SUSIYANTI
1715140004
Selatan
Nama : Susiyanti
NIM : 1715140004
Menyetujui
Ttd Pembimbing
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Drs. Suprapta HS., M.Si Dr. Muhammad Yusuf, S.Si., S.Pd., M.Pd
NIP. 19580604 198702 1 001 NIP.198308082010121004
Mengetahui
FMIPA UNM
Dengan kesanggupannya.”
Dalam Urusannya”
(QS. At Talaq: 4)
Kupersembahkan karya ini untukmu orang yang paling saya cintai ayahanda
Andi Irwan dan ibunda Kismawati karena kasih sayang dan pengorbanannya
yang begitu besar, serta saudariku tersayang Andi Humairah atas semua
dukungan, perhatian, dan doa tulus untuk saya.
iv
ABSTRAK
mendalam, dan Dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi
dalam hutan adat. Tradisi ini bertujuan memelihara rumah adat Karampuang
Pelaksanaan Tradisi maddui terdapat tiga tahap yaitu persiapan, acara inti dan
yang masih melekat antara lain: nilai gotong royong, nilai ekologis, nilai
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
ر هِب
ِ ِِ ْم ِسب ِ هن ِملس ِ هن ْم َّح ِب
Alhamdulillahi rabbil „alamin Puji dan syukur hanya untuk kehadirat
Allah Subhanahu Wata‟ala yang senantiasa memberikan kekuatan lahir dan batin
kepada setiap hamba-Nya, serta yang telah menganugerahkan rahmat, taufik,
hidayah dan inayah-Nya terutama kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Kearifan Lokal Tradisi Maddui Pada
Masyarakat Adat Karampuang Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan”.
Tanpa pertolongan-NYA mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad sallalahu „alaihi wasallam sang guru agung yang telah menunjukkan
kepada umat manusia jalan terang di dunia maupun di akhirat kelak.
Penyusunan skripsi ini, penulis mengalami beberapa kendala dan
hambatan yang pada akhirnya semua kendala dan hambatan bisa dilalui karena
bantuan dari pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaiannya sampai akhir.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
semua pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, motivasi, dan doa
kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang terspesial dan teristimewa untuk ayahanda tercinta Andi irwan
dan ibunda Kismawati yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, inspirasi,
serta memberikan dukungan-dukungan moril maupun material dalam
menyelesaikan penulisan skripsi.
Terimakasih terkhusus kepada bapak Drs. Suprapta HS., M.Si sebagai
pembimbing satu dan bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Si., S.Pd., M.Pd sebagai
pembimbing dua. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-
banyaknya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Husain Syam, M.TP., IPU selaku Rektor Universitas
Negeri Makassar.
vii
2. Bapak Drs. Suardi Annas, M.Si., Ph.D selaku dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.
3. Bapak Uca S.Si.M.P. Ph.D sebagai ketua jurusan dan ibu Dr. Hasriyanti, S.Si.
M,Pd selaku sekertaris jurusan Geografi FMIPA UNM atas segala bantuan dan
petunjuk yang diberikan kepada penulis yang sangat mendukung dalam
pelaksanaan penelitian ini.
4. Bapak Amal, S.Pi, M.Si, Ph.D selaku ketua prodi Gegrafi sekaligus penguji
dua, dan Bapak Erman Syarif S.Pd.M.Pd selaku ketua prodi pendidikan
Geografi FMIPA UNM.
5. Bapak Drs. Ibrahim Abbas, M.Si selaku penguji satu. Terima kasih atas
bimbingan, kritikan, dan saran-saran kepada penulis yang sangat berharga
selama penyusunan skripsi.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Geografi FMIPA UNM yang telah memberikan
ilmu dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Geografi UNM.
7. Seluruh perangkat Desa Tompobulu yang telah memberi ijin dan kerjasamanya
selama berjalannya tradisi maddui di dusun Karampuang.
8. Pemuka adat puang Hj Manga, Puang Tola, Puang Kacong, Puang Jenne dan
tokoh masyarakat Puang Mattang dan Puang Bunga
9. Kepala Dusun Karampuang serta Masyarakat adat karampuang yang telah
membantu penelitian ini.
10. Kepada kakak sepupuku Rustan sekaligus kepala Dusun Aholiang yang ikut
serta bersama warganya dalam pelaksanaan tradisi maddui ini dan selalu
memberikan motivasi, saran, semangat dan doa selama penyusunan skripsi ini.
11. Kepada semua keluarga tercinta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
yang telah memberikan dukungan dan bantuan penulis ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.
12. Sahabat tercinta Ayu Dan Rani, serta seluruh teman kelas Geografi Sains
yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama penulis menyusun
skripsi.
Atas jasa-jasa mereka penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka
diterima Allah Subehanahu wa ta'ala, dan mendapat pahala yang lebih baik serta
viii
Penulis
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL PROPOSAL...........................................................................................i
ABSTRAK.............................................................................................................iv
ABSTRACT...........................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Penelitian...................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.................................................................................5
A. Kajian Teori...........................................................................................6
B. Kerangka Pikir.....................................................................................17
A. Jenis Penelitian....................................................................................18
C. Sumber Data........................................................................................19
D. Desain Penelitian.................................................................................20
x
F. Instrumen Penelitian............................................................................23
B. Sejarah Karampuang………………………………………………..28
D. Hasil Penelitian..................................................................................31
E. Pembahasan........................................................................................46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................62
B. Saran..................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................64
LAMPIRAN.................................................................................................... ....70
xi
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bangsa sehingga kaya akan budaya dan tradisi. Melalatoa (1997) mencatat tidak
kurang dari 520 suku bangsa di Indonesia. Kekayaan budaya yang dimiliki di
Indonesia berasal dari warisan nenek moyang bangsa Indonesia (Lusianti & Rani,
upacara adat, senjata perang, pakaian tradisional, ragam kesenian, dan kuliner
kehidupan manusia menjadi rukun, damai dan tentram. (Patji, 2010) mengatakan
Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang dihuni oleh empat suku mayoritas,
memiliki ciri adat istiadat yang bervariasi dan unik, sehingga provinsi Sulawesi
Tradisi budaya lokal merupakan kegiatan yang sering di lakukan oleh suatu
kelompok masyarakat secara turun temurun dan menjadi bagian dari kehidupan
diteruskan dari generasi ke generasi baik secara tertulis maupun (sering kali)
secara lisan. Tradisi budaya lokal selalu berkaitan dengan sejarah dan adat istiadat
masa lalu. Tradisi erat kaitannya dengan kegiatan etnis tertentu. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Indonesia memang kaya akan ragam budaya dan tradisi yang
dampak besar bagi kebudayaan. Budaya dan Tradisi yang di anggap bernilai
positif akan di jaga sementara yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan
Malang Jawa Timur kini telah menjadi akulturasi antara budaya baru dan budaya
lama (Mahya, 2017). Hal serupa terjadi pada suku Maya Kabupaten Raja Ampat
kebangaan telah berubah menjadi sesuatu yang tidak bernilai, hal tersebut terjadi
pada suku Sasak kabupaten Lombok Tengah mengenai perubahan rumah adat
tradisionalnya (Adrian & Resmini, 2018) dan terjadi pula pada pergeseran tata
perilaku dan gaya hidup yang menjadi identitas dan kebanggaan tersendiri bagi
masyarakatnya. Suatu kebudayaan dan tradisi terdapat nilai-nilai yang tidak dapat
dipengaruhi budaya asing, yang biasanya disebut sebagai local genius. Local
genius inilah pangkal segala kemampuan budaya suatu daerah untuk menetralisir
Karampuang. Masyarakat adat ini adalah salah satu kelompok masyarakat adat
yang ada di kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai masyarakat adat,
mereka menjunjung tinggi bentuk kearifan lokal yang mereka miliki (Syarif,
2017). Selain itu masyarakat adat Karampuang menjalankan beberapa tradisi yang
Tradisi maddui dalam istilah bugis maddui atau mabella artinya tradisi
menarik pohon gupasa atau aju bitti dari hutan adat dengan ritual khusus. Tradisi
ini dilakukan secara gotong royong dengan tujuan memelihara rumah adat dan
mengganti bagian-bagian tertentu rumah adat yang mulai rusak. Tradisi ini
4
warga sejak zaman dahulu kala oleh masyarakat setempat dan menjadikannya
hal tersebut membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian untuk melihat
dan mengangkat suatu tradisi yang masih dilestarikan dalam suatu masyarakat
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penelitian
Sulawesi Selatan
5
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerintah
b. Bagi Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Tradisi
terpola sehingga menjadi tradisi. Kata “tradisi” berasal dari bahasa latin
traditio, sebuah nomina yang dibentuk dari kata kerja traderere atau trader
2015)
sudah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun
Setiap tradisi memiliki nilai budaya yang merupakan gambaran ideal dari
dikenal dengan adanya sistem nilai budaya. Dalam sistem nilai budaya
komunitas masyarakat.
mengukuhkan identitasnya.
c. Tradisi itu adalah sesuatu yang dikenal dan diakui oleh kelompok itu
sebagai tradisinya. Saat tradisi dapat dijalankan dan menjadi bagian dari
bermartabat dan beradab, dan kehidupan manusia menjadi rukun, damai dan
masyarakat secara turun temurun dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-
diteruskan dari generasi ke generasi baik secara tertulis maupun (sering kali)
secara lisan. Tradisi ini bersifat dinamis sehingga setiap tradisi dapat
perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Kelompok itu
hidup terbuka, dan berada dalam jalur hubungan dengan kelompok dan
kebudayaan lain, cenderung akan berubah lebih cepat. Biasanya karena ada
terhadap leluhur mereka. Budaya lokal ini berupa adat istiadat asli yamg
berbentuk fisik ataupun non fisik yang berkembang di suatu daerah secara
2. Kearifan Lokal
Istilah kearifan lokal terdiri dari kata yaitu “kearifan” dan “lokal”.
masing. Sehingga kita lihat bahwa kearifan lokal itu akan bersifat relatif
dan dapat diterima oleh komunitasnya merupakan ciri yang melekat dalam
etika yang mengatur tatanan sosial kolompok yang terus hidup dan
merupakan warisan turun-temurun yang mereka dapat dari orang tua mereka
itu tidak terjadi maka kebudayaan harus tetap dijaga dari budaya luar.
luar yang masuk ke Negara kita tidak dapat dipungkiri pula. Sehingga
budaya asli
lokal yang dimiliki untuk menjaga eksistensi budaya, tradisi, dan kekayaan
masyarakat.
Kearifan Lokal sebagai alat kontrol sosial menjadi alat yang mampu
agar tidak hilang, seperti kebudayaan maupun tradisi yang sudah ada
sejak dahulu agar tidak tergerus oleh kebudayaan asing maupun zaman.
pengaruh budaya luar atau asing. Dengan adanya kearifan lokal, nilai-
daerah. Nilai bersifat ide atau abstrak (tidak nyata). Nilai yang terkandung
masyarakat. Nilai dalam hal ini berupa ukuran, patokan, anggapan dan
keyakinan yang dianut orang banyak dalam suatu masyarakat (Zahra, 2020)
suku Kajang salah satunya yaitu pasang. Pasang adalah pedoman hidup
amanat leluhur. Pasang adalah suatu bentuk bahasa yang berbeda dengan
suku Kajang. Pasang dimaknai sebagai pesan, fatwa, nasihat, dan tuntutan
masyarakat suku Kajang. Pada sistem nilai yang terkandung dalam pasang
bagi manusia dalam segala aspek, baik itu aspek sosial, religi, mata
makna yang terkandung dalam pasang, maka dapat dikatakan bahwa pasang
bahwa tujuan melakukan Rambu solo selain menghormati, juga sebagai cara
menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh atau
desa sekaligus nama komunitas adat yang memiliki kearifan lokal yang
dengan hari hujan yang bervariasi antara 100 - 160 Hari Hujan/Tahun.
dan taat kepada Allah Swt, kepedulian terhadap lingkungan alam, tanggung
jawab, cinta tanah air, kerja keras, jujur, bersahabat, dan peduli sosial. Nilai-
B. Kerangka Pikir
Masyarakat Adat
Karampuang
Tradisi Maddui
Pelaksanaan
1. Persiapan
2. Acara inti
3. Penutupan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis penelitian
Tujuan dari penelitian kualitatif yaitu untuk mengungkapkan gejala secara holistik
kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri
bertujuan untuk memahami peristiwa tentang apa yang dialami oleh subjek
Pada penelitian kali ini akan mengkaji secara mendalam terkait dari kearifan
ini akan dilakukan pencarian gambaran dan deskripsi pada tradisi maddui dan
pemangku adat dan masyarakat adat Karampuang untuk dijadikan sebagai subjek
penelitian.
1. Lokasi penelitian
2. Waktu penelitian
Adapun waktu penelitian ini akan di laksanakan selama enam bulan yakni
C. Sumber Data
Sumber data pada penelitian kali ini yaitu subjek dari mana data dapat
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata kata dan tindakan,
1. Data Primer
pelaksanaan tradisi maddui dan pandangan nilai kearifan pada masyarakat adat
Karampuang. Penelitian ini terdiri dari dua tipe informan, yaitu informan kunci
berupa pemuka adat yang berperang aktif terhadap tradisi maddui, dan informan
Informan kunci;
Informan pendukung;
2. Data Sekunder
dokumen-dokumen dan buku yang berkaitan dengan kajian penelitian ini dan
jurnal terkait penelitian adat Karampuang serta data video mengenai pelaksanaan
D. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah pedoman atau petunjuk dalam penelitian, mulai pada
(Hasan & Iqbal, 2002). Adapun langkah langkah dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Persiapan
2. Pengumpulan data
3. Pengelolaan data
Tahap ketiga yaitu pengelolaan data. Pada tahap ini, data yang telah
terkumpul diolah melalui teknik analisis data yang sesuai dan telah ditetapkan.
21
Tahap akhir yaitu penyusunan hasil penelitian yang dimana semua hasil
penelitian.
Menurut Sugiono (2012) teknik pengumpulan data adalah tahap awal yang
paling utama dalam suatu penelitian. Hal ini dikarenakan, tujuan dari penelitian
ini yaitu untuk memperoleh data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
1. Observasi
proses pelaksanaan tradisi maddui dan nilai kearifan yang terkandung dalam
turun lapangan. Proses ini berlangsung dengan pengamatan yang meliputi melihat,
2. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dalam
penelitian yang dilakukan secara langsung oleh dua pihak antara pewawancara
dan narasumber untuk mengetahui hal hal yang terkait dengan fenomena atau
masalah yang lebih mendalam. Pada penelitian yang akan dilakukan, peneliti akan
atau pembicaraan yang terjadi antara satu pewawancara dengan satu narasumber.
wawancara dapat digunakan untuk menggali lebih dalam lagi data yang didapat
dari observasi.
informasi tentang:
1. Persiapan
2. Acara inti
3. Penutupan
3. Dokumentasi
berdasarkan data yang dikumpulkan melalui penelusuran atau studi pustaka dari
F. Instrumen Penelitian
merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur peristiwa alam ataupun
sosial yang diamati. Instrumen penelitian pada penelitian ini akan menjadi alat
atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data agar
pekerjaannya menjadi lebih mudah serta hasilnya lebih baik, dalam artian
lengkap, cermat dan terstruktur sehingga data tersebut mudah untuk diolah.
Setiap penelitian mempunyai susanan instrumen yang berbeda beda. Hal ini
mengingat pada tujuan dan mekanisme kerja dalam setiap metode penelitian juga
berbeda beda. Pada penelitian ini, yang menjadi instrumen yaitu si peneliti itu
data.
pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melakukan
Audit Trail. Menurut Lincoln dan Guba (1985) Audit Trail merupakan upaya yang
Audit Trail untuk memverfikasi keabsahan data. Strategi Audit Trail dilakukan
secara tertulis, kekuatan dan kelemahan proyek penelitian. Audit ini dapat terjadi
rancangan laporan hasil penelitian auditor memberi laporan timbal balik. Jika dari
sisi auditor terlihat adanya kekeliruan, hal itu dibicarakan untuk kemudian
sekali jadi, tetapi senantiasa berkembang sejalan dengan hasil konsultasi atau
revisi.
penelitian dan bahan dalam membuat kesimpulan dan implikasi serta saran yang
mencari dan menata secara terstruktur data yang diperoleh dari hasil wawancara,
pola, menentukan mana yang penting dan yang akan dipelajari serta membuat
kesimpulan sehingga mudah untuk dipahami oleh peneliti maupun orang lain.
25
Teknik analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu
1. Reduksi Data
tentang bagian data yang perlu diberi kode, bagian data yang diharus
dibuang dan pola yang harus dilakukan peringkasan. Kegiatan reduksi ini
dapat dilakukan melalui seleksi data yang ketat, pembuatan ringkasan dan
2. Penyajian Data
3. Penarikan Kesimpulan
BAB IV
Masyarakat adat Karampuang adalah bagian dari suku bugis yang terletak di
Dengan ketinggian ± 700 Meter diatas permukaan laut, memiliki curah hujan 75
sebelah utara berbatasan dengan Dusun Data, sebelah selatan berbatasan dengan
sungai Lamole, sebelah timur berbatasan dengan Desa Bulu Tellue dan
Karampuang sebanyak 467 jiwa dengan 138 KK (kepala keluarga). Terdiri dari
228 jiwa penduduk laki-laki dan 239 jiwa penduduk perempuan. Masyarakat
konsep Sulappa Eppa‟ Wala Suji (segi empat belah ketupat). Konsep ini
membagi tingkatan alam semesta menjadi tiga tingkat dunia yaitu dunia atas,
dunia tengah, dan dunia bawah. Penerapan konsep ini terlihat pada pembagian
Karampuang dibagi menjadi tiga bagian yaitu wilayah suci/sakral (dunia atas),
wilayah semi sakral (dunia tengah), dan wilayah profane (dunia bawah).
28
Wilayah suci merupakan wilayah yang tidak boleh dikunjungi pada waktu
tertentu dan oleh sembarangan orang. Area yang disakralkan seperti area rumah
adat Tomatoa dan Gella, ale karama (hutan keramat), posi tana, sumur adat
(buhung lohe), dan makan nenek moyang. Wilayah semi sakral merupakan area
permukiman masyarakat adat dan ale ade (hutan adat). Wilayah profane adalah
wilayah diluar wilayah adat yang masih masuk wilayah dusun Karampuang.
Luas wilayah masyarakat adat Karampuang sebesar 570,62 ha yang terbagi atas;
wilayah sakral seluas 14,56%, wilayah meso/semi sakral seluas 2,86%, dan
B. Sejarah karampuang
yakni munculnya seseorang yang tidak dikenal diatas sebuah bukit pucak
Cimbolo yang saat ini dikenal dengan nama Batu Lappa. Sosok itu disebut
tersebut pertemuan antara orang Gowa bergelar karaeng dan orang Bone
oleh warga sebagai raja, kemudian memimpin warga untuk membuka lahan baru
29
dan berpesan “Eloka Tuo, Tea Mate, Eloka Madeceng Tea Maja”. Pesan
bersimbolkan wanita.
Manurung baru yang dilihat masyarakat adat berupa tanda cahaya dari busa-
busa air. Mereka kemudian diangkat sebagai pimpinan baru. Pimpinan yang
untuk membentuk dua belas Gella baru, yakni Bulu, Biccu, Salohe, Tanete,
yang disebut arajang dan tersimpan dirumah adat sampai sekarang (Muhannis,
2013)
adat disebut Ade Eppa . Dalam lontara karampuang disebut “Eppa Alliri
dalam lontara ; “Api Tettong Arung, Tanah Tudang Ade, Angin Rekko Sanro,
Uhae Suju Guru”. Makna dari kalimat tersebut, Arung dapat diartikan sebagai
karampuang. Arung Bergelar api sebagai sumber cahaya dan kehidupan bagi
dikatakan sebagai perdana menteri. Gella yang dekat dengan rakyat selaku
pelaksana harian adat harus selalu duduk bermusyawarah. Sanro sebagai orang
yang selalu tunduk kepada sang pencipta, memohon terhindar dari bencana,
meminta kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya kepada hal-hal gaib. Dan Guru
sebagai orang yang mengajak rakyatnya untuk berserah diri kepada tuhan.
