Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) 70 JUDUL

JUDUL PROGRAM :
STUDI POLA KOLONI EKTOPARASIT (HYDRACHNIDIA)
PADA CAPUNG (ODONATA) DI SLEMAN

BIDANG KEGIATAN :
PKM-P (PENELITIAN)

DISUSUN OLEH :

ANANDA VIRGIANA P.D. (NIM.17308141015 ANGKATAN 2017)


WARYATI (NIM.18308141009 ANGKATAN 2018)
KOMANG AYU C.P. (NIM.19308144011 ANGKATAN 2019)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2020
ii

PENGESAHAN LAPORAN PKM-PENELITIAN

1. Judul Kegiatan : STUDI POLA KOLONI


EKTOPARASIT (HYDRACHNIDIA)
PADA CAPUNG (ODONATA) DI
SLEMAN
2. Bidang Kegiatan : Penelitian
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Ananda Virgiana Prima Dewi
b. NIM : 17308141015
c. Jurusan : Biologi
d. Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta
e. Alamat rumah : Jl. Mawar No. 6 Baciro, Yogyakarta
f. No. HP : 087838295921
g. Alamat email : ananda0313fmipa.2017@student.uny.ac.id
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang
5. Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Suhandoyo, MS.
b. NIP : 19611221 198601 1 001
c. Alamat rumah : Denokan RT01/RW01, Maguwoharjo
d. No.HP : 087834752124
6. Biaya Kegiatan Total
FMIPA UNY : Rp 1.000.000,-
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 bulan

Yogyakarta, 22 Maret 2020

Dosen Pendamping Ketua Pelaksana Kegiatan

(Ir. Suhandoyo, MS.) (Ananda Virgiana Prima Dewi)


NIP. 19611221 198601 1 001 NIM. 17308141015

Menyetujui,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

(Dr. Ali Mahmudi, S.Pd, M.Pd)


NIP. 19730623 199903 1 001
DAFTAR ISI
iii

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………...ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..iii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….v

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..v

RINGKASAN …………………………………………………………....………...vi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………..1


1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………………..2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………...2
1.4 Luaran yang Diharapkan……………………………………………………..2
1.5 Manfaat. ……………………………………………………………………...2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Odonata………………………………………………………………………3
2.2 Hydrachnidia…………….………………………………………………...…4
2.3 Sleman……………...………………………………………………………...6

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ……………………………………………………………....7


3.2 Objek Penelitian……………………………………………………………...7
3.3 Rancangan Penelitian………………………………………………………...8
3.4 Variabel Penelitian ………………………………………………………......8
3.5 Intrumen Penelitian………………………………………………………......8
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………………......8
3.7 Teknik Pengambilan Data…………………………………………………....8
3.8 Teknik Analisis dan Penafsiran Data…………………………………….......8

BAB 4 HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS


iv

4.1 Kondisi Habitat ditemukannya Capung Terinfeksi Tungau Air………........9


4.2 Keberadaan Tungau Air sebagai Ektoparasit pada Capung…………………10
4.3 Potensi Khusus……………………………………………………………….12

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan………………………………………………………………......13
5.2 Saran………………………………………………………………………….13

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..………...14

LAMPIRAN

Lampiran 1. Anggaran Kegiatan…………………………………………………...15


Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan…………………………………………….....18

DAFTAR GAMBAR
v

Gambar 1. Capung (Anisoptera)………………………………………………..3


Gambar 2. Capung-jarum (Zygoptera)………………………………………....3
Gambar 3. Capung terinfeksi Hydrachnidia …………………………………...4
Gambar 4. Contoh Hydrachnidia…………………………………………….....4
Gambar 5. Tubuh bagian ventral dari Arrenurus sp. …………………………...5
Gambar 6. Peta lokasi titik sampling……………………………………………7
Gambar 7. Inlet Embung Tambakboyo…………………………………………9
Gambar 8. Diagram jumlah ektoparasit yang menginfeksi capung……………11
Gambar 9. Dokumentasi pengamatan capung terinfeksi tungau air …………..11
Gambar 10. Tungau air tampak dorsal………………………………………....12
Gambar 11. Tungau air tampak ventral………………………………………...12

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data capung terinfeksi tungau air …………........................................11


