Anda di halaman 1dari 16

126

Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab Dan Fiqh Empat Mazhab
Zahrotun Nafisah, Uswatun Khasanah
Unisnu Jepara
zahro@unisnu.ac.id, 151410000454@unisnu.ac.id

Abstract
This research is intended to find out more about the concept of kafa'ah
according to M. Quraish Shihab, to then be compared with the concept of
kafa'ah according to the thought of the Ulama Four Schools. The method
used in this research is normative juridical. Data collection was carried out
by documenting data available on primary data sources in the form of books
by M. Quraish Shihab and books by the Four Schools of Ulama, as well as
Keywords secondary data sources in the form of other related scientific works. The
Kafa'ah, M. Quraish results of this study can be explained that the concept of kafa'ah is an
Shihab, Fiqh Four important aspect recommended in marriage. Meanwhile, the concept of
Schools. kafa'ah according to M. Quraish Shihab is a support in realizing a happy
and prosperous family, whereas according to the opinion of the Ulama of
Kafa’ah, M. Quraish
the Four Schools, the concept of kafa'ah is intended as an anticipation of
Shihab, Fiqh Empat
things that might bring harm to the wife.
Mazhab.

Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam tentang
konsep kafa’ah menurut M. Quraish Shihab, untuk kemudian
dikomparasikan dengan konsep kafa’ah menurut pemikiran Ulama
Empat Mazhab. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
mendokumentasikan data-data yang tersedia pada sumber data baik
primer berupa kitab karya M. Quraish Shihab dan kitab-kitab karya
Ulama Empat Mazhab, maupun sumber data sekunder berupa karya-
karya ilmiah lain yang terkait. Hasil dari penelitian ini dapat
dijelaskan bahwa konsep kafa’ah merupakan aspek penting yang
dianjurkan dalam pernikahan. Sementara itu, konsep kafa’ah menurut
M. Quraish Shihab sebagai penunjang dalam mewujudkan keluarga
bahagia dan sejahtera, sedangkan menurut pendapat Ulama Empat
Mazhab, konsep kafa’ah dimaksudkan sebagai antisipasi atas hal-hal
yang dimungkinkan akan mendatangkan kerugian bagi pihak istri.
Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab 127

Pendahuluan cocok atau tidaknya masing-masing calon


Islam memandang pernikahan sebagai pasangan itu untuk melangsungkan akad
suatu cita-cita ideal yang tidak hanya nikah.
mempersatukan antara laki-laki dan Menurut Otong Husni Taufik, dalam
perempuan tetapi ia merupakan kontrak sosial memilih pasangan hidup haruslah dengan cara
dengan seluruh aneka ragam tugas dan yang baik dan benar, kehidupan rumah tangga
tanggung jawab. Pernikahan merupakan satu- akan terasa harmonis apabila seseorang
satunya bentuk hidup secara berpasangan yang mempunyai pendamping yang setara atau
dibenarkan yang kemudian dianjurkan untuk sekufu. Kafa’ah ialah serupa seimbang atau
dikembangkan dalam kehidupan keluarga. serasi, maksudnya keseimbangan dan
Mengingat pernikahan merupakan salah keserasian antara calon istri dan suami
satu bagian terpenting dalam menciptakan sehingga masing-masing calon tidak merasa
keluarga dan masyarakat yang diridlai Allah berat untuk melangsungkan pernikahan
Swt, maka dalam memilih calon suami dan (Taufik, 2017: 170). Persesuaian antara calon
istri, Islam sangat menganjurkan agar suami dan calon istri inilah yang dalam istilah
mendasarkan segala sesuatunya atas norma Fiqh Munakahat dikenal dengan sebutan
agama, sehingga pendamping hidup nantinya kafa’ah, sinonim dari kata al-musawah dan al-
mempunyai akhlak yang terpuji. Islam mumatsalah, yaitu persamaan (kesebandingan
mengatur manusia dalam hidup berjodoh- atau keseimbangan) antara calon suami di satu
jodoh itu melalui jenjang pernikahan yang pihak dengan calon istri di pihak lain (Summa,
ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan- 2004:82-83).
aturan yang disebut hukum pernikahan dalam Dalam hal pemilihan jodoh, atau ikhtiyar
Islam. az zaujah, Nabi Saw menetapkan empat hal
Hukum Islam juga ditetapkan untuk utama yang berkaitan dengan soal kafa’ah
kesejahteraan umat, baik secara perorangan yang layak dipertimbangkan oleh setiap calon
maupun secara bermasyarakat, baik untuk suami terhadap calon istrinya, dan sebaliknya,
hidup di dunia maupun di akhirat. oleh calon istri terhadap calon suaminya.
Kesejahteraan masyarakat akan tercapai Keempat hal kafa’ah yang dimaksudkan ialah:
dengan terciptanya kesejahteraan yang harta, nasab, kecantikan dan agama calon istri
sejahtera dalam pernikahan, karena keluarga (Summa, 2004: 84-85). Nabi Saw bersabda:
merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi Saw.,
sehingga kesejahteraan masyarakat sangat beliau bersabda : seorang perempuan (boleh)
tergantung kepada kesejahteraan keluarga. dinikahi karena empat hal: karena hartanya,
Demikian pula kesejahteraa perorangan sangat karena keturunannya, karena kecantikannya,
dipengaruhi oleh kesejahteraan hidup keluarga dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu
(Gustiawati, dkk,2016:34). dapatkan perempuan yang memiliki agama,
Pemilihan jodoh (suami maupun istri) (karena jika tidak), binasalah kedua tanganmu
jelas memiliki kedudukan yang sangat penting (HR Bukhari dan Muslim).
meskipun hukum Islam tidak sampai Hadis diatas mengisyaratkan bahwa
mewajibkannya. Karena, melalui pemilihan dalam memilih pasangan, kriteria yang utama
jodoh ini masing-masing calon bisa adalah agama, dalam arti kejiwaan dan
memberikan penilaian dan menimbang secara akhlaknya. Pernikahan tidak semata sebagai
cermat dan seksama tentang bakal calon suami perbuatah ibadah, sunnah Allah dan sunnah
atau bakal calon istrinya untuk kemudian bisa Rasul (Syarifuddin, 2006: 41), melainkan
mengambil kesimpulan dan keputusan tentang menjadi bagian terpenting dalam menciptakan

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2018. ISSN: 2356-0150
128 Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab

keluarga dan masyarakat yang diridlai Allah apabila si anak perempuan kawin dengan laki-
Swt, maka dalam memilih calon isteri atau laki yang tidak sepadan, wali dapat
suami, Islam menganjurkan agar mendasarkan mengintervensi yang untuk selanjutnya
segala sesuatunya atas norma agama, sehingga menuntut pencegahan berlangsungnya
pendamping hidupnya mempunyai akhlak atau pernikahan itu (Syarifuddin, 2006: 140-141).
moral yang terpuji. Setiap orang pasti menginginkan
Oleh sebab itu, sebelum melangsungkan pernikahannya menjadi keluarga yang tenang
pernikahan, agama Islam memberikan arahan dan tenteram (sakinah), saling mencintai
kepada calon suami atau istri dalam (mawaddah), dan kasih sayang (rahmat).
menetapkan pilihan pasangan hidup masing- Ketiga hal itu dapat dimiliki salah satu dengan
masing untuk memperhatikan unsur-unsur adanya keserasian, dan keseimbangan antara
kesepadanan (kafa’ah) dalam diri masing- suami istri. Dengan adanya keseimbangan ini,
masing. Hal ini dilakukan guna dalam maka diyakini dapat memberikan
mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga kemaslahatan bagi suami istri, calon anak, dan
dapat hidup secara damai dan kekal, saling kluarga mempelai (Assulthoni, 2018: 46).
tolong menolong sehingga hidup harmonis Dalam tradisi yang berkembang di
sesuai dengan prinsip pernikahan, yakni untuk masyarakat, istilah kafa’ah memang belum
selama hidup bukan untuk sementara(Junaedi, banyak dikenal, namun pada tataran aplikatif
2001: 46). tanpa disadari hal itu terjadi dengan
Kafa’ah dianggap penting dalam sendirinya. Kesetaraan tetap menjadi hal yang
pernikahan karena ini menyangkut diprioritaskan. Suatu misal, seorang
kelangsungan hidup antara pasangan suami perempuan mendapatkan laki-laki yang secara
istri. Menurut peneliti, bahwa kafa’ah dalam sosial ataupun diyanahnya (agama) dianggap
sebuah ikatan pernikahan bukanlah persoalan tidak sepadan maka hal tersebut tidak akan
yang ringan. Pernikahan itu sendiri tidak lepas dari sorotan masyarakat. Biasanya
hanya sebatas hubungan dua orang yang masyarakat cenderung menyayangkan apabila
berlainan jenis saja, akan tetapi dampaknya terjadi hal yang demikian (Royani, 2013: 106).
kepada sikap dan tujuan hidup di dunia dan Persoalan kafa’ah merupakan suatu hal
akhirat. Permasalahan kafa’ah sendiri dalam yang penting untuk mempersiapkan kehidupan
pernikahan adalah alat atau sarana untuk rumah tangga mereka agar dapat hidup
menyaring dan sebagai bahan pertimbangan bahagia. Hal tersebut dikarenakan suatu rumah
agar mendapatkan pasangan hidup yang tangga akan terbentuk sakinah mawaddah wa
berkualitas baik fisik, mental dan spiritual. rahmah ketika konsep kafa’ah dilaksanakan
Penentuan kafa’ah merupakan hak laki- dengan baik. Di samping itu, keberhasilan
laki untuk mempertimbangkan bagaimana latar pernikahan tidak tercapai kecuali jika kedua
belakang perempuan yang hendak dinikahinya. belah pihak memperhatikan pihak lain. Tentu
Sebab perempuan itu yang akan melahirkan saja hal tersebut banyak, antara lain adalah
keturunan darinya. Tidak menafikan pula bahwa suami bagaikan pemerintah, dan dalam
bahwa penentuan kafa’ah juga menjadi hak kedudukannya seperti itu, dia berkewajiban
perempuan, sehingga apabila dia akan untuk memperhatikan hak dan kepentingan
dinikahkan oleh walinya dengan orang yang rakyatnya (istrinya). Istripun berkewajiban
tidak sepadan dia dapat menolak atau tidak untuk mendengar dan mengikutinya, tetapi di
memberikan izin untuk dinikahkan oleh sisi lain perempuan mempunyai hak terhadap
walinya. Sebaliknya dapat pula dikatakan suaminya untuk mencari yang terbaik (Royani,
sebagai hak wali yang akan menikahkan, 2013: 106).

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2018. ISSN: 2356-0150
Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab 129

Berdasarkan paparan diatas menjadi menyatakan bahwa “wanita-wanita yang keji


pertimbangan peneliti untuk menelisik lebih adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
dalam terkait konsep kafa’ah, dimaksudkan yang keji adalah untuk wanita-wanita yang
untuk mengkomparasikan konsep kafa’ah keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
menurut M. Quraish Shihab dengan konsep adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki
kafa’ah menurut pemikiran Ulama Empat yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
Mazhab, baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih
Landasan Teori dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang
Ibnu Mandzur mendefinisikan bahwa menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki
kafa’ah merupakan suatu keadaan kesesuaian, yang mulia (surga)”. Ayat tersebut
keserasian, serta keseimbangan dalam hal menjelaskan bahwa hak memilih pasangan ada
agama, nasab, kedudukan, dan lain sebagainya pada masing-masing pihak, yaitu antara laki-
antara calon suami dan istri. Sayyid Sabiq laki dan perempuan. Sesuai dengan redaksi
mengatakan bahwa kafa’ah berarti sama, yang saling berkaitan dan berulang.
sepadan atau seimbang. Maksud kafa’ah dalam Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
pernikahan adalah laki-laki sebanding dan oleh Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw
sederajat dalam akhlak, tingkat sosial, serta bersabda, bahwa wanita itu dinikahi karena
kekayaan. empat hal, karena hartanya, karena nasabnya,
Adapun yang dimaksud dengan kafa’ah karena kecantikannya, dan karena agamanya.
dalam pernikahan menurut istilah hukum Maka pilihlah wanita yang beragama, kamu
Islam yaitu keseimbangan dan keserasian akan beruntung” (Az-zabidi, 2002: 907).
antara calon suami dan calon istri sehingga Hadits tersebut menunjukkan bahwa aspek
masing-masing calon tidak merasa berat untuk utama yang diperhatikan dalam pernikahan
melangsungkan pernikahan, atau calon suami adalah agamanya, hal itu di perkuat oleh
sebanding dengan calon istrinya, sama dalam Rasulullah Saw yang menikahkan Zainab
kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan bintu Jahsyin al-Quraisyiyyah seorang wanita
sederajat dalam akhlak serta kekayaan bangsawan, dengan Zaid bin Haritsah bekas
(Ghazaly, 2006: 96). budak beliau. Juga menikahkan Fatimah bintu
Kafa’ah merupakan hal yang sangat Qais al-Fihriyyah dengan Usamah bin Zaid.
esensial dalam pernikahan, keberadaannya Serta menikahkan Bilal bin Rabah dengan
dianjurkan oleh Islam dalam hal memilih calon saudara perempuan Abdurrahman bin ‘Auf
suami atau istri, meskipun tidak (Zuhaili, 2011: 203).
mempengaruhi keabsahannya. Artinya sah
atau tidaknya pernikahan tidak bergantung Biografi M. Quraish Shihab
pada kafa’ah ini. Pernikahan tetap sah menurut Muhammad Quraish Shihab, adalah
hukum walaupun tidak sepadan antara suami cendekiawan muslim terkemuka di Indonesia.
istri. Hanya saja, hak bagi wali dan perempuan Ia lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada
yang bersangkutan untuk mencari jodoh yang tanggal 16 Februari 1944 dari keluarga
sepadan, dalam arti keduanya boleh keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya,
membatalkan akad nikah dalam pernikahan itu Prof. Abdurrahman Shihab merupakan seorang
karena tidak setuju dan boleh menggugurkan ulama dan guru besar dalam bidang tafsir, juga
haknya (Mas’ud, 2007: 261-262). mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri
Adapun dasar hukum dapat (IAIN) Alauddin (kini Universitas Islam
diberlakukannya kafa’ah sebagaimana firman Negeri Alauddin) Makassar. Ditengah
Allah Swt dalam surat An-Nur ayat 26 yang kesibukannya, Abdurrahman Shihab selalu

