Anda di halaman 1dari 20

MATERI CERAMAH

MEMAHAMI KONSEP JODOH DALAM PANDANGAN ISLAM


DisusunUntuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter
dan Lembaga Studi Islam Ke-Muhammadiyahan

Diajukan Kepada:
dr. Noor Yazid., Sp.PA(K)
dr. Afiana Rohmani., MsiMed

Disusun Oleh:
Feny Sinta Dewi H3A021010

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui oleh dosen pembimbing ceramah dari:


Nama : Feny Sinta Dewi
NIM : H3A021010
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Judul : Mehamami Konsep Jodoh Dalam Pandangan Islam
Pembimbing : 1. dr. Noor Yazid., Sp.PA(K)
2. dr. Afiana Rohmani., MsiMed
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter.

Semarang, September 2023

Pembimbing I
Pembimbing II

dr. Noor Yazid., Sp.PA(K) dr. Afiana Rohmani.,


MsiMed
Mehamami Konsep Jodoh Dalam Pandangan Islam

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Segala pujidan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan kesehatan kepada kita sehingga dapat berkumpul dalam
keadaan sehat walafiat. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Yang telah mengantarkan umat manusia
dari peradaban hidup jahilliyah menuju pada peradaban hidup yang modern,
semoga kita semua mendapatakan syafaatnya di hari akhir kelak.
Perkenankanlah saya pada kesempatan ini untuk menyampaikan sedikit
ceramah yang berjudul “Mehamami Konsep Jodoh Dalam Pandangan Islam”.
Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk berpasang-pasangan.
Entah dengan cara apa Allah SWT mempertemukan dengan pasangan, tentu hanya
Allah SWT lah yang mengetahuinya. Namun sebagai umat-Nya kita juga patut
berusaha, karena jodoh dapat diibaratkan rezeki, jika kita tidak berusaha maka
tidak bisa diraih pula. Akan tetapi di satu sisi, mencari jodoh itu ibarat mencari
jarum di atas tumpukan jerami, butuh kesabaran dan ketelitian. Karena jodoh
adalah bagian dari rahasia takdir.
Takdir yakni ketentuan Allah yang telah ditetapkan semasa manusia masih
berada di dalam rahim, sebagaimana halnya rezeki & maut. Jodoh Anda telah
ditakdirkan oleh Allah, dan dia tidak akan kemana-mana. Tetapi jodoh tidak akan
datang kalau tidak dicari. Sama halnya dengan rezeki. Rezeki tidak bakalan diraih
kalau tidak diusahakan. Sederhananya, jodoh itu sudah ada yang mengatur, akan
tetapi kita perlu memperjelas siapa jodoh kita.
Alquran telah menyuratkan banyak hal terkait kehidupan umat muslim.
Termasuk juga perihal suratan tentang pasangan hidup. Penjelasan mengenai ayat
Alquran tentang jodoh, bisa semakin menambah keyakinan akan takdir tersebut.
Alquran memang merupakan pedoman untuk umat muslim yang berisi tentang
peringatan dan ilmu dari Allah SWT.

Kitab suci Alquran memiliki penjelasan mengenai ibadah kepada Allah


SWT. Selain ibadah salat dan berpuasa, terdapat juga ibadah lainnya,
yakni pernikahan. Pernikahan merupakan penyatuan dua insan antara pria dan
wanita yang telah diatur dan digariskan untuk berjodoh oleh Allah SWT.
Jodoh menurut Islam adalah salah satu misteri, sebab hanya Allah SWT
yang mengetahui dan menentukan jodoh untuk setiap hamba-Nya. Apakah
seseorang sudah bertemu dengan jodohnya atau belum, selalu ada rahasia Allah
SWT di baliknya.
Al-Qur’an sebagai petunjuk yang menjadi pedoman hidup umat manusia
sudah semestinya mencakup segala aspek kehidupan tersebut, tidak terkecuali
masalah jodoh atau pendamping hidup. Jodoh adalah seseorang yang dipilih untuk
dijadikan sebagai pasangan hidup, karena itu memilih jodoh sangat penting karena
merupakan upaya dalam menjalin erat antara kedua anak mausia untuk terus
menerus berada dalam cinta, kesetiaan, ketulusan, kerjasama dan saling
menghargai satu sama lain. Dikarenakan pernikahan dalam kehidupan manusia
merupakan titik tolak awal yang mungkin mengarah pada ratusan keberhasilan
atau bahkan ratusan kegagalan, dan memilih jodoh adalah langkah awal menuju
pernikahan.
Ketika seseorang sudah memasuki usia yang baik untuk menikah, muncul
dorongan dalam diri untuk membangun suatu mahligai rumah tangga. Mencari
jodoh atau pendamping hidup menjadi salah satu rangkaian yang mengawali
perjuangan yang perlu dipersiapkan dengan matang.

