Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI

“PENGARUH KONSENTRASI SENG SULFIDA DAN SUHU


PEMANASAWETAN TERHADAP EFEK GLOW IN THE DARK PADA
PENCELUPAN KAIN RAJUT POLIESTER DRY FIT METODE PAD-DRY-
CURE”

Oleh:

FANNY ASTIKASARI
NPM. 15020009
KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2019
PROPOSAL PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI

“PENGARUH KONSENTRASI SENG SULFIDA DAN SUHU


PEMANASAWETAN TERHADAP EFEK GLOW IN THE DARK PADA
PENCELUPAN KAIN RAJUT POLIESTER DRY FIT METODE PAD-DRY-
CURE”

Oleh:

FANNY ASTIKASARI
NPM. 15020009
KIMIA TEKSTIL

Pembimbing

(Ikhwanul Muslim, S.ST., MT)

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2019
1.1 Latar Belakang

Glow in the dark adalah istilah untuk benda yang dapat berpendar dalam gelap.
Hal ini terjadi karena efek luminesensi yaitu peristiwa berpendarnya suatu benda
(material) setelah menyerap suatu energi. Salah satu zat yang memiliki efek glow
in the dark adalah Seng sulfida (ZnS). Efek glow in the dark banyak diaplikasikan
pada bahan safety untuk meminimalisasi kecelakaan yang terjadi pada waktu
gelap. Pada ranah tekstil, glow in the dark dapat diaplikasikan pada kaos relawan
bencana dengan bahan dasar kain rajut poliester dry fit.

Poliester digunakan sebagai kaos relawan bencana karena sifatnya yang tidak
mudah kusut, gampang kering saat dijemur, lebih tahan terhadap bakteri, dan tidak
mudah susut atau melar. Selain itu juga tahan sinar UV yang cocok untuk aktivitas
luar yang sering terpapar sinar matahari. Namun kelemahan dari poliester adalah
daya serap keringatnya rendah sehingga menimbulkan efek gerah saat dipakai. Oleh
karena itu digunakan teknik rajut dry fit. Keuntungan dari kain jenis ini dapat
mengoptimalisasi temperatur tubuh saat melakukan olahraga  aktifitas. Selain itu,
rongga kain yang relatif lebar juga memudahkan ZnS masuk ke dalam kain.

Teknik yang digunakan untuk menghasilkan efek glow in the dark pada kaos
relawan ini adalah pencelupan Seng sulfida (ZnS) dengan menggunakan binder
sebagai pengikat zat warna pada kain. Hal ini dikarenakan Seng sulfida (ZnS)
tidak berikatan dengan serat. Metode yang digunakan adalah Pad-Dry-Cure yang
banyak diaplikasikan di industri tekstil. Keuntungan dari metode Pad-Dry-Cure
adalah pembentukan polimer binder yang lebih sempurna sehingga Seng sulfida
(ZnS) dapat melekat kuat pada kain.

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis mengambil judul : “Pengaruh


Konsentrasi Seng Sulfida (ZnS) dan Suhu Pemanasawetan Terhadap
Efek Glow In The Dark Pada Pencelupan Kain Rajut Poliester Dry Fit
Metode Pad-Dry-Cure”

1.2 Identifikasi Masalah

Proses pencelupan kain rajut poliester dry fit menggunakan Seng sulfida (ZnS)
menghasilkan efek glow in the dark yang dipengaruhi oleh konsentrasi Seng
sulfida (ZnS) dan suhu pemanasawetan. Pencelupan ini masih jarang dijumpai
pada industri tekstil padahal metode yang digunakan sederhana dan zat-zat yang
digunakan juga mudah didapatkan. Perlu diketahui, efek glow in the dark sangat
berguna untuk aplikasi bahan safety sehingga dibutuhkan oleh berbagai sektor
pekerjaan yang memiliki resiko kecelakaan yang tinggi yang salah satunya
adalah relawan bencana  hapus. Oleh karena itu, identifikasi masalah yang
digunakan adalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimanakah pengaruh konsentrasi Seng sulfida (ZnS) dan suhu


pemanasawetan terhadap fosforesensi zat, kerataan zat, ketahanan
luntur zat, dan ketahanan keringat zat?
1.2.2 Resep dan metode pencelupan mana yang menghasilkan kain dengan
fosforesensi zat, kerataan zat, ketahanan luntur zat, dan ketahanan
keringat zat yang paling baik?