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulau Jawa memiliki kurang lebih 142 spesies capung (Lieftinck, 1934). Khusus di
wilayah Yogyakarta telah dijumpai sebanyak >70 jenis capung berdasarkan hasil
pengumpulan data yang dilakukan oleh Indonesia Dragonfly Society. Di antara jenis
capung tersebut terdapat beberapa jenis yang merupakan capung endemik, bahkan ada
yang hanya dapat dijumpai di satu tempat atau wilayah dan tidak dijumpai di wilayah
lainnya.
Capung memiliki peranan penting bagi manusia karena merupakan salah satu
bioindikator untuk memantau kualitas air. Capung akan memilih perairan untuk
meletakkan telurnya (Susanti, 1998: 24). Selain itu, capung juga berperan dalam bidang
kesehatan maupun pertanian. Naiad capung berperan sebagai pemangsa jentik-jentik
nyamuk, sedangkan capung dewasa dikenal sebagai pengendali hama tanaman, seperti
belalang dan ngengat. Kehidupan capung sangat bergantung pada kondisi suatu
perairan, hal itu dikarenakan capung menghabiskan sebagian masa hidupnya dalam
wujud naiad yang hidup di dalam air. Naiad capung memiliki sensitivitas yang berbeda
tiap spesiesnya, ada yang mampu hidup di sungai bersih, sungai kotor, kolam, sawah,
genangan air, waduk, air terjun dan rawa, sehingga dapat digunakan sebagai
bioindikator suatu perairan (Rachman dkk, 2017: 436).
Tungau air (water mites, famili Hydrachnidia), termasuk Ordo Arachnida (Subordo
Acari) hidup pada perairan air tawar. Sebagian besar tungau air dewasa hidup bebas,
namun sebagian larva tungau air hidup sebagai parasit (ektoparasit) pada hewan
Arthropoda, salah satunya yaitu capung. Dalam aliran alami, tungau air dapat
ditemukan sesuai dengan 'kompleks lokalitas' variabel lingkungan yang berbeda (mis.
ketinggian, suhu, geologi daerah aliran sungai). Eksperimental studi mengungkapkan
reaksi yang berbeda individu spesies tungau terhadap variasi suhu, oksigen dan
konsentrasi karbonat dalam air. Karena itu, tungau air dapat ditetapkan sebagai
'indikator ekologi sejati', sebagaimana preferensi masing-masing spesies untuk habitat
yang berbeda dimotivasi oleh fisiologi yang berbeda dan toleransi variabel terhadap
faktor lingkungan (Goldschmidt, 2016: 14).
Kondisi perairan saat ini menemui banyak perubahan diakibatkan kegiatan manusia,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Di daerah Sleman terdapat beberapa
badan perairan seperti sungai, waduk, kolam dan sebagainya. Karena umumnya berada
di wilayah padat penduduk, badan perairan berresiko terkotori oleh sampah domestik.
Kemapuan daya dukung dan daya tampung sungai sangatlah penting untuk
mengembalikan kondisi sungai menjadi baik kembali.
Baik capung dan tungau air sama-sama berperan sebagai bioindikator suatu
lingkungan, hal itulah yang membuat peneliti ingin meneliti bagaimana hubungan pola
koloni tungau air sebagai ektoparasit pada tubuh capung. Saat ini belum ada penelitian
tentang ektoparasit pada capung di daerah Sleman. Belum adanya penelitian
dikarenakan sedikitnya sumber referensi mengenai ektoparasit pada capung di
2

Indonesia. Pada bulan Februari 2020 tercatat seekor individu Agriocnemis femina betina
terinfeksi ektoparasit di wilayah Sleman. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data
awal jenis dan distribusi ektoparasit pada capung di Sleman.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang muncul dapat
dirumuskan:

1.2.1 Apakah saja capung yang terinfeksi Hydrachnidia di Sleman ?


1.2.2 Apa saja jenis ektoparasit yang menginfeksi capung di Sleman?
1.2.3 Bagaimana pola koloni ektoparasit yang menginfeksi capung ?
1.2.4 Bagaimanakah distribusi ektoparasit yang menginfeksi capung di Sleman ?
1.2.5 Bagaimanakah kondisi klimatik edafik pada habitat capung terinfeksi ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari program penelitian ini adalah:
1.3.1 Mengetahui jenis capung yang terinfeksi Hydrachnidia di Sleman.
1.3.2 Mengetahui jenis ektoparasit yang menginfeksi capung di Sleman.
1.3.3 Mengetahui pola koloni ektoparasit yang menginfeksi capung.
1.3.4 Mengetahui distribusi ektoparasit yang menginfeksi capung di Sleman.
1.3.5 Mengetahui kondisi klimatik edafik pada habitat tempat capung terinfeksi.

1.4 Luaran yang Diharapkan


1.4.1 Pamflet mengenai jenis capung yang ditemukan terinfeksi ektoparasit dan jenis
ektoparasit yang menginfeksinya di daerah Sleman.
1.4.2 Risalah ilmiah mengenai jenis capung yang ditemukan terinfeksi ektoparasit dan
jenis ektoparasit yang menginfeksinya di daerah Sleman

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bidang Penelitian
Hasil penelitian merupakan data primer bagi penelitian ektoparasit capung
selanjutnya.
1.5.2 Bidang Pemerintahan
Hasil penelitian menjadi pertimbangan penentuan kebijakan, seperti kebijakan
pengelolaan badan air dan DAS, pembaruan UU mengenai perlindungan satwa
yang disesuaikan dengan kondisi yang ada sekarang serta penentuan kebijakan
lain yang berhubungan. Baik capung dan ektoparasitnya adalah bioindikator
lingkungan yang dapat mengindikasikan kualitas suatu perairan.
1.5.3 Bidang Pendidikan
Hasil dari penelitian ini berupa pamflet yang dapat digunakan sebagai media
pembelajaran tentang ektoparasit pada capung.
1.5.4 Bagi masyarakat umum
Sebagai wawasan pengetahuan mengenai bioindikator lingkungan, wawasan
mikrohabitat, dan kebermanfaatan dari capung sebagai predator.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Capung

Capung merupakan serangga yang masuk kedalam ordo atau bangsa Odonata.
Pada tingkatan takson dibawah ordo, Odonata masih terdapat subordo lagi yaitu
Anisoptera dan Zygoptera. Anisoptera secara umum dikenal sebagai capung atau
dragonfly, sementara Zygoptera disebut capung-jarum atau damselfly (Rahadi dkk,
2013).

Gambar 1 Gambar 2
(capung) (capung-jarum)
Odonata adalah kelompok serangga yang berukuran sedang sampai besar dan
seringkali berwarna menarik. Serangga ini menggunakan sebagian besar hidupnya
untuk terbang. Capung juga memiliki tubuh yang langsing dengan dua pasang sayap,
dan memiliki venasi. Selain itu, capung juga memiliki antena pendek yang berbentuk
rambut, kaki yang berkembang baik, alat mulut tipe pengunyah, mata majemuk yang
besar, abdomen panjang dan langsing (Borror et al, 1992).
Capung memiliki peranan penting bagi manusia yaitu sebagai indikator untuk
memantau kualitas air di sekitar lingkungan hidup. Nimfa capung tidak akan hidup
pada air yang tercemar atau yang tidak bervegetasi (Susanti, 1998). Nimfa capung
memangsa serangga kecil lain yang hidup di dalam air. Nimfa capung dapat
menampung polutan bersifat racun yang berasal dari mangsanya. Kenyataan ini bisa
diartikan bahwa kelangsungan hidup capung tergantung dari pencemaran habitatnya,
sehingga capung dapat digunakan sebagai bioindikator lingkungan aquatik (Watson
dan O’farrel, 1991).

