Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT

FILSA SHINTYA AINAYA

J410190069

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2020/2021


I. IDENTIFIKASI PREPARAT

A. Tujuan

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui beberapa jenis vektor nyamuk penting


2. Agar mahasiswa dapat mengetahui vektor nyamuk yang berdampak pada
kesehatan

B. Alat dan Bahan

1. Preparat nyamuk kering


2. Mikroskop stereo atau Luv ( kaca pembesar)
3. Alat tulis

C. Pembahasan

Beberapa masalah kesehatan di Indonesia disebabkan oleh gigitan nyamuk,


diantaranya adalah malaria, demam kuning, chikungunya, Demam berdarah Dengue,
lympatic filariasis. Pada praktikum kali ini saya berkesempatan untuk melakukan
pengamatan dan mengidentifikasi nyamuk baik jentik, telur dan jenisnya, lokasi
dimana ditemukannya jentik yatu pada ember penampung air AC yang tampak kotor
karena terkontaminasai lumut. Setelah diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri telur dan
jentik, jenis nyamuk yang saya temukan adalah nyamuk Culex sp, nyamuk Culex sp
diyakini sebagai vektor penyakit filiriasis bancrofti, praktikum kali ini perlu
dilakukan karena dapat menambah wawasan mahasiswa kesehatan masyarakat
terhadap macam vektor terkhusus pada vektor nyamuk yang berpotensi menjadi agen
penular penyakit.

Nyamuk merupakan salah satu vektor yang dapat membawa virus di dalam
tubuhnya dan menyebarkan penyakit tersebut melalui gigitannya, salah satunya
adalah nyamuk Aedes aegypti yang mungkin sering terdengar di kalangan masyarakat
1

karena adanya penekanan gerakan 3M di desa untuk mencegah adanya


penyakit DBD atau Demam berdarah Dengue, tak dipungkiri kasus DBD atau
Demam berdarah dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. (Elita, A, 2013)

World Health Organization (WHO) mencatat Negara indonesia sebagai


Negara kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.Tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti adalah penampungan air bersih dan tidak bersentuhan langsung dengan
tanah Nyamuk Aedes aegypti suka meletakkan telurnya pada air bersih sehingga
perlu untuk memperhatikan kondisi bak penampunagn air (WHO, 2012)

Nyamuk adalah serangga yang sukses memanfaatkan air lingkungan termasuk


air alami, air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer.Siklus hidup
nyamuk dipengaruhi oleh tersedianya air sebagai media perkembangbiak dari telur
sampai menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk memerlukan tiga macam tempat untuk
kelangsungan hidupnya yaitu tempat berkembangbiak, tempat istirahat dan tempat
mencari darah. Ketiga tempat tersebut merupakan suatu sistem yang saling terkait
untuk menunjang kelangsungan hidup nyamuk. (Widiyanto, Teguh, 2013)

Jenis vegetasi yang ditemukan pada tempat perindukan Anopheles adalah


lumut (Sprogyra sp), pohon jati (Tectona grandis sp), tapak kuda (Ipomoea pes-
caprae) tembelekan (Lantana camara) dan mangga (Mangifera sp). Vegetasi atau
tanaman air di habitat perindukan adalah tanaman yang tumbuh diperindukan tempat
berkembang bikannya larva. Keberadaan vegetasi pada habitat akan mempengaruhi
volume oksigen dalam air (oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis).
2

Lingkungan biotik meliputi keberadaan flora dan fauna di daerah tempat


perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp. Larva memanfaatkan vegetasi tersebut
sebagai tempat berteduh dari sinar matahari, terlindung dari pengaruh gerakan
permukaan air dan musuh-musuhnya serta untuk mendapatkan makanan yang
biasanya terdapat di sekitar tanaman tersebut. (Weitzel, T., Piotr, J., Katarzyna, R.,
Elzbieta, L., & Norbert, B, 2015)

Tempat penampungan air berpotensi untuk menjadi tempat perinduan nyamuk


Aedes aegypti. Hal ini disebabkan karena tempat penampungan air yang tidak
ditutup, lembab, terlindungi dari sinar matahari langsung dan nyamuk Aedes aegypti
bertelur pada air jernih, sehingga nyamuk dapat membuat siklus hidupnya pada
tempat tersebut yaitu dari telur-jentik-pupa dan kemudian menjadi nyamuk
dewasa.Adanya hujan akan menambah jumlah dan jenis genangan air, yang
sebelumya sedikit atau tidak ada pada musim kemarau sehingga memperbesar
kemungkinan terjadinya siklus akuatik dalam siklus hidup nyamuk, Jika ditemukan
adanya jentik nyamuk Aedes aegypti, maka hal tersebut menunjukkan peluang
timbulnya wabah demam berdarah (DBD). Upaya pencegahan terhadap penyakit
DBD dilakukan dengan memutuskan rantai penularan dengan cara memutuskan
siklus hidup dari nyamuk Aedes Aegypti. Dengan cara menjalankan program
pemerintah 3M ‘plus’ (menguras, menutup, dan menimbun) kepada masyarakat
adapun upaya lain dapat dilaukan adalah engan pengasapan, melainkan untuk
memberantaskan nyamuk dewasa, memberikan bubuk abate pada tempat-tempat
penampungan air untuk membunuh jentik dan telur, menggunakan lation anti
nyamuk. (Webb et al, 2016)
3

Memeriksa jentik secara berkala sesuai kondisi setempat. Tambak


terbengkalai dan kubangan yang kering menjadi berisi air, kondisi air lagun dan rawa
menjadi lebih payau. Hujan yang diselingi dengan cuaca panas akan meningkatkan
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Kondisi ini perairan ini merupakan habitat
yang disenangi oleh An. Sundaicus untuk perkembangan larva, sedangkan nyamuk
Culex sp lebih menyukai air yang kotor seperti genangan air kotor, limbah
pembuangan kamar mandi, got (selokan), dan sungai yang penuh sampah, nyamuk
Culex ditemukan di drainase saluran limbah, drainase yang terkontaminasi limbah,
genangan air banjir, air mancur di taman kota, dan ember terbuka yang berisi air
hujan. (Webb et al, 2016)

Berikut gambar pensil telur nyamuk Culex sp dan jentik nyamuk Culex sp
4

Berikut foto jentik nyamuk Culex sp pengamatan dekat dan foto jentik di dalam gelas
plastik

Berikut lokasi ditemukannya jentik dan penggambaran nyamuk Culex sp dewasa


5

D. Daftar Pustaka

Webb, C., Stephen, D., & Richard, R. 2016. A Guide to Mosquitoes of Australia.
Clayton south

Weitzel, T., Piotr, J., Katarzyna, R., Elzbieta, L., & Norbert, B. 2015. Culex pipiens
and Culex torrentium (Culicidae) in Wrocław area (Poland): occurrence and
breeding site preferences of mosquito vectors. Parasitol Res. 114, pp : 289–295.

