Muhammad Subhan,S.Ag**
Perkawinan memilki tujuan mulia. Untuk memulainya tentu diperlukan proses yang
diatur oleh syara’. Bagi calon pengantin sangat penting mengetahui proses tersebut. Hal ini
untuk menghindari terjadinya permasalahan perkawinan yang semestinya tidak muncul dan
menghabiskan energy tak berarti untuk mencari solusinya. Untuk itu dianjurkan kepada calon
Jodoh adalah misteri Ilahi. Namun usaha dan upaya diperlukan untuk
menemukannya. Proses awal yang tidak menyalahi syara’ adalah dengan ta’aruf bukan
pacaran. Untuk itu kita perlu memahami maksud ta’aruf. Hal ini dilakukan agar kebaikan
terus berkelanjutan dalam rumah tangga. Walaupun tidak dijamin seratus persen hasilnya
Ta’aruf berasal dari kata ‘Arafa, artinya kenal. Ta’aruf berarti saling mengenal.
Proses ta’aruf dapat dilakukan langsung oleh seorang pria atau perwakilannya kepada pihak
keluarga perempuan. Model lain ta’aruf antara lain ; bisa dilakukan melalui seorang ustaz,
kiai guru atau teman yang mengenal kedua belah pihak, bisa juga dengan saling tukar biodata
dan cara lain yang tidak menyalahi syara’ ( ajaran Islam ). Intinya kedua belah pihak dapat
saling mengenal sosok bakal calon pendamping hidup mereka. Jika Allah SWT mentakdirkan
Saat ini proses ta’aruf sebagai langkah pembuka mendapat jodoh banyak dilakukan
oleh generasi dan aktivis muda Islam yang berada dalam sebuah wadah atau organisasi Islam.
Mereka melakukan dengan argument dan landasan yang kuat. Awali niat baik dengan cara
yang baik, inilah prinsip dasar mereka. Sehingga dengan ta’aruf akan terhindar dari fitnah,
terjaga dari pergaulan bebas , jauh dari maksiat zina dan terpelihara harga diri.
Agar ta’aruf dapat berjalan dengan baik, maka ikuti lima prinsip ta’aruf dibawah ini
yang bisa dijadikan pedoman dalam pelaksanaan ta’aruf, yang erat kaitannya dengan tema
khitbah/lamaran dan tema pernikahan yang merupakan fase lanjutan setelah ta’aruf, serta
Hadits di atas berisi anjuran untuk menyegerakan nikah bila memang sudah mampu
menikah, sehingga tidak ada proses ta’aruf yang perlu dijalani bagi yang belum mampu
menikah. Bagi yang belum mampu menikah maka dianjurkan untuk banyak berpuasa, belum
saatnya berta’aruf.
“... Wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita
yang baik pula ... (QS. An Nur : 26)
“Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, nasabnya,
kecantikannya, atau agamanya. Pilihlah berdasarkan agamanya agar selamat
dirimu.” (HR. Bukhari – Muslim)
“Bila seorang laki-laki yang kau ridhai agama dan akhlaknya meminang anak
perempuanmu, nikahkanlah dia. … (HR. Tirmidzi)
Ayat dan Hadits di atas menjelaskan bahwa dalam pencarian sosok yang dijadikan
target ta’aruf, kriteria agama dan akhlak menjadi syarat utama yang tidak bisa diganggu
gugat. Kriteria lain boleh macam-macam sesuai selera, namun terkait kriteria agama haruslah
yang baik agamanya. Baik agamanya bisa dilihat dari dia yang seorang Muslim/Muslimah,
tidak meninggalkan ibadah wajibnya, memiliki akhlak yang baik, serta memiliki semangat
untuk terus melakukan perubahan dan perbaikan serta peningkatan dalam pemahaman agama
lamaran pernikahan justru dianjurkan untuk dirahasiakan. Bila pinangan perlu dirahasiakan,
tentu proses ta’aruf yang mendahului pinangan tersebut juga perlu dirahasiakan karena
dikhawatirkan jika terjadi penolakan atau pembatalan atau hal lain diluar dugaan tidak
terekspos keluar yang membuat salah satu pihak merasa tidak nyaman dan menghindari
fitnah.
Tidak ada proses ta’aruf yang dijalani berduaan saja antara pihak yang berta’aruf,
perlu pelibatan pihak ketiga untuk mendampingi proses sehingga menutup celah setan
menjadi yang ketiganya. Pihak ketiga ini bukan berarti seorang saja, tapi bisa juga saudara
atau beberapa orang terdekat yang anda percayai untuk mendampingi selama proses ta’aruf
anda jalani. Dengan demikian tidak ada jalan berduaan, makan berduaan, boncengan motor
berduaan, naik mobil berduaan, dan kegiatan berduaan lainnya dalam aktivitas ta’aruf. Harus
ada orang ketiga untuk mencegah ‘khilaf’ yang bisa saja terjadi karena aktivitas berduaan
tersebut.
Demikian juga dalam komunikasi jarak jauh lewat telepon, SMS, atau fasilitas chat
menggunakan Facebook, Whatsapp, atau BBM. Meskipun tidak berdekatan secara fisik
namun perlu diingat bahwa aktivitas zina ada macam-macam, tidak hanya zina fisik tetapi
ada juga zina hati dalam bentuk angan-angan, khayalan, dan ungkapan mesra yang belum
saatnya diberikan. Bila hati susah dijaga, libatkan juga orang ketiga dalam komunikasi jarak
dunia maya. Tidak sedikit orang iseng yang menggunakan profil palsu yang tidak
Sosok yang dikenal di dunia maya bisa dibuktikan keberadaannya dan kebenarannya
dengan aktivitas nazhar ini, bukan sekedar sosok yang punya nama namun tanpa rupa.
Berkaitan juga dengan landasan di nomor empat, libatkanlah orang ketiga dalam aktivitas
nazhar ini untuk menghindari modus penipuan dan keisengan dari orang asing yang dikenal
di dunia maya.
artikelnya di Rumah Ta’aruf. Perlu diingat bahwa proses ta’aruf dilakukan hanya sebagai
B. Khitbah ( Peminangan )
Setelah ta’aruf terlaksana dan berhasil menemukan calon pasangan hidup sesuai
dengan kriteria syari’at, maka langkah berikutnya yaitu melakukan khitbah ( peminangan ).
Maksud khitbah ialah penyampaian kehendak seorang laki-laki untuk menikahi wanita
pilihan yang telah ditentukan, baik disampaikan secara langsung oleh laki-laki tersebut atau
melalui perwakilan yang diutus khusus. Kalimat yang digunakan bisa dengan terus terang
atau dengan sindiran. Dalam hal ini Allah SWT menyatakan dalam al-qur’an surat Al-
Baqoroh ayat 235 ; “Tidak ada halangan bagimu menggunakan kata sindiran dalam
meminang perempuan “.
Sekalipun pensyari’atan khitbah berstatus mubah dalam arti tidak sampai tingkat
wajib, namun terdapat hikmah di dalamnya, yaitu untuk menguatkan ikatan perkawinan
setelah menikah nantinya. Hal ini didasarkan hadits Nabi , Bahwa Nabi telah berkata kepada
seseorang yang telah meminang seorang perempuan: “ melihatlah kepadanya karena yang
demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan “ ( HR.Tirmizi dan Nasa’i ). Adapun
batasan yang boleh dilihat menurut Jumhur ulama sebagaimana dijelaskan Prof.Dr. Amir
Syarifuddin dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, yaitu sebatas muka dan
telapak tangan. Hal ini didasarkan hadits Nabi dari Khalid ibn Duraik dari Aisyah menurut
riwayat Abu Daud : “ Asma’ Abi Bakar masuk ke rumah Nabi sedangkan dia memakai
pakaian yang sempit, Nabi berpaling daripadanya dan berkata : Hai Asma’ bila seorang
perempuan telah haid tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini. Nabi mengisyaratkan kepa
muka dan telapak tangannya “. Hadits ini sekaligus menjelaskan batas aurat wanita secara
umum.
dalam kitabnya Fiqih Islam Wa’adilatuhu, yaitu jalan untuk memepelajari akhlak, tabiat dan
dilarang menyendiri ( berkhalwat ) dengan perempuan yang dikhitbah, karena belum berlaku
Adapun cara menyampaikan ucapan peminangan, bisa dengan ucapan yang jelas dan
terus terang dan bisa juga dengan ucapan sindiran ( kinayah). Perlu diketahui bahwa
perempuan yang dibolehkan dipinang dengan ucapan terus terang dan sindiran , yaitu
perempuan belum pernah menikah atau perempuan yang sudah menikah namun sudah habis
masa iddahnya. Sebaliknya, dilarang meminang perempuan yang masih punya suami,
perempuan dalam keadaan menjalani iddah raj’i dan perempuan yang sedang dipinang laki-
laki lain. Sedangkan perempuan yang beriddah karena ditinggal mati suami dan perempuan
yang menjalani iddah karena talak bain, baik karena talak tiga maupun karena fasakh boleh
dipinang dengan sindiran saja, tidak dibolehkan dengan terus terang. Demikian yang
Peminangan yang dilakukan tersebut dapat saja dibatalkan atau ditolak walau awalnya
sudah menerima. Hal ini berarti peminangna bukanlah suatu perjanjian yang mengikat untuk
dipatuhi. Dengan demikian status laki-laki yang meminang dan perempuan yang dipinang
Masalah peminangan ini dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1, 11, 12
dan 13. Keseluruhan pasal tersebut berasal dari fiqih mazhab , terutama mazhab al-Syafi’i.
Demikian dua hal yang perlu menjadi perhatian calon pengantin dalam
Sumber Bacaan: