Anda di halaman 1dari 11

TUGAS UJIAN STASE IGD1

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA CEDERA KEPALA

Penguji : Dr. dr. Prijo Sidipratomo, SpRad(K).

Penyaji : dr. Igar Satwika Niroga

Program Pendidikan Dokter Spesialis Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta 2022
BAB 1

PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum. Diperkirakan
sekitar 80–85% kasus cedera kepala termasuk dalam cedera kepala ringan. Sisanya berupa
cedera kepala sedang dan berat, dan merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di dunia. Angka kejadian cedera kepala tertinggi pada usia 0–4 tahun dan 15–19
tahun, dengan kejadian pada laki-laki dua kali lebih sering daripada pada perempuan. Dua
penyebab utama cedera kepala adalah jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor.1–3

Pencitraan memegang peranan penting dalam mengidentifikasi pasien dengan cedera kepala.
Tujuan dari pencitraan adalah mendeteksi cedera yang membutuhkan tindakan atau
pengobatan segera dan menentukan prognosis untuk menyesuaikan terapi rehabilitasi pasien.
Computed Tomography (CT) scan adalah modalitas pilihan untuk pencitraan cedera kepala
akut karena cepat dan akurat dalam mendeteksi cedera yang membutuhkan tindakan.
Sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif dalam mendeteksi cedera
intrakranial, seperti cedera axon, dan produk darah 24–48 jam setelah kejadian trauma.3,4
BAB 2

KASUS

Seorang pasien laki-laki dewasa, berumur 26 tahun datang dengan keluhan mengalami
kecelakaan lalu lintas saat sedang mengendarai sepeda motor. Pasien mengalami penurunan
kesadaran sesaat dan tidak ingat dengan mekanisme kejadian.

Sebagai dokter radiologi, pencitraan apakah yang sebaiknya direncanakan untuk pasien
tersebut?
BAB 3

CEDERA KEPALA

3.1 Definisi dan Epidemiologi

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal yang
dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), trauma kapitis
atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis berupa gangguan fisik,
kognitif, dan psikososial yang dapat bersifat sementara atau permanen. 5 Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Indonesia 2022 menunjukkan insiden cedera kepala sebanyak 11,9% dari
jenis cedera yang terjadi, sebanyak 44,7% terjadi akibat kecelakaaan lalu lintas di jalan raya.6

3.2 Klasifikasi

Secara klinis cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu
sebuah sistem yang digunakan untuk menilai derajat gangguan kesadaran (Tabel 1 dan 2).3,7

Tabel 1. Komponen penilaian dalam sistem Glasgow Coma Scale7


Tabel 2. Derajat kesadaran berdasarkan GCS6

Kategori GCS Gambaran klinis CT Scan otak


Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologis (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit neurologis (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan >10 menit s/d 6 jam, defisit neurologis Abnormal
(+)
Berat 3-8 Pingsan >6 jam, defisit neurologis (+) Abnormal

GCS dikembangkan dengan mengukur 3 komponen penilaian ke dalam sebuah indeks, yaitu
respon membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Nilai pengukuran berkisar dari 3
hingga 15. Skor total menunjukkan derajat keparahan injuri otak, dengan nilai 3-8 untuk
cedera kepala berat (CKB), 9-12 untuk cedera kepala sedang (CKS), dan 3-15 untuk cedera
kepala ringan (CKR).3,7

Selain itu, cedera kepala juga dapat diklasifikasikan menjadi cedera kepala primer dan
sekunder, dengan pembagian sebagai berikut:7,8
1. Cedera kepala primer: terjadi karena trauma lamgsung terhadap kepala, dan sudah
terjadi saat pasien pertama kali menerima perawatan. Lesi cedera kepala primer
dibagi berdasarkan lokasinya:
a. Lesi primer ekstra-aksial: hematoma epidural, hematoma subdural,
perdarahan subarakhnoid, dan perdarahan intraventrikular.
b. Lesi primer intra-aksial: kontusio serebri, hematoma intaserebral,
diffuse axonal injury (DAI), gray matter injury, dan cedera vaskular.
2. Cedera kepala sekunder: terjadi karena komplikasi dari trauma primer. Lesi
cedera kepala sekunder dibagi berdasarkan waktunya:
a. Lesi sekunder akut dan subakut: edema serebral, iskemia, dan herniasi
otak.
b. Lesi sekunder kronik: hidrosefalus, kebocoran cairan serebsospinal,
kista leptomeningeal dan ensefalomalasia.
3.3 Pemeriksaan Radiologi

