Anda di halaman 1dari 9

Zootec Vol. 41 No.

1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

Pengaruh lama pengeringan terhadap proses


Pengolahan kerupuk kulit sapi
F.B. Lilir, C.K.M. Palar, N.N. Lontaan

Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado 95115

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan dalam proses
pengolahan kulit sapi menjadi kerupuk. Materi utama yang digunakan adalah kulit sapi
bagian perut. Penelitian ini dilaksanakan melalui suatu percobaan dengan mengunakan
rancangan acak langkap (RAL) terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yamg
diberikan yaitu lama pengeringan: 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Variabel penelitian yang
diamati meliputi kadar air, volume pengembangan, warna, aroma, kerenyahan, dan citarasa.
Analisis sidik ragam menunjukan pengaruh lama pengeringan terhadap proses pembuatan
kerupuk kulit sapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air.
Sedangkan pengaruh lama pengeringan terhadap proses pembuatan kerupuk kulit sapi pada
volume pengembangan, warna, aroma, kerenyahan, dan citarasa memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata (P<0,01). Nilai rata-rata kadar air 2,84 -2,31%, volume pengembangan
177,22 -1801,65% dan nilai rata-rata kerupuk kulit sapi yg terdiri dari warna 3,87 – 5,05,
aroma 3,80 – 4,92, kerenyahan 3,00 – 5,25 dan citarasa 3,25 – 5,05. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah proses pengolahan kerupuk kulit sapi dengan lama pengeringan 36 jam
pada suhu 60°C sudah dapat menghasilkan kerupuk kulit sapi yang berkualitas baik dan
disukai

Kata kunci: Kulit sapi, Lama pengeringan, Kerupuk kulit sapi

ABSTRACT

EFFECT OF TIME DRYING ON THE PROCESSING OF COW SKIN CRACKERS


This study aims to determine the effect of drying time in the processing of cowhide into
crackers. The main material used is cow skin obtained from stomach. This research was
conducted through an experiment using a completely randomized design (CRD) consisting of
3 treatments and 5 replications. The research variables observed included moisture content,
development volume, color, aroma, crunchy, and taste. Analysis of variance showed that the
effect of drying time on the process of making cowhide crackers had a significant effect (P
<0.05) on moisture content. While the effect of drying time on the process of making
cowhide crackers on the volume of development, color, aroma, crispness, and taste had a very
significant effect (P <0.01). The average value of moisture 2.84-2.31%, development volume
177.22 -1801.65% and the average value of cowhide crackers consisting of colors 3.87 - 5.05,
aroma 3.80 - 4,92, crunchy 3.00 - 5.25 and taste 3.25 - 5.05. The conclusion of this study is
that the processing of cowhide crackers with a drying time of 36 hours at 60 ° C can produce
good quality and preferred cowhide crackers.