Memahami Makna Hubungan Pernikahan

Menikah bukan sekedar mengucapkan ijab dan qabul di hadapan penghulu


kemudian mengadakan resepsi pernikahan. Pernikahan jika dilihat dari pranata
sosial memiliki implikasi yang sangat luas diantaranya sudah dianggap mandiri
dan telah memiliki tanggung jawab yang harus dipikulnya yaitu istri dan anak-
anaknya. Kemudian lahirnya tanggung jawab baik yang bersifat parsial maupun
kolektif yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum memasuki jenjang
kehidupan baru tersebut.

Sehingga sebelum memasuki jenjang pernikahan atau mengawalinya


dengan memilih jodoh harus memahami betul apa makna dan tujuan menikah.
Dengan mengetahui makna atau alasan menikah seseorang baik itu pemuda atau
pemudi akan memperoleh sebuah petunjuk untuk melangkah ke tahapan
berikutnya. Adapun beberapa tahapan tersebut dimulai dari proses pemilihan
jodoh, khitbah, keberlangsungannya hingga ke akad pernikahan, pemahaman hak
dan kewajiban, serta tahapan sikap saling pengertian (tasamuh). Dengan mengkaji
makna dari hubungan perkawinan maka tahapan-tahapan tersebut mudah untuk
dilalui.
Pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang
dengan cara yang diridhai Allah Swt.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) perkawinan atau
pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pernikahan merupakan
media sekaligus tindakan untuk mencapai harapan-harapan ideal dalam fungsi-
fungsi keluarga. Jodoh yang dipilih seharusnya mampu menciptakan keluarga
bahagia, harmonis, damai sejahtera dan keluarga yang berkualitas.
Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan bisa menjadi kunci untuk terhindar dari suatu
kegagalan dalam berumah tangga. Maksud dan tujuan setiap individu terkadang
sama, namun ada juga yang berbeda. Kesamaan maupun perbedaan motivasi
menikah tergantung pada sifat dan kepribadian bahkan lingkungan
masing-masing. Hal yang penting dari tujuan pernikahan itu harus tulus dan jelas
serta bersih dari tujuan buruk dari kedua belah pihak:
1. Menjalankan Perintah Allah
Berpasangan telah menjadi suratan dari Allah, setiap yang
diciptakan Allah pasti memiliki pasangannya. tidak hanya manusia saja
yang diciptakan dengan berpasangan, bahkan hewan dan tumbuhan serta
suasana alam pun diciptakan dengan berpasangan seperti siang dan malam,
baik dan buruk dan sebagainya. Manusia masih belum menatap
kehidupannya jika laki-laki belum mempunyai istri dan perempuan belum
mempunyai suami. Maka dari itu maupun melalui bantuan orang lain.
2. Menjalankan Sunnah Rasul
Tujuan utama pernikahan dalam Islam ialah menjauhkan dari
perbuatan maksiat. Sebagai seorang muslim, kita memiliki panutan
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Alangkah baiknya meniru apa
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, salah satunya adalah menikah
dengan niat yang baik.
3. Melestarikan Keturunan
Allah telah menciptakan manusia dengan berpasangan untuk
melestarikan dan melangsungkan keturunannya, di mana manusia tidak
akan mencapai tujuan tersebut jika tidak memiliki pasangan. Seperti yang
tertulis pada QS. Asy-Syura ayat 11:
Artinya: “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari
jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang
Maha Mendengar dan Melihat”.
Berpasangan sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan
syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini.
Dalam tafsir Al- Misbah, Quraish Shihab memaparkan bahwa kesempurnaan
eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bersatunya masing-masing pasangan.
Allah Swt menciptakan dalam diri setiap mahluk dorongan untuk menyatu
dengan pasangannya. Dari sini Allah menciptakan naluri seksual dimana setiap
manusia dari hari ke hari akan semakin memuncak. Dia akan merasa gelisah,
pikiran kacau, dan jiwa bergejolak jika penggabungan kebersamaan dengan
pasangan tidak terpenuhi. Maka Allah mensyariatkan perkawinan bagi manusia
agar bisa memperoleh ketenangan.