Menurut Ansori (2009) pengaruh kualitas lingkungan suatu habitat seperti suhu,
pH, kelembaban udara, ketersediaan makanan dan kondisi faktor kimia sebagai
penyebab perbedaan jumlah individu odonata pada suatu daerah. Capung merupakan
serangga dengan penyebaran luas, mulai dari hutan – hutan, kenun, sawah, sungai,
danau, dan lain – lain. Capung ditemukan mulai dari tepi pantai hingga ketinggian
lebih dari 3.000 mdpl. Pada beberapa jenis capung, memiliki kemampuan terbang
yang baik dan memiliki daya jelajah wilayah yang luas, dan beberapa jenis lainnya
merupakan penerbang yang lemah dan daya jelajahnya sempit (Borror et al, 1992).
4

2.2 Hydrachnidia

Hydrachnidia atau bisa disebut tungau air, termasuk kelompok Arachnida yang
hidup pada perairan air tawar. Sebagian besar tungau dewasa hidup bebas namun
sebagian larva tungau hidup parasit pada hewan yang berfilum Arthropoda. Tungau
parasit dapat menembus exoskeleton inangnya dan memakan hemolymph dan jaringan
disekitarnya (Smith et al, 2001). Kemampuan tungau parasit untuk menginfeksi
terhadap inangnya dipengaruhi faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban
udara, PH air, curah hujan, dan musim. Selain faktor abiotik, faktor biotik beberapa
interaksi mungkin penting dalam menjelaskan pola distribusi tungau parasit.
Kehadiran inang yang cocok untuk larva tungau parasit adalah salah satu faktor utama
dalam menjalankan siklus kehidupan dan mempengaruhi pola distribusi tungau parasit
(Sabitino et al., 2004).

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Subkelas : Acari
Ordo : Trombidiformes
Subordo : Prostigmata
Famili : Hydrachnidia
Distribusi tungau dan spesies parasitik pada umumnya tergantung pada umur
spesies parasit tersebut, kemampuan suatu parasit untuk berpisah dari inangnya dan
daya tingkat keterikatan inang pada habitat tertentu. Distribusi tungau juga
dibutuhkan oleh filogeni inangnya, kemampuan pemilihan lokasi sebaik mungkin
pada bagian dari tubuh inangnya, sehingga dapat memperoleh kebutuhan makanan
dan bereproduksi maksimum dalam batas tertentu yang ditentukan oleh metabolisme
tungau dan respon fisiologi inangnya (Elmer & Noble, 1982).

Gambar 3 Gambar 4
(capung terinfeksi Hydrachnidia) (contoh Hydrachnidia)
Zawal (2006) mengusulkan bahwa postur inang (khususnya Odonata) selama
oviposisi menentukan lokasi tungau pada tubuh, sementara Mitchell (1969)
5

mengamati bahwa bagian tubuh (thorax dan perut) yang keluar dari exuvia paling
lambat selama molting menjadi dewasa menentukan pemisahan tungau pada situs
spesifik. Menurut Smith (1988), masing-masing spesies tungau memiliki situs
perlekatan yang jelas tetapi awal kontak dapat dilakukan di situs alternatif. Tungau
cenderung menempati keterikatan situs spesifik, daripada memilih situs acak.
Sedikit yang diketahui tentang mekanisme seleksi lokasi penempelan larva tungau
air terhadap inangnya dan hampir semua informasi yang tersedia berkaitan dengan
beberapa spesies dari genus Arrenurus. Pemilihan lokasi larva Arrenurus sp. pada
capung tampaknya sebagian besar merupakan fungsi waktu. Proses metamorfosis
naiad menjadi capung dewasa memaksa larva tungau air untuk menjadi aktif dan
bergerak, mencari titik di mana tungau air dapat bersentuhan dengan tubuh capung,
lalu mereka biasanya menempel di sekitar titik tersebut (Andrew et al., 2015).

Gambar 5 (Tubuh bagian ventral dari Arrenurus sp.)


McKef et al. (2003) menemukan distribusi tungau yang tidak bias pada Odonata.
Dalam penelitian ini 71% dari Agustus-September koleksi Odonata yang terinfeksi
adalah betina. Di Maret-April 87,7% Odonata yang terinfeksi adalah betina. Robb and
Forbes (2006) menemukan perbedaan yang signifikan dalam jumlah, dengan tungau
tampaknya lebih suka inang betina daripada jantan (p = 10%). Mungkin ada dua
alasan utama untuk ini: pada inang jantan tungau matang lebih awal dan melepaskan
diri dari tubuh dalam kondisi lembab (ketika mereka terbang di atas air) (Rehfeldt,
1995); inang betina harus kembali ke air untuk oviposisi, sementara inang jantan
mungkin atau tidak bisa menemani betina (beberapa menemani). Oleh karena itu
adalah keuntungan bagi tungau untuk menunjukkan parasitisme pada inang betina
sehingga dapat kembali ke air dengan mudah dan melanjutkan bagian dari siklus
hidup mereka.
Pada capung betina, vitellogenesis selama pematangan sel telur menghasilkan
hemolimpa kaya nutrisi selama periode pra-reproduksi. Larva tungau air hidup
dengan menyerap hemolimpa, sehingga akan lebih bermanfaat bagi mereka untuk
memilih capung betina sebagai inang. Tungau air yang menyerap nutrisi dari
hemolimpa capung betina mungkin berkembang lebih cepat dibandingkan dengan
yang menginfeksi capung jantan (Smith et al., 2010).
6

Larva Arrenurus sp. menempel secara pasif pada awal instar dari inangnya dan
menjadi aktif hanya ketika inangnya akan berganti eksoskeleton (moulting). Larva
Arrenurus sp. yang menjadi parasit pada naiad Odonata akan dibawa keluar dari air
pada dan hampir semuanya berhasil berpindah dari exuvia naiad ke Odonata dewasa
(Smith et al., 2010).

2.3 Sleman

Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110°15’13”


sampai dengan 110°33’00” Bujur Timur dan 7°34’51” sampai dengan 7°47’03”
Lintang Selatan. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan
dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, di
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, di
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dan di
sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Badan Pusat
Statistik Kabupaten Sleman, 2009).
Jumlah mata air di kabupaten Sleman pada tahun 2009 sejumlah 154 buah.
Debit mata air pada musim kemarau berkisar antara 0,5 sampai dengan 200
l/detik, sedangkan pada musim penghujan 1 sampai dengan 265 l/detik. Debit
tertinggi terdapat di Mata air Umbul Wadon Desa Umbulharjo Kecamatan
Cangkringan. Mata air Umbul wadon disamping digunakan untuk sumber air
Minum di PDAM Tirta Darma Kabupaten Sleman, juga digunakan oleh PDAM
Tirta Marta Kota Yogyakarta, serta untuk irigasi oleh masyarakat di sekitar
Umbul Wadon.
Kemudian untuk konservasi air, dan memperbesar tampungan air Pemerintah
Kabupaten Sleman membangun beberapa embung yaitu: Kemiri, Karanggeneng,
Tambakboyo, Lampeyan, Gancahan, Krajan, Jering, Muncar, Agrowisata,
Lembah UGM, Jurugan, Temuwuh dan Serut. Keberadaan embung tersebut juga
dapat dijadikan sumber air baku dan untuk irigasi pertanian.

BAB III
METODE PENELITIAN
7

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif, menggunakan teknik purposive
sampling dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode titik
hitung (point count). Lokasi titik ditentukan dengan melakukan survey terlebih dahulu
pada kawasan perairan di Sleman.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai September 2020. Pengambilan data
dilakukan pada waktu pagi hari sekitar pukul 08.30 – 11.30 WIB. Tempat
pengambilan sampel terdiri dari beberapa tempat yang ada di Sleman, yaitu Embung
Tambakboyo (inlet, kolam permukiman, dan outlet), Jembatan Babarsari (kolam
permukiman), dan aliran Sungai Bedog (Tridadi).
a. Inlet Embung Tambakboyo: https://goo.gl/maps/xE9pz1M7gmHwsGNt8
b. Kolam permukiman Embung Tambakboyo
https://goo.gl/maps/onQAG5AbgTHkL1Kw8
c. Outlet Embung Tamabkboyo https://goo.gl/maps/cSsrnKkZNwLjZjAd7
d. Kolam permukiman Jembatan Babarsari
https://goo.gl/maps/TJdGvesKXDB6NEA98
e. Sungai Bedog stasiun 1 https://goo.gl/maps/t8VGH8F6jdixQxgM7
f. Sungai Bedog stasiun 2 https://goo.gl/maps/FQMyk4TRaYer6f7x5
g. Sungai Bedog stasiun 3 https://goo.gl/maps/75gmiwhFqBARRiVJ7

Gambar 6 (peta lokasi titik sampling)


Tempat ditentukan berdasarkan pertimbangan kecepatan aliran air dan keamanan
dalam pengambilan data.

3.3 Instrumen Penelitian


8

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, jaring serangga
(insect net), botol spesimen, alkohol, lembar pengamatan, alat tulis, alat ukur klimatik
edafik (termometer, lux meter, higrometer, anemometer, indikator pH, turbidimeter,
dan DO meter), Optilab, laptop, mikroskop, cawan petri, gelas benda, pipet, pinset,
jarum pentul, penggaris, millimeter blok, tisu, kertas label, kontainer plastik.

3.6 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei untuk pengambilan data, bulan Juni untuk
pengolahan data dan pembuatan produk, pada bulan Juli untuk kegiatan evaluasi.
Lokasi penelitian di Embung Tambakboyo, Babarsari, dan Sungai Bedog.

3.7 Teknik Pengambilan Data


Langkah-langkah pengambilan data :
Pengukuran abiotik dilakukan pada tempat yang ditentukan. Capung yang terlihat
ditangkap dan diidentifikasi, kemudian diperiksa apakah pada tubuhnya terdapat
ektoparasit atau tidak. Mendokumentasikan capung yang terinfeksi dengan kamera
serta preparasi sampel capung terinfeksi.

Langkah-langkah preparasi sampel :


Capung yang terinfeksi segera dimasukkan ke dalam botol spesimen yang berisi
alkohol 70%. Botol spesimen harus ditutup rapat dan alkohol rutin diganti dalam
jangka waktu tertentu. Pada botol spesimen diberi label identitas sampel.

Langkah-langkah identifikasi sampel :


Identifikasi ektoparasit dilakukan di Lab Mikroskopi, Gedung Lab Biologi UNY
lantai 2 pada September 2020. Sampel capung dengan ektoparasit diletakkan dalam
cawan petri yang berisi alkohol 70%. Ektoparasit dilepaskan dari tubuh capung
dengan menggunakan jarum pentul secara hati-hati. Ektoparasit yang terlepas segera
diambil dengan pipet untuk diletakkan dalam gelas benda. Slide preparat diamati
dengan mikroskop binokuler, dijaga agar alkohol tidak kering. Perangkat Optilab
yang dihubungkan dengan laptop digunakan untuk memotret objek. Ektoparasit yang
terfoto diidentifikasi dengan kunci determinasi Smith et al (2010). Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam identifikasi meliputi morfologi umum, morfologi alat mulut,
cephalothorax, gnathosoma, tata letak tungkai, dan bentuk shield dari tungau air.

