Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hiperemesis gravidarum merupakan ibu hamil yang mengalami mual

muntah yang berlebih, dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari

sehingga membahayakan kesehatan bagi janin dan ibu, bahkan dapat

menyebabkan kematian. Selain itu, mual muntah juga berdampak negatif

bagi ibu hamil, seperti aktivitas sehari-hari menjadi terganggu. Biasanya

mual muntah sering terjadi saat pagi hari, bahkan dapat timbul kapan saja

maupun terjadi kadang dimalam hari. Gejala tersebut 40-60% biasa terjadi

pada multigravida (Rocmawati, 2011).

Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah suatu yang

wajar pada ibu hamil trimester 1. Kondisi ini akan berubah jika mual muntah

terjadi >10 kali dalam sehari, sehingga dapat mengganggu keseimbangan

gizi, cairan elektrolit, dan dapat memengaruhi keadaan umum serta

menganggu kehidupan sehari-hari (Morgan, 2009).

Kehamilan menurut Morgan (2009) adalah merupakan proses produksi

yang memerlukan perawatan yang khusus agar persalinan dapat berjalan

dengan lancar dan aman, sehingga bayi terlahir dengan sehat, selamat sesuai

keinginan keluarga. Sedangkan menurut Hutaean (2009), kehamilan

merupakan peristiwa yang sangat ditunggu bagi perempuan yang sudah

menikah. Saat perempuan tidak lagi mendapat menstruasi dan setelah

1
2

melakukan pemeriksaan urin serta ditandai dengan hasil positif maka bisa

dikatakan hamil. Perempuan tersebut akan merasa senang begitu juga dengan

keluarganya.

Word Health Organizatition (WHO) (2013) menyatakan bahwa

perempuan meninggal selama mengandung atau melahirkan sebanyak

585.000 orang. Sedangkan kematian ibu hamil akibat masalah persalinan

atau kelahiran terjadi dinegara-negara berkembang sebanyak 99%. Rasio

kematian kematian ibu dinegara-negara berkembang merupakan tertinggi

dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi yang hidup jika

dibandingkan dengan dengan rasio kematian ibu di 9 negara dan 51 negara

persemakmuran (Depkes, 2014).

Komplikasi tersebut mengakibatkan lebih dari setengah juta ibu yang

mengalami kematian di setiap tahunnya, dari jumlah tersebut terjadi di Asia

dan Afrika subsahara diperkirakan mencapai 90%, kemudian terjadi pada

negara berkembang lainnya mencapai 10%, dan di Negara maju mencapai

kurang dari 10% (Prawirohardjo, 2009). Pada tahun 2011 data dinas

kesehatan provinsi Sulawesi Utara menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil,

yaitu 42.097 orang dengan presentase KI 88,62 % dan K4 80,12% (Sumai,

Keintjem, &Manueke, 2014).

Masalah terbesar yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia

adalah angka kematian dan kesakitan pada perempuan hamil. Diperkirakan

15 % kehamilan dapat mengalami resiko tinggi dan komplikasi obstretic

apabila tidak segera ditangani maka dapat membahayakan janin maupun


3

ibunya. Menurut survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010,

angka kematian ibu di Indonesia tergolong masih tinggi yaitu mencapai

100/100.00 kelahiran hidup. Pada tahun 2013 target yang akan dicapai adalah

102 per tahun untuk mewujudkan hal tersebut Departemen kesehatan

(Depkes) mengembang program Making Pregnancy Safer (MPS) dengan

program perencanaan, persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)

(Depkes, 2010).

Di Indonesia berdasarkan total kasus program Jamkesda tahun 2008

mengenai kasus hiperemesis gravidarum mencapai sebesar 1,13%.

Berdasarakan data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi diketahui jumlah

hiperemesis gravidarum pada tahun 2011 sebanyak 384 orang dan dari kota

20 puskesmas paal X tertinggi jumlah dalam kasus hiperemesis gravidarum,

pada tahun 2009 pada kasus hiperemsis gravidarum sebanyak 64 orang, dan

pada tahun 2010 mencapai sebanyak 162 orang, sedangkan pada tahun 2011

mencapai sebanyak 200 orang dari jumlah kunjungan ibu hamil mencapai

sebanyak 459 orang ibu dengan kejadian hiperemesis gravidarum.

Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa tengah melaporkan bahwa angka

kematian ibu pada tahun 2008 di Jawa Tengah mencapai 114,42/100.000

kelahiran hidup dan angka kelahiran bayi yang hidup sebesar 9,27/1000. Hal

ini cukup menggembirakan karena mengalami penurunan dari angka

kematian ibu tahun 2007 (116,3/100.000 kelahiran hidup), tetapi tidak diikuti

semua kabupaten di Jawa Tengah.


4

Di Kabupaten Semarang dari tahun 2007 yaitu 22 kasus

(156,78/100.000 kh), pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 16

kasus (107,23/100.000 kh) kemudian tahun 2009 mengalami kenaikan

menjadi kasus 19 (130,98/100.000 kh), dimana angka tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah dan masih

diatas target nasional tahun 2010 sebesar 125/100.000 KH. Penyebab

terbesar angka kematian ibu di kota Semarang adalah perdarahan (47,4%)

kemudian eklampsi (31,6%)

Morgan (2009); Fitriana (2014) menyatakan bahwa kondisi

hiperemesis gravidarum yang dijumpai pada kehamilan 16 minggu pertama

yaitu mual dan muntah, perempuan hamil pada trimester 1 mengalami mual

muntah kurang lebih 66%, sedangkan mual disertai muntah mencapai 34%.

Apabila semua makanan yang dimakan dimuntahkan pada ibu hamil, maka

berat badan akan menurun, turgor kulit berkurang, dan timbul

asetonuria.Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan.

Hiperemesis gravidarum juga berdampak negatif, seperti anemia. Sedangkan

anemia sendiri dapat mengakibatkan syok disebabkan kekurangan asupan

gizi yang dimakan dan diminum semua dimuntahkan semua.

