Anda di halaman 1dari 23

DESIMINASI ILMU

PERAWATAN KATETERASI JANTUNG

OLEH
YULISA FITRA, A.Md.Kep
NIK : 41561819870714201002221

IRNA AMBUN PAGI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penimbunan
abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi atreri yang disebut aterosklerosis. Kelainan
pada arteri korener akibat aterosklerosis menyebabkan suplai darah ke jantung tidak
adekuat dan sel-sel otot jantung kekurangan komponen darah. Hal ini akan menimbulkan
iskhemia pada otot-otot jantung sehingga pasien akan mengalami nyeri dada dan pada
kondisi iskhemia yang lebih berat dapat disertai dengan kerusakan sel jantung yang
bersifat irreversible (Brown & Edwars, 2004; Smeltzer & Bare, 2008). Menurut National
Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2004), penyakit ini telah diderita oleh 13,2 juta
orang di Amerika dan telah menyebabkan kematian lebih dari 50.000 kematian setiap
tahunnya (Gray, Dawkins, Morgan, & Simpson, 2002). Penyakit jantung koroner
merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia. World Health Organization
(WHO) mencatat lebih dari 7.000 juta orang meninggal akibat penyakit jantung koroner
pada tahun 2002 dan jumlah ini diperkirakan terus meningkat.
Penyakit jantung koroner dapat dideteksi dengan pemeriksaan diagnostik
noninvasif ataupun pemeriksaan invasif. Pemeriksaan secara invasif yang dilakukan
adalah kateterisasi jantung. Prosedur kateterisasi jantung yang bertujuan untuk
mengevaluasi anatomi pembuluh darah koroner disebut dengan tindakan Coronary
angiography (Gray, et al, 2002; Smeltzer & Bare, 2008).
Di Indonesia, khususnya di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, telah
melakukan tindakan kateterisasi jantung 650 tindakan pada tahun 2006 dan 1125
tindakan pada tahun 2007. Banyak pasien yang menderita atau diduga menderita penyakit
jantung koroner menjalani prosedur kateterisasi jantung untuk menilai adanya gangguan
pada pembuluh koroner, menilai keparahan penyakit serta untuk menentukan
penatalaksanaan yang lebih cocok. Menjalani prosedur kateterisasi jantung invasif ini
akan menimbulkan kecemasan dan stres pada pasien.
Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien yang menjalani prosedur
kateterisasi jantung antara lain: cemas akan rasa nyeri, terpisah dari keluarga dan teman,
serta cemas akan prognosa buruk yang mungkin terjadi (Mcaffrey & Tailor, 2005;
Underhil et al, 2005). Respon fisiologis pasien terhadap kecemasan dan stres adalah
dengan mengaktifkan sistem saraf pusat untuk mengaktivasi hipotalamus-pituitary-
adrenal aksis dan sistem saraf simpatis yang ditandai dengan peningkatan frekuensi nadi
dan tekanan darah. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya denyut jantung dan tekanan
darah akan memperberat sistem kardiovaskular serta meningkatkan kebutuhan oksigen
dan kerja jantung sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi (Underhill,
Woods, Froelicher & Halpenny, 2005).
Perbedaan biologis, perilaku, dan psikososial antara gender mungkin juga
berpengaruh pada kemunculan penyakit jantung koroner. Jenis kelamin juga berperan
dalam gejala, perawatan, dan hasil penyakit jantung koroner. Pria umumnya mengalami
penyakit jantung 10 tahun lebih awal dibandingkan wanita. berjenis kelamin pria disebut-
sebut memiliki risiko yang lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner. Pria
mengembangkan penyakit jantung rata-rata 10 tahun lebih awal dibandingkan wanita.
Meskipun begitu, banyak ahli yang masih belum yakin mengapa serangan jantung
koroner lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. 

Melansir Harvard Health Publishing , sebuah penelitian melibatkan hampir


34.000 orang (sekitar setengahnya adalah wanita) di Norwegia yang mengalami serangan
jantung koroner antara 1979 dan 2012. Para peneliti menemukan bahwa sepanjang hidup,
pria memiliki kemungkinan dua kali lebih besar mengalami serangan jantung koroner
dibandingkan wanita.

Studi sebelumnya yang terbit di JAMA International Medicine, menyebutkan


bahwa kadar hormon alami wanita dapat melindungi tubuh terhadap penyakit jantung
koroner sebelum menopause, ketika kadar hormon turun. Namun, risiko serangan jantung
koroner hanya berubah sedikit saat wanita mengalami transisi melalui menopause. 

Perbedaan biologis, perilaku, dan psikososial antara gender mungkin juga


berpengaruh pada kemunculan penyakit jantung koroner. Misalnya konsumsi alkohol
berlebihan dan merokok mungkin lebih sering dilakukan oleh pria dibandingkan wanita.
Seperti yang diketahui, konsumsi alkohol dan merokok secara berlebihan merupakan
sedikit dari beberapa penyebab penyakit jantung koroner. 

