Anda di halaman 1dari 7

“INDONESIA DAN LITERASI”

Budaya Literasi Tingkatkan Inovasi Ciptakan Keunggulan Potensi Masa


Kini

Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai Budaya yang Diselenggarakan oleh


Pengurus OSIS SMA N 1 Kuta Utara

Disusun oleh:

I Made Angga Dwipaguna Muditha (201334 / 0055129071)

SMA N 1 KUTA UTARA

BADUNG

2021
Indonesia Dan Literasi

Literasi menjadi kata yang sangat sering dibicarakan belakangan ini, tapi
ngomong-ngomong literasi artinya apa sih? Menurut KBBI, literasi adalah
kemampuan menulis dan membaca. Tetapi literasi memiliki makna lebih dari itu,
menurut National Iinstitute For Literacy, literasi adalah kemampuan individu
untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada
tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.
Semakin tinggi minat baca sebuah negara, maka semakin tinggi pula kualitas
negara tersebut, lalu bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya, hal ini berbanding
terbalik dengan pernyataan saya sebelumnya. Menurut hasil survei yang dilakukan
Program for International Students Assessment yang dirilis oleh OECD pada
tahun 2019, Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 61 negara, dan menurut data
UNESCO, minat baca Indonesia hanya 0,001%, yang berarti dari 1000 orang di
Indonesia, hanya 1 orang saja yang rajin membaca buku. Dan pada tahun 2020
hingga 2030 mendatang, Indonesia akan mengalami fenomena yang dinamakan
bonus demografi. Bonus demografi adalah dimana 70 persen dari total penduduk
suatu negara mencapai usia produktif. Sebagai acuan, Jepang sudah pernah
mengalami bonus demografi pada tahun 1950, dan sekarang Jepang menjadi
negara maju dengan ekonomi nya yang kuat dan keunggulan diberbagai sektor
salah satunya adalah inovasi pada bidang teknologi. Berbanding terbalik dengan
Brasil yang juga sudah pernah mengalami bonus demografi pada tahun 1970, dan
sekarang sepertiga penduduk di Brasil, atau sekitar 58 juta orang dikategorikan
sangat miskin. Dan sekarang saya memiliki sebuah pertanyaan dikepala saya dan
mungkin juga Anda, apakah Indonesia akan bisa memanfaatkan momentum bonus
demografi ini dan mampu menjadi negara maju sesuai dengan cita-cita Indonesia
emas 2045? Saya rasa dengan kondisi Indonesia sekarang yang dimana kualitas
sumber daya manusianya tergolong rendah, tentu sangat sulit kedepannya dalam
memanfaatkan momentum bonus demografi. Lalu apa solusi nya? Hanya ada satu
jawaban, yaitu transformasi Pendidikan secara masif. Dan untuk menjawab hal
ini, pemerintah sudah berupaya mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru,
diantaranya peningkatan sarana penunjang pendidikan khususnya di daerah
terpencil, peningkatan kualitas para pengajar salah satu program yang sudah

1
dilakukan oleh pemerintah yaitu program rekrutmen PPPK guru. Program ini
dibuat supaya adanya standarisasi dan peningkatan kualitas para guru, dan juga
kemendikbud telah mengganti metode ujian nasional menjadi asesmen nasional,
dimana numerasi, literasi, dan survei karakter menjadi fokus dan kunci
transformasi pendidikan Indonesia. Pemerintah sudah berupaya keras dalam
memperbaiki pendidikan di Indonesia, lantas apa yang harus kita lakukan?
Daripada saya berceramah lebih lama dan akan membuat Anda merasa bosan saat
membaca ini, saya akan menceritakan cerita pengalaman yang menurut saya
sangat membekas dan berkesan yang berhasil mengubah hidup saya. Dari kecil
saya tidak pernah menyukai buku apalagi membacanya, mungkin ini juga terkait
parenting orang tua saya yang belum membiasakan anaknya untuk membaca
buku. Tapi jujur, saya selalu menganggap buku sebagai mimpi buruk. Saya sangat
benci membaca, sekalipun saya membeli sebuah buku, itupun hanya karena
mereka terlihat keren. Dan pada akhirnya saya tidak membaca nya sampai akhir,
dimomen ini lah saya tersadar setiap saya memulai membaca buku, saya mengerti
mengapa saya sangat membenci nya. Tahun 2020, saya menonton sebuah video
yang mengatakan semua orang-orang kaya di dunia mempunyai kebiasaan yang
sama, yaitu membaca buku. Awalnya saya bingung, mengapa mereka membuang-
buang waktu hanya untuk membaca buku. Pasti ada alasan mengapa rata-rata
orang kaya di dunia memiliki kebiasaan yang sama, dan alasan itu adalah karena
mereka tidak pernah berhenti belajar. Elon Musk, pendiri Tesla dan Spacex,
belajar cara membuat roket dari membaca buku. Buku sudah menjadi peran
penting dalam kesuksesan Elon Musk, dan bahkan dalam suatu interview
mengatakan ia dibesarkan oleh buku, lalu yang kedua adalah orang tuanya.
Warren Buffet, investor terkaya di dunia, menghabiskan 6 jam sehari hanya untuk
membaca buku, dan bahkan ia dapat membaca 500 halaman per hari. Bill Gates,
pendiri Microsoft, Seorang Philanthropist, dan salah satu orang yang sangat saya
idolakan. Ide, gagasan, dan pemikiran nya tentang dunia membuat saya sangat
kagum. Ia bahkan membawa tas yang berisi banyak buku untuk dibawa dalam
perjalanan, dan sering kali juga Bill Gates membuat review tentang buku yang ia
sudah baca di blog pribadi nya. “The more that you read, the more things you will
know. The more that you learn, the more place that you will go”, Dr. Seuss.

2
Mungkin quote inilah yang cocok menggambarkan mereka sang inovator dunia.
Dan dulu ada pepatah, buku

adalah jendela dunia. Bisa dibayangkan jika mereka tidak mempunyai kebiasaan
membaca buku, mungkin saya tidak dapat mengetik ini dengan mudah, karena
tidak akan ada namanya Microsoft, dan kita juga tidak akan bisa menggunakan
Facebook, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg juga memiliki kebiasaan yang
sama yaitu membaca buku. Saya sering mendapatkan rekomendasi buku darinya,
yaitu salah satunya buku yang berjudul Sapiens: A Brief History of Humankind.
Mereka lah yang membuat saya cinta dengan buku, yang membuat kebiasaan saya
berubah yang setiap hari hanya menonton series Netflix selama berjam-jam,
menjadi rutin untuk membaca buku. Bagi Anda yang mulai termotivasi untuk
memulai membaca buku, ini adalah beberapa tips dari saya bagaimana cara untuk
membaca buku secara efektif. Yang pertama, membuat catatan. Terkadang ketika
membaca buku, anda akan berkonsentrasi dan berpikir keras untuk mencerna isi
dari buku tersebut, terlebih lagi buku yang anda baca adalah buku non fiksi.
Membuat catatan membantu saya untuk lebih berpikir lebih keras tentang apa
yang dibahas dalam suatu buku, dan kadang-kadang ada beberapa poin dalam
buku yang saya tidak setujui, jadi saya membuat beberapa catatan dan mengulik
lebih dalam lagi tentang poin tersebut. Yang kedua, buku cetak > ebooks. Saya
lebih memilih membaca buku cetak dibandingkan ebooks, mengapa? Karena,
ebooks dapat membuat anda mudah terdistraksi dan akhirnya akan anda tidak
menaruh fokus yang dalam dalam membaca. Yang ketiga, membaca 3 jam sehari.
Oke, ini mungkin akan sulit dicapai terlebih lagi anda baru akan mulai membaca
sebuah buku, tetapi nothing is impossible, perlahan-lahan tapi pasti, mulai lah
membaca 30 menit sehari, lalu 1 jam sehari, kemudian 2 jam sehari, dan akhirnya
anda bisa membaca dengan waktu ideal yaitu 3 jam sehari. “Work is a process,
and any process need to be controlled. To make work productive, therefore,
require building the appropriate control into the process of work”, Peter
Drucker. Hidup adalah seperti permainan catur, untuk memenangkannya anda
harus membuat gerakan. Jadi anak muda jangan malas, tinggalkan kebiasaan
lama, mulailah berinvestasi. Dan investasi yang tepat adalah investasi leher ke
atas. Semangat membaca para generasi emas Indonesia, jangan pernah berhenti

3
belajar, perubahan dunia makin hari semakin cepat, masa depan negara ini sedang
berada di tangan kita. Mari jangan sia-siakan momentum ini demi Indonesia emas
2045.

Daftar Pustaka

Permatasari, A (2015). Membangun kualitas bangsa dengan budaya literasi, 11.

DPR. (2021, April 23). Minat Baca Bisa Tingkatkan Kesejahteraan.


https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/32739/t/Minat+Baca+Bisa+Tingkatkan+Kes
ejahteraan

BBC INDONESIA (2016, April 4). Sepertiga penduduk Brasil sangat miskin.
https://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2004/04/printable/040416_brasilpo
vertysw.shtml#:~:text=Sebuah%20studi%20yang%20diterbitkan%20di,atau
%20sekitar%208%20ribu%20rupiah.

Sebastian, Y., Amran, D., & Lab, Y. (2016) Generasi Langgas: Millennials
Indonesia

4
5
6

Anda mungkin juga menyukai