Anda di halaman 1dari 5

R.M.

Suryopranoto

Raden Mas Suryopranoto lahir di Yogyakarta, 11 Januari 1871. Ayahnya


adalah Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) Suryaningrat, putra tertua dari
Paku Alam III. Adiknya, Raden Mas Soewardi Suryaningrat atau yang
lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, adalah aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia yang mendirikan Perguruan Taman
Siswa.

Sebagai bangsawan, Suryopranoto bisa dengan mudah masuk Sekolah Rendah Eropa atau
Europeesche Lagere School (ELS). Setamat dari ELS, Suryopranoto mengambil Kursus Pegawai
Rendah yang setara dengan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Setelah lulus, ia bekerja
sebagai pegawai di kantor pemerintah kolonial di Tuban. Namun, dia tidak lama bekerja di situ.
Dia dipecat karena menampar seorang pejabat Belanda yang bersikap sewenang-wenang.
Selanjutnya, dia bekerja sebagai kepala bagian administrasi istana Pakualaman.

Selain memperoleh ijazah pendidikan pegawai negeri, ia juga merupakan alumni MLS
(Middelbare Landbouw School) atau sekolah menengah pertanian di Bogor. Dengan latar
belakang pendidikannya di bidang pertanian itulah ia meniti karier hingga dipilih menjadi
Kepala Dinas Pertanian di Wonosobo. Namun pada tahun 1914, ia mengajukan pengunduran
diri sebagai bentuk protes atas pemecatan seorang pegawai yang menjadi anggota Sarekat
Islam. Karena sikap pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang, ia tak mau lagi
bekerja sebagai pegawai Pemerintah Belanda.

Keprihatinannya pada nasib kaum buruh tani di perkebunan-perkebunan tebu di Yogyakarta


menggerakkan hatinya untuk bisa berbuat lebih banyak bagi kesejahteraan mereka. Atas dasar
itu, pada tahun 1914, Suryopranoto mendirikan organisasi Adhi Dharma yang bergerak di
bidang koperasi, usaha pertukangan dan lain-lain. Selain organisasi, bersama sang adik Ki Hajar
Dewantara, ia mendirikan sekolah Adhi Dharma untuk mendidik anak-anak petani dan buruh.
Metode mengajar di sekolah itu menggunakan Montessori-Tagore yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Metode Montessori-Tagore ini bertujuan untuk melepaskan
ikatan-ikatan yang sangat menyempitkan budi manusia dan menurunkan derajat kemanusiaan.
Supaya manusia dapat meraih kemerdekaan baik secara lahir maupun batin. Kebebasan dari
segala macam bentuk ikatan yang diterapkan di sekolah dikaitkan dengan kegiatan di luar
sekolah atau di dalam kehidupan bermasyarakat. Itulah sebagian perjuangan Suryopranoto
untuk mengubah nasib penduduk pribumi yang menderita akibat struktur pemerintahan
kolonial.

Selain itu, dia mendirikan Personeel Febriek Bond (PFB) yaitu Serikat Sekerja Gula pada tahun
1919 setelah melihat rendahnya tingkat kesejahteraan buruh pada masa itu. Kepemimpinan itu
didukung oleh HOS Cokroaminoto, Abdul Muis dan H. Agus Salim.

Suryopranoto tampil sebagai tokoh yang memperjuangkan perubahan dalam skala besar dan
menyeluruh saat melancarkan tuntutan-tuntutan agar para majikan menaikkan upah buruh dan
memberikan jaminan sosial yang layak. Karena itu, ia dihalang-halangi berbicara di depan para
buruh dan tani, bahkan para pengusaha Belanda bersedia memberi uang asalkan ia mau
menghentikan kegiatannya. Selain penggiat gerakan para buruh, ia juga aktif sebagai anggota
Pengurus Besar Sarekat Islam.

Karena kegiatannya yang kerap menyerukan aksi mogok pada kaum buruh untuk menuntut
hak-haknya, Suryopranoto dijuluki De Stakingskoning (Raja Pemogokan) oleh Belanda.

Dalam Kongres Sarekat Islam tahun 1919, ia menganjurkan pemogokan besar-besaran pada
tahun 1922 untuk menuntut perbaikan nasib. Aksi tersebut dilakukan oleh sekitar tiga ribu
buruh pegadaian di Yogyakarta kemudian menjalar ke tempat-tempat lain. Karena aksi mogok
yang dilakukan oleh ribuan buruh tersebut, mereka pun dipecat. Untuk membantu keluarga
buruh yang telah kehilangan pekerjaan atau yang dijebloskan ke penjara, Suryopranoto yang
memotori aksi tersebut kemudian mendirikan sebuah yayasan.

Karena kegiatannya yang kerap menyerukan aksi mogok pada kaum buruh untuk menuntut
hak-haknya, Suryopranoto dijuluki De Stakingskoning (Raja Pemogokan) oleh Belanda.
Pemerintah kolonial kemudian menangkap dan memenjarakannya. Selama tahun 1923 hingga
1933, ia harus beberapa kali berpindah-pindah penjara. Mulanya ia dipenjara di Malang,
kemudian dipindahkan ke Semarang, dan yang terakhir di penjara Sukamiskin Bandung. Ia juga
aktif dalam bidang jurnalistik, hasil karyanya berupa seri ensiklopedi tentang perjuangan
sosialisme, namun buah pemikirannya itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.