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2018. ISSN: 2356-0150
130 Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab

menyempatkan diri serta meluangkan waktu Disana ia dipercaya untuk menjabat sebagai
pagi atau petang untuk membaca Al-Qur’an Wakil Rektor pada bidang Akademis dan
dan kitab Tafsir (Masduki, 2012: 9). Kemahasiswaan IAIN Alauddin. Di dalam
Sebagai putra dari seorang guru besar, kampus ia diserahi jabatan sebagai
Quraish Shihab mendapatkan motivasi dan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur),
dari ayahnya yang sering mengajak anak- sedangkan di luar kampus ia diberi tugas
anaknya untuk duduk bersama. Kemudian sebagai Pembantu Pemimpin Kepolisian
sang ayah menyampaikan berbagai nasihat Indonesia Timur dalam bidang pembinaan
yang kebanyakan berupa ayat-ayat Al-Qur’an. mental. Selama di Ujung Pandang, beliau juga
Quraish Shihab menjalani pergumulan serta sempat melakukan berbagai penelitian, antara
kecintaanterhadap Al Quran sejak umur 6-7 lain: penelitian dengan tema “Penerapan
tahun, seperti saat Ia harus mengikuti Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia
pengajian Al-Qur’an yang diadakan oleh Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi
ayahnya sendiri. Selain itu ayahnya juga Selatan” (1978) (Masduki, 2012: 11).
menguraikan secara sepintas kisah-kisah Pada tahun 1980, Quraish Shihab
dalam Al-Qur’an saat menyuruhnya membaca kembali lagi ke Kairo untuk melanjutkan
Al-Qur’an, dari sinilah benih-benih pendidikan di almamaternya yang lama,
kecintaannya terhadap Al-Qur’an mulai Universitas Al-Azhar. Disana ia mengambil
tumbuh. spesialisasi studi tafsir Al-Quran. Ia hanya
Setelah menyelesaikan pendidikan memerlukan waktu dua tahun untuk meraih
dasarnya di Ujung Pandang, Quraish shihab di gelar doktor dalam bidang ini. Dengan
kirim ke kota Malang untuk “nyantri” di disertasi yang berjudul “Nazm Ad-Durar li Al-
Pondok Pesantren Darul Hadis al-Fiqhiyah Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian dan
pada tahun 1956. Dua tahun setelahnya, karena Analisa terhadap Keotentikan Kitab Nazm ad-
kemahirannya dalam berbahasa Arab, ia Durar karya al-Biqa’i)”. Ia berhasil meraih
beserta adiknya Alwi Shihab dikirim ayahnya gelar doctor predikat penghargaan tingkat I
ke Cairo. Untuk melanjutkan pendidikannya di (mumtaz ma’a martabat al-syaraf al-‘ula)
Al-Azhar, pada tahun 1958 melalui beasiswa denganyudisium Summa Cum Laude
dari Provinsi Sulawesi dan diterima di kelas (Masduki, 2012: 12).
dua I’dadiyah Al-Azhar (setingkat Sepulangnya ke Tanah Air, Quraish
SMP/Tsanawiyah di Indonesia) sampai Shihab mengabdi sebagai pengajar di Fakultas
menyelasaikan Aliyahnya di tempat yang Ushuluddin IAIN Jakarta. Di sini, ia aktif
sama. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke mengajar dalam bidang Tafsir dan Ulumul
Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Quran pada Program S1, S2 dan S3. Di
Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967, ia samping melaksanakan tugas pokoknya
meraih gelar Lc. Dua tahun kemudian, tahun sebagai dosen, ia juga dipercaya menduduki
1969 Quraish Shihab berhasil meraih gelar jabatan sebagai Rektor IAIN (sekarang UIN)
MA pada jurusan yang sama dengan tesis Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan
berjudul “al-I’jaz at-Tasyri’i fil-Qur’an al- 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya
Karim” (kemukjizatan alQur’an al-Karim dari menduduki jabatan sebagai Menteri Agama RI
Segi Hukum) (el-Fasyri, 2013: 1). selama kurang lebih dua bulan di awal tahun
Setelah pendidikannya selesai, Quraish 1998, hingga kemudian ia diangkat sebagai
Shihab memutuskan untuk kembali ke Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
kampung halamannya di Ujung Pandang. Republik Indonesia untuk negara Republik

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2018. ISSN: 2356-0150
Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab 131

Arab Mesir merangkap negara Republik Quraish Shihab dan kitab-kitab karya Ulama
Djibouti yang berkedudukan di Kairo Fiqh Empat Mazhab yang terkait dengan
(Masduki, 2012: 12). variabel penelitian. Data-data tersebut
Selain mengajar, ia juga dipercaya dikumpulkan dengan teknik dokumentasi pada
menduduki sejumlah jabatan lain, di antaranya referensi yang membahas tentang konsep
yaitu: sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia kafa’ah. Kemudian data yang terkumpul
(MUI) Pusat tahun 1984, Anggota Lajnah dilakukan analisis data dengan menggunakan
Pentashih Al-Quran Departemen Agama tahun metode deskriptif komparatif yang
1989, dan Anggota Badan Pertimbangan dimaksudkan sebagai upaya peneliti untuk
Pendidikan Nasional tahun 1989. Quraish menggambarkan dan mengkomparasikan
Shihab juga banyak terlibat dalam beberapa konsep kafa’ah menurut M. Quraish Shihab
organisasi professional, antara lain: Pengurus dan menurut Ulama Fiqih Empat Madzhab.
Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari'ah, Pengurus HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pada prinsipnya, konsep kafa’ah dalam
Pendidikan dan Kebudayaan, serta Asisten pemikiran Ulama Fiqh Empat Mazhab
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim meniscayakan adanya perbedaan satu mazhab
Indonesia (ICMI) (Masduki, 2012: 12). dengan yang lainnya. Menurut Imam Syafi’i,
Di sela-sela segala kesibukannya pertimbangan kafa’ah dalam pernikahan ada
tersebut, ia juga terlibat dalam berbagai lima, yaitu agama, nasab, pekerjaan, merdeka,
kegiatan ilmiah yang ada di dalam maupun di dan bebas dari cacat (Alkaf, 2012: 322).
luar negeri. Yang tidak kalah pentingnya, Kafa’ah menurut mazhab Syafi’i merupakan
Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis- masalah penting yang harus diperhatikan
menulis, beliau tercatat sebagai anggota sebelum melaksanakan pernikahan.
Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur’an dan Keberadaan kafa’ah diyakini sebagai faktor
Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta. yang dapat menghindarkan munculnya aib
Setiap bulan ramadhan, beliau juga mengisi dalam keluarga.
program khusus pada sejumlah stasiun televisi Kafa’ah adalah upaya untuk mencari
swasta di Indonesia, salah satu acaranya yaitu persamaan antara calon suami dan calon istri
bertajuk tentang Tafsir Al Misbah. baik dalam kesempurnaan maupun dalam
Metode Penelitian keadaan cacat. Maksud dari adanya kesamaan
Penelitian ini dikategorikan dalam jenis bukan berarti kedua calon mempelai harus
penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk sepadan dalam segala hal, akan tetapi, jika
dapat menemukan temuan-temuan yang tidak salah satu dari mereka mengetahui cacatnya
melibatkan perhitungan statistik atau bentuk seseorang yang akan menjadi pasangannya
perhitungan lainnya. Adapun pendekatan yang sedangkan ia tidak menerimanya, maka ia
digunakan adalah pendekatan hukum normatif berhak menuntut pembatalan pernikahan.
(yuridis normatif) yang dimaksudkan sebagai Menurut Madzhab Hanafi dalam hal
langkah peneliti untuk menganalisa data penentuan kafa’ah menurut mereka ditentukan
dengan menggunakan pendekatan melalui dalil oleh pihak wanita. Dengan demikian pihak
atau kaidah yang menjadi pedoman perilaku laki-laki yang menjadi objek penentuan
manusia. kafa’ah. Berbeda halnya dengan kafa’ah Imam
Penelitian ini termasuk dalam studi Hambali memiliki kesamaan pendapat dengan
pustaka, sehingga penelitian ini dilakukan mazhab Syafi’i, namun ada tambahan satu
berdasarkan pada data tertulis yang merujuk perkara, yaitu tentang kekayaan. Seperti laki-
pada sumber data primer yakni karya tulis M.

