Idoc - Pub - Fisiologi Persalinan Normal
Idoc - Pub - Fisiologi Persalinan Normal
PEMBIMBING :
PENYUSUN :
JAKARTA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran fetus dan plasenta dari uterus,
ditandai dengan peningkatan aktifitas miometrium (frekuensi dan intensitas kontraksi)
yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah
(show) dari vagina. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, 15-20% dapat
terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa hanya 5%-10%
saja yang membutuhkan seksio sesarea.1
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas umum otot polos miometrium
yang relatif tenang sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin
intrauterin sampai kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai
menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi,
dan mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur menghilang pada
periode postpartum. 1
Proses fisiologi kehamilan yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan
persalinan belum diketahui secara pasti. Sampai sekarang, pendapat umum yang dapat
diterima bahwa keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia, bergantung pada
aktivitas progesteron yang menimbulkan relaksasi otot-otot uterus untuk
mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir kehamilan.2
Persalinan dianggap normal juga jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (in partu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis)
dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Seorang wanita belum dikatakan
inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks. 1
2
BAB II
BATASAN PERSALINAN NORMAL
3
Pembagian Persalinan
Menurut cara persalinan dibagi menjadi :5
1. Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada
kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang,
presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh
proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa
tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi.5
Tidak ada disporposi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan tidak ada yang
diobati dengan sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi
operatif.1
2. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat
seperti dengan cunam atau ekstraktor vacum, versi dan ekstraksi, dekapitasi,
embriotomi, dan sebagainya maupun melalui dinding perut dengan operasi
caesarea, kelahiran janin prematur, pada janin letak sungsang, letak melintang,
terdapat disporposi fetopelvik, dan kehamilan ganda.1,5
Dikenal beberapa istilah menurut umur kehamilan dan berat badan bayi yang
dilahirkan, yaitu 1,2:
a. Abortus adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu atau
bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
b. Partus imaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20 sampai 28 minggu
atau bayi dengan berat badan antara 500 – 1000 gram.
c. Partus prematurus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 28 sampai 37
minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 – 2500 gram.
d. Partus maturus atau partus aterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 37
sampai 42 minggu atau dengan bayi dengan berat badan 2500 gram atau lebih.
e. Partus postmaturus atau partus serotinus adalah pengeluaran buah kehamilan
setelah kehamilan 42 minggu.
4
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks. Persalinan normal merupakan sebuah proses
berkelanjutan yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Tahap pertama persalinan adalah interval antara onset persalinan dan
serviks membuka lengkap
2. Tahap kedua persalinan adalah interval antara pembukaan lengkap
serviks dan kelahiran bayi
3. Tahap ketiga adalah periode antara kelahiran bayi dengan lahirnya
plasenta.
Lama waktu yang diperlukan untuk tahap pertama persalinan
pada primipara bervariasi antara 6-18 jam, sedangkan pada multipara sekitar 2-10
jam. Kecepatan pembukaan serviks selama fase aktif adalah 1,2 cm per jam pada
kehamilan pertama dan 1,5 cm per jam pada kehamilan yang berikutnya. Durasi
tahap kedua adalah 30 menit sampai 3 jam pada primipara dan 5-30 menit pada
multipara. Untuk primi maupun multipara durasi tahap ketiga berkisar 0-30 menit
untuk semua kehamilan.
5
BAB III
DIAGNOSIS PERSALINAN
6
Dapat dilakukan pemeriksaan Leopold untuk memperoleh informasi tentang
letak janin berdasarkan acuan punggung/sumbu panjang ibu (longitudinal atau
transversal), presentasi janin pada pintu panggul (kepala atau bokong), letak punggung
janin, mengetahui masuknya bagian terendah janin ke dalam pelvis ibu, dan seberapa
jauh penurunannya.
Leopold 1
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menentukan bagian apa yang terdapat dalam
fundus. Cara melakukan pemeriksaan Leopold I : (1) Pemeriksa berdiri disebelah
kanan pasien sambil melihat ke arah wajah pasien. Kaki pasien dibengkokkan
pada lutut dan lipat paha. (2) Koreksi posisi fundus. Uterus gravid sedikit
dektrorotasi (deviasi ke kanan) karena posisi kolon sigmoid. Saat pasien berbaring
terlentang, posisi uterus harus dikoreksi terlebih dahulu, sehingga fundus berada
dalam posisi yang seharusnya. (3) Kemudian tinggi fundus diukur melalui midline
pasien, dari puncak uterus hingga ke batas atas simfisis pubis. Dari tinggi fundus
uteri dapat memperkirakan usia kehamilan (4) Tentukan bagian anak yang
terdapat di fundus.
o Bokong bersifat lunak, kurang bundar, dan kurang melenting
o Kepala bersifat keras, bundar, dan melenting
o Pada letak lintangm fundus uteri kosong
7
Gambar 2.6 Leopold I
Leopold 2
Pemeriksaan ini berfungsi menentukan letak punggung anak dan letak bagian-
bagian kecil. Cara pemeriksaan Leopold II : (1) Kedua tangan pindah ke
samping. Tentukan posisi punggung anak. Punggung anak terdapat pada sisi
yang memberikan rintangan terbesar. (2) Palpasi bagian-bagian kecil, selalunya
terletak pada sisi berlawanan. Bagian-bagian janin dapat diidentifikasikan
dengan palpasi saat 25-26 minggu kehamilan. Perhatikan jika terdapat gerakan
janin.
8
Gambar 2.8 Leopold III
Leopold 4
Pemeriksa ini berfungsi untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan
berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul. Cara pemeriksaan
Leopold IV : (1) Pemeriksa mengubah posisi tubuh dan melihat ke arah kaki
pasien. (2) Dengan menggunakan kedua tangan, tentukan apa yang menjadi
bagian bawah. Tentukan apakah bagian bawah sudah masuk ke dalam pintu atas
panggul, dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul. Jika
pemeriksaan merapatkan kedua tangan pada permukaan bagian terbawah kepala
yang masih teraba dari luar dan :
o Kedua tangan itu konvergen, berarti hanya sebagian kecil dari kepala
yang turun ke dalam rongga panggul.
o Jika kedua tangan sejajar, berarti separuh dari kepala telah masuk ke
dalam rongga panggul.
o Jika kedua tangan divergen, berarti bagian terbesar dari kepala telah
masuk ke dalam rongga panggul dan ukuran terbesar kepala sudah
melewati pintu atas panggul.
o Pada Leopold IV juga dapat dilakukan penilaian penurunan kepala
dengan menghitung proporsi bagian terbawah janin yang masih berada di
atas simfisis dan dapat diukur dengan lima jari tangan. Bagian di atas
simfisis adalah proporsi yang belum masuk PAP dan sisanya telah masuk
PAP.
o 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simfisis
pubis
o 4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki PAP
o 3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki PAP
9
o 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin yang masih
berada di atas simfisis dan (3/5) bagian telah masuk PAP
o 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah
janin yang berada di atas simfisis dan 4/5 bagian telah masuk PAP
2. Presentasi janin
10
Bagian terbawah janin adalah bagian tubuh janin yang berada paling depan di
dalam jalan lahir. Bagian terbawah janin menentukan presentasi. Bagian
terbawah janin dapat diraba melalui serviks pada pemeriksaan vagina. Karena
itu, pada letak memanjang, bagian terbawah janin adalah kepala janin atau
bokong, masing-masing membentuk presentasi kepala atau bokong. Jika janin
terletak pada sumbu panjang melintang, bahu merupakan bagian terbawahnya.
Jadi, presentasi bahu teraba melalui serviks pada perabaan vagina.
a. Presentasi Kepala
Presentasi kepala diklasifikasikan berdasarkan hubungan kepala dengan badan
janin.
(1) Presentasi belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil di segmen
depan, di sebelah kiri depan (kira-kira 2/3), di sebelah kanan depan (kira-kira
1/3) dan ini adalah posisi yang normal atau normoposisi.
Presentasi belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil dibelakang
dapat di sebelah kiri belakang, kanan belakang, dan dapat pula ubun-ubun
kecil terletak melintang baik kanan maupun kiri dan ini adalah posisi yang
tidak normal atau malposisi.
(2) Presentasi puncak kepala : kepala dalam defleksi ringan dengan penunjuk
ubun-ubun besar.
(3) Presentasi dahi : kepala dalam defleksi sedang dengan penunjuk
dahi/frontum.
(4) Presentasi muka : kepala dalam defleksi maksimal dengan penunjuk
dagu/mentum.