4. Menentramkan Hati
Tujuan pernikahan selanjutnya adalah untuk menentramkan hati,
membentuk pasangan suami istri yang bertakwa kepada Allah Swt.
Bersama memperjuangkan nilai- nilai kebaikan dan bermanfaat bagi orang
lain.
Persiapan Pra Nikah dari Sisi Kesehatan Reproduksi
Pernikahan perlu dilakukan dengan penuh persiapan, baik secara fisik,
mental, maupun finansial. Untuk menciptakan sebuah keluarga yang harmonis
dan bahagia sehingga jauh dari deru perceraian, banyak hal perlu disiapkan oleh
calon pengantin. Persiapan pranikah di bagian kesehatan untuk calon pengantin
meliputi:
a. Persiapan fisik
Persiapan fisik dapat dilakukan dengan memastikan kesehatan diri
dan pasangan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fisik sebelum
melakukan pernikahan. Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui apakah
ada penyakit menular berbahaya yang mungkin diderita, jika memang ada
maka kedua belah pihak (calon pengantin) dapat mendiskusikan solusi
terbaik.
Terdapat tujuh pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan sebelum menikah,
yaitu:
1) Pemeriksaan darah.
Untuk mengetahui kesehatan secara umum dan mendeteksi
kondisi anemia, leukimia, reaksi inflamasi dan infeksi, penanda
sel darah tepi, tingkat hidrasi dan dehidrasi, dan polisitemia.
2) Pemeriksaan golongan darah dan rhesus.
Untuk mengetahui kecocokan rhesus dan efeknya saat ibu
hamil. Rhesus yang berbeda dapat menimbulkan bahaya pada
janin, seperti anemia.
3) Pemeriksaan gula darah.
Untuk mencegah dan melakukan penanganan dini dari
komplikasi diabetes saat hamil.
4) Pemeriksaan urin
Untuk mendeteksi penyakit metabolik atau sistemik, gangguan
ginjal, sedimen mikroskopis, dan makroskopik.
5) Deteksi infeksi menular seksual.
Melakukan uji VDRL atau RPR menggunakan sampel darah
untuk mendeteksi bakteri penyakit sifilis, treponema pollidum,
dan HIV.
6) Deteksi hepatitis B
Untuk mencegah transmisi hepatitis B kepada pasangan
melalui hubungan seksual.
7) Deteksi penyakit penyebab kelainan pada masa kehamilan.
Untuk mendeteksi kuman yang mengganggu dan menginfeksi
ibu saat hamil yang dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir
prematur, dan kelainan janin.
b. Persiapan Gizi
Persiapan gizi bagi calon pengantin sangat diperlukan, baik untuk
laki-laki maupun perempuan. Hal ini berkaitan dengan kesehatan
reproduksi jangka panjang. Untuk meningkatkan gizi calon pengantin
terutama perempuan dapat melalui program penanggulangan kekurangan
energi kronis (KEK). Perempuan dianjurkan untuk meminum obat
penambah darah yang mengandung zat besi untuk mengurangi risiko
terjadinya anemia, dan meminum asam folat untuk mencegah terjadinya
defiensi asam folat. Tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko
tinggi gangguan kehamilan di masa mendatang.
c. Imunisasi TT bagi calon pengantin perempuan.
Untuk mencapai kekebalan tubuh yang maksimal, perlu melakukan
imunisasi TT (tetanus). Pemberian suntikan TT ini harus disesuaikan
dengan ketentuan pemberian yang tepat untuk mencegah serta melindungi
diri dari penyakit tetanus. Komitmen calon suami untuk mendukung
pasangannya untuk tercapainya dosis tingkat tertinggi dari imunisasi TT
sangat dibutuhkan.
Hal ini dikarenakan imunisasi TT sangat diperlukan agar tidak
mengalami gangguan selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas.
d. Menjaga kesehatan organ reproduksi.
Menjaga kesehatan organ reproduksi memang sudah seharusnya
dilakukan seorang individu, baik yang hendak menikah maupun yang
belum merencanakan pernikahan. Menjaga kesehatan organ reproduksi
dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri, terutama organ
reproduksi.
Dengan menjaga kebiasaan baik menjaga kebersihan diri akan
menghindarkan kita dari berbagai penyakit berbahaya yang dapat
menginfeksi dan merugikan.

Menikah Itu Ibadah

Meskipun hidup di dunia ini hanya sementara dan fana namun hidup ini
menjadi tidak lengkap jika tidak ditemani oleh pendamping hidup. Hal ini pernah
diungkapkan oleh sahabat Rasullah Saw, yaitu Abdullah Ibnu Mas’ud yang
melukiskan pentingnya menikah untuk mendapatkan pendamping hidup
sebagaimana direkam oleh Ibnu Abi Syaibah sebagai berikut:
‫ َأَلْح َبْبُت َأْن َيُك وَن ِلي ِفي ِتْلَك الَّلْيَلِة اْمَر َأٌة‬،‫ َلْو َلْم َيْبَق ِم َن الَّدْهِر ِإاَّل َلْيَلٌة‬: ‫ َقاَل‬،‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا‬.

