12 Staf Pengajar Program Studi Agroteknologi, 3Alumni Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya,
Palangkaraya, Indonesia, Email : hidayati_73@yahoo.co.id, pienyani@yahoo.com, ninikkaryani68@yahoo.com
Info Artikel: Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara agen hayati
Diterima: 12 Mei 2019 Trichoderma koningii dan Biourine serta masing-masing perlakuan tunggal terhadap pertumbuhan
Disetujui: 02 Juni 2019
dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). Penelitian ini dilaksanakan di Lahan,
Dipublikasi : 14 Juni 2019
Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian
Artikel Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan. Peneitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan Faktorial 2 faktor, masing - masing 4 taraf dalam 3 kelompok. Faktor I adalah
Keyword: pemberian agen hayati T. koningii dengan 4 taraf sebagai berikut : T0 = 0 kg/ha, T1 = 500 kg/ha, T2 =
Trichoderma koningii, biourine, 600 kg/ha, T3 = 700 kg/ha. Faktor II adalah pemberian biourine dengan 4 taraf yaitu : B0 = 0 liter/ha,
moler disease (Fusarium B1 = 10.000 liter/ha, B2 = 15.000 liter/ ha, B3 = 20.000 liter/ha.Hasil penelitian yang diperoleh
oxysporum), shallot, mineral
menunjukkan bahwa aplikasi T. koningii berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah umbi
land
per rumpun. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 (dosis T. koningii 700 kg/ha). Perlakuan
Korespondensi: pemberian Biourine berpengaruh nyata terhadap parameter serangan penyakit moler pada umur 28,
NurulHidayati 35 dan 42 HST, persentase serangan penyakit moler terendah diperoleh pada perlakuan B1 (dosis
Univ. Biourine 10.000 liter/ha). Budidaya bawang merah disarankan menggunakan T. koningii dosis 700
MuhammadiyahPalangkaraya kg/ha, dapat meningkatkan bobot basah umbi per rumpun dan penggunaan Biourine dosis rendah
Palngkaraya, Indonesia 10.000 liter/ha dapat menurunkan serangan penyakit moler.
Email: Abstract. This research aims to knowing the effect of interaction between biological agent
hidayati_73@yahoo.co.id Trichoderma koningii and Biourine and each single treatment on the growth and yield of shallot
crop (Allium ascalonicum L.). This research was conducted in Menteng Sub-District, Jekan Raya
District, Palangka Raya City, Central Kalimantan Province, Indonesia. The timing of this research
Copyright© Mei 2019 is February - May 2018 (4 months). This experiment used Group Random Design with Factorial 2
AGRIKAN factors, each of 4 levels in 3 groups. The two factors studied are: Factor I is application the
biological agent of Trichoderma koningii with 4 levels : T0 = 0 kg/ha, T1 = 500 kg/ha, T2 = 600 kg/ha,
T3 = 700 kg/ha. Factor II is treatment of biourine with 4 levels : B0 = 0 liter/ha, B1 = 10.000 liter/ha,
B2 = 15.000 liter/ha, B3 = 20.000 liter/ha. The result of this research shows that T. koningii
application has significant effect on wet weight per clumps parameter. The highest results were
obtained at T3 treatment (T. koningii dose 700 kg/ha). Treatment of Biourine had significant effect
on parameter of moler attack at age 28, 35 and 42 days after planting, the lowest percentage of
disease of moler was obtained at treatment of B1 (Biourine dose 10.000 liter/ha). Shallot cultivation
is recommended using T. koningii dose 700 kg/ha, can increase wet weight per clumps and use of low
dose Biourine 10.000 liter/ha, decrease the attack of moler disease during off season.
83
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
84
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
85
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah yang terendah pada T1B0 (dosis T. koningii 500
persentase serangan penyakit moler per perlakuan kg/ha dan Biourine 0 liter/ha), T2B0 (dosis T.
tertinggi pada T0B2(dosis T. koningii 0 kg/ha dan koningii 600 kg/ha dan Biourine 0 liter/ha) dan T3B1
Biourine 15.000 liter/ha) sedangkan jumlah (dosis T. koningii 700 kg/ha dan Biourine 10.000
persentase serangan penyakit moler per perlakuan liter/ha).
