Anda di halaman 1dari 30

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Vagina

Dalam perkembangan embrio, pada hari kedua puluh satu setelah konsepsi
akan terbentuk genital ridge yang berasal dari proliferasi intermediate
mesoderm. Genital ridge ini terbentang dari kranial ke kaudal dari embrio
yang merupakan asal dari seluruh alat genital, kecuali vulv a, uretra dan
vagina bagian bawah.

Gambar 1. Potongan melintang melalui rigi urogenital.

Pada minggu ke-5 dan ke-6, terbentuk saluran Muller (Muller duct) atau
saluran paramesonefros yang berjalan kanan kiri yang berasal dari but
Coelomic epithelium. Pada minggu ke-7 dan 8 sampai minggu ke-12 terjadi
penggabungan (fusi) dari kedua saluran Muller pada bagian distalnya,
sedangkan pada bagian proksimal masih tetap terpisah. Bagian distal setelah
berfusi, kemudian akan terjadi rekanalisasi sehingga terbentuklah vagina dan
uterus. Sedangkan bagian proksimal saluran Muller yang tidak mengadakan
fusi akan membentuk tuba fallopii. Vagina bagian bawah atau distal dibentuk
dari sinus urogenitalis. Pada tingkat permulaan sekali, kloaca akan terbagi
dua menjadi hindgut dan sinus urogenitalis karena terbentuknya septum
urorektal yang berasal dari mesoderm yang tumbuh ke bawah. 6,7
3

Pada waktu saluran Muller berfusi, ujung distalnya bersentuhan dengan


sinus urogenitalis, sehingga terjadi suatu invaginasi dari sinus urogenitalis
dan disebut Mullerian Tubercle. Dari daerah ini terjadi proliferasi dari sinus
urogenitalis sehingga terbentuk bilateral sino-vaginal bulbs. Kanalisasi dari
sino-vaginal bulbs ini akan membentuk vagina bagian bawah. Proses ini
berlangsung sampai minggu ke 21. Bagian sino-vaginal bulb yang pecah
tidak sempurna akan menjadi selaput hymenalis. Sedangkan bagian sinus
urogenitalis yang berada di atas tuberkel akan menyempit membentuk uretra,
dan vestibulum vulva di mana uretra dan vagina bermuara (terbuka).
Beberapa penelitian terakhir mengatakan bahwa saluran vagina sebenarnya
sudah terbuka dan berhubungan pada uterus dan tuba bahkan pada kehidupan
embrional awal. Sebagian besar peneliti menyatakan bahwa vagina
berkembang di bawah pengaruh saluran Muller dan stimulasi estrogen.
Secara umun disepakati bahwa vagina terbentuk sebagian dari saluran Muller
dan sebagian lagi dari sinus urogenital. 6,7

Gambar 2. Potongan sagital skematik yang memperlihatkan pembentukan uterus


dan vagina pada berbagai tingkat perkembangan
4

Gambar 3. Gambar skematik yang memeperlihatkan pembentukan uterus dan vagina


(A) Pada 9 minggu, (B) Pada akhir bulan ke-3, (C) Baru lahir
Jadi, bagian vagina atas (tiga perempat bagian) terbentuk dari saluran
Muller dan bagian distal dari sinus urogenital. Terjadinya gangguan dalam
perkembangan kedua jaringan (saluran) embrional ini akan menyebabkan
timbulnya kelainan vagina, uterus dan tuba follopii. Dalam usaha mengetahui
bentuk kelainan vagina, perlu disadari bahwa:

1) Saluran Muller dan Wolfian (asal dari ureter dan ginjal) secara embrional
begitu dekat dalam perkembangannya sehingga tidak jarang kelainan
vagina disertai pula kelainan ginjal, calyces ginjal dan ureter

2) Perkembangan gonad adalah terpisah dari perkembangan saluran (saluran


Muller dan Wolfian) sehingga dalam keadaan ovarium yang normal
termasuk fungsinya dapat terjadi tidak ada vagina dan uterus, dan kelainan
ini disebut Mayer Rokitansky Hauser Syndrome. Sifat atau karakteristik
kelainan ini berupa: 6,7

a. Tidak adanya uterus dan vagina (sisa uterus yang rudimenter biasanya
dengan tuba fallopii yang juga rudimenter)

b. Fungsi ovarium normal, termasuk terjadinya ovulasi

c. Jenis kelamin wanita

d. Seks fenotip wanita (pertumbuhan payudara, proporsi tubuh, distribusi


rambut dan genitalia eksterna normal)
5

e. Seks genetik wanita (46,XX)

f. Sering berhubungan dengan kelainan kongenital lain (terutama


kelainan ginjal.

Kelainan-kelainan pada vagina dapat berupa:

1) Kegagalan perkembangan saluran Muller dan sinus Urogenitalis secara


komplit sehingga tidak terdapat/terbentuk vagina, uterus, dan tuba

2) Kegagalan perkembangan saluran Muller secara komplit, akan tetapi sinus


urogenitalis tidak, sehingga terdapat agenesis vagina atas dengan vagina
bagian bawah masih ada.

3) Kegagalan dalam perkembangan vagina bawah (sinus Urogenitalis) dapat


berupa atresia vagina dan atresia himenalis.