“Abdullah Ibn Mas’ud pernah berkata: Andaikan waktu yang tersisa bagiku
hanya satu malam maka satu hal yang ingin Aku lakukan pada malam itu ialah
menikah.”
H.R. Ibnu Abi Syaibah Abu Bakar Ibn Abi Syaibah, Al-Mushannaf Fi Al-Ahadis
Wa Al-Atsar, (Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd, 1409 H), Cetakan Pertama, III, 454,
no. hadis 15916.

Selain Riwayat di atas ada pula Riwayat yang cukup populer yang sering
kita dengar bahwa Ibnu Mas’ud berujar bahwa jika ia mengetahui apabila umur
yang tersisa baginya hanya tinggal 10 (sepuluh) hari maka ia ingin menikah agar
ketika menghadap Allah Swt. (meninggal dunia) ia tidak dalam keadaan sendiri
(perjaka).
Sebagaimana ibadah atau ritual keagamaan yang lain, menikah juga
membutuhkan upaya (effort) yang luar biasa dalam melaksanakannya. Dibutuhkan
kesiapan fisik dan psikis yang mantap untuk untuk membuat keputusan untuk
menikah. Banyak argumentasi yang menuturkan bahwa menikah adalah suatu
ibadah yang luar biasa yang disyariatkan untuk hamba-Nya.
Keistimewaan menikah bukan tanpa alasan salah satunya yaitu apa yang
diungkapkan oleh Ibnu ‘Abidin yang mengejutkan yaitu:
‫َلْيَس َلَنا ِعَباَد ٌة ُش ِرَع ْت ِم ْن َع ْهِد آَد َم إَلى اآْل َن ُثَّم َتْسَتِم ُّر ِفي اْلَج َّنِة إاَّل الِّنَك اَح َو اِإْل يَم اَن‬
“Tidak ada ibadah yang yang disyariatkan untuk kita sejak Nabi Adam hingga
saat ini (Nabi Muhammad Saw.) kemudian terus diberlangsungkan sampai ke
surga kecuali nikah dan menjaga keimanan.”
Ibnu ’Abidin Ibnu ‘Abidin, Ad-Dur Al-Mukhtar Wa Hasyiyatu Ibni ’Abidin,
(Beirut: Dar Al-Fikr, 1992), 3/3

Memilih dan Mencari Jodoh itu Bersifat Ikhtiar

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita sudah memberikan rambu-rambu


bagi muda-mudi milenial khususnya dalam memilih jodoh. Salah satu ayat yang
populer di kalangan muda mudi saat ini bahkan telah dihapal di luar kepala yaitu
surat An-Nur ayat 26, yang artinya:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang
baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang
dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki
yang mulia (surga).” (Q.S. An-Nur:26)
Sayangnya ayat ini sering kali disalah pahami oleh muda-mudi. Adapun
kesalahan dalam memahami ayat di atas, yaitu ayat di atas dianggap sebagai
ungkapan bahwa jodoh itu murni takdir Allah Swt yang mempengaruhi pola pikir
muda-mudi untuk pasrah, berserah diri dan meninggalkan ikhtiar. Padahal, jika
mau melihat lebih dalam lagi dengan pendekatan tafsir, ayat ini turun untuk
melegitimasi dan membela Ummul Mukminin yaitu Aisyah Ra dari serangan
fitnah yang keji. Sehingga makna wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang
baik, ini dapat menjadi bukti bahwa Aisyah Ra. adalah wanita yang terjaga
kemuliaannya.
Dengan demikian Aisyah merupakan pasangan yang ideal, karena tidak
mungkin Allah meridhai Aisyah sebagai isteri sebaik-baiknya manusia kecuali
Aisyah benar-benar orang yang dapat menjaga kehormatannya.
Dalam mentadaburi ayat ini, perlu dipahami secara menyeluruh bahwa
jodoh tidak akan datang begitu saja tanpa diiringi dengan upaya dan ikhtiar yang
maksimal. Kemudian melihat konteks turunnya ayat ini hendaknya dapat
memotifasi kita semua agar berupaya menjadi pribadi yang baik dengan cara
meneladani Rasulullah Saw, bagi para pemuda dan meneladani isteri Rasulullah
(Aisyah Ra) bagi pemudi masa kini.