CT Scan

Konsensus mengatakan bahwa CT scan kepala non kontras adalah pencitraan awal terbaik
untuk pasien dengan cedera kepala akut. CT scan sensitif untuk mendeteksi cedera
intrakranial berat yang berpotensi menyebabkan kematian, intervensi neurologis, intubasi >24
jam, atau perawatan >2 hari. CT scan juga sensitif dan spesific untuk mendeteksi perdarahan
intrakranial, koleksi cairan ekstra-aksial, fraktur tulang tengkorak, dan benda asing
radioopak. Selain itu CT scan juga dapat mendeteksi edema dan herniasi otak.4

MRI

Saat ini MRI tidak disarankan sebagai pemeriksaan awal cedera kepala karena ketersediannya
yang terbatas dan waktu yang dibutuhkan lebih lama pada pemeriksaannya. Walaupun begitu,
MRI dapat digunakan pada kasus-kasus di mana terdapat gangguan neurologis, namun hasil
CT scan normal. MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam medeteksi usia perdarahan
intrakranial, kontusio otak, cedera batang otak, dan cedera akson.4

Gambar 1. Algoritma pendekatan diagnostik untuk pasien cedera kepala9


Rangkuman dari rekomendasi pencitraan pada pasien dengan cedera kepala dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3. Rekomendasi pencitraan pada pasien cedera kepala4

Modalitas atau Sekuens Indikasi Cedera Kepala


CT kepala non kontras Pilihan pertama untuk cedera kepala ringan,
sedang, atau berat akut
CT kepala non kontras Pemeriksaan ulang pada pasien cedera
kepala akut dengan penurunan kondisi
neurologis
CT kepala non kontras Dapat menjadi pilihan pada pasien anak
dengan cedera kepala
CT kepala non kontras Pemeriksaan ulang pada pasien cedera
kepala ringan dengan hasil CT awal normal
CTA otak Dicurigai ada cedera vaskular
MRI otak non kontras Cedera kepala akut atau subakut bila
terdapat gangguan neurologis tapi hasil CT
kepala non kontras normal
T2* dan SWI MRI DAI akut, subakut, atau kronik
MRI otak kontras Dapat membantu melihat kontusio otak
subakut
Advanced neuroimaging Cedera kepala ringan dengan hasil CT dan
MRI normal

Pasien dewasa dengan trauma kepala dan mempunyai satu faktor risiko di bawah ini harus
segera dilakukan pemeriksaan CT scan kepala dalam waktu 1 jam:10,11
1. GCS <13 pada penilaian awal di ruang emergensi
2. GCS <15 pada 2 jam setelah terjadinya trauma saat dilakukan penilaian awal di
ruang emergensi
3. Dicurigai adanya fraktur tulang tengkorak terbuka dan fraktur impresi
4. Tanda-tanda adanya fraktus basis cranii (hemotimpanium, raccoon eyes, otorea
cairan serebrospinal dan Battle’s sign)
5. Kejang pasca trauma
6. Defisit neurologis fokal
7. Muntah lebih dari satu kali
8. Amnesia lebih dari 30 menit mengenai kejadian sebelum trauma

3.4 Tatalaksana

Tujuan utama dari penatalaksanaan trauma kapitis adalah penatalaksanaan intensif dengan
memperhatikan jalan napas, oksigenasi dan dukungan hemodinamik yang stabil untuk
menghindari trauma sekunder yang dapat terjadi akibat hipoksia dan hipotensi.12
Penatalaksanaan pasien dengan trauma kapitis harus dilaksanakan sesegera mungkin mulai di
tempat kejadian terjadinya trauma untuk mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang
adekuat. Pasien dengan cedera kepala sedang atau berat harus dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas yang memadai. Outcome pada pasien trauma kapitis dipengaruhi oleh metode
transpor, durasi transit dan tim yang menangani pasien pertama kali. Pencegahan terjadinya
hipoksia dan hipotensi sangat penting, karena ditemukan bukti bahwa terjadinya hipotensi
berhubungan dengan risiko kematian dua kali lebih besar dan meningkatkan risiko terjadinya
kecacatan.12

