Anda di halaman 1dari 14

KISTA ARAKHNOID DENGAN GEJALA BANGKITAN EPILEPSI FOKAL

KE UMUM DAN GANGGUAN KOGNITIF


SEBUAH LAPORAN KASUS
Rulland Kbarek1, Johanes Kurnia1, Gerard Juswanto2, Irwan Tansil3, Muhammad Fadjar 3, Oriano Yanan4
1
Dokter Umum, Rumah Sakit Umum Daerah Biak, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua
2
Dokter Spesialis Saraf, Rumah Sakit Umum Daerah Biak, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua
3
Dokter Spesialis Radiologi, Rumah Sakit Umum Daerah Biak, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua
4
Dokter Spesialis Bedah, Rumah Sakit Umum Daerah Biak, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua

Korespondensi Penulis:

Rulland Kbarek

RSUD Biak

Jl. Sriwijaya Ridge I, Biak, Papua 98156

Tel.081336181265

E-mail: rullandvalentino@gmail.com

Abstrak

Pendahuluan : Kista arakhnoid adalah kista jinak yang muncul pada axis sereberospinal berkaitan dengan membran
arakhnoid namun tidak berhubungan dengan sistem ventrikular. Sebagian besar tidak bergejala; namun ada yang
mencetuskan kejang, defisit neurologis, hidrosefalus, peningkatan TIK, perdarahan serebri dan gangguan
pendesakan tulang.
Laporan Kasus : Laki-laki 40 tahun diantar ke IGD dengan kejang 5 kali diikuti penurunan kesadaran. Bangkitan
kejang diawali bangkitan klonik lengan dan tungkai kanan, berkembang menjadi bangkitan tonik klonik bilateral.
Sebulan sebelumnya pasien mengeluh nyeri kepala terutama sisi kiri kepala dan kelemahan anggota gerak kanan
semakin lama memberat. Riwayat cedera kepala 4 tahun lalu, tidak bergejala sisa. Pemeriksaan fisik didapatkan
paresis NVII dextra sentral dan hemiparesis dextra spastik. CT Scan kepala kontras menunjukkan gambaran kista
arachnoid regio temporal kiri. MoCA-INA: awal 15, seminggu kemudian 23 (terutama memori terganggu). Hasil
EEG menunjukkan intermitten slow activity sisi temporal kiri berpotensi epileptogenik. Saat ini TIK pasien tidak
meningkat, namun kista tersebut mencetuskan bangkitan, sehingga dokter spesialis bedah mengevaluasi terapi
medikamentosa yang diberikan spesialis saraf. Dalam perawatan bangkitan kejang pasien terkendali, hemiparesis
dextra spastik berangsur baik.
Diskusi : Pilihan terapi kista arachnoid sesuai dengan indikasi; pada kasus etiologinya dipicu oleh cedera kepala
lama. Target tatalaksana pada kasus ini adalah penatalaksanaan kejang, defisit neurogis dan gangguan kognitif.
Evaluasi pencitraan MRI kepala kontras dilakukan 6 bulan kemudian untuk evaluasi indikasi pembedahan.

Kata kunci : kista arakhnoid, kejang akut bergejala, gangguan kognitif

1
ARACHNOID CYST WITH SYMPTOMP OF FOCAL TO GENERAL
EPILEPSY AND COGNITIVE IMPAIRMENT
A CASE REPORT
Rulland Kbarek1, Johanes Kurnia1, Gerard Juswanto2, Irwan Tansil3, Muhammad Fadjar 3, Oriano Yanan4
1
General Practitioner, Biak General Regional Hospital, Biak Numfor Regency, Papua Province
2
Neurologist, Biak General Regional Hospital, Biak Numfor Regency, Papua Province
3
Radiologist, Biak General Regional Hospital, Biak Numfor Regency, Papua Province
4
General Surgeon, Biak General Regional Hospital, Biak Numfor Regency, Papua Province

Corresponding Author:

Rulland Kbarek

Biak General Regional Hospital

Sriwijaya Street Ridge I, Biak, Papua 98156

Tel.081336181265

E-mail: rullandvalentino@gmail.com

Abstract

Introduction : Arachnoid cysts are benign cysts that occur in the cerebrospinal axis in relation to the arachnoid
membrane and that do not communicate with the ventricular system. Most ACs are asymptomatic, but others can
give symptomps of seizure, neurologic deficit, hydrocephalus, elevated intracranial pressure, cerebri hemorrhage
and focal protrusion of the skull.
Case Report : Male 40 years old admitted to emergency room with symptomps of 5 times seizure and loss of
consciousness. Clonic type seizure on the right extremity superior and inferior. A month ago patient get left side
headacahe, decrease of motoric function on the right side and getting worsed. Head trauma happens 4 years ago with
no sequelae. Physical examination show dextra and sentral facial nerve palsy-spastic dextra hemiparesis. Contrast
CT of the head show arachnoid cyst left temporal region. MoCA-INA on the first day is 15, one week later become
23 (memory impairment). Electroencephalography show intermittent slow activity left temporal side could be
epileptogenic form. This time there is no elevated intracranial pressure, but the cyst could provoke seizure; so
general surgeon evaluated treatment from neurologist. Seizure get controlled and spastic right hemiparesis become
better during hospitalization.
Discussion : Treatment consideration for cysts are indicated by some criteria; on this case because past head trauma.
The main goal of treatment are handle of seizure, neurologic deficit and cognitive impairment. Contrast magnetic
resonance imaging would be execute in the six month ahead for surgical intervention if indicated.

Keywords : arachnoid cyst, acute simptomatic seizure, cognitive impairment

2
PENDAHULUAN

Kista arakhnoid adalah kista jinak pada axis serebrospinal berkaitan dengan membran arakhnoid
namun tidak berhubungan dengan sistem ventikular. Pada umumnya berisi cairan jernih, tak
berwarna serupa cairan serebrospinal (CSS); jarang berisikan cairan xanthokromik.1

Insidensi kista arakhnoid 5:1000 pada otopsi,2 merupakan 1% dari masa intrakranial;3 dengan 50-
60% terjadi di fosa kranial tengah.1,2 Kista arakhnoid intrakranial lebih sering ditemukan pada
laki-laki dari pada perempuan (4:1); umumnya pada sisi kiri. 1,2 Kista arakhnoid bilateral dapat
terjadi pada sindrom Hurler (mukopolisakarida).2 Prevalensi kista arakhnoid pada dewasa adalah
1,4%, sedangkan anak 2,6%.4-6 Kista arakhnoid dapat terlihat di skrining prenatal; walaupun
jarang, studi dari 33.621 pencitraan, kista arakhnoid teridentifikasi pada 70 pasien (0,2%).7

Kista arakhnoid dapat terbagi menjadi kista primer akibat anomali masa pertumbuhan dan kista
sekunder.1,2,8 Kista arakhnoid primer muncul saat pemisahan membran arakhnoid dalam uterus,
dimana anomali tersebut berisi CSS. Kista arakhnoid sekunder jarang terjadi, seringkali akibat
trauma, pembedahan, infeksi atau perdarahan intrakranial.1,2,8

Studi oleh Zhen dkk pada tahun 2015 bagi 23 pasien anak dengan kista arakhnoid menggunakan
metode Magnetic Resonance Cisternography (MRC) dengan injeksi intra-tekal gadolinium-
diethylenetriamine penta-acetic acid (Gd-DTPA) menghasilkan klasifikasi 3 tipe dari kista
arakhnoid yakni complete communicating, incomplete communicating, dan noncommunicating.9

Choi dkk pada tahun 2015 mengajukan tiga kategori kista arakhnoid berdasarkan presentasi
klinis dan alasan untuk pembedahan.10 Grup pertama ditandai hidrosefalus dan hipertensi
intrakranial. Grup kedua, kista arakhnoid dengan beragam gejala seperti pusing, nyeri kepala,
pembesaran kepala, abnormalitas tulang, strabismus, kejang dan gagal tumbuh. Pada grup ketiga
terdapat sedikit ataupun tanpa gejala namun pasien telah menjalani pembedahan, dengan
ekspetasi perbaikan dari tampilan abnormal pada pencitraan dan temuan klinis.

Klasifikasi oleh Galassi digunakan untuk membedakan kista arakhnoid fosa medial menjadi tiga
tipe.11 Tipe pertama tidak bergejala dan terletak di sisi anterior fosa kranial medial. Tipe kedua
terletak bersisian fisura Sylvian, umumnya mendesak lobus temporal. Tipe ketiga adalah kista
arakhnoid yang sangat besar dan memenuhi keseluruhan fosa kranial medial, tidak hanya lobus
temporal tetapi juga mendesak lobus parietal dan frontal.

3
Tanda dan gejala dari kista arakhnoid bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasinya. Kista
arakhnoid berukuran kecil biasanya bergejala, sehingga membutuhkan observasi dan
pemantauan. Adapun kista arakhnoid berukuran besar mampu mendesak struktur di sekitarnya
sehingga muncul gejala.12 Nyeri kepala merupakan gejala tersering (66%).13 Gejala lainnya
berupa pusing, mual, muntah, perburukan mood, perubahan status mental, ataksia, kejang, dan
kehilangan fungsi pendengaran.14
Pencitraan dengan Computed Tomography (CT) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis kista
arakhnoid; tetapi saat dibutuhkan informasi tambahan, Magentic Resonance Imaging (MRI)
merupakan modalitas pilihan untuk mengevaluasi lokasi anatomis, ukuran, dan struktur yang
terlibat serta membedakan dengan diagnosis banding.1,2

Para ahli (walaupun tidak semua) merekomendasikan untuk tidak menatalakasana kista
arakhnoid yang tidak menyebabkan efek masa (akibat pendesakan) terlepas dari ukuran dan
lokasinya.2 Temuan insidentil kista arakhnoid pada dewasa tidak diindikasikan untuk menjalani
pembedahan, pemantauan diikuti pencitraan 6-8 bulan setelahnya cukup adekuat untuk
menetapkan diagnosis saat terjadi perubahan (karena kemungkinan pertambahan ukuran).2

Pada kista arakhnoid berukuran besar, belum ada konsensus yang menetapkan tatalaksana
terbaik. Metode tersering adalah microsurgical fenestration lewat kraniotomi, neuoroendoscopic
fenestration dan cystoperitoneal shunting.12,15-16

Pilihan tatalaksana bedah pada kista arakhnoid teringkas pada tabel berikut:

Prosedur Keuntungan Kerugian


Drainase dengan needle  Relatif sederhana  Tingkat rekurensi
aspiration atau evakuasi  Cepat kista yang tinggi
burr hole dan risiko defisit
neurologis
Kraniotomi, eksisi  Dapat melihat kista secara  Terbentuknya
dinding kista yang langsung (mungkin membantu jaringan parut
difenestrasi/ditembuska proses diagnosis) yang dapat
n ke dalam sisterna  Lebih efektif untuk kista yang menghalangi
basalis berlokus (jarang) fenestrasi,

4
 Dapat menghindari pemasangan memungkinkan
shunt permanen (pada beberapa reakumulasi kista
kasus)  Memungkinkan
 Memungkinkan visualsisasi berkurangnya
dari bridging vessels aliran melalui
(keuntungan kecil) ruang
subarakhnoid;
pada banyak
pasien muncul
ketergantungan
terhadap shunt
pasca operasi
 Morbiditas dan
mortalitas yang
signifikan
(mungkin akibat
dekomrpresi
mendadak)
Fenestrasi kista secara  sama dengan atas  sama dengan atas
endoskopik melalui burr
hole
Shunting kista ke dalam  terapi definitif  Pasien
peritoneum atau sistem  tingkat morbiditas/ mortalitas bergantung pada
vaskuler rendah shunt
 tingkat rekurensi rendah  Risiko infeksi
akibat benda
asing (shunt)
Tabel 1. Pilihan tatalaksana bedah pada kista arakhnoid2

5
LAPORAN KASUS

Laki-laki 40 tahun datang ke UGD diantar keluarga dengan kejang 5 kali diikuti penurunan
kesadaran dan kelemahan tubuh sisi kanan. Bangkitan kejang diawali bangkitan klonik lengan
dan tungkai kanan, berkembang menjadi bangkitan tonik klonik lalu pasien tidak sadar. Sebelum
dan sesudah kejang pasien sadar. Sebelum kejang pasien tidak merasakan sensasi apapun, lama
kejang + 1- 2 menit. Saat dirumah sakit telah diberikan tatalaksana putus kejang dengan
penggunaan Benzodiazepin sebanyak 3 kali, dan pemberian Phenythoin dosis rumatan, namun
pasien masih kejang, sehingga dilanjutkan dengan tata laksana status epilepsi dengan pemberian
dosis loading phenythoin dan perawatan dilanjutkan di ruang ICU. Untuk diagnostik dilakukan
pemeriksaan MSCT Kepala kontras. Selama perawatan di ICU bangkitan kejang berangsur
perbaikan namun pasien dikeluhkan susah mengingat kejadian hari ini, atau kejadian lampau,
susah mengingat anggota keluarga, susah berhitung, susah menentukan tindakan dan sering
bingung, dengan pemeriksaaan MoCA-Ina 15, nyeri kepala berangsur membaik. Riwayat
penyakit dahulu, 3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS), pasien mengeluh nyeri kepala sisi
kiri dan kelemahan anggota gerak kanan. 2 hari SMRS pasien kejang dan kelemahan tubuh sisi
kanan memberat. Riwayat trauma kepala 4 tahun yang lalu tanpa disertai gejala sisa. Riwayat
kejang sebelumnya disangkal, riwayat infeksi otak disangkal, Stroke/TIA disangkal, Hipertensi
disangkal, Diabetes Melitus disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status neurologis GCS:14, E3M6V5; kesadaran berkabut efek
sedatif, PBI diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, mulut tampak merot ke kiri, parese N.VII
dextra central, hemiparase dextra spastik, kekuatan motorik: extremitas superior dextra 4-4-3,
extremitas inferior dextra 2-1-1, extremitas superior et inferior sinistra 5-5-5; status umum
baik. Pada pemeriksaan darah rutin LED jam I dan II: 27 dan 45. Pemeriksaan antibodi dan
antigen COVID-19 menunjukkan hasil tidak reaktif demikian pula dengan PITC. Pada
pemeriksaan kimia darah dan urin rutin dilaporkan normal.

6
Pemeriksaan penunjang MSCT kepala dengan kontras menunjukkan hipodensitas pada regio
temporal kiri; pada pemeriksaan dengan kontras tak tampak enchancement dd/ Kista Arakhnoid
dd/ Higroma Subdural.

Gambar 1. MSCT Kepala tanpa kontras Gambar 2. MSCT Kepala dengan kontras

7
Pada pemeriksaan MSCT Thoraks tanpa kontras didapatkan infiltrat pada posterior disertai sub
pleural band pada paru kanan dan kiri Co-Rads 2; Jantung tak membesar; dan Spondilosis
Servikal.

Gambar 3. MSCT Thoraks tanpa kontras

Pasien dikonsulkan pada bagian bedah untuk mengetahui pilihan tata laksana operatif terkait
kista arakhnoid, tetapi belum ada indikasi pembedahan, masih curiga akan suatu kemungkinan
abses cerebri, serta pemberian injeksi metronidazol 500 mg tiap 8 jam. Selanjutnya pasien
dipindahkan ke bangsal perawatan biasa dan mendapatkan tambahan terapi oral Depakote 500
mg tiap 12 jam dan Multivitamin B 1 tablet tiap 24 jam. Hari kelima perawatan, pasien bebas
kejang, terdapat perbaikan kekuatan motorik kanan atas maupun bawah menjadi 5-5-5. Hari
keenam telah dilakukan tapering-off injeksi Deksametason. Pada hari ketujuh penilaian MoCA-
INA menunjukkan skor 23/30 (telah ada perbaikan , namun masih dibawah normal, terutama
pada atensi dan memori).

8
Pemeriksaan EEG pada hari ketujuh perawatan menunjukkan intermitten slow activity sisi
temporal kiri berpotensi epileptogenik. Saran pada pemeriksaan EEG adalah MRI dengan
kontras serta evaluasi EEG 3 bulan paska perawatan.

Gambar 4. EEG

Pada hari ketujuh perawatan pasien telah mengalami perbaikan dibandingkan saat pertama kali
rawat inap sehingga dipulangkan. Pasien kontrol 3 hari paska rawat dalam keadaan baik.

DISKUSI

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan kejang, penurunan kesadaran, dan riwayat nyeri
kepala lama. Manifestasi nyeri kepala merupakan hal tersering.13

Tatalaksana putus kejang dengan penggunaan Benzodiazepin sebanyak 3 kali, dan pemberian
Phenytoin dosis rumatan, karena pasien masih kejang, sehingga dilanjutkan dengan tata laksana
status epilepsi dengan pemberian dosis loading phenythoin dan perawatan di ICU telah sesuai
dengan panduan.17

9
Penatalaksanaan status epileptikus meliputi pemberian lorazepam (0,1 mg/kgBB) atau diazepam
(0,15 mg/kgBB) dapat diberikan pada tahap awal, disusul phenytoin (15-20 mg/ kgBB) atau
fosfenitoin (18-20 mg/kgBB). Jika benzodiazepin dan fenitoin gagal, fenobarbital dapat
diberikan dengan dosis 20 mg/kgBB, namun perlu perhatian khusus karena mampu
menyebabkan depresi pernapasan. Jika kejang tetap berlanjut, pertimbangkan pemberian anestesi
umum, seperti midazolam, propofol, atau pentobarbital.18 Terapi awal harus diberikan sebagai
dosis penuh tunggal. Terapi awal tidak boleh diberikan dua kali kecuali lorazepam intravena dan
diazepam intravena yang bisa diulang dengan dosis penuh satu kali.19

Tatalaksana status epilepsi tertangani dengan ditandainya perbaikan kesadaran dan terkendalinya
bangkitan kejang.

Nyeri kepala kronik, status epilepsi, hemiparesis dextra spastik , paresis N. VII dextra sentral,
dan gangguan kognitif, merupakan gejala suatu Space Occupying Lesion (SOL) atau lesi desak
ruang yang dalam hal ini adalah kista arakhnoid; 12-14 hal tersebut didukung dari pemeriksaan
MSCT Kepala kontras dan EEG, hal ini pun sesuai dengan kepustakan.1-2

Kista arakhnoid pada kasus ini terjadi pada laki-laki dewasa yang terletak di fosa medial kranial
dan merupakan kista sekunder akibat dari trauma/cedera kepala serta tipe kedua pada klasifikasi
Galassi.1,2,4-6,8,11

Indikasi operasi saat ini belum menjadi pilihan karena kista berukuran kecil dan dengan
perawatan konservatif telah tercapai keadaan maksimal berupa perbaikan kondisi dibandingkan
saat awal rawat inap.2 Masih membutuhkan evaluasi dan pemeriksaan lanjutan MRI kepala
kontras untuk mengetahui perubahan dan perkembangan kista tersebut.2

Pilihan terapi kista arakhnoid pada kasus ini sesuai dengan indikasi; etiologinya dapat dipicu
oleh suatu cedera kepala lama. Target tatalaksana pada kasus ini adalah penatalaksanaan kejang,
menurunkan TIK , defisit neurogis dan gangguan kognitif. Evaluasi pencitraan MRI kepala
kontras dilakukan 6 bulan kemudian untuk evaluasi indikasi pembedahan.