Keywords: Cowhide, Drying time, Cowhide crackers

214
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

PENDAHULUAN 12% dari berat tubuh (Said, 2012; Sompie


et al., 2012),
Pemanfaatan kulit sapi masih Pembuatan kerupuk kulit sapi
terbatas pada kulit daerah tubuh sapi yang melalui proses pengeringan. Pengeringan
umumnya hanya dipakai dalam industri adalah cara untuk mengeluarkan
penyamakan kulit, sedangkan pemanfaatan kandungan air melalui penggunaan energi
kulit sapi menjadi kerupuk masih kurang. panas. Oleh masyarakat pengeringan
Salah satu pemanfaatan kulit sapi yaitu sering dilakukan dengan cara tradisional,
dapat diolah menjadi bahan pangan, yakni menggunakan sinar matahari. Proses
misalnya dijadikan kerupuk kulit. Kerupuk pengeringan tersebut memberikan hasil
adalah bahan cemilan bertekstur kering, yang kurang optimal, membutuhkan waktu
memiliki rasa yang enak dan renyah yang lama. Selain itu proses penjemuran di
sehingga dapat membangkitkan selera area terbuka dapat berdampak pada
makan serta disukai oleh semua lapisan masalah higienis terhadap produk tersebut.
masyarakat. Kerupuk kulit sapi adalah Oleh karena pengeringan merupakan suatu
produk makanan ringan yang dibuat dari proses utama dalam pembuatan kerupuk,
kulit sapi melalui tahap proses perendaman perlu dikaji alternatif yang lain mengenai
dalam larutan kapur, pembuangan bulu, pengeringan kerupuk kulit sapi.
perebusan, pengeringan, dan perendaman Penggunaan mesin pengering merupakan
dengan bumbu untuk kerupuk kulit mentah suatu alternatif dalam proses pengeringan.
atau dilanjutkan penggorengan untuk Namun kurangnya informasi mengenai
kerupuk kulit siap dikonsumsi` waktu pengeringan menggunakan mesin,
(Amertaningtyas, 2011) maka perlu dilakukan penelitian mengenai
Bahan baku dari pembuatan lama pengeringan.
kerupuk kulit adalah kulit sapi yang masih Menurut Jaelani et al. (2014)
segar. Kerupuk kulit yang berasal dari proses pengeringan yang lakukan tidak
kulit sapi, kurang mengandung adanya mencapai batas, dapat berakibat pada
senyawa kolesterol. Hal ini dimungkinkan kerusakan kandungan protein pada bahan
pada proses pengolahan kulit menjadi pangan tersebut. Cahyani dan Hermanto
kerupuk kulit. (2019) menyatakan bahwa proses
Secara topografis kulit dibagi pengeringan dalam pembuatan kerupuk
menjadi 3 bagian yaitu leher, punggung, kulit sapi dengan oven menggunakan
dan perut. Ketiga bagian kulit ini memiliki temperatur 60°C diharapkan sudah cukup
struktur lapisan kulit yang berbeda-beda. untuk membunuh sebagian besar
Pada daerah leher memiliki struktur mikroorganisme, sedangkan pengeringan
jaringan yang bersifat longgar dan sangat pada temperatur lebih tinggi dari 60ºC
kuat, daerah punggung memiliki struktur dapat menyebabkan denaturasi protein.
jaringan yang kuat, rapat, merata, serta Namun penelitian tersebut belum
padat, dan daerah perut merupakan daerah memberikan informasi ilmiah mengenai
yang memiliki struktur jaringan kulit lama waktu yang dibutuhkan dalam proses
paling tipis dan longgar. Menurut Said et pengeringan dalam mempertahankan
al., 2011), setiap bangsa ternak kualitas kerupuk kulit sapi.
mempunyai macam kulit dan ciri khas Berdasarkan latar belakang, maka
fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan dilakukan penelitian dengan tujuan untuk
kemampuannya. Rata-rata tebal kulit 1-2 mengetahui lama pengeringan proses
mm paling tebal (6 mm) terdapat di pengolahan kerupuk kulit sapi.
telapak tangan dan kaki dan paling tipis
0,5 mm dengan persentase tergantung jenis MATERI DAN METODE
ternak, yaitu pada sapi sekitar 6% - 9%, PENELITIAN
domba 12% - 15%, dan kambing 8% -

