Anda di halaman 1dari 20

TAARUF SEBELUM NIKAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh:
NISYARA RATNA FURI

(210112039)

Dosen Pengampu:
REGENA DEVI

KELAS: SA.B
JURUSAN SYARIAH
PRODI AHWAL SYAKHSIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar belakang
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada
pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan,
lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah swt.
sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan
memilih tata cara yang lain. Namun dimasyarakat, hal ini
tidak banyak diketahui orang.
Mata kita mungkin saja digelapkan oleh gemerlap dunia,
keindahan syahwat, atau hiburan nafsu. Tapi persoalannya,
kita masih punya iman. Nurani kita amat mengetahui adanya
kecenderungan nafsu yang mulai merambati jiwa kita. Naluri
jahat bisa saja membungkus dosa dan maksiat dengan jubah
kebenaran. Tapi fitrah dan nurani yang sehat, yang masih
berisi iman selalu saja mengetahui tipu daya itu.
Seperti halnya dalam proses taaruf, godaan setan itu akan
lebih banyak menimpa diri individu baik pihak ikhwan
ataupun akhwat. Bila kita mudah tergoda oleh bujuk rayu
setan maka taaruf yang kita anggap syari menjadi batal.
Sehingga, untuk menghindari hal itu maka kita harus sudah
mengetahui batasan yang ada. Kita harus tahu adab dan
etika dalam bertaaruf, etika dan aturan Islam terhadap lawan
jenis yang bukan mahram, yang baru saja hendak kita ajak
berkenalan sebagai calon pasangan kita.
II. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian taaruf ?
B. Bagaimana aturan bertaaruf menurut Islam?
C. Bagaimana tata cara bertaaruf dalam Islam ?
D. Apa tujuan dan manfaat dari bertaaruf ?

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Pengertian Taaruf
Islam sebenarnya telah memberikan batasan-batasan
dalam pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.
Misalnya, kita dilarang untuk mendekati zina. Seperti tersebut
dalam surat Al-Isra ayat 32:



()






Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk. (QS. Al-Isra[17]: 32)
Dalam Al-Quran, Allah swt. telah memberikan
petunjuk, bahwa Allah menciptakan manusia terdiri dari lakilaki dan perempuan dan bersuku-suku serta berbangsabangsa adalah agar mereka dapat berinteraksi
(berhubungan) dan saling kenal-mengenal. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 13:







()





Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling

takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui


lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat [49]: 13)1
Dari ayat di atas maka dapat diketahui bahwa kalimat
taaruf itu asal katanya dari bahasa arab taarofu(artinya:
saling mengenal) dan secara istilah taaruf adalah proses
saling mengenal antara seseorang dengan orang lain dengan
maksud untuk saling mengerti dan memahami. Sedangkan
dalam Konteks Pernikahan, maka taaruf dimaknai sebagai
Aktivitas saling mengeal, mengerti dan memahami untuk
tujuan meminang atau menikah.2
Dengan demikian, islam memiliki etika dalam pergaulan
dan mengadakan perkenalan antara pria dan wanita sebelum
menuju jenjang pernikahan, dimana tahapan awal pada
umumnya melalui proses taaruf. Setelah bertemu dan
tertarik satu sama lain, dianjurkan untuk dapat mengenal
kepribadian, latar belakang sosial, budaya, pendidikan,
keluarga, maupun agama kedua belah pihak. Dengan tetap
menjaga martabat sebagai manusia yang dimuliakan Allah,
artinya tidak terjerumus pada perilaku tak senonoh, bila di
antara mereka berdua terdapat kecocokan, maka bisa
diteruskan dengan saling mengenal kondisi keluarga masing1

M.A. Tihami, Fikih Munakahat: Kajian


Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali
Pres, 2009) hlm. 22-23.

2 http://saif1924.wordpress.com/2008/01/0
2/penjelasan-seputar-ta%E2%80%99arufdan-walimah/ diakses pada tanggal 01
Juni 2013

masing, misalnya dengan jalan bersilaturahmi ke orang tua


keduannya.3Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah
pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak
untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang
khithbah taaruf dengan mempertemukan yang hendak
dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.
Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan
pengenalan dan pendekatan. Taaruf sangat berbeda dengan
pacaran. Taaruf secara syari memang diperintahkan oleh
Rasulullah saw. bagi pasangan yang ingin nikah.
II.

Aturan sertaaruf dalam Islam


Rumah tangga yang bahagia, harmonis, sejahtera dan
penuh ketenangan memang menjadi sebuah harapan setiap
orang yang belum menikah, sehingga dilakukan beberapa
usaha pendahuluan agar semuanya bisa terwujud, ini tidak
lain agar di kemudian hari tidak menemui penyesalan.
Bentuk usaha tersebut adalah dengan memilih calon
pasangan yang kemudian dilanjutkan dengan Nadzru (melihat
kepada calon) ini tidak khusus pada laki-laki saja perempuan
pun disunnahkan untuk melihat kepada laki-laki yang hendak
meminangnya. Nadzru dalam Islam merupakan salah satu
kesunnahan sebelum melangkah ke Khitbah (peminangan),
ini dilakukan agar diketahui keadaan jasmani dan rohani si
wanita, apakah benar-benar normal, memiliki cacat atau
bahkan gangguan jiwa, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
kepada Sahabat Mughirah ketika ia akan meminang pada
salah satu wanita:

3 M.A. Tihami, Op.Cit., hlm. 23.

:
:
.

.





()
Dari Mughirah bin Syubah, ia pernah meminang pada
seorang wanita, lalu Rasulullah bertanya kepadanya:
Sudahkan kamu melihat dia? Mughirah menjawab: belum,
kemudian beliau bersabda: Lihatlah dia terlebih dahulu, agar
kamu nanti bisa bersamanya lebih abadi (dalam
keharmonisan rumah tangga). (HR. al-Nasai, Ibnu Majah
dan al-Turmudzi )
Dalam hadits lain:

( )




Dan hadits yang diriwayatkan Abi Dawud wa ghairih ini, oleh


beberapa ulama dijadikan landasan hukum diperbolehkannya
laki-laki melihat kepada calon pinangannya, bahkan
merupakan suatu kesunnahan:










( )

Apabila dalam hati seseorang sudah mantap akan meminang


wanita maka tidak ada bahaya baginya untuk melihat terlebih
dahulu wanita yang akan dipinang. (HR. Abi Dawud wa
ghairih)
Disunnahkannya Nadzru (melihat) ini sebelum adanya
peminangan, karena apabila dilaksanakan setelahnya,
dikhawatirkan salah satu dari kedua calon pasangan tidak
berkehendak melanjutkan kejenjang pernikahan, bisa jadi

karena adanya cacat, gangguan jiwa atau yang lain setelah


melihatnya, padahal yang demikian ini termasuk Idza
(menyakitkan) orang lain dan jelas-jelas dilarang oleh syariat
Islam.
Tidak pula disyaratkan adanya izin dari kedua atau
salah satu pihak, karena sudah ada izin syari secara
langsung, walaupun dikhawatirkan menimbulkan fitnah dan
bahkan disertai syahwat, ini karena sudah menjadi kebutuhan
bagi seseorang yang akan menikah, sehingga pelaksanaan
perkawinan nanti berdasarkan pandangan dan penilaian yang
jelas. Namun apabila seseorang yang hendak meminang
tidak bisa atau tidak menginginkan untuk melihat kepada
calon pinangannya, disunnahkan mengutus wanita lain (lebih
utama adalah mahram dari laki-laki yang hendak meminang)
agar ia melihat wanita yang akan dipinang dan nantinya bisa
menjelaskan tentang keadaan sang calon.
Dalam melihat tidaklah lepas dari kekhawatiran atas
Fitnah dan Syahwat, maka seseorang melihat kepada
calonnya tidak mutlak pada anggota tubuh yang dikehendak,
seperti yang biasa terjadi saat ini di sebagian daerah. Hukum
boleh ini hanya sebatas melihat anggota tubuh selain aurat
dalam shalat, artinya seorang laki-laki boleh melihat yang
akan dipinang/ dipersunting hanya pada wajah dan kedua
telapak tangan (bagian dalam dan luar) saja, sebab dalam
literatur agama dikatakan bahwa wajah bisa menunjukan
kecantikannya sedangkan telapak tangan bisa mewakili
kehalusan kulit serta keseluruhan budi pekerti dan wataknya.
Begitu juga bagi wanita yang akan dipinang boleh-boleh saja
melihat anggota tubuh, selain anggota tubuh antara lutut
sampai pusar pria yang akan meminangnya.

Selain ketentuan di atas, seorang laki-laki yang hendak


meminang disyaratkan pula mengetahui dan yakin bahwa
wanita tersebut tidak bersuami dan tidak dalam keadaan
Iddah Rajiyyah, serta memiliki prasangka bahwa lamarannya
pasti diterima. Kemudian diperbolehkan pula Tikrar
(mengulangi) dalam melihat walaupun lebih dari tiga kali
sampai jelas keberadaannya agar nanti tidak ada penyesalan
setelah menyatu dalam pernikahan, akan tetapi apabila
dengan melihat satu kali saja sudah cukup, maka diharamkan
untuk mengulanginya kembali, karena hukum
diperbolehkannya nadzru ini semata-mata karena Dlarurat,
jadi walaupun diperbolehkan tetap sebatas yang diperlukan
saja. Sebagaimana dalam satu Qoidah:







Yang diperbolehkan karena dharurat, diukur menurut kadar
keperluannya.4
III.

Tata Cara TaarufMenurutSyariat Islam


Ketika melakukan ta'aruf, seseorang baik pihak laki-laki
atau perempuan berhak untuk bertanya yang mendetail,
seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan
lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam
menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat
fatal nantinya.5Pihak yang ditipu akan merasa dizhalimi dan
dicurangi, sehingga mendendam pihak yang menipunya.
Dapat dipastikan, pihak yang ditipu itu akan merasa kecewa
4 Yusuf Chudlori, Baity Jannaty:
Membangun Keluarga Sakinah (Surabaya:
Khalista, 2009) cet ke-I, hlm. 32-35.

dan tidak puas dengan pernikahan tersebut, memandang


rendah pasangannya, dan tidak mempercayai pasangan yang
pernah menipu, mencurangi dan menutup-nutupi kebenaran
darinya.6Dalam upaya taaruf dengan calon pasangan, pihak
laki-laki dan perempuan dipersilahkan menanyakan apa saja
yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing
nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua
itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh
dilakukan hanya berdua saja, tetapi harus ada yang
mendampinginya dan yang utama adalah wali atau
keluarganya. Jadi taaruf bukanlah bermesraan berdua, tapi
lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk
mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. Sisi yang
dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global,
melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masingmasing pihak cukup penting.
Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan
untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang
seksama, bukan hanya sekedar curi-curi pandang atau
mengintip fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang

5 http://tugaskuliahtia.blogspot.com/2011/0
6/makalah-beda-taaruf-denganpacaran.htmldiakses pada tanggal 31 Mei
2013

6 Syaikh Fuad Shalih, Untukmu Yang Akan


Menikah & Telah Menikah(Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005) cet ke-I, hlm. 130.

calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung


face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video.
Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu
bukan aurat, jadi tidak ada salahnya untuk dilihat. Dan
khusus dalam kasus ta`aruf, yang namanya melihat wajah itu
bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi
dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang
tumbuh disana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan
kedua tapak tangan calon istrinya. Juga bukan melihat
sekilas, tapi melihat dengan seksama. Karena tapak tangan
wanita pun bukan termasuk aurat.
Selain urusan melihat fisik, taaruf juga harus
menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku,
pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. Hanya saja,
semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan
sesuai dengan koridor Syariat Islam. Minimal harus ditemani
orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami.
Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua,
nonton, boncengan, kencan, dan sebagainya dengan
menggunakan alasan taaruf. Janganlah taaruf menjadi
pacaran. Sehingga tidak terjadi khalwat dan ikhtilat antara
pasangan yang belum resmi menjadi suami istri.
Bila kita cermati ayat atau hadits tentang pernikahan,
maka kita akan menemukan bahwa kita di anjurkan untuk
menikah dengan orang yang kita sukai. Dalam hal ini, suka
menjadi Hal atau Syarat untuk menikah. Nabi Muhammad
saw. bersabda dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh
imam Ahmad dengan sanad hasan dari Jabir Bin Abdillah AlAnshari yang menuturkan bahwa dia mendengar Rasulullah
saw. bersabda Jika salah seorang di antara kalian hendak

melamar seorang wanita dan mampu melihat (tanpa


sepengetahuan wanita tersebut), bagian dan anggota tubuh
wanita tersebut, sehingga bisa mendorongnya untuk
menikahinya, maka lakukanlah.
Juga hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Sahl bin Saad As-Saidi. Dia menceritakan bahwa
ada seorang wanita yang mendatangi Rasulullah saw. dan
mengatakan Wahai Rasulullah aku datang untuk
menghadiahkan diriku padamu. Rasulullah saw. lantas
memandangnya dari atas sampai bawah, setelah itu
menundukkan kepala.
Allah swt. berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 52 :
Tidak Halal bagi kamu mengawini perempuan-perempuan
sesudah itu, tidak boleh pula mengganti mereka dengan istriistri yang lain, meskipun kecantikannya menarik hatimu. (AlAhzab:52).
Juga Firman Allah swt. dalam surat An-Nisa ayat 3 :
Maka nikahilah oleh kalian wanita yang kalian sukai. Dari
penjelasan ini jelas bahwa Taaruf berfungsi untuk
mengetahui hal-hal yang bisa membuat kita tertarik / suka
dan yakin akan menikahi orang tersebut.7
IV.

Tujuan Dan Manfaat dari Bertaaruf


Perbedaan hakiki antara pacaran dengan taaruf adalah
dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih
7 http://tugaskuliahtia.blogspot.com/2011/0
6/makalah-beda-taaruf-denganpacaran.html diakses pada tanggal 31 Mei
2013

10

kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas


sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon
pasangan. Disamping itu manfaat bertaaruf yaitu agar kita
tidak terjebak pada ghurur. Taaruf bukan sekedar formalitas
saja namun benar-benar dilaksanakan untuk saling mengenal,
mencari informasi akhlak, kondisi keluarga, saling
menimbang, dsb.8 Disamping itu terdapat tujuan dan manfaat
lain juga yang dapat diambil dari taaruf, yaitu:
Pertama, Ta'aruf itu sebenarnya hanya untuk penjagaan
sebelum menikah. Jadi kalau salah satu atau keduanya tidak
merasa cocok bisa menyudahi ta'arufnya. Ini lebih baik
daripada orang yang pacaran lalu putus. Biasanya orang yang
pacaran hatinya sudah bertaut sehingga kalau tidak cocok
sulit putus dan terasa menyakitkan. Tapi ta'aruf, yang Insya
Allah niatnya untuk menikah Lillahi Ta'ala, kalau tidak cocok
bertawakal saja, mungkin memang bukan jodoh. Tidak ada
pihak yang dirugikan maupun merugikan.
Kedua, ta'aruf itu lebih fair. Masa penjajakan diisi dengan
saling tukar informasi mengenai diri masing-masing baik
kebaikan maupun keburukannya. Bahkan kalau kita tidurnya
sering ngorok, misalnya, sebaiknya diberitahukan kepada
calon kita agar tidak menimbukan kekecewaan di kemudian
hari. Begitu pula dengan kekurangan-kekurangan lainnya,
seperti mengidap penyakit tertentu, enggak bisa masak, atau
yang lainnya. Informasi bukan cuma dari si calon langsung,
tapi juga dari orang-orang yang mengenalnya (sahabat, guru
8 http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Taaruf&oldid=6035957diakses pada
tanggal 01 Juni 2013

11

ngaji, orang tua si calon). Jadi si calon enggak bisa ngakungaku dirinya baik. Ini berbeda dengan orang pacaran yang
biasanya semu dan penuh kepura-puraan. Yang perempuan
akan dandan habis-habisan dan malu-malu (sampai makan
pun jadi sedikit gara-gara takut dibilang rakus). Yang laki-laki
biarpun lagi bokek tetap berlagak kaya, traktir ini dan itu
(padahal dapat duit dari minjem teman atau hasil ngerengek
ke orang tua).
Ketiga. Dengan ta'aruf kita bisa berusaha mengenal calon
dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal ini bisa terjadi karena
kedua belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri
baik kelebihan maupun kekurangan. Ini akan menghemat
waktu yang cukup besar. Coba bandingkan dengan orang
pacaran yang sudah lama pacarannya, tetapi sering merasa
belum bisa mengenal pasangannya. Bukankah sia-sia belaka?
Keempat. Melalui taaruf kita boleh mengajukan criteria
calon yang kita inginkan. Kalau ada hal-hal yang cocok
Alhamdulillah, tetapi bila ada yang kurang cocok bisa
dipertimbangkan dengan memakai hati dan pikiran yang
sehat. Keputusan akhirpun tetap berdasarkan dialog dengan
Allah melalui shalat istikharah. Berbeda dengan orang yang
mabuk cinta dan pacaran. Kadang hal buruk pacarnya,
misalnya suka memukul, suka mabuk, tetap diterimanya
padahal hati kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta
(atau sebenarnya nafsu) terpaksa menerimanya.

12

Kelima. Kalau memang ada kecocokan, biasanya jangka


waktu ta'aruf ke khitbah (lamaran) dan ke akad nikah tidak
terlalu lama. Ini bisa menghindarkan kita dari berbagai
macam zina termasuk zina hati. Selain itu tidak ada perasaan
"digantung" pada pihak perempuan. Karena semuanya sudah
jelas tujuannya adalah untuk memenuhi sunah Rasulullah
yaitu menikah.
Keenam. Dalam taaruf tetap dijaga adab berhubungan
antara laki-laki dan perempuan. Biasanya ada pihak ketiga
yang memperkenalkan. Jadi kemungkinan berkhalwat
(berdua-duaan) menjadi semakin kecil, yang artinya kita
terhindar dari zina.9

BAB III
PENUTUP
I.

Kesimpulan
9 http://tugaskuliahtia.blogspot.com/2011/06/m
akalah-beda-taaruf-denganpacaran.htmldiakses pada tanggal 31 Mei
2013

13

Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh


Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan
hakiki antara pacaran dengan taaruf adalah dari segi tujuan
dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan
sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya
yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan.Bedanya
dengan pacaran, dalam taaruf disadari betul belum ada
ikatan hukum. Bahkan, ikatan emosi pun minim, sehingga
tidak melahirkan kewajiban, seperti dalam pacaran, harus
mengantar, harus apel, dan lain sebagainya.Salah satu
dasar dari taaruf adalah Al-Quran surat Al Hujurat ayat 13
yang

berbunyi,

Hai

manusia

sesungguhnya

Kami

menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang


perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal.Proses taaruf
diperbolehkan jika sesuai syariat yang telah ditentukan.
Intinya taaruf bertujuan mengenali pasangan sebelum
menuju jenjang pernikahan.

II.

Saran
Taaruf sangat penting bagi ikhwan dan akhwat yang
akan menuju jenjang pernikahan, karna:
A. Menjaga pandangan mata dan hati dari hal-hal yang
diharamkan. (QS. An-Nuur:30-31)
B. Materi pembicaraan tidak mengandung dosa dan tidak
bermuatan birahi. (QS. An-Nisa: 114)

14

C. Menghindari khalwat/ berdua-duaan. Barang siapa


beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekalisekali berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita
ditempat sunyi, sesungguhnya setan akan menjadi orang
ketiganya. (HR. Ahmad)
D. Mengindari persentuhan fisik. Sabda Rasulullah saw.
sesungguhnya aku tidak pernah bersalaman dengan
wanita (bukan muhrim). (HR. Bukhari)
E. Menjaga aurat masing-masing sesuai aturan syari atau
islam (batasan aurat tubuh wanita adalah seluruh
tubuhnya wajib ditutup kecuali muka, telapak dan
punggung tangan, sedang laki-laki batasan aurat dari
lutut hingga pusar). (QS. An-Nuur: 31)

DAFTAR PUSTAKA

15

M.A. Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap


(Jakarta: Rajawali Pres, 2009).
Syaikh Fuad Shalih, Untukmu Yang Akan Menikah & Telah
Menikah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005) cet ke-I, hlm.
130.
Yusuf Chudlori, Baity Jannaty: Membangun Keluarga Sakinah
(Surabaya: Khalista, 2009) cet ke-I, hlm. 32-35.
http://tugaskuliahtia.blogspot.com/2011/06/makalah-beda-taarufdengan-pacaran.html diakses pada tanggal 31 Mei 2013
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Taaruf&oldid=6035957
diakses pada tanggal 01 Juni 2013
http://saif1924.wordpress.com/2008/01/02/penjelasan-seputar-ta
%E2%80%99aruf-dan-walimah/ diakses pada tanggal 01 Juni
2013

16

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang telah senantiasa


memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, umat
manusia. Shalawat serta salam tak lupa kita ucapkan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad saw.
Atas berkat rahmat Allah swt. penulis dapat menyelesaikan
makalah yang membahas tentang taaruf sebelum nikah.
Makalah ini merupakan tugas terstruktur dari mata kuliah Bahasa
Indonesia. Di dalamnya akan dibahas mengenai permasalahanpermasalahan hubungan antara Akhwat dan Ikhwan, serta
penjabarannya dalam syariat islam.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri
penulis maupun para pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar makalah menjadi lebih baik dan sempurna untuk
kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan dapat sedikit mewujudkan pengetahuan didalam lembaran
ini, amin.

Ponorogo, 31 Mei
2013

Penyusun

17

ii

18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1
A. Latar Belakang................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................2
A.
B.
C.
D.

Pengertian taaruf...........................................................2
Aturan taaruf dalam Islam.............................................3
Tata cara bertaaruf menurut Syariat Islam...................6
Tujuan dan manfaat bertaaruf menurut Islam...............8

BAB III PENUTUP..........................................................................11


A. Kesimpulan...................................................................11
B. Saran ............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................14

iii
19

Anda mungkin juga menyukai