DISUSUN OLEH :
Mia Salmiati 2001134831
vioni priyanto 1801112104
Fatih Zahwa 2001114479
M.Luthfi Aprilian 2001125196
Tengku Iyyzaza Zhuhrohh 2001111215
Muhammad Zahirsyah 2001110496
MATA KULIAH :
ETIKA PEMERINTAHAN (A)
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “ Negara, Legitimasi, dan Ideologinya”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi pembacanya. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini terdapat kelebihan dan kekurangannya sehingga kami mengharap kritik
dan saran yang dapat memperbaiki untuk penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
2.1. Asal Usul Negara............................................................................................................5
2.2. Negara: Otoritas dan penegakan Moral...........................................................................7
2.3. Negara dan Ideologinya...................................................................................................9
2.4. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Negara Indonesia...................................................12
2.5. Sistem Politik.................................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................16
3.1 KESIMPULAN............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Para teoritisi sosial politik menjelaskan bahawa institusi Negara merupakan institusi
yang memonopoli peraturan hukum, institusi yang diberi keabsahanuntuk melakukan
berbagai tindakan yang menjamin terselenggarakan kehidupan umum yang damai. Max
Weber seorang sosiolog mendefinisikan Negara adalah lembaga kemasyarakatan yang
berhasil memiliki monopoli hukum untuk menggunakan kekerasan fisik disuatu daerah
tertentu (Gerth dan Mills, 1962: 11)
Istilah kekuasaan mengandung rumusan atau pengertian yang amat luas, tetapl darl
berbagai rumusan atau pengertian kekuasaan yang dirumuskan para ilmuwan dari berbagai
disiplln ilmu, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kekuasaan adalah kemampuan pelaku
untuk rriempengaruhi tingkah laku orang lain sedeinlklan rupa, sehingga tingkah laku orang
lain tersebut sesual dengan kelnginan orang yang mempunyai. Dalam kaitan dengan
kekuasaan tersebut dikenal Istliah authority (otoritas, wewenang) dan legitimacy.
Pengertian kekuasaan dan authority ,(otoritas, wewenang) serta legitimacy
mempunyai hubungan eratsatu sama dengan lainhya. Karena itu dalam kepustakaan banyak
ditemukan pengertian mengenal author ity (otoritas, atau legalized power atau wewenang)
dan legitimacy yang dirumuskan oleh para ilmuan, seperti halnya rumusan atau pengertian
kekuasaan.
Setiap kekuasaan negara harus berdasarkan dan atau memiliki otoritas dan atau
wewenang.Otoritas atau wewenang yang dimaksud iaiah hak yang dimiliki oleh seseorang
atau sekelompok orang yang diorganisir dalam bentuk negara atau pemerintahan. Jadi di sini
penekanannya adalah piada hak dan bukan pada kekuasaan semata-mata, Suatu kekuasaan
tanpa disertai otoritas atau wewenang akan merupakan kekuatan tidak sah. Karenanya suatu
kekuasaan harus memperoleh pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar lahir suatu
otoritas atau wewenang. Kekuasaan sendiri masih bersifat abstrak. Suatu kekuasaan haruslah
disertai otoritas. Kekuasaan tanpa otoritas tidak banyak artinya, karenanya diperlukan
pengabsahan dan pelembagaan, sehingga kekuasaan baru akan diterima sebagai sesuatu yang
benar. Kekuasaan demikian inilah yang menjadi otoritas. Dengan demikian otoritas berarti
kekuasaan yang diterima dan diabsahkan.
Otoritas.
Istilah otoritas serihg digunakan secara bergantian dengan istilah wewenang atau
berwenang (authoritative), namun Max Weber lebih sering menggunakan Istilah otorltas
daripada istilah kekuasaan. ' Otoritas berarti membuat agar orang lain mematuhi suatu
perintah dengan maksud (isi) tertentu, sehingga apabila dibandingkan dengan kekuasaan
maka kekuasaan tidak ada artinya apabila tidak disertai dengan otoritas. Demikian pula jika
dihubungkan dengan suatu organisasi misalnya negara. Suatu organisasi atau negara tidak
akan dapat menjalankan fungsi jika tidak disertai dengan otorltas, sehingga otoritas
mempunyai arti penting. Otoritas merupakan bentuk khusus dari kekuasaan karena dengan
otoritas baru terlihat bahwa suatu kekuasaan diterima dan diabsahkan. Dengan demikian
dalam suatu pemerintahan otoritas akan terwujud dan berfungsi sebagai pemerintahan karena
itu otoritas disebut kekuasaan yang dilembagakan.
Menurut Max Weber keharusan bagi otoritas iaiah keabsahan (legitimasi) dan
keabsahan itu selalu dihubungkan dengan hukum. Otoritas sah apabila otoritas ditenma oleh
pengikutnya sebagai sesuatu yang mengikat. Jadi otoritas Itu menuntut adanya ketaatan.
Otoritas yang tahan lama ialah otoritas yang sah. Otoritas berhak menuntut ketaatan dan
berhak pula memberikan perintah.
Menurut Muchtar Samad (2016), kata moral berasal dari bahasa latin mores dengan
asal kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat dan kelakuandengan demikian kata moral dapat
diberikan makna kesusilaan, sedangkan moralitas berarti segala hal yang berkenaan dengan
kesusilaan, dengen demikian kata Muchtar Samad moral, yaitu jiwa yang mendasari perilaku
seseorang atau masyarakat yang lebih ditekankan kepada ketentuan yang bersifat sosial
(Samad, 2016). Dian Ibung mendefinisikan moral sebagai suatu keyakinan yang mendasari
tindakan atau pemikiran yang sesuai dengan kesepakatan sosial, moral yang baik akan
menjadikan modalindividu dalam berintekrasi sosial (Dian Ibung, 2013).
Sistem hukum Indonesia dijadikan groundnorm norma dasar pancasila, yang
merupakan kaidah dan norma yang menjadi dasar berlaku legalitas di Indonesia. Maka tertib
hukum Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita moral kejiwaan watak
bangsa Indonesia meliputi kehidupan keagamaan yang berbudi menjunjung tingi nilai
keadilan. Dengan demikian persyaratan penegak hukum harus jujur, adil dan memiliki
integritas dan bermoral. Jadi menurut Prof. Agus Santoso moral merupakan suasana kejiwaan
serta watak maupun keagamaan dari masyarakat atau individu yang menjunjung tinggi nilai-
nilai keadilan dalam bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat(Agus Santoso,
2015).Menurut Haryatmoko moral merupakan wacana normatif dan imperatif yang
diungkapkan dalam kerangka baik atau buruk, benar/salah yang dianggap nilai mutlak atau
transeden, sedangkan etika dipahami sebagai refleksi filosofis tentang moral, dan lebih
merupakan wacana normatif(Haryatmoko, 2011).Moral adalah kesadaran hati dari tiap-tiap
jiwa manusia; kesadaran hati nurani untuk menghormati dan mencintai sesama, membela
kaum tertindas, bersikap altruistik dengan mementingkan kepentingan masyarakat banyak
dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai humanisme. Dengan adanya kesadaran jiwa ini
maka dapat dipastikan akan terjadi pertentangan dengan sikap dan perilaku negatif.
Dengan demikian pengertian moralitas adalah pedoman yang dimiliki setiap individu
atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral yang berlaku
dalam masyarakat. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia seharusnya bertindak, berdasarkan pada nilai dan norma. Moralitas
dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku dan tidak jujur dan tidak tampak (intangible)
dalam pikiran yang bertentangan dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporan.moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal integritas yaitu
keteguhan hati untuk berpendirian tetap mempertahankan nilai-nilai baku. Menurut Supirman
Rahman & Nurul Qomar, etika merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya perangai atau
perilaku seseorang. Sedangkan moral adalah perilaku yang baik atau buruknya seseorang.
Etika merupakan ide-ide, cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku
manusia contoh perilaku keteladanan, sedangkan yang bermoral adalah orang yang melakoni
keteladanan itu(Supirman Rahman, 2014).
Pada hakekatnya politik sebagai aktivitas yang menentukan pola hubungan dan
hubungan manusia dan negara, maka hal ini tidak dapat dipisahkan dari aspek konstitusional
yang merupakan hukum dasar baik tertulis maupun tidak tertulis yang menyelenggarakan
pemerintahan negara. Ia memuat pengorganisasian jabatan-jabatan kenegaraan, lembaga yang
memerintah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian konstitusi merupakan hukum
dasar yang menjadi norma sekaligus sebagai sumber hukum dan juga berfungsi sebagai dasar
struktur bagi sistem politik serta dasar keabsahan kekuasaan yang dimiliki lembaga-lembaga
politik sehingga mereka dapat menyelenggarakan fungsi yang dimilikinya. Oleh karena itu
ruang lingkup yang dijangkau oleh sistem politik mencakup:
1) The governmental political sphere yaitu pola kehidupan supra struktur negara atau pola
dan hubungan antara lembaga formal. Dalam bagian ini ditentukan ketentuan-ketentuan
formal kelembagaan atau fungsi peranserta tugasnya, sehingga ketentuan formal disebut pula
“constituonal law” (ketentuan konstitusi yang memuat bagaimana seharusnya pemerintahan
dan kehidupan negara dikeola.
2) The actual govermental mechanisme atau the socio political sphere, yaitu mengenai pola
keadaan dan kehidupan infra struktur, atau pola serta tata hubungan lembaga-lembaga sosio
politik yang nyata dalam mekanisme pemerintahan negara.
Dengan adanya dua sistem politik ini, idealnya antara kedua hal tersebut selalu
seirama dan selaras. Namun faktor riil kehidupan sering menyebabkan kedua hal tersebut
berbeda dan kelainan ini menciptakan berbagai akibat yang melahirkan alternatif, antaranya:
pola penyesuaian, pola yang menyimpang dan pola baru sama sekali. Dengan melihat hal di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa konstitusi merupakan pula suatu unsur dalam konsep
politik. Ia juga menetapkan lembaga-lembaga yang membangun struktur dari sistem politik
dan menetapkan fungsi-fungsinya serta melengkapinya dengan otoritas yang diperlukan
dalam penyelenggaraan fungsinya. Melihat apa yang telah dikemukakan di atas, maka dalam
konstitusi tersirat tujuan yang dicapai oleh masyarakat melalui sistem politiknya. Dan
tujuan-tujuan politik ini menjadi ideologi negara. Jadi keberadaan ideologi dalam
konstitusi berimplikasi pentingnya ideologi bagi negara dan sistem politik yang
bersangkutan. Hal ini dapat dipahami jika dikaitkan dengan kedudukan konstitusi sebagai
hukum dasar, ia menjadi pedoman bagi sistem politik dan pula menjadi kriteria dalam
pembuatan aturan-aturan hukum, pengambilan kebijaksanaan politik, dan dalam penilaian
terhadap pelaksanaannya. Pada pihak lain, ideologi merupakan salah satu faktor yang penting
dalam rekruitmen politik, hal ini dapat dipahami jika dikaitkan dengan dua hal, yaitu:
1. Berkenaan dengan dukungan rakyat, di mana rakyat memberi dukungan kepada
pemerintah jika mereka yakin bahwa pemerintahan menganut dan bertindak sesuai dengan
ideologi yang mereka miliki (Mawardi Rauf, 1985: 18);
2. Berhubungan dengan pertama, relevan dengan pelaksanaan program politik. Dalam hal ini
pejabat yang direkrut dari mereka yang memiliki kesetiaan dan tanggung jawab terhadap
ideologi negara lebih diharapkan melaksanakan program politik dibandingkan mereka yang
tidak mendukung. Hal ini amat membahayakan ideologi negara. Bahkan adanya
kemungkinan penyimpangan ideologi tidak tertutup, terutama jika karena kepentingan politik
yang memerlukan, seorang pejabat melakukan interpretasi sendiri terhadap ideologi negara.
Ideologi negara itu dapat ditelusuri dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, walaupun
tidak semua diserap atau ditingkatkan menjadi cita-cita politik. Berdasarkan sumberdaya,
ideologi dapat dibedakan atas beberapa macam atau kategori, sebagaimana dikatakan Deliar
Noer (1983:29-31) bahwa:
“ Ideologi mungkin sekali tumbuh dari kepentingan dan pemikiran manusia , bisa pula karena
pengaruh agama, pengaruh lingkungan dan tradisi serta pemikiran yang datang dari luar turut
pula mewarnai ideologi itu, malahan dalam suatu agama, ajarannya sering dijabarkan
sedemikian rupa sehingga ia merupakan ideologi. Tentu saja pemikiran yang tumbuh dari
manusia serta pemikiran yang bersumber pada ajaran agama bisa pula tercampur”.
Apabila uraian di atas ditelaah, maka dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur yang
terkandung dalam konsep politik, ialah:
a. Nilai-nilai/ajaran-ajaran agama atau falsafah dan pemikiran manusia secara sendiri atau
bersama, yang ditransformasi menjadi ideology politik.
b. Ideologi politik yang pada satu titik merupakan pedoman dan kriteria pembuatan aturan
hukum, pengambilan kebijaksanaan politik dan penilaian terhadap aktivitas politik. Pada sisi
lain konstitusi mengungkapkan tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai.
c. Konstitusi berfungsi sebagai hukum dasar sistem politik dari Negara bersangkutan.
d. Aktivitas politik yang dapat disimpulkan dalam lembaga fungsi-fungsi politik.
e. Subyek politik sebagai penyelenggaraan aktivitas politik dan yang terdiri dari lembaga-
lembaga pemerintahan dan masyarakat.
f. Tujuan-tujuan politik baik merupakan tujuan-tujuan antara ataupun tujuan akhir.
g. Kekuasaan politik atau kewenangan untuk menyelenggarakan aktivitasaktivitas politik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan bahwa (1) pada hakikatnya ideology itu
merupakan sebuah konsepsi seseorang atau suatu kelompok mengenai kehidupan sosial yang
mengandung prinsip dan aspirasi; (2) Istilah ideologi pertama kali dilontarkan oleh Antoine
Destutt de Tracy pada saat bergejolaknya Revolusi Prancis. De Tracy mendefinisikan
ideologi sebagai ilmu tentang pemikiran manusia, yang mampu menunjukkan arah yang
benar menuju masa depan; (3) Sejalan dengan terdistorsinya makna ideologi dalam
pandangan De Tracy, maka bermunculan beragam jenis ideologi yang terdiri dari di
antaranya demokrasi, liberalisme, nasionalisme, marxisme, komunisme, fasisme, sosialisme,
dan anarkhisme, kapitalisme, komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, kristen,
fasisme, monarkisme, nazisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial, elitism,
extremism, federalism,imperialism, leftism , meritocracy , progressivism, radicalism ,
reactionism, republicanism , rightism , dan Utopianism; (4) aplikasi suatu ideologi cenderung
inheren dengan perilaku orang per orang dalam kehidupan rutin berdasarkan pertimbangan
efek yang diinginkannnya ketimbang berdasarkan kebenaran ideologi itu sendiri. Kehidupan
rutin itu sendiri bisa dalam konteks kehidupan di lingkungan rumah tangga, tempat tinggal
maupun lingkungan pekerjaan seperti dalam organisasi media.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam berbagai bidang dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Dengan kata lain, seluruh tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia menggunakan pancasila sebagai dasar moral atau
norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah
laku bangsa Indonesia. Pancasila merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian
bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan pancasila menjadi tujuan hidup
bangsa Indonesia. Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan pandangan hidup kesadaran
dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat akar dalam
kebudayaan bangsa Indonesia. Pada dasarnya aktivitas-aktivitas politik yang terjadi dalam
masyarakat mempunyai latar belakang pemikiran politik yang beraneka ragam. Aktivitas
seperti itu masih mempunyai permasalahan di dalam menentukan sikap terhadap nilai-nilai
politik. Oleh karena itu kiranya menjadi penting adanya upaya untuk menyeimbangkan
kemajuan-kemajuan politik di sektor lembaga formal dan lembaga-lembaga non formal.
DAFTAR PUSTAKA