Anda di halaman 1dari 26

HEMATOLOGI II

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Hematologi II

oleh,
Nama : Dea Salsabila
NIM : 20120040
Kelas : TLM 2A

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BTH
TASIKMALAYA
2022
No Praktikum 01
Hari / Tanggal Jum’at / 22 April 2022
Judul Pemeriksaan Rumple Leed
Tujuan Untuk menguji ketahanan kapiler darah atau factor vaskuler
Prinsip Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan
tampak sebagai bercak kecil pada permukaan kulit (petechiae).
Dasar Teori Tes Rumple Leed, atau terkadang disebut tes torniquet, adalah
pemeriksaan klinis sederhana yang direkomendasikan WHO dalam
skrining awal pasien probable dengue. Pemeriksaan ini dapat
digunakan sebagai prediktor aktivitas hemostasis platelet,
mengukur tingkat kerapuhan kapiler, serta untuk mengevaluasi
adanya penurunan jumlah platelet dan fungsinya. Tes Rumpel Leede
juga terkadang disebut sebagai Hess test atau pemeriksaan
pembendungan. Rumple Leed test adalah pemeriksaan bidang
hematologi dengan melakukan pembendungan pada bagian lengan
atas selama 10 menit untuk uji diagnostic kerapuhan vaskuler dan
fungsi trombosit.
Alat dan Bahan Alat : - Sphygmomanometer
- Stetoskop
- Ballpoint
Prosedur Kerja Metode 1 :
1. Pasang sphygmomanometer pada pertengahan antara
tekanan sistolik +diastolik
tekanan sistolik dan diastolik.
2
2. Pertahankan pada tekanan tersebut selama 10 menit
3. Lepaskan ikatan dan tunggu samapi tanda statis hilang
4. Periksa adanya petechiae di kulit lengan bagian volar, pada
daerah dengan garis tengah 5 cm (kira-kira 4 cm dari lipatan
siku)
Metode 2 :
1. Pasang ikatan sphygmomanometer pada lengan atas dan
pump sampai tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik
pasien <100 mmHg, pump sampai tekanan ditengah-tengah
nilai sistolik dan diastolic.
2. Biarkan tekanan itu selama 10 menit (jika test ini dilakukan
sebagai lanjutan dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi).
3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda – tanda statis darah
hilang Kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit
pada lengan yang telah diberi tekanan tadi Kembali lagi
seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna
kulit pada lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).
4. Cari dan hitung jumlah petechie yang timbul dalam
lingkungan ergaris tengah 5 cm kira – kira 4 cm distal dari
fossa cubiti.
Hasil Pengamatan Nama : Nn. Dea salsabila
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil :
100+80 180
= = 90 mmHg
2 2
Ptechie (+3) : Ditemukan banyak petechie diseluruh permukaan PL
telapak muka tangan dan belakang.
Pembahasan Uji torniquet yang dikenal dengan pemeriksaan Rumple Leed
merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi
kelainan penyaring untuk mendeteksi kelainan system vaskuler dan
trombosit. Pada pemeriksaan rumple leed kemarin pasien nya yaitu
Nn. Dea dengan usia 19 tahun , dan berjenis kelamin perempuan
didapatkan hasil Petechie positif 3 yang berarti ditemukan banyak
petechie diseluruh permukaan PL telapak muka tangan dan
belakang. Petechie adalah ruam atau bintik - bintik kecil berwarna
merah atau ungu yang muncul pada kulit. Ruam merah biasanya
muncul di lengan, kaki, perut, dan bokong. Penyebab dari petechie
ini yaitu terjadi pada saat pembuluh darah kecil (pembuluh kapiler)
pecah. Tes rumple leed adalah memberika sejumlah tekanan
berdasarkan hasil tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan
pertama didapatkan sistol 100 mmHg dan diastol 80 mmHg setelah
itu hasilnya ditambahkan lalu dibagi 2 dan didapatkan hasil 90
mmHg, sehingga tekanan menggunakan tensimeter pada 90 mmHg
ditahan selama 10 menit, tetapi pada saat 5 menit pasien sudah
terlihat petechie nya sehingga dihentikan. Tes rumple leed ini
biasanya digunakan dalam skrining awal infeksi dengue, namun juga
bisa ditemukan positif pada trombositopenia, Rocky Mountain
spottes fever, meningococconemia. Pasien bisa dikatakan memiliki
gangguan kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak
sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang disebut
petechie.
Kesimpulan Dari hasil pengamatan diatas pada pemeriksaan Rumple Leed pada
pasien Nn. Dea Salsabila didapatkan hasil (+3) yang berarti
ditemukan banyak petechie diseluruh permukaan PL telapak tangan
dan belakang. Pasien bisa dikatakan banyak gangguan jaringan
trombosit atau kekurangan vitamin C.
Daftar Pustaka 1. Meysi Indriani, M. (2019). GAMBARAN PEMERIKSAAN
RUMPLE LEED PADA SUSPEK DEMAM BERDARAH DENGUE
(Doctoral dissertation, Stikes Perintis Padang).
2. Purwanto, P. (2012). Pemeriksaan Laboratorium Pada
Penderita Demam Berdarah Dengue.
3. https://www.alomedika.com/tindakan-medis/penyakit-
infeksi/tes-rumple-leede
No Praktikum 02
Hari / Tanggal Jum’at / 22 April 2022
Judul Pemeriksaan Bleeding Time / BT
Tujuan Menguji faktor vaskuler dan trombosit, untuk menegetahui waktu
yang diperlukan pada perdarahan buatan samapi tidak terjadi
perdarahan lagi.
Prinsip Setelah darah keluar, maka setiap tetesan darah di isap dengan
kertas saring setiap 30 detik.
Dasar Teori Waktu perdarahan merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
fungsi trombosit. Deskripsi tentang waktu perdarahan pertama kali
diperkenalkan oleh Milian seorang dokter Perancis pada tahun
1901. Pada tahun 1910 mulai dikenal metode Duke untuk
pemeriksaan waktu perdarahan dan kemudian dikenal metode lain
yang disebut metode Ivy. Metode Duke lebih mudah dan sederhana
untuk dilaksanakan dibanyak laboratorium tetapi tidak cukup
sensitif untuk mendeteksi kelainan hemostasis meskipun trombosit
berada dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan metode Ivy
memerlukan fasilitas yang lebih baik dan membutuhkan waktu yang
lebih banyak dalam pelaksanaannya, sehingga secara umum tidak
digunakan dalam pemeriksaan rutin laboratorium. Kedua metode
tersebut berbeda dalam pelaksanaannya.
Metode Duke, yaitu dengan membuat luka pada cuping telinga
menggunakan lancet. Cuping telinga dibersihkan terlebih dahulu
dengan menggunakan alkohol. Darah yang keluar dari lokasi
tusukan kemudian dicatat menggunakan kertas saring dengan jeda
waktu 30 detik. Tes berakhir jika sudah tidak ada darah lagi yang
menetes atau keluar. Waktu normal adalah 1-3 menit.
Metode IVY, yaitu pemeriksaan dilakukan dengan cara memberi
tekanan pada lengan atas dengan memasang manset tekanan
darah. Setelah itu, dibuat insisi kecil pada daerah fleksor lengan
bawah. Selama prosedur tekanan pada lengan atas dipertahankan
pada 40 mmHg. Pada keadaan normal, perdarahan akan berhenti
dalam waktu 3-8 menit.
Alat dan Bahan Alat : - Sphygmomano meter
- Lanset
- Stopwatch
Bahan : - Alkohol 70%
Prosedur Kerja Metode IVY :
1. Pasang sphygmomano meter pada 40 mmHg
2. Tusuk lengan bawah (3 jari dari lipatan siku) dengan lanset
3. Pada saat keluar darah, stopwatch dijalankan.
4. Teteskan darah yang keluar isap dengan kertas saring.
5. Jika darah sudah tidak keluar stopwatch dimatikan.
Metode Duke :
1. Bersihkan cuping telinga dengan alcohol 70%
2. Tusuk dengan blood lancet (kira – kira 2-3 mm)
3. Pada saat darah keluar stopwatch dijalankan
4. Teteskan darah yang keluar isap dengan kertas saring setiap
30 detik.
5. Jika darah sudah tidak keluar stopwatch dimatikan.
Hasil Pengamatan  Metode IVY
Nama : Nn. Rifa
Usia : 20 tahun
Hasil : 5 x 30 = 150 detik = 2 menit 30 detik
 Metode Duke
Nama : Nn. Dea
Usia : 19 tahun
Hasil : 5 x 30 = 3 menit 10 detik
Pembahasan Metode IVY
Waktu perdarahan (bleeding time atau BT) adalah uji laboratorium
untuk menentukan lamanya tubuh menghentikan perdarahan
akibat trauma yang dibuat secara laboratoris. Pemeriksaan ini
mengukur hemostatis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung
atas ketepat unaan cairan jaringan dalam memicu koagulasi, fungsi
pembuluh darah kapiler dan trombosit . prinsip pemeriksaan ini
adalh menghitung lamanya perdarahan sejak terjadinya luka kecil
pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard,
ada 2 teknik yang dapat digunakan yaitu teknik, yaitu teknik IVY dan
Duke. Masa perdarahan digunakan untuk menilai faktor – faktor
ekstravaskuler dari hemostasis (pembekuan darah). Waktu mulai
terjadinya perdarahan hingga terbentuk sumbat trombosit dan
vasokonstrinsik pembuluh darah sehingga darah berhenti mengalir,
disebut sebagai waktu perdarahan (Leeding Time). Pegukuran waktu
perdarahan untuk mengetahui respon vaskuler terhadap hemostasis
atau kemampuan pembuluh darah untuk kontraksi dan retraksi
serta peran sumbatan fibrin pada darah luka. Nilai normal masa
perdarahan denan metode IVY antara 1-7 menit. Perdarahan yang
berlangsung lebih dari 10 menit telah membuktikan bahwa adanya
suatu kelainan dalam mekanisme hemostasis. Setelah dibuktikan
bahwa masa perdarahan memanjang perlu mencari lebih lanjut
degan tes – tes lain dimana letaknya kelainan hemostasis, akan
tetapi perlu juga menyadari kemungkinan lain apabila masa
perdarahan melebihi 10 menit, yaitu tertsuknya 1 vena maka pada
pemeriksaan ini ulangilah pada lengan lain. Tusukan harus cukup
lama sehingga salah satu bercak darah ada kertas saring menjadi
berdiameter 5 mm atau lebih. Berdasarkan hasil praktikum yang
diperoleh, darah yang diserap setiap 30 detik pada kertas saring
terdapat 5 bercak darah. Dari hasil yang didapatkan bisa
disimpulkan pasien atas nama Nn. Rifa masa perdarahannya dalam
keadaan normal karena dari hasil yan didapat masa perdarahannya
2 menit 30 detik.
Metode Duke
pada praktikum kemarin dilakukan pemeriksaan Bleeding Time
(waktu perdarahan) menggunakan metode duke dan dilakukan
perlakuan standar pada daun telinga. Lamanya perdarahan sampai
darah berhenti dicatat sebagai waktu perdarahan. Sebelum
dilakukan penusukan pada cuping telinga agar darah menumpuk
pada area penusukan, area yang ditusuk harus di lap terlebih dahulu
mengguakan kapas alcohol untuk membunuh bakteri di daerah luka,
alcohol harus dibiarkan mongering karena akan mempengaruhi hasil
tes dengan menghambat proses pembekuan. Setiap 30 detik di isap
menggunakan kertas saring tetapi jangan menyentuh luka karena
akan merusak penbetukan benang – benang fibrin yang berfungsi
dalam penutpan luka. Di usap setiap 30 detik karena jika terlalu
lama dibiarkan dikhawatirkan luka tersebut akan mongering dan
proses pembekuan darah tidak diketahui. Kedalaman jarum minimal
3 mm agar lancet tepat tertusuk pada bagian pembuluh darah
kapiler, mengingat pembuluh darah kapiler merupakan pembuluh
darah terkecil. Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
pembuluh darah kecil saat melakukan penusukan, kedalaman jarum
kurang dari 3 mm, teknik penusukan yang keliru, serta kesalahan
pada saat melihat lamanya waktu pembekuan darah.
Waktu perdarahan yang lebih lama bisa terjadi Ketika fungsi normal
trombosit terganggu, atau jumlah trombosit yang rendah dalam
darah. Sebuah waktu perdarahan lebih lama dari normal dapat
menunjukkan bahwa salah satu dari beberapa kelainan hemostasis,
termasuk berat trombositopenia, difungsi trombosit cacat
pembuluh darah atau kelainan lainnya. Pemeriksaan tidak boleh
dilakukan apabila penderita sedang mengkonsumsi antikoagulan
atau anti nyeri aspirin, karena dapat menyebabkan waktu
perdarahan memanjang, pengobatatan harus ditunda selama 3-7
hari atau jika memungkinkan pasien di beritahu agar tidak
mengkonsumsi aspirin atau obt penghilang rasa nyeri tanpa resep
selama 5 ari sebelum pemeriksaan.
Kelebihan metode duke yaitu pasien tidak memerlukan persiapan
khusus sebelum pemeriksaan, tidak adanya bekas luka, sedangkan
kekurangannya yaitu kurang teliti dan kurang akurat karena tidak
dilakukan pembendungan, dipakai pada bayi dan anak kecil saja,
karena pembendungan menggunaka spighmonometer pada lengan
atas tidak mungkin atau susah dilakukan.
Kesimpulan Berdasarkan praktikum pemeriksaan masa perdarahan (Bleeding
Time) metode IVY dan Duke hasil yang didapatkan darah yang diisap
setiap 30 detik dengan menggunakan sertas saring terdapat 5
bercak pada metode IVY dan 5 bercak pada metode Duke, masa
perdarahan pasien Nn. Rifa yaitu 2 menit 30 detik, dan pada pasien
Nn. Dea yaitu 3 menit 10 detik yang berarti masih dalam keadaan
normal, karena nilai normal pemeriksaan Bleeding Time metode IVY
adalah 1-7 menit dan metode Duke 1-3 menit.
Daftar Pustaka 1. Setyono, K. C. (2009). PENGARUH KETOROLAK INTRAVENA
DAN DEKSKETOPROFEN INTRAVENA SEBAGAI ANALGESIA
PASCABEDAH TERHADAP WAKTU PERDARAHAN (Doctoral
dissertation, Medical faculty).