WHO, 2012, Demam Berdarah Dengue, Edisi Ke 2.Jakarta: ECG

Widiyanto, Teguh. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam


Berdarah Dengue Di Purwokerto. Jawa Tengah. Kesehatan Lingkungan. UNDIP
2013

Elita, A, 2013. Studi preferensi tempat bertelur dan berkembangbiak larva nyamuk
Aedes aegypti pada air terpolusi. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
6

II. SURVEY JENTIK

A. Tujuan
1. Untuk mengetahui keberadaan serta kepadatan larva nyamuk
2. Sebagai kegiatan aplikatif dilapangan sebagai kader juru pemantau jentik.
B. Isian Form Soal Survey Jentik
NO Nama Bak mandi Tempayan Kemasan Barang Kulkas/ Gentong Air Vas Bunga Lain-lain
Kepala Air Bekas bekas dispenser
Keluarg
a Jm Jml Jm l Jml Jm l Jml Jm l Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml
l + + + + + + + +
1 Amin 2 1 1 0 2 0
2 Badu 1 0 1 1 1 0
3 Charlie 2 0 1 0 3 1
4 Dadang 2 1
5 Endah 3 0 1 0
6 Fani 3 1 1 1 2 1
7 Helmi 1 1 2 0
8 Indri 1 0
9 Jamaludin 4 1 1 1
10 Kamaludin 2 0 1 0 1 0 1 0
11 Gandung 2 1 1 0
12 Ahmad 3 0 3 0 2 1
13 Kurniawan 1 0 2 1 2 0
14 Ilham 2 1 2 1 2 0 2 1
15 Budi 2 0 1 0 1 0 3 0
16 Adi 1 0 3 0 3 0
17 Eko 1 0 1 0 2 1 4 2
18 Nurul 2 0 2 1
19 Putra 2 1 1 0 1 1
20 Nia 3 1 2 0 3 2
21 Arif 1 0 2 1
22 Puspita 1 0 3 0 1 0 2 0
23 Arif 2 0 2 0 3 1
24 Indra 3 1 1 0 2 1
25 Dyah 1 0 2 1
26 Rizki 5 1 1 1 1 0
27 Maria 2 1 1 0 2 1
28 Ratih 1 1 1 0 1 0 2 0 5 1
29 Pratiwi 1 0 1 0 1 0 3 0
30 Kartika 2 0 2 1 2 1 6 2
31 Wulandari 1 0 3 0 6 1 10 1
32 Fajar 2 0 1 0 3 0
33 Bayu 2 1 2 1 4 2
34 Lestari 1 0 1 0 1 1 1 0 4 1
35 Anita 1 0 2 1 3 1
36 Muhammad 1 1 1 0 1 0 3 1
37 Kusuma 2 1 2 0 2 0 6 1
38 Rahmawati 1 0 10 0 5 3 16 3
39 Fitria 2 0 3 1 5 1
40 Retno 2 0 2 0 3 0 7 0
41 Kurnia 3 0 5 0 8 0
42 Nunung 1 0 1 0 2 1 4 1
43 Aditya 2 1 1 0 3 1
44 Ria 1 0 1 1 2 1
45 Nugroho 2 1 2 1 1 0 1 0 6 2
46 Putu 2 0 2 0
47 Handayani 2 1 1 0 2 0 5 1
48 Rahayu 5 0 4 0 2 0 11 0
49 Yunita 2 0 3 1 2 0 7 1
50 Rina 1 0 1 0 2 0 4 0
51 Ade 1 1 3 1 4 2
52 Widya 1 0 2 0 2 0 5 0
53 Intan 2 2 1 1 1 1 4 4
54 Diana 1 1 2 0 1 1 4 2
55 Agustina 2 0 2 0 3 1 7 1
56 Made 3 0 4 0 7 0
57 Abdul 1 1 1 1 2 2
58 Setiawan 1 0 1 0 2 1 5 1 9 2
59 Rezi 1 0 1 0 2 0
60 Rini 1 1 2 0 1 0 1 1 5 2
61 Wahyuni 1 0 1 0 2 0
62 Yulia 3 1 1 0 1 0 5 1
63 Maya 3 0 1 0 2 1 6 1
64 6Puji 1 0 1 0 4 0 6 0
65 Utami 1 1 2 1 3 1 6 3
66 Amalia 1 0 1 1 2 0 4 1
67 Dina 2 1 4 0 5 1 11 2
68 Dewi 1 0 1 1 2 0 5 1
69 Citra 1 0 1 0 2 1 1 0 5 1
70 Aried 1 0 1 0 1 0 3 0
71 Munaroh 2 1 5 1 7 2
72 Bagus 2 0 2 1 1 0 5 1
73 Hidayat 4 2 1 0 2 0 7 2
74 Rendra 1 0 2 0 1 0 4 0
75 Eva 1 0 1 0 2 1 4 1
76 Erika 1 1 1 1 2 2
77 Raden 1 0 1 1 1 1 2 0 5 2
78 Novia 1 1 2 1 3 2
79 Irma 3 0 2 0 5 0

80 Astuti 1 1 1 1 2 1 5 3
81 Achmad 2 0 4 1 6 1
82 Aulia 1 0 1 0 2 0
83 Surya 1 1 2 1 1 0 2 1 6 3
84 Amelia 1 0 2 0 1 1 4 1
85 Prima 2 0 4 1 6 1
86 Angga 1 0 2 1 3 1 6 2
87 Hadi 2 0 1 0 3 0
88 Diana 2 1 3 1 2 0 7 2
89 Anggraini 1 1 2 0 3 1
90 Wulan 2 0 2 1 4 1
91 Saputra 2 0 1 0 5 0 8 0
92 Yuni 3 0 2 1 2 0 7 1
93 Saras 1 1 1 1 5 0 7 2
94 Thomas 1 1 1 1 2 2
95 Amanda 2 0 1 0 3 1
96 Bima 3 1 1 0 2 1 6 2
97 Tania 2 1 1 1 1 1 4 3
98 Firman 2 0 1 0 3 0 6 0
99 Haikal 1 0 1 1 1 1 2 1 5 3
100 Jeni 4 0 4 0 2 1 10 1

