Anda di halaman 1dari 54

Book Reading

_____

Cerebellopontine Angle Tumor

Presentator
dr. Ines Camilla Putri

Moderator
dr. Dyah Ayu Kartika D., M.Sc., Sp.T.H.T.K.L(K)

DEPARTEMEN KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA/ RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
2020

www.ugm.ac.id
VISI Menjadi program studi
PROGRAM STUDI berstandar global yang inovatif
KESEHATAN T.H.T.K.L dan unggul, serta mengabdi
kepada kepentingan bangsa dan
kemanusiaan dengan dukungan
sumberdaya manusia yang
professional dan dijiwai nilai-nilai
Pancasila.
____
3

1. Meningkatkan kegiatan pendidikan,


penelitian dan pengabdian masyarakat
yang berlandaskan kearifan lokal.
2. Mengembangkan sistem tata kelola
Program Studi Kesehatan T.H.T.K.L yang
mandiri dan berkualitas (Good
Governance).
3. Membangun kemitraan dan kerjasama
dengan rumah sakit dan seluruh pihak
yang berkepentingan dalam rangka
mendukung kegiatan pendidikan,
penelitian dan pengabdian masyarakat.

MISI PROGRAM STUDI KESEHATAN


T.H.T.K.L
Pendahuluan
• Cerebellopontine Angle (CPA) merupakan regio
anatomik dari basis cranii yang kompleks dan
terlindungi
– melingkupi struktur sistem saraf pusat dan perifer yang
rumit.
– lesi yang terjadi di area ini bervariasi dalam hal etiologi
dan dapat menyebabkan berbagai gejala yang signifikan
– dilemma diagnostik dan terapeutik
Pendahuluan
• Sejarah
– Akhir 1700an: tumor CPA awal teridentifikasi
– 1883 : CPA tumor pertama yang diidentifikasikan sebagai vestibular
schawannoma (Charles Bell)
– 1894: Pengangkatan pertama yang berhasil oleh Charles Balance,
mortalitas 80%
– 1902: istilah tumor CPA diperkenalkan
– 1917: Harvey Chusing mendeskripsikan sindrom CPA, memperkenalkan
pendekatan kraniotomi suboksipital (suboccipital craniotomy approach),
mortalitas 30%
Water dandy menganjurkan untuk reseksi lengkap tumor CPA melalui
pendekatan suboksipital modifikasi (modified suboccipital approach)
– Abad 20: William House mempopulerkan translabyrinthine ke CPA
(translabyrinthine approach) dan pendekatan melalui fossa media.
Pendahuluan
• Anatomi

CPA  ruang subarachnoid yang


dipenuhi cairan cerebrospinal (CSF)
dan berisi pembuluh darah batang
otak dan saraf cranial
Berbentuk segitiga terbalik di dalam
fossa posterior lateral, dibatasi:
- Superior: tonsil serebelar.
- Posterior: hemisfer serebelar
ipsilateral
- Medial: batang otak
- Anterior: Facies posterior dari os
temporalis pars petrosa beserta
dura yang melekat
Pendahuluan
• Anatomi
Pendahuluan
• Anatomi
Vestibular Schwannoma

Epidemiology
• Vestibular Schwannoma adalah tumor jinak
berkapsul yang muncul dari sel Schwann di nervus
vestibularis.
• 6% dari keseluruhan tumor intracranial dan 85% dari
seluruh tumor CPA
• Tingkat kejadian yang ada di dunia bervariasi, namun
meningkat selama beberapa decade ini dan
terlaporkan bahwa terdapat 1,9 tumor per 100.000
orang per tahunnya
Vestibular Schwannoma (VS)
Histopathology
• Gross look: kuning – keabuan; tumor yang lebih besar
atau tumor kistik bisa memiliki penampilan yang
bervariasi akibat perdarahan atau nekrosis.
• Sekitar 5% sampai 20% dari vestibular schwannomas
bersifat kistik  lebih buruk untuk preservasi nervus
facialis
• Mikro:
– Antoni A: spindle cells yang kompak dengan sitoplasma yang suram,
tidak ada atypia nuklear ; dengan tampakan seperti pusaran dari nucleus
yang berjejer dalam barisan (Verocay bodies)
– Antoni B memiliki histologi seluler tersusun lebih longgar dengan
susunan yang kurang beraturan.
– Berasal dari krista neuralis IHC S100 (+)
Vestibular Schwannoma
Molecular Biology
• umumnya terjadi secara sporadic; juga dari sindrom genetic 
neurofibromatosis type 2 (NF2).
• Adanya vestibular schwannoma bilateral menegakkan diagnosis
NF2 (pasien NF2 juga dapat mengalami swanoma spinal dan
cranial multipel , meningioma, dan ependymomas)
• NF2 disebabkan oleh mutasi germ-line di tumor supressor gene
NF2, pada kromosom 22q12  mengkode protein sitoskeletal
Merlin atau Schwannomin yang memodulasi adesi seluler,
proliferasi, dan motilitas  tidak adanya Merlin menyebabkan
altersi persinyalan seluler dan memperomosikan proliferasi dan
tumor genesis.
Vestibular Schwannoma
Presentasi Klinis
• VS kecil atau muncul dari CPA dibanding IAC  asimptomatis
 insidental
• Tinitus unilateral sebagai gejala awal (75%)
• Hilangnya pendengaran unilateral (95%) umumnya besfiat
progresif.
• SNHL mendadak (5%), 20-30% perburukan pendengran selama
perjalanan klinisnya
• Disequilibrium (10%)
• Penurunan sensasi liang telinga dan cavum  tanda
Hitselberger , disebabkan disfugsi dari komponen sensoris dari
nervus fasialis akibat VS yang meluas.
• Diplopia, fypesthesia wajah, paraliss wajah, disfagia, suara
serak, hidrosefalus  kompresi batang otak dan disfungsi saraf
kranial
Vestibular Schwannoma
Evaluasi Diagnostis
• Evaluasi Audiologic behavioral & Electrophysiologic
– pure-tone audiometri dan evaluasi word discrimination  SNHL dengan word
discrimination yang disproporsional secara asimetris
– Auditory brainstem response (ABR)  perbedaan Interaural wave V latency
lebih besar dari 0.2 ms, atau prolongod interpeak latencies lebih besar dari 4.4
ms untuk I-V, 2.3ms untuk I-III, atau 2.1ms untuk III-V meningkatkan kecurigaan
akan VS.
• Terbatas pada pasien dengan penurunan pendengaran yang moderat.
Sensitivitas ABR >90% pada tumor yang medium atau besar, 60-80% pada
tumor yang berukukran >1cm (54-56). Sensitivitas ABR meningkat hingga
95% dengan penggunaan teknik stacked ABR.

• Penilaian Vestibular
• Videonystagmography (VNG)  tingkat disfungsi vestibuler sentral dan
perifer.
• Tes kalori.
Vestibular Schwannoma
Evaluasi Diagnostis
• MRI (baku emas)  hiperintens
dibandingkan CSF dan iso hingga
hipointens terhadap gray matter.
– contrast-enhanced T1-weighted 
enhancement tumor yang cukup kuat
sehingga dapat mendeteksi tumor
sekecil 1-2 mm.
– noncontrast T2-weighted Fast Spin
Echo (FCE).

• CT scan  pada kontraindikasi MRI


– 1mm slice axial & coronal
Vestibular Schwannoma
Pilihan terapi
Prioritas :
1. Kehidupan pasien
2. Preservasi batang otak
3. Preservasi fungsi n. facialis
4. Preservasi pendengaran
• Penting tapi bukan prioritas, pasien dapat direhabililtiasi pendengarannya
dengan bantuan alat dengar tipe Contralateral routing of signal (CROS)
atau alat bone-anchored.
Vestibular Schwannoma
Pilihan terapi

• Observasi dengan serial imaging


– Rekomendasi pada 25-30% pasien
– Pada saat diagnosis, laju pertumbuhan tumor tidak dapat diketahui
dan tidak dapat diprediksi.
– 50% VS menunjukan laju di antara 0.25-3.2mm/tahun
– Vestibular Schwannoma terkait NF2 memiliki efek protektif
independent  laju pertumbuhan 1.3mm/tahun
– Follow up pertama direkomendasikan pada 6 bulan, kemudian
tahunan apabila tidak ada pertumbuhan yang terdeteksi pada
pengukuran volumetrik.
– Laju pertumbuhan bervariasi  mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas (risiko bawaan)
– Tahunan akan fungsi auditori tanpa risiko dari operasi maupun radiasi
Vestibular Schwannoma
Pilihan terapi

• Radiasi Stereotactic
– Tujuan  memberikan dosis radiasi yang paling rendah dan
efektif yang menginduksi kontrol pertumbuhan tumor, tanpa
memaparkan pasien terhadap intervensi surgical dan untuk
mencegah kehilangan akut dari fungsi neurologis
– Single fraction gamma radiation therapy dari sumber kobalt-60
aktif (gamma knife), fractionated radiation, hypofractionared
linear accelerator photon radiation therapy (XKnife, CyberKnife,
Trilogy, Novalis, and SyngergyS), dan proton beam.
– Dosis gamma knife  12-13 gray (Gy) hingga 50% batas isodose
pada tepi tumor untuk memaksimalkan efek dan meminimalisir
komplikasi,
– dosis Cyberknfie bervariasi  18 Gy diberikan dalam 3 fraksi
Vestibular Schwannoma
Pilihan terapi

• Radiasi Stereotactic
– Kontrol laju pertumbuhan tumor sebesar 90-100% untuk
gamma knife, dan 98% untuk CyberKnife.
– Tidak perlu rawat inap  cepat kembali aktivitas normal.
– Indikasi : Pada mereka yang menunjukkan bukti adanya
pertumbuhan tumor, lansia, atau memiliki kontraindikasi
untuk mikrosurgery. Secara umum direkomendasikan pada
tumor dengan ukuran <2,5-3cm
– Dosis koklear dijaga <6,9 Gy untuk preservasi
pendengaran
Vestibular Schwannoma
Pilihan terapi

• Radiasi Stereotactic
Efek samping :
– Neuropati facial dan trigeminal 0-5% pada VS
sporadic, dan 8% pada pasien NF2. Meningkat dengan
jumlah dosis rdiasi yang diberikan >13Gy.
– Spasme hemifacial (2-4%)
– Hidrosefalus tanpa pertumbuhan tumor (5%)
– Disfungsi kronik vestibular (13-26% )
– Fibrosis dari n. fasialis  mikrosrugery tambahan
– Transformasi maligna dan oncogenesis tertunda 
risiko 1:1000 dalam jangka waktu 5-30 tahun.
Vestibular Schwannoma
Microsurgery
Medial Fossa Approach
• Bed pasien dirotasikan 180° oleh tim anesthesia, dan elektrode
untuk monitor n. fasialis ditempatkan pada orbicularis oris, dan
orbicularis oculi.
• Kepala pasien diarahkan ke sisi yang berlawanan dengan tumor.
• Dokter bedah berada di kepala meja dengan asisten di sisi lesi
pasien dan mikroskop berada pada sisi sebrang dari lesi.
• Mikroskop dengan lengan suspensi yang panjang diposisikan di
belakang dokter kemudian dibawa ke atas kepala dokter.
• Sebelum operasi, pasien diberikan IV mannitol (0.5-1 mg/kg) pada
onset tindakan, dan level Co2 diturunkan hingga 25-28 mmHg
ketika mendekati dura, untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Fig 159.10
Vestibular Schwannoma
Medial Fossa Approach

Fig 159.10
Vestibular Schwannoma
Medial Fossa Approach

Fig 159.10
Medial Fossa Approach

Fig 159.10c
Vestibular Schwannoma
Suboccipital Approach
• Positioning dan setup serupa dengan pendekatan lainnya
• Pasien dengan posisi Mayfield dengan dagu sedikit masuk,
dan kepala diputar secara lateral dengan leher sedikit
ekstensi.
• Posisi park bench dan posisi duduk. Posisi duduk
memberikan visualisasi yang lebih baik  drainase darah
dan cairan tertarik gravitasi; namun risiko emboli udara dan
ruptur diskus lumbaris akan muncul.
• Sebelum operasi, pasien diberikan IV mannitol (0.5-1
mg/kg) pada onset tindakan, dan level Co2 diturunkan
hingga 25-28 mmHg ketika mendekati dura, untuk
menurunkan tekanan intrakranial.

Fig 159.11
Vestibular Schwannoma
Suboccipital Approach

Fig 159.11
Vestibular Schwannoma
Suboccipital Approach

Fig 159.11c
Vestibular Schwannoma
Tranlabirynthine Approach

• Pendekatan trans labirintin dilakukan dengan


pasien pada posisi supinasi dengan kepala
menjauhi sisi operasi.
• Asisten operasi berada di seberang dokter, dan
dasar mikroskop pada kepala meja. Monitor N.
fasialis disiapkan, regioo postauricula dicukur,
dipersiapkan dan drapping seperti biasa.
• Kuadran kiri bawah perut dipersiapkan untuk
situs pengambilan graft jaringan adiposa bebas,
untuk penutupan defect basis cranii
Vestibular Schwannoma
Tranlabirynthine Approach
Vestibular Schwannoma
Tranlabirynthine Approach
Vestibular Schwannoma
Combined Approach
• Gabungan pendekatan translabirinti dan suboccipital
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
dilakukan pada tumor dengan ukuran >4cm.
• Prosedur ini menjadi lebih rumit karena waktu operasi
yang lebih lama dan kolaborasi antara tim operasi.
• Steroid dosis tinggi preoperatif dapat memabntu
mencegah edema.
• Langsung memulai operasi dengan membuka fossa
posterior dapat menyebabkan herniasi otak katastropik
dan kematian bila edema tidak diatasi sebelumnya.
Vestibular Schwannoma
Hasil Operasi
• Tingkat kematian akan eksisi surgical sudah menurun
hingga 1%
• Rekurensi tumor bervariasi namun umumnya dilaporkan
<1%.
• Fungsi postoperatif dari n. fasialis bergantung pada ukuran
tumor, luas perlekatan, dan pengalaman tim operasi.
– Pendekatan translabirintin dapat mempertahankan fungsi n.
fasial (Gouse Brachmann grade I-II) pada lebih dari 90% pasien
dengan tumor <1.5cm; berkurang seiring ukuran tumor
membesar.
– Luaran fungsi n. fasialis dengan Grade I atau II dapat diprediksi
dengan kemungkinan 98%; ketika respon n. fasial muncul
sebesar ≥240mV dengan stimulus ≤0,5 mA.
Vestibular Schwannoma
Hasil Operasi

• Komplikasi:
– Kebocoran CSF: 1-10%
– Meningitis : 1-8%
kasus.
– Nyeri kepala : 30%
pada pendekatan
suboksipital
Nonvestibular Cranial Nerve Schwannoma
• 2-3% tumor di CPA dan, sering pada pasien NF2, Schwannoma
trigeminal merupakan NVCNS tersering yang dapat melibatkan radix
dari ganglion saraf.
• Schwannoma fasial dapat sulit dibedakan dengan VS apabila mereka
terbatas di IAC
• Pasien dengan House Brackmann grade i-III mendapat observasi
sebagai terapi awal.
• Saraf nonfungsional (grade Iv-VI)  reseksi tumor, diikuti dengan
grafting n. auricularis mayor atau n. sural.
• Gejala klinis berhubungan dengan nervus yang menjadi sumber lesi.
MRI dan CT imaging dapat menunjukan lesi dengan enhancing dari
CPA, namun biasanya melibatkan expansi dari foramen juguler
Meningioma
• Paling umum, dan menyumbang 20% dari seluruh
tumor intrakranial primer, 10-15% semua tumor CPA
dan berkembang dari cap cells di arachnoid villi, dekat
dengan sinus-sinus dura dan dapat memiliki
perlekatan dengan dura yang luas.
• WHO mengkategorikan meningioma menjadi grade I /
jinak (80%), grade II/atipikal (10-15%), dan grade III
/maligna(2-5%).
• Meningioma sporadic umum terjadi, namun pasien
NF2 dapat mengalami meningioma multipel yang akan
meningkatkan morbiditas dan mortilitas
Meningioma
• Preentasi klinis sesuai ukuran dan lokasi tumor:
– lantai fossa cranial : nyeri fasial dan/atau okular dan
diplopia akibat disfungsi n. trigeminal dan koklear
– regio petroclival: dapat melibatkan nervus abducens,
menyebabkan gejala okuler
– Ekstensi tumor di CPA ke inferior : disfagia, disfonia,
kelemahan bahu, dan hemiparalisis lidah.
• Diagnostic: tes audiologi, tes vestibular, CT, MRI
Meningioma
• Pilihan terapi: Observasi, terapi radiasi, dan reseksi microsurgical.
• Observasi:
– bagi pasien, terutama bagi mereka yang lansia atau tidak bisa menjalani operasi
• Radiasi
– Terapi radiasi untuk meningioma  terapi radiasi stereotatis, x-ray photons dalam
radioterapi terfrkasionasi, dan terapi photon beam.
– Apabila meningioma mengnenai struktur neovaskular yang sensitif, debulking dapat
melepaskan tekanan dan mengurangi komplikasi akibat terapi radiasi.
– Terapi radiasi dapat memperbaiki kontrol tumor setelah prosedur debulking, dengan
kontrol 82-100% pada meningioma basis cranii setelah radiasi stereostatis dengan
dosis 12-17Gy.
• Bedah
– Reseksi mikrosurgical dianggap sebagai baku emas
– Pendekatan untuk reseksi surgical meningioma dilakukan berdasarkan area anatomis
yang terlibat serta status pendengaran.
Epidermoid & Dermoid Cyst
• Kista epidermoid adalah lesi kongenital yang
berkembang dari sel epitel ectodermal yang
terperangkap. Mennyumbang sepertiga dari massa
yang umum pada CPA, menyumbang 5% terhadap
semua massa yang muncul pada daerah tersebut.
• Kista dermoid merupakan lesi yang jarang ditemui di
CPA dan lebih sering muncul pada regio paracellar, dan
mengandung lemak, rambut, kalsifikasi, debris keratin,
dan produk glandula sebaceous.
Epidermoid & Dermoid Cyst
• Gejala mirip dengan tumor
tumor lain pada CPA, namun
mereka cenderung
menyebabkan neuropati fasial
lebih dini dibandingkan
dengan lesi yang hanya
mendorong nervus langsung.
• Rekurensi untuk epidermoid
cyst sebesar 13% pada reseksi
total dan 27% pada reseksi
subtotal.
Arachnoid Cyst
• Malformasi kongenital dari arachnoid yang menyebabkan
pembentukan suau kantong dari CSF yang tertutup
• Etiology belum diketahui, menyumbang 1 % dari seluruh lesi
intrakranial, dan 10% terdapat di CPA
• Asimptomatis, namun dapat menyebabkan penekanan CN VII dan
CN VIII.
• Karakteristik gambar MRI  lesi yang tidak terenhans, hipointense
pada T1 dan hiperintense pada T2, tepi yang mulus dan reguler,
dan tidak menginvasi maupun meleingkupi struktur vital.
• Umumnya tidak memerlukan intervensi, namun bila perlu dapat
dilubangi melalui pendekatan suboccipital untuk melakukan
dekompresi,
Lipoma
• Malformasi kongenital  pengumpulan hamartomatous dari
jaringan adiposa yang matur, tumbuh sangat lambat
• Biasanya muncul di lokasi supratentorial, dan dapat diasosiasikan
dengan malformasi cerebral, namun lipoma pada CPA bisanya
tidak terkait dengan defek lain
• Membungkus struktur neurovaskular, dan menempel erat ke saraf
kranial  menimbulkan paralisis wajah, hilangnya pendengaran,
dan trigeminal neuralgia.
• Pada MRI Nampak tidak terenhans, hiperintense pada T1 dan
hipointense pada gambar T2 dengan fat-suppression
• Terapi: obervasi, hingga reseksi subtotal apabila terdapat kompresi
neurivaskular.
Lipoma
Lesi Extraaxial Lainnya
• Metastasis
– Lesi metastatik ke CPA jarang, menyumbang <1% lesi CPA.
– Massa diskret atau seperti penyakit meninges yang difus,
atau dikenal juga sebagai leptomeningeal carcinomatosis.
• Lesi Vascular
– Lesi vaskuler yang murni berasal dari CPA sebesar 3%
– Aneurisma, Arteriovenous malformations, cavernoma,
dapat menyebabkan kompresi CN VII dan VIII
– Baku emas diagnosis dengan angiografi cerebral
– Terapi: surgical clipping, radiasi atau oklusi endovaskuler
Lesi Extraaxial Lainnya
• Sarcoidosis
– Manifestasi penyakit sistemik pada CNS.
– Granuloma dapat terbentuk di CPA dan menyerupai lesi
lain, disertai dengan tanda dan gejala inflamasi meninges
– Terapi dengan supresi imun sistemik.
• Tuberculosis
– TB pada CNS dapat berupa abses, meningitis basilaris, dan
tuberculoma intraaxial.
– Tuberculoma extraaksial dapat menyerupai meningioma
basis cranii secara klinis dan radiologis.
– Terapi dengan antimycobacterial sistemik.
Intraaxial Lesion
• Lesi pada batang otak dapat muncul dalam CPA,
ketika lesi ini meluas anatomi normal berubah dan
CPA yang terisi cairan akan menipis, dan mempersulit
diagnosis.
• Variasi penyakit neoplastik yang luas dapat
berkembang di daerah ini.: Limphoma, glioma,
hemiangioblastoma, lesi intraventricular
(ependymoma dan papiloma)
• Metastasis dapat muncul pada batag otak dan
menimbulkan gejala yang serupa dan diterapi
dengan serupa pula.
Skull Base Lesion
Paraganglioma
• Tumor glomus dari foramen jugular dapat meluas secara
superior ke CPA. Tumor ini berkembang dari sel
neuroendokrin paraganglial, yang berasal dari krista neuralis,
dekat dengan CN IX dan X, dan dikelilingi kumpulan kapiler
dan venula yang padat.
• Tumbuh dengan lambat dan jinak, tapi dapat mengerosi
tulang secara agresif, dan menginvasi struktur neurovaskular
dari basis cranii.
• Kurang dari 4% dari tumor ini mensekresikan katekolamin
vasoaktif dan menyebabkan hipertensi, palpitasi, diaforesis,
dan aritmia.
Skulll Base Lesion
• Paraganglioma
Skulll Base Lesion
Cholesterol Granuloma