Secara biologis, ada perbedaan yang signifikan pada jantung wanita dan pria.
Misalnya, jantung wanita biasanya berukuran lebih kecil, begitu juga beberapa ruang di
dalamnya. Dinding yang membagi beberapa bilik jantung juga lebih tipis. Sementara itu,
jantung wanita memompa lebih cepat dibandingkan pria, yaitu sekitar 10 persen lebih
sedikit darah dengan setiap tekanan. 

Ketika seorang wanita stres, denyut nadinya meningkat, dan jantungnya


memompa lebih banyak darah. Ketika seorang pria stres, arteri jantungnya menjemput,
meningkatkan tekanan darahnya. Perbedaan ini perlu diketahui, karena jenis kelamin
berperan dalam gejala, perawatan, dan hasil penyakit jantung koroner. 

Meskipun telah mendapatkan terapi farmakologis (sedatif, anastesi lokal) dan


terapi nonfarmakologis (pendidikan kesehatan), pasien masih terlihat cemas selama
menjalani prosedur kateterisasi jantung. Hal ini didukung oleh penelitian kualitatif yang
dilakukan pada 10 orang pasien yang menjalani kateterisasi jantung. Pasien
menyebutkan bahwa kecemasan pada saat menjalani kateterisasi jantung disebabkan oleh
persepsi pasien tentang ruang praktek sebagai lingkungan yang asing dan mengancam,
bunyi dari mesin yang digunakan, terpisah dari anggota keluarga dan teman, bahasa
teknis yang asing bagi pasien serta kemungkinan prognosa buruk yang terjadi dan dapat
mempengaruhi kehidupan pasien selanjutnya (Beckerman, Grosman & Marquest, 1999).
Berdasarkan hal tersebut, maka pasien perlu diberi suatu intervensi keperawatan yang
bersifat suportif yang dapat meningkatkan kemapuan koping pasien dalam menghadapi
stres seperti terapi musik, terapi relaksasi.

Perawatan pasien sebelum prosedur kateterisasi jantung perlu dilakukan untuk


mempersiapkan pasien baik secara fisik maupun psikologis agar pasien siap menjalani
prosedur ini. Persiapan fisik yang dilakukan meliputi puasa selama 4-6 jam,
membersihkan area puncture (penusukan), mengkaji allent tes jika menggunakan arteri
radialis, meminum obat-oabatan sebelum prosedur, serta membuka segala jenis perhiasan
yang menggangu hasil angiogram. Selain itu, persiapan administrasi juga diperlukan
seperti: hasil elektrokardiografi 12 lead, hasil labaroatorium dan informed consent.
Persiapan psikologis berupa pendidikan kesehatan tentang prosedur dan pemberian terapi
relaksasi bertujuan untuk mempersiapkan mental pasien agar pasien tenang, tidak cemas
serta kooperatif selama prosedur ini berlangsung (Underhill, 2005; Huddak & Gallo,
2006).
Selama prosedur kateterisasi jantung, perawat berperan dalam memonitoring
hemodinamik pasien seperti cardiac output, dan vital sign. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi segera adanya kondisi yang abnormal sehingga dapat mencegah terjadi
komplikasi yang tidak diharapkan (Underhill et al, 2005; Smelter & Bare, 2008).
Perawatan setelah menjalani prosedur kateterisasi jantung bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya iskemia atau infark pasca prosedur, mengidentifikasi efek dari
zat kontras, adanya edema dan perdarahan pada area puncture serta mengidentifikasi
adanya gangguan sirkulasi perifer. Semua tindakan ini diharapkan dapat mengidentifikasi
masalah yang dialami pasien sesegera mungkin, mencegah terjadi infeksi serta
mempercepat penyembuhan kondisi pasien. Oleh karena itu perawatan pasien secara
komprehensif diperlukan baik sebelum, selama dan setelah prosedur kateterisasi jantung
(Underhill, 2005; Huddak & Gallo, 2006).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian tenaga Kesehatan khususnya
perawat, dalam melakukan tindakan kateterisasi jantung pada pasien untuk
mengetahui kapan diperlukan tindakan kateterisasi dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui defenisi jantung dan kateterisasi jantung
b. Dapat mengetahui fungsi kateterisasi jantung
c. Dapat mengetahui ciri ciri gejala penyakit jantung
d. Dapat mengetahui struktur jantung dan fungsinya
e. Dapat mengetahui jenis penyakit jantung
f. Dapat mengetahui fungsi bilik pada jantung
C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan jantung dan kateterisasi jantung?
2. Apakah fungsi dari kateterisasi jantung?
3. Apa saja faktor – faktor penyebab dilakukannya kateterisasi jantung?
4. Apa saja macam – macam dari kateterisasi jantung?
5. Apa saja indikasi kateterisasi jantung?
6. Apa saja peringatan kateterisasi jantung?
7. Apa saja persiapan kateterisasi jantung?
8. Aapa saja prosedur kateterisasi jantung?
9. Apa saja perawatan setelah kateterisasi jantung?
10. Apa saja manfaat dilakukan kateterisasi jantung?
11. Apa saja resiko dari kateterisasi jantung?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi Jantung dan Kateterisasi Jantung