TOTAL 519 121


7

10

11
12
C. Hasil hitung

jumlah penampung positif jentik


BI : × 100
jumlah rumah diperiksa
121
: ×100
100
: 121
jumlah rumah positif jentik
HI : ×100 %
jumlah rumah diperiksa
74
: ×100 %
100
: 74%

jumlah penampung positif jentik


CI : × 100%
jumlah penampung diperiksa
121
: ×100 %
518
: 23,35%

jumlah rumah negatif jentik


ABJ : ×100 %
jumlah rumah diperiksa
26
: ×100 %
100
: 26%
14
D. Pembahasan
Hasil perhitungan House Index dari form diatas adalah 74% dan jika
dimasukan dalam table Density Figure House Index termasuk kepadatan
tinggi karena masuk dalam range 8 , hasil perhitungan Container Index dari
form diatas adalah 23,35% dan jika dimasukan dalam table Density Figure
Container Index termasuk kepadatan tinggi karena termasuk range 6 , hasil
perhitungan Breteau Index dari form diatas adalah 121 dan jika dimasukan
dalam table Density Figure Breteau Index termasuk kepadatan tinggi karena
termasuk range 8.
15

III. FOGGING

A. Tujuan
Untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai prinsip fogging dan cara
penggunaan thermal fogger
B. Hasil

1) 2)
Step 1 : tekan tombol starter
Step 2 :pompa beberapa kali untuk menyalakan mesin
3) 4)
16
Step 3 : arahkan mocong mesin ke tempat yang akan di fogging, boleh
menyudut lancip ketika menghadapkan moncong mesin tapi jangan
mengarahkan terlalu ekstrim yaitu terlalu ke atas ataupun terlalu kebawah
Step 4 : buka kran asap, asap akan menyembur keluar dari moncong mesin.
Jika target sudah selesai, kran larutan ditutup kembali, sehingga asap tidak
lagi menyembur keluar dari moncong mesin, matikan mesin dengan cara
menutup kran bahan bakar.
 https://youtu.be/9DjZj8pJbcI
C. Pembahasan
Dewasa ini upaya pemberantasan vector penyebab malaria yaitu nyamuk
Anopheles dan vector penyebab DBD yaitu nyauk Aedes aegyptie masih
belum efektif dilakukan oleh masyarakat dan juga pemerintah, angka kasus
keduanya masih dibilang tinggi, Kementerian Kesehatan Republik Indoneisa
mencatat pada tahun 2016, terdapat 201.885 penderita DBD di seluruh
wilayah Indonesia dimana sebanyak 1.585 penderita meninggal dunia akibat
serangan virus dengue yang berpindah ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Bahkan di beberapa provinsi jumlah kasus
DBD cenderung meningkatkan atau pun bersifat fluktuatif namun masih pada
jumlah kasus yang cukup tinggi.Pada beberapa wilayah peningkatan kasus
DBD dipengaruhi oleh curah hujan dan kelembaban udara. (Kemenkes. 2017)

Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan
melakukan Fogging, pengasapan / fogging adalah pemberantasan nyamuk
yang menggunakan mesin atau alat, dimana nantinya alat tersebut akan
mengeluarkan asap yang mengandung insektisida untuk membunuh nyamuk
dewasa saja. Namun dalam penggunaan alat fogging sendiri harus dilakukan
oleh orang yang benar-benar terlatih dan sudah mengerti cara penggunaannya.

17

Sebab, fogging memiliki risiko negatif yang tinggi mulai dari resistensi,
kebakaran, kematian (bersifat racun) dan lain sebagainya, fogging sendiri
dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologi positif yakni ditemukan
penderita atau tersangka DBD/ditemukan tiga atau lebih penderita panas tanpa
sebab yang jelas dan ditemukan jentik. (Amelia-Yap, Chee hang Chen, Mohd
Sofian Azirun VLL, 2018)

Keberadaan jentik pada bak mandi juga berhubungan dengan kejadian


DBD dengan risiko yang ditunjukkan adalah 2,612 kali lebih besar
dibandingkan rumah yang tidak terdapat jentik pada bak mandi, dengan
adanya jentik menunjukkan di rumah tersebut terdapat nyamuk Aedes aegypti.
(Sukowinarsih, T.E., dan Cahyati, W. H., 2010)

Salah satu insektisida yang digunakan untuk memberantas vektor


demam berdarah dengue adalah malathion. Malathion temasuk kelompok
insektisida organofosfor yang dipergunakan secara luas untuk membasmi
serangga dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga,
dan mempunyai daya racun yang tinggi pada serangga sedangkan
toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah, sehingga banyak digunakan.
(Soenjono, S.T., 2011)
Sasaran fogging adalah semua ruangan baik dalam bangunan rumah
maupun di luar bangunan (halaman/pekarangan) karena obyek sasaran adalah
nyamuk yg terbang, sifat kerja dari fogging adalah knock down effect yang
berarti setelah nyamuk kontak dengan partikel insektisida diharapkan mati
setelah 24 jam.

18
Cara melakukan fogging yaitu :
1. Siapkan semua peralatan yang diperlukan dan periksa lokasi yang akan di
fogging.
2. Masukan larutan pestisida, bensin dan baterai sesuai dengan tempatnya
pada fog machine.
3. Pasanglah nozzle yang sesuai
4. Hidupkan fog machine dengan cara:
a. Jika menggunakan mesin puls fog kran bensin secukupnya, kemudian
tekan bulb (dipompa) beberapa kali hingga mesin hidup.
b. Jika menggunakan mesin swing fog SNI 1 tutup kran bensin dan pompa
5 kali. Kran bensin dibuka, kemudian tekan tombol starter bersamasama
dengan dipompa beberapa kali hingga mesin hidup.
5. Atur kran bensin dan katup udara hingga bunyi mesin terdengar normal
dan stabil.
6. gendong fog machine, arahkan moncong mesin ketempat-tempat yang
akan di fogging, dan moncong mesin dengan lantai diusahakan
membentuk sudut lancip, kemudian kran larutan dibuka, asap akan
menyembur keluar dari moncong mesin. Jika target sudah selesai, kran
larutan ditutup kembali, sehingga asap tidak lagi menyembur keluar dari
moncong mesin, matikan mesin dengan cara menutup kran bahan bakar.
(Susanti L dan Boesri H. 2012. )

19

D. DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. Data dan Informasi, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta; 2017.

