Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEANEKARAGAMAN MIKROALGA DI SITU JATIJAJAR

Dosen Pengampu:

Rizal Koen Asharo, S.Si., M.Si


Pinta Omas Pasaribu, S.Si., M.Si

Disusun oleh:

Kelompok 2

Nur Illahi 1308620015


Nella Anggita 1308620019
Salma Nur Rabbani 1308620041
Vivien Fatimah Azzahra 1308620056

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
DAFTAR TABEL....................................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................2
Abstrak......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN....................................................................................................................3
METODE..................................................................................................................................4
Waktu dan Tempat........................................................................................................4
Alat dan Bahan..............................................................................................................4
Pelaksanaan Pengambilan Sampel dan Pengamatan.................................................5
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................................5
KESIMPULAN........................................................................................................................9
LAMPIRAN............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................11

1
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Pengamatan Jenis Alga di Setu Jatijajar....................................................5
Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Penunjang.............................................................8

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Zygnema sp.....................................................................................................5
Gambar 2. Oocystis sp.....................................................................................................6
Gambar 3. Aulacoseira sp................................................................................................6
Gambar 4. Staurastrum sp...............................................................................................7
Gambar 5. Volvox sp. ......................................................................................................7
Gambar 6. Dokumentasi di lokasi pengambilan sampel................................................10
Gambar 7. Dokumentasi di lokasi pengamatan sampel.................................................10

2
KEANEKARAGAMAN MIKROALGA DI SITU JATIJAJAR

Nur Illahi, Nella Anggita, Salma Nur Rabbani*, Vivien Fatimah Azzahra1
1
Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta Timur

*Correspondent author: salmanurrabbani@gmail.com

Abstrak
Mikroalga merupakan mikroorganisme akuatik yang berukuran mikroskopik, dimana memiliki
karakteristik tidak mempunyai akar, batang dan daun. Mikroalga bersifat fotoautotrof karena dapat
melakukan fotosintesis. Habitatnya di air tawar, air laut, danau, kolam dan seluruh perairan yang
memiliki intensitas cahaya serta tempat yang lembab. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keanekaragaman mikroalga di Situ Jatijajar, Depok. Penelitian ini menggunakan teknik survei, dan
dilaksanakan pada 16 Oktober 2021 di Danau Situ Jatijajar, Depok. Pengambilan sampel dilakukan pada
pagi sampai siang hari di tiga titik yang berbeda dengan pengambilan air sebanyak 10 L dan dilakukan
tiga kali pengulangan, selanjutnya ditampung dalam botol filtrat berukuran 330 ml. Data dikumpulkan
dengan mengamati mikroalga menggunakan mikroskop kemudian dianalisis secara deskriptif dan
kualitatif. Jenis mikroalga yang ditemukan di lokasi penelitian sebanyak 5 spesies yaitu Staurastrum sp.,
Zygnema sp., Oocystis sp., Volvox sp., dan Aulacoseira sp.

