Anda di halaman 1dari 75

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN ASAM SITRAT TERHADAP

SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG PORANG


(Amorphophallus oncophyllus)

GILANG SAHENDRA
J1A118025

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN ASAM SITRAT TERHADAP
SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG PORANG
(Amorphophallus oncophyllus)

GILANG SAHENDRA
J1A118025

Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
iv
RIWAYAT HIDUP
RIWAYAT HIDUP

Gilang Sahendra, dilahirkan di Karang Dapo II, 23 Maret


2000. Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Suami Istri Bapak Periyanto dan Ibu Yeni Sriwati. Penulis
menempuh pendidikan formal sejak tahun 2006-2018.
Penulis memulai dengan Sekolah Dasar di SD Negeri Setia
Marga pada tahun 2006-2012. Penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri
Karang Dapo pada tahun 2012-2015. Penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2
Sarolangun pada tahun 2015-2018. Pada tahun 2018 penulis
diterima sebagai Mahasiswa di Universitas Jambi, Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian melalu jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Program Strata Satu (S1).
Selama menjalani perkuliahan di Universitas Jambi, Penulis dibimbing, diarahkan
dan dinasehati oleh Dosen Pembimbing Akademik (PA) yaitu Ibu Ulyarti, S.TP., M.Sc.
Setelahnya Penulis melaksanakan Magang di PT. Cassia Co-op (Perusahaan Kayu Manis
dan Minyak Nilam) yang berada Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Dengan proyek
berupa upaya penurunan persentase losses material daun nilam (Pogostemon cablin
Benth) dibawah bimbingan Ibu Ir. Indriyani, MP.
Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Juni-September 2022 dengan Judul
Skripsi Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung Porang
(Amorphophallus oncophyllus) dibawah bimbingan dan arahan Ibu Ulyarti, S.TP., M.Sc
dan Bapak Mursyid, S.Gz., M.Si. Selanjutnya pada tanggal 9 Januari 2023 Penulis
melaksanakan ujian skripsi dan dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknologi Pertanian
(S.TP).

PERSEMBAHAN

untuk papa, mama, adik


beserta keluarga
dan untuk sahabat cc-op tercinta

vi
Gilang Sahendra. J1A118025. Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat
terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus).
Pembimbing : Ulyarti, S.TP., M.Sc dan Mursyid, S.Gz., M.Si

RINGKASAN

Porang (Amorphophallus oncophyllus) secara khusus telah banyak dikenal


luas di pulau Jawa namun masih sangat terbatas atau belum banyak upaya
pengembanganya. Salah satu alasan terbatasnya pengembangan porang adalah
adanya kandungan kalsium oksalat yang tinggi. Kalsium oksalat yang terdapat pada
bahan pangan dapat menyebabkan iritasi pada kulit, gatal serta pengkristalan pada
ginjal (batu kalsium oksalat). Penelitian ini melakukan reduksi kalsium oksalat
secara kimiawi dengan perendaman umbi porang pada larutan asam sitrat. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam sitrat dan
konsentrasi asam sitrat terbaik terhadap sifat fisik dan kimia tepung porang
(Amorphophallus oncophyllus) yang dihasilkan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 taraf
perlakuan dan 4 kali pengulangan sehingga diperoleh 20 satuan percobaan.
Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi larutan asam sitrat, yaitu sebagai
berikut: 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Parameter yang diamati yaitu analisa kadar
kalsium oksalat, kadar air, kadar protein, analisis warna, daya serap air, daya serap
minyak, pH (derajat keasaman) dan rendemen. Data yang diperoleh akan dianalisis
menggunakan ANOVA taraf 1% dan 5%. Apabila terdapat pengaruh perlakuan,
maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan new Multiple Range Test pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan Perlakuan perendaman umbi porang dalam
berbagai konsentrasi asam sitrat berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium oksalat,
kadar air, kadar protein, warna, daya serap minyak, pH dan rendemen namun tidak
berpengaruh nyata terhadap daya serap air. Karakteristik fisik dan kimia tepung
umbi terbaik terdapat pada perendaman umbi porang dalam larutan asam sitrat
konsentrasi 10% yang memiliki karakteristik kadar kalsium oksalat 35,70 mg/100g,
kadar air 8,92%, kadar protein 3,24%, nilai L* 88,75, nilai a* 5,75, nilai b* 33,25,
daya serap air 1686,26%, daya serap minyak 107,56%, derajat asam (pH) 3,28, dan
rendemen 21,89%.
Kata kunci : Porang, tepung porang, asam sitrat dan kalsium oksalat

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang maha
pengasih lagi maha penyayang, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi
Larutan Asam Sitrat terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung Porang
(Amorphophallus oncophyllus)“.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan, arahan, motivasi, dan
nasehat serta dukungan dari berbagai pihak hingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suandi, M.Si selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Jambi.
2. Bapak Dr. Fitry Tafzi, S.TP., M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi
Pertanian, Universitas Jambi.
3. Bapak Addion Nizori, S.TP., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian.
4. Ibu Ulyarti, S.TP., M.Sc selaku Dosen Pembimbing Skripsi I sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan saran serta ilmu kepada penulis.
5. Bapak Mursyid, S.Gz., M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II penulis
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran serta ilmu kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk penyempurnaan lebih lanjut. Semoga skripsi penelitian ini dapat
memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi pembaca.

Jambi, Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

RINGKASAN .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Porang (Amorphophallus oncophyllus) .................................................... 6
2.2 Tepung Porang ......................................................................................... 8
2.3 Asam Sitrat (C6H8O7) ............................................................................. 10
2.4 Oksalat .................................................................................................... 12
2.5 Reduksi Kandungan Oksalat .................................................................. 14
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 18
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 18
3.2 Alat dan bahan ........................................................................................ 18
3.3 Rancangan Penelitian ............................................................................. 18
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................. 19
3.5 Parameter Penelitian ............................................................................... 20
3.6 Analisis Data .......................................................................................... 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 26
4.1 Kalsium Oksalat ..................................................................................... 26
4.2 Kadar Air ................................................................................................ 28
4.3 Kadar Protein .......................................................................................... 30
4.4 Warna ..................................................................................................... 32
4.5 Daya Serap Air ....................................................................................... 35
4.6 Daya Serap Minyak ................................................................................ 36
4.7 pH (Derajat Keasaman) .......................................................................... 38
4.8 Rendemen ............................................................................................... 39
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 41
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 41
5.2 Saran ....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42
LAMPIRAN ......................................................................................................... 49

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar: ....................................................................................................... Halaman


1. Tanaman Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) ...................................7
2. Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus)...................................................7
3. Chips Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) ........................................9
4. Rumus Bangun Asam Sitrat ...........................................................................11
5. Rumus Bangun Kalsium Oksalat ....................................................................12
6. Bentuk Kristal Kalsium Oksalat .....................................................................14
7. Tepung Porang Hasil Perendaman Pada Berbagai Konsentrasi Larutan
Asam Sitrat ......................................................................................................33
8. Reaksi Pembentukan Kompleks Asam Sitrat dengan Logam Tembaga (Cu) ...... 34

iv
DAFTAR TABEL

Tabel:........................................................................................................... Halaman
1. Komposisi Kimia Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus)/ 100 gram ....8
2. Komposisi Kimia Tepung Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) .......9
3. Sifat Fisika Asam Sitrat ..................................................................................12
4. Nilai Rata – Rata Kadar Kalsium Oksalat Tepung Porang Dengan
Perendaman Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat ................................26
5. Nilai Rata-Rata Kadar Air Tepung Porang Dengan Perendaman Berbagai
Konsentrasi Larutan Asam Sitrat ....................................................................29
6. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Tepung Porang Dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat .....................................................31
7. Nilai Rata-Rata Nilai L* a* b* Tepung Porang Dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat .....................................................33
8. Nilai Rata-Rata Daya Serap Air Tepung Porang Dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat .....................................................35
9. Nilai Rata-Rata Daya Serap Minyak Tepung Porang Dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat .....................................................37
10. Nilai Rata-Rata pH (Derajat Keasaman) Tepung Porang Dengan
Perendaman Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat ................................39
11. Nilai Rata-Rata Rendemen Tepung Porang Dengan Perendaman Berbagai
Konsentrasi Larutan Asam Sitrat ....................................................................40

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: .................................................................................................... Halaman


1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Porang ...........................................50
2. Data Hasil Analisis Ragam Uji Kadar Kalsium Oksalat.................................51
3. Data Hasil Analisis Ragam Uji Kadar Air ......................................................52
4. Data Hasil Analisis Ragam Uji Kadar Protein ................................................53
5. Data Hasil Analisis Ragam Uji Warna ...........................................................54
6. Data Hasil Analisis Ragam Uji Daya Serap Air .............................................58
7. Data Hasil Analisis Ragam Uji Daya Serap Minyak ......................................59
8. Data Hasil Analisis Ragam Uji pH (Derajat Keasaman) ................................60
9. Data Hasil Analisis Ragam Uji Rendemen .....................................................61
10. Pembuatan Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus) dan Pengujian
Karakteristik Fisik dan Kimia .........................................................................62

vi
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, dengan sebagian besar penduduk


berprofesi di bidang pertanian. Indonesia memiliki lahan pertanian yang sangat luas
dan tersebar diseluruh wilayah dengan berbagai jenis tanaman. Keberagaman jenis
tanaman tersebut menguntungkan berbagai sektor salah satunya di sektor pangan,
yang berpotensi sebagai bahan baku pangan serta pemenuhan kebutuhan pokok.
Menurut Hatmi dan Djaafar (2014) umbi-umbian merupakan salah satu bahan
pangan yang banyak terdapat di Indonesia, seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, kimpul,
uwi, gadung, suweg, ganyong dan porang.

Menurut Kemenko Perekonomian (2021) pada tahun 2020, nilai ekspor


porang di Indonesia mencapai angka USD 19,65 juta dengan volume sebesar 8.570
ton. Tanaman porang secara khusus telah banyak dikenal luas di pulau Jawa namun
masih sangat terbatas atau belum banyak upaya pengembanganya (Pasaribu et al,
2019). Menurut Ni`maturohmah (2019) upaya yang dilakukan masyarakat agar
umbi tidak membusuk adalah dengan mengolahnya secara tradisional menjadi chips
porang. Fernida (2009) menyatakan bahwa belum banyak orang yang mengetahui
manfaat dari umbi porang, dan sebagian besar menganggap bahwa porang hanya
berupa gulma yang tidak mempunyai manfaat.

Sama halnya dengan umbi-umbian lain, umbi porang juga mengandung


karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan serat pangan. Ciri spesifik yang
membedakannya adalah kandungan glukomanan (mannan) yang relatif tinggi pada
umbi porang. Porang (Amorphophallus oncophyllus) mengandung hingga sekitar
55% mannan dalam basis kering (tepung porang) (Sumarwoto, 2005). Glukomanan
merupakan serat pangan rendah kalori yang telah banyak digunakan pada produk
pangan. Pada industri pangan, glukomanan berfungsi menggantikan agar-agar,
gelatin hingga bahan pengental dan bahan pengenyal. Fungsinya sebagai bahan
pengenyal berpeluang mengurangi penggunaan boraks yang berisiko bagi
kesehatan (Haryani dan Hargono, 2008).

1
Porang termasuk dalam kelas Monokotiledon, bangsa Arales, famili
Araceae, genus Amorphophallus (Puslitbangtan, 2015). Porang memiliki kesamaan
dengan beberapa jenis umbi-umbian lain yang termasuk dalam famili araceae (suku
talas-talasan) seperti talas, kimpul, suweg dan senthe yang juga mengandung
senyawa kalsium oksalat, sehingga diperlukannya perlakuan pendahuluan sebelum
diolah menjadi produk pangan yang aman dikonsumsi (Pulitbang Porang Indonesia,
2013). Rasmito dan Widari (2018) melaporkan pada 100 gram umbi porang segar
mengandung 0,25% senyawa kalsium oksalat. Sedangkan dalam basis kering
berupa tepung porang, senyawa kalsium oksalat yang ada mencapai 0,81%
(Dwiyono et al, 2014). Faridah dan Widjanarko (2013) menjelaskan bahwa
kandungan kalsium oksalat yang terdapat pada bahan pangan dapat menyebabkan
iritasi pada kulit, gatal serta pengkristalan pada ginjal (batu kalsium oksalat)
sehingga menjadi salah satu alasan kurangnya pemanfaatan porang sebagai bahan
pangan. Kumoro et al (2014) mengatakan bahwa ambang batas kadar kalsium
oksalat pada bahan makanan yang tidak berbahaya adalah senilai 71 mg/100 g.
Kemudian Knudsen dalam Suharti et al (2019) menjelaskan bahwa batas yang aman
dalam mengkonsumsi kalsium oksalat bagi orang dewasa berkisar 600 hingga 1250
mg per hari dalam periode 6 minggu berturut-turut.

Menurut Yuanita (2008) kandungan oksalat dalam umbi dapat dihilangkan


dengan beberapa perlakuan seperti, perlakuan fisik, kimiawi dan mekanis.
Beberapa perlakuan secara fisik sederhana diantaranya melalui proses pencucian,
perebusan serta pengukusan. Pencucian umbi dengan air biasa tidak efektif dalam
mereduksi kalsium oksalat yang bersifat tidak larut dalam air. Proses pencucian
hanya mampu mereduksi senyawa asam oksalat (Wardani dan Handrianto, 2019).
Dewi et al (2017) melaporkan bahwa metode pengukusan dengan penambahan
arang aktif hanya mampu menurunkan 7,94% kadar kalsium oksalat yang terdapat
pada umbi talas.

Proses secara mekanis dalam mereduksi oksalat yakni dengan cara


penepungan. Beberapa metode penepungan yang pernah dilakukan adalah metode
Ball Mill, Stamp Mill dan Hammer Mill. Ketiga metode penepungan tersebut
membutuhkan adanya penggunaan alat berupa mesin Milling, sehingga bukan satu-
satunya solusi terbaik yang dapat dipilih. Kusumawardhani (2007) dalam Sutrisno

2
(2011) telah melakukan proses penepungan umbi porang menggunakan metode
Hammer Mill beserta memisahkan kalsium oksalat dari glukomanan menggunakan
cyclone. Metode tersebut kemudian dinyatakan tidak efektif dalam memisahkan
kalsium oksalat, serta panas yang dihasilkan dari proses penepungan dapat merusak
glukomanan yang ada. Kemudian menurut Dananjaya (2010) penggunaan metode
penepungan lainnya seperti metode Stamp Mill memerlukan waktu penepungan
yang lama yakni berkisar 8-10 jam, namun hanya menghasilkan rendemen sebesar
50-60% saja.

Upaya lainnya dalam mereduksi kandungan kalsium oksalat adalah dengan


perlakuan kimia. Proses tersebut dilakukan dengan tujuan dekomposisi kalsium
oksalat menjadi asam oksalat yang dapat larut dalam air dengan cara melarutkan
kalsium oksalat ke dalam pelarut kimia (Schumm, 1978 dalam Marliana, 2011).
Proses pencucian dan perendaman umbi menggunakan senyawa kimia berupa
larutan asam dapat menghilangkan kandungan kalsium oksalat secara optimal
(Wardani dan Handrianto, 2019).

Asam klorida (HCl) adalah salah satu senyawa yang dapat bereaksi secara
sempurna dengan kalsium oksalat, reaksi antara keduanya akan menghasilkan
endapan kalsium klorida dan asam oksalat (Schumm, 1978 dalam Marliana, 2011).
Menurut Agustin et al (2017) penggunaan HCl menimbulkan rasa dan bau asam
yang sangat kuat, dengan demikian penggunaan larutan asam berupa HCl tidak
dianjurkan. Widjanarko et al (2011) melaporkan bahwa tepung porang yang
diperoleh dari perlakuan maserasi dan pencucian dengan etanol secara bertingkat
(40, 60 dan 80%), pada tahap pencucian ke-3 selama 4 jam menghasilkan kadar
oksalat terendah. Sementara itu, Agustin et al (2017) melaporkan penggunaan asam
asetat dapat mereduksi kalsium oksalat pada umbi kimpul sebesar 66%. Namun
metode tersebut dinilai kurang efisien karena penggunaan etanol dan asam asetat
yang harganya cukup mahal.

Wardani dan Arifiyana (2021) melaporkan perlakuan terbaik pada


perendaman umbi porang dengan larutan jeruk nipis 5% hanya mampu menurunkan
kadar kalsium oksalat sebesar 31,79%. Muttakin et al (2015) juga menjelaskan
bahwa penggunaan larutan garam (NaCl) 10% dengan waktu perendaman 120

3
menit mampu menurunkan kadar oksalat sebesar 51,5% pada talas. Kemudian
Purwaningsih dan Kuswiyanto (2016) melaporkan hasil penelitiannya pada
perendaman irisan umbi talas dengan asam sitrat, diperoleh perlakuan terbaik yakni
perendaman umbi talas pada konsentrasi asam sitrat 5%. Pada perendaman selama
15 menit mampu mereduksi sebesar 41,74% kalsium oksalat. Kumoro et al (2014)
melaporkan bahwa kandungan kalsium oksalat pada talas segar terbilang tinggi
yang mencapai angka 770 mg/100g.

Wardani dan Handrianto (2019) menjelaskan bahwa perendaman umbi


dalam larutan asam ataupun garam dapat mereduksi kalsium oksalat, serta mampu
mencegah terjadinya reaksi browning pada produk yang dihasilkan. Hal tersebut
sejalan dengan Kumalaningsih et al (2012) dalam Wibowo et al (2017) bahwa
reaksi browning pada potongan umbi dapat diturunkan dengan perendaman umbi
pada konsentrasi asam sitrat 2%.

Asam sitrat diproduksi dalam bentuk kristal dan memiliki kriteria yang tidak
berwarna, berasa asam, tidak berbau dan lebih cepat larut dalam air panas (Winarno,
2002). Asam sitrat mudah ditemukan dipasaran dengan harga yang relatif murah.
Harga jual asam sitrat ini lebih murah dibandingkan dengan harga asam organik
lainnya (Surianti et al, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian terhadap umbi


porang untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan asam sitrat terhadap sifat
fisikokimia tepung porang yang dihasilkan dengan mengangkat judul “Pengaruh
Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung
Porang (Amorphophallus oncophyllus) “.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yakni :


1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam sitrat terhadap sifat fisik dan
kimia tepung porang (Amorphophallus oncophyllus) yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam sitrat yang terbaik terhadap sifat
fisik dan kimia tepung porang (Amorphophallus oncophyllus) yang dihasilkan.

4
1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi dan


ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Teknologi Hasil Pertanian tentang
karakteristik tepung porang (Amorphophallus oncophyllus) hasil perendaman
dengan perlakuan berbagai konsentrasi asam sitrat.

1.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis pada penelitian ini yakni :


1. Variasi konsentrasi larutan asam sitrat pada perendaman umbi porang
(Amorphophallus oncophyllus) dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia
tepung porang yang dihasilkan.
2. Terdapat konsentrasi larutan asam sitrat terbaik terhadap sifat fisik dan kimia
tepung porang (Amorphophallus oncophyllus) yang dihasilkan.

5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Porang (Amorphophallus oncophyllus)


Porang (Amorphophallus oncophyllus) sebelum ditemukan di Indonesia dan
Thailand awalnya berasal dari kepulauan Andaman India, selanjutnya menyebar
menuju timur melalui Myanmar (Sumarwoto, 2005). Menurut Perhutani (2013)
dalam Puslitbangtan (2015) umbi porang memiliki sebutan yang berbeda-beda di
beberapa daerah misalnya di Jawa selain nama aslinya, porang juga sering kali
disebut dengan nama iles-iles, badur dan acung atau acoan (suku sunda). Sedangkan
di Sumatera porang dikenal dengan nama kerubut.

2.1.1. Deskripsi Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus)

Klasifikasi tanaman umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) (Sari dan


Suhartati, 2015) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)


Sub-Kingdom : Tracheobionta (memiliki pembuluh)
Super-Divisi : Spermatophyta (memiliki biji)
Divisi : Magnoliophyta (memiliki bunga)
Kelas : Liliopsida (biji berkeping satu/monokotil)
Sub-Kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan)
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus oncophyllus

Umbi porang merupakan umbi tunggal yang hanya menghasilkan satu umbi
pada setiap pohon nya. Berat umbi porang dapat mencapai 3 Kg dengan diameter
hingga 28 cm. Bentuk umbi bulat agak lonjong, memiliki warna coklat tua pada
permukaan yang terdapat serabut akar tanpa bintil-bintil sedangkan pada bagian
dalam umbi berwarna kuning-kuning kecoklatan (Perhutani, 2013 dalam
Puslitbangtan, 2015).

6
Umbi porang tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl,
pada curah hujan antara 300-500 mm per bulan pada periode pertumbuhan dengan
suhu berkisar 25-35°C. Pada suhu rendah akan menyebabkan porang menjadi
dorman, sebaliknya pada suhu diatas 35°C dapat menyebabkan daun tanaman
menjadi terbakar (Sumarwoto, 2005).

Gambar 1. Tanaman Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) (Dokumentasi


Pribadi)

Gambar 2. Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) (Dokumentasi Pribadi)

2.1.2. Komposisi Kimia Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus)

Umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) mengandung polisakarida


yang dapat menyerap air serta memiliki kelebihan-kelebihan tertentu yang disebut
glukomanan. Adapun kelebihan dari glukomanan yakni bersifat sebagai serat
pangan, memiliki kemampuan gelatinisasi, sebagai pembersih saluran pencernaan,
mampu menurunkan kadar kolesterol dan gula darah. Porang Kuning
(Amorphophallus oncophyllus) merupakan jenis yang memiliki kandungan

7
glukomanan tertinggi dibandingkan varietas Amorphophallus lainnya (Arifin,
2001).

Berikut ini adalah kandungan gizi umbi porang (Amorphophallus


oncophyllus) per 100 gram umbi segar menurut Rasmito dan Widari (2018) yang
disajikan pada Tabel 1 :

Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) per 100


gram

Unsur Kimia Jumlah (%)

Air 81,50
Abu 1,15
Pati 6,95
Glukomanan 3,75
Kalsium Oksalat 0,25
Protein 0,95
Serat 2,60

(Sumber: Rasmito dan Widari, 2018)

2.2 Tepung Porang


Salah satu pengolahan pascapanen umbi porang adalah dengan mengolah
umbi menjadi tepung, yang dapat dilakukan dengan cara mengubah umbi segar
menjadi berbentuk chips kering. Kemudian chips kering tersebut yang selanjutnya
diolah menjadi produk berupa tepung. Untuk menghindari terjadinya reaksi
browning, pengolahan chips basah dapat dilakukan perendaman dalam larutan asam
atau garam dapur (Wardani dan Handrianto, 2019).

Pengeringan umbi porang segar dalam bentuk chips dapat dilakukan dengan
menggunakan oven ataupun pengeringan kontak langsung dengan sinar matahari
yang mana kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri
(Wardani dan Handrianto, 2019).

8
Gambar 3. Chips Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus)

Adapun komposisi kimia tepung porang menurut Dwiyono et al (2014)


disajikan pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Komposisi Kimia per 100 gram Tepung Porang (Amorphophallus


oncophyllus)

Komponen Kadar (%)


Air 11,85
Pati 31,36
Glukomanan 36,07
Serat Kasar 9,06
Protein 6,22
Abu 4,45
Lemak 0,54
Kalsium Oksalat 0,81
(Sumber : Dwiyono et al, 2014)

2.2.1. Pemanfaatan Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus)


Pemanfaatan tepung porang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
karena tingginya kadar glukomanan didalamnya. Dengan tingginya kemampuan
glukomanan untuk larut didalam air, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pangan
fungsional, pakan ternak, pengikat air, bahan pengental, penggumpal atau
pembentuk gel serta makanan diet rendah lemak dan kalori (Wang dan Johnson
2003). Di Jepang, China, dan Taiwan umumnya pembuatan konnyaku (mirip tahu)

9
dan shirataki (berbentuk mie) menggunakan tepung porang sebagai bahan baku
utama.

Beberapa penelitian terkait pemanfaatan tepung porang telah dilakukan di


Indonesia. Dalam pembuatan beras tiruan, tepung porang dapat ditambahkan
sebagai bahan campuran (komposit) (Yuwono, 2010). Tepung porang juga dapat
digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengenyal (Haryani dan Hargono,
2008). Kemudian Haryani et al (2012) menambahkan bahwa pemanfaatan tepung
porang sebagai bahan pengenyal dapat diaplikasikan pada pembuatan tahu. Selain
itu, dalam pembuatan sosis ayam tepung porang digunakan sebagai bahan pengikat
yang dicampur dengan tepung maizena sebagai bahan pengisinya, dengan proporsi
terbaik 3% : 22% (Anggraeni et al, 2014). Selanjutnya, pada pembuatan mie instan
terjadi peningkatan kandungan pati, lemak, protein, serat dan daya kembang mie
dengan adanya penambahan 1% tepung porang (Kurniawati, 2007). Kalsum (2012)
melaporkan bahwa dengan sifat larutan tepung porang yang kental dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penstabil untuk memperbaiki tekstur pada pembuatan
es krim.

2.3 Asam Sitrat (C6H8O7)

Asam sitrat merupakan asam organik dengan gugus tricarboxylic acid.


Asam sitrat memiliki nama kimia 2-hydroxy-1,2,3-propanetricarboxylic acid, serta
juga dikenal dengan β-hydroxytricaballylic acid (Ulman, 2002 dalam Pamudji dan
Rachmadani, 2009). Penggunaan asam sitrat dalam bahan makanan umumnya
sebagai bahan pengawet karena sifatnya yang mudah dicerna dan kelarutan yang
tinggi, memiliki rasa asam, serta tidak beracun. Dalam reaksi enzim polifenol
oksidase (PPO) asam sitrat berfungsi sebagai penurun pH dan chelating agent
(Hutchings, 1994 dalam Melidia, 2021).

Asam sitrat memiliki kemampuan menghambat serta menghentikan proses


pembusukan akibat aktivitas mikroorganisme, hal tersebut merupakan fungsi asam
sitrat sebagai bahan pengawet (senyawa antimikroba). Proses penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme berlangsung dengan cara penurunan derajat
keasaman (pH), hal tersebut dikarenakan asam sitrat memiliki pH yang rendah
(Sabahannur, 2020).

10
Selain kegunaan asam sitrat sebagai pengawet, alasan besarnya
pemanfaatan asam sitrat pada industri pangan karena dapat mencegah kerusakan
warna dan aroma, menjaga turgiditas, penghambat oksidasi, peng-invert sukrosa,
penghasil warna gelap (pada kembang gula, jam dan jelly), hingga pengatur pH
(Sasmitaloka, 2017). Rumus bangun asam sitrat (C6H8O7) dapat dilihat pada
gambar berikut ini :

Gambar 4. Rumus Bangun Asam Sitrat ( Sumber : National Library of Medicine).

Berikut ini adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh Asam Sitrat berupa sifat
kimia dan fisika menurut Othmer (1987) dalam Trihardhini (2016) :

2.4.1 Sifat Kimia Asam Sitrat

Kontak langsung terhadap asam sitrat dapat menyebabkan iritasi kulit dan
mata baik dalam bentuk padatan (solid) maupun larutan (liquid). Asam sitrat dapat
digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan dalam air karena
kemampuannya dalam mengikat ion-ion logam (Othmer, 1987 dalam Trihardhini,
2016).

Pada proses pemanasan dengan suhu 175°C, asam sitrat dapat terurai
dengan melepaskan karbon dioksida dan air. Proses pemanasan tersebut dapat
mengubah asam sitrat menjadi aconitic acid, acetonedicarboxylic acid dan itaconic
acid. Pada proses pembentukan acetonedicarboxylic acid, asam sitrat dieliminasi
menggunakan oksigen dan menghilangkan karbondioksidanya. Sedangkan pada
proses pembentukan itaconic acid dilakukan dengan cara menghilangkan
karbondioksida pada asam sitrat nya (Othmer, 1987 dalam Trihardhini, 2016).

Proses oksidasi dengan larutan potassium permanganate ataupun


pencampuran larutan asam sitrat dengan asam sulfat akan menghasilkan asam
acetonedicarboxylic. Kemudian proses oksidasi asam sitrat pada suhu 35°C dengan

11
potassium permanganate menghasilkan asam oksalat. Asam sitrat terdekomposisi
menjadi asam oksalat dan asam asetat jika dibakar dengan potassium hydroxide atau
dioksidasi dengan asam nitrit (Othmer, 1987 dalam Trihardhini, 2016).

2.4.2 Sifat Fisika Asam Sitrat

Asam sitrat memiliki wujud berupa kristal tidak berwarna yang terdiri atas
molekul anhidrat dan monohidrat. Sifat fisika asam sitrat menurut Othmer (1987)
dalam Trihardhini (2016) disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3. Sifat Fisika Asam Sitrat

Parameter Anhidrat Monohidrat

Rumus Molekul C6H8O7 C6H8O7.H2O


Berat Molekul 192,12 210,14

Specific Gravity 1,665 (20°C) 1,542 (20°C)


Melting Point 153°C 70-75°C
Boiling Point Terdekomposisi pada 175°C Terdekomposisi pada 175°C
Proses Pembentukan Kristalisasi dari larutan panas Kristalisasi dari larutan dingin
(>36,6°C) (<36,6°C)
Kelarutan Larut dalam air, agak larut Larut dalam air, agak larut
dalam alkohol dan diethyl dalam alkohol dan diethyl
eter, tidak larut dalam karbon eter, tidak larut dalam karbon
disulfida, karbon tetra disulfida, karbon tetra klorida,
klorida, kloroform, benzene kloroform, benzene dan
dan toluene. toluene.
Kelarutan di Air pada 30°C 64,3% 64,3%

Kelarutan di Air pada 70°C 76,2% 76,2%

Struktur Kristal Orthorhombic Orthorhombic

Panas Pembakaran 468,5 kcal/mol 466,6 kcal/mol

(Sumber: Othmer, 1987 dalam Trihardhini, 2016)

2.4 Oksalat

Asam oksalat merupakan senyawa asam lemah yang tergolong ke dalam


asam karboksilat yang mempunyai dua gugus karboksil (COO-) dengan rumus
molekul H2C2O4. Pelarutan asam oksalat di dalam air akan menyebabkan terjadinya

12
disosiasi dan melepas dua ion H+, dengan demikian asam oksalat mempunyai sifat
yang larut dalam air (Wardani dan Handrianto, 2019).

Menurut Wardani dan Handrianto (2019) senyawa kalsium oksalat memiliki


rumus kimia CaC2O4 yang terbentuk dari reaksi antara asam oksalat (H2C2O4)
dengan senyawa kalsium klorida (CaCl) pada kondisi pH netral sehingga
membentuk senyawa kalsium oksalat. Berbeda dengan asam oksalat, kalsium
oksalat merupakan garam oksalat yang paling sukar larut dalam air namun mudah
larut di dalam asam klorida (HCl) encer. Tingkat kelarutan kalsium oksalat dalam
air mencapai 0,0067 g/L pada suhu 13°C, dengan demikian menjadikannya juga
sukar larut didalam asam asetat encer, asam oksalat dan amonium oksalat.

Ca2+

Gambar 5. Rumus Bangun Kalsium Oksalat (Sumber : National Library of


Medicine).

Kristal kalsium oksalat (CaC2O4) pada tanaman terbentuk dari hasil


sampingan (tidak digunakan lagi) dari proses metabolisme sel. Tanaman yang
kelebihan ion kalsium serta banyaknya senyawa asam oksalat yang tidak aktif akan
menyebabkan terbentuknya kristal kalsium oksalat (Wardani dan Handrianto,
2019). Menurut Indriyani et al (2010) faktor lingkungan yang mempengaruhi
persentase kandungan oksalat pada umbi porang diantaranya suhu, pH tanah, curah
hujan, ketersediaan kalsium dalam tanah, persentase penutupan gulma, dan
kapasitas tukar kation (KTK) tanah.

Setidaknya dalam berbagai tanaman terdapat 5 jenis bentuk dasar kalsium


oksalat diantaranya, berbentuk raphide (jarum), rectangular dan bentuk pinsil,
druse (bulat), prism (prisma), dan rhomboid (parallelogram) (Horner and Wagner,
1995 dalam Mayasari, 2010). Bentuk umum kristal kalsium oksalat yang banyak
ditemukan pada tumbuhan berkeping satu dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini :

13
(a) (b) (c)

Gambar 6. Bentuk Kristal Kalsium Oksalat (a). Bentuk jarum (raphide), (skala
garis 10 μm); (b). Rectangular dan bentuk Pinsil, (skala garis 20 μm);
dan (c). Bulat (druse), (skala garis 20 μm) (Sumber : Mayasari, 2010).

2.5 Reduksi Kandungan Oksalat

2.5.1 Secara Fisik


Perlakuan dengan cara perebusan pada api yang besar terhadap umbi-
umbian hingga kulitnya dapat dikelupas merupakan salah satu cara menghilangkan
senyawa oksalat (Hetterscheid, 1996 dalam Dananjaya, 2010). Selanjutnya
Wardani dan Handrianto (2019) menjelaskan salah satu metode reduksi kandungan
oksalat adalah dengan pencucian. Metode pencucian dengan air biasa tidak dapat
mereduksi kalsium oksalat karena sifatnya yang tidak larut air, sedangkan senyawa
asam oksalat memiliki sifat yang dapat larut dalam air.

2.5.2 Secara Kimiawi

Proses reduksi kalsium oksalat secara kimiawi yakni dengan melarutkan


kalsium oksalat dalam pelarut kimia, sehingga mendekomposisi kalsium oksalat
menjadi asam oksalat yang dapat larut dalam air (Schumm, 1978 dalam Marliana,
2011). Proses pencucian dan perendaman umbi menggunakan senyawa kimia
berupa larutan asam dapat mereduksi kandungan kalsium oksalat secara optimal
(Wardani dan Handrianto, 2019).

2.5.2.1 Asam Klorida (HCl)

Asam klorida mampu bereaksi secara sempurna dengan kalsium oksalat


karena merupakan golongan asam kuat. Reaksi antara asam klorida (HCl)
dengan kalsium oksalat (CaC2O4) akan menghasilkan endapan kalsium

14
klorida dan asam oksalat (Schumm, 1978 dalam Marliana, 2011). Reaksi
dapat dinyatakan pada persamaan berikut ini:

2 HCl (l) + CaC2O4 (S) → CaCl2 (S) + H2C2O4 (l)

Asam Sitrat Kalsium Oksalat Kalsium Klorida Asam Oksalat

2.5.2.2 Natrium Klorida (NaCl)

Perendaman umbi dalam garam (NaCl) dapat mereduksi kandungan


kalsium oksalat, dengan terjadinya reaksi antara natrium klorida (NaCl) dan
kalsium oksalat (CaC2O4). Garam (NaCl) dilarutkan dalam air terurai
menjadi ion-ion Na+ dan Cl-. Ikatan antara ion Na+ dengan ion oksalat
(C2O42-) dalam larutan akan membentuk senyawa natrium oksalat
(Na2C2O4), sedangkan ion Cl- akan berikatan dengan kalsium yang
membentuk kalsium klorida (CaCl2) yang bersifat larut air. Reaksi tersebut
dikenal dengan reaksi penggaraman (Ulfa dan Nafi’ah, 2018).

2 NaCl + CaC2O4 → Na2C2O4 + CaCl2


Natrium Klorida Kalsium Oksalat Natrium Oksalat Kalsium Klorida

2.5.2.3 Asam Sitrat (C6H8O7)

Larutan asam sitrat bersifat asam dan dapat melepaskan ion H+. Ion H+
dari asam sitrat kemudian akan berikatan dengan ion oksalat dari senyawa
kalsium oksalat membentuk senyawa asam oksalat, sedangkan ion kalsium
akan berikatan dengan asam sitrat membentuk kalsium sitrat. Kedua
senyawa yang dihasilkan bersifat larut air, sehingga akan larut dan terbuang
bersama dengan larutan perendam (Wardani dan Handrianto, 2019).
Adapun persamaan reaksi dinyatakan sebagai berikut :

CaC2O4 + 2 C6H8O7 → Ca3(C6H5O7)2 + 3 H2C2O4


Kalsium Oksalat Asam Sitrat Kalsium Sitrat Asam Oksalat

2.5.2.4 Pencucian dengan Etanol

Etanol merupakan senyawa organik yang bersifat polar. Polaritas etanol


akan menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi etanol, dalam hal
ini berarti etanol dengan konsentrasi 40% lebih bersifat polar dibandingkan

15
etanol 80% yang cenderung bersifat non-polar. Pada proses pencucian
bertingkat etanol tidak hanya mampu melarutkan pengotor yang bersifat
polar, tetapi juga pengotor yang bersifat non-polar. Kemampuan tersebut
dipengaruhi oleh perbedaan polaritas pelarut etanol yang digunakan. Etanol
mampu melarutkan senyawa organik yang bersifat non-polar serta senyawa
karbohidrat, lemak, dan minyak. Etanol juga mampu melarutkan senyawa
oksalat dan abu (senyawa anorganik) yang ada pada tepung porang
(Wardani dan Handrianto, 2019).

2.5.3 Secara Mekanis

Proses secara mekanis dalam mereduksi oksalat yakni dengan cara


penepungan. Beberapa metode penepungan yang pernah dilakukan adalah metode
ball mill, stamp mill dan hammer mill.

2.5.3.1 Ball Mill


Metode ball mill merupakan metode penepungan dengan sejumlah bola
penumbuk dalam sebuah tabung yang berputar secara horizontal, prinsip
kerjanya berupa penghancuran bahan di dalam tabung dengan bantuan bola.
Berputar nya tabung membuat bola-bola akan terangkat pada sisi tabung
kemudian jatuh mengenai bahan yang ditumbuk, proses ini berlangsung
secara terus-menerus hingga menyebabkan bahan menjadi ukuran yang
sangat halus akibat terjadinya fragmentasi pada bahan (Diana, 2010). Proses
penumbukan chips kering dalam tabung silinder tertutup membuat kristal
kalsium oksalat pada tepung porang terlepas dari granula tepung, namun
tetap berada pada tepung yang telah digiling (Wardani dan Handrianto,
2019).

2.5.3.2 Stamp Mill


Penepungan dengan metode stamp mill memiliki prinsip penumbukan.
Metode ini kerap kali dikombinasikan dengan metode hembusan yang
menggunakan aliran udara (blower) untuk memisahkan fraksi pengotor
yang ada pada tepung berdasarkan perbedaan massa, densitas dan ukuran
partikel (Wardani dan Handrianto, 2019).

16
Gossy (2009) dalam Faridah et al (2012) melaporkan penggunaan
metode hembusan setelah perlakuan penumbukan dengan stamp mill
menghasilkan glukomanan yang lebih murni. Penelitian serupa dilakukan
oleh Faridah et al (2012) menjelaskan penggunaan blower menyebabkan
terjadinya pemisahan komponen non-glukomanan (kalsium oksalat, pati,
dan protein) yang lepas (pecah) dari kantong glukomanan akibat proses
penumbukan.

2.5.3.1 Hammer Mill


Hammer mill terdiri dari palu berayun yang dipasangkan pada rotor
berputar, dibawahnya terdapat saringan untuk menyeragamkan ukuran
partikel yang keluar dari ruang penggilingan. Prinsipnya berupa
penumbukan atau menekan, sehingga bahan yang masuk akan dihancurkan
oleh hammer melewati celah antar hammer dan mendarat pada saringan.
Bahan dengan ukuran granula lebih kecil dari lubang saringan akan lolos
sebagai produk, sedangkan yang lebih besar akan terbawa lagi oleh hammer
sehingga terjadi lagi proses penumbukan lebih lanjut (Roger, 1985 dalam
Kurniawan dan Kusnayat, 2016).
Dalam upaya reduksi kalsium oksalat Yuanita (2008) melakukan
penggabungan metode hammer mill dan fraksinasi hembusan blower,
sehingga material pengotor seperti kalsium oksalat yang memiliki ukuran
partikel dan berat jenis yang berbeda akan terhembus keluar dari tepung.

17
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai dengan Agustus tahun 2022.
Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Pengolahan Hasil
Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
Jalan Tri Brata, KM. 11, Pondok Meja, Mestong, Muaro Jambi, Jambi.

3.2 Alat dan bahan

Alat yang digunakan antara lain, pisau, neraca analitik, blender, ayakan 40
mesh, slicer, loyang, wadah baskom, oven, plastik ziplock, pH meter, labu
destruksi, labu destilasi, labu ukur 250 mL, gelas ukur, cawan, corong kaca,
desikator, sentrifuse, tabung sentrifuse, vorteks, termometer, stopwatch, batang
pengaduk, sudip, botol semprot, cawan petri, gelas beaker 50 ml, gelas beaker 250
ml, gelas beaker 300 ml, hot plate, kertas saring, pipet tetes, erlenmeyer, alat titrasi
(buret dan klem statif), colour box, kamera digital nikon coolpix P1000.
Bahan yang digunakan umbi porang, aquades, asam sitrat, NaOH (Natrium
Hidroksida) 40%, NaOH (Natrium Hidroksida) 0,3 N, NH4OH (Amonium
Hidroksida) Pekat, CaCl2 (Kalsium Klorida) 5%, KMnO4 (Kalium Permanganat)
0,05 M, H2SO4 (Asam Sulfat) 20%, Methyl Red 0,1%, Bromocresol Green 0,2%,
indikator metil merah, HCl (Asam Klorida) 6 M dan alkohol.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan


perlakuan berupa konsentrasi asam sitrat yang terdiri atas taraf perlakuan sebanyak
5 perlakuan dengan 4 kali pengulangan sehingga diperoleh 20 satuan percobaan.
Perlakuan yang diterapkan adalah konsentrasi asam sitrat dengan waktu
perendaman yang sama yaitu 30 menit pada 800 g umbi porang dengan cara
melarutkan asam sitrat sesuai perlakuan masing-masing konsentrasi yaitu 0; 37,5;
75; 112,5; 150 gram ke dalam 1500 mL aquades sebagai berikut:

18
P1 = Asam Sitrat 0%
P2 = Asam Sitrat 2,5%
P3 = Asam Sitrat 5%
P4 = Asam Sitrat 7,5%
P5 = Asam Sitrat 10%

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yakni tahap pertama proses pembuatan
tepung porang hasil perendaman menggunakan asam sitrat dan tahap kedua
pengamatan sifat fisikokimia tepung porang. Bahan baku yang digunakan
diseragamkan dengan menggunakan umbi porang dengan diameter 8-10 cm,
panjang 5-8 cm dan berat 500-600 gram dengan umur tanam selama 1,5 tahun.
Sumber bahan baku berasal dari Desa Karang Dapo, Kabupaten Musi Rawas Utara,
Sumatera Selatan. Adapun tahapan penelitiannya sebagai berikut :

3.4.1 Proses Pembuatan Tepung Porang (Melidia, 2021 yang telah


dimodifikasi)

Umbi porang dibersihkan dari tanah yang masih menempel, dilanjutkan


dengan dikupas dan diiris tipis hingga berbentuk chips setebal ±5 mm. Selanjutnya,
ditimbang seberat 800 g chips umbi porang dan dicuci hingga bersih. Chips umbi
porang kemudian direndam pada larutan asam sitrat sesuai dengan masing-masing
konsentrasi perlakuan (0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%) ke dalam 1500 mL aquades.
Perendaman dilakukan selama 30 menit. Setelah itu, chips umbi porang ditiriskan
dan dibilas menggunakan air bersih, dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan
oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Setelahnya, chips umbi porang kering digiling
menggunakan blender hingga halus dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh.
Tepung porang yang dihasilkan dikemas dengan plastik dan disimpan untuk
dilakukan analisa lebih lanjut.

19
3.5 Parameter Penelitian

3.5.1 Kadar Kalsium Oksalat dengan Metode Titrasi Permanganometri


(AOAC, 1990)

Metode ini terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) proses destruksi, (2)
pengendapan oksalat, dan (3) titrasi permanganat.

(1) Proses destruksi


Ditimbang 2 (dua) gram tepung porang dan dilarutkan dalam 190 mL
akuades dalam labu ukur 250 mL. 10 mL HCl 6 M ditambahkan untuk
mendestruksi campuran. Campuran dipanaskan pada suhu 100°C selama 1
jam. Campuran dibiarkan dingin dan kemudian ditambahkan akuades hingga
tanda tera (250 mL).

(2) Pengendapan oksalat


Dipindahkan 125 mL campuran ke dalam gelas beaker dan empat tetes
indikator metil merah ditambahkan. Kemudian ditambahkan larutan NH4OH
pekat setetes demi setetes sampai larutan berwarna kuning pucat (pH 4-4,5).
Campuran kemudian dipanaskan hingga suhu 90°C, didinginkan dan disaring
untuk menghilangkan endapan yang mengandung ion besi. Kemudian
dipanaskan kembali pada suhu 90°C dan ditambahkan 10 mL larutan CaCl
5% dengan pengadukan menggunakan magnetic stirer, setelah homogen
campuran disimpan semalaman (± 12 jam).

(3) Titrasi permanganat


Larutan disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Supernatan dipisahkan, kemudian endapan dilarutkan pada larutan H2SO4
20% sebanyak 10 mL. Sesaat setelah itu, diencerkan dengan penambahan
akuades hingga 300 mL. Dipipet filtrat sebanyak 125 mL dan dipanaskan
hingga hampir mendidih. Kemudian filtrat dititrasikan menggunakan larutan
KMnO4 yang telah distandarisasi hingga warna berubah menjadi warna pink
yang bertahan selama 30 detik.

20
T × Vme × DF × 105
Kalsium Oksalat (mg/100g) =
ME × mf

Keterangan :

T : Volume Titer KMnO4 yang digunakan (mL)


𝑉𝑚𝑒 : Volume-massa ekivalen (1 mL larutan KMnO4 0,05 M, setara
dengan 0,00225 g asam oksalat anhidrat)
DF : Faktor Pengenceran (2,4)
ME : Ekivalen KMnO4 (5)
mf : Massa tepung yang digunakan (gr)

Standarisasi larutan Kalium Permanganat (KMnO4) 0,05 M


menggunakan Asam Oksalat Dihidrat (C2H2O4.2H2O) dengan metode
titrasi:

Disiapkan larutan KMnO4 0,05 M, larutan asam oksalat dihidrat


(C2H2O4.2H2O) 0,05 M (BM = 126 gram/mol) dan larutan asam sulfat
(H2SO4) 1 M. Larutan KMnO4 yang akan distandarisasi dimasukkan
kedalam buret gelap (coklat), sedangkan larutan asam oksalat dihidrat dan
larutan asam sulfat masing-masing sebanyak 10 mL dan 5 mL dimasukkan
kedalam erlenmeyer. Panaskan campuran asam oksalat dihidrat dan asam
sulfat hingga suhu 70°C. Titrasikan segera campuran dengan larutan
KMnO4 dalam kondisi panas agar reaksi berlangsung cepat. Titrasi
dihentikan ketika larutan berubah warna menjadi merah muda. Hasil
pembacaan buret dihitung dengan rumus pengenceran :

V1 × M1 = V2 × M2

Keterangan :
V1 : Volume KMnO4 yang terpakai (mL)
M1 : Konsentrasi larutan KMnO4 (M)
V2 : Volume asam oksalat dihidrat (mL)
M2 : Konsentrasi larutan asam oksalat dihidrat (M)

21
3.5.2 Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1990)

Metode pengujian kadar air tepung umbi porang menggunakan metode


oven. Cawan alumunium kosong ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.
Hasil timbangan disterilisasi selama 15 menit dengan menggunakan desikator
selama 15-30 menit. Ditimbang sampel sebanyak 4-5 gram dengan menggunakan
cawan yang telah disterilisasi. Sampel dioven selama 3 jam dengan suhu konstan
105°C. Hasil oven dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang kembali untuk
diketahui penyusutan bobot nya. Nilai kadar air dihitung dengan rumus berikut ini:

(A - B)
Kadar Air (%) = × 100%
C

Keterangan :
A = Berat cawan alumunium berisi sampel sebelum dioven (g)
B = Berat cawan alumunium berisi sampel setelah dioven (g)
C = Berat sampel awal sebelum dioven (g)

3.5.3 Kadar Protein (AOAC, 1980)

Sampel ditimbang dengan teliti sebesar 0,3 g dan masukkan ke dalam labu
destruksi. Tambahkan kira-kira 0,2 g katalis campuran dan H2SO4 pekat kemudian
campuran tersebut dipanaskan dalam lemari asam. Selama proses destruksi
berlangsung perlu diperhatikan agar cairan tidak meluap selama pemanasan.
Destruksi dihentikan bila larutan sudah menjadi hijau terang atau jernih, lalu
dinginkan dalam lemari asam. Larutan dimasukkan ke dalam labu destilasi dan
diencerkan dengan 60 mL aquades. Disiapkan labu erlenmeyer yang berisi 25 mL
H2SO4 0,3 N dan 2 tetes indikator campuran (Methyl red 0,1% dan Bromocresol
green 0,2% dalam alkohol) dan hubungkan ke sistem destilasi, yakni bagian ujung
pipa ke dalam erlenmeyer. Tuangkan perlahan-lahan 20 mL NaOH 40% kemudian
dihubungkan dengan destilator. Penyulingan dilakukan hingga N dari cairan
tersebut tertangkap oleh H2SO4 yang ada dalam erlenmeyer sehingga (2/3) dari
cairan yang ada pada labu destilasi menguap. Labu erlenmeyer yang berisi sulingan
diambil dan dititrasi kembali dengan NaOH 0,3 N. Perubahan dari warna biru ke

22
hijau menandakan titik akhir titrasi. Hasil akhir titrasi dibandingkan dengan titrasi
blanko.

(J-K) × N NaOH × 0,014 × 6,25(g)


Kadar Protein (%) = × 100%
I

Keterangan:
I = Berat Sampel
K = Titrasi blanko
J = Titrasi NaOH 0,3 N

3.5.4 Analisis Warna (Yam dan Papadakis, 2004)

Analisis warna menggunakan CIE-Lab dengan metode simple digital


imaging. Sampel diletakkan dalam wadah yang seragam dan dimasukkan kedalam
colour box. Sampel difoto menggunakan kamera digital Nikon Coolpix P1000
dengan posisi kotak papan tertutup dan jarak kamera ke sampel ±40 cm. Foto
dianalisis menggunakan software Adobe Photoshop CS5. Untuk menentukan
distribusi warna digunakan histogram window sehingga nilai L*, a*, b* dan kode
warna dapat ditampilkan. Kode warna yang diperoleh dimasukkan kedalam situs
www.colourhexa.com untuk didapatkan deskripsi warna.

3.5.5 Daya Serap Air (Water Absorption Capacity) (Falade dan Christopher,
2015) yang telah dimodifikasi

Sebanyak 0,1 gram sampel tepung porang dicampur dengan 10 mL akuades


atau air suling dalam tabung sentrifuse yang diketahui beratnya. Campuran tersebut
kemudian divorteks sebanyak 3 kali dengan jeda 10 menit antar vorteks. Campuran
tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit.
Supernatan kemudian dibuang dan tabung dikeringkan dengan udara. Perbedaan
berat tabung adalah jumlah air yang diserap oleh tepung. Daya serap air dinyatakan
dalam persentase air yang diserap oleh 100 gram bahan.

(c - a) - b
Daya Serap Air (%)= × 100%
b

23
Keterangan :
a = berat tabung kosong
b = berat sampel
c = berat tabung dan endapan

3.5.6 Daya Serap Minyak (Oil Absorption Capacity) (Falade dan Christopher,
2015)

Sebanyak 1 gram sampel tepung porang dicampur dengan 10 mL minyak


jagung dalam tabung sentrifuse yang diketahui beratnya. Campuran tersebut
kemudian divorteks sebanyak 3 kali dengan jeda 10 menit antar vorteks. Campuran
tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit.
Supernatan segera dibuang dan tabung dibersihkan dengan kain kering. Perbedaan
berat tabung merupakan jumlah minyak yang diserap oleh tepung. Daya serap
minyak dinyatakan dalam persentase minyak yang diserap oleh 100 gram bahan.

(c - a) - b
Daya Serap Minyak (%)= × 100%
b

Keterangan :
a = berat tabung kosong
b = berat sampel
c = berat tabung dan endapan

3.5.7 Derajat Keasaman (pH) (Muchtadi et al, 2010).

Pengujian derajat keasaman atau pH dilakukan dengan pH meter yang telah


dikalibrasi terlebih dahulu dengan buffer pH 4 dan 7. Kemudian elektroda pH meter
dibilas dengan aquades. Kemudian ditimbang sampel sebanyak 1 g lalu
ditambahkan aquades 20 mL diaduk hingga homogen. Elektroda kemudian dibilas
dengan sampel bahan uji. Elektroda dicelupkan di dalam sampel uji yang berada di
dalam gelas bebas kontaminasi sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang
tetap dan tidak mengalami perubahan lagi. Hasil yang dimunculkan oleh pH meter
kemudian dicatat sesuai dengan skala yang ditampilkan pH meter.

24
3.5.8 Rendemen (Hustiany, 2005)
Besarnya rendemen dihitung berdasarkan persentase berat tepung Porang
dibagi berat umbi Porang yang dijadikan tepung Porang, kemudian dikali seratus
persen. Rendemen ditentukan dengan rumus:

Berat Tepung Porang(g)


Rendemen (%) = × 100%
Berat Umbi Porang (g)

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA)


pada taraf 5% dan 1%. Apabila terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan
uji banding ganda, yaitu DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5%.

25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kalsium Oksalat

Penentuan kadar kalsium oksalat pada tepung porang dilakukan dengan


metode titrasi permanganometri. Pengujian ini penting dilakukan untuk mengetahui
kadar kalsium oksalat pada tepung porang dengan berbagai perlakuan konsentrasi
larutan asam sitrat. Kalsium oksalat merupakan senyawa tidak diharapkan pada
tepung porang. Faridah dan Widjanarko (2013) menjelaskan bahwa kandungan
kalsium oksalat yang terdapat pada bahan pangan dapat menyebabkan iritasi pada
kulit, gatal serta efek kronis berupa pengkristalan pada ginjal (batu kalsium
oksalat).

Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perbedaan


konsentrasi larutan asam sitrat berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar
kalsium oksalat tepung porang. Nilai rata-rata kadar kalsium oksalat tepung porang
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Kadar Kalsium Oksalat Tepung Porang dengan


Perendaman Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat

Konsentrasi Larutan Asam Sitrat (%) Kalsium Oksalat (mg/100g)


0 469,96 ± 54,27d
2,5 189,34 ± 23,49c
5 140,75 ± 28,77b
7,5 61,28 ± 5,60a
10 35,70 ± 7,07a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Proses pencucian dan perendaman umbi menggunakan senyawa kimia


berupa larutan asam dapat mereduksi kandungan kalsium oksalat secara optimal
(Wardani dan Handrianto, 2019). Kalsium oksalat dapat larut air apabila
strukturnya diubah menjadi bentuk asam oksalat. Lukitaningsih et al (2012)

26
menjelaskan asam sitrat memiliki kemampuan yang baik dalam menembus dinding
sel idioblast dimana kalsium oksalat tersimpan. Oleh karena itu, kristal kalsium
oksalat akan lebih banyak yang bisa dikeluarkan dan dilarutkan dalam suasana asam
yang selanjutnya bisa tercuci dengan air. Kemudian Simpson et al (2009)
menambahkan pada kondisi asam menyebabkan ion oksalat divalent (C2O42-)
terdeprotonasi sehingga dapat mengurangi potensi berikatan dengan mineral kation
Ca2+ menjadi kalsium oksalat yang tidak terlarut. Hal ini akan menyebabkan
meningkatnya oksalat terlarut yang akan terbuang bersama dengan air perendaman.
Selain itu, Wulf-Johanson et al (2010) juga menjelaskan bahwa potensi berikatan
antara ion oksalat dengan kalsium akan berkurang pada kondisi asam sehingga
asam oksalat yang larut air akan semakin banyak terbentuk.

Larutan asam sitrat yang bersifat asam dan dapat melepaskan ion H+. Ion H+
dari asam sitrat kemudian akan berikatan dengan ion oksalat dari senyawa kalsium
oksalat membentuk senyawa asam oksalat, sedangkan ion kalsium akan berikatan
dengan asam sitrat membentuk kalsium sitrat. Kedua senyawa yang dihasilkan
bersifat larut air, sehingga akan larut dan terbuang bersama dengan larutan
perendam (Wardani dan Handrianto, 2019). Berikut ini adalah reaksi kimia yang
berlangsung selama perendaman umbi porang dalam larutan asam sitrat.

CaC2O4 + 2 C6H8O7 → Ca3(C6H5O7)2 + 3 H2C2O4


Kalsium Oksalat Asam Sitrat Kalsium Sitrat Asam Oksalat

Nilai rata-rata kadar kalsium oksalat pada Tabel 4 diketahui perlakuan


perendaman dengan konsentrasi asam sitrat 0%, dihasilkan tepung porang dengan
kadar kalsium oksalat tertinggi yakni 469,96 mg/100g. Hasil ini berada lebih rendah
dari kadar kalsium oksalat pada literatur (Tabel 2) yang bernilai 810 mg/100g.
Menurut Ambarwati dan Murti (2001) kandungan kalsium oksalat umbi porang
tidak dipengaruhi oleh berat dan diameter umbi. Sehingga perbedaan kadar kalsium
oksalat umbi porang ini diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Indriyani et al
(2010) menjelaskan bahwa suhu, pH tanah, curah hujan, ketersediaan kalsium
dalam tanah, persentase penutupan gulma, dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah
dapat mempengaruhi persentase kandungan oksalat pada umbi porang.

27
Kadar kalsium oksalat tepung porang menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi larutan asam sitrat. Sejalan dengan penelitian Wardani
dan Handrianto (2019) bahwa kadar kalsium oksalat umbi porang yang direndam
dengan larutan sari belimbing wuluh menurun mencapai 62,75%, seiring dengan
peningkatan larutan sari belimbing wuluh. Perendaman umbi porang pada
konsentrasi asam sitrat tertinggi yakni 10%, kadar kalsium oksalat tereduksi sebesar
92,4% dengan kadar kalsium oksalat tersisa sebesar 35,7 mg/100g. Kumoro et al
(2014) mengatakan bahwa ambang batas kadar kalsium oksalat pada bahan
makanan yang tidak berbahaya adalah senilai 71 mg/100 g. Kondisi ini menjelaskan
bahwa perlakuan perendaman umbi porang pada larutan asam sitrat 7,5% dan 10%
memenuhi syarat ambang batas kadar kalsium oksalat yang tidak berbahaya untuk
dikonsumsi. Jika ditinjau dari aspek mutunya, kadar kalsium oksalat pada tepung
porang dengan perlakuan perendaman larutan asam sitrat 10% hanya memenuhi
syarat mutu kelas II, sedangkan perlakuan lainnya tidak memenuhi syarat mutu
kelas I, II ataupun III sesuai SNI 7939:2020.

4.2 Kadar Air

Kadar air merupakan parameter yang mempunyai peranan yang besar


terhadap stabilitas mutu suatu produk. Kadar air yang melebihi standar akan
menyebabkan produk tersebut rentan ditumbuhi mikroba atau jasad renik lainnya
sehingga akan mempengaruhi kestabilannya. Selain itu kadar air juga sangat
berpengaruh terhadap tekstur serta citarasa produk. Kadar air merupakan
karakteristik kimia yang sangat berpengaruh pada bahan pangan karena dapat
mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan citarasa makanan. Kadar air dalam suatu
bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut
(Yuniar, 2016).

Hasil analisis ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa perbedaan


konsentrasi larutan asam sitrat berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar air
tepung porang. Persentase kadar air tepung porang berbanding lurus dengan
peningkatan konsentrasi larutan asam sitrat. Nilai rata-rata kadar air tepung porang
dapat dilihat pada Tabel 5.

28
Tabel 5. Nilai Rata-Rata Kadar Air Tepung Porang dengan Perendaman Berbagai
Konsentrasi Larutan Asam Sitrat

Konsentrasi Larutan Asam Sitrat (%) Kadar Air (%)


0 5,25 ± 0,54a
2,5 6,73 ± 0,83b
5 7,55 ± 1,05bc
7,5 8,34 ± 1,12c
10 8,92 ± 1,06c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Pada proses perendaman chips umbi porang dalam larutan asam sitrat pada
suhu kamar terjadi proses gelatinisasi, ditandai dengan terbentuknya gel pada
permukaan chips serta saling menempel satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan
tingginya kandungan glukomanan pada umbi porang yang mencapai 36,07%,
dimana glukomanan tersebut mempunyai sifat yang sangat mudah mengikat air dan
membentuk gel. Hal ini dikarenakan glukomanan termasuk dalam polisakarida dari
jenis hemiselulosa yang rantai utamanya terdiri atas 33% D-glukosa dan 67% D-
manosa, dengan jumlah gugus hidroksil (-OH) yang tinggi maka kemampuan
menyerap airnya sangat besar pula (Dananjaya, 2010).
Pengeringan umbi porang dalam bentuk chips dilakukan menggunakan
oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Chips umbi porang yang telah kering terlihat
dilapisi oleh membran tipis seperti film. Jumlah film yang terdapat (menempel) pada
chips semakin banyak seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan asam sitrat
sebagai media perendaman. Seperti halnya penelitian yang dilakukan Wardani dan
Handrianto (2019) bahwa film yang menempel pada chips porang merupakan
glukomanan yang tergelatinisasi, sehingga saat proses pengeringan glukomanan
membentuk lapisan film. Siswanti et al (2013) menjelaskan bahwa glukomanan
dapat membentuk gel yang bersifat elastis, sehingga dapat dijadikan sebagai edible
film.
Peningkatan kadar air diduga karena semakin banyak glukomanan umbi
yang mengalami gelatinisasi sehingga pada proses pengeringan terbentuk lapisan
film yang menutupi permukaan chips. Siswanti et al (2013) mengungkapkan bahwa

29
film memiliki fungsi sebagai penahan (barrier) terhadap transfer massa seperti air,
oksigen dan lemak. Sehingga semakin banyak lapisan film yang menutupi
permukaan chips, maka proses penguapan kadar air pada chips umbi porang akan
terhalang. Hal tersebut kemudian menyebabkan proses penguapan kandungan air
tidak optimal dan berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kadar air tepung
umbi porang yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Persentase kadar air tepung porang yang dihasilkan pada semua perlakuan
perendaman dalam berbagai konsentrasi asam sitrat memenuhi syarat SNI 3751-
2009 (syarat mutu tepung terigu), yang ditetapkan dengan kadar air maksimal
senilai 14,5% dan kadar air tepung porang berada lebih kecil dari 14,5%.

4.3 Kadar Protein


Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien, tersusun dari
asam-asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein
memiliki struktur yang mengandung N, di samping C, H, O (seperti juga
karbohidrat dan lemak), S dan kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa
kompleks dengan protein) (Paramita, 2011). Penentuan kadar protein pada tepung
porang menggunakan metode kjeldahl yang merupakan metode standar AOAC,
dimana pengukuran didasarkan atas pengukuran kandungan nitrogen total didalam
bahan pangan.

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 4 dapat diketahui bahwa


perlakuan perendaman umbi porang di berbagai konsentrasi asam sitrat
berpengaruh nyata terhadap kadar protein tepung porang. Nilai kadar protein tepung
porang berkisar 3,24 – 6,58%. Nilai rata-rata kadar protein tertinggi terdapat pada
perlakuan konsentrasi larutan asam sitrat 0%, yakni 6,58%. Nilai ini berada sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein pada literatur yaitu 6,22%. Namun,
pada penelitian Pasaribu et al (2019) didapatkan kadar protein pada tepung porang
sebelum diberi perlakuan apapun sebesar 6,73%. Nilai persentase rata-rata kadar
protein tepung porang dapat dilihat pada Tabel 6.

30
Tabel 6. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Tepung Porang dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat

Konsentrasi Larutan Asam Sitrat (%) Protein (%)


0 6,58 ± 2,38b
2,5 5,92 ± 2,90ab
5 4,60 ± 1,80ab
7,5 3,29 ± 1,10a
10 3,24 ± 1,73a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Menurut Kilara (1994) dalam Triyono (2010) protein yang memiliki sifat
hidrofilik atau mampu menyerap air disebabkan oleh adanya rantai yang
mempunyai gugus polar, seperti karbonil, karboksil, hidroksil, amino dan sulfhidril,
sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Penambahan asam (ion H+)
dapat menyebabkan terjadinya denaturasi pada protein yang mengubah sifatnya
menjadi sukar larut dalam air dan terbentuk penggumpalan. Denaturasi protein
terbagi dalam dua jenis, yang pertama yaitu terjadinya pengembangan rantai
peptida yang terjadi di rantai polipeptida, sedangkan denaturasi kedua terjadi
pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan
molekul pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder.

Selain pengaruh denaturasi, penggumpalan protein juga dapat disebabkan


pH isoelektrik protein. Setiap jenis protein dalam larutan mempunyai pH tertentu
yang disebut pH isoelektrik (umumnya berkisar 4,8 – 6,3), kondisi ini berarti
protein bersifat dipolar atau memiliki muatan nol (muatan positif dan negatif yang
seimbang). Pada titik isoelektrik, protein akan mengalami pengendapan (koagulasi)
paling cepat (Yazid, 2006 dalam Triyono, 2010). Pada titik ini tingkat kelarutan
protein sangat rendah, hal ini dikarenakan interaksi protein dengan protein lebih
kuat dibandingkan dengan interaksi protein dengan air (Augustijns dan Brewster,
2007). Namun, kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang
berlebih, hal ini terjadi karena ion positif pada asam yang menyebabkan protein
yang semula bermuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif yang

31
menyebabkan kelarutannya bertambah. Adanya ion H+ menyebabkan sebagian
jembatan atau ikatan peptida terputus. Dalam suasana asam, ion H+ akan bereaksi
dengan gugus COO- membentuk COOH sedangkan sisanya (asam) akan berikatan
dengan gugus amino NH2 membentuk NH3+, sehingga apabila larutan peptida
dalam keadaan isoelektrik diberi asam akan menyebabkan bertambahnya gugus
bermuatan yang membentuk afinitas terhadap air dan kelarutan dalam air. Semakin
jauh derajat keasaman larutan (pH) protein dari titik isoelektriknya, maka
kelarutannya akan semakin bertambah (Triyono, 2010).

Berdasarkan Tabel 6, nilai rata-rata kadar protein mengalami penurunan


seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan asam sitrat. Hal ini diduga dengan
penurunan pH terjadi menyebabkan sebagian ikatan peptida terputus sehingga
protein terdenaturasi kedalam bentuk (struktur) yang lebih sederhana. Dengan
demikian protein maupun asam amino akan semakin mudah terlarut dalam air dan
terbuang bersama pada proses perendaman dan pembilasan chips porang. Hal ini
berbanding lurus dengan penelitian Paiki et al (2018), menyatakan bahwa kadar
protein tepung buah pandan tikar yang diberi perlakuan perendaman dalam asam
sitrat, mengalami penurunan kadar protein dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Protein yang larut air akan ikut terlarut selama proses perendaman dengan asam
sitrat.

4.4 Warna

Warna adalah salah satu faktor mutu suatu bahan pangan. Warna merupakan
salah satu bagian dari penampakan produk serta parameter penilaian sensori yang
penting karena merupakan sifat penilaian sensori yang pertama kali dilihat oleh
konsumen. Bila kesan penampakan produk baik atau disukai maka konsumen baru
akan melihat sifat penilaian sensori yang lainnya (Angraiyati dan Hamzah, 2017).

Penentuan warna pada tepung porang menggunakan metode Simple Digital


Imaging dengan alat berupa kamera dan colour box. Penentuan distribusi warna
(nilai L*, a*, b* dan kode warna) menggunakan histogram window pada software
Adobe Photoshop CS5. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 5 dapat
diketahui bahwa perlakuan perendaman umbi porang di berbagai konsentrasi asam

32
sitrat berpengaruh nyata terhadap nilai L* dan b*, namun tidak berpengaruh
terhadap nilai a*. Nilai rata-rata L*, a*, dan b* tepung porang dapat dilihat pada
Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-Rata L* a* b* Tepung Porang dengan Perendaman Berbagai


Konsentrasi Larutan Asam Sitrat
Konsentrasi
Larutan Asam L* a* b* Deskripsi Warna
Sitrat (%)
0 80,75 ± 5,74a 3,75 ± 0,50 27,00 ± 2,94a Very Soft Orange
b a
2,5 88,50 ± 3,70 4,00 ± 0,82 28,50 ± 2,38 Very Soft Orange
5 91,00 ± 2,83b 4,75 ± 2,36 29,75 ± 1,50ab Very Soft Orange
7,5 90,00 ± 2,94b 5,25 ± 2,06 33,50 ± 3,79b Very Soft Orange
10 88,75 ± 3,95b 5,75 ± 3,77 33,25 ± 2,75b Very Soft Orange
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

P1 P2 P3

P4 P5

Gambar 7. Tepung Porang Hasil Perendaman Pada Berbagai Konsentrasi Larutan


Asam Sitrat

Menurut Winarno (2002), warna merupakan faktor utama yang paling sering
menentukan penerimaan produk. Warna tepung porang dicirikan dengan nilai L*
(tingkat kecerahan), nilai a* (tingkat kemerahan), dan nilai b* (tingkat kekuningan).
Secara visual warna tepung yang dihasilkan terlihat perbedaan warnanya dari

33
perlakuan kontrol (larutan asam sitrat 0%) yang lebih gelap, sedangkan perlakuan
perendaman asam sitrat tertinggi terlihat warna semakin cerah.

Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan, dimana semakin besar nilai L*


maka tingkat kecerahan produk semakin tinggi, begitu pula sebaliknya nilai L*
yang kecil maka produk akan semakin gelap (Pardede et al, 2017). Perendaman
umbi porang dalam berbagai konsentrasi larutan asam sitrat berpengaruh nyata
terhadap nilai L*. Hasil uji lanjut dengan Duncan menunjukkan nilai L* tepung
porang berkisar 80,75 – 91,00. Hal ini disebabkan selama perendaman asam sitrat
merupakan agen pengkelat (chelating agent) yang bertugas untuk menghambat
terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga (kofaktor enzim
PPO) yang dalam hal ini berperan sebagai katalis reaksi pencoklatan. Selain itu,
dalam menghambat reaksi pencoklatan asam sitrat akan menurunkan pH sehingga
enzim polifenol oksidase (PPO) menjadi inaktif (Winarno, 2008). Kemudian
Mardiah (2011) juga menjelaskan bahwa seiring dengan penurunan pH (pH rendah)
enzim akan terprotonasi, sehingga kehilangan muatan negatifnya yang berdampak
pada penurunan aktivitas enzim.

CH2 COOH CH2 COO


Cu
H+
HO C COOH + Cu2+ HO C COO

CH2 COOH CH2 COO


Cu
CH2 COO

HO C COO
Cu
CH2 COO

Gambar 8. Reaksi Pembentukan Kompleks Asam Sitrat dengan Logam Tembaga


(Cu) (Sumber: Lindawati dan Nofitasari, 2021)

Nilai a* dan b* tepung porang mengalami peningkatan yang sejalan dengan


peningkatan konsentrasi larutan asam sitrat. Nilai a* tepung porang yang dihasilkan
bernilai positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan perendaman
asam sitrat (p<0,05), nilainya berkisar 3,75 – 5,75 hal ini menunjukkan bahwa
tepung porang memiliki warna cenderung merah. Sama halnya dengan nilai a*, nilai

34
b* tepung porang juga bernilai positif namun berpengaruh nyata terhadap perlakuan
perendaman pada asam sitrat. Nilai b* berkisar 27,00 – 33,25 sehingga warna
cenderung kekuningan, hal ini sesuai dengan Perhutani (2013), bahwa umbi porang
memiliki warna yang kuning kecoklatan. Wootton et al (1993), menjelaskan bahwa
pada umbi porang dijumpai kandungan karoten yang mencapai 40 mg/kg.
Berdasarkan distribusi warna sesuai kombinasi nilai L*, a* dan b* pada berbagai
perlakuan perendaman umbi porang dalam larutan asam sitrat, maka diketahui
warna tepung porang yang dihasilkan memiliki penampakan very soft orange.

4.5 Daya Serap Air

Daya serap air atau water absorption merupakan salah satu dari berbagai
faktor yang mempengaruhi kualitas tepung. Daya serap air merupakan kemampuan
bahan pangan dalam menyerap dan menahan air di dalam molekul bahan tersebut
(Diniyah et al, 2018). Nilai rata-rata daya serap air tepung porang dapat dilihat pada
Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rata-Rata Daya Serap Air Tepung Porang dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat

Konsentrasi Larutan Asam Sitrat (%) Daya Serap Air (%)


0 1876,30 ± 53,27b
2,5 1842,19 ± 31,93b
5 1732,43 ± 34,69a
7,5 1712,72 ± 68,89a
10 1686,26 ± 34,85a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Persentase daya serap air tepung porang erat kaitannya dengan ketersediaan
kandungan pati dan glukomanan pada tepung. Kandungan pati dan glukomanan
pada tepung porang berdasarkan literatur (Tabel 2) masing-masing sebesar sebesar
31,36% dan 36,07%. Rata-rata persentase daya serap air tepung porang yang

35
direndam pada berbagai konsentrasi asam sitrat secara keseluruhan senilai
1769,97% (Lampiran 6).
Peran glukomanan pada tepung porang diduga lebih besar dalam hal
menyerap air dibandingkan kandungan patinya. Hal ini dijelaskan Winarno (2008)
bahwa kemampuan pati dalam menyerap air (pada kondisi dingin) hanya sebesar
30%, sedangkan glukomanan dapat larut dalam air dingin dengan membentuk
massa yang kental. Selain itu, pengembangan glukomanan di dalam air dapat
mencapai 138 – 200%. Hal ini sejalan dengan Fang dan Wu (2004) yang
menambahkan bahwa glukomanan mempunyai kemampuan menyerap air yang
tinggi. Kemampuan glukomanan pada porang dalam menyerap air dikarenakan
glukomanan berfungsi sebagai hidrokoloid, sehingga banyak mengandung gugus
hidroksil (OH) pada struktur rantainya. Diketahui bahwa penyerapan air yang tinggi
disebabkan oleh pembentukan ikatan hidrogen yang kuat antara gugus hidroksil
(OH) dengan air.
Selain peran pati dan glukomanan, daya serap air juga dipengaruhi oleh
kadar protein dan kadar air dalam tepung (moisture). Ma’rufah et al (2016)
menyatakan semakin berkurang kadar protein maka daya serap air akan semakin
melemah. Hal ini dikarenakan penyerapan dan pengikatan air merupakan salah satu
sifat protein. Selain itu daya serap air dipengaruhi oleh kadar air (moisture) dan
kondisi kelembaban tempat penyimpanan. Menurut Pomanto et al (2016) dalam
Melidia (2021) perendaman bahan dalam zat asam dapat mengakibatkan gugus
hidroksil (OH) pada bahan terputus. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
perendaman umbi porang pada berbagai konsentrasi yang dilakukan secara
signifikan mampu memutus gugus hidroksil pada pati dan glukomanan, sehingga
menurunkan persentase daya serap airnya. Hasil analisis ragam (Lampiran 6)
bahwa perendaman tepung porang pada berbagai konsentrasi asam sitrat diketahui
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase daya serap air tepung porang.

4.6 Daya Serap Minyak

Daya serap minyak merupakan karakteristik tepung yang menunjukkan


kemampuan tepung mengikat minyak secara fisik dengan menggunakan daya tarik
kapiler. Daya serap minyak dipengaruhi oleh kandungan pati, lemak serta protein

36
yang memiliki gugus non-polar dalam tepung (Ali et al, 2016). Diniyah et al (2018)
menjelaskan daya serap minyak merupakan karakteristik kualitas tepung yang
penting untuk mempertahankan flavour (cita rasa) dan serta peningkatan mouthfeel
pada produk makanan.

Persentase daya serap minyak menurun seiring dengan meningkatnya


konsentrasi larutan asam sitrat. Pada Tabel 9 diketahui persentase rata-rata daya
serap minyak tepung porang berkisar 107,56 – 127,57%. Hasil analisis ragam
(Lampiran 7) menunjukkan perendaman tepung porang pada berbagai konsentrasi
asam sitrat berpengaruh sangat nyata terhadap persentase daya serap minyak tepung
porang. Nilai rerata daya serap minyak tepung porang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rata-Rata Daya Serap Minyak Tepung Porang dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat

Konsentrasi Larutan Asam Sitrat (%) Daya Serap Minyak (%)


0 127,57 ± 7,72b
2,5 112,97 ± 4,06a
5 109,52 ± 5,78a
7,5 107,68 ± 5,61a
10 107,56 ± 5,30a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Protein yang memiliki rantai non-polar mampu berikatan dengan minyak.


Kemampuan menyerap minyak dari tepung porang ini menunjukkan adanya bagian
yang bersifat lipofilik pada komponen penyusunnya. Falade dan Christoper (2015)
menjelaskan komponen kimia utama yang mempengaruhi kapasitas penyerapan
minyak adalah protein, yang terdiri dari bagian hidrofilik dan hidrofobik. Rantai
samping asam amino non-polar dapat membentuk interaksi hidrofobik dengan
rantai hidrokarbon lipid. Sehingga persentase daya serap minyak ini berbanding
lurus dengan persentase kadar protein pada tepung porang. Pada Tabel 9 dapat
dilihat bahwa kadar protein tepung porang mengalami penurunan seiring dengan
peningkatan konsentrasi larutan asam sitrat. Dengan demikian semakin menurun

37
kadar protein, maka kemampuan tepung porang dalam mengikat (menyerap)
minyak akan semakin menurun pula.
Selain protein, amilosa dalam pati juga memiliki kemampuan dalam
berikatan dengan minyak (lipid) (Muchlisyiyah et al, 2016). Dengan adanya
kemampuan menyerap minyak pada pati menunjukkan bahwa pati tersebut
memiliki bagian yang bersifat lipofilik pada komponen penyusunnya (Falade et al,
2014). Qin et al (2016) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar amilosa yang
terkandung maka kemampuan dalam menyerap minyak akan semakin baik. Hal
disebabkan karena amilosa dapat membentuk senyawa kompleks dengan minyak
(lipid) dalam bentuk amilosa-lipid. Pada Tabel 9 diketahui nilai daya serap minyak
tepung porang mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi
larutan asam sitrat. Hal ini diduga karena banyaknya ion H+ mampu memutus ikatan
hidrogen pada gugus hidroksil (OH) pati (amilosa) sehingga menurunkan
konsentrasi pati pada tepung porang. Penurunan konsentrasi pati ini kemudian
berpengaruh terhadap ketersediaan amilosa yang dapat membentuk kompleks
dengan minyak (lipid), sehingga dampak tersebut terlihat pada kemampuan
mengikat minyak yang semakin menurun.

4.7 pH (Derajat Keasaman)

Penentuan pH dilakukan dengan mengukur aktivitas ion hidrogen (H+)


dengan menggunakan alat pH Meter. Nilai pH suatu produk mencerminkan derajat
keasaman atau kebasaan suatu larutan (produk). Nilai pH juga berkaitan erat dengan
kualitas produk baik dari segi pengolahan hingga pengawetan bahan makanan.
Produk dengan nilai pH atau derajat keasaman yang tinggi (pH<7) akan lebih tahan
lama, hal ini dikarenakan mikroba sulit tumbuh pada suasana asam (Rienoviar dan
Nashrianto, 2010).
Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 8 dapat diketahui bahwa
perlakuan perendaman umbi porang di berbagai konsentrasi asam sitrat
berpengaruh sangat nyata terhadap pH tepung porang. Nilai rata-rata penurunan pH
tepung porang pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

38
Tabel 10. Nilai Rata-Rata pH (Derajat Keasaman) Tepung Porang dengan
Perendaman Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat

Konsentrasi Larutan Asam Sitrat (%) pH


0 6,21 ± 0,14c
2,5 5,07 ± 0,18b
5 3,82 ± 0,66a
7,5 3,40 ± 0,26a
10 3,28 ± 0,36a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil (COOH) yang
dapat melepas proton (H+) dalam larutan. Tepung porang dengan perlakuan tanpa
perendaman dalam larutan asam sitrat memiliki pH yang mendekati pH netral yakni
senilai 6,21. Nilai pH mengalami penurunan seiring dengan peningkatan
konsentrasi larutan asam sitrat hingga pH menjadi 3,28. Hal ini sejalan dengan
Shodiq (2016) dalam penelitiannya tentang pengaruh konsentrasi larutan asam sitrat
dengan penurunan pH tepung kulit pisang. Asam sitrat sitrat yang merupakan asam
karboksilat dan bersifat asam karena mengandung gugus karboksil yang dapat
mengion dalam larutan, menghasilkan ion karboksilat dan proton. Sehingga asam
sitrat mampu menurunkan pH suatu zat. Kemudian Melidia (2021) menambahkan
proses perendaman bahan dalam larutan asam sitrat menyebabkan molekul asam
sitrat akan terdifusi ke dalam jaringan bahan.

4.8 Rendemen
Pengukuran rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase produk yang
dihasilkan dari pengolahan suatu bahan. Rendemen tepung porang dihitung dengan
menghitung persentase tepung porang yang dihasilkan setelah proses pengeringan
dan penghalusan chips umbi porang. Berdasarkan hasil analisis ragam pada
Lampiran 9 dapat diketahui bahwa perlakuan perendaman umbi porang di
berbagai konsentrasi asam sitrat berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen
tepung porang. Nilai rata-rata rendemen tepung porang pada berbagai perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 11.

39
Tabel 11. Nilai Rata-Rata Rendemen Tepung Porang dengan Perendaman
Berbagai Konsentrasi Larutan Asam Sitrat

Konsentrasi Larutan Asam Sitrat (%) Rendemen (%)


0 14,55 ± 1,36a
2,5 17,13 ± 0,95ab
5 17,33 ± 2,53ab
7,5 18,26 ± 1,87b
10 21,89 ± 2,70c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Persentase rata-rata rendemen tepung porang mengalami kenaikan seiring


dengan peningkatan konsentrasi larutan asam sitrat. Nilai rendemen tepung porang
berkisar 14,55 – 21,89%. Hal ini sejalan dengan penelitian Melidia (2021) dimana
peningkatan konsentrasi asam sitrat pada perendaman umbi suweg mampu
meningkatkan persentase rendemen tepung suweg yang dihasilkan.

Nilai rendemen mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan nilai


kadar air (Tabel 5). Rendemen tertinggi didapat pada perlakuan konsentrasi larutan
asam sitrat 10% dikarenakan kadar air tepung tertinggi terdapat pada perlakuan
tersebut. Pada kondisi tersebut chips porang belum kering secara optimal dan kadar
air masih cukup tinggi, sehingga diduga bobot air atau kandungan air didalam chips
mempengaruhi berat tepung yang dihasilkan.

40
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:

1. Perlakuan perendaman umbi porang dalam berbagai konsentrasi asam sitrat


berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium oksalat, kadar air, kadar protein,
warna, daya serap minyak, pH dan rendemen namun tidak berpengaruh nyata
terhadap daya serap air.
2. Karakteristik fisik dan kimia tepung umbi terbaik terdapat pada perendaman
umbi porang dalam larutan asam sitrat konsentrasi 10% yang memiliki
karakteristik kadar kalsium oksalat 35,70 mg/100g, kadar air 8,92%, kadar
protein 3,24%, nilai L* 88,75, nilai a* 5,75, nilai b* 33,25, daya serap air
1686,26%, daya serap minyak 107,56%, derajat asam (pH) 3,28, dan rendemen
21,89%.

5.2 Saran

Perlu dilakukan pembilasan berulang pada umbi porang yang telah


direndam dalam larutan asam sitrat selama 30 menit hingga air cucian memiliki pH
yang netral, hal ini ditujukan agar tidak terlalu mempengaruhi nilai pH pada tepung
porang yang dihasilkan.

41
DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1980. Official Methods of


Analysis Association of Official Analytical Chemists. 13th Edition.

Agustin, R., Estiasih, T., dan Wardani, A. K. 2017. Penurunan Oksalat pada Proses
Perendaman Umbi Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) di Berbagai
Konsentrasi Asam Asetat. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 18(3): 191-200.

Ali, A., Wani, T. T., Wani, I. A., dan Masoodi, F. A. 2016. Comparative Study of
The Physico-chemical Properties of Rice and Corn Starches Grown in Indian
Temperate Climate. Journal of The Society of Agricultural Sciences. Vol.
15(1): 75-82.

Ambarwati, E., dan Murti, R. H. 2001. Analisis Korelasi dan Koefisien Lintas Sifat-
Sifat Agronomi terhadap Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles (Amorphophallus
variabilis). Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 8(2): 55-61.

Anggraeni, D. A., Widjanarko, S. B., dan Ningtyas, D. W. 2014. Proporsi Tepung


Porang (Amorphophallus muelleri Blume): Tepung Maizena terhadap
Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2(3): 214-
223.

Angraiyati, D., dan Hamzah, F. 2017. Lama Pengeringan pada Pembuatan Teh
Herbal Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.,) terhadap
Aktivitas Antioksidan. JOM Faperta UR. Vol. 4(1): 1-12.

Arifin, M. A. 2001. Pengeringan Keripik Umbi Iles-Iles Secara Mekanik untuk


Meningkatkan Mutu Keripik Iles. [Tesis]. Teknologi Pasca Panen. PPS IPB.
Bogor
Augustijns P dan Brewster M E. 2007. Solvent Systems and Their Selection in
Pharmaceutics and Biopharmaceutics. New York : Springer.
Dananjaya, N. O. S. 2010. Optimasi Proses Penepungan dengan Metode “Stamp
Mill” dan Pemurnian Tepung Porang dengan Metode Ekstraksi Etanol
Bertingkat Untuk Pengembangan Industri Tepung porang (Amorphophallus
oncopylus). [Skripsi]. FTP Universitas Brawijaya. Malang

Dewi, S. K., Dwiloka, D., dan Setiani, B. E. 2017. Pengurangan Kadar Oksalat
pada Umbi Talas dengan Penambahan Arang Aktif pada Metode
Pengukusan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 6(2): 1-4.