Jantung adalah sebuah organ tubuh manusia yang berongga serta berotot yang
berperan dalam sistem peredaran darah manusia. Jantung mengendalikan seluruh
kegiatan peredarah darah, dengan melibatkan pembuluh darah sebagai salurannya.

Para ahli memberikan pengertian tentang kateterisasi jantung. Beberapa


pengertian kateterisasi jantung menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut:
a. Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik invasif dengan sinar x dimana
kateter arteri dan vena dimasukkan ke dalam pembuluh darah dari sisi kanan
dan sisi kiri jantung (Smeltzer & Bare, 2008).
b. Kateterisasi jantung adalah istilah generik yang merujuk pada berbagai
prosedur, yang dilakukan dalam ruang kateterisasi. Seperti prosedur yang
meliputi pemilihan koroner, tandur bypass vena safena atau angiografi
mammaria internal, ventrikulografi, dan kateterisasi jantung kanan atau kiri
(Sjamsuhidajat, 2012).
c. Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah, dilakukan untuk menemukan letak sumbatan
pada arteri koroner (Kasron, 2012). d. PTCA (Angioplasti Coroner
Transluminal Perkutan) atau angioplasti koroner transluminal perkutan adalah
usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak
atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung
(Mutaqin, 2009).
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kateterisasi
jantung adalah suatu tindakan pemeriksaan diagnostik (menentukan diagnosa) untuk
menemukan letak sumbatan sehingga dapat diperbaiki aliran darah dengan memecah plak
yang tertimbun didalam pembuluh darah. Kateterisasi jantung tindakan non bedah untuk
mengatasi kelainan jantung dan pembuluh darah. Ada juga yang mengatakan Kateterisasi
jantung adalah prosedur yang bertujuan untuk mendeteksi dan mengatasi berbagai
penyakit jantung dengan menggunakan kateter, yaitu sebuah alat menyerupai selang tipis
panjang yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah, kemudian diarahkan menuju
jantung.

Kateterisasi jantung dilakukan oleh dokter jantung. Salah satu jenis kateterisasi


jantung yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan aliran darah pada pembuluh
darah jantung (koroner) atau disebut juga dengan angiografi koroner. Selain sebagai
prosedur pemeriksaan, kateterisasi jantung juga dapat dilakukan untuk menangani
gangguan pada koroner dan jantung. Prosedur ini juga dapat dikombinasikan dengan
beberapa pemeriksaan lain, misalnya foto Rontgen, zat pewarna (kontras), dan USG.

Sebelum memutuskan untuk melakukan kateterisasi jantung, dokter akan


melakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kondisi kamu aman
untuk menjalani prosedur medis tersebut. Bila kamu memiliki salah satu penyakit di atas,
dokter mungkin akan mengutamakan untuk mengatasinya terlebih dahulu.

Bila kamu sedang hamil atau merencanakan kehamilan, beri tahu dokter, karena
kateterisasi jantung berpotensi menyebabkan cedera pada janin. Paparan radiasi selama
kehamilan juga bisa menyebabkan cacat lahir. Pastikan kamu juga memberitahu dokter
bila sedang menyusui.

Selain itu, penting juga untuk memberitahu dokter mengenai obat-obatan yang
sedang kamu konsumsi, termasuk obat herbal dan suplemen. Bila memungkinkan, bawa
kemasan obat untuk diperlihatkan pada dokter agar dokter tahu dengan jelas jenis obat
dan dosis yang kamu minum.

Itulah penyakit yang tidak boleh dilakukan kateterisasi jantung. Untuk menjaga
kesehatan jantung, kamu perlu menerapkan pola hidup sehat, seperti makan makanan
bergizi, berolahraga secara teratur, dan menghindari kebiasaan tidak sehat yang bisa
berdampak pada jantung.

B. Macam-macam Kateterisasi Jantung


Sjamsuhidajat (2012), mengemukakan bahwa pemeriksaan kateterisasi jantung
terbagi atas:
a. Kateterisasi jantung kiri Dilakukan untuk mengukur tekanan intrakardiak dan
intravaskuler pada struktur sisi kiri jantung. Misalnya penyakit jantung koroner,
kuartosio aorta.
b. Kateterisasi jantung kanan Dilakukan untuk mengukur tekanan intrakardiak dan
intravaskuler pada struktur sisi jantung kanan. Misalnya stenosis pulmonal
repository.unimus.ac.id 10.
c. Kateterisasi kateterisasi jantung kanan dan kiri. Misalnya tetralogi fallot, transposisi
arteri besar.

C. Faktor-faktor Penyebab Dilakukan Tindakan Kateterisasi


Indikasi dilakukan tindakan kateterisasi jantung menurut Darliana (2017), adalah
sebagai berikut:
a. Memiliki gejala penyakit arteri koroner meskipun telah mendapat terapi medis yang
adekuat
b. Penentuan prognosis pada pasien dengan penyakit arteri coroner
c. Nyeri dada stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes latihan
d. Pasien dengan nyeri dada tanpa etiologi yang jelas
e. Sindrom koroner tidak stabil (terutama dengan peningkatan Toponin T atau I)
f. Pasca infark miokard non gelombang Q
g. Pasca infark miokard gelombang Q pada pasien risiko tinggi (ditentukan dengan tes
latihan atau pemindaian perfusi miokard)
h. Pasien dengan aritmia berlanjut atau berulang
i. Gejala berulang pasca Coronary Artery Bypass Graft (CABG) atau Percutaneus
Coronary Intervention (PCI)
j. Pasien yang menjalani pembedahan katup jantung
k. Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak jelas
l. Menentukan penyebab nyeri dada pada kardiomiopati hipertropi

D. Indikasi Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung dapat dilakukan untuk keperluan diagnosis maupun


pengobatan penyakit jantung. Contoh untuk keperluan diagnosis adalah:
 Memeriksa adanya penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner
(penyakit jantung koroner) yang menyebabkan nyeri dada
 Mengambil sampel jaringan otot jantung (biopsi) untuk melihat
kemungkinan kardiomiopati atau miokarditis
 Memeriksa permasalahan pada katup jantung
 Memeriksa penurunan kemampuan bilik jantung dalam memompa darah, pada
keadaan gagal jantung
 Memeriksa tekanan dan kadar oksigen di dalam jantung, yang seringkali bermasalah
pada kondisi hipertensi pulmonal
 Memeriksa adanya penyakit jantung bawaan pada bayi

Sementara untuk pengobatan, kateterisasi jantung digunakan untuk:

 Melakukan angioplasti, yaitu pelebaran pembuluh darah yang mengalami sumbatan


dengan menggunakan balon, dengan atau tanpa stent (ring jantung)
 Memperbaiki otot jantung yang mengalami penebalan abnormal pada
penderita hypertrophic obstructive cardiomyopathy
 Memperbaiki katup jantung atau menggantinya dengan katup buatan
 Menutup lubang yang ada pada jantung akibat kelainan jantung bawaan
 Mengatasi aritmia dengan ablasi

E. Peringatan Kateterisasi Jantung

Apabila pasien menderita beberapa kondisi di bawah ini, pasien mungkin tidak
diperbolehkan atau perlu pertimbangan khusus untuk menjalani kateterisasi jantung:

 Gagal ginjal akut


 Gangguan pembekuan darah
 Stroke
 Alergi terhadap zat kontras
 Perdarahan yang aktif pada saluran pencernaan
 Aritmia pada bilik jantung
 Hipertensi yang tidak terkontrol
 Anemia berat
 Gangguan elektrolit
 Gagal jantung kongestif
 Demam atau infeksi yang belum terobati

Sebelum merencanakan kateterisasi jantung, dokter akan melakukan serangkaian


pemeriksaan untuk memastikan bahwa pasien layak menjalani prosedur ini. Jika salah
satu dari kondisi di atas ditemukan, dokter mungkin akan mengutamakan untuk
mengatasinya terlebih dahulu.

Pasien yang sedang hamil, merencanakan kehamilan, atau menyusui harus


memberi tahu dokter terkait kondisinya sebelum melaksanakan kateterisasi jantung. Hal
ini dikarenakan paparan radiasi pada kateterisasi jantung berisiko menyebabkan
keguguran.

Pasien juga perlu memberi tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat-obatan,
termasuk produk herbal dan suplemen. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya membawa
kemasan obat tersebut untuk diperlihatkan kepada dokter, agar informasinya lebih jelas
dan rinci.

