Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

PERAWATAN LUKA

Pembimbing :

dr. Saskia RA Hapsari, Sp.KK FINSDV

Disusun Oleh:

Joceline Valencia

112018069

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD TARAKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

PERIODE 15 MARET – 17 APRIL 2021


DAFTAR ISI

Cover

Daftar Isi..............................................................................................................................2

BAB I. Pendahuluan..........................................................................................................3

BAB II. Tinjauan Pustaka................................................................................................4

Kulit.....................................................................................................................................4

Luka.....................................................................................................................................9

Penyembuhan dan Perawatan Luka.....................................................................................12

Penutupan Luka...................................................................................................................12

Fase Penyembuhan Luka.....................................................................................................14

Gangguan Penyembuhan Luka............................................................................................21

Penanganan Luka Akut........................................................................................................22

Penanganan Luka Kronis.....................................................................................................23

Komplikasi Penyembuhan Luka..........................................................................................27

BAB III. Kesimpulan.........................................................................................................28

Daftar Pustaka......................................................................................................................29

2
BAB I
PENDAHULUAN

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma
tajam atau tumpul, perubahan suhu, paparan zat kimia, ledakan, sengatan listrik, maupun gigitan
hewan.1 Luka dapat menyebabkan kerusakan fungsi perlindungan kulit akibat hilangnya
kontinuitas jaringan epitel dengan atau tanpa kerusakan jaringan lain, seperti otot, tulang, dan
saraf.2
Luka lecet merupakan jenis luka tertinggi yang dialami penduduk Indonesia yaitu
sebanyak 70,9% dan diikuti oleh luka robek sebesar 23,2%. Sebanyak 40,9% luka disebabkan
oleh terjatuh dan 40,6% oleh kecelakaan motor. Penyebab lain yaitu benda tajam atau tumpul
(7,3%), transportasi darat lain (7,1%), dan kejatuhan (2,5%).3 Perawatan luka merupakan
serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya trauma atau injury pada kulit
dan membran mukosa jaringan lain akibat adanya trauma, fraktur, dan luka operasi yang dapat
merusak permukaan kulit.4 Umumnya, perawatan luka masih dilakukan secara sederhana dan
disamaratakan dengan suatu pola tertentu untuk berbagai kondisi dan problem luka. Perawatan
luka harus menyesuaikan kondisi dan problem luka yang terjadi dan tidak selalu sama pada
setiap diagnosis luka. Perawatan luka yang optimal berperan penting dalam proses penyembuhan
luka agar dapat berlangsung dengan baik. Selain bertujuan untuk mencapai kesembuhan luka,
perawatan luka bertujuan untuk memperoleh waktu penyembuhan yang lebih singkat,
menghindari gangguan dan masalah yang ditimbulkan oleh luka, yang dapat berujung pada
produktivitas kerja dan biaya yang dikeluarkan dalam proses penyembuhan luka.5

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KULIT

Kulit (dikenal juga sebagai membran kutaneus / integument) menutupi permukaan tubuh
bagian luar dan merupakan organ tubuh terbesar dalam hal berat dan area permukaan. Secara
struktur, kulit terdiri dari 2 komponen utama. Yang atas dan juga bagian yang lebih tipis, yang
mana terdiri dari jaringan epitel, adalah epidermis. Sedangkan yang lebih dalam, bagian jaringan
ikat yang lebih tebal adalah dermis. Lebih dalam dari dermis tetapi bukan bagian dari kulit
adalah lapisan subkutan. Lapisan yang juga disebut hypodermis ini terdiri dari areolar dan
adipose tissue. Lapisan subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan lemak dan mengandung
banyak pembuluh darah besar yang memperdarahi kulit. Daerah ini juga mengandung ujung
saraf pacini yang sensitive terhadap tekanan.
- Epidermis:
Lapisan ini terdiri dari keratinized stratified squamous epithelium dan memiliki 4 jenis
sel (keratinosit, melanosit, langerhans, dan merkel). Pada sebagian besar area tubuh,
epidermis memiliki 4 lapisan (basale, spinosum, granulosum, dan korneum). Ini disebut
kulit tipis. Sedangkan di tempat – tempat yang sering terjadi gesekan seperti pada ujung
jari, telapak tangan, dan telapak kaki, epidermis mempunyai 5 lapisan (basale, spinosum,
granulosum, lusidium, korneum). Ini disebut kulit tebal. Berikut ini pembahasan tentang
setiap lapisan.
a. Stratum korneum (horny layer) : terdiri dari 25-30 lapisan flattened dead
keratinocytes dan tidak memiliki nucleus. Pada lapisan ini, protoplasma sudah
menjadi keratin keratin. Lapisan ini memiliki lemak dari lamellar granules diantara
sel – sel. Fungsi lapisan ini adalah untuk melindungi terhadap panas, mikroba, dan
bahan – bahan kimia.
b. Stratum lusidium : terdiri dari 3-5 lapisan flattened clear dead keratinocytes yang
memiliki sejumlah besar keratin dan membrane plasma yang tebal. Lapisan ini hanya
ada pada kulit tebal.
4
c. Stratum granulosum (transition layer) : terdiri dari 3-5 lapisan flattened keratinocytes
yang mengalami apoptosis. Lapisan ini memiliki keratohyalin (granules protein yang
berwarna gelap yang kemudian mengubah tonofilaments menjadi keratin) dan
membrane enclosed lamellar granules yang melepaskan sekret yang kaya akan lipid
yang berfungsi sebagai barier penahan air.
d. Stratum spinosum (prickle cell layer) : terdiri atas 8-10 lapisan keratinosit bersisi
banyak yang letaknya berdekatan. Lapisan ini memiliki sel - sel langerhans yang
berfungsi untuk sistem imun dan proyeksi melanosit. Lapisan ini berfungsi untuk
menyediakan kekuatan dan fleksibilitas untuk kulit.
e. Stratum Basale (stratum germinativum) : terdiri dari lapisan tunggal keratinosit
kuboid / kolumnar. Lapisan ini memiliki melanosit yang berfungsi memberi warna
pada kulit dan menyerap UV yang merusak, merkel cells dan merkel disc yang
berfungsi untuk sensasi sentuhan, dan beberapa stem cells yang berfungsi untuk
membentuk sel –sel baru.

- Dermis
Dermis terdiri dari jaringan ikat yang kuat yang mengandung kolagen dan elastic fibers.
Beberapa sel hadir di dermis termasuk fibroblast, beberapa makofag, dan beberapa
adiposity dekat perbatasan dengan lapisan subkutan. Pembuluh darah, saraf, kelenjar, dan
folikel rambut terdapat pada lapisan dermis. Berdasarkan struktur jaringannya, dermis
dapat dibagi menjadi:
a. Pars papillare : 1/5 dari ketebalan seluruh lapisan. Bagian ini memiliki collagen
(untuk memberi kekuatan tekanan yang besar untuk mencegah robek), fine elastic
fibers (untuk mengembalikan ke keadaan tidak teregang), dermal papillae, dermal
ridges (untuk memberikan sidik jari) that house capillary loops, meissner corpuscles
(memberi sensasi sentuhan), free nerve endings (untuk memberi signal terhadap
sensasi tertentu).
b. Pars reticulare : 4/5 dari ketebalan seluruh lapisan. Lapisan ini terdiri dari jaringan
ikat tebal yang tidak beraturan yang mengandung fibroblast, bundles of collagen, dan
beberapa coarse elastic fibers dengan beberapa sel – sel adiposa, folikel rambuut,

5
saraf, kelenjar minyak (sebasea), kelenjar keringat (sudorifera) yang terletak diantara
fibers. Tidak hanya itu, lapisan ini juga mempunyai musculus erector pili.
Glandula Sudorifera (kelenjar keringat)
 Ada 2 macam : kelenjar ekrin (secret encer - sekresi dipengaruhi oleh saraf
kolinergik, faktor panas, dan stress emotional – ada di seluruh permukaan kulit
namun terbanyak di telapak tangan, telapak kaki, aksila, dahi – dibentuk
sempurna pada minggu ke 28 gestasi tapi berfungsi pada 40 minggu stlh partus)
dan kelenjar apokrin (secret lebih kental – sekresi dipengaruhi oleh saraf
adrenergic - ada di aksila, areola, mamae, pubis, labia minora, sal. telinga luar)
 Keringat mengandung air, elektrolit, as. Laktat, dan glukosa. PH + 4 - 6,8.

Tabel 1. Kelenjar keringat ekrin dan apokrin

Glandula Sebacea (kelejar palit / kelenjar minyak / kelenjar holokrin)


Ada di seluruh permukaan kulit kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Sekret
berasal dari dekomposisi sel – sel kelenjar. Sekresi dipengaruhi oleh hormone
androgen. Sebum mengandung trigliserida, as. Lemak bebas, skualen, wax ester, dan
kolesterol.

6
- Subkutis : lapisan ini berfungsi untuk menyimpan cadangan energi, sebagai bantalan dan
pelindung kulit. Pada lapisan ini, struktur yang ada dapat bergerak / tidak terfiksir pada 1
tempat. Lapisan yang membentuk kontur tubuh ini memiliki pacini corpuscles yang
berfungsi memberikan sensasi terhadap tekanan and cerumimous gland yang berfungsi
memproduksi waxy lubricating secretion. Kombinasi sekret dari kelenjar serumen dan
kelenjar sebasea adalah materi kekuningan yang disebut serumen / kotoran telinga yang
mana mencegah masuknya air ke kanal, serta mencegah bacteria dan jamur masuk ke
dalam sel.

Gambar 1. Lapisan kulit dan bagian-bagiannya.

Berikut ini beberapa fungsi kulit:


 Proteksi terhadap gangguan fisis, mekanis, kimiawi, panas, infeksi luar, UV.
 Absorpsi cairan yang mudah menguap dan larut lemak. Dipengaruhi oleh ketebalan kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolism, dan jenis vehikulum.
 Ekskresi zat – zat yang tdk berguna / sisa metabolism dalam tubuh (NaCl, yrea, asam
urat, ammonia). Pada fetus, kelenjar sebacea dipengaruhi hormone androgen ibu
memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhaap cairan amnion shg pada waktu
lahir ditemukan sbg vernix caseosa.

7
 Persepsi karena memiliki ujung – ujung saraf di dermis dan subkutis. Rufini – panas,
Krause – dingin, Pacini – tekanan, Meissner dan badan merkel – rabaan.
 Pengaturan suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat dan kontraksi otot dan pembuluh
darah kulit.
 Pembentukan pigmen oleh melanosit di stratum basal. Warna kulit dipengaruhi oleh
jumlah melanosit, jumlah dan besar melanosome, tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi
Hb, dan karoten.
 Keratinisasi dimana keratin mengalami proses sintesis dan degenerasi menjadi lapisan
tanduk yang berlangsung selama + 14 – 21 hari untuk memberi perlindungan kulit secara
fisiologik thd infeksi.
 Pembentukan vit. D dengan bantuan sinar matahari mengubah 7 dihidroksi kolesterol.

Tabel 2. Fungsi kulit dan sel-sel yang terlibat.

8
LUKA

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan
kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul5 :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :


1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut
Luka akut adalah luka dalam hitungan jam (s/d 8 jam). Luka yang dibiarkan lebih dari 8
jam dinamakan neglected wound (luka yang terabaikan). Luka akut umumnya merupakan
luka traumatik, contohnya luka tertusuk, terpotong, abrasi, laserasi, luka bakar, dan luka
traumatik lainnya.
b. Luka kronis
Luka kronis adalah luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa melewati fase-fase
penyembuhan secara sempurna; atau merupakan luka yang berulang. Contohnya adalah
luka akibat tekanan.

2. Berdasarkan proses terjadinya


a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam dan
kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat pembedahan.
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.

9
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang
jaringan.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh. Biasanya
pada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi pada bagian ujung luka biasanya
akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api,
atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi, listrik dan bahan kimia. Kerusakan
dapat menyertakan jaringan bawah kulit.

3. Berdasarkan derajat kontaminasi


a. Luka bersih (Clean Wounds)
Kulit di sekitar luka tampak relatif normal. Kulit tidak perih jika disentuh dan tidak
hangat ataupun bengkak. Jika luka tersebut adalah luka akut, otot yang terekspose akan
tampak normal. Jika luka tersebut adalah luka yang sudah lama, mungkin dapat dijumpai
jaringan granulasi (jaringan merah terang yang berdarah jika diusap) di atas luka. Tidak
ada jaringan nekrotik di atas luka. Di atas luka mungkin dijumpai material fibrous
(eksudat, lihat di bawah) di atas luka - tapi tidak cair, seperti nanah. Antibiotik sistemik
tidak diperlukan untuk luka tipe ini.

Gambar 2. Luka bersih

10
b. Luka yang terinfeksi
Pada luka yang terinfeksi, kulit di sekitar luka biasanya berwarna merah dan hangat dan
bengkak. Pada luka tersebut bisa dijumpai nanah dan jaringan nekrotik. Pada umumnya
luka terinfeksi lebih terasa nyeri dibanding luka yang bersih. Antibiotik sistemik dan
debridemen diperlukan jika luka tersebut terinfeksi. Sangatlah penting untuk
membedakan antara luka bersih dan luka terinfeksi karena berkaitan dengan kapan
antibiotik sistemik diperlukan. Tidak setiap luka terbuka memerlukan antibiotik.
Pemberian antibiotik hanya diperlukan ketika luka tersebut terinfeksi.

Gambar 3. Luka yang terinfeksi

c. Luka maligna (malignant wound)


Suatu luka yang timbul akibat adanya sel-sel neoplasma maligna di sekitar luka tersebut,
juga dapat dikategorikan sebagai luka kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang
mengikuti prinsip-prinsip diatas dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik.

4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a. Stadium I (Luka Superfisial/ Non-Blanching Erithema)
Luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II (Luka “Partial Thickness”)
Hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan
luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III (Luka “Full Thickness”)

11
Hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang
dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
d. Stadium IV (Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas)

PENYEMBUHAN & PERAWATAN LUKA

A. Penutupan luka
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit sehingga
mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan fungsi. Proses penutupan pada
luka terbagi menjadi beberapa cara, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan
serta perlakuan pada luka.
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila luka segera
diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat secara aseptik dengan
kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan dengan baik seperti dengan
penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak
dan pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan
kecil.
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara alami. Luka
akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini
disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya
memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika
lukanya terbuka lebar.
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi
berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas sering meninggalkan
jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan
ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang
12
demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit
dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan primer tertunda.
Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan kemudian
dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan tersambungkan. Hal ini
mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas dibandingkan dengan
penyembuhan primer.

Gambar 4. Macam-macam proses penutupan luka

4. Skin Graft
Skin graft adalah segmen epidermis dan dermis yang telah dipindahkan dari suplai
darahnya dan ditransplantasikan ke tempat lain. Skin graft digunakan untuk mempercepat
proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi. Graft dapat dengan ketebalan partial
(partial thickness) atau seluruhnya (full thickness). Skin graft dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Autograft: pemindahan kulit ke sisi yang luka dari bagian lain di tubuh pasien.
Dengan cara ini akan dihasilkan luka kedua yang disebut juga donor site. Bagian ini
dibiarkan sembuh dengan secondary intention.
b. Allograft: donor site didapat dari individu lain dengan spesies yang sama, contohnya
orang yang satu ke yang lain.

13
c. Xenograft: donor site ditransplantasikan dari spesies yang berbeda, misalnya hewan
ke manusia.
d. Cultured epidermis: pengembangbiakan jaringan dari sebagian kecil sel – sel epitel
yang diambil dari donor/ penerima untuk menjadi epidermis. Sel – sel dikembangkan
terlebih dahulu dilaboratorium sebelum ditransplantasikan. Karena tidak ada bagian
dermisnya, maka harus diberikan perhatian lebih untuk meminimalkan gesekan pada
kulit baru yang akan ditempel.
5. Flap
Flap adalah relokasi jaringan dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya guna
merekonstruksi defek primer sementara terjadi defek kedua yang memerlukan skin
grafting atau penutupan primer. Flap dideskripsikan sebagai skin / kutaneus flap dan
composite tissue flap. Skin flap terdiri dari kulit dan superficial fascia. Sedangkan
composite tissue flap dideskripsikan berdasarkan jenis jaringan pembentuknya dan
termasuk: fasciocutaneous flap, myocutaneous flap dan osteomyocutaneous flap. Flap
dapat berupa free flap atau pedicle flap. Free flap merelokasi kulit dan jaringan subkutan
sebagai complete segmen dengan anastomosis dari suplai darah bagian ke pembuluh
darah tempat yang terpengaruhi. Pedicle flap adalah transfer kulit dan jaringan subkutan
ke bagian tubuh lain. Suplai darah untuk flap dijaga oleh vaskularisasi pedicle yang
tertempel pada tubuh pada donor site hingga suplai darah baru terbentuk. Donor site
diskin graft atau jahit untuk menciptakan penyembuhan secara intense primer.

B. Fase penyembuhan luka


Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait
dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/ jenis dan derajat luka. Sehubungan
dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang
terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah  menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk
mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.

14
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya
platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot)
dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah
kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel  yang akan menutup
pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi kapiler karena sti mulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local
reflex action, dan adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk
ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan
tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil)
ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri
di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang
berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.
Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta
terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai
pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat pada
kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

Gambar 5. Fase hemostasis dan inflamasi

15
2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir
minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,
menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar
pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk
struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat
jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,
fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian
akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,
asam hyaluronat, fibronectin dan proteoglikans) yang berperan dalam membangun
jaringan baru.
 Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru
(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast,
memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai
satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru
yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,
sedangkan proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia.
Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia adalah:
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,
mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan
vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid)
mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis.
16
Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk
memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah
luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia
dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang
dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).6
 Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan keratinocyte
growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi
akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi
permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini
akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan
dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah
strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada
jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas
dibandingkan dengan defek luka minimal.

Gambar 6. Fase proliferasi

3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang
lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah
mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang
karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi
akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi
17
pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang
terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu
lebih kuat, dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang
akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan
sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau
tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses
penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai
sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi, serta luasnya
luka.

Gambar 7. Fase remodelling

Tabel 3. Fase dan waktu penyembuhan luka serta sel yang berperan
Fase penyembuhan Waktu Sel yang
luka berperan

Hemostasis Segera Platelet


(menit)
Inflamasi Hari 1-3 Neutrofil
Makrofag

Proliferasi sel Hari 3-21 Makrofag

18
Granulasi dan Hari 7-21 Limfosit
matrix repair Angiosit
Neurosit
Fibroblast

Epitelialisasi Hari 3-21 Keratinosit


Remodelling/ Hari 21- Fibrosit
beberapa
pembentukan scar tahun

Gambar 8. Grafik fase penyembuhan luka

19
Gambar 9. Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan berlangsung secara
berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1) fase inflamasi, (2) fase proliferatif,
dan (3) fase remodelling.

Berdasarkan kedalaman luka, ada 2 jenis proses penyembuhan luka yang dapat terjadi.
Epidermal wound healing terjadi pada luka yang hanya mengenai epidermis. Sedangkan deep
wound healing terjadi pada luka yang menembus dermis. Contoh epidermal wound adalah abrasi
dan minor burns. Pada luka epidermal, basal cell tidak terhubung dengan basement membrane.
Sel – selnya kemudian membesar dan bermigrasi across the wound hingga sisi lain luka bertemu
(contact inhibition). Saat bermigrasi, epidermal growth factor menstimulasi stem sel basal untuk
membelah dan mengantikan sel yang bermigrasi.
Penyembuhan luka yang dalam terjadi ketika luka hingga ke dermis dan subkutan. Ada 4
fase yang terjadi dalam proses ini: inflammatory, migratory, proliferatie dan maturasi. Selama
inflammatory phase, bekuan darah terbentuk dan menyatukan tepi – tepi luka loosely. Proses ini
melibatkan inflamasi, respon vascular dan selular yang membantu mengeliminasi mikroba,
benda asing, dan jaringan mati dalam persiapan untuk perbaikan. Pada fase migrasi, bekuan
menjadi scab dan sel epitel bermigrasi untuk menjembatani luka. Fibroblast bermigrasi bersama
fibrin membentuk jaringan parut dan pembuluh darah yang hancur pun mulai tumbuh kembali.
20
Selama fase ini terbentuklah jaringan granulasi. Fase proliferasi ditandai dengan pertumbuhan
pesat sel epitel di bawah scab, pengendapan kolagen oleh fibroblast, dan pembuluh darah yang
teruh tumbuh. Kemudian pada fase maturasi, scab terkelupas ketika epidermis sudah kembali
pada ketebalan normal. Serat kolagen lebih tertata, fibroblast berkurang, dan pembuluh darah
kembali normal.7

C. Gangguan penyembuhan luka


Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri (endogen) dan
oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting adalah gangguan
koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan sistem imun. Semua gangguan
pembekuan darah akan menghambat penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik
tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah
reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.
Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis
dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut. Pemberian sitostatik, obat penekan imun
misalnya setelah transplantasi organ, dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi
penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan
mati seperti sekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka.
Factor – factor yang secara umum menghambat penyembuhan luka adalah usia lanjut,
penyakit dasar (DM, anemia, keganasan, RA, autoimun, gagal hepar, uremia, IBD), kurang
vaskularisasi, nutrisi yang buruk, obese, gangguan sensasi atau gerak, terapi obat – obatan,
terapi radiasi, dan kondisi psikologis yang buruk. Hal yang harus diperhatikan dalam
penyembuhan luka yaitu tissue (jaringan) yang akan dilakukan debridement apabila jaringan
nonviable, infection (infeksi) yang ditatalaksana dengan kontrol bakteri, moisture balance
(keseimbangan kelembapan) dengan pengelolaan eksudat dan pemilihan dressing yang tepat
dan edge advancement (TIME).8

21
Gambar 10. Konsep skematik dari TIME: (T) Tissue, (I) Infection, (M) Moisture, (E) Epithelial.

D. Penanganan luka akut


Penanganan umum luka akut dan kronik terdiri dari preparasi bed luka dan penutupan luka.
Preparasi bed luka bertujuan untuk menghilangkan barrier pada luka melalui debridement,
kontrol bakteri, dan pengelolaan eksudat luka.5 Proses debridement merupakan penanganan
terhadap tissue (jaringan) luka yang rusak atau nonviable. Jaringan nekrotik yang ditemukan
pada luka kronis dapat mengganggu penyembuhan luka dan menghambat migrasi keratinosit
di atas dasar luka. Debridement akan menghilangkan jaringan nekrotik atau nonvital dan
jaringan yang sangat terkontaminasi sehingga mempermudah proses penyembuhan luka
serta mencegah infeksi. Jaringan nekrotik diakibatkan oleh suplai darah yang buruk pada
luka atau peningkatan tekanan interstitial. Perbaikan sirkulasi dan pengangkutan oksigen
akan optimal setelah dilakukan debridement.5
Penilaian vaskular harus dilakukan sebelum dilaksanakan debridement, terutama untuk ulkus
di ekstremitas inferior. Debridement dapat dilakukan dengan metode enzimatik, otolitik,
mekanik, biologik, dan bedah. Debridement enzimatik dapat menggunakan topical ointment
berupa enzim seperti kolagenase. Debridement enzimatik efektif untuk menghilangkan
jaringan nekrotik pada pressure ulcers dan ulkus tungkai. Debridement otolitik merupakan
proses tubuh untuk mempertahankan suasana lembab sehingga mengaktivasi enzim
proteolitik yang dapat melisiskan jaringan nekrotik. Teknik ini tidak menyebabkan nyeri dan
relatif murah, Debridement mekanik atau gauze debridement dilakukan melalui penutupan
luka dengan kassa yang dibasahi normal saline sehingga debris akan melekat pada kasa
setelah kering.5 Debridement mekanik dilakukan dengan menggunakan balutan basah hingga

22
kering, irigasi luka dengan hydrosurgery, ultrasonografi, atau irigasi luka bertekanan tinggi.
Metode ini tidak selektif, bisa menyakitkan, dan berbiaya tinggi. Debridement biologik
(Maggot Debridement Therapy) menggunakan larva Phaenicea sericata (green blow fly)
untuk membersihkan jaringan nekrotik, membunuh bakteri, dan stimulasi penyembuhan
luka. Enzim yang kuat dalam air liurnya melarutkan jaringan nekrotik, yang akan dimakan
oleh maggot. Debridement bedah dapat dilakukan dengan menggunakan gunting, pisau
bedah, atau kuret, dengan anestesi topikal, lokal, maupun umum. Debridement bedah harus
dihindari pada tungkai yang iskemik dan ulkus tumit yang dekat dengan tulang.
Debridement bedah cepat dan efektif, tetapi terkadang dapat merusak jaringan viable.9

E. Penanganan luka kronis


Pada luka kronis, kolonisasi bakteri dapat terjadi pada luka tanpa mengganggu proses
penyembuhan. Apabila jumlah bakteri meningkat menjadi kolonisasi kritis, penyembuhan
luka menjadi terganggu (infeksi luka lokal).9 105-106 organisme/gram di bed luka dapat
mengganggu penyembuhan luka.5 Infeksi dapat menyebar menuju jaringan sekitar,
mengakibatkan infeksi yang dalam, yang dapat berkembang menjadi infeksi sistemik.
Infeksi dapat muncul sebagai penyembuhan luka yang tertunda, peningkatan eksudat,
pengeluaran bau busuk, rusaknya batas luka, rapuhnya jaringan, bertambahnya ukuran luka,
dan peningkatan nyeri.9 Kontrol bakteri berupaya mencegah peningkatan koloni bakteri
sehingga menurunkan jumlah eksudat dan risiko infeksi yang mengganggu penyembuhan
luka.5 Mengatasi infeksi luka lokal menggunakan cairan pembersih luka dan antimikroba
topikal dapat mempromosikan penyembuhan luka. Untuk infeksi yang dalam atau infeksi
sistemik, diperlukan pengobatan sistemik.9 Luka dapat dibersihkan dengan normal saline
atau air mengalir. Deterjen, hidrogen peroksida, dan larutan povidone-iodine pekat harus
dihindari untuk mencegah terjadinya kerusakan dan toksisitas pada jaringan. Membersihkan
luka dengan cuka encer asam asetat 0,5% memberikan efek antimikroba yang signifikan,
terutama pada luka kronis yang rentan terhadap infeksi Pseudomonas aeruginosa. 10 Kontrol
bakteri membutuhkan antibiotik, antiseptik, dan silver (Ag) maupun material non antibiotik
lain yang dapat membunuh bakteri. Silver (Ag) terbukti aktif dalam melawan virus, bakteri,
dan jamur. Silver (Ag) yang berinteraksi dengan sel bakteri dapat menyebabkan