4) Kegagalan dalam kanalisasi kembali dari saluran Muller dan sinus


Urogenitalis yang tidak sempurna sehingga terdapat septum longitudinal
atau transversa.6,7

2.2. Hipertrofi Labia

a. Definisi

Hipertrofi labia sering digambarkan sebagai jaringan labial yang


menonjol yang membentang di luar labia majora (panjang normal lipatan
longitudinal kulit pada lateral yang mereka peregangan tidak melebihi 2 -
4 cm dan ketebalan - 5 mm, jika lebih dapat dikatakan sebagai hipertrofi).
Hipertrofi labial tidak didefinisikan sebagai suatu kondisi patologis,
namun pasien akan memiliki masalah estetika atau fungsional. Hipertrofi
labia yang signifikan dapat menyebabkan rasa sakit, iritasi, dan
ketidaknyamanan pada pasien dalam penggunaan pakaian. Masalah
psikologis tidak merasa "normal" dibandingkan dengan anatomi ideal yang
dirasakan tidak dapat diremehkan.8,9
6

b. Epidemiologi

Angka kejadian hipertrofi labia berjalan seiringan dengan operasi


labiaplasty. Popularitas dari prosedur ini diharapkan meningkat seiring
dengan pengetahuan akan manfaat yang meningkat.10

Menurut sebuah penelitian tahun 2000 terhadap 163 pengurangan labia


minora, 87% pasien menjalani operasi labiaplasty untuk alasan estetika,
sementara 64% menginginkan pembedahan karena ketidaknyamanan pada
pakaian sehari-hari. Dalam studi yang sama, 85% memiliki labiaplasty
bilateral, dibandingkan dengan 15% yang memiliki hipertrofi asimetris
labia minora yang memerlukan prosedur sepihak.9

Hal ini juga bertujuan agar peningkatan hair removal atau perubahan
pola rambut mempengaruhi frekuensi operasi labiaplasty.Studi tahun 2009
yang menganalisis pengaruh media pada operasi kosmetik genital wanita
(FGCS) menunjukkan 84% wanita muda menghilangkan rambut
kemaluan, dibandingkan dengan hanya 36% wanita lanjut usia. Dari
wanita tersebut, hanya 50% yang senang dengan penampilan labia mereka.
10

c. Etiologi

Penyebab pasti hipertrofi labia minora tidak diketahui, dan oleh karena
itu etiologi multifaktorial dimaksudkan. Faktor genetik dan hormon dapat
menyebabkan hipertrofi labia di awal kehidupan. Iritasi mekanis dari
bersepeda, hubungan seksual, tindik genital, menunggang kuda, dan faktor
lainnya dapat menyebabkan hipertrofi di kemudian hari.10

Kehamilan dan penambahan berat badan dapat meningkatkan akumulasi


lemak dan ptosis alat kelamin wanita, terutama labia majora. Oleh karena
itu, setelah melahirkan atau penurunan berat badan yang signifikan, pasien
mungkin ingin memiliki tampilan keriput atau ukuran labia yang
dialamatkan. Penurunan berat badan dan perubahan penampilan labia
majora semuanya bisa menonjolkan ukuran labia minora. 10
7

d. Diagnosis

Hipertrofi labia digambarkan sebagai jaringan tonjolan yang menonjol


di luar labia majora, tidak ada konsensus antara ginekolog, ahli bedah
plastik, atau dokter anak mengenai kriteria klinis objektif untuk
memastikan diagnosis. Menurut Friedrich, mendefinisikan labia minora
sebagai hipertrofik bila lebar maksimal antara garis tengah dan tepi bebas
lateral labia minora berukuran lebih dari 5 cm. Dan secara tidak langsung
menunjukan agar lebar normal labia minora kurang dari itu. dari 3-4 cm.8

Terlepas dari pengukuran, beberapa orang berpendapat bahwa pasien


harus diberi koreksi bedah jika mereka memiliki gejala persisten. Gejala
khas bisa berupa fungsional atau psikologis. Hipertrofi satu atau kedua
labia minora dapat menyebabkan iritasi, infeksi kronis, nyeri, masalah
dengan kebersihan pribadi, terutama selama masa menstruasi, dan
gangguan pada aktivitas seksual atau olahraga, termasuk berlari,
bersepeda, berkuda, dan berenang. Selain itu, kekhawatiran tentang
penampilan labia minora dapat menyebabkan tekanan psikologis dan
emosional yang cukup besar bagi pasien. 8

Pemeriksaan fisik harus selalu dilakukan di hadapan pendamping.


Dokter harus mengenal varian normal genitalia wanita ekstern dari remaja
dan wanita muda. Pendekatan sistematis harus digunakan dengan
pemeriksaan ginekologi. Distribusi rambut, kulit, labia majora dan minora,
klitoris, meatus uretra, introitus, perineum, dan anus harus diperiksa. Kulit
harus diperiksa untuk kelainan dermatologis seperti lichen sclerosus,
vulvitis, kista, lipoma, Childhood Asymmetric Labium
Majus Enlargement (CALME) atau abses. Labia minora harus sepenuhnya
diperpanjang, dievaluasi untuk asimetri dan diukur dari garis tengah ke
lateral. tepi bebas.
8

Gambar 4. Hipertrofi labial bilateral sepenuhnya diperpanjang 8

e. Penatalaksanaan

Mayoritas remaja muda yang meminta evaluasi untuk hipertrofi labial


memerlukan kepastian bahwa anatomi mereka normal dan tidak perlu
dikhawatirkan. Penampilan abnormal paling tinggi saat remaja muda
merasa tidak aman mengenai citra diri tubuh mereka. Labioplasti dapat
dilakukan pada masa remaja. Beberapa orang telah menganjurkan bahwa
usia minimum harus antara 15 dan 16 tahun untuk menghindari perlunya
prosedur kedua jika labia terus tumbuh, dan berlanjut pada saat wanita
muda tersebut lebih dewasa.8

Teknik yang paling sederhana melibatkan amputasi langsung jaringan


tonjolan dan oversewing tepi. Teknik ini adalah teknik yang paling banyak
digunakan dalam praktik kita dan memiliki masa pemulihan termudah.
Dengan teknik ini, bagaimanapun, tepi labial secara teoritis dapat diganti
dengan garis jahitan bekas luka yang dapat menyebabkan iritasi dan
ketidaknyamanan yang kronis, walaupun ini jarang terlihat. 'Kontur alami'
labia minora mungkin hilang, dan hubungan jaringan labial dengan kap
klitoris dapat berubah dengan prosedur reduksi. Perhatian yang besar harus
dilakukan saat operasi untuk menghindari area klitoris dan kap klitoris.
Beberapa teknik yang lebih baru telah dijelaskan bahwa upaya untuk
9

melestarikan bentuk alami labia minora dan untuk mengurangi jumlah


jaringan parut yang terbuka. Salah satu teknik tersebut melibatkan reseksi
baji dengan reanastomosis berikutnya. Sementara mempertahankan
simetri, segmen berbentuk V adalah pertama diidentifikasi dan kemudian
direset. Tepi kasar kemudian diendapkan kembali menggunakan jahitan
tersuspensi halus tersuspensi atau tersembur halus. Pasca operasi, pasien
harus menjaga area tetap bersih dan kering, hindari aktivitas yang berat,
dan memakai pakaian longgar untuk melindungi