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2018. ISSN: 2356-0150
132 Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab

laki miskin tidak sederajat dengan perempuan menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
kaya (Alkaf, 2012: 323). sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
Imam Malik berpendapat bahwa kafa’ah tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
hanya dalam agama yaitu perempuan yang antaramu rasa kasih dan sayang.
soleh tidak sederajat dengan laki-laki yang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
fasik (Mas’ud, 2007: 26). Di kalangan mazhab benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
Maliki, faktor kafa’ah juga dipandang sangat berfikir”. Ayat tersebut menguraikan
penting untuk diperhatikan. Prioritas utama pengembangbiakan manusia serta bukti kuasa
dalam kualifikasi mazhab ini adalah segi dan rahmat Allah, dalam hal tersebu terdapat
agama dan bebas dari cacat Adapun kekayaan, kata sakinah, mawaddah, rohmah, yang secara
nasab, pekerjaan, dan yang lainnya hanya di bahasa, masing-masing tiga kata dari bahasa
jadikan sebagai pertimbangan saja. Arab ini mempunyai arti yaitu damai atau
Jadi, tekanan dalam hal kafa’ah adalah tentram, cinta kasih atau harapan , dan kasih
keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, sayang. Maksudnya adalah bahagia sejahtera
terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan lahir batin serta dipenuhi rasa semangat
ibadah. Sebab kalau kafa’ah diartikan keagamaan dan keberagamaan dalam
persamaan dalam hal harta atau kehidupan keluarga. Sehingga setelah
kebangsawanan, maka akan berarti pernikahan seseorang dapat menyatu dengan
terbentuknya kasta. Sedangkan dalam Islam pasangannya, badan dan juga hatinya.
tidak dibenarkan adanya kasta karena manusia Sungguh Allah maha pengasih lagi maha
di sisi Allah Swt adalah sama. penyayang (Shihab, 2002: 185-189).
Sementara itu, M. Quraish Shihab
memiliki pandangan tersendiri tentang konsep
kafa’ah bahwa kafa’ah dalam pernikahan
adalah suatu hal yang sangat penting yang Komparasi Konsep Kafa’ah Menurut M.
harus dipertimbangkan yaitu dalam hal agama Quraish Shihab Dan Ulama Empat Mazhab
dan akhlaknya. Sehingga dibolehkan laki-laki M. Quraish Shihab mengemukakan
miskin tapi shaleh menikahi perempuan kaya bahwa keluarga adalah jiwa masyarakat dan
(Shihab, 2010: 58), sehingga untuk dapat tulang punggungnya. Bahagia sejahtera lahir
mencapai keluarga yang bahagia tersebut batin yang dinikmati oleh suatu bangsa atau
tidaklah mudah, karena akan ada banyak sebaliknya adalah cerminan dari keadaan
permasalahan yang timbul dalam sebuah berbagai macam keluarga yang hidup pada
keluarga. Oleh sebab itu, agar tujuan untuk masyarakat bangsa tersebut(Samin dan Andi
menciptakan kebahagiaan hidup dapat Nurmaya Aroeng, 2010: 57).
tercapai, sangat diperlukan kiranya dalam Menurut M. Quraish Shihab, terciptanya
setiap permasalahan yang terjadi di keluarga, keluarga sakinah merupakan dambaan bagi
agar seluruh anggota keluarga ikut serta setiap insan. Karena tidak dapat dipungkiri
memikirkan untuk kembali pada tujuan bahwa keluarga sakinah mempunyai peranan
dibentuknya keluarga. besar dalam meningkatkan upaya masyarakat
Adapun tujuan dari terbentuknya sebuah dalam mengamalkan nilai-nilai agama,
keluarga adalah terciptanya keluarga yang keimanan, ketakwaan serta akhlaqul karimah.
sakinah, mawaddah, serta rahmah. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa
Sebagaimana yang terkandung dalam firman keluarga merupakan cerminan dari suatu
Allah surat ar-Rum ayat 21, bahwa “di antara bangsa, sebab keluarga adalah unit terkecil
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia yang menjadi pendukung serta pembangkit

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2018. ISSN: 2356-0150
Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab 133

lahirnya masyarakat dan bangsa. Jadi, keluarga berikut: Menurut Ulama mazhab Syafi‘i, yang
memang mempunyai andil yang besar bagi menjadi kriteria dalam kafa’ah adalah agama,
bangun runtuhnya suatu masyarakat. Agar nasab atau kebangsaan, usaha atau profesi,
tujuan untuk menciptakan keluarga sakinah kemerdekaan diri, dan terbebas dari cacat.
tersebut dapat tercapai, perlu kiranya apabila Menurut Ulama mazhab Hanafi berpendapat
seluruh anggota keluarga dituntut untuk dapat bahwa yang menjadi dasar di syariatkannya
mengetahui delapan fungsi dalam keluarga, kafa’ah adalah nasab atau kebangsaan, kualitas
antara lain: 1) Fungsi keagamaan. 2) Fungsi keimanan, hirfah atau profesi, kemerdekaan
sosial budaya. 3) Fungsi cinta kasih. 4) Fungsi dirinya, agama, serta kekayaan. Dan menurut
melindungi. 5) Fungsi reproduksi. 6) Fungsi Ulama mazhab Hanbali, kriteria kafa’ah
sosial dan pendidikan. 7) Fungsi ekonomi. 8) adalah agama, nasab atau kebangsaan, usaha
Fungsi pembinaan lingkungan. atau profesi, kemerdekaan diri, terbebas dari
Membina rumah tangga dapat dikatakan cacat, dan kekayaan.Menurut Ulama mazhab
berhasil tergantung dari penyesuaian antara Maliki yang menjadi dasar disyariatkannya
kedua belah pihak, maka kedua belah pihak kafa’ah hanyalah agama, harta, dan bebas dari
harus memperhatikan tali temali pengikat cacat.
sebuah pernikahan, yakni sakinah, mawaddah, Para Ulama sepakat menempatkan
rahmah, dan amanah Allah. Itulah tali temali agama sebagai kriteria utama dalam kafa’ah,
ruhani pengikat pernikahan, sehingga apabila kesepakatan tersebut didasarkan pada firman
cinta pupus dan mawaddah putus, masih ada Allah dalam surat As-Sajdah ayat 18, yang
rahmat,dan kalau pun rahmat juga tidak menjelaskan bahwa “Apakah orang-orang
tersisa, maka masih ada amanah, amanah akan beriman itu sama dengan orang-orang yang
tetap terpelihara selama pasangan itu fasik? mereka tidak sama”. Bahkan menurut
beragama (Shihab, 1999: 276). Ulama mazhab Maliki, hanya inilah satu-
Berikut tabel mengenai kriteria kafa’ah satunya yang dapat dijadikan kriteria kafa’ah,
menurut M. Quraish Shihab: persamaan akhlak dan agama menurut
No Kriteria kafa’ah menurut M.
Kemudian kafa’ah dalam pemikiran Quraish Shihab
Ulama Fiqh Empat Mazhab terdapat
perbedaan pendapat di kalangan para ulama 1 Agama
terkait kedudukan kafa’ah dalam pernikahan.
Mayoritas ulama termasuk Malikiyah, 2 Budaya/ Adat
Syafi’iyah, Hanafiyah dan satu riwayat dari 3 Pendidikan
Imam Ahmad berpendapat bahwa kafa’ah
tidak termasuk dalam syarat pernikahan, dalam 4 Ekonomi
arti kafa’ah itu hanya semata keutamaan, dan
sah pernikahan antara orang yang tidak 5 Akhlak
sepadan. Sebagian ulama termasuk satu madzhab Maliki lebih dekat dan lebih tepat
riwayat dari Ahmad mengatakan bahwa dengan ajaran Islam (Gustiawati dan Novia
kafa’ah termasuk syarat sahnya pernikahan, Lestari, 2016: 42).
artinya tidak sah pernikahan antara laki-laki Pendapat mazhab Maliki ini dianggap
dan perempuan yang tidak sederajat sesuai dengan kondisi zaman sekarang, yaitu
atausekufu’ (Syarifuddin, 2006: 141). Dalam zaman demokrasi, zaman sama rata, sama rasa,
kriteria yang digunakan untuk menentukan dan memandang mulia semua mata
kafa’ah, ulama berbeda pendapat sebagai pencaharian juga pekerjaan yang halal.

