Anda di halaman 1dari 55

REFERAT

FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL

PEMBIMBING :

Dr. David, Sp.OG

PENYUSUN :

Nor Fatehah bt Hamdan 030.08.292

Subbihah bt Kamaralarifin 030.08.306

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI

PERIODE 13 JANUARI 2014 – 22 MARET 2014

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

1
BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran fetus dan plasenta dari uterus,
ditandai dengan peningkatan aktifitas miometrium (frekuensi dan intensitas kontraksi)
yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah
(show) dari vagina. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, 15-20% dapat
terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa hanya 5%-10%
saja yang membutuhkan seksio sesarea.1
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas umum otot polos miometrium
yang relatif tenang sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin
intrauterin sampai kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai
menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi,
dan mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur menghilang pada
periode postpartum. 1
Proses fisiologi kehamilan yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan
persalinan belum diketahui secara pasti. Sampai sekarang, pendapat umum yang dapat
diterima bahwa keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia, bergantung pada
aktivitas progesteron yang menimbulkan relaksasi otot-otot uterus untuk
mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir kehamilan.2
Persalinan dianggap normal juga jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (in partu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis)
dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Seorang wanita belum dikatakan
inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks. 1

2
BAB II
BATASAN PERSALINAN NORMAL

2.1 Definisi Persalinan


Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang
viabel melalui jalan lahir biasa dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. 1 Menurut
sumber lain dikatakan bahwa persalinan ialah serangkaian kejadian yang berakhir
dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh ibu. 2
Beberapa definisi penting untuk menghasilkan rekam medis prenatal yang akurat : 4
1. Primipara: Seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin yang mencapai
viabilitas. Dengan demikian, penghentian kehamilan setelah tahap abortus
memberikan paritas pada wanita yang bersangkutan.
2. Multipara: Seorang wanita yang pernah dua kali atau lebih hamil sampai usia
viabilitas. Yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai
usia viabilitas dan bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar
apabila yang dilahirkan adalah janin tunggal, kembar atau kuintuplet, atau lebih
kecil apabila janin lahir mati.
3. Nuligravida: Seorang wanita yang tidak sedang atau tidak pernah hamil
4. Gravida : Seorang wanita yang sedang atau pernah hamil, apapun hasil akhir
kehamilannya. Primigravida berarti kehamilan pertama. Multigravida berarti
kehamilan berikutnya.
5. Nulipara : Seorang wanita yang belum pernah menyelesaikan kehamilannya
melebihi usia abortus. Wanita tersebut mungkin pernah atau belum pernah hamil
atau pernah mengalami abortus spontan atau elektif.
6. Parturien : Seorang wanita yang sedang melahirkan.
7. Puerpera (nifas) : Seorang wanita yang baru melahirkan

3
Pembagian Persalinan
Menurut cara persalinan dibagi menjadi :5
1. Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada
kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang,
presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh
proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa
tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi.5
Tidak ada disporposi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan tidak ada yang
diobati dengan sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi
operatif.1
2. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat
seperti dengan cunam atau ekstraktor vacum, versi dan ekstraksi, dekapitasi,
embriotomi, dan sebagainya maupun melalui dinding perut dengan operasi
caesarea, kelahiran janin prematur, pada janin letak sungsang, letak melintang,
terdapat disporposi fetopelvik, dan kehamilan ganda.1,5

Dikenal beberapa istilah menurut umur kehamilan dan berat badan bayi yang
dilahirkan, yaitu 1,2:
a. Abortus adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu atau
bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
b. Partus imaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20 sampai 28 minggu
atau bayi dengan berat badan antara 500 – 1000 gram.
c. Partus prematurus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 28 sampai 37
minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 – 2500 gram.
d. Partus maturus atau partus aterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 37
sampai 42 minggu atau dengan bayi dengan berat badan 2500 gram atau lebih.
e. Partus postmaturus atau partus serotinus adalah pengeluaran buah kehamilan
setelah kehamilan 42 minggu.

Persalinan dimulai (in partu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan


perubahan pada serviks (menipis dan membuka) dan berakhir dengan lahirnya

4
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks. Persalinan normal merupakan sebuah proses
berkelanjutan yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Tahap pertama persalinan adalah interval antara onset persalinan dan
serviks membuka lengkap
2. Tahap kedua persalinan adalah interval antara pembukaan lengkap
serviks dan kelahiran bayi
3. Tahap ketiga adalah periode antara kelahiran bayi dengan lahirnya
plasenta.
Lama waktu yang diperlukan untuk tahap pertama persalinan
pada primipara bervariasi antara 6-18 jam, sedangkan pada multipara sekitar 2-10
jam. Kecepatan pembukaan serviks selama fase aktif adalah 1,2 cm per jam pada
kehamilan pertama dan 1,5 cm per jam pada kehamilan yang berikutnya. Durasi
tahap kedua adalah 30 menit sampai 3 jam pada primipara dan 5-30 menit pada
multipara. Untuk primi maupun multipara durasi tahap ketiga berkisar 0-30 menit
untuk semua kehamilan.

5
BAB III
DIAGNOSIS PERSALINAN

Beberapa minggu menjelang persalinan, intensitas kontraksi Braxton Hicks


semakin meningkat. Pada masa itu terjadi pembentukan segmen bawah uterus untuk
mengakomodasi bagian terendah janin. Perbedaan true labor dengan false labor :

Kontraksi pada persalinan sejati Kontraksi pada persalinan palsu


(true labor) (false labor)
Kontraksi terjadi pada interval yang Kontraksi terjadi pada interval yang
teratur acak
Interval secara bertahap semakin Interval tetap lama
pendek
Intensitas secara bertahap meningkat Intensitas tidak berubah
Rasa tidak nyaman terasa di punggung Rasa tidak nyaman terutama di
dan abdomen abdomen bagian bawah
Serviks membuka Serviks tidak membuka
Rasa tidak nyaman tidak hilang dengan Rasa tidak nyaman biasanya reda
sedasi dengan sedasi

Diagnosis tahap dan fase dalam persalinan


Gejala dan tanda Kala Fase
Serviks belum berdilatasi Persalinan
palsu/ belum
inpartu
Serviks berdilatasi kurang dari 4 I Laten
cm
Serviks 4-9 cm I Aktif
- Kecepatan pembukaan 1cm
atau lebih per jam
- Penurunan kepala
Serviks membuka lengkap (10cm) II Awal (non-ekspulsif)
- Penurunan kepala berlanjut
- Belum ada keinginan untuk
meneran
Serviks membuka lengkap (10cm) II Akhir (ekspulsif)
- Bagian terbawah telah
mencapai dasar panggul
- Ibu meneran

3.1 Identifikasi presentasi dan posisi janin

6
Dapat dilakukan pemeriksaan Leopold untuk memperoleh informasi tentang
letak janin berdasarkan acuan punggung/sumbu panjang ibu (longitudinal atau
transversal), presentasi janin pada pintu panggul (kepala atau bokong), letak punggung
janin, mengetahui masuknya bagian terendah janin ke dalam pelvis ibu, dan seberapa
jauh penurunannya.
 Leopold 1
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menentukan bagian apa yang terdapat dalam
fundus. Cara melakukan pemeriksaan Leopold I : (1) Pemeriksa berdiri disebelah
kanan pasien sambil melihat ke arah wajah pasien. Kaki pasien dibengkokkan
pada lutut dan lipat paha. (2) Koreksi posisi fundus. Uterus gravid sedikit
dektrorotasi (deviasi ke kanan) karena posisi kolon sigmoid. Saat pasien berbaring
terlentang, posisi uterus harus dikoreksi terlebih dahulu, sehingga fundus berada
dalam posisi yang seharusnya. (3) Kemudian tinggi fundus diukur melalui midline
pasien, dari puncak uterus hingga ke batas atas simfisis pubis. Dari tinggi fundus
uteri dapat memperkirakan usia kehamilan (4) Tentukan bagian anak yang
terdapat di fundus.
o Bokong bersifat lunak, kurang bundar, dan kurang melenting
o Kepala bersifat keras, bundar, dan melenting
o Pada letak lintangm fundus uteri kosong

7
Gambar 2.6 Leopold I

 Leopold 2
Pemeriksaan ini berfungsi menentukan letak punggung anak dan letak bagian-
bagian kecil. Cara pemeriksaan Leopold II : (1) Kedua tangan pindah ke
samping. Tentukan posisi punggung anak. Punggung anak terdapat pada sisi
yang memberikan rintangan terbesar. (2) Palpasi bagian-bagian kecil, selalunya
terletak pada sisi berlawanan. Bagian-bagian janin dapat diidentifikasikan
dengan palpasi saat 25-26 minggu kehamilan. Perhatikan jika terdapat gerakan
janin.