215
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

Materi Penelitian sampel dimasukan ke dalam wadah yang


Materi yang digunakan adalah kulit telah disediakan.
sapi bagian perut yang diperoleh dari pasar Pengeringan dalam oven
daging Tomohon. Adapun materi Kulit yang sudah dipotong
penunjang adalah kapur sirih, air, minyak dimasukkan ke dalam oven dengan suhu,
goreng. 60°C sesuai dengan lama perlakuan
Alat yang digunakan dalam pengeringan 24 jam, 36 jam, 48 jam.
penelitian ini adalah alat pengerok bulu, Pengungkepan
gunting, pisau, oven. Kulit yang telah dikeringkan dalam
oven selanjutnya dilakukan proses
Prosedur Penelitian pengungkepan dengan menggunakan
Prosedur penelitian terdiri dari minyak selama 3 menit
beberapa tahap, yaitu Penggorengan
Penyediaan bahan baku (kulit sapi). Kulit yang telah selasai diungkep
Memilih dan memisahkan kulit sapi langsung digoreng. Minyak yang
bagian perut dan dipilih bagian kulit yang digunakan pada saat menggoreng agak
utuh/tidak robek, tidak cacat, tidak banyak, tujuannya agar kulit yang
luka/memar, tidak ada bercak hitam pada digoreng lebih mekar atau mengembang.
permukaan kulit.
Pencucian Perlakuan Percobaan
Kulit sapi terlebih dahulu dicuci Penelitian ini dilaksanakan
dengan air yang mengalir, tujuannya agar melalui suatu percobaan dengan
kotoran yang menempel pada kulit sapi mengunakan rancangan acak lengkap
tersebut mudah dibersihkan. (RAL) terdiri dari 3 perlakuan dan 5
Perendaman pada larutan kapur ulangan. Perlakuan dan ulangan dalam
Kulit segar yang telah dicuci di penelitian ini diatur sebagai berikut:
rendam dalam larutan kapur (1% dari berat P1 = pengeringan pada temperatur 600C
kulit) seelama 24 jam selama 24 jam.
Pembuangan bulu P2 = pengeringan pada temperatur 600C
Pembuangan bulu/pengerokan selama 36 jam.
dilakukan dengan menggunakan pisau atau P3= pengeringan pada temperatur 600C
kater untuk mengerok / memisahkan bulu selama 48 jam.
dari kulit tersebut.
Pencucian setelah perendaman Variabel penelitian
Kulit yang sudah dibuang bulunya Variabel yang diamati adalah
dicuci kembali dengan air yang mengalir, Volume pengembangan, kadar air, warna,
tujuan dari pencucian adalah untuk aroma, kerenyahan, citarasa
menghilangkan kotoran yang masih Volume pengembangan
melekat pada kulit. Pencucian dilakukan Persentase dari perbandingan antara
berulang-ulang selama tiga kali. selisih volume jenis kerupuk mentah dan
Perebusan volume jenis kerupuk goreng dengan
Selanjutnya dilakukan proses volume jenis kerupuk mentah merupakan
perebusan selama 1 jam hingga kulit volume pengembangan kerupuk
mudah untuk di sobek. (Hadiwiyoto, 1983). Rumus volume
Pemotongan bagian kulit pengembangan: Persentase Volume
Pemotongan kulit terdiri dari Pengembangan (%) = X100%
bagian perut lalu dilakukan pengecilan
sampel dengan cara memotong kulit Va = Volume kerupuk sebelum digoreng
menjadi beberapa potongan dengan ukuran Vb = Volume kerupuk setelah digoreng
1 x 3 cm, kemudian masing-masing Kadar Air