10
Pernyataan Penulis

Laporan kasus ini sudah disetujui oleh pasien untuk dijadikan pembelajaran dan dipublikasikan
tanpa menyertakan identitas asli pasien.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Khan AN, Turnbull Ian, Al-Okaili R, Macdonald Sumaira, Mahmood Khalid. Arachnoid
Cyst Imaging [Internet]. Medscape. 2021 [cited 12 March2021]. Available from
https://emedicine.medscape.com/article/336489

2. Greenberg, Mark S. Handbook of Neurosurgery Ninth Edition. New York: Thieme


Publisher; 2020. p.262

3. Albuquerque FC, Giannotta SL: Arachnoid cyst rupture producing subdural hygroma and
intracranial hypertension: case reports. Neurosurgery. 1997, 41:951-955
4. Al-Holou WN, Terman S, Kilburg C, Garton HJ, Muraszko KM, Maher CO: Prevalence
and natural history of arachnoid cysts in adults. J Neurosurg. 2013, 118:222-231.
5. Al-Holou WN, Yew AY, Boomsaad ZE, Garton HJ, Muraszko KM, Maher CO:
Prevalence and natural history of arachnoid cysts in children. J Neurosurg Pediatr. 2010,
5:578-585.
6. Pradilla G, Jallo G: Arachnoid cysts: case series and review of the literature . Neurosurg
Focus.2007, 22:7

7. Grossman TB, Uribe-Cardenas R, Radwanski RE, Souweidane MM, Hoffman CE.


Arachnoid cysts: using prenatal imaging and need for pediatric neurosurgical intervention
to better understand their natural history and prognosis. J Matern Fetal Neonatal Med.
2021 Jan 4. 1-8

8. Mustansir F, Bashir S, Darbar A. Management of Arachnoid Cysts: A Comprehensive


Review. Cureus:2018, https://doi.org/10.7759/cureus.2458

9. Tan Zhen, Li Yongxin, Zhu Fengjun, et al. Children With Intracranial Arachnoid Cysts
Classification and Treatment. Wolters Kluwer Health, Inc: 2015,
https://doi.org/10.1097/MD.0000000000001749

10. Choi JW, Lee JY, Phi JH, Kim SK, Wang KC: Stricter indications are recommended for

12
fenestration surgery in intracranial arachnoid cysts of children. Childs Nerv Sys. 2015,
31:77-86. https://doi.org/10.1007/s00381-014-2525-1

11. Gallasi E, Tognetti F, Gaist G, et al. CT Scan and Metrizamide CT Cisternography in


Arachnoid Cysts of the Middle Cranial Fossa. Surg Neurol. 1982; 17:363-369

12. Wang C, Liu C, Xiong Y, et al.: Surgical treatment of intracranial arachnoid cyst in adult
patients. Neurol India. 2013,61:60-64. https://doi.org/10.4103/0028-3886.108013

13. Helland CA, Wester K: A population based study of intracranial arachnoid cysts: clinical
and neuroimaging outcomes following surgical cyst decompression in adults. J Neurol
Neurosurg Psychiatry. 2007, 78:1129-1135. https://doi.org/10.1136/jnnp.2006.107995

14. Wojcik G: Intracranial arachnoid cysts in the clinical and radiological aspect . Wiad Lek.
2016, 69:555-559

15. Ahn JY, Chio JU, Yoon SH, Chung SS, Lee KC: Treatment and outcome of intracranial
arachnoid cysts. J Korean Neurosurg Soc. 1994, 23:194-203.

16. Karabatsou K, Hayhurst C, Buxton N, O'Brien DF, Mallucci CL: Endoscopic


management of arachnoid cysts: an advancing technique. J Neurosurg. 2007, 106:455-
462.10.3171/ped.2007.106.6.455
17. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan praktik klinis neurologi.
Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT, eds. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia; 2016
18. Beny R. CDK-233. Evaluasi dan Manajemen Status Epileptikus.2015: 42(10)
19. Agung P, Bowo HP. Tatalaksana Status Epileptikus di Instalasi Gawat Darurat. Cermin
Dunia Kedokteran.2018, 45(11)

13
14

Anda mungkin juga menyukai