Anda di halaman 1dari 7

SOSIOLOGI KORUPSI

TUGAS KELOMPOK:
“ANALISIS KASUS TINDAKAN MEMBERI UANG ATAU TIPS
KEPADA PENGURUS RT/RW, PETUGAS KELURAHAN UNTUK
MENGURUS KTP/KK”

Dosen Penampu:
Dra. Linda Elida, M.Si

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3

1. Putri Mawaddah Lubis (180901008)


2. Maretha Livensia (180901038)
3. Angelita Pasaribu (180901043)
4. Shafadilla Ajeng Sucita (180901044)
5. Anggun Indah P. Sari (180901052)
6. Jesica Febriyanti (180901058)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
A. PENDAHULUAN

Korupsi dalam lingkungan pejabat publik terutama penguasa bukanlah hal baru
dam korupsi bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Tanpa disadari, korupsi
muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti
memberi hadiah kepada pejabat/pegawai Negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa
sebuah pelayanan (KPK, 2006: 1). Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa,
dengan dalih “sudah sesuai prosedur”. Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut,
sebaliknyamemamerkan hasil korupsinya secara demonstratif.

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial


dan hak hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi
digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi
kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya
tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi dibutuhkan “cara-cara yang luar biasa”
(extra-ordinary crimes) dan secara internasional telah diakui sebagai salah satu
jenis transnational organized crime. Ia ada dan tumbuh seiring laju peradaban manusia. 

Korupsi muncul karena laku manusia yang menyimpang akibat syahwat


materi yang tak pernah terpuaskan. Hal inilah yang menyebabkan korupsi sulit
diberantas. Menurut Abraham Samad, manusia dan korupsi adalah dua senyawa yang
sulit dipisahkan. Berasal dari satu sifat kekal manusia, yaitu keserakahan.

Di samping itu, korupsi juga terbukti telah melemahkan kemampuan


pemerintahan untuk memberikan pelayanan-pelayanan dasar, memperlebar jurang
ketaksetaraan dan ketakadilan, serta dapat berdampak pada pengurangan masuknya
bantuan luar negeri dan investasi asing. Korupsi menjadi unsur penting yang
menyebabkan ekonomi kurang berkinerja sekaligus sebagai rintangan utama dalam
pengentasan kemiskinan dan pembangunan.
B. PEMBAHASAN

Korupsi dan Koruptif

Korupsi bisa muncul dalam banyak bentuk dan membentang dari soal sepele
sampai soal yang amat besar. Korupsi dapat menyangkut penyalahgunaan instrumen-
instrumen kebijakan, tarif dan kredit, sistem irigasi dan kebijakan perumahan,
penegakan hukum dan peraturan yang menyangkut keamanan umum, pelaksanaan
kontrak, pengembalian pinjaman atau menyangkut prosedur-prosedur sederhana, seperti
pengurusan Kartu Tanda Penduduk (Klitgard, 1998).

Perbuatan korupsi dikelompokkan ke dalam 7 jenis tindak pidana korupsi yaitu


perbuatan merugikan keuangan Negara, menyalahgunakaan jabatan, suap-menyuap ,
penggelapan dalam jabatan, pemerasan, konflik kepentingan, korupsi yang berhubungan
dengan kecurangan , dan gratifikasi. Ke tujuh perbuatan tersebut lah yang dapat
dikenakan sanksi pidana seperti yang tertuang dalam uu tipikor. Misalnya, mencontek,
plagiarisme, berbohong, mencurangi, buang sampah sembarangan, memberi uang
pelicin dalam hal pelayanan publik seperti KTP dan SIM, dan tidak tepat waktu.

Perilaku koruptif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap, tindakan,
dan pengetahuan seseorang yang menjebakkan dirinya pada kegiatan korupsi. Apa saja
yang termasuk kedalam perilaku koruptif? Dalam peraturan perundang-undangan
memang tidak ada rumusan mengenai apa itu perilaku koruptif. Namun perilaku sehari-
hari yang merugikan orang lain termasuk kedalamnya. Di dalam Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi (uu tipikor) hanya mengatur mengenai perbuatan apa saja yang
termasuk perbuatan korupsi.

Seringkali perilaku koruptif dianggap sebagai hal yang wajar untuk dilakukan
dan telah membudaya dalam masyarakat. Persepsi yang sudah tertanam di dalam
masyarakat bahwa korupsi hanya apa yang diatur di dalam uu tipikor. Namun, korupsi
bukanlah budaya. Karena budaya adalah nilai budi baik yang sudah tertanam. Perlu kita
cermati bersama. Perilaku koruptif dapat menjadi tombak awal lahirnya pelaku-pelaku
perbuatan korupsi. Jika perilaku-perilaku ini terus dimaklumi dan dibiarkan menjamur
dalam kehidupam masyarakat maka korupsi akan terus ada dan pelaku korupsi terus
bertambah.
Kasus:

Memberi uang atau tips kepada pengurus RT/RW, petugas kelurahan saat mengurus
KTP/KK dan lain-lain.

1) Tindakan warga masyarakat yang memberi tips kepada pengurus RT/RW atau
petugas kelurahan maksudnya untuk mempercepat proses pengurusan surat-surat
keterangan yang diperlukan.
2) Pengurus RT/RW atau petugas kelurahan tidak pernah menerapkan tarif untuk setiap
pembuatan surat keterangan.
3) Uang tips yang terkumpul akan digunakan untuk kepentingan warga.

Apakah termasuk tindakan KORUPSI atau KORUPTIF?

Analisis:

Menurut kelompok kami, tindakan pemberian tips untuk mempercepat proses


pengurusan surat-surat keterangan kependudukan seperti KTP/KK merupakan tindakan
KORUPTIF. Karena tindakan tersebut sudah termasuk sebuah sikap, tindakan atau
perbuatan yang mengarah pada kegiatan korupsi. Artinya, setiap bentuk tindakan yang
disebut koruptif bersifat korupsi.

Pada opsi ke-1, Peristiwa dalam kasus tersebut mungkin sudah tidak asing bagi
kita dan bahkan tindakan koruptif tersebut sudah dianggap wajar di masyarakat. Hal itu
karena tidak adanya larangan atau tindakan tegas dari pihak RT/RW, dan pengurus
kelurahan serta sebagian masyarakat yang sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa selain
membiarkannya. Masyarakat bisa menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar karena
sudah seringnya tindakan pemberian tips saat pengurusan surat atau dokumen
kependudukan. Jadi, bukan rahasia lagi bila berurusan dengan pengurus RT dan instansi
kelurahan, masyarakat seringkali menyiapkan beberapa lembar uang  (suap) untuk
instansi pemerintahan terkecil itu agar proses pengurusan surat menyurat dapat
dilancarkan.

Pada opsi ke-2, disebutkan bahwa pihak RT/RW maupun petugas kelurahan
tidak menerapkan tarif dalam pengurusan surat keterangan. Itulah kebijakan seharusnya
yang diterapkan. Sebenarnya, pembuatan sejumlah dokumen Kependudukan seperti
Kartu Tanda Penduduk ( KTP), Kartu Keluarga ( KK) tidak dipungut biaya sama sekali
alias gratis. Akan tetapi, banyak masyarakat yang sepertinya "terwajibkan" memberikan
uang/tips seikhlasnya sebagai tanda terimakasih atau isitilah lainnya sebagai “uang
terima kasih”. Namun kenyataan yang sebenarnya yang kita ketahui bahwa jika
dilakukannya pemberian uang/tips tersebut merupakan suatu cara untuk mempercepat
proses penyelesaian pembuatan surat/dokumen kependudukan. Jadi bukan hanya
sekedar pemberian tips secara cuma-cuma, tetapi ada maksud lain.

Sementara pada opsi ke-3 yang menyatakan uang tips yang terkumpul akan
digunakan untuk kepentingan warga, justru menimbulkan pertanyaan “Kepentingan
warga yang mana dan seperti apa yang dimaksudkan dengan menggunakan hasil
kumpulan uang/tips tersebut?”. Jika untuk kepentingan sosial warga atau masyarakat,
maka sumber dananya bukanlah dari hasil kumpulan uang atau tips tersebut melainkan
bersumber dari pemerintah daerah atau pun pemerintah pusat.

Karena bagaimanapun tidak dibenarkan adanya pengutipan uang ataupun


pemberian uang dalam proses kepengurusan pembuatan surat keterangan atau dokumen
kependudukan sepeerti KTP/KK, jelas di atur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk),  e-KTP berlaku seumur hidup,
dan pengurusannya  tidak dipungut biaya alias gratis.

Seperti yang tertuang dalam BAB IXA tentang Pendanaan UU perubahan atas
nomor 26/2006 pasal 87A "Pendanaan penyelengaraan program dan kegiatan
administrasi kependudukan dianggarkan dalam anaggaran pendapatan dan belanja
negara, Adapun pendanaan penyelengaraan program dan kegiatan administrasi
kependudukan di daerah, sesuai pasal 87B, dianggarkan melalui dana dekonsentrasi dan
dana tugas pembantuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanga-undangan.

Secara umum sebenarnya masyarakat tidak ingin memberikan apa pun setiap
mengurus sesuatu di kantor pemerintah, hanya saja karena telah mengetahui sebagian
lainnya memberikan uang atau tips dan mendengar bahwa jika itu dilakukan maka
urusan akan cepat selesai, jika tidak maka bersiap-siap menunggu dalam jangka waktu
yang tidak diketahui. Alhasil warga yang semula tidak ingin memberi terpaksa harus
melakukan hal yang sama. Praktek kegiatan ini semakin lama menjadi suatu kewajiban
terselubung karena justru kita sendiri sebagai anggota masyarakat yang membentuk
budaya “memberi” kepada petugas di instansi yang disebut sebagai tindakan
KORUPTIF yang kemudian akan memicu tindakan KORUPSI.

