Anda di halaman 1dari 93

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU (WHEY) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN

BIOPLASTIK

LAPORAN SKRIPSI

Oleh
ROBERT ANTONIUS
165100901111031

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Tugas Akhir : PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU (WHEY) SEBAGAI


BAHAN PEMBUATAN BIOPLASTIK
Nama Mahasiswa : Robert Antonius
NIM : 165100901111031
Jurusan : Keteknikan Pertanian/ Teknik Lingkungan
Fakultas : Teknologi Pertanian

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua,

Dr. Ir. J. Bambang Rahadi W. MS Putri Setiani, ST, MES, Ph.D


NIP. 19560205 198503 1 003 NIP. 201608 870624 2 001

Tanggal Persetujuan: Tanggal Persetujuan:

i
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1998 sebagai putra sulung dari Bapak
Sudiman Limbong dan Ibu Romauli Simarmata. Riwayat pendidikan formal yang telah
diterima oleh penulis ialah pendidikan sekolah dasar di SD ELIM (2004-2010), pendidikan
menengah di SMPN1 Kota Tangerang (2010-2013), dan pendidikan atas di SMAN 7 Kota
Tangerang (2013-2016). Di tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang Strata
1 dan diterima masuk melalui jalur SNMPTN pada program studi Teknik Lingkungan,
Universitas Brawijaya

Selama masa studinya, penulis telah menorehkan beberapa prestasi di bidang akademik
yaitu memperoleh piagam penghargaan sebagai murid berprestasi saat pendidikan Sekolah
Dasar di tahun 2009, lolos pendanaan dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh
KEMENRISTEKDIKTI yaitu Program Kreativitas Mahasiswa di tahun 2017, Pemenang
Kategori Environment dalam lomba Paper Competition tingkat ASEAN oleh UI Youth
Environmental Action di tahun 2018, Menerima Penghargaan Silver Medal dalam lomba
Advance Innovation Global Competition (AIGC) tingkat Internasional yang diselenggarakan
oleh AIJAM di Nanyang Technological University pada tahun 2019, dan terakhir menjadi
pemenang dalam Lomba Esai Nasional “the 9th IECOM 2020” yang diselenggarakan oleh
KMTI ITB di tahun 2020.

Selain berprestasi dibidang akademik, penulis juga turut aktif dalam berbagai kegiatan
kemahasiswaan seperti organisasi, kepanitiaan, dan asisten praktikum. Organisasi yang
telah diikuti oleh penulis adalah Anggota Bidang Kerohanian dan Keimanan Katolik periode
2016/2017 dan 2017/2018 serta sebagai Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Katolik FTP
periode 2018/2019 UB, Staff Departemen Ristek dan Teknologi Keluarga Mahasiswa Teknik
Lingkungan periode 2017/2018. Kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis diantaranya
staff acara KMTL Goes to School 207, koordinator acara Great Event KMK FTP 2017, Ketua
Pelaksana Diklat Seni 2017, Staff Acara KMTL Anniversarry 2018. Penulis juga terlibat
sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Kimia Lingkungan (Koordinator Asisten) 2016,
Mikrobiologi Lingkungan 2016, Pengolahan Limbah Cair 2018, Drainase 2019.

Penulis juga pernah melakukan publikasi karya ilmiah selama masa perkuliahan, yaitu
publikasi jurnal melalui ASEAN Journal of Communitiy Engagement dan sedang menunggu
publikasi jurnal yang terindeks scopus oleh IOP Publishing tahun 2020

ii
Robert Antonius. 165100901111031. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu (Whey) Sebagai
Bahan Pembuatan Bioplastik . Tugas Akhir. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. J. Bambang
Rahadi W. MS dan Putri Setiani, ST. MES, Ph.D

RINGKASAN

Tahu merupakan produk pangan olahan kedelai yang digemari oleh masyarakat Indonesia
dengan minat konsumsi mencapai 7.3 kg/kapita/ tahun. Proses produksi tahu menghasilkan
limbah yaitu limbah cair (whey) yang seringkali dibuang langsung ke badan sungai dan
mencemari lingkungan oleh para pengusaha tahu karena tidak tersedianya fasilitas
pengolahan limbah. Whey tahu dapat dimanfaatkan menjadi nata de soya melalui proses
fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Material nata de soya merupakan material
murni selulosa yang dapat digunakan untuk produksi bioplastik sebagai pengganti plastik
konvensional karena keterbatasannya yang sulit terurai, menggunakan bahan tidak
terbarukan, dan toksik bagi lingkungan. Namun, penggunaan selulosa sebagai bahan
pembuatan bioplastik masih memiliki keterbatasan karena sifatnya yang hidrofilik, dan
kekuatan mekanik yang rendah. Dalam penelitian digunakan aditif alam berupa gliserol
sebagai plasticizer dan kitosan sebagai penguat alami dalam pembuatan bioplastik dengan
metode melt intercalation. plasticizer gliserol divariasikan ke dalam 3 taraf yaitu 1.0, 1.5,
dan 2.0 ml. Sementara penguat kitosan divariasikan ke dalam 3 taraf yaitu 1.5, 2.3, 3.1
gram. Bioplastik yang dihasilkan selanjutnya dianalisa melalui parameter ketebalan, kuat
tarik, perpanjangan putus, elastisitas, dan daya serap air. Analisa statistic dilakukan melalui
uji Analysis of Variance (ANOVA) dan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (dengan tingkat
kepercayaan 95%). Hasil terbaik dari 9 sampel perlakuan bioplastik terdapat pada variasi
K2G2 dengan jumlah kitosan 2.3 gram dan volume gliserol 1.5 mL yang memiliki rerata
ketebalan 0.056 mm, kuat tarik sebesar 0.1625 kgf/cm2, perpanjangan putus sebesar 45%,
elastisitas sebesar 0.0036 kgf/cm2 , daya serap air sebesar 26.08% dan deskripsi
organoleptik yaitu sedikit berbau asam, berwarna putih kekuningan, dan cukup transparan.
Secara umum, melalui uji ANOVA diperoleh kesimpulan yaitu faktor penambahan kitosan,
gliserol, dan kombinasi keduanya turut mempengaruhi hasil karakterisasi parameter uji
bioplastik.

Kata kunci: bioplastik, gliserol, kitosan, whey

iii
SUMMARY

Tofu is a processing food product derived from soya who favored by all Indonesian citizens,
which consumption rate reaches approximately 7.3 kg/person/year. Tofu manufacturing
generated liquid by product or so called whey, which usually thrown away into waterbody
and causing serious environmental problem by uneducated industrialist because of the
unavailability of waste treatment facilities. Whey can be converted into nata de soya by using
Acetobacter xylinum through fermentation process. Nata de soya is a source pure of
cellulose that highly potential to utilize for bioplastic production replacing single use plastic
consumption due to its ability to decompose naturally, using of unrenewable polymers, and
high toxicity for environment. However, there are some strong limitations for developing
cellulose based product, since they present poor tensile strength and hydrophilic
characteristic. To improve bioplastic characteristic, this research using natural additives, they
are chitosan as agent of reinforcement and glycerol as plasticizer, then made by using melt
intercalation method. Glycerol addition are varied into three levels, 1.0, 1.5, 2.0 mL. On the
other side, chitosan mass addition are varied into three levels, 1.5, 2.3, and 3.1 gr. Formed
bioplastic are characterized by several test method, such as thickness, tensile strength,
elongation at break, modulus young, and water absorption. Statistical analysis was applied
on the result using Analysis of Variance (ANOVA) method, and Tukey test used to evaluate
average differences (at a 95%c confidence interval). The research establish that K2G2
present the best bioplastic characteristic, which result is thickness of 0.0056 mm, tensile
strength of 0.1625 kgf/cm2, elongation at break of 45%, elasticity of 0.0036 kgf/cm2, water
absorption of 26.085. Generally, statistical analysis present that both chitosan, glycerol, and
their interaction significantly influence the result of bioplastic characteristic.

Key word: bioplastic, chitosan, glycerol, whey

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena kasih penyertaan dan
perlindungan-Nya penulis mampu menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU (WHEY) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN
BIOPLASTIK”. Terselesaikannya proposal skripsi ini juga tak luput dari dukungan banyak
pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih khususnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Perawan Suci Ibu Maria sebagai sumber kekuatan dan
memampukan diri saya menyelesaikan laporan skripsi
2. Kedua orangtua dan adik yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dan
memberikan dukungan moral dan material kepada penulis
3. Bapak Dr. Ir. J. Bambang Rahadi W. MS selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang
sangat baik telah memberikan saran dan bimbingan kepada penulis hingga
terselesaikannya laporan skripsi
4. Ibu Putri Setiani, ST, MES, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II Skripsi juga dosen
yang turut berperan dari awal mula digagasnya penelitian bioplatik ini atas jasa dan
kebaikannya telah memberikan saran, bimbingan, dan dukungan kepada penulis
hingga terselesaikannya laporan skripsi
5. Rachmah Gusvika, Fatma Cahya, dan Annisa Kurniasavira yang selalu mendukung
dan menyemangati saya sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya proposal
skripsi
6. Joanne Gratia, Erbin Sima, Inas Fanesa, Elviliana, Winda Yuthika, Alfin Munfaridatul,
Nadya Rahmanita, Annisa Mayang sebagai sahabat yang selalu menerima dan
mendukung serta bersikap positif kepada saya sehingga saya mampu menyelesaikan
laporan skripsi
7. Corry Debora, Zaki Yamin Idris, dan Tasya Syahfira sebagai rekan seperjuangan
dalam suka dan duka penelitian yang telah dilewati
8. Listy Laura Simamora yang turut menjadi bagian dalam perkembangan awal
penelitian tentang bioplastik
9. Rekan rekan Keluarga Mahasiswa Katolik sebagai tempat saya berproses sejak awal
perkuliahan hingga sekarang
10. Rekan rekan seperjuangan Teknik Lingkungan 2016 yang selalu mendukung dan
membersamai penulis dalam penyelesaiain proposal skripsi

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................................... i

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................................. ii

RINGKASAN ....................................................................................................................... iii

SUMMARY .......................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1


1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................................... 5
1.5 Batasan Masalah....................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 6

2.1 Plastik: Sumber Utama Pencemaran Lingkungan...................................................... 6


2.2 Limbah Cair Tahu ...................................................................................................... 8
2.3 Nata de Soya : Material Murni Selulosa ..................................................................... 9
2.4 Bioplastik ................................................................................................................. 10
2.5 Kitosan .................................................................................................................... 12
2.6 Gliserol .................................................................................................................... 14
2.7 Karakterisasi Bioplastik ........................................................................................... 15
2.7.1 Penggunaan Bahan Baku dan Penambahan Aditif ............................................... 15
2.7.2 Karakterisasi Sifat Fisik ........................................................................................ 16
2.7.3 Karaktersasi Sifat Mekanik ................................................................................... 17
2.7.4 Karakterisasi Sifat Termal..................................................................................... 18
2.7.5 Karakterisasi MIkrostruktural ................................................................................ 19
2.7.6 Biodegradabilitas .................................................................................................. 20
2.8 Penelitian Terdahulu ............................................................................................... 20
2.9 Hipotesis ................................................................................................................. 21
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 22

vi
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................................................. 22
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................................ 23
3.2.1 Alat 23
3.2.2 Bahan ................................................................................................................... 23
3.3 Metode Penelitian.................................................................................................... 24
3.4 Rancangan Percobaan ............................................................................................ 24
3.5 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................................... 27
3.6 Pengamatan dan Analisis Data ............................................................................... 31
3.6.1 Pengujian Ketebalan ............................................................................................ 31
3.6.2 Pengujian Sifat Mekanik ....................................................................................... 32
3.6.3 Pengujian Ketahanan Air ...................................................................................... 33
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................................... 34

4.1 Analisa Pengaruh Perlakuan terhadap Ketebalan Bioplastik ................................... 34


4.1.1 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Ketebalan Bioplastik ............... 35
4.1.2 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Ketebalan Bioplastik ...................................... 36
4.1.3 Pengaruh Volume Gliserol terhadap Ketebalan Bioplastik .................................... 37
4.2 Analisa Pengaruh Perlakuan terhadap Kuat Tarik Bioplastik ................................... 38
4.2.1 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Kuat Tarik Bioplastik...................................... 40
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik ................................ 42
4.3.1 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik43
4.3.2 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik ...................... 44
4.3.3 Pengaruh Volume Gliserol terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik .................... 45
4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Modulus Elastisitas Bioplastik.................................. 47
4.4.1 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Modulus Elastisitas Bioplastik 48
4.5 Analisa Daya Serap Air Bioplastik dari Limbah Cair Tahu ....................................... 50
4.6 Rekapitulasi Karakteristik Bioplastik ........................................................................ 52
BAB V PENUTUP............................................................................................................... 54

5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 54


5.2 Saran ...................................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 56

LAMPIRAN ......................................................................................................................... 65

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik Berbagai Jenis Plastik… ........................................................... 21


Tabel 3.1 Alat Penunjang Kegiatan Penelitian .............................................................. 23
Tabel 3.2 Bahan Penunjang Kegiatan Penelitian .......................................................... 23
Tabel 3.3 Tabulasi Data Kombinasi Perlakuan Bioplastik ............................................. 25
Tabel 3.4 Tabel Analisis Ragam ................................................................................... 28
Hasil Uji BNT 5% Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap
Tabel 4.1
Ketebalan...................................................................................................... 35
Tabel 4.2 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Ketebalan .............................................. 37
Tabel 4.3 Pengaruh Volume Gliserol terhadap Ketebalan............................................. 38
Tabel 4.4 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Kuat Tarik 40
Tabel 4.5 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Perpanjangan
Putus………………………………………………………………………………..43

Tabel 4.6 Pengaruh Kitosan terhadap Perpanjangan Putus………………………………45


Tabel 4.7 Pengaruh Gliserol terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik…………………..48
Tabel 4.8 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Modulus Elastisitas
Bioplastik…………………………………………………………………………...48
Tabel 4.9 Rangkuman Karakteristik Sampel Bioplastik ................................................. 52

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan… ............................................................................ 13


Gambar 2.2 Struktur Kimia Gliserol ............................................................................... 14
Gambar 3.1 Lokasi Pabrik Tahu KLB Sukun Malang ..................................................... 22
Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian ...............................................................28
Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Selulosa dari Limbah Cair Tahu… ...................... 29
Gambar 3.4 Tahapan Pembuatan Bioplastik.................................................................. 31
Gambar 4.1 Data Ketebalan Bioplastik .......................................................................... 34
Gambar 4.2 Hubungan Massa Kitosan terhadap Ketebalan .......................................... 36
Gambar 4.3 Hubungan Volume Gliserol terhadap Ketebalan ......................................... 37
Gambar 4.4 Data Kuat Tarik Bioplastik .......................................................................... 39
Gambar 4.5 Hubungan Massa Kitosan terhadap Kuat Tarik .......................................... 40
Gambar 4.6 Data Perpanjangan Putus Bioplastik .......................................................... 42
Gambar 4.7 Hubungan Massa Kitosan terhadap Perpanjangan Putus .......................... 44
Gambar 4.8 Hubungan Volume Gliserol terhadap Perpanjangan Putus......................... 46
Gambar 4.9 Data Modulus Elastisitas Bioplastik ............................................................ 47
Gambar 4.10 Hasil Pengujian Daya Serap Air ........................................................... …..50

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

Lampiran 1 Jenis Polimer Utama Plastik Sekali Pakai dan Produk yang Dihasilkan…….65
Kriteria, Ambang Batas, dan Metode Uji/ Verifikasi Tas Belanja Plastik dan
Lampiran 2
Bioplastik Mudah Terurai .............................................................................66
Lampiran 3 Hasil Pengujian Ketebalan Bioplastik dan Uji Anova .................................... 68
Lampiran 4 Hasil Pengujian Kuat Tarik Bioplastik dan Uji Anova ................................... 69
Lampiran 5 Hasil Pengujian Perpanjangan Putus Bioplastik dan Uji Anova .................... 71
Lampiran 6 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Bioplastik dan Uji Anova ..................... 73
Lampiran 7 Hasil Pengujian Daya Serap Air Bioplastik................................................... 75
Lampiran 8 Dokumentasi Sampel Bioplastik .................................................................. 76

x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahu merupakan produk pangan olahan kacang kedelai yang sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia. Sebagai negara pengkonsumsi kedelai terbesar di dunia, konsumsi
tahu di Indonesia mencapai 7.3 kg/kapita pada tahun 2016 dan diprediksi terus meningkat
hingga 8.03 kg/kapita pada tahun 2019 (Kementrian Pertanian, 2017). Dari proses produksi
tahu dihasilkan dua jenis limbah yaitu limbah padat dan cair. Pemanfaaatan limbah padat
umumnya digunakan sebagai pakan ternak, sementara limbah cair tahu cenderung dibuang
langsung ke lingkungan. Whey merupakan air sisa dari proses penggumpalan tahu yang
mengandung nutrient organik meliputi protein, asam lemak, karbohidrat, nitrat, dan phospat.
Dalam pembuatan 60 kg kacang kedelai menjadi tahu dihasilkan whey sebanyak 2610 liter
(Pohan, 2008).
Produksi tahu di Indonesia didominasi oleh industri berskala kecil menengah yang
rata rata belum memiliki unit pengolahan limbah secara mandiri sehingga whey tahu
langsung dialirkan menuju badan air terdekat. Berdasarkan kandungan organik (COD:
17.000-26.000 mg/L) dan besarnya volume buangan yang dihasilkan, pembuangan whey
menciptakan permasalahan lingkungan yang serius. Efek dari pembuangan langsung
tersebut adalah timbulnya bau, gejala eutrofikasi, dan berubahnya tatanan ekosistem
perairan akibat tingginya bahan organik, rendahya kandungan oksigen terlarut pada wilayah
perairan. Selain itu juga dapat berdampak terhadap sanitasi dan gangguan kesehatan
masyarakat di sekitar willayah pabrik. Upaya penanganan pencemaran wilayah perairan dari
buangan whey telah banyak digalakkan dengan berbagai metode seperti metode koagulasi,
metode biofilter aerob-anaerob, dan metode remediasi yang bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi pencemar agar sesuai dengan batas baku mutu yang ditetapkan. Namun karena
keterbatasan biaya dan edukasi mengenai dampak pencemaran menyebabkan
terhambatnya pemanfaatan metode pengolahan yang ada dan terus berlangsungnya
pembuangan whey tahu ke lingkungan.
Adanya kandungan nutrient pada whey meliputi karbohidrat (terutama oligosakarida)
dan protein dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan produk fungsional lain seperti
nata de soya. Nata de soya merupakan produk fermentasi whey dengan bantuan bakteri
Acetobacter xylinum. Nata de soya adalah produk selulosa mikrobial berbentuk agar dan
berwarna putih seperti gel yang terbuat dari whey tahu. Selulosa yang berupa benang
benang berasosiasi dengan polisakarida lain membentuk suatu jalinan yang terus menebal
menjadi lapisan nata. Selulosa mikrobial merupakan produk murni selulosa yang bebas dari
kontaminasi polisakarida lain seperti lignin dan hemiselulosa pada tumbuhan (Keshk, 2014).
Selulosa mikrobial mempunyai beberapa keunggulan lain yaitu kemurnian yang tinggi,
derajat kristalinitas yang tinggi, mempunyai kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3, elastis,

1
dan mudah terbiodegradasi (Lestari dkk, 2013). Aplikasi selulosa mikrobial telah banyak
dimanfaatkan diantaranya sebagai bahan pembuatan kertas (Hardiyanti, 2010), bahan
pembuatan electronic paper display (J. Shah dan Brown, 2005), material pembalut luka
dalam bidang farmasi (Keshk, 2014), juga sebagai bahan pembuat bioplastik. Bioplastik
merupakan istilah bagi plastik yang terbuat dari sumber daya terbarukan sehingga
mengurangi jumlah limbah dan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti dalam
pembuatan plastik konvesional. Selain itu waktu degradasi bioplastik lebih cepat yaitu
sekitar 3-6 bulan (Kamsiati dkk, 2017) dibandingkan dengan plastik konvensional yang
membutuhkan waktu hingga 1000 tahun (Karina, 2015).
Bioplastik hadir untuk menggantikan penggunaan plastik konvesional yang telah
banyak memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Karena, hingga saat ini total seluruh
sampah plastik dunia telah mencapai 6300 juta ton. Berdasarkan data tersebut, sebanyak
800 juta ton (12%) plastik dikelola melalui proses insinerasi, hanya 600 juta ton (9%) yang
telah didaur ulang, dan sekitar 4900 juta ton (71%) sampah plastik yang mash berada di
lingkungan sekitar kita (Geyer et al., 2017). Indonesia menjadi negara penghasil plastik
terbesar kedua di dunia dengan berkontribusi terhadap 3.2 juta ton plastik/ tahun atau setara
dengan 10 persen jumlah plastik dunia (UNEP, 2018). Penguraian plastik berlangsung
melalui proses photodegradasi oleh paparan radiasi ultraviolet dimana plastik diurai menjadi
partikel plastik yang lebih kecil atau disebut mikroplastik. Dengan ukuran yang sangat kecil,
mikroplastik dapat terkonsumsi khususnya oleh biota laut dan masuk ke dalam sistem rantai
makanan. Adanya mikroplastik memungkinkan terjadinya perpindahan, akumulasi, dan
bioavailability berbagai senyawa polutan persisten, bioakumulatif, dan toksik (PBT) dalam
rantai makanan (Widianarko, 2018). Dampak negatif lainnya yang dimunculkan oleh sampah
plastik diantaranya penyumbatan saluran air yang dapat menyebabkan banjir, tempat
berkembangbiak vektor pembawa penyakit, terkonsumsi oleh berbagai fauna yang berakibat
kematian (UNEP, 2018). Bagi manusia, pembakaran plastik akan melepaskan gas racun
seperti dioksin dan furan yang dapat memicu penyakit kanker, gangguan pernapasan,
gangguan sistem saraf, serta hepatitis (Nasution, 2015).
Menurut Mar’fuah (2015), penggunaan plastik sintetik memiliki berbagai keunggulan
seperti mempunyai sifat mekanik dan barrier yang baik. Kedua karakteristik tersebut berasal
dari penggunaan polimer sintetik seperti Polyprophylene (PP), Polyethylene (PE), Poly Vinil
Chloride (PVC), dan Polystyrene (PS). Jenis polimer sintetik tersebut memiliki sifat derajat
kristalinitas yang tinggi sehingga memiliki gaya antar molekul yang kuat yang mampu
menyedikan kekuatan mekanik yang tinggi. Namun, karena terbuat dari polimer sintetik jenis
plastik konvensional terbatas penggunaannya karena tidak dapat diperbaharui, tidak
memiliki sifat biodegradabilitas dan kompostabilitas akibat kestabilan fisiko-kimia yang kuat.
Selain itu plastik juga melepaskan monomer yang bersifat karsinogenik. Monomer ini tidak