A B

Gambar 5. A. Reseksi jaringan labial berlebih menggunakan teknik amputasi


lurus. B. Perencanaan reseksi jaringan labial berlebih dengan teknik baji
berbentuk V. Garis menandai area untuk eksisi dan panah menunjukkan
bagaimana ujungnya akan didekati

B
A

Gambar 6. A. Setelah reseksi jaringan labial berlebih dengan teknik baji


berbentuk V, kontur normal labia. B. Labia tampak sembuh dengan baik dan
dengan jaringan parut minimal pada kunjungan pasca operasi 2 minggu
10

2.3. Himen Imperforata

a. Definisi

Hymen imperforata/ Atresia hymen merupakan hymen dengan


membrane yang solid tanpa lubang. Hymen imperforata merupakan salah
satu dari penyebab Pseudoamenorrhea / Cryptomenorrhea (haid ada,
tetapi darah haid tidak keluar) yang bersifat kongenital dan abnormalitas
ini terjadi pada bagian distal saluran genitalia wanita. Pada beberapa kasus
akan tampak hymen menutupi seluruh introitus vagina, warna kemerahan,
hymen buldging (+), darah (-) dan Usia pubertas tapi belum menarche 2

b. Epidemiologi

Insidens Himen Imperforata adalah penyebab tersering pada hambatan


atau obstruksi aliran keluar haid dan sekret vagina. Angka kejadiannya
bervariasi dari 1 kasus per 1000 populasi hingga 1 kasus per 10,000
populasi. Menurut hasil studi berbasis populasi dari 147 pasien
premenarche dengan rata-rata usia 63 bulan, hanya didapatkan 1 pasien
dengan himen imperforata (<1%).2

c. Etiologi

Anomali traktus genitalia akibat perkembangan embriologi yang


abnormal atau kurang sempurna. Hymen imperforata merupakan suatu
malformasi kongenital tetapi dapat juga terjadi akibat jaringan parut
oklusif karena sebelumnya terjadi cedera atau infeksi. Secara embriologi,
hymen merupakan sambungan antara bulbus sinovaginal dengan sinus
urogenital, berbentuk membrane mukosa yang tipis. Hymen berasal dari
endoderm epitel sinus urogenital, dan bukan berasal dari duktus mullerian.
Hymen mengalami perforasi selama masa embrional untuk
mempertahankan hubungan antara lumen vagina dan vestibulum. Hymen
merupakan lipatan membrane irregular dengan berbagai jenis ketebalan
yang menutupi sebagian orifisium vagina, terletak mulai dari dinding
bawah uretra sampai ke fossa navikularis.11
11

Hymen Imperforata terbentuk karena ada bagian yang persisten dari


membrane urogenital dan terjadi ketika mesoderm dari primitive streak
yang abnormal terbagi menjadi bagian urogenital dari membran cloacal.
Hymen Imperforata tanpa mukokolpos yang berasal dari jaringan fibrous
dan jaringan lunak antara labium minora sulit dibedakan dengan tidak
adanya vagina. Aplasia dan atresia vagina terjadi karena kegagalan
perkembangan duktus mullerian, sehingga vagina tidak terbentuk dan
lubang vagina hanya berupa lekukan kloaka.11

d. Diagnosis

Himen Imperforata merupakan kelainan anatomi yang paling sering


pada masa pubertas yang mengakibatkan hambatan pada aliran keluar
jaringan endometrium dan darah (saat menstruasi). Hal ini mengakibatkan
terjadinya akumulasi cairan menstruasi di dalam vagina (hidrokolpos) atau
dalam uterus (hidrometrokolpos) sehingga pada anamnesis ditemukan: 12,1

1) Riwayat amenorea primer = Kebanyakan pasien datang berobat pada


usia 13-15 tahun, dimana gejala mulai tampak, tetapi menstruasi tidak
terjadi. Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau
kedua yang terkumpul di vagina belum menyebabkan peregangan
vagina dan belum menimbulkan gejala.

2) Riwayat nyeri abdomen dengan eksaserbasi per bulan. (akut dan siklik)
= terjadi molimenia menstrualia (nyeri yang siklik tanpa haid), yang
dialami setiap bulan.

3) Keluhan perut membesar = Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut maka


darah haid akan mengakibatkan over distensi vagina dan kanalis
servikalis, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi kavum
uteri(Hematometra).

4) Nyeri punggung bawah = terjadi akibat over distensi vagina


12

5) Konstipasi = penekanan pada rectum yang menimbulkan gangguan


defekasi

6) Retensi urin = Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari
vagina yang distensi ke uretra dan menghambat pengosongan kandung
kemih. 12,13

Dari pemeriksaan fisik, ditemukan pada inspeksi himen yang tertutup,


tidak ada lubang pada himen dan penonjolan pada himen yang berwarna
kebiruan. Penonjolan bisa jelas terlihat dengan maneuver Valsalva. Pada
inspeksi dan palpasi abdomen bisa ditemukan pembesaran dinding
abdomen dengan atau tanpa disertai nyeri tekan. 12,13

A B

Gambar 6: Pemeriksaan fisik pada penderita himen imperforata. A. Pada


inspeksi bisa ditemukan penonjolan atau pembesaran pada abdomen. B.
penonjolan pada hymen yang berwarna kebiruan akibat dari hematokolpos. 13

Pemeriksaan radiologi esensial dalam mendiagnosa Himen Imperforata


adalah USG pelvik dan abdomen bisa dilakukan secara transabdominal,
transperineal atau transrektal. USG bisa menilai hematokolpos,
hematometra dan hematosalping pada pasien yang didiagnosa pada usia
pubertas. USG juga bisa digunakan untuk menentukan tipe kelainan pada
pasien seperti defek Mullerian, Septum Vagina Obstruktif atau anomali
ginjal sehingga bisa menyingkirkan diagnosa Himen Imperforata. 12

Sekiranya USG dan pemeriksaan fisik tidak konklusif dalam


menegakkan diagnosis, dianjurkan pemeriksaan MRI pelvik dan abdomen.
Hal ini dapat menilai secara definitif letak dan kelainan anatomi pada
pasien. 12,13
13

Gambar 8: USG menunjukkan distensi pada vagina akibat dari hematokolpos


yang ditemukan pada penderita himen imperforata. 13

e. Tatalaksana

Terapi medikamentosa pada kasus himen imperforata adalah bersifat


simptomatik untuk mengurangi gejala terutama nyeri. Pemberian NSAID
(Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs) yang berfungsi sebagai
analgesik dapat mengurangi nyeri abdomen pada penderita. Contoh
analgesik yang dapat diberikan pada penderita: 12,13

Penggunaan kontraseptif oral bermanfaat guna menekan proses


menstruasi untuk menghambat progesifitas penyakit dan akumulasi cairan
menstruasi dalam vagina sehingga memungkinkan pemeriksaan tambahan
dilakukan pada pasien. 12

Tindakan bedah pada kasus himen imperforata bukan suatu tindakan


darurat yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Evaluasi pre-operasi perlu
dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan bedah. Pada pasien
yang didiagnosis pada usia pre-pubertas, tindakan bedah hanya dilakukan
apabila ditemukan gejala yang simptomatis dan sekiranya tidak ditemukan
gejala, sebaiknya tindakan bedah ini ditunda ke masa pubertasnya. Hal ini
kerana pada masa pubertas, stimulasi estrogen yang terjadi bisa
mempercepat penyembuhan dari tindakan bedah tersebut. 13
14

Prosedur bedah yang dilakukan pada kasus himen imperforata adalah


himenotomi. Himen merupakan simbol keperawanan pada hampir semua
masyarakat dunia sehingga faktor budaya dan stigma masyarakat tertentu
harus dipertimbangkan karena hasil akhir dari tindakan ini merubah
bentuk himen. Informed consent dan penerangan yang jelas tentang
prosedur ini harus dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien.
Penerangan pre-operatif ini juga perlu meliputi penerangan tentang
kemungkinan dilakukan laparaskopi sekiranya ditemukan pelengketan
pelvik dan endometriosis intra-abdominal terutama pada pasien dengan
hematokolpos dan hematometra. 13

Cara menangani hematokolpos adalah dengan membebaskan hambatan


atau mengatasi obstruksi. Tidak dinasihatkan untuk drainase menggunakan
jarum tanpa menghilangkan obstruksi selengkapnya karena ini akan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan pyokolpos. 12,13

1) Himenektomi

Tujuan himenektomi adalah membuat saluran pada membrane


himen tanpa meninggalkan parut pada orifisium vagina. Insisi
dilakukan secara stellate dilakukan pada posisi arah jam 2, 4, 8 dan 10.
Tiap kuadran dieksisi ke arah lateral, tepi dari mukosa hymen dijahit
dengan benang delayed absorbable. Bisa juga dilakukan insisi
cruciate/silang sepanjang diameter diagonal himen dengan
pertimbangan untuk mengelakkan terjadinya luka pada urethra. Pada
insisi silang tidak dilakukan eksisi membrane hymen, sementara pada
insisi stellate setelah insisi dilakukan eksisi pada kuadran hymen dan
pinggir mukosa hymen di aproksimasi dengan jahitan mempergunakan
benang delayed-absorbable. Tindakan insisi saja tanpa disertai eksisi
dapat mengakibatkan membrane hymen menyatu kembali dan
obstruksi membrane hymen terjadi kembali. Pada kasus dengan
hematokolpos, sering terjadi semburan darah pada awal insisi
dilakukan. Hal ini karena terdapat tekanan intravaginal yang tinggi
15

sebelum melakukan insisi. Bila terjadi, insisi sebaiknya dihentikan dan


darah dikeluarkan terlebih dahulu menggunakan suction cannulae.
Insisi dilanjutkan setelah evakuasi hematokolpos dilakukan. Pada akhir
prosedur dilakukan jahitan dengan teknik interruptus dan
menggunakan jarum yang bisa diserap (4-0 polyglycolic acid suture) 13

Gambar 9: Menunjukkan teknik cruciate incision berbentuk ‘+’ yang


dilakukan untuk membebaskan hematokolpos pada himen imperforata.

2) Himenoplasti

Operasi ini bertujuan menyatukan kembali selaput dara yang sudah


robek. Selaput dara merupakan jaringan tipis yang relatif sedikit
mengandung pembuluh darah (avaskuler). Simple himenoplasty
dilakukan jika selaput dara hanya mengalami robekan dan masih ada
yang tersisa. Pada bagian yang robek, dilakukan penjahitan, biasanya
dengan benang yang dapat diserap, sehingga selaput dara kembali ke
bentuknya semula. Tetapi, jika selaput dara sudah rusak berat atau
hilang sehingga tidak mungkin lagi dijahit, operasi dilakukan dengan
teknik alloplant. Himen yang tersisa akan diikat bersama untuk
menutupi kerusakan yang terjadi. Kemudian jaringan himen akan
terangkat, sehingga vagina akan kembali terlapiskan himen. Jadi
selaput dara akan dilukai dulu, kemudian dijahit kembali. Penyatuan
kembali lapisan mukosa selaput dara itu dilakukan oleh benang yang
tipis yang bersifat terserap oleh tubuh. Kadang dibutuhkan
pemindahan jaringan dari vagina bagian luar untuk membuat lagi
selaput dara tersebut. Sisa himen yang biasanya dalam bentuk V dijahit
menggunakan benang Vicryl 5-0 lapis demi lapis. 13
16