Agama dan Akhlak Sebagai Prioritas

Dalam kitab fikih disebutkan beberapa kriteria yang hendaknya dijadikan


parameter untuk memilih jodoh baik untuk mencari isteri maupun suami:
1. Memilih Jodoh (Calon Istri)
a. Agama Menjadi prioritas
Umumnya masyarakat memperhatikan kriteria untuk memilih jodoh (calon
istri) untuk dijadikan pasangan hidup diantaranya ialah kriteria harta,
kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Akan tetapi, pemilihan berdasarkan
memahaman yang benar terhadap agama menjadi skala prioritas karena kelak
sang ibu atau ayah akan menjadi pendidik bagi keturunannya.
Adapun kriteria yang telah direkam oleh Imam Bukhari dalam shahihnya
yaitu:
“Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad SAW. telah berkata: Wanita
umumnya dinikahi karena 4 (empat) hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan
agamanya. Karena itu, pilihlah yang memiliki agama, kalian akan beruntung.”
(H.R. Bukhari).
Pemilihan berdasarkan parameter agama bukan berarti tidak memberikan
peluang sedikitpun pada kriteria lain untuk menjadi pertimbangan, melainkan
memberikan penekanan dan prioritas yang lebih terhadap pemahaman agama.
Sehingga, dengan kata lain boleh dan sah-sah saja keempat kriteria tersebut
berkumpul pada salah seorang wanita yang kaya raya, bernasab baik, cantik dan
paham dengan syariat Islam.
b. Berakhlak Mulia
Dapat dikatakan bahwa jika pemahaman terhadap agama ini baik, maka
pada umumnya berakhlak mulia tidak akan menjadi suatu hal yang sukar, karena
akhlak merupakan sikap yang lahir dari diri seseorang yang dilakukan secara
spontanitas tanpa melewati pemikiran yang panjang. Begitu halnya seorang istri
yang shalihah dia akan menjaga kehormatannya di saat suaminya tidak
disampingnya.
Sebagaimana firman Allah Swt. sebagai berikut:
… ‫ت ِّلۡل َغ ۡي ِب ِبَم ا َح ِفَظ ٱُۚهَّلل‬ٞ ‫َفٱلَّٰص ِلَٰح ُت َٰق ِنَٰت ٌت َٰح ِفَٰظ‬
“…Sebab itu maka wanita yang sholihah, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)”(Q.S. An-Nisa [4]:34).
c. Memiliki Kesuburan
Hikmah dan tujuan dari menikah adalah upaya menambah dan
mempertahankan eksistensi atau spesiesnya. Bahkan Rasulullah Saw akan
berbangga hati di hadapan umat nabi lainnya jika umatnya sangat banyak,
sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:
“Diriwayatkan dari Ahmad Ibn Ibrahim, dari Yazid Ibn Harun, dari
Mustalim Ibn Sa’id Ibn Ukhtu Manshur Ibn Zadzan dari Mua’wiyah Ibn Qarrah
dari Ma’qil Ibn Yasar telah berkata bahwa: Seorang laki-laki mendatangi Nabi
Saw. berkata : “Aku menemukan seorang wanita yang cantik dan memiliki
martabat tinggi namun ia mandul apakah aku menikahinya?”, Nabi Saw
menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu datang menemui Nabi Saw kedua
kalinya dan Nabi Saw. tetap melarangnya, kemudian ia menemui Nabi Saw. yang
ketiga kalinya maka Nabi Saw. berkata, “Nikahilah wanita yang sangat
penyayang dan yang mudah beranak banyak (subur) karena aku akan berbangga
dengan kalian di hadapan umat-umat yang lain” kemudian Nabi berkata:
“Gapailah isteri-isteri yang subur yang penyayang suami“. (HR. Abu Dawud)
Hadis di atas menjelaskan bahwa agar tujuan pernikahan itu tercapai maka
diupayakan memilih pasangan (calon istri) yang subur sehingga dapat menjadi
investasi bagi orang tua di kemudian hari.

Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat:


“Apabila seseorang meninggal maka terputus amalnya kecuali 3 (tiga) hal
kecuali sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang shalih yang
mendoakan orang tuanya.” (H.R. Muslim).
2. Memilih Jodoh (Calon Suami)
Kriteria memilih jodoh calon suami tidak sekompleks memilih calon isteri.
Akan tetapi tidak menafikan sikap selektif dalam menentukan pilihan.
Pertama adalah memiliki pemahaman agama dan akhlak yang mulia
sebagaimana sabda Rasulullah Saw, sebagai berikut:
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Sabur At-Raqqiy, telah
menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibn Sulaiman Al-Anshori Akhu Fulaih
dari Muhammad ibn ‘Ajlan dari ibnu wasimah Al-Mishriy dari Abu Hurairah ra.
berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda Apabila datang kepadamu seseorang
yang kamu senangi agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia dengan anak
perempuanmu, jika tidak, niscaya akan mendatangkan fitnah di bumi ini dan akan
menimbulkan kerusakan yang mengerikan” (H.R. Ibnu Majah)
Kedua, adalah calon suami hendaknya sehat dan tidak mengidap penyakit
yang membahayakan keutuhan rumah tangga.
Tuntunan Memilih Jodoh
Secara umum, upaya pertama yang dilakukan Islam untuk
membentuk keluarga harmonis adalah dengan memberikan tuntunan dalam
memilih pasangan suami-istri. Islam diturunkan untuk mengatur kehidupan
manusia selama didunia demi terciptanya kesejahteraan dan keselamatan
dunia dan akhirat.
Tujuannya agar seorang muslim mampu memelihara generasi umat
manusia sebagai penghuni dunia. Oleh karena itu, sebagai modal awal untuk
membentuk keluarga harmonis adalah dengan melakukan seleksi terhadap calon
pasangan sebagai suami-istri sehingga mampu mengantarkan pada suatu
perkawinan menuju tujuan yang dikehendaki.

Terdapat hal yang merupakan unsur penting yang harus diperhatikan


dalam memilih jodoh antara lain:
a. Memiliki Kesamaan Iman
Pondasi pertama dalam pernikahan adalah pemilihan pasangan yang harus
kokoh agamanya. Kekokohan pondasi rumah tangga terletak pada besarnya
keimanan seseorang terhadap Tuhan dan agamanya. Agama Islam memberikan
tuntunan bagi manusia baik pria mauoun wanita supaya menikah dengan orang
yang berpegang teguh kepada agama, terutama pemilihan calon pengantin wanita.

Pernikahan adalah pintu gerbang untuk menjalani kehidupan sebuah


proses yang menentukan kebahagiaan setiap manusia. Bagi umat Islam
pernikahan memiliki makna yang lebih jauh karena pernikahan merupakan
sarana membina keluarga ideal, yang di dalamnya dilestarikan nilai-nilai
Islam. Oleh karena itu, dasar persamaan keimanan menjadi azaz yang sangat
penting. Kriteria keimanan melebihi kriteria lain, termsauk kecantikan dan
keelokan, karena kenikmatan yang dirasakan dari keelokan rupa sifatnya
sementara, sedangkan keimanan akan tetap memberikan manfaat bagi kedua
pasangan yang menjalani pernikahan.
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah beliau memaparkan bahwa
pemilihan pasangan ibarat batu pertama dalam membangun pondasi rumah
tangga. Pondasi tersebut harus kokoh sebab jika tidak kokoh, maka bangunan
tersebut akan roboh meski hanya terkena sedikit goncangan. Apalagi jika beban
yang ditampung semakin berat dengan kelahiran anak.
Pondasi kokoh yang dimaksud Quraish Shihab bukanlah kecantikan,
ketampanan, status sosial atau kebangsawanan. Semua hal yang disebutkan
tersebut hanya bersifat sementara dan bisa hilang seketika. Pondasi kokoh yang
dimaksud di sini adalah pemilihan pasangan hidup yang bersandar pada keimanan
kepada Allah Swt. Hal ini adalah pesan pertama bagi mereka yang bermaksud
membina rumah tangga dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 221.
Hamka menambahkan laki-laki dan perempuan dilarang menikah
dengan orang yang masih musyrik sekalipun orang tersebut cantik atau
tampan parasnya, kaya dan dari keluarga yang terpandang karena hal ini akan
membahayakan keutuhan rumah tangga hingga memiliki keturunan. Ketika
sudah memiliki anak, anaknya tidak akan berkembang baik di bawah asuhan
orang tua yang berbeda keimanan.
Apalagi bagi seorang ibu, keimanan sangat berpengaruh
bagaimanapun anak lahir akan selalu bersama dengannya sejak
dilahirkan. Rasalullah Saw. bersabda:

Artinya: “Dari Abu Hurairah Ra, Nabi Saw, bersabda: Wanita itu dinikahi
karena empat pertimbangan: kekayaannya, kemuliaannya, kecantikannya
dan agamanya, maka lihatlah pada agamanya karena ia terdidik dengan itu”
(HR. Bukhari).