11
Gambar 2.3. Presentasi kepala janin. (A) Belakang kepala, (B) Puncak
kepala, (C) Dahi, (D) Muka
b. Presentasi Bokong
Bila janin menunjukan presentasi bokong, terdapat tiga konfigurasi umum yang
dapat terjadi.
12
(1) Apabila paha berada dalam posisi fleksi dan tungkai bawah ekstensi di
depan badan, hal ini disebut presentasi bokong murni (frank breech).
(2) Jika paha fleksi di abdomen dan tungkai bawah terletak di atas paha,
keadaan ini disebut presentasi bokong sempurna ( complete breech) .
(3) Bila salah satu atau kedua kaki, atau satu atau kedua lutut , merupakan
bagian terbawah, hal ini disebut presentasi bokong tidak sempurna
(incomplete breech) atau presentasi bokong kaki ( footling breech).
Gambar 2.5 Presentasi Bokong. (A) Complete Breech, (B) Frank Breech, (C)
Footling atau Incomplete Breech.
13
Posisi janin adalah hubungan antara titik yang ditentukan sebagai acuan pada
bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir ibu. Karena itu,
pada setiap presentasi terdapat dua posisi kanan atau kiri.4
14
dengan posisi oksiput kiri lintang (LOT) dibandingkan 20% dengan posisi oksiput
kanan lintang (ROT). Pada posisi oksiput anterior (LOA atau ROA) kepala dapat
memasuki panggul dengan oksiput berotasi 45° ke anterior dari posisi lintang atau
berikutnya baru berputar. Mekanisme persalinan biasanya sangat mirip dengan pada
posisi oksiput lintang. Pada sekitar 20% persalinan janin masuk panggul dengan
posisi oksiput posterior (OP). Bagian-bagian kepala janin dijelaskan sebagai
berikut4:
Ubun-ubun besar (bregma)/ UUB: berbentuk jajaran genjang, terbentuk dari
pertemuan sutura sagitalis, koronalis, dan frontalis.
Ubun-ubun kecil (lambda)/ UUK: berbentuk segitiga, terbentuk dari pertemuan
sutura sagitalis dan lambdoidalis.
Puncak kepala (verteks) adalah puncak tempurung kepala yang terletak antara
UUB dan UUK.
Belakang kepala (oksiput) adalah bagian belakang kepala antara UUK sampai
foramen magnum
Dahi (sinsiput) adalah bagian depan kepala antara UUB sampai akar hidung
(glabela), dibatasi olet sutura koronalis dan lobang mata.
Glabela adalah bagian yang meninggi diantara kedua lubang mata.
Gambar 2.10 Kepala janin tampang atas Gambar 2.11 Kepala janin tampang samping
15
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23 % di
kanan depan, ± 11% di kanan belakang, dan ±8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin
disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid atau rectum.1
Dikemukakan 2 teori yang dapat menjelaskan kenapa lebih banyak letak kepala3 :
1. Teori akomodasi : bentuk rahim memungkinkan bokong dan ekstremitas yang
volumenya besar berada di atas, dan kepala di bawah di ruangan yang lebih
sempit.
2. Teori gravitasi : karena kepala relatif besar dan berat, maka akan turun ke
bawah. Karena his yang kuat, teratur dan sering, maka kepala janin turun
memasuki pintu atas panggul (engagement). Karena menyesuaikan diri dengan
jalan lahir, kepala bertambah menekuk (fleksi maksimal), sehingga lingkar
kepala yang memasuki panggul, dengan ukuran yang terkecil :
Diameter suboccipito-bregmatika = 9,5 cm
Sirkumferensia suboccipito-bregmatika = 32 cm.
16
BAB IV
FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL
17
Relaksin ini merangsang pertumbuhan cervix, vagina, simphisis pubis dan
payudara untuk laktasi
4. Keregangan otot-otot.
Apabila dinding kandung kencing dan lambung teregang karena isinya
bertambah, timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan
rahim, seiring dengan majunya kehamilan, otot-otot rahim makin teregang dan
rentan. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai.