216
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

Kadar air merupakan banyaknya air menunjukkan bahwa perlakuan lama


yang terkandung dalam bahan baku yang pengeringan 48 jam menghasilkan kadar
dinyatakan dalam persen. Penentuan kadar air yang berbeda nyata (P<0,05) lebih
air dilakukan dengan pemanasan 1050C rendah dari lama pengeringan 24 jam,
secara terus menerus sampai sampel bahan namun lama pengeringan 36 jam berbeda
beratnya tidak berubah lagi (konstan) tidak nyata dengan lama pengeringan 24
(Apriyantono et al., 1989). jam. Kadar air yang rendah akan
Rumus kadar air yaitu: meningkatkan kerenyahan pada produk,
% kadar air = X 100% karena semakin banyak air yang keluar
dari bahan maka semakin banyak ruang
Warna, Aroma, Kerenyahan, Citarasa kosong yang terdapat dalam jaringan
Uji yang dilakukan terhadap warna, sehingga pada saat kerupuk digoreng akan
aroma, kerenyahan dan citarasa di lakukan mengembang sampai tingkat tertentu dan
dengan cara uji hedonik (Soekarto, 1985). menyebabkan kerupuk menjadi lebih
Skala hedonik yang digunakan adalah renyah (Djunaedi, 2015). Widati dan
sebagai berikut : Mustakim (2007) menyatakan bahwa
7 = Sangat suka sekali, 6 = Sangat suka, 5 kadar air yang rendah akan meningkatkan
= Suka, 4 = Agak suka, 3 = Agak tidak kehalusan pada produk, karena semakin
suka, 2 = Tidak suka, 1= Sangat tidak suka banyak air yang keluar dari bahan maka
semakin banyak ruang kosong yang
Analisis Data terdapat dalam jaringan. Amertaningtyas et
Data dianalisis menggunakan al. (2011) mengemukakan bahwa protein
analisis varian dan apabila terdapat menyerap air dan mengikatnya, sedangkan
perbedaan rataan, dilanjutkan dengan uji air yang terikat pada protein tersebut sulit
beda nyata jujur (BNJ). dilepaskan walaupun dengan pemanasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Volume pengembangan Kerupuk Kulit
Sapi
Kadar air kerupuk kulit sapi Data hasil pengamatan untuk
Data hasil pengamatan untuk pengaruh lama pengeringan terhadap
pengaruh lama pengeringan terhadap volume pengembang kerupuk kulit sapi,
rataan kadar air kerupuk kulit sapi, dapat dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis
dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis statistic statistik menunjukan bahwa perlakuan
menunjukan bahwa lama pengeringan lama pengeringan memberikan pengaruh
dalam oven memberikan pengaruh yang yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai terhadap nilai volume pengembangan
kadar air kerupuk kulit sapi. Hasil uji
lanjut beda nyata jujur (BNJ)

Tabel 1. Rataan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Air Dan Volume Pengembangan
Kerupuk Kulit Sapi
Perlakuan Lama Pengeringan
Variabel P1 (24jam) P2 (36jam) P3 (48jam)

Kadar air (%) 2,84a 2,56ab 2,31b


Volume pengembangan (%) 177,22b 785,24b 1801,65a
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang
nyata (P<0,05)

217
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

perlakuan lama pengeringan 48 jam berupa lama pengeringan dalam oven


menghasilkan volume pengembangan yang menunjukan bahwa tingkat kesukaan
berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi panelis terhadap warna kerupuk kulit sapi
dari lama pengeringan 24 jam, dan berbeda berkisaran antara 3,87 (agak suka) sampai
nyata (P<0,05) lebih tinggi dari lama 5,05 (suka). Nilai rataan skor tertinggi di
pengeringan 36 jam, namun lama peroleh pada perlakuan P2 yakni
pengeringan 36 jam berbedatidak nyata pengeringan pada temperatur 60°C selama
(P>0,05) dengan lama pengeringan 24 36 jam dan terendah pada perlakuan P1
jam. Volume pengembangan berhubungan yakni pengeringan pada temperatur 60°C
erat dengan kandungan protein kerupuk. selama 24 jam. Hasil analisis sidik ragam
Semakin tinggi kandungan protein menunjukan bahwa perlakuan lama
kerupuk rambak maka semakin rendah pengeringan dalam oven memberikan
daya kembangnya (Wahyuningtyas et al pengaruh yang berbeda sangat nyata
2014). Kadar kolagen yang ada pada kulit (P<0,01) terhadap warna yang dihasilkan.
hewan juga dapat mempengaruhi Berdasarkan hasil uji lanjut dengan uji
perbedaan volume pengembangan yang beda nyata jujur menunjukan bahwa lama
dihasilkan. Usia kulit hewan yang pengeringan oven 36 jam berbeda sangat
digunakan pada kerupuk rambak dari nyata (P<0,01) lebih tinggi warnanya di
masing-masing produsen dapat bandingkan dengan lama pengeringan
mempengaruhi volume pengembangan oven 48 jam dan berbeda nyata (P<0,05)
kerupuk. Hal ini terjadi karena kadar lebih tinggi dari lama pengeringan oven 24
kolagen pada kulit dipengaruhi oleh usia jam.
hewan. Data hasil uji sensoris warna
Proses penggorengan menyebabkan kerupuk kulit sapi perlakuan P2 yakni
kerupuk mengalami pengeringan pada temperatur 60°C selama
pemekaran/pengembangan. Terjadinya 36 jam lebih di sukai panelis, disebabkan
pengembangan kerupuk disebabkan oleh karena warna kerupuk kulit sapi yang di
terbentuknya rongga-rongga udara akibat hasilkan lebih putih, juga dipengaruhi oleh
menguapnya air yang terikat pada struktur lamanya pengeringan dalam oven. Sesuai
kerupuk karena pengaruh suhu dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
penggorengan. Selain itu pada saat 01-4308-1996, yaitu berwarna normal,
perebusan kulit, air akan terikat dalam juga sesuai dengan pendapat Sompie et al.
protein kolagen membentuk gel dengan (2012) bahwa struktur jaringan kulit
ikatan yang sangat kuat sehingga pada saat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kulit
pengeringan sulit diuapkan tetapi dapat dan pengaruh yang terbesar adalah
dihilangkan pada saat penggorengan terdapat pada serabut kolagen.
karena penggunaan suhu tinggi. Jumlah air
yang terserap saat perebusan akan Aroma
mengubah protein kolagen menjadi gelatin Data pada Tabel 2, diketahui bahwa
yang akan mempengaruhi tingkat perlakuan yang diberikan berupa lama
pengembangan dan kerenyahan rambak pengeringan dalam oven menghasilkan
matang yang dihasilkan (Widati dan aroma yang khas dan sangat berpengaruh
Mustakim, 2007). terhadap aroma kerupuk kulit sapi yang
dihasilkan tingkat kesukaan panelis
Warna terhadap aroma kerupuk kulit sapi
Warna merupakan salah satu berkisaran antara 3,80 (agak suka) sampai
parameter yang di ukur dalam penilaian 4,92 (suka). Nilai rataan skor tertinggi
mutu dan tingkat penerimaan panelis atas diperoleh pada perlakuan P2 yakni
sebuah produk. Data pada Tabel 2 pengeringan pada temperatur 60°C selama
diketahui bahwa perlakuan yang diberikan

218
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

Tabel 2. Rataan Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Sensori kerupuk kulit sapi
Perlakuan Lama Pengeringan
Varibel P1 P2 P3
Warna 3,87c 5,05a 4,40b
Aroma 3,80c 4,92a 4,60b
Kerenyahan 3,00c 5,25a 4,42b
c
Citarasa 3,25 5,05a 4,40b
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang
nyata (P<0,05)

36 jam, sedangkan terendah pada P1 yakni pengeringan pada temperatur


perlakuan P1 yakni pengeringan pada 60°C selama 36 jam dengan skor 4,92
temperatur 60°C selama 24 jam. yang termasuk dalam kategori suka.
Berdasarkan nilai aroma kerupuk Berdasarkan hasil analisis sidik kersgaman
kulit sapi, panelis lebih menyukai aroma menunjukan bahwa perlakuan lama
kerupuk kulit sapi dengan perlakuan P1 pengeringan dalam oven yang berbeda
yakni pengeringan pada temperatur 60°C memberikan pengaruh yang berbeda
selama 36 jam dengan skor 4,92 yang sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat
termasuk dalam kategori suka. kesukaan aroma krupuk kulit sapi yang di
Berdasarkan hasil analisis sidik keragaman hasilkan. Hasil uji lanjut dengan uji beda
menunjukan bahwa perlakuan lama nyata jujur menunjukan bahwa lama
pengeringan dalam oven yang berbeda pengeringan oven 36 jam berbeda sangat
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,01) lebih baik aromanya
sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat dibandingkan dengan lama pengeringan
kesukaan aroma kerupuk kulit sapi oven 48 jam dan berbeda nyata (P<0,05)
yang dihasilkan. Hasil uji lanjut lebih tinggi dari lama pengeringan oven 24
menunjukkan bahwa lama pengeringan jam. Lama pengeringan oven 48 jam
oven 36 jam berbeda sangat nyata berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih baik
(P<0,01) lebih baik aromanya di aroma dari lama pengeringan oven 24 jam.
bandingkan dengan lama pengeringan Berdasarkan hasil uji sensoris, kerupuk
oven 48 jam dan berbeda nyata (P<0,05) kulit sapi memiliki aroma yang khas hal
lebih tinggi dari lama pengeringan oven 24 ini dipengaruhi oleh lamanya pengeringan
jam. Lama pengeringan oven 48 jam dalam oven. Hal ini berkaitan dengan
berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih baik pernyataan (Murtini et al., 2014) bahwa
aroma dari lama pengeringan oven 24 jam. timbulnya aroma makanan disebabkan
Berdasarkan hasil uji sensoris, kerupuk oleh terbentuknya senyawa yang mudah
kulit sapi memiliki aroma yang khas hal menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap
ini dipengaruhi oleh lamanya pengeringan makanan berbeda-beda. Selain itu, cara
dalam oven. Hal ini berkaitan dengan memasak yang berbeda akan menimbulkan
pernyataan Murtini et al. (2014) bahwa aroma yang berbeda pula (Eriyana et al.,
timbulnya aroma makanan disebabkan 2017).
oleh terbentuknya senyawa yang mudah
menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap Kerenyahan
makanan berbeda-beda. Selain itu, cara Data pada Tabel 3, menunjukan
memasak yang berbeda akan menimbulkan bahwa perlakuan yang diberikan berupa
aroma yang berbeda pula (Eriyana dan lama pengeringan dalam oven berpengaruh
Syam, 2017). Berdasarkan nilai aroma terhadap kerenyahan kerupuk kulit sapi
kerupuk kulit sapi, panelis lebih menyukai yang dihasilkan. Hasil yang di peroleh
aroma kerupuk kulit sapi dengan perlakuan menunjukan bahwa tingkat kesukaan

219
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

panelis terhadap kerenyahaan kerupuk banyak, menyebabkan air tidak semuanya


kulit sapi dengan perlakuan yang berbeda, dapat teruapkan pada waktu
berkisaran antara 3,00 (tidak suka) sampai penggorengan. Semakin banyak air yang
5,25 (agak suka). Nilai rataan skor tidak teruapkan semakin mengurangi
tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yakni keporousan kerupuk sehingga kerenyahan
pengeringan pada temperatur 60°C selama menurun. Tekstur produk pangan
36 jam. Sedangkan terendah pada dipengaruhi oleh protein yang mengalami
perlakuan P1 pengeringan pada temperatur denaturasi atau koagulasi (Muchtadi &
60°C selama 24 jam. Sugiyono, 2014).
Berdasarkan hasil analisis sidik
ragam menunjukan bahwa perlakuan lama Citarasa
pengeringan dalam oven memberikan Citarasa merupakan faktor terpenting
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap akseptabilitas selain warna,
(P<0,01) terhadap kerenyahan kerupuk aroma, kerenyahan. Berdasarkan Tabel 2,
kulit sapi yang di hasilkan. Setelah diketahui bahwa perlakuan yang di berikan
dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur berupa lama pengeringan dalam oven jam
menunjukan bahwa lama pengeringan yang berbeda menunjukan bahwa tingkat
oven 36 jam berbeda sangat nyata kesukaan panelis terhadap citarasa
(p<0,01) lebih tinggi kerenyahan di kerupuk kulit sapi dengan perlakuan yang
bandingkan dengan lama pengeringan berbeda berkisaran antara 3,25 (agak suka)
oven 48 jam dan berbeda nyata (P<0,05) sampai 5,05 (suka).
lebih tinggi kerenyahan dari lama Berdasarkan hasil analis sidik
pengeringan oven 24 jam. Lama ragam menunjukan bahwa perlakuan lama
pengeringan oven 48 jam berbeda sangat pegeringan dalam oven memberikan
nyata (P<0,01) lebih tinggi kerenyahan pengaruh yang berbeda sangat nyata
dari lama pengeringan oven 24 jam. (P<0,01) terhadap citarasa kerupuk kulit
Berdasarkan hasil uji sensori, sapi. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan
pelakuan pada kerupuk kulit sapi hasil uji beda nyata jujur menunjukan
menghasilkan kerenyahan yang di sukai bahwa lama pengeringan oven 36 jam
oleh panelis hal ini mungkin dikarenakan berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi
perlakuan lama pengeringan dalam oven citarasa dibandingkan dengan lama
berpengaruh terhadap kerenyahan kerupuk pengeringan oven 48 jam dan berbeda
kulit sapi yang dihasilkan, kerenyahan nyata (P<0,05) lebih tinggi citarasa dari
merupakan sifat penting dalam penerimaan lama pengeringan oven 24 jam. Lama
produk hasil penggorengan seperti pengeringan oven 48 jam berbeda sangat
kerupuk. Tekstur kering hasil nyata (P<0,01) lebih tinggi citarasa dari
penggorengan tergantung pada kemudahan lama pengeringan oven 24 jam. Data-data
terputusnya partikel penyusunnya pada tersebut menunjukan bahwa panelis lebih
saat pengunyahan dan tergantung pula menyukai kerupuk kulit sapi dengan
pada ukuran dan kekukuhan granula- perlakuan P2 pengeringan pada temperatur
granula pati yang sudah mengembang 60°C selama 36 jam hal ini di pengaruhi
(Irmayanti et al., 2017). Adanya oleh perlakuan yang di berikan. Hal ini
peningkatan tingkat kerenyahan ini diduga sesuai dengan pernyataan dari (Ismed,
karena adanya kapur pada proses 2016) menyatakan bahwa makanan yang
pengapuran, maka proses gelatinisasi diproses dengan penggorengan menjadi
terjadi lebih sempurna sehingga akan lebih gurih. Hal ini juga didukung oleh
menghasilkan struktur yang lebih porous Ratnaningsih (2007); Iskandar et al.
setelah digoreng. Sedangkan pada (2018) menyatakan bahwa minyak
perebusan dengan air panas, molekul air berperan dalam memberikan cita rasa pada
yang terperangkap pada jaringan semakin