5
4 14
3 21
2 28
1 35
0 42
T0B0 T0B1 T0B2 T0B3 T1B0 T1B1 T1B2 T1B3 T2B0 T2B1 T2B2 T2B3 T3B0 T3B1 T3B2 T3B3
Gambar 1. Rata-Rata Persentase Serangan Penyakit Moler Pada Tanaman Bawang Merah
Umur 14, 21, 28, 35 dan 42 HST
0
T0B0 T0B1 T0B2 T0B3 T1B0 T1B1 T1B2 T1B3 T2B0 T2B1 T2B2 T2B3 T3B0 T3B1 T3B2 T3B3
Gambar 2. Jumlah Persentase Serangan Penyakit Moler Per Perlakuan Pada Bawang
Merah
86
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
Tabel 2. Hasil uji beda rata-rata pengaruh biourine terhadap persentase serangan
penyakit moler umur 28, 35 dan 42 HST
UmurTanaman
No Perlakuan
28 HST 35 HST 42 HST
1 B0 8,40 a 15,35 ab 18,13 b
2 B1 10,37 ab 12,34 a 12,34 a
3 B2 21,94 c 32,70 c 38,59 d
4 B3 11,41 b 17,43 b 25,19 c
BNJ 5 % 1,99 3,34 3,80
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang
samamenunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Dari Tabel 2 menunjukkan perlakuan 3.2. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
biourine dengan dosis yang lebih rendah (B0 atau merah (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
kontrol dan B1), serangan penyakit moler lebih umbi per rumpun, bobot basah umbi per
rendah dibanding dengan perlakuan dengan dosis rumpun dan jumlah anakan per rumpun)
yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan unsur
nitrogen yang terkandung dalam Biourine. 3.2.1. Tinggi tanaman (cm)
Nitrogen yang tinggi menyebakan serangan yang Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
lebih tinggi. Menurut Sunarjono (2013), unsur interaksi T. koningii dan Biourine tidak
nitrogen merupakan unsur essensial yang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
berfungsi untuk sintesis asam amino pada bawang merah pada umur 14, 28 dan 42 HST pada
pertumbuhan tanaman, unsur nitrogen yang Tabel 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata
berlebihan menyebabkan tanaman rentan tinggi tanaman tertinggi dihasilkan oleh
terhadap penyakit, batang tanaman menjadi rapuh perlakuan T2B3 (dosis T. koningii 600 kg/ha dan
dan mudah patah, tanaman tidak kuat dan mudah Biourine 20.000 liter/ha).
roboh serta produksi bunga dan buah menurun. 3.2.2. Jumlah daun (helai)
Peningkatan kandungan karbohidrat dan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap interaksi T. koningii dan Biourine tidak
pola makan serangga dan serangan penyakit berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman
tanaman (Semangun, 1996). Curah hujan yang bawang merah pada umur 14, 28 dan 42 HST.
tinggi, kelembaban (RH) tinggi pada suhu yang Perlakuan aplikasi T. koningii tidak berpengaruh
rendah merupakan kondisi ideal pertumbuhan nyata pada umur 14, 28 dan 42 HST sedangkan
spora cendawan patogen (Rahmawati, 2012). pemberian Biourine juga tidak berpengaruh nyata
pada parameter jumlah daun pada umur 14, 28 dan
42 HST. Rata-rata jumlah daun umur 14, 28 dan 42
HST disajikan pada Gambar 4.
Tabel 3. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah Umur 14, 28 dan 42 HST.
Trichoderma (T) Biourine (B) Interaksi (TxB)
Parameter Umur (HST) Umur (HST) Umur (HST)
14 28 42 14 28 42 14 28 42
Tinggi Daun tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Jumlah Daun tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Parameter 60 60 60
Jumlah Umbi Per Rumpun tn tn tn
Bobot Basah Umbi Per Rumpun * tn tn
Jumlah Anakan Per Rumpun tn tn tn
Keterangan : * : Berpengaruh nyata
** : Berpengaruh sangat nyata
tn : Tidak berpengaruh
Gambar 4 menunjukkan bahwa rata-rata T3B2 (dosis T. koningii 700 kg/ha dan Biourine
jumlah daun terbanyak dihasilkan oleh perlakuan 15.000 liter/ha).
87
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
3.2.3. Jumlah umbi per rumpun berpengaruh nyata pada umur 60 HST sedangkan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian Biourine juga tidak berpengaruh nyata
interaksi T. koningii dan Biourine tidak pada parameter jumlah umbi per rumpun pada
berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per umur 60 HST. Rata-rata jumlah umbi per rumpun
rumpun tanaman bawang merah pada umur 60 umur 60 HST disajikan pada Gambar 5.
