Anda di halaman 1dari 23

MENEMPUH HIDUP BARU

 Persiapan Pra Nikah


 Adab Berhubungan Badan
 Menyambut Kehamilan dan
Kelahiran
 Tips Keluarga “SAMARA”
 Bekal Agama
 Zikir dan Do’a

Muhammad Subhan
Daftar Isi
Kata Pengantar……………………………………………………………………

Mukadimah…………………………………………………………………………

Daftar Isi……………………………………………………………………………

BAB I. Persiapan Sebelum Nikah……………………………………………….

A. Ta’aruf Bukan Pacaran………………………………………………

B. Khitbah ……………….…………………………………………………

C. Kesiapan Mental dan Material………………………………………

D. Keutamaan Nikah…………………………………………………

BAB II. Mengenal Nikah Dan Yang Terkait…………………………………

A. Pengertian Nikah ………………………………………………….

B. Syarat dan Rukun Nikah…………………………………………

C. Walimah Yang Syar’i……………………………………………

D. Bulan Madu Bermakna……………………………………………

E. Hak Dan Tanggung Jawab Suami Istri…………………………

F. Problematika Rumah Tangga……………………………………

G. Cerai…………………………………………………………………
H. Iddah………………………………………………………………

I. Rujuk…………………………………………………………………

J. Poligami………………………………………………………………

K. Nikah Sirri……………………………………………………………

BAB III. Adab Berhubungan Badan Suami Istri………………………

A. Kualitas Bahan………………………………………………………

B. Pengertian Dan Manfaat Berhubungan Badan……..…………

C. Sebelum Berhubungan Badan………………………………………

D. Saat dan Gaya Berhubungan Badan………………………………

E. Problematika Sekitar Hubungan Badan……………………………

BAB IV. Menjalani Kehamilan Menghadapi Kelahiran……………………..

A. Tanda-Tanda Kehamilan…………………………………………..

B. Merawat Kehamilan………………………………………………..

C. Pendidikan Anak Dalam Kandungan……………………………

D. Peran Suami Ketika Istri Hamil……….…………………………….

E. Menyiapkan Kelahiran Anak……………………………………..

F. Hal Yang Dilakukan ketika Anak Lahir…………………………..

G. Hak Anak Setelah Lahir…………………………………………….

BAB V. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak……………………………

A. Mengawal Masa Tumbuh Kembang Anak………………

B. Pendidikan Terhadap Anak ………………………………

C. Menafkahi Anak Dengan Rizki Halal………………


D. Interaksi Anak Dengan Lingkungan…………………………

BAB VI. Menuju Keluarga ‘SAMARA’……………………………………………

A. Pengertian Sakinah,Mawaddah Dan Rahmah………………….

B. Resep Keluarga ‘SAMARA’ Islami……………………..……………

BAB VII. Bekal Agama Dalam Keluarga………………………………………

A. Akidah Salimah………………………………………………….. .….

B. Akhlakul Karimah……………………………………………………….

C. Amal Ibadah Shohihah………………………………………………

BAB VIII. Zikir Dan Do’a Harian Dalam Rumah Tangga…………………

A. Makna Zikir Dan Do’a……………………………………………..

B. Keutamaan Zikir Dan Do’a……………………………………….

C. Bacaan Zikir Dan Do’a……………………………………………

Menjaga Keluarga Dari Neraka……………………………………………….

Daftar Pustaka……………………………………………….............................

Biodata Penulis……………………………………………………………………

Lampiran……………………………………………………………………………

Nama-nama Anak Islami

Pengobatan Syar’i

UU No.1/1974

Kompilasi Hukum Islam


BAB I

PERSIAPAN SEBELUM NIKAH

A.Ta’aruf Bukan Pacaran

Jodoh adalah misteri Ilahi. Namun usaha dan upaya diperlukan untuk

menemukannya. Proses awal yang tidak menyalahi syara’ adalah dengan ta’aruf

bukan pacaran. Untuk itu kita perlu memahami maksud ta’aruf. Hal ini dilakukan

agar kebaikan terus berkelanjutan dalam rumah tangga. Walaupun tidak dijamin

seratus persen hasilnya seperti yang diharapan.

