OLEH
YULISA FITRA, A.Md.Kep
NIK : 41561819870714201002221
A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penimbunan
abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi atreri yang disebut aterosklerosis. Kelainan
pada arteri korener akibat aterosklerosis menyebabkan suplai darah ke jantung tidak
adekuat dan sel-sel otot jantung kekurangan komponen darah. Hal ini akan menimbulkan
iskhemia pada otot-otot jantung sehingga pasien akan mengalami nyeri dada dan pada
kondisi iskhemia yang lebih berat dapat disertai dengan kerusakan sel jantung yang
bersifat irreversible (Brown & Edwars, 2004; Smeltzer & Bare, 2008). Menurut National
Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2004), penyakit ini telah diderita oleh 13,2 juta
orang di Amerika dan telah menyebabkan kematian lebih dari 50.000 kematian setiap
tahunnya (Gray, Dawkins, Morgan, & Simpson, 2002). Penyakit jantung koroner
merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia. World Health Organization
(WHO) mencatat lebih dari 7.000 juta orang meninggal akibat penyakit jantung koroner
pada tahun 2002 dan jumlah ini diperkirakan terus meningkat.
Penyakit jantung koroner dapat dideteksi dengan pemeriksaan diagnostik
noninvasif ataupun pemeriksaan invasif. Pemeriksaan secara invasif yang dilakukan
adalah kateterisasi jantung. Prosedur kateterisasi jantung yang bertujuan untuk
mengevaluasi anatomi pembuluh darah koroner disebut dengan tindakan Coronary
angiography (Gray, et al, 2002; Smeltzer & Bare, 2008).
Di Indonesia, khususnya di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, telah
melakukan tindakan kateterisasi jantung 650 tindakan pada tahun 2006 dan 1125
tindakan pada tahun 2007. Banyak pasien yang menderita atau diduga menderita penyakit
jantung koroner menjalani prosedur kateterisasi jantung untuk menilai adanya gangguan
pada pembuluh koroner, menilai keparahan penyakit serta untuk menentukan
penatalaksanaan yang lebih cocok. Menjalani prosedur kateterisasi jantung invasif ini
akan menimbulkan kecemasan dan stres pada pasien.
Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien yang menjalani prosedur
kateterisasi jantung antara lain: cemas akan rasa nyeri, terpisah dari keluarga dan teman,
serta cemas akan prognosa buruk yang mungkin terjadi (Mcaffrey & Tailor, 2005;
Underhil et al, 2005). Respon fisiologis pasien terhadap kecemasan dan stres adalah
dengan mengaktifkan sistem saraf pusat untuk mengaktivasi hipotalamus-pituitary-
adrenal aksis dan sistem saraf simpatis yang ditandai dengan peningkatan frekuensi nadi
dan tekanan darah. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya denyut jantung dan tekanan
darah akan memperberat sistem kardiovaskular serta meningkatkan kebutuhan oksigen
dan kerja jantung sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi (Underhill,
Woods, Froelicher & Halpenny, 2005).
Perbedaan biologis, perilaku, dan psikososial antara gender mungkin juga
berpengaruh pada kemunculan penyakit jantung koroner. Jenis kelamin juga berperan
dalam gejala, perawatan, dan hasil penyakit jantung koroner. Pria umumnya mengalami
penyakit jantung 10 tahun lebih awal dibandingkan wanita. berjenis kelamin pria disebut-
sebut memiliki risiko yang lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner. Pria
mengembangkan penyakit jantung rata-rata 10 tahun lebih awal dibandingkan wanita.
Meskipun begitu, banyak ahli yang masih belum yakin mengapa serangan jantung
koroner lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.
Secara biologis, ada perbedaan yang signifikan pada jantung wanita dan pria.
