Anda di halaman 1dari 53

TRAKEOSTOMI

DEKANULASI
CLOSURE STOMA
 Trakea adalah saluran pernafasan berbentuk pipa yang
ANATOMI terdiri dari tulang rawan dan otot serta dilapisi oleh
pseudostratified columnar cilliated epithelium

 Trakea terletak di tengah-tengah leher dan makin ke distal


bergeser ke sebelah kanan, masuk ke rongga mediastinum
di belakang manubrium sterni

 Panjang trakea kira-kira 10 cm pada wanita dan 12 cm


pada pria

 Diameter anterior-posterior rata-rata 13 mm, sedangkan


diameter transversal rata-rata 18 mm

 Trakea memanjang mulai dari batas bawah laring, setinggi


vertebra servikalis 6 sampai vertebra torakalis 4

 Trakea sangat elastis, panjang serta letaknya berubah-ubah


tergantung pada posisi kepala dan leher
 Lapisan tulang rawan trakea dibentuk oleh 16 – 20 tulang
rawan hialin berbentuk cincin tidak penuh atau terbuka di
bagian posterior (c-shaped cartilage)

 Kedua ujung posterior yang bebas ini dihubungkan


oleh otot polos (otot trakea) dan serat jaringan ikat
elastis yang mengandung kolagen (ligamen
annularis)
 Ligamen annularis menghubungkan masing-masing
cincin tulang rawan sehingga memungkinkan
terjadinya pemanjangan serta pemendekan trakea
saat menelan atau pergerakan leher lainnya

 Tulang rawan, ligamen annularis dan otot trakea


membentuk rangka (skeleton) trakea yang kadang disebut
sebagai tunica fibromusculocartilaginea
LAPISAN TRAKEA SECARA HISTOLOGI
1. Lapisan mukosa Lapisan mukosa
2. Lapisan Submukosa  Lapisan mukosa trakea terdiri atas lapisan epitel (ciliated columnar
3. Lapisan tulang rawan dan otot cells, sel-sel goblet penghasil mukus dan selsel basal) dan lamina
propria
 Lamina propria memiliki bagian permukaan longgar yang berisi
limfosit. Lamina propria bagian dalam bertekstur lebih padat, kaya
Lapisan tulang rawan dan otot Tulang rawan
akan serat elastis dan membentuk membran elastis.
 Hialin trakea memiliki banyak kondrosit dan
 Lamina propria memisahkan lapisan mukosa dengan lapisan
permukaannya dilapisi oleh perikondrium
submukosa
(Gambar 5 a,b).
 Pada bagian dalam mukosa terdapat
lingkaran terputus serat otot polos. Saat Lapisan submukosa
ekspirasi, serat otot ini berkontraksi untuk  Lapisan submukosa merupakan jaringan ikat longgar yang berada di
membantu pengeluaran udara dari trakea. bagian luar lapisan otot. Lapisan submukosa kaya akan pembuluh
 Seratserat otot akan berelaksasi kembali saat darah, saraf, kelenjar limfe dan kelenjar penghasil mucus
inspirasi. sehingga udara dapat memasuki  Kelenjar trakea merupakan kelenjar campuran yang akan
saluran pernafasan lebih dalam lagi. menghasilkan mukus bersama-sama dengan sel-sel goblet di
lapisan mukosa
UKURAN TRAKEA
ANATOMI
ANATOMI
ANATOMI
ANATOMI
DEFINISI
 Tracheotomy  bahasa Yunani, dari kata trachea dan tome (memotong).
 Istilah trakeotomi (Tracheotomy)  tindakan pembedahan pada trakea
untuk fungsi ventilasi.
 Tracheostomy juga berasal dari bahasa Yunani, stome (membuka atau mulut)
 istilah trakeostomi (tracheostomy)  lobang atau stoma permanen yang
dibuat pada trakea dan kulit tersebut

 Trakeostomi atau trakeotomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk


membuat lubang melalui bagian depan leher yang menembus ke dalam trakea.
 Dalam arti yang lebih luas trakeotomi adalah pembuatan lubang pada trakea
yang bersifat sementara tanpa atau dengan diikuti pemasangan kanul
TRAKEOSTOMI BERDASARKAN WAKTU
 Emergency  Merupakan tindakan trakeostomi untuk mengatasi
keadaan gawat darurat dengan waktu sangat mendesak karena jika
terlambat akan sangat membahayakan jiwa penderita
 Anoksia pada obstruksi jalan nafas akan meyebabkan kematian dalam
waktu 4-5 menit dan tindakan trakeostomi harus dilakukan dalam 2-3
 Berdasarkan waktu dibagi menjadi menit
 Emergency
 Elektif

 ELEKTIF  Merupakan tindakan trakeostomi terencana sehingga persiapan-


persiapan dapat dilakukan lebih sempurna termasuk dalam persiapan alat-
alat dan dilakukan di kamar operasi
TIPE TRAKEOSTOMI
TEMPORER/SEMENTARA
 Trakeostomi sementara
 bantuan pernapasan jangka pendek atau tidak dapat mempertahankan patensi jalan napas mereka sendiri.
 Perlindungan saluran udara terhadap aspirasi jika mekanisme kontrol menelan atau neurologis laring atau faring
rusak (biasanya pada cedera kepala atau penyakit neurologis).
 Prosedur bedah maksilofasial atau THT tertentu memerlukan trakeostomi sementara untuk memfasilitasi prosedur.
Tabung ini akan dilepas jika dan saat pasien pulih.
 Infeksi seperti epiglottitis & laringitis

Jangka panjang/permanenTrakeostomi
 kondisi kronis, permanen atau progresif.
 karsinoma naso-orofaring atau laring.
 Tergantung pada stadium penyakit, trakeostomi atau laringektomi akan dilakukan.
 Beberapa pasien memerlukan bantuan pernapasan kronis atau perlindungan jalan napas jangka panjang dan ini
memerlukan trakeostomi jangka panjang/permanen.
INDIKASI TRAKEOSTOMI
INDIKASI TRAKEOSTOMI
1 Mengatasi sumbatan jalan napas atas, yang dapat disebabkan oleh
 Infeksi saluran napas (epiglotitis akut, laringotrakeobronkitis akut).
 Trauma daerah kepala leher.
 Tumor jinak maupun ganas daerah faring, laring, esophagus.
 Kelainan kongenital saluran napas atas.
 Abduktor paralisis bilateral.
 Benda asing jalan napas.
 Emfisema subkutaneus yang disebabkan burn dan anafilaktif.
2 Mengeluarkan sekret dari trakeobronkial.
3 Menunjang pemberian napas bantuan (emfisema paru, paralisis otot napas.
4 Mencegah aspirasi (operasi bedar daerah kepala leher, kelumpuhan laring).
5 Untuk mencegah kerusakan laring di jalan nafas karena intubasi endotrakeal
yang berkepanjangan (prolonged ET > 7 hari).
KONTRA INDIKASI TRAKEOSTOMI
KOMPLIKASI INTUBASI
KOMPLIKASI TRAKEOSTOMI
TRAKEOSTOMI BERDASARKAN LETAK STOMA
 Berdasarkan letak stoma dibagi menjadi
 Letak tinggi
 Letak rendah
 Batas letak tinggi dan rendahnya adalah cincin trakea ke III

 Trakeostomi letak tinggi mempunyai resiko :


1. Kemungkinan terkena pita suara lebih besar
2. Dapat terjadi stenosis laring
3. Dapat menyebabkan perikondritis krikoidea

 Trakeostomi letak rendah mempunyai resiko :