Ta’aruf berasal dari kata ‘Arafa, artinya kenal. Ta’aruf berarti saling

mengenal. Proses ta’aruf dapat dilakukan langsung oleh seorang pria atau

perwakilannya kepada pihak keluarga perempuan. Model lain ta’aruf antara lain ; bisa

dilakukan melalui perantara seorang ustaz, kiai guru atau teman yang mengenal

kedua belah pihak, bisa juga dengan saling tukar biodata dan cara lain yang tidak

menyalahi syara’ ( ajaran Islam ). Intinya kedua belah pihak dapat saling mengenal

sosok bakal calon pendamping hidup mereka. Jika Allah SWT mentakdirkan cocok,

maka mereka berjodoh.


Saat ini proses ta’aruf sebagai langkah pembuka mendapat jodoh banyak

dilakukan oleh generasi dan aktivis muda Islam yang berada dalam sebuah wadah

atau organisasi Islam. Mereka melakukan dengan argument dan landasan yang kuat.

Awali niat baik dengan cara yang baik, inilah prinsip dasar mereka. Sehingga dengan

ta’aruf akan terhindar dari fitnah, terjaga dari pergaulan bebas , jauh dari maksiat zina

dan terpelihara harga diri.

Agar ta’aruf dapat berjalan dengan baik, maka ikuti lima prinsip ta’aruf

dibawah ini yang bisa dijadikan pedoman dalam pelaksanaan ta’aruf, yang erat

kaitannya dengan tema khitbah/lamaran dan tema pernikahan yang merupakan fase

lanjutan setelah ta’aruf, serta interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam

keseharian , yaitu:

1. Ta’aruf bagi yang mampu menikah.

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu menikah


maka menikahlah! Karena, menikah lebih dapat menahan pandangan
dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu,
hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai bagi
syahwatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas berisi anjuran untuk menyegerakan nikah bila memang sudah

mampu menikah, sehingga tidak ada proses ta’aruf yang perlu dijalani bagi yang

belum mampu menikah. Bagi yang belum mampu menikah maka dianjurkan untuk

banyak berpuasa, belum saatnya berta’aruf. Mampu di sini terkait dengan mental,

material dan spiritual.

2. Kriteria agama dan akhlak dalam pertimbangan ta’aruf.


“... Wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk
wanita yang baik pula ... (QS. An Nur : 26)

“Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya,


nasabnya, kecantikannya, atau agamanya. Pilihlah berdasarkan
agamanya agar selamat dirimu.” (HR. Bukhari – Muslim)

“Bila seorang laki-laki yang kau ridhai agama dan akhlaknya


meminang anak perempuanmu, nikahkanlah dia. (HR. Tirmidzi)

Ayat dan Hadits di atas menjelaskan bahwa dalam pencarian sosok yang

dijadikan target ta’aruf, kriteria agama dan akhlak menjadi syarat utama yang tidak

bisa diganggu gugat. Kriteria lain boleh macam-macam sesuai selera, namun terkait

kriteria agama haruslah yang baik agamanya. Baik agamanya bisa dilihat dari dia

yang seorang Muslim/Muslimah, tidak meninggalkan ibadah wajibnya, memiliki

akhlak yang baik, serta memiliki semangat untuk terus melakukan perubahan dan

perbaikan serta peningkatan dalam pemahaman agama dan ketaatan menjalankann

perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

3. Proses ta’aruf bersifat rahasia.

Rasulullah bersabda ; “ Rahasiakan pinangan, umumkanlah


pernikahan ” (HR. Ath Thabrani)

Berbeda dengan pernikahan yang dianjurkan untuk disebarluaskan, pinangan

atau lamaran pernikahan justru dianjurkan untuk dirahasiakan. Bila pinangan perlu

dirahasiakan, tentu proses ta’aruf yang mendahului pinangan tersebut juga perlu

dirahasiakan karena dikhawatirkan jika terjadi penolakan atau pembatalan atau hal

lain diluar dugaan tidak terekspos keluar yang membuat salah satu pihak merasa tidak

nyaman dan menghindari fitnah.


4. Adanya orang ketiga dalam ta’aruf.

“Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita,


karena setan akan menjadi ketiganya” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Tidak ada proses ta’aruf yang dijalani berduaan saja antara pihak yang

berta’aruf, perlu pelibatan pihak ketiga untuk mendampingi proses sehingga menutup

celah setan menjadi yang ketiganya. Pihak ketiga ini bukan berarti seorang saja, tapi

bisa juga saudara atau beberapa orang terdekat yang anda percayai untuk

mendampingi selama proses ta’aruf anda jalani. Dengan demikian tidak ada jalan

berduaan, makan berduaan, boncengan motor berduaan, naik mobil berduaan, dan

kegiatan berduaan lainnya dalam aktivitas ta’aruf. Harus ada orang ketiga untuk

mencegah ‘khilaf’ yang bisa saja terjadi karena aktivitas berduaan tersebut.

Demikian juga dalam komunikasi jarak jauh lewat telepon, SMS, atau fasilitas

chat menggunakan Facebook, Whatsapp, atau BBM. Meskipun tidak berdekatan

secara fisik namun perlu diingat bahwa aktivitas zina ada macam-macam, tidak hanya

zina fisik tetapi ada juga zina hati dalam bentuk angan-angan, khayalan, dan

ungkapan mesra yang belum saatnya diberikan. Bila hati susah dijaga, libatkan juga

orang ketiga dalam komunikasi jarak jauh ini untuk menghindari zina hati.

5. Aktivitas nazhar/melihat pihak yang berta’aruf.

Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu’anhu bahwasannya beliau


akan melamar seorang wanita maka Nabi Muhammad pun berkata
kepadanya “Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu
akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan diantara kalian
berdua.”(HR.BukharinMuslim)
Kemajuan teknologi informasi berdampak pada semakin maraknya media

sosial di dunia maya. Tidak sedikit orang iseng yang menggunakan profil palsu yang

tidak menggambarkan profil diri sebenarnya.

Sosok yang dikenal di dunia maya bisa dibuktikan keberadaannya dan

kebenarannya dengan aktivitas nazhar ini, bukan sekedar sosok yang punya nama

namun tanpa rupa. Berkaitan juga dengan landasan di nomor empat, libatkanlah orang

ketiga dalam aktivitas nazhar ini untuk menghindari modus penipuan dan keisengan

dari orang asing yang dikenal di dunia maya.

Demikian prinsip-prinsip dasar ta’aruf yang ditulis oleh Maswahyu,ST dalam

artikelnya di Rumah Ta’aruf. Perlu diingat bahwa proses ta’aruf dilakukan hanya

sebagai langkah mencari jodoh secara Islami dan ridhoi Ilahi Rabbi.

B. Khitbah

Setelah ta’aruf terlaksana dan berhasil menemukan calon pasangan hidup

sesuai dengan kriteria syari’at, maka langkah berikutnya yaitu melakukan khitbah

( peminangan ). Maksud khitbah ialah penyampaian kehendak seorang laki-laki untuk

menikahi wanita pilihan yang telah ditentukan, baik disampaikan secara langsung

oleh laki-laki tersebut atau melalui perwakilan yang diutus khusus. Kalimat yang

digunakan bisa dengan terus terang atau dengan sindiran. Dalam hal ini Allah SWT

menyatakan dalam al-qur’an surat Al-Baqoroh ayat 235 ; “Tidak ada halangan

bagimu menggunakan kata sindiran dalam meminang perempuan “.


Sekalipun pensyari’atan khitbah berstatus mubah dalam arti tidak sampai

tingkat wajib, namun terdapat hikmah di dalamnya, yaitu untuk menguatkan ikatan

perkawinan setelah menikah nantinya. Hal ini didasarkan hadits Nabi , Bahwa Nabi

telah berkata kepada seseorang yang telah meminang seorang perempuan: “

melihatlah kepadanya karena yang demikian akan lebih menguatkan ikatan

perkawinan “ ( HR.Tirmizi dan Nasa’i ). Adapun batasan yang boleh dilihat menurut

Jumhur ulama sebagaimana dijelaskan Prof.Dr. Amir Syarifuddin dalam bukunya

Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, yaitu sebatas muka dan telapak tangan. Hal

ini didasarkan hadits Nabi dari Khalid ibn Duraik dari Aisyah menurut riwayat Abu

Daud : “ Asma’ Abi Bakar masuk ke rumah Nabi sedangkan dia memakai pakaian

yang sempit, Nabi berpaling daripadanya dan berkata : Hai Asma’ bila seorang

perempuan telah haid tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini. Nabi mengisyaratkan

kepa muka dan telapak tangannya “. Hadits ini sekaligus menjelaskan batas aurat

wanita secara umum.

