk taker menjual mangga
kepada pedagang yang bisa memberikan harga lebih tinggi dari sekitarnya.Menurut
Kata Kunci: Casseres (2001) melakukan transaksi dengan banyak orang (transaksi bebas) lebih
Risiko pemasaran baik daripada berjualan dengan satu orang, akan tetapi tidak demikian halnya dengan
mangga, pemasaran jagung di Jawa Timur (Deliana, 2004). Penelitian ini mengungkapkan
petani risk taker bahwa berjualan dengan banyak orang (transaksi bebas) keuntungannya tidak jauh
risk averter berbeda dengan berjualan dengan satu orang. Hal ini karena pelaku pasar sudah
mengetahui informasi harga dengan baik, komoditi yang diperjual belikannya tahan
lama, dan bisa disimpan. Keuntungan dari komoditi yang bisa disimpan adalah bisa
dijual pada saat harga tinggi. Lalu bagaimana halnya dengan komoditi yang tidak tahan
lama seperti halnya mangga (Mangifere indica). Penelitian ini menarik untuk dikaji
apakah pendapat Casseres ini berlaku juga untuk petani manggayang risk taker dan
risk averter. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai dengan September
2014dari 50 petani di Kecamatan Sedonglor dan Kecamatan Dukupuntang Kabupaten
Cirebon.Data harga diamati langsung dari petani dan akan dianalisis dengan melihat
varianse. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa petani yang risk taker variance
harganya lebih tinggi daripada petani yang risk averter. Faktor yang mendorong petani
menjual mangga ke supplier (petani risk averter)) adalah kepastian harga, keeratan
hubungan dan kemudahan mendapatkan informasi teknologi. Sedangkan faktor
pendorong petani menjual mangga ke pasar bebas (petani risk taker) adalah kepraktisan
dalam menjual,risiko mangga yang dikembalikannya sedikit, , dan kemudahan sistim
pembayaran.

ABSTRACT
Risk taker farmers are farmers who dare to take a risk , while the risk averter farmers
are farmers who avoid risk. Risk taker farmers often sell mango to traders who can
offer higher prices than themarket price.According to Casseres (2001), the transaction
with many people (free transaction ) is better than selling to one person, but it was not
the same with corm marketing in East Java (2004). The research showed that the
Keywords:
profit of transaction with many people (free transaction) is not much different with the
Marketing risk,
transaction with one person.This is because marketing agent already know well the
mango,
price information, not perishable product, and can be stored.The advantage of not
risk taker farmers and risk
perishable product is to be sold at a high price.So how about the perishable product
averter farmers
such as mango (Mangifere indica).This research is interesting to know whether this
Casseres opinion also applies to mango farmers who risk taker and risk averter. The
study was conducted with survey from July to September 2014 wiith 50 farmers in
Sedonglor and Dukupuntang District- Cirebon Regency.Observable price data directly
from farmers and the data will be analyzed with variance. The study showed that risk
taker farmers more variance than risk averter. The factors that influence farmers to
sell their mango to supplier are price certainltly, close relatioship, and easy to get the
technology information. Meanwhile the factors that influence farmers to sell their
mango to free market are easy to sell, only few mango should be return and easy
payment system.

* Korespondensi Penulis, Alamat e-mail: yosini22@yahoo.com

357
PENDAHULUAN Identifikasi Masalah.
Varietas mangga banyak, akan tetapi hanya 1. Bagaimana risiko pemasaran mangga pada
empat varietas mangga yang banyak di pasar dan petani risk taker dan risk averter ?
dikenal konsumen yaitu mangga gedong gincu, 2. Faktor apa yang mendorong petani menjual
mangga aromanis, mangga cengkir dan mangga mangga ke supplier dan pasar bebas ?
kweni. Kabupetan terbesar penghasil mangga di
Jawa Barat adalah Kabupaten Cirebon, Majalengka METODE PENELITIAN
dan Indramayu. Varietas mangga gedong gincu dan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
Harumanis paling banyak dihasilkan Kabupaten primer dan data sekunder. Data primer merupakan
Cirebon, sedangkan mangga cenkir banyak data yang diperoleh dari kelompok tani yang menjual
dihasilkan oleh Kabupaten Indramayu dan mangga mangganya kepada satu atau dua pedagang, dan
kweni tersebar merata di tiga kabupaten tersebut. kelompok tani yang menjual mangganya lebih bebas.
Jumlah produksi mangga gedong gincu di Cirebon Kelompok tani ini menjual mangganya kepada
pada tahun 2013 sebesar 49.737 ton, produksi pembeli yang memberikan harga lebih tinggi dari
mangga gedong gincu di kabupaten Majalengka pasar atau sekitarnya. Selain itu dilakukan indepth
41.717 ton dan di kabupaten Indramayu sekitar study kepada key person, stakeholder dan instansi
26.939 ton (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2013) terkait.Sedangkan data sekunder dari Badan Pusat
Petani mangga gedong gincu dalam Statistik, dan sumber data lainnya. Data yang
memasarkan mangganya tidak langsung ke dianalisis hanya data mangga gedong gincu dengan
supermarket akan tetapi melalui supplier (5%). alasan harga mangga gedong gincu sebagai trend
Supplier ini yang akan mendistribusikan mangga ke setter bagi harga mangga lainnya
eksportir, supermarket dan yang tidak memenuhi
kriteria dipasarkan kembali ke pasar tradisional. Pada Hipotesis :
umumnya (95%) dipasarkan ke pasar tradisional, ke H0 :𝜇1 − 𝜇2 ≥ 0 (Rata-rata risiko petani risk teker
pusat pasar di Bandung dan Jakarta seperti Caringin lebih kecil atau sama dengan petani risk averter
dan Kramat Jati. Selain itu juga didistribusikan ke di tingkat populasi)
perdagangan antar daerah seperti ke Jawa Tengah, H1 :𝜇1 − 𝜇2 > 0 (Rata-rata risiko harga petani risk
Jawa Timur, Lampung dan lainnya. Harga menjadi taker lebih besar daripada petani risk averter di
faktor utama petani dalam menjual mangganya. Pada tingkat populasi)
pasar persaingan sempurna berlaku hukum satu harga
dan sebaliknya pada pasar persaingan tidak sempurna dimana:
tidak berlaku hukum satu harga (Yogi, 1996). Pelaku 𝜇1 : rata-rata risiko harga petani risk taker di tingkat
pasar beusaha tidak terjadinya “satu harga” karena populasi
terjadinya excess profit pada pasar persaingan 𝜇2 : rata-rata risiko harga petani risk averter di tingkat
sempurna yang akan jatuh ke petani atau produsen. populasi
Untuk mempertahankan tidak terjadinya excess Menentukan Titik.nilai kritis : dengan tingkat
profitbagi petani maka diusahakan harga tidak kepercayaan sebesar 99 % atau
transparan diantaranya dengan menghambat 𝛼 = 0,01 maka z tabel = 2,32
informasi harga.
Informasi harga hanya dinikmati oleh Identifikasi masalah satu dianalisis dengan melihat
kelompok pedagang, bukan petani. Adanya teknologi risiko harga dari petani risk taker dan risk averter.
komunikasi yang lebih canggih cenderung Identifikasi masalah kedua dianalisis secara
memperlemah barier to entry bagi setiap pedagang deskriftif.Untuk mengukur risiko harga adalah
untuk memasuki pasar. Diantara pedagang besar sebagai berikut :
mangga banyak yang memiliki saudara, sehingga
tidak menutup kemungkinan terjadi kolusi dalam (𝑥̅1 − 𝑥̅2 ) − (𝜇1 − 𝜇2 )
menentukan harga beli ke pedagang pengumpul. 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
Tingkah laku pasar (market conduct) dalam 𝑠12 𝑠22
√( + )
pemasaran mangga gedong gincu mengakibatkan 𝑛1 𝑛2
petani sering sebagai pihak yang selalu kalah, petani
menerima apa saja yang asimetrik yang dimana:
menimbulkan struktur harga yang tidak bersaing atau 𝑥̅1 : rata-rata rata risiko hargapetani risk taker di
bahkan keberadaan pasar tidak terwujud (missing tingkat sampel
market) 𝑥̅2 :rata-rata risiko harga petani risk averter di
tingkat sampel