Diana, F. N. 2010. Simulasi dengan Metode Monte Carlo untuk Proses Pembuatan
Nanomaterial Menggunakan Ball-Mill. [Skripsi]. FMIPA Universitas
Indonesia. Depok.

42
Diniyah, N., Subagio, A., Sari, R. N. L., dan Yuwana, N. 2018. Sifat Fisikokimia
dan Fungsional Pati dari Mocaf (Modified Cassava Flour) Varietas Kaspro
dan Cimanggu. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Vol. 15(2): 80-90.

Dwiyono, K., Sunarti, T. C., Suparno, O., dan Haditjaroko, L. 2014. Penanganan
Pascapanen Umbi Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume) Studi Kasus di
Madiun, Jawa Timur. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 24(3): 179-
188.

Falade, K. O., dan Christopher, A. S. 2015. Physical, Functional, Pasting and


Thermal Properties of Flours and Starches of Six Nigerian Rice Cultivars.
Food Hydrocolloids. Vol. 44: 478-490.

Falade, K. O., Semon, M., Fadairo, O. S., Oladunjoye, A. O., dan Orou, K. K. 2014.
Functional and Physico-chemical Properties of Flours and Starches of
African Rice Cultivars. Food Hydrocolloids. Vol. 39: 41-50.
Fang, W., dan Wu, P. 2004. Variations of Konjac Glucomannan (KGM) from
Amorphophallus konjac and Its Refined Powder in China. Journal Food
Hydrocolloids. Vol. 18: 167-170.

Faridah, A., dan Widjanarko, S. B. 2013. Optimization of Multilevel Ethanol


Leaching Process of Porang Flour (Amorphophallus muelleri) Using
Response Surface Methodology. International Journal on Advanced Science
Engineering Information Technology. Vol. 3(2): 74–80.

Faridah, A., Widjanarko, S. B., Sutrisno, A., dan Susilo, B. 2012. Optimasi
Produksi Tepung Porang dari Chip Porang Secara Mekanis dengan Metode
Permukaan Respons. Jurnal Teknik Industri. Vol. 13(2): 158-166.

Fernida, A. N. 2009. Pemungutan Glukomanan dari Umbi Iles-Iles


(Amorphophallus sp). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Haryani, K., Utami, C. P., dan Fitrianingrum, S. A., dan. 2012. Pemanfaatan Iles-
Iles (Amorphophallus oncophyllus) sebagai Bahan Pengenyal pada
Pembuatan Tahu. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 1(1): 79-85
Haryani, K., dan Hargono. 2008. Proses Pengolahan Iles-Iles (Amorphophallus sp.)
Menjadi Glukomanan Sebagai Gelling Agent Pengganti Boraks. Momentum.
Vol. 4(2): 38-41.

Hatmi, R. U., dan Djaafar, T. F. 2014. Keberagaman Umbi-Umbian sebagai


Pangan Fungsional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogyakarta.

Hustiany, Rini. 2005. Karakteristik Produk Olahan Kerupuk dan Surimi dari
Daging Ikan Patin (Pangasius sutchi) Hasil Budidaya sebagai Sumber
Protein Hewani. Jurnal Media Gizi dan Keluarga. Vol. 29(2): 66-74.

43
Indriyani, S., Ariesoesilaningsih, E., Wardiyati, T., dan Purnobasuki, H. 2010.
Hubungan Faktor Lingkungan Habitat Porang (Amorphophallus muelleri
Blume) pada Lima Agroforestri di Jawa Timur dengan Kandungan Oksalat
Umbi. Proceeding Book Volume 1. 7th Basic Science National Seminar.
FMIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Kalsum, Umi. 2012. Kualitas Organoleptik dan Kecepatan Meleleh Es Krim


dengan Penambahan Tepung Porang (Amorphophallus onchophyllus)
sebagai Bahan Penstabil. [Skripsi]. Universitas Hasanudin. Makassar.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2021.


Perluasan Lahan dan Hilirisasi Industri Menjadi Titik Awal Pengembangan
Tanaman Porang. Kemenko Perekonomian. Jakarta.

Kumoro, A. C., Putri, R. D. A., Budiyati, C. S., Retnowati, D. S., dan Ratnawati.
2014. Kinetics of Calcium Oxalate Reduction in Taro (Colocasia esculenta)
Corm Chips during Treatments Using Baking Soda Solution. Procedia
Chemistry 9: 102-112.

Kurniawan, S., dan Kusnayat, A. 2016. Perancangan Hammer pada Mesin


Hammer Mill Menggunakan Metoda Discrete Element Modelling Untuk
Meningkatkan Kehalusan Penggilingan Kulit Kopi. Jurnal Rekayasa Sistem
dan Industri. Vol. 3(4): 21-24.

Kurniawati, Ika. 2007. Studi Pembuatan Mie Instan Berbasis Tepung Komposit
Dengan Penambahan Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus).
[Skripsi]. FTP Universitas Brawijaya. Malang.
Lindawati, N. Y., dan Nofitasari, J. 2021. Efektivitas Sari Buah Lemon (Citrus
limon (L.) Burm. f. Sebagai Khelating Logam Berat Tembaga. Jurnal Farmasi
dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol. 8(1): 68-73.
Lukitaningsih, E., Rumiyati., Puspitasari, I., dan Christiana, M. 2012. Analysis
Macronutrient Content, Glycemic Index and Calcium Oxalate Elimination in
Amorphophallus campanulatus (Roxb.). Jurnal Natural. Vol. 12(2): 1-8.
Ma’rufah, A., Ratnani, R. D., dan Riwayati, I. 2016. Pengaruh Modifikasi Secara
Enzimatis Menggunakan Enzim α-Amilase Dari Kecambah Kacang Hijau
terhadap Karakteristik Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus
Lamk). Jurnal Inovasi Teknik Kimia. Vol. 1(2): 65-70.
Mardiah, Elida. 2011. Mekanisme Inhibisi Enzim Polifenol Oksidase Pada Sari
Buah Markisa Dengan Sistein dan Asam Askorbat. Jurnal Riset Kimia. Vol.
4(2): 32-37.
Marliana, Eka. 2011. Karakterisasi dan Pengaruh NaCl terhadap Kandungan
Oksalat dalam Pembuatan Tepung Talas Banten. [Skripsi]. FTP IPB. Bogor.

44
Mayasari, Novia. 2010. Pengaruh Penambahan Larutan Asam dan Garam sebagai
Upaya Reduksi Oksalat pada Tepung Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott).
[Skripsi]. FTP IPB. Bogor.
Melidia. 2021. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Sifat Fisikokimia pada
Tepung Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus). [Skripsi]. Fakultas
Pertanian. Universitas Jambi. Jambi

Muchlisyiyah, J., Prasmita, H. S., Estiasih, T., dan Laeliocattleya, R. A. 2016. Sifat
Fungsional Tepung Ketan Merah Pragelatinisasi. Jurnal Teknologi
Pertanian. Vol 17(3): 195-202.

Muchtadi, T. R., Sugiyono., dan Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu Pengetahuan


Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Muttakin, S., Muharfiza., dan Lestari, S. 2015. Reduksi Kadar Oksalat pada Talas
Banten Melalui Perendaman dalam Air Garam. Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon. Vol. 1(7): 1707-1710.

Ni’Maturohmah, Eva. 2019. Optimasi Pengeringan Chips Porang


(Amorphophallus muelleri Blume) Skala Pilot Plant Menggunakan Rotary
Oven Tray. [Tesis]. FTP Universitas Brawijaya. Malang.

Paiki, S. N. P., Irman., Sarungallo, Z. L., Latumahina, R. M. M., Susanti, C. M. E.,


Sinaga, N. I., dan Irbayanti, D. N. 2018. Pengaruh Blansing dan Perendaman
Asam Sitrat terhadap Mutu Fisik dan Kandungan Gizi Tepung Buah Pandan
Tikar (Pandanus tectorius Park.) Journal Agritechnology. Vol 1(2): 76-83.

Pamudji, A. S., dan Rachmadani, S. 2009. Pabrik Asam Sitrat dari Mollases dengan
Menggunakan Proses Submergered Fermentasi dengan Menggunakan
Bakteri Aspergillus niger. Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Surabaya.

Paramita, Octavianti. 2021. Identifikasi Kandungan Gizi Tepung Umbi-Umbian


Lokal Indonesia. [Seminar Nasional]. Jurusan PTBB FT UNY. Yogyakarta

Pardede, M. C., Julianti, E., dan Ridwansyah. 2017. Pengaruh Suhu Blanching dan
Suhu Pengeringan terhadap Mutu Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Ubi
Jalar Ungu (Ipomea batatas L). [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara.

Pasaribu, G., Hastuti, N., Efiyanti, L., Waluyo, T. K., dan Pari, G. 2019. Optimasi
Teknik Pemurnian Glukomanan pada Tepung Porang (Amorphophallus
muelleri Blume). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 37(3): 201-208.

Purwaningsih, I dan Kuswiyanto. 2016. Perbandingan Perendaman Asam Sitrat


dan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Kalsium Oksalat pada Talas.
Jurnal Vokasi Kesehatan. Vol. 2(1): 89-93.

45
Pusat Penelitian dan Pengembangan Porang Indonesia. 2013. Modul Diseminasi:
Budidaya dan Pengembangan Porang (Amorphophallus muelleri Blume)
sebagai Salah Satu Potensi Bahan Baku Lokal. Universitas Brawijaya.
Malang.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2015. Tanaman Porang:


Pengenalan, Budidaya dan Pemanfaatannya. Puslitbangtan. Bogor.

Rasmito, A., dan Widari, S. N. 2018. Penurunan Kadar Kalsium Oksalat pada
Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) dengan Proses Pemanasan di
Dalam Larutan NaCl. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 13(1): 1-4.

Qin, Y., Liu, C., Jiang, S., Xiong, L., dan Sun, Q. 2016. Characterization of Starch
Nanoparticles Prepared By Nanoprecipitation: Influence of Amylose Content
and Starch Type. Industrial Crops and Products. Vol. 87: 182-190.

Rienoviar., dan Nashrianto, H. 2010. Penggunaan Asam Askorbat (Vitamin C)


untuk Meningkatkan Daya Simpan Sirup Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.).
Jurnal Hasil Penelitian Industri. Vol. 23(1): 8-18.

Sabahannur, St. 2020. Penggunaan NaCl dan Asam Sitrat untuk Memperpanjang
Umur Simpan dan Mutu Cabai Rawit (Capsicum frutesceus L.). jurnal Galung
Tropika. Vol. 9(1): 31-40.

Sari, R., dan Suhartati. 2015. Tumbuhan Porang: Prospek Budidaya sebagai Salah
Satu Sistem Agroforestry. Info Teknis Eboni. Vol. 12(2): 97-110.

Sasmitaloka, K. S. 2017. Produksi Asam Sitrat oleh Aspergillus niger pada


Kultivasi Media Cair. Jurnal Integrasi Proses. Vol. 6(3): 116-122.

Shodiq, M. H. 2016. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Suhu Pengeringan


terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Kulit Pisang (Musa paradisiaca).
[Skripsi]. FTP Universitas Brawijaya. Malang.

Simpson, T. S., Savage, G. P., Sherlock, R., dan Vanhanen, L. P. 2009. Oxalate
Content of Silver Beet Leaves (Beta vulgaris var. cicla) at Different Stages of
Maturation and The Effect of Cooking with Different Milk Sources. Journal
of The Agriculture, Food and Chemical. Vol. 57(22): 10804-10808.

Siswanti., Anandito, R. B. K., dan Manuhara, G. J. 2013. Karakterisasi Edible Film


Komposit dari Glukomanan Umbi Iles-Iles (Amorphophallus Muelleri
Blume) dan Maizena. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. Vol. 6(2): 111-118.

Standar Nasional Indonesia. 2020. Serpih Porang (Amorphophallus muelleri


Blume) Sebagai Bahan Baku (SNI 7939:2020). Badan Standardisasi Nasional
(BSN). Jakarta.

46
Suharti, S., Alamsyah, A., dan Sulastri, Y. 2019. Pengaruh Lama Perendaman
dalam Larutan NaCl dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Talas
Belitung (Xanthosoma sagittifolium). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol.
5(1): 402-413.

Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-


Sifat Lainnya. Jurnal Biodiversitas. Vol. 6(3): 185-190.

Surianti, N. S., Agung, I. G. N., dan Puspawati, G. A. K. D. 2012. Pengaruh


Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Karakteristik Ekstrak Pigmen Limbah
Selaput Lendir Biji Terung Belanda (Cyphomandra beatacea S.) dan
Aktivitas Antioksidannya. Jurnal ITEPA. Vol. 1(1): 1-10.

Sutrisno, Aji. 2011. Proses Penurunan Kadar Kalsium Oksalat Menggunakan


Penepungan “Stamp Mill” untuk Pengembangan Industri Kecil Tepung Iles-
Iles (Amorphophallus muelleri Blume). Jurnal Pangan. Vol. 20(4): 331-340.
Trihardhini, Rizky. 2016. Pemanfaatan Daun Matoa (Pometia pinnata) sebagai
Adsorben Logam Timbal (Pb) dalam Air Menggunakan Aktivator Asam Sitrat
(C6H8O7). Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.

Triyono, Agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada


Proses Isolasi Protein terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan
Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ulfa, D. A. N., dan Nafi’ah, R. 2018. Pengaruh Perendaman NaCl terhadap Kadar
Glukomanan dan Kalsium Oksalat Tepung Iles-Iles (Amorphophallus
variabilis Bi). Cendekia Journal of Pharmacy. Vol. 2(2): 124-133.
Wardani, R. K., dan Arifiyana, D. 2021. Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu
Larutan Jeruk Nipis terhadap Kadar Kalsium Oksalat pada Umbi Porang.
Journal of Research and Technology. Vol. 7: 1-8.

Wardani, R. K., dan Handrianto, P. 2019. Pengaruh Perendaman Umbi dan Tepung
Porang dalam Sari Buah Belimbing Wuluh terhadap Sifat Fisik dan Kadar
Kalsium Oksalat. Journal of Pharmacy and Science. Vol. 4(2): 105-109.