HST. Perlakuan aplikasi T. Koningii tidak
Gambar 3. Rata-Rata Tinggi Tanaman Bawang Merah Umur 14, 28 dan 42 HST
25
20
15 14 HST
10
28 HST
42 HST
5
0
T0B0 T0B1 T0B2 T0B3 T1B0 T1B1 T1B2 T1B3 T2B0 T2B1 T2B2 T2B3 T3B0 T3B1 T3B2 T3B3
Gambar 4. Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Bawang Merah Umur 14, 28 dan 42 HST
8 6.66 6.88
6.1 5.88 5.66 5.77 5.88
5.1 5.33 5.55 5.33 5.77 5.77
6 4.88 4.99
4.44
4
0
T0B0 T0B1 T0B2 T0B3 T1B0 T1B1 T1B2 T1B3 T2B0 T2B1 T2B2 T2B3 T3B0 T3B1 T3B2 T3B3
Gambar 5. Rata-Rata Jumlah Umbi Per Rumpun Bawang Merah Umur 60 HST
88
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
per rumpun umur 60 HST disajikan pada HST tertinggi diperoleh pada pelakuan aplikasi T.
Gambar6. koningii T3 (dosis 700 kg/ha).
Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot basah
umbi per rumpun tanaman bawang merah umur 60
Tabel 4. Hasil uji beda rata-rata pengaruh aplikasi T. koningii terhadap bobot basah umbi
per rumpun tanaman bawang merah umur 60 HST.
No Perlakuan Rata – Rata
1. T0 40,23 a
2. T1 42,15 a
3. T2 43,24 a
4. T3 51,90 b
BNJ 5% 7,18
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang samamenunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Gambar 6. Rata-Rata Bobot Basah Umbi Per Rumpun Bawang Merah Umur 60 HST
Gambar 6 menunjukkan bahwa rata-rata rumpun tanaman bawang merah pada umur 60
bobot basah umbi per rumpun tertinggi dihasilkan HST. Perlakuan aplikasi T. koningiitidak
oleh perlakuan T3B2 (dosis T. koningii 700 kg/ha berpengaruh nyata pada umur 60 HST sedangkan
dan Biourine 15.000 liter/ha). pemberian Biourine juga tidak berpengaruh nyata
3.2.5. Jumlah anakan per rumpun pada parameter jumlah anakan per rumpun pada
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa umur 60 HST. Rata-rata jumlah anakan per
interaksi T. koningii dan Biourine tidak rumpun tanaman bawang merah umur 60 HST
berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per disajikan pada Gambar 7.
0
T0B0 T0B1 T0B2 T0B3 T1B0 T1B1 T1B2 T1B3 T2B0 T2B1 T2B2 T2B3 T3B0 T3B1 T3B2 T3B3
Gambar7. Rata-Rata Jumlah Anakan Per Rumpun Bawang Merah Umur 60 HST
Gambar 7 menunjukkan bahwa rata-rata oleh perlakuan T3B3 (dosis T. koningii 700 kg/ha
jumlah anakan per rumpun terbanyak dihasilkan dan Biourine 20.000 liter/ha).
89
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
Pada awal pertumbuhan tanaman bawang matahari yang rendah sehingga proses fotosintesis
merah terserang penyakit busuk ujung daun yang untuk pembentukan umbi dan jumlah anakan
disebabkan oleh cendawan Altenaria porri pada menjadi terganggu. Curah hujan yang tinggi pada
umur 8 HST dan intensitasnya terus meningkat lokasi penelitian mengakibatkan lahan penelitian
hingga masa generatif pada umur 30 – 60 HST, ciri tergenang sebanyak dua kali yaitu pada umur 30
khas serangan cendawan A. porri yaitu ujung daun HST dan 50HST yang menyebabkan akar tanaman
menjadi berwana kuning dan mengering sehingga jenuh air dan dalam kondisi tercekam, tanaman
mempengaruhi pada pertumbuhan vegetatif daun bawang merah hanya mampu bertahan hidup
tanaman bawang merah. sehingga untuk proses pembentukan umbi
Pemberian Biourine dengan dosis tinggi menjadi terhambat. Kondisi semakin parah pada
menyebabkan tingkat serangan F. oxysporum umur 15 HST hingga mendekati umur 42 HST,
penyebab penyakit moler dan penyakit lainnya serangan penyakit moler mengalami peningkatan.
