Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN KRITIS

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN KRITIS

Oleh:
PUTU ADHELINA ISWARA DEVI
203221185
KELAS: B13-B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
TAHUN 2020
Judul: Pengaruh Pemberian Pursed Lip-Breathing, Diaphragmatic Breathing, dan Upper Limb Stretching Terhadap Skala Dispnea
pada Pasien PPOK
Ukuran Tanggapi Kekuatan/
Variable/
Tema/Penulis Tujuan sampel/ Model Intervensi Hasil Kelemhan dan
Instrumen
karakteristik Kekurangan
1. Imron Untuk Jumlah Penelitian ini IV: latihan pursed Kelompok Berdasarkan Kelemahan
Rosyadi melihat sampel yang menggunakan lip breathing, intervensi hasil penelitian 1. Kelemahan dalam
2. Defriman perbedaan digunakan Randomized diaphragmatic diberikan dalam jurnal ini penelitian ini yaitu
Djafri antara dalam Control Trial breathing, dan latihan pursed menunjukan pemilihan sampel
3. Dally kelompok penelitian ini (RCT) dengan upper limb lip breathing, adanya harus disesuaikan
Rahman intervensi sebanyak 38 randomisasi stretching diaphragmatic penurunan skala dengan kriteria
yang orang dengan pada saat DV: Skala breathing, dan dispnea berat inklusi dan ekslusi
diberikan kriteria pengambilan Dispnea pada upper limb dari 7 orang agar
latihan pursed inklusi pasien sampel (simple Pasien PPOK stretching pada saat pretest meminimalisir
lip breathing, laki-laki random Instrumen: selama 4 menjadi 1 orang adanya responden
diaphragmatic dengan usia sampling) dan 1. Pengukuran minggu pada saat yang kondisinya
breathing, dan 55 – 69th, pengelompokan skala dispnea sebanyak 2 posttest. semakin
upper limb PPOK stabil subjek dilakukan kali dalam 1 Sedangkan pada memburuk
stretching dan tidak penelitian dengan minggu, kelompok
dengan bergantung (allocation menggunakan sedangkan kontrol terjadi Kekuatan
kelompok kepada terapi random). MRC kelompok peningkatan 1. Kekuatan
kontrol yang oksigen. Dyspnea kontrol tidak skala dispnea penelitian ini dapat
tidak Pasien Scale dengan diberikan berat dari 5 dilihat dari
diberikan dengan membagi latihan. orang pada saat kelengkapan teori
terapi riwayat asma kategori pretest menjadi serta banyak studi
dan trauma dispnea
thorak akan menjadi 3, 6 orang pada pendahulu yang
dieksklusi skala 1 saat posttest. mendukung.
dari merupakan 2. Memaparkan
penelitian dispnea secara jelas dan
ringan, 2-3 lengkap mulai dari
merupakan pendahuluan
dispnea hingga sampai
sedang dan 4- hasil dan
5 merupakan kesimpulan.
dispnea berat.

Kesimpulan:

Terdapat pengaruh pijat punggung terhadap penurunan skala dispnea berat pada pasien PPOK dari 7 orang pada saat pretest menjadi 1 orang
pada saat posttest. Sedangkan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan skala dispnea berat dari 5 orang pada saat pretest menjadi 6 orang
pada saat posttest. Dengan p-Value pada kelompok intervensi yaitu p=0,008, sedangan pada kelompol control yaitu p=0,655.