1. Merupakan daerah yang banyak pembuluh darah besar sehingga berbahaya bila
tersayat pada insisi atau diseksi
2. Letak trakea terlalu dalam
3. Bila kanul lepas, sulit untuk melakukan reinersasi
4. Kemungkinan terjadinya emfisema mediastenum lebih besar
5. Ujung kanul dapat melewati karina dan melukai / menimbulkan laserasi dinding
bifurkasio
6. Jarak antara stoma dan kulit terlalu jauh sehingga kanul mudah tertarik keluar
7. Pada kanul dengan balon, balon tersebut dapat melipat di sekitar stoma
TANDA DAN GEJALA OBSTRUKSI NAFAS ATAS
Menurut PAPARELLA Menurut JACKSON
Grade I : Terlihat adanya retraksi suprasternal, Stadium I : Retraksi suprasternal ringan dan penderita
supraklavikular, ruang interkostal dan epigastrium. dalam keadaan tenang.
Grade II : Grade I + stridor inspiratoir. Stadium II : Retraksi pada suprasternal lebih dalam
disertai retraksi epigastrium dan penderita tampak
mulai gelisah
Grade III : Grade II + rasa gelisah, disorientasi, cemas Stadium III : Retraksi pada suprasternal, supra dan
yang menjurus ke komatus. infraklavikular, interkostal dan penderita lebih gelisah
Grade IV : Grade III + pucat lalu sianosis. Stadium IV : Stadium III disertai pucat dan tampak
cemas, frekuensi pernafasan makin cepat yang
kemudian semakin melambat dan akhirnya berhenti.
Grade V : Grade IV + rasa tercekik.
Grade VI : Grade V + kelelahan dan kehabisan tenaga.
PENYEBAB OBSTRUKSI LARING
KONGENITAL INFEKSI & INFLAMASI NEOPLASMA TRAUMA Lain – lain
Supraglotik : 1. Laringitis akut :  Tumor jinak :  Iatrogenik a. benda asing
 Laringomalasia  non spesifik : Epiglotitis, Hemangioma,  trauma tumpul b. paralisis pita suara
 kista laring Laringeotrakheobronkhitis papilloma
Glotik :  spesifik : Diphteri laring, herpes  Tumor ganas :
 Paralisis pita suara laring Karsinoma supra
 Web dan atresia 2. Laringitis kronis : glotis, glotis, dan
 Posterior laryngeal  non spesifik : Amiloidosis laring subglotis
cleft  spesifik : Tuberkulosis, sarcoidosis,
Subglotik : siphilis, sklerom
 Stenosis subglotik 3. Edema laring non spesifik : Allergic
kongenital angioneurotik edema, Reinke’s
 Hemangioma edema, perikondritis laring
subglotik
CARA MENETUKAN UKURAN TRAKEOSTOMI
PERUBAHAN FISIOLOGI DENGAN
TRAKEOSTOMI
 Dead space anatomis saluran napas atas dapat dikurangi hingga 50%
 Penghangat udara, pelembapan, dan penyaringan udara yang biasanya
terjadi di saluran udara bagian atas hilang  Sekresi akan menjadi kental
dan kering dan dapat dengan mudah menyumbat stoma atau kanul
 Pasien tidak dapat berbicara
 Indera perasa dan penciuman bisa hilang  hilang nafsu makan berbahaya
untuk gizi pasien.
 Kosmetik pada leher/ terpasang kanul trakeostomi
 Kemampuan menelan terpengaruh  manset atau balon pada trakeostomi
mengganggu fungsi menelan.
PERBEDAAN KANUL TRAKEOSTOMI
CUFFED TUBE
 Cuffed tube memiliki balon lembut di sekitar ujung distal
tabung yang mengembang untuk menutup jalan napas
 Cuffed tube diperlukan ketika ventilasi tekanan positif
diperlukan atau dalam situasi di mana perlindungan jalan
napas sangat penting untuk meminimalkan aspirasi sekret
mulut atau lambung
 Jika lumen kanul trakeostomi tersumbat saat balon
mengembang, pasien tidak akan dapat bernapas di sekitar
selang, dengan asumsi manset diposisikan dengan benar dan
mengembang di dalam trakea.
PERBEDAAN KANUL TRAKEOSTOMI
UNCUFFED TUBE
 Uncuffed tube tidak memiliki manset yang dapat dipompa di
dalam trakea dan cenderung digunakan pada pasien jangka
panjang yang membutuhkan suction terus-menerus untuk
membersihkan sekret.
 Uncuffed tube tidak akan memungkinkan ventilasi tekanan
positif efektif yang berkelanjutan karena gas akan keluar di
atas tabung trakeostomi.
 refleks batuk dan muntah yang efektif untuk melindungi
mereka dari aspirasi
 Uncuffed tube jarang digunakan dalam perawatan akut
PERBEDAAN KANUL TRAKEOSTOMI