seperti antraknosa meningkat. Berdasarkan hasil Serangan utama penyakit moler yaitu pada dasar
analisis Laboratorium Dasar dan Analitik, umbi lapis bawang merah sehingga perlahan-
Universitas Palangka Raya, (2015), Biourine lahan tanaman akan mati. Penyakit moler
mengandung unsur nitrogen yang tinggi. Suhardi memiliki gejala daun menguning dan terpelintir
(1988) melaporkan bahwa pemberian pupuk dan menyerang pada bagian akar dan umbi lapis
dengan unsur nitrogen yang tinggi akan sehingga menyebabkan pertumbuhan akar dan
meningkatkan serangan A. porri. Konidium A. umbi terganggu dan mengganas pada musim
porri dapat disebarkan oleh angin dan penghujan (BPTP Yogyakarta, 2014). Pemberian
menginfeksi tanaman melalui stomata atau luka biourine kurang optimal di musim hujan.
yang terjadi pada tanaman dan kondisi lembab Menurut Kartasapoetra (1986), pengaruh-
pada musim penghujan (Semangun, 1996). pengaruh iklim (angin, cuaca, udara, kelembapan)
Kondisi mikroklimat saat penelitian, curah serta curah hujan yang tinggi dapat mempercepat
hujan yang tinggi, suhu rendah dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman, curah hujan
cahaya matahari rendah, menyebabkan proses yang tinggi menyebabkan pengikisan dan
fotosintesis pada tanaman bawang merah menjadi pencucian unsur hara di dalam tanah.
terhambat sehingga pertumbuhan bawang merah Pemberian agens hayati T. koningii dapat
tidak optimal. Angin kencang juga menyebabkan meningkatkan bobot basah umbi per rumpun
daun tanaman rusak dan tanaman menjadi rebah. bawang merah pada umur 60 HST. Hal ini diduga
Kelembapan yang tinggi mendukung karena adanya agens hayati T. koningiisebagai
perkembangan penyakit terutama cendawan F. antagonis dari cendawan patogen. Cendawan T.
oxysporum penyebab penyakit moler dan penyakit koningiiyang habitatnya di sekitar perakaran
lainnya seperti antraknosa. Selain penyakit tanaman di dalam tanah mampu memproteksi
terdapat serangan hama ulat grayak. umbi bawang merah sehingga umbi dapat
Pracaya (2003) menerangkan bahwa tanaman berkembang cukup baik walaupun dalam
bawang merah memerlukan sinar matahari penuh cekaman faktor alam dan serangan penyakit yang
untuk pertumbuhannya, kurangnya cahaya tinggi. Trichoderma sp merupakan salah satu
matahari untuk proses fotosintesis menyebabkan mikrobia (cendawan) yang secara alami ada di
pertumbuhan menjadi kurang optimal. dalam tanah, terutama di daerah perakaran
Meningkatnya penyakit moler pada tanaman tanaman (rhizosfer), tumbuh dengan cepat, dan
bawang merah disebabkan oleh perubahan iklim bersifat antagonistik terhadap cendawan patogen
yang tidak menentu, Serangan penyakit moler (Suwahyono, 2010).
akan semakin tinggi pada curah hujan tinggi dan Pemberian Biourine dapat menurunkan
kondisi lingkungan yang lembap (BPTP persentase serangan penyakit moler. Tingginya
Yogyakarta, 2014). kandungan kandungan Kalium dalam Biourine
Tidak terjadi interaksi antara pemberian dapat menekan serangan penyakit pada tanaman
agens hayati T. koningii dan Biourine terhadap bawang merah. Subandi (2013) menyatakan bahwa
parameter pengamatan jumlah umbi per rumpun, tanaman yang cukup K akan lebih tahan terhadap
bobot basah umbi per rumpun dan jumlah anakan serangan penyakit.
per rumpun bawang merah pada umur 60 HST. Wibowo (1999) menyatakan bahwa tanaman
bawang merah pada umur 60 HST. Hal ini diduga bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan
karena curah hujan yang tinggi, intensitas cahaya tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk
90
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
pertumbuhan tanaman bawang merah adalah untuk parameter bobot basah umbi per rumpun
antara 300-1500 mm/tahun dengan intensitas sinar diperoleh pada perlakuan T3 (dosis 700 kg/ha)
matahari penuh lebih dari 14 jam/hari dan suhu 3. Perlakuan pemberian biourine berpengaruh
yang ideal untuk penanaman bawang merah nyata terhadap parameter persentase serangan
adalah antara 25-30°C. Curah hujan yang tinggi penyakit moler pada umur 28, 35 dan 42 HST.