2
dapat larut dalam air dan bila terakumulasi pada tubuh manusia bisa mengakibatkan kanker.
Besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan plastik dan mulai
berkembangnya kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan meningkatkan minat
dalam penggunaan bioplastik sebagai solusi alternatif pemakaian plastik konvensional.
Sekarang ini telah banyak penggunaan polimer alam seperti pati/ selulosa sebagai
bahan pembuatan bioplastik. Perkembangan penelitian bioplastik umumnya menggunakan
bahan seperti singkong (Chillo et al., 2008), rumput laut (Praseptiangga, 2016), ubi (Offiong
and Ayodele 2016), dan tebu (Ikhsanudin, 2017). Namun pemanfaatan selulosa mikrobial
dari limbah whey masih sangat jarang pemanfaatannya. Keunggulan pemanfaatan selulosa
mikrobial dari whey dibanding bahan lainnya yaitu tingkat kemurnian selulosa yang tinggi
karena terbebas dari lignin dan selulosa, serta memiliki produktivitas yang tinggi karena
kuantitas limbah tahu yang banyak dihasilkan dalam setiap produksinya dan laju
pemanenan selulosa mikrobial yang hanya membutuhkan sekitar 10 hari. Potensi yang
menjanjikan dari pemanfaatan whey menjadi latar belakang dalam penelitian untuk dijadikan
sebagai bahan utama pembuatan bioplastik.
Namun, terdapat beberapa keterbatasan dalam pengembangan produk bioplastik
dari selulosa/ pati yakni buruknya sifat mekanik karena sifat hidrofilik yang menurunkan nilai
ketahanan air jika dibandingkan dengan plastik konvensional pada umumnya. Agen
pemlastis (plasticizer) digunakan untuk mengatasi kerapuhan bioplastik karena gaya
intermolecular yang tinggi dan meningkatkan sifat mekanik dari film (Selpiana dan
Anggraeni, 2016). Plasticizer yang umum digunakan pada bioplastik berbasis pati
diantaranya gliserol, polietilen glikol, asam laurat, asam oktanoat dan sorbitol. Dalam
penelitian, gliserol dipilih karena merupakan jenis plasticizer terbaik untuk polimer yang larut
dalam air, menjaga elastisitas bioplastik agar tidak rapuh (Ma and Kennedy 2005). Gugus
hidroksil mampu mengikat atom atom inter dan intramolekular melalui ikatan hidrogen
sehingga menjadikan bioplastik lebih fleksibel dan elastis (Chillo et al., 2008). Selain
plasticizer yang digunakan sebagai bahan pemlastis, digunakan juga material aditif lain yang
berperan sebagai penguat bioplastik. Jenis penguat yang umum digunakan dalam
pembuatan bioplastik diantaranya adalah ZnO (Ervan, 2012), clay nanopartikel (Souza et al.,
2012), dan kitosan (Bangyekan et al., 2006). Kitosan merupakan polimer alam terbesar
kedua setelah selulosa (Setiani dkk., 2013). Dalam penelitian, kitosan dipilih sebagai bahan
penguat (reinforcement) karena memiliki karakteristik pendukung meliputi biocompatibility,
anti mikrobial, biodegradable, dan kemampuan pembentukan film yang baik. Beberapa
penelitian juga telah dilakukan untuk menunjukan hubungan biokomposit antara selulosa
bakterial dengan kitosan. Baik kitosan dan selulosa memiliki kemiripan dalam struktur
polimernya, dan setelah dikombinasikan memiliki keunggulan dalam karakteristik mekanik,
dan sifat tembus pandang (transparency) (Fernandes et al., 2009). Kitosan memiliki sifat

3
komponen reaktif, pengikat, pengelat, pengabsorpsi, penstabil, pembentuk film, dan
penjernih (Selpiana dan Anggraeni, 2016). Melalui pembuatan bioplastik dengan
pemanfaatan whey, gliserol, dan kitosan dengan konsentrasi yang tepat diharapkan dapat
menghasilkan produk plastik yang bersifat biodegradable yang memiliki fungsi setara
dengan plastik konvensional.
Metode yang digunakan dalam penelitian pembuatan bioplastik adalah melt
intercalation, yaitu teknik inversi fasa dengan penguapan pelarut setelah proses pencetakan
yang dilakukan pada plat kaca. Metode didasarkan pada termodinamika larutan dimana
keadaan awal larutan stabil kemudian mengalami ketidakstabilan pada proses perubahan
fase (demixing), dari air menjadi padat (Aripin, 2017). Metode melt intercalation memiliki
keunggulan yakni tidak memerlukan penambahan pelarut pada pengisi yang dicampur
dengan matriks polimer sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan metode lain seperti
interkalasi larutan, eksfoliasi, dan polimerisasi in situ interkalatif. Bioplastik yang terbentuk
kemudian akan dikarakterisasi dengan terfokus pada pengujian sifat fisik yaitu densitas,
ketahanan air, dan solubilitas pada air, sifat mekanis yang meliputi kekuatan tarik (tensile
strength), perpanjangan elongasi (elongation), dan laju transmisi uap air (water vapor
transmission rate), serta pengamatan morfologi melalui analisis SEM (Scanning Electron
Microscope). Penelitian pembuatan bioplastik dari limbah cair tahu (whey) dengan
penambahan penguat kitosan dan plasticizer gliserol perlu dilakukan untuk dapat
menunjukan potensi pemanfaatan whey sebagai solusi atas pencemaran limbah industri
tahu dan alternatif pengurangan penggunaan plastik konvensional.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana pengaruh penambahan massa kitosan dan volume gliserol pada
parameter penelitian?
2. Bagaimana hasil karakterisasi ketebalan, sifat mekanik, dan daya serap air sampel
bioplastik terbaik yang dihasilkan?
3. Bagaimana perbandingan nilai karakterisasi sampel bioplastik terbaik yang
dihasilkan dengan plastik konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan nya penelitian adalah:
1. Mengetahui pengaruh penambahan massa kitosan dan volume gliserol pada seluruh
parameter penelitian
2. Mengetahui dan memperoleh hasil bioplastik terbaik berdasarkan parameter
ketebalan, sifat mekanik, dan daya serap air dari sampel yang dianalisa

4
3. Mengetahui perbandingan nilai karakterisasi sampel bioplastik terbaik yang
dihasilkan dengan sampel plastik konvensional yang turut diuji

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari dilakukannya penelitian adalah:
1. Diperoleh plastik ramah lingkungan berbahan dasar limbah cair (whey) dari proses
pembuatan tahu
2. Mampu menjadi referensi pengembangan kemasan ramah lingkungan dalam industri
pembuatan bioplastik berbahan biomaterial
3. Menjadi penyelesaian terhadap permasalahan dalam mengatasi limbah cair (whey)
dan sampah plastik

1.5 Batasan Masalah


1. Sumber selulosa untuk pembuatan bioplastik diperoleh melalui fermentasi limbah
cair tahu dari Pabrik Tahu KLB Sukun Malang.
2. Bioplastik dari nata de soya diperkuat menggunakan kitosan dan gliserol
menggunakan metode melt intercalation yang dibuat dalam skala laboratorium
3. Pengujian karakteristik bioplastik limbah cair tahu melalui analisis sifat fisik meliputi
ketebalan dan daya serap air serta analisis sifat mekanik yang meliputi kekuatan
tarik, perpanjangan elongasi, dan elastisitas

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik: Sumber Utama Pencemaran Lingkungan


Sejak tahun 1950, plastik telah menjadi material utama yang sangat luas
penggunaannya bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari hari, plastik umum
digunakan sebagai bahan pembungkus (packaging) seperti botol kemasan air mineral,
gelas, kantung belanja, tempat makan, dan berbagai jenis lainnya. Plastik menjadi material
yang sangat diminati karena keunggulannya diantaranya ringan, fleksibel, ekonomis,
transparan, kuat, mudah dibawa, kedap air dan gas, tidak mudah pecah, dan harganya yang
terjangkau (Sharma et al., 2017). Produksi plastik global terbagi atas beberapa sektor utama
yakni 36% bagi sektor pengemasan (packaging), 16 persen bagi sektor konstruksi dan
manufaktur, 10% bagi sektor produk institusional, 14% bagi industri tekstil, 7% bagi sektor
transportasi, 4% bagi sektor produk elektronik, 1% bagi sektor industri permesinan, dan 12%
bagi sektor lainnya (Geyer et al., 2017). Plastik dikategorikan menjadi dua yakni jenis
termoplastik dan termoset. Termoplastik adalah jenis plastik yang meleleh/ melunak ketika
dipanaskan dan mengeras ketika didingnkan, sehingga plastik dapat dikonversi/ didaur
ulang menjadi barang yang diperlukan pada proses selanjutnya. Sebaliknya plastik termoset
memiliki stabilitas termal, kekakuan, dan dimensi yang tinggi. Plastik termoset akan menjadi
lebih lunak dengan adanya panas, tetapi tidak bisa dilelehkan atau dibentuk ulang.
Mayoritas plastik bersifat sekali pakai (single use plastics). Beberapa jenis polimer utama
plastik sekali pakai. Jenis polimer plastik diantaranya polyethylene terephthalate (PET),
polyethylene (PE), polystyrene (PS), High Density Polyethylene (HDPE), Polypropylene
(PP), Low Density Polyethylene (LDPE), Low Density Polyethylene (LDPE) (Gadhave et al.,
2018). Jenis polimer plastik beserta penggunaannya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Plastik merupakan polimer sintesis dari bahan bakar fosil seperti miyak bumi dan batu
bara yang tidak dapat terbaharui. Hingga sekarang, sekitar 20% jumlah total minyak bumi
dipergunakan untuk pemenuhan produksi plastik dunia (World Economic Forum, 2016).
Diperkirakan sebanyak 300 juta ton plastik diproduksi tiap tahunnya untuk berbagai
kebutuhan manusia (Lovatt et al., 2018). Geyer et al. (2017) menambahkan dari total
sampah plastik dunia hanya 9 persen plastik yang telah didaur ulang, 12% direduksi melalui
proses insinerasi, dan 79% menjadi sampah yang tersebar di seluruh dunia. Reduksi plastik
melalui proses insinerasi akan melepaskan emisi dioksin yang membahayakan kesehatan
manusia. Berbeda dengan jenis material lainnya, plastik yang sudah tidak terpakai akan
bertahan pada lingkungan hingga 500 tahun tergantung jenis polimer penyusunnya dan
terfragmentasi menjadi partikel berukuran <5mm yang dikenal sebagai mikroplastik (Karina,

6
2015). Waktu penguraian dari berbagai jenis plastik konvensional diantaranya adalah
Polyethilene Terephtalate (PET) dengan lama degradasi 5-10 tahun, High Density
Polyethylene (HDPE) dengan lama degradasi 100 tahun, Low Density Polyethylene (LDPE)
dengan lama degradasi 500-1000 tahun, Polyvinyl Chloride (PVC) dan Polypropylene (PP)
yang sulit dihancurkan, Polypropylene (PP) dengan lama degradasi 50 tahun, Polystyrene
(PS) dengan lama degradasi 50 tahun.
Indonesia merupakan negara penyumbang terbesar kedua sampah plastik dunia
setelah China dengan total sampah 3.2 juta ton/ tahun yang setara dengan 10% sampah
plastik dunia (Geyer et al., 2017). Hingga kini, penyebaran sampah plastik telah menjangkau
seluruh wilayah laut dunia. Sekitar 8 juta ton plastik memasuki wilayah lautan dunia tiap
tahunnya. Sampah plastik dalam berbagai ukuran, mulai dari mikroskopik hingga
makroskopik ditemukan di hampir seluruh lautan. Bahkan lokasi lokasi terpencil, seperti
Arktik, Laut Selatan, dan laut yang sangat dalam pun tidak terbebas dari kontaminasi
sampah plastik (Victoria, 2016).
Plastik merupakan senyawa makromolekul organik yang diperoleh dengan cara
polimerisasi, polikondensasi, poliadisi, atau proses serupa lainnya dari monomer atau
oligomer atau dengan perubahan kimiawi makromolekul alami (BSN, 2016). Keberadaan
sampah plastik pada lingkungan telah memberi berbagai dampak yang merugikan bagi
makhluk hidup di sekitarnya. Diantaranya, telah banyak ditemukan kasus kematian hewan
seperti kura kura hingga paus akibat tertelannya plastik secara tidak sengaja yang
menyebabkan penyumbatan saluran pencernaan dan potensi keracunan bahan kimia dalam
plastik (UNEP, 2018). Sementara itu mikroplastik dapat berpotensi terakumulasi pula pada
manusia. Mikroplastik memiliki kemampuan menyerap polutan organik pada lautan dan
mentransfernya pada tubuh manusia melalui konsumsi berbagai produk laut seperti garam
dan ikan (Wright and Kelly, 2017). Plastik jenis polystyrene mengandung senyawa kimia
styrene dan benzene yang bersifat karsinogenik dan berpotensi menginfeksi organ hati dan
ginjal, gangguan saluran pernapasan dan sistem reproduksi. Penyumbatan saluran air oleh
plastik dapat menjadi tempat pembiakan vektor penyakit seperti malaria. Pada sektor
ekonomi, sampah plastik menimbulkan kerugian global yang ditaksir sebesar 13 juta dolar
per tahunnya yang dianggarkan untuk keperluan pembersihan, perawatan, dan
pemeliharaan dari sampah plastik pada area wisata di pesisir pantai (UNEP, 2018). Untuk
mendaur ulang sampah plastik dibutuhkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
memproduksinya. Maka diperlukan pemikiran dan teknologi baru untuk membuat plastik
yang ramah lingkungan (Melani dkk, 2017).

7
2.2 Limbah Cair Tahu
Tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine sp.) dengan
proses pengendapan protein pada kondisi dimana telah terbentuk gumpalan (padatan)
protein yang sempurna pada suhu 50 oC, dan cairan telah terpisah dari padatan protein
tanpa atau dengan penambahan zat lain yang diizinkan antara lain, bahan pengawet dan
bahan pewarna (Pohan, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT), tingkat konsumsi tahu di Indonesia mencapai 7.4
kg/orang/tahun (Dianursanti dkk., 2014). Proses produksi tahu relatif sederhana, protein
nabati dari kedelai diekstraksi secara fisika dan digumpalkan dengan asam cuka
(CH3COOH) dan batu tahu (CaSO4 nH2O). Produksi tahu menghasilkan limbah yang berupa
limbah padat kering, limbah padat basah, dan limbah cair (whey). Limbah padat kering dan
padat basah tidak menjadi masalah karena bisa dimanfaatkan. Limbah padat keringnya
dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sedangkan limbah padat basahnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan tepung kacang kedelai, bahan pengembang roti,
bahan pembuatan tempe gembus, kecap, dan pigmen merah (Sarwasih, 2017). Sementara
limbah cair tahu masih minim pemanfaatannya. Untuk setiap 1 kg bahan baku kedelai
sebanyak 43.5 liter whey dihasilkan (Pohan, 2008). Apabila dikalkulasikan dengan jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa, maka setiap tahunnya dihasilkan whey
sebanyak 7.72 x 1010 kg whey per tahunnya. Limbah cair tahu berasal dari proses
pembuatan, proses, penyaringan, proses penekanan, pencucian kedelai, pencucian
peralatan, dan air bekas rendaman kedelai. Limbah cair yang paling mencemari lingkungan
adalah air proses penggumpalan tahu karena mengandung kadar organik yang tinggi seperti
protein, karbohidrat, asam lemak, dan berada dalam kondisi asam karena penambahan
cuka yang digunakan. Air buangan sisa hasil penggumpalan dan pengendapan tahu berupa
cairan kental berwarna kuning kecoklatan sering disebut juga whey (Saleh, 2011). Whey
mengandung sisa protein yang tidak menggumpal dan zat yang tidak larut dalam termasuk
lesitin dan oligosakarida.
Produksi tahu di Indonesia didominasi oleh usaha berskala kecil menengah dengan
modal yang terbatas, sehingga tidak mandiri dalam pengelolaan limbah cair yang dihasilkan
dan memilih untuk langsung membuang ke selokan atau badan air. Pembuangan langsung
menimbulkan pencemaran wilayah perairan karena terakumulasi nya polutan organik yang
cukup tinggi diantaranya kandungan rata rata Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical
Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS) secara berturut turut adalah 5643 –
6870 mg/L, 6870-10500 mg/L, dan 1000-2000 mg/L (Pradana, 2018). Konsentrasi polutan
tersebut telah melebihi batas baku mutu yang telah ditetapkan sesuai Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha Pengolahan
Kedelai dimana kadar maksimum yang diperbolehkan pada parameter BOD, COD, dan TSS

8
secara berturut turut adalah 150 mg/L, 300 mg/L, dan 200 mg/L. Ketika whey dibuang ke
sungai, maka akan terjadi penguraian senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Proses peruraian bahan organik oleh mikroorganisme aerob memerlukan
oksigen dalam jumlah besar untuk memperoleh energi. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut di dalam air. Penurunan yang melewati
ambang batas akan mengakibatkan kematian biota air akibat menipisnya ketersediaan
oksigen. Sisa bahan organik yang tidak teruraikan secara aerobik akan diuraikan oleh
bakteri anaerob dan mengeluarkan gas asam sulfida (H2S) dan gas metana (CH4) sehingga
menghasilkan bau busuk (Yudhistira, 2016). Selain itu, kadar zat tersuspensi pada whey
tahu turut berpengaruh dalam meningkatkan kekeruhan pada badan air (Azmi, 2016).
Dibutuhkan solusi penanganan yang tepat, mudah, dan terjangkau untuk mengatasi
permasalahan akibat pencemaran limbah cair industri tahu.
Upaya untuk menurunkan kandungan bahan organik dalam air buangan industri tahu
telah banyak dilakukan diantaranya menggunakan metode aerasi (Pradana, 2018),
koagulasi (Hidayah, 2018), biologis aerob (Pohan, 2008). Fokus pada metode pengolahan
tersebut adalah untuk menghasilkan efluen yang memenuhi baku mutu, namun memerlukan
biaya listrik maupun biaya perawatan. Dengan demikian, para pengusaha industri tahu
sering membuang limbah ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Terdapat alternatif
metode pengolahan whey yakni menjadi nata de soya. Nata de soya diperoleh dari
fermentasi whey menggunakan bakteri Acetobacter xylinum (Saleh, 2011)

2.3 Nata de Soya : Material Murni Selulosa


Selama ini air limbah tahu belum pernah dimanfaatkan sehingga hanya menjadi bahan
pencemar lingkungan khususnya wilayah perairan. Air limbah tahu (whey) dihasilkan dalam
proses penggumpalan tahun selama proses produksi tahu. Beberapa penyebab industri
jarang mengelola limbah cair tahu dikarenakan keterbatasan dana untuk membangun dan
mengoperasikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), pengusaha tidak melihat
kebermanfaatan pengolahan limbah cair, tingkat kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan hidup rendah, dan dampak pembuangan limbah terhadap lingkungan tidak
muncul spontan sehingga masyarakat seakan resisten (Azhari, 2015). Konversi whey tahu
merupakan alternatif yang menjanjikan karena dihasilkannya produk bernilai ekonomis yaitu
nata de soya sekaligus mengatasi cemaran limbah cair tahu di lingkungan. Nata de soya
adalah selulosa hasil sintesa dari limbah cair tahu oleh bakteri pembentuk nata yaitu
Acetobacter xylinum. Adanya kandungan protein, karbohidrat, dan lemak dalam limbah cair
tahu (whey) berperan sebagai nutrisi pendukung perkembangbiakan bakteri Acetobacter
xylinum. Limbah cair tahu berperan sebagai sumber karbon bagi metabolisme bakteri

9
Acetobacter xylinum dan kemudian di konversi menjadi selulosa ekstraseluler (Esa, 2014).
Nata de soya memiliki nilai jual di pasaran yakni sebesar Rp.15,000 – Rp. 20,000 per liter
sehingga lebih bernilai ekonomis dibandingkan metode pengolahan lainnya (Harianingsih,
dan Suwardiyono, 2017).
Pembuatan nata de soya menggunakan bahan bahan utama yaitu limbah cair tahu,
gula, ammonium sulfat, dan asam asetat. Gula ditambahkan sebagai sumber karbon dan
dipilih karena harga yang murah, dan menghasilkan nata yang tebal dan kenyal.
Penambahan gula 5-8% merupakan konsentrasi optimum bagi pertumbuhan bakteri untuk
membentuk nata. Ammonium sulfat (ZA) diperlukan sebagai sumber nitrogen untuk
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum agar diperoleh karakteristik nata yang maksimal
(Rahmawati, 2013). Didalam proses fermentasi, ketiadaan nitrogen akan menyebabkan
nata tidak terbentuk. Asam asetat yaitu cuka ditambahkan untuk menyesuaikan kondisi
optimum bakteri Acetobacter xylinum pada pH 3 sampai 4. Suhu inkubasi sangat
mempengaruhi dalam proses pembentukan nata. Suhu inkubasi 28-31oC merupakan suhu
optimal bagi pembentukan nata (Harianingsih dan Suwardiyono 2017)
Nata de soya merupakan produk selulosa bakteri (bacterial cellulose) dari galur
Acetobacter yang murni dari kontaminasi polisakarida seperti lignin dan hemiselulosa pada
selulosa tumbuhan. Selulosa bakteri merupakan polimer linier glukosa yang terikat dalam
ikatan beta 1,4- glikosida (Saleh, 2011). Acetobacter xylinum merupakan jenis bakteri yang
paling umum dan efisien untuk digunakan sebagai pembentuk selulosa bakteri (Esa et al.,
2014). Bakteri jenis Acetobacter mampu mengkonversi berbagai substrat organik seperti
glukosa, protein, gliserol, dan lainnya menjadi selulosa murni. Selulosa bakteri mempunyai
struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan, namun memiliki serat
selulosa yang lebih baik dibanding selulosa tumbuhan. Setiap serat tunggal dari selulosa
bakteri mempunyai diameter 50 nm, sedangkan diameter dari selulosa tumbuhan adalah 10
- 30 nm (Pardosi, 2008). Selulosa bakteri mempunyai beberapa keungguan antara lain
kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300-900 kg/m3,
dan terbiodegradasi. Selain menjadi produk pangan penggunaan selulosa bakteri dapat
digunakan bagi kebutuhan lainnya yakni dalam bidang medis dijadikan sebagai material
penutup luka, implan gigi, dan material untuk mensintesis pembuluh darah buatan (Keshk,
2014). Penggunaan lainnya adalah dalam industri kertas, dan juga dapat digunakan dalam
memproduksi bioplastik.

2.4 Bioplastik
Sekarang ini, ketertarikan masyarakat terhadap penggunaan biomassa yang
menonjolkan kualitas produk, harga yang bersaing, dan mudah terurai terus meningkat.

10
Tren tersebut didasarkan oleh timbulnya kesadaran untuk mengurangi kerusakan
lingkungan yang telah menjadi isu mengkhawatirkan bagi masyarakat dunia. Sebagai salah
satu masalah lingkungan utama, telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengatasi
timbunan sampah plastik melalui pembuatan bioplastik. Bioplastik adalah plastik dari polimer
alam seperti pati/selulosa, protein, dan asam lemak yang memiliki fungsi yang sama
layaknya plastik konvensional. Bioplastik lebih ramah lingkungan dibanding plastik
konvensional karena mereduksi emisi CO2, meminimalisasi penggunaan bahan bakar fosil,
dan tidak memproduksi toksin selama proses degradasi (Saharan et al., 2012). Bioplastik
akan hancur terurai secara alami oleh mikroorganisme melalui proses depolimerisasi dan
mineralisasi. Depolimerisasi terjadi karena dipengaruhi oleh faktor biotik (kinerja enzim
ekstraseluler yaitu endoenzim dan eksoenzim) dan abiotik (sinar ultraviolet, panas, dan air)
yang memutus ikatan pada rantai polimer menjadi monomer. Produk depolimerisasi akan
dimineralisasi oleh kehadiran mikroorganisme yang mendegradasi bioplastik. Dalam kondisi
aerob, biopolimer akan dikonversi menjadi biomassa, air dan karbondioksida, sedangkan
dalam kondisi anaerob dikonversi menjadi biomassa, air dan gas metana (Sprajcar et al.,
2012).
Bioplastik merupakan istilah yang digunakan bagi material pengemas yang berasal
dari sumber daya yang dapat diperbaharui diantaranya meliputi bahan pertanian seperti pati,
selulosa, dan lainnya (Gadhave et al., 2018). Peralihan penggunaan plastik menjadi
bioplastik telah mengalami perkembangan. Setiap tahunnya sekitar 200.000 ton bioplastik
diproduksi secara global. jumlah tersebut masih lebih sedikit dibanding produksi plastik
sintetik yang mencapai 30 juta ton per tahunnya. Hal ini dilatarbelakangi karena harga
bioplastik yang tergolong tinggi yakni mencapai sekitar 1.3 - 4 euro atau setara dengan
Rp.20.000 – Rp.62.000 per kilogramnya saat ini (Bhagowati, 2013). Tingginya biaya
produksi menghambat penggunaan secara meluas produk bioplastik. Sehingga dilakukan
banyak riset untuk mengeksplorasi pemanfaatan sumber polimer alam yang lebih ekonomis
dan melimpah ketersediaannya. Pembuatan bioplastik yang telah dilakukan diantaranya
menggunakan bahan seperti pati singkong (Chillo et al., 2008), jagung (Sen, 2017), tebu
(Ikhsanudin, 2017), ubi jalar (Offiong and Ayodelle, 2016), rumput laut (Praseptiangga,
2016) dan sebagainya. Namun tidak hanya berhenti pada bahan tersebut, terdapat
kesempatan besar untuk terus mengeksplorasi bahan lainnya sebagai bahan baku
bioplastik.
Produksi bioplastik dari polimer alam dapat menghemat penggunaan energi sebesar
35%, serta menghasilkan emisi gas karbondioksida 0.8 - 3.2 kali lebih rendah dibandingkan
dengan produksi plastik konvensional (Reddy et al., 2013). Selain dari produk hasil
pertanian, telah berkembang pemanfaatan limbah agroindustri sebagai bahan pembuatan
bioplastik. Pemanfaatan limbah ini memiliki kontribusi yang signifikan dalam pemulihan

11
material tak terbaharui, meminimasi landfill dan efek pencemaran pada ekosistem (Mostafa
et al., 2018). Produk konversi dari limbah cair tahu atau nata de soya dapat dimanfaatkan
dalam pembuatan bioplastik karena kandungan selulosa yang tinggi sebagai polimer utama
penyusun bioplastik. Namun, sifat hidrofilik yang dimiliki oleh bioplastik berbasis pati dan
selulosa memiliki keterbatasan diantaranya rendahnya ketahanan air, rapuh, stabilitas yang
rendah sehingga rentan terdegradasi, dan buruknya sifat mekanik (Jabeen et al., 2015).
Oleh karena itu diperlukan penambahan bahan alam lainnya guna mengatasi kerapuhan
dan meningkatkan sifat mekanik akibat sifat hidrofilik selulosa (Noorbakhsh-Soltani et al,
2018). Dalam penelitian ini dilakukan pemberian penguat kitosan dan plasticizer gliserol
pada proses pembuatan bioplastik. Melalui pemanfaatan whey sebagai bahan pembuatan
bioplastik dengan tambahan penguat kitosan dan plasticizer gliserol dalam penelitian ini
diharapkan mampu menerapkan konsep zero waste bagi industri tahu sekaligus mengurangi
polusi sampah plastik konvensional di Indonesia.

2.5 Kitosan
Kitosan adalah jenis polimer polisakarida terbesar kedua di alam yang dieroleh dari
cangkang hewan jenis crustacea seperti kepiting dan udang, fungi, serangga, dan beberapa
alga (Masoomi et al., 2015). Kitosan merupakan kopolimer rantai lurus dan memiliki rumus
molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2.5 x 10-5 Dalton. Kitosan merupakan polimer
karbohidrat alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin (poli-β-(1-4)-N-acetyl-D-glukosamin
(Vasconez et al., 2009). Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau, dan
tidak berasa. Kitosan tidak larut dalam air, basa kuat, asam sulfat, dan pelarut pelarut
organik seperti alkohol, aseton, dimetil formanida, dan dimetil sulfoksida. Sedikit larut dalam
asam klorida dan asam nitrat, larut dalam asam asetat 1-2%, dan mudah larut dalam asam
format 0.2%-1.0%. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi.
Kitosan tidak beracun, mudah terdegradasi, dan polielektrolit kationik karena mempunyai
gugus fungsional yaitu gugus amino. Selain gugus amino, terdapat juga gugus hidroksil
primer dan sekunder (Ervan, 2012). Adanya gugus fungsi tersebut mengakibatkan kitosan
mempunyai kerekatifitasan kimia yang tinggi. Gambar 2.1 menunjukkan struktur kimia
kitosan

12
Gambar 2.1 Struktur Kitosan
Sumber: Selpiana dan Anggraeni, 2016

Kitosan dapat diekstrak dari sumber kitin melalui ekstraksi konvensional dan secara
enzimatis. Metode ekstraksi kitosan konvensional dari limbah cangkang udang meliputi
empat tahapan kerja yaitu deproteinasi (DP), demineralisasi (DM), depigmentasi (DC), dan
deasetilasi (DA). Tahap deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan material protein melalui
perlakuan alkali. Tahap demineralisasi untuk menghilangkan kandungan kalsium karbonat
dan kalsium pospat melalui perlakuan asam. Depigmentasi untuk menghilangkan pigmen
melalui ekstraksi pelarut dan bleaching. Proses deasetilasi dilakukan untuk transformasi kitin
menjadi kitosan melalui perlakuan alkali yang kuat (Humaira, 2012). Kitosan memiliki
keunikan pada sifat psikokimia seperti biokompatibel, aktivitas antimikroba, biodegradabel,
dan kemampuan pembentukan film yang baik yang mana telah banyak pemanfaatannya
dalam berbagai bidang industri antara lain bioteknologi, farmasi, pengemasan, pengolahan
air limbah, kosmetik, dan teknologi pangan (Fernandes et al., 2009).
Bioplastik berbasis pati/ selulosa memiliki karakteristik fisik yang layak untuk
digunakan karena tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, juga bersifat kedap udara.
Namun bioplastik yang dihasilkan bersifat rapuh karena rendahnya kekuatan mekanik yang
dimiliki (Chillo et al., 2008). Menurut Selpiana dkk. (2016), penambahan kitosan dalam
pembuatan bioplastik akan meningatkan kekuatan mekanik dari film bioplastik yang
terbentuk. Kitosan dipilih karena bersifat tidak beracun, biodegradable, dan hidrofobik yang
akan menstimulasi bioplastik menjadi lebih tahan air dan kedap udara. Tidak beracun artinya
apabila bioplastik digunakan tidak akan mempengaruhi kualitas makanan atau bahan yang
dibungkus didalamnya serta bila terdegradasi tidak melepaskan senyawa beracun bagi
lingkungan. Biodegradable artinya mampu terurai secara alami melalui bantuan
mikroorganisme. Telah dilakukan penelitian sebelumnya oleh Bangyekan et al. (2006)
mengenai evaluasi karakteristik fisik dan mekanik dari bioplastik dari pati singkong dengan
penguat kitosan yang menunjukan peningkatan penambahan konsentrasi kitosan dapat
meningkatkan kekuatan mekanik dan kekuatan putus, namun menurunkan persen elongasi

13
bioplastik. Park et al. (2002) juga menyatakan bahwa peningkatkan konsentrasi kitosan
mampu meningkatkan karakteristik mekanik pada bioplastik.

2.6 Gliserol
Gliserol merupakan produk samping produksi biodiesel dari reaksi transesterifikasi.
Gliserol (1,2,3 propanetriol) merupakan senyawa yang tidak berwarna, tidak berbau, dan
berwujud cairan kental (Selpiana dkk, 2016). Gliserol adalah senyawa trihidrik alkohol yang
mempunyai titk beku 17.8oC dan titik didih 290oC. Senyawa ini dapat larut dan bercampur
dengan air dan etanol (Lismawati, 2017). Gliserol hadir dalam bentuk ester (gliserida) pada
semua hewan dan lemak dan minyak nabati. Struktur kimia gliserol dapat dilihat pada
Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Struktur kimia gliserol


Sumber: Yurida et al., 2013

Menurut Marbun (2012), gliserol diperoleh secara komersial sebagai produk


sampingan ketika lemak dan minyak yang dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak.
Gliserol juga disintesis pada skala komersial dari propylene (diperoleh dari cracking minyak
bumi), karena pasokan gliserol alam tidak memadai. Selain sintesis dengan menggunakan
propylene, gliserol juga dapat diperoleh selama fermentasi gula natrium bisulfit jika
ditambahkan dengan ragi. Gliserol termasuk jenis plasticizer yang bersifat hidrofilik,
menambah sifat polar dan mudah larut dalam air (Ningsih, 2015).
Komponen utama lainnya yang umum digunakan dalam pembuatan bioplastik berbasis
pati adalah agen pemlastis atau plasticizer. Plasticizer didefinisikan sebagai zat atau bahan
yang digabungkan pada sebuah material (biasanya plastik atau elastomer) untuk
meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan patah namun menurunkan kekerasan, densitas,
viskositas, dan tegangan elektrostatik suatu bahan (Vieira et al., 2011). Gliserol adalah
plasticizer yang umum digunakan karena bersifat stabil dan kompatibel dengan biopolimer
berbasis pati yang bersifat hidrofilik. Terdapatnya gugus hidroksil pada gliserol berfungsi

14
untuk meningkatkan elastisitas dan menciptakan struktur yang lebih fleksibel dengan
mengurangi derajat ikatan hidrogen intermolecular dan intramolecular serta meningkatkan
jarak antara molekul dari polimer (Souza et al., 2012). Gliserol memberikan kelarutan yang
tinggi sehingga mudah tercampur dalam campuran film dibandingkan agen plasticizer
lainnya seperti sorbitol yang sulit bercampur dan mudah mengkristal pada suhu ruang
(Aripin, 2017; Lismawati, 2017). Gliserol dengan jumlah yang cukup akan memperbaiki dan
mempercepat mekanisme plastisasi dengan matriks polimer sehingga meningkatkan derajat
elongasi bioplastik. Penambahan gliserol yang terlalu banyak menyebabkan interaksi antara
plasticizer dengan molekul selulosa yang dapat menurunkan mobilitas molekuler sehingga
menghasilkan bioplastik yang bersifat lembek dan rapuh karena memiliki kekuatan tarik
yang lebih rendah (Kamsiati dkk, 2017).
Prinsip proses plastisasi adalah dispersi molekul plasticizer ke dalam polimer. Jika
plasticizer mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung
dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer plasticizer. Ketika pati dicampurkan
dengan plasticizer, gugus hidroksil akan memutus ikatan hidrogen pada pati/ selulosa yang
menyebabkan terjadinya proses plastisasi (Ma et al., 2005). Semakin banyak plasticizer
yang ditambahkan maka sifat mulur akan bertambah, tetapi kekerasannya akan menurun.
Ramalan karakteristik polimer yang terplastisasi dapat dilakukan dengan variasi komposisi
plasticizer (Marbun, 2012).

2.7 Karakterisasi Bioplastik

2.7.1 Penggunaan Bahan Baku dan Penambahan Aditif


Berdasarkan BSN (2016), yang termasuk penambahan aditif dalam pembuatan
bioplastik adalah meliputi zat pewarna azo dan logam berat. Mujiarto (2005) menyatakan
bahan pewarna berfungsi untuk meningkatkan penampilan dan memperbaiki sifat tertentu
dari bahan plastik. Terdapat dua pertimbangan dalam memilih zat pewarna. Pertama, aspek
yang berkaitan dengan penampilan bahan plastik selama pembuatan produk warna, meliputi
daya gabung, pengaruh sifat alir pada sistem dan daya tahan terhadap panas serta kimia.
Kedua , aspek yang berkaitan dengan produk akhir, antara lain meliputi ketahanan terhadap
cuaca, bahan kimia, dan solvent. Melalui SNI 7188.7: 2016 pada Lampiran 2. tertera bahwa
kriteria bagi produk tas belanja plastik dan bioplastik mudah terurai adalah tidak
mengandung zat warna azo. Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat
dalam limbah tekstil yaitu sekitar 60-70%. Zat warna ini umumnya dibuat dari senyawa azo
dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Diketahui bahwa gugus benzena sangat
sulit didegradasi. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber
penyakit karena sifatnya karsinogenik dan mutagenik (Leksono, 2012).

15
Plastik dimungkinkan mengandung residu logam berat yang digunakan sebagai
katalisator pada proses pembuatan plastik. Berdasarkan Effany (2018), logam berat
Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg) digunakan sebagai penstabil dan katalis termoplastik PVC
(poly vynil chloride). Logam berat timah yang telah bergabung dengan senyawa karbon
menjadi timah organik yang biasa digunakan dalam pembuatan plastik, kemasan makanan,
dan pipa plastik. Tingkat toksisitas logam berat terhadap manusia dari yang plaing toksik
adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn (Widowati et al. 2003). Paparan logam berat
pada manusia masuk melalui proses pernafasan, makanan, dan penetrasi kulit. Dalam SNI
7188.7: 2016 diatur mengenai persyaratan kandungan logam berat pada kategori produk tas
belanja plastik dan bioplastik mudah terurai yakni kandungan logam berat Cd < 0.5 ppm, Pb
< 50 ppm, Hg < 0.5 ppm, Cr6+ < 50 ppm (BSN, 2016).

2.7.2 Karakterisasi Sifat Fisik


Menurut Maran et al. (2013), ketebalan film bioplastik merupakan salah satu
karakteristik film bioplastik yang penting. Ketebalan diukur dengan micrometer scrup. Alat ini
memiliki ketelitian sampai 0.01 mm. Pengukuran dilakukan pada empat tempat yang
berbeda kemudian hasilnya dirata- ratakan sehingga diperoleh nilai ketebalan bioplastik
dalam satuan mm. Nilai ketebalan maksimum film bioplastik untuk penggunaan plastik
pengemas makanan adalah 0.25 mm. Ketebalan bioplastik mempengaruhi sifat mekanis dan
permeabilita bioplastik. Semakin tebal bioplastik maka permeabilitas terhadap air maupun
gas dapat menurun (Wardana, 2016).
Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit volume. Semakin
tinggi densitas (massa jens) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Penentuan densitas (berat jenis) dapat dilakukan dengan cara menghtung
massa dan volume sampel. Dimana pengujian densitas mengacu sesuai dengan ASTM
D792-08 (Ikhwanuddin, 2018).
Semakin banyaknya ikatan hidrogen menyebabkan struktur rantai polimer semakin
berongga. Hal ini menurunkan nilai densitas bioplastik (Syamsu dkk., 2008). Sebaliknya
semakin sedikit ikatan hidrogen yang terbentuk maka struktur polimer akan semakin kecil
rongganya, ruangan antar molekul akan menjadi lebih rapat dan meningkatkan densitas
bioplastik. Meningkatkannya kandungan dari bahan pengisi (filler) bioplastik berbanding
lurus dengan densitas bioplastik.
Laju transmisi uap air merupakan uji tingkat perpindahan uap air yang mampu
melewati bioplastik. Uji ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya uap air yang melewati
bioplastik pada luas dan waktu tertentu. Laju transmisi uap air terdiri dari proses pelarutan
dan difusi aktif dimana uap air larut pada salah satu sisi film dan kemudian berdifusi
melewati sisi lain. Kecepatan ketahanan terhadap laju transmisi uap air ditentukan dalam

16
kondisi ketebalan, suhu, tekanan gradien parsial uap air. Nurindra, dkk. (2015) menjelaskan
dalam penelitiannya bahwa nilai laju transmisi uap air mengalam penurunan seiring dengan
enambahan konsentrasi bahan aditif. Parameter ini berbanding terbalik dengan nilai
ketebalan, apabila nilai ketebalan meningkat maka nilai laju transmisi uap air akan menurun.
Semakin tebal film yang dihasilkan, maka semakin sedikit peluang uap air yang masuk pada
sisi film.
Adsorpsi adalah proses perpindahan suatu fase fluida ke permukaan zat padat dan
menyerap. Umumnya zat padat ditempatkan dalam satu hamparan yang tetap dan fluida
dialirkan melewati padatan tersebut hingga mencapai titik setimbang. Padatan pengadsorpsi
biasanya memiliki pori, proses penyerapan berlangsung pada dinding dinding pori atau pada
letak letak tertentu di bagian pori tersebut. Uji daya serap air dilakukan dengan tujuan untuk
mencari nilai tingkat ketahanan air dari bioplastik yang dibuat kemudian untuk mengetahui
sifat bioplastik yang dibuat sudah mendekati sifat plastik sintesis atau belum. Daya serap air
memberikan informasi secara kualitatif sehingga daerah amorf regang pada membran (Darni
dkk., 2009).
Kemampuan menahan oksigen pada plastik pengemasan merupakan parameter kunci
yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya perubahan warna, bau, dan rasa produk
didalamnya. Film yang mampu menahan oksigen mampu menjaga kualitas produk dan umur
simpan produk. Keberadaan bahan pengisi meliputi konsentrasi gliserol dan kitosan
merupakan faktor yang paling signifikan terhadap kemampuan permeabilitas oksigen
(Cerquiera et al., 2012).

2.7.3 Karaktersasi Sifat Mekanik


Pengujian sifat mekanik bertujuan untuk mendapatkan data mengenai spesifikasi dan
kualitas dari suatu material. Melalui karakterisasi sifat mekanik diperoleh data kualitas
bahan meliputi kekuatan tarik, elongasi, dan elastisitas. Pengujian sifat mekanik dilakukan
dengan uji tarik. Karakterisasi uji tarik suatu material dilakukan dengan menambah beban
secara perlahan-lahan hingga material tersebut patah. Kuat tarik adalah gaya tarik
maksimum yang dapat ditahan oleh bioplastik. Parameter ini menggambarkan gaya
maksimum yang terjadi pada bioplastik. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan
jumlah variasi konsentrasi selulosa, penguat, dan plasticizer yang ditambahkan pada proses
pembuatan bioplastik. Dari uji ini dapat ditentukan berapa gaya maksimal yang dapat
diterima untuk menarik suatu bahan serta pertambahan panjang bahan sebelum akhirnya
putus (Safriani, 2000). Kekuatan tarik suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya
maksimum dengan luas penampang mula-mula sebelum terdeformasi (Ikhwanuddin, 2018).
Perpanjangan putus (elongatioin at break) merupakan pertambahan panjang dari
spesimen uji, oleh karena beban penarikan sampai sesaat sebelum spesimen uji tersebut

17
mengalami perpatahan. Perpanjangan putus juga merupakan total perpanjangan pada
potongan uji pada waktu ketika mengalami perputusan, diukur oleh penambahan dalam
jarak antara dua garis yang ditempatkan dalam potongan uji sebelum proses pemotongan
dimulai (Ikhwanuddin, 2018).
Modulus elastisitas adalah ukuran suatu bahan yang diartikan ketahanan material
tersebut terhadap deformasi elastik. Semakin besar modulusnya maka semakin kecil
regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan. Sifat mekanik bahan juga
diamati dari sifat regangannya (E) yang didefinisikan sebagai pertambahan panjang yang
dihasilkan oleh ukuran panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Besaran regangan ini
beberguna untuk mengamati sifat plastis dari bahan polimer (Ikhwanuddin, 2018).

2.7.4 Karakterisasi Sifat Termal


Analisis termal didefinisikan sebagai pengukuran sifat sifat fisika dan kimia bahan
sebagai fungsi temperatur. Yang termasuk kedalam meode analisis termal diantaranya
adalah DTA (Different Thermal Analysis), DSC (Different Scanning Colorimetry).
Berdasarkan Setiawan (2018), karakterisasi termal menggunakan DSC (Differential
Scanning Calorimetry) digunakan untuk memperoleh informasi thermophysical suatu bahan.
Differential Scanning Calorimetry merupakan teknik analisis yang mengukur perbedaan
kalor yang masuk ke dalam sampel dan pembanding sebagai fungsi temperatur. Hasil
pengujian DSC meliputi informasi kualitatif dan kuantitatif mengenai perubahan fisika dan
kimia yang menghasilkan reaksi endoterm dan eksoterm. Termogram hasil analisis DSC dari
suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu pada
saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi (Tc), yaitu pada
saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cairan, dan titik
dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak (Ikhwanuddin, 2018). Data yang diperoleh
dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajari kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor,
transisi fase, kestabilan termal, kemurnian, komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase.
Dalam DTA, panas yang diserap atau dibebaskan dari suatu sistem atau sampel
diamati dengan cara mengukur perbedaan temperatur antara sampel dengan senyawa
pembanding sebagai fungsi temperatur. Perubahan panas yang dicatat dalam metoda ini
adalah akibat kehilangan atau penyerapan panas karena adanya reaksi dalam sampel baik
secara eksotermis maupun endotermis. Jika ∆H negatif (reaksi eksotermis) maka
temperature sampel akan melebihi senyawa pembanding. Kurva DTA biasanya menjadi satu
dengan kurva DSC. Kedua kurva diplot sebagai fungsi temperatur dengan kecepatan tetap
(konstan) (Ningwulan, 2012).

18
2.7.5 Karakterisasi MIkrostruktural
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah suatu instrumen penghasil berkas
elektron pada permukaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal
sinyal yang diberikan oleh material target. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan
alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi permukaan suatu material. Analisis
menggunakan SEM dilakukan dengan menembakkan berkas elektron berenergi tinggi pada
permukaan material. Elektron berenergi tinggi ini memiliki panjang gelombang yang sangat
pendek yang bersesuaian dengan panjang gelombang de Broglie. Proses ini mengakibatkan
adanya elektron yang dipantulkan atau dihasilkannya elektron sekunder. Elektron yang
dipantulkan diterima oleh detektor. Lalu hasil yang diterima diolah oleh program dalam
komputer. Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambar ilustrasi mikroskopik dari
bioplastik. Terdapat beberapa syarat pada material yang dikarakterisasi dengan
menggunakan SEM. Material yang dianalisa harus berjenis logam agar detektro dapat
mendeteksi elektron yang dipantulkan atau elektron sekunder yang dihasilkan oleh material.
Namun jika material analisis bersifat isolator dapat dilakukan dengan melapisinya dengan
logam. Proses pelapisan dapat dilakukan melalui beberapa metode yakni evaporasi atau
proses sputtering. Pada proses evaporasi, uap logam hasil pemanasan akan menempel
diatas material isolator. Tebal lapisan diatur dengan mengontrol waktu evaporasi.
Sedangkan pada proses sputtering, logam akan ditembaki dengan ion gas. Hal ini
menyebabkan atom-atom logam menjadi terlepas dan menempel pada material isolator
(Ningwulan, 2012). Hasil analisis SEM memperlihatkan penyebaran partikel pengisi pada
matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pengisi pada matriks tersebar dengan
merata atau tidak.
Analisa gugus fungsi bioplastik dilakukan menggunakan instrumen FTIR (Fourier
Transform Infrared Spectroscopy). Prinsip penggunaan FTIR adalah penyerapan radiasi
elektromagnetik oleh gugus fungsi tertentu, sehingga berdasarkan pita serapan yang
terbaca dapat diketahui gugus fungsional yang ada dalam sampel uji (Mistry, 2009).
Spektrum infra merah berupa sidik jari dari suatu sampel menunjukkan puncak absorbsi
yang sesuai dengan frekuensi dari getaran yang dihasilkan antara ikatan atom dari sampel.
Karena setiap material berbeda antara satu dengan yang lain yang memiliki masing masing
kumpulan atom yang berbeda, maka tidak ada dua senyawa yang menghasilkan spektrum
inframerah yang sama. Oleh karena itu, spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk
analisis kualitatif dari setiap jenis material yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak pada
spektrum menunjukkan langsung jumlah dari material yang ada (Ervan, 2012).
Uji X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur bahan yang
menyusun komposit bioplastik dan derajat kristalinitasnya (Setiawan, 2018). Prinsip kerja
XRD adalah difraksi sinar-X yang disebabkan oleh adanya hubungan fasa tertentu antara

19
dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan.
Sinar- X dihamburkan oleh atom atom dalam zat pada material. Ketika sinar-X jatuh pada
kristal dari material maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat
hamburan sinar-X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling
melemahkan pada paduan gelombang (Ervan, 2012). Bioplastik berbahan pati merupakan
material berbentuk semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Suryanto et al.
2016).

2.7.6 Biodegradabilitas
Biodegradasi bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan bioplastik terurai didalam
tanah dalam waktu tertentu. Bioplastik yang cepat terurai menandakan bioplastik yang
ramah lingkungan. Menurut Waryat et al. (2013), proses terjadinya biodegradasi plastik
biodegradable pada lingkungan dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses
oksidasi molekul, menghasilkan polimer dengan berat molekul yang rendah. Proses
berikutnya (secondary process) adalah serangan mikroorganisme (bakteri, jamur, alga) dan
aktivitas enzim (intracellular, extracellular). Standardisasi uji biodegradasi terbagi
berdasarkan 3 lingkungan uji yaitu pengujian kompos, pengujian biodegradasi anaerobik,
dan pengujian biodegradasi tanah (Marfu’ah, 2015).
Biodegradasi plastik dipengaruhi oleh karakteristik polimer, tipe organisme, dan
perlakuan awal. Karakteristik polimer tersebut meliputi mobilitas, kristalinitas, berat molekul,
tipe gugus fungsi, plasticizer, atau bahan tambahan yang ditambahkan dalam polimer (Shah
et al, 2008). Proses terjadinya biodegradasi film kemasan pada lingkungan alam dimulai
dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidsasi molekul, menghasilkan
polimer dengan berat molekul rendah. Proses berikutnya (secondary process) adalah
serangan mikroorganisme diantaranya bakteri fototrofik, pembentukan endospora, gram
negatif aerob. Umumnya kecepatan degradasi pada lingungan limbah cair anaerob lebih
besar daripada limbah cair aerob, kemudian dalam tanah dan air laut (Firdaus, 2008).

2.8 Penelitian Terdahulu


Penelitian mengenai pemanfaatan polimer alam terkhusus menggunakan selulosa/
pati telah banyak digalakkan. Pemanfaatan sumber selulosa alam dilakukan bertujuan
menemukan potensi pengembangan tiap jenis sumber polimer. Untuk menciptakan
bioplastik yang baik diperlukan bahan tambahan lain seperti zat pengisi (filler), penguat,
surfaktan, serta plastilcizer dalam pembuatan bioplastik agar dapat meningkatkan kekuatan
mekanik bioplastik. Disajikan beberapa literatur terdahulu mengenai pembuatan bioplastik
beserta hasil karakterisasi kualitas bioplastik yang tertera pada Tabel 2.1

20
Tabel 2.1 Karakteristik berbagai jenis plastik
Modulus
Kekuatan
Komposisi Polimer Elongasi (%) Elasitisitas Referensi
Tarik (MPa)
(MPa)
Komposit pati singkong,
kitosan, gliserol, dan 1.43 48.40 ± 5.32 18.90 Pelissari et al., 2009
ekstrak minyak oregano
Pati singkong, gliserol, dan
3.49 ± 0.55 88.80 ± 14.14 - Souza et al., 2012
clay nanopartikel
Pati singkong, gelatin, dan
49.40 ± 1.95 100.40± 16.90 - Zhong et al., 2008
gliserol
Pati singkong, kitosan, dan
3.29 21.50 - Ervani, 2012
gliserol
Pati jagung, kitosan, dan
28.07 ± 6.8 11.7 ± 4.0 - Garcia et al., 2006
gliserol

2.9 Hipotesis
Sifat mekanik bioplastik dapat ditambah dengan mencampur pati dengan biopolimer
lain seperti selulosa, kitosan dan protein. Kitosan menambah sifat mekanik bioplastik dan
ketahanan terhadap air semakin baik (Sanjaya dan Tyas, 2011). Penambahan konsentrasi
kitosan yang semakin tinggi akan meningkatkan nilai kuat tarik bioplastik, sedangkan nilai
elongasi semakin menurun (Coniwanti dkk., 2014). Perpanjangan putus atau elongasi
bioplastik juga dapat diperbaiki dengan cara mencampur pati dengan plasticizer.
Penggunaan gliserol yang terlalu banyak akan menurunkan nilai kuat tarik, sedangkan nilai
perpanjangan putus (elongasi) akan semakin bertambah (Radhiyatullah, 2015). Ulasan
mengenai kedua aditif bioplastik yaitu kitosan dan gliserol sebelumnya terdapat 3 hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama, konsentrasi gliserol berpengaruh terhadap
karakteristik bioplastik dari limbah cair tahu. Kedua, konsentrasi kitosan berpengaruh
terhadap karakteristik bioplastik dari limbah cair tahu. Ketiga, terdapat kombinasi antara
gliserol dan kitosan yang menghasilkan karakteristik bioplastik yang terbaik

21
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Pelaksanaan penelitian “Preparasi dan Karakterisasi Bioplastik Berbasis Limbah Cair
Tahu dengan Aditif Kitosan dan Gliserol” dilakukan pada bulan Agustus 2019 – Januari
2020. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Universitas Brawijaya, Malang. Lokasi pengambilan limbah cair tahu dalam pembuatan
bioplastik dilakukan di Pabrik Tahu KLB Sukun Malang yang berlokasi di Jalan Pelabuhan
Ketapang 1, Bakalan Krajan, Kecamatan Sukun, Kota Malang dan terletak pada koordinat
8000’27’’ LS dan 112036’46’’ BT. Kenampakan lokasi pengambilan limbah cair tahu dapat
dilihat melalui Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Lokasi Pabrik Tahu KLB, Sukun, Malang


Sumber: Google Earth Pro

Adapun proses karakterisasi sampel bioplastik dilakukan pada berbagai lokasi dengan
perincian sebagai berikut:
1. Karakterisasi ketebalan, organoleptik dan daya serap air pada sampel bioplastik
dilakukan di Laboratorium Teknik Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas
Brawijaya
2. Karakterisasi sifat mekanik meliputi kuat tarik, perpanjangan putus, dan elastisitas
sampel bioplastik dilakukan di Laboratorium Daya dan Mesin Pertanian Universitas
Brawijaya

22
3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai
berikut.

Tabel 3.1 Alat Penunjang Kegiatan Penelitian


Alat Fungsi
Jerigen Wadah pengambilan limbah cair tahu
Kain saring Menyaring limbah cair tahu sebelum proses sterilisasi
Kompor Sumber panas dalam sterilisasi limbah cair tahu
Panci Wadah untuk sterilisasi limbah cair tahu
Nampan Plastik Tempat pencetakan limbah cair tahu menjadi nata de soya
Koran dan Karet Penutup nampan plastik
Oven Mengeringkan nata de soya
Blender Menghaluskan nata de soya hingga menjadi serbuk selulosa
Gelas beaker Wadah pencampuran bahan bioplastik
Pengaduk Untuk mengaduk
Cetakan akrilik Wadah mencetak bioplastik
Bunsen Sumber panas dalam proses gelatinisasi bioplastik
Kaki tiga Penyangga bunsen dan gelas beaker
Desikator Menghilangkan kadar air film bioplastik
Universal testing machine Alat mengukur kekuatan mekanik sampel bioplastik
Micrometer sekrup Alat untuk mengukur ketebalan bioplastik

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat melalui Tabel 3.2 sebagai berikut

Tabel 3.2 Bahan Penunjang Kegiatan Penelitian


Bahan Fungsi
Limbah Cair Tahu Bahan utama pembuatan bioplastik
Gula Bahan pembuatan nata de soya
Amonium Sulfat (ZA) Bahan pembuatan nata de soya
Cuka Bahan pembuatan nata de soya, pelarut kitosan
Kultur bakteri Acetobacter xylinum Bahan pembuatan nata de soya

Nata de soya Bahan utama pembuatan bioplastik


Gliserol Bahan pembuatan bioplastik

23
Bahan Fungsi
Kitosan Bahan pembuatan bioplastik
Aquades Bahan pelarut gliserol
Air Media pengujian sifat solubilitas bioplastik

3.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian adalah studi pustaka dan metode
eksperimen. Studi pustaka merupakah langkah awal dalam metode pengumpulan data.
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian
data dan informasi melalui dokumen - dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar,
maupun dokumen elektronik yang mendukung dalam proses penulisan. Metode studi
pustaka digunakan sebagai acuan dan perbandingan dalam penelitian. Metode eksperimen
merupakan metode yang digunakan untuk mencari hubungan perlakuan tertentu terhadap
yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Metode eksperimental merupakan metode inti
dari model penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian eksperimental,
peneliti membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
treatment yang mendapatkan perlakuan dan kelompok control yang tidak mendapatkan
perlakuan (Dharma, 2008).
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimental. Selulosa yang
diperoleh dari nata de soya digunakan sebanyak 5 gram untuk tiap sampel bioplastik.
Menurut Garcia (2006), konsentrasi gliserol maksimal sebagai agen plasticizer untuk
pembuatan bioplastik adalah sebesar 0.2856 gram per gram selulosa. Sehingga dalam
penelitian ini digunakan 3 taraf konsentrasi gliserol yaitu 1.0 mL;1.5mL; dan 2.0 mL.
Selanjutnya, menurut Zhong (2008), untuk menghasilkan struktur film terbaik perbadingan
antara konsentrasi gliserol dengan kitosan adalah 63:100. Sehingga dalam penelitian ini
digunakan 4 taraf konsentrasi gliserol dari jumlah kitosan yaitu 1.5 gram, 2.3 gram, 3.1
gram, dan 3.9 gram. Variasi konsentrasi gliiserol dan kitosan bertujuan untuk dapat
memperoleh kualitas bioplastik terbaik dan menentukan proyeksi penggunaan bioplastik dari
limbah cair tahu.

3.4 Rancangan Percobaan


Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Konsentrasi selulosa
mikrobial nata de soya yang digunakan sebanyak 5 gram dan akan divariasikan
penambahan aditif alami berupa gliserol dan kitosan. Kedua faktor perlakuan meliputi
konsentrasi gliserol (G) yang terdiri dari 3 taraf yaitu 1.0 gram, 1.5 gram, 2.0 gram dan faktor
kedua merupakan konsentrasi kitosan (K) yang terdiri dari 4 taraf yaitu 1.5 gram, 2.3 gram,

24
3.1 gram, dan 3.9 gram. Data pengamatan dengan menggunakan RAL yang akan diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Tabulasi Data Kombinasi Perlakuan Bioplastik


Volume Berat Kitosan (K) (gr)
Gliserol (G)
1.5 (K1) 2.3 (K2) 3.1 (K3)
(gr)
1.0 (G1) G1K1 G1K2 G1K3
1.5 (G2) G2K1 G2K2 G2K3
2.0 (G3) G3K1 G3K2 G3K3

Data pengamatan kombinasi perlakuan dianalisa menggunakan analisis sidik ragam


sebagai berikut.
1. Model Linear RAL Faktorial
Model linear untuk RAL 2 faktor adalah sebagai berikut
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + E(ij)k , (I =1,2,3; j = 1,2,3,4; k = 1,2,3)
dimana:
Yijk = hasil pengamatan dari faktor konsentrasi gliserol pada taraf ke-i dan konsentrasi
kitosan pada taraf ke- j dengan ulangan ke-k
µ = rataan umum
αi = pengaruh faktor volume gliserol pada taraf ke-i
βj = pengaruh faktor berat kitosan pada taraf ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi faktor volume gliserol pada taraf ke– i dan faktor
berat kitosan pada taraf ke-j
E(ij)k = pengaruh sisa (galat percobaan) faktor volume gliserol pada taraf ke-i dan
faktor berat kitosan pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

2. Hipotesis
a. Pengaruh utama faktor volume gliserol
H0 : tidak ada pengaruh penambahan gliserol terhadap karakteristik mekanik dan daya
serap air bioplastik.
H1 : ada pengaruh penambahan gliserol terhadap karakteristik mekanik dan daya
serap air bioplastik.
b. Pengaruh utama faktor massa kitosan
H0 : tidak ada pengaruh penambahan kitosan terhadap karakteristik mekanik dan daya
serap air bioplastik.

25
H1 : ada pengaruh penambahan kitosan terhadap karakteristik mekanik dan daya
serap air bioplastik.
c. Pengaruh interaksi faktor volume gliserol dan massa kitosan
H0 : tidak ada pengaruh interaksi penambahan gliserol dan kitosan terhadap
karakteristik mekanik dan daya serap air bioplastik.
H1 : ada pengaruh interaksi penambahan gliserol terhadap karakteristik mekanik dan
daya serap air bioplastik.

3. Analisis Ragam Faktorial RAL


a. Faktor Koreksi (FK)

FK =

b. Jumlah Kuadrat Total (JKT)


JKT = ΣY2ijk– FK
c. Jumlah kuadrat Faktor A (JKA)

JKA = Σ – FK

d. Jumlah Kuadrat Faktor B (JKB)

JKB = Σ – FK

e. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)

JKP = Σ – FK

f. Jumlah Kuadrat Interaksi Faktor A dan B (JKAB)


JKAB = JKP - JKA – JKB
g. Jumlah Kuadrat Galat
JKG = JKT – JKP

Tabel 3.4 Tabel Analisis Ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F hitung F tabel
keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Perlakuan ab-1 JKP KTP KTP/KTG F(α,db-P,db-G)
A a-1 JK(A) KT(A) KT(A)/KTG F(α,db-A,db-G)
B b-1 JK(B) KT(B) KT(B)/KTG F(α,db-B,db-G)
AB (a-1) (b-1) JK(AB) KT(AB) KT(AB)/KTG F(α,db-AB,db-G)

26
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F hitung F tabel
keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Galat ab (r-1) JK(G) KT(G)
Total abr-1 JKT

4. Pengujian Pengaruh Utama dan Interaksi


Jika Fhitung > Ftabel , maka H0 ditolak
Jika Fhitung < Ftabel , maka H0 diterima
Jika interaksi berpengaruh nyata, maka pengaruh utama faktor A dan B tidak dapat
diinterpretasikan.

3.5 Pelaksanaan Penelitian


Penelitian mengenai pembuatan bioplastik dari limbah cair tahu dilakukan melalui
beberapa rangkaian proses pengerjaan. Penelitian diawali dengan studi literatur, persiapan
alat bahan, pembuatan nata de soya melalui fermentasi limbah cair tahu (whey) oleh bakteri
Acetobacter xylinum, pembuatan bioplastik, pengujian karakteristik bioplastik dan analisa
data, dan diakhiri dengan penyusunan laporan. Prosedur pelaksanaan penelitian dapat
dilihat pada Gambar 3.2.

27
Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian

Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan langkah awal dalam metode pengumpulan data. Studi
pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan
informasi melalui dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun
dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan. Hasil penelitian juga
akan semakin kredibel apabila didukung foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang
telah ada (Ganang, 2013).

Persiapan Selulosa Mikrobial dari Limbah Cair Tahu


Konversi limbah cair tahu menjadi sumber selulosa untuk pembuatan bioplastik
dilakukan dengan membuat nata de soya. Produksi nata de soya dimulai dari penyaringan
limbah cair tahu dengan kain saring. Kemudian sebanyak 1 liter whey yang telah tersaring

28
disterilisasi dengan dipanaskan diatas kompor. Setiap 1 liter whey untuk pembuatan nata de
soya digunakan sebanyak 25 gram gula, 2 gram ammonium sulfat (ZA), dan asam cuka
sebanyak 15 mL dan ditambahkan saat proses sterilisasi . Limbah yang telah disterilisasi
dituangkan ke dalam kontainer plastik dan langsung ditutup rapat dengan menggunakan
kertas koran. Limbah cair tahu ditunggu hingga suhu telah turun menjadi 30 - 400 C, lalu
dituangkan sebanyak 100 mL kultur bakteri Acetobacter xylinum kedalam kontainer plastik
dan ditutup rapat kembali. Fermentasi limbah cair tahu menjadi nata de soya berlangsung
selama 10 hari agar siap dipanen dan dijadikan sebagai sumber selulosa dalam pembuatan
bioplastik. Prosedur pembuatan selulosa dari limbah cair tahu ditunjukkan pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Bubur Selulosa

29
Pembuatan Bioplastik
Pembuatan bioplastik dilakukan dengan mengikuti prosedur pelaksanaan sebagai
berikut.
a. Menyiapkan alat dan bahan
b. Menimbang massa selulosa, CaCl2, kitosan, dan gliserol sesuai variasi yang diperlukan
dalam pembuatan bioplastik
c. Menyiapkan asam asetat 1% dengan cara mempipet sebanyak 2 mL asam asetat ke
dalam gelas beaker yang diletakkan diatas magnetic stirrer, kemudian ditambahkan 200
mL aquades untuk melarutkan kitosan 1.5, 2.3 dan 3.1 gram hingga homogen.
d. Melarutkan selulosa sebanyak 25 gram dan aquades sebanyak 10 mL pada gelas
beaker yang diletakkan diatas magnetic strirer dengan suhu dan kecepatan pengadukan
yaitu 600C dan 120 rpm dengan menggunakan 8 gram CaCl2 dan aquades sebanyak 40
mL
e. Mencampurkan larutan bubur selulosa dengan larutan kitosan dan variasi konsentrasi
gliserol 1,0; 1,5 dan 2.0 mL yang telah ditentukan. Setelah itu dilakukan pemanasan
menggunakan magnetic stirrer selama 40 menit pada suhu gelatinisasi yaitu 800C hingga
campuran homogen.
f. Mencetak campuran bioplastik dengan menuangkannya keatas cetakan kaca sebesar
30 x 20 cm.
g. Mengeringkan bioplastik pada suhu ruangan selama 2-3 hari agar dapat dilepaskan dari
cetakan
h. Bioplastik yang dihasilkan dapat dianalisa.
Rangkaian tahapan pembuatan bioplastik dapat dilihat pada Gambar 3.4 sebagai berikut

30
Gambar 3.4 Tahapan Pembuatan Bioplastik

3.6 Pengamatan dan Analisis Data

3.6.1 Pengujian Ketebalan


Uji ketebalan dilakukan dengan mengikuti metode microcal messmer (ASTM D638-
02a-2002). Ketebalan bioplastik diukur menggunakan alat micrometer scrup dengan
ketelitian 0.01 mm. Pengukuran ketebalan bioplastik dilakukan pada lima titik yang membagi
bioplastik menjadi empat bagian yang sama luasnya (Cunha, 2009). Nilai ketebalan

31
didapatkan dari rata rata hasil pengukuran. Nilai ketebalan bioplastik didapatkan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Ketebalan rata rata (mm) = ....................................................................... Persamaan 3.1

3.6.2 Pengujian Sifat Mekanik


Pengukuran sifat mekanik suatu material dilakukan untuk mengetahui kekuatan
mekanis bioplastik. Karakterisitk mekanik yang diukur dan diamati dari bioplastik adalah kuat
tarik (tensile strength), perpanjangan putus (elongation at break), dan modulus elastisitas
(elastic modulus). Ketiga parameter tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik
mekanik dari bahan bioplastik yang berkaitan dengan struktur kimianya (Nahwi, 2016).
Metode pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Brazilian Test. Pengujian
dilakukan dengan cara menyiapkan sampel dengan ukuran standar panjang 8 cm dan lebar
4 cm. Kemudian kedua sisi sampel dijepit dengan penjepit untuk dipasangkan pada alat.
Kemudian pengujian tarik dilakukan dengan memutar tuas pada alat hingga sampel tepat
putus dan dilihat besar gaya maksimal (F) yang dapat diterima oleh sampel hingga akhirnya
putus pada angka yang ditunjuk oleh jarum pada alat. Dari hasil penguian sifat mekanik
akan didapatkan modulus elastisitas, tegangan putus, dan perpanjangan putus dari material
bioplastik. (Saleh, 2011).
Kuat tarik dapat diukur berdasarkan beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk
mematahkan material dibagi dengan luas penampang awal (A0). Analisa data kekuatan tarik
diukur menggunakan rumus berikut.

σ = .........................................................................................................Persamaan 3.2

Keterangan:
σ : tegangan (N/m2)
F : besar gaya tekan/ tarik (N)
A : luas penampang material (m2)

Perpanjangan suatu material (elongasi) dapat dicari dengan perbandingan antara


pertambahan panjang dengan panjang semula. Perpanjangan putus (elongation at break)
dinyatakan dalam persentase. Analisa data perpanjangan putus bioplastik dihitung melalu
formula sebagai berikut.

ε = x 100% ......................................................................................... Persamaan 3.3

Keterangan:

32
ε : regangan strain (tanpa satuan)
Δl : pertambahan panjang (m)
L0 : panjang mula mula (m)

Modulus elastisitas merupakan merupakan ukuran dasar dari kekakuan (stiffness)


sebuah bioplastik (Hikmah, 2015). Analisa data modulus elastisitas (E) bioplastik dilakukan
menggunakan persamaan berikut.

E = ........................................................................................ Persamaan 3.4

Keterangan:
E : modulus elastsitas
σ : tegangan (N/m2)
ε : regangan strain (tanpa satuan)

3.6.3 Pengujian Ketahanan Air


Karakterisasi ketahanan air pada bioplastik dilakukan dengan menggunakan metode
swelling. Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Universitas Brawijaya. Prosedur pengujian dilakukan dengan cara memotong bioplastik
menjadi ukuran 4 x 4 cm kemudian ditimbang berat awal sampel. selanjutnya sampel
dicelupkan kedalam beaker glass berisi 10 mL aquades selama 24 jam pada temperature
ambien. Sampel kemudian diangkat dan dikeringkan untuk ditimbang massa akhir sampel
bioplastik. Data berat sampel awal dan akhir dipergunakan untuk menghitung daya serap
air/ prosentase ketahanan air bioplastik dengan menggunakan rumus berikut

A= x 100% ............................................................................... Persamaan 3.5

Keterangan :
A = nilai prosentase ketahanan air
Mo = massa plastik sebelum pengujian (gram)
Mi = massa plastik setelah pengujian (gram)

33
BAB IV PEMBAHASAN

Hasil bioplastik dari proses pembuatan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
kemudian dilakukan analisis terhadap karakteristiknya. Dilakukan pengamatan karakteristik
bioplastik terhadap 9 sampel variasi perlakuan, 1 sampel kontrol nata de soya, dan plastik
konvensional (kresek hitam). Dalam penelitian dibatasi karakterisasi terhadap parameter
ketebalan, kuat tarik, perpanjangan putus, elastisitas bahan, daya serap air, dan
organoleptik. Melalui penelitian juga dianalisa pengaruh interaksi bahan aditif alam yang
digunakan berupa kitosan dan gliserol terhadap karakteristik bioplastik dengan
menggunakan rancangan percobaan dengan metode Analysis of Variance (ANOVA).

4.1 Analisa Pengaruh Perlakuan terhadap Ketebalan Bioplastik


Penelitian yang telah dilakukan mengukur ketebalan pada tiap perlakuan sampel
bioplastik serta sampel kontrol nata de soya yang dikeringkan dan plastik konvensional
(kresek). Data dapat dilihat pada Lampiran 3. Data tersebut diperoleh melalui pengukuran
menggunakan mikrometer sekrup pada 4 titik bioplastik. Rata rata ketebalan bioplastik
diolah dan ditampilkan pada Gambar 4.1

0.120 0.113

0.100
Ketebalan (mm)

0.080 0.069 0.069


0.063
0.056
0.060 0.050 0.050
0.056
0.044

0.040 0.031

0.020
0.000
K1 K2 K3 Kresek Kontrol
Perlakuan

Gambar 4.1 Data Ketebalan Bioplastik

Berdasarkan data yang ditampilkan dalam bentuk grafik dapat diketahui bahwa Nilai
ketebalan dari tiap sampel perlakuan sangat bervariasi dengan nilai ketebalan terendah
yaitu pada sampel K3G3 adalah 0.04375 mm dan nilai ketebalan tertinggi terdapat pada
sampel K3G2 yatu 0.1125 mm. Rata rata ketebalan dari seluruh sampel perlakuan yaitu

34
0.0625 yang lebih besar dibandingkan ketebalan sampel kontrol nata de soya sebesar
0.05625. Bila dibandingkan dengan plastik konvensional (kresek), bioplastik memiliki
ketebalan yang lebih besar daripada rerata tebal plastik konvensional (kresek) yaitu 0.03125
mm.
Data ketebalan bioplastik yang diperoleh dilakukan analisis dengan menggunakan uji
Analysis of Variance (ANOVA). Hasil dari uji ANOVA ini dapat dlihat pada Lampiran 3. dari
hasil uji ANOVA, faktor jumlah kitosan, gliserol dan kombinasi keduanya berpengaruh
terhadap ketebalan bioplastik dengan tingkat kepercayaan 95%. Pada perlakuan kitosan
nilai Fhitung yaitu 5.61 lebih besar dibanding dengan nilai Ftabel 3.35. Pada perlakuan gliserol
nilai Fhitung yaitu 10.69 lebih besar dibanding dengan nilai Ftabel 3.35. Juga, nilai Fhitunginteraksi
keduanya yaitu 6.53 lebih besar dibanding dengan nilai Ftabel 2.73. Untuk mengetahui
berpengaruh atau tidaknya secara signifikan ketiga faktor tersebut terhadap ketebalan
bioplastik, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil.

4.1.1 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Ketebalan Bioplastik


Rata rata nilai ketebalan bioplastik dengan interaksi massa kitosan dan volume gliserol
yang digunakan yaitu G1 (1.0 mL), G2(1.5 mL), dan G3 (2.0 mL) telah ditampilkan di
halaman sebelumnya pada Gambar 4.1. Berdasarkan perhitungan analisa sidik ragam
(ANOVA) yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa interaksi kitosan dan gliserol
berpengaruh terhadap ketebalan bioplastik. Untuk mengetahui besar pengaruh dari
kombinasi tersebut, maka dilakukan uji lanjut dengan metode BNT (α = 95%) yang
ditampilkan pada Tabel 4.1 sebagai berikut

Tabel 4.1 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Ketebalan

Pengaruh Kombinasi Kitosan dan Gliserol


Perlakuan Rata rata Selisih Notasi

K3G3 0.04375 a
K1G1 0.05 0.00625 a
K1G3 0.05 0.00625 a
K2G1 0.05625 0.0125 a
K2G2 0.05625 0.0125 a
K2G3 0.0625 0.01875 b
K1G2 0.06875 0.00625 b
K3G1 0.06875 0.00625 b
K3G2 0.1125 0.05 c
BNT 5% = 0.0145

35
Melalui Tabel 4.1 dapat diketahui hasil uji lanjut BNT 5% pada faktor interaksi variasi
kitosan dan gliserol terhadap ketebalan bioplastik. Terdapat beberapa perlakuan
diantarannya adalah perlakuan K1G1, K1G3, K2G1, K2G2, K3G3 memiliki pengaruh yang
sama terhadap ketebalan bioplastik. Lima perlakuan tersebut memiliki nilai ketebalan yang
dianggap homogen karena selisih antara masing masing rata rata perlakuan lebih kecil
daripada nilai BNT yaitu sebesar 0.0145 Hal tersebut dapat dilihat dari kesamaan notasi
yang tertera pada tabel. Begitupula pada perlakuan K2G3 memiliki pengaruh yang sama
dengan perlakuan K3G1 dan K1G2 terhadap ketebalan bioplastik. Perlakuan K3G2 memiliki
pengaruh yang paling signifikan dalam meningkatkan ketebalan bioplastik karena memiliki
ketebalan tertinggi diantara perlakuan bioplastik lainnya. Hal tersebut dapat dikarenakan
oleh banyak nya jumlah kitosan yang digunakan dalam pembuatan bioplastik. Menurut Sofia
et al. (2016), dinyatakan bahwa ketebalan film dipengaruhi oleh banyaknya total padatan
dalam larutan bioplastik. Dengan ukuran cetakan yang sama, semakin banyak jumlah
kitosan yang digunakan berpengaruh terhadap peningkatan ketebalan bioplastik.

4.1.2 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Ketebalan Bioplastik


Rata rata nilai ketebalan bioplastik pada masing masing variasi kitosan yang
digunakan yaitu K1 (1.5 gram), K2(2.3), dan K3 (3.1) ditampilkan pada Gambar 4.2 sebagai
berikut

0.08
0.07
0.06
Ketebalan (mm)

0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Massa Kitosan (gram)

Gambar 4.2 Hubungan Massa Kitosan terhadap Ketebalan

Berdasarkan perhitungan sidik ragam, massa kitosan berpengaruh terhadap ketebalan


bioplastik sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT. Analisa pengaruh massa
kitosan terhadap ketebalan bioplastik dengan uji BNT (α = 95%) ditampilkan pada Tabel 4.2
sebagai berikut

36
Tabel 4.2 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Ketebalan
Pengaruh Faktor Kitosan
Perlakuan Rata rata Selisih Notasi Keterangan
Berpengaruh tidak
K1 0.056 a
signifikan
Berpengaruh tidak
K2 0.058 0.002 a
signifikan
K3 Berpengaruh
0.075 0.018 b
signifikan
BNT 5%= 0.014

Melalui Tabel 4.2 terlihat bahwa perlakuan massa kitosan berpengaruh signifikan
terhadap ketebalan bioplastik, dikarenakan selisih antara rata rata ketebalan variasi K3
dengan K1 lebih besar dari pada nilai BNT 5% yaitu 0.014. Hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Anggraini (2017), dimana nilai ketebalan
meningkat sebanding dengan massa kitosan yang digunakan. Terdapat perbedaan nyata
ketebalan bioplastik antar perlakuan konsentrasi kitosan ( 0-20%) melalui perbedaan notasi
huruf . Namun, bila ditinjau lebih sebaiknya ketebalan antar sampel bioplastik tidak berbeda
signifikan atau homogen. Hal ini dikarenakan menurut studi oleh Zhou (2016), semakin
besarnya ketebalan bioplastik sangat signifikan mempengaruhi nilai sifat mekanik bioplastik
yakni kuat tarik, elongasi, dan modulus elastisitas.

4.1.3 Pengaruh Volume Gliserol terhadap Ketebalan Bioplastik


Rata rata nilai ketebalan bioplastik pada masing masing variasi gliserol yang
digunakan yaitu G1 (1.0 mL), G2(1.5 mL), dan G3 (2.0 mL) ditampilkan pada Gambar 4.3
sebagai berikut

0.09
0.08
0.07
Ketebalan (mm)

0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01

0.5 1.5 2.5


Volume Gliserol (mL)

Gambar 4.3 Hubungan Volume Gliserol terhadap Ketebalan

37
Berdasarkan perhitungan sidik ragam, volume gliserol berpengaruh terhadap
ketebalan bioplastik sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT. Analisa pengaruh
perlakuan gliserol terhadap ketebalan bioplastik dengan uji BNT 5% ditampilkan pada Tabel
4.3 sebagai berikut

Tabel 4.3 Pengaruh Volume Gliserol terhadap Ketebalan


Pengaruh Faktor Gliserol
Perlakuan Rata rata Selisih Notasi Keterangan
G3 0.052083333 a
G1 0.05833 0.006246667 a Berpengaruh tidak
signifikan
G2 0.079166667 0.027083333 b Berpengaruh signifikan
BNT 5% = 0.0145

Melalui Tabel 4.3 terlihat bahwa perlakuan volume gliserol berpengaruh signifikan
pada variasi G2 terhadap ketebalan bioplastik, dikarenakan selisih antara nilai rata rata
perlakuan lebih besar dari pada nilai BNT 5%. Hasil ini serupa dengan penelitian oleh Arham
et al. (2016, dimana dinyatakan bahwa volume gliserol berpengaruh signifikan terhadap
ketebalan film bioplastik (p<0.5%). Penambahan volume gliserol dapat meningkatkan
ketebalan karena molekul gliserol yang berinteraksi dengan polimer film plastik akan
menempati rongga dalam matriks sehingga meningkatkan jarak antar polimer yang
berpengaruh meningkatkan ketebalan film (Sudaryati et al, 2010). Selain itu volume gliserol
menyebabkan peningkatan kemampuan untuk menyerap kelembaban hingga batas tertentu
dan dapat menyebabkan peningkatan ketebalan film (Vieira et al., 2011).

4.2 Analisa Pengaruh Perlakuan terhadap Kuat Tarik Bioplastik


Uji kuat tarik merupakan salah satu parameter penting berkaitan mengenai sifat
mekanik bioplastik. Biodegradable film yang memiliki kekuatan tarik tinggi akan mampu
melindungi produk yang dikemasnya dari gangguan mekanis (Selpiana dan Anggraeni,
2016). Uji kuat tarik dilakukan dengan menggunakan Soil Test Chicago U-160 A. Pengujian
kuat tarik dilakukan terhadap 9 sampel bioplastik dengan ulangan sebanyak tiga kali juga
terhadap sampel kontrol nata de soya dan plastik konvensional kresek . Perhitungan kuat
tarik dilakukan sesuai dengan rumus yang tertera pada Persamaan 3.2 di bab sebelumnya.
Hasil penelitian dilampirkan dalam Lampiran 4. Rata rata hasil pengujian tarik dari tiga kali
ulangan ditampilkan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4.4 sebagai berikut

38
0.1800 0.1625
0.1600
Kuat Tarik (kg.f/cm )

0.1400 0.1313
2

0.1200 0.1052 0.1031 G1


0.0979 0.0990
0.1000 0.0906
0.0813 G2
0.0800 0.0646
0.0583 G3
0.0600
0.0406
0.0400 Kresek
0.0200 Kontrol
0.0000
K1 K2 K3 Kresek Kontrol
Sampel Perlakuan

Gambar 4.4 Data Kuat Tarik Bioplastik

Nilai kuat tarik yang dihasilkan dari 9 sampel perlakuan yang telah diujikan sangat
bervariasi dengan rata rata kuat tarik terendah terdapat pada sampel K1G2 sebesar 0.0583
kg.f/cm2, sementara nilai kuat tarik rata rata terbesar terdapat pada sampel K2G2 sebesar
0.1625 kg.f/cm2. Dilakukan pula pengukuran kuat tarik terhadap sampel nata de soya
sebagai pembanding perubahan nilai kuat tarik akibat penambahan kitosan dan gliserol
serta plastik konvensional (kresek) sebagai pembanding kuat tarik plastik yang telah
dikomersilkan di pasaran. Nilai kuat tarik sampel nata de soya adalah sebesar 0.1031
kg.f/cm2 sementara kuat tarik plastik konvensional (kresek) adalah sebesar 0.0406 kg.f/cm2.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa hanya pada sampel K2G2, K3G1, dan K3G3 yang
melebihi nilai kuat tarik sampel nata de soya sementara nilai kuat tarik dari masing masing
perlakuan sampel bioplastik melebihi nilai kuat tarik plastik konvensional (kresek).
Data kuat tarik bioplastik yang diperoleh dilakukan analisis dengan menggunakan uji
Analysis of Variance (ANOVA). Hasil dari uji ANOVA ini dapat dlihat pada Lampiran 4. dari
hasil uji ANOVA, adanya variasi jumlah kitosan yang digunakan dalam pembuatan sampel
bioplastik berpengaruh nyata terhadap kuat tarik bioplastik karena nilai Fhitung lebih besar dari
Ftabel. Pada perlakuan kitosan nilai Fhitung yaitu 4.98. sementara nilai Ftabel yaitu 3.55.
Sementara, berdasarkan uji ANOVA penggunaan volume gliserol dan interaksi antara
kitosan dan gliserol tidak berpengaruh nyata terhadap kuat tarik bioplastik. Hal tersebut
dikarenakan nilai masing masing Fhitung pada gliserol dan interaksi keduanya adalah sebesar
0.3023 dan 2. 140 lebih kecil dengan nilai Ftabel secara berurutan sebesar 3.55 dan 2.93.
Untuk mengetahui berpengaruh atau tidaknya secara signifikan faktor kitosan terhadap kuat
tarik bioplastik, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil.

39
4.2.1 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Kuat Tarik Bioplastik
Rata rata nilai kuat tarik bioplastik pada masing masing variasi kitosan yang digunakan
yaitu K1 (1.5 gram), K2(2.3), dan K3 (3.1) ditampilkan pada Gambar 4.5 sebagai berikut

35

30
Kuat tarik (kgf/cm^2)

25

20

15

10

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Massa Kitosan (gram)

Gambar 4.5 Hubungan Massa Kitosan terhadap Kuat Tarik

Berdasarkan perhitungan sidik ragam, massa kitosan berpengaruh terhadap kuat tarik
bioplastik sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT. Analisa pengaruh massa
kitosan terhadap kuat tarik bioplastik dengan uji BNT (α = 95%) ditampilkan pada Tabel 4.4
sebagai berikut

Tabel 4.4 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Kuat Tarik

Pengaruh Faktor Kitosan


Perlakuan Rata rata Selisih Notasi Keterangan
K1 0.067993 0 a tidak berbeda signifikan
K3 0.111806 0.049757 b berbeda signifikan
K2 0.117014 0.054965 b tidak berbeda signifikan
BNT 5% = 0.0357

Melalui Tabel 4.4 terlihat bahwa perlakuan massa kitosan berpengaruh signifikan terhadap
kuat tarik bioplastik. Pernyataan tersebut berdasarkan selisih rata rata antara perlakuan K2 dan
K1 lebih besar daripada nilai BNT 5% yaitu 0.0357. Melalui tabel diatas dapat diketahui bahwa
perlakuan K1 menghasilkan nilai kuat tarik bioplastik terendah dengan rata rata kuat tarik
sebesar 0.067993. Sementara, perlakuan K2 menghasilkan nilai kuat tarik tertinggi dengan rata
rata kuat sebesar 0.117014. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang didasari

40
oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Zhong dan Xia (2008) dan Garcia et al. (2006),
dimana nilai kuat tarik terbesar terdapat pada variasi K2, yaitu lebih tepatnya variasi K2G2.
Penelitian oleh Zhong dan Xia (2008) mengenai pembuatan bioplastik dari komposit kitosan,
pati singkong, dan gliserol, nilai kuat tarik optimum diperoleh dari perbandingan volume gliserol
dan kitosan adalah 63 : 100. Selanjutnya berdasarkan penelitian oleh Garcia et al. (2006), yang
membuat bioplastik dari komposit kitosan dan pati jagung, volume gliserol yang digunakan
adalah sebesar 0.2856 kali dari massa pati/ selulosa yang digunakan (Garcia et al., 2006).
Mengacu kepada dua literatur tersebut, bila digunakan sebanyak 5 gram selulosa maka massa
kitosan dan volume gliserol yang digunakan adalah sebesar 1.428 mL gliserol dan 2.267 gram
kitosan yang mana ditetapkan sebagai variasi K2G2 dalam penelitian.
Pada parameter ini faktor gliserol dan interaksi perlakuan massa kitosan dan volume
gliserol berpengaruh tidak nyata terhadap kuat tarik bioplastik sehingga tidak dilakukan uji lanjut
BNT terhadap kedua faktor tersebut. Faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi hal
tersebut adalah tidak homogennya nilai ketebalan bioplastik yang dihasilkan, sehingga
dimungkinkan tidak terlihat pengaruh adanya variasi bahan pada parameter berikut yang
diamati seperti kekuatan mekanik (uji tarik, perpanjangan putus, dan modulus elastisitas).
Menurut studi oleh Zhou (2016), ketebalan bioplastik sangat signifikan mempengaruhi nilai sifat
mekanik bioplastik yakni kuat tarik, elongasi, dan modulus elastisitas. Sejalan dengan Zhou
(2016), penelitian oleh Souza et al. (2012) tentang pembuatan biofilm dengan pati singkong,
ketebalan yang homogen dari tiap sampelnya mampu menunjukkan nilai parameter sifat
mekanik (kuat tarik dan perpanjangan putus) yang berbeda signifikan pada tiap variasi
perlakuan yang digunakan.
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai kuat tarik bioplastik belum dipersyaratkan.
Perbandingan kualitas bioplastik dilakukan dengan mengacu pada standar kuat tarik plastik
konvensional berdasarkan SNI 7188.7:2016 yaitu sebesar 24.7 – 302 MPa. Bila dibandingkan,
nilai kuat tarik terbaik bioplastik hasil penelitian masih jauh dibawah standar yaitu sebesar
0.1625 MPa. Namun, nilai tersebut masih jauh lebih besar dibandingkan kuat tarik plastik
konvensional yang juga diujikan dalam penelitian. Berdasarkan perbandingan tersebut daapat
dikatakan bahwa bioplastik terbaik hasil penelitian dapat diaplikasikan mensubstitusi plastik
konvensional yang ada.

41
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik
Sampel bioplastik yang mengalami uji tarik akan mengalami pertambahan panjang
sebelum akhirnya putus. Perubahan pertambahan panjang pada sampel disebut dengan
perpanjangan putus (elongation at break). Perpanjangan putus menentukan elastistisitas
suatu plastik. Semakin tinggi nilai perpanjangan putus, maka plastik semakin elastis
sehingga dapat ditarik lebih mulur. Perhitungan nilai perpanjangan putus sampel uji
dilakukan mengikuti rumus yang tertera pada Persamaan 3.3 pada bab sebelumnya. Data
perpanjangan putus pada setiap sampel uji dilampirkan pada Lampiran 5 kemudian diolah
dan ditampilkan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4.6
Perpanjangan Putus (%)

G1
G2
G3
Kresek
Kontrol

K1 K2 K3 Kresek Kontrol
Perlakuan

Gambar 4.6 Data Perpanjangan Putus Bioplastik

Gambar 4.6 menjelaskan tentang besar persentase elongasi dari 9 sampel perlakuan
bioplastik K1G1 hingga K3G3 serta dua sampel lainnya yaitu sampel kontrol nata de soya,
dan plastik konvensional kresek hitam. Sampel K2G2 memiliki nilai elongasi tertinggi diikuti
K2G3, dan K3G2 dengan nilai elongasi secara berurutan adalah 45%, 40%, dan 36.25%,
namun belum bisa melampaui besar nilai persentase elongasi bioplastik pada sampel plastik
kresek sebesar 62.5%. Semua sampel perlakuan melampaui nilai elongasi sampel kontrol
nata de soya yaitu hanya sebesar 7.5%. Peningkatan nilai elongasi yang signifikan hingga
800% disebabkan karena telah terbentuk ikatan interfacial yang baik dan kokoh antara
polimer selulosa nata de soya, kitosan, dan gliserol.
Data perpanjangan putus bioplastik yang diperoleh dilakukan analisis dengan
menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA). Hasil dari uji ANOVA ini dapat dlihat pada
Lampiran 5. dari hasil uji ANOVA, adanya variasi jumlah kitosan yang digunakan dalam
pembuatan sampel bioplastik berpengaruh nyata terhadap perpanjangan putus bioplastik
dengan tingkat kepercayaan 95 dan 99%. Hal ini dikarenakan nilai Fhitung yaitu 45.08 lebih

42
besar dibanding dengan nilai Ftabel pada kepercayaan 95 dan 99% yaitu sebesar 3.55 dan
6.01. Penggunaan gliserol juga berpengaruh nyata terhadap perpanjangan putus bioplastik
dengan tingkat kepercayaan 95 dan 99%. Hal ini dikarenakan nilai Fhitung yaitu 14.08 lebih
besar dibanding dengan nilai Ftabel pada kepercayaan 95 dan 99% yaitu sebesar 3.55 dan
6.01. Interaksi penggunaan kitosan dan gliserol juga berpengaruh nyata terhadap
perpanjangan putus bioplastik dengan tingkat kepercayaan 95 dan 99%. Hal ini dikarenakan
nilai Fhitung yaitu 74.96 lebih besar dibanding dengan nilai Ftabel pada kepercayaan 95 dan
99% yaitu sebesar 2.93 dan 4.58. Dapat disimpulkan, dalam penelitian penggunaan kitosan,
gliserol, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap nilai elongasi
bioplastik. Untuk mengetahui berpengaruh atau tidaknya secara signifikan ketiga faktor
tersebut terhadap perpanjangan putus bioplastik, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan
uji Beda Nyata Terkecil.

4.3.1 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik
Rata rata nilai perpanjangan putus bioplastik dengan interaksi massa kitosan dan
volume gliserol yang digunakan yaitu K1 (1.5 gr), K2 (2.3 gr), K3 (3.1 gr), G1 (1.0 mL),
G2(1.5 mL), dan G3 (2.0 mL) dapat dilihat di halaman sebelumnya pada Gambar 4.6.
Berdasarkan perhitungan analisa sidik ragam (ANOVA) yang telah dilakukan diperoleh hasil
bahwa interaksi kitosan dan gliserol berpengaruh terhadap ketebalan bioplastik. Untuk
mengetahui besar pengaruh dari interaksi tersebut, maka dilakukan uji lanjut dengan metode
BNT (α = 95%) yang ditampilkan pada Tabel 4.5 sebagai berikut.

Tabel 4.5 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Perpanjangan Putus
Pengaruh Kombinasi Kitosan dan Gliserol
Perlakuan Rata rata Selisih Notasi Keterangan
K2G1 10.41667 0 a berbeda tidak signifikan
K1G3 15 4.583333 a berbeda tidak signifikan
K3G3 15 4.583333 a berbeda tidak signifikan
K1G1 17.08333 6.666667 b berbeda signifikan
K3G2 17.5 0.416667 bc berbeda tidak signifikan
K1G2 23.33333 6.25 c berbeda signifikan
K3G1 36.25 12.91667 d berbeda signifikan
K2G3 40 3.75 de berbeda tidak signifikan
K2G2 45 8.75 e berbeda signifikan
BNT 5% = 5.203

Tabel 4.5 menampilkan hasil uji lanjut BNT 5% pada faktor kombinasi variasi kitosan
dan gliserol terhadap perpanjangan putus bioplastik. Secara keseluruhan hampir setiap
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai perpanjangan putus

43
bioplastik. Perlakuan K2G1 memberikan pengaruh terendah terhadap peningkatan
perpanjangan putus bioplastik yaitu dengan nilai rata rata hasil pengujian sebesar 10.416%.
Di sisi lain, perlakuan K2G2 memberikan pengaruh yang paling signifikan terhadap
peningkatan perpanjangan putus bioplastik, dengan nilai rata rata hasil pengujian sebesar
45%. Besarnya perpanjangan putus bioplastik berkaitan dengan jumlah pemlastis yang
digunakan dalam proses pembuatan bioplastik. Pemlastis berfungsi untuk meningkatkan
fleksibilitas dan ketahanan patah namun menurunkan kekerasan, densitas, viskositas, dan
tegangan elektrostatik suatu bahan (Vieira et al., 2011). Menurut Darni dkk. (2009), semakin
banyak gliserol yang ditambahkan akan meningkatkan elongasi bioplastik. Namun, dari hasil
penelitian nilai perpanjangan putus terbesar pada variasi K2G2. Hal ini terjadi karena
berdasarkan Zhang et al. (2014) dapat terjadi fenomena anti plastisasi ketika jumlah molekul
pemlastis yang ditambahkan berada diatas batas kritis jumlah pemlastis yang dibutuhkan.
Proses plastisasi ini akan melemahkan interaksi dan gaya kohesi antar polimer, sehingga
menurunkan nilai persen perpanjangan putus setelah melampaui batas kritis pemlastis yang
ditambahkan pada bioplastik (Sanyang et al., 2015).

4.3.2 Pengaruh Massa Kitosan terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik


Rata rata nilai perpanjangan putus bioplastik pada masing masing variasi kitosan
yang digunakan yaitu K1 (1.5 gram), K2(2.3), dan K3 (3.1) ditampilkan pada Gambar 4.7
sebagai berikut

35

30
Perpanjangan Putus (%)

25

20

15

10

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Massa Kitosan (gram)

Gambar 4.7 Hubungan Massa Kitosan terhadap Perpanjangan Putus

Berdasarkan perhitungan sidik ragam, massa kitosan berpengaruh terhadap perpanjangan


putus bioplastik sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT. Analisa pengaruh

44
perlakuan kitosan terhadap ketebalan bioplastik dengan uji BNT (α = 95%) ditampilkan pada
Tabel 4.6 sebagai berikut

Tabel 4.6 Pengaruh Kitosan terhadap Perpanjangan Putus


Pengaruh Faktor Kitosan
Perlakuan Rata rata Selisih Notasi Keterangan
K1 18.47222 a berbeda tidak signifikan
K3 22.91667 4.444444 Ab berbeda tidak signifikan
K2 31.80556 8.888889 b berbeda signifikan
BNT 5% = 5.2038

Melalui Tabel 4.6 terlihat bahwa perlakuan massa kitosan berpengaruh signifikan
terhadap perpanjangan putus bioplastik, terutama pada variasi K2 dikarenakan selisih
antara nilai rata rata perlakuan lebih kecil dari pada nilai BNT 5% yaitu 5.2038. Hasil
penelitian ini sesuai dengan Aripin (2017), dimana penggunaan penguat kitosan dalam
pembuatan bioplastik turut mempengaruhi elongasi bioplastik. konsentrasi penguat yang
semakin meningkat mengakibatkan kuat tarik yang semakin meningkat sebaliknya nilai
elongasi menjadi menurun. Namun terdapat perbedaan antara hasl penelitian dengan
literatur, bahwa nilai elongasi tertinggi pada variasi kitosan 2.3 gram (K2). Nilai elongasi
pada variasi K1 memiliki rata rata 18.5% kemudian meningkat hingga 31.8% pada variasi
K2, kemudian turun dengan rata rata 22.9% pada variasi K3. Dari penelitian, dapat
dikatakan bahwa nilai elongasi akan terus meningkat hingga jumlah bahan penguat yang
digunakan telah mencapai batas optimum dan turun setelah melampaui jumlah optimum
tersebut. Penurunan nilai elongasi dapat disebabkan karena konsentrasi kitosan pada
variasi K2 berada pada keseimbangan yang sempurna. Setelah melewati titik
keseimbangan, kitosan cenderung membentuk fasa kristalin yang menyebabkan bioplastik
menjadi lebih getas sehingga mudah putus atau patah (Agustin dan Padmawijaya, 2016).
Hasil serupa terdapat pada penelitian oleh Souza et al. (2012), dimana terdapat tiga variasi
bahan penguat yaitu sebesar 0; 0.5; dan 0.1 gram dengan volume gliserol tetap (0.75 gram),
nilai perpanjangan putus optimal pada variasi penguat 0.05 gram dan menurun pada variasi
penguat 0.1 gram.

4.3.3 Pengaruh Volume Gliserol terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik


Rata rata nilai perpanjangan putus bioplastik pada masing masing variasi gliserol yang
digunakan yaitu G1 (1.0 mL), G2 (1.5 mL), dan G3 (2.0 mL) yang telah ditampilkan di
halaman sebelumnya pada Gambar 4.8.

45
35

30
Perpanjangan Putus (%)

25

20

15

10

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Volume Gliserol (mL)

Gambar 4.8 Hubungan Volume Gliserol terhadap Perpanjangan Putus

Berdasarkan perhitungan sidik ragam, volume gliserol berpengaruh terhadap


perpanjangan putus bioplastik sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT. Analisa
pengaruh perlakuan gliserol terhadap perpanjangan putus bioplastik dengan uji BNT (α =
95%) ditampilkan pada Tabel 4.7 sebagai berikut

Tabel 4.7 Pengaruh Gliserol terhadap Perpanjangan Putus Bioplastik

Pengaruh Faktor Gliserol


Perlakuan Rata rata Selisih Notasi Keterangan
G1 21.25 0 a berbeda tidak signifikan
G3 23.33333 2.083333 ab berbeda tidak signifikan
G2 28.61111 7.361111 b berbeda signifikan
BNT 5% = 5.203

Melalui Tabel 4.7 terlihat bahwa perlakuan volume gliserol memiliki pengaruh yang
signifikan terutama pada bioplastik variasi G2, dikarenakan selisih antara nilai rata rata
perlakuan lebih besar dari pada nilai BNT 5%. Hal serupa juga dikemukakan oleh Yuniarti,
dkk (2014), menyatakan bahwa plasticizer yang ditambahkan dapat meningkatkan elongasi
suatu bahan polimer. Selain itu, penggunaan plasticizer ditujukan untuk meningkatkan
fleksibilitas, mengurangi kekerasan, dan kekauan polimer (Bahmid, dkk., 2014). Peningkatan
elongasi disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara molekul penyusun
bioplastik yang menambah panjang rantai ikatan hidrogen. Namun, ikatan hidrogen bersifat
lemah, sehingga semakin besar jumlah plasticizer yang digunakan akan menurunkan nilai
kuat tarik bioplastik. Semakin banyak gliserol yang digunakan akan meningkatkan nilai
persen elongasi bioplastik. Namun terdapat konsentrasi optimum gliserol yang ditambahkan,
karena selain menurunkan persen elongasi akan menciptakan tekstur lengket pada

46
bioplastik (Laohakunjit,N dan Noomhorm, A., 2004). Hasil penelitian oleh Laohakunjit,N dan
Noomhorm, A.(2004) mengenai pembuatan bioplastik dari pati beras dengan plasticizer
gliserol, nilai persen elongasi optimum terdapat pada penambahan gliserol sebanyak 20 - 30
% dan menurun dengan penambahan gliserol 35%.

4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Modulus Elastisitas Bioplastik


Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur objek atau
ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya diterapkan pada suatu
benda. Bahan kaku akan memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi. Semakin besar
modulusnya maka semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan. Perhitungan nilai modulus elastisitas bioplastik dilakukan dengan mengikuti
rumus yang tertera pada Persaman 3.4 pada bab sebelumnya. Data modulus elastisitas
pada setiap sampel uji dilampirkan pada Lampiran 6 kemudian diolah dan ditampilkan
dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4.9
Modulus Elastisitas (kg.f/cm2)

0.016
0.014
0.012
G1
0.01
G2
0.008
G3
0.006
0.004 Kresek

0.002 Kontrol

K1 K2 K3 Kresek Kontrol
Perlakuan

Gambar 4.9 Data Modulus Elastisitas Bioplastik

Gambar 4.9 menunjukkan data nilai elastisitas bioplastik terbesar terdapat pada
sampel K2G1 sebesar 0.008645 kgf/cm2 sedangkan nilai elastisitas bioplastik terendah
terdapat pada sampel K2G3 dengan elastisitas sebesar 0.00245 kgf/cm2. Rata rata
elastisitas sembilan variasi sampel bioplastik adalah sebesar 0.004819 kgf/cm2. Rata rata
elastisitas sampel bioplastik dari limbah cair tahu telah jauh melampaui elastisitas sampel
plastik konvensional yaitu sebesar 0.00065 kgf/cm2 namun masih dibawah elastisitas
sampel kontrol nata de soya sebesar 0.01375 kgf/cm2. Hal ini dikarenakan sampel nata de
soya memiliki nilai elongasi yang sangat rendah yang berbanding terbalik dengan elastisitas

47
suatu bahan. Melalui gambar juga dapat dilihat bahwa nilai elastisitas bioplastik meningkat
dari variasi K1 dan mencapai optimum pada variasi K2 dan turun pada variasi K3.
Data modulus elastisitas bioplastik yang diperoleh dilakukan analisis dengan
menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA). Hasil dari uji ANOVA ini dapat dlihat pada
Lampiran 6. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahawa faktor variasi kitosan dan gliserol
masing masing tidak berpengaruh terhadap modulus elastisitas bioplastik. Hal ini
dikarenakan nilai Fhitung faktor kitosan dan gliserol masing masing adalah 1.27 dan 0.73 yang
lebih kecil dibandinngkan nilai Ftabel pada kepercayaan 95% yaitu sebesar 3.55. Namun,
berdasarkan hasil uji ANOVA, adanya variasi kombinasi kitosan dan gliserol yang digunakan
dalam pembuatan sampel bioplastik berpengaruh nyata terhadap modulus elastisitas
bioplastik Hal ini dikarenakan nilai Fhitung yaitu 4.048 lebih besar dibanding dengan nilai Ftabel
pada kepercayaan 95% yaitu sebesar 2.93. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar
variasi perlakuan bioplastik terhadap modulus elastisitas, perlu dilakukan uji lanjut
menggunakan uji BNT.

4.4.1 Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Modulus Elastisitas Bioplastik
Rata rata nilai modulus bioplastik pada masing masing variasi kitosan dan gliserol
yang digunakan yaitu K1 (1.5 gram), K2(2.3), dan K3 (3.1), G1 (1.0 mL), G2 (1.5 mL), dan
G3 (2.0 mL) telah ditampilkan pada Gambar 4.9. Berdasarkan perhitungan sidik ragam,
kombinasi antara massa kitosan dan volume gliserol berpengaruh terhadap modulus
elastisitas bioplastik sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT. Analisa pengaruh
interaksi kitosan dan gliserol terhadap modulus elastisitas bioplastik dengan uji BNT (α =
95%) ditampilkan pada Tabel 4.8 sebagai berikut

Tabel 4.8 Hasil Uji BNT 5% Pengaruh Interaksi Kitosan dan Gliserol terhadap Modulus
Elastisitas Bioplastik

Pengaruh Kombinasi Kitosan dan Gliserol


Perlakuan Rata rata Selisih Notasi Keterangan
K2G3 0.002448 0 a tidak berbeda signifikan
K1G2 0.002495 4.68E-05 a tidak berbeda signifikan
K2G2 0.003603 0.0011543 a tidak berbeda signifikan
K3G1 0.003646 0.0011974 a tidak berbeda signifikan
K1G1 0.00391 0.001462133 a tidak berbeda signifikan
K1G3 0.005303 0.002854633 a tidak berbeda signifikan
K3G2 0.006164 0.003715367 a tidak berbeda signifikan
K3G3 0.007159 0.0047104 b berbeda signifikan
K2G1 0.008646 0.0014874 b berbeda signifikan
BNT = 0.004013

48
Melalui Tabel 4.8 dapat diketahui hasil uji lanjut BNT 5% pada faktor interaksi kitosan
dan gliserol terhadap modulus elastisitas bioplastik. Terdapat beberapa perlakuan seperti
K2G3, K1G2, K2G2, K3G1, K1G1, K1G3, dan K3G2 yang memberikan pengaruh yang
sama terhadap modulus elastisitas bioplastik. Keenam perlakuan tersebut memiliki nilai
modulus elastisitas yang dianggap homogen karena selisih antara masing masing rata rata
perlakuan lebih kecil daripada nilai BNT yaitu sebesar 0.0217 Hal tersebut dapat dilihat dari
kesamaan notasi yang tertera pada tabel. Namun, terdapat beberapa perlakuan yang
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap modulus elastisitas bioplastik yaitu pada
perlakuan K3G3 dan K2G1. Nilai modulus elastisitas dipengaruhi oleh besarnya kuat tarik
dan perpanjangan putus dari suatu bahan. Berdasarkan rumus perhitungan, nilai modulus
elastisitas berbanding lurus dengan kuat tarik dan berbanding terbalik dengan perpanjangan
putus. Perlakuan K2G1 memiliki nilai modulus elastisitas yang paling tinggi diantara
perlakuan lainnya yang berarti perlakuan tersebut memiliki tingkat kekakuan yang paling
besar. Sementara, perlakuan K2G3 memiliki nilai modulus elastitas terendah yang berarti
perlakuan tersebut merupakan perlakuan bioplastik yang paling elastis diantara perlakuan
lainnya.
Pada parameter ini, faktor penambahan kitosan dan penambahan gliserol belum
berpengaruh terhadap nilai modulus elastisitas, dikarenakan nilai Ftabel dari kedua faktor
tersebut secara berurutan yaitu 1.27 dan 0.73 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai Fhit
5% yaitu 3.55. Sehingga tidak dilanjutkan pengujian lanjutan menggunakan uji BNT. Faktor
yang dapat mempengaruhi tidak munculya pengaruh dari kedua faktor tersebut diantaranya
adalah ketebalan. Telah dijelaskan sebelumnya, dimana ketebalan merupakan faktor
penting penentu sifat mekanik bioplastik salah satunya modulus elastisitas. Zhou (2016)
menerangkan bahwa semakin besarnya ketebalan bioplastik sangat signifikan
mempengaruhi nilai sifat mekanik bioplastik yakni kuat tarik, elongasi, dan modulus
elastisitas. Literatur tersebut dapat menjawab alasan mengapa tidak terlihatnya pengaruh
kedua faktor tersebut, karena ketebalan pada sampel yang tidak homogen satu sama lain
sehingga faktor yang seharusnya dapat terlihat tertutup karena faktor ketebalan.
Secara umum, nilai modulus elastisitas dari bioplastik hasil penelitian jauh lebih tinggi
dibandingkan pada plastik konvensional. Peningkatan optimum pada variasi K2G1 mencapai
1330% dari nilai modulus elastisitas plastik konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa
dengan pengembangan lebih lanjut, maka bioplastik berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
bahan pengemas pengganti plastik konvensional.

49
4.5 Analisa Daya Serap Air Bioplastik dari Limbah Cair Tahu
Pengujian daya serap air merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui
kemampuansuatu material dalam menahan maupun menyerap air. SIfat ini merupakan
salah satu sifat yang penting bagi material plastik guna menunjang fungsinya sebagai bahan
pengemas yaitu menjaga umur simpan suatu produk (Ikhwanuddin, 2018). Perhitungan nilai
daya serap air dilakukan mengikuti rumus yang tertera pada Persamaan 3.5 pada bab
sebelumnya. Data penelitian hasil pengujian daya serap air dilampirkan pada Lampiran 7
serta ditampilkan dalam bentuk diagram batang yang dapat dilihat pada Gambar 4.10

80.00
Persentase Daya Serap Air (%)

73.40
70.03
70.00 62.90 63.93
60.96 59.93
57.5
60.00 54.81

50.00 G1
40.00 33.33
G2
30.00 26.08 G3
22.73

20.00 Kresek
10.00 Kontrol

0.00
K1 K2 K3 Kresek Kontrol
Sampel Perlakuan

Gambar 4.10 Hasil Pengujian Daya Serap Air

Gambar 4.10 merepresentasikan nilai daya serap air pada setiap sampel perlakuan
bioplastik. Setiap sampel ditimbang massa awal sebelum proses pengujian dan setelah
pengujian hingga dapat diperoleh persentase daya serap air masing masing sampel. melalui
gambar diatas dapat diketahui bahwa dari 9 sampel perlakuan bioplastik, sampel K2G2
adalah sampel yang memiliki nilai daya serap air yang paling optimum diantara sampel
lainnya yaitu sebesar 26.08% sementara itu nilai daya serap air yang kurang optimum
terdapat pada sampel K2G1 dengan persentase penyerapan 73.40%. Secara berurutan nilai
daya serap air dari yang paling optimum hingga yang kurang optimum adalah K2G2, K1G2,
K3G3, K3G1, K2G3, K1G1, K1G3, K3G2, dan K2G1. Pengambilan keputusan nilai daya
serap terbaik pada sampel K2G2 didasarkan dengan kaitannya pada sifat bioplastik, dimana
semakin kecil nilai daya serap air artinya semakin baik karakteristik bioplastik tersebut
(Sutan dkk., 2018).

50
Secara teoritis, besarnya nilai daya serap air dipengaruhi oleh penggunaan bahan
plasticizer yang dalam penelitian ini adalah gliserol. Gliserol memiliki sifat hidrofilik,
menambah sifat polar dan mudah larut dalam air (Huri dan Nisa, 2014). Peningkatan volume
plasticizer yang digunakan menyebabkan ikatan yang terjadi antara plasticizer dan polimer
menjadi rapuh ketika terkena air sehingga semakin tinggi persentase daya serap air pada
bioplastik (Bahmid dkk., 2014). Penelitian oleh Bangyekan, et al. (2006) menggunakan
gliserol sebagai tambahan komposit bioplastik menggunakan pati singkong dan penguat
kitosan. Hasil yang diperoleh adalah semakin banyak konsentrasi gliserol atau plasticizer
yang digunakan meningkatkan persentase daya serap air. Namun, terdapat penyimpangan
hasil daya serap air bioplastik dengan hasil penelitian yang disebutkan sebelumnya, dimana
nilai daya serap air tertinggi terdapat pada sampel K2G1 dengan persentase 73.40%
meskipun tidak terpaut jauh dengan hasil daya serap air pada sampel K1G3, K2G3, K3G3
dengan persentase daya serap air secara berurutan adalah 63.93, 60.96, dan 57.5%.
Penyimpangan tersebut dapat dijelaskan melalui Bahmid, dkk (2014) bahwa selain faktor
volume plasticizer yang digunakan terdapat faktor lain yang mempengaruhi persentase daya
serap air yaitu besar kecilnya ukuran serat. Semakin kecil ukuran serat yang digunakan,
maka pori pori pada bioplastik akan semakin kecil dan kerapatan menjadi lebih tinggi. Pada
penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, serat selulosa belum dapat larut
menyatu dengan bahan lain, sehingga hasil bioplastik memiliki kenampakan yang belum
homogen dan memiliki permukaan yang tidak merata. Untuk mengatasi masalah akibat
ukuran serat selulosa, maka saat penelitian digunakan CaCl2 sebagai agen pelarut selulosa
nata de soya. Faktor kesalahan peneliti dan kurang presisinya alat yang digunakan dapat
mempengaruhi tingkat homogen serat selulosa dalam proses pencetakan bioplastik,
sehingga pada saat pengujian dilakukan terdapat penyimpangan tren hasil daya serap air
dengan teori yang ada.
Selain faktor penambahan gliserol, penggunaan massa kitosan turut mempengaruhi
daya serap bioplastik. Kitosan memiliki gugus amina (-NH2) yang bersifat hidrofobik
sehingga saat bergabung dengan komponen penyusun bioplastik lainnya, kitosan menyisip
diantara rongga rongga pada polimer bioplastik dan menurunkan daya serap air pada
bioplastik (Fathanah et al., 2015). Hasil penelitian oleh Bangyekan et al. (2006),
penggunaan kitosan berperan mengurangi nilai daya serap air film bioplastik karena adanya
gugus asetil yang bersifat hidrofobik sehingga menghalangi laju transportasi serapan air
pada bioplastik. Namun terdapat perbedaan hasil peneitian dimana sampel K2G2 yang
menjadi variasi terbaik yang memiliki nilai daya serap air terendah sebesar 26.08%. Hal ini
dapat dijelaskan dengan mengacu terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Zhong dan
Xia (2008), nilai daya serap air terendah diperoleh dengan perbandingan volume gliserol
dan kitosan adalah 63 : 100. Selanjutnya volume gliserol yang digunakan adalah sebesar

51
0.2856 kali dari massa pati/ selulosa yang digunakan (Garcia et al., 2006). Mengacu kepada
dua literatur tersebut, bila digunakan sebanyak 5 gram selulosa maka massa kitosan dan
volume gliserol yang digunakan adalah sebesar 1.428 mL gliserol dan 2.267 gram kitosan
yang mana ditetapkan sebagai variasi K2G2 dalam penelitian ini.
Pemanfaatan selulosa nata de soya dari limbah cair tahu juga mempengaruhi nilai
daya serap air dari bioplastik yang dihasilkan. Selulosa yang bersifat hidrofobik mengurangi
penyerapan air pada bioplastik karena selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat sehingga
sulit untuk bergabung dengan air dan kemampuan untuk menyerap air akan menurun (Putra
dkk., 2019).
Hasil pengujian daya serap air yang paling optimum pada sampel K2G2 dari
penelitian ini hampir memenuhi standar plastik konvensional SNI 7188.7:2016 degan daya
serap air sebesar 21.5% pada suhu perendaman air sebesar 25 oC. Terlampauinya nilai
karakterisasi daya serap air dari standar yang telah ditetapkan dapat disebabkan karena
komposisi yang kurang optimum membuat gugus hidroksil yang bersifat polar dan hidrofilik
belum tersubstitusi sehingga material sangat peka terhadap air (Ikhwanuddin, 2018).

4.6 Rekapitulasi Karakteristik Bioplastik


Pemanfaatan limbah cair tahu (whey) sebagai bahan dasar bioplastik merupakan
sebuah terobosan baru dalam perkembangan penelitian mengenai pembuatan bioplastik.
Untuk meningkatkan kekuatan bioplastik, dalam penelitian digunakan bahan tambahan
alami yaitu kitosan sebagai bahan penguat dan gliserol sebagai bahan pemlastis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kedua bahan ini berpengaruh seluruh
karakteristik pengujian bioplastik. Tabel 4.9 menampilkan rangkuman hasil karakterisasi
sampel bioplastik, kontrol, dan plastik konvensional

Tabel 4.9 Rangkuman Karakteristik Sampel Bioplastik

52
Parameter kuat tarik terhadap karakteristik bioplastik menunjukkan gaya maksimum
yang dapat ditahan oleh bioplastik. semakin tinggi nilai kuat tarik yang dimiliki oleh bioplastik
maka semakin baik karakteristik plastik yang terbentuk. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai kuat tarik tiap sampel uji yang berniali 0.0583 – 0.1625 kgf/cm2 masih belum
memenuhi standar nasional kuat tarik plastik konvensional. Namun tidak terpenuhinya
standar dapat disebabkan oleh faktor alat ukur yang tidak memadai. Bila dibandingkan
dengan plastik konvensional (kresek) yang sudah di komersialisasikan di masyarakat yang
turut diuji dalam penelitian ini, nilai kuat tarik bioplastik lebih besar dibandingkan dengan
plastik konvensional.
Parameter perpanjangan putus terhadap karakteristik bioplastik merepresentasikan
kemampuan bioplastik untuk dapat meregang hingga akhirnya putus akibat proses uji tarik.
Secara umum, semakin besar persen perpanjangan putus bioplastik yang dihasilkan maka
akan semakin baik karakteristik bioplastik yang diperoleh. Rentang nilai perpanjangan putus
bioplastik yang dihasilkan adalah sebesar 10.416 – 45 % tidak berbeda jauh dengan persen
perpanjangan putus plastik konvensional yaitu sebesar 62.5%. Secara keseluruhan nilai
perpanjangan putus dari sampel bioplastik telah memenuhi standar nasionak (SNI) plastik
konvensional yaitu 21 – 220%.
Parameter modulus elastisitas terhadap karakteristik bioplastik merepresentasikan
tingkat kekakuan dari bahan bioplastik. Semakin besar modulus elastisitas maka semakin
kecil regangan elastik yang dihasilkan atau semakin kaku bioplastik yang diperoleh. Rentang
nilai modulus elastisitas bioplastik yang dihasilkan adalah 0.00244 – 0.00864 kgf/cm2,
sementara untuk plastik konvensional adalah 0.00065 kgf/cm2.
Parameter ketebalan dan parameter daya serap air merupakan parameter fisik
bioplastik. Rentang nilai ketebalan bioplastik yang diperoleh dalam penelitian adalah
sebesar 0.04375 – 0.1125. Belum terdapat standar nasional yang membatasi nilai ketebalan
dari produk bioplastik, namun berdasarkan studi literatur yang dilakukan diperoleh bahwa
nilai ketebalan bioplastik yang ada di India ditentukan bernilai lebih besar daripada 0.05 mm
(Marichelvam et al, 2019) sehingga telah memenuhi standar tersebut. Sementara nilai daya
serap air merepresetasikan kemampuan bioplastik untuk dapat menyerap air. Semakin
rendah nilai persentase daya serap air bioplastik, maka akan semakin baik kualitas
bioplastik yang dihasilkan. Rentang nilai daya serap air bioplastik yang diperoleh dalam
penelitian adalah sebesar 73.40 – 26.08%. Bila dibandingkan dengan standar nasional (SNI)
daya serap air plastik konvensional yang bernilai <21.5%, maka bioplastik belum memenuhi
standar tersebut. Namun bila dibandingkan dengan hasil penelitian terhadap daya serap air
plastik konvensional yang turut diujikan yaitu sebesar 33.3%, maka daya serap air bioplastik
terbaik lebih mendekati standar nasional yang ditentukan.

53
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka diperoleh
kesimpulan pada penelitian adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan penguat kitosan dan plasticizer gliserol berpengaruh terhadap
karakteristik bioplastik yaitu ketebalan, kuat tarik, perpanjangan putus, dan daya
serap air. Ketebalan bioplastik terbesar terdapat pada sampel K3G2. Pada parameter
kuat tarik dan elongasi, hasil optimum terdapat pada variasi K2 dan menurun pada
variasi K3. Pada parameter modulus elastisitas, modulus elastisitas terbesar terdapat
pada variasi K2G1
2. Variasi terbaik yang diperoleh melalui penelitian ini adalah variasi K2G2, dengan hasil
karakteristik rata rata ketebalan, kuat tarik, perpanjangan putus, modulus elastisitas,
dan daya serap air secara berturut turut adalah sebesar 0.05625 mm, 0.1625 kgf/cm 2,
45%, 0.0036 kgf/cm2, dan 26.08%.
3. Nilai kuat tarik, elastisitas, dan daya serap air dari variasi terbaik bioplastik hasil
penelitian yakni K2G2 lebih besar dibandingkan dengan plastik konvensional. Kuat
tarik bioplastik K2G2 (0.1625 kgf/cm2) 400% lebih besar dibanding plastik
konvensional (0.0406 kgf/cm2). Elastisitas bioplastik K2G2(0.0036 kgf/cm2) 554.22%
lebih besar dibanding plastik konvensional (0.00065 kgf/cm2) Daya serap air bioplastik
K2G2 sebesar 26.08% lebih kecil dibanding plastik konvensional dengan persentase
daya serap air sebesar 33.33%. Terdapat sedikit selisih rata rata perpanjangan putus
bioplastik K2G2 yaitu 45% dibanding plastik konvensional sebesar 62.5%. Dapat
disimpulkan bahwa bioplastik terbaik K2G2 berpotensi untuk dikembangkan lebih
lanjut dan dapat diproyeksikan fungsinya sebagai pengganti penggunaan plastik
konvensional.

5.2 Saran
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat digunakan alat ukur uji sifat
mekanik yaitu tensile testing machine yang untuk menunjang keabsahan hasil
penelitian.
2. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk pengembangan
penelitian lebih lanjut terkait penggunaan CaCl2 sebagai pelarut selulosa serta
bagaimana hasil karakteristik bioplastik yang dihasilkan, serta dilakukan penelitian
sejenis menggunakan variasi jumlah kitosan dan gliserol yang berbeda untuk

54
mengoptimalkan kualitas bioplastik agar kedepannya dapat dikomersialisasikan bagi
masyarakat.
3. Perlu dilakukan karakterisasi sifat bioplastik lainnya meliputi morfologi bioplastik, sifat
termal, permeabilitas, keamanan bahan untuk dikonsumsi, dan parameter penunjang
lainnya untuk menvalidasi proyeksi pengaplikasian bioplastik

55
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Y.E. dan Padmawijaya, K.S. 2014. Sintesis Bioplastik dari Kitosan pati Kulit
Pisang Kepok dengan Penambahan Zat Aditif. Jurnal Teknik Kimia, Vol.10 No.2

Anggraini, T., Ulfimarjan, Azima, F., Yenrina, R. 2017. The Effect of Chitosan
Concentration on the Characteristic of Sago (Metroxylon sp) Starch Bioplastics.
RJPBCS 8(1) Pp. 1339-1351

Arham, R., Mulyati, M.T., Metusalach, M., and Salengke, S. 2016. Physical and
Mechanical Properties of Agar Based Edible Film with Glycerol Plasticizer. IFRJ
23(4): 1669-1675

Aripin, S. 2017. Studi Pembuatan Bahan Alternatif Plastik Biodegradable dari Pati Ubi
Jalar dengan Plasticizer Gliserol dengan Metode Melt Intercalation. Jurnal Teknik
Mesin Vol. 06

Arrizal, Verraprinita. 2017. Aplikasi Rumput Laut Euchema Cottoni pada Sintesis
Bioplastik Berbasis Sorgum dengan Plasticizer Gliserol. Universitas Lampung.
Bandar Lampung

Azhari, M. 2015. Psemanfaatan Limbah Cair Tahu Menjadi Nata de Soya dengan
Menggunakan Air Rebusan Kecambah Kacang Tanah dan Bakteri Acetobacter
xylinum. Jurnal Ekosains Vol. VII No.1

Azmi, M. 2016. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Tanaman Typha
latifolia dengan Metode Constructed Wetland.

Bahmid, N.A., Syamsu, K., Maddu, A. 2014. Pengaruh Ukuran Serat Selulosa Asetat dan
Penambahan Dietilen Glikol (DEG) terhadap Sifat Fisik dan Mekanik BIoplastik.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 24 (3):226-234

Bangyekan, C., Aht-Ong, D., Srikulkit, K.. 2006. Preparation and Properties Evaluation of
Chitosan- Coated Cassava Starch Films. Cabrohydrate Polymers 63, 61-71

Bhagowati, P. 2013. Biodegradable Plastic Production by Bacteria Isolated from Marine


Environment and Organic Waste. Thesis. National Institute of Technology Rourkela,
Odisha. India

Badan Standardisasi Nasional. 2016. Kriteria Ekolabel Bagian 7: Kategori Produk Tas
Belanja Plastik dan Bioplastik Mudah Terurai

Cerquiera, M.A., Souza, B.W.S., Teixera, J.A., Vicente, A.A. 2012. Effect of Interactions
Between the Constituents of Chitosan Edible Films on Their Physial Properties.
Food Bioprocess Technol 5:3181-3192

Chillo, S., S, Mastromatteo, M., Cote, A., Gerschenson, L., del Nobile, M. A. 2008. Influence
of Glycerol and Chitosan on Tapioca Starch Based Edible Film Properties.

56
Journal of Food Engineering, 88, 159-168

Coniwanti, Pamilia, Linda Laila, dan Mardiyah Rizka Alfira. 2014. Pembuatan Film Plastik
Biodegredabel dari Pati Jagung dengan Penambahan Kitosan dan Pemplastis
Gliserol. Jurnal Teknik Kimia No.4, Vol. 20, Desember 2014.

Cunha, M.G.C., Miguel, A.C., Souza, B.W.S., Souza, M.P., Texeira, J.A., Vicente, A.A. 2009.
Physical Properties of Edible Coatings and Films Made with a polysaccharide
from Annacardium occidentale L. Journal of Food Engineering 95, 379-385

Darni, Y., Utami, H., Asriah, S.N. 2009. Peningkatan Hidrofobisitas dan Sifat Fisik
Plastik Biodegradabel Pati Tapioka dengan Penambahan Selulosa Residu
Rumput Laut Euchema Spinossum. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat. Universitas Lampung. Lampung

Dharma, S. 2008. Pendekatan, Jenis, dan Metode Penelitian Pendidikan. Universitas


Negeri Yogyakarta. Yogyakarta

Dianursanti, Rizkytata B.T., and Gumelar, M.T. 2014. Industrial Tofu Wastewater as a
Cultivation Medium of Microalgae Chlorella vulgaris. Energy Procedia 47 56 – 61.

Dongqi, Y., Li, J., Shi, H., Jabeen, K. 2016. Microplastic Pollution in Table Salts from
China. East China Normal University. China

Effany, M. 2018. Kajian Paparan Logam Berat dari Pangan di Indonesia. Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Ervan, A. 2012. Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar Menggunakan Penguat Logam
ZnO dan Penguat Alami Kitosan. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok

Esa, F., Tasirin, S.M., & Rahman, N.A. 2014. Overview of Bacteria Cellulose Production
and Application. Agriculture Science Procedia, 2, 113-119

Fathanah, U., Lubis, M.R., Moulana, R. 2015. Biopolymer from Starch and Chitosan as
Bioplastic Material for Food Packaging. Proceedings of The 5th Annual International
Conference Syiah Kuala University. Syiah Kuala University. Banda Aceh

Fernadez d-Arlaz, B. 2019. Tough and Functional Cross-linked Bioplastic from Sheep
Wool Keratin. Sci Rep 9, 14810, doi:10.1038/s441598-019-51393-5

Fernandes, S.C.M., Oliviera, L., Freire, C.S.R., Silvestre, A.J.D., Neto, C.P., Gandini, A., &
Desbrieres, J. 2009. Novel Transparent Nanoncomposite Film Based on Chitosan
and Bacterial Cellulose. Green Chemistry, 11(12), Pp.2023-2029

Firdaus, F. 2008. Sintesis Kemasan Film Ramah Lingkungna dari Komposit Pati,
Kitosan dan Asam Polilaktat dengan Pemlastis Gliserol. Yogyakarta: Pusat Sains
dan Teknologi Universitas Indonesia

Gadhave, R.V., Das, A., Mahanwar, P.A., Gadekar, P.T. 2018. Starch Based Bioplastic:
The Future of Sustainable Packaging. Open Journal of Polymer Chemistry, 8, 21-33

57
Ganang, S. 2013. Analisis Deskriptif Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan
Membaca Pemustaka (Studi Kasus Pemustaka di UPT Perpustakaan Politeknik
Negeri Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang

Garcia, M.A., Pinotti, A., Zaritzky, N.E. 2006. Physicochemical, Water Vapor Barrier and
Mechanical Properties of Corn Starch and Chitosan Composite Films. CIDCA,
Facultad de Ciencias Exactas. La Plata, Argentina

Hardiyanti, S.S. 2010. Kajian Penggunaan Selulosa Mikrobial Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Kertas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor

Harianingsih dan Suwardiyono. 2017. Pembuatan Edible Film dari Nata de Soya (Ampas
Tahu) sebagai Bentuk Waste Product UKM Tahu. Universitas Wahid Hasyim.
Semarang

Herawan, Cindy Dwi. 2015. Sintesis dan Karakteristik Edible Film dari Pati Kulit Pisang
dengan Penambahan Lilin Lebah (Beeswax). Skripsi. Unviersitas Negeri Semarang.
Semarang

Hidayah, Hasna Nadida Al. 2018 Pengolahan Limbah Cair Industri Tempe Untuk
Menurunkan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dengan Metode Koagulasi
Menggunakan Koagulan Poly Alumunium Chloride (PAC) dan Alumunium Sulfat.
Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta

Hikmah, N. 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Ambon (Musa paradisiaca) dalam
Pembuatan Plastik Biodegradable dengan Plasticizer Gliserol. Tugas Akhir.
Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya

Humaira. 2012. Pengembangan Material Bioplastik dari Blending Tepung Konjac


Glukomanan (KGM) dan Kitosan Menggunakan Single Screw Extruder. Skripsi.
Universitas Airlangga. Surabaya

Huri, D., dan Nisa, F.C. 2014. Pengaruh Konsentrasi Gliserol dan Ekstrak Ampas Kulit
Apel terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Edible Film. Jurnal Pangan dan
Agroindustri VOl.2 No.4 Pp.29-40

Ikhsanudin, M. 2017. Penentuan Konsentrasi Optimum Selulosa Ampas Tebu


(Baggase) dalam Pembuatan Film Bioplastik. Skripsi. UIN Alauddin. Makasar

Ikhwanuddin. 2018. Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik Berbasis Serbuk Daun


Pisang Batu dan Carboxymethyl Cellulosa (CMC) yang Diperkuat oleh Gum
Arabic. Tesis. Universitas Sumatera Utara

Inggaweni L., Suyatno. 2015. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Biodegradable dari
Komposit High Density Polyethylene (HDPE) dan Pati Kulit SIngkong. UNESA
Journal of Chemistry. 4(3): 50-56

58
J. Shah, Brown Jr.. 2005. Toward Electronic Paper Displays Made from Microbial
Cellulose. Journal of Appl. Microbiol Biotechnol 66. Pp 352-355

Jabeen, N., Majid, I., Nayik, A. 2015. Bioplastics and Food Packaging: A Review. Cogent
Food & Agriculture, 1:1117749

Kamsiati, E., Herawati, H., Purwani, E.Y. 2017. Potensi Pengembangan Plastik
Biodegradable Berbasis Pati Sagu dan Ubi Kayu di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian Vol.36 No.2, Hal. 67-76

Karina, M. 2015. Penelitian dan Pengembangan Plastik Ramah Lingkungan di


Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bandung

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2017. Buletin Konsumsi Pangan Semester 1


2017. http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/arsip-buletin/53-buletin-konsumsi/485-
buletin-konsumsi-pangan-semester-1-2017. Diakses pada 1 Agustus 2019

Keshk, Sherif MAS. 2014. Bacterial Cellulose Production and Its Industrial
Applications. J Bioprocess Biotech 4:1 150 doi: 10.4172/2155-9821.1000150

Laohakunjit, N dan Noomhorm, A. 2004. Effect of Plasticizers on Mechanical an Barrier


Properties of Rice Starch Film.

Leksono, V.A. 2012. Pengolahan Zat Warna Tekstil Rhodamine B Menggunakan


Bentonit Terpilar Titanium Dioksida (TiO2). Universitas Airlangga. Surabaya

Lestari, P., Elfrida, N., Suryani, A., Suryadi., Y. 2013. Study on the Production of Bacterial
Cellulose from Acetobacter xylinum using Agro-Waste. Jordan Journal of
Biological Sciences. Vol.7, No.1, Pp 75-80

Lismawati. 2017. Pengaruh Penambahan Plasticizer Gliserol terhadap Karakteristik


Edible Film dari Pati Kentang (Solanum tuberosum L.). Skripsi. UIN Alauddin.
Makasar

Lovatt, J., Gallagher, E., Prespciu,J. 2018. What Can Business Do to Prevent Plastic
from Becoming Waste in Asia Pasific Report. BSR. Hongkong.

Luchese, C.L., Pavoni, J.M.F., Dos Santos, N.Z., Quines, L.K., Pollo, L.D., Spada J.C.,
Tessaro, I.C. 2018. Effect of Chitosan Addition on the Properties of Film Prepared
with Corn and Cassava Starch. J Food Sci Technol 55(8): 2963-29873

Ma, X., Yu, J., & Kennedy, J.F. 2005. Studies on the Properties of Natural Fibers –
Reinforced Thermopastic Starch Composites. Carbohydrate Polymers, 62(1), 19-24

Maran, J.P., Sivakumar, V., Sridhar, R., Thirugnanasambandham, K. 2013. Development of


Model for Barrier and Optical Properties of Tapioca Starch Based Edible Film.
Carbohydr Polym. 92:1335-1347

59
Marbun, E.S. 2012. Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar Menggunakan Penguat
Logam ZnO dan Penguat Alami Selulosa. Universitas Indonesia. Depok

Marfu’ah, Z. 2015. Pengaruh Variasi Komposit Low Density Polyethilene (LDPE) dan
Pati Bonggol Pisang Untuk Pembuatan Plastik Biodegradable. Skripsi. Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang

Marichelvam, M.K., Jawaid, M., Asim, M. 2019. Corn and Rice Starch Based Bio-Plastic
as Alternative Packaging Materials. Fibers, 7(4), 32

Masoomi, M., Tavangar, M. and Razavi, S.M.R. 2015. Preparation and Investigation of
Mechanical and Antibacterial Properties of Poly (Ethylene Terephthalate)/
Chitosan Blend. RSC Advances , 5, 79200-79206.

Melani, A., Herawaty, N., Kurniawan, A.F. 2017. Bioplastk Pat Umbi Talas Melalui Proses
Melt Intercalation. Distilasi, Vol.2 No.2, Hal.53-67

Mistry, B.D. 2009. A Handbook of Spectroscopic Data Chemistry (UV, IR, PMR, CNMR
and Mass Spectroscopy). Oxford Book Company. New Delhi

Mostafa, N.A., Farag, A.A., Abodief Hala M., & Tayeb,A.M. 2018. Production of
Biodegradable Plastic from Agricultural Wastes. Arabian Journal of Chemistry,
11(4), 546-553

Mujiarto, Iman. 2005. Sifat dan Karakterisasi Material Plastik dan Bahan Aditif. Traksi,
Vol.3. No.2

Nahwi, N.F. 2016. Analisis Pengaruh Penambahan Plasticizer Gliserol pada


Karakteristik Edible Film dari Pati Kulit Pisang Raja, Tongkol Jagung dan
Bonggol Eceng Gondok. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Malang

Nasution, R.S. 2015. Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik. Journal of Islamic
Science and Technology 1, no.1. Hal. 97-104

Ningsih, S.H. 2015. Pengaruh Plasticizer Gliserol terhadap Karakteristik Edible Film
Campuran Whey dan Agar. Skripsi. Universitas Hasanudin. Makasar

Ningwulan, M.P.S. 2012. Pembuatan Biokomposit Edible Film dari Gelatin / Bacterial
Cellulose Microcrystal (BCMC) : Variasi Konsentrasi Matriks, Filler, dan Waktu
Sonikasi. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok

Noorbakhsh-Soltani, S.M., Zerafat, M.M., & Sabbaghi, S. 2018. A Comparative Study of


Gelatin and Starch Based Nano Composite Films Modified by Nano Cellulose
and Chitosan for Food Packaging Applications. Carbohydrate Polymers, 189, 48-
55

60
Nurindra, A.P., Alamsjah, M.A., Sudarno. 2015. Karakterisasi Edible Film dari Pati
Propagul Mangrove Lindur (bruguieragymnorhiza) dengan Penambahan
Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebagai Pemlastis. Jurnal Ilmiah perikanan dan
Kelautan. 7(2):125-132

Offiong, E. U. and Ayodele, S. L . 2016. Preparation and Characterization of


Thermoplastic Starch from Sweet Potato 7(5), pp. 438–443.

Pardosi, D. 2008. Pembuatan Material Selulosa Bakteri dalam Medium Air Kelapa
Melalui Penambahan Sukrosa, Kitosan, dan Gliserol Menggunakan Acetobacter
xylinum. Tesis. Universitas Sumtera Utara. Medan

Park, S.Y., Marsh, K.S., Rhim, J.W. 2002. Characteristic of Different Molecular Weight
Chitosan Film Affected by the Type of Organic Solvent. Journal of Food Science
67, 194-197

Pellisari, FM., Grossmann, M.V.E., Yamashita, F., & Pineda, E.A.G. 2009. Antimicrobial
Mechanical and Barrier Properties of Cassava Starch Chitosan Film Incorporated
with Oregano Essential Oil. Jorunal of Agricultural and Food Chemistry, 57(16),
7499-7504

Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter
Aerobik. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pradana, T.D. 2018. Pengolahan Limbah Cair Tahu Untuk Menurunkan Kadar TSS dan
BOD. Universitas Muhammadiyah Pontianak. Pontianak

Praseptiangga, D. 2016. Development of Seaweed-based Biopolymers for Edible Film


and Lectins. IOP Conf.Series: Materials Science and Engineering 193 012003 : IOP
Publishing.

Putra, A.D., Amri,I., Irdoni. 2019. Sintesis Bioplastik Berbahan Dasar Pati Jagung
dengan Penambahan Filler Selulosa Serat Daun Nanas (Ananas cosmosus).
Universitas Riau. Riau

Radhiyatullah, A. 2015. Pengaruh Berat Pati dan Volume Plasticizer Gliserol terhadap
Karakteristik Film Bioplastik Pati Kentang. Jurnal Teknik Kimia USU Vol.4 No.3: 53-
59

Rahmawati, F. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan Limbahnya.


Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta

R Geyer, JR Jambeck, KL Law. 2017. Production, Use, and Fate of All Plastic Ever
Made. Science Advance Vol.3, no. 7

Reddy, R.L., Reddy, V.S., Gupta, G.A. 2013. Study of Bioplastic as Green & Sustainable
Alternative to Plastic. International Journal Of Emerging Technology and Advanced
Engineering, Volume 3, Issue 5

Safriani. 2000. Produksi Biopolimer Selulosa Asetat dari Nata de Soya. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor

61
Saharan, B.S., Ankita, and Sharma, D,. 2012. Bioplastic For Sustainable Development: A
Review. International Journal of Microbial Resource Technology, Vol.1, No.1

Saleh, D. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Selulosa Mikrobial dari Whey serta
Pengaruh Iodium pada Sifat Mekanik, Listrik dan Absorpsi terhadap Limbah
MgCl2, Mg(OH)2, dan HCl. Disertasi. Universitas Indonesia. Depok

Sanjaya, I.G., Puspita, T. 2011. Pengaruh Penambahan Kitosan dan Plasticizer Gliserol
pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati Limbah Kulit Singkong. Insitut
Teknologi Surabaya. Surabaya

Sanyang, L.M., Sapuan, S.M., Jawaid, M., Ishak, M.R, Sahari, J. 2015. Effect of Plasticizer
Type and Concentration on Tensile, Thermal and Barrier Properties of
Biodegradable Films Based on Sugar Palm (Arenga pinnata) Starch. Polymers, 7,
1106-1124

Sarwasih, I. 2017. Pengaruh Limbah Cair Terhadap Pertumbuhan Sawi Caisim


(Brassica rapa var. parachinensis L.) dengan Teknik Hidroponik Rakit Apung.
Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan. Lampung

Selpiana, Patricia, Anggraeni, CP. 2016. Pengaruh Penambahan Kitosan dan Gliserol
pada Pembuatan Bioplastik dari Ampas Tebu dan Ampas Tahu. Jurnal Teknik
Kimia No.1 Vol.22

Sen, R. 2017. Synthesis and Testing of Corn Starch Based Biodegradable Plastic and
Composite. Malaviya National Institute of Technology Jaipur. India

Setiani, W., Sudiarti,T., Rahmidar, L. 2013. Preparasi dan Karakterisasi Edible Film dari
Poliblend Pati Sukun- Kitosan. Valensi, Vol.3 No.2, hal 100-109. ISSN:1978-8193

Setiawan, Iwan. 2018. Karakterisasi Komposit Bioplastik Berbasis Pati Kulit Singkong
dengan Nanosilika Sekam Padi. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Shah Ali A, F. Hasan, A. 2008. Biological Degradation of Plastic: A Comprehensive


Revier. J. Biotechnology

Sharma, C., Manepalli, P.H., Thatte, A., Thomas, S., Kalarikkal, N., Alavi.S. 2017.
Biodegradable Starch/ PVOH/ Laponite RD-Based Bionanocomposite Films
Coated with Graphene Oxide: Preparation and Performance Characterization for
Food Packaging Applications. Colloid and Polymers Science, 295, 1695-1708

Shen, X.L., Wu, J., Chne, Y., & Zhao, G. 2010. Antimicrobial and Physical Properties of
Sweet Potato Starch Films Incorporated with Potassium Sorbate or Chitosan.
Food Hydrocolloids, 24(4), 285-290

Sprajcar, M., Horvat, P., Krzan, A. 2012. Bioplastic: Origin, Formation and
Decomposition. National Institute of Chemistry. Slovenia

62
Sofia, I., Murdiningsih, H., Yanti, N. 2016. Pembuatan dan Kajian Sifat Sifat Fisikokimia,
Mekanikal, dan Fungsional Edible Film dari Kitosan Udang Windu. JBAT 5(2): 54-
60

Souza, A.C., Benze, R., Ferrao, E.S. 2012. Cassava Starch Biodegradable Films:
Influence of Glyserol and Clay Nanoparticles Content On Tensile and Barrier
Properties and Glass Transition Temperature. University of Sao Paulo. Brazil

Sudaryati, H.P. , Mulyani, S.T., and Hansyah, E.R., 2010. Physical and Mechanical
Properties of Edible Film from Porang (Amorphopallus oncophyllus) Flour and
Carboxymethil- Cellulose. Jurnal Teknologi Pertanian 11(30: 196-201

Sumartini, S. 2015. Teknologi Modifikasi Bioplastik dengan Filler Batang Sorgum pada
Pembuatan Bioplastik Berbasis Sorgum - Euchema spinosum. Universitas
Lampung. Bandarlampung (metode)

Suryanto, H., Wahyuningtyas, N.E., Wanjaya, R., Puspitasari, P., Sukarni, S. 2016. Struktur
dan Kekerasan Bioplastik dari Pati Singkong. Politeknik Negeri Malang. Malang

Sutan, S.M., Maharani, D.M., Febriari, F. 2018. Studi Karakteristik Sifat Mekanik
Bioplastik Berbahan Pati – Selulosa Kulit Siwalan (Borassus flabellifer). Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol.6 No.2, Pp: 156-171

Syamsu, K., Pandji, C., Lumbanraja, E.R. 2008. Pengaruh Penambahan Polioksietilen-
(20)-Sorbitan Monolaurat pada Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat
(PHA) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu. J
Tek. Ind. Pert. 18(1):41-46

United Nation Environment Programme (UNEP). 2018. SINGLE USE PLASTICS: A


Roadmap for Sustainability

Vasconez Maria, B., Flores, K.S., Campos., C.A., Alvarado, J., Gerschenson, L.N. 2009.
Antimicrobial Activity and Physical Properties of Chitosan – Tapioca Starch
Based Edible Films and Coatings. Food Research International, 762-769

Victoria, A.V. 2016. Kontaminasi Mikroplastik di Perairan Tawar. Institut Teknologi


Bandung. Bandung

Vieira, M.G.A., da Silva, M.A., Dos Santos, L. O.,and Beppu, M.M. 2011. Natural-Based
Plasticizers and Biopolymers Films: A Review

Wardana, A.A. 2016. Pembuatan Pelapis Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel


ZnO dan Asam Stearat serta Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal. Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

63
Waryat, Romli, M., Suryani, A., Yuliasih, I., Johan, S. 2013. Karakteristik Morfologi,
Termal, Fisik-Mekanik, dan Barrier Plastik Biodegradabel Berbahan Baku
Komposit Pati Termoplastik – LLDPE/HDPE. Agritech. 33(2):197-207

Widianarko, B. 2018. Mikroplastik dalam Seafood dari Pantai Utara Jawa. Universitas
Katolik Soegijapranata. Semarang

Widowati, LR., Nurhayati LI., Charlena, Dwiningsih S., Adiningsih, JS. 2003. Daya Serap
Iceptisol Brebes Terhadap Logam Berat Cadmium (Cd) dan Serapannya pada
Tanaman Indikator Bawang Merah. Jurnal Tanah dan Iklim 21: 69-77

World Economic Forum, 2016. The New Plastic Economy: Rethinking the Future of
Plastic

Wright, S.L., Kelly, F.J. 2017. Plastic and Human Health: A Micro Issue?. Environ Sci
Technol. DOI:10.1021/acs.est.7b00423

Yudhistira, B. 2016. Karakterisasi Limbah Cair Industri Tahu dengan Koagulan yang
Berbeda (Asam Asetat dan Kalsium Sulfat). Journal of Sustainable Agriculture,
Vol.31, No.2, Hal.137-145

Yuniarti, L.L., Hutomo, G.S., Rahim, A. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Bioplastik
Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sp.). Jurnal Agrotekbis 2 (1): 38-46 ISSN: 2238 –
3011

Yurida, Mutia, E. Afriani, dan Susila Arita R. 2013. Pengaruh Kandungan CaO
JenisAdsorben Semen Terhadap Kemurnian Gliserol. Jurnal Teknik Kimia No.2,
Vol.19, April 2013

Zhang, Y., Rempel, C., Liu Q. 2014. Thermoplastic Starch Processing and
Characteristics – A Review. Crit. Rev. Food Sci Nutr, 54, 1353-1370

Zhong, Q.P dan Xia, W.S. 2008. Physicochemical Properties of Chitosan Based Films.
Food Technol. Biotechnol. 46 (3) 262-269

Zhou, Huijuan. 2016. Physico-chemical Properties of Bioplastic and Its Application for
Fresh Cut Fruits Packaging. Theses. Hokkaido University. Japan

64
LAMPIRAN

Lampiran 1. Jenis Polimer Utama Plastik Sekali Pakai dan Produk yang Dihasilkan

Jenis Polimer Produk yang dihasiilkan

Botol minuman sekali pakai

PET (Polyethilene Terephtalate)

Botol susu, botol shampoo, galon air minum

HDPE (High Density Polyethilene)

Kantong plastik, plastik kemasan makanan,


nampan

LDPE (Low Density Polyethilene)

Kemasan makanan ringan, tutup botol,


sedotan

PP (Polyprophilena)

Styrofoam, piring dan garpu plastik

PS (Polystyrene)

65
Lampiran 2. Kriteria, Ambang Batas, dan Metode Uji/ Verifikasi Tas Belanja Plastik dan
Bioplastik Mudah Terurai

66
67
Lampiran 3. Hasil Pengujian Ketebalan Bioplastik dan Uji Anova

a. Hasil Pengujian Ketebalan Bioplastik


ANALISA KETEBALAN
Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rerata (mm)
K1G1 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
K1G2 0.075 0.075 0.05 0.075 0.06875
K1G3 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
K2G1 0.05 0.075 0.05 0.05 0.05625
K2G2 0.075 0.05 0.05 0.05 0.05625
K2G3 0.05 0.05 0.075 0.075 0.0625
K3G1 0.075 0.075 0.075 0.05 0.06875
K3G2 0.15 0.125 0.075 0.1 0.1125
K3G3 0.025 0.05 0.05 0.05 0.04375
Kontrol 0.05 0.05 0.075 0.05 0.05625
Kresek Hitam 0.025 0.05 0.025 0.025 0.03125

b. Uji ANOVA Ketebalan Bioplastik


Sumber
db JK KT Fhit F(0.05) F(0.01) Keterangan
variasi
Perlakuan 8 0.0133 0.0017 7.3462 2.3000 3.2600 **
A (kitosan) 2 0.0025 0.0013 5.6154 3.3500 5.4900 **
B (gliserol) 2 0.0048 0.0024 10.6923 3.3500 5.4900 **
AB
4 0.0059 0.0015 6.5385 2.7300 4.1100 **
(kombinasi
Galat 27 0.0061 0.0002

FK = 0.1437
JKT = 0.0193
Keterangan:
*berpengaruh nyata
**berpengaruh sangat nyata

68
Lampiran 4 Hasil Pengujian Kuat Tarik Bioplastik dan Uji Anova

a. Hasil Pengujian Kuat Tarik Bioplastik


Gaya Luas Permukaan Kuat Tarik Rata rata
Sampel
(kgf) (cm2) ( kgf/cm2) ( kgf/cm2)
K1G1 3.5 32 0.109375
1.5 32 0.046875
1.2 32 0.0375 0.064583333
K1G2 1.6 32 0.05
1.9 32 0.059375
2.1 32 0.065625 0.058333333
K1G3 0.8 32 0.025
2.5 32 0.078125
4.5 32 0.140625 0.08125
K2G1 2.7 32 0.084375
2.4 32 0.075
3.6 32 0.1125 0.090625
K2G2 6.3 32 0.196875
5 32 0.15625
4.3 32 0.134375 0.1625
K2G3 2.9 32 0.090625
2.1 32 0.065625
4.4 32 0.1375 0.097916667
K3G1 4.5 32 0.140625
4.4 32 0.1375
3.7 32 0.115625 0.13125
K3G2 1.8 32 0.05625
4.3 32 0.134375
3.4 32 0.10625 0.098958333
K3G3 5 32 0.15625
3.2 32 0.1
1.9 32 0.059375 0.105208333
KONTROL 3.3 32 0.103125 0.103125
PLASTIK 1.3 32 0.040625 0.040625
KRESEK

69
b. Uji Anova Kuat Tarik Bioplastik
Sumber
db JK KT Fhit F(0.05) F(0.01) Keterangan
variasi
Perlakuan 8 0.02505 0.00313 2.39 2.58 3.85
A (kitosan) 2 0.01304 0.00652 4.98 3.55 6.01 *
B (gliserol) 2 0.00078 0.00392 0.3 3.55 6.01 TN
AB
4 0.01121 0.00280 2.14 2.93 4.58 TN
(kombinasi
Galat 27 0.02354 0.00130

FK =0.2642
JKT =0.0485
Keterangan:
*berpengaruh nyata
**berpengaruh sangat nyata

70
Lampiran 5 Hasil Pengujian Perpanjangan Putus Bioplastik dan Uji Anova

a. Hasil Pengujian Perpanjangan Putus Bioplastik


Panjang Awal Panjang Akhir Elongasi
Sampel
(cm) (cm) (%)
K1G1 80 13 16.25
80 12 15
80 16 20
K1G2 80 18 22.5
80 19 23.75
80 19 23.75
K1G3 80 7 8.75
80 17 21.25
80 12 15
K2G1 80 8 10
80 8 10
80 9 11.25
K2G2 80 38 47.5
80 34 42.5
80 36 45
K2G3 80 32 40
80 32 40
80 32 40
K3G1 80 32 40
80 26 32.5
80 29 36.25
K3G2 80 17 21.25
80 11 13.75
80 14 17.5
K3G3 80 11 13.75
80 13 16.25
80 12 15
KONTROL 80 6 7.5
PLASTIK 80 50 62.5
KRESEK

71
b. Uji ANOVA Perpanjangan Putus Bioplastik
Sumber
variasi db JK KT Fhit F(0.05) F(0.01) Keterangan

Perlakuan 8 3848.032 481.004 52.27 2.51 3.71


A (kitosan) 2 829.629 414.814 45.08 3.55 6.01 **
B (gliserol) 2 259.143 129.571 14.08 3.55 6.01 **
AB
4 2759.259 689.81 74.96 2.93 4.58 **
(kombinasi
Galat 27 165.625 9.201

FK =16072.28
JKT =4013.657
Keterangan:
*berpengaruh nyata
**berpengaruh sangat nyata

72
Lampiran 6 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Bioplastik dan Uji Anova

a. Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Bioplastik


Sampel Kuat Tarik (kgf/cm2) Elongasi (%) Elastisitas (kgf/cm2)
K1G1 0.109375 16.25 0.00673
0.046875 15 0.00313
0.0375 20 0.00188
K1G2 0.05 22.5 0.00222
0.059375 23.75 0.00250
0.065625 23.75 0.00276
K1G3 0.025 8.75 0.00286
0.078125 21.25 0.00368
0.140625 15 0.00938
K2G1 0.084375 10 0.00844
0.075 10 0.00750
0.1125 11.25 0.01000
K2G2 0.196875 47.5 0.00414
0.15625 42.5 0.00368
0.134375 45 0.00299
K2G3 0.090625 40 0.00227
0.065625 40 0.00164
0.1375 40 0.00344
K3G1 0.140625 40 0.00352
0.1375 32.5 0.00423
0.115625 36.25 0.00319
K3G2 0.05625 21.25 0.00265
0.134375 13.75 0.00977
0.10625 17.5 0.00607
K3G3 0.15625 13.75 0.01136
K3G3 0.1 16.25 0.00615
0.059375 15 0.00396
Kontrol 0.103125 7.5 0.01375
Kresek 0.040625 62.5 0.00065

73
b. Uji ANOVA Modulus Elastisitas Bioplastik
Sumber
db JK KT Fhit F(0.05) F(0.01) Keterangan
variasi
Perlakuan 8 0.000111 0.000013 2.52 2.51 3.71
A (kitosan) 2 0.000013 0.000006 1.27 3.55 6.01 TN
B (gliserol) 2 0.000008 0.000004 0.73 3.55 6.01 TN
AB
4 0.000086 0.000021 4.04 2.93 4.58 *
(kombinasi)
Galat 18 0.000098 0.000054

FK = 0.000627
JKT = 0.000209
Keterangan:
*berpengaruh nyata
**berpengaruh sangat nyata

74
Lampiran 7 Hasil Pengujian Daya Serap Air Bioplastik

Nama Sampel Massa Sebelum (gr) Massa Setelah (gr) Daya Serap Air (%)
Kontrol 0.136 0.176 22.73
Plastik
0.006 0.009 33.33
Kresek
K1G1 0.046 0.124 62.90
K1G2 0.094 0.208 54.81
K1G3 0.158 0.438 63.93
K2G1 0.166 0.624 73.40
K2G2 0.309 0.418 26.08
K2G3 0.196 0.502 60.96
K3G1 0.115 0.287 59.93
K3G2 0.095 0.317 70.03
K3G3 0.119 0.28 57.5

75
Lampiran 8. Dokumentasi Sampel Bioplastik

Sampel K1G1

Sampel K1G2

Sampel K1G3

76
Sampel K2G1

Sampel K2G2

Sampel K2G3

77
Sampel K3G1

Sampel K3G2

Sampel K3G3

78
Sampel Kontrol Nata de Soya

Sampel Plastik Konvensional (Kresek Hitam)

79
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Limbah Cair Tahu

Nata de soya

80
Proses Pembuatan Bioplastik

Pencetakan Bioplastik

81
Hasil Bioplastik

Sampel Bioplastik untuk Pengujian

82

Anda mungkin juga menyukai