Wardani, R. K., dan Handrianto, P. 2019. Reduksi Kalsium Oksalat pada Umbi
Porang dengan Larutan Asam. Graniti. Surabaya.

Wang, W. and Johnson, A. 2003. Konjac: An Introduction. Konjac Company Ltd.


Fuzhou City, China. 3p. http://www.cybercolloids.net/information/technical-
articles/introduction-konjac (diakses 27-01-22).

47
Wibowo, C., Erminawati., Hariyanti, P., dan Wicaksono, R. 2017. Pengaruh
Perlakuan Pendahuluan terhadap Karakteristik Tepung yang dihasilkan dari
Umbi Kentang Varietas Granola. Prosiding Seminar Nasional dan Call for
Papers. Universitas Jenderal Soedirman.

Widjanarko, S. B., Sutrisno, A., dan Faridah, A. 2011. Efek Hidrogen Peroksida
terhadap Sifat Fisiko-Kimia Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus)
dengan Metode Maserasi dan Ultrasonik. Jurnal Teknologi Pangan. Vol.
12(3): 143-152.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wootton, A. N., Luker-Brown, M., Westcott, R. J., dan Cheetham, P. S. J. 1993.


The Extraction of a Glucomannan Polysaccharide from Konjac Corms
(Elephant Yam, Amorphophallus rivieri). Journal of The Science Food And
Agriculture. Vol. 61(4): 429-433.
Wulf-Johansson, H., Amrutkar, D. V., Hay-Schmidt, A., Poulsen, A. N., Klaerke,
D. A., Olesen, J., dan Jansen-Olesen, I. 2010. Localization of Large
Conductance Calcium-Activated Potassium Channels and Their Effect on
Calcitonin Generelated Peptide Release in The Rat Trigemino-Neuronal
Pathway. Journal Neuroscience. Vol. 167(4): 1091-1102.

Yam, K. L., dan Papadakis, S. E. 2004. A Simple Digital Imaging Method for
Measuring and Analyzing Color of Food Surfaces. Journal of Good
Engineering. Vol. 61(61): 137-142.

Yuanita, Maulina. 2008. Penurunan Kadar Kalsium Oksalat pada Tepung Porang
(Amorphophallus oncophyllus) Menggunakan Kombinasi “Hammer Mill”,
“Stamp Mill” dan Fraksinasi Hembusan Blower. [Skripsi]. FTP Universitas
Brawijaya. Malang.

Yuniar, Eska. 2016. Kajian Perbandingan Tepung Kacang Koro Pedang


(Canavalia ensiformis) dengan Tepung Tapioka dan Konsentrasi Kuning
Telur terhadap Karakteristik Cookies Koro. Skripsi. Fakultas Teknik
Universitas Pasundan. Bandung
Yuwono, S. S. 2010. Introduksi Glukomanan Porang (Amorphophallus
oncophyllus) dalam Pembuatan Beras Tiruan Sebagai Upaya Peningkatan
Potensi Lokal untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan. Universitas Brawijaya
Malang.

48
LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Umbi Porang (Melidia,


2021 yang telah dimodifikasi).

Umbi porang

Pengupasan kulit Kulit umbi

Pengirisan ± 5 mm

Pencucian Air kotor

P1 = Asam Sitrat 0 %
P2 = Asam Sitrat 2,5 % Perendaman porang dalam
P3 = Asam Sitrat 5 % asam sitrat selama 30 menit
P4 = Asam Sitrat 7,5 %
P5 = Asam Sitrat 10 %

Pembilasan Air kotor

Pengeringan menggunakan
oven 50°C selama 24 Jam

Penggilingan menggunakan
blender

Pengayakan 60 Mesh

Tepung porang

49
Lampiran 2. Data Hasil Analisis Ragam Uji Kadar Kalsium Oksalat

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Kadar Kalsium


Oksalat Tepung Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 530,31 422,23 501,30 426,00 1879,84 469,96
2,5 164,47 188,75 220,94 183,22 757,38 189,34
5 115,88 164,36 115,81 166,93 562,99 140,75
7,5 56,52 64,63 67,41 56,54 245,10 61,28
10 45,78 29,62 32,37 35,04 142,81 35,70
Total 912,96 869,60 937,83 832,69
Rata-rata 182,59 173,92 187,57 208,17 179,41
FK = 631219,51

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 494992,82 123748,20 140,45** 3,0555 4,8932
Galat 15 13216,55 881,10
Total 19 508209,37
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 16,55% SY = 14,8416
P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 44,7328 46,8997 48,2355 49,1556

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 469,96 d
P2 189,34 c
P3 140,75 b
P4 61,28 a
P5 35,70 a

50
Lampiran 3. Data Hasil Analisis Ragam Uji Kadar Air
a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Kadar Air Tepung
Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 5,3375 5,2613 4,5402 5,8549 20,99 5,25
2,5 6,1013 7,7401 6,0117 7,0793 26,93 6,73
5 7,4562 8,0130 6,1436 8,5994 30,21 7,55
7,5 9,0499 9,4084 7,9686 6,9352 33,36 8,34
10 9,7426 9,9088 8,1606 7,8535 35,67 8,92
Total 37,69 40,33 32,82 36,32
Rata-rata 7,54 8,07 6,56 7,26 7,36
FK = 1082,89

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 33,089 8,2723 9,2888** 3,0555 4,8932
Galat 15 13,358 0,8905
Total 19 46,448
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 12,82% SY = 0,47185
P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 1,4221 1,4910 1,5335 1,5627

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 5,25 a
P2 6,73 b
P3 7,55 bc
P4 8,34 c
P5 8,92 c

51
Lampiran 4. Data Hasil Analisis Ragam Uji Kadar Protein

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Kadar Protein


Tepung Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 3,5093 7,8907 7,0256 7,9038 26,33 6,58
2,5 2,6294 7,9012 8,7645 4,3692 23,66 5,92
5 6,1331 3,5128 6,1352 2,6329 18,41 4,60
7,5 3,5093 1,7570 4,3896 3,5035 13,16 3,29
10 1,7541 1,7541 5,0554 4,3823 12,95 3,24
Total 17,54 22,82 31,37 18,41
Rata-rata 3,51 4,56 6,27 4,60 4,73
FK = 406,18

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 77,09 19,27 4,7568* 3,0555 4,8932
Galat 15 60,78 4,05
Total 19 137,87
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 42,60% SY = 1,0064
P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 3,0334 3,1803 3,2709 3,3333

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 6,58 b
P2 5,92 ab
P3 4,60 ab
P4 3,29 a
P5 3,24 a

52
Lampiran 5. Data Hasil Analisis Ragam Warna

1. Nilai L* (Lightness)

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Warna Tepung


Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 80 88 74 81 323 80,75
2,5 87 84 91 92 354 88,50
5 93 93 91 87 364 91,00
7,5 91 86 93 90 360 90,00
10 87 84 92 92 355 88,75
Total 438 435 441 442
Rata-rata 87,60 87,00 88,20 88,40 87,80
FK = 154176,8

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 264,70 66,18 4,1971* 3,0555 4,8932
Galat 15 236,50 15,77
Total 19 501,20
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 4,52% SY = 1,9853

P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 5,9838 6,2737 6,4524 6,5755

53
(Lanjutan)

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 80,75 a
P2 88,50 b
P3 91,00 b
P4 90,00 b
P5 88,75 b

2. Nilai a* (Redness)

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Warna Tepung


Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 4 3 4 4 15 3,75
2,5 5 3 4 4 16 4,00
5 3 3 5 8 19 4,75
7,5 5 8 3 5 21 5,25
10 9 9 3 2 23 5,75
Total 26 26 19 23
Rata-rata 5,2 5,2 3,8 4,6 4,70
FK = 441,80

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 11,20 2,80 0,5600ns 3,0555 4,8932
Galat 15 75,00 5,00
Total 19 86,20
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

54
(Lanjutan)

3. Nilai b* (Yellowness)

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Warna Tepung


Porang

Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 24 31 26 27 108 27,00
2,5 27 31 26 30 114 28,50
5 31 28 31 29 119 29,75
7,5 36 34 28 36 134 33,50
10 36 32 30 35 133 33,25
Total 154 156 141 157
Rata-rata 30,80 31,20 28,20 31,40 30,40

FK = 18483,20

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 133,30 33,325 4,3279* 3,0555 4,8932
Galat 15 115,50 7,7
Total 19 248,80
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 9,13% SY = 1,3874

P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 4,1817 4,3843 4,5091 4,5952

55
(Lanjutan)

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 27,00 a
P2 28,50 a
P3 29,75 ab
P4 33,50 b
P5 33,25 b

56
Lampiran 6. Data Hasil Analisis Ragam Daya Serap Air

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Daya Serap Air
Tepung Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 1.796,45 1.903,62 1.904,94 1.900,20 7505,20
1876,30
2,5 1.878,40 1.852,58 1.835,54 1.802,24 7368,75 1842,19
5 1.769,13 1.749,22 1.722,28 1.689,09 6929,71 1732,43
7,5 1.717,85 1.770,72 1.747,70 1.614,62 6850,89 1712,72
1686,26
10 1.688,41 1.711,89 1.636,34 1.708,40 6745,03
Total 8850,24 8988,02 8846,79 8714,53
Rata-rata 1770,05 1797,60 1769,36 1742,91 1769,97
FK = 17504247,52
b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 112863,17 28215,79 12,7999** 3,0555 4,8932
Galat 15 33065,70 2204,38
Total 19 145928,87
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)5
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 2,65% SY = 23,4754
P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 70,7548 74,1823 76,2950 77,7505

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 1876,30 b
P2 1842,19 b
P3 1732,43 a
P4 1712,72 a
P5 1686,26 a

57
Lampiran 7. Data Hasil Analisis Ragam Daya Serap Minyak
a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Daya Serap
Minyak Tepung Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 134,98 118,30 124,26 132,77 510,30 127,57
2,5 113,63 108,36 118,11 111,79 451,90 112,97
5 112,47 106,20 103,36 116,04 438,06 109,52
7,5 103,23 114,13 102,76 110,62 430,73 107,68
10 103,83 110,44 102,45 113,54 430,26 107,56
Total 568,13 557,43 550,93 471,22
Rata-rata 113,63 111,49 110,19 117,80 113,06
FK = 230632,36

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 26159,43 6539,86 193,55** 3,0555 4,8932
Galat 15 506,82 33,79
Total 19 26666,25
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 5,14% SY = 2,9063
P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 8,7598 9,1841 9,4457 9,6259

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 127,57 b
P2 112,97 a
P3 109,52 a
P4 107,68 a
P5 107,56 a

58
Lampiran 8. Data Hasil Analisis Ragam Derajat Keasaman (pH)

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Derajat Keasaman


(pH) Tepung Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 6,38 6,24 6,19 6,13 24,84 6,21
2,5 5,29 5,09 5,04 4,84 20,26 5,07
5 4,65 3,34 4,04 3,23 15,26 3,82
7,5 3,53 3,08 3,54 3,70 13,74 3,44
10 3,01 2,99 3,34 3,76 13,10 3,28
Total 22,75 20,74 22,15 21,56
Rata-rata 4,55 4,15 4,43 4,31 4,36
FK = 380,19
b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 25,00 6,25 45,0851** 3,0555 4,8932
Galat 15 2,08 0,14
Total 19 27,08
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 8,54% SY = 0,1861
P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 0,5610 0,5882 0,6050 0,6165

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 6,21 c
P2 5,07 b
P3 3,82 a
P4 3,44 a
P5 3,28 a

59
Lampiran 9. Data Hasil Analisis Ragam Rendemen

a. Data Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Sitrat terhadap Rendemen Tepung


Porang
Konsentrasi Ulangan
Larutan Total Rata-rata
Asam Sitrat I II III IV
0 16,5138 13,5938 13,6550 14,4413 58,20 14,55
2,5 18,1625 15,8675 17,3950 17,0938 68,52 17,13
5 18,1225 20,1050 14,0325 17,0671 69,33 17,33
7,5 19,3463 19,8663 18,1725 15,6713 73,06 18,26
10 23,7438 23,9697 21,7238 18,1313 87,57 21,89
Total 95,89 93,40 84,98 82,40
Rata-rata 19,18 18,68 17,00 16,48 17,83
FK = 6360,83

b. Tabel Sidik Ragam

Ftabel
SK db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 4 112,72 28,18 7,0482* 3,0555 4,8932
Galat 15 59,97 4,00
Total 19 172,69
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 (1%)
* = berpengaruh sangat nyata pada α = 0,05 (5%)
ns = tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 (5%)

c. Uji Lanjut DMRT

KK = 11,21% SY = 0,9997

P 2 3 4 5
LSR 5% 3,014 3,160 3,250 3,312
SSR 5% 3,0133 3,1592 3,2492 3,3112

Perlakuan Rata-rata Notasi


P1 14,55 a
P2 17,13 ab
P3 17,33 ab
P4 18,26 b
P5 21,89 c

60
Lampiran 10. Pembuatan Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus)
dan Pengujian Karakteristik Fisik dan Kimia

1. 2. 3.
Umbi porang Pengupasan kulit porang Kulit (limbah) porang
(Amorphophallus oncophyllus)

4. 5. 6.
Umbi porang yang telah Pengirisan umbi dengan Penimbangan Porang
dikupas ketebalan ±5 mm menjadi sebanyak 800 gram
bentuk chips

7. 8. 9.
Pencucian chips porang hasil Penirisan chips porang bersih Perendaman chips porang
pengirisan pada larutan asam sitrat
selama 30 menit

61
(Lanjutan)

10. 11. 12.


Pembilasan chips porang usai Penirisan kembali usai Penyusunan chips porang
perendaman pembilasan dalam loyang

13. 14. 15.


Pengovenan chips porang Pengeluaran chips porang Chips porang kering
selama 24 jam pada suhu kering
50°C

16. 17. 18.


Pengemasan chips porang Penghalusan chips porang Pengayakan menggunakan
menggunakan blender ayakan 40 mesh

62
(Lanjutan)

19. 20. 21.


Pengemasan tepung kedalam Penyimpanan tepung porang Uji kadar kalsium oksalat
plastik ziplock sebelum dianalisis tepung porang

22. 23. 24.


Sampel untuk uji kadar Uji kadar air tepung porang Sampel uji warna tepung
protein tepung porang porang

25. 26. 27.


Uji daya serap air Uji daya serap minyak Sampel uji pH tepung porang

28.
Uji rendemen tepung porang

63

Anda mungkin juga menyukai