Anda di halaman 1dari 1

REPUBLIKA.CO.

ID,  Di masyarakat pacaran adalah hal yang lumrah, proses


mengenal lawan jenis atau diibaratkan sebagai rasa cinta kasih yang diwujudkan
dalam hubungan. Namun, Islam tidak pernah mengajarkan tentang pacaran, karena
dalam kenyataannya dua insan yang berlainan jenis tidak bisa terhindar dari berdua-
duaan, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh. Perbuatan ini
sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at Islam.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali seorang laki-


laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si wanita itu bersama mahramnya.”

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda:“Allâh telah menulis atas anak Adam bagiannya dari zina,
maka pasti dia menemuinya: Zina kedua matanya adalah memandang, zina lisannya
adalah perkataan, zina hatinya adalah berharap dan berangan-angan. Dan itu semua
dibenarkan dan didustakan oleh kemaluannya.”

Ketua Komisi Dakwah MUI Ustaz Moh Zaitun Rasmin mengatakan, bahwa bagi
seseorang yang ingin menikah janganlah melalui pacaran, sebab caranya yang salah
akan mempengaruhi keberlangsungan rumah tangganya kelak. Dalam Islam yang
diajarkan adalah melalui ta’aruf.

“Pacaran dalam Islam tidak boleh kecuali yang dimaksud itu setelah akad nikah.
Dalam Islam yang diajarkan untuk memiliki hunbungan atau ke tahap nikah itu
melalui ta’aruf,” kata Rasmin.

Menikah adalah suatu ibadah yang dicontohkan Rasulullah, namun caranya dengan
melalui pacaran tidak pernah dicontohkan oleh beliau. Banyak sekali mudharat dari
berpacaran, sebab perbuatan itu salah satu jalan untuk melakukan zina, sedang
Allah jelas-jelas melarang untuk sekedar mendekatinya, seperti difirmankan oleh-Nya
dalam Surat al-Isra ayat 32 : “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu
sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”

Ustaz Rasmin menjelaskan, bahwa proses ta’aruf, seseorang dapat melibatkan


orang-orang terdekat untuk membantu mencarikan calon. Orang-orang terdekat
dirasa lebih tindak tanduk orang bersangkutan dan dapat mencarikan calon yanng
sesuai dengan kriterianya.

“Dalam mencari yang terbaik dibantu dengan orang tua, wali, sahabat yang
dipercaya lalu dipertemukan itu boleh melihat, ngobrol, dan kesempatan untuk
berfikir. Kemudian pihak laki-laki melamar secara resmi dan setelah cocok
menentukan maharnya selanjutnya menikah,” kata Rasmin.

Dalam ta’aruf tidak ada pemaksaan, jika belum cocok salah satu pihak boleh saja
menolak. Namun ketika keduanya cocok, maka dapat dilanjutkan ke tahap
berikutnya yakni pihak laki-laki melamar dan berujung pada pernikahan. Dalam hal
mahar, menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak
mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan
agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi

Anda mungkin juga menyukai