2. Sidrotullah, M. S. (2021). Efek Waktu Henti Pendarahan
(Bleeding Time) Daun Bandotan (Ageratum Conyzoides L.)
Pada Mencit (Mus musculus). Journal Syifa Sciences and
Clinical Research (JSSCR), 3(1), 37-44.
3. Lijaya, L. S., Adriatmoko, W., & Cholid, Z. (2014).
Perpanjangan Waktu Perdarahan pada Pemberian Perasan
Bawang Merah (Allium ascalonicum)(The Effect of Red Onion
Juice (Allium ascalonicum) to Prolongation of Bleeding
Time). Pustaka Kesehatan, 2(3), 542-546.
No Praktikum 03
Hari / Tanggal Jum’at / 13 Mei 2022
Judul Pemeriksaan Clotting Time (waktu pembekuan)
Tujuan Menguji faktor koagulasi jalur intrinsic serta untuk mengukur
lamanya waktu yang diperlukan oleh darah untuk membeku setelah
dikeluarkan dari tubuh dalam kondisi standar 37o C.
Prinsip Bila darah dikeluarkan dari pembuluh darah dan ditempatkan dalam
tabung reaksi, maka akan timbul pembekuan.
Dasar Teori Clotting Time adalah waktu yang diperlukan darah untuk membeku
atau waktu yang diperlukan saat pengambilan darah sampai saat
terjadinya pembekuaan darah. Hal ini menunjukan seberapa baik
platelet berintereraksi dengan dinding pembuluh darah untuk
membentuk pemebekuan darah. Thrombin waktu membandingkan
tingkat pasien pembentukan gumpalan dengan sampel dari normal
plasma dikumpulkan. Clotting Time adalah waktu yang diperlukan
darah untuk membeku atau waktu yang diperlukan saat
pengambilan darah sampai saat terjadinya pembekuan, dalam tes
ini hasilnya menjadi ukuran aktifitas factor – factor pembekuan
darah, terutama factor – factor yang membentuk tromboplastin dan
factor yang berasal dari trombosit. Bekuan mulai terbentuk dalam
15 – 30 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1 – 2
menit bila traumanya kecil.
Pengambilan darah vena, yang diambil dari vena median cubital,
pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak
dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada patokan
saraf besar. Terdapat 3 kelompok dalam factor pembekuan darah,
yaitu kelompok fibrinogen, kelompok protrombin, dan kelompok
kontak. Kelompok fibrinogen terdiri dari faktor I, V, VIII, dan XIII,
Kelompok prothrombin terdiri dari faktor II, VII, IX, dan X. Kelompok
kontak terdiri dari faktor XI, XII. Waktu antara penambahan
thrombin dan pembentukan gumpalan dicatat sebagai Clotting
Time.
Alat dan Bahan Alat : 1. Stopwatch
2. Tabung reaksi
3. Lancet
4. Tabung kapiler
5. Objek glas
Bahan : 1. Darah
Prosedur Kerja Metode Lee and White :
1. Ambil darah vena 3 ml, begitu darah masuk semprit
stopwatch dijalankan.
2. Masukan darah ke tabung 1,2 dan 3
3. Lihat adanya bekuan pada tabung 3 (setiap 30 detik dengan
cara tabung dimiringkan)
4. Lihat adanya bekuan pada tabung 3 (setiap 30 detik dengan
cara tabung dimiringkan)
5. Bila sudah beku amati tabung 2 lalu tabung 1
6. Jika tabung 1 sudah beku stopwatch dimatikan.
Metode Kapiler :
1. Tusuk lancet pada ujung jari, pada saat darah keluar
stopwatch dijalankan.
2. Isap darah dengan tabung kapiler sapai ¾ bagian.
3. Patahkan / miringkan tabung kapiler setiap 30 detik.
4. Jika sudah tidak bergerak stopwatch dimatikan.
Metode Objek glass :
1. Tusuk ujung jari degan lancet, pada saat darah keluar
stopwatch dijalankan.
2. Teteskan darah pada objek glass sebanyak 2 tetes (diameter
5 mm)
3. Tiap 30 detik ujung jarum digerakan ke atas pada tetes
pertama sampai terbentuk fibrin.
4. Lakukan cara yang sama pada tetes yang kedua.
5. Jika pada tetes kedua sudah terbentuk fibrin, stopwatch
dimatikan dan waktu tersebut dihitug sebagai waktu
pembekuan.
Hasil Pengamatan Metode Lee and White :
1. Tabung 3 : 04.00 menit
2. Tabung 2 : 03.30 menit
3. Tabung 1 : 03.30 menit
Metode kapiler : 03. 30 menit
Metode objek glass :
1. Tetesan 1 : 03.30 menit
2. Tetesan 2 : 04.00 menit
Pembahasan Clotting Time adalah waktu yang diperlukan darah untuk membeku
atau waktu yang diperlukan saat pengambilan darah sampai saat
terjadinya pembekuan. Waktu yang dihitung yaitu waktu yang
diperlukan untuk darah menggumpal dalam tabung kaca ukuran
dari system koagulasi intrinsic. Dalam metode lee and white darah
dalam tabung reaksi dipertahankan pada suhu konstan dan
diperiksa secara teratur sampai pembekuan terjadi, tes dapat juga
dilakukan dalam tabung kapiler atau dengan objek glass. Metode
dengan tabung kapiler disebut juga waktu koagulasi, kurang
sensitive dan sekarang lebih sering digunakan daripada waktu
kagulasi yang diaktifkan. Waktu pembekuan Lee and White
digunakan 3 tabung masing – masing berisi 1 ml darah lengkap.
Waktu dijalankan pada saat darah keluar pertama kali dari spuit,
karena pada saat itulah darah mulai kontak dengan permukaan
benda asing. tabung pertama yang diisi oleh darah yaitu tabung ke
3, 2, dan 1. Tabung - tabung 3 secara hati - hati dimiringkan setiap
30 detik untuk meningkatkan kontak antara darah dan permukaan
kaca untuk melihat kapan pembekuan terjadi. setelah darah pada
tabung ke 3 membeku, dilihat tabung ke 2 lalu tabung ke 1 apakah
sudah membeku atau belum. Apabila pada setiap tabung sudah
membeku maka stopwatch dimatikan. Tes ini menjadi sempurna
jika tabung yang digunakan diberi lapisan silicon. Masa pembekuan
darah lengkap dengan memakai tabung berlapis silicon jauh lebih
Panjang daripada nilai normal. Pada metode Lee and White ini
pasiennya adalah Nn. Sita dengan usia 20 tahun dan ddapatkan hasil
pada tabung ketiga 04.00 menit, tabung 2 03.30 menit dan tabung 1
03.30 menit, bisa dikatakan normal karena nilai normal dari metode
ini adalah 5 – 11 menit.
Metode yang kedua ada metode kapiler, darah yang diambil dari
ujung jari tengah menggunakan lancet pada saat pertama darah
keluar maka segera nyalakan stopwatch, lalu darah derah dengan
tabung kapiler diisap sampai dengan ¾ bagian, lalu tabung kapiler
patahkan atau dimiringkan setiap 30 detik, jika sudah tidak bergerak
stopwatch dimatikan. Pada metode ini dengan pasien Nn. Rima
dengan uasia 20 tahun didapatkan hasil yaitu 03.30 menit hasilnya
bisa dikatakan normal karena nilai normalnya adalah 3 – 7 menit.
Metode ketiga yaitu metode objek glass. Darah diteteskan pada
bagian kiri dan kanan objek glas masing – masing 1 tetes, lalu dikail
– kalil menggunakan spuit hingga terbentuk benang – benang fibrin.
Setelah terjadi benang fibrin stopwatch dimatikan. Nilai normal
darah membeku pada metode objek glas adalah 2 – 6 menit. Pada
pasien Nn. Syahidah didapatkan hasil pada tetesan pertama yaitu
03.30 menit dan pada tetesan kedua yaitu 04.00 menit dan dapat
dikatakan normal. Pembekuan pada metode ini lebih cepat karena
darah akan lebih cepat membeku dari pada metode Lee and White.
Darah akan kontak seluruhnya pada permukaan objek glas, selain
itu objek glas juga memiliki permukaan yang lebih besar .
kebersihan objek glas harus diperhatikan karena jika kotor akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan, waktu dapat memanjang
ataupun memendek.
Kesimpulan Dari hasil pemeriksaan Clotting time dapat disimpulkan bahwa
Clotting time adalah waktu yang diperlukan darah untuk membeku
atau waktu yang diperlukan saat pengambilan darah sampai saat
terjadinya pembekuan. Pada metode Lee and White, Kapiler dan
Objek glas semua hasil dikatakan normal karena sesuai dengan nilai
normal yang sudah ditentukan.
Daftar Pustaka 1. Menantika, D. (2018). Potensi daun Tekelan (Chromolaena
odorata) terhadap hasil pembekuan darah metode clotting
time (Lee and White). Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Semarang, Indonesia.
2. Rochmah, S., Ariyadi, T., & Sukeksi, A. Perbedaan Waktu
Pembekuan Darah Kapiler dan Vena pada Ibu Hamil
Trimester III.
3. Nurul Amelia, A. (2019). GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN
DARAH RUTIN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI RSUD M.
NATSIR KOTA SOLOK (Doctoral dissertation, Stikes Perintis
Padang).
4. https://hellosehat.com/kelainan-darah/pemeriksaan-ct-bt/
No Praktikum 04
Hari/Tanggal Jum’at / 13 Mei 2022
Judul Pemeriksaan Osmotic Fragility
Tujuan Untuk mengetahui tidak indek ketahanan eritrosit terhadap larutan
hipotonik.
Prinsip Eritrosit dimasukan kedalam berbagai pengenceran larutan
NaCl0,5% sehigga membengkak dan hemolisis.
Dasar Teori Fragilitas osmotik merupakan salah satu metode untuk meneliti
keadaan membran eritrosit. Pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit
digunakan untuk mengukur resistensi eritrosit yang mengalami
hemolisis saat dipaparkan pada berbagai tingkat konsentrasi larutan
salin hipotonis. Larutan hipotonis yang digunakan untuk
pemeriksaan fragilitas osmotik, yaitu NaCl dengan berbagai tingkat
konsentrasi dari konsentrasi 0,1–1%. Ketika eritrosit terpapar oleh
lingkungan yang hipotonis air akan masuk ke dalam sel dan
menyebabkan sel tersebut mengalami pembengkakan dan akhirnya
lisis.
Pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis kelainan membran eritrosit contohnya
spherosistosis herediter, anemia defisiensi besi, dan thalasemia.
Thalasemia merupakan penyakit herediter, sehingga diperlukan
skrining dan diagnosis yang tepat bagi penderitanya. Skrining
tersebut biasanya dilakukan pada anak yang masih sekolah, yaitu 15
sampai 16 tahun, skrining kepada mahasiswa untuk mendeteksi
karir, sebelum melakukan pernikahan, dan kepada pembawa yang
diketahui. Darah yang akan diperiksa untuk pemeriksaan fragilitas
osmotik eritrosit tidak boleh dalam keadaan beku, oleh karena itu
digunakan antikoagulan. Antikoagulan yang biasa dipakai, yaitu
ethylenediaminetetra-acetic-acid (EDTA), heparin, natrium sitrat,
dan oksalat. Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan fragilitas
osmotik eritrosit, yaitu darah dengan antikoagulan heparin, tetapi
tidak disebutkan mengenai penggunaan antikoagulan EDTA. Heparin
jarang digunakan dalam pemeriksaan hematologi karena harganya
relatif mahal dan dapat memengaruhi hasil dari pemeriksaan
apusan darah tepi. Antikoagulan EDTA menghambat proses
pembekuan dengan mengikat ion kalsium dalam darah.
Alat dan Bahan Alat : Tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes
Bahan : NaCl 0,5 %, aquades, darah (+EDTA)
Prosedur Kerja 1. Tambahkan NaCl 0,5% kedalam 12 tabung dengan volume
tabung yang berbeda tiap tabung : 25 tetes, 24 tetes, 23
tetes, sampai dengan 14 tetes.
2. Tambahkan aquadest masing – masing 0 tetes, 1, 2, 3,
sampai dengan 25 tetes
3. Sehingga konsentrasinya 0,50% ; 0,48%, sampai dengan
0,28%
4. Tambahkan ke tiap tabung 1 tetes darah (+EDTA)
5. Kocok dan biarkan 2 jam pada suhu kamar.
Hasil Pengamatan

Pembahasan Tes fragilitas osmotik atau osmotic fragility test (OFT) bertujuan
mengetahui kemampuan dinding eritrosit untuk bertahan terhadap
lisis pada saat eritrosit dimasukkan ke dalam larutan hipotonis.
Berdasarkan osmolalitas (konsentrasi) cairan, air secara normal
akan mengalami pertukaran antara cairan ekstraseluler dan sel. Tes
fragilitas osmotic juga merupakan pengukuran kemampuan eritrosit
untuk menyerap cairan tanpa mengalami lisis. Pemeriksaan ini
dilaksanakan untuk membantu diagnosis banding ebberapa jenis
anemia yang mana sifat fisik eritrosit berubah. Faktor primer yang
mempengaruhi tes fragilitas osmotic adalah sel yang tergantung
pada volume, luas permukaan membrane dan kondisi fungsional
membrane sel eritrosit. Cairan eritrosit dan plasma memiliki
konsentrasi ionik yang sama, yaitu isotonik. Osmotik terjadi ketika
ada ketidakseimbangan salah satu cairan tersebut. Cairan mengalir
dari konsentrasi yang lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi.
Bila eritrosit berada dalam larutan hipotonis maka cairan yang kadar
konsentrasinya lebih rendah dari konsentrasi plasma / serum
normal akan mengalir ke dalam eritrosit. Hal ini dapat
menyebabkan pembengkakan dan akhirnya eritrosit tersebut
mengalami ruptur. Pada pemeriksaan ini eritrosit dimasukkan dalam
larutan salin dengan konsentrasi yang berbeda.
Pada peningkatan fragilitas osmotik, eritrosit umumnya berbentuk
sferikal, sedangkan pada penurunan fragilitas, eritrosit berbentuk
tipis dan rata. Nilai fragilitas osmotik meningkat pada sferositosis
herediter, anemia hemotlitik autoimun (AIHA), inkompatibiltas ABO
dan Rhesus, penyakit hemoglobin C, leukemia limfositik kronis,
toksisitas obat zat kimia dan luka bakar. Sedangkan fragilitas akan
menurun pada talasemia mayor, talasemia minor, anemia,
polisitemia vera, pasca splenektomi dan nekrosis hati.
Kesimpulan Tes fragilitas osmotik atau osmotic fragility test (OFT) bertujuan
mengetahui kemampuan dinding eritrosit untuk bertahan terhadap
lisis pada saat eritrosit dimasukkan ke dalam larutan hipotonis.
Berdasarkan osmolalitas (konsentrasi) cairan, air secara normal
akan mengalami pertukaran antara cairan ekstraseluler dan sel.
Fragilitas osmotik merupakan salah satu metode untuk meneliti
keadaan membran eritrosit. Pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit
digunakan untuk mengukur resistensi eritrosit yang mengalami
hemolisis saat dipaparkan pada berbagai tingkat konsentrasi larutan
salin hipotonis.
Daftar Pustaka 1. Virgiati, V., & Susanti, A. L. (2017). Perbedaan Fragilitas
Osmotik Eritrosit Setelah Penyimpanan 2 Jam, 4 Jam, Dan 6
Jam.
2. Aliviameita, A. (2017). Modul Praktikum Hematologi
1. Umsida Press, 1-32.
3. Gugun, A. M., & Sukorini, U. (2004). Profil Pemeriksaan
Fragilitas Osmotik Eritrosit di RS. Dr. Sardjito. Mutiara
Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 4(2), 86-96.
No Praktikum 05
Hari/Tanggal Jum’at / 27 Mei 2022
Judul Pemeriksaan Pemeriksaan Fibrinogen
Tujuan Untuk mengukur jumlah fibrinogen dalam darah pasien.
Prinsip Fibrinogen bila dipanaskan sampai 56oC akan mengendap
sedangkan factor – factor lain dalam plasma tidak.
Dasar Teori Fibrinogen merupakan glikoprotein tertentu yang terlarut dan dapat
ditemukan di dalam plasma, dengan berat molekul 340 kDa.sebagai
factor pemebekuan, fibrinogen merupakan komponen utama dalam
system koagulasi dan merupakan precursor fibrin. Fibrinogen
merupakan salah satu factor pembekuan yang dapat meningkat ke
pembekuan dan dapat juga sebagai petanda inflamasi. Peningkatan
tingkat plasma fibrinogen merupakan salah satu kebahayaan untuk
tejadi strok iskemik. Fibrinogen merupakan protein fase akut
dimana kadarnya akan meningkat sebagai respon terhadap
terjadinya infeksi, peradangan, stress, tindakan bedah, trauma dan
nekrosis jaringan, akibat peningkatan kadar fibrinogen ini akan
menyebabkan peningkatan viskositas plasma dan peningkatan
aggregasi trombosit serta aggregasi eritrosit. Kadar fibrinogen yang
tinggi berhubungan dengan proses aterosklerosis dan juga
dilaporkan pada pasien dengan coronary heart disease, peripheral
vascular disease dan carotid stenosis. Fibrinogen telah dikenal
secara luas sebagai faktor resiko independen untuk penyakit
jantung koroner, bersama- sama dengan faktor resiko
kardiovaskular yang lain serta memiliki hubungan dengan penyakit
vaskular dan merokok.
Fibrinogen adalah protein globulin berukuran besar yang stabil
(berat molekul 341,000) fibrinogen adalah prekursor fibrin yang
menghasilkan bekuan ketika fibrinogen beriaksi dengan trombin,
dua peptida memisakan diri dari molekul fibrinogen, menghasilkan
fibrin monomer . Fibrinogen trombin – fibrin monomer – bekuan
fibrin.
Alat dan Bahan Alat : - Mikrotube
- Microsentrifuge
- Waterbath
- Hematocrit calculator
Bahan : - Darah vena
- Anti koagulan
- Creatoseal
Prosedur Kerja Heath Method (Semikuantitatif)
1. Ambil darah sekitar 2 cc dan tambahkan antikoagulan sitrat
2. Ambil plasma dengan microtube sampai ¾ nya.
3. Tutup dengan creatoseal
4. Panaskan sampai 56oC pada waterbath selama 15 menit
5. Sentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit.
6. Endapan yang terjadi dihitung dengan kalkulator hematokrit.
7. Dihitung persen dari endapan terhadap volume plasma.
Perhitungan : Misalnya didapat 2,5% jumlah fibrinogen, maka
hasilnya 2,5 X 100 mg% = 250 mg%
Hasil Pengamatan

4 x 100 mg % = 400 mg %

Pembahasan Pembekuan darah memiliki reaksi berdasarkan perubahan protein


plasma yang larut, dimana terjadi pembentukan fibrin yang tidak
larut dari fibrinogen. Inisiasi proses koagulasi dapat terjadi melalui
salah satu dari jalur satu dari dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan
jalur intrinsik. Terlepas dari jalur mana yang merupakan proses
awal, dua jalur tersebut akan menyatu akan menjadi jalur bersama
merupakan jalur akhir. Hasil dari proses ini merupakan perubahan
faktor koagulasi terlarut yang beredar membentuk bekuan fibrin
menyerupai agar-agar dengan sel darah yang terperangkat,
sehingga terbentuk bekuan setelah perbaikan jaringan yang rusak,
maka sebagian gumpalan itu akan memusnakan oleh system
fagositik monokuler. Fibrinogen atau factor I adalah protein plasma
yang berperan penting dalam pembekuan daeah. Fibrinogen bisa
diberikan untuk mengatasi perdarahan yang hebat akibat cedera,
DIC, atau kelainan kongenital, seperti afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia.
Dari hasil pengamatan diatas pada sampel X dengan usia 20 tahun
didapatkan hasil yang normal karena hasilnya pas pada nilai normal
yaitu 400 mg%, sedangkan nilai normalnya yaitu 200 – 400 mg%.
sehingga pasien tidak mengalami gangguan pada kemampuan
pembekuan darah, jika nilai fibrinogen rendah maka pasien memiliki
kondisi Afibrinogenemia (penyakit bawaan lahir yang menyebabkan
gangguan pembekuan darah).
Fibrinogen merupakan protein fase akut dimana kadar fibrinogen
akan meningkat sebagai respon terhadap terjadinya infeksi,
peradangan, stress, Tindakan bedah, trauma dan nekrosis jaringan,
akibat peningkatan kadar fibrinogen ini akan menyebabkan
peningkatan viskositas plasma dan peningkatan aggregasi trombosit
serta agregasi eritrosit. Fibrinogen merupakan salah satu faktor
pembekuan, yang dapat meningkat ke pembekuan dan dapat juga
sebagai petanda inflamasi. Peningkatan tingkat plasma fibrinogen
merupakan salah satu kebahayaan untuk terjadi strok iskemik.
Peningkatan fibrinogen plasma dan kondisinya yang menetap
merupakan suatu factor risiko yang independent pada peningkatan
risiko penyakit arteri coroner, stoke, dan penyakit vaskuler perifer.
Peningkatannya berkorelasi dengan kejadian dan tingkat keparahan
penyakit vaskular perifer, luasnya nekrosis miokard, dan kejadian
stoke.
Kesimpulan Fibrinogen atau faktor I adalah protein plasma yang berperan
penting dalam pembekuan daeah. Fibrinogen bisa diberikan untuk
mengatasi perdarahan yang hebat akibat cedera, DIC, atau kelainan
kongenital, seperti afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia.
Fibrinogen merupakan glikoprotein tertentu yang terlarut dan dapat
ditemukan di dalam plasma, dengan berat molekul 340 kDa.
Dari hasil pemeriksaan fibrinogen dapat disimpulkan bahwa pada
sampel pasien X dengan usia 20 tahun didapatkan hasil yang normal
karena hasilnya 400 mg% sedangkan nilai normalnya yaitu 200 –
400 mg%.
Daftar Pustaka 1. Sudrajat, D. G., Atmakusuma, D., Alwi, I., & Harimurti, K.
(2014). Perubahan Kadar Fibrinogen Plasma dan Korelasinya
dengan Perubahan Kadar hs-CRP dan Aktivitas Fibrinolisis
pada Sindroma Koroner Akut. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 1(1), 31-40.
2. Dalimunthe, H. S., Aman, A. K., & Anwar, Y. (2018).
FIBRINOGEN DAN TRANSCRANIAL DOPPLER DI STROK
ISKEMIK AKUT (Fibrinogen and Transcranial Doppler in Acute
Ischemic Stroke). INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL
PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY, 21(3), 280-284.
3. Ritarwan, K., & Yenita, Y. (2017). Nilai Prognostik Parameter
Fibrinogen dan Uji Reliabilitas terhadap Outcome Stroke
Iskemik Akut. Buletin Farmatera, 2(2), 56-66.
No Praktikum 06
Hari/Tanggal Jum’at / 27 Mei 2022
Judul Pemeriksaan Rekrasi Bekuan
Tujuan Menguji fungsi trombosit, jumlah fibrinogen dan PCV
Prinsip Bila darah dalam tabung membeku, maka seluru darah akan
memadat dan serum akan diperas keluar dari bekuan sehingga
bekuan menjadi kenyal.
Dasar Teori Pemeriksaan retraksi bekuan adalah pemeriksaan untuk
mengetahui fungsi trombosit. Prinsip pemeriksaan retraksi bekuan
adalah darah dibiarkan membeku di dalam tabung berskala dan
volume serum diukur yang dinyatakan dalam persen. Pada keadaan
normal jumlah serum tersebut 40–60%. Apabila nilai retraksi
bekuan seseorang dalam batas normal membuktikan bahwa fungsi
trombosit tersebut normal. Retraksi bekuan di tentukan oleh
banyak faktor seperti kadar fibrinogen , jenis permukaan yang
bersentuhan dengan darah beku , dan faktor lain dalam serum yang
mengajukan retraksi.
Trombosit diperlukan untuk terjadinya retraksi bekuan. Oleh sebab
itu kegagalan pada proses retraksi merupakan tanda bahwa jumlah
trombosit yang beredar pada proses retraksi merupakan tanda
bahwa jumlah trombosit yang beredar dalam darah adalah kurang.
Mikrograf electron dari trombosit dalam bekuan darah
memperlihatkan bahwa trombosit – trombosit tersebut melekat
pada benang – benang fibrin sebenarnya dengan cara mengikat
benang – benang itu sehingga menjadi satu. Selain itu, trombosit
yang terperangkap dalam bekuan terus melepaskan zat – zat
prokoagulan, salah satu di antaranya ialah faktor pemantapan fibrin
yang menyebabkan terjadinya ikatan – ikatan silang antara benang
– benang fibrin yang berdekatan.
Alat dan Bahan Alat : 1. Tabung sentrifuge
2. Spuit
3. Lidi
Bahan : 1. Darah
Prosedur Kerja 1. Ambil darah vena sebanyak 5 ml
2. Masukkan kedalam tabung sentrifuge berskala.
3. Masukkan sebatang lidi kedalam tabung tersebut.
4. Biarkan pada suhu kamar selama 2 jam.
5. Lepaskan bekuan darah dengan cara mengangkat lidi.
6. Catat volume serum.
Volume cairan serum
7. Perhitunga : x 100 %
volume selruh darah
Hasil Pengamatan V . Serum
x 100 %
Seluruh darah

2 X 100% = 40%
5

Pembahasan Darah dalam tabung akan memadat bila berada di dalam tabung
yang mulai membeku, dan bekuan akan mengecil. Serum akan
diperas keluar dari bekuan, sehingga akhirnya hanya eritrosoit saja
yang terperangkap didalam massa fibrin. Hal ini disebut dengan
retraksi bekuan, dan trombosit berperan dalam proses ini. Sehingga,
kecepatan proses bekuan secara kasar dapat menunjukkan apakah
trombosit adekuat atau tidak.
Bekuan yang normal secara perlahan – lahan akan dilepaskan dari
dinding tabung reaksi, dan kemudian diinkubasi pada suhu 37° C.
Retraksi bekuan terjadi hingga tinggal separuh dari ukuran semula
yang berlangsung dalam waktu 2 jam. Hasilnya berupa suatu
bekuan fibrin yang kenyal, berbentuk silinder yang mengandung
eritrosit, dan terpisah dari serum.
Dari hasil pengamatan diatas pada sempel pasien X dengan usia 20
tahun didapatkan hasil 40%, dikatakan normal karena nilai
normalnya adalah 40 – 60%, sehingga pasien tidak ada gangguan
pada fungsi trombositnya.
Suhu inkubasi berhubungan dengan waktu yang diperlukan dalam
pemeriksaan retraksi bekuan, semakin tinggi suhu maka waktu yang
diperlukan lebih singkat. Suhu 37° C merupakan suhu stabil dalam
tubuh, sedangkan untuk suhu inkubasi dengan menggunakan suhu
ruang merupakan alternatif lain dalam pemeriksaan retraksi bekuan
tanpa penggunaan alat. Seluruh fibrinogen dan sebagian faktor –
faktor pembekuan yang lain dikelurkan setelah cairan serum
teperas dari bekuan. Sehingga bekuan akan menciut setelah proses
tersebut.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi retraksi bekuan yaitu
kadar fibrinogen, faktor – faktor pembekuan dalam serum darah,
dan jenis permukaan yang bersentuhan dengan darah beku.
Kesimpulan Pemeriksaan retraksi bekuan adalah pemeriksaan untuk
mengetahui fungsi trombosit. Prinsip pemeriksaan retraksi bekuan
adalah darah dibiarkan membeku di dalam tabung berskala dan
volume serum diukur yang dinyatakan dalam persen.
Dari hasil pemeriksaan retraksi bekuan dapat disimpulkan bahwa
pada sampel pasien X dengan usia 20 tahun didapatkan hasil yang
normal karena hasilnya 40% sedangkan nilai normalnya yaitu 40 –
60%.
Daftar Pustaka 1. Manik, S. E. (2020). Modul Praktek Patologi Klinik III.
2. Sunarto, S. Aspek-AspekPenyakit Perdarahan Dalam Praktek
Pada Anak. Journal of the Medical Sciences (Berkala Ilmu
Kedokteran), 13(02).
3. Safitri, R. (2021). KOMPARASI URUTAN PENGISIAN TABUNG
NATRIUM SITRAT 3, 2% PADA PENGAMBILAN DARAH
SISTEM VACUTAINER TERHADAP NILAI PPT (PLASMA
PROTHROMBIN TIME) (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).
No Praktikum 07
Hari/Tanggal Jum’at / 3 Juni 2022
Judul Pemeriksaan Prothombin Time / PT
Tujuan Menentukan aktifitas faktor – faktor pembekuan jalur ekstrinsik dan
jalur Bersama (prothrombin, F V, F VII DAN F X)
Prinsip Tromboplastin jaringan (faktor ekstrinsik dan ion Ca2+) ditambahkan
kedalam plasma sitrat kemudian diukur lamanya waktu yang
diperlukan terbentuknya fibrin.
Dasar Teori Prothrombin time (PT) adalah uji lama waktu pembekuan darah di
alur keluaran (extrinsic pathway) dan alur bersama (common
pathway). Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan
perdarahan dan untuk menilai pengobatan yang dilakukan untuk
mencegah perdarahan. Pemeriksaan PT dan aPTT merupakan
pemeriksaan penghentian perdarahan/hemostasis yang rutin
terutama bagi pasien prabedah. Trombin adalah suatu enzim
proteolitik yang memiliki potensi dasar dengan diskriminasi yang
relatif kecil. Jumlah trombin yang terbentuk dari satu militer plasma,
apabila dibebaskan secara bersama-sama diseluh sirkulasi, dapat
menggumpalkan keseluruhan aliran darah. Di bawah kondisi
hemostatik normal, hanya sejumlah kecil trombin yang terbentuk
setiap saat. Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin
juga meningkatkan reaksi pembebasan trombosit seperti dijelaskan
di atas, dan memperkuat pengaktifan faktor V dan faktor VIII serta
faktor IX.
Pemeriksaan PT (Prothrombin Time) juga sering dipakai untuk
memantau efek pemberian antikoagulan oral. Pemberian kepekaan
reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan
menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium
yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH
(International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH
(International Comitte for Standardization in Haematology)
menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan
harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan
untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga
dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkan secara seragam
dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu
rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin.
Menstandarkan nilai PT (Prothrombin Time) antar laboratorium.
Digunakan untuk memantau penggunaan warfarin.
Alat dan Bahan Alat : 1. Tabung reaksi
2. Stopwatch
3. Mikro pipet
4. Ose
Bahan : 1. Plasma sitrat
2. Reagen OBT
Prosedur Kerja 1. Masukan reagen OBT (Ortho Brain Tromboplastin) kedalam
tabung, inkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit.
2. Masukkan 100 µl plasma sitrat kedalam tabung reaksi,
inkubasi pada suhu 37oC dalam waterbath selama 2 menit,
tambahkan 200 µl reagen OBT, jalankan stopwatch
3. Aduk dengan ose, hentikan stopwatch jika sudah terbentuk
fibrin.
4. Lakukan hal yang sama untuk control (Ortho Plasma
Coagulation Control).
Hasil Pengamatan Hasilnya memanjang lebih dari nilai normal.

Pembahasan Pemeriksaan Prothrombin Time merupakan tes untuk menyaring


adanya kelainan proses pembekuan darah pada jalur ekstrinsik
(faktor VII) dan jalur Bersama (Faktor X, V, Protrombin dan
Fibrinogen). Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur lamanya
waktu pembentukan fibrin dari sampel plasma sitrat yang
ditambahkan tromboplastin jaringan dan ion kalsium dalah suhu 37 o
C. Protrombin merupakan faktor II dari faktor koagulasi dan
disintesis oleh hati. Protrombin adalah prekursor tidak aktif dalam
proses pembekuan, dan diubah menjadi trombin karena aksi
tromboplastin yang diperlukan untuk membentuk bekuan darah.
Pemeriksaan masa protrombin (PT) berfungsi untuk mengukur
kemampuan pembekuan faktor I (fibrinogen), II (protrombin), V, VII
dan X. Rekalsifikasi dari plasma dengan adanya faktor jaringan
menimbulkan aktivasi faktor X, akibatnya membentuk trombin dan
berakhir menjadi bekuan fibrin. Jika hasil PT memanjang maka
penyebabnya kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur
ekstrinsik dan bersama atau adanya inhibitor pada penanganan
terhadap obat-obat antikoagulan oral, penyakit hati dan defisiensi
vitamin K. Perubahan faktor V dan VII akan memperpanjang masa
protrombin selama 2 detik atau 10% dari nilai normal. Hasil
pemeriksaan masa protrombin akan memanjang pada penyakit hati
karena sel hati tidak bisa menyintesis protrombin.
Dari hasil pemeriksaan PT didapatkan hasil yang memanjang karena
lebih dari waktu batas normal yaitu 11 – 14 detik, waktu yang
memanjang karena reagen yang digunakan sudah expired dari 2
tahun yang lalu. Jika waktu prothrombin memanjang bukan
disebabkan dari reagen yang expired bisa saja karena defisiensi
vitamin K, beberapa penyakit liver (sirosis hati, hepatitis, abses hati,
kanker hati). Sedangkan jika hasil masa prothrombin menurun pada
penyakit tromboflebitis, infark miokardial dan embolisme pulmonal.
Kegunaan dari pemeriksaan PT adalah untuk evaluasi kelainan
perdarahan, nilai dasar faktor koagulasi sebelum memulai terapi
antikoagulan, monitoring pemberian regiment vitamin K antagotists
(VKA0 seperti warfarin, dan deteksi fungsi hati dan kalkulasi skoring
MELD (model for end-stage liver diseases) pada penyakit hati.
Kesimpulan Pemeriksaan Prothrombin Time merupakan tes untuk menyaring
adanya kelainan proses pembekuan darah pada jalur ekstrinsik
(faktor VII) dan jalur Bersama (Faktor X, V, Protrombin dan
Fibrinogen).
Dari hasil pemeriksaan Protrombin Time (PT) dapat disimpulkan
bahwa didapatkan hasil yang memanjang karena lebih dari waktu
batas normal yaitu 11 – 14 detik, waktu yang memanjang karena
reagen yang digunakan sudah expired dari 2 tahun yang lalu.
Daftar Pustaka 1. Misnah, M., Abdullah, A. A., Arif, M., & Bahar, B. (2016).
Pemeriksaan Prothrombin Time Dan Activated Partial
Thromboplastin Time Dengan Humaclot Va Serta Sysmex Ca
500. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, 18(3), 147-150.
2. NELLY, N. (2013). ANALISIS NILAI PROTHROMBINE TIME (PT)
DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aPTT)
PADA REMAJA OBESE (Doctoral dissertation, Universitas
Hasanuddin).
3. Nelly, N., Arief, M., & Patellongi, I. J. (2018). Analisis Nilai
Clothing Time, Prothrombine Time dan Activated Partial
Thromboplastine Time pada Remaja Obes. MAGNA MEDIKA:
Berkala Ilmiah Kedokteran dan Kesehatan, 1(5), 36-43.
No Praktikum 08
Hari/Tanggal Jum’at / 3 Juni 2022
Judul Pemeriksaan Waktu Rekalsifikasi
Tujuan Untuk mencari adanya kekurangan factor – factor pembekuan darah
pada jalur intrinsic (F V, VII, IX, X, XI, XIII, Protrhombin dan
Fibrinogen).