• Obstruksi kronis dari air cells os


temporal menyebabkan
akumulasi sekresi dan
perdarahan, dan membentuk
granuloma kolesterol.
• Muncul pada apex petrosus
dan perlahan meluas ke CPA
• Menyebabkan neuropati
kranial yang serupa
Skull Base Lesion
Cholesterol Granuloma
Skull Base Lesion
Lesi Chondromatous
• Komponen kartilaginous dari
fissura petroclival menjadi
sumber bagi chondroma dan
chondrosarcoma dari basis
cranii.
• Lesi ini berasal dari sutura
petroclival paracagittal, dan
dapat meluas hingga CPA.
Skull Base Lesion
Chordoma
• Tumor yang jarang ,
tumbuh lambat dari sisa
clival notochord dan
seringkali meluas hingga
CPA.
Skull Base Lesion
Tumor Endolymphatic Sac
• Lesi agresif yang merupakan suatu adenoma papiler yang
berasal dari posterior os petrosus dan dapat meluas ke CPA.
• Lesi ini dapat muncul secara sporadis, namun memiliki
asosiasi dengan sindrom von Hippel-Lindau.
Kesimpulan
Kesimpulan

• Berbagai variasi lesi dapat terbentuk dapat berkembang di CPA,


dan tumbuh hingga besar tanpa menyebabkan gejala yang jelas.
• Lesi di CPA sering melibatkan cranial neuropati pada CN VII atau
VIII
• Karena gejala klinis umum yang pada gejalanya, imaging studies
memainkan peran yang vital dalam membedakan lesi – lesi ini,
menentukan tingkat penyakit, dan perencanaan terapi.
• Peran dari terapi tambahan untuk penyakit di basis cranii masih
berkembang dan pendekatan tim multidisiplin ke pengobatan
lesi basis cranii yang kompleks bermanfaat bagi perawatan dan
hasil akhir.
TERIMA
KASIH
___

Anda mungkin juga menyukai