Hadis di atas menjelaskan beberapa hal berkaitan dengan pemilihan


pasangan wanita. Tidak dipungkiri kebanyakan laki-laki memandang calon
wanitanya dari sisi kecantikan, di mana kecantikan merupakan fitrah
manusia yang diberikan oleh Allah untuk setiap wanita. Tidak mengherankan
ketika sudah mengarungi kehidupan rumah tangga banyak laki-laki tertipu
akan kecantikan seorang wanita dan berakhir pada runtuhnya rumah tangga
dengan perceraian.
Harta dan nasab kerap kali menimbulkan kesombongan, dan
kesombongan tersebut bias jadi mengantarkan pasangan kepada hal yang
menghancurkan rumah tangga. Seperti halnya dengan berlimpahnya harta
manusia menjadi berfoya-foya sehingga ia lupa akan akhlak bagaimana ia
harus menggunakan harta yang dimiliki. Wanita yang memiliki pengetahuan
dan pemahaman agama bagus sudah pasti memiliki akhlak yang mulia.
Dengan pengetahuan dan pemahaman agama wanita senantiasa menjaga
kehormatan dirinya dan menjaga perilaku dihadapan halayak umum.
b. Tidak Sesama Jenis
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pernikahan dilakukan
oleh dua orang yang berpasangan. Dalam Islam berpasangan merupakan
penggabungan dua jenis yang berbeda, laki-laki dan perempuan.
Sehingga pernikahan yang dilakukan sesama jenis tidak disebut
berpasangan, dan dianggap keluar dari fitrah manusia karena fitrah
manusia adalah berpasangan. Maka Islam mensyariatkan dijalinnya
hubungan dua jenis tersebut melalui pernikahan. Hal ini terdapat dalam
QS. Yasin ayat 36:
Yang artinya:“Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan
semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui”.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa manusia diciptakan
berpasangan, sehingga manusia yang akan menikah haruslah tahu bahwa
pasangannya itu berbeda jenis kelamin dengannya agar tercapailah salah
satu tujuan menikah untuk menyalurkan dan memenuhi kebutuhan
biologis sesuai dengan syariat dan norma-norma yang berlaku. Uraian di
atas menjelaskan bahwa Allah melarang adanya penyimpangan seksual
yang melakukan pernikahan sesama jenis.
Islam merupakan agama yang beradab yang selalu memberikan
perhatian secara maksimal terutama perihal yang menyimpang atau
homoseksual. Perbuatan homoseksual tidak dibenarkan dalam keadaan
apapun.
c. Tidak Mahram
Dalam memilih pasangan dianjurkan agar memilih wanita dan
laki-laki yang tidak ada kaitannya dengan nasab dan keluarga. Jika
ada kaitannya dengan keluarga dianjurkan yang jauh, karena semakin
jauh hubungan kekeluargaan semakin bagus untuk menjalin
hubungan pernikahan. Sehingga bisa memperluas hubungan antar
masyarakat yang majemuk ini.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari kecacatan
fisik maupun penyakit menular bawaan akibat keturunan. Selain itu
pernikahan merupakan ajang mempersatukan dan menghubungkan
dua keluarga atau lebih yang berjauhan menjadi dekat, sehingga
diantara keluarga tersebut bisa saling tolong menolong dalam
berbagai hal untuk tujuan di atas, maka Allah melarang menikah
dengan orang yang masih ada hubungan mahram.
d. Bukan Pezina
Quraish Shihab memaknai kalimat “diharamkan” dengan
“tidak layak” atau tidak pantas dinikahi, yakni antara laki-laki muslim
dengan wanita musyrik atau pezina karena dianggap kotor, demikian
sebaliknya, antara wanita muslim dengan laki-laki musyrik atau
pezina, sehingga tidak ada pengecualian, melainkan tidak sah bagi
pezina selain dengan pezina dan musyrik.
Sebagian besar dari para ulama berpendapat seorang yang
senang dan kecanduan untuk berbuat zina, tidak pantas menikahi
orang yang taat agama. Semua itu tidak lepas dari keinginan manusia
yang ingin mencari pasangan yang sejalan dengan sifatnya.
Sedangkan keshalihan dengan pezina merupakan sifat yang saling
bertentangan, dan tidak menjadi hal yang mudah dalam berumah
tangga, apabila diantara suami isteri memiliki sifat yang bertolak
belakang.
e. Memilih yang sekufu
Sekufu atau dalam pernikahan dimaksudkan agar terjadi
persesuaian kedaan antara suami dan isteri, sama kedudukannya.
Persamaan kedudukan antara suami dan isteri akan membawa ke
rumah tangga yang sejahtera. Fakor sekufu dalam segi agama,
kemerdekaan, nasab, pekerjaan, kekayaan, dan bebas dari cacat.
Faktor-faktor tersebut merupakan syarat yang ideal, sebab menjadi
jaminan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup berumah tangga.
Namun keadaan manusia tidak selalu sempurna sehingga
jarang sekali didapati seorang calon suami atau isteri yang memiliki
faktor-faktor tersebut secara menyeluruh. Apabila demikian maka
yang harus diutamakan adalah faktor agama.
Keagamaan merupakan salah satu yang wajib ditaati dalam
pernikahan. Secara umum, seseorang yang akan menikah akan
memilih pasangan yang sekufu dengan dirinya. Seseorang yang
dalam kesehariannya terbiasa berbuat baik, beramal sholeh akan
mendapatkan pasangan yang kesehariannya juga berbuat baik dan
beramal sholeh. Sedangkan seorang yang kesehariannya berbuat
buruk, maka akan mendapat pasangan yang seperti itu pula.
Kesimpulan :
Dalam memilih jodoh, Islam telah memberikan informasi yang sangat
komprehensif melalui kajian fikih yang diambil dari sumber utama yaitu Al-
Qur’an dan As-Sunnah dan dilengkapi dengan interpretasi dari para ulama.
Sebelum seseorang mengarungi bahtera rumah tangga, sebaiknya perlu mengkaji
dan menanyakan suatu pertanyaan penting yaitu apa makna dari hubungan
pernikahan itu, Karena jawaban dari pertanyaan tersebut akan menentukan arah
kemana bahtera tersebut akan berlayar.
Idealnya pernikahan menjadi sebuah mediator atau perantara meraih ridha
Allah Swt dan mengikuti jejak sunnah rasulullah Saw., sehingga pemilihan jodoh
berdasarkan agama dan akhlak bisa ditempuh dan harus diupayakan. Karena jodoh
tidak sekedar takdir Allah Swt semata tanpa ada upaya dari manusia sebagai
hamba Allah Swt karena jodoh bersifat ikhtiar.
Tujuan perjodohan atau pernikahan dalam al-Qur’an adalah menjalankan
perintah Allah, menjalankan sunnah Rasulullah, melestarikan keturunan dan untuk
menentramkan hati. Al-Qur’an telah memberikan tuntunan dalam memilh jodoh,
agar manusia mampu menentukan pilihan pasangannya dengan tepat sehingga
mampu membawa pada pernikahan yang harmonis. Jodoh yang kita pilih haruslah
memiliki kesamaan iman, yang tidak sesama jenis, yang tidak mahram, yang
bukan pezina, dan yang sekufu.

Daftar Pustaka :

1. HAMKA. Tafsir Al-Azhar. 9. Singapura: Pustaka Nasional


PTL LTD, 1990.
2. Haryadi, Haryadi. “Kafaah: Implementasi Standar Pasangan
Ideal Menurut Fikih dalam Hukum Perkawinan di
Indonesia.” Ijtihad 33, no. 1 (4 April 2019).
https://doi.org/10.15548/ijt.v33i1.21.
3. Paryadi. “Memilih Jodoh Dalam Islam.” Waratsah 01, no. 01
(2015). Prof. Dr, H, Amroeni Drajat, M. Ag. Ulumul Qur’an
Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Disunting oleh Ria. depok:
KENCANA, 2017.

4. Qadrunnada, Khalisoh. “Pasangan Ideal Menurut Al-Qur’an


(Kajian QS. Al-Nur Ayat 26 dan QS. Al-Tahrim Ayat 10-11.”
UIN Syarif Hidayatullah, 2019.

5. Syobromalisi, Faizah Ali. “Kiat-Kiat Memilih Pasangan


Menuju Perkawinan Bahagia.” UIN Syarif Hidayatullah, t.t.

6. Zaki, Ahmad Arifuz. “Konsep Pra-Nikah dalam Al-Qur’an


(Kajian Tafsir Tematik).” Bimas Islam 10, no. 1 (2017).

7. Febrian, Samhareri, Hosen. “Makna Keluarga Sakinah,


Mawaddah Wa Rahmah Dalam Al-Qur’an (Analisis Surah
Al-Rum ayat 21).” An-Nawazil 2, no. 1 (2020).

8. Kementerian Kesehatan RI. “Buku Saku Reproduksi dan


Seksual Bagi Calon Pengantin”. 2018.

Anda mungkin juga menyukai