Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ILMU SOSIAl BUDAYA DASAR

Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) dan PSK (Pekerja Seks Komersial)

Disusun oleh:
Anisa prihadini(19059250)
Major :
Management dual degree’19

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


FAKULTAS EKONOMI
MANAGEMENT DUAL DEGREE
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah menganugerahkan
kepada kita semua buah kecerdasan yaitu otak, dengan kapasitor memori yang besar, sehingga kita
sebagai khalifah di muka bumi ini, merupakan makhluk yang paling mulia derajatnya dari sebaik-baik
kejadian dari semua makhluk yang diciptakan Allah.
Shalawat dan salam senantiasa terpanjatkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju dunia yang terang benderang, sampai dengan saat ini.
Alhamdulillahirobbil alamin, dalam kesempatan kali ini saya menyusun sebuah makalah yang
berjudul “Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) dan PSK (Pekerja Seks Komersial)” makalah ini
dibuat sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisa masalah soasial yang ada di sekitar kita yaitu gepeng dan PSK yang masih belum
terselesaikan hingga saat ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Edi Fakhri selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial dasar yang
telah memberikan tugas ini sehingga saya dapat menambah pemahaman saya tentang
permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi Pembaca sekalian dan dapat menambah ilmu pengetahuan
Pembaca tentang permasalahan sosial serta diharap dapat mencari jalan keluar dari permasalahan
sosial tersebut. Penyusun pun senantiasa mengharapkan masukan dari Pembaca, baik kritikan
ataupun saran. Karena kami tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Terima Kasih. Selamat
Membaca.

Padang,, 29 November 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 1
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1 Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) ................................................................................. 5
2.2 PSK (Pekerja Seks Komersial) ............................................................................................. 6
BAB III : PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Gepeng dan PSK ................................................................................................. 6
3.2 Karakteristik Gepeng dan PSK ............................................................................................. 7
3.3 Faktor Penyebab Timbulnya Gepeng dan PSK ..................................................................... 8
3.4 Cara Mengatasi Gepeng dan PSK ....................................................................................... 10
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 11
4.2 Saran .................................................................................................................................... 12
SUMBER .................................................................................................................................... 12

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan gelandangan dan pengemis masih tetap merebak di kota Jakarta dan kota-kota
lainnya. Tampaknya gepeng tetap menjadi masalah dari tahun ke tahun. Gelandangan dan pengemis
(gepeng) merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan.
Keberhasilan percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan
pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain
memunculkan gepeng karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan
pedesaan. Dampak tersebut membuat masalah ini menjadi sangat sulit untuk dihindari. Disini terjadi
semacam hubungan sebab-akibat, yaitu, ramainya gelandangan dan pengemis ini terjadi karena
tingginya angka pembangunan di kota, namun didesa sendiri sangat lambat bahkan tidak ada, yang
menyebabkan masyarakat miskin pergi ke kota dan pada akhirnya menjadi gelandangan dan
pengemis. Dengan berkembangnya gepeng maka diduga akan memberi peluang munculnya
gangguan keamanan dan ketertiban, yang pada akhirnya akan menganggu stabilitas sehingga
pembangunan akan terganggu, serta cita-cita nasional tidak dapat diwujudkan. Jelaslah diperlukan
usaha-usaha penanggulangan gepeng tersebut. Ini terjadi karena gelandangan dan pengemis ini
pada hakikatnya erat terkait dengan masalah ketertiban dan keamanan di daerah perkotaan.
Di Indonesia, selain gepeng, terdapat masalah sosial lainnya yang masih belum dapat terselesaikan
hingga saat ini, yaitu PSK (Pekerja Seks Komersial) atau kasarnya bisa disebut dengan pelacur.
Wanita-wanita yang status ekonominya rendah, ataupun ditinggal pasangannya menjadikan dia
sebagai seorang pekerja seks komersial (PSK). Atau kata yang lebih samar adalah kupu-kupu malam.
Berdasarkan analisis situasi yang dilakukan oleh seorang aktivis Hak-hak Anak, Mohammad Farid,
pada tahun 1998, diperkirakan ada 40.000-70.000 anak-anak yang dilacurkan atau 30% dari jumlah
PSK di Indonesia. UNDP mengestimasikan tahun 2003 di Indonesia terdapat 190 ribu hingga 270 ribu
pekerja seksual komersial dengan 7 hingga 10 juta pelanggan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan gepeng dan PSK ?


2. Bagaimanakah karakteristik gepeng dan PSK yang berkembang di sekitar kita ?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan timbulnya permasalahan sosial seperti gepeng
dan PSK ?
4. Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari gepeng dan PSK.


2. Untuk meningkatkan pemahaman tentang karakteristik gepeng dan PSK di sekitar kita.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan sosial seperti
gepeng dan PSK.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)

Istilah gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah
mempunyai tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993 : 179). Pada umumnya para gelandangan
adalah kaum urban yang berasal dari desa dan mencoba nasib dan peruntungannya di kota, namun
tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang cukup, keahlian pengetahuan spesialisasi dan tidak
mempunyai modal uang. Sebagai akibatnya, mereka bekerja serabutan dan tidak tetap, terutamanya
di sektor informal, semisal pemulung, pengamen dan pengemis. Weinberg (1970 : 143-144)
menggambarkan bagaimana gelandangan dan pengemis yang masuk dalam kategori orang miskin di
perkotaan sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif. Dalam
kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan bahwa pemberian stigma
negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat normal. Dengan mengutip definisi
operasional Sensus Penduduk maka gelandangan terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat
tinggal yang tetap, atau tempat tinggal tetapnya tidak berada pada wilayah pencacahan. Karena
wilayah pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka yang
dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang bermukim pada daerah
daerah bukan tempat tinggal tetapi merupakan konsentrasi hunian orang-orang seperti di bawah
jembatan, kuburan, pinggiran sungai, emper took, sepanjang rel kereta api, taman, pasar, dan
konsentrasi hunian gelandangan yang lain. Pengertian gelandangan tersebut memberikan
pengertian bahwa mereka termasuk golongan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat
daripada pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak memiliki
tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah).
Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak tertutup
kemungkinan golongan ini mempunyai tempat tinggal yang tetap. Dengan beberapa pengertian
diatas, dapat disimpulkan bahwa Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan kehidupan normal yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai
tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat
umum serta mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Sedangkan Pengemis adalah
orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan
berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu
ketertiban umum.

2.2 PSK (Pekerja Seks Komersial)

Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual
untuk uang. Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial) sebagai pelaku pelacuran sering disebut
sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu
buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak
ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga
diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di
masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka
dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai
menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku sex bebas tanpa pengaman bernama kondom.
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya
pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran
dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai
sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah
jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa
kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum
laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan
memperkosa kaum perempuan baik-baik. Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu
adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu
ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya."
Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang
juga mengacu kepada layanan seks komersial. Khusus laki-laki, digunakan istilah gigolo.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Gepeng dan PSK

a. Gepeng

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan kehidupan normal
yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum serta mengganggu Ketertiban,
Kebersihan dan Keindahan. Sedangkan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.

b. PSK
Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual
untuk uang. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual
pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya.

3.2 Karakteristik Gepeng dan PSK

a. Ciri dan Karakteristik Gepeng

Ciri-ciri dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :


1 Tidak memiliki tempat tinggal. Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini tidak memiliki tempat
hunian atau tempat tinggal. Mereka biasa mengembara di tempat umum. Tidak memiliki tempat
tinggal yang layak huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di sepanjang
sungai, emper toko dan lain-lain
2 Hidup di bawah garis kemiskinan. Para gepeng tidak memiliki penghasilan tetap yang bisa
menjamin untuk kehidupan mereka ke depan bahkan untuk sehari-hari mereka harus mengemis
atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya.
3 Hidup dengan penuh ketidakpastian. Para gepeng hidup mengelandang dan mengemis di setiap
harinya. Kondisi ini sangat memprihatikan karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat
jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain.
Memakai baju yang compang camping. Gepeng biasanya tidak pernah menggunakan baju yang rapi
atau berdasi melainkan baju yang kumal dan dekil.
4 Tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntungrokok, penarik grobak.
5 Tuna etika, dalam arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpulkebo atau komersialisasi istri
dan lain-lainnya.
6 Meminta-minta di tempat umum. Seperti terminal bus, stasiunkereta api, di rumah-rumah atau
ditoko-toko.
7 Meminta-minta dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa, disertai dengan tutur kata
yang manis dan ibah. Namun secara spesifik, Karakteristik Gepeng dapat dibagi menjadi :

Karakteristik Gelandangan :

1) Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat
dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar.
2) Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas
dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya.
3) Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang
bekas.

Karakteristik Pengemis :

1) Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.


2) Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu lintas),
pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
3) Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan ; berpura-pura sakit, merintih dan kadang-
kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.
4) Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada
umumnya. Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada kelompok
masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah:”mempunyai lingkungan pergaulan, norma dan
aturan tersendiri yang berbeda dengan lapisan masyarakat yang lainnya, tidak memliki tempat
tinggal, pekerjaandan pendapatan yang layak dan wajar menurut yang berlaku memiliki sub kultur
khas yang mengikat masyarakat tersebut
b. Ciri dan Karakteristik PSK

Pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap
sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang
buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan
bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya
kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan
memperkosa kaum perempuan baik-baik.

3.3 Faktor-faktor Timbulnya Gepeng dan PSK

a. Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya Gepeng secara umum :

1) Urbanisasi
Kebanyakan dari para gepeng merupakan kaum urban yang pada awalnya bertujuan untuk mengadu
nasib di Ibu Kota untuk meningkatkan taraf hidup yang masih kurang di kampung halamannya. Akan
tetapi, dengan minimnya kualitas Sumber Daya Manusia serta dengan semakin sedikit lapangan
pekerjaan yang ada, sehingga mereka menjadi pengangguran di Ibu Kota dan menjadikan ‘pengemis’
sebagai pekerjaan mereka sehari-hari.

2) Rendahnya keterampilan
Rendahnya keterampilan merupakan faktor intrinsik yang sangat berpengaruh. Orang-orang yang
datang ke Ibu Kota untuk merantau tanpa sebuah keahlian menjadikan peluang hidup seseorang
tersebut sangat minim. Mereka datang ke Ibu Kota tanpa sebuah persiapan yang matang, mereka
hanya bermodalkan semangat serta iming-iming mendapat pekerjaan yang lebih baik di Ibu Kota.

3) Pendidikan Rendah
Kebanyakan gepeng di Ibu Kota sangat minim dunia pendidikan. Kebanyakan dari mereka hanya
tamatan SD bahkan ada yang belum sekolah. Ini membuat sulit bersaing untuk hidup di daerang
yang biaya hidupnya lumayan mahal seperti di Ibu Kota ini.

4) Mempunyai kelemahan fisik atau penyakit.


Terdapat bebrapa orang di antara gepeng-gepeng di Ibu Kota yang menderita cacat fisik dan
penyakit semacamnya. Sehingga mereka terbatas untuk melakukan pekerjaan. Faktanya, yang
normal saja susah untuk bekerja, apalagi yang cacat. Terlebih mereka tidak mempunyai keluarga
yang dapat mengurusi mereka dan memberi mereka kehidupan yang layak.

5) Lingkungan
Saat ini, ada beberapa orang anak yang menjadi gepeng dikarenakan terlahir dilingkungan gepeng.
Artinya, Anak-anak yang terlahir dari orang tua yang sebagai gepeng, secara tidak langsung telah
menambah jumlah gepeng dengan proses kelahiran. Ini menjadi faktor yang juga sangat
memprihatinkan. Nantinya anak-anak tersebut akan kesulitan juga untuk mendapat pendidikan dan
kehidupan yang layak.

Dari sekian faktor yang ada, ada 5 faktor yang menjadi penyebab adanya gelandangan di Ibu Kota
yaitu Urbanisasi, Keterampilan, Pendidikan, Kelemahan Fisik dan Lingkungan. Hal itu menjadi dasar
yang membuat orang-orang tersebut terpaksa menjadi Gepeng.

b. Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya PSK secara umum :


Pekerja seks komersial kebanyakan terjadi pada remaja yang diawali dengan terjadinya pergaulan
kearah seks bebas, dimana menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan seks adalah sebagai
berikut :

1) Tekanan yang datang dari teman pergaulannya


Lingkungan pergaulan yang dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan
temannya yang belum melakukan hubungan seks, bagi remaja tersebut tekanan dari teman-
temannyaitu dirasakan lebih kuat dari pada yang didapat dari pacarnya sendiri.

2) Adanya tekanan dari pacar


Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja
terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapinya. dalam hal ini yang
berperan bukan saja nafsu seksual, melainkan juga sikap memberontak terhadap orang tuanya.
Remaja lebih membutuhkan suatu hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri selayaknya
orang dewasa.

3) Adanya kebutuhan badaniah


Seks menurut para ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
seseorang, jadi wajar jika semua orang tidak terkecuali remaja, menginginkan hubungan seks ini,
sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dengan resiko yang akan dihadapinya.

4) Rasa penasaran
Pada usia remaja. keingintahuannya begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-temannya
mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah lagi adanya infomasi yang tidak terbatas masuknya,
maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan
berbagai macam percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan.

5) Pelampiasan diri
Factor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur berbuat, seorang remaja
perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya, maka
dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan
menjerumuskannya dalam pergaulan bebas.

6) Lingkungan keluarga.
Bagi seorang remaja mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat
berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orang tua dan anak), akibatnya remaja tersebut
merasa tertekan sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai
pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks

3.4 Cara Mengatasi Gepeng dan PSK

a. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi PSK

Solusi dari permasalahan gelandangan dan pengemis yaitu dengan cara rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis yaitu proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
terorganisasi dan terencana, meliputi usaha-usaha pembinaan fisik, bimbingan mental sosial,
pemberian keterampilan dan pelatihan kerja untuk penyaluran ke tengah-tengah masyarakat. Selain
itu, tujuan dari proses rehabilitasi adalah membuat seorang menyadari potensi-potensinya dan
selanjutnya melalui sarana dan prasarana yang diberikan kepadanya berusaha untuk mewujudkan
atau mengembangakan potensi-potensi tersebut secara maksimal untuk dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara optimal. Berdasarkan model pelayanan maka pelayanan rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis dibagi 3 (tiga) model (Waluyo, 2002 : 35) yaitu :

1) Sistem non Panti, model ini memberikan pelayanan di luar panti/tidak ditampung dalam
asrama. Para klien mendapat bimbingan sosial, keterampilan dan bantuan dalam masyarakatnya
masing-masing. Sistem ini sangat terbuka dan memberikan kebebasan para klien untuk berinteraksi
dengan masyarakat sekitarnya, namun kontrol dan monitoring terhadap semua kegiatan rehabilitasi
sulit dilakukan, termasuk kontrol terhadap penggunaan bantuan stimulus dan bantuan modal
lainnya.

2) Sistem Panti merupakan suatu model pelayanan kesejahteraan sosial secara langsung.
Pelayanan yang diberikan relatif intensif karena penyandang masalah kesejahteraan sosial
ditempatkan dalam suatu rumah/panti sehingga secara teknis mudah melakukan bimbingan,
pembinaan, pemecahan masalah juga dilakukan di dalam panti dan klien terisolasi dalam panti dan
tidak dapat berinteraksi sosial secara bebas dengan masyarakat sekitarnya.