Hikmah lain dari khitbah sebagaimana ditulis oleh Prof.Dr.Wahbah Az-

Zuhaili dalam kitabnya Fiqih Islam Wa’adilatuhu, yaitu jalan untuk memepelajari

akhlak, tabiat dan kecenderungan masing-masing dan dilakukan sebatas yang

diperbolehkan syari’at. Sehingga dilarang menyendiri ( berkhalwat ) dengan

perempuan yang dikhitbah, karena belum berlaku hukum nikah diantara keduanya.

Adapun cara menyampaikan ucapan peminangan, bisa dengan ucapan yang

jelas dan terus terang dan bisa juga dengan ucapan sindiran ( kinayah). Perlu

diketahui bahwa perempuan yang dibolehkan dipinang dengan ucapan terus terang
dan sindiran , yaitu perempuan belum pernah menikah atau perempuan yang sudah

menikah namun sudah habis masa iddahnya. Sebaliknya, dilarang meminang

perempuan yang masih punya suami, perempuan dalam keadaan menjalani iddah raj’i

dan perempuan yang sedang dipinang laki-laki lain. Sedangkan perempuan yang

beriddah karena ditinggal mati suami dan perempuan yang menjalani iddah karena

talak bain, baik karena talak tiga maupun karena fasakh boleh dipinang dengan

sindiran saja, tidak dibolehkan dengan terus terang. Demikian yang dijelaskan

Prof.Dr.Amir Syarifuddin.

Peminangan yang dilakukan tersebut dapat saja dibatalkan atau ditolak walau

awalnya sudah menerima. Hal ini berarti peminangna bukanlah suatu perjanjian yang

mengikat untuk dipatuhi. Dengan demikian status laki-laki yang meminang dan

perempuan yang dipinang tersebut masih asing ( ajnabi dan ajnabiyah).

Masalah peminangan ini dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 10,

11, 12 dan 13. Keseluruhan pasal tersebut berasal dari fiqih mazhab , terutama

mazhab al-Syafi’i.

Demikian dua hal yang perlu menjadi perhatian calon pengantin dalam

mempersiapkan diri sebelum melakukan pernikahan.

C.Kesiapan Mental Dan Material

Calon pengantin hendaklah mempersiapkan mentalnya secara sempurna,

artinya kesungguhan hati siap merubah diri dari hidup sendiri menuju hidup bersama

orang lain yang selalu menyertainya dalam perjalan hidup setiap hari. Dalam
mengarungi samudera bahtera rumahtangga yang baru dibina diperlukan kesabaran,

saling pengertian, siap dengan perbedaan, menerima kekurangan pasangan, saling

mengingatkan dan menguatkan, tahan godaan, berani mengakui dan minta maaf jika

ada kesalahan, serta menjauhi sifat dan sikap tercela yang membuat hati terluka. Jika

semua itu terlaksana kebahagiaan rumahtangga akan menjelma, hatipun riang

gembira tiada terkira. Itulah persiapan mental yang harus difahami oleh calon

pengantin ketika hendak berumahtangga.

