Anda di halaman 1dari 6

PERGAULAN DALAM ISLAM

Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya membutuhkan kehadiran orang lain.
Manusia hidup saling berinteraksi dan berbaur satu sama lain. Allah menciptakan manusia dalam
berbagai suku, bangsa, bahasa yang berbeda-beda, namun Allah menghendaki manusia agar saling
mengenal satu sama lain.

Surah al-Hujurat ayat 13

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Pergaulan merupakan kebutuhan manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain, namun dalam
pergaulan, manusia memiliki beberapa batasan yang harus diikuti, agar tercipta suatu kehidupan
yang baik dalam berinteraksi sosial.

 Pergaulan Sesuai Syariat Islam

Dalam Islam, diperbolehkan berinteraksi /bergaul, namun ada batasan tertentu sesuai dengan
syariat Islam yang diatur dalam Quran dan Hadist. Pergaulan diatur sedemikian rupa agar
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan atau menghindari terjadinya pelanggaran
syariat.Pergaulan tidak terlepas dari etika dalam Islam.

 Mendamaikan teman jika ada yang berselisih.


1. Mendoakan teman agar mereka senantiasa berada dalam kebaikan.
2. Menjenguknya jika ia sakit, datang jika diberi undangan serta mengantarkannya ke makam
jika ia meninggal sesuai dengan hadits berikut ini

Dari Abu Hurairah RA berkata “Kewajiban orang muslim terhadap orang muslim lain enam
perkara”. Orang beratnya kepada beliau; “apakah itu ya Rasulullah?” Jawab Rasulullah SAW.:
“Jika berjumpa dengannya diberi salam, jika diundang mendatanginya, jika dimintanya
nasihat diberikan, jika bersin dan ia menyebut nama Allah, dido’akan dengan beroleh
rahmat, jika ia sakit ditengok dan jika ia meninggal diantarkan”. (H.R. Muslim).

3. Hukum pergaulan dengan lawan jenis

Hal yang perlu diperhatikan dan tak kalah penting dalam pergaulan Islam adalah tata cara
bergaul dengan lawan jenis. Islam sendiri mengatur pola hubungan antara pria dan wanita
serta memisahkan keduanya sesuai dengan syariat yang berlaku. Adapun hal-hal yang perlu
kita ketahui dan pegang dengan teguh mencakup hal-hal berikut ini :

1. Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Lawan Jenis?

Secara umum, pada dasarnya tak ada tradisi saling mengucapkan salam dalam masyarakat
kita. Padahal salah satu anjuran Nabi Saw ., untuk mempererat kerukunan kehidupan sosial
antar sesama adalah saling mengucapkan salam Jika melihat teks-teks syariat yang
berhubungan dengan perintah mengucapkan
Salam atau menjawab salam, baik yang terdapat dalam Al-
Quran atau sunnah, anjuran diarahkan secara umum baik
Kepada lelaki atau perempuan.

2. Jabat Tangan Pria Wanita?

Pertama, berjabat tangan haram jika disertai syahwat dan


Menimbulkan fitnah. Bahkan, dalam kondisi seperti ini, jabat tangan yang awalnya
dibolehkan pun-misalnya pada bibi menjadi haram.

Kedua, diperbolehkan berjabat tangan dengan mereka yang tidak membangkitkan syahwat
misalnya nenek-nenek, kakek-kakek, atau kepada anak-anak laki dan perempuan yang belum
balig.

3. Hukum Berbincang-bincang dengan Lawan Jenis?

Syariat tidak melarang komunikasi antara pria dan wanita adalah karena suara wanita
memang bukanlah aurat. Yang tidak diperbolehkan dari kaum wanita adalah memainkan
intonasi nada suara, misalnya membuat selembut mungkin, mendesah, atau suara wanita
seperti baru bangun tidur, sehingga mampu membangkitkan syahwat seorang pria. Apalagi,
jika hal itu disengaja.
Hal ini sebagaimana di cantumkan ke dalam Al-Qur’an surah al-ahzab ayat 32 yang berbunyi:

Wahai isteri-isteri Nabi kamu tidak seperti perempuan-perempuan Yang lain,jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara
sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya,dan ucapkan lah
perkataan yang baik.

Dalam ayat itu dijelaskan bahwa mereka tidak boleh berbicara dengan suara yang bisa
membuat orang yang hatinya tidak beres terpancing birahinya, sehingga menyebabkan
fitnah. Jadi,yang dilarang adalah melirihkan suara, bukan berkomunikasi.Bahkan, lanjutan
ayat tersebut menegaskan bahwa mereka diharuskan berbicara yang baik dan
beradab.Namun, ini bukan berarti kebebasan sehingga wanita dapat berbincang dengan pria
mana pun. Atau, pria ber-komunikasi dengan wanita mana saja tanpa batas. Secara
perasaan, logika, dan moral saja, hal ini tidak diterima, apalagi syariat Komunikasi yang
wajar, tentu saja diperkenankan antara seorang wanita dan pria yang masih terhitung.

4. Pria dan wanita berduan

Secara umum syariat,tidak melarang antara pria dan wanita


Saling mengucapkan salam, bercakap-cakap dan berkomunikasi selama aman dari fitnah dan
ada kepentingan yang dianggap wajar oleh moral dan syariat. Namun, terkadang seorang
wanita berbincang berduaan dengan seorang pria, apakah hal ini diperbolehkan? Apakah
masuk dalam istilah khalwat yang tidak diperkenankan syariat?

Sebelumnya kita harus memahami, bahwa khalwat adalah keadaan di mana wanita
berbincang berduaan dengan pria yang bukan mahram di tempat yang tidak terlihat oleh
siapa pun. Seluruh ulama sepakat bahwa perbincangan antara pria dan wanita yang bukan
mahram dan tidak terikat pernikahan, di tempat yang sepi dan berduaan-atau bertiga, tetapi
yang ketiganya adalah anak kecil yang belum mengerti apa-apamaka hal itu tidak
diperkenankan, meskipun aman dari syahwat.

Ketika lelaki dan perempuan berada di tempat yang tidak terlihat, akan ada provakatornya
sebagai orang ketiga, yaitu setan. Mungkin untuk pertama kali masih aman-aman saja, tetapi
selanjutnya siapa yang bisa menjamin. Nabi Saw. Mengingatkan, siapa pun yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, jangan sampai berduaan dengan lawan jenis di tempat yangtak
terlihat oleh siapa pun.Sekarang bagaimana jika berbincang-bincang dengan lawan jenis,
tetapi ada orang lain sebagai orang ketiga? Para ahli berbeda pendapat tentang hal ini.
Malikiyyah, Hanabilah, dan sebagian Syafi'iyyah menyatakan hal ini masih termasuk khalwat
yang terlarang. Sementara Hanafiyyah dan sebagian Syafi'iyyah berpendapat hal ini bukan
termasuk khalwat. Sebab, di samping tidak berduaan, umumnya dalam keadaan
sepertiinisuasana masih terkontrol dan tidak terjadi apa pun. Kecuali, jika terjadi fitnah dan
perbuatan dosa, tentu saja berbeda lagi hukumnya. Dan, tentu saja tidak dinamakan
khalwat jika ada pria wanita sesama relasi berbincang berdua saat bertemu di jalan, di pasar,
dan di tempat umum, dengan catatan tetap menjaga tata krama Islam. Perlu diperhatikan
juga, sebaiknya 163 bagi wanita yang ingin bekerja, tidak memilih profesi yang sangat
berpotensi menimbulkan khalwat. Misalnya, menjadi sekretaris khusus bagi atasan pria atau
bagi mereka yang berprofesi sebagai guru les privat. Belajar tidak bisa dijadikan Sehari-Hari
alasan untuk berduaan dengan lawan jenis, meski itu belajar agama. Jika keadaan memang
menuntut untuk hanya belajar Pergaulan berdua, jangan di tempat yang bisa menimbulkan
pikiran dan negatif. Hindari khalwat sebisa mungkin jika memang profesi.

5. Apakah Setiap Pergaulan Pria Wanita itu Dilarang?


Sangat tidak mungkin rasanya
Seorang wanita dalam kehidupan sehari-harinya yang
Berinteraksi sosial, tidak berhubungan dengan pria. Dan,bukan masanya lagi memenjarakan
wanita dalam rumah Secara paksa serta memingitnya seperti masa-masa yang lalu.Kalau pun
tetap berada dalam rumah,dia masih tetap bisa berhubungan dengan dunia luar, yakni
melalui berbagai macam media telekomunikasi dan jejaring sosial.Apa pun keadaannya,
yang pasti syariat tidak menetapkan hukum secara umum terkait bercampurnyawanita dan
lelaki dalam satu tempat umum. Syariat lebih melihat pada tujuan, kemaslahatan, atau
mudarat timbulkan; dengan melihat bentuk dan persyaratan, serta
Kaidah yang harus tetap dijaga.Petunjuk terbaik untuk melihat hal ini adalah
Dengan mengikuti apa yang sudah digariskan Nabi Saw. Dan
Para sahabat.Bahwa kaum wanita hidup begitu
Bebas berinteraksi dengan siapa pun. Tentu saja, dengan tetap menjaga diri dengan segala
adab Islami.Para wanita di era Nabi Saw. Menghadiri shalat jamaah dan shalat Jumat di
Masjid Nabawi, dan Rasulullah Saw.menyarankan mereka untuk berada di saf belakang.
Mereka juga terbiasa mendengarkan khutbah Nabi Saw. Saat hari Jumat. Bahkan, ada yang
sampai hafal Surah Qaf karena biasa mendengar langsung dari Nabi Saw. Ketika khutbah
Jumat di atas mimbar.

Kaum wanita
Diminta menghadiri shalat Id, mendengarkan khutbah, dan bergabung untuk merasakan
kegembiraan yang sama dalam pesta spiritual yang agung. Bahkan, mereka yang
berhalangan Shalat karena menstruasi pun tetap disuruh datang untuk merayakan Hari
Raya. Kisah ini terdapat dalam Shahih Muslim. Mereka juga menghadiri berbagai macam
majelis takLim Nabi Saw. Bersama kaum pria. Mereka bertanya langsung kepada beliau
mengenai berbagai hal yang tidak mereka mengerti. Semua ini disaksikan juga oleh kaum
pria,sehingga ada sebagian sahabat saat meriwayatkan kisah ini, menyebutkan ciri-ciri wajah
wanita yang bertanya.mereka juga minta secara langsung kepada Nabi Saw.untuk
menyediakan waktu khusus buat belajar agama, agar tidak berdesakan dengan kaum pria.
Apalagi sebagian besar waktu Nabi Saw. Habis dengan kaum pria. Nabi Saw. Sebagai sosok
yang sangat perhatian dengan siapa pun, menyanggupi keinginan mereka dengan
menyediakan waktu khusus setiap pekan. Bahkan, tidak sedikit dari para sahabat perempuan
yang bergabung dengan tentara kaum Muslimin untuk turut terjun di medan jihad. Sebagian
ada yang mengangkat senjata dan sebagian yang lainnya sebagai tim logistik dan paramedis
untuk mengobati tentara yang terluka. Mereka mencurahkan
Tenaga untuk berjihad sesuai dengan kemampuan masing-masing.Ummu Athiyyah pernah
bercerita bahwa dia ikut pertempuran yang dipimpin langsung Nabi Saw. Sebanyak 7 Kali,
sebagai tim medis. Ummu Sulaim dan Bunda ‘Aisyah juga Pernah menjadi tim logistik.
Sedangkan, Ummu ‘Ammarah binti Ka’ab turut mengangkat senjata melontarkan
Panah saat Perang Uhud. Adapun yang tidak diperbolehkan adalah bergaul bebas tanpa
batas dan tanpa keperluan apa pun. Misalnya, seperti Pergaulan masa kini; pria dan wanita
bercanda duduk berdampingan, melakukan hal-hal yang dilarang syariat,
Keluar dari adab-adab Islami, dan tidak mengindahkan moral
Yang berlaku. Ikhtilath semacam inilah yang diharamkan.Terutama segala hal yang
membutuhkan kerja sama sosial antara pria dan wanita. Lagi-lagi, harus menjaga adab Islami
Dan tidak menimbulkan fitnah.Hal yang harus kita ingat, bukan lantaran tidak ada
Pengharaman atas pertemuan pria dan wanita, lantas kita melupakan batasan syariat dan
moral yang berlaku. Semua tetap harus berjalan dalam koridor Islami. Berikut beberapa
Sikap yang harus diperhatikan dalam pergaulan antara pria dan wanita:
1. Tetap menjaga pandangan, ghadhdhul bashar, baik dari pihak pria maupun wanita. Mata
tidak boleh memandang hal-hal yang tidak perlu.
2. Bagi wanita, harus tampil dengan busana yang menutup seluruh auratnya, warna
kulitnya, dan lekuk tubuhnya.Tetap memegang adab Islami saat berinteraksi dengan Pria
3. Ketika berbicara, tidak melirihkan suaranya sehinggabisa memancing syahwat.
Ketika berjalan, tidak dibuat-buat sehingga menarik lawan jenis untuk menggodanya.
Ketika bergerak, tidak membuat gerakan yang bisa memancing kaum pria.
4. Menghindari segala hal yang bisa memancing dan memprovokasikan lawan jenis.
misalnya, memakai parfum
5. Menjaga jarak dan posisi sehingga tidak berdampingan,
Apalagi duduk berimpitan.
6. Jangan sampai berkhalwat antara pria dan wanita, kecuali ada mahram atau orang
tepercaya yang mendampingi. Sebab, khalwat antara pria dan wanita yang tidak ada
Ikatan mahram atau ikatan pernikahan dilarang syariat.
7. Pertemuan yang dilakukan harus ada tujuannya, misalnya karena tuntutan pekerjaan.
Pertemuan dilakukan seperlunya saja, sehingga wanita tetap terjaga kodratnya dan tidak
membuat wanita lupa kewajiban utamanya sebagai ibu rumah tangga.

6. Bolehkah Wanita Mengunjungi Pria yang Sakit?

Berdasarkan banyak dalil pendukung, tidak masalah wanita mengunjungi seorang pria yang
sedang sakit. Apalagi secara umum syariat menganjurkan setiap Muslim mengunjungi
saudaranya sesama Muslim yang terbaring sakit. Hal itu berlaku untuk pria dan wanita.
Dengan catatan, tidak sampai khalwat,dalam berbusana dan bersolek berlebihan, tidak
mengenakan wewangian yang tidak lazim, dan saat berbicara tidak melirihkan suara.
Disarankan saat berkunjung tidak sendirian,tetapi bersama-sama dengan wanita lain. Aturan
ini berlaku pula bagi pria yang mengunjungi wanita sakit.

Adapun dalil tentang ini, bisa ditemukan dalam kitab-kitab hadis yang mengisahkan tentang
sahabat Nabi Saw. Dari kalangan perempuan (shahabiyât) yang mengunjungi sahabat lain
dari kalangan lelaki yang sedang sakit. Begitu juga, ada kisah tentang sahabat mengunjungi
shahabiyat yang sakit.Nabi Saw. Sendiri juga mengunjungi siapa pun dari umatnya yang
sakit, baik pria ataupun wanita. Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai