Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pacaran. Suatu hal yang pada saat ini sering diketahui dengan
makna hubungan antara dua insan manusia yang saling mencintai satu
sama lain. Pacaran merupakan suatu proses perkenalan antara dua insan
manusia yang biasanya berada dalam tahap pencarian pendamping hidup
yang cocok.
Banyak orang yang menginterpretasikan tujuan pacaran dengan
berbagai hal berikut, yaitu: sekedar ‘iseng’ dan asyik-asyikan, mencari
teman bicara, masa pendekatan sebelum jenjang pernikahan, atau bahkan
karena gengsi tidak memiliki pasangan karena lingkungan sosialnya. Hal
yang terakhil biasanya dikarenakan judgemental yang terdapat pada
kehidupan bersosial kita saat ini yang mana bila kita tidak memiliki
pasangan atau dalam kata lain ‘pacar’ maka orang-orang akan
mencemoohkannya dan dapat pula dijadikan bahan olokan. Hal itu lah
yang menyebabkan banyaknya orang yang malu untuk men’jomblo’.
Dalam Islam pacaran itu sendiri ada aturannya. Ada yang
mengatakan bahwa pacaran itu haram, yang berarti dilarang. Adapula
yang mengatakan boleh-boleh saja tetapi masih dalam syari’at Islam.
Tetapi, sebenarnya hukum yang menjelaskan tentang pacaran itu belum
ada yang pasti dalm syari’at Islam karena tidak terdapat dalam Al-Qur’an
maupun hadits yang membahas dengan spesifik mengenai hukum
berpacaran.

Pembahasan tema makalah ini penting untuk dikaji karena pacaran


sudah menjadi hal lumrah dikalangan masyarakat umum terutama di
kalangan para remaja pada umumnya, baik yang bertujuan untuk menikah
ataupun hanya untuk menikmati masa muda. Banyak yang dari mereka
yang tidak memahami dengan jelas hukum berpacaran itu sendiri. Ada
yang berpacaran karena ikut-ikutan saja atau bahkan gengsi.

1
Pacaran pun tidak jarang menimbulkan efek negatif yang
menimbulkan konflik yang serius, diantaranya adalah putus sekolah, hamil
di luar nikah, pernikahan dini, aborsi bahkan hingga bunuh diri.

Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Hukum


Pacaran dalam Islam untuk lebih memahami lebih dalam agar tidak
terjeumus kedalam kebathilan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan ‘Pacaran’?
1.2.2 Bagaimana hukum ‘Pacaran’ dalam syari’at Islam?
1.2.3 Bagaimana konsep Islam mengatur hubungan pra-nikah?
1.2.4 Bagaimana etika berhubungan dengan lawan jenis?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Mengetahui definisi ‘Pacaran’ yang sebenarnya
1.3.2 Memahami hukum ber’pacaran’ dalam Islam
1.3.3 Memahami etika pergaulan dengan lawan jenis yang bukan
mahramnya

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pacaran
Pacaran dalam bahasa Indonesia berasal dari kata ‘pacar’ yang
kemudian diberi akhiran –an. Ada beberapa pengertian pacaran dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu:
a. Pacar: kekasih atau teman lawan jenis yang tetap mempunyai
hubungan berdasrkan cinta-kasih.
b. Berpacaran: bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar).
c. Memacari: mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar.
d. Kencan: berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu
yang telah diterapkan bersama.
Dalam artian lain pun pacaran dapat didefinisikan sebagai proses
mengenal lawan jenis kita lebih dekat melalui rasa suka yang kita miliki
terhadap lawan jenis kita.
Dari defini-definisi di atas dijelaskan bahwasanya pacaran
hanyalah sikap dari batin saja. Tetapi, pada hakikatnya di era sekarang ini
para remaja maupun dewasa banyak yang mengartikan bahwa pacaran itu
lebih dari sekedar sikap batiniyah saja, tetapi mengikut sertakan
hubungan fisik dalam pacaran mereka. Banyak para pasangan yang
sedang dalam hubungan pacarannya bertingkah laku berdua-duaan,
bermesraan walau bukan dengan mahramnya, saling ‘pegang-pegangan’,
dan lain-lain.
Banyak pula para kaum muda-mudi yang sedang dalam sebuah
hubungan pacaran yang ‘berkedok’ dalam kata ta’aruf yang berarti
proses saling mengenal satu sama lain, tetapi mereka tetap melakukan
ritual-ritual pacaran seperti yang pada umumnya.

2.2 Hukum Berpacaran

Dalam Al-Qur’an maupun Hadits Rasulullah tidak terdapat ayat


yang secara langsung menjelaskan mengenai pacaran. Maka dari itu dalam

3
Islam sendiri sebenarnya tidak mengenal istilah ‘berpacaran’. Untuk istilah
hubungan percintaan antara laki-laki dan perempuan saat pra-nikah, Islam
mengenalnya dengan istilah yang disebut dengan khitbah (meminang).
Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus
mengkhitbahnya dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat.
Selama masa khitbah, keduanya harus menjaga agar jangan sampai
melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, seperti
berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang
dengan nafsu, dan melakukan selayaknya suami istri.

Ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah.


Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan
khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan. Persamaan
keduanya merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan
jenis yang tidak dalam ikatan perkawinan. Dari sisi persamaannya,
sebenarnya hampir tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah.
Keduanya akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya.

Larangan mengenai pacaran di dalam Islam tidak dibahas secara


gamblang. Mungkin itulah salah satu faktor yang mengakibatkan
kebanyakan orang awam tidak dapat menerima atas hukum pelarangan
pacaran karena mereka sendiri menikmati hubungan pacaran tersebut.
Meskipun tidak dijelaskan secara gamblang, namun banyak
sekali dalil yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pelarangan
aktifitas pacaran.
Islam adalah agama yang mengharamkan perbuatan zina,
termasuk juga perbuatan yang mendekati zina.

ً‫س ِّبيل‬ َ ‫شةً َو‬


َ ‫ساء‬ ِّ ْ‫َوالَ تَ ْق َربُوا‬
ِّ َ‫الزنَى إِّنَّهُ َكانَ ف‬
َ ‫اح‬
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan sesuatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra, 17 : 32).

4
Maka dari itu tujuan utama mengapa pacaran begitu diharamkan
dalam Islam karena pacaran itu mendekatkan dengan perbuatan zina
karena aktifitas pacaran itu sendiri banyak yang menjerumuskan ke dalam
lubang maksiat.
Zina itu sangatlah beragam, hampir dikeseluruhan indra kita
dapat menyebabkan perbuatan zina. Dari mulai zina mata, mulut, telinga,
dan lain-lain. Dan pacaran dapat menjadi akar dari macam-macam zina
tersebut. Seperti contoh, memegang tangan pasangannya saat sedang date
atau yang sering disebut dengan kencan, saling memandang satu sama lain,
bersentuhan, berpelukan, dan sebagainya.
Dalam sabda Rasulullah SAW yang menjadi rujukkan dalil
mengenai larangan berpacaran dijelaskan dalam hadits berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a. dikatakan:
"Tidak ada yang ku perhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa
kecil dari pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda: "Allah telah menentukan bagi anak Adam
bagiannya dari zina yang pasti dia lakukan. Zinanya mata adalah melihat
(dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat),
zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu
syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau
mendustakannya." (HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)

Ada pula beberap dalil lain yang berasala dari sabda Rasul
maupun firman Allah SWT yang memperkuat tentang larangan berpacaran,
dijelaskan sebagai berikut:

"Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali


bersama mahramnya." (HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)

"Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik
dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (Hadist Hasan,
Thabrani dalam Mu'jam Kabir 20/174/386)

5
Telah berkata Aisyah r.a. "Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah
menyentuh tangan wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya
membai'atnya (mengambil janji) dengan perkataaan." (HR. Al-Bukhari
dan Ibnu Majah).

"Wahai Ali, janganlah engkau meneruskan pandangan haram (yang tidak


sengaja) dengan pandangan yang lain. Karena pandangan yang pertama
mubah untukmu. Namun yang kedua adalah haram." (HR. Abu Dawud,
Ath-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani)

Dari Jarir bin Abdullah r.a. dikatakan: "Aku bertanya kepada Rasulallah
SAW tentang memandang (lawan-jenis) yang (membangkitkan syahwat)
tanpa disengaja. Lalu beliau memerintahkan aku mengalihkan
(menundukan) pandanganku." (HR. Imam Muslim)

"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidak-lah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (merendahkan suara)
dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit
dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik." (QS. Al-Ahzab : 32)

2.3 Hubungan Pasangan dalam Pra-nikah

Islam menciptakan aturan yang sangat indah tentang hubungan


lawan jenis yang sedang jatuh cinta, yaitu dengan konsep khithbah. Khithbah
adalah sebuah konsep “pacaran berpahala” dari dispensasi agama sebagai
media legal hubungan lawan jenis untuk saling mengenal sebelum

6
memutuskan menjalin hubungan suami-istri. Konsep hubungan ini sangat
dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis dan
bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap terbingkai
dalam nilai-nilai kesalehan, sehingga kedekatan hubungan yang bisa
menimbulkan potensi fitnah sudah di luar konsep ini.
Ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah
yakni, pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan
khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan. Persamaan keduanya
merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan jenis yang
tidak dalam ikatan perkawinan. Dari sisi persamaannya, sebenarnya hampir
tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan terkait
dengan bagaimana orang mempraktikkannya.
Jika selama masa khitbah, pergaulan antara laki-laki dan
perempuan melanggar batas-batas yang telah ditentukan Islam, maka itu pun
haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya melakukan
hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram. Jika seseorang
menyatakan cinta pada lawan jenisnya yang tidak dimaksudkan untuk
menikahinya saat itu atau dalam waktu dekat, apakah hukumnya haram?
Tentu tidak, karena rasa cinta adalah fitrah yang diberikan Allah,
sebagaimana dalam firman-Nya berikut:

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dialah menciptakan untukmu


isteri - isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 2

7
Allah telah menjadikan rasa cinta dalam diri manusia baik pada laki
- laki maupun perempuan. Dengan adanya rasa cinta, manusia bisa hidup
berpasang-pasangan. Adanya pernikahan tentu harus didahului rasa cinta.
Seandainya tidak ada cinta, pasti tidak ada orang yang mau membangun
rumah tangga. Seperti halnya hewan, mereka memiliki instink seksualitas
tetapi tidak memiliki rasa cinta, sehingga setiap kali bisa berganti pasangan.
Hewan tidak membangun rumah tangga. Menyatakan cinta sebagai kejujuran
hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu pun ayat
atau hadis yang secara langsung melarangnya. Islam hanya memberikan
batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-
laki dan perempuan yang bukan suami istri.

2.4 Etika Berhubungan Dengan Lawan Jenis yang Bukan Mahramnya


Kemungkinan yang dapat terjadi saat remaja berbeda jenis kelamin
bertemu adalah jatuh cinta. Islam memiliki batasan yang dapat membawa
insannya jauh dari perbuatan yang menjurus pada maksiat atau zina. Melalui
batasan-batasan yang telah dituliskan di Al-Quran ataupun hadist, muncul lah
etika pergaulan yang seharusnya dilakukan para remaja saat ini, yang
diantaranya adalah :
1. Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina.
Allah SWT berfirman,
"Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra :
32).
Maksud ayat ini, janganlah kamu melakukan perbuatan-perbuatan
yang bisa menjerumuskan kamu pada perbuatan zina. Di antara
perbuatan tersebut seperti berdua-duaan dengan lawan jenis ditempat
yang sepi, bersentuhan termasuk bergandengan tangan, berciuman,
dan lain sebagainya.

8
2. Tidak menyentuh perempuan yang bukan muhrimnya.
Rasulullah SAW bersabda, "Lebih baik memegang besi yang panas
dari pada memegang atau meraba perempuan yang bukan istrinya
(kalau ia tahu akan berat siksaannya).”

3. Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya.


Dilarang laki - laki dan perempuan yang bukan muhrimnya untuk
berdua-duaan. Nabi SAW bersabda, "Barang siapa beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka jangan sekali -kali dia bersendirian
dengan seorang perempuan yang tidak muhrimnya, karena ketiganya
adalah setan." (HR. Ahmad)

4. Harus menjaga mata atau pandangan.


Sebab mata kuncinya hati, dan pandangan itu pengutus fitnah yang
sering membawa kepada perbuatan zina. Oleh karena itu Allah
berfirman,

"Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka


memalingkan pandangan (dari yang haram) dan menjaga
kehormatan mereka, Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah
mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga
kehormatan mereka." (QS. An-Nur: 30-31).
Yang dimaksudkan menundukkan pandangan yaitu menjaga
pandangan tidak melepaskan pandangan begitu saja apalagi
memandangi lawan jenis penuh dengan nafsu.

5. Menutup aurat.
Diwajibkan kepada kaum wanita untuk menjaga aurat dan dilarang
memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali
untuk suaminya. Dalam hadis dikatakan bahwa wanita yang keluar

9
rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk tubuh,
memakai minyak wangi yang baunya semerbak, memakai "make up"
dan sebagainya setiap langkahnya dikutuk oleh para Malaikat, dan
setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan berzina dengannya.
Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium
baunya surga (apa lagi masuk surga).

Sebagaimana kita yakini sebagai seorang muslim bahwa segala


sesuatu yang diharamkan oleh Allah, mesti mempunyai dampak yang
negatif di masyarakat. Kita lihat saja di Amerika Serikat, bagaimana akibat
adanya free sex, timbul berbagai penyakit. Banyak anak-anak yang
terlantar, anak yang tidak mengenal ayahnya, sehingga timbul komplikasi
jiwa dan sebagainya. Oleh karena itu, jalan keluar bagi para pemuda yang
tidak kuat menahannya adalah :
a. Menikah, supaya bisa menjaga mata dan kehormatan.
b. Kalau belum siap menikah, banyaklah berpuasa dan berolahraga
c. Jauhkan mata dan telinga dari segala sesuatu yang akan
membangkitkan syahwat
d. Dekatkan diri dengan Allah, dengan banyak membaca Al-Qur’an dan
merenungkan artinya. Banyak berzikir, membaca shalawat, shalat
berjamaah di Masjid, menghadiri pengajian-pengajian dan berteman
dengan orang-orang yang shaleh yang akan selalu mengingatkan kita
kepada jalan yang lurus.
e. Dan ingat bahwa Allah telah menjanjikan kepada para anak muda yang
sabar menahan pacaran dan zina yaitu dengan bidadari.
f. menampakkan wajahnya ke alam dunia ini, setiap laki-laki yang
memandangnya pasti akan jatuh pingsan karena kecantikannya.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Islam tidak pernah mengharamkan untuk saling mencintai. Islam
mengarahkan cinta agar ia berjalan pada aturannya. Bila bicara cinta di
antara lawan jenis, satu-satunya jalan adalah dengan pernikahan, yang
dengannya cinta menjadi halal dan penuh keberkahan. Sebaliknya, Islam
melarang keras segala jenis interaksi cinta yang tidak halal alias menjurus
kepada hal-hal berbau zinah atau maksiat. Karena Islam adalah agama
yang memuliakan manusia dan mencegah kerusakan-kerusakan yang akan
terjadi pada diri manusia itu sendiri.
Islam mempunyai khitbah dimana konsep hubungan ini sangat
dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis dan
bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap
terbingkai dalam nilai-nilai kesalehan, sehingga kedekatan hubungan yang
bisa menimbulkan potensi fitnah sudah di luar konsep ini. Karena
sesungguhnya rasa cinta adalah fitrah yang diberikan Allah SWT kepada
setiap insan manusia.
Hal yang harus diperhatikan adalah etika dalam bergaul
dengan lawan jenis, seperti tidak melakukan hal yang mengarah pada
zina, tidak menyentuh dan berduaan dengan lawan jenis yang bukan
muhirmnya, menjaga pandangan, serta menutup aurat. Maka dari itu,
manusia perlu menahan hawa nafsunya jika belum merasa berkecukupan
dan mapan baik materi ataupun iman bagi pasangannya kelak.

11
3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari keseluruhan isi makalah ini,


sebaiknya janganlah kita tidak melakukan pacaran. Dikarenakan
kekhawatiran lebih banyak menimbulkan mudaratnya. Jika sudah siap
untuk membina sebuah hubungan yang lebih serius, lebih baik untuk
melakukan Khitbah agar tidak merugikan segala pihak dan memiliki
kepastian untuk menikah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Siauw, Felix Y. 2013. Udah Putusin Aja!. Bandung. Mizania

https://googleusercontent.com

http://blogbaru2011.wordpress.com/2011/12/20/hukum-pacaran-menurut-agama-
islam/

http://beni.yu.tl/hukum-berpacaran-menurut-islam-beserta-d.xhtml

http://www.pengertianku.net/2014/11/pengertian-pacaran-secara-lebih-jelas.html

https://sepedaku.org/pacaran-dalam-islam/

https://alhijroh.com/adab-akhlak/siapa-bilang-pacaran-haram/

kompasiana.com

13
14

Anda mungkin juga menyukai