A B

Gambar 9: A. Himenoplasti dilakukan pada sisi kiri. B. Himen yang


dirupturkan menunjukkan sisa lapisan. C. Himenoplasti yang sudah komplit

f. Komplikasi

Komplikasi pada himen imperforata adalah infeksi tetapi penggunaan


antibiotik profilaksis tidak dibutuhkan pada kebanyakan kasus. Sedangkan
febris post-operatif dan nyeri abdomen yang berlanjut harus dievaluasi dan
ditangani dengan baik. Infeksi pada post-operatif himen imperforata biasa
bersifat asenderen dan akumulasi cairan akibat obstruksi yang tidak
ditangani dengan baik berisiko menjadi penyakit radang panggul antara
lain pyokolpos, pyometra, endomyometritis, salipingitis atau abses tubo-
ovarian. Penyakit radang panggul ini dapat mengakibatkan infertilitas,
nyeri panggul dan kehamilan ektopik.13

Komplikasi lain yang dapat terjadi seperti trauma pada urethra, rektum
atau vesika urinaria. Hal ini dapat terjadi pada kasus dimana gambaran dan
posisi anatomi pada pemeriksaan radiologi sebelum operasi tidak jelas atau
pada kasus dimana diagnosis pasien bukanlah himen imperforata, tetapi
Agenesis Vagina. Obstruksi aliran keluar cairan menstruasi juga bisa
mengakibatkan menstruasi retrograde sehingga berisiko menyebabkan
terjadinya endometriosis sekunder. 13

g. Prognosis
17

Prognosis dari tindakan bedah/himenotomy sangat baik. Pasien dengan


traktus genitalia yang normal kebanyakannya tidak mengalami komplikasi.
Insidens dyspareunia setelah dilakukan himenotomy juga sangat rendah.13

2.4. Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser Syndrome ( MRKH )


a. Definisi
Agenesis vagina congenital adalah suatu kondisi dimana seorang
anak perempuan tidak memiliki vagina . Hal ini termasuk kondisi yang
jarang namun Keadaan ini sangat umum dijumpai pada perempuan
dengan Sindrom Rokitansky / Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser
syndrome ( MRKH ) atau Mulerian Aplasia, dan Sindrom insensitifitas
Androgen komplet . Agenesis vagina dapat berkaitan dengan kelainan
yang lebih komplex dan lebih jarang lagi yang melibatkan traktus
urinaria dan traktus gastrointestinal seperti kloaka dan kelainan
anorektal14.

Gambar 10. Kelainan pada Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauster


(MRKH)

b. Epidemiologi
Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauster (MRKH) atau yang juga
dikenal dengan mullerian agenesis dan mullerian aplasia adalah
malformasi kongenital dari saluran genetalia wanita. Biasanya
18

didapatkan agenesis parsial atau kompleks dari uterus, hipoplasia vagina


atau agenesis vagina, tetapi ovarium dan genitalia eksterna normal. Pola
kromosom wanita normal yaitu 46 XX dengan pertumbuhan payudara
dan rambut pubis yang normal. Pada sindrom ini juga sering ditemukan
kelainan ginjal (15-40%) dan atau skeleton (12-50%). 14.
Angka kejadian sindrom MRKH sangat jarang. MRKH sudah sejak
lama diduga merupakan suatu kejadian anomali yang bersifat
sporadis ,namun secara luas insiden MRKH adalah 1 : 4500 . Agenesis
vagina atau bagian atas vagina dan uterus merupakan gambaran utama
dari kelainan ini14.
c. Etiologi
MRKH terdiri dari 2 tipe. MRKH tipe 1 atau yang disebut sebagai
isolated type memiliki karakteristik berupa aplasia vagina-uterus dan
tipe 2 yang berkaitan dengan kelainan bawaan lainnya.MRKH tipe 1
merupakan tipe yang lebih jarang dijumpai secara statistik
dibandingkan dengan tipe 2, dan tidak memiliki predisposisi racisme15.
Penyebab sindrom MRKH masih belum diketahui dengan jelas.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya tidak berhasil menunjukkan
hubungan yang signifikan antara etiologi tertentu misalnya penyakit atau
obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil atau teratogenik tertentu dengan
kelainan ini. Penelitian tersebut mencakup ibu hamil dengan kelainan
seperti diabetes, hipertiroid, dan kelainan organ atau metabolik lain
misalnya kelainan jantung dan ginjal yang memerlukan konsumsi obat
dalam jangka waktu tertentu atau selama kehamilan. Dari penelitian
tersebut tidak ditemukan adanya keturunan yang dilahirkan dengan
kelainan pada organ genetalia15.
d. Diagnosis
Amenore adalah tidak terjadinya haid pertama pada wanita. Secara
umum dibedakan menjadi amenore fisiologis seperti dalam kondisi
pubertas, hamil, menyusui, dan paska menopause, serta amenore
patologis seperti pada amenore primer dan amenore sekunder. Disebut
19

amenore primer jika wanita itu telah berumur 14 tahun namun belum
tampak tanda-tanda pertumbuhan seks sekunder dan belum pernah
mendapatkan haid. Atau apabila wanita itu telah mencapai usia 16 tahun
dan telah terlihat tanda-tanda pertumbuhan seks sekunder tapi belum
pernah haid16
Dalam kasus amenore primer perlu dilakukan langkah-langkah untuk
menegakkan diagnosa secara cermat. Langkah awal yang perlu diambil
adalah dengan melakukan anamnesa secara cermat. Perlu ditanyakan
tentang penyakit seperti TB, asma, pemakaian obat penenang jangka
panjang, pemakaian obat penurun atau penambah berat badan, obat
kanker dan glukokortikoid. Juga perlu digali apakah pasien sedang
mengalami stres berat, atau memiliki penyakit keturunan didalam
keluarganya16
Pada awal kunjungan pasien harus dilakukan mekanisme
pemeriksaan yang bertujuan menyingkirkan diagnosa banding amenore
primer tersebut, meliputi :
a. Pengukuran tinggi badan, berat badan, tanda pertumbuhan seks
sekunder
b. Pemeriksaan fisik genetalia eksterna dan interna
c. Pemeriksaan pencitraan radiologis USG, MRI
d. Pemeriksaan laboratorium hormonal
e. Pemeriksaan kromosom/karyotyping.
Terdapat beberapa macam skema pendekatan diagnosa amenore
primer :
1) Kategorisasi Fenotip Menurut Brenner
Klasifikasi ini berdasar ada tidaknya perkembangan payudara
dan uterus. Berdasar tabel dibawah ini termasuk dalam kelompok
II dimana ada payudara namun tak ada uterus. Kelemahan
pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini tidak mencantumkan
bagaimana bila uterus terbentuk abnormal.
20

Kelompok Payudara Uterus

I Tidak ada Ada

II Ada Tidak ada

III Tidak ada Tidak ada

IV Ada Ada

Tabel 1. Kategori fenotip pada amenore primer

2) Pendekatan menurut Speroff


Pendekatan ini memiliki 3 langkah :
a) Langkah 1 adalah menyingkirkan kemungkinan amenore
karena kehamilan, pemeriksaan TSH dan tes progesterone. Ini
memerlukan waktu 7 hari sampai terjadi pendarahan lucut.
b) Langkah 2 jika tak terjadi perdarahan lucut, diberikan
estrogren konjugasi 1,25 mg atau 2 mg estradiol perhari
selama 21 hari sampai terjadi perdarahan lucut
c) Langkah 3 adalah dengan pemeriksaan FSH dan LH. Bila hasil
FSH rendah atau normal, maka dilakukan pemeriksaan coned-
down view sella turiska. Bila ditemukan sella turiska normal
maka amenore ini disebabkan oleh amenore hipotalamus. Jika
FSH dan LH tinggi, maka disimpulkan bahwa amenore
disebabkan karena kegagalan fungsi ovarium16.
21

Gambar 11. Diagram alur pemeriksaan pasien amenore16

3) Pendekatan menurut American Society for Reproductive


Medicine/ASRM
Klasifikasi etiologi amenore menurut ASRM :
Tingkat 1. hipotalamus : kongenital seperti sindrom Kallman, atau
didapat seperti pada pituitary stalk disconnection syndrome,
penurunan berat badan berlebihan, olahraga berat dsan radioterapi
cranial.
Tingkat 2. hipofise : tumor seperti prolaktinoma, infark pada
sindrom Sheehan, infeksi seperti tuberkulosa, radioterapi, operasi.
22

Tingkat 3. ovarium : polycystic ovarian syndrome (PCOS),


premature ovarian failure, sindrom ovarium resisten,
agenesis/disgenesis ovarium, radioterapi, kemoterapi, operasi.
Tingkat 4. uterus dan vagina : agenesis uterus/sindrom MRKH,
sindrom insensitivitas androgen, hymen imperforate, sindrom
Asherman, radioterapi.
Tingkat 5. diluar aksis hipotalamus-hipofise-ovarium : kelainan
kelenjar adrenal, kelainan kelenjar tiroid, psikologis, kehamilan,
laktasi.
Pada pasien ini penyebab amenore di tingkat 4, uterus dan vagina.
Ametican Society for Reproductive Medicine (ASRM)
memiliki algoritma penegakan diagnosa amenore primer yang
cukup singkat tanpa menggunakan tes progesteron estrogen seperti
pada Speroff. Diagnosa ditegakkan dengan melakukan anamnesa,
pemeriksaan fisik, tes kehamilan, pemeriksaan hormon FSH dan
prolaktin, dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang radiologis
atau karyotiping sesuai dengan kadar FSH dan prolaktin yang
ditemukan17.
Jika FSH rendah atau normal, maka penyebab amenore diduga
adalah anovulasi kronik yang bisa disebabkan oleh beberapa
keadaan seperti amenore fungsional hipotalamus atau penyakit
ovarium polikistik. Bila terjadi peningkatan prolaktin, perlu
dilakukan evaluasi radiologi untuk mengetahui adanya
prolaktinoma. Bila terjadi peningkatan FSH, penyebab amenore
adalah kegagalan ovarium yang dapat disebabkan oleh disgenesis
gonad. Bila FSH normal kemungkinan penyebab amenore adalah
adanya efek anatomis seperti disgenesis mulerian 17.
4) Pendekatan menurut Hunter
Pendekatan ini kompleks dan komprehensif karena diagnosa
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik tanda seks sekunder,
yang dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologis USG/MRI atau
23

pemeriksaan laboratoris kadar hormon FSH dan LH sesuai dengan


tampilan seks sekundernya. Jika ada peningkatan FSH dan Lh
dikatakan ada disfungsi ovarium. Berdasarkan gambaran uterus
pada USG, jika didapatkan uterus dilakukan eksplorasi lanjutan
kondisi genitalia interna, atau karyotiping jika tak didapatkan
uterus seperti pada pasien ini. Bila hasil karyotiping menunjukkan
hasil 46XY, menunjukkan adanya suatu androgen insensitivity
syndrome. Bila hasil karyotiping ditemukan kromosom 46XX,
maka penyebab amenore adalah mullerian agenesis18

Gambar 12. Diagram algoritme evaluasi amenore primer18


Pada pasien ini digunakan pendekatan diagnosa mendekati
skema Hunter, kecuali tidak dilakukan pemeriksaan LH.
Pendekatan Hunter komprehensif, namun cukup singkat tanpa tes
estrogen dan progesteron seperti alur Speroff yang memakan
waktu dan biaya. Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan
utama amenore primer dengan hasil pemeriksaan fisik pada pasien
ini didapatkan suatu tanda seksual sekunder, yaitu pertumbuhan
24

payudara dan rambut pubis yang normal, dan dari pemeriksaan


genitalia dan bimanual palpasi kesan tidak didapatkan uterus dan
vagina. Dengan hasil hormonal antara lain : 31 ng/dl, FSH : 5,7
mlU/mL, estradiol : 76 pg/mL. Perkembangan ciri-ciri seks
sekunder pada wanita dipengaruhi oleh hormon estrogen. Pada
pasien ini perkembangan tanda seks sekunder baik, dan hasil
pemeriksaan estrogen normal. Hal ini disebabkan oleh cukupnya
reseptor estrogen yang menangkap hormon estrogen tersebut.
Sampai tahap ini kita dapat menentukan bahwa kasus ini adalah
amenore primer karena agenesis uterus dan vagina dengan status
hormonal normal. Namun belum dapat menentukan diagnosis pasti
dari kasus ini.
Ultrasonografi transvaginal merupakan metode yang
sederhana, murah dan noninvansif, dan sebaiknya dilakukan pada
semua kasus yang dicurigai sindrom MRKH, namun pada pasien
ini, karena terjadi agenesis vagina maka tidak memungkinkan
dilakukan pemeriksaan transvaginal. Magnetic resonance imaging
(MRI) merupakan metode selanjutnya untuk mengkonfirmasi hasil
ultrasonografi, karena MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas
yang lebih tinggi dari ultrasonografi untuk mengidentifikasi
agenesis, atau hipoplasia vagina dan uterus, maupun abnormalitas
bentuk uterus, misalnya uterus unicornu, uterus didelfis, uterus
bicornu, septa uterus, uterus arcuatus dan T-shaped uterus.
Perkembangan saluran genitalia interna wanita yang normal
memerlukan interaksi yang kompleks antara duktus mulleri atau
duktus paramesonefros dan sinus urogenitalis, meskipun keduanya
berasal dari dua lapisan yang berbeda, yaitu mesoderm dan
endoderm. Duktus mulleri membentuk tuba falopii, uterus, cerviks
dan vagina superior sedangkan sinus urogenitalis membentuk
bagian tengah dan bawah vagina. Bila terjadi gangguan pada
25

proses diferensiasi, migrasi, fusi dan kanalisasi, maka akan terjadi


kelainan dari pertumbuhan duktus mulleri pada berbagai spektrum.
Klasifikasi kelainan pada duktus mulleri seringkali sulit karena
banyaknya rekomendasi klasifikasi dan pendapat para ahli.
Klasifikasi untuk anomali duktus mulleri yang paling banyak
digunakan adalah klasifikasi American Fertility Society (AFS)
tahun 1988. Sistem ini mengkategorikan anomali duktus mulleri
berdasarkan kelainan uterus mayor. Pada klasifikasi ini didapatkan
7 kategori yaitu : kelas I agenesis atau hipoplasi segmental atau
komplet, kelas II adalah uterus unicornu dengan atau tanpa tanduk
rudimenter, kelas III berupa uterus didelfis, kelas IV terdiri atas
uterus bicornu komplet atau parsial, kelas V adalah uterus bersepta
komplet atau parsial, kelas VI adalah uterus arcuatus dan kelas VII
adalah abnormalitas yang berhubungan dengan dietilstilbestrol.
Pada pasien ini dari hasil USG dan MRI tidak ditemukan uterus,
adneksa dan vagina. Kasus ini termasuk dalam anomali duktus
mulleri kelas I menurut AFS. Sindrom MRKH termasuk contoh
yang paling banyak dikenal dari kategori ini.16
26

Gambar 13. Sistem klasifikasi anomali duktus Mulleri oleh American


Fertility Society
Perkembangan ginjal dan saluran urologi juga sangat
berhubungan dengan perkembangan saluran genitalia. Ureter,
kaliks ginjal dan collecting tubules terbentuk dari ureterel bud
yang berasal dari duktus mesonefros dan akhirnya menginduksi
terbentuknya ginjal. Proses pembentukan ini sangat dipengaruhi
oleh perkembangan normal atau abnormal dari duktus mulleri.
Oleh karena itu, pada kelainan dari duktus mulleri juga sering
ditemukan kelainan dari ginjal, seperti agenesis, ektopik,
dysplasia, dan duplikasi.
27

Gambar 14. Perkembangan ureter bud (Mosbah, 2008).


Fore dkk (1975) melaporkan 47% pasien disertai kelainan
saluran kemih. Pada penelitian lian, hampir sepertiga pasien
agenesis vagina lengkap didapatkan agenesis renal unilateral
(ARU), ginjal di pelvis, ginjal tapal kuda, hidronefrosis,
hidroureter dan berbagai kelainan duplikasi ureter. Pada agenesis
vaginal yang parsial, juga didapatkan kelainan saluran ureter. Pada
agenesis vagina yang parsial, juga didapatkan kelainan saluran
kemih yang bermakna, akan tetapi lebih banyak kelainan minor.
Proses embriologis terbentuknya uterus yang berjalan
abnormal maka akan ditemukan kelainan-kelainan akibat proses
kelainan perkembangan pada salah satu duktus mulleri, kelainan
fusi, dan resorbsi dari septa. Pada vagina bisa didapatkan kelainan-
kelainan berupa tidak terbentuknya vagina itu sendiri, atau
kelainan akibat abnormalitas proses fusi bulbus sinovaginalis,
proliferasi dan kanalisasi dari rongga vagina. Kelainan pada uterus
dan vagina ini dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik atau
dengan alat penunjang berupa ultrasonografi dan MRI.
Salah satu penentu keberhasilan proses pembentukan genitalia
wanita ini adalah gen Wnt4 dan faktor transkripsi gen homeobox
(Hox). Gen Wnt4, yang termasuk dalam golongan gen Wnt, adalah
28

gen yang meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel dan


jaringan pada masa embriogenesis. Protein Wnt4 disekresikan oleh
epitel permukaan duktus mulleri dan ovarium, dan menginduksi
perkembangan dujtus mulleri. Protein ini juga penting untuk
perkembangan ginjal normal dimana pada tikus tanpa protein
Wnt4 aka mengalami kematian setelah melahirkan
Faktor transkripsi homeobox (Hox) 9, 10, 11 dan 13 penting
adanya untuk perkembangan uterus dan vagina. Abnormalitas gen
yang mengekspresikan faktor-faktor ini akan menyebabkan atresia
uterus dan vagina. Pada kasus-kasus malformasi mulleri juga
ditemukan adanya mutasi gen TCF2. Pada kasus ini didapatkan
agenesis uterus, vagina dan anomali ginjal namun karena
keterbatasan bahan dan biaya maka untuk mengetahui apakah
didapatkan mutasi gen Wnt4, TCF2 atau homeobox belum dapat
diperiksa pada pasien ini.

