Anda di halaman 1dari 13

LEMBAR KERJA IV

MATA KULIAH PATOFISIOLOGI

PERDARAHAN

Kelompok 1B

1. Ah Yaro Maryano 7. Ario Saputra


2. Ahmad Rusydan Abdul Hadi 8. Bagas Dwi Putra
3. Amanda Oktaviani 9. Cerry Amelia Anggraini
4. Amelia Suci Ramadhani 10. Dea Ramadonna K
5. Andika Putra Pratama 11. Desinta Firtianti
6. Anggy Safitri 12. Dewi Fitria Sari

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021/20222


DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………………………..

Daftar Isi……………………………………………………………………………………….

Isi…………………………………………………………………………………...................

1. Definisi…………………………………………………………………………….......
2. Jenis-jenis………………………………………………………………………………
3. Akibat Perdarahan……………………………………………………………………..
4. Efek Lokal &Sistemik Perdarahan……………………………………………………
5. Proses Pembekuan Darah……………………………………………………………..

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………

Lampiran……………………………………………………………………………………….
ISI

1. Definisi
Fisiologis Darah
Darah adalah suatu suspense partikel dalam suatu larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium pertukaran antara sel yang
terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap
organisme dan khususnya terhadap darah sendiri.
Perdarahan merupakan peristiwa keluarnya darah sebagai akibat pecahnya pembuluh
darah. Tubuh manusia sering mengalami robekan kapiler halus dan kadang-kadang
pemutusan pembuluh darah yang lebih besar. Tubuh harus mampu menghentikan atau
mengontrol perdarahan yang timbul. Kontrol perdarahan oleh pembentukan bekuan
darah disebut hemotosis.

2. Jenis-Jenis
Unsur sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit)
dan fragmen sel yang disebut trombosit.
1. Sel darah merah (eritrosit)
Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik yang terdapat di
membrane selnya dan ditemukan di sel lain, yaitu :
a. Antigen ABO
Seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-masing mengkode antigen A
atau B, atau tidak memiliki keduanya, yang diberi nama O. Antigen A dan B
bersifat kodominan. Orang yang memiliki darah golongan AB akan menerima
darah A, B, atau O. Namun, orang tidak memilikia antigen A dan B akan
membentuk respon imun apabila terpajan ke antigen-antigen tersebutselama
transfuse darah.
b. Antigen Rh
Antigen Rh adalah kelompok antigen utama lainnya pada sel darah merah
yang juga diwariskan sebagai gen-gen dari masing-masing orang tua. Orang
memiliki antigen Rh dianggap positif Rh (Rh+). Orang yang tidak memiliki
memiliki antigen Rh dianggap negative (Rh-). Gen positif Rh bersifat
dominan. Dengan demikian, orang harus memiliki dua faktor Rh negative agar
menjadi negative Rh. Orang yang positif Rh akan menerima darah negative
Rh, tetapi mereka yang tidak memiliki antigen Rh akan membentuk respon
imun apabila terpajan ke daerah positif Rh.
2. Sel darah putih
Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari
golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula yaitu limfosit T dan B,
monosit, dan makrofag, serta golongan yang bergranula yaitu eosinophil,
basophil, dan neutrofil.
a. Limfosit B
Terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai
antigen di mana mereka telah deprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini
limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta
menghasilkan antigebodi.
b. Limfosit T
Meninggalkan sumsum tulang dan berkembang selama migrasi menuju ke
timus. Setelah meninggalkan timus, sel-sel ini beredar dalam darah sampai
mereka bertemu dengan antigen-antigen di mana merekka telah deprogram
untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya, sel-sl ini
menghasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikro-organisme dan
memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi.
c. Monosit
Terbentuk di sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk imatur
dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke
jaringan.
d. Makrofag
Dapat tetap terdiam di jaringan, atau digunakan dalam reaksi peradangan
segera setelah sel ini matang.
e. Neutrofil, Basofil, dan Eosinofil
Sel-sel darah putih yang tampak granular yang membantu respons peradangan.
Makrofag, neutrofil, basophil, dan eosinophil semuanya berfungsi sebagai
fagosit untuk mencerna dan menghancurkan mikro-organisme dan sisa-sisa
sel. Selain itu, basophil bekerja seperti sel mas dan mengeluarkan peptide-
peptida vasoaktif.

3. Trombosit
Trombosit bukan merupakan sel, tetapi merupakan fragmen-fragmen sel granular,
berbentuk cakram, tidak berinti, trombosit ini merupakan unsur seluler sumsum
tulang terkecil dan penting untuk homeostatis dan koagolasi. Trombosit berasal
dari sel indukpluripoten yang tidak terikat (noncommitted pluripotent stem cell),
yang jika ada permintaandan dalam kedaan adanya faktor perangsang trombosit
(Mk-CSF (faktor perangsang-koloni megakariosit)), interleukin dan TPO (faktor
pertumbuhan dan perkembangan megakariosit) (Bagley, heinrich, 2000),
berdiferensiasi menjadi kelompok sel induk yang terikat (committed stem cell
pool) untuk membentuk megakarioblas.