UNCUFFED TUBE MINITRACH


 Ini biasanya diameter internal 4 mm dan tidak memiliki
manset.
 dirancang untuk memungkinkan toilet jalan napas (Suction)
tetapi dapat memberikan transfer oksigen.
 Terlalu kecil untuk memberikan ventilasi atau pembuangan
karbon dioksida dan hanya dapat dianggap sebagai metode
darurat oksigenasi
PERBEDAAN KANUL TRAKEOSTOMI

FENESTRATED TUBE
 Tabung fenestrated memiliki lubang pada kanula luar, yang
memungkinkan udara melewati faring mulut/hidung pasien
serta lubang trakea.
 Pergerakan udara memungkinkan pasien untuk berbicara
dan menghasilkan batuk yang lebih efektif.
 ]meningkatkan risiko isi mulut atau lambung memasuki
paru-paru. Oleh karena itu penting bahwa pasien yang
berisiko tinggi aspirasi atau ventilasi tekanan positif
ALIRAN UDARA PADA TIPE KANUL
TRAKEOSTOMI
PERBEDAAN KANUL TRAKEOSTOMI

SINGLE CANNULA TUBE


 Hanya untuk penggunaan sementara
 Bisa berupa cuffed dan uncufed
 Diameter dalam yang lebih besar dari Single cannula tube
memungkinkan tekanan inflasi yang lebih rendah untuk digunakan
saat pasien berventilasi, karena diameter yang lebih besar
menawarkan resistensi yang lebih rendah terhadap aliran gas.
 The Intensive Care Society (ICS) dalam panduan 2008 mereka
telah merekomendasikan bahwa tabung ini tidak digunakan secara
rutin dalam perawatan kritis, terutama karena kekhawatiran
tentang mereka menjadi tersumbat dengan sekresi dan kesulitan
dalam membersihkan tabung jenis ini
PERBEDAAN KANUL TRAKEOSTOMI

DOUBLE CANNULA TUBE


 Double cannula tube memiliki kanula luar untuk menjaga jalan
napas tetap terbuka dan kanula dalam yang berfungsi sebagai
pelapis yang dapat dilepas untuk memfasilitasi pembersihan
sekret yang terkena dampak.
 Beberapa kanula bagian dalam dapat dibuang; lainnya harus
dibersihkan dan dipasang kembali (Gambar 4.6).
 Jenis tabung ini adalah yang paling aman untuk digunakan di luar
lingkungan spesialis, meskipun untuk mengurangi kejadian oklusi
tabung, kanula bagian dalam harus dibersihkan secara teratur.
 Jika ada risiko aspirasi yang tinggi atau kebutuhan akan ventilasi
jangka panjang, maka selang yang cuffed mungkin diperlukan
dalam jangka panjang.
KANUL TRAKEOSTOMI DI BEBERAPA
PERUSAHAAN
HUMIDIFICATION
Heated humidification
 Heated Humidifikasi beroperasi secara aktif dengan meningkatkan panas dan
kandungan uap air dari gas yang diinspirasi.
 Sistem ini diindikasikan untuk pasien trakeostomi yang membutuhkan
ventilasi mekanis atau terapi oksigen selama 96 jam
 Jika HME tidak memadai

Cold humidification
 Cold Humidifikasi mengeluarkan gas melalui air dingin, tetapi hanya
menghasilkan kelembaban relatif sekitar 50% pada suhu sekitar.
 Untuk pasien trakeostomi dengan laju aliran oksigen inspirasi tinggi dengan
sekret yang kuat atau pasien yang mengeluhkan kekeringan secara subjektif,
Heated Humidifikasi diindikasikan.