3.8 Teknik Analisis Data


Teknik analisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan mengolah data
capung terinfeksi, jenis ektoparasit dan jumlah ektoparasit yang menginfeksi, pola
koloni ektoparasit, serta distribusi capung yang terinfeksi menjadi diagram.

BAB IV
HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS
9

Ektoparasit berupa tungau air yang ditemukan di wilayah Sleman yaitu Arrenurus sp.
Tungau air ditemukan menjadi parasit di luar tubuh (ektoparasit) pada capung-jarum. Capung
yang terinfeksi ektoparasit menghuni habitat perairan yang tenang dan terdapat genangan air
berlumpur. Tungau air memilih untuk melekatkan diri di bagian tubuh capung yang lapisan
kutikulanya tidak terlalu tebal. Berdasarkan pengamatan ditemukan bahwa tungau air
melekatkan diri di toraks capung. Selama penelitian, sebanyak 337 individu capung telah
diperiksa untuk mengetahui keberadaan tungau air. Terdapat 7 individu capung-jarum
Agriocnemis sp. yang terinfeksi tungau air.

4.1 Kondisi Habitat ditemukannya Capung Terinfeksi Tungau Air

Gambar 7 (Inlet Embung Tambakboyo sebagai titik lokasi habitat capung terinfeksi
tungau air)

Terdapat 7 lokasi pengambilan data yaitu Inlet Embung Tambakboyo, Kolam


permukiman Embung Tambakboyo, Outlet Embung Tambakboyo, Kolam permukiman
Jembatan Babarsari, Sungai Bedog stasiun 1, Sungai Bedog stasiun 2, dan Sungai Bedog
stasiun 3.
Inlet Embung Tambakboyo merupakan badan perairan yang tenang sebagai jalur air
masuk ke Embung Tambakboyo. Terdapat genangan air berlumpur di tepian badan air
utama. Mayoritas vegetasi sekitar badan air yaitu eceng gondok (Pontederia crassipes),
rumput-rumputan (Poaceae), dan keladi (Clocasia sp.). Pada lokasi ini telah tercatat
bahwa capung-jarum Agriocnemis femina betina terinfeksi ektoparasit pada bulan
Februari 2020. Oleh sebab itulah lokasi ini dipilih sebagai salah satu lokasi pengamatan
untuk penelitian ini. Lokasi ini terpapar terik matahari sepanjang hari dengan intensitas
cahaya matahari berkisar antara 1.500 – 2.500 cd. Kelembaban udara berkisar antara 55-
65 RH. Suhu udara berkisar pada 28°C dan suhu air 26 °C. pH air pada lokasi ini yaitu 6.
Kolam permukiman Embung Tambakboyo merupakan kolam alami dengan aerasi
cukup tenang, kolamnya tidak disemen dan ditepiannya banyak tumbuh rumput. Kolam
tersebut merupakan kolam pemeliharaan ikan milik warga sekitar. Belum pernah tercatat
adanya capung terinfeksi tungau air di lokasi ini. Intensitas cahaya pada lokasi ini cukup
tinggi yaitu >9000 cd. Kelembaban udara berkisar antara 40 RH. Suhu udara berkisar
10

pada 29°C dan suhu air 27 °C. pH air pada lokasi ini yaitu 7, sementara kekeruhan air
berkisar antara 3-7 NTU.
Outlet Embung Tambakboyo merupakan aliran keluar dari Embung Tambakboyo.
Aliran air cukup deras, air menuruni bidang miring ±15 meter. Terdapat sejumlah
sampah yang terbawa aliran air di lokasi ini. Lokasi memiliki substrat berupa bebatuan,
terdapat vegetasi di tepian badan air. Lokasi berbatasan langsung dengan permukiman
penduduk dan hutan. Belum pernah tercatat adanya capung terinfeksi tungau air di lokasi
ini. Intensitas cahaya pada lokasi ini cukup tinggi yaitu 5857 cd. Kelembaban udara
berkisar antara 53 RH. Suhu udara berkisar pada 29°C dan suhu air 27 °C. pH air pada
lokasi ini yaitu 7, sementara kekeruhan air berkisar antara 1 NTU.
Kolam permukiman Jembatan Babarsari merupakan kolam ikan milik penduduk
sekitar Jembatan Babarsari. Sebagian kolamnya sudah tidak alami karena disemen,
memiliki aerasi cukup deras dari pipa-pipa berukuran besar, beberapa kolam yang tidak
disemen ditepiannya banyak tumbuh rumput. Belum pernah tercatat adanya capung
terinfeksi tungau air di lokasi ini. Lokasi berbatasan langsung dengan permukiman
penduduk dan sungai. Intensitas cahaya pada lokasi ini cukup tinggi yaitu 8571 cd.
Kelembaban udara berkisar antara 49 RH. Suhu udara berkisar pada 30°C dan suhu air
26 °C. pH air pada lokasi ini yaitu 7, sementara kekeruhan air berkisar antara 4 NTU.
Sungai Bedog stasiun 1, 2 dan 3 memiliki sejumlah perbedaan dan kesamaan
karakteristik lokasi. Ketiga stasiun Sungai Bedog memiliki kesamaan yaitu substrat
sungai yang berupa bebatuan dan vegetasi rimbun di tepian sungai. Sungai Bedog
stasiun 2 memiliki arus yang paling deras, stasiun 3 agak deras, sementara di stasiun 1
aliran arusnya paling tenang. Sungai Bedog stasiun 1 memiliki intensitas cahaya yaitu
6785 cd. Kelembaban udara berkisar antara 50 RH. Suhu udara berkisar pada 32°C. pH
air pada lokasi ini yaitu 7, sementara kekeruhan air berkisar antara 1 NTU. Sungai
Bedog stasiun 2 memiliki intensitas cahaya yaitu 1370 cd. Kelembaban udara berkisar
antara 79 RH. Suhu udara berkisar pada 25°C. pH air pada lokasi ini yaitu 7. Sungai
Bedog stasiun 3 memiliki intensitas cahaya yaitu 1128 cd. Kelembaban udara berkisar
antara 38 RH. Suhu udara berkisar pada 35°C. pH air pada lokasi ini yaitu 7, sementara
kekeruhan air berkisar antara 2 NTU.