Misalnya, jantung wanita biasanya berukuran lebih kecil, begitu juga beberapa ruang di
dalamnya. Dinding yang membagi beberapa bilik jantung juga lebih tipis. Sementara itu,
jantung wanita memompa lebih cepat dibandingkan pria, yaitu sekitar 10 persen lebih
sedikit darah dengan setiap tekanan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian tenaga Kesehatan khususnya
perawat, dalam melakukan tindakan kateterisasi jantung pada pasien untuk
mengetahui kapan diperlukan tindakan kateterisasi dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui defenisi jantung dan kateterisasi jantung
b. Dapat mengetahui fungsi kateterisasi jantung
c. Dapat mengetahui ciri ciri gejala penyakit jantung
d. Dapat mengetahui struktur jantung dan fungsinya
e. Dapat mengetahui jenis penyakit jantung
f. Dapat mengetahui fungsi bilik pada jantung
C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan jantung dan kateterisasi jantung?
2. Apakah fungsi dari kateterisasi jantung?
3. Apa saja faktor – faktor penyebab dilakukannya kateterisasi jantung?
4. Apa saja macam – macam dari kateterisasi jantung?
5. Apa saja indikasi kateterisasi jantung?
6. Apa saja peringatan kateterisasi jantung?
7. Apa saja persiapan kateterisasi jantung?
8. Aapa saja prosedur kateterisasi jantung?
9. Apa saja perawatan setelah kateterisasi jantung?
10. Apa saja manfaat dilakukan kateterisasi jantung?
11. Apa saja resiko dari kateterisasi jantung?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Bila kamu sedang hamil atau merencanakan kehamilan, beri tahu dokter, karena
kateterisasi jantung berpotensi menyebabkan cedera pada janin. Paparan radiasi selama
kehamilan juga bisa menyebabkan cacat lahir. Pastikan kamu juga memberitahu dokter
bila sedang menyusui.
Selain itu, penting juga untuk memberitahu dokter mengenai obat-obatan yang
sedang kamu konsumsi, termasuk obat herbal dan suplemen. Bila memungkinkan, bawa
kemasan obat untuk diperlihatkan pada dokter agar dokter tahu dengan jelas jenis obat
dan dosis yang kamu minum.
Itulah penyakit yang tidak boleh dilakukan kateterisasi jantung. Untuk menjaga
kesehatan jantung, kamu perlu menerapkan pola hidup sehat, seperti makan makanan
bergizi, berolahraga secara teratur, dan menghindari kebiasaan tidak sehat yang bisa
berdampak pada jantung.
Apabila pasien menderita beberapa kondisi di bawah ini, pasien mungkin tidak
diperbolehkan atau perlu pertimbangan khusus untuk menjalani kateterisasi jantung:
Pasien juga perlu memberi tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat-obatan,
termasuk produk herbal dan suplemen. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya membawa
kemasan obat tersebut untuk diperlihatkan kepada dokter, agar informasinya lebih jelas
dan rinci.
Pasien juga perlu mengganti pakaian dengan pakaian rumah sakit yang telah
disediakan. Setelah mengganti pakaian, pasien akan diminta untuk berbaring di atas meja
khusus tempat dilakukannya prosedur.
Pasien diharapkan untuk tetap tenang dan rileks. Namun, jika diperlukan, dokter
bisa memberikan obat penenang supaya pasien merasa rileks selama prosedur.
Untuk memasukan kateter, dokter jantung akan membuat sayatan kecil pada kulit
sebagai jalur masuk. Melalui sayatan tersebut, kateter dimasukkan ke dalam pembuluh
darah arteri dengan dibungkus plastik khusus terlebih dahulu. Setelah itu, kateter akan
didorong dan diarahkan menuju jantung. Proses ini tidak menimbulkan rasa nyeri, tapi
mungkin bisa membuat pasien merasa tidak nyaman atau tegang.
1.Angiografi koroner
2.Biopsi jantung
Tindakan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel jaringan jantung untuk
kemudian diamati menggunakan mikroskop. Kateter yang digunakan untuk biopsi
jantung dilengkapi dengan capit khusus untuk mengambil jaringan jantung.
Kateter ini biasanya dimasukkan melalui pembuluh darah vena di dekat leher atau
di daerah lipatan paha. Pasien tidak akan merasakan apa pun pada saat sampel jaringan
jantung diambil.
3. Angioplasti koroner
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk melebarkan kembali pembuluh koroner
yang menyempit atau tersumbat. Dokter akan memasukkan kateter bersamaan dengan
balon khusus yang masih dalam keadaan kempis ke pembuluh koroner yang menyempit
atau tersumbat tersebut.
Sesampainya kateter di lokasi, dokter akan menggembungkan balon, sehingga
pembuluh darah akan melebar dan aliran darah kembali normal. Untuk menjaga agar
pembuluh yang dilebarkan tidak menyempit atau tersumbat lagi, dokter dapat
memasang ring jantung.
4. Valvuloplasti balon
Tujuan prosedur ini adalah untuk memperbaiki katup jantung yang mengalami
penyempitan dengan menggunakan balon. Prosedurnya mirip dengan angioplasti koroner,
tetapi di sini targetnya adalah katup jantung.
Pada prosesnya, kateter akan dipasangkan balon khusus, kemudian dimasukkan melalui
pembuluh darah menuju ke katup jantung. Sesampainya di katup jantung, balon akan
digembungkan, sehingga katup jantung akan melebar kembali.
Jika diperlukan, katup jantung yang menyempit atau bocor akan dipasangi katup jantung
buatan melalui prosedur penggantian katup jantung.
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk memperbaiki kelainan akibat penyakit
jantung bawaan, misalnya lubang pada sekat antara bilik jantung (patent foramen ovale).
Prosedur ini berbeda dengan kateterisasi jantung lainnya, karena akan menggunakan 2
kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah arteri dan vena.
Alat khusus akan dipasang pada kateter untuk memperbaiki kelainan jantung. Jika
kelainan yang terjadi adalah kebocoran katup jantung, dokter dapat memasang
penyumbat khusus untuk menghentikan kebocoran tersebut.
Tujuan prosedur ini adalah untuk mengatasi aritmia yang disebabkan oleh
kelainan jaringan jantung. Melalui kateter yang dimasukkan, dokter akan menghancurkan
jaringan abnormal yang menyebabkan irama jantung tak beraturan. Prosedur ini biasanya
membutuhkan lebih dari satu kateter.
7. Trombektomi
Setelah prosedur selesai dilakukan, kateter akan dikeluarkan dari pembuluh darah.
Sayatan tempat masuknya kateter akan ditutup dengan jahitan dan perban yang tebal
untuk mencegah perdarahan.
Usai kateterisasi jantung, pasien perlu menjalani rawat inap untuk membantu
pemulihan. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada jenis prosedur
kateterisasi jantung yang dijalani dan kondisi pasien secara keseluruhan.
1. Anjurkan pasien banyak minum air putih untuk membantu proses pembuangan zat
kontras dari dalam tubuh.
2. Bila pasien terpasang nichiban di radialis, observasi area telapak tangan, apakah
terlihat sianosis atau tidak,keluhan kebas,nyeri, dll.
3. Bila pasien masih terpasang sheath di femoral dan memungkinkan untuk dicabut
maka dilakukan pencabutan sheath dan observasi trhadap perdarahan/ hematoma,
bila pasien dilakukan pemasangan stent maka sheath dipertahankan kurang lebih 4-6
jam di ruangan.
4. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang hal- hal yang perlu di
perhatikan terutama untuk daerah ekstremitas yang dilakukan penusukkan seperti:
- Bila terpasang nichiban, tidak boleh terkena air selama 24 jam kedepan
- Tidak boleh di tekuk Selma 2-4 jam setelah tindakan
- Nichiban/ tr band( balon yang diberi tekanan diberi plester plastic) di aff
2 jam setelah tindakan
- Setelah 24 jam, ganti balutan dengan menggunakan plester biasa.
- Kurang lebih selama 1 minggu tidak boleh untuk menggangkat,
menggendarai motor atau menyetir mobil.
- Pada tangan yang dilakukan penusukan kateterisasi tidak boleh
menggangkat beban yang beratnya >5 kg selama 1 minggu.
- Bila pasien terpasang sheath di femoralis, pasien tidak boleh menekuk
kakinya/ immobilisasi selama 6 jam.
- Dan setelah aff sheath pun, pasien harus immobilisasi selama 6 jam.
PENUTUP
Pasien yang akan menjalani prosedur kateterisasi jantung perlu diberikan tindakan-
tindakan untuk mengurangi kecemasannya seperti pemberian pendidikan kesehatan serta teknik
relaksasi. Selain itu perlu dipersiapkan EKG 12 lead, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik,
puasa 4-6 jam, memberikan premedikasi sedatif, diberikan antihistamin (dipenhidramin),
penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, membuka perhiasan yang dapat mengganggu
hasil angiogram.
Selama prosedur kateterisasi berlangsung, perawat memonitor vital sign dan perubahan
hemodinamik, perubahan status emosiona pasien, kesadaran, respon vokal, dan ekspresi wajah
yang menunjukkan ketidaknyamanan. Perawat harus waspada terhadap adanya tanda-tanda yang
membahayakan pasien dengan memberikan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadi kondisi
yang lebih serius seperti reaksi vasovagal dan spasme arteri koronaria.
Setelah prosedur pasien perlu dipantau mengenai keluhan yang dirasakan pasien,
mengidentifikasi adanya nyeri dada, memonitor tanda-tanda vital, adanya perdarahan, hematoma
disekitar area penusuka, monitor adanya tanda-tanda dari efek samping zat kontras, monitor
tandatanda gangguan sirkulasi ke perifer, monitor adanya tanda-tanda infeksi.
Diharapkan kepada perawat dan tim medis lain untuk melakukan perawatan pasien mulai
dari persiapan pasien sebelum, selama serta setelah menjalani prosedur kateterisasi jantung
dengan baik untuk mencegah terjadi komplikasi selama dan setelah prosedur dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Argstatter, H., & Haberbosch, W., Bolay, H.V. (2006). Study of the effectiveness of musical
stimulation during intracardiac catheterization. Clin Res Cardiol, 95(10), 511-3.
Biley, F., Morgan, E., & Philip, S. (2005). The effect of music listening on adult patient pre-
procedural state anxiety in hospital.
Black, J. M., & Hawk, H. J. (2005). Medical surgical nursing; Clinical management for positive
outcomes, Volume 1, 7th Ed. Elsevier Saunders.
Brown, D., & Edwars, H. (2004). Medical- surgical nursing assessment and management of
clinical problems, 5th Ed. St. Louis , Mosby Inc.
Darliana, Devi. (2012). Perawatan pasien yang menjalani prosedur kateterisasi jantung.
Treatment of Patients Undergoing Cardiac Catheterization Procedures. Aceh: Syiah Kuala
University.
Gray, H. H., Dawkins, K. D., Simpson, I. A., & Morgan, J. M. (2002). Kardiologi, Edisi 4.
Jakarta: Erlangga medical series.
McCaffrey, R., & Taylor, N. (2005). Effective anxiety treatment prior to diagnostic cardiac
catheterization. Holist Nurs ract, 19(2), 70-3.
Mc Neil, L. (1999). Psychology of fear and stress, Volume 1, 2th Ed. Elsevier Saunders.
Nursalam. (2001). Pendekatan praktis metodelogi riset keperawatan. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Pagana, K. D., & Pagana, T. J. (2005). Diagnostic testing and nursing implication: A casestudy
approach, 5th Ed. St. Louis: Mosby.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses dan
praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Text book medical-surgical nursing Brunner-Suddarth,
8th Ed. Philadelphia: Mosby Company.
Thorgaard, B., Henriksen, B. B., Pedersbaek, G., & Thomsen, I.(2004). Specially selected music
in the cardiac laboratory-an important tool for improvement of the wellbeing of patients. Eur J
Cardiovasc Nurs, 3(1), 21-6.
Underhill, Woods, Froelicher, & Halpenny. (2005). Cardiac nursing, 5th Ed. Lippincott William
& Walkins.
Uzun, S., Vural, H., Uzun, M., Yokusoglu, & Mehmet. (2008). State and trait anxiety levels
before kateterisasi jantung. Journal of Clinical Nursing, 17, 602-607.