23
mengkerutnya membran sitoplasma dan pemisahan dinding sel sehingga terjadi kematian sel
akibat difusi isi seluler ke eksterior.5
Eksudat adalah cairan yang diproduksi oleh luka akut maupun kronik. Pengelolaan eksudat
luka bertujuan untuk mempertahankan kondisi luka dalam keadaan lembap (moist). Luka
yang basah atau mengandung banyak eksudat dikontrol melalui penyerapan eksudat dengan
menggunakan kasa absorben, vacuum bertekanan negatif, pencucian atau irigasi dengan air
steril sehingga menurunkan jumlah bakteri dan menurunkan jumlah eksudat.5
Pembalutan (dressing) luka dilakukan untuk melindungi luka dari trauma dan infeksi.
Pembalutan luka yang optimal menjaga lingkungan yang lembab dan bersih yang mencegah
tekanan dan trauma mekanis, mengurangi edema, dan menstimulasi pemulihan.
Penyembuhan luka menjadi 50% lebih cepat dalam suasana lembap dibandingkan dengan
luka kering melalui peningkatan reepitelialisasi, pemberian suasana yang dibutuhkan dalam
pertahanan lokal makrofag, dan akselerasi angiogenesis. Moisture balance meningkatkan
aktivitas faktor pertumbuhan, cytokines, dan chemokines yang mempromosi pertumbuhan
sel dan menstabilkan matriks jaringan luka akut. Maserasi tepi luka dapat terjadi pada
lingkungan yang terlalu lembap dapat menyebabkan maserasi tepi luka. Kematian sel,
kegagalan perpindahan epitel dan jaringan matriks dapat terjadi bila luka berada pada
kondisi kurang lembap.
Produk yang digunakan untuk mempertahankan kelembapan luka yaitu transparent
dressing/film dan hydrocolloid. Hydrocolloid diindikasikan pada luka berwarna kemerahan
dengan epitelisasi serta eksudat minimal.5 Dalam beberapa meta-analisis, luka yang dirawat
dengan balutan hydrocolloid menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik
dibandingkan dengan kain kasa steril. Lapisan petroleum jelly atau pasta zinc oxide dapat
dioleskan di sekitar tepi luka untuk menghindari maserasi. Produk yang dapat memberi
kelembapan pada luka kering berupa hydrogel. 9 Hydrogel digunakan pada luka nekrotik
yang berwarna hitam atau kuning dengan eksudat minimal atau tidak ada, sedangkan tidak
boleh diberikan pada luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV. Produk yang dapat
menyerap cairan pada luka basah yaitu kasa absorben, calcium alginate, hydrofibre, dan
foam.5 Calcium alginate diindikasikan pada luka dengan eksudat sedang sampai berat dan
memiliki kontraindikasi pada luka yang kering dengan jaringan nekrotik. Indikasi
pembalutan luka dengan foam atau absorbant dressing yaitu luka dengan eksudat sedang
24
sampai berat dan tidak boleh diberikan pada luka dengan eksudat minimal dan jaringan
nekrotik hitam.
Pembalutan dengan silver digunakan untuk luka yang terinfeksi atau berisiko tinggi
terinfeksi selama masa percobaan dua minggu.11 Jika setelah dua minggu balutan silver
terbukti tidak mencukupi, diindikasikan terapi yang lebih agresif seperti antibiotik sistemik.
Sebuah meta-analisis dari randomized controlled trial mengenai ulkus kronis yang terinfeksi
dan bebas infeksi telah menunjukkan bahwa balutan yang mengandung silver lebih baik
daripada balutan non-silver dalam mengurangi ukuran luka.
Penutupan luka dilakukan bila keadaan luka telah terpraparasi dengan baik, sudah bersih,
dan tidak ada infeksi. Luka superfisial yang tidak terlalu lebar dilakukan penutupan per-
sekundam karena mengandalkan pertumbuhan dan migrasi epitel dari tepi luka dengan
kecepatan 0,5 sampai 1 mm/hari. Pada luka yang lebih dalam dari dermis dengan ukuran
kurang dari 2 cm, dipilih penutupan luka per-primam atau jahit primer. Skin grafting
dilakukan untuk menutup defek luas dengan area cukup vaskular yang tidak dapat ditutup
per-primam. Defek avaskuler atau area yang ditujukan agar kualitas kulit penutup relatif
sama dengan kulit sekitar menggunakan metode flap, berupa flap lokal, flap jauh, atau free
flap/bedah mikro. Selain itu, sel punca terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka
dengan mempercepat epitelialisasi melalui proses regenerasi kulit.5
Warna luka dapat disesuaikan dengan jenis luka. Luka akut umumnya berwarna merah dan
masih berdarah, dapat terjadi akibat trauma. 5 Luka dengan warna dasar merah tua atau
terang yang tampak lembap merupakan luka bersih dengan banyak vaskularisasi sehingga
mudah berdarah. Luka nekrotik (hitam) berupa jaringan nekrotik dan dapat dilakukan
debridement. Luka nekrotik dengan warna dasar hitam merupakan jaringan avaskuler. Luka
slough berupa jaringan nekrotik berwarna kuning melekat erat dengan jaringan dibawahnya
dan mudah berdarah. Luka infeksi (kuning hijau) mengandung nanah dan radang
disekitarnya, dapat diatasi dengan pemberian antibiotik, material antibakteri lain, maupun
debridement yang meliputi irigasi dan pencucian.5 Luka yang memiliki warna dasar kuning,
kuning kecoklatan, kuning kehijauan, atau kuning pucat merupakan jaringan nekrosis yang
terkontaminasi, terinfeksi dan avaskuler. Luka granulasi memiliki permukaan yang basah
dan berwarna merah, disertai raw surface yang membutuhkan penutupan luka. Luka

25
epitelialisasi merupakan luka berwarna pink yang sudah tertutup epitel dan telah sembuh
secara sederhana.5
Permukaan luka yang ideal untuk proses penyembuhan luka adalah moist (lembap)
dimana terjadi epitelialisasi yang optimal dan pembersihan luka melalui aktivasi enzim
proteolitik tubuh (autolytic debridement). Luka basah diupayakan menuju kering menjadi
lembap dan luka kering diusahakan kearah basah hingga permukaan lembap.5
Tabel 3. Pengkajian luka
Parameter Penilaian
M Measure Panjang, lebar, kedalaman, area
E Exudate Kuantitas dan kualitas eksudat
A Appearance Wound bed, jenis jaringan dan jumlah
S Suffering Kuantitas dan kualitas nyeri
U Undermining Ada atau tidaknya cavitas luka

R Re-evaluate Monitor ulang seluruh kondisi luka secara regular


E Edge Kondisi pinggir luka dan kulit sekitar luka

26
F. Komplikasi penyembuhan luka
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang
berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid
yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan
cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan,
yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut
pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
27
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan
kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah,
telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping
hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan
kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari
selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan
secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada
proses penyembuhan luka.

28
BAB III
KESIMPULAN

Perawatan luka yang optimal memiliki peran penting dalam proses penyembuhan luka agar dapat
berlangsung dengan baik dan dalam waktu yang singkat sehingga tidak menurunkan produktivitas dan
meningkatkan biaya perawatan luka. Penanganan umum luka terdiri dari preparasi bed luka dan
penutupan luka. Preparasi bed luka dilakukan melalui debridement, kontrol bakteri, dan pengelolaan
eksudat luka. Penutupan luka dilakukan bila luka telah terpraparasi dengan baik dan dapat dilakukan per-
sekundam, per-primam, skin graft, flap, serta dengan menggunakan sel punca.
Penilaian luka, penentuan tindakan, dan pemilihan dressing pada perawatan luka dengan
diagnosis apapun dilakukan berdasarkan kondisi dan problem luka. Kondisi luka dapat diidentifikasi
melalui warna dan permukaan luka. Warna luka dapat disesuaikan dengan jenis luka, yaitu luka akut, luka
nekrotik (hitam), luka slough (nekrotik kuning), luka granulasi, luka infeksi (kuning hijau), dan luka
epitelialisasi. Permukaan luka dapat berupa luka basah, luka kering, dan luka moist (lembap). Problem
luka dapat berupa infeksi bakteri, jaringan nekrotik, dan eksudat. Infeksi bakteri dapat dikontrol dengan
pemberian antibiotik, material antibakteri dan debridement. Jaringan nekrotik dapat diatasi dengan
debridement. Eksudat dapat diatasi dengan pemberian produk aborptif.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong D. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2011.


2. Ryan KJ, Ray GC. Sherris medical microbiology. USA: Mc Graw Hill; 2004.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2013.
4. Bryant R. Acute and chronic wounds: current manangement concept. Philadelphia: Mosby
Elsevier; 2007.
5. Perdanakusuma DS. Cara mudah merawat luka. Surabaya: Airlangga University Press; 2017.
6. Kartika R. Perawatan luka kronis dengan modern dressing. CDK. 2015; 42(7):546.
7. Bielefeld KA, Amini-Nik S, Alman BA. Cutaneous wound healing: recruiting developmental
pathways for regeneration. Cell Mol Life Sci. 2013; 70: 2059–2081.
8. Lei J, Sun L, Li P, Zhu C, Lin Z, Mackey V, et al. The wound dressings and their
applications in wound healing and management. Health Science Journal. 2019; 13(3):1-7.
9. Powers JG, Higham C, Broussard K, Phillips T. Wound healing and treating wounds: chronic
wound care and management. J Am Acad Dermatol. 2015; 74(4):608.
10. Kumara DU, Fernando SS, Kottahachchi J, et al. Evaluation of bactericidal effect of three
antiseptics on bacteria isolated from wounds. J Wound Care. 2015; 24:5-10.
11. Leaper D. Appropriate use of silver dressings in wounds: international consensus document.
Int Wound J. 2012; 9.

30

Anda mungkin juga menyukai