358
𝑠12 : varians risiko harga petani risk taker di dimana:
tingkat sampel
2 𝑅𝑖𝑠𝑘𝑃𝑖 = Risiko Harga Petani Mangga (Rp)
𝑠2 : varians risiko harga petani risk averter di
𝑃𝑖 = Harga mangga pada periode ke-𝑖
tingkat sampel
(𝑖 =1,..,𝑛) (Rp)
𝑛1 : ukuran sampel risiko harga petani risk taker
𝐸(𝑃) = Expected Price (nilaiharga rata-rata)
𝑛2 : ukuran sampel risiko harga petani risk averter
PengujianHipotesis Beda Rata-Rata DuaPopulasi
Kriteria Penolakan
Setelah data dianalisis didapatkan hasil sebagai
Tolak 𝐻0 jika 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑧𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN 𝑥̅1 = Rp 2.971
Karakteristik Responden 𝑥̅2 = Rp 2.411
Umumnya pedagang pengumpul maupun pedagang
𝑠12 = Rp 3.586.369
besar merangkap sebagai petani. Petani risk averter
𝑠22 = Rp 2.398.003
membudidayakan mangga dengan baik, juga
𝑛1 = 105
memperhatikan pasca panen. Pemetikan dilakukan
𝑛2 = 105
pagi hari antara jam 9 – 11 pagi, karena apabila
(𝑥̅1 − 𝑥̅2 ) − (𝜇1 − 𝜇2 )
dilakukan pemetikan di siang hari maka getah 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
mangga banyak yang mengotori kulit buah. Hal ini 𝑠2 𝑠2
menjadikan harga mangga jatuh karena √( 1 + 2 )
𝑛1 𝑛2
penamplannya tidak menarik, selain kotor juga
getahnya kemana mana. Petani risk taker kurang (2.971 − 2.411) − (0)
memperhatikan hal ini, karena korbanan (biaya) tidak =
seimbang dengan hasilnya. Petani risk taker focus √(3.586.369 + 2.398.003)
pada pemasaran, kurang focus untuk menjaga 105 105
kualitas. 560
== = 2,35
238,73
Risiko Pemasaran Mangga pada Petani Risk
Taker dan Risk Averter Keputusan
Risiko adalah derajat ketidakpastian dalam Karena 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,35 > 2,32 = 𝑧𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka 𝐻0
situasi tertentu (Heishher dan Robinson, 1985).
ditolak dan 𝐻1 diterima
Dalam perkembangannya model-model risiko oleh Kesimpulan : Risiko harga petani risk taker lebih
Young (1979) dibagi dalam tiga macam yaitu (1) besar daripada petani risk averter
pengambilan keputusan tanpa informasi peluang, (2)
pengambilan keputusan yang menggunakan asas rasa
Faktor yang mendorong Petani Menjual Mangga
aman (safety-first rules) dan (3) pengambilan
ke Supplier dan Pasar bebas
keputusan dengan memaksimumkan kegunaan Petani yang menjual ke supermarket tidak ada yang
harapan (expected utility). Mangkusubroto dan
langsung, akan tetapi semuanya melalui bandar atau
Trisnadi (1985) mengemukakan bahwa sikap
supplier.Supplier ini ada yang memasarkan mangga
seseorang dalam menghadapi suatu persoalan yang untuk ekspor (5%) ada juga untuk supermarket di
mengandung risiko pada dasarnya dibedakan sekitar Cirebon seperti Alfamart, Grage super Mall,
menjadi tiga yaitu penghindar risiko(averter risk), indo grosir, yogya regency dan lain lain. Supplier
netral (indifferent to risk) dan sikap penggemar risiko
harus memilik modal besar, karena harus membayar
(prefer torisk). Hal ini sependapat dengan Doll dan cash ke petani sedangkan oleh supermarket
Orazem (1978) dan Penson (1980). pembayarannya ditunda 2 minggu – 1 bulan. Menurut
Risiko adalah selisih dari nilai optimal dengan nilai supplier keuntungan dari pemasaran mangga ini
aktualnya (Saptana dkk, 2010). Dalam hal ini, risiko
cukup besar sekitar 15 % dari modal pokok. Jumlah
harga diberikan nilai mutlak untuk menunjukkan ini lebih besar bila dibandingkan dengan suku bunga
besarannya dengan angka positif untuk setiap item bank yang 8 % per tahun.pengirimannya 30 – 50
atau periode. Rumus risiko harga dihitung dengan kuintal per hari (85 %), Faktor yang mendorong
rumus sebagai berikut :
petani menjual ke supplier dan pasar bebas adalah
sbb :
𝑅𝑖𝑠𝑘𝑃𝑖 = 𝑃𝑖 − 𝐸(𝑃)