5. Pengaruh janin
Hipofisis dan kelenjar adrenal janin rupanya memegang peranan. Plasenta
menghasilkan CRH pada saat kehamilan aterm yang merangsang Hipofisis
mengeluarkan ACTH lalu ACTH merangsang kalenjar adrenal janin
menghasilkan steroid C19 yang kemudian akan diubah menjadi estrogen terutama
estriol di sinsitiotrofoblast. Selain itu, ACTH juga merangsang pengeluaran
DHEA-S (Dehidroepiendosteron) yang menyebabkan peningkatan estrogen
maternal. Kortisol atau steroid yang dihasilkan tidak memberikan feed back
negative pada hipofisis tetapi justru memberikan feedback positip yang
menyebabkan peningkatan CRH plasenta. Apabila kehamilan dengan janin
anensefalus dan hipoplasia adrenal biasanya kehamilan sering lebih lama dari
biasanya.
18
Gambar 2.1. Kaskade plasenta–fetal adrenal endokrin
6. Teori prostaglandin.
Prostaglandin dihasilkan oleh amnion kemudian diaktivasi oleh desidua saat
kehamilan aterm dan saat proses persalinan yang menyebabkan peningkatan
kontraksi miometrium. Peningkatan prostaglandin pada desidua disebabkan oleh
meningkatnya reseptor PGF2α. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
prostaglandin E dan F yang diberikan secara intravena, intra dan ekstraamnial
menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga
disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi, baik dalam air
ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau
selama persalinan.
19
Gambar 2.2. Teori prostaglandin
20
b. His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan
dengan sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini
mungkin disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan
oleh serabut otot rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam
serviks dan segmen bawah rahim, regangan serviks, atau regangan dan
tarikan pada peritoneum sewaktu kontraksi. His yang sempurna bila terdapat
(a) kontraksi yang simetris, (b) kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di
fundus uteri, dan (c) sesudah itu terjadi relaksasi.
c. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi
dapat juga dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh
jari-jari tangan. Seperti kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker
yang memulai kontraksi dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak
pada kedua pangkal tuba. Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus
diperhatikan ialah sebagai berikut :
Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik
Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intrauterin sampai 35
mmHg.
Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali
dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
2. Tenaga mengejan/meneran
21
a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang
mendorong anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut
yang mengakibatkan peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan
hanya dapat berhasil jika pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif
sewaktu kontraksi rahim.
b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang
lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga
mengejan juga melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.
Passage, adalah keadaan jalan lahir. Jalan lahir mempunyai kedudukan penting
dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan demikian evaluasi
jalan lahir merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah persalinan dapat
berlangsung pervaginam atau sectio secaria.
Passenger, adalah janinnya sendiri. Sikap, letak, presentasi dan posisi janin di
dalam rahim memain peran penting dalam proses persalinan.
Psyche, adalah kejiwaan ibu. Pada proses melahirkan bayi, pengaruh-pengaruh
psikis bisa menghambat dan memperlambat proses kelahiran, atau bisa juga
mempercepat kelahiran. Maka fungsi biologis dari reproduksi itu amat dipengaruhi
oleh kehidupan psikis dan kehidupan emosional wanita yang bersangkutan.
22
atas berkontraksi, menjadi tebal dan mendorong anak keluar sedangkan
segmen bawah dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi serta menjadi
saluran yang tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.
2. Sifat kontraksi otot rahim
a. Kontraksi otot rahim mempunyai dua sifat yang khas, yaitu :
Setelah kontraksi, otot tersebut tidak berelaksasi kembali ke keadaan
sebelum kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun
tonusnya seperti sebelum kontraksi. Kejadian ini disebut retraksi.
Dengan retraksi, rongga rahim mengecil dan anak berangsur di dorong
ke bawah dan tidak banyak naik lagi ke atas setelah his hilang. Akibatnya
segmen atas makin tebal seiring majunya persalinan, apalagi setelah bayi
lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling kuat di daerah fundus uteri
dan berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen bawah
rahim. Jika kontraksi di bagian bawah sama kuatnya dengan kontraksi di
bagian atas, tidak akan ada kemajuan dalam persalinan. Karena pada
permulaan persalinan serviks masih tertutup, isi rahim tentu tidak dapat
didorong ke dalam vagina. Jadi, pengecilan segmen atas harus diimbangi
oleh relaksasi segmen bawah rahim. Akibat hal tersebut, segmen atas
makin lama semakin mengecil, sedangkan segmen bawah semakin
diregang dan makin tipis, isi rahim sedikit demi sedikit terdorong ke luar
dan pindah ke segmen bawah. Karena segmen atas makin tebal dan
segmen bawah makin tipis, batas antar segmen atas dan segmen bawah
menjadi jelas. Batas ini disebut “lingkaran retraksi fisiologis”. Jika
segmen bawah sangat diregang, lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan
naik mendekati pusat, lingkaran ini disebut “lingkaran retraksi patologis”
atau “lingkaran Bandl” yang merupakan tanda ancaman robekan rahim
dan muncul jika bagian depan tidak dapat maju, misalnya karena pangul
sempit.
23
Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran
melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh perubahan
bentuk ini ialah sebagai berikut :
a. Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak
berkurang, artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan
demikian, kutub atas anak tertekan pada fundus, sedangkan kutub bawah
ditekan ke dalam pintu atas panggul.
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan
menarik segmen bawah dan serviks.
Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
4. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos. Jika uterus berkontraksi,
otot-otot ligamentum ini ikut berkontraksi sehingga menjadi lebih pendek. Pada
tiap kontraksi, fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah
ke depan dan mendesak dinding perut depan ke depan. Perubahan letak uterus
sewaktu kontraksi kontraksi penting karena dengan demikian sumbu rahim
searah dengan sumbu jalan lahir. Dengan adanya kontraksi ligamentum
rotundum, fundus uteri tertambat. Akibatnya fundus tidak dapat naik ke atas
sewaktu kontraksi. Jika fundus uteri dapat naik ke atas sewaktu kontraksi,
kontraksi tersebut tidak dapat mendorong anak ke bawah.
24
Yang dimaksud dengan pembukaan serviks adalah pembesaran ostium
eksternum menjadi suatu lubang dengan diameter sekitar 10 cm yang
data dilalui anak.
25
Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4cm, menjadi 9 cm
Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2
jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi
lebih pendek.
26
Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada
yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan
pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum
dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. 1
Gambar 3.17 Pendataran dan dilatasi serviks sempurna pada Multigravida dan
Primigravida
27
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3
menit sekali. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka
pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Ibu merasa pula : 2
1. Tekanan pada rektum
2. Hendak buang air besar
3. Perineum mulai menonjol dan melebar
4. Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam
vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan
dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan
dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam1.
Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai
ialah presentasi belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam
pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri
melintang lebih sering daripada ubun-ubun kecil kanan melintang. Karena itu,
akan diuraikan pergerakan anak dalam presentasi belakang kepala dengan posisi
ubun-ubun kecil kiri melintang.
Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah Engagement, Descens (penurunan
kepala), Fleksi, Rotasi interna (putaran paksi dalam), Ekstensi, Rotasi eksterna
(putaran paksi luar), dan Ekspulsi.
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang
berlangsung pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses
engagement terjadi fleksi dan penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak
mungkin diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun secara bersamaan.
Seiring dengan itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap
atau habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam panggul. 1,2,3,4
28
Gambar 3.1 Gerakan-gerakan utama kepala pada persalinan
1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal
kepala janin pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul
disebut sebagai engagement. Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu
terakhir kehamilan. Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala
ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala.
29
Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya kepala ke
dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir
kehamilan. Tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan
persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya terjadi
dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.2
Sinklitisme
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang
kepala, engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati
pintu atas panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis
melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling
sering kita temukan. Apabila diameter biparietal tersebut sejajar dengan
bidang panggul, kepala berada dalam sinklitisme.
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul
bagian depan dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila
uterus tegak lurus terhadap pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika
keadaan tersebut tidak tercapai, kepala berada dalam keadaan asinklitisme.
30
Asinklitisme
Asinklitisme anterior, menurut Naegele ialah arah sumbu kepala
membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula
terjadi asinklitismus posterior yang menurut Litzman ialah apabila keadaan
sebaliknya dari asinklitismus anterior1.
31
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
d. Ekstensi dan pelurusan badan janin
3. Fleksi
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau
dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu
mendekat ke dada janin dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih
pendek menggantikan diameter oksipitofrontal yang lebih panjang.
32
Gambar 3.7 Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi
sedang, (C) Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap
33
Gambar 3.8 Mekanisme persalinan pada posisi oksiput anterior kiri
34
c. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter
anteroposterior
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul
terjadilah ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu
jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas
sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak
terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya.
Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah, dan
yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang menolaknya ke
atas. Resultannya ialah kekuatan ke arah depan atas.2
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat
maju karena kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan
subocciput sehingga pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut
ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan
ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hipomoklion.2
35
adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran
bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior pintu bawah
panggul.
7. Ekspulsi 2
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan
menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan
lahir.
36
Gambar 3.14 Kelahiran bahu belakang
37
menjadi lebih panjang. Lamanya kala plasenta kurang lebih 8,5 menit, dan
pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.
Tanda-tanda pelepasan plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di
bawah ini :
Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus
berada di atas pusat
Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (Tanda Ahfeld)
Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta membantu mendorong
plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravity. Apabila kumpulan
darah dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam
plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar
dari tepi plasenta yang terlepas. Perdarahan agak banyak (±250 cc)
38
BAB V
MANAJEMEN PERSALINAN
39
America Academy of Pediatrics dan America College of Obstetricians
and Gynecologists (1997) merekomendasikan bahwa selama persalainan kala I,
bila tidak ditemukan adanya kelainan, jantung janin harus diperikasa
segerasetelah kontraksi setidaknya setiap 30 menit, kemudian setiap 15 menit
padapersalinan kala II. Jika digunakan pemantauan elektronik kontinu,
grafik dinilai sekurangnya setiap 30 menit selama persalinan kala I dan
setidaknyasetiap 15 menit selama persalinan kala II. Untuk ibu hamil yang
beresiko,auskultasi dilakukan setiap 15 menit selama persalinan kala I dan setiap
5menit selama persalinan kala II. Pemantauan elektronik kontinu
dapatdigunakan dengan penilaian grafik setiap 15 menit selama persalinan kala
II.
40
5.1.3 Pemeriksaan vagina selanjutnya
Pada persalinan kala I, perlunya pemeriksaan vagina selanjutnya untuk
mengetahui status serviks dan station serta posisi bagian terbawah akan sangat
bervariasi. Bila selaput ketuban pecah, pemeriksaan hendaknya diulangi secara cepat
jika pada pemeriksaan sebelumnya kepala janin belum cakap (engaged). Frekuensi
denyut jantung janin harus diperiksa segera dan pada kontrasi uterus berikutnya untuk
mendeteksi kompresi tali pusat yang tidak diketahui.
41
Rekomendasi Pimpinan Persalinan Kala I dan II Normal padaWanita tanpa Faktor Risiko
Anestetik, Medis atau Obstetris1.
5.1.7 Analgesia
Analgesi paling sering mulai diberikan berdasarkan rasa nyeri pada
wanita yang bersangkutan. Jenis analgesia, jumlahnya, dan frekuensi pemberian
hendaknya didasarkan pada kebutuhan untuk menghilangkan nyeri di satu pihak,
dan kemungkinan melahirkan bayi yang sakit di lain pihak. Penetapan waktu,
42
metoda pemberian, dan ukuran dosis awal serta lanjutan obat-obat analgesik yang
bekerja secara sistemik sangat didasarkan pada interval waktu yang diharapkan
sampai pelahiran. Oleh karenanya, pemeriksaan vagina berulang sebelum
memberikan analgetik lebih banyak sering kali dapat diterima. Dengan
munculnya gelaja-gejala khas persalinan kala dua, yaitu dorongan untuk
mengejan, status serviks dan bagian terbawah janin harus dievaluasi kembali.
5.1.8 Amniotomi
Bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar, bahkan pada
persalinan normal sekalipun, untuk melakukan amniotomi. Manfaat yang
diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini kasus pencemaran
mekonium pada cairan amnion, dan kesempatan untuk memasang elektroda ke
janin serta memasukkan pressure catheter ke dalam rongga uterus. Jika
amniotomi dilakukan, harus diupayakan menggunakan teknik aseptik. Yang
penting, kepala janin harus tetap berada di serviks dan tidak dikeluarkan dari
panggul selama prosedur; karena tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps
tali pusat.
43
Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya, pada akhir kala I atau
permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban
pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah spontan, ketuban harus dipecahkan
(amniotomi). Kadang-kadang pada permulaan kala II ini, wanita tersebut ingin muntah
disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga
pendorong janin. Disamping his, wanita tersebut harus dipimpin meneran (untuk
membuat kontraksi dinding abdomen dan diafragma menekan uterus) pada waktu his.
Di luar his denyut jantung janin harus sering diawasi.
Ada 2 cara mengedan :
1) Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku.
Kepala sedikit diangkat, sehingga dagu mendekati dada dan dia dapat melihat
perutnya.
2) Sikap seperti di atas, tetapi badan dalam posisi miring ke kanan atau kiri tergantung
pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki yang berada di
atas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini baik dilakukan bila
putaran paksi dalam belum sempurna.
Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut. Bila
kepala janin telah sampai pada dasar panggung, vulva mulai membuka. Rambut kepala
janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih
tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus pada mulanya bulat berubah berbentuk
"D" dan tampak dinding depan rektum. Perineum ditahan dengan tangan kanan
sebaiknya dengan kassa steril, bila tidak ditahan akan robek (Ruptura perinei).
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi (insisi pada perineum dengan gunting)
pada primigravida dan pada perineum kaku. Episiotomi dilakukan pada saat perineum
tipis dan kepala tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan
mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion,
sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan
defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk
mengawasi rupture perineum ini posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan
dibandingkan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan
akan timbul ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan epistotomi.
44
Dikenal 3 jenis episiotomi :
1) Epistotomi mediana (pada garis tengah, baik dilakukan pada multipara)
2) Epistotomi mediolateralis (pada garis tengah dan diperluas ke lateral saat
mendekati anus, baik dilakukan pada primipara)
3) Epistotomi lateralis (langsung miring terhadap sumbu perineum, dapat
memberikan pembukaan yang terbesar, kadang dilakukan pada keadaan
direncanakan ekstraksi forceps atau ekstraksi vakum)
Keuntungan epistotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak
dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primum dan hampir tidak
berbekas. Bahayanya ialah dapat menimbulkan rupture perinei totalis (robekan
perineum tembus sampai m.sfingter ani, bahkan kadang sampai mukosa rektum).
Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai
gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum dapat
dilakukan perasat Ritgen, yaitu bila perinuem meregang dan menipis, tangan kiri
menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada
perineum, dengan ujung-ujung jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba
menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian,
kepala janin dilahirkan perlahan-lahan ke luar. Setelah kepala lahir diperhatikan apakah
tali pusat melilit leher janin. Lilitan dapat dilonggarkan dan bila sukar dapat dilepaskan
dengan menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian dipotong diantaranya
dengan gunting yang tumpul ujungnya.
45
letak punggung janin. Usaha selanjutnya melahirkan bahu janin. Mula-mula lahirkan
bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin.
Kepala janin ditarik perlahan kearah anus sehingga lahir bahu depan, tarikan tidak boleh
terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus
sternokleidomastoidues. Kemudian, kepala janin diangkat kearah simfisis untuk
melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha
selanjutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior dan disusul trokanter
posterior. Dengan kedua tangan di bawah ketiak janin dan sebagaian di atas dipunggung
atas berturut-turut dilahirkan badan janin, trokanter anterior dan trokanter posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal akan segera menarik napas dan langsung
menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala kebawah kira-kira
membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera
dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat dipotong 5-10 cm dari
umbilikus diantara 2 cunam Kocher. Bila kemungkinan akan melakukan exchange
transfusion pada bayi, maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-
15cm. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat kuat. Hal ini harus
diperhatikan benar karena bila ikatan kurang kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan
dari tali pusat masih dapat terjadi yang membahayakan bayi tersebut. Kemudian
diperhatikan kandung kencing ibu. Bila penuh, dilakukan pengosongan kandung
kencing, sedapat-dapatnya wanita bersangkutan disuruh kencing sendiri. Kandung
kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan
plasenta yang berarti menimbulkan perdarahan postpartum. (Winkjosastro, 2006)
46
5.2.3 Sebab Janin terlilit tali pusat
Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kepala janin belum memasuki
bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi relatif masih kecil dan jumlah air ketuban
banyak sehingga memungkinkan bayi terlilit tali pusat. Pada kehamilan kembar dan air
ketuban berlebihan atau polihidramnion, kemungkinan bayi terlilit tali pusat meningkat.
Tali pusat yang panjang dapatmenyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata
50 sampai 60 cm. Namun tiap bayi mempunyai panjang tali pusat berbeda-beda.
Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan pendek jika panjangnya kurang
dari 30 cm.
47
Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah
janin (kepala atau bokong) belum memasuki bagian atas rongga panggul. Pada janin
letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha untuk
memutar janin (Versi luar/ knee chest position) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali
pusat. Tanda penurunan detak jantung janin dibawah normal, terutama pada saat
kontraksi rahim.
48
Membersihkan nasofaring dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan
aspirasi debris cairan amnion dan darah yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan
bayi menarik nafas, wajah cepat-cepat diusap dan lubang hidung serta mulut bayi
diaspirasi.
49
memberikan 50 mg besi sebagai simpanan bayi dan tentu saja mengurangi
frekuensi anemia gizi besi pada masa bayi. Pada percepatan perusakan eritrosit,
seperti yang terjadi pada alloimunisasi ibu, bilirubin yang terbentuk dari
eritrosit tambahan tersebut ikut memperberat bahaya hiperbilirubinemi.
Meskipun secara teori risiko beban sirkulasi yang berlebihan akibat
hipervolemia berat mengkhawatirkan, terutama pada bayi prematur dan
pertumbuhan terhambat, tambahan darah plasenta ke dalam sirkulasi bayi
tersebut biasanya tidak menimbulkan kesulitan. Oleh karena itu mengklem tali
pusat setelah pembersihan saluran nafas bayi pertama kali selesai biasanya
memerlukan waktu 30 detik. Bayi tidak dinaikkan di atas introitus pada
persalinan pervaginam, juga tidak terlalu tinggi di atas dinding abdomen ibu
pada seksio sesarea.
50
Segera setelah bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya
dipastikan. Selama uterus tetap kencang dan tidak ada perdarahan yang luar
biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan.
Jangan dilakukan masase, tangan hanya diletakkan di atas fundus, untuk
memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan terisi darah
dibelakang plasenta yang terlepas.
51
5.3.2 Kelahiran plasenta
Pengeluaran plasenta jangan dipaksakan sebelum pelepasan plasenta
karena ditakutkan menyebabkan inversio uteri. Pada saat uterus ditekan, tali
pusat tetap tegang. Uterus diangkat ke arah atas dengan tangan diatas abdomen.
Manuver ini diulangi beberapa kali sampai plasenta mencapai introitus. Saat
plasenta melewati introitus, penekanan pada uterus dihentikan. Plasenta
kemudian secara perlahan dikeluarkan dari introitus. Traksi pada tali pusat tidak
dibenarkan untuk menarik plasenta keluar dari uterus. Membran yang melekat
dilepaskan dari perlekatannya untuk mencegah terjadi robek atau tertahan di
jalan lahir. Apabila membran mulai robek, pegang robekan tersebut dengan
klem dan tarik perlahan. Permukaan maternal plasenta harus diperiksa dengan
hati-hati untuk memastikan bahwa tidak ada bagian plasenta yang tertinggal di
uterus.
52
Nadi dan tekanan darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala atau
enek. Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume yang baik adalah
suatu gejala baik. Sekalipun diberikan oksitosin, perdarahan postpartum akibat
atonia uterus paling mungkin terjadi pada saat ini (satu jam setelah plasenta
lahir lengkap). Uterus harus sering diperiksa selama masa ini. Demikian pula,
daerah perineum harus sering diperiksa untuk mendeteksi perdarahan yang
banyak. American Academy of Pediatric dan American College of Obsetricians
and Gynecologist (1997) merekomendasikan untuk mencatat tekanan darah dan
denyut nadi segera setelah melahirkan dan setiap 15 menit selama satu jam
pertama setelah melahirkan.
53
BAB IV
KESIMPULAN
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini di mulai
dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan pada serviks
secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta.
Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati
panggul, yaitu:
a. Turunnya kepala
b. Fleksi
c. Putaran paksi dalam
d. Ekstensi Putaran
e. Putaran paksi luar
f. Ekspulsi
Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan
lahir dengan baik sehingga dapat terjadi persalinan pervaginam secara spontan. Dalam
melakukan pencegahan banyaknya angka kematian ibu ataupun anak saat proses
persalinan, perlu dilakukan asuhan persalinan kala I, II, III, dan IV sebagai berikut :
Kala I, tahap pembukaan (partus mulai) ditandai dengan lendir bercampur darah,
karena serviks mulai membuka dan mendatar.
Kala II, pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkoordinir, kuat, cepat dan lebih
lama, kira-kira 2-3 menit sekali.
Kala III, pada kala ini terjadi pengeluaran plasenta setelah pengeluaran janin.
Kala IV, tahap ini digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap bahaya
perdarahan. Pengawasan ini dilakukan selama kurang lebih dua jam pasca
melahirkan.
54
DAFTAR PUSTAKA
55