Gambar 15. Perkembangan gonad secara embriologis dan gen-gen yang


berperan didalamnya
29

Diagnosis banding sindrom MRKH adalah semua pasien


dengan kelainan agenesis vagina. Sindrom ini dapat dibedakan
dengan sindrom Feminisasi Testikular dari karyotipe dan
gonadnya. Penegakan diagnosa karyotiping untuk menentukan
genotip pada pasien ini merupakan pemeriksaan yang sangat
khusus dan tidak selalu tersedia pada setiap rumah sakit / fasilitas
laboratorium disuatu daerah. Disamping itu pemeriksaan ini harus
dikerjakan oleh tenaga ahli dan memerlukan biaya yang relatif
mahal.16
Indikasi dilakukannya analisa kromosom adalah pada:
a. Secara klinis curiga kelainan kromosom,seperti pada sindroma
down
b. Dua atau lebih mal formasi primer
c. Genetalia ambigu
d. Retardasi mental atau lambat kembang pada anak dismorfik
atau dengan kelainan fisik multipel
e. Orang tua dan anak dari pasien translokasi , delesi, duplikasi
kromosom
f. Intra uterine fetal death (IUFD) dengan malformasi atau tanpa
sebab kematian yang jelas
g. Wanita pendek prporsional dengan amenore primer
h. Pria dengan testis kecil dan signifikan ginekomasti (Jorde dkk,
1999)
Cara pemeriksaan genetic :
1. Sothern Blot Analysis : analisa area spesifik DNA pada
fragmen yang telah diseparasi secara elektroforesis. Jel
elektroforesis ditaruh dikertas filter tebal dengan ujung
dilarutkan berkadar garam tinggi. Diatas jel ditaruh membran
nitroselulosa dan handuk kertas. Dengan elektroforesa larutan
garam mengandung DNA terserap membran selulosa ke atas
menurut hukum kapiler sesuai dengan besarnya fragmen basa
30

protein. Lalu dilakukan hibridasi dengan probe pengenal DNA


yang diidentifikasi secara kalorimetrik atau radiologis dengan
mencetaknya pada film ronsen. Teknik ini untuk mendeteksi
mutasi ukran besar.
2. Northern Blot Analysis : ekstrak RNA yang diseparasi secara
elektroforesis, pada membran selulosa, dikenali dengan probe
DNA. Metode ini untuk mengenali ekspresi gen oleh RNA
tertentu.
3. Western Blot Analysis : separasi protein dengan elektroforesis
dilanjutkan hibridasi identifikasi memakai antibodi, dengan
tujuan menguji ekspresi gen.
4. Fluorescence In Situ Hibridization (FISH) : pemetaan fisik
lokasi DNA atau RNA suatu kromosom fase metafase pada
membran selulosa setelah elektroforesis Southern Blot dengan
memakai probe clone DNA atau RNA berlabel markA
fluorescen, yang nampak berpendar fluorescen.
5. Polymerase Chain Reaction (PCR) : tehnik amplifikasi area
fragmen DNA kecil sehingga jumlahnya menjadi cukup
banyak untuk bisa dielektroforesis dan blot. Sequence DNA
dikenali dengan memakai primer oligonucleotida yang terdiri
dari 15-20 pasang basa DNA. Tehnik ini bisa mengenali gen,
DNA fragmen kecil dan mikroba hanya dengan jumlah sampel
darah sedikit.
6. DNA Sequencing : menemukan gen tunggal atau mutasi kecil
pada fragmen DNA dengan probe protein komplementer DNA
penunjuk intron dan exon, atau dengan probe oligonucleotida
penunjuk sequence asam amino produk protein. 16
e. Terapi
Kasus ini merupakan kasus tidak terbentuknya uterus dan vagina.
Kondisi agenesis uterus tidak dapat dilakukan tindakan untuk
fertilitasnya sedangkan kondisi agenesis vagina diperlukan tindakan
31

neovaginasi dengan syarat bila pasien akan menikah dan menjadi


seksual aktif. Pada pasien ini masih belum ada rencana untuk
menikah, sehingga tindakan untuk pembuatan neovagina belum
diperlukan.
Ada beberapa cara untuk membuat neovagina yaitu cara
pembedahan dan non pembedahan. Cara non pembedahan yang paling
sering dilakukan adalah metode dilatasi oleh Frank. Dilator, yang
disebut Hegar candles, pertama kali dipasang oleh dokter kemudian
setiap hari oleh pasien sendiri, selama 20 menit pada perineum. Proses
ini kira-kira berlangsung 6 minggu sampai beberapa bulan.
Keberhasilan mencapai 78-92%. Beberapa literatur menyarankan
penggunaan metode Frank ini sebagai tindakan lini pertama.19
Cara pembedahan meliputi beberapa metode dan hingga saat ini
belum ada konsensus mengenai cara mana yang dianggap terbaik.
Beberapa metode yang dapat dipakai adalah :
a. Abbe-McIndoe : diseksi daerah antara rektum dan vescia urinaria,
lalu alat yang telah dilapisi skin graft diletakkan pada ruang
tersebut.
b. Vechietty : dilatasi dilakukan dengan alat traksi yang ditempelkan
pada abdomen, difiksasi pada subperitoneal dengan tindakan
laparotomi atau laparoskopi.
c. Sigmoidal colpoplasty : neovagina dilakukan dengan melakukan
graft dari segmen panjang sigmoid, sekitar 12-18cm.
d. Davydov : neovagina dilakukan dengan incisi neovaginal space
secara tumpul dari tempat yang akan dibuat menjadi vagina atau
membuka daerah rektovesika dengan bantuan laparoskopi.
Kemudian peritoneum ditarik dan dijahitkan pada dinding vagina
baru dan ‘atap’ vagina dibuat dengan menjahitkan lapisan serosa
usus besar . 19

Anda mungkin juga menyukai