Prinsip Ca2+ dalam plasma diikat oleh anti koagulan, kedalam plasma
tersebut diberikan Ca2+ Kembali dan diikat waktu pembekuan.
Dasar Teori Pemeriksaan masa rekalsifikasi digunakan untuk mencari
adanya kekurangan faktor pembekuan darah pada jalur intrinsik
yaitu pada faktorpembekuan V, VIII, IX, XI, XII, protrombin dan
fibrinogen. Dasar dari pemeriksaan masa rekalsifikasi adalah
plasma rendah trombosit yang tidak mengandung ion Ca
ditambahkan CaCl2. Lamanya waktu untuk Menyusun fibrin adalah
waktu rekalsifikasi. Keadaan normal masa rekalsifikasi berkisar
antara 90 – 250 detik. Pemeriksaan masa rekalsifikasi merupakan
pemeriksaan yang digunakan untuk mencari Riwayat perdarahan
abnormal pada screening pra operasi dan tes penyaring untuk kasus
penyakit hemofilia. Pada hemofilia A maupun hemofilia B masa
rekalsifikasi akan memanjang. Kekurangan pemeriksaan ini yaitu
tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut. Pemeriksaan
masa rekalsifikasi sangat penting dalam mendiagnosis diatesis
hemoragik.
Waktu.
Syarat yang harus dilakukan dalam pemeriksaan masa rekalsifikasi
adalah antikoagulan yang dipakai yaitu Na Sitrat 3,8% dengan
perbandingan 1 : 9, mengontrol alat, bahan, reagen, suhu, sampel
harus segera diperiksa dalam waktu maksimal 2 jam dan tabung
yang dipakai adalah tabung plastik sekali pakai, jika menggunakan
tabung kaca harus bersih tanpa sisa sabun dan detergent.
Reaksi – reaksi jalur intrinsic digerakan oleh banyak stimulasi yang
belum dimengerti dengan jelas. Dua peristiwa yang terjadi adalah
perubahan trombosit dan pengaktifan faktor VII. Peruahan
trombosit menghasilkan penggumpalan trombosit yang menetap
dan pelepasan secara selektif komponen – komponen tertentu
antara lain posfolipid (platelet faktor III), setelah pengaktifan
pembekuan IX, VIII, Posfolipid dan ion calsium merupbah
prothrombin menjadi thrombin.
Alat dan Bahan Alat : 1. Tabung reaksi (175 x 12 mm)
2. Centrifuge
3. Stopwatch
4. Waterbath
5. Ose bulat
Bahan : 1. Darah
2. Antikoagulan NaCitrat 3,8 % (dibuat 9 : 1)
3. CaCl2 0,25 M
Prosedur Kerja 1. Ambil darah sebanyak 1,9 ml lalu antikoagulan 0,2 ml (9:1)
kebutuhan plasma disesuaikan dengan jumlah pemeriksaan.
2. Dicentrifuge 3000 rpm selama 20 menit (plasma rendah
trombosit)
3. Dipisahkan plasmanya, masukkan kedalam tabung reaksi
simpan diwaterbath 37o C
4. Masukkan pula tabung reaksi yang berisi larutan CaCl2
kedalam waterbath 37o C
5. Pipet 0,2 ml (200 πl) larutan CaCl2 0,025 M kedalam tabung
yang sudah berisi 0,2 ml plasma
6. Segera stopwatch jalankan
7. Simpan campuran tersebut pada suhu 37o C selama 90 detik
8. Lalu aduk campuran tersebut denga nose sampai terbentuk
fibrin
Hasil Pengamatan Hasilnya memanjang lebih dari nilai
normal.

Pembahasan Tahap pra analitik yang harus diperhatikan pada pemeriksaan ini
yaitu pembuatan plasma rendah trombosit yang dilakukan dengan
cara darah vena ditambahkan dengan antikoagulan Na sitrat 3,2%
menggunakan perbandingan 1:9, kemudian disentrifuge dengan
kecepatan 3000 rpm selama 20 menit, maka trombosit yang
terdapat dalam darah akan mengendap pada lapisan buffy coat.
Perubahan trombosit akibat kecepatan sentrifuge yang berbeda
menghasilkan pengumpulan trombosit yang menetap dan
pelepasan secara selektif komponen – komponen tertentu seperti
posfolipid (platelet faktor III). Kecepatan sentrifuge yang berbeda
akan memperpendek atau memperpanjang masa rekalsifikasi yang
akan beakibat pada hasil pemeriksaan koagulasi lengkap dengan
anamnesis Riwayat penyakit hemofilia.
Dari hasil pemeriksaan waktu rekalsifikasi didapatkan hasil yang
memanjang karena tidak menghasilkan benang fibrin dari waktu
nilai normal yaitu 90 – 250 detik, hal ini bisa disebabkan karena
reagen yang digunakan sudah expired terlalu lama. Waktu
rekalsifikasi juga bisa dipengaruhi oleh jumlah trombosit, semakin
banyak trombosit semakin singkat masa rekalsifikasinya. Pengaruh
trombosit dapat dihindari dengan memakai plasma rendah
trombosit yaitu 3000 rpm sehingga plasma hanya mengandung
sedikit trombosit.
Waktu rekalsifikasi digunakan untuk mencari adanya kekurangan
faktor – faktor dari jalur intrinsik yaitu faktor pembekuan V, VIII, IX,
X, XI, XII, protombin dan fibrinogen. Aktivasi faktor pembekuan
tersebut dapat di cegah dengan menggunakan tabung plastik yang
dilapisi silikon. Penggunaan tabung kaca apabila sering digunakan
atau di cuci dapat menyebabkan permukaan kaca tergores.
Sehingga menyebabkan faktor pembekuan teraktivasi khususnya
faktor XII atau faktor kontak.
Waktu rekalsifikasi bisa juga dipengaruhi oleh jumlah trombosit.
Makin banyak trombosit, makin singkat masa rekalsifikasi. Untuk itu
dalam pemeriksaan ini dianjurkan memakai plasma rendah
trombosit. Faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan yaitu
pembekuan sampel darah, sampel darah hemolisis atau beruah
akibat dikocok, dan pengambilan sampel darah pada intravena lines.
Kesimpulan Pemeriksaan masa rekalsifikasi digunakan untuk mencari
adanya kekurangan faktor pembekuan darah pada jalur intrinsik
yaitu pada faktorpembekuan V, VIII, IX, XI, XII, protrombin dan
fibrinogen.
Dari hasil pemeriksaan waktu rekalsifikasi dapat disimpulkan bahwa
hasil yang didapatkan memanjang karena tidak menghasilkan
benang fibrin dari waktu nilai normal yaitu 90 – 250 detik, hal ini
bisa disebabkan karena reagen yang digunakan sudah expired
terlalu lama.
Daftar Pustaka 1. WIARSIH, S. (2018). PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN MASA
REKALSIFIKASI PADA VARIASI KECEPATAN PEMUSINGAN.
2. Prihandini, E. (2017). PERBEDAAN HASIL MASA
REKALSIFIKASI MENGGUNAKAN TABUNG KACA DAN
TABUNG PLASTIK (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
3. Alfiah, S. (2011). Dikloro Difenil Trikoloetan (Ddt). Vektora:
Jurnal Vektor dan Reservoir Penyakit, 3(2), 143-149.

Anda mungkin juga menyukai