Selanjutnya, khusus bagi calon suami, harus menyiapkan bekal material untuk

mengarungi samudera bahtera rumahtangga yang akan dibina. Calon suami

menyiapkan mahar yang tidak memberatkan namun calon istri suka cita

menerimanya. Kemudian calon suami membantu biaya belanja acara walimatul

‘Urusy dan biaya-biaya lain yang tak terduga, jika memang bisa membantunya. Itu

semua diantara contoh diperlukannya bekal material berupa dana atau biaya

menghadapi pernikahan.
BAB III

ADAB BERHUBUNGAN BADAN SUAMI ISTRI

Kehadiran pasangan suami istri yang sah secara syar’i dan hukum positif

adalah titik awal peradaban dimulai. Kematangan fsikologis, fisiologis serta

kepahaman ilmu berumah tangga dari pasangan suami istri sangat menentukan

kualitas rumah tangga yang akan dijalani. Dengan demikian, harapan melahirkan

keturunan yang memiliki nilai-nilai Robbani, Qur’ani dan Islami sebagai batu bata

masyarakat berperadaban ( madani / civil socity ) akan terwujud.

Hubungan badan ( jima’ ) antara suami istri yang didasari tunjuk ajar Islam

adalah salah satu kunci yang harus dipahami agar hubungan badan tersebut bernilai

ibadah, menguatkan rasa kasih sayang, menyehatkan, juga akan melahirkan generasi

yang berbobot dari segi jasadiyah, ruhiyah dan aqliyah . Realita objektif, berdasar

pengalaman menghadapi calon pengatin ( catin ) ketika pelaksanaan penasehatan pra

nikah, umumnya mereka kurang, bahkan tidak mengetahui adab jima’ yang paling

mendasar untuk dilakukan. Kenyataan ini memang memprihatinkan. Dengan waktu

yang relatif singkat tentu materi adabu jima’ tidak dapat disampaikan secara

komprehensif. Sebagai langkah antisipatif sekaligus PR kepada catin diharapkan

untuk mencari dan mempelajarinya secara mandiri.


Mencermati kondisi di atas perlu ada solusi riil yang bisa dijadikan bahan

bacaan dan petunjuk praktis dalam melakukan hubungan suami istri. Walaupun saat

ini sudah banyak buku-buku yang membahas permasalahan tersebut. Dalam

kesempatan ini , dengan segala keterbatasan, saya mencoba menyajikan tulisan yang

dirangkum dari beberapa buku yang membahas tentang adab jima’.

A. Bahan Harus Berkualitas

Dalam surat An-Nisa’ ayat pertama Allah SWT menjelaskan bahwa asal mula

manusia - kecuali manusia pertama - dari seorang laki-laki dan perempuan. Adapun

proses terjadinya manusia dimulai dari petemuan sperma dan sel telur ( ovum ),

selanjutnya mengalami proses perkembangan sebagaimana bisa dibaca pada ayat-ayat

Al-Qur’an yang berkaitan tentang hal tersebut. Akhir dari proses tersebut lahirlah

janin atau bayi. Kondisi bayi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya

ternyata sangat dipengaruhi dari bahan awal pembuatannya. Jika kondisi bahan dasar

( saripati asal sperma dan sel telur ) berkualitas, artinya suami istri makan dan

minum dari makanan dan minuman yang halal cara memperolehnya dan thoyyib

( bergizi, bervitamin dan berprotein ) insyaallah anak akan memiliki sifat-sifat mulia

dan jasad yang sehat. Tentu hal tersebut bukan jaminan mutlak, apalagi jika bibit

unggul tidak dirawat dan dibina alamat kekecewaan yang akan dipetik dan diterima.

Cukupkah hanya dengan bahan dasar yang baik asa akan terwujud ? Ibarat

bibit tanaman kelas wahid harga selangit ditanam asal-asalan tanpa memperhatikan

prosedur standar, maka siap-siaplah menggigit jari tanda tak puas hati sebagai
konsekuensi. Disinilah dituntut suami-istri harus mempelajari etika dan teknik-teknik

berhubungan badan yang Islami di bawah tuntutan syar’i. Bukan berpikiran negatif

atau tabu untuk mengetahuinya baik sebelum maupun setelah nikah. Dengan alasan

tanpa belajarpun tentang hal tersebut otomatis dapat dilakukan, anak tetap lahir dan

kelakuan anak bisa baik serta beranggapan mengetahui hal tersebut justru dapat

melahirkan aksi coba-coba, khususnya anak muda. Paradigma berpikir seperti itu

harus dirubah secara berangsur dengan penjelasan yang bisa diterima akal dan iman.

B. Pengertian dan Manfaat Jima’

Secara bahasa jima’ memilik arti ; sumber segala sesuatu, tempat bernaung

dan berlindung, suatu yang agung dan kiasan dari nikah. Sedangkan menurut istilah

Fuqoha adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh dua pasangan yang sah atau

bertemunya dua khitan dari dua pasangan yang sah, jika tidak sah disebut zina.( lihat

Fikih Nikah, Panduan Syar’i Menuju Rumah Tangga Islami,Tim Almanar,2003,h.61-

62 ).

Jima’ termasuk nafkah bathiniah yang harus dipenuhi oleh suami, karena ia

hak seorang istri. Melakukan jima’ adalah ibadah yang berpahala. Sebagai ibadah

tentu ada manfaat yang diperoleh. Ibn Qoyyim Al-Jawziyah menjelaskan ada tiga

tujuan pokok bersetubuh ( lihat Pengobatan Cara Nabi,Pustaka,h.203 ), yaitu ;

1. Memelihara keturunan dan melangsungkan jenis manusia sehingga

sempurnalah bilangan makhluk yang telah ditentukan Allah di dunia ini.


2. Mengeluarkan air ( sperma ) yang berbahaya jika ditahan karena akan merusak

anggota tubuh.

3. Memenuhi kebutuhan, mendapatkan kesenangan dan merasakan kenikmatan.

Pendapat di atas ternyata disepakati oleh kalangan ulama dan medis.

Muhammad ibnu Zakariya menyatakan ; ”Aku melihat sebagian orang yang

meninggalkanya ( berjima’) dalam waktu lama maka badan mereka menjadi dingin,

gerakan mereka menjadi sulit, mengalami kesusahan tanpa sebab dan selera serta

pencernaan mereka menurun ”. Manfaat lain dari bersetubuh adalah dapat menjaga

atau menahan pandangan mata dan mengekang nafsu dari apa yang diharamkan.

Sebagian ahli medis mengatakan beberapa manfaat hubungan seksual sah, yaitu

memperpanjang usia, membakar kalori, mengusir stres, menjaga kesehatan jantung,

menyehatkan sistem pernafasan dan membuat awet muda. Demikianlah sebagian

kecil manfaat dan kebaikan dari berhubungan badan.

C. Sebelum Berhubungan Badan

Hal-hal yang dilakukan pasangan suami istri ( pasutri ) sebelum melakukan

hubungan badan adalah sebagai berikut :

1. Dalam kondisi suci, bersih, berhias, rapi dan wangi.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 222

         


         
         
 
Artinya : “ Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah
suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[bersetubuh] dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci[mandi atau berhenti darah]. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
( QS.2:222).

Ayat di atas menjelaskan larangan berhubungan badan sebelum istri dalam

keadaan suci ( mandi janabat ). Pelajaran lain yang bisa diambil yaitu pasutri yang

akan melakukan hubungan seksual hendaklah menjaga kebersihan diri masing-

masing, sehingga tercipta suasana segar dan bergairah. Kebersihan yang bisa

dilakukan pasutri, antara lain ; berwudhu’, membersihkan mulut, badan, tempat tidur,

kamar dan memakai minyak wangi. Nabi bersabda : ” Ambillah kapas ( atau yang

serupa ) yang dicampuri misk, lalu besihkan denganya.” ( HR.Bukhori ). Hadits ini

adalah jawaban Rasulullah SAW terhadap shahabiah yang bertanya tentang mandi

junub.Perintah Rasulullah SAW tersebut dalam rangka menghilangkan bau tak sedap

sehabis haid dan nifas. Selain itu dianjurkan menjaga kebersihan yang menyangkut

dengan khitan dan mencukur rambut kemaluan. Dalam hal ini Nabi bersabda : “ lima

perkara termasuk fitrah, yaitu : mencukur bulu kemaluan, khitan, mencukur kumis,

mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” ( HR.Jama’ah ).

2. Menyiapkan Minuman Dan Suplemen Penambah Stamina

Disunahkan seorang suami atau istri meyediakan minuman yang bisa

membangkitkan semangat dan membangun kekuatan sebelum melakukan hubungan

badan, seperti susu atau minuman suplemen lainnya. Hal ini pernah dilakukan
Rasulullah SAW terhadap Siti Aisyah RA. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang

diriwayatkan oleh Ahmad. ” Asma binti Yazid bin As Sakan berkata : ” Aku telah

menghias Aisyah untuk Rasulullah SAW., kemudian aku datang memanggilnya untuk

melihat Aisyah. Lalu Rasulullah SAW datang dan duduk disampingnya. Segelas susu

dihidangkan kepadanya, beliau meminumnya dan selanjutnya memberikan kepada

Aisyah. Namun Aisyah menundukkan kepalanya karena malu.” Asma berkata : ” Aku

ingatkan Aisyah seraya berkata : Ambil dari tangan Rasululah ”.Akhirnya ia

mengambilnya dan meminumnya.” ( HR. Ahmad ).

Kita perlu selektif dan hati-hati dalam membeli dan mengkomsumsi obat-

obatan atau suplemen penambah stamina yang dijual di pasaran agar terhindar dari

kemudharatan yang tidak diinginkan.

3. Melakukan Pemanasan ( Foreplay )

Apa saja yang dilakukan pasutri dalam pemanasan ? Jangan bayangkan

pemanasan ini seperti olahragawan.Beberapa hal yang dilakukan pasutri dalam

pemanasan, sebagai berikut ;

Pertama, berzikir dengan ta’awuz ( A’uzubillahi minasy- syaithanirrajiim ) dan

basmallah ( Bismillahirrahmanirrahiim ), lalu baca do’a : ” Bismllahi Allahumma

Janibna syaithana wa janibi syaithana maa rozaqtana ” Artinya : ” Dengan

namaMu ya Allah jauhkan kami dari setan dan jauhkanlah setan dari rezeki

yang telah Engkau berikan”. Apabila ditakdirkan lahirnya anak, tidak dicelakakan
selamanya. Do’a ini bersumber dari hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari,

Muslim, Ibnu Hibban dan At-Tirmizi. Perlu diingat do’a cukup dilakukan dalam hati

atau sebatas telinga pasutri yang mendengar, artinya jangan berdo’a seperti orang

kenduri dan do’a bisa dengan bahasa yang kita pahami.

Kedua, bercumbu rayu. Wanita biasanya lebih romantis dari laki-laki. Pada saat ini

gunakan kata-kata pujian, sanjungan, canda yang menimbulkan gairah, bahkan

Rasulullah SAW dalam hal ini menjelaskan bercumbu ria dengan istri dengan saling

menggigit bibir, demikian hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam

Muslim.

Ketiga, ciuman. Imam At-Tirmizi meriwayatkan , Nabi Muhammad SAW

menganjurkan agar terlebih dahulu memberikan rangsangan dengan ciuman dan

rayuan kepada istri sebelum berhubungan badan. Tentang variasi ciuman anda bisa

berinovasi sendiri asalkan halal sehingga ada dalil yang mengharamkannya.

Keempat, sentuhan. Lakukan sentuhan pada bagian-bagian tubuh yang sensitif,

seperti bibir, telinga, leher dengan lembut dan kalem. Pasutri dapat berdiskusi dengan

pasangannya untuk mengetahui bagian tubuh yang sensitif sampai yang paling

sensitif.

Kelima, pasutri dapat melihat seluruh anggota tubuh ( aurat ) pasangannya

sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari. Demikian juga

hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud, Rasulullah bersabda :


”Jangan perlihatkan auratmu, melainkan kepada istrimu dan budak wanita yang

engkau miliki ”.

Keenam, rintihan atau desahan suara pasutri, terutama istri, dapat menambah gairah

dan semangat melakukan hubungan badan suami istri. Sebenarnya masih ada lagi

trik-trik foreplay ( pemanasan )sebelum berhubungan seksual antara suami istri.

Untuk hal tersebut silahkan baca buku-buku yang membahasnya. Namun yang perlu

diingat oleh pasutri, lakukan foreplay yang tidak menyalahi ketentuan dan melebihi

batasan syar’i.