220
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

bahan pangan yang digoreng. Minyak Eriyana, E. dan H. Syam. 2017. Mutu
yang diserap akan merenyahkan makanan. dodol pisang berdasarkan subtitusi
berbagai jenis pisang (Musa
KESIMPULAN Paradisiaca). Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian 3(1): 34-41
Berdasarkan hasil analisis dan Hadiwiyoto. 1983. Hasil - Hasil Olahan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa Susu, Ikan, Daging dan Telur.
proses pengolahan kerupuk kulit sapi Liberty, Yogyakarta.
dengan lama pengeringan 36 jam pada Iskandar, H., P. Patang, H. Kadirman.
suhu 60°C sudah dapat menghasilkan 2018. Penggolahan talas (Colocasia
kerupuk kulit sapi yang berkualitas baik esculenta L., schott) menjadi
dan disukai. keripik menggunakan alat vacum
frying demgan variasi waktu,
DAFTAR PUSTAKA Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian 4(1): 29-42
Amertaningtyas, D. 2011. Pengolahan Ismed, I. 2016. Analisis proksimat keripik
kerupuk “Rambak” kulit di wortel (Daucus carota, l.) pada
Indonesia. Jurnal Ilmu-ilmu suhu dan lama penggorengan yang
Peternakan 21 (3): 18 – 29 berbeda menggunakan mesin
Amertaningtyas. D., Masdiana Ch. Padaga vacuum frying. Jurnal Teknologi
,Manik E , S, Abdul M, dan Pertanian Andalas 20(2): 25-32
Khothibul U, Al-Awwaly. 2011. Irmayanti, I., H. Syam dan J. Jamaluddin.
kualitas kerupuk rambak kulit 2017. Perubahan Tekstur Kerupuk
kelinci (kadar air dan daya Berpati Akibat Suhu Dan Lama
kembang) dengan menggunakan Penyangraian. Jurnal Pendidikan
teknik buang bulu yang berbeda, Teknologi Pertanian. Universitas
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Negeri Makassar. Vol. 3: 165-174
Ternak, Maret 2011, Hal 1-6 Vol. Jaelani, A., A. Gunawan dan I. Asriani.
6, No. 1 2014. Pengaruh lama penyimpanan
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. silase daun kelapa sawit terhadap
Puspitasari, Sedernawati. Dan S. kadar protein dan serat
Budiyanto.1989 Petunjuk kasar. Ziraa'ah Majalah Ilmiah
Laboratorium Analisa Pangan. Pertanian 39(1): 8-16.
PAU, IPB. Bogor Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 2014.
Cahyani, S. dan T. Hermanto. 2019. Prinsip dan Proses Teknologi
Pengaruh lama dan suhu Pangan. Alfabeta, Bandung, 320
pengeringan terhadap karakteristik hlm
organoleptik, aktifitas antioksidan Murtini, J. T., R. Riyanto, N. Priyanto dan
dan kandungan kimia tepung kulit I. Hermana. 2014. Pembentukan
pisang ambon (Musa Acuminata formaldehid alami pada beberapa
Colla). J. Sains dan Teknologi jenis ikan laut selama penyimpanan
Pangan Vol. 4, No.1, P. 2003-2016, dalam es curai. JPB Perikanan 9(2):
Th 2019 143-151.
Djunaedi, E. 2015. Pemanfaatan Limbah Ratnaningsih, B. Raharjo dan S. Suhargo.
Kulit Pisang Sebagai Sumber 2007. Kajian penguapan air dan
Pangan Alternatif dalam penyerapan minyak pada
Pembuatan Cookies. Skripsi. penggorengan ubi jalar (Ipomoea
Program Studi Kimia Universitas batatas L.) dengan metode deep fat
Pakuan. Bogor frying. Agritech 27(1):

221
Zootec Vol. 41 No. 1 : 214 – 222 (Januari 2021) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698

Said, M. I . 2012. Bahan Ajar Ilmu dan


Teknologi Pengolahan Kulit (339 I
123). Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Said, M. I., S. Triatmojo, Y. Erwanto dan
A. Fudholi. 2011. Karakteristik
gelatin kulit kambing yang di
produksi melalui proses asam basa.
Agritech 31(3): 190 – 200
Sompie, M, S. Triatmojo, A.
Pertiwiningrum dan Y. Pranoto.
2012. Pengaruh umur potong dan
konsentrasi larutan asam asetat
terhadap sifat fisik dan kimia
gelatin kulit babi. Sains Peternakan
10(1): 15-22
Sompie, M., S. Triatmojo, A.
Pertiwiningrum dan Y. Pratono.
2012. The effect of animal age
and acetic concertration on
pigskin gelatin characteristic. J.
Indonesia Tropical Animal
Agriculture 37(3): 176-182
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian
Organoleptik untuk Industri
Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara.
Jakarta.
Wahyuningtyas, N., B. Basito, W.
Atmaka. 2014. Kajian karakteristik
fisikokimia dan sensoris kerupuk
berbahan baku tepung terigu,
tepung tapioka dan tepung pisang
kepok kuning. Jurnal Teknosains
Pangan 3(2):
Widati, A.S. dan S.I. Mustakim. 2007.
Pengaruh lama pengapuran
terhadap kadar air, kadar protein,
kadar kalsium, daya kembang, dan
mutu organoleptik kerupuk rambak
kulit sapi. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak 2(1): 47-
56.

222

Anda mungkin juga menyukai