Gambar 2.7 Leopold II


 Leopold 3
Juga dikenal dengan Pawlik’s grip. Pemeriksaan ini berfungsi menentukan apa
yang terdapat di bagian bawah anak dan apakah bagian bawah anak ini sudah
atau belum terpegang oleh pintu atas panggul. Cara pemeriksaan Leopold III :
(1) Hanya menggunakan satu tangan saja. (2) Bagian bawah ditentukan antara
ibu jari dan jari lainnya. (3) Tentukan apakah bagian bawah masih dapat
digoyangkan. Dengan cara ini dapat diketahui presentasi janin. Janin yang
sungsang biasanya teraba lebih besar, lebih lunak, kurang berbentuk dan kurang
Ballottement dibanding presentasi kepala.

8
Gambar 2.8 Leopold III
 Leopold 4
Pemeriksa ini berfungsi untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan
berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul. Cara pemeriksaan
Leopold IV : (1) Pemeriksa mengubah posisi tubuh dan melihat ke arah kaki
pasien. (2) Dengan menggunakan kedua tangan, tentukan apa yang menjadi
bagian bawah. Tentukan apakah bagian bawah sudah masuk ke dalam pintu atas
panggul, dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul. Jika
pemeriksaan merapatkan kedua tangan pada permukaan bagian terbawah kepala
yang masih teraba dari luar dan :
o Kedua tangan itu konvergen, berarti hanya sebagian kecil dari kepala
yang turun ke dalam rongga panggul.
o Jika kedua tangan sejajar, berarti separuh dari kepala telah masuk ke
dalam rongga panggul.
o Jika kedua tangan divergen, berarti bagian terbesar dari kepala telah
masuk ke dalam rongga panggul dan ukuran terbesar kepala sudah
melewati pintu atas panggul.
o Pada Leopold IV juga dapat dilakukan penilaian penurunan kepala
dengan menghitung proporsi bagian terbawah janin yang masih berada di
atas simfisis dan dapat diukur dengan lima jari tangan. Bagian di atas
simfisis adalah proporsi yang belum masuk PAP dan sisanya telah masuk
PAP.
o 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simfisis
pubis
o 4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki PAP
o 3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki PAP

9
o 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin yang masih
berada di atas simfisis dan (3/5) bagian telah masuk PAP
o 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah
janin yang berada di atas simfisis dan 4/5 bagian telah masuk PAP

Gambar 2.9 Leopold IV

3.2 Letak, Presentasi, Sikap, dan Posisi Janin


Orientasi janin digambarkan menurut letak, presentasi, sikap, dan posisi. Hal ini
dapat ditentukan secara klinis dengan melakukan palpasi abdomen, pemeriksaan vagina,
dan auskultasi, atau secara teknis menggunakan USG atau sinar X. Pemeriksaan klinis
kurang akurat atau bahkan tidak mungkin dilakukan dan diinterpretasikan pada wanita
obese 4.
1. Letak janin
Letak adalah hubungan sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu. Terdiri
dari letak memanjang dan letak melintang. Kadangkala terdapat letak oblik,
dimana akibat sumbu janin dan ibu dapat bersilangan dengan sudut 45°. Letak
oblik tidak stabil, dapat berubah posisi menjadi letak memanjang atau melintang
selama proses persalinan. Frekuensi letak memanjang sebesar 99,6% (96% letak
kepala, 3,6% letak bokong) dan 0,4% letak lintang atau oblik. Faktor
predisposisi untuk letak lintang adalah multiparitas, plasenta previa, hidramnion,
dan anomali uterus 1,4.

2. Presentasi janin

10
Bagian terbawah janin adalah bagian tubuh janin yang berada paling depan di
dalam jalan lahir. Bagian terbawah janin menentukan presentasi. Bagian
terbawah janin dapat diraba melalui serviks pada pemeriksaan vagina. Karena
itu, pada letak memanjang, bagian terbawah janin adalah kepala janin atau
bokong, masing-masing membentuk presentasi kepala atau bokong. Jika janin
terletak pada sumbu panjang melintang, bahu merupakan bagian terbawahnya.
Jadi, presentasi bahu teraba melalui serviks pada perabaan vagina.

a. Presentasi Kepala
Presentasi kepala diklasifikasikan berdasarkan hubungan kepala dengan badan
janin.
(1) Presentasi belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil di segmen
depan, di sebelah kiri depan (kira-kira 2/3), di sebelah kanan depan (kira-kira
1/3) dan ini adalah posisi yang normal atau normoposisi.
Presentasi belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil dibelakang
dapat di sebelah kiri belakang, kanan belakang, dan dapat pula ubun-ubun
kecil terletak melintang baik kanan maupun kiri dan ini adalah posisi yang
tidak normal atau malposisi.
(2) Presentasi puncak kepala : kepala dalam defleksi ringan dengan penunjuk
ubun-ubun besar.
(3) Presentasi dahi : kepala dalam defleksi sedang dengan penunjuk
dahi/frontum.
(4) Presentasi muka : kepala dalam defleksi maksimal dengan penunjuk
dagu/mentum.

11
Gambar 2.3. Presentasi kepala janin. (A) Belakang kepala, (B) Puncak
kepala, (C) Dahi, (D) Muka

b. Presentasi Bokong
Bila janin menunjukan presentasi bokong, terdapat tiga konfigurasi umum yang
dapat terjadi.

Gambar 2.4 Presentasi Bokong Murni (Frank Breech)

12
(1) Apabila paha berada dalam posisi fleksi dan tungkai bawah ekstensi di
depan badan, hal ini disebut presentasi bokong murni (frank breech).
(2) Jika paha fleksi di abdomen dan tungkai bawah terletak di atas paha,
keadaan ini disebut presentasi bokong sempurna ( complete breech) .
(3) Bila salah satu atau kedua kaki, atau satu atau kedua lutut , merupakan
bagian terbawah, hal ini disebut presentasi bokong tidak sempurna
(incomplete breech) atau presentasi bokong kaki ( footling breech).

Gambar 2.5 Presentasi Bokong. (A) Complete Breech, (B) Frank Breech, (C)
Footling atau Incomplete Breech.

3. Sikap atau postur janin


Hubungan bagian-bagian janin yang satu dengan bagian janin yang lain,
biasanya terhadap tulang punggungnya. Sikap janin yang fisiologis adalah badan
dalam keadaan kifosis sehingga punggung menjadi konveks, kepala dalam sikap
hiperfleksi dengan dagu dekat dengan dada, lengan bersilang di depan dada dan
tali pusat terletak antara ekstremitas dan tungkai terlipat pada lipat paha dan
lutut yang rapat pada badan.
Sikap fisiologis ini menghasilkan sikap fleksi. Sikap ini terjadi karena
pertumbuhan janin dan proses akomodasi terhadap kavum uteri. Jika dagu
menjauhi dada sehingga kepala akan menengadah dan tulang punggung
mengadakan lordosis, maka sikap ini akan menghasilkan sikap defleksi.1
4. Posisi janin

13
Posisi janin adalah hubungan antara titik yang ditentukan sebagai acuan pada
bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir ibu. Karena itu,
pada setiap presentasi terdapat dua posisi kanan atau kiri.4

3.3 Pemeriksaan Vagina


Sebelum persalinan diagnosis presentasi dan posisi janin dengan
pemeriksaan vagina sering tidak dapat ditentukan. Dengan dimulainya
persalinan dan setelah dilatasi serviks, informasi dapat diperoleh. Pada
presentasi verteks, posisi dan variasi dapat diketahui dengan membedakan
berbagai sutura dan ubun-ubun. Presentasi muka dengan membedakan bagian-
bagian wajah. Presentasi bokong diidetifikasi dengan meraba sacrum dan
tuberostias iskhii ibu. Sebaiknya dilakukan empat perasat rutin sebelum saat
dilakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan presentasi dan posisi janin,
sebagai berikut4:
1. Kedua jari tangan dimasukkan ke dalam vagina dan diarahkan ke bagian
terbawah janin untuk membedakan presentasi janin.
2. Jika presentasi verteks, jari-jari dimasukkan ke posterior vagina kemudian
disapukan ke depan melalui kepala janin ke simfisis ibu. Saat melakukan
gerakan ini, jari-jari akan melewati sutura sagitalis, jika sutura ini teraba maka
arahnya dapat ditentukan, dengan ubun-ubun kecil dan besar pada ujung yang
berlawanan.
3. Jari-jari kemudian diarahkan ke ujung anterior sutura sagitalis dan ubun-ubun
kemudian diperiksa dan diidentifikasi.
4. Station atau seberapa jauh bagian terbawah janin telah turun ke dalam panggul
dapat ditentukan.

3.4 Persalinan Dengan Presentasi Belakang Kepala


Janin dengan presentasi belakang kepala ditemukan pada sekitar 95% dari
semua persalinan. Presentasi paling sering ditentukan dengan palpasi abdomen dan
dipastikan dengan pemeriksaan vagina yang dilakukan beberapa saat sebelum atau
pada awitan persalinan. Pada sekitar 40% persalinan, janin memasuki panggul

14
dengan posisi oksiput kiri lintang (LOT) dibandingkan 20% dengan posisi oksiput
kanan lintang (ROT). Pada posisi oksiput anterior (LOA atau ROA) kepala dapat
memasuki panggul dengan oksiput berotasi 45° ke anterior dari posisi lintang atau
berikutnya baru berputar. Mekanisme persalinan biasanya sangat mirip dengan pada
posisi oksiput lintang. Pada sekitar 20% persalinan janin masuk panggul dengan
posisi oksiput posterior (OP). Bagian-bagian kepala janin dijelaskan sebagai
berikut4:
 Ubun-ubun besar (bregma)/ UUB: berbentuk jajaran genjang, terbentuk dari
pertemuan sutura sagitalis, koronalis, dan frontalis.
 Ubun-ubun kecil (lambda)/ UUK: berbentuk segitiga, terbentuk dari pertemuan
sutura sagitalis dan lambdoidalis.
 Puncak kepala (verteks) adalah puncak tempurung kepala yang terletak antara
UUB dan UUK.
 Belakang kepala (oksiput) adalah bagian belakang kepala antara UUK sampai
foramen magnum
 Dahi (sinsiput) adalah bagian depan kepala antara UUB sampai akar hidung
(glabela), dibatasi olet sutura koronalis dan lobang mata.
 Glabela adalah bagian yang meninggi diantara kedua lubang mata.

Gambar 2.10 Kepala janin tampang atas Gambar 2.11 Kepala janin tampang samping

15
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23 % di
kanan depan, ± 11% di kanan belakang, dan ±8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin
disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid atau rectum.1
Dikemukakan 2 teori yang dapat menjelaskan kenapa lebih banyak letak kepala3 :
1. Teori akomodasi : bentuk rahim memungkinkan bokong dan ekstremitas yang
volumenya besar berada di atas, dan kepala di bawah di ruangan yang lebih
sempit.
2. Teori gravitasi : karena kepala relatif besar dan berat, maka akan turun ke
bawah. Karena his yang kuat, teratur dan sering, maka kepala janin turun
memasuki pintu atas panggul (engagement). Karena menyesuaikan diri dengan
jalan lahir, kepala bertambah menekuk (fleksi maksimal), sehingga lingkar
kepala yang memasuki panggul, dengan ukuran yang terkecil :
 Diameter suboccipito-bregmatika = 9,5 cm
 Sirkumferensia suboccipito-bregmatika = 32 cm.

16
BAB IV
FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL

4.1 Teori Persalinan


Sebab-sebab dimulainya persalinan belum diketahui secara jelas. Terdapat
beberapa teori yang mencoba menerangkan mengenai awitan persalinan, diantaranya : 2
1. Penurunan kadar progesteron.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen
meningkatkan ketegangan otot rahim. Selama kehamilan, terdapat keseimbangan
antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his. Menurut penelitian
penurunan kadar progesterone disebabkan oleh beberapa mekanisme, yaitu :
 Perubahan dari ekspresi protein isoform dari reseptor progesteron (PR)
PR-A,PR-B,PR-C
 Perubahan pada ekspresi membran pengikat pada reseptor progesteron
 Modifikasi posttranslasi pada reseptor progesteron
 Perubahan pada aktivitas reseptor progesteron melalu perubahan dalam
ekspresi ko-aktivator yang mempengaruhi langsung pada fungsi reseptor
 Inaktivasi lokal pada progesteron oleh enzim metabolik steroid atau
sintesis antagonis alami
2. Teori oksitosin.
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu, timbul
kontraksi otot-otot rahim. Peningkatan kadar oksitosin diakibatkan oleh
meningkatnya reseptor oksitosin pada dinding miometrium saat kehamilan
aterm. Peningkatan reseptor ini distimulasi oleh peningkatan kadar estrogen.
3. Relaksin
Relaksin ini dimediasi oleh G protein coupled reseptor, RXFP1, yang fungsinya
merangsang pembentukan glikosaminoglikan dan proteoglikan dan
mendegradasi kolagen yang di induksi oleh Matrix Metalloprotease (MMP).

17
Relaksin ini merangsang pertumbuhan cervix, vagina, simphisis pubis dan
payudara untuk laktasi
4. Keregangan otot-otot.
Apabila dinding kandung kencing dan lambung teregang karena isinya
bertambah, timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan
rahim, seiring dengan majunya kehamilan, otot-otot rahim makin teregang dan
rentan. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai.
5. Pengaruh janin
Hipofisis dan kelenjar adrenal janin rupanya memegang peranan. Plasenta
menghasilkan CRH pada saat kehamilan aterm yang merangsang Hipofisis
mengeluarkan ACTH lalu ACTH merangsang kalenjar adrenal janin
menghasilkan steroid C19 yang kemudian akan diubah menjadi estrogen terutama
estriol di sinsitiotrofoblast. Selain itu, ACTH juga merangsang pengeluaran
DHEA-S (Dehidroepiendosteron) yang menyebabkan peningkatan estrogen
maternal. Kortisol atau steroid yang dihasilkan tidak memberikan feed back
negative pada hipofisis tetapi justru memberikan feedback positip yang
menyebabkan peningkatan CRH plasenta. Apabila kehamilan dengan janin
anensefalus dan hipoplasia adrenal biasanya kehamilan sering lebih lama dari
biasanya.

18
Gambar 2.1. Kaskade plasenta–fetal adrenal endokrin
6. Teori prostaglandin.
Prostaglandin dihasilkan oleh amnion kemudian diaktivasi oleh desidua saat
kehamilan aterm dan saat proses persalinan yang menyebabkan peningkatan
kontraksi miometrium. Peningkatan prostaglandin pada desidua disebabkan oleh
meningkatnya reseptor PGF2α. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
prostaglandin E dan F yang diberikan secara intravena, intra dan ekstraamnial
menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga
disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi, baik dalam air
ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau
selama persalinan.

19
Gambar 2.2. Teori prostaglandin

Sebenarnya, sebab-sebab dimulainya partus sampai kini masih merupakan teori-


teori yang kompleks, secara umum dapat dikelompokkan pula sebagai berikut : (1)
Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus,
pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor –faktor yang mengakibatkan partus
mulai. (2) Perubahan biokimia dan biofisika juga berperan dimana terjadi penurunan
kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan
penenang bagi otot-otot uterus. (3) Plasenta juga menjadi tua dengan lamanya
kehamilan. Vili koriales mengalami perubahan sehingga kadar estrogen dan progesteron
menurun. (4) Gangguan sirkulasi uteroplasenta juga terjadi dimana keadaan uterus yang
terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus1.
4.2 Faktor yang mempengaruhi proses persalinan
Proses persalinan dipengaruhi oleh POWER, PASSAGE, PASSENGER, PSYCHE:
2

Power, yang mendorong anak keluar, yaitu :


 His
 Tenaga mengejan/meneran
1. His
a. His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir
kehamilan sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi rahim yang
disebut his pendahuluan atau his palsu. His ini sebenarnya, hanya merupakan
peningkatan kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan
nyeri di perut bagian bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri
yang memancar dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan.
Lamanya kontraksi pendek, tidak bertambah kuat jika dibawa berjalan,
bahkan sering berkurang. His pendahuluan tidak bertambah kuat seiring
majunya waktu, bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin
kuat. Hal yang paling penting adalah bahwa his pendahuluan tidak
mempunyai pengaruh pada serviks.

20
b. His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan
dengan sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini
mungkin disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan
oleh serabut otot rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam
serviks dan segmen bawah rahim, regangan serviks, atau regangan dan
tarikan pada peritoneum sewaktu kontraksi. His yang sempurna bila terdapat
(a) kontraksi yang simetris, (b) kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di
fundus uteri, dan (c) sesudah itu terjadi relaksasi.
c. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi
dapat juga dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh
jari-jari tangan. Seperti kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker
yang memulai kontraksi dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak
pada kedua pangkal tuba. Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus
diperhatikan ialah sebagai berikut :
 Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik
 Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intrauterin sampai 35
mmHg.
 Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali
dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.