mengakibatkan tanaman bawang merah tidak Persentase serangan penyakit moler terendah
tumbuh dan berkembang dengan baik karena diperoleh pada perlakuan B1 (dosis 10.000
tergenang banyak air dan tidak dapat tumbuh liter/ha)
optimal. Intensitas cahaya matahari yang rendah
menghambat proses fotosintesis dan umbi bawang 4.2. Saran
merah akan terbentuk kecil sehingga menurunkan 1. Apabila dilakukan penelitian lanjutan pada
hasil dan produksi tanaman (Rukmana, 1994). tanaman bawang merah, disarankan
mempertimbangkan curah hujan, ketinggian
IV. PENUTUP tempat, suhu, intensitas cahaya, kelembapan,
4.1. Kesimpulan pengaturan drainase yang baik dan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat penggunaan varietas yang toleran terhadap
disimpulkan bahwa : hama penyakit maupun terhadap curah hujan
1. Interaksi perlakuan aplikasi T. koningii dan yang tinggi.
Biourine tidak berpengaruh nyata terhadap 2. Apabila dilakukan penelitian lanjutan
parameter persentase serangan penyakit moler, disarankan menggunakan aplikasi T.
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi per koningiiT3 (dosis 700 kg/ha) karenadapat
rumpun, bobot basah umbi per rumpun dan meningkatkan bobot basah umbi per rumpun.
jumlah anakan per rumpun. 3. Penggunaan Biourine dosis rendah B1 (dosis
2. Perlakuan aplikasi T. Koningii berpengaruh 10.000 liter/ha) dapat menurunkan serangan
nyata terhadap parameter bobot basah umbi per penyakit moler.
rumpun pada umur 60 HST.Hasil tertinggi
REFERENSI
Adijaya, I. N. 2008. Respon Bawang Merah terhadap Pemupukan Organik di Lahan Kering. Karya Ilmiah.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar. http://widyariset. pusbindiklat. lipi.
go.id/ index. php/ view File /220 /212. Diakses pada tanggal 12 Februari 2018.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2015.Empat Prinsip Dasar Dalam
PengendalianHamaPenyakitTerpadu.http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita
-terbaru/ 378-empat-prinsip-dasar-dalam-penerapan-pengendalian-hama-terpadu-pht.html.
Diakses 14 Februari 2018.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2014. Pengendalian Penyakit Moler dan Layu pada
Bawang Merah. ttp://yogya.litbang.pertanian.go.pengendalian-penyakit-moler-dan-layu-pada-
tanaman-bawang-merahaktual&Itemid=174sbje3 Diakses pada tanggal 15 Februari 2018
Dinas Perkebunan Kalimantan Timur.2014.Manfaat Trichoderma sp dan Cara Pembiakkannya.
http://disbun.kaltimprov.go.id/berita-692-manfaat-trichoderma-sp-cara-pembiakkannya.html.
Diakses 12 Februari 2018
Firmansyah, M.A. 2013. Palangka Raya, Kalteng : Program Bawang Merah Terkendala Mahalnya Bibit.
Sinar Tani. Edisi 17 – 23 Juli 2013. No. 3516. Tahun XLIV
Firmansyah, M.A., Musaddad, D., Liana, T., Mokhtar dan Yufdy. 2014. Uji Adaptasi Bawang Merah di
Lahan Gambut Pada Saat Musim Hujan di Kalimantan Tengah. Jurnal Hortikutura. Vol. 24,
No. 2
Harjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta
Kartasapoetra, A.G. 1986. Klimatologi Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Bina Aksara.
Jakarta
Pracaya, 2003. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Depok
Rahmawati, R.2012. Cepat dan Tepat Berantas Hama dan Penyakit Tanaman. Pustaka Baru
Press.Yogyakarta
91
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 1 (Mei 2019)
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Cetakan pertama. Yogyakarta.Gadjah mada
University Press
Subandi, 2013. Peran dan Pengelolaan Hara Kalium Untuk Produksi Pangan di Indonesia. Balai
Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada
tanggal 5 Januari 2006 di Lampung.
Suhardi, 1998. Jurnal Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta
Sunarjono, H.H. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta
Suryanto, W.A. 2010. Hama dan PenyakitTanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Kanisius,
Yogyakarta.
Suwahyono, U. 2010. Biopestisida Efektif Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar
Swadaya. Depok
Wibowo, S. 1999. Budidaya Bawang Putih,Bawang Merah,BawangBombay. Penebar Swadaya. Jakarta.
Zasmeli, S. 2011. Metode Penelitian dan Rancangan Percobaan. Universitas Tamansiswa. Padang
92