Perubahan fisiologis yang terjadi pada masa ibu hamil menurut

Hutaean (2009), yaitu perubahan pada sistem pencernaan, mengalami

penurunan nafsu makan, ibu hamil trimester 1 sering mengalami mual

muntah yang merupakan perubahan saluran cerna dan kenaikan kadar

ekstrogen, progesterone, dan human chorionic gonadotropin (HCG) dapat


5

menjadi pencetus terjadinya mual dan muntah pada ibu hamil. Meningkatnya

hormone progesterone dapat mengakibatkan otot polos pada sistem

gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas lambung menurun

dan pengosongan lambung melambat. Refluks esofagus, penurunan motilitas

lambung dan menurunnya sekresi asam hidroklorid juga berkontribusi

terjadinya mual dan muntah. Selain itu, mual muntah juga diperberat adanya

faktor lain, seperti faktor psikologis, lingkungan, spiritual, dan sosiokultural

(Runiari, 2010).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi kejadian hiperemesis

gravidarum menurut modifakasi Neil-Rose(2007);Tiran (2008); Proverawati

(2009), yaitu faktor hormonal, paritas, psikologis, alergi dan nutrisi. Faktor-

faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya hiperemesis gravidarum pada

ibu hamil trimester 1. Pada dasarnya perilaku kesehatan merupakan suatu

respon terhadap stimulus yang berhubungan dengan sakit dan penyakit,

terhadap sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan makanan. Perilaku

kesehatan seseorang termasuk pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis

gravidarum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor umur, paritas,

sikap, pendidikan, dan pengetahuan (Rocmawati, 2011).

Ada beberapa faktor predisposisi yang berhubungan dengan resiko

hiperemesis gravidarum dan morning sickness,yaitu diabetes, mola

hidatidosa, dan kehamilan ganda akibat meningkatnya kadar HCG.

Kemudain faktor psikologi meliputi, kehilangan pekerjaan, kecemasan,

keretakan keluarga, rasa takut terhadap proses kehamilan, ketakutan akan


6

menjelang persalinan dan tidak berani memikul tanggung jawab yang lebih

besar dan faktor endokrin lainnya 40% - 60% gejala tersebut banyak terjadi

pada multigravida. Sedangkan 60% - 40% sering terjadi pada primigravida.

Mual biasanya sering terjadi pada pagi hari kadang juga mual paada malam

hari. Keinginan mual muntah biasanya terjadi pada awal minggu dan

berakhir sampai bulan ke 4, tetapi ibu hamil sekitar 12 % mengalami mual

muntah sampai kehamilan ke 9 bulan (Tiran, 2008).

Maulana (2008) menyatakan bahwa faktor psikologis yang

memengaruhi hiperemesis gravidarum, yaitu umur, kehamilan, status nutrisi,

kecemasan, dan pendidikan. Setiap ibu hamil mengalami mual muntah yang

mengakibatkan berat badan cenderung menurun, turgor kulit menurun, mata

terlihat cekung. Jika hal tersebut berlangsung secara terus menerus dan tidak

segera ditangani akan mengakibatkan gastritis. Peningkatan asam lambung

akan memperparah mual muntah pada ibu hamil.

Hasil survei pendahuluan pada tanggal 25 April 2017 di RSUD Sunan

Kalijaga Demak, jumlah perempuan yang mengalami hiperemesis

gravidarum pada bulan Juli sampai Desember 2016 terdapat 63 kasus.

Sedangkan pada tahun 2017 dari bulan Januari sampai April mencapai 47

orang. 2 dari 10 responden usia dibawah 20 tahun, dan 3 dari 10 responden

usia diatas 35 tahun. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik ingin

melakukan penelitian faktor-faktor yang memengaruhi hiperemesis

gravidarum.
7

B. Rumusan Masalah

Hiperemesis Gravidarum merupakan ibu hamil yang mengalami mual

muntah yang berlebih, dapat mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari

sehingga membahayakan kesehatan bagi janin dan ibu. Perubahan fisiologis

yang terjadi pada ibu hamil yaitu perubahan pada sistem pencernaan,

mengalami penurunan nafsu makan, ibu hamil trimester 1 sering mengalami

mual muntah yang merupakan perubahan saluran cerna dan kenaikan kadar

ekstrogen, progesterone, dan human chorionic gonadotropin (HCG) dapat

menyebabkan terjadinya mual dan muntah pada ibu hamil.

Hasil survei pendahuluan pada tanggal 25 April 2017 di RSUD Sunan

Kalijaga Demak, jumlah perempuan yang mengalami hiperemesis

gravidarum pada bulan Juli sampai Desember 2016 terdapat 63 kasus.

Sedangkan pada tahun 2017 dari bulan Januari sampai April mencapai 47

orang. 2 dari 10 responden usia dibawah 20 tahun, dan 3 dari 10 responden

usia diatas 35 tahun. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan

masalah “Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kejadian hiperemesis

gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak?“


8

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya hiperemesis

gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengaruh umur terhadap terjadinya hiperemesis

gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak.

b. Diketahuinya pengaruh paritas terhadap terjadinya hiperemesis

gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak.

c. Diketahuinya pengaruh status nutrisi terhadap terjadinya

hiperemesis gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak.

d. Diketahuinya pengaruh tingkat pendidikan terhadap terjadinya

hiperemesis gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak.

e. Diketahuinya faktor yang paling memengaruhi hiperemesis

gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak.

D. Manfaat Penelelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu menambah referensi dan

bahan informasi mengenai keluhan kehamilan untuk mengatasi masalah

hiperemesis gravidarum pada ibu hamil.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan ilmu

keperawatan maternitas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hi

peremesis gravidarum di RSUD Sunan Kalijaga Demak.


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Hiperemesis Gravidarum
a. Pengertian
Hiperemesis gravidarum adalah keluhan mual muntah hebat
lebih dari 10 kali sehari dalam masa kehamilan yang dapat
menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan atau
membahayakan janin dalam kandungannya. Mual dan muntah
berlebihan yang terjadi pada wanita hamil dapat menyebabkan
terjadinya ketidak seimbangan kadar elektrolit, penurunan berat
badan (lebih dari 5% berat badan awal), dehidrasi, ketosis, dan
kekurangan nutrisi. Hal tersebut mulai terjadi pada minggu
keempat sampai kesepulluh kehamilan dan selanjuttnya akan
membaik pada usia kehamilan 20 minggu, namun pada beperapa
kasus dapat terus berlanjut sampai pada usia kehamilan tahap
berikutnya (Runiari, 2010).
Mual dan muntah 60-80% sering terjadi pada primigravida, hal
ini merupakan gejala yang wajar dan sering didapatkan pada
kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi
dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini 40 -
60% dialami oleh multigravida. Gejala-gejala ini kurang lebih
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung
selama kurang lebih 10 minggu. Pada umumnya wanita dapat
menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun gejala mual dan
muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan (Sumai, dkk,
2014).
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai
umur kehamilan 20 minggu, muntah begitu hebat dimana segala
apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga
mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari hari, berat
badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bukan
1
0

karena penyakit seperti appendistritis, pielititis dan sebagainya


(Joseph, Nugroho, 2011).
Hiperemesis gravidarum merupakan keluhan muntah yang
berlebihan pada ibu hamil yang terjadi mulai dari minggu ke 6
kehamilannya dan bisa berlangsung sampai minggu ke 12 atau
lebih (Lisnawati, 2013).
b. Etiologi
Menurut Fauziyah (2012) penyebab hiperemesis
gravidarum belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor-faktor
seperi biologi, fisiologi, psikologi, dan social kultural dapat
menjadi faktor risiko untuk hiperemesis gravidarum. Beberapa teori
menyatakan bahwa mual dan muntah selama kehamilan mungkin
berhubungan dengan adaptasi untuk mencegah asupan makanan
yang berbahaya, seperti mikro organisme patogen yang ada dalam
daging dan racun yang berada disayuran dan minuman. Mencegah
masuknya komponen yang berbahaya, hal ini akan mencegah
embrio dari keguguran.
Penyebab utama belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor predisposisi dan faktor lain ditemukan, diantaranya
1) Sering terjadi pada primigravida, mola hidatosa dan kehamilan
ganda.
2) Faktor organik
3) Faktor alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu
terhadap janin.
4) Faktor psikologi memegang peranan yang penting pada
penyakit ini. Hubungannya dengan terjadinya hipremesis
gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang
retak, kehilangan pekerjaan dan takut pada kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat
menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual
dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan
menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup.
1
1

c. Tanda Dan Gejala Hiperemesis Gravidarum


Menurut berat ringannya gejala, hperemesis gravidarum dapat
dibagi dalam tiga tingkatan (Manuaba, 2012).
1) Tingkat I
Muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum.
Pada tingkatan ini klien merasa lemah, nafsu makan tidak ada,
berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi
meningkat sekitar 100x/menit, tekanan darah sistol menurun,
dapat disertai peningkatan suhu tubuh, turgor kulit berkurang,
lidah kering, dan mata cekung.
2) Tingkat II
Klien tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih
menurun, lidah kering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah turun suhu tubuh kadang-kadang naik,
hemokonsentrasi, oliguria, dan konstipasi.
3) Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran
menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, serta suhu meningkat. Komplikasi
fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai wernicke
ensefalopati. Gejala yang dapat timbul seperti nistagmus, zat
makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus
menunjukkan terjadinya payah hati. Pada tingkatan ini juga
terjadi perdarahan dari esophagus, lambung dan retina.
(Runiari. N, 2010)
d. Patofisiologis
Perasaan mual diakibatkan oleh berbagai faktor, keluhan ini
terjadi pada trimester pertama. Penyesuaian terjadi pada
kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah
dapat berlangsung berbulan-bulan. Hiperemesis gravidarum yang
merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila
terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
1
2

imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas


mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita,
tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping
pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan
sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan
dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat
(Fauziyah, 2012).
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi.
Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis
dengan tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik,
dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan
kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga
cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida
darah turun, demikian pula klorida dalam urin. Selain itu, dehidrasi
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan
berkurang.
Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang
toksik.Kekurangankalium sebagai akibat muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang
lebih banyak, dapat merusak hati, disamping dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir
esophagus dan lambung (sindroma Mallory-weiss), dengan akibat
perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya, robekan ini ringan dan
perdarahan dapat berhenti sendiri, jarang sampai diperlukan
tranfusi atau tindakanoperatif. (Fauziyah, 2012).
e. Diagnosis
Menurut Tiran (2009), mual sering kali merupakan gejala
pertama yang dialami ibu yang sering kali terjadi bahkan sebelum
periode menstruasi pertama tidak datang. Oleh karena itu rasa mual
didiagnosis oleh diri sendiri, dan dalam banyak kasus, ditangani
1
3