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Seng sulfida (ZnS) dan suhu
pemanasawetan pada proses pencelupan kain rajut poliester dry fit
metode pad-dry-cure.
1.3.2 Tujuan
Untuk menentukan resep  nilai optimum proses pencelupan kain rajut
poliester dry fit metode pad-dry-cure yang ditinjau dari konsentrasi Seng
sulfida (ZnS) dan suhu pemanasawetan berupa fosforesensi zat, kerataan
zat, ketahanan luntur zat, dan ketahanan keringat zat.

1.4 Kerangka Pemikiran

Sumber: Buku Serat Tekstil


Gambar 1 Pembuatan dan Struktur Serat Poliester
Serat poliester merupakan serat yang mempunyai kristalinitas yang tinggi,
bersifat hidrofob dan tidak mengandung gugusan-gugusan yang aktif sehingga
sukar sekali ditembus oleh molekul-molekul yang berukuran besar serta tidak
bereaksi dengan zat warna kation ataupun anion. Serat poliester memilki
kekuatan dan tahan gosok yang tinggi. Tetapi sifat kembali dari mulur (tensile
recovery) pada peregangan tinggi tidak sebaik nilon. Daya serap terhadap air
sangat rendah antara 0,4 – 0,8 % pada kondisi standar (suhu 21 0C dan
kelembaban relatif 65%). Tetapi keuntungan serat poliester sukar dikotori oleh
kotoran yang larut dalam air dan juga lekas kering. Kekurangannya poliester
tidak enak dipakai, sukar dicelup dan menimbulkan listrik statis. Serta peka
terhadap panas. Kekuatan poliester dalam keadaan basah hampir sama dengan
dalam keadaan kering. Kekuatan poliester dapat tinggi disebabkan karena
proses peregangan dingin pada waktu pemintalannya akan menyebabkan
terjadinya pengkristalan molekul dengan baik, demikian pula berat molekulnya
dapat tinggi. Kekuatan poliester berkisar 4,0 - 7,5 gram / denier dengan mulur
40% - 25%.

Sumber: http://tekstilnusantara.blogspot.com/
Gambar 2 Struktur Rajut Pakan

Kain rajut dry fit merupakan jenis rajut pakan. Kain rajut pakan adalah kain yang
tersusun dari benang-benang yang membentuk jeratan-jeratan sedemikian rupa
sehingga sehelai benang membentuk satu helai jeratan. Jadi benang-benang
tersebut memanjang kearah lebar kain. Dibandingkan dengan kain tenun,
elastisitas dari kain rajut lebih tinggi. Kain rajut dapat mudah meregang
dikarenakan oleh lup-lup pada struktur kain tersebut. Tidak hanya itu, elastisitas
nya yang tinggi juga memungkinkan si pemakai bergerak lebih bebas dan
leluasa. Keunggulan lain dari kain rajutan yaitu kain ini tidak gampang kusut saat
digunakan, penyimpanan, atau pengepakan. Namun, rajutan memiliki potensi
lebih tinggi akan penyusutan jika dibandingkan dengan kain tenun.

Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/
Gambar 3 Diagram Jablonski

Seng sulfide (ZnS) merupakan molekul fosforesensi yang dapat berpendar dalam
gelap. Sifat ini disebabkan oleh luminesensi yaitu peristiwa berpendarnya suatu
benda (material) setelah menyerap suatu energi yang disebabkan oleh
penyerapan foton (partikel pembawa radiasi elektromagnet). Proses tersebut
dinamakan fotoluminesensi. Proses fotoluminesensi terbagi menjadi dua yaitu
fluorosensi dan fosforesensi. Fluorosensi adalah pemancaran sinar pada saat
suatu zat dikenai cahaya berhenti memancar jika sumber energi dihilangkan.
Sedangkan fosforesensi adalah pemancaran kembali sinar oleh molekul yang
telah menyerap energi sinar dalam waktu yang lebih lama (10-4 detik).

Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hνA maka
elektron-elektron pada kondisi dasar (ground state) S0 akan berpindah ke tingkat
energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Atom akan mengalami konversi
internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam waktu yang sangat singkat sekitar
10-1 ns, kemudian atom tersebut akan melepaskan sejumlah energi sebesar hνf
yang berupa cahaya karenanya energi atom semakin lama semakin berkurang
dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar S0 untuk mencapai keadaan
suhu yang setimbang (thermally equilibrium). Emisi fluoresensi dalam bentuk
spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-
tingkat energi S0 yang berbeda-beda yang menunjukan tingkat keadaan energi
dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 berdasarkan prinsip Frank-Condon.

Apabila intersystem crossing terjadi sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di


S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi dari T1
ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya sebesar
hνP dalam selang waktu kurang lebih 1μs sampai dengan 1s. Proses ini
menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih rendah dengan panjang
gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan fluoresensi. Beberapa
kondisi fisis yang mempengaruhi fosforesensi pada molekul antara lain polaritas,
ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis ikatan
hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis
tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi.

Sumber: https://www.slideshare.net/septianraha/
Gambar 4 Mekanisme pencelupan zat warna pigmen

Metode yang paling cocok untuk pencelupan kain poliester rajut dry fit dengan
Seng sulfida adalah dengan metode pad-dry-cure seperti pada pencelupan zat
warna pigmen. Pada proses curing suhu 140oC dan suasana asam, binder akan
berpolimerisasi membentuk lapisan film pengikat ZnS. Suasana asam diperoleh
dari penguraian katalis karena adanya panas pada waktu proses thermofiksasi
(curing/baking). Katalis yang digunakan adalah senyawa garam asam seperti
ammonium klorida, magnesium klorida, diamonium fosfat dan lain-lain. Jenis
katalis dan jenis binder yang digunakan harus berkesesuaian antara suhu dan
waktu agar binder dapat berpolimerisasi secara sempurna. Keuntungan yang
diperoleh dari proses pad-dry-cure adalah tidak perlu ada proses pencucian
setelah proses pencelupan, prosesnya yang sederhana, dan biaya
pencelupannya paling murah. Untuk memperbaiki tahan luntur hasil pencelupan
Seng sulfida (ZnS), kedalam resep larutan pad Seng sulfida (ZnS) dapat
ditambahkan zat pemiksasi (fixer) atau resin anti kusut yang bersifat reaktan
sehingga setelah proses pemanasawetan, Seng sulfida (ZnS) akan diikat oleh
lapisan film dari binder dan dari resin. Sedangkan untuk mengurangi kekakuan
kain hasil pencelupan dengan Seng sulfida (ZnS), kedalam resep pencelupan
Seng sulfida (ZnS) dapat ditambahkan zat pelembut (softener).

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis mencoba melakukan penelitian


tentang penggunaan Seng sulfide (ZnS) untuk menghasilkan efek glow in the
dark pada kain rajut poliester dry fit. Seng sulfide (ZnS) diperlakukan seperti zat
warna pigmen pada proses pencelupan metode pad-dry-cure agar dapat melekat
pada kain. Variasi yang digunakan pada penelitian ini adalah konsentrasi Seng
sulfide (ZnS) dan suhu pemanasawetan. Selanjutnya diamati hasilnya agar
diperoleh hasil yang optimum.

1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Studi pustaka


Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi pendahuluan
mengenai penelitian dengan mempelajari teori yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan. Studi pustaka dapat diperoleh dari
perpustakaan Polteknik STTT Bandung, bahan ajar dan internet.
1.5.2 Percobaan
Percobaan dilakukan di laboratorium pencelupan Politeknik STTT Bandung
dengan melakukan proses pencelupan kain rajut poliester menggunakan
Seng sulfida metode pad-dry-cure dengan variasi konsentrasi Seng sulfide
(ZnS) dan suhu pemanasawetan. Kemudian kain hasil proses pencelupan
dilakukan evaluasi.
1.5.3 Pengujian
Pengujian dilakukan di laboratorium evaluasi kimia, kimia fisika dan kimia
analisa Politeknik STTT Bandung. Pengujian tersebut meliputi :
1) Pengujian fosforesensi zat
2) Pengujian kerataan zat
3) Pengujian ketahanan luntur zat
4) Pengujian ketahanan keringat zat
1.6 Diagram Alir Percobaan

Kain Rajut Poliester Dry Fit yang sudah dilakukan proses penyempurnaan
(siap dicelup)

Pencelupan dengan Seng sulfida (ZnS) metode pad-dry-cure

Resep Pencelupan
g/ g/ g/
Seng sulfida (ZnS) 5 g/L, 10 15 20 25 g/L
L, L, L,
Binder 60 g/L
Katalis 5 g/L
Anti Kusut 10 g/L
Pelembut 10 g/L
WPU 70 %
Suhu kamar

Drying
10
Suhu o
C
0
Waktu 1 menit

Curing
14 15 o 16 17 18
Suhu o
C, C, o
C, o
C, o
C
0 0 0 0 0
Waktu 2 menit

Pengujian
Pengujian fosforesensi zat
Pengujian kerataan zat
Pengujian ketahanan luntur zat
Pengujian ketahanan keringat zat

Anda mungkin juga menyukai