i
Universitas Esa Unggul
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmatnya kepada kita semua, sehingga kita masih dapat merasakan nikmat-Nya yang begitu
besar. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW,
sebagai pemimpin yang patut kita teladani. Penulis naskah yang berjudul “Sejarah dan
Penggunaan Bahasa Indonesia” ini dalam rangka ujian akhir semester untuk mata kuliah Bahasa
Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran
pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan naskah penelitian lebih lanjut.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini sehingga
tulisan ini dapat sepenuhnya terselesaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
ii
Universitas Esa Unggul
DAFTAR ISI
Halaman
iii
Universitas Esa Unggul
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas. rumusan masalah tulisan ini adalah
sebagai berikut,
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan tulisan ini adalah seperti di bawah ini.
1) Untuk mengetahui pengertian ragam Bahasa.
1
Universitas Esa Unggul
D. Manfaat Penelitian
Manfaat tulisan ini ada dua, yaitu manfaat teoretis dan praktis. Kedua
manfaat tersebut diuraikan di bawah ini,
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis tulisan ini bermanfaat sebagai sumber inforrnasi mengenai
berbagai macam ragam bahasa yang muncul di kalangan masyarakat Indonesia.
Di samping itu, kita juga dapat mengetahui berbagai jenis ragam bahasa yang ada.
2. Manfaat Praktis
Tulisan ini bermanfat bagi semua kalangan masyarakat. Informasi ini
dapat digunakan sebagai pedoman dalam berkomunikasi melalui variasi bahasa
atau ragam bahasa.
2
Universitas Esa Unggul
BAB II
PEMBAHASAN
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda - beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara. orang yang
dibicarakan. serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Seiring dengan
perkembangan zaman, sekarang ini masyarakat mengalami perubahan sehingga bahasa
pun mengalami perubahan. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai
sesuai keperluannya. Dalam hal ini banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi yang efisien sehingga dalam bahasa timbul mekanisme untuk
memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu, yaitu disebut ragam standar
(Subarianto, 2000).
Adapun pengertian ragam bahasa menurut beberapa ahli, yaitu sebagai berikut. 1. Ragam
bahasa menurut Bachman (1999)
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kavvan bicara. Orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pekok, yaitu
masalah penggunaan bahasa baku dan takbaku. Dalam situasi remi. Seperti di sekolah, di
kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi
takresmi, seperti di rumah, di taman, atau di pasar, kita tidak dituntut menggunakan
bahasa baku.
3
Universitas Esa Unggul
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan adalah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar
belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.
Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis
disebut dialek. Bahasa Melayu dialek Langkat, misalnya, berbeda dengan bahasa Melayu
dialek Batubara, walaupun keduanya satu bahasa. Demikian pula halnya dengan bahasa
Aceh dialek Aceh Besar berbeda dengan bahasa Aceh dialek Pasai yang digunakan
sebagaian besar masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Utara, atau berbeda juga dengan
bahasa Aceh dialek Pidie dinKabupaten Pidie. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), saat ini, sekurang-kurangnya hidup 6 dialek, masing-masing dialek Aceh Besar,
Pidie, Peusangan, Pasai, Aceh Timur, dan Aceh Barat (lihat Sulaiman dkk., 1983:5).
Selain ragam di atas, ada lagi ragam bahasa yang berkaitan dengan perkembangan
waktu yang lazim disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa Kerajaan Sriwijaya
4
Universitas Esa Unggul
berbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji, dan berbeda pula
dengan bahasa Melayu Riau sekarang. Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan
sosial para penuturnya disebut dialek sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi
pemakaian bahasa,antara lain, adalah tingkat pendidikan, usia, dan tingkat sosial
ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas (bangsawan dan orang-orang
berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang terpelajar) akan memperlihatkan
perbedaan dalam berbagai bidang. Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/ dan gugus
konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang berpendidikan, seperti pada
bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks.
Ada beberapa factor sebagai penyebab timbulnya ragam bahasa yang ada di Indonesia,
yakni seperti di bawah ini,
1. Faktor Budaya
Setiap daerah mempunyai perbedaan kultur atau daerah hidup yang berbeda,
seperti di wilayah Jawa dan Papua serta beberapa wilayah Indonesia lainnya.
2. Faktor Sejarah
Setiap daerah mempunyai kebiasaan (adat istiadat) dan bahasa nenek moyang
sendiri-sendiri dan berbeda-beda, antara daerah satu dengan daerah lainnya.
5
Universitas Esa Unggul
Setiap daerah memiliki dataran yang berbeda, seperti wilayah di daerah pantai,
pegunungan yang biasanya cenderung mengunakan bahasa yang singkat jelas dan dengan
intonasi volume suara yang besar dan tingi. Berbeda dengan daerah pemukiman padat
penduduk yang menggunakan bahasa lisan yang panjang lebar disebabkan lokasinya yang
saling berdekatan dengan intonasi volume suara yang kecil.
Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang
luas wilayah pemakaiannya selalu mengenal logat. Masing-masing logat dapat dipahami
secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur logat yang
daerahnya berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya, individu atau
sekelompok orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena tempat keadiamannya
dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau laut, maka lambat laun tiap logat dapat
mengalami perkembangan sendiri-sendiri yang selanjutnya semakin sulit dimengerti oleh
penutur ragam lainnya. Pada saat itu, ragam-ragam bahasa tumbuh menjadi bahasa yang
berbeda.
Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia
yang masing-masing, pada asasnya, tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang
dapat disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutur atau
penulis terhadap orang yang diajak berbicara atau pembacanya. Sikapnya itu dipengaruhi,
antara lain, oleh usia dan kedudukan orang yang disapa, tingkat keakraban antar penutur,
pokok persoalan yang hendak disampaikan, dan tujuan penyampaian informasinya.
Ketika berbicara dengan seseorang yang berkedudukan lebih tinggi, penutur akan
menggunakan langgam atau gaya berbahasa yang berbeda daripada ketika dirinya
berhadapan dengan seseorang yang berkedudukan lebih rendah. Begitu juga halnya ketika
6
Universitas Esa Unggul
berbicara dengan seseorang yang usianya lebih muda atau tua, penutur tentulah akan
menggunakan langgam atau gaya bertutur yang berbeda.
I. Ragam Dialek
Pidio Video
Pilem Film
Komplek Kompleks
Pajar Fajar
Pitamin Vitamin
I. Ragam Resmi
7
Universitas Esa Unggul
Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi. seperti
pertemuan – pertemuan, peraturan – peraturan, dan perundangan – undangan.
Ragam tidak resmi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi tidak
resmi, seperti dalam pergaulan, atau percakapan pribadi. Ciri-ciri ragam bahasa tidak
resmi kebaiikan dari ragam bahasa resmi. Ragam bahasa resmi atau tidak resmi ditentukan
oleh tingkat keformalan bahasa yang digunakan. Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu
bahasa, berart semakin resmi bahasa yang digunakan. Sebaliknya, semakin rendah tingka
keformalannya, semakin rendah tingkat kebakuan bahasa yang digunakan (Sugono,
1998:12-13).
Ragam bahasa lisan adalah suatu ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap (organ of
speech). Dalam ragam bahasa lisan ini, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti
tata bahasa. Kosakata, dan lafal dalam pengucapannya. Dalam hal ini dengan
memperhatikan hal-hal tersebut, pembicara dapat mengatur tinggi rendah suara atau
tekanan yang dikeluarkan, mimik/ekspresi muka yang ditunjukkan, serta gerak tangan
atau isyarat untuk mengungkapkan ide sang pembicara.
b) Faktor efisiensi.
c) Faktor kejelasan.
d) Faktor kecepatan.
e) Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang
dituturkan oleh penutur.
f) Penggunaan bahasa lisan bisa berdacarkan pengetahuan serta penalsiran dari informasi
audit, visual dan kognitif sang penutur.