4.2 Keberadaan Tungau Air sebagai Ektoparasit pada Capung


Arrenurus sp. termasuk salah satu jenis tungau air yang dapat ditemukan di
sebagian besar wilayah zoogeografi. Arrenurus sp. menurut Andrew et al. (2015)
adalah satu-satunya tungau air yang membentuk asosiasi ektoparasit dengan Odonata.
Berdasarkan hasil pengamatan penelitian ini telah diamati bahwa tungau air
Arrenurus sp. lebih menyukai area toraks capung sebagai situs perlekatan mereka.
Saat pengamatan, terdapat beberapa tungau air melekatkan diri diantara pangkal
tungkai capung, sementara lainnya berada di sisi ventral dan lateral toraks capung.

N Tanggal Jenis Capung Jenis Jenis Jumlah Warna Pola Distribusi


o ditemukan Terinfeksi Kelamin Ektoparasit Ektoparasit Ektoparasit Koloni Capung yang
Capung Ektoparasit Terinfeksi
11

Terinfeks
i
Agriocnemis Arrenurus Toraks Inlet Embung
1 28 Agst femina Betina sp. 2 Hijau tua Capung Tambakboyo
Agriocnemis Arrenurus Toraks Inlet Embung
2 2 Sept femina Jantan sp. 4 Hijau tua Capung Tambakboyo
Agriocnemis Arrenurus Toraks Inlet Embung
3 2 Sept femina Betina sp. 1 Hijau tua Capung Tambakboyo
Agriocnemis Arrenurus Toraks Inlet Embung
4 2 Sept femina Jantan sp. 4 Coklat Capung Tambakboyo
Agriocnemis Arrenurus Toraks Inlet Embung
5 2 Sept femina Jantan sp. 1 Hijau tua Capung Tambakboyo
Agriocnemis Arrenurus Toraks Inlet Embung
6 2 Sept pygmaea Betina sp. 1 Kuning Capung Tambakboyo
Agriocnemis Arrenurus Coklat Toraks Inlet Embung
7 3 Sept pygmaea Betina sp. 4 kehijauan Capung Tambakboyo
Tabel 1 (Data capung terinfeksi tungau air)

Jumlah Ektoparasit pada Capung


Betina Jantan
4 4 4

2
1 1 1

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
a( a( a( a( a( ea( ea(
in in in in in a a
m m m m m gm gm
fe fe fe fe fe y y
A. A. A. A. A. p p
A. A.
Gambar 8 (Diagram jumlah ektoparasit yang menginfeksi capung)

Gambar 9 (Dokumentasi pengamatan capung terinfeksi tungau air)


12

Gambar 10 (Tungau air tampak dorsal) Gambar 11 (Tungau air tampak ventral)

Berdasaran hasil pengamatan, tungau air yang diamati memiliki warna tubuh
yang berbeda namun bentuk tubuh umumnya sama. Bentuk tubuh membulat seperti
bola dengan tiga pasang tungkai beruas-ruas yang pendek. Pada bagian ventral
terdapat seperangkat alat mulut (gnathosoma) yang berfungsi untuk melekatkan diri
ke tubuh inang. Pada bagian dorsal dapat teramati mata yang berada di tepi tubuh.
Tubuhnya tidak halus melainkan ada bercak-bercak yang berwarna dan terdapat setae
pada tubuhnya yang hanya dapat diamati dengan mikroskop.
Arrenurus sp. adalah perenang yang baik dan menyukai habitat berupa
genangan air serta perairan yang tenang. Arrenurus sp. sangat toleran terhadap suhu
dan zat kimia terlarut sehinga mampu menghuni air berlumpur di gurun, danau alkali,
bahkan rawa asam. Fleksibilitas perilaku yang ditunjukkan oleh larva Arrenurus sp.
dalam memilih dan mengeksploitasi capung sebagai inangnya adalah faktor utama
yang memungkinkan tingkat simpatri yang tinggi, dan tingkat persaingan antara
deutonymph dengan imago dari berbagai spesies kemungkinan tidak signifikan dalam
komunitas alami (Smith et al., 2010). Menurut Andrew et al. (2015), Arrenurus sp.
dapat melekatkan diri di toraks, sayap, maupun abdomen.
Tungau air yang ditemukan saat pengamatan terdiri dari 4 warna, hijau tua,
coklat kehijauan, coklat, dan kuning. Pada setiap capung terdapat tungau air dengan
warna yang sama. Menurut (Andrew et al., 2015) tungau air berubah warna seiring
usianya hampir bersamaan satu sama lain sehingga pola warnanya pada tiap inang
akan seragam.

4.3 Potensi Khusus


Tungau air (Arrenurus sp.) sebagai ektoparasit capung menghuni habitat
dengan karakteristik perairan tenang dan menggenang. Adanya infeksi tungau air
pada capung berefek pada kesehatan dan kebugaran dari capung. Capung yang
terinfeksi ektoparasit kemungkinan berkurang kesuburannya dan mengalami
penurunan jarak terbang sehingga tidak dapat terbang jauh dan menjadi lebih mudah
dimangsa capung lain. Dalam proses mencari pasangan, capung yang terinfeksi
tungau air berlebihan akan kesulitan berkompetisi dibanding yang tidak terinfeksi.
Jika terjadi kelebihan infeksi oleh tungau air terhadap individu capung maka dapat
menyebabkan capung menjadi kekurangan cairan. Belum banyak penelitian mengenai
ektoparasit pada capung di Indonesia. Harapannya akan lebih banyak penelitian
mengenai tungau air sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk konservasi habitat
capung. Adanya tungau air menjadikan habitat tersebut kurang baik bagi capung.
13

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Jenis capung yang terinfeksi Hydrachnidia di Sleman yaitu
Agriocnemis femina dan Agriocnemis pygmaea.
2. Jenis ektoparasit yang menginfeksi capung di Sleman yaitu Arrenurus
sp.
3. Pola koloni ektoparasit yang menginfeksi capung yaitu melekat pada
toraks bagian ventral dan lateral.
4. Distribusi ektoparasit yang menginfeksi capung di Sleman diantaranya
yaitu di Inlet Embung Tambakboyo.
5. Kondisi klimatik edafik pada habitat tempat capung terinfeksi yaitu
habitat berupa perairan yang tenang dan terdapat genangan air berlumpur di
tepian badan air utama. Mayoritas vegetasi sekitar badan air yaitu eceng
gondok, rumput-rumputan (Poaceae), dan keladi. Lokasi terpapar terik
matahari sepanjang hari dengan intensitas cahaya matahari berkisar antara
1.500 – 2.500 cd. Kelembaban udara berkisar antara 55-65 RH. Suhu udara
berkisar pada 28°C dan suhu air 26 °C. pH air pada lokasi ini yaitu 6,
sementara kekeruhan air berkisar antara 3-7 NTU.

5.2 Saran
Adanya monitoring rutin terhadap capung di habitat perairan tenang dan
menggenang di musim yang berbeda untuk mengetahui fluktuasi populasi tungau
air. Dilakukannya identifikasi jenis tungau air menggunakan PCR untuk
mengetahui hingga ke tingkat genus/ spesies secara tepat.
14

DAFTAR PUSTAKA

Andrew, R. J., Verma, P. R., and Thaokar, N. R. (2015). A parasitic association of Odonata
(Insecta) with Arrenurus Dugés, 1834 (Arachnida: Hydrachnida: Arrenuridae) water
mites. Journal of Threatened Taxa. 7(1).
Ansori, I. (2008). Keanekaragaman Nimfa Odonata ( Dragonflies ) di Beberapa Persawahan
Sekitar Bandung Jawa Barat. EXACTA. 6 (2) : 41 – 50.
Borror. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga. Buku edisi VI. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Elmer RN, Noble GA. (1982). Parasitologi Biologi Parasit Hewan. [diterjemahkan oleh
Wardiarto dan N. Soeripto. 1989] . Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Goldschmidt, T. (2016). Water mites (Acari, Hydrachnidia): powerful but widely neglected
bioindicators – a review. Neotropical Biodiversity Vol. 2 No. 1.
McKef, D., Harvey, L., Thomas, M., and Sherratt, T.N. (2003). Mite infestation of
Xanthocnemis zealandica in a Chritschurch pool. N. Z. J. Zool., 30: 17–20.
Mitchell, R.D. (1969). Population regulation of larval water mites. In: G.O. Evans (Ed.).
Proc. 2nd Int. Congress of Acarology. Akademiai Kiado, Budapest, p. 99–102.
Rachman, H.T., Hidayat, S., dan Triatmanto. (2017). Penyusunan Panduan Identifikasi
Spesies Capung Berdasarkan Penelitian Keanekaragaman Capung di Rawa Jombor
Klaten. Jurnal Prodi Pendidikan Biologi Vol. 6 No. 7.
Rahadi, W.S., Feriwibisono, B., Nugrahani, M.P., Putri, B. dan Makitan, T. (2013). Naga
Terbang Wendit, Keanekaragaman Capung Perairan Wedit, Malang, Jawa Timur.
Malang :Indonesi Dragonfly Socienty.
Rehfeldt, G. (1995). Naturliche Feinde, Parasiten und Fortpflanzen von Libellen. Wolfram
Schmidt, Braunschweig.
Robb, T. and Forbes, M.R. (2006). Sex basis in parasitism of newly emerged damselflies.
Ecosci., 13: 1–4.
Sabatino AD, Boggero A, Miccoli FP, Cicolani B. (2004). Diversity, distribution and ecology
of water mites ( Acari : Hydrachnidia and Halacaridae ) in high Alpine lakes (Central
Alps, Italy). Experimental and Applied Acarology.34: 199-210.
Smith, I.M. (1988). Host parasite interaction and impact on larval water mite on insects. Ann.
Rev. Entomol., 33: 487–507.
Smith BP, Cook DR, Smith BP. (2001). Water mites ( Hydrachnida ) and other arachnids. In
: Thorp, J.H and A.P. Covich.
Smith, I. M., Cook, D. R., Smith, B. P. (2010). Water Mites (Hydrachnidiae) and
Other Arachnids. Ecology and Classification of North American Freshwater
Invertebrates. 15
Susanti, S. (1998). Mengenal Capung. Bogor : Puslitbang Biologi-LIPI.
Watson, J. A. L, dan O’farrel, A.F. (1991). Odonata ( Dragonflies and Damselfly). Division
of Entomologi CSIRO Australia. Melbourne : Melbourne University Press.
Zawal, A. (2006). Phoresy and parasitism: water mite larvae of the genus Arrenurus (Acari:
Hydrachnidia) on Odonata from Lake Binowskie (NW Poland). Biological letters, 43
(2): 257–276.
15

LAMPIRAN

Lampiran 1. Anggaran Kegiatan

PERALATAN PENUNJANG
No Tanggal Uraian Jumlah Harga Jumlah
satuan satuan
1. 25 Agustus 2020 Sewa kamera 1 buah 100.000,00 100.000,00
2. 27 Agustus 2020 Sewa kamera 1 buah 100.000,00 100.000,00
3. 2 September 2020 Sewa insect net 1 buah 193.810,00 193.810,00
Jumlah sub total 393.810,00

BAHAN HABIS PAKAI


No Tanggal Uraian Jumlah Harga Jumlah
satuan satuan
1. 6 Juli 2020 Konsumsi Pelangi 1 1.500,00 1.500,00
“MM Kopma
UNY”
2. 7 Juli 2020 Konsumsi Oreo 1 5.000,00 9.600,00
“MM Kopma Madurasa 1 1.000,00
UNY” Tessa 1 3.600,00
3. 25 Agustus 2020 Konsumsi Koyo 1 pck 5.700,00 33.000,00
“MM Kopma Antangin 1 2.700,00
UNY” Antangin 1 2.700,00
Greenfield 1 6.400,00
Alpenliebe 1 6.600,00
Implora 1 10.800,00
4. 25 Agustus 2020 Konsumsi Es teh 2 3.000,00 19.000,00
“Bakso GOR Teh anget 1 3.000,00
Klebengan” Bakso 1 10.000,00
5. 27 Agustus 2020 Konsumsi Piattos 1 8.500,00 21.000,00
“MC Mart” Prambaru 1 10.000,00
Ades 1 2.500,00
6. 28 Agustus 2020 Konsumsi Nasi bakar 4 10.000,00 52.000,00
“Ibu Es teh 4 3.000,00
Homemade”
7. 28 Agustus 2020 Konsumsi Greenfield 4 3.600,00 18.125,00
“MC Mart” Greenfield 1 3.725,00
8. 1 September 2020 Konsumsi Le mineral 3 1.700,00 40.500,00
“Sari Ecco” Snackit 1 11.000,00
Oreo 1 7.000,00
Lotte 5 2.000,00
Antangin 2 2.700,00
Madu 2 1.000,00
9. 3 September 2020 Konsumsi Pelangi 1 1.500,00 14.500,00
“MM Kopma Glico 1 7.000,00
UNY” Masker 1 6.000,00
10. 7 September 2020 Konsumsi Pop 3 es the 16.000,00 23.000,00
16

“Popeye GrabFood 7.000,00


Chicken
Express”
Jumlah sub total 232.225,00

PERJALANAN
No Tanggal Uraian Jumlah Harga Jumlah
satuan satuan
1. 1 Juli 2020 Parkir 3 motor 2.000,00 6.000,00
2. 10 Juli 2020 Parkir 3 motor 2.000,00 6.000,00
3. 10 Juli 2020 GrabBike 1 motor 13.000,00 13.000,00
4. 25 Juli 2020 Parkir 4 motor 2.000,00 8 000,00
5. 25 Juli 2020 Bensin 2.342 L 7.650,00 17.916,00
6. 27 Juli 2020 Bensin 2.570 L 9.000,00 23.130,00
7. 28 Juli 2020 Parkir 2 motor 2.000,00 4.000,00
8. 28 Agustus 2020 Parkir 2 motor 2.000,00 4.000,00
9. 28 Agustus Bensin 2.106 L 9.000,00 18.954,00
10. 28 Agustus Bensin 2.100 L 7.650,00 16.065,00
11. 2 September 2020 Parkir 2 motor 2.000,00 4.000,00
12. 7 September 2020 Bensin 2.601 L 7.650,00 19.900,00
13. 10 September 2020 GrabBike 1 motor 14.000,00 14.000,00
14. 10 September 2020 GrabBike 1 motor 16.000,00 16.000,00
Jumlah sub total 174.965,00

LAIN-LAIN
No Tanggal Uraian Jumlah Harga Jumlah
satuan satuan
1. 24 Juli 2020 Excellent 3.500,00
Copy, Print,
Jilid
2. 27 Juli 2020 LA Fotocopy Print copy 10 200,00 2.000,00
3. 25 Agustus 2020 Arcapada Fc, Print copy 10 200,00 9.500,00
Printing Papan ujian 1 6.500,00
Rautan 1 1.000,00
4. 25 Agustus 2020 Yanti Cell Pulsa 25k 27.000,00 27.000,00
5. 26 Agustus 2020 Toko Merah Pensil 1 1.000,00 29.400,00
BP Zebra 4 1.400,00
Mistar 1 1.300,00
Setip 1 2.300,00
Zippbag 1 3.900,00
Nota GK 1 2.000,00
Tissu 1 3.500,00
HVS 1 pck 4.900,00
Map batik 1 1.700,00
Map vitec 1 3.200,00
6. 27 Agustus 2020 Sari Ecco Top Delfi 6 1.000,00 23.000,00
Koyo 1 pck 6.000,00
17

Amplop 3 100,00
Soffell 1 pck 10.700,00
7. 28 Agustus 2020 Apotek Visi Masker 1 pck 10.000,00 20.000,00
Pharma Alkohol 1 btl 10.000,00
8. 1 September Arcapada Fc, Print copy 9 200,00 1.800,00
2020 Printing
9. 3 September Progo Mulyo Pot 15 bh 1.200,00 46.000,00
2020 Yogyakarta Alkohol ½ L 28.000,00
10 5 Oktober 2020 Arcapada Fc, Print copy 19.800,00
Printing Print warna
11 5 Oktober 2020 Nusa Indah 1 FC BC 3 3.000,00 17.000,00
Fc & Print Print wrna 16 500,00
Jumlah sub total 199.000,00
JUMLAH TOTAL 1.000.000,00
SALDO AKHIR 0
18

Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan

Inlet Embung Tambakboyo Kolam Embung Tambakboyo

Outlet Embung Tambakboyo Kolam Permukiman Babarsari

Sungai Bedog stasiun 1 Sungai Bedog stasiun 2

Sungai Bedog stasiun 3 Dokumentasi pengambilan data


19

Pengukuran abiotik habitat capung Pengukuran abiotik habitat capung

Capung terinfeksi tungau air Capung terinfeksi tungau air

Awetan spesimen Dokumentasi identifikasi jenis tungau air

Slide preparat tungau air Identifikasi capung terinfeksi tungau air


20

Foto sisi ventral tungau air Foto sisi dorsal tungau air

....................Pamplet
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57

Anda mungkin juga menyukai