1. Pembahasan
Sesak nafas merupakan gejala yang sering muncul dan dianggap paling mengganggu bagi pasien PPOK (Daher et al., 2019).
Menurut Mahler et al. (2017) sesak nafas pada pasien PPOK diakibatkan oleh faktor mekanis dari otototot pernapasan, peningkatan
tahanan dinding dada, kurangnya asupan oksigen kedalam tubuh, gangguan pertukaran gas, hambatan pada jalan nafas, dan kelemahan
dari otot-otot pernapasan. Selain itu, sesak nafas yang diakibatkan kelemahan otot pernapasan timbul akibat kurang optimalnya proses
inspirasi dan ekspirasi pada pasien PPOK akibat adanya obstruksi pada jalan nafas yang mengganggu proses aliran udara keluar masuk
paru-paru (McConnell, 2013).
Menurut O’Donnell et al. (2016) secara fisiologis sesak nafas yang timbul pada saat pasien PPOK melakukan aktivitas atau latihan
adalah adanya peningkatan aktivitas saraf eferen inspirasi pada otot diafragma oleh bagian korteks dan bulbo-pontine pada otak,
peningkatan reflek kemoreseptor dari abnormalitas proses ventilasi/perfusi alveolar dan desaturasi oksigen, dan peningkatan kontraktilitas
otot inspirasi akibat penurunan daya elastisitas paru. Hal ini menimbulkan sensasi rasa kekurangan udara dan dispnea ketika melakukan
aktivitas atau latihan (Marchetti & Kaplan, 2018). Dispnea pada saat melakukan aktivitas akan menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan menurunnya ketahanan pasien PPOK dalam melakukan aktivitas fisik dari orang normal lainnya (Andayani, Rizki, &
Lubis, 2014).
Pursed lip breathing dan pernapasan diafragma yang diberikan pada pasien PPOK dapat disertai dengan peregangan pada otot-
otot tubuh bagian atas (upper limb stretching). Peregangan pada otot tubuh akan meningkatkan massa otot, kekuatan, dan ketahanan dalam
melakukan aktivitas atau proses latihan fisik (Silva, Neto, Saquetto, Conceicao, & Machado, 2018). Peregangan otot tubuh bagian atas
juga mampu mengoptimalkan fungsi neuromekanik dari otot pernapasan yang menurun pada pasien PPOK (Kaymaz et al., 2018). Adanya
peregangan pada otot tubuh bagian atas disertai dengan latihan pernapasan diafragma dan pursed lip breathing dapat membantu
menurunkan dispnea pada saat beraktivitas sehingga meningkatkan kapasitas latihan dan ketahanan pada pasien PPOK.
Latihan pursed lip breathing memiliki beberapa manfaat bagi pasien PPOK. Menurut Sachdeva et al. (2014) pursed lip breathing
pada pasien PPOK menurunkan hiperinflasi pada paru dengan meningkatkan tekanan intraluminal jalan nafas untuk mencegah kolaps
pada paru. Pursed lip breathing juga mampu meningkatkan kecepatan aliran udara ekspirasi yang mampu mengoptimalkan proses
pertukaran karbon dioksida dengan oksigen menjadi lebih cepat, sehingga mampu menurunkan sesak nafas pasien PPOK (Potdar, 2018).
Proses oksigenasi dalam tubuh menjadi lebih baik dengan adanya latihan pursed lip breathing, hal tersebut dapat menjadi lebih optimal
dengan meningkatkan fungsi otot-otot pernapasan, khususnya otot diafragma.
Otot diafragma merupakan salah satu otot pernapasan yang memegang peran penting dalam melakukan proses respirasi. Ma et al.
(2017) mengatakan bahwa latihan pernapasan diafragma dapat menurunkan derajat dispnea dan meningkatkan ketahanan pasien PPOK
dalam beraktivitas. Latihan pernapasan diafragma dapat meningkatkan aktivitas saraf frenikus yang mengkoordinasi otot diafragma
melakukan inspirasi dan ekspirasi bekerja lebih optimal (Yamaguti et al., 2012). Latihan pernapasan diafragma dengan disertai pursed lip
breathing meningkatkan volume dinding dada dengan meningkatkan uptake oksigen kedalam tubuh, sehingga dispnea yang dirasakan
pasien PPOK akan menurun dan kapasitas dalam melakukan aktivitas fisik atau latihan dapat ditingkatkan (Ichimura et al., 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Sievi et al. (2018) program latihan otot pernapasan seperti IMT dapat membantu mengurangi gejala
dispnea dari pasien PPOK. Pursed lip breathing, latihan pernapasan diafragma, dan peregangan otot tubuh bagian atas dapat memperbaiki
proses pertukaran gas dalam paru, meningkatkan kekuatan otot diafragma saat inspirasi dan ekspirasi, dan mengoptimalkan fungsi otot
pernapasan dan otot-otot bantu pernapasan (Al Karn, Hassan, Abo El Fadl, & Mahmoud, 2018; Kang, Jeong, & Choi, 2016; Zuwallack
& Celli, 2016). Setelah menjalani program latihan otot pernapasan, derajat dispnea yang dirasakan oleh pasien PPOK akan menurun dan
mampu meningkatkan ketahanan dan kapasitas saat melakukan aktivitas atau latihan (exercise).
2. Tujuan Keseluruhan
Ulasan ini bertujuan untuk mereview jurnal tentang Pengaruh Pemberian Pursed Lip-Breathing, Diaphragmatic Breathing, dan Upper
Limb Stretching Terhadap Skala Dispnea pada Pasien PPOK
3. Tujuan Spesifik
a. Untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian pursed lip-breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching terhadap
skala dispnea pada pasien ppok
b. Untuk menentukan intervensi dan manajemen untuk menangani pasien yang mengalami sesak nafas pada pasien PPOK
4. Metode
Pencarian dilakukan menggunakan database manual dan elektronik. Artikel atau jurnal yang diterbitkan selama tahun 2019 diambil
menggunakan Google Scholar dengan menggunakan istilah kombinasi menurut pico:
P : Pasien yang mengalami Dispnea pada pasien PPOK. Sample sebanyak 38 orang
I : Pemberian Latihan pursed lip-breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching terhadap skala dispnea
C : Pasien PPOK yang mengalami dispnes dan akan melakukan latihan pursed lip-breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb
stretching sebanyak 19 orang
O : Untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian pursed lip-breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching terhadap
skala dispnea pada pasien PPOK.

Pencarian terbatas pada artikel dengan Bahasa Indonesia. Ada 1 jurnal atau artikel tentang PPOK. Daftar referensi artikel yang
dipilih adalah relevan. Artikel dipilih dengan membaca abstrak untuk memastikan relevansi.
Judul: Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Tekanan Darah Dan Saturasi Oksigen Pasien Kritis Dengan Penurunan
Kesadaran

Tema/ Tujuan Ukuran Model Variabel/ Instrumen Intervensi Hasil Tanggapi Kekuatan/
Penulis Sampel/ Kelemahan dan
Karakteristi Kekurangan
k
1. Mugi Tujuan Sampel yang Dengan IV : Mobilisasi Setelah Berdasarkan hasil Kelemahan
Hartoy penelitia digunakan studi progresif pasien penelitian dalam 1. Kekurangan dalam
o, n ini sebesar 15 Desain level I ataupun jurnal ini penelitian tidak
Shobir adalah sampel penelitia DV : Tekanan darah keluarga menunjukkan ada melibatkan
un, untuk melalui n dan saturasi yang pengaruh kelompok kontrol
Budiya mengeta teknik menggu oksigen memenuhi mobilisasi progresif sehingga hasil yang
ti, hui nonprobabili nakan instrumen : syarat level I terhadap diperoleh tidak dapat
Rizqi pengaru ty sampling pendekat 1. Lembar observasi dan memberikan tekanan darah pada memperkuat bahwa
dengan alat berupa bedside informed intervensi ini adalah
Rachm h an pra pasien kritis dengan
metode total monitor consent, intervensi terbaik
ilia mobilisa eksperim penurunan
sampling. peneliti akan dalam peningkatan
si ental kesadaran. Tekanan
Peserta studi melakukan tekanan darah dan
progresif dengan darah
yang pengumpulan saturasi oksigen
level I desain antara sebelum dan
memenuhi data dengan pada pasien kritis
terhadap one setelah mobilisasi
syarat yaitu: menggunakan
Respiras - Pasien group lembar progresif level I Kekuatan
i Rate kritis pre - observasi dan terdapat 1. Kekuatan penelitia
(RR) dengan post test alat berupa peningkatan, jumlah inidapat dilihatdari
pasien penurunan design bedside sampel adalah 15 kelengkapan teori
kritis di kesadaran monitor. responden dengan nilai serta banyak studi
ICU RS yang Intervensi signifikan pada tekanan
pendahulu yang
Indriati memenuhi yang darah sistole p = 0,024
mendukung.
kriteria diberikan dan pada tekanan darah
Solo 2. Memaparkan secara
inklusi dan yaitu diastolik p =
Baru. jelas dan lengkap
eksklusi Pemberian 0,002.Saturasi
mulai dari
mobilisasi oksigen sebelum dan
pendahuluan sampai
setelah mobilisasi
level I progresif level I hasil penelitian
berupa posisi terdapat
head of bed peningkatan dengan
30°, ROM nilai signifikan p value
pasif = 0,000.
ekstremitas
atas dan
bawah pagi
dan sore
hari, dan
rotasi lateral
kanan kiri.
Kesimpulan