Ketika dinding pembuluh darah rusak yang disebabkan oleh ruda paksa atau suatu
penyakit, maka akan terjadi perdarahan yang berbahaya jika darah keluar terlalu
banyak dan tidak dapat dikendalikan. Pada umumnya, terdapat dua jenis
perdarahan yaitu :
1. Perdarahan luar (terbuka)
Perdarahan luar merupakan perdarahan yang terjadi karena rusaknya dinding
pembuluh darah yang kemudian diikuti oleh adanya kerusakan kulit. Pada
kondisi ini, darah akan keluar dari tubuh melalui luka yang ada dan akan
terlihat jelas.
2. Perdarah dalam (tertutup)
Perdarahan tertutup merupakan perdarahan yang biasanya tak terlihat dan
tidak disertai adanya kerusakan kulit. Namun, perdarahan dalam juga bisa
terlihat di bawah permukaan kulit yang Nampak seperti luka memar. Tidak
hanya perdarahan luar saja yang dapat menimbulkan bahaya dan mengancam
nyawa, melainkan perdarahan dalam pun dapat mengancam nyawa jika
perdarahan tersebut sudah tergolong kategori berat.

3. Akibat Perdarahan
Patofisiologi perdarahan, yaitu sebagai berikut :
1. Anemia
Anemia akibat penurunan kualitas sel darah merah
Anemia yang terjadi akibat gangguan dalam kualitas pembentukan sel darah
merah timbul apabila sel darah merah berukuran terlalu kecil (mikrositik) atau
terlalu besar (makrositik). Anemia yang berkaitan dengan kualitas sel darah
merah juga terjadi apabila terjadi gangguan pem bentukan hemoglobin. Hal ini
akan menyebabkan konsentrasi hemoglobin yang tinggi berlebihan
(hiperkromik) atau rendah berlebihan (hipokro mik).
Anemia akibat lisis atau perdarahan mendadak berkaitan dengan penurunan
jumlah total sel-sel darah merah dalam sirkulasi. Sel-sel darah merah secara
normal hidup sekitar 120 hari. Destruksi atau hilangnya sel darah merah yang
terjadi sebelum 100 hari bersifat abnormal.
2. Polisetemia
Polisitemia dapat timbul sebagai akibat hipoksia kronik. Hipoksia kro nik
menyebabkan peningkatan pelepasan hormon ginjal eritropoietin, yang
merangsang pembentukan sel darah merah. Orang yang tinggal di daerah yang
sangat tinggi atau mengidap penyakit paru kronik sering mengalami polisitemia
sekunder. Polisitemia dapat bersifat relatif, bukan absolut, misalnya seperti yang
terjadi apabila terjadi penurunan volume plasma. Kelainan ini berkaitan dengan
peningkatan risiko pembentukan trombus.
3. Leukopenia
Leukopenia adalah penurunan jumlah sel darah putih. Leukopenia dapat
disebabkan oleh berbagai sebab, termasuk stres berkepanjangan, penyakit atau
kerusakan sumsum tulang, radiasi, atau kemoterapi. Penyakit sis temik yang
parah misalnya lupus eritematosus, leukemia, penyakit tiroid, dan sindrom
Cushing, dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih. Seluruh atau
hanya satu jenis sel darah putih yang dapat ter pengaruh. Leukopenia
menyebabkan individu menjadi rentan terhadap infeksi.
4. Leukositosis
Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi.
Leukositosis adalah suatu respons normal terhadap infeksi atau pera dangan.
Keadaan ini dapat dijumpai setelah gangguan emosi, setelah anestesia atau
berolah raga, dan selama kehamilan. Leukositosis abnor mal dijumpai pada
keganasan dan gangguan sumsum tulang tertentu. Semua atau hanya salah satu
jenis sel darah putih dapat terpengaruh. Sebagai contoh, respons alergi dan asma
secara spesifik berkaitan dengan peningkatan jumlah eosinofil.

