Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

UROLITHIASIS

Pembimbing:
dr. Ginanda Putra Siregar, Sp.U

PENYUSUN:

Yusuf Hardi Lubis (140100034)


Hafiz Ramadhan (140100060)

Christine Pamphila (140100165)


Mery Natalia Hutapea (140100026)
Stephannie Tandy (140100125)
Tia Sarah Aretha S (140100059)
Pragaathy Rajasekaran (130100357)
Kuganeswari A/P Lingeswaran (130100369)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Vesikolitiasis”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Ginanda Putra
Siregar, Sp. U selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 20 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2. Tujuan ................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2

2.1. Definisi ............................................................................................. 3

2.2 Epidemiologi ..................................................................................... 3

2.2. Etiologi ............................................................................................. 4

2.3. Patofisiologi ..................................................................................... 4

2.4. Gambaran Klinis .............................................................................. 5

2.5. Diagnosis.......................................................................................... 6

2.6. Tatalaksana ...................................................................................... 8

2.7 Komplikasi ........................................................................................ 10

2.7. Prognosis .......................................................................................... 10

BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ....................................................... 12

BAB 4 FOLLOW UP ............................................................................. 20

BAB 5 DISKUSI KASUS ..................................................................... 23

BAB 6 KESIMPULAN ......................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 27

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembentukan batu pada sistem urinaria seperti pada ginjal, ureter, dan kandung
kemih atau pada uretra disebut sebagai urolithiasis yang terbentuk dari kata ouron
(urin) dan lithos (batu). Urolithiasis adalah salah satu penyakit yang sering terjadi
pada saluran kemih dan merupakan salah satu sumber penyakit.1
Kandung kemih merupakan bagian dari sistem saluran kemih yang tersusun
atas otot polos dan berfungsi dalam penampungan sementara urin yang diproduksi
dari ginjal sebelum adanya rangsangan untuk berkemih.1 Kandung kemih dewasa
memilki kapasitas untuk menampung urin sekitar 400-500 ml.2 Dalam mengontrol
refleks berkemihnya, otot kandung kemih memilki serat saraf parasimpatis.
Stimulasi yang ditimbulkan akan merangsang serat saraf parasimpatis ini,
kemudian menyebabkan otot kandung kemih berkontraksi dan secara mekanis
sfingter interna akan terbuka. Saat itu pula, sinyal inhibitorik pada sfingter eksterna
dikirim dan sfingter menjadi relaksasi.1

Batu saluran kemih merupakan penyakit yang sudah umum di masyarakat,


dengan jumlah kasus 750.000/tahun di Jerman.3 Di Indonesia, batu saluran kemih
memegang andil yang besar dari total pasien di bidang urologi, walaupun angka
kejadian pasti di Indonesia belum bisa ditentukan.4 Batu kandung kemih
merupakan bagian dari batu saluran kemih. Batu yang terbentuk merupakan hasil
dari pengendapan urin yang tertampung di dalam organ kandung kemih.5 Seperti
yang diketahui bahwa saluran kemih terbagi atas dua yaitu saluran kemih bagian
atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan
uretra).6 Kewaspadaan akan faktor-faktor yang memicu terbentuknya batu saluran
kemih masih dihiraukan. Frekuensi kasus batu kandung kemih mengalami
peningkatan setelah umur 50 tahun ke atas.7

Batu kandung kemih sudah menjadi penyakit umum batu saluran kemih bagian
bawah yang saat ini mencapai 5% dari jumlah kasus batu saluran kemih.7 Kejadian

1
batu kandung kemih pada daerah non-endemik, sering terjadi pada orang dewasa
terkait dengan penyakit penyerta yang mengakibatkan stasis urin.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai batu kandung kemih sehingga dokter muda dapat mengenali penyakit ini
dan menangani sesuai dengan kompetensinya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Batu kandung kemih merupakan jenis batu yang keberadaanya di saluran


kemih bagian bawah. Seperti yang diketahui bahwa saluran kemih terbagi atas dua
yaitu saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bagian bawah
(kandung kemih dan uretra).6

Terbentuknya batu saluran kemih pada bagian atas tidak akan selalu menjadi
penyebab terbentukanya batu saluran kemih pada bagian bawah. Karena penyebab
yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya batu kandung kemih berhubungan
dengan terjadinya stasis kemih di kandung kemih itu sendiri. Penyebab lain adalah
adanya kelainan anatomi kandung kemih, striktur, infeksi, atau adanya benda asing
pada kandung kemih. Permasalahan yang terjadi pada perempuan dan laki-laki
sangat berbeda. Pada laki-laki, permasalahan pembesaran prostat sangat erat
kaitannya dengan obstruksi kandung kemih yang bisa berujung pada retensi dan
stasis urin yang mampu membuat terbentuknya batu. Sedangkan pada perempuan,
disfungsi dan obstruksi kandung kemih dapat terjadi, tetapi jarang kaitannya
dengan pembentukan batu Kemungkinan terkait dengan progresiftivitas
obstruksinya.5

2.2 Epidemiologi

Pada data yang telah dilaporkan, menurut European Association of Urology


(EAU) sepanjang hidup manusia memilki tingkat resiko tebentuk batu saluran
kemih sekitar 5 -10% dengan laki-laki yang lebih sering dibandingkan perempuan
3:1 serta puncak insidensi di dekade keempat dan kelima. Diduga karena kadar
kalsium sebagai bahan pembentuk utama batu saluran kemih pada perempuan lebih
rendah daripada laki-laki dan juga kadar sitrat pada air kemih sebagai inhibitor

3
terjadinya pembentukan batu lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki.8

2.3 Etiologi

Terbentuknya batu kandung kemih atau vesikolitiasis sama dengan teori batu saluran
kemih pada umumnya yang melibatkan banyak penyebab. Sedangkan teori yang
menjelaskan proses pembentukannya juga masih belum pasti. Teori yang paling diyakini
adalah terjadinya supersaturasi air kemih. Proses saturasi ini tergantung pada pH urin,
jumlah ion yang terkandung, konsentrasi zat pelarut-terlarut.7

Etiologi batu saluran kemih masih belum pasti. Ada kecenderungan laki-laki memiliki
insidensi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pola hidup yang tidak baik juga
mendukung hal ini terjadi. Kebiasaan kurang minum dapat meningkatkan saturasi air
kemih. Angka kejadian juga tinggi pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih.7

Geografi yang tidak baik seperti suhu lingkungan yang panas maupun kering
mempengaruhi konsentrasi cairan dalam tubuh dan juga meningkatkan risiko dehidrasi.
Hal ini juga mempengaruhi konsentrasi urin termasuk kejenuhannya. Karena itu dapat
meningkatkan saturasi urin. Selain dikarenakan teori supersaturasi ini, hal yang diduga
kuat dalam terjadinya pembentukan batu adalah tidak adanya inhibitor terhadap batu ini.
Bisa dikarenakan asupan yang kurang seperti makanan yang mengandung sitrat,
dikarenakan sitrat adalah inhibitor paling kuat.2

2.4 Patofisiologi

Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena dasar.
Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu,
termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat bertindak
sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh membentuk
struktur kristal mikroskopis. Kristal akan bertahan di mukosa. Setelah ada aliran
urin yang akan mendorong kristal ke saluran kemih, maka kristal ini akan
menyumbat saluran tersebut. Namun semua tergantung pada besarnya ukuran
kristal. Bila ukurannya telah sama dengan diameter lumen maka akan terbentuk
obstruksi saluran kemih.8

4
Fenomena kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam pembentukan
kalkuli kalsium oksalat, adalah adanya pengendapan bahan kalkuli matriks kalsium
di papilla renalis, yang biasanya merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri dari
kalsium fosfat). Kalsium fosfat mengendap di membran dasar dari Loop of Henle
yang tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian terakumulasi di ruang subepitel
papilla renalis. Deposit subepitel, yang telah lama dikenal sebagai plak Randall,
akhirnya terkikis melalui urothelium papiler. Matriks batu, kalsium fosfat, dan
kalsium oksalat secara bertahap diendapkan pada substrat untuk membentuk
kalkulus pada traktus urinarius.9
Pada orang dewasa, lebih dari 50% kasus jenis batu adalah batu asam urat.
Sedangkan pada batu ginjal adalah batu kalsium oksalat. Selain itu juga ditemukan
batu jenis kalsium oksalat, kalsium fosfat, amonium urat, sistein, atau magnesium
ammonium fosfat (berhubungan dengan infeksi). Tidak jarang penderita batu
kandung kemih berjenis asam urat tidak didahului oleh riwayat hiperurisemia.
Sedangkan pada anak-anak, batu yang terbentuk terutama adalah asam urat
amonium, kalsium oksalat, atau campuran murni asam urat dan amonium kalsium
oksalat dengan kalsium fosfat.10

2.6 Gejala Klinis

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan


berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi
pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan
sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula
kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung.11

Terdapat juga gejala seperti sakit berhubungan dengan kencing (terutama


diakhir kencing). Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian
dijalarkan ke ujung penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita). Terdapat juga
hematuri pada akhir kencing atau disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi
(sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh), aliran urin berhenti mendadak
bila batu menutup orificium uretra interna.11

5
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika
penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan
menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang
punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara
perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri
tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.11
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut adalah:
a. Hematuri.
b. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
c. Demam.
d. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
e. Mual.
f. Muntah.
g. Nyeri abdomen.
h. Disuria.
i. Menggigil.

2.7 DIAGNOSIS
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan batu vesika kadang asimptomatik, tetapi gejala khas batu
buli adalah kencing lancar tiba-tiba terhenti dan menetes dengan disertai rasa
sakit yang menjalar ke ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki,
kemudian urine dapat keluar lagi pada perubahan posisi; perasaan tidak enak
sewaktu berkemih; gross hematuri terminal. Rasa sakit diperberat saat sedang
beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki
leher vesika. Jika terjadi infeksi ditemukan tanda cyistitis, kadang-kadang
terjadi hematuria.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada


inspeksi, adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi atau teraba adanya

6
urin yang banyak (bulging), hanya pada batu yang besar dapat diraba secara
bimanual.12,13

a. Pemeriksaan Penunjang

• BNO Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radio-opasitas


beberapa jenis batu saluran kemih.14,15

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

 IVP Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak
terlihat di BNO, menilai anatomi dan fungsi ginjal, mendeteksi divertikel,
indentasi prostat.15,16
 USG Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow),
hidronefrosis, pembesaran prostat.17
b. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin, kimia darah, urinalisa dan kultur urin. Pemeriksaan ini sering
dilakukan karena cenderung tidak mahal dan hasilnya dapat memberikan
gambaran jenis batu dalam waktu singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu
buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung
nitrat, leukosit esterase, dan darah. Batu vesika sering menyebabkan disuria
dan nyeri hebat oleh karena itu banyak pasien yang sering mengurangi
konsumsi air sehingga urin akan pekat. Pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan adanya sel darah merah dan leukosit, dan adanya kristal yang
menyusun batu vesika. Pemeriksaan kultur juga berguna untuk
memberikan antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi.

7
2.8 Penatalaksanaan
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan
ESWL, melalui tindakan endurologi, bedah laparaskopi, atau pembedahan
terbuka.18

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya
kurang dari 5 mm karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWL adalah alat pemecah batu yang diperkenalkan pertama
kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasive dan
tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga
mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan
batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan
batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidrolik,
energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan
endourologi itu adalah:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian

8
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
Pemecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
c. Utereroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukkan alat
ureteroskopi guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks
ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam
ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
4. Bedah Laparaskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat
ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu
ureter.
5. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu
di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan
akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang
menahun.

9
2.9 Komplikasi18

1. Hidronefrosis

Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga


ginjal menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi
karena tekanan aliran balik ureter dan urine keginjal akibat kandung kemih
tidak mampu lagi menampung urine. Sementara urin terus-menerus
bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul
nyeri pinggang, teraba benjolan besar didaerah ginjal dan secara progresif
dapat terjadi gagal ginjal.

2. Uremia

Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal


menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual
muntah, sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat
berbau urin.

3. Pyelonefritis

Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara
assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul
panas yang tinggi disertai menggigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan
nyeri ketok kosta vertebra.
Komplikasi lainnya seperti gagal ginjal akut sampai kronik, obstruksi
pada kandung kemih, perforasi pada kandung kemih, hematuria atau kencing
nanah dan nyeri pinggang kronik.
2.10 Prognosis18

Secara umum, prognosis pasien dengan vesikolithiasis adalah baik.


Namun, mortalitas dan morbiditas yang signifikan kadang-kadang dapat
terjadi. Hal itu tergatung seberapa besar ukuran batu dan komplikasi yang
timbul dari batu vesika urinaria tersebut. Perlu dikontrol faktor-faktor yang

10
yang mempengaruhi terjadinya vesikolithiasis, sebab kemungkinan rekurensi
tetap ada.

11
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

IDENTITAS PASIEN

Nama :A
No RM : 77.39.49
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 01/11/1962
Usia : 56 tahun
Alamat : Jl. Bunga Raya Gg. Ramadhan
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 12/03/2019

Anamnesis

Keluhan Utama : Sulit BAK

Telaah : Hal ini sudah dialami pasien sejak 3 minggu sebelum


masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan bahwa ketika
pasien BAK. BAK pasien tidak lancar, ada fase berhenti,
dan BAK tiba-tiba terputus. Pasien juga mengeluhkan
bahwa pasien mengalami nyeri ketika BAK. Nyeri
dirasakan diakhir BAK pasien. Nyeri pinggang disangkal.
Demam disangkal. Riwayat BAK keruh (+). Pasien
memiliki riwayat BAK menjadi berwarna merah dan keluar
batu ketika pasien BAK sekitar 10 tahun yang lalu. Riwayat
trauma (-). Riwayat penggunaan obat-obatan (-). Riwayat
darah tinggi disangkal. Riwayat sakit gula disangkal.
Riwayat asam urat tinggi disangkal.

12
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sedang


Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital
Nadi : 88 x/menit, reguler, t/v : cukup
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nafas : 20 x/menit, reguler
Temperatur : 36,7°C
VAS : 8

STATUS GENERALISATA

Kepala

Mata : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra


inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Discharge (-), liang telinga normal
Hidung : Discharge (-) , Septum deviasi (-)
Tenggorokan : Pembesaran tonsil (-), tonsil hiperemis (-)
Mulut : Bibir kering (-) , Sianosis (-)

Leher :Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-


) , TVJ : R + 2 cmH20

Toraks

Paru

Inspeksi : Simetris fusiformis


Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

13
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler, suara tambahan : -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Atas : ICS III LMCS; Kanan : ICS IV LPSD; Kiri : ICS
IV 1cm medial LMCS
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 (+) N, murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : Peristaltik (+)

Ekstremitas

Superior : akral hangat, sianosis (-) , edema (-/-)


Inferior : akral hangat, sianosis (-), edema (-/-)

STATUS UROLOGI

Regio Costo Vertebrae Angle

Inspeksi : tanda-tanda radang (-)

Palpasi : nyeri tekan (-/-), nyeri lepas (-/-), ballottement (-)

Perkusi : nyeri ketuk (-)

Regio Supra symphisis

14
Inspeksi : Bulging (-),

Palpasi : teraba massa supra simpisis

Perkusi : timpani

Regio Genitalia Eksterna Pria

Inspeksi : kelainan bentuk (-), OUE letak normal, urine output 1000 cc/24 jam

Palpasi : nyeri tekan (+)

HASIL LABORATORIUM (12 / 03 / 2019 )

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hematologi

Hemoglobin (HGB) 9,1 g/dL 10,8-15,6

Eritrosit (RBC) 3,15 juta/ Μl 4,50 – 6,50

Leukosit (WBC) 12.260 / μL 4.500 – 13.500

Hematokrit 28 % 33 – 45

Trombosit (PLT) 198,000/μL 180.000-521.000

Metabolisme Karbohidrat

Glukosa Darah (sewaktu) 74 mg/Dl <200 mg/dl

Ginjal

Blood Urea Nitrogen 22 mg/dl 9-21

Ureum 47 mg/dl 19-44

15
Kreatinin 1,81 mg/dl 0,7-1,3

Elektrolit

Natrium (Na) 134 mEq/L 135-155

Kalium (K) 4,1 mEq/L 3,6-5,5

Klorida (CL) mEq/L 104 mEq/L 96-106

Urinalisis

Warna kuning keruh Kuning

Glukosa - -

Bilirubin - -

Keton - -

pH 5.0 5-8

Protein +++ -

Urobilinogen - -

Nitrit - -

Leukosit + -

Darah - -

16
HASIL LABORATORIUM (15 / 03 / 2019 )

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hemoglobin (HGB) 9,8 10,8-15,6

Eritrosit (RBC) 3,44 4,50 – 6,50

Leukosit (WBC) 10,330 4.500 – 13.500

Hematokrit 30 33 – 45

Trombosit (PLT) 149, 0 00 180.000-521.000

17
Pemeriksaan Radiologi

BNO (12/03/2019)

Hasil BNO :

Psoas line smooth dan simetris

Kontur kedua ginjal baik

Tampak gambaran radiopaque pada proyeksi vesica urinaria

Distribusi udara usus sampai ke distal

tulang-tulang intact

Kesimpulan : Vesicolithiasis yang opaque

Diagnosa Kerja : Susp. Vesicolithiasis

18
Terapi : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
R / : pemeriksaan USG

19
BAB IV

FOLLOW UP

13 Maret 2019
S Demam (-), nyeri (-)
O Sensorium: Compos mentis
HD: stabil
Miksi spontan
A -Bladder stone
-Priapismus
-Anemia
P -Transfusi PRC 2 bag
-Terapi dilanjutkan
R/ rontgen thoraks
R/ USG Doppler
14 Maret 2019
S Demam (-), nyeri (-)
O Sensorium: Compos mentis
HD: stabil
Miksi spontan
CXR : kardiomegali dengan LVH disertai aorta elongasi + efusi pleura
kiri.
USG Doppler: Masih mungkin thrombosis vena dorsalis pedis
A -Bladder stone
-Priapismus
-Anemia
P -Transfusi PRC 2 bag
-Terapi dilanjutkan
15-17 Maret 2019
S Demam (-), nyeri (-)

20
O Sensorium: Compos mentis
HD: stabil
Miksi spontan
A -Bladder stone
-Priapismus
-Anemia
P -Cek lab post transfusi PRC
-Transfusi PRC 1 bag (pada tanggal 15 dan 16)
-Ketokonazole tab 2x10 mg
R/ Sistoskopi
18 Maret 2019
S Demam (-), nyeri (-)
O Sensorium: Compos mentis
HD: stabil
Miksi spontan
Hasil lab post transfuse (15/3/2019):
Hb/Ht/Leu/Plt: 9,8/39/10.330/149.000
Albumin (18/3/2019): 3,3 g/dL
A -Bladder stone
-Priapismus
-Anemia
P -Konsul anastesi
-R/ Sistoskopi + sectio alta term II durasi 3 jam
Transfusi PRC 1 bag malam ini dan rencana Persiapan 1 bag durante
operasi
19 Maret 2019
S Demam (-), nyeri (-)
O Sensorium: Compos mentis
HD: stabil
Miksi spontan

21
A -Bladder stone
-Priapismus
-Anemia
P -Sistoskopi + Sectio alta hari ini

22
BAB V

DISKUSI

TEORI PASIEN

Manifestasi Klinis Sulit BAK

sakit berhubungan dengan kencing nyeri ketika BAK.

hematuri pada akhir kencing atau Riwayat BAK keruh (+).


disuria (sakit ketika kencing) dan
frequensi (sering kebelet kencing
walaupun VU belum penuh)

Jika sudah terjadi komplikasi seperti


seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab
penyumbatan, lokasi, dan lamanya
penyumbatan

Pemeriksaan Fisik
Abdomen
vesika urinaria tampak penuh pada
inspeksi, adanya nyeri tekan
Inspeksi : Simetris
suprasimpisis karena infeksi atau teraba
adanya urin yang banyak (bulging), Palpasi : Soepel, nyeri tekan
hanya pada batu yang besar dapat (-)
diraba secara bimanual
Perkusi : Timpani, nyeri
ketok CVA (-)

Auskultasi : Peristaltik (+)

STATUS UROLOGI

Regio Costo Vertebrae Angle

Inspeksi : tanda-tanda radang (-)

23
Palpasi : nyeri tekan (-/-), nyeri lepas
(-/-), ballottement (-)

Perkusi : nyeri ketuk (-)

Regio Supra symphisis

Inspeksi : Bulging (-),

Palpasi : teraba massa supra


simpisis

Perkusi : timpani

Regio Genitalia Eksterna Pria

Inspeksi : kelainan bentuk (-),


OUE letak normal, urine output 1000
cc/24 jam

Palpasi : nyeri tekan (+)

Pemeriksaan Penunjang Hasil BNO :

Psoas line smooth dan simetris

BNO Melihat adanya batu radio- Kontur kedua ginjal baik


opak di saluran kemih. Urutan radio- Tampak gambaran radiopaque pada
opasitas beberapa jenis batu saluran proyeksi vesica urinaria
kemih.4,5 Distribusi udara usus sampai ke distal

Jenis Batu Radioopasitas tulang-tulang intact

Kalsium Opak Kesimpulan : Vesicolithiasis yang


opaque

24
MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

 IVP Mendeteksi adanya batu


semi opak ataupun batu non opak
yang tidak terlihat di BNO,
menilai anatomi dan fungsi
ginjal, mendeteksi divertikel,
indentasi prostat.3,5
 USG Menilai adanya batu di
ginjal atau buli-buli (echoic
shadow), hidronefrosis,
pembesaran prostat.6

c. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin, kimia darah, urinalisa dan
kultur urin

Terapi Terapi :

Medikamentosa IVFD RL 20 gtt/i


ESWL
Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
Endourologi
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

R / : pemeriksaan USG

25
BAB VI

KESIMPULAN

Laki-laki usia 56 tahun, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang


didiagnosa dengan vesicolithiasis. Saat ini pasien mendapatkan medikamentosa.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood,L. Fisiologi manumur dari sel ke sistem. Edisi keenam.


Jakarta;EGC. 2012
2. Smith’s, Tanagho EA, Mcaninch JW. Urinary Stone disease: in General
Urology .7th ed. USA; The McGraw-Hill. 2008
3. Knoll T. Epidemiology,Pathogenesis, and Pathophysiology of Urolithiasis.
European Urology Supplements. 9 (2010): 802-806
4. Tondok M, Monoarfa A, Limpeleh H. Angka Kejadian Batu Ginjal di RSUP
Prof.DR.R.D.Kandou Manado Periode Januari 2010 - Desember
2012.Universitas Sam Ratulangi Manado.2013
5. Joseph Basler MD. Bladder stones. University of Texas Health Science
Center at San Antonio: Medscape; [ update 2014 Nov 11].
6. Batu Saluran Kemih [Internet]. Medan: Repository Universitas Sumatera
Utara;2012 [dikutip,Jan 2015]
7. Alan JW. Campbe-Wals Urology. 10th ed: Philadelphia; Esevier Saunders.
2012
8. Rully, M.A. Batu Staghorn pada Wanita: Faktor Resiko dan Tata
Laksananya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa kedokteran Indonesia. 2010;1(1):52-
8.
9. Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015.
10. Joseph Basler MD. Bladder stones. University of Texas Health Science
Center at San Antonio: Medscape; [update 2019 March 19].
11. Bare, B. G., & Smeltzer, S. C. (2005). Brunner & Suddarth’s: Textbook of
Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott
12. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 3. Malang : Sagung Seto,
2011. 85-99.
13. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :3. Jakarta :
EGC. 2008. 872-879.

27
14. Schwartz BF. Stone of the Urethra, Prostate, Seminal Vesicle, Bladder, and
Encrusted Foreign Bodies dalam Stoller, ML : Urinary Stone Disease The
Practical Guide to Medical and Surgical Management. New Jersey: Humana
Press 2007.
15. Pearle, S, Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA
: Informa healthcare, 2009. 1-6
16. Stoller ML. Urinary Stone Disease dalam Tanagho EA: Smith’s General
Urology edisi 17. New York: McGraw-Hill Companies 2008.
17. Yang JM, Yang SH, Huang WC. Imaging Study in Female Voiding
Dysfunction (III): Giant Bladder Stone Caused Voiding Difficultiesincont
Pelvic Floor Dysfunct 2010; 4(1):26-27
18. Purmono B. Dasar-dasar Urologi. 3rd Ed. Sagung Seto; 2014.

28

Anda mungkin juga menyukai