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2018. ISSN: 2356-0150
134 Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab

Adapun pekerjaan, kekayaan, kebangsaan, dan menganggap bahwa kekayaan dimasukkan ke


kemerdekaan, semuanya itu tidak dalam kriteria kafa’ah, beliau berkata “Orang
diperhitungkan dalam pernikahan. Laki-laki miskin akan menyusahkan istrinya dalam
bangsa Ajam seperti bangsa Indonesia, memberikan uang belanja, karena orang bisa
sederajat dengan perempuan bangsa Arab disebut fakir dilihat dari sedikit atau
meskipun perempuan itu adalah banyaknya kekayaan yang dimiliki”. Seperti
Syarifah/Sayyidah keturunan Alawiyah. terhormatnya seseorang karena nenek
Begitu pula dengan laki-laki tukang sapu atau moyangnya yang terpandang dan terhormat.
tukang kebun, tetap sederajat dengan Ada pula di kalangan madzhab Maliki
perempuan anak saudagar, anak bangsawan, yang menganggap bahwa faktor kemiskinan
juga anak orang alim. dan laki-laki miskin termasuk salah satu perkara yang
sederajat dengan perempuan yang kaya atau menyebabkan dibatalkannya pernikahan yang
anak orang kaya, bahkan perempuan merdeka dilakukan oleh seorang ayah bagi anak
sederajat dengan laki-laki budak. Demikian gadisnya. Maksudnya, jika ternyata laki-laki
menurut Imam Maliki, menurutnya semua hal itu tidak mampu memberikan nafkah pada
tersebut dapat berubah sesuai takdir istrinya. Maka menurut madzhab Maliki harta
Tuhan(Syarifuddin, 2006: 142). termasuk dalam kriteria kafa’ah. Sedang Abu
Perincian yang kedua dari kriteria Hanafiah tidak berpendapat seperti ini,beliau
kafa’ah seperti yang ditetapkan dalam mazhab mengatakan yang dianggap sekufu’ yaitu laki-
yaitu dalam hal nasab, bahwa orang Arab laki yang sanggup membayar maskawin dan
adalah kafa’ah dengan orang Arab, suku nafkah, sehingga apabila tidak sanggup
Quraisy adalah kafa’ah dengan Quraisy membayar maskawin dan nafkah maka
lainnya, namun Orang Arab biasa tidak dianggap tidak sekufu’(Rusyd, 2007: 427-
kafa’ah dengan orang-orang dari suku Quraisy 428).
(Sabiq, 2010: 400). Kelima yaitu kemerdekaan diri, ketiga
Ketiga yaitu pekerjaan, apabila seorang imam mazhab (Syafi’i, Hanafi, Hanbali)
perempuan berasal dari kalangan orang-orang sepakat kemerdekaan diri sebagai salah satu
yang mempunyai pekerjaan tetap dan kriteria kafa’ah, sebab perempuan merdeka
terhormat tidak dianggap sekufu’ dengan hanya sederajat dengan laki-laki merdeka dan
seorang yang tidak memiliki pekerjaan tetap tidak sederajat dengan laki-laki budak
dan rendah penghasilannya. Salah satunya meskipun laki-laki tersebut sudah
keterampilan rendah seperti penenun, tukang dimerdekakan tuannya.
bekam, penjaga, tukang sapu, tukang sampah Keenam yaitu bebas dari cacat, dalam
tidak setara dengan orang yang mempunyai hal ini keempat imam mazhab sepakat
keterampilan tinggi seperti pedagang dan memasukkannya ke dalam kriteria kafa’ah.
kontraktor. Karena hal tersebut adalah Mazhab Maliki mengemukakan bahwa
kekurangan yang dinilai dari sudut pandang perempuan yang selamat dari cacat tidak
adat, sebab adakalanya pekerjaan terhormat sederajat dengan laki-laki yang bercacat,
pada suatu tempat, kemungkinan suatu ketika seperti gila, sakit lepra, TBC, dll. Sebab
dipandang tidak terhormat di suatu tempat dan dengan keadaannya tersebut ia dapat
dimasa yang lain(Qudamah, 2012: 297). menyusahkan istrinya. Ibnul Qayyim
Keempat yaitu kekayaan, dalam hal ini rahimahullah berkata, “Adapun yang
di kalangan imam madzhab terdapat perbedaan dikehendaki suatu hukum ialah memasukkan
pendapat menetapkan kekayaan sebagai unsur agama kedalam kriteria kafa’ah, yaitu
kriteria kafa’ah. Imam Ahmad bin Hanbal dijadikan sebagai hal dasar dan upaya

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2018. ISSN: 2356-0150
Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab 135

mencapai kesempurnaan. Karena itu perempuan sepakat untuk dinikahkan dengan


hendaknya wanita shalehah tidak dinikahkan seorang laki-laki yang tidak kafa’ah, maka
dengan lelaki fasik. Alquran dan sunnah tidak akad nikahnya tetap sah, demikian menurut
mencermati hal selain agama dalam masalah pendapat Madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i,
kafa’ah”(Al-Mishri, 2010: 270). sedangkan Mazhab Hanbali berpendapat tidak
Diantara kemungkaran yang biasa terjadi sah.
di tengah masyarakat yaitu banyak dari mereka Apabila seorang wali menikahkan
yang lebih memilih dan mengutamakan orang- perempuan yang berada di bawah
orang fasik dari pada mukmin yang bertakwa, perwaliannya, dengan seizin perempuan
yaitu hanya karena harta yang berlimpah dan tersebut dengan seorang laki-laki yang tidak
kedudukan tinggi dari orang tersebut. Padahal sepadan, maka tidak sah akadnya, demikian
bisa jadi pekerjaan orang fasik tersebut adalah menurut pendapat Mazhab Syafi’i. Mazhab
pekerjaan yang haram,otomatis hartanya pun Maliki berpendapat, para wali setuju maupun
menjadi haram, serta jauh dari ketaatan kepada tidak itu sama saja, akadnya tetap sah, apabila
Allah. Dalam hal ini para wali akan dimintai perempuan tersebut menginginkan agar
pertanggungjawaban dihadapan Allah atas dinikahkan dengan laki-laki muslim maka
tindakan mereka yang telah menelantarkan tidak seorangpun yang berhak mencegahnya
putri-putri mereka. Karena itu, hendaknya sekalipun dari kalangan para wali perempuan
seorang wanita memilih lelaki yang berakhlak itu sendiri. Sedangkan Mazhab Hanafi
dan beragama (Al-Mishri, 2010: 264). berpendapat bahwa pernikahan tersebut tetap
Kafa’ah dalam pernikahan mengandung sah. Menurut Mazhab Hanafi dan Maliki,
arti bahwa perempuan harus sama atau setara apabila seseorang memerdekakan budak, dan
dengan laki-laki. Sifat kafa’ah mengandung budak itu hendak menikah, maka bekas
arti bahwa sifat yang terdapat pada perempuan tuannya itu dibolehkan menjadi wali dalam
harus diperhitungkan ada pada laki-laki yang pernikahannya (Alkaf, 2012: 322).
menikahinya. Penulis akan meneliti perbedaan Kafa’ah dalam pernikahan menurut
pendapat mengenai kriteria kafa’ah tersebut, Mazhab Syafi’i ada lima, yaitu agama, nasab,
Diantara tokoh yang memiliki perbedaaan pekerjaan, merdeka, dan bebas dari cacat,
pandangan tentang kriteria kafa’ah ini adalah sebagian sahabat Syafi’i mensyaratkan
M. Quraish Shihab dan Imam Mazhab Fiqh. kekayaan. Pendapat Hanafi juga seperti
Kafa’ah dianjurkan oleh Islam dalam pendapat Syafi’i, hanya saja Abu Hanifah
memilih calon suami istri, tetapi tidak tidak mensyaratkan bebas dari cacat masuk
menentukan sah atau tidaknya pernikahan. dalam kriteria kafa’ah. Mazhab Hanbali
Meskipun telah dijelaskan secara gamblang diperoleh dua riwayat. Pertama, seperti
bahwa kafa’ah tidak berpengaruh sah atau pendapat Syafi’i. Kedua, Hanbali hanya
tidaknya suatu pernikahan, namun sekarang ini mensyaratkan agama dan pekerjaan saja yang
kafa’ah sudah seperti menjadi keharusan dan terdapat dalam kafa’ah.
pertimbanganutama dalam pernikahan, dan Tidak seperti Imam Mazhab lainnya
bahkan menjadi tradisi asli orang Arab, bukan yang memiliki banyak pertimbangan dalam
dalam hal ketaatan agama saja tetapi kriteria menentukan kriteria kafa’ah, Imam Malik
kafa’ah secara keseluruhan. justru hanya mensyariatkan agama yang dapat
Di kalangan Imam Mazhab sendiri dimasukkan dalam kafa’ah. Menurutnya,
terdapat banyak perbedaan mengenai kriteria kafa’ah hanya dipandang dari sifat istiqamah
kafa’ah dalam hal pemilihan pasangan suami dan budi pekertinya saja serta tidak adanya
istri. Apabila seorang wali dan calon pengantin cacat. Kafa’ah bukan karena nasab atau

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2018. ISSN: 2356-0150
136 Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab

keturunan, bukan pekerjaan dan kekayaan. ataupun saling meremehkan satu sama lain
Jadi, pengusaha kecil boleh kawin dengan antara suami dan istri sehingga tujuan
pengusaha besar, orang yang memiliki pernikahan akan lebih mudah dicapai. Namun,
pekerjaan terhormat boleh kawin dengan orang beliau tidak begitu mementingkan adanya
yang memiliki pekerjaan rendah asalkan islam. masalah kesetaraan dalam harta, keturunan,
Di atas telah disebutkan beberapa serta kecantikan atau ketampanan, beliau
kriteria yang ditetapkan oleh Ulama Fiqh. hanya lebih memprioritaskan dan menekankan
Kriteria tersebut merupakan syarat yang ideal dari segi kesamaan agamanya saja.
sebagai jaminan hidup bahagia sejahtera dalam Islam berusaha mengalihkan konsep
mengarungi kehidupan berumah tangga. kafa’ah yang bersifat sosial dan menggantinya
Namun hal tersebut jarang sekali didapati dengan konsep kafa’ah yang bersifat moral
secara menyeluruh, karena keadaan manusia keagamaan, yaitu bentuk kesalehan dalam
yang tidak selalu sempurna. Maka yang harus keagamaan dan ketakwaan. Sikap egalitarian
diutamakan dalam hal pemilihan pasangan Islam ini kemudian tumbuh di kalangan
suami istri adalah pada faktor agama. Sebab masyarakat Madinah dan bahkan dijadikan
agamalah yang dapat menentukan berhasil sebuah sunnah, karena manusia di sisi Allah
tidaknya suatu keluarga dalam menggapai Swt adalah sama, dan hanya ketakwaannya
sakinah. yang membedakannya. Setiap muslim
M. Quraish Shihab mengemukakan meyakini tentang kedudukan akhlak dalam
pendapatnya tentang kafa’ah dalam bukunya kehidupan individu, berkeluarga,
Tafsir al-misbah (2010: 58) bahwa Kafa’ah bermasyarakat, dan bernegara. Sehingga
dalam pernikahan adalah satu hal yang sangat terdapat bagian dari akhlak dan adab yang
penting, dan itu merupakan faktor kebahagiaan harus ada pada seorang laki-laki dan
hidup suami istri dan lebih menjamin perempuan yang hendak menikah.
keselamatan perempuan dari kegagalan dan Pernikahan antara laki-laki dan
kegoncangan rumah tangga. Dalam bukunya perempuan memiliki konsekuensi sosial yang
Pengantin Al-Qur’an (2007: 4), M. Quraish sangat besar. Oleh karena itu, sepasang calon
Shihab juga mengemukakan bahwa pasangan suami-istri harus meletakkan pondasi yang
merupakan benteng sekaligus pendukungnya, kukuh dan kuat agar pernikahannya berhasil
bahkan ia menjadi representasi “dirinya” yang dan dapat terus melaju, dan tidak ada pondasi
berada “di luar”, dalam menghadapi aneka yang lebih kuat dibanding keimanan (Asy-
situasi. Karena itu dalam kehidupan suami istri Sya'rawi, 2003: 176).
tidak ada istilah problema pribadi, atau Buku Pengantin al-Qur’an: Kalung
“problemaku”, yang ada hanyalah “problema Permata Buat Anak-anakku, yang menjadi
kita berdua”. Dengan demikian, kebersamaan rujukan utama penyusunan skripsi ini
dalam ikatan pernikahan, merupakan puncak merupakan gabungan dari tiga buku yang M.
penyatuan jiwa, akal, harapan, dan cita-cita, Quraish Shihab susun sebagai nasihat untuk
sebelum penyatuan badan. ketiga putrinya ketika akan memasuki pintu
M. Quraish Shihab memandang bahwa pernikahan. Buku pertama yang
kafa’ah dalam pernikahan memang sangat dipersembahkan untuk Najeela’ dengan judul
diperlukan karena ia merupakan jembatan Untaian Permata buat Anakku, kedua yaitu
untuk mencapai tujuan dari pernikahan yaitu buku Pengantin al-Qur’an yang
menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, dipersembahkan untuk Najwa, dan yang ketiga
rahmah. Karena dengan adanya kafa’ah dapat yaitu Kalung Mutiara Buat Anakku yang
menghindari sifat yang saling merendahkan disusun dalam rangka pernikahan Nasywa.