Nebulisasi saline
Unit nebuliser mengubah saline menjadi aerosol droplet cair jenuh yang
menembus paru-paru, membasahi saluran udara.
Ini dapat diindikasikan pada pasien trakeostomi yang berventilasi mekanis,
menerima terapi oksigen atau melakukan ventilasi sendiri di udara.
HUMIDIFICATION
Heat moisture exchanger (HME)
 HME terdiri dari gulungan kasa logam atau elemen kondensor seperti:spons propilena / lembaran serat / kertas
bergelombang.
 Produk-produk ini ditempatkan baik langsung ke ujung tabung trakeostomi atau dapat ditempatkan ke dalam
sirkuit pernapasan.
 menghemat panas dan kelembaban saat ekspirasi melalui tabung.
 perlu diperiksa secara teratur untuk memastikan mereka tidak tersumbat oleh sekresi, yang dapat menghalangi
jalan napas
 harus diganti setidaknya setiap 24 jam
HUMIDIFICATION
Stoma filters or bibs
 Berisi lapisan busa yang menyerap uap air dari gas
ekspirasi pasien
 sebagian besar digunakan untuk pasien trakeostomi
yang mapan dan sering disukai oleh pasien karena
mereka kurang besar dan mencolok dan mampu
sepenuhnya mengaburkan tabung dari pandangan
DEKANULASI
 Dekanulasi  Proses pelepasan selang trakeostomi.

Syarat Dekanulasi :
 pasien dapat mempertahankan dan melindungi jalan napasnya secara spontan
 bebas dari ventilator dengan fungsi pernapasan yang memadai
 hemodinamik stabil
 bebas dari demam atau infeksi aktif
 Pasien sadar
 Reflek batuk konsisten yang kuat (mampu batuk ke dalam mulut)
 kontrol air liur +/− menelan yang kompeten
 stabil secara klinis
 Tidak ada sumbatan pada upper airway
DECISION MAKING OF DECANULATION
 Proses keputusan dekanulasi untuk manajemen Contoh obstruksi saluran napas atas akut termasuk
obstruksi saluran napas atas akut sangat berbeda dari  aspirasi benda asing yang mengancam jiwa,
penilaian untuk dekanulasi trakeostomi jangka panjang  Angioedema
(kelainan jalan napas atau ventilasi mekanis yang  epiglotitis
berkepanjangan).
 Sebagai contoh, jika trakeostomi dilakukan untuk
obstruksi akut saluran napas atas, mungkin lebih
bijaksana bagi pasien untuk menjalani pemeriksaan Contoh penggunaan trakeostomi jangka panjang
endoskopi saluran napas atas untuk memastikan bahwa  Pasien yang baru saja bebas dari ventilator memiliki
kelainan telah membaik atau teratasi. penyakit kritis yang berkepanjangan, beberapa
 Jika jalan napas paten, dekanulasi segera dan komorbiditas medis.
pemantauan pasca-prosedur yang tepat dan penilaian  Selama periode pasca-mekanik-ventilasi, pasien
klinis mungkin merupakan intervensi terbaik. cenderung mengalami kelelahan otot pernapasan,
dorongan ventilasi yang abnormal, dan episode lain
dari kegagalan pernapasan.
 Individu dengan trakeostomi jangka panjang berisiko
mengalami obstruksi saluran napas atas akibat
komplikasi trakeostomi.
PERALATAN DEKANULASI
Peralatan dekanulasi :
 oksigen tersedia
 pemantauan saturasi oksigen terus menerus
 swab mikrobiologi untuk stoma
 selang trakeostomi baru (untuk kemungkinan pemasangan kembali)
 peralatan hisap (suction)
 peralatan resusitasi yang tersedia secara lokal
PEMERIKSAAN SEBELUM DEKANULASI
 Penggunaan oksimetri.
 Balon cuff dikempiskan, jari yang bersarung tangan menutup secara singkat lubang kanul trakeostomi  dan
klinisi menilai  ada pernapasan melalui mulut dan/atau hidung.
 Klinisi harus mengamati tanda objektif distres pernapasan dan mendorong fonasi.
 Untuk pasien yang tidak bernapas melalui saluran napas bagian atas selama beberapa minggu atau bulan, relatif
umum bagi orang-orang ini untuk memiliki kekhawatiran tentang sensasi pernapasan yang berbeda. Ini harus
dibedakan secara klinis dari distres karena obstruksi jalan napas atas yang substansial.
 Adanya stridor, suara napas minimal atau tidak ada pada auskultasi di leher bagian atas, tidak adanya aliran udara
di hidung atau mulut, retraksi supraklavikula atau interkostal, sesak napas, diaforesis, dan fase inspirasi yang
berkepanjangan adalah tanda-tanda yang konsisten dengan potensi obstruksi jalan napas atas yang parah  Jika
temuan menunjukkan obstruksi jalan napas atas, segera kembalikan pasien untuk bernapas melalui selang
trakeostomi, dengan oksigen tambahan yang dilembabkan atau dukungan ventilasi mekanis yang sesuai.
 Pemeriksaan endoskopi harus mengidentifikasi lokasi obstruksi. Jika tidak ada lesi, pertimbangkan apakah selang
mungkin terlalu besar untuk trakea untuk memungkinkan aliran yang cukup melalui jalan napas bagian atas;
percobaan setelah penggantian tabung trakeostomi mungkin dilakukan.
PROSEDUR DEKANULASI
Kebanyakan stoma akan sembuh dengan baik :
 kondisi umum dan status gizi pasien baik
 stoma tetap kering dan bebas infeksi.