2) Ragam Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam bahasa tulis, kita harus memperhatikan
beberapa hal seperti tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan
pemilihan kosakata, dalam hal ini kita dituntut untuk tepat dalam pemilihan unsur tata
bahasa seperti bentuk kata, susunan kalimat, pilihan kata, kebenaran
9
Universitas Esa Unggul
penggunaan ejaan, dan juga penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide
kita.
b) Adanya unsur gramatikal (hubungan antar unsur-unsur bahasa dalam satuan yang
lebih besar) yang dinyatakan secara lengkap. c) Tidak terikat oleh ruang dan waktu.
c) Hal yang tidak ada dalam bahasa tulis pun tidak dapat diperjelas.
Pada dasarnya. ragam tulis dan ragam iisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak
baku.
10
Universitas Esa Unggul
1. Ragam baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga
masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma
bahasa dalam penggunaannya. Ragam baku mempunyai sifat-sifat sebagai berikut;
a. Mantap, artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi kata pe- akan
tebentuk kata penisa. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi
pe- akan menjadi perajin. bukan pengrajin. Kalau kita bcrpegang pada sifat mantap. kata
pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai. dan lepas
lamias merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
b. Dinamis. artinya tidak statis, tidak baku. Bahasa baku tidak menghendaki adanya
bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan
clan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang
berlangganan itu disebut pelanggan.
c. Cendekia. ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempattempat
resmi. Wujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan
oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan
formal (sekolah).
Ragam social, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan
atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.
11
Universitas Esa Unggul
Misalnya, ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang
yang akrab dapat dikatakan sebagai ragam sosial.
Selain itu, ragam sosial berhubungan pula dengan tinggi atau rendahnya status
kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan.
2) Ragam Fungsional
3) Ragam Jurnalistik
12
Universitas Esa Unggul
4) Ragam Sastra
Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur. Konotatif,
kreatif, dan inovatif. Bahasa sastra ialah bahasa yang dipakai untuk menyampaikan emosi
(perasaan) dan pikiran. fantasi dan lukisan angan-angan, penghayatan lahir dan batin,
peristiwa dan khayalan dengan bentuk istimewa. Dalam hal ini istimewa karena kekuatan
efeknya pada pendengar/pembaca dan istimewa cara penuturannya. Bahasa dalam ragam
sastra ini digunakan sebagai bahan kesenian, di samping sebagai alat komunikasi. Untuk
memperbesar efek penuturan dikerahkan segala kemampuan yang ada pada bahasa. Arti,
bunyi, asosiasi, irama, tekanan, suara, panjang pendek suara, persesuaian bunyi kata,
sajak, asonansi, posisi kata, ulangan kata/kalimat di mana perlu dikerahka untuk
mempertinggi efek. Misalnya, bahasa dalam sajak jelas bedanya dengan bahasa dalam
karangan umum.
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa sastra banyak menggunakan
kalimat yang tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata
bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar
tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.
Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca. Jika
ditelusuri lebih jauh, ragam berdasarkan cara pandang penutur dapat dirinci lagi
berdasarkan ciri, (1) kedaerahan, (2) pendidikan, dan (3) Sikap penutur, sehingga di
samping ragam yang tertera diatas, terdapat pula ragam menurut daerah, ragam menurut
pendidikan, dan ragan menurut sikap penutur. Ragam menurut daerah akan muncul jika
para penutur dan mitra komunikasinya berasal sari suku/etnik yang sama. Pilihan ragam
akan beralih jika para pelakunya multietnik atau suasana berubah, misalnya dari takresmi
menjadi resmi. Penetapan ragam yang dipakai bergantung pada situasi, kondisi, topik
pembicaraan, serta bentuk hubungan antar pelaku. Berbagai faktor tadi akan
mempengaruhi cara pandang penutur untuk menetapkan salah satu ragam yang digunakan
(dialeg, terpelajar, resmi, takresmi). Dalam praktek pemakaian seluruh ragam yang
dibahas diatas sering memiliki kesamaan satu sama lain dalam hal pemakaian kata.
Ragam lisan (sehari-hari) cenderung sama dengan ragam dialek, dan ragam takresmi,
sedangkan ragam tulis (formal) cenderung sama dengan ragam resmi dan ragam
terpelajar. Selanjutnya, ragam terpelajar tentu mirip dengan ragam ilmu.
13
Universitas Esa Unggul
Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata
dan mengatur kehidupan masyarakat. Dengan sendirinya penguasa merupakan salah satu
sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan
bahasa di masyarakat. Salah satu ciri khas bahasa hukum adaiah penggunaan kalimat yang
panjang dengan pola kalimat luas. Dalam hal ini diakui bahwa bahasa hukum Indonesia
tidak terlalu memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya. Hal
ini disebabkan hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum yang ditulis pada
zaman penjajahan Belanda dan ditulis dalam bahasa Belanda. Namun, terkadang sangat
sulit menggunakan kalimat yang pendek dalam bahasa hukum karena dalam bahasa
hukum kejelasan norma-norma dan aturan terkadang membutuhkan penjelasan yang
panjang lebar, jelas kriterianya, keadaan, serta situasi yang dimaksud.
14
Universitas Esa Unggul
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa ini timbul karena latar
belakang budaya, sejarah, ataupun letak geografis. Akibatnya muncul sebagai variasi
bahasa indonesia.
Ragam bahasa ini memiliki berbagai macam jenis yang dibedakan berdasarkan tiga hal
yaitu cara berkomunikasi, cara penuturan, dan topik pembicaraan. Dilihat dari cara
berkomunikasi, ragam bahasa dibedakan menjadi dua yaitu lisan dan tulis. Dalam hal ini
penggunaan ragam lisan lebih baik karena seseorang dapat langsung mengekspresikan
apa yang ingin diungkapkan daripada menggunakan tulisan. Dilihat dari cara penuturan,
ragam bahasa dibedakan menjadi ragam dialek, terpelajar, resmi, dan tidak resmi. Dilihat
dari topik pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam sosial, ragam fungsional,
ragam jurnalistik, ragam sastra, ragam politik dan hukum.
Ragam bahasa di indonesia sangatlah begitu banyak, dan itu semua harus dilestarikan
oleh kita sebagai bangsa indonesia, karena keragaman itu membuat kita bisa saling
merasakan persaudaraan antar daerah, saling mengenal satu sama lain dengan
mempelajari ragam bahasa yang sudah ada, apa yang sudah ada di indonesia harus kita
lestarikan dan kita junjung tinggi, agar tidak ada bangsa asing manapun yang mencoba
merebut kebudayaan kita dengan mengaku-ngakui budaya kita sebagai budaya mereka.
B. Saran
Selesai sudah pembahasan kali ini tentang ragam bahasa di indonesia, dari selurut apa
yang sudah di bahasa di atas semoga menjadikan kita lebih mengenal kembali
bahwasannya di bumi indonesia kita tercinta ini banyak sekali keanekaragamaan yang
mungkin kita belum mengetahuinya, dari mulai budaya, adat istiadat, dan apa yang kita
bahas saat ini adalah ragam bahasa dari berbagai daerah di indonesia, seperti bahasa
15
Universitas Esa Unggul
minang, bahasa sunda, bahasa jawa, dan ragam bahasa lainnya yang tidak bisa kita
sebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi rasa cinta kita terhadap tanah air
indonesia ini.
Puji Syukur kepada Allah yang maha Esa telah memudahkan segala apa yang telah
dilakukan pada jurnal kali ini, dari mulai awal hingga akhir, Besar harapan penulis
semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca semuanya. Karena keterbatasan penulis dari
pengetahuan dan referensi, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar
tulisan ini dapat disusun menjadi lebih baik dan sempurna, serta juga penulis
mengucapkan beribu maaf dan terima kasih atas kesalahan dan juga dukungan para
pembaca artikel jurnal yang sedikit ini, semoga menjadi amal jariyah bagi penulis dan
terus bisa dinikmati oleh para keturunan kita semua sebagai penerus bangsa kelak, aamiin
yaa rabbal aalamin
16
Universitas Esa Unggul
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, S., Dkk. (1988). Pemhinatm Kemampvan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Alvvi, H., Dkk. (2003).Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: lialai Pustaka.
Arifin, E. Z., & Tasai, A.S. (2000). Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Badudu. (1983). Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III. Jakarta: Gramedia
Chaer, A. (2000). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
17