359
Tabel 1. Faktor yang Mendorong Petani Menjual daerah lain (Jawa Timur atau Jawa Tengah) sehingga
Mangga ke Supplier dan Pasar Bebas harga mangga jatuh.
Supplier Pasar Bebas Kemudahan sistim pembayaran : harga di supplier
Variable (%) (%) lebih terjamin daripada di pasar tradisional, karena
Risiko mangga harga sudah ditentukan sebelumnya. Walaupun
64 36 demikian pembayarannya tidak cash, menunggu 2
dikembalikan
Kepraktisan minggu sampai 1 bulan, sehingga bandar harus
22 78
menjual menanggulangi dulu pembayaran ke petani.
Kepastian
58 42
Sedangkan untuk tujuan pasar tradisional harga tidak
harga terjamin, harga yang terjadi sesuai dengan
Kemudahan mekanisme supply dan demand. Hasil penelitian
sistim 18 82 World Bank (2006) mengungkapkan hal yang sama
pembayaran bahwa petani lebih mudah bertransaski dengan
Kedekatan
56 44 bandar (middlemen) daripada langsung ke pasar
hubungan
modern. Seharusnya supermarket memberikan
Kemudahan
mendapatkan pelayanan terbaik dalam hal harga ke
72 28 supplier,komitmen bisnis dan ketaatan pembayaran.
informasi
teknologi Layanan lain seperti akses keberlanjutan,penjualan
yang tinggi, sedikit produk yang di-reject,kriteria
Dari Tabel 1. terungkap bahwa petani yang tujuan kualitas yang diharapkan , cara mempertahankan
pasarnya supplier karena faktor kepastian harga (58 kualitas, bantuan teknis, kredit, promosi, komitmen
%), kedekatan hubungan (56%) dan kemudahan bisnis yang lebih baik , pelunasan pembayaran dan
mendapatkan informasi teknologi (72 %), sedangkan waktu pembayaran.
petani yang tujuan pasarnya pasar bebas karena Kedekatan hubungan : kedekatan hubungan diantara
faktor risiko dikembalikan mangganya kecil (36%), petani, bandar maupun pedagang lainnya karena
kepraktisan dalam menjual (78%) dan kemudahan adanya kepercayaan. Karena sudah saling percaya
sistim pembayaran (82 %). maka petani menerima saja harga yang terjadi,
Risiko mangga dikembalikan : mangga yang bargaining position petani menjadi lemah. Walaupun
didistribusikan ke supplier tidak semuanya diterima, demikian petani tetap menjual ke bandar tersebut
ada sekitar 30 % sampai 35 % yang tidak bisa karena tidak ada pilihan lain, petani tidak memiliki
diterima (BS). Sedangkan kalau ke pasas bebas pasar baru.
diantaranya ke pasar tredisional, ke perdagangan Kemudahan mendapatkan informasi teknologi
antar daerah dan antar pulau, kualitas mangga tidak :keuntungan lain petani risk averter mendistribusikan
begitu ketat. Walaupun dilakukan grade dan sortasi mangganya ke supplier karena mudahnya
tapi produksi bisa diserap pasar. Untuk beberapa mendapatkan informasi teknologi. Supplier selalu
kasus ada juga pedagang yang nakal dengan meningkatkan pengetahuan dalam teknologi
memasukkan mangga tidak berkualias ditengah- budidaya, pasca panen dan pemasaran. Sedangkan
tengah peti kemasan sehingga pedagang yang petani risk taker tidak demikian keadaannya.
membeli mendapat kerugian. Walaupun bertransaksi dengan banyak orang, akan
Kepraktisan menjual : mangga untuk tujuan supplier tetapi hanya sebatas menjual mangga. Hal ini tidak
mensyaratkan beberapa ketentuan selain kualitas terjadi transfer of knowledge mengenai teknologi,
yang baik, dilakukan sortasi dan grading, getah tidak pasca panen mapun pemasaran
menempel di buah sehingga perlu diperhatkan waktu
petik. Sedangkan untuk pasar bebas petani bisa
menjual dengan tanpa harus memenuhi ketentuan SIMPULAN
tersebut 1. Pernyataan Casseres bahwa bertransaki dengan
Kepastian harga : petani risk taker menerima harga banyak orang lebih baik daripada bertransaksi
yang pasti dari supplier walaupun belum ada kontrak dengan satu orang tidak sejalan dengan keadaan
penjualan. Sedangkan petani risk taker tidak ada pemasaran mangga di daerah penelitian.
kepastian harga. Harga yang terjadi berdasarkan Kenyataannya bertransaki dengan banyak orang
mekanisme supply dan demand. Keadaan di di pasar bebas varians harganya lebih tinggi
lapangan menunjukkan bahwa kualitas yang baik artinya lebih beresiko.
tidak selalu mendapatkan harga yang tinggi. Hal ini 2. Petani risk taker memiliki varian harga lebih
disebabkan pada saat yang sama datang mangga dari tinggi daripada petani risk averter

360
3. Petani risk averter, walaupun ada kepastian Policy and Agribusiness Studies,
harga seringkali petani tidak memiliki posisi Padjadjaran University
tawar. Yogi. 1997. Perbaikan Struktur Pasar Sebagai
4. Faktor yang mendorong petani menjual mangga Alternatif Peningkatan Posisi Tawar Petani.
ke supplier (petani risk averter)) adalah Majalah Ilmiah Universitas Winaya Mukti.
kepastian harga, keeratan hubungan dan Desember 1997.Volume 6. Sumedang
kemudahan mendapatkan informasi teknologi. ____ 1999. Pasar Terhadap Katerkaitan Harga di
5. Faktor pendorong petani menjual mangga ke Tingkat Petani. Majalah Ilmiah Universitas
pasar bebas (petani risk taker) adalah Winaya Mukti. Agustus 1999. Volume 11
kepraktisan dalam menjual, risiko mangga yang Sumedang
dikembalikannya sedikit, dan kemudahan sistim Young.,D.L. 1979. Risk Preference of Agriculture
pembayaran Producers : Their Use in Extension and
Research. American Journal of Agriculture
SARAN Economics. 6 : 1063- 1070
1. Diberdayakannya kelopmpok tani dalam
mengembangkan keterampilan mulai dari
budidaya, pasca panen, pemasaran, teknologi,
dengan harapan petani memiliki posisi tawar
lebih baik
2. Adanya pendampingan petani terutama petani
risk taker untuk melakukan penetrasi pasar
danmencari pasar baru lainnya. Sedangkan
petani risk averter diharapkan bisa menentukan
harga dengan menjaga kuantitas, kualitas dan
kontinuitas mangga.

DAFTAR PUSTAKA
Doll, J.P. and F. Orazem. 1984. Production
Economics.Theory with Application. John
Wiley and Son Inc. New York.
Heiser, B and L.J. Robinson. 1985. Appplication of
Decision Theory and Measurement of
Attitudes Toward Risk in Farm Management
Research in Industrialized and Third World
Setting. MSU International Development
Papers. Departement of Agricultural
Economics, Michigan State University.
Mangkusubroto dan Trisnadi. 1985. Analisis
Keputusan. Pendekatan Sistem dalam
Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca
Exact. Bandung
Penson., John B and Davis A Lins. 1980.
Accounting for Risk in Investment Decision
Making. Prentice Hall International, Inc.
Saptana, A.Daryanto. K. Heny Daryanto, dam
Kuntjoro. 2010. Analisis Efisiensi Teknis
Produksi Usahatani Cabai Merah dan
Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko.
Journal Agro Ekonomi, Vol.28 No.2 : 153-
188. Bogor.
World Bank Indonesia. 2006. Study on Indonesian
Smallholder and Modern Supply Chains.
Final Report. World Bank Indonesia
collaboration with Center for Agricultural

361
362
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia, Periode
Tahun 1984 Sampai 2013
Some of the Factors That Affect the Volume of Indonesian Cocoa Beans Exports,
Analysis 1984-2013 Time Periode
Taufiq Nur Tadjudin 1*, Muhammad Arief Budiman 1
1 Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor,

ABSTRAK
Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian
setiap negara di dunia. Biji kakao Indonesia termasuk dalam komoditas andalan yang
memiliki peranan yang cukup penting dalam kegiatan ekspor Indonesia karena
Kata Kunci: termasuk kedalam salah satu komoditi unggulan yang memberikan kontribusi dalam
ekspor biji kakao upaya peningkatan devisa Indonesia. penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi
Indonesia seberapa besar pengaruh faktor jumlah produksi biji kakao Indonesia, nilai tukar
harga domestik rupiah, harga biji kakao Indonesia dan pajak ekspor terhadap jumlah ekspor biji kakao
pajak ekspor Indonesia baik secara simultan maupun partial dan Dapat mengidentifikasi faktor mana
nilai tukar rupiah. yang paling berperan diantara jumlah produksi biji kakao Indonesia, nilai tukar rupiah,
pajak ekspor dan harga biji kakao Indonesia baik secara simultan maupun partial.
Desain penelitian yang di gunakan adalah dengan desain kuantitatif sifatnya suatu
kasus dengan tehnik studi kepustakaan (Deks Study) menggunakan data sekunder,
sampel data yang digunakan bersifat kurun waktu (time series) selama 30 tahun.
Penelitian ini menggunakan model ekonometrika untuk mencerminkan hasil dari
pembahasan yang akan dinyatakan dengan angka, teknik analisis yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan metode yang di gunakan
adalah metode kuadrat terkecil atau method of ordinary least square (OLS), yang
merupakan metode yang digunakan untuk mengkoreksi persamaan regesi diantara
variabel-variabelnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa Secara simultan Variabel
Jumlah Produksi Kakao Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Harga Domestik Biji Kakao
Indonesia dan Pajak Eksport memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perkembangan volume ekspor biji kakao Indonesia. Secara partial Variabel Jumlah
Produksi Kakao Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Harga Domestik Biji Kakao Indonesia
memiliki pengaruh yang signifikan dan pajak ekspor secara partial memiliki pengaruh
yang tidak signifikan terhadap perkembangan volume ekspor biji kakao Indonesia.

ABSTRACT

International trade is one of the important aspects in every country around the world.
Indonesian cocoa beans included in the priority which has a very important role in
export activities including in Indonesia as one of the primary commodity which would
contribute to an increase in foreign exchange for Indonesia. The writing is aimed to
Keywords: identify how big the influence of the total production of Indonesian cocoa beans, The
Indonesian cocoa beans rupiah exchange rate, The Indonesian cocoa beans price and And the export tax to the
exports amount of Indonesia ' s exports of cocoa both simultaneously or partial and to identify
domestic prices which are the most instrumental factor between the number of Indonesian cocoa
export taxes production, the exchange rate, export taxes and price of Indonesian cocoa beans either
exchange rate simultaneously or partial. This study design are using a quantitative research Her
technique desk study with a case study using secondary data, the sample data used are
time series for 30 years. This research using model econometrics to reflect the outcome
of the discussions to be expressed in numbers, The analysis technique used in this study
is multiple regression analysis and methods used is the method of ordinary least square
(OLS), which is the method used to correct regesi equation between the variables. The
results show that the simultaneous variable the production of Indonesian cocoa,
Exchange Rate, Domestic Prices of Indonesian cocoa beans and Export Tax has a
significant influence on the development of Indonesian cocoa beans exports volume. A

363
partial variable the production of Indonesian cocoa, Exchange Rate, Domestic Prices
of Indonesian cocoa beans has a significant influence and the partial export tax has
no significant effect on the development of Indonesian cocoa exports volume.

* Korespondensi Penulis
Alamat e-mail: nurtadjudin@gmail.com

364
LATAR BELAKANG ekspor Indonesia karena temasuk kedalam salah satu
Perdagangan internasional merupakan salah komoditi unggulan yang memberikan kontribusi
satu aspek penting dalam perekonomian setiap dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Dari segi
negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao
perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik
hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang
negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai
jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa. kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok
Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan
penduduknya adalah petani yang secara geografis keunggulan tersebut, perkebunan kakao Indonesia
merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun
sumberdaya alam yang melimpah, termasuk 1980-an dan pada tahun 2002 sertapeluang pasar
komoditas kakao yang merupakan andalan yang kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun
memiliki peranan cukup penting dalam kegiatan kebutuhan dalam negeri.

Tabel 1. Data vol ekspor biji kakao indonesia menurut negara tujuan tahun 2008-2013 (ton).
Negara Tahun
Tujuan 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Cina 15.928,5 7.147,6 15.394,9 8.764,2 6.962,1 8.670,2
Thailand 8.116,2 7.405,5 6.716,3 6.037 8.049,4 7.713,4
Singapura 45.195,5 56.403,4 53.933,3 34.839,4 40.879,4 33.146,9
Malaysia 211.470,3 183.539,1 203.847,7 143.296 102.350,1 134.774,4
Amerika
53.689,6 120.304,1 89.306,5 9.841 143,3 7.208,7
Serikat
Kanada 13.000 5.200,3 3.500 5.500 - -
Jepang - - - - - 118,2
India 650 1.900 4.055,5 4.848,00 7.000 5700
Belanda 239,6 2.452 5.847,5 776 510,6 187,5
Jerman 500,7 7.161,4 12.336,5 293,8 369,8 490,5
Lainnya 33.886,1 48.894,3 38.690,1 543,9 5.721,6 3.494,9
Jumlah 382.676,5 440.407,7 433 628,3 214.739,3 171.986,3 201.504,7
Sumber : Badan Pusat Statistik 2014

Sejak tahun 2008 sampai 2010 produksi kakao Indonesia baik secara simultan
indonesia mengalami peningkatan namun tidak maupunpartial.
signifikan dan mulai menurun pada tahun 2011 2. Faktor mana yang paling berperan dalam
sekitar 18 % penurunan jumlah produksi ini di perkembangan ekspor biji kakao diantara
sebabkan oleh beberapa faktor yaitu Semakin jumlah produksi biji kakao Indonesia, nilai
menurunnya luas lahan, Iklim yang tidak menentu tukar rupiah, pajak ekspor dan harga biji
menyebabkan produktifitas menurun,Kondisi kakao Indonesia baik secara simultan dan
tanaman yang sudah tidak produktif karena terlalu partial.
tua kebanyakan sudah ditanam sejak 1980-an
sehingga sudah tidak produktif (Direktorat Jenderal TEORI DAN KONSEP
Perkebunan 2012). Teori Perdagangan Internasional
Teori Keunggulan Absolut (Absolute Advantage)
IDENTIFIKASI MASALAH Dasar teori keungguan absolut adalah suatu
1. Berapa besar nilaifaktor jumlah produksi negera akan memperoleh keuntungan dari
kakao Indonesia, nilai tukar rupiah, pajak perdagangan dengan negara lain apabila negara
eksport dan harga biji kakao Indonesia tersebut berspesialisasi dalam komoditas yang dapat
mempengaruhi volume ekspor biji kakao diproduksi di negaranya dengn lebih efisien