oleh diri sendiri. Akan tetapi, kemampuan koping wanita yang


mengalami mual dan muntah selama kehamilan sangat beragam,
yang akan dipengaruhi oleh kepribadian dan sikapnya terhadap
penyakit, komitmen keluarga dan pekerjaan, kesehatan umum dan
ketersediaan mekanisme pendukung. Jika dehidrasi, gangguan
elektolit, malnutrisi protein-kalori dan defisiensi vitamin turut
dialami ibu hamil, hospitalisasi sangat penting untuk kesehatan ibu
dan janin. Akan tetapi, penting untuk menyingkirkan dugaan
penyebab lain terjadinya muntah berlebihan sebelum diagnosis
hiperemesis gravidarum ditegakkan.
Wanita yang sebelumnya memiliki riwayat hiperemesis
gravidarum secara personal atau memiliki ibu dengan riwayat
hiperemesis akan lebih rentan terhadap kondisi, begitu juga wanita
yang memiliki penyakit hati. Diagnosis banding yaitu Perlemakan
hati akut, Gastroeneteritis, Hernia hiatus, Infeksi helicobacter
pylori, Hepatitis, Hiperkalsemia, Kondisi intra abdomen, Hipertens
iintracranial (benigna), Pielonefritis dan Refluks esophagitis
sebagai gambaran dari adanya masalah medis.
f. Penanganan
Menurut Fauziyah (2012), strategi penanganan hiperemesis
gravidarum berdasarkan tingkat keparahan tanda dan gejalanya.
Penanganan dapat berupa edukasi, hidrasi, medikasi, hospitalisasi,
dan konseling psikosomatik apabila dibutuhkan. Penanganan yang
pertama yaitu dapat berupa edukasi tentang diet dan gaya hidup
untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup ibu
hamil.
Ibu hamil yang mengalami mual dan muntah yang ringan
dapat diberikan edukasi tentang nutrisi seperti asupan makanan dan
minuman dalam porsi kecil tapi sering (sepanjang hari). Makanan
harus kaya akan karbohidrat dan rendah lemak dan asam.
Merekomendasi sering memakan snack, kacang dan biskuit.
Ditambah dengan minuman pengganti elektrolit dan suplemen
1
4

nutrisi dianjurkan untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan


kecukupan asupan kalori. Jika bau pada makanan yang baru
dimasak (panas) dapat memicu muntah, maka dianjurkan untuk
menyediakan selalu makanan dingin. Edukasi tentang gaya hidup
juga dapat membantu mencegah stres dan istirahat dapat
mengurangi muntah. Dukungan emosional juga penting untuk
mencegah hiperemesis gravidarum menjadi lebih parah.
1) Medikasi
Jika tanda dan gejala tidak dapat ditangani dengan
edukasi diet dan gaya hidup, maka dosis rendah antiemesis
dapat diberikan. Semua intervensi farmakologi harus
berdasarkan keamanan, kemanfaatan, dan biaya yang efektif.
Antiemesis dapat mengurangi muntah pada kehamilan muda
dan lebih tinggi dibandingkan dengan placebo. Ondansetron,
salah sau jenis obat yang paling umum digunakan, obat yang
efektif dan memiliki sedikit efek samping. Pyridoxine yang
diberikan 3 kali sehari dengan dosis 10-25 mg yang dimulai
dengan dosis rendah dapat mengurangi gejala dan terbukti lebih
efektif dari pada placebo. Dosis sehari-hari dapat ditingkatkan
hingga mencapai 200 mg tanpa efek samping. Antihistamin dan
anti kholinergik seperti meclizine, dimenhydrinate, dan
diphenhydramine juga menunjukan lebih efektif dari pada
placebo (Fauziah, 2012).
Namun demikian efek samping yang dihasilkan berbeda-
beda pada masing-masing pengobatan. Sementara itu,
medikamentasi dapat menyebabkan kebingungan, drowsiness,
mulut kering, yang lebih parah dapat menyebabkan kompulsi,
penurunan kesadaran,mempengaruhi jantung dan menyebabkan
halusinasi (doxyamine, metoclopramide, dimenhydrinate,
diphenhydramin, dan promethazine). Sakit kepala, nyeri otot
atau tremor dan demam juga dapat terjadi. Diazepam memiliki
efek yang positif pada pasien dengan hiperemesis gravidarum,
1
5

kemungkinan karena efek sedativenya. Diazepam dapat


mengurangi hospitalisasi dan meningkatkan kepuasan pasien.
Akan tetapi, penggunaan sering diazepam, kemungkinan dapat
menyebabkan ketergantungan (Fauziyah, 2012).
2) Intervensi non-farmakologi
Pengobatan akupresur dapat digunakan untuk
pengobatan alternatif untuk hiperemesis gravidarum. Selain itu,
suplemen seperti jahe juga dapat mengurangi mual dan muntah.
Berdasarkan penelitian, dari 66 wanita yang mengkonsumsi
jahe (1 gram/hari) secara signifikan dapat mengurangi mual dan
muntah dibandingkan dengan placebo. Lebih lanjut, konsumsi
jahe (1 gram/hari) tidak memberikan efek negative terhadap
fetus (Hesti, 2013).
Kandungan di dalam jahe terdapat minyak Atsiri
Zingiberena (zingirona), zingerol, zingiberol, zingiberin,
vit.A,B,C dan resin pahit yang dapat memblok serotonin yaitu
suatu neurotransmitter yang disintesiskan pada neuron-neuron
seretonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel
enterokromarfin dalam saluran pencernaan sehingga dipercaya
dapat sebagai pemberi perasaan nyaman dalam perut sehingga
dipercaya sebagai pemberi perasaan nyaman dalam mengatasi
mual muntah (Hesti,2013).
Nutrisi yang terkandung dalam jahe adalah potassium
3,4%, magnesium 3,0%, copper 3,0%, magnese 3,0%, dan
vitamin B6 (pyridoxine) 2,5%. Fungsi farmakologis jahe salah
satunya adalah antiemetik (anti muntah). Jahe merupakan bahan
yang mampu mengeluarkan gas dari dalam perut, hal ini kan
meredakan perut kembung. Jahe juga merupakan stimulan
aromatic yang kuat, disamping dapat mengendalikan muntah
dengan meningkatkan gerakan peristaltic usus. Sekitar 6
senyawa di dalam jahe telah terbukti memiliki aktivitas
antiemetic (anti muntah) yang manjur. Kerja senyawa tersebut
1
6