F. Persiapan Kateterisasi Jantung


1. Pastikan Pemeriksaan Laboratorium Telah Dilakukan : Haemoglobin, Leukosit,
Ureum, Creatinin, Elektrolit, Gds, Hbsag, Anti Hcv, Swab Pcr 2hari Sebelum
Tindakan
2. Cukur Rambut Daerah Kemaluan Dan Tangan Kanan Sebelum Tindakan
3. Tidak memakan makanan Padat lebih kurang 4 jam sebelum tindakan
4. Untuk kondisi pasien yang membutuhkan anastesi umum, atas instruksi dokter,
pasien akan di puasakan
5. Meminum obat – obatan sesuai anjuran dokter.
6. Untuk tindakan Percutaneous Coronary Intervention ( PCI) agar tetap minum
obat pengencer darah : (Plavix atau Clopidogrel (CPG) atau sejenis dan aspilet
atau miniaspi atau sejenisnya 1 minggu sebelum tindakan)
7. Khusus rencana tindakan Endovenous Laser Treatment (EVLT) : labor tambahan
(PT INR, PT/APTT), puasa 6-8 jam , cukur daerah kemaluan dan tungkai bawah,
hasil ECHO 6 bulan terakhir, hasil RONGENT 6 bulan terakhir, hasil vaskuler
(DUS) terbaru, consul anastesi, consul bedah (jika EVLT dan plebectomi), stop
obat anti koagulan minimal 5 hari sebelum tindakan .
8. Stop minum obat sinmarc, minimal 1minggu sebelum tindakan dan membawa
hasil laboratorium INR saat masuk rumah sakit.

Persiapan Pasien dari Ruang Perawatan:


Pada prinsipnya persiapan pasien rencana tindakan kateterisasi baik yang
ambulatory atau dari ruang perawatan sama saja, karena ada beberapa persiapan
yang sudah dilakukan di ruang perawatan. Dalam hal ini, peran perawat ruangan
persiapan hanyalah mengecek kelengkapannya. Jika terdapat form atau dokumen
yang kurang, biasanya dilengkapi di ruang persiapan, misalnya lembar assessment
awal tindakan keperawatan, tindakan invasive non bedah.

G. Prosedur Kateterisasi Jantung

Prosedur kateterisasi jantung dilakukan di ruangan khusus yang dilengkapi


dengan alat-alat pemindaian. Sebelum dimulai, pasien akan diminta untuk menanggalkan
seluruh perhiasan yang mungkin bisa mengganggu jalannya prosedur, seperti kalung.

Pasien juga perlu mengganti pakaian dengan pakaian rumah sakit yang telah
disediakan. Setelah mengganti pakaian, pasien akan diminta untuk berbaring di atas meja
khusus tempat dilakukannya prosedur.

Pasien diharapkan untuk tetap tenang dan rileks. Namun, jika diperlukan, dokter
bisa memberikan obat penenang supaya pasien merasa rileks selama prosedur.

Pasien akan dipasangkan selang infus untuk menyalurkan obat-obatan selama


prosedur kateterisasi jantung berlangsung. Pasien juga akan ditempelkan elektroda pada
dada agar kondisi jantung dapat dipantau oleh dokter. Lokasi penusukkan kateter bisa di
leher, lengan, atau tungkai. Sebelum kateter dimasukkan, bagian tersebut akan diberikan
obat bius agar mati rasa. Bius yang diberikan biasanya bius lokal, sehingga pasien akan
tetap sadar selama prosedur berjalan. Namun jika diperlukan, pasien bisa diberi bius total,
terutama bagi pasien yang akan menjalani perbaikan atau penggantian katup jantung.

Untuk memasukan kateter, dokter jantung akan membuat sayatan kecil pada kulit
sebagai jalur masuk. Melalui sayatan tersebut, kateter dimasukkan ke dalam pembuluh
darah arteri dengan dibungkus plastik khusus terlebih dahulu. Setelah itu, kateter akan
didorong dan diarahkan menuju jantung. Proses ini tidak menimbulkan rasa nyeri, tapi
mungkin bisa membuat pasien merasa tidak nyaman atau tegang.

Tindakan kateterisasi jantung selanjutnya bisa berbeda-beda, sesuai dengan


kebutuhan pasien. Berikut ini adalah penjelasan beberapa tindakan pada kateterisasi
jantung:

1.Angiografi koroner

Setelah kateter sampai ke jantung, dokter akan melakukan pemindaian dengan


foto Rontgen guna melihat ada tidaknya penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh
darah koroner. Agar gambar yang dihasilkan lebih jelas, dokter dapat menyuntikkan zat
pewarna (kontras).

2.Biopsi jantung

Tindakan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel jaringan jantung untuk
kemudian diamati menggunakan mikroskop. Kateter yang digunakan untuk biopsi
jantung dilengkapi dengan capit khusus untuk mengambil jaringan jantung.

Kateter ini biasanya dimasukkan melalui pembuluh darah vena di dekat leher atau
di daerah lipatan paha. Pasien tidak akan merasakan apa pun pada saat sampel jaringan
jantung diambil.