Tabel 4. Protokol Penatalaksaan Prehospital pada Trauma Kapitis12


BAB 4

DISKUSI KASUS

Pasien pada ilustrasi kasus adalah sorang laki-laki dewasa dengan keluhan kehilangan
kesadaran sesaat setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Dapat diasumsikan bahwa
pasien mengalami cedera kepala akut.

Berdasarkan algoritma dan tabel yang sudah dijelaskan di atas, pasien ini disarankan untuk
menjalani pemeriksaan CT scan kepala non kontras.

Gambar 2. Algoritma pendekatan diagnostik untuk pasien cedera kepala9


BAB 5

KESIMPULAN

Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis berupa gangguan fisik, kognitif,
dan psikososial yang dapat bersifat sementara atau permanen.

CT scan adalah modalitas pilihan untuk pencitraan cedera kepala akut karena cepat dan
akurat dalam mendeteksi cedera, terutama yang bersifat perdarahan dan fraktur pada tulang-
tulang kranial dan yang membutuhkan tindakan. Sedangkan MRI lebih sensitif dalam
mendeteksi cedera intrakranial, seperti cedera axon, dan produk darah 24–48 jam setelah
kejadian trauma.

Pada pasien dalam ilustrasi kasus mengalami cedera kepala akut, sehingga pasien ini
sebaiknya disarankan pencitraan CT scan kepala non kontras, dengan tujuan mendeteksi
cedera yang membutuhkan tindakan atau pengobatan segera dan menentukan prognosis untuk
menyesuaikan terapi rehabilitasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Galgano M, Toshkezi G, Qiu X, Russel T, Chin L, Zhao L-R. Traumatic Brain Injury: Current
Treatment Strategies and Future Edeavors. Cell Transplant. 2017;26(7):1118–30.

2. Anzai Y, Minoshima S. Imaging of traumatic brain injury: current and future. Imaging Med.
2011;3(2):153–65.

3. Schweitzer AD, Niogi SN, Whitlow CT, Tsiouris AJ. Traumatic brain injury: Imaging patterns
and complications. Radiographics. 2019;39(6):1571–95.

4. Wintermark M, Sanelli PC, Anzai Y, Tsiouris AJ, Whitlow CT. Imaging Evidence and
Recommendations for Traumatic Brain Injury: Conventional Neuroimaging Techniques. J Am
Coll Radiol. 2015;12(2):e1–14.

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Konsensus Nasional Penanganan


Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI); 2006.

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018 [Internet]. [cited
2020 Mar 12]. Available from:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf

7. Pangilinan PH. Classification and complications of traumatic brain injury: Practice essentials,
epidemiology, pathophysiology [Internet]. [cited 2020 Mar 12]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/326643-overview#a4
8. Le TH, Gean AD. Imaging of Head Trauma. Roentgenology. 2006;177-89.
9. Maas AIR, Stocchetti N, Bullock R. Moderate and severe traumatic brain injury in adults. The
Lancet Neurology. 2008;7(8):728-741.
10. Dash HH, Chavali S. Management of traumatic brain injury patients. Korean J Anesthesiol.
2018;71:12–21.
11. National Institute for Health and Care Excellence (NICE). Head injury: assessment and early
management | Guidance [Internet]. [cited 2020 May 5]. Available from:
https://www.nice.org.uk/guidance/cg176
12. Carrasco R, Pascual JM, Navas M, Martínez-Flórez P, Manzanares-Soler R, Sola RG.
Kernohan-Woltman notch phenomenon caused by an acute subdural hematoma. J Clin
Neurosci. 2009;16:1628–31.

Anda mungkin juga menyukai