Sebagai pemimpin yang sangat memperhatikan kehidupan para pekerja yang dipimpinnya, ia
mendirikan Komite Hidup Merdeka di Yogyakarta dan menjabat sebagai ketua, dibantu sang
adik Suwardi Suryaningrat sebagai sekretaris. Komite tersebut beranggotakan Haji Fachruddin
dari Muhammadiyah dan Haji Agus Salim dari Sarekat Islam.

Komite Hidup Merdeka bertujuan “untuk mendidik manusia Indonesia yang sebagian besar
masih hidup dalam sikap ketergantungan terhadap pemerintah kolonial menjadi manusia bebas
dan merdeka”. Tujuan mulia itu dijalankan dengan melakukan perjuangan lewat perbuatan
nyata.

Ia juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi istri para pemogok dengan mendirikan tempat-
tempat kerajinan rumah tangga, mengorganisasi pengajaran praktis, dan tempat - tempat kerja
untuk perniagaan. Kaum pria pemogok juga diberikan keterampilan lain seperti membuat
kerajinan, agar dapat terus menafkahi keluarga mereka. Bidang pendidikan pun turut
dikembangkan Suryopranoto dengan mendirikan sekolah guru. Prinsipnya untuk tidak
berkompromi dengan penjajah, terus dipertahankannya pada masa pendudukan Jepang.

Saat cita-cita kemerdekaan berhasil diraih, ia tetap menyumbangkan segala kemampuannya


sebagai seorang pendidik. Meskipun kala itu usianya sudah cukup renta, para pemuda di sekitar
lingkungannya diberikan kursus politik. Memasuki tahun 1949, usianya semakin lanjut dan
kondisi tubuhnya yang semakin lemah memaksanya untuk menghentikan segala kegiatannya.
Masa pensiun dilalui dengan tenang, hari demi hari, sampai ia menghembuskan nafas terakhir
pada 15 Oktober 1959 di Cimahi, Jawa Barat. Suryopranoto dibawa ke tanah kelahirannya dan
dimakamkan di Kotagede, Yogyakarta.

Ia dikagumi karena semangatnya yang besar untuk terus memperjuangkan nasib kaum yang
lemah, terutama kaum petani dan buruh. Demi mereka ia rela menanggung duka nestapa dan
hukuman kurungan penjara. Namun, tak sedikit pun ia menyesali segala penderitaannya itu
karena ia merasa bangga dapat berbuat sesuatu untuk memperjuangkan perbaikan nasib kaum
tertindas.

Atas jasa-jasanya kepada negara, RM Suryopranoto diberi gelar Pahlawan Kemerdekaan


Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 310 Tahun 1959, tanggal 30
November 1959. Kemudian pada 17 Agustus 1960, RM Suryopranoto mendapat Bintang
Mahaputera Kelas II dan sebuah Rumah Pahlawan yang terletak di Kampung Pakel Baru,
Yogyakarta.

Alasan dan hal yang dapat saya ambil dari R.M Suryopranoto yaitu :

Alasan saya memilih R.M.Suryopranoto ialah karena menurut saya ia adalah salah satu orang
hebat dengan contoh rasa nasionalisme, kegigihan, pribadi yang tidak mudah putus asa dalam
mengejar sesuatu, dan tidak membandingkan orang satu dengan lainnya yang dimiliki oleh
Raden Mas Suryopranoto. Rela berkorban demi orang lain dan memiliki jiwa yang rendah hati
dan tidak sombong. Semoga setelah membaca skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat
pengetahuan dan pemahaman kita tentang gerakan buruh. Dengan adanya Serikat Buruh
hendaknya dapat membawa dampak yang positif bagi hak-hak pekerja mengingat dalam kasus
perburuhan yang sering ditemukan kurangnya keperpihakan kepada buruh karena lemahnya
perlindungan dari pemerintah.

Namun tidak seperti Belanda. Raden Mas Suryopranoto adalah seorang anak bangsawan
yang bersifat populis. Karena visinya itulah maka Raden Mas Suryopranoto memilih jalan yang
menyimpang dari jalan yang ditempuh kaum bangsawan pada umumnya. Raden Mas
Suryopranoto terjun ke dalam pergerakan nasional khususnya dalam gerakan buruh. Mengingat
pergerakan buruh ini merupakan sempalan dan sebagian besar dari sejarah perjuangan bangsa.
Pemahaman dan pengetahuan akan gerakan buruh ini harus diketahui oleh banyak pihak
masyarakat Indonesia sendiri. Pada masa sekarang ini sering melupakan jasa dari para
pendahulunya (Pahlawan Bangsa) khususnya dalam hal pergerakan buruh.

Anda mungkin juga menyukai