Kontraksi uterus yang dominan di fundus

2. Tenaga mengejan/meneran

21
a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang
mendorong anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut
yang mengakibatkan peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan
hanya dapat berhasil jika pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif
sewaktu kontraksi rahim.
b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang
lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga
mengejan juga melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.

Passage, adalah keadaan jalan lahir. Jalan lahir mempunyai kedudukan penting
dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan demikian evaluasi
jalan lahir merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah persalinan dapat
berlangsung pervaginam atau sectio secaria.
Passenger, adalah janinnya sendiri. Sikap, letak, presentasi dan posisi janin di
dalam rahim memain peran penting dalam proses persalinan.
Psyche, adalah kejiwaan ibu. Pada proses melahirkan bayi, pengaruh-pengaruh
psikis bisa menghambat dan memperlambat proses kelahiran, atau bisa juga
mempercepat kelahiran. Maka fungsi biologis dari reproduksi itu amat dipengaruhi
oleh kehidupan psikis dan kehidupan emosional wanita yang bersangkutan.

4.3 Perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan


Adapun perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat
persalinan berlangsung sebagai berikut :
1. Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan
a. Sejak kehamilan lanjut, uterus dengan jelas terdiri dari 2 bagian, yaitu segmen
atas rahim yang dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah rahim yang
terbentuk dari isthmus uteri. Dalam persalinan, perbedaan antara segmen atas
dan bawah rahim lebih jelas lagi. Segmen atas memegang peranan aktif
karena berkontraksi. Dindingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan.
Sebaliknya, segmen bawah rahim memegang peranan pasif dan makin
menipis seiring dengan majunya persalinan karena diregang. Jadi, segmen

22
atas berkontraksi, menjadi tebal dan mendorong anak keluar sedangkan
segmen bawah dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi serta menjadi
saluran yang tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.
2. Sifat kontraksi otot rahim
a. Kontraksi otot rahim mempunyai dua sifat yang khas, yaitu :
 Setelah kontraksi, otot tersebut tidak berelaksasi kembali ke keadaan
sebelum kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun
tonusnya seperti sebelum kontraksi. Kejadian ini disebut retraksi.
Dengan retraksi, rongga rahim mengecil dan anak berangsur di dorong
ke bawah dan tidak banyak naik lagi ke atas setelah his hilang. Akibatnya
segmen atas makin tebal seiring majunya persalinan, apalagi setelah bayi
lahir.
 Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling kuat di daerah fundus uteri
dan berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen bawah
rahim. Jika kontraksi di bagian bawah sama kuatnya dengan kontraksi di
bagian atas, tidak akan ada kemajuan dalam persalinan. Karena pada
permulaan persalinan serviks masih tertutup, isi rahim tentu tidak dapat
didorong ke dalam vagina. Jadi, pengecilan segmen atas harus diimbangi
oleh relaksasi segmen bawah rahim. Akibat hal tersebut, segmen atas
makin lama semakin mengecil, sedangkan segmen bawah semakin
diregang dan makin tipis, isi rahim sedikit demi sedikit terdorong ke luar
dan pindah ke segmen bawah. Karena segmen atas makin tebal dan
segmen bawah makin tipis, batas antar segmen atas dan segmen bawah
menjadi jelas. Batas ini disebut “lingkaran retraksi fisiologis”. Jika
segmen bawah sangat diregang, lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan
naik mendekati pusat, lingkaran ini disebut “lingkaran retraksi patologis”
atau “lingkaran Bandl” yang merupakan tanda ancaman robekan rahim
dan muncul jika bagian depan tidak dapat maju, misalnya karena pangul
sempit.

3. Perubahan bentuk rahim

23
Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran
melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh perubahan
bentuk ini ialah sebagai berikut :
a. Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak
berkurang, artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan
demikian, kutub atas anak tertekan pada fundus, sedangkan kutub bawah
ditekan ke dalam pintu atas panggul.
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan
menarik segmen bawah dan serviks.
Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
4. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos. Jika uterus berkontraksi,
otot-otot ligamentum ini ikut berkontraksi sehingga menjadi lebih pendek. Pada
tiap kontraksi, fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah
ke depan dan mendesak dinding perut depan ke depan. Perubahan letak uterus
sewaktu kontraksi kontraksi penting karena dengan demikian sumbu rahim
searah dengan sumbu jalan lahir. Dengan adanya kontraksi ligamentum
rotundum, fundus uteri tertambat. Akibatnya fundus tidak dapat naik ke atas
sewaktu kontraksi. Jika fundus uteri dapat naik ke atas sewaktu kontraksi,
kontraksi tersebut tidak dapat mendorong anak ke bawah.

5. Perubahan pada serviks


Agar anak dapat keluar dari rahim, perlu terjadi pembukaan serviks. Pembukaan
serviks ini biasanya didahului oleh pendataran serviks.
 Pendataran serviks
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula
berupa sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja
dengan pinggir yang tipis. Pendataran ini terjadi dari atas ke bawah.
 Pembukaan serviks

24
Yang dimaksud dengan pembukaan serviks adalah pembesaran ostium
eksternum menjadi suatu lubang dengan diameter sekitar 10 cm yang
data dilalui anak.

6. Perubahan pada vagina dan dasar panggul


Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul
ditentukan oleh bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju itu, dasar
panggul diregang menjadi saluran dengan dinding yang tipis. Sewaktu kepala
sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas. Dari luar, peregangan
oleh bagian oleh bagian depan tampak pada perineum yang menonjol dan tipis,
sedangkan anus menjadi terbuka.

4.4 KALA PERSALINAN


Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu 3 :
 Kala I : Waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan
lengkap 10 cm, disebut kala pembukaan.
 Kala II : Kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his
ditambah kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir
 Kala III : Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri
 Kala IV : Satu jam setelah plasenta lahir lengkap

4.4.1 Kala I (Kala Pembukaan)


Secara klinis dapat dikatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita
tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang
bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis mulai membuka atau
mendatar. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.
1. Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
2. Fase Aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
 Fase kselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm

25
 Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4cm, menjadi 9 cm
 Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2
jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi
lebih pendek.

Gambar 3.15 Fase Persalinan Normal

Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang semula


berupa sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir
yang tipis.2
Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium externum yang tadinya berupa
suatu lubang dengan diameter beberapa millimeter, menjadi lubang yang dapat dilalui
anak dengan diameter sekitar 10 cm. Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir
portio, segmen bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan suatu saluran.2

26
Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada
yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan
pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum
dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. 1

Gambar 3.16 Proses Pendataran serviks pada Multigravida dan Primigravida

Gambar 3.17 Pendataran dan dilatasi serviks sempurna pada Multigravida dan
Primigravida

4.4.2 Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

27
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3
menit sekali. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka
pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Ibu merasa pula : 2
1. Tekanan pada rektum
2. Hendak buang air besar
3. Perineum mulai menonjol dan melebar
4. Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam
vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan
dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan
dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam1.
Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai
ialah presentasi belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam
pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri
melintang lebih sering daripada ubun-ubun kecil kanan melintang. Karena itu,
akan diuraikan pergerakan anak dalam presentasi belakang kepala dengan posisi
ubun-ubun kecil kiri melintang.
Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah Engagement, Descens (penurunan
kepala), Fleksi, Rotasi interna (putaran paksi dalam), Ekstensi, Rotasi eksterna
(putaran paksi luar), dan Ekspulsi.
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang
berlangsung pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses
engagement terjadi fleksi dan penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak
mungkin diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun secara bersamaan.
Seiring dengan itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap
atau habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam panggul. 1,2,3,4

28
Gambar 3.1 Gerakan-gerakan utama kepala pada persalinan

1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal
kepala janin pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul
disebut sebagai engagement. Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu
terakhir kehamilan. Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala
ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala.

Gambar 3.2 Pengukuran engagement

29
Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya kepala ke
dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir
kehamilan. Tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan
persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya terjadi
dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.2

Sinklitisme
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang
kepala, engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati
pintu atas panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis
melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling
sering kita temukan. Apabila diameter biparietal tersebut sejajar dengan
bidang panggul, kepala berada dalam sinklitisme.
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul
bagian depan dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila
uterus tegak lurus terhadap pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika
keadaan tersebut tidak tercapai, kepala berada dalam keadaan asinklitisme.

Gambar 3.3 Sinklitismus

30
Asinklitisme
Asinklitisme anterior, menurut Naegele ialah arah sumbu kepala
membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula
terjadi asinklitismus posterior yang menurut Litzman ialah apabila keadaan
sebaliknya dari asinklitismus anterior1.

Gambar 3.4 Asinklitismus anterior Gambar 3.5 Asinklitismus posterior

Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal,


namun jika derajat berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi
sefalopelvik pada panggul yang berukuran normal sekalipun. Perubahan
yang berturut-turut dari asinklitismus posterior ke anterior mempermudah
desensus dengan memungkinkan kepala janin mengambil kesempatan
memanfaatkan daerah-daerah yang paling luas di rongga panggul4.

2. Descens (penurunan kepala)


Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara,
engagement dapat terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih
lanjut mungkin belum terjadi sampai dimulainya persalinan kala dua. Pada
wanita multipara, desensus biasanya mulai bersamaan dengan engagement.
Descens terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya 4:

31
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
d. Ekstensi dan pelurusan badan janin

3. Fleksi
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau
dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu
mendekat ke dada janin dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih
pendek menggantikan diameter oksipitofrontal yang lebih panjang.

Gambar 3.6 Proses Fleksi

32
Gambar 3.7 Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi
sedang, (C) Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap

4. Rotasi Interna (Putaran Paksi Dalam)


Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan
sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke
depan, ke bawah simfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang
terendah adalah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar
ke depan, ke bawah simfisis. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk
kelahiran kepala, karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir, khususnya bentuk
bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi
tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi
sebelum kepala sampai ke Hodge III kadang-kadang baru terjadi setelah
kepala sampai di dasar panggul.2

33
Gambar 3.8 Mekanisme persalinan pada posisi oksiput anterior kiri

Gambar 3.9 Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang:


(A). Asinklitismus posterior pada tepi panggul diikuti fleksi lateral,
menyebabkan (B) Asinklitismus anterior, (C) Engagement, (D) Rotasi
dan ekstensi.

Sebab-sebab putaran paksi dalam yakni 2:


a. Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah
dari kepala
b. Bagian terendah kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit, yaitu di
sebelah depan atas tempat terdapatnya hiatus genitalis antara antara
musculus levator ani kiri dan kanan.

34
c. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter
anteroposterior
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul
terjadilah ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu
jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas
sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak
terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya.
Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah, dan
yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang menolaknya ke
atas. Resultannya ialah kekuatan ke arah depan atas.2
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat
maju karena kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan
subocciput sehingga pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut
ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan
ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hipomoklion.2

Gambar 3.10 Permulaan ekstensi Gambar 3.11 Ekstensi kepala

6. Rotasi Eksterna (putaran paksi luar) 2


Setelah kepala lahir, belakang kepala anak memutar kembali kearah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan :
putaran paksi luar). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadicum sesisi. Gerakan yang terakhir ini

35
adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran
bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior pintu bawah
panggul.

Gambar 3.12 Rotasi eksterna

7. Ekspulsi 2
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan
menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan
lahir.

Gambar 3.13 Kelahiran bahu depan

36
Gambar 3.14 Kelahiran bahu belakang

4.4.3 Kala III (Kala Pengeluaran plasenta)


Terdiri dari 2 fase, yaitu : (1) fase pelepasan plasenta, (2) fase pengeluaran
plasenta. Setelah anak lahir, his berhenti sebentar, tetapi timbul lagi setelah
beberapa menit. His ini dinamakan his pelepasan plasenta yang berfungsi
melepaskan plasenta, sehingga terletak pada segmen bawah rahim atau bagian
atas vagina. Pada masa ini, uterus akan teraba sebagai tumor yang keras, segmen
atas melebar karena mengandung plasenta, dan fundus uteri teraba sedikit di
bawah pusat. 1,2
Pada kala II persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya
ukuran rongga tempat melekatnya plesenta. Karena tempat perlekatan ini
semakin mengecil, sedangkan plasenta tidak berubah, maka plasenta akan
berlipat, menebal kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta
akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Jika telah lepas, bentuk plasenta menjadi bundar, dan tetap bundar
sehingga perubahan bentuk ini dapat dijadikan tanda pelepasan plasenta. Jika
keadaan ini dibiarkan, setelah plasenta lepas, fundus uteri naik, sedikit hingga
setinggi pusat atau lebih, bagian tali pusat diluar vulva menjadi lebih panjang.3
Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen
bawah rahim bagian atas vagina sehingga mengangkat uterus yang berkontraksi.
Seiring lepasnya plasenta, dengan sendirinya bagian tali pusat yang lahir

37
menjadi lebih panjang. Lamanya kala plasenta kurang lebih 8,5 menit, dan
pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.
Tanda-tanda pelepasan plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di
bawah ini :
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus
berada di atas pusat
 Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (Tanda Ahfeld)
 Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta membantu mendorong
plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravity. Apabila kumpulan
darah dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam
plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar
dari tepi plasenta yang terlepas. Perdarahan agak banyak (±250 cc)

4.4.4 Kala IV (Kala Pengawasan)


Merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan plasenta lahir
untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.
Tujuh pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 : 1) kontraksi uterus
harus baik, 2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain, 3)
plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap, 4) kandung kencing
harus kosong, 5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan 7) resume keadaan umum ibu.

38
BAB V
MANAJEMEN PERSALINAN

5.1 Manejemen Persalinan Kala I


Pemeriksana fisik umum yang belum dilakukan harus diselesaikan
sesegera mungkin setelah pasien masuk rawat inap. Yang paling baik, seorang
dokter dapat membuat kesimpulan tentang normalnya kehamilan tersebut
apabila semua pemeriksaan, termasuk tinjauan ulanh rekam medis dan
laboratorium, sudah dilaksanakan. Sebuah rencana yang rasional untuk
memantau persalinan kemudian dapat ditegakkan berdasarkan kepentingan janin
dan ibunya. Pemantauan kesejahteraan janin selama persalinan, frekuensi,
intensitas, dan lamanya kontraksi uterus, serta respon denyut jantung janin
terhadap kontraksi tersebut harus diperhatikan benar. Aspek-aspek ini dapat
dievaluasi dengan tepat dalam urutan yang logis.
Frekuensi denyut jantung janin dapat diketahui dengan steteskop yang
sesuai atau salah satu di antara berbagai alat ultrasonic Doppler. Perubahan
frekuensi denyut jantung janin yang kemungkinan besar berbahaya bagi janin
hampir selalu dapat ditemukan setelah kontraksi uterus. Karena itu, jantung
janin wajib diperiksa dengan askultasi segera setelah terjadi kontraksi. Untuk
menghindari kebingungan antara kerja jantung ibu dan janinnya, denyut jantung
ibu hendaknya dihitung pada saat menghitung frekuensi denyut jantung janin.
Bila tidak, takikardia ibu mungkin disalahartikan sebagai frekuensi denyut
jantung janin normal.Resiko, bahaya, atau gawat janin-yaitu hilangnya
kesejahteraan janin-dicugaiapabila frekuensi denyut jantung janin yang diukur
segera setelah kontraksiberulang kali berada di bawah 110 denyut per menit.
Gawat janin sangatmungkin terjadi apabila denyut jantung terdengar kurang dari
100 denyut permenit sekalipun ada perbaikan hitung detak jantung menjadi 110
sampai 160denyut per menit sebelum kontraksi berikutnya. Apabila setelah
kontraksiditemukan deselerasi semacam ini, persalinan tahap selanjutnya,
jikadimungkinkan, paling baik dimonitor secara elektronik.

39
America Academy of Pediatrics dan America College of Obstetricians
and Gynecologists (1997) merekomendasikan bahwa selama persalainan kala I,
bila tidak ditemukan adanya kelainan, jantung janin harus diperikasa
segerasetelah kontraksi setidaknya setiap 30 menit, kemudian setiap 15 menit
padapersalinan kala II. Jika digunakan pemantauan elektronik kontinu,
grafik dinilai sekurangnya setiap 30 menit selama persalinan kala I dan
setidaknyasetiap 15 menit selama persalinan kala II. Untuk ibu hamil yang
beresiko,auskultasi dilakukan setiap 15 menit selama persalinan kala I dan setiap
5menit selama persalinan kala II. Pemantauan elektronik kontinu
dapatdigunakan dengan penilaian grafik setiap 15 menit selama persalinan kala
II.

