Muhammad Subhan
Daftar Isi
Kata Pengantar……………………………………………………………………
Mukadimah…………………………………………………………………………
Daftar Isi……………………………………………………………………………
B. Khitbah ……………….…………………………………………………
D. Keutamaan Nikah…………………………………………………
G. Cerai…………………………………………………………………
H. Iddah………………………………………………………………
I. Rujuk…………………………………………………………………
J. Poligami………………………………………………………………
K. Nikah Sirri……………………………………………………………
A. Kualitas Bahan………………………………………………………
A. Tanda-Tanda Kehamilan…………………………………………..
B. Merawat Kehamilan………………………………………………..
B. Akhlakul Karimah……………………………………………………….
Daftar Pustaka……………………………………………….............................
Biodata Penulis……………………………………………………………………
Lampiran……………………………………………………………………………
Pengobatan Syar’i
UU No.1/1974
Jodoh adalah misteri Ilahi. Namun usaha dan upaya diperlukan untuk
menemukannya. Proses awal yang tidak menyalahi syara’ adalah dengan ta’aruf
bukan pacaran. Untuk itu kita perlu memahami maksud ta’aruf. Hal ini dilakukan
agar kebaikan terus berkelanjutan dalam rumah tangga. Walaupun tidak dijamin
Ta’aruf berasal dari kata ‘Arafa, artinya kenal. Ta’aruf berarti saling
mengenal. Proses ta’aruf dapat dilakukan langsung oleh seorang pria atau
perwakilannya kepada pihak keluarga perempuan. Model lain ta’aruf antara lain ; bisa
dilakukan melalui perantara seorang ustaz, kiai guru atau teman yang mengenal
kedua belah pihak, bisa juga dengan saling tukar biodata dan cara lain yang tidak
menyalahi syara’ ( ajaran Islam ). Intinya kedua belah pihak dapat saling mengenal
sosok bakal calon pendamping hidup mereka. Jika Allah SWT mentakdirkan cocok,
dilakukan oleh generasi dan aktivis muda Islam yang berada dalam sebuah wadah
atau organisasi Islam. Mereka melakukan dengan argument dan landasan yang kuat.
Awali niat baik dengan cara yang baik, inilah prinsip dasar mereka. Sehingga dengan
ta’aruf akan terhindar dari fitnah, terjaga dari pergaulan bebas , jauh dari maksiat zina
Agar ta’aruf dapat berjalan dengan baik, maka ikuti lima prinsip ta’aruf
dibawah ini yang bisa dijadikan pedoman dalam pelaksanaan ta’aruf, yang erat
kaitannya dengan tema khitbah/lamaran dan tema pernikahan yang merupakan fase
lanjutan setelah ta’aruf, serta interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam
keseharian , yaitu:
Hadits di atas berisi anjuran untuk menyegerakan nikah bila memang sudah
mampu menikah, sehingga tidak ada proses ta’aruf yang perlu dijalani bagi yang
belum mampu menikah. Bagi yang belum mampu menikah maka dianjurkan untuk
banyak berpuasa, belum saatnya berta’aruf. Mampu di sini terkait dengan mental,
Ayat dan Hadits di atas menjelaskan bahwa dalam pencarian sosok yang
dijadikan target ta’aruf, kriteria agama dan akhlak menjadi syarat utama yang tidak
bisa diganggu gugat. Kriteria lain boleh macam-macam sesuai selera, namun terkait
kriteria agama haruslah yang baik agamanya. Baik agamanya bisa dilihat dari dia
akhlak yang baik, serta memiliki semangat untuk terus melakukan perubahan dan
atau lamaran pernikahan justru dianjurkan untuk dirahasiakan. Bila pinangan perlu
dirahasiakan, tentu proses ta’aruf yang mendahului pinangan tersebut juga perlu
dirahasiakan karena dikhawatirkan jika terjadi penolakan atau pembatalan atau hal
lain diluar dugaan tidak terekspos keluar yang membuat salah satu pihak merasa tidak
Tidak ada proses ta’aruf yang dijalani berduaan saja antara pihak yang
berta’aruf, perlu pelibatan pihak ketiga untuk mendampingi proses sehingga menutup
celah setan menjadi yang ketiganya. Pihak ketiga ini bukan berarti seorang saja, tapi
bisa juga saudara atau beberapa orang terdekat yang anda percayai untuk
mendampingi selama proses ta’aruf anda jalani. Dengan demikian tidak ada jalan
berduaan, makan berduaan, boncengan motor berduaan, naik mobil berduaan, dan
kegiatan berduaan lainnya dalam aktivitas ta’aruf. Harus ada orang ketiga untuk
mencegah ‘khilaf’ yang bisa saja terjadi karena aktivitas berduaan tersebut.
Demikian juga dalam komunikasi jarak jauh lewat telepon, SMS, atau fasilitas
secara fisik namun perlu diingat bahwa aktivitas zina ada macam-macam, tidak hanya
zina fisik tetapi ada juga zina hati dalam bentuk angan-angan, khayalan, dan
ungkapan mesra yang belum saatnya diberikan. Bila hati susah dijaga, libatkan juga
orang ketiga dalam komunikasi jarak jauh ini untuk menghindari zina hati.
sosial di dunia maya. Tidak sedikit orang iseng yang menggunakan profil palsu yang
kebenarannya dengan aktivitas nazhar ini, bukan sekedar sosok yang punya nama
namun tanpa rupa. Berkaitan juga dengan landasan di nomor empat, libatkanlah orang
ketiga dalam aktivitas nazhar ini untuk menghindari modus penipuan dan keisengan
artikelnya di Rumah Ta’aruf. Perlu diingat bahwa proses ta’aruf dilakukan hanya
sebagai langkah mencari jodoh secara Islami dan ridhoi Ilahi Rabbi.
B. Khitbah
sesuai dengan kriteria syari’at, maka langkah berikutnya yaitu melakukan khitbah
menikahi wanita pilihan yang telah ditentukan, baik disampaikan secara langsung
oleh laki-laki tersebut atau melalui perwakilan yang diutus khusus. Kalimat yang
digunakan bisa dengan terus terang atau dengan sindiran. Dalam hal ini Allah SWT
menyatakan dalam al-qur’an surat Al-Baqoroh ayat 235 ; “Tidak ada halangan
tingkat wajib, namun terdapat hikmah di dalamnya, yaitu untuk menguatkan ikatan
perkawinan setelah menikah nantinya. Hal ini didasarkan hadits Nabi , Bahwa Nabi
perkawinan “ ( HR.Tirmizi dan Nasa’i ). Adapun batasan yang boleh dilihat menurut
Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, yaitu sebatas muka dan telapak tangan. Hal
ini didasarkan hadits Nabi dari Khalid ibn Duraik dari Aisyah menurut riwayat Abu
Daud : “ Asma’ Abi Bakar masuk ke rumah Nabi sedangkan dia memakai pakaian
yang sempit, Nabi berpaling daripadanya dan berkata : Hai Asma’ bila seorang
perempuan telah haid tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini. Nabi mengisyaratkan
kepa muka dan telapak tangannya “. Hadits ini sekaligus menjelaskan batas aurat
Zuhaili dalam kitabnya Fiqih Islam Wa’adilatuhu, yaitu jalan untuk memepelajari
perempuan yang dikhitbah, karena belum berlaku hukum nikah diantara keduanya.
jelas dan terus terang dan bisa juga dengan ucapan sindiran ( kinayah). Perlu
diketahui bahwa perempuan yang dibolehkan dipinang dengan ucapan terus terang
dan sindiran , yaitu perempuan belum pernah menikah atau perempuan yang sudah
perempuan yang masih punya suami, perempuan dalam keadaan menjalani iddah raj’i
dan perempuan yang sedang dipinang laki-laki lain. Sedangkan perempuan yang
beriddah karena ditinggal mati suami dan perempuan yang menjalani iddah karena
talak bain, baik karena talak tiga maupun karena fasakh boleh dipinang dengan
sindiran saja, tidak dibolehkan dengan terus terang. Demikian yang dijelaskan
Prof.Dr.Amir Syarifuddin.
Peminangan yang dilakukan tersebut dapat saja dibatalkan atau ditolak walau
awalnya sudah menerima. Hal ini berarti peminangna bukanlah suatu perjanjian yang
mengikat untuk dipatuhi. Dengan demikian status laki-laki yang meminang dan
Masalah peminangan ini dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 10,
11, 12 dan 13. Keseluruhan pasal tersebut berasal dari fiqih mazhab , terutama
mazhab al-Syafi’i.
Demikian dua hal yang perlu menjadi perhatian calon pengantin dalam
artinya kesungguhan hati siap merubah diri dari hidup sendiri menuju hidup bersama
orang lain yang selalu menyertainya dalam perjalan hidup setiap hari. Dalam
mengarungi samudera bahtera rumahtangga yang baru dibina diperlukan kesabaran,
mengingatkan dan menguatkan, tahan godaan, berani mengakui dan minta maaf jika
ada kesalahan, serta menjauhi sifat dan sikap tercela yang membuat hati terluka. Jika
gembira tiada terkira. Itulah persiapan mental yang harus difahami oleh calon
Selanjutnya, khusus bagi calon suami, harus menyiapkan bekal material untuk
menyiapkan mahar yang tidak memberatkan namun calon istri suka cita
‘Urusy dan biaya-biaya lain yang tak terduga, jika memang bisa membantunya. Itu
semua diantara contoh diperlukannya bekal material berupa dana atau biaya
menghadapi pernikahan.
BAB III
Kehadiran pasangan suami istri yang sah secara syar’i dan hukum positif
kepahaman ilmu berumah tangga dari pasangan suami istri sangat menentukan
kualitas rumah tangga yang akan dijalani. Dengan demikian, harapan melahirkan
keturunan yang memiliki nilai-nilai Robbani, Qur’ani dan Islami sebagai batu bata
Hubungan badan ( jima’ ) antara suami istri yang didasari tunjuk ajar Islam
adalah salah satu kunci yang harus dipahami agar hubungan badan tersebut bernilai
ibadah, menguatkan rasa kasih sayang, menyehatkan, juga akan melahirkan generasi
yang berbobot dari segi jasadiyah, ruhiyah dan aqliyah . Realita objektif, berdasar
nikah, umumnya mereka kurang, bahkan tidak mengetahui adab jima’ yang paling
yang relatif singkat tentu materi adabu jima’ tidak dapat disampaikan secara
bacaan dan petunjuk praktis dalam melakukan hubungan suami istri. Walaupun saat
kesempatan ini , dengan segala keterbatasan, saya mencoba menyajikan tulisan yang
Dalam surat An-Nisa’ ayat pertama Allah SWT menjelaskan bahwa asal mula
manusia - kecuali manusia pertama - dari seorang laki-laki dan perempuan. Adapun
proses terjadinya manusia dimulai dari petemuan sperma dan sel telur ( ovum ),
Al-Qur’an yang berkaitan tentang hal tersebut. Akhir dari proses tersebut lahirlah
janin atau bayi. Kondisi bayi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya
ternyata sangat dipengaruhi dari bahan awal pembuatannya. Jika kondisi bahan dasar
( saripati asal sperma dan sel telur ) berkualitas, artinya suami istri makan dan
minum dari makanan dan minuman yang halal cara memperolehnya dan thoyyib
( bergizi, bervitamin dan berprotein ) insyaallah anak akan memiliki sifat-sifat mulia
dan jasad yang sehat. Tentu hal tersebut bukan jaminan mutlak, apalagi jika bibit
unggul tidak dirawat dan dibina alamat kekecewaan yang akan dipetik dan diterima.
Cukupkah hanya dengan bahan dasar yang baik asa akan terwujud ? Ibarat
bibit tanaman kelas wahid harga selangit ditanam asal-asalan tanpa memperhatikan
prosedur standar, maka siap-siaplah menggigit jari tanda tak puas hati sebagai
konsekuensi. Disinilah dituntut suami-istri harus mempelajari etika dan teknik-teknik
berhubungan badan yang Islami di bawah tuntutan syar’i. Bukan berpikiran negatif
atau tabu untuk mengetahuinya baik sebelum maupun setelah nikah. Dengan alasan
tanpa belajarpun tentang hal tersebut otomatis dapat dilakukan, anak tetap lahir dan
kelakuan anak bisa baik serta beranggapan mengetahui hal tersebut justru dapat
melahirkan aksi coba-coba, khususnya anak muda. Paradigma berpikir seperti itu
harus dirubah secara berangsur dengan penjelasan yang bisa diterima akal dan iman.
Secara bahasa jima’ memilik arti ; sumber segala sesuatu, tempat bernaung
dan berlindung, suatu yang agung dan kiasan dari nikah. Sedangkan menurut istilah
Fuqoha adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh dua pasangan yang sah atau
bertemunya dua khitan dari dua pasangan yang sah, jika tidak sah disebut zina.( lihat
62 ).
Jima’ termasuk nafkah bathiniah yang harus dipenuhi oleh suami, karena ia
hak seorang istri. Melakukan jima’ adalah ibadah yang berpahala. Sebagai ibadah
tentu ada manfaat yang diperoleh. Ibn Qoyyim Al-Jawziyah menjelaskan ada tiga
anggota tubuh.
meninggalkanya ( berjima’) dalam waktu lama maka badan mereka menjadi dingin,
gerakan mereka menjadi sulit, mengalami kesusahan tanpa sebab dan selera serta
pencernaan mereka menurun ”. Manfaat lain dari bersetubuh adalah dapat menjaga
atau menahan pandangan mata dan mengekang nafsu dari apa yang diharamkan.
Sebagian ahli medis mengatakan beberapa manfaat hubungan seksual sah, yaitu
keadaan suci ( mandi janabat ). Pelajaran lain yang bisa diambil yaitu pasutri yang
masing, sehingga tercipta suasana segar dan bergairah. Kebersihan yang bisa
dilakukan pasutri, antara lain ; berwudhu’, membersihkan mulut, badan, tempat tidur,
kamar dan memakai minyak wangi. Nabi bersabda : ” Ambillah kapas ( atau yang
serupa ) yang dicampuri misk, lalu besihkan denganya.” ( HR.Bukhori ). Hadits ini
adalah jawaban Rasulullah SAW terhadap shahabiah yang bertanya tentang mandi
junub.Perintah Rasulullah SAW tersebut dalam rangka menghilangkan bau tak sedap
sehabis haid dan nifas. Selain itu dianjurkan menjaga kebersihan yang menyangkut
dengan khitan dan mencukur rambut kemaluan. Dalam hal ini Nabi bersabda : “ lima
perkara termasuk fitrah, yaitu : mencukur bulu kemaluan, khitan, mencukur kumis,
badan, seperti susu atau minuman suplemen lainnya. Hal ini pernah dilakukan
Rasulullah SAW terhadap Siti Aisyah RA. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad. ” Asma binti Yazid bin As Sakan berkata : ” Aku telah
menghias Aisyah untuk Rasulullah SAW., kemudian aku datang memanggilnya untuk
melihat Aisyah. Lalu Rasulullah SAW datang dan duduk disampingnya. Segelas susu
Aisyah. Namun Aisyah menundukkan kepalanya karena malu.” Asma berkata : ” Aku
Kita perlu selektif dan hati-hati dalam membeli dan mengkomsumsi obat-
obatan atau suplemen penambah stamina yang dijual di pasaran agar terhindar dari
namaMu ya Allah jauhkan kami dari setan dan jauhkanlah setan dari rezeki
yang telah Engkau berikan”. Apabila ditakdirkan lahirnya anak, tidak dicelakakan
selamanya. Do’a ini bersumber dari hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari,
Muslim, Ibnu Hibban dan At-Tirmizi. Perlu diingat do’a cukup dilakukan dalam hati
atau sebatas telinga pasutri yang mendengar, artinya jangan berdo’a seperti orang
Kedua, bercumbu rayu. Wanita biasanya lebih romantis dari laki-laki. Pada saat ini
Rasulullah SAW dalam hal ini menjelaskan bercumbu ria dengan istri dengan saling
menggigit bibir, demikian hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam
Muslim.
rayuan kepada istri sebelum berhubungan badan. Tentang variasi ciuman anda bisa
seperti bibir, telinga, leher dengan lembut dan kalem. Pasutri dapat berdiskusi dengan
pasangannya untuk mengetahui bagian tubuh yang sensitif sampai yang paling
sensitif.
sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari. Demikian juga
engkau miliki ”.
Keenam, rintihan atau desahan suara pasutri, terutama istri, dapat menambah gairah
dan semangat melakukan hubungan badan suami istri. Sebenarnya masih ada lagi
Untuk hal tersebut silahkan baca buku-buku yang membahasnya. Namun yang perlu
diingat oleh pasutri, lakukan foreplay yang tidak menyalahi ketentuan dan melebihi
batasan syar’i.
dan fisiologis mereka siap untuk berhubungan badan. Namun ada beberapa hal yang
perlu diketahui dan dilakukan saat pasutri berjima’ berdasar tuntunan Allah SWT dan
seizin istri,
5. Ketika bersetubuh tidak saat lelah dan kondisi jiwa tidak stabil.
6. Kemudian dilarang bersetubuh ketika istri dalam keadaan haid, nifas, masa
iddah, sedang ihram haji atau umroh, ketika puasa dan iktikaf .
baik )
minal maa’i basyaran ”. ( Segala puji bagi Allah yang menciptakan dari air
1. Posisi suami di atas dan istri di bawah, ini adalah posisi standar yang baik
2. Sebaliknya bisa juga posisi istri yang di atas dan suami di bawah.
3. Kemudian ada juga posisi tajbiyah ( suami melakukan penetrasi dari arah
5. Pasutri bisa melakukan posisi lain yang disukai namun tidak menyalahi
Hal apa saja yang dilakukan pasutri setelah berhubungan badan ? Hal penting
3. Atau jika pasutri tidak mandi wajib langsung setelah berhubungan badan bisa
berwudhu’ lalu istirahat tidur. Setelah bangun tidur baru mandi wajib.
orang lain karena hal tersebut rahasia ranjang pasutri yang harus dijaga rapat.
suami istri terdapat beragam kendala dan problem. Semua itu terjadi disebabkan oleh
dua faktor, yaitu yang berasal dari diri pasutri dan yang datang dari luar pasutri.
Sebenarnya jika membaca lebih dalam tentang adab jima’ ( berhungan badan )
masih banyak lagi yang harus diketahui pasutri. Namun demikian secara umum adab
jima’ yang dijelaskan di atas sudah dapat menjadi pedoman dasar dalam melakukan
hubungan badan.
“ pertempuran nikmat di atas ranjang “ yang bisa menambah investasi pahala dari
Allah Ta’ala dan semoga dengan melakukan adab jima’ di bawah petunjuk Allah
SWT dan Rasulullah SAW, harapan akan lahirnya generasi Robbani, qur’ani dan