D. Saat Berhubungan Dan Gaya Berhubungan Badan

Setelah pasutri melakukan pemanasan dengan baik, maka secara fsikologis

dan fisiologis mereka siap untuk berhubungan badan. Namun ada beberapa hal yang

perlu diketahui dan dilakukan saat pasutri berjima’ berdasar tuntunan Allah SWT dan

Rasulullah SAW, antara lain yaitu :

1. Lakukan di tempat tertutup, memakai tutup kain / selimut ketika berhubungan,

2. Tidak berhubungan melalui anus ( dubur ) istri,

3. Jangan melakukan ’azl ( melepas kemaluan saat mencapai orgasme ) kecuali

seizin istri,

4. Bersetubuhlah setelah tercernanya makanan di dalam perut, artinya tidak pada

waktu lapar dan kenyang,

5. Ketika bersetubuh tidak saat lelah dan kondisi jiwa tidak stabil.
6. Kemudian dilarang bersetubuh ketika istri dalam keadaan haid, nifas, masa

iddah, sedang ihram haji atau umroh, ketika puasa dan iktikaf .

7. Selanjutnya apabila suami akan mencapai puncak orgasme, lalu sperma

memancar keluar ucapkan do’a : ”Allahummaj’al nuthfatuna dzuriyatan

thayyibatan”. ( Ya Allah, jadikanlah air mani kami sebagai keturuna yang

baik )

8. Dan berzikir atas nikmat yang dirasakan ” Alhamdulillahilladzi khalaqa

minal maa’i basyaran ”. ( Segala puji bagi Allah yang menciptakan dari air

mani menjadi manusia ).

Dalam melakukan persetubuhan pasutri dapat melakukannya dengan beberapa

gaya yang dibenarkan agama, yaitu :

1. Posisi suami di atas dan istri di bawah, ini adalah posisi standar yang baik

untuk mendapat keturunan.

2. Sebaliknya bisa juga posisi istri yang di atas dan suami di bawah.

3. Kemudian ada juga posisi tajbiyah ( suami melakukan penetrasi dari arah

belakang istri, namun tetap tertuju pada farji istri ).

4. Untuk menghindari kebosanan dan sebagai refreshing pasutri bisa

melakukannya dengan posisi berdiri atau posisi duduk.

5. Pasutri bisa melakukan posisi lain yang disukai namun tidak menyalahi

ketentuan agama ( Syara’).


E. Selesai Berhubungan Badan

Hal apa saja yang dilakukan pasutri setelah berhubungan badan ? Hal penting

yang dilakukan pasutri adalah :

1. Bersuci dengan mandi wajib ( junub ).

2. Namun apabila pasutri ingin menyambung atau mengulangi untuk ronde

kedua, maka lakukan wudhu’ terlebih dahulu.

3. Atau jika pasutri tidak mandi wajib langsung setelah berhubungan badan bisa

berwudhu’ lalu istirahat tidur. Setelah bangun tidur baru mandi wajib.

4. Kemudian pasutri tidak dibenarkan menceritakan hubungan badannya kepada

orang lain karena hal tersebut rahasia ranjang pasutri yang harus dijaga rapat.

F. Problem Sekitar Hubungan Badan

Dalam kenyataannya, ternyata dalam melakukan hubungan badan antara

suami istri terdapat beragam kendala dan problem. Semua itu terjadi disebabkan oleh

dua faktor, yaitu yang berasal dari diri pasutri dan yang datang dari luar pasutri.
Sebenarnya jika membaca lebih dalam tentang adab jima’ ( berhungan badan )

masih banyak lagi yang harus diketahui pasutri. Namun demikian secara umum adab

jima’ yang dijelaskan di atas sudah dapat menjadi pedoman dasar dalam melakukan

hubungan badan.

Demikian beberapa hal yang perlu pasutri ketahui saat melakukan

“ pertempuran nikmat di atas ranjang “ yang bisa menambah investasi pahala dari

Allah Ta’ala dan semoga dengan melakukan adab jima’ di bawah petunjuk Allah

SWT dan Rasulullah SAW, harapan akan lahirnya generasi Robbani, qur’ani dan

Islami bisa terwujud. Amiin yaa Robbal’alamiin

Anda mungkin juga menyukai