D. Hasil Penelitian
Salah satu tradisi yang masih melekat dalam masyarakat adat Karampuang
yaitu tradisi maddui. Tradisi maddui dalam istilah bahasa bugis maddui atau
mabella yaitu proses menarik kayu dari hutan adat karampuang. Tradisi maddui
dilakukan secara gotong royong bertujuan memelihara bagian dari rumah adat.
Menurut Puang Gella tradisi maddui ini dilaksanakan apabila ada bagian dari
nenek moyang berbentuk pesan To Manurung agar kita selalu merawat rumah
masyarakat.
Tradisi menarik kayu dalam hutan adat ini tidak sembarangan dalam
a. Persiapan
Pada tahap pertama ini merupakan tahap persiapan yaitu dilakukan acara
Tudang sippulung ini bersifat sangat umum. Sehingga semua pihak baik
sippulung ini. Hal-hal yang dibicarakan dalam Tudang sippulung ini berupa
adat yang akan diganti. Alasan diganti karena ada 9 tiang bagian rumah
adat yang mulai rapuh. Diantaranya 3 tiang di bagian depan rumah adat, 2
tiang bagian kiri rumah adat dan 4 tiang bagian belakang rumah adat.
mengganti tiang dari rumah adat tersebut memerluhkan kayu yang kuat,
2) Penentuan waktu
Maddui.
34
3) Pemantauan Pohon
hutan adat. Pohon yang akan digunakan harus memenuhi syarat. Syarat-
sembarangan orang. Sebab dalam memasuki hutan adat harus ijin kepada
Pemantauan pohon ini dilakukan oleh Gella dan Tomatoa. Pohon sebelum
ditebang Gella biasanya menanam 10 pohon setiap satu pohon yang akan
di tebang. Ada tiga jenis kayu yang hanya bisa digunakan untuk keperluan
rumah adat yaitu kayu bitti (Gupas, Vitex copasus), kayu ufang (kayu
kayu ini merupakan kayu yang hanya tumbuh didaerah hutan adat dan
memastikan selalu menanam dan merawat pohon yang ada di dalam hutan
adat karena menurutnya segala sumber kehidupan berasal dari hutan. Adat
menebang pohon apabila ada burung yang sedang bersarang di pohon itu.
35
Ritual ini patola bala ini menentukan pohon yang akan ditebang. Ritual
ini dilakukan oleh Guru dan Sanro beserta bawaannya. Bawaannya disebut
kebutuhan ritual dalam prosesi tradisi maddui ini. Salah satu yang
disiapkan berupa sesajian baje khas karampuang, ota (daun sirih), dan
uhae (air).
Segala persiapan lainnya seperti tali “tamping” sejenis rotan yang di ambil
dari hutan adat, selain itu persiapan lain seperti konsumsi, kapak, pembatasan
kegiatan, hanya masyarakat adat yang hanya bisa berpartisipasi dalam prosesi
b. Acara Inti
Pada acara inti tradisi maddui ini dilaksanakan pada 14 ompona, atau 14
hari hitungan kelender Hijriah pada bulan ini bertepatan pada 14 Dzulhijah
1442 Masehi ( 24 Juli 2021). Ada pula tahap-tahap yang dilakukan antara
lain:
Upacara ini berupa ijin kepada makhluk yang tuhan amanahkan untuk
fagonroang tanahe”. Upacara ini dipimpin oleh sanro dan dibantu oleh
tidak. Tanda-tandanya berupa apabila tidak ada ranting yang jatuh dan
kapak tidak bergerak maka pohon tersebut bisa segera di tebang. Prosesi ini
ritual ini dilakukan pada 9 pohon yang akan ditebang di wilayah hutan adat
Karampuang.
3) Pemotongan Pohon
Pohon yang ditebang merupakan jenis pohon gupasa aju bitti dan
pohon jawa aju ufang. Pohon ini terletak di hutan adat Karampuang.
mesin pemotong pohon. Tentunya atas amanah dari gella dan diyakini oleh
Kahi, Puang Ulung, Puang Bahtiar dan Puang Baco. Selain itu mereka juga
dimanahkan untuk mengukur tiang rumah adat yang akan di ganti. Prosesi
rumah adat untuk bersiap menarik kayu dalam hutan. Partisipan kurang
lebih 400 orang dari masyarakat adat Karampuang, perangkat adat dan
partisipan luar. Sebelum mereka kehutan adat, ritual patola bala dilakukan
kepada Tuhan agar semua orang yang terlibat dalam menarik kayu diberi
tali yang dipimpin oleh Gella dilakukan bersama masyarakat adat lainnya.
Sebatang kayu ini ditarik bertujuan agar semua orang baik kalangan
anak-anak, muda, tua, laki-laki dan perempuan ikut serta dalam tradisi
Paddui berbunyi:
permohonan ijin kepada pemilik hutan agar senantiasa pemilik hutan tidak
individu. Sebatang kayu ini ditarik dengan tujuan agar semua bisa
individu.
Kemudian syair dari pemuka adat tersebut disambut oleh seluruh anggota
sebatang kayu tersebut secara gotong royong. Rasa tanggung jawab secara
agar
laki-laki muda yang bermalasan ikut serta dalam menarik kayu. Syair ini
41
jiwa muda dengan fisik yang kuat. Pelaksanaan tradisi maddui ini rata-rata
Makna syair ini menunjukkan waktu sore hari dimana akan segera
berakhir di lanjutkan besok pagi sampai terkumpul semua kayu yang akan
Syair-syair yang dinyanyikan para paddui ini biasanya akan diganti oleh
pemuka adat apabila suasana berganti seperti ada orang yang melewati
kelompok paddui dan tidak turut menarik, maka secara spontan akan
dinyanyikan syair:
Makna syair tersebut berupa bentuk doa kepada individu yang tidak
Pelaksanaan tradisi ini adalah amanah dari leluhur untuk masyarakat adat
syairnya:
antara lain:
Makna syair dari Gella berupa ajakan untuk mendegar pesan tentang
dimanapun kita berada di bumi ini kita senantiasa harus berbuat baik.
kebaikan berupa bersikap jujur "Sappoi lempu” dan patuh kepada Tuhan
“hella, hellaki” artinya dalam bahasa bugis tarik, tariklah terus. Sebatang
44
kayu ini ditarik sampai ke rumah adat. Sesampai di wilayah rumah adat.
c. Penutup
beras sebagai tanda keselamatan. Ritual tersebut di pimpin oleh Sanro dan
berkumpul ke rumah adat. Bagian rumah adat kemudian dilepas yang akan
direnovasi. Penghuni rumah adat yaitu Tomatoa dan Sanro serta barang-
Nilai gotong royong dapat dilihat dalam prosesi maddui saat sebatang
Kebersamaan dalam tradisi maddui tidak melihat umur tapi kerja samanya.
Baik tua, muda, anak-anak, laki-laki, perempuan, dan ibu-ibu semua terlibat
b Nilai Ekologis
Nilai ekologis pada tradisi maddui ini saat proses ritual penebangan
pohon. Menurut Tomatoa Pohon yang akan ditebang harus memenuhi syarat-
syarat berupa ranting pohon tidak jatuh saat ritual dilakukan, tidak ada
c Nilai Solidaritas
Nilai solidaritas pada tradisi maddui tampak pada saat berbaur saat
kegiatan dimulai yaitu saat Tudang Sipulung, prosesi menarik kayu sampai
merenovasi rumah adat. Menurut Gella, diadakannya tradisi maddui ini untuk
d Nilai Seni
Nyanyian itu disebut elong paddui. Elong paddui ini biasanya dinyanyikan
oleh Gella saat proses ritual menarik kayu dalam hutan adat Karampuang
46
E. PEMBAHASAN
Tradisi maddui dalam istilah bahasa bugis maddui atau mabella yaitu
menarik kayu dari hutan adat Karampuang di iringin nyanyian Elong Paddui
secara gotong royong. Tradisi ini bertujuan untuk memelihara bagian dari rumah
adat. Tradisi maddui merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat adat
masyarakat adat Hatuhaha Pulau Haruku Kabupaten Maluku Utara tradisi itu
diberi nama tradisi Hela Kayu. Selain untuk memperbaiki rumah adat (Soa),
tujuan menarik kayu itu untuk memperbaiki makam leluhurnya pula. Prosesinya
diiringi pula dengan nyanyian Bersuat akan tetapi nyanyian mereka diiringi
dengan pukulan tifa dan dilakukan pula secara gotong royong (Rahmat, 2019).
secara gotong royong. Tetapi kayu tersebut di bawah ke sawah yang basah agar
lebih muda untuk menariknya dan disertai aksi kejar-kejaran saling melempar
Karampuang ada dua yaitu Pertama Bola loppo ade‟e punanna arung (rumah
47
adat ini dihuni oleh Arung dan istrinya), Kedua Bola loppo ade‟e punanna gella
(rumah adat ini dihuni oleh Gella dan isrinya). Jarak kedua rumah adat ini
sekitar 70 meter dan batas keduanya berupa batu yang disusun. Rumah adat
perempuan. Sosok To Manurung ini dapat dikatakan sebagai faham feminis (To
kegiatan yang dilakukan masyarakat selalu tidak lepas dari lingkungan. Selain
itu ekofeminise hadir dalam setiap tindakan yang dilakukan dalam adat
satunya, pintu rumah adat berada ditengah rumah menandakan rahim perempuan
dari Karampuang.
Rumah adat Arung dan Gella memiliki filosofi perbedaan arah yaitu rumah
adat Arung berarah barat bermakna arah barat adalah arah tenggelamnya
menuju berpulang ke sang ilahi. Rumah Gella mengarah dari timur, arah
lempa dan panampa. Tradisi maddui pada rumah adat arung dilaksanakan 26
juli 2021 untuk memperbaiki tiang yang sudah mulai rapuh. Rumah adat Gella
melakukan tradisi maddui ini ada beberapa tahap-tahap yang harus dilalui dan
a Persiapan
Pada tahap pertama ini merupakan tahap persiapan yaitu dilakukan acara
Tudang sipullung ini dilaksanakan di rumah adat sebanyak 3 (tiga) kali pada
hari tertentu yang dipilih sebagai hari baik menurut ade eppae. Tudang
bermakna tudang sipulung adalah salah satu legasi yang sangat penting
keputusan misalnya dalam bidang pertanian itu. Oleh karena itu pesawah
dengan astrologi. Kedua tanda dan isyarat ini di perincikan dalam lontara
Menurut Gella tudang sipulung ini memang harus banyak yang berpartisipasi
baik itu pimpinan adat, masyarakat adat karampuang maupun orang luar yang
berpartisipasi maka akan semakin mudah kita semua untuk saling membahu.
Bagian rumah adat yang diganti biasanya tiang penyangga rumah yang
mulai rapuh, atap rumah yang terbuat dari daun rumpia mulai rapuh dan
rumah adat yang rapuh dan palungeng yang mulai rapuh. Dalam tudang
bersama istrinya yang sebagai Sanro pula bahwa rumah adat ini dihuni
secara turun temurun dan rumah adat ini milik semua masyarakat adat
yang dimilikinya.
51
2) Pemantauan Pohon
masyarakat adat untuk mengambil kayu dalam hutan adat tanpa seijin
Gella. Menurut Gella, tempat keramat seperti dalam hutan adat tidak boleh
itu para ade eppae percaya bahwa hutan adalah sumber kehidupan bagi
masyarakatnya.
yang ada di kawasan hutan adat. Pohon yang akan digunakan harus
e) Ada tiga jenis kayu yang hanya bisa digunakan untuk keperluan
rumah adat yaitu kayu bitti (Gupas, Vitex copasus), kayu ufang
selalu menanam dan merawat pohon yang ada di dalam hutan adat.
menebang pohon apabila ada burung yang sedang bersarang di pohon itu.
dalam hutan adat. Kayu dalam hutan adat boleh diambil dengan syarat
meminta ijin kepada Gella. Jika melanggar aturan akan mendapat sanksi
Ritual ini patola bala merupakan ritual khusus meminta ijin kepada
sang pemilik rumah. Masyarakat adat percaya bahwa setiap pohon yang
ada dalam hutan adat merupakan tumbuhan yang dihuni oleh makhluk tak
kasat mata. Mereka juga merupakan makhluk tuhan yang tidak harus kita
ganggu. Ritual ini sangat penting sebab menentukan pohon yang akan
ditebang. Ritual ini dilakukan oleh Guru dan Sanro beserta bawaannya.
Salah satu yang disiapkan berupa sesajian berupa baje khas Karampuang,
Persiapan lainnya seperti tali (tampeng) sejenis rotan yang di ambil dari
hutan adat jenis tali ini sangat kuat dan mudah didapatkan didalam hutan. Tali
ini disambung agar semua partisipasi yang ingin menarik kayu dapat
adat Karampuang.
54
oleh Gella. Dan persiapan lainnya seperti pembatasan kegiatan seperti hanya
masyarakat adat yang hanya bisa berpartisipasi dalam prosesi tradisi ini untuk
masyarakat adat saja dan beberapa masyarakat di luar dusun dapat berpartisipasi
dan secara umum pekerjaan mereka sebagai petani, pekebun, sebagian kecil
lainnya sebagai pegawai negeri sipil dan pengusaha. Tradisi maddui ini tetap
percaya kematian bukan hanya datang dari wabah tetapi apabila sudah waktunya
b. Acara inti
Pada acara inti tradisi Maddui Ada pula tahap-tahap yang dilakukan antara
lain:
Upacara ini berupa ijin kepada makhluk yang tuhan amanahkan untuk
fagonroang tanahe”. Upacara ini dipimpin oleh Sanro dan dibantu oleh
tidak. Tanda-tandanya berupa apabila tidak ada ranting yang jatuh dan
kapak tidak bergerak maka pohon tersebut bisa segera di tebang. Prosesi ini
ritual ini dilakukan pada 9 pohon yang akan ditebang di daerah wilayah
adat Karampuang.
3) Pemotongan Pohon
Pohon yang ditebang merupakan jenis pohon gupasa aju bitti dan
pohon jawa aju ufang. Pohon ini terletak di hutan adat Karampuang.
mesin pemotong pohon. Tentunya atas amanah dari Gella dan diyakini oleh
Kahi, Puang Ulung, Puang Bahtiar dan Puang Baco. Selain itu mereka juga
dimanahkan untuk mengukur tiang rumah adat yang akan di ganti. Prosesi
menarik kayu dalam hutan. Sebelum mereka kehutan adat. Ritual patola
keselamatan kepada hutan agar semua orang yang terlibat dalam menarik
kayu diberi keselamatan dari bencana yang bisa menimpahnya. Setelah itu
57
Sebatang kayu ini ditarik bertujuan agar semua orang baik kalangan
anak-anak, muda, tua, laki-laki dan perempuan ikut serta dalam tradisi
menarik kayu. Selain itu sorakan “hella, hellaki” artinya dalam bahasa
bugis tarik, tariklah terus. Sebatang kayu ini ditarik sampai ke rumah adat.
beras sebagai tanda keselamatan. Ritual tersebut di pimpin oleh Sanro dan
Finatingnya.
58
d. Penutup
Finatingnya. Setelah semua kayu di tarik dalam hutan. Semua warga berkumpul
ke rumah adat. Bagian rumah adat kemudian dilepas yang akan direnovasi.
Penghuni rumah adat yaitu tomatoa dan sanro serta barang-barangnya dibuatkan
saling percaya (effendi, 2013). Nilai gotong royong dapat dilihat dalam
prosesi maddui mulai dari tudang sipulung dimana semua orang saling
luput dari yang namanya kesalahan-kesalahan, maka dari itu kita harus
saling mengingatkan.
Nilai gotong royong dapat pula dilihat saat prosesi memperbaiki rumah
adat. Ada beberapa orang yang membongkar bagian rumah adat ada pula
yang pergi kehutan untuk menarik kayu. Dan secara umum perempuan
Partisipasi secara umum dilakukan oleh laki-laki baik tua maupun muda.
Kayu ini ditarik agar semua partisipasi dapat ikut serta. Apabila di pikul
maka hanya orang yang sama tinggi dan kuat saja yang bisa berpartisipasi.
untuk mengikuti ritme atau menjiwai tradisi maddui sehingga tradisi ini
b Nilai ekologis
masyarakat adat saat proses ritual penebangan pohon. Pohon yang akan
jatuh saat ritual macera ale dilakukan hal ini menandakan kesiapan
(satu) pohon akan diganti 10 pohon ditanam kembali, dirawat dan dijaga
c Nilai solidaritas
Nilai solidaritas pada tradisi maddui tampak pada saat berbaur saat
kegiatan dimulai yaitu saat tudang sipulung, saat prosesi menarik kayu
d Nilai seni
kayu. Nyanyian itu disebut elong paddui. Elong paddui ini biasanya
dinyanyikan oleh gella saat proses ritual menarik kayu dalam hutan adat
Karampuang.
syair yang unik membuat maddui ini unik serta memikat perhatian
kalangan luar untuk melihat proses tradisi ini. Nyanyian ini agak sulit
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selatan yang sampai saat ini masih dilaksanakan. Tradisi ini di lakukan
apabila ada bagian rumah adat yang mulai rusak atau rapuh seperti tiang.
dalam hutan adat karampuang. Pelaksanaan tradisi maddui ini terdapat tiga
tahap yaitu persiapan yang diatur dalam tudang sipulung, acara inti
warisan nenek moyang dan generasi muda tidak boleh lepas dari budaya.
berikut: nilai gotong royong, nilai ekologis, nilai soladiritas, dan nilai seni.
63
B. Saran
kebudayaan yang ada dalam masyarakat seperti tradisi maddui agar nilai-
nilai yang terkandung seperti nilai gotong royong, nilai ekologis, nilai
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, A., & Prihatin, P. (2020). Metode Pengembangan Desain Produk Kriya
Berbasis Budaya Lokal Desain Kriya, Kriya Tradisional & Aset Budaya
Lokal. Deepublish.
Pascasarjana Unhas
Karakteristiknya..https://www.ruangguru.com/blog/kearifan-lokal-dan-
(1) :67-77
65
Hasan dan Iqbal. 2002. Pokok Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Bandung.
Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika Ke-3 2013. Sebelas Maret
University.
Lureng, Abd., Gaffar. 1980. Pasang ri kajang: Suatu pendekatan dari segi
Ombak
66
Rosdakarya
Pandemic Covid-19 Materi Tata Surya Pada Siswa Kelas VII MTs Negeri
Salatiga. Salatiga.
Rahmat Yudi, 2019. Porsonel Satgas Yonif Raider Khusus 136 Pamrahwan Aluku
Ikuti.Tradisi.Tarik.Kayu.https://infopublik.id/kategori/nusantara/390193/per
sonel-satgas-yonif-raider-khusus-136-pamrahwan-maluku-ikuti-tradisi-
Ampat (Studi Pada Bahasa Abel Suku Maya Di Kampung Kali Toko Distrik
Rasyid, A., 2002. Studi Manajemen Pelestarian Hutan Adat Ammatoa Kajang
Kemanusiaan.
Hasanuddin
Alfabeta.
Alfabeta.
Alfabeta.
Tribunnews.com, 2021. Mangriu Kayu, Tradisi Tarik Kayu Dan Lempar Lumpur
Warga.Toraja..Sebelum.Didirikan.Rumah.Adat.Tongkonan,.https://video.tri
bunnews.com/amp/view/260367/mangriu-kayu-tradisi-tarik-kayu-lempar-
06 Oktober 2021
Tamalene, M. M., Al Muhdhar, M. H. I., Suarsini, E., & Rochman, F. (2014). The
Alam Pesisir”.
Usop, M,. KMA. 1978: Pasang Ri Kajang: Kajian Sistem Nilai Di “Benteng
MADURA).
70
LAMPIRAN
71
72
RIWAYAT HIDUP
tamat pada tahun 2014. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan Pendidikan
di SMA Negeri 1 Sinjai dan tamat pada tahun 2017, dan pada tahun 2017 penulis
Penulis pernah aktif dalam organisasi HMJ Geografi Tahun 2019 sebagai
anggota staff Bidang Advokasi, organisasi KMS UNM Tahun 2019-2020 dan
2020, serta Angkatan (1) Kampus Mengajar program Kampus Merdeka Tahun
2021.