365
(mempeunyai keunggulan absolut) dan mengimpor ŷ : Volume Ekspor Biji Kakao (VEX)
komoditas yang kurang efisien. Teori keunggulan 𝑋1 : Jumlah Produksi Kakao indonesia
absolut ini menyatakan bahwa, meskipun suatu (JPKI)
negara mengalami kerugian atau tidak diunggulkan 𝑋2 : Nilai Tukar Rupiah (NTR)
dalam memproduksi kedua komoditi jika 𝑋3 : Harga DomestikBiji Kakao
dibandingkan dengan negara lain, namun Indonesia (HDBKI)
perdagangan internasional yang saling 𝑋4 : Pajak Eksport (PE)
menguntungkan bisa tetap berlangsung. Setiap 𝛽 : Konstanta
negara akan memperoleh manfaat perdagangan Penelitian ini menggunakan model
karena melakukan spesialisasi produksi dan ekonometrika untuk mencerminkan hasil dari
mengekspor barang negera tersebut memiliki pembahasan yang akan dinyatakan dengan angka,
keunggulan mutlak, serta mengimpor barang-barang teknik analisis yang di gunakan dalam penelitian ini
jika negara tersebut mimiliki ketidakunggulan adalah analisis regresi berganda dan metode yang di
mutlak (Drs. Halwani,M.A dan Dr, H. Prijono gunakan adalah metode kuadrat terkecil atau method
Tjiptoheridjanto .1993). of ordinary least square (OLS)yang merupakan
metode yang digunakan untuk mengkoreksi
Teori Keunggulan Komparatif (Comparative persamaan regesi diantara variabel-variabelnya.
Advantage) Operasional pengolahan data dilakukan dengan
Dalam bukunya Pricipless of Political software SPSS (Statistik Package For Social
Economy (1817), Ricardo menyebutkan bahwa suatu Science) versi 20, metode OLS memiliki beberapa
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan keunggulan yaitu secara teknis mudah dalam menarik
internasional jika melakukan spesialisasi produksi interpretasi, perhitungan dan penaksiran BLUE (Best
dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat Linear Unbiased Estimator)
berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor (Gujarati, 2012).
barang dimana negara tersebut berproduksi relatif Selain itu dalam proses menganalisis data
kurang atau tidak efektif. digunakan uji statistik dan uji asumsi klasiksebagai
alat bantu untuk mengestimasi volume ekspor biji
METODE PENELITIAN kakao (dependen variable) dan faktor-faktor yang di
Objek, Desain Penelitian dan Rancangan Analisis perkirakan mempengaruhinya (independen
Faktor variable). Uji ststistik meliputi uji koefisien
Objek dari penelitian yang akan di teliti determinasi uji-F dan Uji-T, sedangkan uji asumsi
adalah beberapa faktor yang mempengaruhi volume klasik meliputi uji normalitsa, uji multikolienaritas,
ekspor biji kakao Indonesiayaitu jumlah produksi uji autokorelasi dan uji Heterokedastisitas.
kakao Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika Serikat, pajak ekspordanharga domestik HASIL DAN PEMBAHASAN
biji kakao Indonesia. Desain penelitian yang di Model Yang Digunakan
gunakan adalah dengan desain kuantitatif sifatnya Model yang dirumuskan yaitu model regresi
suatu kasus dengan teknik penelitian studi linier berganda dengan metode Ordinary Least
kepustakaan (Deks Study)menggunakan data Square (OLS) dan diperoleh model regresi sebagai
sekunder sampel data yang digunakan bersifat kurun berikut:
waktu (time series) data yang di perlukan yaitu Ŷ = 35,188+ 0,518 X1 + 19,215 X2+ 0,001 X3–
jumlah produksi biji kakaoindonesia, nilai tukar 0,018X4+ e
Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat,pajak Berdasarkan model regresi yang dihasilkan
ekspordanharga domestik biji kakao Indonesiayang bisa dijelaskan hubungan antara variabel X dan Y
merupakan data tahunan selama 30 tahun dari tahun secara spesisfik sebagai berikut:
1984 sampai tahun 2013. Data yang diperoleh 1. X1 =setiap kenaikan seribu ton produksi
tersebut akan di regres menggunakan beberapa model kakao maka volume ekspor biji kakao
untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh bertambah 0,518 ribu ton atau 518 ton.
terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia baik 2. X2 =setiap kenaikan seribu mata uang Rupiah
secara simultan maupun partial.model rumusan terhadap Dolar atau terdepresiansinya
variabel yang akan di gunakan di formulasikan dalam Rupiah terhadap Dolar maka volume ekspor
persamaan sebagai berikut : biji kakao indonesia akan bertambah sebesar
ŷ = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + 𝛽4 𝑋4 19,215 ribu ton atau 19.215 ton.
Keterangan : 3. X3 =setiap kenaikan seribu rupiah pajak
ekspor maka akan menyebabkan

366
meningkatnya volume ekspor biji kakao ini menunjukan bahwa sebesar 84,4% volume ekspor
sebesar 0.001 ribu ton atau 1 ton. biji kakao di pengaruhi oleh variabel-variabel bebas
4. X4 =setiap kenaikan seribu rupiah harga biji yang terdapat dalam persamaan, yaitu produksi
kakao dalam negri maka akan menyebabkan kakao domestik, nilai tukar rupiah, pajak eksport dan
menurunnya volume ekspor biji kakao harga domestik. Sisanya yaitu sebesar 15,6% di
sebesar 0,018 ribu ton atau 18 ton. pengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak
Analisis Uji Statistik termasuk dalam persamaan.
Uji Koefisien Determinan (R2)
Dari hasil regresi data dengan menggunakan
SPSS di peroleh nilai koefisien R2 sebesar 0,844. Hal

Tabel 28 Hasil Perhitungan R dan Dw


Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the Durbin-


Model R R Square
Square Estimate Watson

1 ,919a ,844 ,819 57,207256 1,827


Sumber : hasil perhitungan data menggunakan SPSS 20.

Variabel-variabel yang tidak masuk dalam kakao akan sedikit dan penawaran produsen terhadap
persamaan yaitu luas lahan kakao Indonesia dan biji kakao akan tinggi karena harga yang cukup
harga internasional biji kakao, variabel tersebut mahal dan sebaliknya apabila harganya rendah maka
merupakan variabel yang tidak termasuk ke dalam permintaan konsumen terhadap biji kakao akan tinggi
persamaan dalam penelitian ini dan di duga memiliki dan penawaran produsen terhadap biji kakao akan
pengaruh terhadap volume ekspor biji kakao rendah, halini berhubungan dengan volume ekspor
Indonesia dengan alasan, luas lahan perkebunana biji kakao Indonesia jika harga tinggi Indonesia akan
kakao di indonesia sangat mempengaruhi terhadap mengekspor sebanyak-banyaknya biji kakao dan
produksi kakao Indonesia karena apabila luas lahan apabila harga rendah Indonesia akan mengurangi
sedikit maka produksi kakao akan sedikit dan apabila ekspor biji kakao. Di duga 15,6% di pengaruhi oleh
luas lahan kakao cukup besar maka produksi kakao variabelluas lahan dan harga internasional.
akan besar juga, jumlah produksi berhubungan Uji F Statistik
dengan volume ekspor semakin banyak produksi Dari hasil analisis ini bisa disimpulkan
peluang ekspor biji kakao semakin banyak pula dan bahwa produksi kakao domestik, nilai tukar rupiah,
semakin sedikit produksi maka peluang eksporbiji pajak eksport dan harga domestik secara simultan
kakao semakin sedikit. Selanjutnya harga mempengaruhi volume ekspor biji kakao
internasional mempengaruhi volume ekspor biji Indonesia.Hal ini mengindikasikan bahwa model
kakao karena berhubungan dengan permintaan dan dianggap mampu merepresentasikan volume ekspor
penawaran jika harga biji kakao di tingkat dunia biji kakao Indonesia.
mahal maka permintaan konsumen terhadap biji

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji F Statistik


ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 441571,954 4 110392,988 33,732 ,000b
Residual 81816,757 25 3272,670
Total 523388,711 29
Sumber : hasil perhitungan data menggunakan SPSS 20.

367
Uji T Statistik
Tabel 4. Nilai T Hitung
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 35187,605 20188,028 1,743 ,094
X1 ,518 ,107 1,110 4,842 ,000
1 X2 19,215 7,953 ,549 2,416 ,023
X3 ,001 ,000 ,116 1,166 ,255
X4 -,018 ,004 -,938 -4,755 ,000
Sumber : Hasil perhitungan data dengan SPSS 20.

Uji t pada variabel X3 (pajak ekspor) di dapat Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Dengan Metode
t hitung sebesar 1,116 dan nilai signifikannya adalah Kolmogorov Smirnov
0,255 serta nilai t tabel sebesar 2,055. Maka t hitung One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikannya lebih Unstandardized
besar dari 0,05 (t hitung < t tabel dan 0,255 > 0,05) Residual
sehingga terima H0 tolak H1 kesimpulannya faktor N 30
pajak ekspor secara partial tidak berpengaruh yang Normal Mean 0,0000000
signifikan terhadap volume ekspor biji kakao Parametersa,b Std. Deviation 53115,60464840
Indonesia.Walaupun secara partial nilainya tidak Absolute 0,139
signifikan akan tetapi pajak ekspor memiliki Most Extreme
Positive 0,139
Differences
pengaruh yang positif terhadap perkembangan Negative -0,105
volume ekspor biji kakao Indonesia walaupun Kolmogorov-Smirnov Z 0,764
pengaruhnya sangat kecil. Asymp. Sig. (2-tailed) 0,604
Tolak H0 terima H1 kesimpulannya faktor Sumber : Hasil perhitungan data dengan SPSS 20.
pajak ekspor secara partial berpengaruh signifikan
dengan nilai negatif terhadap volume ekspor biji Uji Multikolinieritas
kakao Indonesia dengan artian pajak ekspor memiliki Tabel 69. Hasil Perhitungan VIF
pengaruh yang negatif terhadap perkembangan
volume ekspor biji kakao Indonesia. Correlations Collinearity Statistics
Analisis Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Zero-
Kesimpulannya dari hasil uji normalitas denganMetode Partial Part Tolerance VIF
Kolmogorov Smirnov dan diagram scater plot dapat order
disimpulakan nilai residula sudah terdistribusi dengan normal
0,831 0,696 0,383 0,119 8,408
karena pada uji Kolmogorov Smirnovnilai Asymp. Sig. (2-
tailed)lebih besar dari 0,05 dan pada diagram scater plot 0,791 0,435 0,191 0,121 8,255
sebarannya berada pada sepanjang garis diagonal atau
0,225 0,227 0,092 0,636 1,573
mengikuti garis lurus.
Uji Autokorelasi 0,574 -0,689 -0,376 0,161 6,229
Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada
Sumber : Hasil Penghitungan Data Dengan SPSS.
atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik
Dari nilai VIF setiap masing-masing variabel
autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara
X1,X2,X3 dan X4nilai variabelnya tidak lebih dari
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan
10 atau lebih kecil dari 10yang berarti sehingga tidak
lain pada model regresi. Prasyarat yang harus
terjadi masalah Multikolinieritas.
terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam
model regresi. Metode yang digunakan dalam uji
Autokorelasi adalah Uji Durbin Watson.

