Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kresty Fitri Majid

NIM 1805401
Kelas : 3D PGSD
Mata Kuliah : Tutorial Seminar Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Syarif Hidayat, M.A., M.Pd
Dr. H. Dudung Rahmat Hidayat, M.Pd
H. Anggi Maulana Rizqi, Dipl., Lc., M.A

RESUME
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
(PEMBAHASAN MENGENAI PACARAN, TA’ARUF, KHITBAH, NIKAH, PERNIKAHAN DINI,
DAN POLIGAMI)

Pengertian Pacaran
Menurut Kamus Bahasa Indonesia dalam Huzamiah (2015) berpacaran berasal dari kata
pacar, yaitu teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin, biasanya untuk
menjadi tunangan atau kekasih. Pacaran menurut istilah adalah pergaulan antara pria dan
wanita, pada dasarnya dibolehkan sampai pada batas-batas wajar yang tidak membuka
peluang untuk terjadinya perbuatan dosa (zina). Apabila pergaulan dan hubungan itu dalam
rangka untuk mencari dan mengenal lebih baik dalam menentukan calon pasangan hidupnya.
Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Hasbi (2016) istilah “pacaran” diartikan
sebagai “berteman” dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami
atau istri.

Pacaran dalam Islam


Pendidikan agama Islam telah mengajarkan tentang cara menghindari zina. Namun, faktanya
masih banyak manusia yang tidak peduli terhadap moralitas bersikap, bergaya, bahkan
bertutur kata. Pengaruh dari budaya asing yang menyebabkan pergaulan bebas merajalela
menjadi salah satu unsur dari interaksi yang tidak mengenal batas antara lawan jenis sehingga
mampu memicu terjadinya seks bebas, hamil di luar nikah, serta aborsi dianggap wajar-wajar
saja, tidak ada lagi rasa dosa, risih, dan resah. Mereka hanya cenderung ikut-ikutan sehingga
menjadi kebiasaan. Mereka tidak lagi memikirkan dampak apa yang terjadi kedepannya dan
tanpa memperdulikan bagaimana hukum pacaran dalam Islam.

Pengertian Ta’aruf
Akbar (2015) mengemukakan bahwa secara bahasa, ta‟aruf bermakna “berkenalan” atau
“saling mengenal”. Berasal dari kata bahasa Arab “ta‟aarafa”. Dalam Islam, ta'aruf adalah
sebuah proses untuk mengenal seseorang secara dekat, baik teman atau sahabat. Dalam
konteks pernikahan, ta‟aruf adalah upaya untuk mengenali pasangan hidup sebelum menikah.
Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13:

 Tata Cara Ta’aruf


Munawaroh (2018) mengemukakan tata cara ta‟aruf juga harus sesuai dengan syariat agama
Islam. Adapun tata cara ta‟aruf, sebagai berikut:
1. Perkenalan (ta‟aruf). Tentunya, dalam batas-batas yang diperbolehkan
menurut agama Islam, seperti tidak ber-khalwat (berdua-duaan) atau ikhtilat
(campur baur dengan yang bukan mahram);
2. Adanya kejelasan visi tentang laki-laki dan wanita yang ideal menurut Agama
Islam;
3. Melibatkan orang tua/wali agar bisa mengarahkan pada pilihan yang tepat;
4. Pilihan didasarkan pada alasan yang logis dan ketertarikan, dua-duanya harus
berperan secara seimbang, dan
5. Bila ada kebimbangan bisa diselesaikan secara konsultasi atau shalat
istikharah;

Pengertian Pinangan (Khitbah)


Kata khitbah, dalam terminologi Arab memiliki akar kata yang sama dengan al-khithab dan
al-khathab. Kata al-khathab berarti “pembicaraan”. Apabila dikatakan takhathaba maksudnya
“dua orang yang sedang berbincang- bincang”. Jika dikatakan khathabahu fi amr artinya “ia
memperbincangkan sesuatu persoalan pada seseorang”. Jika khitbah (pembicaraan) ini
berhubungan dengan ihwal perempuan, maka makna yang pertama kali ditangkap adalah
pembicaraan yang berhubungan dengan persoalan pernikahannya (Takariawan, 2004).

Syarat-syarat peminangan (Khitbah)


Meminang dimaksudkan untuk mendapatkan atau memperoleh calon istri yang ideal atau
memenuhi syarat menurut syari‟at Islam. Menurut H. Mohammad Anwar dalam Sudarsono
(2001, hlm. 216) untuk memiliki calon istri harus memenuhi 4 syarat, ialah:
1. Kosong dari pernikahan atau iddah laki-laki lain;
2. Ditentukan wanitanya;
3. Tidak ada hubungan mahram antara calon suami dengan calon istrinya, baik
mahram senasab (keturunan) maupun mahram sesusuan dan tidak ada
hubungan kemertuaan atau bekasnya, dan
4. Wanitanya beragama Islam atau kafir kitabi yang asli, bukan kafir watsani
(penyembah berhala atau atheis atau tidak beragama sama sekali. Kecuali kalau wanita kafir
itu diislamkan dahulu baru boleh dikawin).

Syarat dan Rukun Nikah


Suatu akad pernikahan menurut hukum Islam ada yang sah dan ada yang batal. Akad
pernikahan dikatakan sah apabila akad tersebut dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-
rukun yang lengkap sesuai dengan ketentuan agama. Imam Asy-Syafi‟i menyebutkan bahwa
rukun nikah itu ada lima, yaitu calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan sighat.
Serta ada juga ulama yang menambahkan mahar (Abdurrahman al-Jaziri).
Dalam melaksanakan suatu perikatan terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Menurut
bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sedangkan syarat
adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan. Berikut yang
menjadi rukun dan syarat pernikahan dalam Islam:
16
                    1.
Rukun pernikahan
Menurut kesepakatan dari beberapa jumhur ulama bahwa rukun pernikahan itu terdiri dari:
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan.
b. Adanya wali dari pihak wanita.
c. Adanya dua orang saksi.
d. Sighat akad nikah (yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki).
Pernikahan Dini
Pernikahan dini adalah suatu ikatan yang dilakukan oleh perempuan dan lak-laki di usia
muda. Hadiono (2018) menyebutkan bahwa dalam Islam sebenarnya tidak dikenal istilah
pernikahan dini. Istilah pernikahan dini muncul dari anggapan masyarakat atau disebabkan
karena adanya ukuran standar mengenai usia minimal pernikahan yang terbangun dalam
konstruksi pemikiran masyarakat. Di Indonesia, pernikahan anak usia dini atau anak usia
kurang dari 18 tahun tidak diperkenankan, karena tidak sesuai dengan Undang-undang
Perkawinan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1)
berbunyi,“Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun.” Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan
matang secara fisik, psikis, dan mental.

Anda mungkin juga menyukai