lebih mengarah pada dinding lambung dari pada sistem saraf


pusat (Rahmi,2013).
3) Hospitalisasi
Pasien dengan dehidrasi dan ketonuria yang parah,
dianjurkan untuk perawatan intensif di rumah sakit. Namun,
kadang-kadang hospitalisasi itu sendiri dapat meningkatkan
gejala karena berkaitan dengan faktor psikis. Akan tetapi,
penanganan dehidrasi lebih penting untuk menjaga
keseimbangan elektrolit. Pasien dengan hiperemesis
gravidarumdirekomendasikan untuk mengganti elektrolit
(sekurang kurangnya 2 /hari) untuk menjaga keseimbangan
elektrolit, pemberian vitamin, dan pemberian karbohidrat serta
pemberian asam amino (sekitar 8400-10500 kJ/d). Rehidrasi
dapat diberikan melalui parental vena yaitu sentral vena dan
perifer vena. Pemberian rehidrasi melalui sentral vena dapat
meningkatkan komplikasi seperti infeksi, thrombosis, dan
endocarditis. Studi retrospektif pada 85 wanita hamil dengan
pemasangan kateter vena dibagian sentral, 25% terjadi
komplikasi dan 12% berkembang menjadi infeksi.
Alternatif.pemberian nutrisi/ rehidrasi dapat melalui
nasogastric tube. Melalui nasogastric tube, dapat menjaga
kecukupan nutrisi. (Runiari, 2010)
Sebagai pertimbangan, apakah hiperemesis gravidarum
disebabkan oleh bakteri helicobacter pylori, maka harus
dilakukan pemeriksaan adanya helicobacter pylori. Jika
hasilnya positif, dapat diberikan pengobatan dengan H2 bloker
(cimetidine) atau inhibitornya (omeprazol). Jika hiperemesis
gravidarumtidak dapat ditangani dengan penanganan tersebut,
maka dapat diberikan kortikoid(hydrocortisone). Kortikosteroid
diketahui aman dan tidak memiliki efek samping terhadap fetus,
pemberiannya dapat melalui oral. Nutrisi parenteral total
dianjurkan pada kasus hiperemesisyang susah disembuhkan, hal
1
7

ini untuk menjaga tercukupinya asupan kalori. Penanganan


harus tetap dilakukan sampai frekuensi mual dan muntah
berkurang hingga tidak lebih dari 3 kali sehari. (Runiari, 2010)
.
2. Prinsip diet pada hiperemesis Gravidarum
a. Diet Hiperemesis
Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan pada awal
kehamilan (sampai Trimester 11) yang ditandai dengan adanya
rasa mual dan muntah yang berlebihan dalam waktu relatif lama.
Bila keadaan ini tidak diatasi dapat menyebabkan dehidrasi dan
penurunan berat badan. (Nengah Nuriari, 2010)
Ciri khas diet hiperemesis adalah penekanan pemberian
karbohidrat kompleks terutama pada pagi hari, serta menghindari
makanan yang berlemak dan goreng-gorengan untuk menekan
rasa mual dan muntah. Sebaiknya diberi jarak dalam pemberian
makan dan minum. (Nengah Nuriari, 2010)
Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk
mengganti persediaan glikogen tubuh dan, secara berangsur
memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup.
Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat
yaitu karbonhidrat tinggi yaitu 75.80% dari kebutuhan energi
total, lemak rendah yaitu < 10% dari mengontrol asidosis
kebutuhan energi total, protein sedang yaitu 10 – 15%. Makanan
diberikan dalam bentuk kering, pemberian cairan disesuaikan
dengan keadaan pasien yaitu 7 – 10 gelas / hari. Makanan mudah
dicerna, tidak merangsang saluran pencernaan dan diberikan
sering dalam porsi kecil, bila makan pagi dan siang sulit diterima
pemberian dioptimalkan pada makan malam hari. Makanan secara
berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan gizi pasien.
1
8

Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :


1) Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis diberikan kepada pasien dengan
hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti
kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan
buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi
1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang
terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam
waktu lama (Nengah runiari, 2010:21)
2) Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah
berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai
dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan.
Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat
memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energy. (Nengah
nuriari, 2010:21)
3) Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien
hiperemesis gravidamru ringan. Diet diberikan sesuai
kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama
makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi
dan semua zat gizi. (Nengah runiari,2010)
Makanan yang dianjurkan untuk diet hyperemesis I,II, dan III
adalah
a. Roti panggang, biskuit, crackers
b. Buah segar dan sari buah
c. Minuman botol ringan (coca cola, fanta, limun), sirop, kaldu
tak berlemak, teh dan kopi encer
Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I,
II, III adalah makanan yang umumnya tidak merangsang saluran
pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang
1
9

mengandung alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan


(pengawet, pewarna, dan bahan penyedap) juga tidak dianjurkan.
b. Prinsip Gizi Pada Hiperemesis
1) Dasar
a) Hiperemesis adalah suatu keadaan pada awal kehamilan
(sampai trimester II) yang ditandai dengan rasa mual dan
muntah yang berlebihan dalam waktu yang relative lama.
b) Penyebab Hiperemesis Gravidarum belum pasti, dengan
penyebab multi faktor diantaranya :
(1) Faktor endokrin yaitu meningkatnya hormon estrogen
dan progresteron
(2) Faktor Psikologi
(3) Faktor Gastrointestinal
c) Pada kehamilan Normal ditemukan keluhan mual dan
muntah yang akan berkurang dan hilang pada akhir
trimester I.
d) Pada Hiperemesis Gravidarum ditemukan keluhan mual
dan muntah yang berlebihan sehingga menyebabkan
keadaan umum ibu hamil buruk jika hal ini sampai terjadi
maka ibu hamil membutuhkan terapi diit.
e) Pengelolaan Penderita :
(1) Isolasi dalam ruang dan suasana tenang
(2) Terapi obat dan cairan infuse
(3) Terapi psikologis
(4) Terapi diit, baik parenteraldan oral.
2) Tujuan Diet Pada Hiperemesis Gravidarum
a) Mengganti persediaan glikogendan mengontrol acidosis
b) Memberikan makanan yang cukup kalori dan nutrisi
lainnya (secara berangsur)
c) Mencegah terjadinya dehidrasi
3) Syarat Diet Pada Hiperemesis
Gravidarum
a) Tinggi hidrat arang dan rendah lemak
2
0

b) Cukup cairan dengan menyesuaikan kondisi penderita.


c) Makanan dalam bentuk kering, mudah cerna, tidak
merangsang, porsi kecil dan sering.
d) Untuk menghindari muntah, sebaiknya minuman tidak
diberikan bersama makan.
e) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penderita.
f) Secara berangsur diberikan makanan yang memenuhi
syarat gizi.
4) Menyusun Menu Pada Hiperemesis Gravidarum
a) Diit Hiperemesis Gravidarum I
(1) Untuk penderita dengan Hiperemesis Gravidarum
berat
(2) Makanan hanya terdiri berupa roti kering dan buah-
buahan.
(3) Cairan diberikan 1 – 2 jam setelah makan.
(4) Makanan ini kurang dalam semua nutrisi, kecuali
Vitamin C
(5) Makanan yang diberikan dalam sehari:
 Biskiut 120 gram 6 potong
 Buah 700 gram 7 potong
 Jam/selai 30 gram 3 sdm
 Gula pasir 50 gram 5 sdm
(6) Nilai gizi
 Kalori 1059 kalori
 Protein 15 gram
 Lemak 2 gram
 Hidrat arang 259 gram
2
1

Tabel 1.1 contoh makanan sehari hyperemesis tingkat 1

Waktu Menu Takaran rumah


tangga
08.00 Roti panggang 2 potong
Jam/selai 1 sdm
10.00 Air jeruk 1 sdm
Gula pasir 1 sdm
12.00 Roti panggang 2 potong
Jam / selai 1 sdm
Papaya 2 potong
Gula pasir 1 sdm
14.00 Air jeruk 1 gelas
Gula pasir 1 sdm
16.00 Papaya 1 potong
18.00 Roti panggang 2 potong
Jam/selai 1 sdm
Pisang 1 buah
Gula pasir 1 sdm
20.00 Air jeruk 1 gelas
Gula pasir 1 sdm
b) Diit Hiperemesis Gravidarum II
(1) Diberikan jika rasa mual dan muntah sudah
berkurang.
(2) Minuman tidak diberikan bersama waktu makan
(3) Nilai nutrisi masih kurang.
(4) Secara berangsur diberikan makanan yang bernilai
gizi tinggi.
(5) Makanan yang diberikan dalam sehari :
2
2

Tabel 1.2 Makanan yang diberikan dalam sehari pada


Hiperemesis Gravidarium II

Jenis Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga

Beras 200 3 gelas nasi


Roti 80 4 potong
Biscuit 40 4 buah
Protein Hewani 100 2 potong
Telur 50 1 butir
Protein Nabati 100 4 potong
Sayuran 150 1.5 gelas
Buah 400 4 potong
Minyak 10 1 sdm
Margarin 20 2 sdm
Jam/Selai 20 2 sdm
Gula Pasir 30 3 sdm

(6) Nilai Gizi


 Kalori 1672 kal
 Lemak 33 gram
 Protein 57 gram
 Hidrat arang 293 gram
c) Diet Hiperemesis gravidaum III
(1) Diberikan kepada penderita Hiperemesis Gravidarum
ringan
(2) Minuman boleh diberikan bersama waktu makan
(menurut kesanggupan penderita)
(3) Makanan ini cukup nutrisi.
(4) Bahan makanan yang diberikan dalam sehari
2
3

Table 1.3 bahan makanan yang diberikan dalam


sehari pada Hiperemesis Gravidarium III

Jenis Berat (gr) URT

Beras 200 3 gelas nasi


Roti 80 4 potong
Biscuit 40 4 buah
Protein 2 potong 10
Hewani
Telur 50 1 butir
Protein 100 4 potong
Sayuran 150 1.5 gelas
Buah 400 4 potong
Minyak 10 1 sdm
Margarine 20 2 sdm
Jam/Selai 20 2 sdm
Gula Pasir 30 3 sdm

(5) Nilai gizi


 Kalori 2269 kal
 Protein 73 gram
 Lemak 59 gram
 Hidrat arang 368 gram
(6) Makanan yang dianjurkan
 Roti panggang, biskuit di makan dengan jam,
selai.
 Buah-buahan segar, sari buah.
 Minuman ringan, sirop, kaldu tak berlemak, kopi
encer, Teh
(7) Makanan yang harus dibatasi
 Goreng-gorengan dan makanan yang berlemak.
 Makanan yang berbumbu terlalu merangsang.
2
4

3. Cara menentukan status gizi ibu hamil


a. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lila adalah lingkar lengan bagian atas pada bagian trisep.
Lila digunakan untuk perkiraan tebal lemak bawah kulit
(Almatsier, 2011).
Penelitian Ariyani (2012) di seluruh Indonesia melaporkan,
ambang batas yang digunakan untuk menentukan seorang ibu hamil
gizi kurang adalah 23,5 cm, Ambang batas LILA <23,5 cm,
menandakan gizi baik > 23,5 cm.Pengukuran menggunakan pita
ukur pengukur dan jangka lengkung lingkar otot lengan dan
ketebalan lipat kulit, namun tidak dilakukan secara rutin
pengukuran ini (Sharon, 2011).
b. Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT)
Indeks masa tubuh adalah ukuran yang digunakan untuk
mengetahui status gizi seseorang yang didapatkan dari
perbandingan berat badan dan tinggi badan.Sejumlah metode dapat
digunakan mengkaji status nutrisi seseorang, membandingkan berat
badan dengan tinggi badan, untuk menentukan standar berat badan
dan mengidentifikasi orang yang berat badannya kurang. Metode
ini disebut pengukuran indeks masa tubuh (IMT )(Sharon, 2011).
c. Metode food recall
Prinsip dari metode food recall 24 jam adalah dilakukan
dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang
dikomsumsi 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikomsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Dalam metode ini seseorang disuruh menceritakan semua yang
dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (Oktaviana, 2013)
2
5

4. Konversi Ukuran Rumah Tangga (URT)


1. Tabel Kelompok Makanan Pokok sebagai Sumber
Karbohidrat
Kandungan zat gizi per porsi nasi kurang lebih seberat 100 gram,
yang setara dengan¾ gelas adalah: 175 Kalori, 4 gram Protein dan
40 gram Karbohidrat.
Tabel 1.5 Daftar pangan sumber karbohidrat sebagai penukar
1 (satu) porsi nasi:

Ukuran Rumah Tangga Berat dalam


Nama Pangan
(URT) Gram
Bihun ½ Gelas 50
Biskuit 4 Buah Besar 40
Havermut 5½ Sendok 45
Jagung Segar Besar 3 Buah 125
Kentang Sedang 210
Kentang Hitam 2 Buah Sedang 125
Maizena 12 Biji 50
Makaroni 10 Sendok Makan 50
Mie Basah ½ Gelas 200
Mie Kering 2 Gelas 50
Nasi Beras Giling putih 1 Gelas 100
Nasi Beras Giling ¾ Gelas 100
Merah Nasi Beras ¾ Gelas 100
Giling Hitam Nasi Beras ¾ Gelas 100
½ Giling Nasi Ketan ¾ Gelas 100
Putih ¾ Gelas 70
Roti Putih 3 Iris 70
Roti Warna 3 Iris 120
Coklat Singkong 1 ½ Potong 150
Sukun 3 Potong Sedang 125
Talas ½ Biji Sedang 100
Tape Beras Ketan T 5 Sendok Makan
Tape Singkong 1 Potong Sedang 100
Tepung Tapioca 8 Sendok Makan 50
Tepung Beras 8 Sendok Makan 50
Tepung Hunkwe 10 Sendok Makan 50
Tepung Sagu 8 Sendok Makan 50
Tepung Singkong 5 Sendok Makan 50
Tepung Terigu 5 Sendok Makan 50
Ubi Jalar Kuning 1 Biji Sedang 135
Kerupuk Udang/Ikan 3 Biji Sedang 30
2
6

2. Tabel Kelompok Lauk Pauk sebagaiSumber Protein Nabati


Kandungan zat gizi satu (1) porsi Tempe sebanyak 2 potong sedang
atau 50 gram adalah 80Kalori, 6gram Protein,3 gram lemak dan 8
gram karbohidrat.
Tabel 1.6 Kelompok lauk pauk sebagai sumber protein
Ukuran Rumah Tangga Berat dalam
Bahan Makanan
(URT) Gram
Kacang Hijau 2 ½ Sendok Makan 25
Kacang Kedelai 2 ½ Sendok Makan 25
Kacang Merah 2 ½ Sendok Makan 25
Kacang Mete 1 ½ Sendok Makan 15
Kacang Tanah 2 Sendok Makan 20
Kupas Kacang Toto 2 Sendok Makan 20
Keju Kacang Tanah 1 Sendok Makan 15
Kembang Tahu 1 Lembar 20
Oncom 2 Potong Besar 50
Petai Segar 1 Papan/Biji Besar 20
Tahu 2 Potong Sedang 100
Sari Kedelai 2 ½ Gelas 185

3. Tabel Kelompok Lauk Pauk Sumber Protein Hewani


1) Kandungan zat gizi satu (1 )porsi terdiri dari satu (1) potong
sedang Ikan segar seberat 40 gram adalah 50 Kalori,7gram
Protein dan 2 gram lemak.
a. Daftar lauk pauk sumber Protein hewani sebagai penukar 1
porsi Ikan segaraadalah
2
7

Tabel 1.7 Kelompok Lauk pauk sumber hewani


Ukuran Berat
Bahan RumahTangga dalam
makanan (URT) gram
Daging sapi 1 potong sedang 35
Daging ayam 1 potong sedang 40
Hati Sapi 1 potong sedang 50
Ikan Asin 1 potong kecil 15
Ikan Teri Kering 1 sendok makan 20
Telur Ayam 1 butir 55
Udang Basah 5 ekor sedang 35

b.Daftar pangan lain sumber Protein hewani


sebagai penukar 1 porsi Ikan segar :
Tabel 1.8 Daftar pangan lain sumber protein hewani sebagai
penukar I porsi ikan segar
Bahan Ukuran Berat
makanan RumahTangga (URT) Dalamgram

Susu sapi 1 gelas 200


Susu kerbau Susu ½ gelas 100

kambing Tepung ¾ gelas 185

3 sendok makan 20
sari kedele
4 sendok makan 20
Tepung susu
4 sendok makan 20
Krim

2) Menurut kandungan Lemak, Kelompok Lauk Pauk dibagi


menjadi 3 golongan :
a. Golongan A : Rendah Lemak
Daftarpangan sumber protein hewani dengan 1 (satu)
satuan penukar yang mengandung: 7gram Protein, 2
gram Lemak dan 50 Kalori.
2
8

Tabel 1.9 Lauk pauk rendah lemak

Bahan Ukuran RumahTangga Berat dalam


Makanan (URT) Gram

Babat 1 potong sedang 40


Cumi-cumi 1 ekor kecil 45
Daging asap 1 lembar 20
Daging ayam 1 potong sedang 40
Daging kerbau 1 potong sedang 35
Dendeng sapi 1 potong sedang 15
Gabus kering 1 ekor kecil 10
Hati sapi 1 potong sedang 50
Ikan asin kering 1 potong sedang 15
Ikan kakap 1/3 ekor besar 35
Ikan kembung 1/3 ekor sedang 30
Ikan lele 1/3 ekor sedang 40
Ikan mas 1/3 ekor sedang 45
Ikan mujair 1/3 ekor sedang 30
Ikan peda 1 ekor kecil 35
Ikan pindang ½ ekor sedang 25
Ikan segar 1 potong sedang 40
Ikan teri kering 1 sendok makan 20
Ikan cakalang asin 1 potong sedang 20
Kerang ½ gelas 90
Ikan lemuru 1 potong sedang 35
Putih telur 2 ½ butir 65
ayam 2 sendok makan 10
Rebon kering 2 sendok makan 45
Rebon basah Selar 1 ekor 20
kering Sepat 1 potong sedang 20
kering Teri nasi 1/3 gelas 20
Udang segar 5 ekor sedang 35

b. Golongan B : Lemak Sedang


Daftar pangan sumber Protein hewani dengan 1(satu) satuan
penukar yang mengandung: 7gram Protein, 5 gram lemak
dan 75 Kalori:
2
9

Tabel 1.10 Lauk pauk lemak sedang


Bahan Ukuran Rumah Berat
Makanan Tangga dalam gram
(URT)

Bakso 10 biji sedang 17


Daging kambing 1 potong sedang 0
Daging sapi Ginjal 1 potong sedang 4
sapi 1 potong besar 0
1 buah sedang 3
Hati ayam
1 potong sedang 5
Hati sapi 1 potong besar 4
Otak 1 butir 5
Telur ayam 1 butir 3
Telur bebek 0
asin 5 butir 5
Telur puyuh 1 potong besar 0
Usus sapi 6
5
5

c. Golongan C : Tinggi Lemak


Daftar pangan sumber Protein hewani dengan 1(satu) satuan
penukar yang mengandung: 7 gram Protein, 13 gram Lemak
dan 150 Kalori:
Tabel 1.10 Lauk pauk tinggi lemak

Bahan Ukuran Rumah Berat


Makanan Tangga (URT) dalam
Bebek 1 potong sedang 45
Belut 3 ekor 45
Kornet daging 3 sendok makan 45
sapi
Ayam dengan 1 potong sedang 40
kulit
3
0

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hiperemesis Gravidarum


1. Pengkajian
a. Pengkajian Data Subyektif
1) Biodata : mengkaji identitas klien penanggung jawab yang
meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, lamanya perkawinan dan alamat.
2) Keluhan utama : mual dan muntah pada pagi hari atau setelah
makan, nyeri epigastrik, tidak nafsu makan, merasa haus.
3) Riwayat kehamilan saat ini : meliputi ada tidaknya gemeli,
riwayat pemeriksaan antenatal dan komplikasi.
4) Riwayat kesehatan sekarang : meliputi awal kejadian dan
lamanya mual dan muntah, kaji warna volume, frekuensi dan
kualitasnya. Kali juga faktor yang memperberat dan
memperingan keadaan, serta pengobatan apa yang pernah
dilakukan.
5) Riwayat medis sebelumnya : seperti riwayat penyakit obstetric
dan ginekologi, kolelithiasis, gangguan tiroid dan gangguan
abdomen lainnya.
6) Riwayat sosial : seperti terpapar penyakit yang mengganggu
komunikasi, terpapar dengan lingkungan, tercapainya
pelayanan antenatal, peran, tanggung jawab, pekerjaan dll.
7) Riwayat diet : khususnya intake cairan.
8) Pola aktivitas sehari-hari : kaji mengenai nutrisi, cairan dan
elektrolit, eliminasi, istirahat tidur.
3
1

b. Pengkajian data obyektif


1) TTV : ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi
nafas meningkat, adanya nafas bau beton.
2) Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dari kepala sampai
dengan kaki ada tidaknya kelainan, mengukur berat badan,
tinggi badan dan pengukuran lila.
3) Status gizi : berat badan meningkat atau menurun
4) Status kardio vaskuler : kualitas nadi, takikardi, hipotensi.
5) Status hidrasi : Turgor kulit, keadaan membran mukosa,
oliguria.
6) Keadaan abdomen : suara abdomen, adanya nyeri lepas atau
tekan, adanya distensi.
7) Geniurinaria : nyeri kostovertebal dan suprapubik.
8) Staus eliminasi : perubahan konstipasi feses dan perubahan
frekuensi berkemih.
9) Keadaan janin : pemeriksaan DJJ, TFU dan pekembangan
janin.
2. Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat
3. Intervensi / Perencanaan
Diagnosa keperawatan : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
a. Definisi : intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
tubuh.
b. Batasan karakteristik
Berat badan 20% atau lebih dibawah ideal, membran mukosa dan
konjungtiva pucat, kelemahan otot yang digunakan untuk
mengunyah, luka atau inflamasi pada rongga mulut, mudah merasa
kenyang sesaat setelah mengunyah makanan, kehilangan berat
3
2

badan, nafsu makan menurun, kram pada abdomen, tonus otot


jelek, nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi.(Herdman, 2010)
c. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi pasien
tercukupi dengan kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi nutrisi
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
d. NIC
1) Nutrision management : kaji adanya alergi makanan, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dan kalori, tidak ada tanda-
tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti, anjurkan makan dalam keadaan hangat dan porsi kecil
tapi sering, anjurkan untuk makan biskuit dan minum teh
hangat setiap pagi sebelum beranjak dari tempat tidur, anjurkan
minum jahe 2x 1 gelas/ hari, anjurkan makan dalam porsi kecil
tapi sering, anjurkan untuk meningkatkan protein dan vitamin
D, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan.
2) Nutrision Monitoring
Berat badan pasien dalam batas normal, monitor adanya
penurunan berat badan, monitor tipe aktivitas yang dilakukan,
monitor adanya mual dan muntah, monitor turgor kulit, monitor
intake nutrisi dan kalori.
4. Pelaksanaan atau Implementasi
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan
tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada
klien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda
dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan.Aplikasi yang
dilaksanakan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi
3
3

klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien
(Debora,2011).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan dengan
cara evaluasi, perawat dapat memberikan pendapat pada kuantitas dan
kualitas asuhan yang diberikan. Tujuan umum dari evaluasi adalah
mencari cara untuk meningkatkan asuhan keperawatan, Evaluasi
dilakukan dengan mengunakan SOAP ( Subyektif, Obyektif, Analisa,
dan Planing (Debora,2011).

Anda mungkin juga menyukai