3) Sistem Lingkungan Pondok Sosial (liposos) sistem pembinaan penyandang masalah kesejahteran
sosial yang bersifat konfrehensif, integratif, dimana dalam kesatuan lingkungan membunuh dihukum
penjara sekian tahun, pelaku kejahatan korupsi dihukum sekian tahun dst. Dengan demikian
pendekatan hukum memandang bahwa masalah sosial terjadi. Pendekatan ini bisa besifat preventif
dalam arti masalah sosial dapat dicegah melalui upaya sosialisasi norma-norma hukum yang berlaku
dalam masyarakat maupun bersifat kuratif atau rehabilitatif dalam arti terhadap pelaku pelanggar
norma hukum akan diberikan sanksi tertentu dan diadakan pembinaan agar dia tidak lagi melakukan
pelanggaran-pelanggaran terhadap norma hukum. Mereka yang berperan dalam pendekatan ini
antara lain adalah para penegak hukum maupun aparat pemerintah yang berwajib.

b. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi PSK

Perlu ada perhatian dari kita bersama dengan cara memberikan informasi yang cukup mengenai
pendidikan seks dan Pendidikan agama. Kalau tidak ada informasi dan pendidikan agama di
khawatirkan remaja cendrung menyalah gunakan hasrat seksualnya tanpa kendali dan tanpa
pencegahan sama sekali. semua menyedihkan, dan sekaligus berbahaya, hanya karena kurangnya
tuntunan seksualitas yang merupakan bagian dari kemanusiaan kita sendiri. Kalau dikaitkan dengan
kondisi saat ini maka sudah sewajarnyalah kita mendukung RUU APP.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya, Perilaku menggepeng erat kaitannya dengan
urbanisasi, dan urbanisasi erat kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah
pedesaan dan perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi akan sulit dibendung dan
akan memberi peluang munculnya kegiatan sector informal seperti kegiatan menggepeng. Pada
hakikatnya tidak ada norma sosial yang mengatur perilaku menggepeng. Kegiatan menggepeng
umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anak-anaknya. Mereka umumnya relatif muda dan
termasuk dalam tenaga kerja yang produktif. Pendidikan keluarga gepeng pada umumnya rendah.
Ini disebabkan karena susahnya masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan, juga termasuk
karena anak usia sekolah terpaksa menggelandang dan mengemis untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Akhirnya kebodohan dan kemiskinan pun seakan menjadi sebuah turunan pada keluarga
tersebut. Adanya peran aktif dari berbagai kalangan dalam hal ini dalam pengentasan kemiskinan
dan juga masalah Gelandangan dan pengemis ini. Ada beberapa langkan yang mungkin dapat
diterapkan antara lain adalah tetap menertibkan para Gelandangan-gelandangan dan Pengemis
tersebut dan berusaha untuk mengembalikan ke kampung halamannya. Berikutnya adalah
mengembangkan usaha-usaha dari desa asal agar tidak terulang permasalahan tersebut, atau dalam
kata lain tidak membuat semacam ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. pemenuhan
kebutuhan spiritual untuk memelihara sikap idealis yang telah ada di masyarakat.
Selain Gepeng, Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan
hubungan seksual untuk uang. Pekerja seks komersial sangat erat kaitannya dengan seks bebas yang
sekarang seringkali ditemukan seks bebas pada remaja yang disebabkan beberapa faktor seperti:
Tekanan yang datang dari teman pergaulannya, Adanya tekanan dari pacar, Adanya kebutuhan
badaniah, Rasa penasaran, ataupun Pelampiasan diri. Perlu ada perhatian dari kita bersama dengan
cara memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan Pendidikan agama untuk
mengatasi dan mencegah timbulnya Pekerja Seks Komersial yang semakin meningkat.

4.2 Saran

Hendaklah kita sebagai warga negara Indonesia ikut andil membatu pemerintah untuk mencegah
dan mengatasi timbulnya gelandangan dan pengemis di Ibu Kota serta mengontrol remaja-remaja
agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas khususnya pergaulan seks bebas.

Anda mungkin juga menyukai