 Diameter stoma diperkirakan akan menyusut sekitar


50% dalam 12 jam pertama setelah pelepasan
selang. Stoma dapat sembuh sepenuhnya dalam
waktu 3-4 hari, tetapi mungkin juga memakan waktu
beberapa minggu
 Sebagian kecil mungkin memerlukan penutupan
bedah formal.
 Awalnya, stoma ditutup dengan kasa steril dan
pembalut semi-permeabel yang sesuai (seperti
TegadermTM atau OpsiteTM).
PROSEDUR DEKANULASI
 Saat batuk dan berbicara, balutan biasanya
menonjol keluar sementara stoma tetap paten
 Pasien dapat meletakkan jarinya di atas balutan
untuk mencegah hal ini
 Balutan biasanya diperiksa dan diganti setidaknya
setiap hari.
 Pasien dan pengasuh harus diinstruksikan untuk
mencari jika ada kebocoran sisa pada ekspirasi,
kemerahan, basah atau keluarnya cairan dari stoma
selama beberapa hari setelah dekanulasi.
PASCA DEKANULASI
 Pembalut kedap udara diperlukan untuk mencegah lewatnya udara melalui saluran (fistula trakeokutaneus),
yang akan menunda penyembuhan luka.
 Bila memungkinkan, pasien harus didorong untuk memberikan tekanan lembut pada balutan saat batuk
atau berbicara. Ini akan mengurangi tekanan udara melalui fistula ke bagian bawah balutan, yang akan
melonggarkan kontak balutan dengan kulit
 penggantian balutan yang sering.
 Luka harus kedap udara dalam waktu 2 minggu
 Pembentukan jaringan di sepanjang fistula mungkin memerlukan penilaian dan perawatan spesialis.
Penggunaan prosedur penyapihan standar harus mengurangi risiko pasien 'gagal' dalam upaya dekanulasi.
Namun, kondisi pasien dapat berubah, yang mungkin memerlukan pertimbangan untuk pemasangan
kembali trakeostomi.
 Peralatan trakeostomi darurat harus ditinggalkan di samping tempat tidur pasien selama 48 jam setelah
dekanulasi untuk memungkinkan akses ke peralatan trakeostomi untuk periode ini pasca dekanulasi. Ini
sangat penting untuk dipertahankan bagi pasien yang dipindahkan ke pengaturan klinis lain dalam 48 jam
pasca dekanulasi
FISTULA TRAKEOKUTANEUS
 Fistula trakeokutaneus (TCF) umumnya dianggap sebagai komplikasi kecil dari trakeostomi sementara yang
disebabkan oleh pertumbuhan ke dalam epitel skuamosa kulit di sepanjang stoma menuju mukosa trakea
yang mengakibatkan kegagalan penutupan trakeostomi spontan setelah dekanulasi.