5.1.1 Kontraksi Uterus


Dengan melakukan penekanan ringan oleh telapak tangan diatas uterus,
pemeriksa dapat menentukan waktu dimulainya kontraksi. Intensitas kontraksi
diukur berdasarkan derajat ketegangan yang dicapai uterus. Pada puncak
kontraksi efektif, jari atau ibu jari tangan tidak dapat menekan uterus.
Selanjutnya, dicatat waktu ketika kontraksi tersebut menghilang. Urutan ini
diulangi untuk mengevaluasi frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi uterus.
Yang paling baik adalah mengukur kontraksi uterus dengan menyebut derajat
ketegangan atau resistensi terhadap indentasi.

PEMANTAUAN DAN PENATALAKSANAAN IBU DAN SELAMA


PERSALINAN
5.1.2 Tanda vital ibu
Suhu, denyut nadi, tekanan darah ibu dievaluasi setidaknya setiap 4 jam.
Jika selaput ketuban telah pecah lama sebelum awitan persalinan, atau jika
terjadi kenaikan suhu ambang, suhu diperiksa tiap jam. Selain itu, bila terjadi
pecah ketuban yang lama-lebih dari 18 jam, disarankan untuk memberikan
antibiotik profilaksis terhadap infeksi steptokokus grup B. ( American College of
Obstetricians and Gynecologists,1996).

40
5.1.3 Pemeriksaan vagina selanjutnya
Pada persalinan kala I, perlunya pemeriksaan vagina selanjutnya untuk
mengetahui status serviks dan station serta posisi bagian terbawah akan sangat
bervariasi. Bila selaput ketuban pecah, pemeriksaan hendaknya diulangi secara cepat
jika pada pemeriksaan sebelumnya kepala janin belum cakap (engaged). Frekuensi
denyut jantung janin harus diperiksa segera dan pada kontrasi uterus berikutnya untuk
mendeteksi kompresi tali pusat yang tidak diketahui.

5.1.4 Asupan oral


Makanan harus ditunda pemberiannya selama proses persalainan aktif. Waktu
pengosongan lambung memanjang secara nyata saat proses persalinan berlangsung dan
diberikan obat analgesik. Sebagai akibatnya, makanan dan sebagian besar obat yang
dimakan tetap berada dilambung dan tidak diabsorpsi, melainkan dapat dimuntahkan
dan teraspirasi. Terdapat kecenderungan memberikan cairan dengan jumlah yang
terbatas untuk wanita in partu.

5.1.5 Cairan intravena


Meskipun telah menjadi kebiasaan di banyak rumah sakit untuk memasang
sistem infus intravena secara rutin pada awal persalinan, jarang ada ibu hamil normal
yang benar-benar memerlukannya, setidaknya sampai analgesia diberikan. Sistem infus
intravena menguntungkan selama masa nifas dini untuk memberikan oksitosin
profilaksis dan seringkali bersifat terapeutik ketika terjadi atonia uteri. Selain itu,
persalinan yang lebih lama, pemberian glukosa, natrium dan air untuk wanita yang
sedang berpuasa dengan kecepatan 60 sampai 120 ml per jam, efektif untuk mencegah
dehidrasi dan asidosis.

41
Rekomendasi Pimpinan Persalinan Kala I dan II Normal padaWanita tanpa Faktor Risiko
Anestetik, Medis atau Obstetris1.

1) Tanda vital ibu diperiksa sekurang-kurangnya setiap 4 jam.


2) Pemeriksaan vagina periodik menggunakan pelumas larut-air dan steril hindari
antiseptik povidon-iodin dan heksaklorofen.
3) Diizinkan untuk minim cairan jernih, kadang-kadang potongan es batu, sedikit
demi sedikit dan memakai pelembab bibir. Hidrasi intravena diindikasikan bila
persalinan memanjang.
4) Si ibu harus mempunyai pilihan untuk dapat berjalan-jalan selama persalinan
kala I.
5) Pereda nyeri harus bergantung pada kebutuhan dan keinginan si ibu.

(Dari American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians


and Gynecologists, 1997)

5.1.6 Posisi ibu selama persalinan


Ibu yang dalam proses bersalin tidak perlu berbaring di tempat tidur pada
awal persalinan. Sebuah kursi yang nyaman mungkin lebih bermanfaat secara
psikologis. Di tempat tidur, ibu hendaknya diperbolehkan mengambil posisi yang
rasanya enak, paling sering adalah berbaring miring. Ibu tidak harus ditahan pada
posisi terlentang. Bloom dkk. (1998) melakukan percobaan acak untuk berjalan
selama persalinan pada 1000 wanita dengan kehamilan risiko rendah. Mereka
menemukan bahwa berjalan tidak mempercepat atau mengganggu persalinan
aktif dan tidak berbahaya.

5.1.7 Analgesia
Analgesi paling sering mulai diberikan berdasarkan rasa nyeri pada
wanita yang bersangkutan. Jenis analgesia, jumlahnya, dan frekuensi pemberian
hendaknya didasarkan pada kebutuhan untuk menghilangkan nyeri di satu pihak,
dan kemungkinan melahirkan bayi yang sakit di lain pihak. Penetapan waktu,

42
metoda pemberian, dan ukuran dosis awal serta lanjutan obat-obat analgesik yang
bekerja secara sistemik sangat didasarkan pada interval waktu yang diharapkan
sampai pelahiran. Oleh karenanya, pemeriksaan vagina berulang sebelum
memberikan analgetik lebih banyak sering kali dapat diterima. Dengan
munculnya gelaja-gejala khas persalinan kala dua, yaitu dorongan untuk
mengejan, status serviks dan bagian terbawah janin harus dievaluasi kembali.

5.1.8 Amniotomi
Bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar, bahkan pada
persalinan normal sekalipun, untuk melakukan amniotomi. Manfaat yang
diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini kasus pencemaran
mekonium pada cairan amnion, dan kesempatan untuk memasang elektroda ke
janin serta memasukkan pressure catheter ke dalam rongga uterus. Jika
amniotomi dilakukan, harus diupayakan menggunakan teknik aseptik. Yang
penting, kepala janin harus tetap berada di serviks dan tidak dikeluarkan dari
panggul selama prosedur; karena tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps
tali pusat.

5.1.8 Fungsi kandung kemih


Distensi kandung kemih harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan
persalinan macet dan selanjutnya menimbulkan hipotonia serta infeksi kandung
kemih. Setiap melakukan pemeriksaan abdomen, daerah suprapubik hendaknya
diinspeksi dan dipalpasi untuk mendeteksi pengisian kandung kemih. Jika
kandung kemih dengan mudah dapat dilihat dan dipalpasi di atas simfisis, wanita
tersebut dianjurkan untuk berkemih. Sewaktu-waktu ibu diperbolehkan untuk
berjalan dengan bantuan ke toilet dan berhasil berkemih, sekalipun ibu tidak
dapat berkemih di tempat tidur. Jika kandung kemih terdistensi dan tidak dapat
berkemih, diindikasikan kateterisasi intermiten.

5.2 Managemen Persalinan Kala II

43
Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya, pada akhir kala I atau
permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban
pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah spontan, ketuban harus dipecahkan
(amniotomi). Kadang-kadang pada permulaan kala II ini, wanita tersebut ingin muntah
disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga
pendorong janin. Disamping his, wanita tersebut harus dipimpin meneran (untuk
membuat kontraksi dinding abdomen dan diafragma menekan uterus) pada waktu his.
Di luar his denyut jantung janin harus sering diawasi.
Ada 2 cara mengedan :
1) Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku.
Kepala sedikit diangkat, sehingga dagu mendekati dada dan dia dapat melihat
perutnya.
2) Sikap seperti di atas, tetapi badan dalam posisi miring ke kanan atau kiri tergantung
pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki yang berada di
atas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini baik dilakukan bila
putaran paksi dalam belum sempurna.
Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut. Bila
kepala janin telah sampai pada dasar panggung, vulva mulai membuka. Rambut kepala
janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih
tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus pada mulanya bulat berubah berbentuk
"D" dan tampak dinding depan rektum. Perineum ditahan dengan tangan kanan
sebaiknya dengan kassa steril, bila tidak ditahan akan robek (Ruptura perinei).
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi (insisi pada perineum dengan gunting)
pada primigravida dan pada perineum kaku. Episiotomi dilakukan pada saat perineum
tipis dan kepala tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan
mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion,
sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan
defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk
mengawasi rupture perineum ini posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan
dibandingkan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan
akan timbul ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan epistotomi.

44
Dikenal 3 jenis episiotomi :
1) Epistotomi mediana (pada garis tengah, baik dilakukan pada multipara)
2) Epistotomi mediolateralis (pada garis tengah dan diperluas ke lateral saat
mendekati anus, baik dilakukan pada primipara)
3) Epistotomi lateralis (langsung miring terhadap sumbu perineum, dapat
memberikan pembukaan yang terbesar, kadang dilakukan pada keadaan
direncanakan ekstraksi forceps atau ekstraksi vakum)
Keuntungan epistotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak
dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primum dan hampir tidak
berbekas. Bahayanya ialah dapat menimbulkan rupture perinei totalis (robekan
perineum tembus sampai m.sfingter ani, bahkan kadang sampai mukosa rektum).
Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai
gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum dapat
dilakukan perasat Ritgen, yaitu bila perinuem meregang dan menipis, tangan kiri
menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada
perineum, dengan ujung-ujung jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba
menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian,
kepala janin dilahirkan perlahan-lahan ke luar. Setelah kepala lahir diperhatikan apakah
tali pusat melilit leher janin. Lilitan dapat dilonggarkan dan bila sukar dapat dilepaskan
dengan menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian dipotong diantaranya
dengan gunting yang tumpul ujungnya.

5.2.1 Kelahiran spontan


Pada waktu kepala meregangkan vulva dan perineum pada saat kontraksi
sehingga cukup untuk membuka introitus vagina menjadi berdiameter sekitar 5 cm,
perlu memasang duk steril dengan satu tangan untuk melindungi introitus dari anus dan
kemudian menekan ke depan pada dagu janin melalui perineum tepat di depan coccygis,
sementara tangan lainnya memberikan tekanan di atas pada occiput. Kepala dilahirkan
secara berlahan dengan basis occiput berputar di tepi bawah symphisis pubis sebagai
titik tumpu, sementara bregma (fontanela anterior), dahi dan wajah berturut-turut
terlihat di perineum. Setelah kepala lahir, kepala mengadakan putaran paksi luar ke arah

45
letak punggung janin. Usaha selanjutnya melahirkan bahu janin. Mula-mula lahirkan
bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin.
Kepala janin ditarik perlahan kearah anus sehingga lahir bahu depan, tarikan tidak boleh
terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus
sternokleidomastoidues. Kemudian, kepala janin diangkat kearah simfisis untuk
melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha
selanjutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior dan disusul trokanter
posterior. Dengan kedua tangan di bawah ketiak janin dan sebagaian di atas dipunggung
atas berturut-turut dilahirkan badan janin, trokanter anterior dan trokanter posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal akan segera menarik napas dan langsung
menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala kebawah kira-kira
membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera
dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat dipotong 5-10 cm dari
umbilikus diantara 2 cunam Kocher. Bila kemungkinan akan melakukan exchange
transfusion pada bayi, maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-
15cm. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat kuat. Hal ini harus
diperhatikan benar karena bila ikatan kurang kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan
dari tali pusat masih dapat terjadi yang membahayakan bayi tersebut. Kemudian
diperhatikan kandung kencing ibu. Bila penuh, dilakukan pengosongan kandung
kencing, sedapat-dapatnya wanita bersangkutan disuruh kencing sendiri. Kandung
kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan
plasenta yang berarti menimbulkan perdarahan postpartum. (Winkjosastro, 2006)

5.2.2 Janin terlilit tali pusat


Tali pusat yang melilit janin bisa memicu kematian. Tetapi ternyata lilitan tali
pusat tidaklah terlalu membahayakan. Lilitan tali pusat menjadi bahaya ketika
memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi rahim (mulas) dan kepala janin mulai
turun memasuki saluran persalinan. Lilitan tali pusat menjadi semakin erat dan
menyebabkan penekanan atau kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat.
Akibatnya, suplai darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi akan
berkurang, mengakibatkan bayi menjadi sesak atau hipoksia.

46
5.2.3 Sebab Janin terlilit tali pusat
Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kepala janin belum memasuki
bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi relatif masih kecil dan jumlah air ketuban
banyak sehingga memungkinkan bayi terlilit tali pusat. Pada kehamilan kembar dan air
ketuban berlebihan atau polihidramnion, kemungkinan bayi terlilit tali pusat meningkat.
Tali pusat yang panjang dapatmenyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata
50 sampai 60 cm. Namun tiap bayi mempunyai panjang tali pusat berbeda-beda.
Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan pendek jika panjangnya kurang
dari 30 cm.

5.2.4 Penyebab bayi meninggal karena tali pusat


Puntiran tali pusat secara berulang-ulang ke satu arah. Biasanya terjadi pada
trimester pertama atau kedua. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui
tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut umumnya bayi masih
bergerak dengan bebas. Lilitan tali pusat pada bayi terlalu erat sampai dua atau tiga
lilitan. Hal tersebut menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami
kekurangan oksigen. Penanganan, dengan memberikan oksigen pada ibu dalam posisi
miring. Namun, bila persalinan masih akan berlangsung lama dan detak jantung janin
semakin lambat (bradikardia), persalinan harus segera diakhiri dengan tindakan operasi
caesar. Melalui pemeriksaan teratur dengan bantuan USG untukk melihat apakah ada
gambaran tali pusat di sekitar leher. Namun, tidak dapat dipastikan sepenuhnya bahwa
tali pusat tersebut melilit leher janin atau tidak. Apalagi untuk menilai erat atau tidaknya
lilitan. Namun, dengan USG berwarna (collor dopper) atau USG 3 dimensi, akan dapat
lebih memastikan tali pusat tersebut melilit atau tidak di leher janin, serta menilai erat
tidaknya lilitan tersebut.

5.2.5 Tanda-tanda bayi terlilit tali pusat

47
Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah
janin (kepala atau bokong) belum memasuki bagian atas rongga panggul. Pada janin
letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha untuk
memutar janin (Versi luar/ knee chest position) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali
pusat. Tanda penurunan detak jantung janin dibawah normal, terutama pada saat
kontraksi rahim.

5.2.6 Pelahiran Bahu


Setelah lahir, kepala jatuh ke posterior, sehingga wajah hampir menempel ke
anus. Oksiput segera memutar kearah salah satu paha ibunya sehingga kepala
mengambil posisi melintang. Gerakan-gerakan restitusi selanjutnya (rotasi eksterna)
menunjukkan bahwa diameter biakromion (diameter transversal dada) telah memutar
menyesuaikan dengan diameter antero-posterior panggul. Paling sering, bahu terlihat di
vulva tepat setelah rotasi eksternal dan lahir spontan. Kadangkala, terjadi pelambatan
dan tampaknya perlu dianjurkan ekstraksi segera. Pada keadaan itu, sisi kepala dipegang
dengan kedua tangan dan lakukan traksi kearah bawah secara perlahan, dilakukan
sampai bahu anterior terlihat dibawah arkus pubis. Beberapa praktisi lebih memilih
melahirkan bahu anterior sebelum menghisap nasofaring atau memeriksa tali pusat
untuk menghindari distosia bahu. Lalu, dengan gerakan keatas bahu posterior
dilahirkan. Sisa badan hampir selalu mengikuti bahu tanpa kesulitan, tetapi pada kasus
persalinan yang berkepanjangan, pelahiran badan dapat dipercepat dengan tarikan
sedang pada kepala dan tekanan sedang pada fundus uteri. Mengaitkan jari-jari di aksila
hendaknya dihindari, karena akan mencederai saraf ekstremitas superior sehingga
menimbulkan paralisis sementara atau mungkin permanen. Selanjutnya, traksi
hendaknya hanya dikerjakan searah sumbu panjang bayi karena kalau ditarik miring
dapat menyebabkan tertekuknya leher dan peregangan belebihan pleksus brakialis.

5.2.4 Membersihkan nasofaring

48
Membersihkan nasofaring dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan
aspirasi debris cairan amnion dan darah yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan
bayi menarik nafas, wajah cepat-cepat diusap dan lubang hidung serta mulut bayi
diaspirasi.

5.2.5 Teknik Intubasi


Kepala janin dalam posisi menghadap ke atas. Laringoskop dimasukkan ke
dalam sisi dalam mulut, kemudian diarahkan ke posterior ke arah orofaring kemudian
laringoskop digerakkan secara perlahan ke dalam ruangan di antara dasar lidah dan
epiglottis. Elevasi perlahan ujung laringoskop akan mengangkat ujung epiglotis serta
memajankan glottis dan pita suara. Pipa endotrakeal dimasukkan melalui sisi kanan
mulut dan dimasukkan melalui pita suara sampai bahu pipa mencapai glotis. Ukuran
pipa endotrakeal harus sesuai dengan janin. Langkah yang diambil untuk memastikan
pipa berada dalam trakea dan bukan di esofagus adalah dengan mendengarkan bunyi
napas atau suara gurgling jika udara dimasukkan ke dalam lambung. Setiap benda asing
yang menghalangi pipa endotrakea harus segera disingkirkan dengan cara pengisapan.
Mekonium, darah, mucus dan debris tertentu pada cairan amnion atau pada jalan lahir
mungkin telah dihisap in-utero atau saat melalui jalan lahir.

5.2.6 Pemotongan Tali Pusat


Tali pusat dipotong di antara dua klem seperti yang dipasang 4 atau 5 cm dari
abdomen janin dan kemudian satu klem tali pusat dipasang 2 atau 3 cm dari abdomen
janin. Sebaiknya dalam memilih klem, gunakan klem plastik yang aman, efisien, mudah
disterilkan dan tidak terlalu mahal.

5.2.7 Saat yang tepat mengklem tali pusat


Jika setelah lahir, bayi ditempatkan setinggi introitus vagina atau
dibawahnya selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasenta tidak segera disumbat
dengan klem tali pusat, sekitar 80 ml darah dapat berpindah dari plasenta ke
janin. Satu keuntungan dari transfusi plasenta tersebut adalah fakta bahwa
hemoglobin pada 80 ml darah plasenta yang berpindah ke bayi tersebut,

49
memberikan 50 mg besi sebagai simpanan bayi dan tentu saja mengurangi
frekuensi anemia gizi besi pada masa bayi. Pada percepatan perusakan eritrosit,
seperti yang terjadi pada alloimunisasi ibu, bilirubin yang terbentuk dari
eritrosit tambahan tersebut ikut memperberat bahaya hiperbilirubinemi.
Meskipun secara teori risiko beban sirkulasi yang berlebihan akibat
hipervolemia berat mengkhawatirkan, terutama pada bayi prematur dan
pertumbuhan terhambat, tambahan darah plasenta ke dalam sirkulasi bayi
tersebut biasanya tidak menimbulkan kesulitan. Oleh karena itu mengklem tali
pusat setelah pembersihan saluran nafas bayi pertama kali selesai biasanya
memerlukan waktu 30 detik. Bayi tidak dinaikkan di atas introitus pada
persalinan pervaginam, juga tidak terlalu tinggi di atas dinding abdomen ibu
pada seksio sesarea.

5.3 Managemen Persalinan Kala III


PersalinanPartus kala III disebut kala uri. Kelalaian dalam memimpin
kala III dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai
sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Ada 2 tingkat pada
kelahiran plasenta, yaitu :
1. Melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus
2. Pengeluaran plasenta dari dalam kavum uteri (Winkjosastro, 2006)

Seperti telah dikemukakan, setelah janin lahir, uterus masih mengadakan


kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri. Akibatnya
plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari
tengah (sentral menurut Schultze) atau dari pinggir plasenta (marginal menurut
Mahews-Duncan) atau serempak dari tengah dan dari pinggir plasenta. Cara
yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina
(tanda ini dikemukakan oleh Ahlfeld) tanpa adanya perdarahan per vaginam,
sedangkan cara yang kedua ditandai adanya perdarahan dari vagina apabila
plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml, bila lebih
maka hal ini patologis.

50
Segera setelah bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya
dipastikan. Selama uterus tetap kencang dan tidak ada perdarahan yang luar
biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan.
Jangan dilakukan masase, tangan hanya diletakkan di atas fundus, untuk
memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan terisi darah
dibelakang plasenta yang terlepas.

5.3.1 Tanda-tanda pelepasan plasenta


Karena usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta sebelum terlepas sia-
sia saja dan mungkin berbahaya, yang paling penting adalah mengenali tanda-
tanda pelepasan plasenta sebagai berikut:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya lebih kencang. Tanda ini terlihat
paling awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak
3. Uterus naik di abomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun
masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong
uterus ke atas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina, yang menunjukkan bahwa
plasenta telah turun.

Tanda-tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi


lahir dan biasanya dalam 5 menit. Kalau plasenta sudah lepas, dokter harus
memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk
mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk
mendorong plasenta. Kalau upaya ini gagal atau kalau pengeluaran spontan
tidak mungkin karena anestesi, dan setelah memastikan bahwa uterus
berkontraksi kuat, tekan fundus uteri dengan tangan untuk mendorong plasenta
yang sudah terlepas ke dalam vagina.

51
5.3.2 Kelahiran plasenta
Pengeluaran plasenta jangan dipaksakan sebelum pelepasan plasenta
karena ditakutkan menyebabkan inversio uteri. Pada saat uterus ditekan, tali
pusat tetap tegang. Uterus diangkat ke arah atas dengan tangan diatas abdomen.
Manuver ini diulangi beberapa kali sampai plasenta mencapai introitus. Saat
plasenta melewati introitus, penekanan pada uterus dihentikan. Plasenta
kemudian secara perlahan dikeluarkan dari introitus. Traksi pada tali pusat tidak
dibenarkan untuk menarik plasenta keluar dari uterus. Membran yang melekat
dilepaskan dari perlekatannya untuk mencegah terjadi robek atau tertahan di
jalan lahir. Apabila membran mulai robek, pegang robekan tersebut dengan
klem dan tarik perlahan. Permukaan maternal plasenta harus diperiksa dengan
hati-hati untuk memastikan bahwa tidak ada bagian plasenta yang tertinggal di
uterus.

5.4 Managemen Persalinan Kala IV


Plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat hendaknya diperiksa
kelengkapannya dan kelainan–kelainan yang ada. Satu jam segera setelah
kelahiran plasenta adalah masa kritis dan disebut oleh beberapa ahli obstetri
sebagai persalinan “kala empat”. Hal ini dimasudkan agar dokter, bidan, atau
penolong persalinan masih mendampingi wanita selesainya bersalin, sekurang–
kurangnya 1 jam postpartum. Dengan cara ini diharapkan kecelakaan–
kecelakaan karena perdarahan postpartum dapat dikurangi atau dihindarkan.
Sebelum meninggalkan wanita postpartum, harus diperhatikan 7 pokok penting:
1. Kontraksi uterus harus baik
2. Tidak ada perdarahan dari vagina atau perdarahan–perdarahan dalam alat
genitalia lainnya
3. Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap
4. Kandung kencing harus kosong
5. Luka–luka pada perineum terawat dengan baik dan tidak ada hematoma
6. Bayi dalam keadaan baik
7. Ibu dalam keadaan baik.

52
Nadi dan tekanan darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala atau
enek. Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume yang baik adalah
suatu gejala baik. Sekalipun diberikan oksitosin, perdarahan postpartum akibat
atonia uterus paling mungkin terjadi pada saat ini (satu jam setelah plasenta
lahir lengkap). Uterus harus sering diperiksa selama masa ini. Demikian pula,
daerah perineum harus sering diperiksa untuk mendeteksi perdarahan yang
banyak. American Academy of Pediatric dan American College of Obsetricians
and Gynecologist (1997) merekomendasikan untuk mencatat tekanan darah dan
denyut nadi segera setelah melahirkan dan setiap 15 menit selama satu jam
pertama setelah melahirkan.

53
BAB IV
KESIMPULAN

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini di mulai
dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan pada serviks
secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta.
Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati
panggul, yaitu:
a. Turunnya kepala
b. Fleksi
c. Putaran paksi dalam
d. Ekstensi Putaran
e. Putaran paksi luar
f. Ekspulsi
Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan
lahir dengan baik sehingga dapat terjadi persalinan pervaginam secara spontan. Dalam
melakukan pencegahan banyaknya angka kematian ibu ataupun anak saat proses
persalinan, perlu dilakukan asuhan persalinan kala I, II, III, dan IV sebagai berikut :
 Kala I, tahap pembukaan (partus mulai) ditandai dengan lendir bercampur darah,
karena serviks mulai membuka dan mendatar.
 Kala II, pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkoordinir, kuat, cepat dan lebih
lama, kira-kira 2-3 menit sekali.
 Kala III, pada kala ini terjadi pengeluaran plasenta setelah pengeluaran janin.
 Kala IV, tahap ini digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap bahaya
perdarahan. Pengawasan ini dilakukan selama kurang lebih dua jam pasca
melahirkan.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. 2008. 296-314.
2. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan Produksi.
Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.127-144
3. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi
Jakarta: EGC, 1998. 94
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Ed 21. Vol 1.
Jakarta : EGC. 2006. 318-335.
5. Definisi Persalinan. Author : Universitas Sumatera Utara. Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19884/4/Chapter%20II.pdf.
Accessed on 2011.

55

Anda mungkin juga menyukai