5. Pergeseran ke kiri
Pergeseran ke kiri (shift to the left) adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan peningkatan proporsi leukosit imatur (biasanya neutrofil) yang
dijumpai dalam darah orang yang melawan infeksi berkepanjangan. Pada
pergeseran ke kiri, neutrofil akan dibebaskan dari sumsum tulang sebelum
mereka mencapai kematangan sel, karena tingginya kebutuhan akan sel darah
putih. Sewaktu infeksi atau peradangan mulai mereda, pelepasan neutrofil imatur
berhenti dan darah dikatakan memperlihatkan pergeseran ke kanan karena
neutrofil matang kembali mendominasi apu san darah.
6. Trombositopenia
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Kelainan
ini berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan hebat, bah kan hanya dengan
cedera ringan atau perdarahan spontan kecil. Trombositopenia primer dapat
terjadi akibat penyakit otoimun yang ditandai oleh pembentukan antibodi
terhadap trombosit. Sebab-sebab sekunder trombositopenia adalah berbagai obat
atau infeksi virus atau bak teri tertentu. Koagulasi intravaskular diseminata
(disseminated intravas cular coagulation, DIC) timbul apabila terjadi
trombositopenia akibat pembekuan yang meluas.
7. Trombositosis
Trombositosis adalah peningkatan jumlah trombosit dalam sirkulasi.
Trombositosis berkaitan dengan peningkatan risiko trombosis (pembe kuan)
dalam sistem pembuluh. Trombositosis yang berkepanjangan atau berlebihan
berkaitan dengan kerentanan mengalami memar dan perda rahan, karena
trombosit habis terpakai.
Trombositosis primer dapat terjadi pada leukemia atau polisitemia vera, penyakit
sumsum tulang. Sebab-sebab sekunder trombositosis an tara lain adalah infeksi,
olah raga, stres, dan ovulasi. Trombositosis sekunder akibat keadaan-keadaan ini
biasanya berlangsung singkat. Na mun, trombositosis sekunder dapat terjadi
setelah pengangkatan limpa, karena organ ini secara normal menyimpan
sebagian trombosit sampai diperlukan dalam sirkulasi.
8. Limpadenopati
Limpadenopati atau hiperplasia limpoid adalah pembesaran normal dari limpa
sebagai respons terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limpadenopati
biasanya terjadi setelah infeksi oleh suatu mikroorga nisme. Limpadenopati
regional merupakan indikasi adanya infeksi lokal. Se dangkan limpadenopati
umum biasanya merupakan indikasi adanya infek si sistemik seperti AIDS, dan
atau gangguan otoimun misalnya artritis rematoid atau systemic lupus
erythematosus.
9. Spelenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
proliferasi limfosit dalam limpa karena infeksi di tempat lain di tubuh.
Splenomegali akibat proliferasi makrofag terjadi apabila terdapat sel-sel mati
(terutama sel darah merah) dalam jumlah yang berlebihan dan perlu dibersihkan
dari sirkulasi.
Splenomegali juga dapat terjadi akibat penimbunan darah dalam limpa. Hal ini
biasanya terjadi sebagai komplikasi hipertensi portal. Tumor atau kista limpa
juga dapat menyebabkan splenomegali. Splenomegali sebagai respons terhadap
infeksi biasanya disertai oleh limfadenopati; sebab sebab lain splenomegali tidak
disertai oleh limfadenopati.

4. Efek Lokal & Sistemik Perdarahan

5. Proses Pembekuan Darah


Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vaskular.
Vasokonstriksi meru pakan respons segera terhadap cedera, yang diikuti dengan
adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera.
ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil
trombin (pembentukannya dijelaskan di bawah) juga merangsang agregasi
trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Faktor III trombosit, dari membran trombosit,
juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan
trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai
fibrin.
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, seiring dengan
terbentuknya bentuk aktif suatu faktor. Faktor X dapat diaktivasi melalui dua
rangkaian reaksi (Gbr. 19-1). Rangkaian pertama memerlukan faktor jaringan, atau
tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat
cedera. Karena faktor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka faktor ini
merupakan faktor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut jalur ekstrinsik
untuk rangkaian ini.
Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi faktor X adalah jalur intrinsik,
disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan faktor-faktor yang ter dapat di
dalam sistem vaskular plasma. Dalam rang kaian ini, terjadi reaksi "kaskade,"
aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur intrinsik
diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam
pembuluh darah yang rusak. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang
melekat pada kolagen, sekali lagi berperan. Seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 19-
1, faktor-faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII
harus dilibatkan sebelum. faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein dan HMWK
juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium.
Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama.
Seperti yang diperlihatkan oleh gambar,, aktivasi faktor X terjadi sebagai akibat
reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua
jalur tersebut berperan dalam hemostasis (Handin, 2001).
Langkah berikutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa, dibantu
oleh fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk
trombin. Selanjutnya trombin memecah kan fibrinogen membentuk fibrin. (Sejumlah
kecil trombin tampaknya dicadangkan untuk memperkuat agregasi trombosit.) Fibrin
ini, yang awalnya merupa kan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan
mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan mendekatkan
tepi-tepi dinding pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah
tersebut.memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi
bekuan),
DAFTAR PUSTAKA

A.Price, Sylvia dan M. Wilson, Lorraine. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Buku Kedokteran EGC

J. Corwin, Elizabeth. 1997. Buku Saku Patofisiologi. Buku Kedokteran EGC

D. Setiabudy, Rahajuningsih. 2007. Hemostasis dan Trombosis Edisi Ketiga. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Lampiran Sumber Buku

Anda mungkin juga menyukai