3. Angioplasti koroner

Tujuan dari prosedur ini adalah untuk melebarkan kembali pembuluh koroner
yang menyempit atau tersumbat. Dokter akan memasukkan kateter bersamaan dengan
balon khusus yang masih dalam keadaan kempis ke pembuluh koroner yang menyempit
atau tersumbat tersebut.
Sesampainya kateter di lokasi, dokter akan menggembungkan balon, sehingga
pembuluh darah akan melebar dan aliran darah kembali normal. Untuk menjaga agar
pembuluh yang dilebarkan tidak menyempit atau tersumbat lagi, dokter dapat
memasang ring jantung.

4. Valvuloplasti balon

Tujuan prosedur ini adalah untuk memperbaiki katup jantung yang mengalami
penyempitan dengan menggunakan balon. Prosedurnya mirip dengan angioplasti koroner,
tetapi di sini targetnya adalah katup jantung.

Pada prosesnya, kateter akan dipasangkan balon khusus, kemudian dimasukkan melalui
pembuluh darah menuju ke katup jantung. Sesampainya di katup jantung, balon akan
digembungkan, sehingga katup jantung akan melebar kembali.

Jika diperlukan, katup jantung yang menyempit atau bocor akan dipasangi katup jantung
buatan melalui prosedur penggantian katup jantung.

5. Perbaikan kelainan jantung bawaan

Tujuan dari prosedur ini adalah untuk memperbaiki kelainan akibat penyakit
jantung bawaan, misalnya lubang pada sekat antara bilik jantung (patent foramen ovale).
Prosedur ini berbeda dengan kateterisasi jantung lainnya, karena akan menggunakan 2
kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah arteri dan vena.

Alat khusus akan dipasang pada kateter untuk memperbaiki kelainan jantung. Jika
kelainan yang terjadi adalah kebocoran katup jantung, dokter dapat memasang
penyumbat khusus untuk menghentikan kebocoran tersebut.

6. Ablasi jaringan jantung

Tujuan prosedur ini adalah untuk mengatasi aritmia yang disebabkan oleh
kelainan jaringan jantung. Melalui kateter yang dimasukkan, dokter akan menghancurkan
jaringan abnormal yang menyebabkan irama jantung tak beraturan. Prosedur ini biasanya
membutuhkan lebih dari satu kateter.
7. Trombektomi

Prosedur ini dilakukan untuk menghancurkan gumpalan darah yang berpotensi


menyumbat pembuluh darah atau berpindah ke organ lain, misalnya ke otak dan
mengakibatkan stroke.

Pada trombektomi, kateter akan dimasukkan ke dalam pembuluh darah hingga


mencapai lokasi gumpalan darah. Sesampainya di lokasi, dokter akan menghancurkan
gumpalan darah tersebut. Selama prosedur kateterisasi dilakukan, dokter mungkin akan
meminta pasien untuk menahan napas, menarik napas panjang, batuk kecil, atau
menggeser posisi tangan untuk memudahkan jalannya prosedur. Seluruh proses
kateterisasi jantung umumnya berlangsung kurang dari 1 jam.

Setelah prosedur selesai dilakukan, kateter akan dikeluarkan dari pembuluh darah.
Sayatan tempat masuknya kateter akan ditutup dengan jahitan dan perban yang tebal
untuk mencegah perdarahan.

H. Perawatan Setelah Kateterisasi Jantung

Usai kateterisasi jantung, pasien perlu menjalani rawat inap untuk membantu
pemulihan. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada jenis prosedur
kateterisasi jantung yang dijalani dan kondisi pasien secara keseluruhan.

Perawatan setelah prosedur kateterisasi setelah dilakukan pemasangan PTCA,


klien dianjurkan untuk rawat inap. Klien yang tidak mengalami komplikasi dapat pulang
satu hari setelahnya. Klien biasanya kembali ke unit dngan kanula vaskuler perifer besar
tetap terpasang. Klien dipantau dengan ketat akan adanya perdarahan. Kanula baru
dilepas bila hasil pemeriksaan bekuan darah klien telah kembali ke 1,5 sampai 2 kali
harga normal laboratorium. Umumnya klien mendapat heparin dan nitrogliserin intravena
pada beberapa waktu setelah prosedur, untuk mencegah pembetukan bekuan dan spasme
arteri. Klien biasanya sudah bisa dibebaskan dari obat-obatan intravena, mampu merawat
diri, dan bisa pulang tanpa bantuan 24 jam setelah prosedur (Mutaqin, 2009).