Keywords: Keanekaragaman, Mikroalga, Situ Jatijajar

PENDAHULUAN
Mikroalga secara umum diketahui sebagai biota air yang dapat dijadikan sebagai
bioindikator untuk melihat kualitas suatu perairan (Andriansyah et al., 2014; Purba et
al., 2015). Mikroalga sebagai salah satu parameter ekologi dapat memberikan gambaran
keadaan perairan dan termasuk salah satu komponen biotik penting dalam metabolisme
badan air, karena merupakan mata rantai primer di dalam rantai makanan ekosistem
perairan penting bagi kehidupan ikan dan organisme air lain, sehingga keberadaannya
sangat menentukan kondisi ekosistem (Samudra et al., 2013).
Mikroalga termasuk golongan tumbuhan berklorofil dengan jaringan tubuh yang
secara relatif tidak berdiferensiasi, tidak membentuk akar, batang, dan daun, serta bersel
tunggal (Kasrina et al., 2012; Tjitrosomo, 2010). Mikroalga merupakan organisme
eukariotik fotoautotrof (Pratiwi, 2008). Mikroalga hidup di berbagai habitat, mulai dari
perairan, baik air tawar maupun air laut, sampai dengan daratan yang lembab.
Ukuran diversitas mikroalga suatu perairan dinyatakan sebagai jumlah spesies
mikroalga yang terdapat di perairan tersebut. Semakin besar jumlah spesies maka
semakin tinggi pula nilai diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah
individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Astirin et al., 2002). Alga
berperan sebagai produsen dalam ekosistem. berbagai jenis alga hidup di air terutama
yang tubuhnya bersel satu dan dapat bergerak aktif merupakan penyusun fitoplankton
(Sulisetijono, 2009). Sebagian besar dari fitoplankton merupakan anggota dari divisi
Chlorophyta (alga hijau).
3
Alga hijau (Chlorophyta) merupakan kelompok terbesar dari vegetasi alga.
Chlorophyta sebagian besar hidup di air tawar. Alga hijau (Chlorophyta) merupakan
alga yang memiliki pigmen berupa klorofil a dan b, beta, gamma, karoten dan xantofil
(Aslan, 1998). Alga hijau bersifat kosmopolit, terutama hidup di perairan yang
cahayanya cukup seperti kolam, danau, genangan air hujan, pada air mengalir (sungai
dan selokan). Chlorophyta ditemukan pula pada lingkungan semi akuatik yaitu pada
bebatuan, tanah lembab dan kulit batang pohon yang lembab (Siregar, 2011).
Chlorophyta merupakan produsen utama dalam ekosistem perairan karena
sebagian besar fitoplankton (bersel satu dan motil) merupakan anggota chlorophyta
yang memiliki pigmen klorofil sehingga efektif untuk melakukan fotosintesis. Susunan
tubuh chlorophyta bervariasi baik dalam ukuran, bentuk maupun susunannya, bisa
berupa uniseluler dan motil (Chlamydomonas), uniseluler dan non motil (Chlorella), sel
senobium (Volvox), koloni tak beraturan (Tetraspora) dan filamen (bercabang:
Oedogonium, tidak bercabang: Pithophora) (Sulisetijono, 2009).
Pengambilan sampel dilakukan di Situ Jatijajar, Depok. Wilayah ini memiliki
potensi dan daya tarik dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam dan telah ada
beberapa kalangan masyarakat yang berkunjung untuk mencari ikan. Aktivitas tersebut
sedikit banyak mempengaruhi jenis mikroalga yang ada di dalamnya. Oleh karena itu,
perlu dilakukan identifikasi mikroalga yang ada di daerah tersebut.

METODE
Data yang diambil adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung di Situ
Jatijajar. Sampel mikroalga yang diambil dari danau tersebut kemudian diidentifikasi
jenisnya dengan menggunakan beberapa sumber seperti buku identifikasi alga yang
berjudul Easy identification for the most common of freshwater algae (Vuuren et al.,
2006).

Waktu dan Tempat


Pengambilan sampel dilakukan pada Sabtu, 16 Oktober 2021 di Situ Jatijajar, Depok.
Setelah itu, pengamatan mikroalga dari sampel yang didapat dilakukan pada Kamis, 18
November 2021 di Matraman, Jakarta Timur.

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan pada pengambilan sampel di Situ Jatijajar adalah TDS (Total
Disolved Solid), plankton net, cooler box, ember 10 L, tali, sprayer, botol 330 ml,
secchi’s disk, dan alat tulis. Alat-alat yang digunakan ketika pengamatan sampel adalah
mikroskop cahaya, tissue, bunsen, cover glass, object glass, dan pipet tetes. Bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian dan pengambilan sampel di Situ Jatijajar adalah
lugol/betadine, aquades, sampel air, alkohol 70%, dan pewarna crystal violet.

4
Pelaksanaan Pengambilan Sampel dan Pengamatan
Pengambilan sampel dilakukan di 3 titik, dimana titik 1 berada di bagian tempat
rekreasi, titik 2 berada di dekat tempat pembuangan sampah, dan titik 3 berada di pintu
masuk danau bagian sebelah kiri. Sampel air diambil dengan menggunakan ember dan
disaring menggunakan plankton net. Kemudian ujung plankton net dilepas dan
disemprot dengan aquades. Setelah itu, sampel air dipindahkan ke botol 330 ml dan
ditambahkan betadine sebanyak 1-2 tetes. Sampel yang telah diambil disimpan di dalam
cooler box untuk selanjutnya diidentifikasi.
Setelah sampel air disimpan beberapa hari, selanjutnya dilakukan pengamatan di
bawah mikroskop. Pertama menyiapkan 3 preparat dari masing-masing titik. Preparat
disiapkan dengan cara meneteskan 1-2 tetes sampel air kemudian diberi pewarna crystal
violet sebanyak 2 tetes. Lalu, ditutup dengan menggunakan cover glass dan air yang
tersisa dibersihkan menggunakan tissue. Setelah itu, sampel air diamati di bawah
mikroskop dengan total perbesaran 400x.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat 5 spesies alga mikroskopis yang
ditemukan di Setu Jatijajar, diantaranya:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Jenis Alga di Setu Jatijajar

No. Hasil Pengamatan Klasifikasi dan Morfologi

1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Phylum : Charophyta
Class : Zygnematophyceae
Order : Zygnematales
Family : Zygnemataceae
Genus : Zygnema
Perbesaran: 40 x 10 Species : Zygnema sp. (algaebase.org)

Gambar 1. Zygnema sp. Morfologi:


Zygnema sp. memiliki filamen yang tidak
bercabang dan berbentuk silindris dengan
dinding ujung lurus atau bulat. Sel-sel
bervariasi panjangnya dari hampir persegi ke
lonjong. Terdapat kloroplas lebih atau kurang
mengisi sel (Patten et al., 2012). Bentuk
morfologi kloroplas seperti bintang (Pichrtová

5
et al., 2018).

2. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Phylum : Chlorophyta
Class : Trebouxiophyceae
Order : Chlorellales
Family : Oocystaceae
Perbesaran: 40 x 10 Genus : Oocystis
Species : Oocystis sp. (algaebase.org)
Gambar 2. Oocystis sp.
Morfologi:
Sel soliter atau tersusun dalam koloni oval
hingga elips terdiri dari dari 2-16 (kadang-
kadang 32 atau 64) sel yang tertutup oleh
dinding sel induk dari generasi sebelumnya.
Dua sampai tiga generasi dinding sel induk
mungkin tertutup di dinding sel induk asli, yang
membesar sehingga sering muncul sebagai
selubung bergelatin. Sel memiliki satu hingga
banyak kloroplas dengan atau tanpa pirenoid.
Dinding sel tebal dan halus, kadang-kadang
dengan penebalan kutub (Vuuren et al., 2006).

3. Klasifikasi
Kingdom : Chromista
Phylum : Bacillariophyta
Class : Coscinodiscophyceae
Order : Aulacoseirales
Family : Aulacoseiraceae
Perbesaran: 40 x 10 Genus : Aulacoseira
Species : Aulacoseira sp. (algaebase.org)
Gambar 3. Aulacoseira
sp. Morfologi:
Bentuk silinder, valve berbentuk radial atau
melingkar. Dari penampak girdle sel berbentuk
segi empat, terdapat sulcus atau goresan
melingkar di bagian tengah sel. Permukaan
dinding sel dicirikan oleh kumpulan pori-pori
yang besar atau areolae yang berbentuk
sederhana. Plastida diskoid. Sel-sel terikat erat

6
membentuk rangkaian memanjang atau
filamen. Filamen lurus atau membengkok serta
terdapat duri memanjang pada ujung sel
(Bellinger & Sigee, 2010).

4. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Phylum : Charophyta
Class : Zygnematophyceae
Order : Desmidiales
Family : Desmidiaceae
Perbesaran: 40 x 10 Genus : Staurastrum
Species : Staurastrum sp. (algaebase.org)
Gambar 4. Staurastrum
sp. Morfologi:
Staurastrum sp. memiliki ragam bentuk dan
ukuran sel. Dilihat dari sisi depan, setiap semi-
sel bisa berbentuk elips, sedikit melingkar,
segitiga atau segi empat, atau poligonal. Setiap
semi-sel biasanya memiliki kloroplas besar
berlobus dengan satu pirenoid besar di
tengahnya. Nukleusnya terletak di isthmus
antara dua semi-sel. Dinding sel mungkin halus
atau berhias, dan mengandung senyawa yang
membuatnya tahan terhadap pembusukan
(Vuuren et al., 2006). Beberapa jenis dari
Staurastrum pada tiap semi-sel terdapat
tonjolan bercabang pada ujung dan axis-nya
bergerigi atau berduri. Terkadang pada bagian
luar sudut-sudutnya memanjang seperti tanduk
(Bellinger & Sigee, 2010; Gerath, 2003).

5. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Phylum : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Order : Chlamydomonadales
Family : Volvocaceae
Perbesaran: 40 x 10 Genus : Volvox
Species : Volvox sp. (algaebase.org)
Gambar 5. Volvox sp.

7
Morfologi:
Volvox sp. merupakan organisme multiseluler
motil berkoloni berbentuk bulat hingga ovoid
yang mengandung 500-50.000 sel yang
tersusun di pinggiran matriks gelatin
membentuk bola berongga (coenobium).
Kloroplasnya berbentuk cangkir dan
mengandung pirenoid. Setiap sel tertutup oleh
selubung gelatin yang berbeda atau menyatu.
Gonidia terletak di dalam koloni. Sel somatik
berbentuk bulat, ovoid atau berbentuk bintang,
masing-masing dengan dua flagel yang sama,
stigma, dan dua vakuola kontraktil di dasar
flagel. Untaian sitoplasma antar sel tebal, tipis
atau tidak ada (Vuuren et al., 2006).

Mikroalga yang ditemukan di Situ Jatijajar berasal dari divisi Charophyta,


Chlorophyta, dan Bacillariophyta dengan perincian dari divisi Charophyta sebanyak 2
spesies, divisi Chlorophyta sebanyak 2 spesies, dan divisi Bacillariophyta sebanyak 1
spesies.
Kelimpahan spesies alga dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah suhu, tingkat kekeruhan air, derajat keasaman (pH) dan oksigen
terlarut. Alat untuk mengukur tingkat kekeruhan air yang kami pakai adalah secchi’s
disk yang merupakan piringan melingkar yang terbuat dari tumpukan kaset bekas dan
disambungkan dengan tali tambang yang dikaitkan. Kemudian, TDS (Total Disolved
Solid) merupakan alat tes untuk mengetahui oksigen terlarut di perairan. Kadar zat
terlarut yang terkandung dalam perairan akan mempengaruhi kehidupan organisme di
dalamnya. Selain itu, kami juga menggunakan pH meter sebagai alat untuk mengukur
derajat keasaman. Berikut merupakan data pengukuran yang didapatkan dari beberapa
paramater penunjang:

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Penunjang

Titik
Indikator
1 2 3
Suhu (°C) 35,5 35,8 36,5
Derajat keasaman (pH) 7,4 8,7 8,8
Kecerahan air (cm) 36 43 48,5
Oksigen terlatur (mg/l) 0,073 0,080 0,076

Faktor lingkungan mikroalga berupa suhu di Situ Jatijajar tercatat dengan rata-rata

8
35,9°C. Suhu dengan nilai tersebut merupakan suhu yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu optimum untuk pertumbuhan mikroalga menurut literatur.
Suhu lingkungan pada suatu perairan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga.
Batas suhu pertumbuhan optimum untuk mikroalga adalah sebesar 20-30˚C (Harmoko
dan Seprianingsih, 2017).
Nilai pH di Situ Jatijajar yang diperoleh saat pengambilan sampel berada pada
rata-rata 8,3. Derajat keasaman merupakan nilai yang menunjukan aktivitas ion
hidrogen dalam air. Nilai pH suatu perairan dapat mencerminkan keseimbangan antara
asam dan basa perairan tersebut (Winahyu et al., 2013). Nilai pH optimum untuk
pertumbuhan mikroalga adalah berkisar 4-11 (Pelczar & Chan, 2010). Penyerapan CO 2
bebas dan bikarbonat oleh mikroalga menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 terlarut
serta mengakibatkan peningkatan nilai pH (Prihantini et al., 2008).
Selain itu, kecerahan air juga merupakan faktor penting karena berdampak
langsung terhadap kontribusi organisme mikroalga (Anggoro et al., 2013). Dari hasil
pengukuran didapatkan bahwa nilai rata-rata kecerahan perairan selama penelitian
berkisar 42,5 cm. Tinggi rendahnya nilai kecerahan setiap titik pengambilan sampel
dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengamatan dan kondisi perairan tersebut yang
dipengaruhi oleh partikel-partikel terlarut.
Kecerahan sangat berhubungan erat dengan produktivitas primer, dimana nilai
kecerahan di identikan dengan dengan kedalaman sebagai berlangsungnya tempat
fotosintesis. Menurut Asmawi (1985), nilai kecerahan air yang baik bagi kelangsungan
hidup organisme perairan adalah >45 cm. Dalam penelitian ini, kisaran kecerahan
menunjukkan nilai kecerahan yang sedikit lebih rendah bagi kelangsungan hidup
organisme perairan khususnya fitoplankton.
Faktor terakhir yang mempengaruhi kelimpahan mikroalga adalah oksigen
terlarut. Oksigen terlarut di Situ Jatijajar berkisar antara 76,3 mg/l. Hasil pengukuran
oksigen terlarut tertinggi yaitu sebesar 80 mg/l dan oksigen terlarut paling rendah yaitu
sebesar 73 mg/l. Dilihat dari hasil pengukuran, nilai oksigen terlarut pada saat
pengambilan sampel termasuk dalam kondisi baik untuk kelangsungan hidup organisme
mikroalga.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan tentang identifikasi mikroalga
di Situ Jatijajar didapatkan 5 spesies mikroalga dari phlyum yang berbeda, yaitu
Staurastrum sp., Zygnema sp., Oocystis sp., Volvox sp. dan Aulacoseira sp. Kelimpahan
mikroalga di Situ Jatijajar dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu,
tingkat kekeruhan air, derajat keasaman (pH) dan oksigen terlarut.

9
LAMPIRAN

10
Gambar 6. Dokumentasi di lokasi pengambilan sampel

Gambar 7. Dokumentasi di lokasi pengamatan sampel

DAFTAR PUSTAKA

Andriansyah, Setyawati, T. R., & Lovadi, I. (2014).


Kualitas Perairan Kanal Sungai Jawi dan Sungai Raya Dalam Kota Pontianak
Ditinjau dari Struktur Komunitas Mikroalga Perifitik. Protobiont, 3(1), 61–70.

Anggoro, S., Soedarsono, P., & Suprobo, H. D. (2013). Penilaian Pencemaran Perairan
di Polder Tawang Semarang Ditinjau dari Aspek Saprobitas. Journal of
Management of Aquatic Resources, 2(3), 109-118.

Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.

Asmawi, S. (1985). Ekologi Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Fakultas


Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Astirin, O. P., Setyawan, A. D., & Harini, M. (2002). Keragaman Plankton sebagai
11
Indikator Kualitas Sungai di Kota Surakarta. Biodiversitas, 3(2), 236–241.

Bellinger, E. G., & Sigee, D. C. (2010). Freshwater algae: Identification and use as
bioindicator. New Jersey: Wiley-Blackwell.

Gerrath. (2003). Conjugating green algae. Dalam John Wehr & Robert Sheath (Eds).,
Freshwater algae of North America: Ecology and classification, 353-379.
California: Academic Press.

Harmoko dan Sepriyaningsih. (2017). Keanekaragaman Mikroalga di Sungai Kati Kota


Lubuklinggau. Scripta Biologica, 4(3), 201-205.

Janse van Vuuren, S., Taylor, J., van Ginkel, C., & Gerber, A. (2006). Easy
identification for the most common of freshwater algae: A guide for identification
of algae in South African freshwater. Potchefstroom: North-West University.

Kasrina, Irawati, S., & Jayanti, W. E. (2012). Ragam Jenis Mikroalga di Air Rawa
Kelurahan Bentiring Permai Kota Bengkulu Sebagai Alternatif Sumber Belajar
Biologi SMA. Jurnal Exacta, 10(1), 36–44.

M.D. Guiry in Guiry, M.D. & Guiry, G.M. (2013). Staurastrum Meyen ex Ralfs, 1848.
Diakses pada tanggal 27 November 2021, dari
https://www.algaebase.org/search/genus/detail/?genus_id=435

M.D. Guiry in Guiry, M.D. & Guiry, G.M. (2015). Oocystis Nägeli ex A.Braun, 1855.
Diakses pada tanggal 27 November 2021, dari
https://www.algaebase.org/search/genus/detail/?genus_id=43441

M.D. Guiry in Guiry, M.D. & Guiry, G.M. 29 A (2017). Zygnema aplanosporum
Stancheva, J.D.Hall & Sheath 2012. Diakses pada tanggal 27 November 2021,
dari https://www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=142927

M.D. Guiry in Guiry, M.D. & Guiry, G.M. (2018). Volvox aureus Ehrenberg 1832.
Diakses pada tanggal 27 November 2021, dari
https://www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=27952

M.D. Guiry in Guiry, M.D. & Guiry, G.M. (2021). Aulacoseira granulata (Ehrenberg)
Simonsen 1979. Diakses pada tanggal 27 November 2021, dari
https://www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=30965

Patten et al. (2012). A Student’s Guide to Common Phytoplankton of Long Island


Sound. Connecticut Sea Grant College Program.

Pelczar, M. J., & Chan, E. C. S. (2010). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

12
Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Prihantini, N. B., Wardhana, W., Hendrayanti, D., Widyawan, A., Ariyani, Y., &
Rianto, R. (2008). Biodiversitas Cyanobacteria dari Beberapa Situ/Danau di
Kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. Makara Journal of Science, 12(1), 44-
54.

Pichrtová, M., Holzinger, A., Kulichová, J., Ryšánek, D., Šoljaková, T., Trumhová, K.,
& Nemcova, Y. (2018). Molecular and Morphological Diversity of Zygnema dan
Zygnemophis (Zygnematophyceae, Streptophyta) from Svalbard (High Arctic).
European Journal of Phycology, 53(4), 492-508.

Samudra, S. R., Soeprobowati, T. R., & Izzati, M. (2013). Komposisi, Kelimpahan dan
Keanekaragaman Fitoplankton Danau Rawa Pening Kabupaten Semarang. Bioma:
Berkala Ilmiah Biologi, 15(1), 6–13.

Siregar, B. I., & Hermana, J . (2011). Identifikasi Dominasi Genus Alga pada Air
Boezem Morokembrangan sebagai Sistem High Rate Algae Pond (HRAP).
Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.

Sulisetijono. (2009). Bahan Serahan Alga. Malang: UIN Malang.

Tjitrosomo, S. S. (2010). Botani Umum 4. Bandung: Angkasa.

Winahyu, D. A., Anggraini, Y., Rustiati, E. L., Master, J., & Setiawan, D. (2013). Studi
Pendahuluan Mengenai Keanekaragaman Mikroalga di Pusat Konservasi Gajah,
Taman Nasional Way Kambas. In Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung Studi, 93–98.

13

Anda mungkin juga menyukai