Menurut Glendoh (1997) korupsi dapat berpenampilan dalam berbagai bentuk


seperti uang pelancar atau uang pelicin yaitu bahwa uang pelancar sering timbul karena
tata cara kerja dan kebiasaan dalam kantor-kantor pemerintah sangat berbelit-belit dan
lambat sehingga keinginan untuk menghindari kelambatan ini merangsang tumbuhnya
kebiasaan-kebiasaan yang tidak jujur. Uang pelicin adalah bentuk korupsi yang sudah
umum terutama dalam hubungan dengan hal-hal pemberian surat keterangan, surat izin
dan sebagainya.

Hal tersebut dapat terkategori pasif jika seseorang atau kelompok, terutama yang
memiliki jabatan atau kewenangan yang melekat dengan jabatan tersebut, pegawai
negeri atau penyelenggara negara, menerima pemberian, janji, hadiah, suap atau
gratifikasi karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya. Maka dari itu, secara tidak langsung masyarakatlah
yang menciptakan diskriminasi pelayanan publik khususnya dalam hal kepengurusan
surat/dokummen kependudukan seperti contoh kasus di atas.

Berdasarkan hasil Survei Perilaku Anti-Korupsi (SPAK) yang dirilis oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2016, hanya 62,28 persen masyarakat yang menilai
pemberian uang pelicin untuk urusan administrasi tersebut merupakan hal tidak wajar.
Hal tersebut berarti ada hampir 40 persen masyarakat menilainya sebagai perilaku yang
wajar untuk dilakukan (Kompas, 2016).

Untuk tingkat pelaku korupsi, temuan Indonesia Corruption Watch (ICW)


menempatkan aparatur sipil negara sebagai aktor yang paling banyak terjerat kasus
korupsi pada 2010-2016. Setidaknya sekitar 3.417 aparatur sipil negara (ASN)
ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di sejumlah daerah.

Sementara unutk tingkat korupsi di Inonesia, laporan The Global


Competitiveness Report 2016-2017 yang dirilis oleh Forum Ekonomi Dunia
menyatakan Indonesia menempati peringkat ke-41 dari 138 negara. Diketahui bahwa
Indonesia berada di bawah negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Laporan tersebut menyatakan, permasalahan korupsi dan inefisiensi birokrasi menjadi
salah satu kendala paling besar dalam melakukan usaha di Indonesia yang membuat
para pengusaha harus menambah biaya untuk memperlancar birokrasi yang terlalu
rumit (Kompas, 2017).

C. PENUTUP

Kesimpulan:

Perilaku koruptif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap, tindakan,
dan pengetahuan seseorang yang menjebakkan dirinya pada kegiatan korupsi. Termasuk
salah satunya tindakan memberi uang atau tips kepada pengurus kelurahan saat
mengurus KTP/KK, tentunya dengan alasan untuk mempercepat pengurusan. Hal yang
sudah dianggap wajar untuk dilakukan dan telah membudaya dalam masyarakat.
Dimana persepsi yang sudah tertanam di dalam masyarakat bahwa korupsi hanya apa
yang diatur di dalam UU tindak pidana korupsi. Namun, korupsi bukanlah budaya.
Karena budaya adalah nilai budi baik yang sudah tertanam. Perlu kita cermati bersama.
Perilaku koruptif dapat menjadi tombak awal lahirnya pelaku-pelaku perbuatan korupsi.
Banyaknya kasus korupsi yang terjadi ialah akibat dari minimnya penerus bangsa yang
berintegritas dan memiliki semangat anti korupsi. dengan mempelajari sosiologi korupsi
yang tentunya berkaitan dengan struktur maupun nilai-nilai sosial dalam hubungannya
dengan perilaku atau tindakan korupsi, yang diharapkan adanya perubahan dan
transformasi serta strategi sosial menuju masyarakat bebas korupsi.

Sumber Referensi:

https://www.kominfo.go.id/content/detail/3574/sudah-gratis-mendagri-ajak-masyarakat-
awasi-pembuatan-e-ktp/0/berita
https://nasional.kompas.com/read/2017/04/07/17595581/kegagalan.reformasi.birokrasi?
page=all
https://nasional.kompas.com/read/2016/02/22/15204551/
Ini.Perilaku.Koruptif.yang.Biasa.Terjadi.di.Lingkungan.Masyarakat?page=1
http://repository.ut.ac.id/4626/2/SOSI4407-M1.pdf

https://osf.io/6mgcd/download

Anda mungkin juga menyukai