Amelia-Yap, Chee hang Chen, Mohd Sofian Azirun VLL. Pyrethroid


resistance in the dengue vector Ae. aegypti in southeast asia: present
situation and prospects for management. Parasites and Vectors.
2018;11:332

Susanti L dan Boesri H. 2012. Insektisida Sipermethrin 100 G/L Terhadap


Nyamuk Dengan Metode Pengasapan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7
(2) 157-163.

Sukowinarsih, T.E., dan Cahyati, W. H., 2010, Hubungan Sanitasi Rumah


Dengan Angka Bebas Jentik Aedes Aegypti, Jurnal KEMAS Universitas
Negeri Semarang 2010, (1) : 30- 35

Soenjono, S.T., 2011, Status Kerentanan Nyamuk Aedes sp.


(Diptera:Culicidae) Terhadap Malation Dan Aktivitas Enzim Esterase
Non Spesifik Di Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandar
Udara Sam Ratulangi Manado, Jurnal Kesehatan Lingkungan, (1): 1-6

20

IV. INSECTICIDE RESIDUAL SPRAYING (IRS)

A. TUJUAN
Untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai prinsip insecticide residual
spraying (IRS) dan cara penggunaan spraying can
B. HASIL

1) 2)
Step 1 : setelah memasukan larutan pestisida ke dalam tangki sekitar ¾ dari
tabung, lalu tutup tanki tersebut kemudian pompa hingga mencapai tekanan
maksimal agar cairan yang keluar merata dan cukup kuat dorongannya saat
keluar, setelah itu gendong alat spraying, boleh di sisi kanan maupun kiri dan
usahakan menggendong dari atas meja atau permukaan yang lebih tinggi dari
lantai yang dipijak
Step 2 : posisi tubuh berdiri sejauh 1 m dari dinding kemudian arahkan nozzle
ke dinding dengan jarak 45 cm, hitung pergerakan nozzle sampai hitungan ke-
7 dengan intonasi yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.

21

3) 4)
Step 3 : lakukan kembali step ke-2
Step 4 : lakukan kembali step ke-2 tetapi nozzle sedikit ditarik ke belakang,
agar posisinya tetap 45 cm dan cairan merata ke permukaan dinding
5) 6) 7)

22

Step 5 : lakukan kembali step ke-2, jarak nozzle pada dinding tetap 45 cm

Step 6 : lakukan step ke-2

Step 7 : lakukan step ke-2, jika ingin berpindah tempat lakukan dengan metode zig-
zag jika berakhir diakhir, maka perpindahan step 1 dimulai dari bawah

Berikut Link Video Fogging :

 https://youtu.be/HukhaFagtU0
C. PEMBAHASAN

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi sasaran


prioritas komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Eliminasi
malaria di Indonesia dimulai sejak tahun 2008 dan pada tahun 2030 diharapkan
seluruh wilayah Indonesia bebas malaria. Khusus Jawa dan Bali eliminasi malaria
ditargetkan tercapai pada tahun 2015. Upaya pengendalian malaria dilakukan untuk
membatasi penularan serta pengendalian vektor penularnya. Pengendalian tersebut
antara lain dilakukan melalui kegiatan surveilans migrasi, pengobatan penderita, dan
pengendalian vektor malaria dengan kelambu berinsektisida dan penyemprotan
rumah dengan insektisida (Indoor Residual Spraying/IRS). (Kementerian Kesehatan
RI, 2015)

IRS adalah teknik penyemprotan (spraying) insektisida yang dilakukan pada


dinding rumah atau bangunan bagian dalam (indoor) dengan harapan vector malaria
yang hinggap atau beristirahat pada dinding tersebut akan berkontak dengan
sisa/endapan (residu) insektisida yang ada padanya selama beberapa waktu, dan
kemudian mati (Kementerian Kesehatan RI, 2016.)

23

IRS menggunakan bahan aktif bendiocab menyebabkan terjadi penurunan


populasi vektor. Penurunan populasi vektor dapat dilihat dari penurunan Anopheles
gambie yang menghisap darah manusia di lokasi penyemprotan (Akogbeto, M.,
Pandonou, G, G., Bankole, H, S., Gazard, D, K., and Gbedjissi, G, L, 2011)

Perkembangbiakan Anopheles sp adalah kobakan di sekitar ladang dan kolam


tidak terpakai. Aplikasi pengendalian vektor dengan kelambu berinsektisida dan IRS
mampu menurunkan populasi nyamuk, hal ini dapat dilihat dari penurunan populasi
nyamuk sebelum dan sesudah aplikasi. (Arsin AA, 2012)

  Pengetahuan yang tinggi tentang pencegahan, penularan dan pengobatan


malaria berdampak cukup besar terhadap efektivitas program pengendalian malaria,
oleh karena itu program pendidikan kesehatan masyarakat harus selalu dilaksanakan
untuk meningkatkan pengetahuan yang ada dari seluruh penduduk dalam jangka
waktu yang memadai, agar dapat tercapai. Efektif cakupan keseluruhan dari
intervensi pengendalian vektor oleh IRS ditemukan relatif tinggi, yaitu
94%. Pengetahuan rumah tangga tentang penularan malaria, penerimaan dan tingkat
kepuasan pada IRS sesuai untuk mengidentifikasi indikator untuk meningkatkan
efektivitas program pengendalian malaria. Hasilnya dapat membantu pembuat
kebijakan untuk membuat keputusan yang tepat tentang intervensi IRS. (Mazigo HD,
Obasy E, Mauka W, Manyiri P, Zinga M, Kweka EJ, dkk, 2010)

24

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melaksanakan penyemprotan : 1)


Membuat rencana kerja penyemprotan 2) Mengirimkan rencana penyemprotan
kepada kepala desa minimal 3 hari sebelum penyemprotan 3) Memberikan jadwal
penyemprotan kepada pemilik rumah sekaligus mengadakan penyuluhan 4)
Mempersiapkan alat/bahan yang akan digunakan dalam melaksanakan penyemprotan
kemudian semprot permukaan dinding searah dengan jarum jam dimulai dari pintu
masuk, lalu tutuplah pintu dan jendela ruangan yang sedang disemprot tapi bukalah
jendela dan pintu lain agar penyemprot tidak bekerja diruang tertutup. Beberapa hal
yang dilakukan setelah sesi penyemprotan selesai : beritahukan kepada pemilik
rumah agar racun serangga yang menempel didinding tidak dihapus, kaca dan lantai
yang terkena racun serangga boleh dibersihkan dan racun serangga hasil pembersihan
harus ditanam, selama enam bulan berikutnya jangan dulu mengapur dinding, spray
can dan peralatan lainnya supaya dibersihkan. Hati-hati membuang air bekas
membersihkan spray can dan alat-alat lainnya jangan sampai mencemari kolam ikan
dan sumber air penduduk, penghuni rumah baru boleh masuk ke dalam rumah satu
jam setelah penyemprotan selesai, bila ada serangga yang mati setelah penyemprotan
agar disapu dan dikumpulkan kemudian dikubur.

25

D. DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman manajemen malaria. Jakarta: Kemenkes


RI;2015. 1-128 p.

Kemenkes RI. The desk review malaria programe review 2016. Jakarta:
Kemenkes RI;2016. 1-74 p.

Arsin AA. Malaria di Indonesia tinjauan aspek epidemiologi. Makasar:


Masagena Press;2012. 1-206 p.
Mazigo HD, Obasy E, Mauka W, Manyiri P, Zinga M, Kweka EJ, dkk.
Pengetahuan, Sikap, dan Praktik tentang Malaria dan Pengendaliannya di
Pedesaan Tanzania Barat Laut. Pengobatan Malaria. 2010; 2010 : 1 -9

Akogbeto, M., Pandonou, G, G., Bankole, H, S.,Gazard, D, K., and Gbedjissi,


G, L. Dramatic Decrease in Malaria Transmission after LargeScale Indoor
Residual Spraying with Bendiocarb in Benin, an Area of High Resistance
of Anopheles gambie to Pyrethroids. Am.J.Tropical Medecine and
Hygiene. 2011

26

V. PERANGKAP LALAT

A. TUJUAN

1. Agar mahasiswa tahu bagaimana mengukur kepadatan lalat di suatu lokasi

2. Agar mahasiswa dapat mengenali jenis lalat sebagai pertimbangan pengendalian

B. ALAT & BAHAN

a. Fly grill
b. Counter
c. Stopwatch
d. Alat tulis

C. CARA KERJA

1. Cari lokasi yang banyak terdapat lalat namun pastikan trap mudah diawasi dan
tidak hilang atau terbawa angin
2. Ambil dan buka trap lalat di tempat yang anda akan memasang
3. Pasang lem lalat 3-5 jam
4. Amati dan identifikasi lalat yang tertangkap

D. PEMBAHASAN

Tak dipungkiri lalat telah lama hidup berdampingan dengan manusia terutama
di lingkungan dengan sanitasi buruk dan seringkali menimbulkan masalah kesehatan
bagi manusia,. permasalahan yang ditimbulkan lalat ini nyaris tidak mendapatkan
perhatian dari pengelola program di jajaran kesehatan dan sektor lainnya terutama
masalah manajemen pengendalian penyakit bersumber lalat ini dilihat dari kurangnya
kegiatan monitoring dan surveilans keberadaan lalat di masyarakat (Andiarsa D,
Setianingsih I, Fadilly A, Hidayat S, Setyaningtyas DE, Hairani B, 2015)

27

Pada praktikum kali ini, dapur rumah saya menjadi lokasi yang saya pilih
untuk memasang trap lalat, alasan saya memilih lokasi tersebut karena di dapur
terdapat beberapa bahan makanan yang akan diolah menjadi makanan siap saji seperti
daging ayam, daging ikan bandeng, sayuran yang sudah dipotong-potong. Sebanyak
44 lalat tertangkap di trap lalat, setelah diidentifikasi dengan melihat ciri-ciri dari lalat
yang tertangkap, diperoleh jenis lalat tersebut adalah lalat rumah (Musca domestica)
dan lalat hijau (Chrysomya megacephala).

Penelitian skala laboratorium di Iran membuktikan bahwa lalat Musca


domestica memiliki peran penting dalam menyebarluaskan beberapa bakteri yang
resisten terhadap antibotik. Risiko menjadi lebih besar saat bakteri yang berada dalam
kotoran dan dengan mudah tertelan dan masuk dalam tubuh lalat, lalat dapat
meningkatkan transmisi resistensi antimikroba pada bakteri yang berkembang biak
dalam saluran pencernaan, bagian mulut dan muntahan lalat (Nazari M, Mahrabi T,
Hosseini SM, Alikhani MY. 2017)

Lalat rumah termasuk family Muscidae yang tersebar di seluruh dunia.


Setelah beberapa hari, lalat siap bereproduksi. Pada kondisi normal, lalat betina
dewasa jarang sekali bertelur lebih dari 5 kali dan jarang meletakkan telur lebih dari
120 – 130 telur setiap bertelur. Bergantung pada suhu udara, perkembangan
M.domestica dari telur hingga lalat dewasa membutuhkan waktu 42 hari. (Sucipto.
2011)

Dari pengamatan dekat yang telah dilakukan tanda tanda morfologi


C.megachepala yaitu warna tubuh hijau kebiruan metalik, panjang tubuh sekitar
9,5mm panjang venasi sayap 5mm. Thoraxs berwarna hijau metalik kecoklatam
(Suraini.2011)

28

Kondisi yang sangat mendukung perkembanganbiakan lalat hingga menjadi


populasi yang cukup meresahkan lingkungan kita antara lain kelembaban tinggi, suhu
hangat, dan melimpahnya sumber makanan bagi lalat yaitu sampah organik sisa
rumah tangga dan kotoran hewan. Kondisi tersebut sangat ideal bagi
perkembangbiakan lalat dan hanya bisa terjadi pada suatu wilayah yang memiliki
sanitasi yang buruk dan cenderung kumuh. Hal ini dapat terjadi di wilayah pinggiran
kota, daerah dekat dengan pasar tradisional, daerah dekat dengan pemukiman padat,
daerah peternakan, tempat umum, rumah sakit dan area pembuangan sampah.
Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan beberapa upaya pengelolaan
sampah secara rutin sehingga mengurangi jumlah makanan dan tempat bertelur bagi
lalat dan akhirnya populasi lalatpun dapat diturunkan. Menyediakan predator alami
lalat di alam misalnya Carcinops pumilio dan tungau dari famili Macrochelidae
merupakan cara yang cukup ramah lingkungan untuk mengendalikan hama ini
(Chaiwong T, Srivoramas T, Sueabsamran P, Sukontason K, Sanford MR,
Sukontason KL. 2014)

Strategi pengendalian populasi lalat lain dapat menggunakan perangkap atau


umpan yang dapat dibuat dengan sederhana dan memanfaatkan bahan yang ada di
sekitar kita. Contoh yang dapat dilakukan dengan membuat perangkap menggunakan
botol plastik yang dipotong bagian atasnya dan dipasangkan kembali secara terbalik
dan selanjutnya diberikan umpan di dalamnya dan dipasang pada daerah yang banyak
lalatnya. Manitoba trap juga dianggap cukup efektif dalam menangkap banyak jenis
lalat. Alat ini berbentuk seperti kubah terbuat dari kain kasa dengan botol perangkap
yang terpasang diatasnya. Penggunaan perangkap lalat berperekat dengan bantuan
atraktan lampu berwarna biru juga cukup efektif dalam pengendalian populasi lalat.
Cara lain dapat menggunakan perangkap berperekat dengan bahan atraktan lalat yang
sudah banyak dijual. Cara sederhana dan murah masih banyak lagi dan ini cukup
efektif mengurangi populasi lalat di wilayah tersebut (Prasetya RD, Yamtana, Amalia
R. 2015)

29

Berikut foto keadaan sekitar lokasi &foto hasil trap lalat


30
 Lalat rumah
 Lalat hijau

31
E. DAFTAR PUSTAKA
Andiarsa D, Setianingsih I, Fadilly A, Hidayat S, Setyaningtyas DE, Hairani B. 2015.
Gambaran bakteriologis lalat dan culicidae (Ordo: Diptera) di lingkungan
Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. J Vektor Penyakit;9(2):37-44.

Suraini. 2011. Jenis - Jenis Lalat (Diptera) Dan Bakteri Enterobacteriaceae Yang
Terdapat Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kota Padang [Tesis].
Padang: Program

Nurita AT, Hassan AA. 2013. Filth flies associated with municipal solid waste and
impact of delay in cover soil application on adult filth fly emergence in a
sanitary landfill in Pulau Pinang, Malaysia. Bull Entomol Res;103(3):296–
302.

Nazari M, Mahrabi T, Hosseini SM, Alikhani MY. 2017. Bacterial contamination of


adult house flies (Musca domestica) and sensitivity of these bacteria to
various antibiotics, captured from Hamadan City, Iran. J Clin Diagnostic
Res;11(4):DC04–7.
Chaiwong T, Srivoramas T, Sueabsamran P, Sukontason K, Sanford MR, Sukontason
KL. 2014. The blow fly, Chrysomya megacephala, and the house fly, Musca
domestica, as mechanical vectors of pathogenic bacteria in Northeast
Thailand. Trop Biomed;31(2):336–46.
Prasetya RD, Yamtana, Amalia R. 2015. Pengaruh variasi warna lampu pada alat
perekat lalat terhadap jumlah lalat rumah (Musca domestica) yang
terperangkap. BALABA;11(1):29–34.
Sucipto,C,D. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta:Gosyen Publishing
32

VI. PERANGKAP KECOA

A. TUJUAN
1. Agar mahasiswa tahu bagaimana mengukur kepadatan kecoa di suatu lokasi
2. Agar mahasiswa dapat mengenali jenis kecoa sebagai pertimbangan
pengendalian
B. ALAT, BAHAN & CARA KERJA
1. Sticky Trap Kecoa
2. Umpan
 Cara Kerja:
1. Carilah lokasi yang banyak terdapat kecoa namun pastikan trap anda mudah
diawasi, tidak kehujanan, tidak hilang atau terbawa angin.
2. Rangkai trap kecoa sesuai prosedur pemasangan trap agar siap digunakan
3. Pasang trap selama 1-3 hari sampai dapat kecoa
4. Amati dan Identifikasi kecoa yang tertangkap
C. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini pada hari pertama gudang menjadi lokasi saya
memasang trap kecoa, karena hasilnya nihil pada hari kedua saya pindah lokasi
trap menempel di dinding di dekat pintu belakang rumah saya. Alasan saya
memilih lokasi pertama yaitu gudang karena gudang merupakan tempat yang
lembab dan tempat menympan barang-barang yang tidak terawat sehingga bisa
menjadi tempat perkembang biakan kecoa, kemudian alasan saya memilih lokasi
kedua yaitu dinding dekat pintu belakang karena saya rasa mungkin ada kecoa
yang melintas disana. Keesokan harinya terdapat satu kecoa dan satu anak kodok,
setelah diidentifikasi berdasar ciri-ciri kecoa tersebut termasuk jenis Neostylopyga
rhombifolia (Kecoa Harlequin)
33

 Foto pemasangan Sticky Trap

 Hasil Sticky Trap


34

 Gambar kecoa Harlequin

Kecoa merupakan vektor mekanik beberapa mikroorganisme seperti


Streptococcus sp, Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp, Pseudomonas
aeruginosa, Mycobacterium sp, Klebsiella pneumonia dan di tubuhnya terdapat
ektoparasit dan endoparasit yang didominasi oleh nematoda. sehingga kecoa
mampu menyebarkan penyakit disentri, diare, cholera. Tubuh kecoa terdapat
Angka Lempeng Total (ALT) sejumlah 3,7 x 106 koloni/gr. Dan sebanyak 3,3 %
kecoa domestik telah terkontaminasi Salmonella enteritidis.

Kecoa Neostylopyga rhombifolia atau kecoa harlequin memiliki ciri morfologi


tubuh berwarna hitam dengan corak kekuningan, kaki berwarna coklat terang dan
tidak memiliki sayap. Kecoa ini ditemukan di tempat penjualan makanan kering
yang bersembunyi dibawah almari penyimpanan makanan.
35

Untuk menghindari adanya kontak antara manusia dengan kecoa dan mencegah
timbulnya penyebaran penyakit, maka sangat diperlukan pengendalian vektor.
Sehingga peluang kecoa menjadi vektor mekanik dapat diminimalisir.Pengendalian
kecoa dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti secara sanitasi, biologis, mekanis
atau kimiawi. Pada umumnya cara kimiawi lebih banyak dilakukan oleh masyarakat
seperti penyemprotan atau pengasapan karena dinilai lebih praktis. Pengendalian
vektor penyakit dengan menggunakan insektisida masih jadi prioritas utama yang
dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat. Pengendaian kimia yang paling
efektif digunakan adalah bubuk racun kecoa (boric acide), sedangkan pengendalian
dengan aerosol tidak mengurangi populasi kecoa. Noureldin et al. menunjukkan
bahwa pengendalian kecoa dengan borit acide atau asam borat secara signifikan dapat
mengurangi populasi kecoa dalam waktu dua belas minggu dibandingkan dengan
pengendalian lambdacyhalothrindan imidacloprid gel .

Suhu udara 24-330C adalah suhu udara yang optimum untuk


perkembangbiakan kecoa.4 Suhu yang hangat dan kelembaban tinggi mendukung
kecoa untuk melangsungkan metamorfosis, nimfa berubah menjadi dewasa dan
siap untuk bereproduksi

Kecoa termasuk jenis insecta yang berperan sebagai vektor mekanik beberapa
penyakit. Kecoa seringkali menganggu kenyamanan dan estetika karena
menimbulkan bau, pencetus alergi, membawa bakteri serta parasit, serta
meninggalkan noda pada dinding , lantai, dan perabot rumah. Penyakit yang dapat
ditularkan melalui kecoa diantaranya typus, toksoplasma, asma, TBC, kolera.
36

Meningkatkan kondisi sanitasi merupakan langkah yang penting untuk


mensukseskan strategi pengendalian kecoa yang biorasional Upaya pengendalian
kecoa dapat dilakukan dengan memanfaatkan bakteri entomopatogen. Tidak seperti
upaya pengendalian secara kimiawi yang dapat bersifat persistens di lingkungan,
upaya pengendalian dengan memanfaatkan bakteri entomopatogen bersifat lebih
ramah lingkungan, sehingga tidak akan memberi efek negatif terhadap lingkungan.
Pemanfaatan agensia hayati mempunyai beberapa kelebihan yaitu selektivitas tinggi,
organisme agen hayati yang digunakan sudah tersedia di alam, organisme yang
digunakan aktif mencari dan menemukan inangnya, mudah berkembang biak dan
menyebar, target tidak menjadi resisten atau kalau terjadi sangat lambat, dan
pengendalian dengan agen hayati dapat berjalan dengan sendirinya

Pengendalian dengan metode baiting gel dianggap sebagai metode yang lebih
aman terhadap lingkungan dan manusia karena pengendalian dengan umpan ini
akan mengenai hewan sasaran saja melalui jalur oral.
37
D. DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, L. K., Yuliawati, S., & Martini, M. (2018). Gambaran Faktor-Faktor
yang Terkait dengan Kepadatan Kecoa di Tempat Penjualan Bahan
Pangan dan Makanan Pasar Tradisional Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal).6 (5):295-301.
Arifin, K. 2011. Penggunaan Musuh Alami sebagai Komponen Pengendalian
Hama Padi Berbasis Ekologi. Pengembangan Inovasi Pertanian 4: 29-46
Memona H, Manzoor F, Riaz S, 2017. Species diversity and distributional pattern
of cockroaches in Lahore, Pakistan. J Arthropod Borne Dis;11(2):239–49.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 50,2017 . Tentang standar baku mutu
kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor dan
binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Shahraki GH, Noor HM, Rafinejad J, Shahar MK, Ibrahim Y Bin, 2010. Efficacy
of sanitation and sanitary factors against the German cockroach (Blattella
germanica) infestation and effectiveness of educational programs on
sanitation in Iran. Asian Biomed;4(5):803– 10. 15. Noureld
. Mairawita, Rahayu R, Jannatan R. Cockroaches species (Dictyoptera) at
traditional
markets and hospitals in Padang , West Sumatra Indonesia;(September).
Fitriana, Dwi F , Retno, Hestingsih , Martini, P. G, 2017. Bakteri Kontaminan
Salmonella sp. Pada Kecoa (Blattidae) Di Kapal Domestik Yang
Bersandar di Pelabuhan Pangkal Balam Kepulauan Bangka Belitung.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal)
38

VII. PERANGKAP TIKUS

A. TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi tikus
2. Untuk mengetahui jenis umpan kesukaan tikus untuk penjebakan (trapping)
3. Untuk mengetahui keberadaan atau habitat tikus
4. Untuk mengetahui keberadaan ektoparasit pada tikus
B. ALAT & BAHAN
1. Single live trap
2. Umpan tikus (kelapa bakar, ikan)
3. Timbangan
4. Ember berisi air
5. Penggaris
6. Masker dan sarung tangan lateks
7. Buku catatan dan bolpoin
 Cara Kerja
1. Pasanglah berbagai makanan ditempat-tempat yang akan dipasang
perangkap tikus (sesuai kaidah sampling). Hindarkan kemungkinan
termakan binatang peliharaan.
2. Timbang single live trap terlebih dahulu.
3. Biarkan selama sehari semalam.
4. Setelah tikus masuk dalam perangkap, timbang single live trap beserta
tikus yang ada didalamnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui berat
tikus yang ditangkap
39

5. Siapkan ember lalu isi air hingga penuh, kemudian masukkan tikus
beserta perangkapnya. Cara tersebut untuk mematikan tikus
6. Kemudian angkat tikus yang telah mati, ukur tikus tersebut
menggunakan mistar dengan cara memegangnya lalu mengukur Ear,
Hind Foot, Tail, Head n Body, Total Length, jumlah puting
7. Catat hasil pengukuran tikus tersebut
C. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini saya memilih dapur tetangga sebagai lokasi
penjebakan tikus menggunakan Rat Trap, alasan saya memilih dapur tetangga
sebagai lokasi penjebakan karena di rumah tetangga saya kerap ditemukan
adanya tikus. Saya mendapati seekor tikus yang terjebak di Rat Trap, setelah
diidentifikasi tikus tersebut termasuk jenis Mus musculus (Mencit Rumah).
Ciri mencit rumah diantaranya adalah memiliki panjang ekor berkisar 6-10,5
cm, hampir sama panjangny dengan panjang kepala dan badan 6,5-9,5 cm.
Tikus ini memiliki mata yang hitam dan menonjol, tlinga yang bulat,
moncong yang runcing dan kumis yang panjang, tikus dewasa dapat mencapai
12-30 gram, tikus ini berwarna cokelat terang hingga gelap, rambut pada
bagian perut berwarna putih abu-abu, warna ekor bagian bawah lebih terang
daripada atasnya
40

 Foto lokasi penjebakan

 Foto jasad tikus


41

 Tikus Mus musculus

Tikus merupakan vektor penyakit pes dan leptospirosis, Penyakit ini


merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain yang dapat
ditularkan kepada manusia. Pes juga merupakan penyakit yang bersifat akut
disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis. Pes dikenal yaitu pes bubo ditandai dengan
demam tinggi, tubuh. Vektor membawa unsur penyebab biologis, yang mengalami
perubahan atau berkembang biak dalam tubuh vektor sebelum dipindahkan ke pejamu
potensial. Vektor yang diambil dalam pembahasan ini adalah pinjal atau dikenal
dengan kutu loncat (fleas) yang terdapat pada tikus mencit di Indonesia merupakan
hasil divergen dari mencit di Asia Barat Daya.
42

Tikus juga memberikan dampak yang besar di bidang kesehatan. Di bidang


kesehatan, tikus dapat menjadi reservoir beberapa patogen penyebab penyakit pada
manusia. Teknik pengendalian tikus terdiri dari empat tahapan yaitu monitoring,
sanitasi, pemerangkapan dan pengunaan bahan kimia (insektisida). Biasanya petani
sering mengkombinasikan teknik pengendalian secara fisik dengan mekanik seperti
jenis pemerangkapan (trap). Metode pengendalian pengunaan perangkap adalah
teknik pengendalian yang sangatsering digunakan oleh masyarakat karena dapat
menghindari sifatresistensi tikus,mengurangi pencemaran lingkungan,menghemat
biaya pengendalian serta merupakan cara yang efektif, aman, dan ekonomis.

Kelebihan perangkap dapat digunakan beberapa kali dan pemasangan umpan


pada perangkap dapat mengintensifkan jumlah tenaga kerja. Dalam upaya
mengurangi dampak negatif dari penggunaan bahan kimiawi untuk mengendalikan
tikus, maka perlu dicari alternatif-alternatif pengendalian yang lainnya seperti
penggunaan perangkat.Teknik pengendalian perangkap merupakan teknik
pengendalian yang paling tua.

Namun para peneliti tidak pernah puas dan terus melakukan perbaikan dan
modifikasi jenis-jenis perangkap. Dalam perkembangannya terdapat enam jenis
perangkap Sherum Almunium Live Trap Solid, Sherum Almunium Live Trap
Ventilated, Tomahawuk Live Trap, Havahat Live Trap, Multiple live trap dan Single
live trap.
43

Upaya pengendalian lain yang diperlukan yaitucara fisik pengendalian tikus


secara fisik dilakukan dengan cara pemasangan perangkap. cara mekanis melakukan
upaya goropyokan, yaitu memburu tikus dengan menghancurkan atau membongkar
sarang-sarang tikus yang penataan lingkungan dan wilayah secara terpadu untuk
meminimalisir kepadatan tikus ditempat perindukan tikus serta memberikan
penyuluhan kepada masyarakat yang termasuk dalam wilayah kerja kantor kesehatan
pelabuhan yaitu wilayah buffer mengenai waspada terhadap kemungkinan
penyebaran penyakit tular rodensia dan penyakit tular vektor berkaitan dengan
kepadatan tikus dan ektoparasitnya, Teknik pemerangkapan umumnya memiliki dua
sifat yaitu perangkap hidup dan perangkap yang mematikan (snap trap). Untuk
penelitian ini pemerangkapan yang digunakan adalah pemerangkapan hidup.
Dilapangan pemerangkapan hidup yang sering digunakan ada tiga jenis perangkap
yaitu; perangkap hidup (live trap), perangkap jatuhan (pitfall trap) dan perangkap
perekat (Sticky trap) yang banyak dijual bebas dipasaran

Tikus termasuk jenis binatang yang perkembangannya sangat cepat apabila


kondisi lingkungan menguntungkan bagi kehidupannya Faktor yang sangat
menunjang reproduksi tikus tersedianya makanan, minuman dan tempat
persembunyian atau perlindungan.
44

D. DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, S. (2019). The Existence of Fleas in Rodents at Plague Observation
Area in Nongkojajar Pasuruan Regency. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
11 (3):234-241.
Priyotmo, Yudhi Cahyo. (2015).Study Kepadatan Tikus dan Ektoparasit di
Daerah Perimeter dan buffer pelabuhan Laut Cilacap.
25010112150043
Suzuki H, Nunome M, Kinoshita G, Aplin KP, Vogel P, Kryukov AP, Jin
ML, Han SH, Maryanto I, Tsuchiya K, Ikeda H, Shiroishi T, Yonekawa
H, andMoriwaki K. (2013). Evolutionary and dispersal history of
Eurasian house mice Mus musculus clarified by more extensive
geographic sampling of mitochondrial DNA.Heredity (Edinb).
Nurunisa VF dan Lukman MB. (2012). Analisis daya saing dan strategi
pengembangan agribisnis teh Indonesia. Forum Agribisnis Vol. 2 No.1.
Bogor (ID): Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen.
Institut Pertanian Bogor.

Maharani, A. (2010).Studi kepadatan tikus beserta infestasi pinjal dan


tungau di Pasar Johar, Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Semarang: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Diponegoro

Arengga. B & Dahelmi. (2013). Jenis-Jenis Ektoparasit pada Mamalia Kecil


yang Ditemukan di Pasar Raya Padang, Sumatera Barat. Jurnal Biologi
Universitas Andalas: 2(3); 169– 174
45

Anda mungkin juga menyukai