1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin kelompok terbesar adalah


responden perempuan yaitu 10 responden (66,7%). Karakteristik responden
berdasarkan umur paling banyak pada kategori usia >65 tahun yaitu sebanyak 5
responden (33,3%). Karakteristik responden berdasarkan diagnosa medis paling
banyak pada diagnosa Stroke Hemoragik yaitu sebanyak 4 responden (26, 7%).
2. Kategori tekanan darah sebelum dilakukan mobilisasi progresif terdapat 3 (20%)
responden hipertensi derajat II sedangkan setelah dilakukan mobilisasi progresif
level I terdapat 5 (33,3%) responden dengan kategori hipertensi derajat II.
3. Kategori saturasi oksigen sebelum dilakukan mobilisasi progresif level I jumlah
responden terdapat 5 (33,3%) responden kategori normal, setelah dilakukan
mobilisasi progresif level I terdapat 10(66,7) responden kategori normal.
Berdasarkan rekap data semua responden yang berjumlah 15 responden mengalami
kenaikan saturasi oksigen.
4. Bedasarkan hasil penelitian uji dependent t test pada parameter SpO2 didapatkan
ada pengaruh sebelum dan setelah pemberian mobilisasi progresif dengan nilai
signifikan p value = 0,000.
1. Pembahasan :
Pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) adalah pasien dalam keadaan terancam jiwanya karena kegagalan satu
atau multipel organ yang disertai gangguan hemodinamik dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui
perawatan,pemantauan dan pengobatan intensif (Setiyawan, 2016). Pemantauan hemodinamik sangat penting karena dapat
digunakan untuk mengenali syok sedini mungkin pada pasien kritis (Jevon, 2009). Pasien Kritis dengan masa rawat yang lama akan
menimbulkan banyak masalah kesehatan yang muncul diantaranya pneumonia, kelemahan, nyeri akut, gangguan fungsi organ dan
gangguan kesadaran (Ainnur, 2016).

Penelitian Iyer (2009) di ruang ICU pada 100 pasien yang mengalami penurunan kesadaran diantaranya disebabkan
olehperdarahan intra serebral, stroke iskemik, perdarahan subarachnoid, craniotomi, trauma dan anoxicischemic. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 7 Desember 2016 dari data rekam medis menunjukkan pada tahun 2014 terdapat
sebanyak 777 pasien yang masuk ruang ICU dengan angka kematian pasien sebanyak 89 pasien. Pada tahun 2015 sebanyak 655
pasien yang masuk ruang ICU dengan angka kematian sebanyak 92 pasien. Pada tahun 2016 periode Januari- September sebanyak
448 pasien dengan angka kematian sebanyak 60 pasien. Rata-rata pasien perbulan sebanyak 43 pasien yang dirawat di ruang ICU.

Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, terutama dengan kasus-kasus stroke dan cidera kepala pada umumnya akan
memberi dampak pada tekanan darah menjadi tidak stabil (Rihiantoro, 2008). Pada keadaan gangguan hemodinamik, diperlukan
pemantauan dan penanganan yang tepat karenakondisi hemodinamik sangat mempengaruhi fungsi penghantaran oksigen dalam
tubuh dan melibatkan fungsi organ jantung (Almeida, 2009). Penanganan hemodinamik pasien ICU bertujuan memperbaiki
penghantaran oksigen dalam tubuh yang dipengaruhi oleh curah jantung, haemoglobin dan saturasi oksigen. Apabila penghantaran
oksigen mengalami gangguan akibat curah jantung menurun diperlukan penanganan yang tepat (Setiyawan, 2016).

PenelitianVollman (2010) di ruang ICU menyatakan pemberian posisi terlentang secara terus menerus dapat menurunkan
sirkulasi darah dari ekstermitas bawah, yang seharusnya jumlahnya banyak untuk menuju jantung. Pada tiga hari pertama bedrest,
volume plasma akan berkurang 8%-10% dan menjadi berkurang 15%-20% pada minggu keempat bedrest. Sehingga penurunan
volume plasma mengakibatkan terjadinya peningkatan beban jantung, peningkatan masa istirahat dari denyut jantung, dan penurunan
volume curah jantung. Perubahan tekanan darah baik dalam kondisi penurunan kesadaran maupun kondisi sadar sangat dipengaruhi
oleh adanya stimulus. Stimulus dapat berasal dari dalam diri sebagai manifestasi perubahan fisiologi tubuh akibat dari penyakit yang
dideritanya.Selain itu stimulus dapat berasal dari luar individu yang bersifat fisik maupun sosial (Rihiantoro, 2008).

American Association of Critical Care Nurses (AACN) memperkenalkan intervensi mobilisasi progresif yangterdiri dari
beberapa tahapan: Head of Bed (HOB), latihan Range of Motion (ROM) pasif dan aktif, terapi lanjutan rotasi lateral, posisi
tengkurap, pergerakan melawan gravitasi, posisi duduk, posisi kaki menggantung, berdiri dan berjalan. Mobilisasi progresif yang
diberikan kepada pasien diharapkan menimbulkan respon hemodinamik yang baik. Pada posisi duduk tegak kinerja paru- paru baik
dalam proses distribusi ventilasi serta perfusi akan membaik selama diberikan mobilisasi. Proses sirkulasi darah juga dipengaruhi
oleh posisi tubuh dan perubahan gravitasi tubuh. Sehingga perfusi, difusi, distribusi aliran darah dan oksigen dapat mengalir ke
seluruh tubuh (Vollman, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Olviani (2015) tentang mobilisasi progressif level I terhadap nilai
monitoring hemodinamik non invasif pada pasien cerebral injury di ruang ICU pada tahun 2015 menunjukkan bahwa setelah
diberikan intervensi terdapat perubahan pada parameter tekanan darah dan respiratory rate dibandingkan pada awal pengukuran (p
value = 0.020).

2. Tujuan Keseluruhan
Ulasan ini bertujuan untuk mereview jurnal tentang pengaruh mobilisasi progresif level I terhadap tekanan darah dan saturasi oksigen
pasien kritis dengan penurunan kesadaran.
3. Tujuan Spesifik
Untuk mengidentifikasi efektivitas pengaruh mobilisasi progresif level I terhadap tekanan darah dan saturasi oksigen pasien kritis
dengan penurunan kesadaran.
4. Metode
Pencarian dilakukan menggunakan database manual dan elektronik. Artikel atau jurnal yang diterbitkan selama tahun 2016 dan
tahun 2021 diambil menggunakan Google Scholar dengan menggunakan istilah kombinasi menurut pico :

P : Pasien kritis dengan penurunan kesadaran yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

I : Lembar observasi dan alat berupa bedside monitor. Pemberian mobilisasi level I berupa posisi head of bed 30°, ROM pasif
ekstremitas atas dan bawah pagi dan sore hari, dan rotasi lateral kanan kiri.

C : Tidak ada intervensi pembanding yang dilakukan oleh penelitian ini

O : Untuk mengidentifikasi pengaruh mobilisasi progresif level I terhadap tekanan darah dan saturasi oksigen pasien kritis dengan
penurunan kesadaran

Pencarian terbatas pada artikel dengan Bahasa Indonesia. Ada 1 jurnal atau artikel tentang Pasien Kritis Dengan Penurunan Kesadaran.
Daftar referensi artikel yang dipilih adalah relevan. Artikel dipilih dengan membaca abstrak untuk memastikan relevan.

Anda mungkin juga menyukai