Awal-awal setelah kateterisasi jantung dilakukan, gerakan pasien perlu dibatasi,


terutama pada bagian yang dimasukkan kateter. Umumnya, pasien baru diperbolehkan
bergerak lebih bebas setelah 6 jam.
Observasi yang Dilakukan Pada Pasien Post Tindakan Kateterisasi Jantung:

1. Keluhan nyeri dada


2. Vital sign
3. Monitor area puncture, baik radialis atau femoralis, meliputi ( nyeri, perdarahan,
hematoma)
4. Monitor adanya tanda- tanda efek samping dari zat kontras, seperti mual, muntah,
pusing, DLL
5. Observasi balance cairan pasien
6. Monitor adanya tanda- tanda gangguan sirkulasi ke ferifer

Tindakan perawat pada pasien post kateterisasi jantung:

1. Anjurkan pasien banyak minum air putih untuk membantu proses pembuangan zat
kontras dari dalam tubuh.
2. Bila pasien terpasang nichiban di radialis, observasi area telapak tangan, apakah
terlihat sianosis atau tidak,keluhan kebas,nyeri, dll.
3. Bila pasien masih terpasang sheath di femoral dan memungkinkan untuk dicabut
maka dilakukan pencabutan sheath dan observasi trhadap perdarahan/ hematoma,
bila pasien dilakukan pemasangan stent maka sheath dipertahankan kurang lebih 4-6
jam di ruangan.
4. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang hal- hal yang perlu di
perhatikan terutama untuk daerah ekstremitas yang dilakukan penusukkan seperti:
- Bila terpasang nichiban, tidak boleh terkena air selama 24 jam kedepan
- Tidak boleh di tekuk Selma 2-4 jam setelah tindakan
- Nichiban/ tr band( balon yang diberi tekanan diberi plester plastic) di aff
2 jam setelah tindakan
- Setelah 24 jam, ganti balutan dengan menggunakan plester biasa.
- Kurang lebih selama 1 minggu tidak boleh untuk menggangkat,
menggendarai motor atau menyetir mobil.
- Pada tangan yang dilakukan penusukan kateterisasi tidak boleh
menggangkat beban yang beratnya >5 kg selama 1 minggu.
- Bila pasien terpasang sheath di femoralis, pasien tidak boleh menekuk
kakinya/ immobilisasi selama 6 jam.
- Dan setelah aff sheath pun, pasien harus immobilisasi selama 6 jam.

Persiapan Aff sheath:


- Bantal pasir
- Botol kaca yang di balut kassa
- Set redressing, kadang dibutuhkan kadang tidak.
- Haendscon steril
- Hivafix
- SA 4ampul ( SA selalu disediakan karena pada waktu AFF
sheath pasien cendrung bradicardi).

I. Manfaat Kateterisasi Jantung dan Otak

Adapun beberapa manfaat dilakukannya kateterisasi jantung dan otak, yaitu:

 Mengevaluasi penyempitan arteri karotis yang mengurangi jumlah darah menuju


otak. Jika kondisi ini semakin parah, maka dapat mengakibatkan stroke. 

 Memeriksa penyakit jantung bawaan pada anak-anak.

 Memeriksa seberapa optima kinerja katup jantung. 

 Memperbaiki jantung yang cacat dengan operasi kecil.

 Mengambil sampel otot jantung untuk mengetahui apakah seseorang mengalami


infeksi jantung atau tumor. 

 Mengevaluasi aliran darah dan oksigen di berbagai bagian jantung. 

 Membuat rencana pengobatan yang tepat.

 Mengobati gangguan jantung koroner dan serangan jantung.

 Memeriksa kekuatan otot jantung memompa darah ke seluruh tubuh. 


Kateterisasi jantung merupakan metode semi invasif untuk mempelajari jantung dan
pembuluh darah yang memasok jantung (arteri koroner) tanpa melakukan operasi.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan saat pemeriksaan non-invasif tidak memberikan
informasi yang cukup. 

Ketika pemeriksaan non-invasif menunjukkan terdapat masalah jantung atau


pembuluh darah, atau saat seseorang mengalami gejala yang membuat masalah pada
jantung atau arteri koroner mungkin terjadi. Keuntungan dari pemeriksaan ini salah
satunya dokter dapat mengobati berbagai penyakit, termasuk penyakit arteri koroner. 

J. Risiko Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung jarang menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, risiko


terjadinya komplikasi lebih besar pada pasien yang lanjut usia, menderita diabetes, atau
menderita penyakit ginjal. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi
akibat kateterisasi jantung:

 Kerusakan jaringan jantung


 Reaksi alergi terhadap zat kontras atau obat-obatan yang digunakan selama prosedur
kateterisasi
 Terbentuknya gumpalan darah yang dapat memicu terjadinya serangan jantung dan
stroke
 Aritmia
 Kerusakan ginjal akibat bahan kontras yang digunakan
 Tekanan darah rendah
 Kerusakan pembuluh arteri di tempat kateter dimasukkan, atau pada daerah yang
dilewati kateter
 Lebam, perdarahan, atau infeksi pada tempat dimasukkannya kateter
 Suhu tubuh rendah selama menjalani kateterisasi, terutama pada anak-anak
TR Band
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN DAN SARAN

Pasien yang akan menjalani prosedur kateterisasi jantung perlu diberikan tindakan-
tindakan untuk mengurangi kecemasannya seperti pemberian pendidikan kesehatan serta teknik
relaksasi. Selain itu perlu dipersiapkan EKG 12 lead, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik,
puasa 4-6 jam, memberikan premedikasi sedatif, diberikan antihistamin (dipenhidramin),
penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, membuka perhiasan yang dapat mengganggu
hasil angiogram.