368
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan Anni Rahimah, SAB, MAB. 2010. Administrasi
model regresi linier berganda dan metode Ordinary Kepabean dan Ekspor Impor.Bisnis
Least Square dapat disimpulkan bahwa: Internasional Universitas Brawijaya.
1. Faktor produksi kakao Indonesia mampu Agroforstry and forestry Sulawesi. 2013. Panduan
menaikan volume ekspor biji kakao Budidaya Kakao untuk petani kecil.Journal no
Indonesia sebesar 518 ton apabila produksi 6.
kakao dalam negri meningkat sebesar 1000 Balittri .2012.Peningkatan Produksi dan
ton, faktor nilai tukar rupiah mampu Pengembangan Kakao (Theobroma cacao L.)
menaikan volume ekspor biji kakao di Indonesia. vol 3 (1).
Indonesia sebesar 19.215 ton setiap Dinan Arya Putra. 2013. Analisis Faktor-faktor yang
terdepresiasinya nilai mata uang rupiah Rp Mempengaruhi Ekspor Tembakau Indonesia
1000/$, faktor pajak ekspor mampu ke Jerman. Universitas Negeri Semarang.
menaikan volume ekspor sebesar 1 ton setiap Abdoellah, S. 2009. Perkembangan Penelitian.
kenaikan 1000 rupiah pajak ekspor dan Dalam “Paduan Lengkap Kakao”
faktor harga domestik akan meneurunkan (Wahyudi et al., eds.). Penyebar Semangat.
volume ekspor biji kakao sebesar 18 ton Jakarta.
setiap kenaikan Rp 1000 harga domestik. Dewi Anggraini. 2006. Faktor-Faktor yang
Secara simultan variabel produksi kakao Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kopi
Indonesia, nilai tukar rupiah, pajak ekspor, Indonesia dari Amerika Serikat. Tesis
harga domestik berpengaruh signifikan dan Magister Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi
secara partial hanya variabel pajak ekspor dan Studi Pembangunan Universitas
yangtidak signifikan nilainya, akan tetapi Diponegoro Semarang
tetap memiliki pengaruh terhadap Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
perkembangan volume ekspor biji kakao Pertanian. 2014. Statistik Ekspor Impor
Indonesia walaupun pengaruhnya sangat Komoditas Pertanian Tahun 2001-2013.
kecil. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik
2. Faktor yang paling berperan dalam Indonesia.
perkembangan volume ekspor biji kakao Drs. Halwani,M.A dan Dr, H. Prijono
Indonesia dari yang terbesar sampai yang Tjiptoheridjanto. 1993. Perdagangan
terkecil adalah Nilai Tukar Rupiah, Produksi Internasional pendekatan Ekonomi Mikro dan
Kakao Indonesia, Harga Domestik Biji Makro. Ghalia Indonesia.
Kakao dan Pajak ekspor. FloraFelina Aditasari. (2011) Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Eksport Karet Indonesia ke
SARAN RRC (Republik Rakyat Cina) Tahun 1999-
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka 2009.Universitas Sebels msret Surakarta.
peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut: Gujarati, Damodar. 2009. Dasar-dasar
1. Dengan mengetahui variabel yang berpengaruh Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.
terhadap perkembangan ekpor biji kakao Hady, Hamid. 2001. Ekonomi Internasional: Teori
indonesia diharapkan pemerintah dapat dan Kebijakan Perdagangan Internasional.
meningkatkan produksi kakao dalam negri dan Jakarta: Ghalia Indonesia.
mengatasi masalah-masalah dalam Won Koo. 2005. Internasional Trade And
mengambangkan komoditas kakaodi indonesia. Agriculture. Vicotria: Blackwell Publishing.
2. Di harapkan Perusahaan perkebunan, petani Krugman, P.R. and M. Obstfeld; diterjemahkan
kakao, eksportir kakao, dan instansi terkait agar Faisal H. Basri. 2003. Ekonomi
selalu menjaga kualitas ekspor biji kakao supaya Internasional: Teori dan Kebijakan. Jakarta:
konsumen memberikan harga yang tinggi atas Raja Grafindo Persada.
eksporbiji kakaoIndonesia. Laporan Kementrian Keuangan. 2012. Peraturann
3. Pemerintah dapat mengembangkan industri Mentri Keuangan republik Indonesia ,
kakao dalam negri agar biji kakao yang di Penetapan Barang Ekspor Yang Di kenakan
ekspor memiliki nilai lebih di bandingkan Tarif Keluar Dan Tarif Bea Keluar.
eksporbiji kakao mentah, hal ini dapat Lapoaran Kementerian Perdagangan Indonesia.
meningkatkan devisa negara dalam Ekspor biji kakao Indonesia Berdasarkan
eksporkomoditas perkebunan. Negara Tujuan 2013.

369
Laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS). 2013. Perkembangan
Perekonomian Indonesia Triwulan 1 tahun
2013.
Lapoaran Kementerian Perdagangan Indonesia.
Perkembangan Ekspor Pertanian Indonesia
Tahun 2004-2013.
Laporan Food Association Organization (FAO).
Produksi biji kakao Dunia Tahun 2008-
2013.http://faostat3.fao.org/home/Edi akses
pada tanggal 22 februari 2013.
Laporan Food Association Organization (FAO).
Volume ekspor biji kakao Indonesia tahun
1984-2013.http://faostat3.fao.org/home/Edi
akses pada tanggal 22 februari 2013.
Laporan Food Association Organization (FAO).
Produksi biji kakao Indonesia Tahun1984-
2103.http://faostat3.fao.org/home/Edi akses
pada tanggal 22 februari 2013.
Laporan Food Association Organization (FAO).
Luas lahan perkebunan kakao tahun1984-
2013 .http://faostat3.fao.org/home/Edi akses
pada tanggal 22 februari 2013.
Laporan Kementerian Perdagangan Indonesia.
Perkembengan Ekspor Migas dan Nonmigas
Indonesia Tahun 2004-2013.
Rahardja, Pratama. Mandala Manurung. 2008.
Pengantar Ilmu Ekonomi: Miroekonomi dan
Makroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Rubiyo dan Susanto. 2012. Peningkatan produksi dan
pengembangan kakao indonesia. buletin
RISTRI vol 3 (1) 2012.
Oktaviani R dan Novianti T. 2009. Teori
Perdagangan Internasional dan Aplikasinya
di Indonesia. Bogor: IPB Press.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sadono Sukirno. 2011. Makroekonomi Teori
Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Tambunan, Tulus. 2005. Perdagangan Internasional
dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan
Empiris. Jakarta: LP3S.
Tim Peneliti. 2014. Statistik Indonesia: Indonesia
Dalam Angka 1996-2014. Jakarta: Badan
Pusat Statisitk Indonesia.
Adera Verena. 2014. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Manggis Indonesia.
Jatinangor: Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran.
Yustika, A., E. (2012). Peran Sektor Luar Negeri
Pada Perekonomian Indonesia. Majalah
Tempo edisi 12-19 November 2012.

370

Anda mungkin juga menyukai