TCF kronis dapat secara signifikan mengganggu


 kualitas hidup,
 vokalisasi,
 kebersihan lokal

 Menurut literatur ilmiah kejadian Fistula trakeokutaneus berkisar antara 3 - 43% tetapi meningkat secara
signifikan dalam kasus dekanulasi yang terunda
 Kulber dkk. melaporkan bahwa kejadian fistula meningkat menjadi 70% ketika periode kanulasi lebih dari 16
minggu
 Selain itu, dengan meningkatnya jumlah pasien yang dirawat di ruang intensif yang menjalani trakeostomi
dini, frekuensi TCF kemungkinan akan terus meningkat.
PENUTUPAN FISTULA TRAKEOKUTANEUS
Banyak teknik telah dijelaskan untuk penutupan Fistula trakeokutaneus seperti
 Dekanulasi sederhana, debridement, dan penutupan balutan steril
 Dengan cara operasi seperti Penutupan berlapis, flap rotasi lokal, Z-plasties, interposisi otot

Namun, meskipun penutupan berlapis-lapis menjamin hasil kosmetik yang lebih baik, sebagian besar teknik
yang dilaporkan memerlukan keterampilan bedah yang kompleks, manipulasi jaringan yang konsisten dan
harus dilakukan di bawah anestesi umum
Teknik penutupan bedah Fistula trakeokutaneus yang efektif di bawah anestesi lokal.

Kriteria inklusi :
1) Pernapasan yang memadai sebelum dekanulasi (yaitu, kemampuan untuk mempertahankan kanula trakea
tertutup setidaknya selama 7 hari sebelum dekanulasi),
2) Tidak adanya terapi steroid selama minimal 1 bulan sebelum dekanulasi
3) Menelan dan/atau terapi rehabilitasi menelan yang memadai,
4) Persistensi TCF setidaknya selama 2 minggu setelah dekanulasi

Kesimpulannya teknik yang dilaporkan terbukti aman, sederhana dan layak. Namun perhatian khusus harus
diperlukan pada pasien dengan aspirasi kronis dan batuk yang dapat menyebabkan dehiscence luka dan
kekambuhan fistula pada periode awal pasca operasi.
 Leher pasien disiapkan dengan prosedur steril biasa, dan pasien ditempatkan dalam
posisi terlentang dengan leher cukup ekstensi.
 Daerah sekitar stoma diinfiltrasi dengan 5 sampai 10 ml larutan yang mengandung
lidokain 1% dengan 1:100.000 epinefrin.

 insisi kulit horizontal 2 sampai 3 cm melewati batas bawah Fistula trakeokutaneus


dan insisi melingkar kedua 2 mm di luar batas Fistula trakeokutaneus

 Flap sub-platysmal 2 cm diangkat ke superior dan 1 cm di inferior, dan otot pra laring
terlihat.
 diseksi perifistular dilanjutkan secara vertikal hingga dinding trakea anterior
 Kemudian Fistula trakeokutaneus ditutup secara vertikal dengan menggunakan
jahitan vicryl 3/0 yang menginvaginasi jaringan perifistular
 Dengan cara ini akan menjadi bagian dari dinding trakea anterior.

 Selanjutnya flap kulit didekati ulang dan jaringan berlebihan dari flap superior
dihilangkan untuk mendapatkan jahitan kosmetik horizontal

 Penutupan kulit kemudian selesai.


Z- Plasties
Layered closures
Gambar a :
 Insisi kulit vertikal, longitudinal, di sekitar fistula trakeokutan.
 Flap engsel dibuat di kanan dan kiri fistula,
 flap kulit lanjutan (panah hitam) disiapkan untuk menutupi defek kulit

Gambar b
 Flap berengsel dijahit dengan polydioxanone 5-0 untuk buat lapisan dalam
untuk trakea

Gambar c-e :
 Jaringan subkutan di sekitar fistula dijahit dengan nilon 4-0 dalam 4 lapisan;
flap engsel berlapis ganda diinvaginasi ke dalam fistula

Gambar f :
 Flap otot sternohyoid sisi kanan (panah hitam) diputar di atas fistula
tertutup dan dipasang di tempatnya. Platysma ditutup dan flap kulit yang
diputar (flap lanjutan) dijahit (panah hitam).
(a) Insisi kulit berbentuk gelendong longitudinal dibuat secara vertikal di
sekitar fistula trakeokutan. Dua flap engsel dibuat: 1 di sisi kanan fistula
dan 1 di sisi kiri fistula. Flap kulit lanjutan disiapkan untuk menutupi
defek kulit (panah hitam).
(b) Diseksi dilakukan sampai ke area peritrakeal, mempertahankan area
jaringan fibrotik subkutan di sekitar fistula.
(c) Penutup perputaran berengsel dijahit dengan PDS 5-0 untuk membuat
lapisan dalam untuk trakea.
(d) Jaringan subkutan di sekitar fistula dijahit dengan nilon 4-0 dalam
beberapa lapisan (4 kali).
(e) Flap otot sternohyoid sisi kanan (panah hitam) kemudian diputar untuk
menutupi area fistula yang tertutup.
(f) Platysma ditutup dan lipatan kulit yang diputar (flap lanjutan) menutupi
tempat pembedahan (panah hitam).

Kami menyajikan kasus yang mendemonstrasikan teknik penutupan


berlapis-lapis dari fistula trakeokutan, menggunakan flap kulit dan sebuah
lipatan otot. Teknik ini menghindari komplikasi secara umumterkait dengan
penutupan cacat tersebut.
Pasien usia 11 th dengan riwayat usia 2 bulan gangguan nafas dan di
intubasi. Pasien memiliki riwayat atresia trikuspid, defek septum ventral,
dan stenosis pulmonal dan menjalani operasi jantung. Setelah operasi
didiagnosis stenosi subglotis karena sulit ekstubasi. Dan dilakukan
trakeostomi usia 6 bulan. Usia 4 th dilakukan operasi laringotrakeoplasti dan
berhasil di dekanulasi. Stoma post dekanulasi menetap.

 Pemeriksaan fisik terdapat fistula trakeokutaneus, berukuran 10 mm × 2


mm (Gbr. 1a).
 Computed tomography (CT) pra operasi menunjukkan bahwa fistula
berjalan miring dan panjangnya 2 cm, lebar 3 mm, dan tinggi 5 mm
(a) Flap engsel bilateral dibuat untuk menutup fistula.
Flap diambil dari sisi kiri dan kanan defek trakea, dan
kulit yang berlebihan dari setiap flap engsel
dipangkas.
(b) Engsel flap dibalik untuk menutupi lumen trakea
dengan epitel kulit dan dijahit erat dengan otot
platysma.
(c) Sebuah flap tunggal untuk menutupi defek kulit
diangkat dari aspek lateral flap engsel kanan. Panah
menunjukkan bagaimana lipatan kulit diposisikan.
(d) Flap tunggal diangkat dan diputar untuk menutupi
defek kulit, dan kulit dijahit lapis demi lapis

Kesimpulan
Kami telah menyajikan kasus penutupan fistula
trakeokutaneus yang berhasil setelah trakeostomi
menggunakan dua flap kulit.
Teknik ini memiliki dua keuntungan:
1) memungkinkan lumen trakea ditutupi oleh epitel
terbalik
2) memastikan bahwa garis jahitan kulit tidak sesuai
dengan jaringan subkutan.
Seorang wanita 35 th dengan riwayat rakeostomi dengan insisi trakea
berbentuk U terbalik dan ventilasi mekanis untuk kegagalan pernapasan
neurogenik sentral karena ensefalitis limbik autoimun ketika dia berusia 30
tahun.
Meskipun dia pulih dari kondisi sebelumnya setelah 11 bulan terpasang
kanul trakeostomi, terbentuk fistula trakeokutan karena proses
penyembuhan yang berkepanjangan dan status gizi yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai