Anda di halaman 1dari 84

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BIJI KELOR

(MORINGAOLEIFERA L) TERHADAP PENURUNAN


KADAR TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS)
PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU
CITAMIANG KOTA SUKABUMI
TAHUN 2019

KTI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Ahli Madya Kesehatan Lingkungan

OLEH:
ANI NIAWATI
029K.A16.001

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN YAPKESBI
KOTA SUKABUMI
2019
ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BIJI KELOR ANI NIAWATI


(MORINGA OLEIFERA L) TERHADAP PENURUNAN 029K.A16.001
KADAR TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA
LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU CITAMIANG
KOTA SUKABUMI TAHUN 2019

Latar Belakang : Efektivitas koagulasi biji kelor(Moringa Oleifera L)ditentukan


oleh kandungan protein kationik. Zat aktif yang terkandung dalam biji kelor
(Moringa Oleifera L) yaitu 4-alfa-4-rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate. Zat aktif
itu mampu mengadsorbsi partikel-partikel air limbah. Total Suspended Solid
(TSS) adalah salah satu parameter yang digunakan untuk pengukuran kualitas air.
Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan
pencemaran air limbah domestik dan juga berguna untuk penentuan efesiensi unit
pengolahan air. Berdasarkan studi pendahuluan dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Daerah diketahui bahwa kadar Total Suspended Solid (TSS) limbah cair
industri tahu Abah Sutar Citamiang Tipar Sukabumi yaitu 781 mg/l. Hasil
pengukuran Total Suspended Solid (TSS) tersebut melebihi baku mutu yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun
2014 tentang Baku Mutu Air Limbah dengan parameter kadar Total Suspended
Solid (TSS) adalah 200 mg/l.
Tujuan : Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk
serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) dengan takaran 200 mg, 2500 mg, 3000
mg, 3500 mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah
cair industri tahu Citaming Kota Sukabumi tahun 2019.
Metode: Jenis penelitian ini berdasarkan sifat masalahnya adalah eksperimen,
yang menggunakan penelitian Verikatif. Populasi penelitian adalah 28 sampel
yang diambil dari sumber air yang sama, 24 sampel diberi perlakuan dengan
takaran yang berbeda dan 4 sampel sebagai kontrol. Analisa data menggunakan
univariat dan bivariat dengan menggunakan SPSS.
Hasil : Berdasarkan hasil analisa univariat, takaran 2500 mg efektif dalam
menurunkan Total Suspended Solid (TSS) diperoleh rata-rata 745,2 mg/l, hasil
analisa bivariate anova diperoleh F hitung 18.254 > F tabel 3,10 dan P value 0,000
< 0,05
Kesimpulan : Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada pengaruh
penambahan serbuk biji kelor terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid
(TSS) pada limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.

Kata kunci : biji kelor (Moringa Oleifera L), limbah cair industri tahu,
Total Suspended Solid (TSS)
Daftar Pustaka : 10 (2008-2017)
Website :5

ii
ABSTRACT

THE EFFECT OF POWDER ADDITION OF KELOR ANI NIAWATI


SEEDS (MORINGA OLEIFERA L) ON DECREASING 029K.A16.001
TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) LEVELS AT
CITAMIANG TOFU INDUSTRIAL LIQUID WASTE IN
SUKABUMI CITY YEAR 2019

Background: The effectiveness of Moringa Oleifera L seed coagulation was


determined by cationic protein content. The active substance contained in
Moringa Oleifera L seeds is 4-alfa-4-rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate. The
active substance is able to adsorb waste water particles. Total Suspended Solid
(TSS) is one of the parameters used to measure water quality. Determination of
suspended solids (TSS) is useful to determine the strength of domestic wastewater
pollution and is also useful for determining the efficiency of water treatment units.
Based on a preliminary study conducted at the Regional Health Laboratory, it
was found that the levels of Total Suspended Solid (TSS) liquid waste in the tofu
industry in Abah Sutar Citamiang Tipar Sukabumi was 781 mg / l. The results of
the measurement of Total Suspended Solid (TSS) exceed the quality standards set
by the Government of the State Minister of Environment Number 5 of 2014
concerning Waste Water Quality Standards with parameters of Total Suspended
Solid (TSS) level of 200 mg / l.
Objective: The aim of this study was to determine the effect of adding Moringa
Oleifera L powder at a dose of 200 mg, 2500 mg, 3000 mg, 3500 mg to decrease
the level of Total Suspended Solid (TSS) in liquid waste from the Citaming tofu
industry in Sukabumi City in 2019
Methods: This type of research based on the nature of the problem is an
experiment, which uses Verikative research. The study population was 28 samples
taken from the same water source, 24 samples were treated with different doses
and 4 samples as controls. Data analysis using univariate and bivariate using
SPSS.
Results: Based on the results of univariate analysis, a dose of 2500 mg was
effective in reducing Total Suspended Solid (TSS) obtained an average of 745.2
mg / l, the results of anova bivariate analysis were obtained F count 18.254> F
table 3.10 and P value 0,000 <0 , 05
Conclusion: Ho is rejected and Ha is accepted. Thus there is the influence of the
addition of Moringa seed powder to a decrease in the level of Total Suspended
Solid (TSS) in the liquid waste of the Citamiang tofu industry in Sukabumi City in
2019.

Keywords : Moringa seeds (Moringa Oleifera L), tofu industrial


wastewater, Total Suspended Solid (TSS)
Bibliography : 10 (2008-2017)
Website :5

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Sang Pencipta Allah SWT yang telah

menggerakkan tangan Penulis, untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan

judul “Pengaruh Penambahan Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera L)

Terhadap Penurunan Kadar Total Suspended Solid (TSS) Pada Limbah Cair

Industri Tahu Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019” yang ditujukan untuk

memenuhi salah satu syarat dalam menempuh gelar Diploma III Kesehatan

Lingkungan Poltekes Yapkesbi Sukabumi.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis memperoleh arahan,

bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala

kerendahan hati, Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam–

dalamnya kepada :

1. H. Ofian Ismana, SE, MM, selaku Ketua Yayasan Poltekes Yapkesbi

Sukabumi.

2. Achmad Zainuri, M.M, selaku Direktur Poltekes Yapkesbi Sukabumi.

3. Siti Fatimah, SKM, MM, selaku Ka. Prodi DIII Kesehatan Lingkungan

Poltekes Yapkesbi Sukabumi sekaligus selaku pembimbing Karya Tulis

Ilmiah yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis

4. Kepada kedua orang tuaku yang senantiasa memberikan doa serta dukungan

moril dan materil.

5. Rekan Mahasiswa Kesehatan Lingkungan yang selalu memberikan motivasi

dan doa selama penulis menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

iv
6. Semua pihak yang telah menyumbangkan waktu, tenaga, pemikiran, dan

sarana yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah SWT

membalas segala amal ibadah kita, Amin.

Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangannya,

untuk itu Penulis dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan

dan pengembangan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat khususnya bagi Penulis dan umumnya bagi kita semua serta

pengembangan ilmu pengetahuan.

Sukabumi, 05 Juli 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM...................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................iii

PERNYATAAN..............................................................................................iv

PERNYATAAN PUBLIKASI.......................................................................v

ABSTRAK.......................................................................................................vi

ABSTRACT......................................................................................................vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................x

DAFTAR TABEL ..........................................................................................xiii

DAFTAR BAGAN..........................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................5

1.3 Tujuan.....................................................................................6

1.4 Ruang Lingkup Penelitian......................................................7

1.5 Kegunaan Penelitian...............................................................7

1.6 Keaslian Penelitian ................................................................8

vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelor ......................................................................................10

2.2 Limbah ...................................................................................14

2.3 Industri Tahu...........................................................................21

2.4 Total Suspended Solid (TSS)..................................................36

2.5 Koagulasi Flokulasi................................................................37

2.6 Kerangka Teori.......................................................................40

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep....................................................................41

3.2 Hipotesis.................................................................................42

3.3 Definisi Operasional...............................................................44

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian..............................................................45

4.2 Variabel Penelitian..................................................................45

4.3 Populasi dan Sample Penelitian..............................................46

4.4 Instrumen Penelitian...............................................................47

4.5 Metode Pengumpulan Data.....................................................51

4.6 Pengolahan Data.....................................................................52

4.7 Analisa Data............................................................................53

vii
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................54

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian.......................................................................55

5.2 Pembahasan ...........................................................................62

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ................................................................................66

6.2 Saran ......................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

NOMOR JUDUL TABEL HALAMAN

Tabel 1.1 Efektifitas Penambahan Serbuk Biji Kelor (Moringa


Oleifera L) Dalam Menurunkan Kadar Total Suspended
Solid (TSS) Pada Limbah Cair Industri Tahu...........................9

Tabel 2.1 Tabel Parameter Baku Mutu Air Limbah..................................20

Tabel 3.1 Definisi Operasional..................................................................44

Tabel 5.1 Hasil Perlakuan 1 atau T1 dengan takaran 2000 mg


serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair
industri tahu Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019...............55

Tabel 5.2 Hasil Perlakuan 2 atau T2 dengan takaran 2500 mg serbuk


biji kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair industri
tahu Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019............................56

Tabel 5.3 Hasil Perlakuan 3 atau T3 dengan takaran 3000 mg serbuk


biji kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair industri
tahu Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019............................57

Tabel 5.4 Hasil Perlakuan 4 atau T4 dengan takaran 3500 mg serbuk


biji kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair industri
tahu Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019............................57

Tabel 5.5 Analisa homogenitas perbedaan pengaruh serbuk biji


kelor (Moringa Oleifera L) dalam menurunkan kadar
Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair tahu
Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.....................................58

Tabel 5.6 Analisa Of Varians (ANOVA)..................................................59

Tabel 5.7 Analisis Perbandingan Perbedaan Rata-Rata Kadar Total


Suspended Solid (TSS) yang dipengaruhi oleh berbagai
Perlakuan...................................................................................61

ix
DAFTAR BAGAN

NOMOR JUDUL BAGAN HALAMAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori..........................................................................40

Bagan 3.1 Kerangka Konsep......................................................................41

x
DAFTAR GAMBAR

NOMOR JUDUL GAMBAR HALAMAN

Gambar 2.1 Tanaman Kelor..........................................................................10

Gambar 2.2 Biji Kelor...................................................................................11

Gambar 2.3 Struktur 4-alfa-4-rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate..............12

Gambar 2.4 Diagram Proses Pembuatan Tahu.............................................22

Gambar 4.1 Desain Penelitian.......................................................................51

xi
DAFTAR LAMPIRAN

No Nama Lampiran

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Persetujuan Melakukan Penelitian

Lampiran 3 Lembar Hasil Laboratorium

Lampiran 4 Master Tabel

Lampiran 5 Hasil SPSS

Lampiran 6 Lembar Konsul

Lampiran 7 Lembar Persembahan

Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biji kelor (Moringa Oleifera L) dapat dipergunakan sebagai salah satu

koagulan alami alternatif yang tersedia secara lokal. Efektivitas koagulasi biji

kelor (Moringa Oleifera L) ditentukan oleh kandungan protein kationik.

Keuntungan penggunaan koagulan alami seperti serbuk biji kelor (Moringa

Oleifera L) adalah tanaman tersebut mudah ditemukan didaerah iklim tropis.

Selain itu, koagulan alami dapat membentuk flok yang lebih kuat terhadap

gesekan pada saat aliran turbulen dibandingkan dengan koagulan kimia

(S.D.R utami,2012).

Biji kelor (Moringa Oleifera L) dapat dipergunakan sebagai salah satu

koagulan alami alternatif yang tersedia secara lokal. Biji kelor (Moringa

Oleifera L) yang dipergunakan adalah yang matang atau tua yang memiliki

kadar air kurang dari 10% (Riko,2013). Efektivitas koagulasi biji

kelor(Moringa Oleifera L) ditentukan oleh kandungan protein kationik. Zat

aktif yang terkandung dalam biji kelor (Moringa Oleifera L) yaitu 4-alfa-4-

rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate (Coniwanti, 2013). Zat aktif itu mampu

mengadsorbsi partikel-partikel air limbah. Dengan pengubahan bentuk

menjadi bentuk yang lebih kecil, maka zat aktif dari biji kelor tersebut akan

semakin banyak karena luas permukaan biji kelor semakin besar. Apabila

kandungan air di dalam biji kelor besar, maka kemampuannya dalam

1
2

menyerap limbah cair semakin kecil karena zat aktif tersebut tidak berada di

permukaan biji kelor tetapi tertutupi oleh air sehingga kelembaban biji kelor

harus kecil.

Menurut PERPRES RI No. 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan

Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum,

bahwa pada DAS Citarum telah terjadi pencemaran dan kerusakan

lingkungan yang mengakibatkan kerugian yang besar terhadap kesehatan,

ekonomi, sosial, ekosistem, sumber daya lingkungan, dan mengancam

tercapainya tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Berdasarkan PERMEN LH No.5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air

Limbah, bahwa air limbah adalah air sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan

yang berwujud cair. Air limbah salah satunya dihasilkan dari industri, seperti

contoh industri tahu.

Karena tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang digemari

oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tahu mengandung gizi yang baik

diantaranya mengandung protein, karbohidrat, dan lemak. Industri tahu di

Indonesia rata-rata masih dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana

sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan baku)

dirasakan masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi.

Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi

tahu yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga

tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri atas dua jenis yaitu limbah cair

dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi
3

mencemari lingkungan. Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu yang

tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan

yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan

bau tidak sedap bila dibiarkan (Nohong, 2010).

Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman,

pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan

dan pengepresan atau pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair yang

dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah

dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih. Cairan ini mengandung

kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah ini sering dibuang

secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau

busuk dan mencemari lingkungan (Kaswinarni, 2007).

Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat

karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi (Asmadi dan

Suharno, 2012). Kandungan organik dalam limbah memberikan dampak pada

sungai. Sungai - sungai menjadi keruh dan dapat bersifat asam maupun basa,

air menjadi kotor perubahan air dilapisi bahan– bahan berminyak atau bahan

padatan lain yang menyebabkan terjadinya penutupan permukaan (Ginting,

2007).

Sejumlah desa di Kabupaten Kudus diduga tercemar limbah pabrik

tahu. Air sungai keruh berbusa dan mengeluarkan bau tak sedap. Sejumlah

desa yang terdampak pencemaran limbah ini antara lain Desa Ngembalrejo,

Desa Hadipolo, Desa Golantepus, Desa Mejobo dan Desa Temulus.


4

Pembuangan limbah produksi tahu dari Dukuh Kemang, Desa Karangbener,

Kecamatan Bae, Kudus. Limbah tersebut juga sudah berdampak pada air

sumur milik warga, air sumur yang berada di sekitar sungai juga sudah mulai

keruh ( Detiknews, 2017).

Pencemaran Sungai Cibuyut disebabkan karena beberapa pabrik tahu di

Desa Muktisari, Kecamatan Cipaku masih membuang limbahnya ke aliran

sungai tersebut. Karena tercemar limbah tahu, warga sulit mendapatkan air

bersih dari sungai tersebut. Hingga saat ini, masih banyak warga yang

mengandalkan air sungai untuk keperluan rumah tangga termasuk untuk

pengairan persawahan dan kolam. Warga menemukan ada pabrik tahu yang

langsung membuang limbah ke Sungai Cibuyut sedangkan beberapa lainnya

sudah mengolah air limbah yang menebarkan bau tidak sedap. Di sepanjang

aliran sungai tersebut terdapat belasan pabrik tahu. Persoalan pencemaran

aliran Sungai Cibuyut oleh limbah tahu sebenarnya sudah berlangsung lama

(PikiranRakyat, 2016).

Kondisi sungai yang mengalir di Kota Sukabumi masih tercemar

bakteri e-coli. Hal ini didasarkan pemantauan yang dilakukan petugas Dinas

Lingkungan Hidup (DLH) Kota Sukabumi. Lokasi pemantauan di antaranya

di aliran Sungai Cisuda, Cipelang dan Cisaray. Penyebab terjadinya

pencemaran berasal dari rumah tangga akibat pembuangan limbah dari

mandi, cuci, kakus (MCK). Selain itu, bersumber dari industri kecil atau

pelaku usaha kecil yang memproduksi tahu tempe. Di mana, limbah dari
5

pengolahan tahu tempe tersebut masih dibuang ke aliran sungai

(REPUBLIKA.co.id, 2017).

Berdasarkan studi pendahuluan dilakukan di Laboratorium Kesehatan

Daerah diketahui bahwa kadar Total Suspended Solid (TSS) limbah cair

industri tahu Abah Sutar Citamiang Tipar Sukabumi yaitu 781 mg/l. Hasil

pengukuran Total Suspended Solid (TSS) tersebut melebihi baku mutu yang

telah ditetapkan oleh Pemerintah Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor

5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah dengan parameter kadar Total

Suspended Solid (TSS) adalah 200 mg/l.

Untuk mengatasi permasalahan limbah cair industri tahu diatas dapat

dilakukan pengolahan dengan metode koagulasi. Koagulasi merupakan proses

yang penting dalam pengolahan limbah. Pengolahan limbah cair dapat

dilakukan dengan menambahkan senyawa penggumpal atau koagulan ke

dalam air limbah yang akan diolah. Hal ini akan menyebabkan partikel-

partikel koloid tersuspensi ke dalam air limbah, saling berdempetan menjadi

gumpalan yang lebih besar lalu mengendap.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas dari

hasil studi pendahuluan kadar Total Suspended Solid (TSS) dalam air limbah

yaitu 781 mg/l Bulan April 2019 secara kimiawi berdasarkan Pemerintah

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tidak memenuhi

syarat kesehatan bagi air limbah karena melebihi batas syarat 200 mg/l, maka
6

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh

penambahan serbuk serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) terhadap

penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri tahu

Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk serbuk biji

kelor (Moringa Oleifera L) terhadap penurunan kadar Total

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri tahu Citaming Kota

Sukabumi tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

2000 mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun

2019.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk biji kelor

(Moringa Oleifera L) 2500 mg terhadap penurunan kadar Total

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri tahu Citamiang

Kota Sukabumi tahun 2019

3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk biji kelor

(Moringa Oleifera L) 3000 mg terhadap penurunan kadar Total


7

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri tahu Citamiang

Kota Sukabumi tahun 2019.

4. Untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk biji kelor

(Moringa Oleifera L) 3500 mg terhadap penurunan kadar Total

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri tahu Citamiang

Kota Sukabumi tahun 2019.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini berdasarkan sifat masalahnya

adalah eksperimen, yang menggunakan penelitian Verikatif. Sumber sampel

berasal dari air limbah cair tahu yang berada di Citamiang Kota Sukabumi

pada bulan April - Juli tahun 2019, dengan kadar Total Suspended Solid (TSS)

yang melebihi persyaratan yaitu 200 mg/liter. Pengujian eksperimen

dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi manfaat serbuk biji kelor

(Moringa Oleifera L) dalam menurunkan kadar Total Suspended

Solid (TSS) pada limbah cair tahu sehingga dapat digunakan

sebagai bahan kepustakaan kimia analisa limbah cair dalam

pengembangan ilmu pengetahuan tentang penurunan kadar Total


8

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair dengan takaran yang

berbeda. Serbuk biji kelor bisa dijadikan hak paten untuk

laboratorium Kesehatan Lingkungan Poltekes Yapkesbi Sukabumi.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

1) Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang

pengelolaan limbah cair, serta dapat diaplikasikan langsung ke

lapangan.

2) Untuk menambah inventarisasi jenis media yang dapat

digunakan dalam menurunkan kadar Total Suspended Solid

(TSS) pada limbah cair.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Industri Tahu

Dapat dimanfaatkan oleh industri tahu sebagai alternatif

untuk menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah

cair industri tahu dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat

di alam dan mudah di dapat.

1.6 Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis, penelitian tentang penurunan kadar Total

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair sebelumnya pernah dilakukan.

Tetapi, perbedaannya yaitu terletak pada takaran serbuk biji kelor (Moringa

Oleifera L). Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah :


9

Tabel 1.1
Efektifitas Penambahan Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera L)
Dalam Menurunkan Kadar Total Suspended Solid (TSS)
Pada Limbah Cair Industri Tahu
Tahun 2019
Hasil
No Peneliti Judul Penelitian Variabel
Penelitian
1. Harimbi Serbuk Biji Kelor Variabel terikat : Serbuk biji
Setyawati Sebagai Koagulan COD, BOD, TTS kelor 2000
(2017) Pada Proses Koagulai Variabel bebas : mg/l
Flokulasi Limbah Cair Serbuk biji kelor
Pabrik Tahu
2. Ayu Pengaruh Kadar Air, Variabel terikat : Serbuk biji
Ridaniati Dosis Dan Laama Turbiditas, TSS kelor 5000
Bangun Pengendapan Koagulan dan COD mg/L
(2013) Serbuk Biji Kelor Variabel bebas :
Sebagai Alternatif Serbuk biji kelor
Pengolahan Limbah
Cair Industri Tahu
3. Rozanna Pengolahan Limbah Variabel terikat : Tepung biji
Sri Irianty Cair Tahu BOD5, COD dan kelor 2.5
(2011) Menggunakan Biji TSS gram
Kelor Variabel bebas :
(Moringa Oleifera tepung biji kelor
Lamk )
4. Riko Putra Pemanfaatan Biji Kelor Variabel terikat : Serbuk biji
(2013) Sebagai Koagulan Turbiditas, TSS kelor 3000
Pada Proses Koagulasi dan COD mg/L
Limbah Cair Industri Variabel bebas :
Tahu Serbuk Biji Kelor
Dengan Menggunakan
Jar Test
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelor

2.1.1 Definisi Kelor

Gambar 2.1 Tanaman Kelor

Kelor (Moringa oleifera L) adalah sejenis tumbuhan dari suku

moringaceae. Tumbuhan kelor asli berasal dari India yang dikenal

dengan nama sohanjna. Tumbuhan dapat tumbuh banyak diberbagai

negara semi-tropis dan tropis salah satunya negara indonesia dan

dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Walaupun diketahui

tanaman kelor berasal dari india, tetapi pengembangan terluas

sebenarnya di Afrika. Salah satu yang paling berjasa dalam

pengembangan tanaman kelor adalah Lowell Fugli (Mardiana, 2013).

Tanaman tersebut juga dikenal sebagai tanaman “stik-drum”

karena bentuk polong buahnya yang memanjang meskipun ada juga

yang menyebutnya sebagai ”horseradish” karena akarnya menyerupai

lobak. Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki

10
11

ketinggian batang 7-11 m. Pohon kelor umumnya tumbuh 3–4 m pada

tahun pertama. Batang kayunya getas (mudah patah), cabangnya

jarang, tetapi berakar kuat. Batangnya berwarna kelabu, daun

berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil, tersusun majemuk dalam

satu tangkai. Pohon kelor mulai berbuah setelah 2 tahun.

2.1.2 Klasifikasi Kelor

Menurut Tilong(2011) dalam Hazani (2014) klasifikasi dari

tanaman kelor (Moringa oleifera L) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliopsida

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Brassicales

Suku : Moringaceae

Marga : Moringa

Jenis : Moringa Oleifera L

2.1.3 Biji Kelor

Gambar 2.2 Biji Kelor

Biji kelor (Moringa Oleifera L) dapat dipergunakan sebagai

salah satu koagulan alami alternatif yang tersedia secara lokal.

Efektivitas koagulasi biji kelor (Moringa Oleifera L) ditentukan oleh


12

kandungan protein kationik. Keuntungan penggunaan koagulan alami

seperti serbuk biji kelor adalah tanaman tersebut mudah ditemukan

didaerah iklim tropis. Selain itu, koagulan alami dapat membentuk

flok yang lebih kuat terhadap gesekan pada saat aliran turbulen

dibandingkan dengan koagulan kimia (S.D.R utami,2012).

Biji kelor (Moringa Oleifera L) dapat dipergunakan sebagai

salah satu koagulan alami alternatif yang tersedia secara lokal. Biji

kelor (Moringa Oleifera L) yang dipergunakan adalah yang matang

atau tua yang memiliki kadar air kurang dari 10% (Riko,2013).

Efektivitas koagulasi biji kelor (Moringa Oleifera L) ditentukan oleh

kandungan protein kationik. Zat aktif yang terkandung dalam biji

kelor yaitu 4-alfa-4-rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate (Coniwanti,

2013).

Gambar 2.3 Struktur 4-alfa-4-rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate

Zat aktif itu mampu mengadsorbsi partikel-partikel air limbah.

Dengan pengubahan bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil, maka zat

aktif dari biji kelor (Moringa Oleifera L) tersebut akan semakin

banyak karena luas permukaan biji kelor semakin besar. Apabila


13

kandungan air di dalam biji kelor besar, maka kemampuannya dalam

menyerap limbah cair semakin kecil karena zat aktif tersebut tidak

berada di permukaan biji kelor tetapi tertutupi oleh air sehingga

kelembaban biji kelor (Moringa Oleifera L) harus kecil (Ayu,2013).

Kegunaan biji kelor (Moringa Oleifera L) pada pengolahan air

skala rumah tangga telah dilakukan di beberapa wilayah pedalaman di

Sudan. Wanita-wanita di daerah tersebut yang mengambil air dari

Sungai Nil, memasukkan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

dalam kantong kecil yang terbuat dari kain. Kantong ini kemudian

dicelupkan dan diputar dalam wadah yang berisi air keruh dari Sungai

Nil yang mereka ambil.

Kulit dari biji kelor (Moringa Oleifera L) mengandung molekul

protein larut air dengan berat molekul yang rendah. Protein ini akan

bermuatan positif jika dilarutkan dalam air. Fungsi protein akan

bekerja seperti bahan sintetik yang bermuatan positif dan dapat

digunakan sebagai koagulan polimer sintetik. Ketika Moringa

Oleifera L yang sudah diolah (serbuk) dimasukkan kedalam air kotor,

protein yang terdapat dalam Moringa Oleifera L akan mengikat

partikulat-partikulat yang bermuatan negatif, partikulat ini

menyebabkan kekeruhan. Pada kondisi kecepatan pengadukan yang

tepat, partikulat-partikulat bermuatan negatif yang sudah terikat,

ukurannya akan membesar dan membentuk flok. Flok ini bisa

diendapkan dengan gravitasi atau dihilangkan dengan filtrasi. Seperti


14

koagulan lainnya, kemampuan biji kelor (Moringa Oleifera L) untuk

menjernihkan air dapat bervariasi, tergantung dari keadaan air yang

akan diproses.

Efektifitas koagulasi oleh biji kelor (Moringa Oleifera L)

ditentukan oleh kandungan protein kationik bertegangan rapat dengan

berat molekul sekitar 6,5 kdalton. Elusi NaCl pada pengujian

elektroforesis terhadap protein yang terkandung dalam Moringa

Oleifera L menunjukkan kandungan protein ini 79.3% bersifat

kationik dan 20.7% bersifat anionik (Sahni dan Srivastava, 2008).

2.2 Limbah

2.2.1 Definisi Limbah

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Limbah adalah sisa

suatu usaha dan/atau kegiatan.

Berdasarkan PERMEN LH No.5 Tahun 2014, bahwa air limbah

adalah air sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses

produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Air limbah

atau buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah

tangga, industri, taupun tempat-tempat umum lainnya, serta pada

umumnya mengandung zat-zat yang dapat membahayakan bagi


15

kesehatan manusia, mempengaruhi aktivitas makhluk hidup lain, dan

dapat merusak lingkungan hidup (Arif Zulkifli, 2014).

2.2.2 Karakteristik Limbah

a. Karakteristik fisik

1) Zat Padat 

Pertama dalam karakteristik fisik limbah zat yang paling

bisa dideteksi adalah zat padat. Dimana total zat atau biasa

disebut sebagai zat solid yakni seluruh zat padat yang tetap ada

sebagai residu setelah proses pemanasan pada suhu 103°C

sampai 105°C dalam laboratorium, sehingga tidak akan hancur

dengan suhu panas yang rendah. Partikel padat didefenisikan

sebagai suspended solid yang dapat menembus kertas saring

dengan diameter minimal 1 mikro dan cukup sulit dihancurkan.

2) Bau 

Bau merupakan efek yang ditimbulkan dengan adanya

limbah. Dinamakan sisa maka memiliki bau yang tidak sedap.

Bau tersebut dihasilkan oleh adanya gas-gas hasil dekomposisi

atau  penguraian zat organik dalam air limbah (jika limbah

khusus mencemari air). Gas-gas yang dapat menimbulkan bau

dalam air limbah antara lain, amonia dan senyawa organik

sulfida.

Sulfida akan anda temukan jika berada di perairan yang

kotor sebagai dekomposisi senyawa organik dan sampah


16

industri. Sulfida biasanya ditemukan sebagai sulfat, jika

terdapat dalam air kotor dan akan mengalami oksidasi dengan

udara dan membentuk sulfida yang menimbulkan bau tidak

sedap. Sehingga anda mungkin akan mencium bau yang tidak

sedap jika melewati sungai yang tercemar. Dalam kondisi

asam, air yang mengandung ion sulfida dapat menghasilkan

hydrogen sulfida yang sangat beracun meskipun dalam

konsentarsi yang rendah (0,2 ppm) dan berbahaya meskipun

hanya digunakan untuk membasuh kulit.

3) Suhu

Untuk suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari pada

suhu disekitarnya, suhu yang cukup tinggi ini juga menurunkan

kadar DO (Dissolved Oxygen). Anda bisa mendeteksinya

dengan menggunakan termometer biasa.

4) Warna 

Warna adalah karakteristik fisik paling mudah dilihat. Air

limbah memiliki warna tertentu tergantung dari kandungan air

limbahnya. Seringkali air limbah yang baru saja dibuang

berwarna abu-abu ataupun akan berubah menjadi hitam. Warna

ini dikarenakan adanya proses dekomposisi bahan organik dan

menurunnya jumlah oksigen sampai menjadi nol dan

memudarkan warnanya. Sayangnya air yang tidak berwarna

bukan berarti tidak berbahaya.


17

5) Kekeruhan 

Air limbah terlihat keruh disebabkan zat organik, lumpur,

tanah liat, serta organisme lainnya yang mengapung dan

membutuhkan waktu mengendap yang lama. Semakin keruh air

limbah dapat dikatakan semakin besar kandungan limbahnya

yang bisa diidentifikasi sekilas saja.

b. Karakteristik kimia

1) Bahan Organik

Karakteristik Limbah dilihat dari bahan kimianya adalah

berupa bahan organik. Air limbah terdapat beberapa kandungan

bahan organik berupa protein 65%, karbohidrat 25% dan lemak

ataupun minyak 10%. Lemak dalam limbah domestik bisa

berasal dari sisa makanan, yang jika dibuang ke sungai akan

mengapung dan menutupi permukaan air sehingga termasuk

kedalam bahan organik. Minyak dan lemak memang tidak

dapat terdegradasi dalam waktu yang singkat, karena

membutuhkan waktu cukup lama maka keberadaannya akan

mengganggu aktivitas organisme didalamnya dan ekosistem

yang ada dalam tempat tercemar limbah.

2) BOD (Biologycal Oxygen Demand) 

BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk

konversi mikroba (microbial conversion) atau mengoksidasi

senyawa organik dalam limbah cair oleh mikroba pada suhu


18

20° C selama waktu inkubasi 5 hari. Parameter BOD digunakan

untuk mengetahui karakteristik senyawa kimia organik dalam

limbah cair (Ign Suharto, 2010).

3) DO (Dissolved Oxygen) 

Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut yaitu sebuah

kebutuhan dasar yang menyokong kehidupan tanaman dan

hewan didalam air. Air memiliki kemampuan untuk

menyediakan oksigen untuk kelangsungan makhluk hidup yang

ada didalamnya seperti halnya di laut.

Air mengandung kira-kira 8 ppm oksigen terlarut, standar

minimum oksigen terlarut yang diperlukan untuk kehidupan

ikan adalah 5 ppm, apabila dibawah jumlah ini maka ikan dan

biota air lainnya tidak dapat melangsungkan kehidupan dan

mati.  Oksigen terlarut yang terdapat dalam air berasal dari

fotosintesis tumbuhan air dan juga oksigen dari atmosfer yang

masuk kedalam air.

Meskipun ikan dan hewan lainnya di dalam air bernafas

menggunakan alat pernafasan khusus, namun mereka tetap

membutuhkan kandungan oksigen terlarut dalam air.

Sayangnya oksigen ini akan rusak dan hilang jika adanya

limbah dan juga berbagai pembuangan yang merusak oksigen

terlarut tersebut.
19

4) COD (Chemical Oxygen Demand) 

Nilai COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk

mengonversi senyawa organik dalam air limbah. COD

digunakan sebagai alat ukur pencemar dalam air limbah (Ign

Suharto, 2010).

5) pH

pH atau pun derajat keasaman adalah ukuran yang

menunjukan kadar asam dan juga basa dalam suatu larutan.

Larutan bersifat netral jika memiliki pH = 7,  sedangkan larutan

bersifat basa jika pH > 7 dan bersifat asam jika < 7. Air limbah

memiliki pH netral yang disebabkan karena adanya buffer air.

Ketika air limbah memiliki pH yang tidak netral maka

akan menjadi limbah yang membahayakan. Apabila terjadi

perubahan keasaman pada air limbah menjadi pH naik (alkali)

maupun menjadi pH turun (asam), dapat mengganggu

ekosistem air. Sedangkan pH air limbah yang sangat rendah

bersifat korosif terhadap logam seperti baja serta dapat

mengakibatkan perkaratan pada pipa besi.

c. Karakteristik biologi

Bakteri yang digunakan sebagai indikator adalah

Escherichia coli dimana bakteri yang hidup dalam kotoran manusia

dan hewan ini bisa ditemukan juga dalam limbah yang dianggap

membahayakan dan mencemar.


20

2.2.3 Parameter Baku Mutu Air Limbah

Tabel 2.1
Tabel Parameter Baku Mutu Air Limbah
Batas Syarat (Peraturan
Menteri Negara
No Parameter Satuan Lingkungan Hidup Nomor
5 Tahun 2014)
Gol I Gol II
A. FISIKA
1. Suhu - 38 40
2. Total Suspended
mg/l 200 400
Solid (TSS)

B. KIMIA
1. Derajat Keasaman
- 6,5 – 9,0 6,5 – 9,0
(pH)
2. Krom Heksavalen
mg/l 0,1 0,5
(Cr6+)
3. Seng (Zn) mg/l 5 10
4. Tembaga (Cu) mg/l 2 3
5. Amonia-nitrogen
mg/l 5 10
(NH3-N)
6. Sulfida (H2S) mg/l 0,5 1
7. BOD5 mg/l 50 150
8. COD mg/l 100 300
C. MIKROBIOLOGI
1. Total Coliform MPN/100ml 10.000 10.000

2.2.4 Jenis – Jenis Limbah

a. Limbah Padat

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa

padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses

pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian,

yaitu limbah padat yang dapat didaur-ulang (misalnya plastik,

tekstil, potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki

nilai ekonomis (Kristanto, 2004).


21

b. Limbah cair

Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang

dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan

dan diduga dapat mencemari lingkungan (Suharto, 2011).

c. Limbah gas

Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak

dibuang ke udara. Gas/asap, partikulat, dan debu yang

dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan dibawa angin sehingga

akan memperluas jangkauan pemaparannya. Partikel adalah

butiran halus yang mungkin masih terlihat oleh mata telanjang,

seperti uap air, debu, asap, fume dan kabut (Kristanto, 2004).

2.3 Industri Tahu

2.3.1 Definisi Tahu

Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan

bahan dasar kacang kedelai yang sangat akrab khususnya bagi

masyarakat Indonesia dan bahkan Asia umumnya.

Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang digemari

oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tahu mengandung gizi

yang baik diantaranya mengandung protein, karbohidrat, dan lemak.

Industri tahu di Indonesia rata-rata masih dilakukan dengan teknologi

yang sangat sederhana sehinggaa tingkat efisiensi penggunaan sumber


22

daya (air dan bahan baku) dirasakan masih rendah dan tingkat

produksi limbahnya juga relatif tinggi.

2.3.2 Pembuatan Tahu

Industri tahu membutuhkan banyak air untuk melakukan proses

sortasi, perendaman, pengusapan kulit, pencucian, penggilingan,

perebusan, dan penyaringan. Kemudian, air buangan dari proses

tersebut yang dinamakan limbah cair. Pada dasarnya, proses produksi

tahu menghasilkan dua macam limbah yaitu limbah padat dan limbah

cair. Limbah padat pada umumnya dimanfaatkan sebagai pakan

ternak. Proses pembuatan tahu :

Gambar 2.4 Diagram Proses Pembuatan Tahu

a. Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi.


23

b. Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan

cukup untuk digiling. Lama perendaman berkisar 3-4 jam.

c. Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan

tergantung pada besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan.

d. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling.

Untuk memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air.

e. Pemasakan kedelai dilakukan diatas tungku dan dididihkan selama

30 menit. Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan

cara menambahkan air dan diaduk.

f. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaringan.

Ampas yang diperoleh diperas dan dibilas air hangat.

g. Setelah dilakukan pengumpalan dengan menggunakan air asam,

kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar.

h. Selanjutnya air di atas endepan dibuang dan sebagian digunakan

untuk proses pengumpalan kembali.

i. Pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring

sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan

diangin-anginkan.

j. Lalu dimasukan kedalam ember dan direbus selama 30 menit agar

tahu tidak mudah hancur.

k. Setelah itu didinginkan untuk dipak, diberi garam kristal agar

tahan lama dan cairan bubuk kunyit untuk tahu berwarna kuning.
24

2.3.3 Limbah Cair Industri Tahu

Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai

menjadi tahu yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik

menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri

atas dua jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair

merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan.

Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu yang tidak menggumpal,

potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak

sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau

tidak sedap bila dibiarkan (Nohong, 2010). Limbah industri tahu pada

umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah, yaitu limbah padat

dan limbah cair.

Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil

pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain

yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang

disebut dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal

dari proses awal (pencucian) bahan baku kedelaidan umumnya limbah

padat yang terjadi tidak begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai).

Sedangkan limbah padat yang berupa ampas tahu terjadi pada proses

penyaringan bubur kedelai. Ampas tahu yang terbentuk besarannya

berkisar antara 25-35% dari produktahu yang dihasilkan (Kaswinarni,

2007).
25

Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses

perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi

tahu, penyaringan dan pengepresan atau pencetakan tahu. Sebagian

besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah

cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air

dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat

segera terurai. Limbah ini sering dibuang secara langsung tanpa

pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan

mencemari lingkungan (Kaswinarni, 2007).

a. Kandungan Limbah Cair Industri Tahu

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik

yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino. Adanya

senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair

industri tahu mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi

(Husin, 2003). Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam

limbah industri cair tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-

senyawa organik tersebut dapat berupa protein, karbohidrat dan

lemak. Senyawa protein memiliki jumlah yang paling besar yaitu

mencapai 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%.

Bertambah lama bahan-bahan organik dalam limbah cair tahu,

maka volumenya semakin meningkat (Sugiharto, 1994). Gas-gas

yang biasa ditemukan dalam limbah cair tahu adalah oksigen (O2),

hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2), dan


26

metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-

bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tersebut

(Herlambang, 2005). Senyawa organik yang berada pada limbah

adalah senyawa yang dapat diuraikan secara sempurna melalui

proses biologi baik aerob maupun anaerob. Sedangkan senyawa

anorganik pada limbah adalah senyawa yang tidak dapat diuraikan

melalui proses biologi (Nurul Latifah, 2011).

Limbah cair tahu mengandung bahan organik berupa protein

yang dapat terdegradasi menjadi bahan anorganik. Degradasi bahan

organik melalui proses oksidasi secara aerob akan menghasilkan

senyawa-senyawa yang lebih stabil. Dekomposisi bahan organik

pada dasarnya melalui dua tahap yaitu bahan organik diuraikan

menjadi bahan anorganik. Bahan anorganik yang tidak stabil

mengalami oksidasi menjadi bahan onorganik yang stabil,

misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan nitrat

(Effendi, 2003).

b. Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu

Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas

sifat fisika, kimia, dan biologi. Akan tetapi, air buangan industri

biasanya hanya terdiri dari karakteristik fisika dan kimia.

Parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air

buangan industri tahu adalah (Kaswinarni, 2007):


27

1) parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan

lain-lain.

2) parameter kimia, dibedakan atas kimia organik dan kimia

anorganik. Kandungan organik (BOD, COD, TOC) oksigen

terlarut (DO), minyak atau lemak, nitrogen total, dan lain-lain.

Sedangkan kimia anorganik meliputi: pH, Pb, Ca, Fe, Cu, Na,

sulfur, dan lain-lain.

Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting

antara lain:

a) Padatan Tersuspensi

Yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut

dalam air. Padatan tersuspensi sangat berhubungan erat

dengan tingkat kekeruhan air. Kekeruhan menggambarkan

sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya

cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan

yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh

adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan

terlarut. Semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi

tersebut, maka air semakin keruh (Effendi, 2003).

b) Derajat Keasaman (pH)

Air limbah indutri tahu sifatnya cenderung asam, pada

keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah untuk

menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri tahu


28

mengeluarkan bau busuk. pH sangat berpengaruh dalam

proses pengolahan air limbah. Baku mutu yang ditetapkan

sebesar 6-9. Pengaruh yang terjadi apabila pH terlalu

rendah adalah penurunan oksigen terlarut. Oleh karena itu,

sebelum limbah diolah diperlukan pemeriksaan pH serta

menambahkan larutan penyangga agar dicapai pH yang

optimal (BPPT, 1997). Nilai pH merupakan faktor

pengontrol yang menentukan kemampuan biologis

mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Nilai pH yang

terlalu tinggi misalnya, akan mengurangi aktifitas

fotosintesis mikroalga. Proses fotosintesis merupakan

proses mengambil CO2 yang terlarut di dalam air, dan

berakibat pada penurunan CO2 terlarut dalam air.

Penurunan CO2 akan meningkatkan pH. Dalam keadaan

basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan

melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga

keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam keadaan terlalu

asam, ion karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion

bikarbonat dan melepaskan ion hidrogen oksida yang

bersifat basa, sehinggga keadaan netral kembali, dapat

dilihat pada reaksi berikut(Lavens dan Sorgeloos, 1996):

HCO3 H++ CO3 ̄

CO3 ̄ + H2O HCO3 ̄ + OH-


29

c) Nitrogen-Total (N-Total)

Yaitu campuran senyawa kompleks antara lain asam-

asam amino, gula amino, dan protein (polimer asam

amino). Ammonia (NH3) merupakan senyawa alkali yang

berupa gas tidak berwarna dan dapat larut dalam air. Pada

kadar dibawah 1 ppm dapat terdeteksi bau yang sangat

menyengat. Kadar NH3 yang tinggi dalam air selalu

menunjukkan adanya pencemaran. Ammonia bebas (NH3)

yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme

akuatik. Toksisitas ammonia terhadap organisme akuatik

akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen

terlarut, pH, dan suhu (Effendi, 2003).

Pada lingkungan asam atau netral, NH3 ada dalam

bentuk ion NH4+. Pada lingkungan basa, NH3 akan dilepas

ke atmosfer (Sataresmi, 2002). Senyawa-senyawa organik

yang terkandung dalam limbah cair tahu akan terurai oleh

mikroorganisme menjadi karbondioksida (CO2), air serta

ammonium, selanjutnya ammonium akan dirubah menjadi

nitrat. Proses perubahan ammonia menjadi nitrit dan

ahirnya menjadi nitrat disebut proses nitrifikasi. Untuk

menghilangkan ammonia dalam limbah cair sangat penting,

karena ammonia bersifat racun bagi biota akuatik

(Herlambang, 2005).
30

d) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Merupakan parameter untuk menilai jumlah zat

organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen

yang diperlukan oleh aktifitas mikroorganisme dalam

menguraikan zat organik secara biologis di dalam limbah

cair. Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan

organik terlarut yang tinggi (Wardana, 2004).

Menurut Effendi (2003), BOD adalah jumlah oksigen

yang diperlukan oleh organisme untuk memecah bahan

buangan organik di dalam suatu perairan. Konsentrasi BOD

yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyak oksigen

yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik.

Nilai BOD yang tinggi menunjukkan terdapat banyak

senyawa organik dalam limbah, sehingga banyak oksigen

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan

senyawa organik. Nilai BOD yang rendah menunjukkan

terjadinya penguraian limbah organik oleh mikroorganisme

(Zulkifli dan Ami, 2001).

Penguraian bahan organik secara biologis oleh

mikroorganisme menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil

akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O).


31

e) COD (Chemical Oxygen Demand)

Disebut juga kebutuhan oksigen kimiawi, merupakan

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator (misal

kalium dikhormat) untuk mengoksidasi seluruh material

baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air.

Jika kandungan senyawa organik maupun anorganik cukup

besar, maka oksigen terlarut di dalam air dapat mencapai

nol, sehingga tumbuhan air, ikan-ikan, hewan air lainnya

yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup

(Wardana, 2004). Kebutuhan oksigen dalam air limbah

ditunjukkan melalui BOD dan COD. COD adalah

kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia.

Nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena

kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia

daripada secara biologi. Pengukuran COD membutuhkan

waktu yang jauh lebih cepat, yakni dapat dilakukan selama

3 jam, sedangkan pengukuran BOD paling tidak

memerlukan waktu 5 hari. Jika nilai antara BOD dan COD

sudah diketahui, kondisi air limbah dapat diketahui.

(Kaswinarni, 2007).

c. Dampak Limbah Industri Tahu

Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik

limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik,


32

turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan

bahan organik. Aktivitas organisme dapat memecah molekul

organik yang kompleks menjadi molekul organik yang sederhana.

Bahan anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai

makanan oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama

proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila

bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan

segera diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh aerasi

dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu

tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan

produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat,

hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat

toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan

gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa

tidak nyaman danmenimbulkan bau (Herlambang, 2002).

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan

tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika,

kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap

kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan

media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang

merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia.

Bila dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat

kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan sakit


33

pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang

dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan

lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari

sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan

kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus

dan penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang

kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik (Kaswinarni, 2007).

d. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu

Upaya untuk mengolah limbah cair tahu telah dicoba dan

dikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang

dikembangkan dapat digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan,

yaitu secara fisika, kimia, maupun biologis. Cara fisika, merupakan

metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran khususnya

padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair dengan

memanfaatkan gaya-gaya fisika. Dalam pengolahan limbah cair

industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain

filtrasi dan pengendapan (sedimentasi). Filtrasi atau penyaringan

menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan atau

memisahkan partikel-partikel kasar dan padatan tersuspensi dari

limbah cair. Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari

aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi (MetCalf dan Eddy,

2003).
34

Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi

senyawa-senyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan

bahan-bahan kimia atau reaksi kimia lainnya. Beberapa proses

yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu

secara kimia diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan

netralisasi. Proses netralisasi biasanya diterapkan dengan cara

penambahan asam atau basa guna menetralisisr ion-ion yang

terlarut dalam limbah cair sehingga memudahkan proses

pengolahan selanjutnya (MetCalf dan Eddy, 2003).

Proses koagulasi-flokulasi, partikel-partikel koloid hidrofobik

cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif terlarut dalam

limbah cair melalui sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel

tersebut bermuatan negatif. Koagulasi pada dasarnya merupakan

proses destabilisasi partikel koloid bermuatan dengan cara

penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke dalam

koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat

beraglomerasi satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya

mikroflok-mikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu

pengadukan lambat mengalami penggabungan menghasilkan

makroflok (flokulasi), sehingga dapat dipisahkan dari dalam

larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi (MetCalf dan Eddy,

2003).
35

Cara biologi, dapat menurunkan kadar zat organik terlarut

dengan memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada

dasarnya cara biologi adalah pemutusan molekul kompleks

menjadi molekul sederhana. Proses ini sangat peka terhadap faktor

suhu,pH, oksigen terlarut (DO) dan zat-zat inhibitor terutama zat-

zat beracun. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan

limbah adalah bakteri, alagae, atau protozoa (Ritman dan McCarty,

2001). Sedangkan tumbuhan yang dapat digunakan termasuk

gulma air (aquatic weeds) (Lisnasari, 1995).

Metode biologis lainnya juga telah dicoba dalam penanganan

limbah cair industri tahu. Misalnya dengan menggunakan proses

lumpur aktif (activated sludge) untuk mendegradasi kandungan

organik dalam limbah cair tahu dan susu kedelai. Hasil yang

dicapai cukup memuaskan, dimana diperoleh penurunan BOD

terlarut, nitrogen, dan fosfor berturut-turut sebesar 95%, 67,%,57%

(Tay, 1990). Menurut Lisnasari (1995), melihat tingkat

pengetahuan pengrajin tahu khususnya di Indonesia yang relatif

minim dalam penanganan limbah dan faktor-faktor teknis lainnya,

seperti biaya investasi dan operasi cukup tinggi, luas lahan yang

diperlukan cukup besar, serta pengendalian proses yang relatif

kompleks. Sehingga penerapan metode ini khususnya di Indonesia

kurang berdaya guna.


36

2.4 Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) adalah salah satu parameter yang

digunakan untuk pengukuran kualitas air. Penentuan zat padat tersuspensi

(TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik

dan juga berguna untuk penentuan efesiensi unit pengolahan air (Rahmawati,

2005).

Pengukuran Total suspended solid (TSS) berdasarkan pada berat kering

partikel yang terperangkap oleh filter, biasanya dengan ukuran pori tertentu.

Umumnya, filter yang digunakan memiliki ukuran pori 0.45 μm maksimal

2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid.

Satuan Total Suspended Solid (TSS) adalah miligram per liter (mg/l).

Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida,

ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi

dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity)

dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di

perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS.

Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya.

Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam

sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas

sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel

serta materi.
37

2.5 Koagulasi Flokulasi

Koagulasi adalah proses pengolahan air / limbah cair dengan cara

menstabilisasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan

partikel selama flokulasi, sedangkan flokulasi adalah proses pengolahan air

dengan cara mengadakan kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah

mengalami destabilisasi sehingga ukuran partikel-partikel tersebut tumbuh

menjadi partikel-partikel yang lebih besar (Kiely, 1997).

Koagulasi / flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah

berbentuk suspensi atau koloid. Koloid dihadirkan oleh partikel-partikel

berdiameter sekitar 1nm (10-7cm) hingga 0,1 nm (10-8 cm). Partikel-partikel

ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu yang wajar dan tidak dapat

dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa.

2.5.1 Koagulasi

Koagulasi adalah proses yang bersifat kimia yang bertujuan untuk

menghilangkan kekeruhan dan material atau zat yang dapat

menghasilkan warna pada air yang kebanyakan merupakan partikel –

partikel koloidal ( berukuran 1- 200 milimikron) seperti alga, bakteri,

zat organik anorganik dan partikel lempung (Lin, 2007). Proses

koagulasi perlu dilakukan apabila kekeruhan air melebihi 30 – 50 Ntu.

Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini. Pada

proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid,

karena pada dasarnya air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk

koloid dengan berbagai partikel koloid yang terkandung di dalamnya.


38

Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan penambahan bahan kimia

berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid mixing

(pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun

secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada

instalasi pengolahan air dilakukan dengan cara hidrolis berupa hydrolic

jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.

Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi,

yakni proses interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang

akan diolah. Prinsip dari koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid

dengan cara mengurangi semua gaya yang mengikat, kemudian

menurunkan energi penghalang dan membuat partikel menjadi bentuk

flok. Salah satu gaya yang menyebabkan koloid menjadi tidak stabil

adalah gaya Van der Waals. Besarnya gaya tarik menarik Van der

Waals berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua partikel

koloid, sedangkan besarnya gaya tolak menolak elektrostatis akan

berkurang dengan makin besarnya jarak antar partikel.

2.5.2 Flokulasi

Agar partikel-partikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak

menolak elektrostatik antara partikelnya harus dikurangi dan

transportasi partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel yang

mengalami destabilisasi.

Setelah partikel-partikel koloid mengalami destabilisasi, adalah

penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke dalam suatu


39

kontak antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat menggumpal

dan membentuk partikel yang lebih besar yang disebut flok. Proses

kontak ini disebut flokulasi dan biasanya dilakukan dengan

pengadukan lambat (slow mix) secara hati-hati. Flokulasi merupakan

factor paling penting yang mempengaruhi efisiensi penghilangan

partikel. Tujuan flokulasi adalah untuk membawa partikel-partikel ke

dalam kontak sehingga mereka bertubrukan, tetap bersatu, dan tumbuh

menjadi satu ukuran yang siap mengendap. Pengadukan yang cukup

harus diberikan untuk membawa flok ke dalam kontak.

Dalam proses flokulasi, kecepatan penggumpalan dari agregat

ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel yang terjadi serta

keefektifan benturan tersebut. Dalam hal ini, tubrukan antar partikel

terjadi melalui tiga cara, yakni :

1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang

dikenal sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya

gerak Brown ini disebut flokulasi perikinetik.

2. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media (air),

misalnya karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan

fluida ini disebut flokulasi ortokinetik.

3. Kontak yang terjadi akibat perbedaan laju pengendapan dari

masing-masing partikel.
40

2.6 Kerangka Teori

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Limbah cair tahu:


Sumber limbah
Parameter limbah
Karakteristik limbah
Dampak limbah
Pengelolaan limbah

Serbuk biji kelor (Moringa


Kadar Total Suspended
Oleifera L) :
Solid (TSS)
Protein kationik

Ph air

Sumber : Lawrance Green


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,

DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-

variabel penelitian yaitu antara variabel independen dengan variabel

dependen. Secara ringkas kerangka konseptual yang menjelaskan faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja auditor dengan motivasi auditor sebagai

variabel moderating (Sugiyono, 2014).

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas maka peneliti membuat kerangka

konsep sebagai berikut :

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Efektifitas Penambahan Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera L)
Dalam Menurunkan Kadar Total Suspended Solid (TSS)
Pada Limbah Cair Industri Tahu
Tahun 2019
1. Serbuk Biji Kelor 2000 mg/l Kadar Total Suspended
2. Serbuk Biji Kelor 2500 mg/l Solid (TSS)
3. Serbuk Biji Kelor 3000 mg/l
4. Serbuk Biji Kelor 3500 mg/l

pH Air
Keterangan :

: Variabel yang di teliti


Cou
: Variabel yang tidak di teliti
Cou
: Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

: Pengaruh Variabel pengganggu terhadap variabel yang diteliti

41
42

3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan

baru didasarkan pada teori yang relevan,belum didasarkan pada fakta-fakta

empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,

belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2008).

Hipotesis dikenal dalam dua bentuk yaitu hipotesis kerja atau hipotesis

altenatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y

atau adanya perbedaan 2 variabel, dan hipotesis nol sering disebut hipotesis

statistik (Ho) yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara 2 variabel atau

tidak adanya pengaruh variabel X terhadap Y (Achmadi, 2013).

Variabel independen atau variabel X dalam penelitian ini adalah serbuk

biji kelor (Moringa Oleifera L) dan variabel Y dependen yaitu kadar Total

Suspended Solid (TSS).

Hipotesis

X1 : Ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

2000mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada

limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.

X2 : Ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

2500mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada

limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.


43

X3 : Ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

3000mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada

limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.

X4 : Ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

3500mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada

limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.

Hipotesis Nol

X1 : Tidak ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 2000mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.

X2 : Tidak ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 2500mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019..

X3 : Tidak ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 3000mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.

X4 : Tidak Ada pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 3500mg terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019.
44

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional
Efektifitas Penambahan Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera L)
Dalam Menurunkan Kadar Total Suspended Solid (TSS)
Pada Limbah Cair Industri Tahu
Tahun 2019
No. Variabel Definisi Operasional Skala Alat Ukur Cara Ukur Hasil
Ukur
1. Variabel Serbuk Biji Kelor Rasio Timbangan Observasi Mg
Bebas (Moringa Oleifera L) analitik
Serbuk Biji mengandung protein
Kelor kationik dan zat aktif
(Moringa 4-alfa-4-
leifera L) rhamnosyloxybenzil-
isothiocyanate, zat
aktif itu mampu
mengadsorbsi
partikel-partikel air
limbah. Serbuk Biji
Kelor (Moringa
Oleifera L) yang
digunakan 2000mg,
2500mg, 3000mg,
3500mg.
2. Variabel Kadar TSS pada Rasio TSS meter Observasi mg/liter
Terikat limbah yang melebihi
Kadar Total nilai ambang batas
Suspended yaitu 200mg/l /
Solid (TSS) 400mg/l dapat
menimbulkan sungai
menjadi bau dan
berwarna hitam
3 Variabel Ukuran konsentrasi Interval pH meter Observasi < 7 : Asam
Pengganggu ion hidrogen dalam > 7 : Basa
pH air. Diperiksa pada = 7 : Netral
pengambilan sampel
sebagai kontrol
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini berdasarkan proses pengulangan data merupakan

penelitian percobaan atau eksperimen, ditinjau dari segi tujuan penelitian ini

tergolong penelitian verifikatif yang bertujuan untuk mengecek kebenaran

hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, dengan maksud untuk

mengetahui pengaruh pengaruh penambahan serbuk biji kelor (moringa

oleifera l) terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada

limbah cair industri tahu (Notoatmodjo, 2010).

4.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

hal tersebut, kemudia ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008).

Variabel yang digunakan dalam penelitian dapat diklasifikasikan

menjadi : (1) variabel independen (bebas), yaitu variabel yang menjelaskan

dan mempengaruhi variabel lain, dan (2) variabel dependen (terikat), yaitu

variabel yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel independen.

45
46

4.2.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai

variabel stimulus, prediktor, dan antecedent. Dalam bahasa Indonesia

sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah

merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel independen (terikat) (Sugiyono,

2008).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah serbuk biji

kelor (moringa oleifera l).

4.2.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output,

kriteria dan konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut

sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas

(Sugiono, 2013: 39).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar Total

Suspended Solid (TSS).

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dia\tarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2008).


47

Populasi penelitian adalah 28 botol limbah cair tahu

(berdasarkan perhitungan rumus pengulangan Federer) dengan

volume 500ml.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008).

Sampel penelitian terdiri dari 28 botol limbah cair tahu

(berdasarkan perhitungan rumus pengulangan Federer) dengan

volume 500ml yang diambil dari sumber limbah cair industri tahu

yang sama, 24 sampel diberi perlakuan, dan empat sampel sebagai

kontrol tanpa perlakuan. Sampel pertama diberi perlakuan dengan

takaran 2000mg/ml. Sampel kedua diberi perlakuan dengan takaran

2500mg/ml. Sampel ketiga diberi perlakuan dengan takaran

3000mg/ml. Sampel keempat diberi perlakuan dengan takaran

3500mg/ml. Pengamatan dilakukan dengan jumlah pengulangan

sebanyak 6 kali.

4.4 Instrumen Penelitian

4.4.1 Alat dan bahan penelitian

1. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

a. Jeligen

b. Timbangan Analitik

c. Gelas ukur/beaker glass 500 ml


48

d. Botol Sampel

e. Batang Pengaduk

f. Pipet

g. Label Nama

h. Stopwatch

i. Digital PH Meter

j. Blender

k. Kertas Perkamen

l. Ayakan tepung

m. Termometer

n. Kapas

o. Saringan

2. Bahan

a. Limbah cair industri tahu

b. Serbuk biji kelor (moringa oleifera l).

4.4.2 Langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

1. Persiapan

Sebelum melakukan penelitian bahan-bahan yang digunakan

sebagai media seperti biji kelor (moringa oleifera l) dibersihkan

lalu dijemur setelah itu diblender agar menjadi serbuk dan di ayak.

2. Cara menghitung besar pengulangan

Besar pengulangan pada penelitian ini dapat dihitung dengan

menggunakan rumus Federer, yaitu :


49

(n - 1) (t - 1) ≥ 15
dimana : n = besar penulangan

t = jumlah kelompok perlakuan

Dalam penelitian ini terdapat kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan. Dimana terdapat empat perlakuan yang bila

dimasukkan ke dalam rumus Federer, maka dapat ditentukan

besar pengulangan yaitu :

(n - 1)(4 - 1) ≥ 15

(n - 1)(3) ≥ 15

(n - 1) ≥5

n ≥ 5 +1

n ≥6

Jadi didapat jumlah pengulangan sebanyak 6 kali dalam 1

perlakuan terdapat 4 dosis, sehingga 4 x 6 = 24 dan ditambah

dengan 4 kelompok sampel kontrol menjadi 28 sampel.

3. Cara Kerja

a. Siapkan alat dan bahan yang digunakan.

b. Masukan limbah cair tahu sebanyak 500 ml kedalam beaker

glass yang berukuran 500 ml.

c. Simpan kertas perkamen lalu kalibrasi hingga angka kembali 0

d. Timbang serbuk biji kelor (moringa oleifera l) dengan takaran

2000mg, 2500mg, 3000mg, 3500mg.

e. Masukkan 2000mg serbuk biji kelor (moringa oleifera l)

kedalam beaker glass yang berisi limbah cair tahu.


50

f. Sampel kemudian diaduk cepat selama 3 menit (300 putaran)

dan diikuti dengan pengadukan lambat selama 12 menit (80

putaran).

g. Setelah pengadukan, diendapkan selama 25, 35, 45,55, 65, dan

75 menit.

h. Setelah selesai diendapkan lalu disaring menggunakan

saringan pasir halus.

i. Setelah disaring kemudian dimasukkan kedalam botol sampel

menggunakan pipet.

j. Beri label yang berisi nama pengambil sampel, tempat

pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel, dan tanda

tangan.

k. Ulangi untuk perlakuan 2500mg, 3000mg, 3500mg.

4. Pengamatan

Pada saat pengambilan sampel limbah cair tahu yang akan

digunakan untuk penelitian pada saat yang sama dilakukan

pengukuran suhu pada air tersebut terlebih dahulu. Pengamatan

dilakukan dengan metode up flow atau metode dari bawah keatas.

Setiap sampel diberi label untuk memudahkan pengukuran

sebagai berikut :

a. Serbuk biji kelor (moringa oleifera l) 2000 mg

b. Serbuk biji kelor (moringa oleifera l) 2500 mg

c. Serbuk biji kelor (moringa oleifera l) 3000 mg


51

d. Serbuk biji kelor (moringa oleifera l) 3500 mg

5. Kontrol

Ada 4 buah botol kontrol dalam penelitian ini tanpa diberi

perlakuan.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Adapun desain penelitian yang dilakukan seperti dibawah ini :

Gambar 4.1

Desain Penelitian

X 01

R:

(-) 02

Keterangan : X = Kelompok perlakuan

R = Randomisasi

(-) = Kelompok Kontrol

01 = hasil observasi kelompok perlakuan

02 = hasil observasi kelompok kontrol

Penelitian ini dilakukan terhadap limbah cair tahu yang mengandung

kadar Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi dengan takaran pada serbuk

biji kelor (moringa oleifera l) dengan takaran yang berbeda sebagai

perlakuan.
52

4.6 Pengolahan Data

Dalam suatu pengolahan data merupakan salah satu langkah yang

penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari

penelitian masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa, dan belum

siap untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang

berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data. Adapun

pengolahan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

T1 = X XO T2 = X XO

X X1 X X1

X X2 X X2

X X3 X X3

X X4 X X4

X X5 X X5

X X6 X X6

T3 = X XO T4 = X XO

X X1 X X1

X X2 X X2

X X3 X X3

X X4 X X4

X X5 X X5

X X6 X X6
53

Keterangan :

TI = Perlakuan 1 dengan takaran 2000mg/ml

T2 = Perlakuan 2 dengan takaran 2500mg/ml

T3 = Perlakuan 3 dengan takaran 3000mg/ml

T4 = Perlakuan 4 dengan takaran 3500mg/ml

X = Sampel limbah cair tahu

X0 = Hasil Kelompok kontrol

X1 = Hasil pengulangan 1

X2 = Hasil pengulangan 2

X3 = Hasil pengulangan 3

X4 = Hasil pengulangan 4

X5 = Hasil pengulangan 5

X6 = Hasil pengulangan 6

4.7 Analisa Data

4.7.1 Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Soekidjo,

2010).

4.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkolerasi (Soekidjo, 2010).


54

Data yang dikumpulkan dibahas serta dianalisa dengan

komputer menggunakan SPSS. Teknik analisa data dengan

menggunakan uji Anova. Statistik uji-F yang digunakan dalam one

way anova dihitung dengan rumus (k-1), uji-F dilakukan dengan

membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Sedangkan derajat

bebas yang digunakan dihitung dengan rumus (n-k), dimana k adalah

jumlah kelompok sampel, dan n adalah jumlah sampel. Jika F-hitung

> F-tabel maka hipotesa penelitian diterima atau jika p < 0,05 hipotesa

penelitian diterima.

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.8.1 Lokasi

1. Pabrik tahu di Citamiang Tipar RT/RW 09/04 Kota Sukabumi.

2. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium D-3 Kesehatan

Lingkungan Poltekes Yapkesbi Sukabumi.

3. Pemeriksaan hasil pengukurn dilakukan di Laboratorium Daerah

Kabupaten Sukabumi.

4.8.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2019.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisa Data

5.1.1 Analisa Univariat

Hasil Pemeriksaan pengukuran kadar Total Suspended Solid

(TSS) pada limbah cair industri tahu dengan pemberian berbagai jenis

perlakuan terhadap takaran serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

yang berbeda yakni 2000mg, 2500mg, 3000mg, 3500mg dalam

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

industri tahu dengan pengendapan yang berbeda yaitu 20 menit, 25

menit, 30 menit, 35 menit, 40 menit, 45 menit dilakukan pada tanggal

19 Juni – 28 Juni 2019. Adapun hasilnya seperti pada tabel dibawah

ini :

Tabel 5.1
Hasil Perlakuan 1 atau T1 dengan takaran 2000 mg serbuk biji
kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair industri tahu
Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019
Hasil
No Perlakuan Waktu Satuan Suhu pH
Pemeriksaan
1. X0 0 menit 988 Mg/liter 42° 4,7
2. X1 20 menit 859 Mg/liter 42° 4,4
3. X2 25 menit 855 Mg/liter 42° 4,4
4. X3 30 menit 835 Mg/liter 42° 4,5
5. X4 35 menit 804 Mg/liter 42° 4,6
6. X5 40 menit 923 Mg/liter 42° 4,6
7. X6 45 menit 774 Mg/liter 42° 4,6
Rata-rata 841,6
Data sekunder hasil pemeriksaan dari Laboratorium Kesehatan Daerah
Kabupaten Sukabumi tahun 2019

55
56

Didapat hasil rata-rata kadar serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 2000 mg dalam menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair tahu yaitu 841,6 mg/l dengan ph 4,4 , 4,5 , dan 4,6

dalam waktu pengendapan 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit, 40

menit, 45 menit.

Tabel 5.2
Hasil Perlakuan 2 atau T2 dengan takaran 2500 mg serbuk biji
kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair industri tahu
Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019
Hasil
No Perlakuan Waktu Pemeriksaa Satuan Suhu pH
n
1. X0 0 menit 896 Mg/liter 37° 4,7
2. X1 20 menit 842 Mg/liter 37° 4,3
3. X2 25 menit 794 Mg/liter 37° 4,2
4. X3 30 menit 779 Mg/liter 37° 4,1
5. X4 35 menit 763 Mg/liter 37° 4,1
6. X5 40 menit 656 Mg/liter 37° 4,3
7. X6 45 menit 637 Mg/liter 37° 4,3
Rata-rata 745,2
Data sekunder hasil pemeriksaan dari Laboratorium Kesehatan Daerah
Kabupaten Sukabumi tahun 2019

Didapat hasil rata-rata kadar serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 2500 mg dalam menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair tahu yaitu 745,2 mg/l dengan 4,1 , 4,2 , 4,3 ph dalam

waktu pengendapan 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit, 40 menit,

45 menit.
57

Tabel 5.3
Hasil Perlakuan 3 atau T3 dengan takaran 3000 mg serbuk biji
kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair industri tahu
Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019
Hasil
No Perlakuan Waktu Satuan Suhu pH
Pemeriksaan
1. X0 0 menit 957 Mg/liter 37° 4,7
2. X1 20 menit 949 Mg/liter 37° 4,5
3. X2 25 menit 758 Mg/liter 37° 4,5
4. X3 30 menit 818 Mg/liter 37° 4,3
5. X4 35 menit 803 Mg/liter 37° 4,7
6. X5 40 menit 826 Mg/liter 37° 4,7
7. X6 45 menit 919 Mg/liter 37° 4,7
Rata-rata 845,5
Data sekunder hasil pemeriksaan dari Laboratorium Kesehatan Daerah
Kabupaten Sukabumi tahun 2019

Didapat hasil rata-rata kadar serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 3000 mg dalam menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair tahu yaitu 845,5 mg/l dengan 4,3 , 4,5 , 4,7 ph dalam

waktu pengendapan 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit, 40 menit,

45 menit.

Tabel 5.4
Hasil Perlakuan 4 atau T4 dengan takaran 3500 mg serbuk biji
kelor (Moringa Oleifera L) pada limbah cair industri tahu
Citamiang Kota Sukabumi Tahun 2019
Hasil
No Perlakuan Waktu Satuan Suhu pH
Pemeriksaan
1. X0 0 menit 913 Mg/liter 42,7° 4,8
2. X1 20 menit 1055 Mg/liter 42,7° 4,8
3. X2 25 menit 1045 Mg/liter 42,7° 4,8
4. X3 30 menit 1038 Mg/liter 42,7° 4,8
5. X4 35 menit 976 Mg/liter 42,7° 4,6
6. X5 40 menit 955 Mg/liter 42,7° 4,6
7. X6 45 menit 1005 Mg/liter 42,7° 4,5
Rata-rata 1012,3
Data sekunder hasil pemeriksaan dari Laboratorium Kesehatan
Daerah Kabupaten Sukabumi tahun 2019
58

Didapat hasil rata-rata kadar serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) 3500 mg dalam menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS)

pada limbah cair tahu yaitu 1012,3 mg/l dengan 4,8 , 4,6 , 4,5 ph

dalam waktu pengendapan 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit, 40

menit, 45 menit.

5.1.2 Analisa Bivariat

1. Analisa Homogenitas Variasi Kadar Serbuk Biji Kelor

(Moringa Oleifera L) Dalam Menurunkan Kadar Total

Suspended Solid (TSS) Pada Limbah Cair Tahu

Sebelum dilakukan Uji Anova terhadap hasil perlakuan dari

keempat dosis serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) dalam

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

tahu. Dilakukan perlakuan homogenitas untuk memenuhi syarat

perhitungan untuk anova yaitu varian homogen. Adapun hasil

perlakuan homogenitas dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5
Analisa homogenitas perbedaan pengaruh serbuk biji kelor
(Moringa Oleifera L) dalam menurunkan
kadar Total Suspended Solid (TSS)
pada limbah cair tahu Citamiang
Kota Sukabumi tahun 2019
No Perlakuan Rata-rata p- Value
1. Perlakuan 1 841,6
2. Perlakuan 2 745,2
3. Perlakuan 3 845,5 0,223
4. Perlakuan 4 1012,3
Data primer hasil perhitungan menggunakan SPSS
59

Berdasarkan tabel 5.5 terlihat p-value homogenitas dengan

nilai sig 0,223 karena sig > 0.05 maka Ho di tolak atau dengan

kata lain hipotesis penilitian diterima atau keempat varian tersebut

memiliki variansi yang indetik dengan demikian asumsi kesamaan

varian untuk perlakuan ANOVA terpenuhi.

2. Analysis of variance (ANOVA)

Dari hasil perlakuan homogenitas sebelumnya menunjukkan

bahwa setiap varian homogen sehingga dapat dilakukan uji Anova

untuk membuktikan ada atau tidaknya perbedaan dengan takaran

2000 mg, 2500 mg, 3000 mg, 3500 mg dalam waktu pengendapan

selama 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit, 40 menit, 45

menit. Adapun hasil perlakuan Anova dapat dilihat seperti yang

tertera pada tabel 5.6 berikut ini :

Tabel 5.6
Analisa Of Varians (ANOVA)
Sumber
Derajat Jumlah Rata-rata
Keragama F F p-
Kebebasan kwadrat kwadrat
n hitung tabel value
(DK) (JK) (RK)
(SK)
Variasi
73866.11
Antar 221598.333 3 18.254 3.10 .000
1
Kelompok
Variasi
dalam 80931.000 20 4046.550
kelompok
Total 302529.333 23
Data primer hasil perhitungan menggunakan SPSS
60

Untuk menentukan Ha atau Ho yang diterima maka

ketentuan yang harus diikuti adalah:

a. Bila F hitung sama dan atau lebih kecil dari F tabel maka Ha

diterima.

b. Bila F hitung lebih besar dari F tabel maka Ho ditolak.

Besarnya nilai probabilitas atau signifikansinya lebih kecil

dari 0,05 dengan demikian hipotesa nihil (Ho) ditolak (Hartono,

2008).

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa hasil SPSS

memberikan nilai F hitung 18,254 > F tabel 3,10 dengan nilai

signifikan .000 atau probabilitas 0,000 < 0,05. Karena nilai

signifikan ini lebih kecil dari 0,05, maka Hipotesa penelitian

diterima artinya dari keempat yang berbeda dengan takaran 2000

mg, 2500 mg, 3000 mg dan 3500 mg dalam waktu pengendapan

selama 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit, 40 menit, 45 menit

terdapat pengaruh yang nyata/ signifikan dalam menurunkan kadar

Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri pada taraf

nyata 0,05.

3. Analisis perbandingan perbedaan rata-rata kadar Total

Suspended Solid (TSS)

Berdasarkan hasil perhitungan Anova, karena hasil uji

menunjukkan Ho ditolak atau ada perbedaan maka uji dilanjutkan

dengan uji Post Hoc Test untuk membandingkan angka rata-rata


61

antar kelompok perlakuan pada taraf nyata 0,05 dapat dilihat pada

tabel 5.7 berikut ini :

Tabel 5.7
Analisis Perbandingan Perbedaan Rata-Rata Kadar
Total Suspended Solid (TSS) yang dipengaruhi
oleh berbagai Perlakuan
Beda Rata-
Perlakuan Perlakuan
No Rata p-value
(I) (J)
(I-J)
takaran 2500 mg 96.500 .071
takaran
1. takaran 3000 mg -3.833 1.000
2000 mg
takaran 3500 mg -170.667 *
.001
takaran 2000 mg -96.50 .071
takaran
2 takaran 3000 mg -100.333 .057
2500 mg
takaran 3500 mg -267.167 *
.000
takaran 2000 mg 3.833 1.000
takaran
3 takaran 2500 mg 100.333 .057
3000 mg
takaran 3500 mg -166.833 *
.001
takaran 2000 mg 170.667 *
.001
takaran
4 takaran 2500 mg 267.167* .000
3500 mg
takaran 3000 mg 166.833 *
.001
Data primer hasil perhitungan menggunakan SPSS

Hasil perlakuan tukey HDS yang dilakukan untuk melihat

perbedaan antara perlakuan dengan dosis serbuk biji kelor

(Moringa Oleifera L) yang berbeda terhadap penurunan kadar

Total Suspended Solid (TSS). Hasil perlakuan tukey HDS

menunjukkan bahwa serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L)

mempunyai p-value <0,05 dan >0,05 yang berarti semua memiliki

perbedaan yang bermakna yaitu perlakuan dengan takaran 2000

mg, 2500 mg, 3000 mg dan 3500 mg.


62

Maka hipotesa penelitian diterima artinya ada pengaruh

penambahan serbuk biji kelor terhadap penurunan kadar Total

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri dengan taraf

nyata 0,05.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Hasil pemeriksaan pengukuran kadar Total Suspended Solid

(TSS)

Berdasarkan tabel 5.1, 5.2, 5.3, dan 5.4 masing-masing

perlakuan diatas, takaran 2000 mg didapat rata-rata hasil yaitu 841,6

mg/l, dengan takaran 2500 mg didapat rata-rata hasil yaitu 745,2 mg/l,

dengan takaran 3000 mg didapat rata-rata hasil yaitu 845,5 mg/l, dan

dengan takaran 3500 mg didapat rata-rata hasil yaitu 1012,3 mg/l.

Efektivitas serbuk biji kelor dalam menurunkan kadar Total

Suspended Solid (TSS) pada limbah cair tahu terdapat pada takaran

2500 mg, tetapi terjadi penyimpangan pada serbuk biji kelor takaran

3500 mg, penyimpangan ini mungkin disebabkan karena koagulan

telah jenuh sehingga kemampuan mengikat partikel pengotor air

limbah berkurang, pada waktu tersebut tidak semua partikel koagulan

bereaksi membentuk flok-flok dalam limbah cair industri tahu, dan

volume air limbah tidak sesuai dengan takaran serbuk biji kelor.

Total Suspended Solid (TSS) adalah salah satu parameter yang

digunakan untuk pengukuran kualitas air. Penentuan zat padat


63

tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air

limbah domestik dan juga berguna untuk penentuan efesiensi unit

pengolahan air (Rahmawati, 2005).

Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) berdasarkan pada berat

kering partikel yang terperangkap oleh filter, biasanya dengan ukuran

pori tertentu. Umumnya, filter yang digunakan memiliki ukuran pori

0.45 μm maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid.

Biji kelor sebagai koagulan karena memiliki zat aktif

rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate yang mampu mengadsorbsi

partikel-partikel air limbah (Ritwan, 2004) dan dari kandungan biji

kelor yang berperan dalam reaksi koagulan adalah protein. Protein

yang larut dalam air memiliki gugus amino yang bersifat kation (ion

positif), sehingga dapat mengikat partikel-partikel negatif yang

terkandung dalam air limbah sehingga terbentuk gumpalan partikel

yang lebih besar (Sutherland et al, 1990 dalam Enos, 2000).

Semakin besar konsentrasi koagulan yang digunakan maka

semakin besar juga jumlah partikel bahan tersuspensi yang

tersisihkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, bahwa

penghilangan flok berupa turbiditas dan Total Suspended Solid (TSS)

dari media cair bergantung pada jenis dan jumlah suspensi koloid, pH,

komposisi kimia cairan dan jenis koagulan (Ayu Ridaniati Bangun,

2013).
64

Untuk parameter pH, serbuk biji kelor tidak mampu menaikan

pH limbah cair yang memiliki tingkat keasaaman yang tinggi. Selain

itu, waktu pengendapan dan pengadukan juga mempengaruhi kinerja

biji kelor dalam proses koagulasi dan flokulasi (Rozanna Sri Irianty,

2011).

5.2.2 Homogenitas Perlakuan dan Test ANOVA

Berdasarkan tabel 5.5 dan tabel 5.6 terlihat p-value homogenitas

dengan nilai sig 0,223 terlihat p-value ANOVA dengan nilai 0.00 oleh

karena sig lebih dari 0.05 makan Ho di tolak atau dengan kata lain

hipotesis penelitian di terima atau keempat varian tersebut memiliki

variansi yang indetik dengan demikian asumsi kesamaan varian untuk

perlakuan ANOVA terpenuhi.

Hipotesa penelitian diterima artinya dari keempat yang berbeda

dengan takaran 2000 mg, 2500 mg, 3000 mg dan 3500 mg dalam

waktu pengendapan selama 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit,

40 menit, 45 menit terdapat pengaruh yang nyata/ signifikan dalam

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

industri pada taraf nyata 0,05.


65

5.3 Hambatan Penelitian

Dalam menjalankan penelitian ini terdapat hambatan-hambatan yang

dialami penulis. Berikut ini beberapa hambatan yang penulis hadapi dalam

melakukan penelitian :

1. Peralatan penelitian yang kurang memadai, seharusnya beaker glass

terdapat 6 atau lebih. Seharusnya menambahkan proses penyaringan

dengan menggunakan lapisan ijuk.

2. Keterbatasan waktu, sehingga saat pelaksanaan penelitian kurang

maksimal.

3. Keterbatasan material / biaya yang kurang memadai sehingga hasil dari

penelitian ini kurang maksimal.

4. Seharusnya volume sampel limbah cair sesuai dengan takaran serbuk biji

kelor.
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) 2000 mg

terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019 paling efektif dalam

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) yaitu 841,6 mg/l.

Berdasarkan uji anova didapat hasil p-value 0,000 < 0,05 menunjukan

bahwa ada pengaruh terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid

(TSS) pada limbah cair industri tahu.

2. Pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) 2500 mg

terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019 paling efektif dalam

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) yaitu 745,2 mg/l.

Berdasarkan uji anova didapat hasil p-value 0,000 < 0,05 menunjukan

bahwa ada pengaruh terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid

(TSS) pada limbah cair industri tahu.

3. Pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) 3000 mg

terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019 paling efektif dalam

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) yaitu 845,5 mg/l.

Berdasarkan uji anova didapat hasil p-value 0,000 < 0,05 menunjukan

66
67

bahwa ada pengaruh terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid

(TSS) pada limbah cair industri tahu.

4. Pengaruh penambahan serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) 3500 mg

terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

industri tahu Citamiang Kota Sukabumi tahun 2019 paling efektif dalam

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) yaitu 1012,3 mg/l.

Berdasarkan uji anova didapat hasil p-value 0,000 < 0,05 menunjukan

bahwa ada pengaruh terhadap penurunan kadar Total Suspended Solid

(TSS) pada limbah cair industri tahu.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

1. Metode serbuk biji kelor (Moringa Oleifera L) dapat menurunkan

kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair industri tahu

dengan dosis tertentu, karena serbuk biji kelor (Moringa Oleifera

L) mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate,

yang mampu mengadopsi yang mampu mengadsorbsi partikel-

partikel air limbah, sehingga disarankan bagi institusi pendidikan

agar dapat mengembangkan lagi ilmu pengetahuan tentang

menurunkan menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada

limbah cair industri tahu dengan metode yang lainnya.

2. Disarankan bagi Poltekes Yapkesbi Sukabumi untuk menambah

peralatan laboratorium kesehatan lingkungan yaitu digital Ph


68

meter, termometer air, beaker glass ukuran 500 ml dan 1000 ml,

pipet, timbangan analitik, peralatan penyaringan (ijuk, zeolit,

busa), TSS meter agar memudahkan untuk melakukan

eksperimen.

3. Hasil penelitian bisa disebarluaskan dan hasil penelitian bisa di

hak patenkan untuk Poltekes Yapkesbi Sukabumi.

6.2.2 Bagi Industri Tahu

Disarankan untuk pemilik industri tahu metode serbuk biji kelor

(Moringa Oleifera L) ini dijadikan sebagai alternatif untuk

menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) pada limbah cair

industri tahu , karena bahan dan cara yang mudah diterapkan.

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Waktu pengendapan dan volume air limbah terrnyata berpengaruh

dalam menurunkan kadar Total Suspended Solid (TSS) di dalam

limbah cair industri tahu, saran untuk peneliti selanjutnya yaitu

1. Dapat menambahkan waktu pengendapan dan volume sampel.

2. Menambahkan proses penyaringan dengan menggunakan beberapa

lapisan seperti busa, kapas, zeolite, dan ijuk agar terlihat

penurunan yang signifikan.

3. Dapat juga mencoba metode serbuk biji kelor (Moringa Oleifera)

bukan hanya untuk menurunkan kadar Total Suspended Solid

(TSS), tetapi dapat juga mencoba menurunkan kadar fisika lainnya

yang terkandung dalam limbah cair industri tahu.


DAFTAR PUSTAKA

Arif Zulkifli. Dasar – Dasar Ilmu Lingkungan. Jakarta : Salemba Teknika; 2014.

Ayu Ridaniati Bangun. Pengaruh Kadar Air, Dosis Dan Lama Pengendapan
Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah
Cair Industri Tahu. Vol. 2, No. 1. Medan : Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara; 2013

FARIKHAH ARIFIN. UJI KEMAMPUAN Chlorella sp. SEBAGAI


BIOREMIDIATOR LIMBAH CAIR TAHU . Malang : Jurusan
Biologi, Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim; 2012

Harimbi Setyawati. Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Pada Proses Koagulasi
Flokulasi Limbah Cair Pabrik Tahu . Malang : Program Studi Teknik
Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional; 2017

Novie. Kimia lingkungan . 11/01/2012 [ Diunduh 27 April 2019]. Tersedia dari :


https://environmentalchemistry.wordpress.com/2012/01/11/total-
suspended-solid-tss-2/.

Nuhandoko. Buang Limbah ke Sungai, Warga Protes Pabrik Tahu. 16 Agt 2016.
[Diunduh 30 April 2019]. Tersedia dari : https://www.pikiran-
rakyat.com/jawa-barat/2016/08/16/buang-limbah-ke-sungai-warga-
protes-pabrik-tahu-377485.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2014 Tentang Baku
Mutu Air Limbah

Peraturan Presiden RI No. 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pengendalian


Pencemaran Dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum

Riga Nurul Iman. Sungai di Kota Sukabumi Masih Tercemar E-Coli. 23 Mar 2017
[Diunduh 30 April 2019]. Tersedia dari :
https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/03/23/on9d3j28
4-sungai-di-kota-sukabumi-masih-tercemar-ecoli.

Riko Putra. Pemanfaatan Biji Kelor Sebagai Koagulan Pada Proses Koagulasi
Limbah Cair Industri Tahu Dengan Menggunakan Jar Test. Vol. 2,
No. 2. Medan : Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara; 2013

Rozanna Sri Irianty. Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Biji Kelor
(Moringa Oleifera Lamk ). Pekanbaru : Fakultas Teknik Universitas
Riau Kampus Binawidya; 2011

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


CV. ALFABETA

Suharto, IGN. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air.
Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

Tiffany Ayano. 3 Karakteristik Limbah – Fisik, Kimia, dan Biologi (#Terlengkap.


27 July,2017 [Diunduh 27 April 2019]. Tersedia dari :
https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/karakteristik-limbah.

Wikha Setiawan. Keruh dan Bau, Sungai Dawe Diduga Tercemar Limbah Tahu.
07 November 201. [Diunduh 30 April 2019]. Tersedia dari :
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3716978/keruh-dan-bau-
sungai-dawe-diduga-tercemar-limbah-tahu.
Descriptives

Kadar_TSS

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Std. Lower Upper


N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum

dosis 2000 6 841.67 51.255 20.925 787.88 895.46 774 923

dosis 2500 6 745.17 81.086 33.103 660.07 830.26 637 842

dosis 3000 6 845.50 73.094 29.840 768.79 922.21 758 949

dosis 3500 6 1012.33 40.515 16.540 969.82 1054.85 955 1055

Total 24 861.17 114.688 23.411 812.74 909.60 637 1055

Test of Homogeneity of Variances

Kadar_TSS

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.591 3 20 .223

ANOVA

Kadar_TSS

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 221598.333 3 73866.111 18.254 .000

Within Groups 80931.000 20 4046.550

Total 302529.333 23
Multiple Comparisons

Kadar_TSS
Tukey HSD

(I) (J) 95% Confidence Interval


Dosis_Serbuk_B Dosis_Serbuk Mean Difference
iji_Kelor _Biji_Kelor (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

dosis 2000 dosis 2500 96.500 36.727 .071 -6.30 199.30

dosis 3000 -3.833 36.727 1.000 -106.63 98.96

dosis 3500 -170.667* 36.727 .001 -273.46 -67.87

dosis 2500 dosis 2000 -96.500 36.727 .071 -199.30 6.30

dosis 3000 -100.333 36.727 .057 -203.13 2.46

dosis 3500 -267.167* 36.727 .000 -369.96 -164.37

dosis 3000 dosis 2000 3.833 36.727 1.000 -98.96 106.63

dosis 2500 100.333 36.727 .057 -2.46 203.13

dosis 3500 -166.833* 36.727 .001 -269.63 -64.04

dosis 3500 dosis 2000 170.667* 36.727 .001 67.87 273.46

dosis 2500 267.167* 36.727 .000 164.37 369.96

dosis 3000 166.833* 36.727 .001 64.04 269.63

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Anda mungkin juga menyukai