Selama prosedur kateterisasi berlangsung, perawat memonitor vital sign dan perubahan
hemodinamik, perubahan status emosiona pasien, kesadaran, respon vokal, dan ekspresi wajah
yang menunjukkan ketidaknyamanan. Perawat harus waspada terhadap adanya tanda-tanda yang
membahayakan pasien dengan memberikan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadi kondisi
yang lebih serius seperti reaksi vasovagal dan spasme arteri koronaria.

Setelah prosedur pasien perlu dipantau mengenai keluhan yang dirasakan pasien,
mengidentifikasi adanya nyeri dada, memonitor tanda-tanda vital, adanya perdarahan, hematoma
disekitar area penusuka, monitor adanya tanda-tanda dari efek samping zat kontras, monitor
tandatanda gangguan sirkulasi ke perifer, monitor adanya tanda-tanda infeksi.

Diharapkan kepada perawat dan tim medis lain untuk melakukan perawatan pasien mulai
dari persiapan pasien sebelum, selama serta setelah menjalani prosedur kateterisasi jantung
dengan baik untuk mencegah terjadi komplikasi selama dan setelah prosedur dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Argstatter, H., & Haberbosch, W., Bolay, H.V. (2006). Study of the effectiveness of musical
stimulation during intracardiac catheterization. Clin Res Cardiol, 95(10), 511-3.

Biley, F., Morgan, E., & Philip, S. (2005). The effect of music listening on adult patient pre-
procedural state anxiety in hospital.

Black, J. M., & Hawk, H. J. (2005). Medical surgical nursing; Clinical management for positive
outcomes, Volume 1, 7th Ed. Elsevier Saunders.

Brown, D., & Edwars, H. (2004). Medical- surgical nursing assessment and management of
clinical problems, 5th Ed. St. Louis , Mosby Inc.

Darliana, Devi. (2012). Perawatan pasien yang menjalani prosedur kateterisasi jantung.
Treatment of Patients Undergoing Cardiac Catheterization Procedures. Aceh: Syiah Kuala
University.

Gray, H. H., Dawkins, K. D., Simpson, I. A., & Morgan, J. M. (2002). Kardiologi, Edisi 4.
Jakarta: Erlangga medical series.

Ludwick-Rosenthal, R., & Neufeld, R. W. (2001). Preparation for undergoing aninvasive


medical procedure: interacting effects of information and coping style. J Consult Clin Psychol,
61(1), 156-64.

McCaffrey, R., & Taylor, N. (2005). Effective anxiety treatment prior to diagnostic cardiac
catheterization. Holist Nurs ract, 19(2), 70-3.

Medline Plus. Diakses pada 2022. Cardiac catheterization – discharge. Dari


https://www.halodoc.com/artikel/begini-perawatan-setelah-pemasangan-kateterisasi-jantung.
Mott, A. M. (1999). Psychologic preparation to decrease anxiety associated with qardiac
catheterization. Journal Vascular Nursing, 17(2), 41-9.

Mc Neil, L. (1999). Psychology of fear and stress, Volume 1, 2th Ed. Elsevier Saunders.

Nursalam. (2001). Pendekatan praktis metodelogi riset keperawatan. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Pagana, K. D., & Pagana, T. J. (2005). Diagnostic testing and nursing implication: A casestudy
approach, 5th Ed. St. Louis: Mosby.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses dan
praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Text book medical-surgical nursing Brunner-Suddarth,
8th Ed. Philadelphia: Mosby Company.

Thorgaard, B., Henriksen, B. B., Pedersbaek, G., & Thomsen, I.(2004). Specially selected music
in the cardiac laboratory-an important tool for improvement of the wellbeing of patients. Eur J
Cardiovasc Nurs, 3(1), 21-6.

Underhill, Woods, Froelicher, & Halpenny. (2005). Cardiac nursing, 5th Ed. Lippincott William
& Walkins.

Uzun, S., Vural, H., Uzun, M., Yokusoglu, & Mehmet. (2008). State and trait anxiety levels
before kateterisasi jantung. Journal of Clinical Nursing, 17, 602-607.

Anda mungkin juga menyukai