Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH GIZI DAN DIET

PENGANTAR KONSEP DASAR GIZI DAN DIET

DISUSUN OLEH :

MIRA FEBRI ANEL

(PO72201211720 )

Dosen Pengajar :

Zulya Erda, STp.,Msi

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLTEKES KEMENKES TANJUNGPINANG

TAHUN 2022
PEMBAHASAN

1.1 Sejarah perkembangan gizi dan diet

Gizi dari segi bahasa memiliki beberapa makna. Nutrition dari kata nutr menjadi
nurture yang memiliki makna pemberian makan yang baik. Dalam bahasa arab disebut
dengan ghiza yang artinya adalah makanan menyehatkan. Dari beberapa arti kata
tersebut didapatkan pengertian ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari makanan serta
hubungannya dengan kesehatan individu.

Sedangkan makna zat gizi adalah ikatan kimia yang menghasilkan energi
pembangun dan pemeliharaan jaringan di dalam tubuh serta pengatur proses
kehidupan. Setiap manusia pasti memiliki status gizi tubuhnya masing - masing, status
gizi sendiri artinya adalah keadaan tubuh individu masing - masing setelah
mengkonsumsi makanan. Makanan, pangan, dan juga bahan makanan memiliki makna
yang berbeda - beda. Makanan adalah bahan non obat yang mengandung gizi ataupun
ikatan kimia yang akan diubah oleh setiap tubuh penerimanya menjadi zat gizi untuk
tubuh. Pangan memeiliki arti yaitu Semua bahan yang dijadikan makanan atau
dikonsumsi, termasuk obat dan makanan. Sedangkan untuk bahan makanan sendiri
artinya adalah bahan baku mentah yang digunakan untuk membuat masakan atau
makanan.

Gizi hadir pertama kali pada era gizi pangan yang ditandai dengan adanya
penemuan bahwa didalam makanan dan minuman terdapat zat yang mencegah adanya
rasa lapar dan haus yang memiliki manfaat untuk tubuh. Pada tahun 480 sebelum
masehi kesehatan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu sistem tubuh dan eksternal yaitu
ekologi. Pada tahun 1535 ditemukan penyakit scurvy pada pelaut prancis yang
kemudian bisa disembuhkan dengan konsumsi jus spruce needles. Pada tahun 1747
ditemukan bahwa vitamin c dapat menyembuhkan penyakit scurvy.

Gizi berkembang pada era gizi makro, dimana ada hasil penelitian bahwa zat
kimia dan biokimia pangan yang dikonsumsi dapat menghasilkan energi, karbohidrat,
lemak dan protein. Tahun 1785 Pembuktian oleh Antonie Lavoiser bahwa tubuh
manusia mendapat O2 atau oksigen dari udara sebagai proses metabolisme dan
kemudian menghasilkan energi, CO2, H2O. CO2 dan O2 yang dihasilkan dan digunakan
ada hubungannya dengan jumlah makanan yang dimakan dan juga aktivitas fisik yang
dilakukan. Gizi semakin meluas pada Era Gizi Mikro yaitu pada awal abad 20. Tahun
1912 ada penggunaan kata vitamin dan uji klinis bagi manusia. Tahun 1917 ada
pemanfaatan suplementasi yodium di anak - anak sekolah Ohio dan menghasilkan
peristiwa awal mula penelitian atau analisis tentang mineral. 1945 ditemukan sintesis
vitamin B9.

Adapula era gizi molekuler yaitu dimana ditemukannya hubungan antara gizi,
kimia dan biologi. Tahun 1995 seorang peneliti yaitu Eagle menemukan fakta bahwa sel
membutuhkan beragam zat gizi. Pada Tahun 1951 hingga 1955 penelitian struktur
protein dan pengurutan asam amino insulin. Ditandai juga dengan kejadian tahun 1950
an yaitu ditemukan aktivitas dan fungsi mitokondria sebagai pembangkit energi.

Era selanjutnya yaitu Era nutrigenetik dan nutrigenomik, penelitian pemetaan


genom manusia pada tahun 1998 sampai 2005 yaitu nutrigenetik dan nutrigenomik.

Nutrigenetik adalah hubungan respon atau ekspresi gen dengan diet, zat gizi, komponen
bioaktif pangan kemudian menghasilkan variasi genetik yang merespon zat gizi secara
spesifik. Sedangkan nutrigenomik adalah hubungan efek atau variasi diet, zat gizi atau
komponen bioaktif pangan dengan ekspresi gen, bagaimana zat gizi mempengaruhi gen
sehingga reversible.

Era yang terakhir adalah era gizi holistik, ditandai dengan ekspresi yang
mementingkan pendekatan multidisiplin, multisektor, multi stake holder, contohnya yaitu
scalling up nutrition atau gerakan seribu hari pertama kehidupan atau 1000 HPK. Ada
program gizi sensitif yang meliputi pertanian, fortifikasi pangan, air bersih, sanitasi
lingkungan, entas kemiskinan, jaminan sosial, dan masih banyak lagi. Gizi holistik adalah
pendekatan modern secara alami untuk menciptakan dan meralisasikan gizi sehat dan
baik dengan memfokuskan pada tubuh individu dan lingkungan mereka.
1.2 Masalah gizi di indonesia

Dari berbagai sumber data, perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat


dikelompokkan menjadi 3, yaitu: Masalah gizi yang secara public health sudah
terkendali; Masalah yang belum dapat diselesaikan (un-finished); dan Masalah gizi
yang sudah meningkat dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging).
Masalah gizi lain yang juga mulai teridentifikasi dan perlu diperhatikan adalah
defisiensi vitamin D.

demikian disampaikan Menkes RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, saat
memaparkan “Arah Kebijakan Pembangunan Gizi di Indonesia”, pada kegiatan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ke X tahun 2012 di Jakarta (20/11). Dalam
paparannya, Menkes menyatakan bahwa ada tiga masalah gizi yang sudah dapat
dikendalikan, yaitu Kekurangan Vitamin A pada anak Balita, Gangguan Akibat
Kurang Iodium dan Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun.

Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah


dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin
A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A.
Dua survei terakhir tahun 2007 dan 2011 menunjukkan, secara nasional proporsi
anak dengan serum retinol kurang dari 20 ug sudah di bawah batas masalah
kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A secara nasional tidak
menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Penanggulangan GAKI dilakukan sejak tahun 1994 dengan mewajibkan semua


garam yang beredar harus mengandung iodium sekurangnya 30 ppm. Data status
Iodium pada anak sekolah sebagai indikator gangguan akibat kurang Iodium selama
10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang konsisten. Median Ekskresi Iodium dalam
Urin (EIU) dari tiga survai terakhir berkisar antara 200-230 µg/L, dan proporsi anak
dengan EIU <100 µg/L di bawah 20%. Secara nasional masalah gangguan akibat
kekurangan Iodium tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Masalah gizi
ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah anemia gizi pada anak 2-5 tahun.
Prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni 51,5% (1995) menjadi
25,0% (2006) dan 17,6% (2011).

Selanjutnya, Menkes menjelaskan bahwa masalah gizi yang belum selesai


adalah masalah gizi kurang dan pendek (stunting). Pada tahun 2010 prevalensi
anak stunting 35.6 %, artinya 1 diantara tiga anak kita kemungkinan besar pendek.
Sementara prevalensi gizi kurang telah turun dari 31% (1989), menjadi 17.9%
(2010). Dengan capaian ini target MDGs sasaran 1 yaitu menurunnya prevalensi
gizi kurang menjadi 15.5% pada tahun 2015 diperkirakan dapat dicapai.

“Disparitas masalah gizi kurang menurut propinsi sangat lebar. Beberapa


propinsi mengalami kemajuan pesat dan prevalensinya sudah relatif rendah, tetapi
beberapa propinsi lain prevalensi gizi kurang masih sangat tinggi”, kata Menkes.
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 mengungkapkan bahwa faktor pengetahuan,
perilaku masyarakat sangat berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang di
masyarakat. Data lain menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang juga dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan

Sementara itu, masalah gizi yang mengancam kesehatan masyarakat


(emerging) adalah gizi lebih. Hal ini merupakan masalah baru selama beberapa
tahun terakhir, yang menunjukkan kenaikan. Prevalensi gizi lebih, baik pada
kelompok anak-anak maupun dewasa meningkat hampir satu persen setiap tahun.
Prevalensi gizi lebih pada anak-anak dan dewasa, masing-masing 14,4% (2007)
dan 21,7% (2010). Di samping itu, Menkes menyebutkan bahwa secara umum pola
konsumsi pangan masih belum mencerminkan pola makan yang sesuai dengan
pedoman gizi seimbang. Karakteristik pola konsumsi pangan masyarakat (Susenas,
2011), antara lain: Konsumsi kelompok minyak dan lemak, sudah diatas anjuran
kecukupan; Konsumsi sayur/buah baru mencapai 63,3%; Konsumsi pangan hewani
62,1%; Konsumi kacang-kacangan 54%; Konsumsi umbi-umbian 35,8%; dan
Kontribusi pangan olahan dalam pola makan sehari-hari sudah tinggi.

“Pola makan pangan yang tidak seimbang merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit degeneratif”, tandas Menkes
1.3 Definisi gizi dan dan diet

Istilah gizi berasal dari bahasa Arab giza yang berarti zat makanan, dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat
gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi. Pengertian lebih luas bahwa gizi diartikan
sebagai proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme,
dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga. (Djoko Pekik Irianto,
2006:

Diet berasal dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara hidup. Definisi diet
menurut tim kedokteran EGC tahun 1994 (dalam Hartantri, 1998) adalah kebiasaan
yang diperbolehkan dalam hal makanan dan minuman yang dimakan oleh
seseorang dari hari ke hari, terutama yang khusus dirancang untuk mencapai tujuan
dan memasukkan atau mengeluarkan bahan makanan tertentu. Manurung (dalam
Wulandari, 2000) mengemukakan bahwa perubahan perilaku adalah hal pertama
yang harus dilakukan bagi mereka yang ingin menurunkan berat badannya.
Langkah selanjutnya dapat berupa aktivitas fisik (olahraga) dan diet yang sehat,
yaitu diet yang menyeimbangkan antara kebutuhan hidrat arang, protein , vitamin ,
air dan mineral. Masukan makanan harus selalu cukup untuk mensuplai kebutuhan
metabolisme tubuh dan tidak cukup menimbulkan obesitas (kegemukan) karena
makanan yang beragam mengandung berbagai bagian protein - karbohidrat dan
lemak. Keseimbangan metabolisme tubuh dapat disuplai dengan bahan yang
dibutuhkan (Guyton, 1992).

Berdasarkan pengertian tentang diet di atas, dapat dikatakan bahwa perilaku diet
merupakan bagian dari pola makan. Pola makan di sini khususnya adalah perilaku
makan pada setiap individu yang jelas berbeda. Perilaku ini merupakan salah satu
penentu tingkat kesehatan seseorang. Perilaku diet adalah perilaku yang berusaha
membatasi jumlah asupan makanan dan minuman yang jumlahnya diperhitungkan
untuk tujuan tertentu. Tujuan diet sendiri bermacam-macam hanya tampaknya
sebagian besar masyarakat mengasosiasikan diet sebagai penurunan berat badan.
Perilaku diet yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditempuh
individu untuk memodifikasi jumlah asupan makanan dengan tujuan menurunkan
berat badan. Program diet kini tidak lagi hanya menjadi proyek rumah sakit, namun
juga merambah pada pusat kebugaran dan salon kecantikan. Dengan banyaknya
tawaran program sulit bagi konsumen untuk menentukan program terbaik.

1.4 zat gizi

Pengertian Zat Gizi

Definisi zat gizi adalah zat kimia yang dapat digunakan oleh organisme untuk
mempertahankan kegiatan metabolisme tubuhnya. Kegiatan metabolisme pada
manusia dan hewan lainnya termasuk penyediaan energi, pertumbuhan,
pembaruan jaringan, dan reproduksi. Beberapa bahan kimia yang berperan sebagai
zat gizi adalah karbohidrat, protein, asam lemak, vitamin dan mineral. Bahan kimia
seperti serat makanan dan metabolit sekunder tanaman merupakan bagian dari
makanan tetapi tidak diklasifikasikan sebagai zat gizi. Zat gizi adalah senyawa dari
makanan yang digunakan tubuh untuk fungsi fisiologis normal. Definisi yang luas ini
mencakup senyawa yang digunakan langsung untuk produksi energi yang
membantu dalam metabolisme (koenzim), untuk membangun struktur tubuh atau
untuk membantu dalam sel tertentu. Suatu zat gizi sangat penting untuk organisme
dalam kelangsungan siklus hidup dan terlibat dalam fungsi organisme Dalam
pengelompokannya, zat gizi dibagi berdasarkan fungsi dan jumlah yang dibutuhkan.
Berdasarkan fungsinya zat gizi

digolongkan kedalam “Triguna Makanan”. yaitu sebagai berikut:

1) Sumber zat tenaga, yaitu padi-padian dan umbi-umbian serta tepung-tepungan,


seperti beras, jagung, ubi-ubian, kentang, sagu, roti, dan makanan yang
mengandung sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.

2) Sumber zat pengatur, yaitu sayuran dan buah-buahan. Zat pengatur


mengandung berbagai vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan
bekerjanya fungsi organ tubuh.

3) Sumber zat pembangun, yaitu kacang-kacangan, makanan hewani, dan hasil


olahannya. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari nabati adalah
kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Sedangkan makanan sumber zat pembangun
yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu, serta hasil
olahannya. Zat pembangun berperan sangat penting untuK pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan seseorang .Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh
tubuh, zat gizi terbagi ke dalam dua golongan, yaitu sebagai berikut:

1) Zat Gizi Makro adalah makanan utama yang membina tubuh dan memberi energi.
Zat gizi makro dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram (g). Zat gizi
makro terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein.

2) Zat Gizi Mikro adalah komponen yang diperlukan agar zat gizi makro dapat
berfungsi dengan baik. Zat gizi mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil atau sedikit,
tetapi ada di dalam makanan. Zat gizi mikro terdiri atas mineral dan vitamin. Zat gizi
mikro menggunakan satuan miligram (mg) untuk sebagian besar mineral

dan vitamin1

b. Klasifikasi Zat Gizi

Dalam ilmu gizi dikenal lima macam zat gizi, yaitu karbohidrat,

lemak, protein, mineral dan vitamin.

1) Karbohidrat

Karbobidrat merupakan zat gizi makro yang meliputi gula, pati dan serat. Gula dan
pati memasok energi berupa glukosa, yaitu sumber energi utama untuk sel-sel
darah merah, otak, sistem saraf pusat, plasenta dan janin. Glukosa dapat pula
disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan otot, atau diubah menjadi lemak
tubuh ketika energi dalam tubuh berlebih. Gula tergolong jenis karbohidrat yang
cepat dicerna dan diserap dalam aliran darah sehingga dapat langsung digunakan
tubuh sebagai energi. Pati termasuk jenis karbohidrat yang lama dicerna dan
diserap darah, karena perlu dipecah dulu oleh enzim pencernaan menjadi gula,
sebelum dapat digunakan tubuh sebagai energi, tetapi ada beberapa jenis pati yang
tahan terhadap enzim pencernaan.

2) Protein

Protein merupakan komponen struktur utama seluruh sel tubuh dan berfungsi
sebagai enzim, hormon, dan molekul-molekul penting lain. Protein dikenal sebagai
zat gizi yang unik sebab menyediakan asam-asam amino esensial untuk
membangun sel-sel tubuh maupun sumber energi. Karena menyediakan "bahan
baku" untuk membangun tubuh, protein disebut zat pembangun. Protein terbentuk
dari asam-asam amino dan bila asamasam amino tersebut tidak berada dalam
keseimbangan yang tepat, kemampuan tubuh untuk menggunakan protein akan
terpengaruh. Jika asam-asam amino yang dibutuhkan ntuk sintesis protein terbatas,
tubuh dapat memecah protein tubuh untuk memperoleh asam-asam amino yan
dibutuhkan. Kekurangan protein memengaruhi seluruh organ dan terutama selama
tumbuh kembang sehingga asupan protein kualitas tinggi yang memadai untuk
kesehatan. Kualitas protein sangat bervariasi dan tergantung pada komposisi asam
amino protein dan daya cerna (digestibility). Protein hewani yang diperoleh dari
telur, ikan, daging, daging unggas dan susu, pada umumnya adalah protein
berkualitas tinggi. Adapun protein nabati yang diperoleh dari biji-bijian dan kacang-
kacangan, pada umumnya merupakan protein berkualitas lebih rendah, kecuali
kedelai dan hasil olahnya (tempe, tahu). Makanan yang tinggi daya cerna proteinnya
(>95%) ialah telur, daging sapi (98%), susu sapi dan kedelai (95%). Narnun, bila
kacang-kacangan dan padipadian dikonsumsi secara kombinasi, protein nabati
dapat membentuk protein lebih lengkap7

3) Lemak

Lemak merupakan zat gizi makro, yang mencakup asam lemak dan trigliserida.
Lemak adalah zat gizi yang padat energi (9 kkal per gram) sehingga lemak penting
untuk menjaga keseimbangan energi dan berat badan. Lemak menyediakan
medium untuk penyerapan vitamin-vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, K). Di dalam
makanan, lemak berfungsi sebagai pelezat makanan sehingga orang cenderun
lebih menyukai makanan berlemak. Tubuh manusia tidak dapat membuat asam
lemak omega-6 dan omega-3 sehingga asam lemak ini adalah zat yang esensia17

4) Vitamin

Vitamin adalah senyawa organik yang tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen dan
terkadang nitrogen atau elemen lain yang dibutuhkan dalam jumlah kecil agar
metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan berjalan normal. Jenis nutrien ini
merupakan zat-zat organik yang dalam kecil ditemukan pada berbagai macam
makanan. Vitamin tidak dapat digunakan untuk rnenghasilkan energi. Vitamin dapat
dipilah menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang larut dalam lemak dan yang larut
dalam air.

Vitamin yang larut dalam lemak terdiri dari vitamin A, D, E dan K. Sedangkan vitamin
yang larut dalam air terdiri dari vitamin B kompleks yang dibedakan menjadi 8 jenis
vitamin yaitu vitamin B1 (Tiamin), vitamin B2 (Riboflavin), vitamin B3 (Niasin),
vitamin B5 (Pantothenic Acid), vitamin B6 (Piridolasin), vitamin B7 (Biotin), vitamin
B9 (Folat), vitamin B12 (Kobalamin) dan vitamin C8

5) Mineral

Mineral merupakan komponen anorganik yang terdapat dalam tubuh manusia.


Sumber paling baik mineral adalah makanan hewani, kecuali magnesium yang lebih
banyak terdapat dalam makanan nabati. Hewan memperoleh mineral dari tumbuh
tumbuhan dan menumpuknya di jaringan tubuhnya.
DAFTAR PUSTAKA

Rokom. (2012, November 21). Menkes: Ada Tiga Kelompok Permasalahan Gizi
di Indonesia. Sehat Negeriku. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20121121/286362/menkes-ada-tiga-kelompok-permasalahan-gizi-di-
indonesia/( diakses pada tanggal 25 juli 2022 pukul 09: 12 WIB )

firdaus. (2020, November 24). Sejarah Perkembangan Gizi Halaman 2 -


Kompasiana.com. KOMPASIANA; Kompasiana.com.
https://www.kompasiana.com/anitafirdaus4764/5fbcb6988ede48030b5821a2/sejar
ah-perkembangan-gizi?page=2&page_images=1 ( diakses pada tanggal 25 juli
2022 pukul 09: 30 WIB )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (n.d.).


https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/14821/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=6&isAllowed=y( Diakses pada tanggal 25 juli 2022 pukul 09:48 WIB )

Pustaka, T., Telaah Pustaka, A., Hakikat, Z., Gizi, & Pengertian, Z. (n.d.).
BAB II. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1333/4/Chapter%202.pdf ( diakses pada
tanggal 25 juli 2022 pukul 09 :55 WIB )

Anda mungkin juga menyukai