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2018. ISSN: 2356-0150
Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab 137

Ketiga buku tersebut dihadiahkan untuk para macam surga, masing-masing dengan delapan
tamu undangan yang hadir dalam resepsi kali pertanyaan yang sama. Sebagian ulama
pernikahan mereka masing-masing. Karena melukiskan kesan mereka dengan “Siapa yang
banyaknya permintaan mengenai buku-buku mensyukuri nikmat Allah yang dianugerahkan-
tersebut kemudian diputuskan untuk Nya di dunia ini, maka dia akan selamat dari
menggabung ketiga naskah nasehat itu dalam ketujuh pintu neraka, yang dilambangkan
satu buku sehingga dapat dimiliki oleh dengan tujuh ‘pertanyaan menggugah’ diatas,
siapapun yang berminat. dan dia akan dipersilahkan masuk melalui
Istilah Pengantin Al-Qur’an diambil salah satu dari pintu-pintu surga yang
dalam al-Qur’an, ada satu surah yang dinamai jumlahnya delapan untuk setiap macam
‫ عروس القران‬yang artinya adalah Pengantin al- surga”.
Qur’an, yakni surah kelima puluh lima. Buku ini memuat delapan rangkaian
Populer dengan nama Ar-Rahman (Allah nasihat, yang masing-masing kandungannya
penganugerah limpahan rahmat). Sungguh dapat merupakan puluhan nasihat, tetapi
indah dan anggun surah itu, bukan saja dari “Delapan pintu-pintu surga” yang disebut di
susunan kalimatnya yang mempesona, tetapi atas memiliki peranan sehingga aneka nasihat
juga dari pesan-pesan bahkan kesan-kesan tersebut pada akhirnya digabung ke dalam
yang ditimbulkannya. Agaknya tidak ada surah delapan nasihat itu.
dalam al-Qur’an yang seindah itu, surah ini Simpulan
mengandung aneka hiasan dan pakaian indah, Berdasarkan paparan sebagaimana tersebut
mutiara, permata, dan manikam, dialah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pengantin sesungguhnya, dengan segala mayoritas Ulama Fiqh yakni, Ulama Mazhab
kenikmatan, keindahan, kebahagiaan, dan Maliki, Syafi‘i, Hanafi dan satu riwayat dari
kesempurnaan. Imam Ahmad berpendapat bahwa kafa’ah
Pesan dalam “Pengantin Al-Qur’an” tidak termasuk dalam syarat pernikahan, dalam
adalah perintah untuk bersyukur, tidak arti kafa’ah itu hanya semata keutamaan, dan
mengingkari atau melupakan nikmat-nikmat tetap sah pernikahan antara orang yang tidak
Allah yang telah dianugerahkan-Nya. Di sepadan. Sebagian ulama termasuk satu
sanalah dikemukakan aneka nikmat ilahi, yang riwayat dari Ahmad mengatakan bahwa
dapat diraih makhluk-Nya, di dunia dan di kafa’ah merupakan termasuk dalam syarat
akhirat kelak. Tiga puluh satu kali surah itu sahnya pernikahan, artinya tidak sah
menggugah pikiran dan hati manusia serta jin pernikahan antara laki-laki dan perempuan
dengan pertanyaan “Maka nikmat Tuhanmu yang tidak sederajat. Menurut Ulama Syafi‘i,
yang manakah yang kau dusatakan?”. yang menjadi kriteria dalam kafa’ah adalah
“Syukur” berarti menggunakan segala daya kualitas keberagamaan, nasab atau
utuk memfungsikan semua nikmat Allah yang kebangsaan, usaha atau profesi, kemerdekaan
dilimpahkan-Nya sesuai dengan tujuan diri, dan terbebas dari cacat.
penganugerahannya. Menurut Ulama Mazhab Hanafi, yang
Nikmat-nikmat duniawi yang beraneka menjadi dasar disyariatkannya kafa’ah adalah
ragam manfaatnya, yang diuraikan pada awal nasab atau kebangsaan, kualitas keimanan,
surah itu, diselingi delapan kali pertanyaan hirfah atau profesi, kemerdekaan dirinya,
yang menggugah di atas, disusul dengan diyanah atau kualitas keberagamannya, serta
peringatan-peringatan-Nya, yang diselingi kekayaan. Menurut Ulama Mazhab Hanbali,
dengan tujuh pertanyaan serupa. Kemudian kriteria kafa’ah adalah kualitas keberagamaan,
diuraikannya keindahan dan kenyamanan dua nasab atau kebangsaan, usaha atau profesi,

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2018. ISSN: 2356-0150
138 Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab

kemerdekaan diri, terbebas dari cacat, dan Ahmad, Syaikh Nada Abu. 2011. Tipe Suami
kekayaan. Menurut Ulama Mazhab Maliki Istri Penentram Hati Cet. I, Solo:
yang menjadi dasar disyariatkannya kafa’ah Kiswah Media.
hanyalah diyanah atau kualitas keberagamaan Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2013.
dan bebas dari cacat fisik. Para Ulama sepakat Shahih Sunan Ibnu Majah Cet. 2,
menempatkan agama sebagai kriteria utama Jakarta: Pustaka Azzam.
dalam kafa’ah. Al-Fauzan, Saleh. 2006. Fiqih Sehari-hari,
M. Quraish Shihab memandang bahwa Jakarta: Gema Insani.
kafa’ah dalam pernikahan sangat diperlukan Al-Hamdani, H.S.A. 2002. Risalah Nikah I
karena ia merupakan jembatan untuk mencapai (pen: Agus Salim), Jakarta: Pustaka
keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Amani.
Karena kafa’ah dapat menghindari sifat yang Al-Mishri, Syaikh Mahmud. 2010. Bekal
saling merendahkan ataupun saling Pernikahan, Jakarta: Qisthi Press.
meremehkan satu sama lain antara suami istri Al-Mishri, Syaikh Mahmud. 2010. Pernikahan
sehingga tujuan pernikahan akan lebih mudah Idaman, Jakarta: Qisthi Press.
dicapai. Namun, beliau tidak begitu Alkaf, Abdullah Zaki. 2012. Fiqh Empat
mementingkan adanya masalah kesetaraan Madzhab, Bandung: Hasyimi.
dalam harta, keturunan, serta kecantikan atau Arifin, Gus. 2010. Menikah Untuk Bahagia
ketampanan, beliau hanya lebih Fiqh Nikah Dan Kamasutra
memprioritaskan dan menekankan dari segi Islami,Cet. II, Jakarta: PT. Elex Media
kesamaan agamanya saja. Komputindo.
Dikalangan Imam Mazhab sendiri Assulthoni, Fahmi. 2018. Analisis Maslahah
terdapat banyak perbedaan mengenai kriteria Terhadap Konsep Kafa’ah dalam
kafa’ah dalam hal pemilihan pasangan suami Tradisi Pernikahan di Kalangan
istri. Apabila seorang wali dan calon pengantin Pesantren Pamekasan, Journal of
perempuan sepakat untuk dinikahkan dengan Islamic Law, Volume 8, No. 1, Juni,
seorang laki-laki yang tidak sekufu’, maka 46.
akad nikahnya tetap sah, demikian menurut Asy-Sya’rawi, Syaikh Mutawalli. 2003. Fikih
pendapat Mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, Perempuan, Jakarta: Amzah.
sedangkan Mazhab Hanbali berpendapat tidak Az-Zabidi, Imam. 2002. Ringkasan Hadits
sah. Berbeda dengan M. Quraish Shihab yang Shahih Al-Bukhari, Jakarta: Pustaka
memandang kafa’ah dalam pernikahan sangat Amani.
diperlukan karena ia merupakan jembatan Azwar, Saifuddin. 2009. MetodePenelitian,
untuk mencapai tujuan dari pernikahan yaitu Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, El-Fasyri, Hari. 2013. “Quraish Shihab:
rahmah. Namun, beliau tidak begitu Biografi, Metode dan Corak Pemikiran
mementingkan adanya masalah kesetaraan Tafsirnya” dalam
dalam harta, keturunan, serta kecantikan atau http:/theprotectorofislam.blogspot.co.id
ketampanan, beliau hanya lebih /, di akses 20 Agustus 2019.
memprioritaskan dan menekankan dari segi Fuad, Muhammad. 2007. Fiqih Wanita,
kesamaan agamanya saja. Jombang: Lintas Media.
Ghazaly, Abd. Rahman. 2003. Fiqh
DAFTAR PUSTAKA Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2018. ISSN: 2356-0150
Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab 139

Ghazaly, Abd. Rahman. 2006. Fiqh Jurnal Al-Ahwal, Volume 5, No. 1,


Munakahat Cet. II, Jakarta: Kencana April, 106.
Prenada Media Group. Rusyd, Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid
Ghazaly, Abd. Rahman. 2006. Fiqh Analisa Fiqih Para Mujtahid Cet. III,
Munakahat Seri Buku Daras,Cet. III, Jakarta: Pustaka Amani.
Jakarta: pustaka kencana. Sabiq, Sayyid. 2010. Fiqih Sunnah 3, Jakarta:
Gustiawati, Syarifah dan Novia Lestari. 2016. Pena Pundi Aksara.
Aktualisasi Konsep Kafa'ah Dalam Samin, Sabri dan Andi Nurmaya Aroeng.
Membangun Keharmonisan Rumah 2010. Buku Daras Fikih II, Makassar:
Tangga, Jurnal Ilmu Syariah, Volume CV. Berkah Utami.
4, No. 1, Juni, 34. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah;
Hanafi, Muchlis M., t.th. “Karya-karya M. Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Quraish Shihab” dalam Qur’an Vol. I, Jakarta: Lentera Hati.
http://quraishshihab.com/work/, Shihab, M. Quraish. 2010. Pengantin Al-
diakses tanggal 20 Agustus 2019. Qur’an Kalung Permata Buat Anak-
Iffatin, Nur. 2012. Pembahruan Konsep anakku Cet. VII, Jakarta: Lentera Hati.
Kesepadanan Kualitas (Kafa’ah) Shihab, M. Quraish. 2007. Pengantin Al-
dalam Al-Qur’an dan Hadits, Jurnal Qur’an Kalung Permata Buat Anak-
Studi Agama dan Pemikiran Islam. anakku Cet. I, Jakarta: Lentera Hati.
Junaedi, Dedi. 2001. Bimbingan Pernikahan Shihab, M. Quraish. 1999. Wawasan Al-
Membina Keluarga Sakinah Menurut Qur’an, Bandung: Mizan.
Al Qur’an dan As Sunnah, Jakarta: Soekanto, Soerjono. 1987. Pengantar
Akademia Pressindo. Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.
Kementrian Agama RI. 2013. Alquran dan Strauss, Corbin. 2009. Dasar-dasar Penelitian
Terjemahannya, Bekasi: Cipta Bagus Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Segara. Summa, Muhammad Amin. 2004. Hukum
Latif, Nasaruddin. 2001. Ilmu Pernikahan: Keluarga Islam di Dunia Islam,
Problematika Seputar Keluarga dan Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rumah Tangga,Cet. II, Bandung: Suprayogo, Imam dan Tabaroni. 2011. Metode
Pustaka Hidayah. Penelitan Sosial Agama, Bandung:
Machrus, Adib. 2017. Fondasi Keluarga Rosda Karya.
Sakinah Bacaan Mandiri Calon Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Pernikahan
Pengantin, Jakarta: Ditjen Bimas Islam Islam di Indonesia : Antara Fiqih
Kemenag RI. Munakahat dan UU Pernikahan,
Mas’ud, Ibnu. 2007. Fiqih Mazhab Syafi’I, Jakarta: Kencana Prenada Media
Bandung: Pustaka Setia. Group.
Masduki, Mahfudz. 2012. Tafsir Al-Misbah M. Syarifuddin, Amir. 2007. Hukum Pernikahan
Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana
Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Prenada Media Group.
Pelajar. Taufik, Otong Husni. 2017. Kafaah dalam
Qudamah, Ibnu. 2012. Al Mughni, Jakarta: Pernikahan Menurut Hukum Islam,
Pustaka Azzam. Jurnal Dosen Fakultas Ilmu Sosial
Royani, Ahmad. 2013. Kafaah Dalam dan Ilmu Politik Universitas Galuh,
Pernikahan Islam (Tela'ah Volume 5, No. 2, September, 170.
Kesederajatan Agama dan Sosial),

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli - Desember 2018. ISSN: 2356-0150
140 Zahrotun Nafisah, Komparasi Konsep Kafa’ah Perspektif M. Quraish Shihab

Tandjung, Armaidi. 2007. Free Sex No! Nikah Yasir, Muhammad. 2003. Ya Allah
Yes! Cet. I, Jakarta: Amzah. Bahagiakan Keluarga Kami, Jakarta:
Thalib, Muhammad. 2007. Manajemen Pustaka Al-Kautsar.
keluarga sakinah, Yogyakarta: Pro-U Zenrif. 2006. di Bawah Cahaya Al-qur’an
media. Cetak Biru Ekonomi Keluarga
Yahya, Ahmad, “Daftar Karya Syekh Quraish Sakinah Cet. 1, Malang: UIN Malang
Shihab, Punya Salah Satunya?” dalam Press.
https://tafsiralmisbah.wordpress.com/ Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqh Islam 9, Jakarta:
biografi-m-quraish-shihab, diakses 20 Gema Insani.
Agustus 2019.

ISTI’DAL; Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2018. ISSN: 2356-0150

Anda mungkin juga menyukai