Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA


(AKBK 3522)

“SISTEM INTEGUMEN”
Disusun Oleh:
Kelompok: I
Annisa Fujianti 2010119220013
Fatimatul Zahro 2010119120006
Salna Selvia 2010119220032
Syafarina Royani 2010119320009

Dosen Pengampu:
Drs. H. Kaspul, M. Si.
Dra. Hj. Aulia Ajizah, M. Kes.
Riya Irianti, S. Pd., M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
AGUSTUS 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan
makalah “Anatomi Fisiologi Manusia” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam pembuatan makalah ini, penyusun mendapatkan dorongan dan dukungan
dari berbagai pihak. Maka dari itu, tidak lupa pula penyusun mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. H. Kaspul, M. Si., Ibu Dra. Hj. Aulia Ajizah, M. Kes., dan Ibu
Riya Irianti, S. Pd., M. Pd. selaku dosen mata kuliah Anatomi Fisiologi
Manusia yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
2. Teman-teman, khususnya kelompok I yang telah memberikan saran, kritik,
dan motivasi yang membangun dalam penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu hingga selesainya makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempuna dan
masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik dan
saran, agar kesalahan maupun kekurangan dalam makalah dapat diperbaiki

Banjarmasin, 29 Agustus 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
A. Kasus........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2
A. Pengertian Sistem Integumen..............................................................2
B. Kasus Cacar Air....................................................................................2
C. Proses Cacar Air Menyerang Kulit.....................................................3
D. Bagian-Bagian Jaringan Kulit.............................................................5
E. Fisiologi Indra Kulit.............................................................................7
F. Komplikasi.............................................................................................10
G. Pengobatan dan Pencegahan...............................................................10
BAB III PENUTUP......................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................12
B. Saran.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Studi Kasus

CACAR AIR PADA REMAJA MUDA USIA 14 TAHUN DI PONDOK


PESANTREN

Seorang laki-laki usia 14 tahun diantar ibunya datang ke dokter dengan keluhan
bintik bintik kemerahan di wajah dan seluruh badan sejak 3 hari yang lalu. Bintik-
bintik kemerahan di bagian wajah dan badan beberapa sudah berubah menjadi
lepuh berisi cairan bening. Pasien juga mengeluhkan rasa gatal diseluruh tubuh,
disertai demam dan pusing. Keluhan lain terdapat benjolan di belakang kedua
telinga, yang terasa nyeri saat di tekan. Pasien merupakan salah satu siswa sekolah
menengah pertama di sekolah swasta dan sekaligus tinggal di pondok pesantren
sekolah tersebut. Beberapa teman sekolah pasien juga menderita sakit serupa dan
telah di jemput orang tuanya untuk di periksakan dan dirawat dirumah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sistem integumen?
2. Kasus cacar air yang menyerang integument?
3. Bagaimana proses cacar air menyerang kulit?
4. Apa saja bagian-bagian jaringan kulit?
5. Bagaimana pengobatan pada penyakit cacar air?
6. Bagaimana pencegahan pada penyakit cacar air?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem integument
2. Untuk mengetahui kasus cacar air yang menyerang integument
3. Untuk mengetahui bagaimana proses cacar air
4. Untuk mengetahui bagian-bagian jaringan kulit
5. Untuk mengetahui cara pengobatan pada penyakit cacar air
6. Untuk mengetahui cara pencegahan pada penyakit cacar air

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Integumen


Sistem integumen merupakan sistem yang membentuk lapisan terluar
pada tubuh. Integumen terdiri dari kulit beserta derivat-derivatnya yang
terspesialisasi seperti rambut, kuku, dan beberapa jenis kelenjar.Kulit adalah
lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan melindungi
permukaan tubuh.Kulit merupakan alat pertahanan eksternal yang dirancang
untukmencegah penetrasi mikroba apabila jaringan tubuh terpajan ke
lingkungan eksternal. Tubuh mengadakan kontak langsung dengan
lingkungannya melalui integumennya yakni kulit. Oleh karena itu kulit
memiliki peran untuk melindungitubuh dari kerusakan mekanis atau fisik yang
diakibatkan lingkungan sekitar.
Salah satu kasus yang terjadi dari sekian banyak gangguan sistem
integumen adalah cacar air. June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai
penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat
menular bersifat akut yang umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh
demam yang mendadak. malese, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk
beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan
dapat meninggalkan keropeng. Sedangkan menurut Adhi Djuanda, varisela
yang mempunyai sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer
oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral
tubuh (Djuanda, 1993).

B. Kasus Cacar Air


Varicella zoster virus (VZV), termasuk human herpesvirus tipe 3, dengan
sifat penularan tinggi. Manusia adalah satu satunya host yang dikenal (Gershon
et. al., 2015). Insiden dan memberat seiring peningkatan usia (Weinberg et al.,

2
2017). Penyebaran virus melalui droplet saluran pernafasan, virus dari vesikel
yang terbang di udara, atau kontak langsung dengan lesi kulit (Blair, 2019).
Fase menular dimulai 1 hingga 2 hari sebelum munculnya ruam dan berlanjut
sampai semua lesi berubah menjadi krusta, sekitar 7 hari (dari hari ke 3-7
sesudah lesi kulit muncul) (Sondakh et al., 2015; Blair, 2019).
Pada kasus ini penularan didapatkan saat penderita masih di boarding
school, beberapa temannya mengalami penyakit serupa. Pemahaman
masyarakat umum, mereka sudah mengetahui bahwa penyakit ini bersifat
menular, namun belum faham cara penularan penyakit varisela dari satu orang
ke orang lain. Bahkan dalam boarding school tempat penderita tertular varisela,
penderita masih sempat di rawat (jw : keroki) oleh teman sekolahnya. Padahal
tindakan ini memudahkan terjadinya penyebaran penyakit varisela dan bisa
terjadi pandemik.

C. Proses Cacar Air Menyerang Kulit


Penyakit cacar air ini memiliki masa inkubasi yang berlangsung dari 10
hingga 21 hari, dengan rata-rata 14 hingga 16 hari (Blair, 2019). Pada hari ke
0-5, virus bereplikasi di traktus respiratorius atas ke tonsil dan jaringan limfoid
regional lainnya (viremia primer), dimana VZV menginfeksi sel T (Freer and
Pistello, 2018). Setelah penularan ke host yang rentan, VZV berkembang biak
di tonsil, menginfeksi sel T yang memasuki sirkulasi dan menyebarkan virus ke
kulit dan mungkin organ lain (Gershon et. al., 2015).
Pada kasus ini muncul di kelenjar limfe retro aurikular. Fase
selanjutnya viremia sekunder virus menyebar ke reticuloendothelial system
(liver, spleen) dan organ lain (Papaloukas et al., 2014; Freer and Pistello,
2018). Bersamaan dengan ini muncullah fase prodromal dengan klinis gejala
demam dan malaise diikuti erupsi dan muncul rash/ruam yang khas
(Papaloukas et al., 2014). Melalui sirkulasi darah, sel T yang terinfeksi virus
varisela akhirnya mengangkut virus ke sel epidermis kulit dan selaput lendir.

3
Di lokasi ini, VZV bereplikasi menyebabkan lesi vesikuler yang khas
dan dilepaskan ke dalam droplet dari saluran pernapasan (Freer and Pistello,
2018). Penyakit varisela secara klinis nampak sebagai ruam difus, gatal,
berbentuk vesikular, makulopapul, disertai demam dan malaise muncul tepat
sebelum atau pada hari ruam muncul (Blair, 2019; Papaloukas et al., 2014).
Lesi ini sangat cepat berubah mulai dari vesikel dengan dasar eritem kemudian
berubah menjadi pustul dan pustul berkrusta (Papaloukas et al., 2014). Lesi
dimulai sebagai makula, berkembang menjadi papula, kemudian vesikel.
Awalnya, lesi berukuran 2- 4 mm, berdinding tipis, vesikel tidak teratur dengan
cairan bening di atas dasar eritematosa, secara klasik digambarkan sebagai
“tetesan embun pada kelopak mawar.” Ruam biasanya dimulai pada kepala,
badan, dan kemudian ekstremitas tetapi dapat muncul di mana saja, termasuk
selaput lendir (Papaloukas et al., 2014).

4
D. Bagian – Bagian Jaringan Kulit

a. Kulit
Lapisan:
1. Epidermis adalah bagian terluar kulit. Bagian ini tersusun dari
jaringan epitel skuamosa bertingkat yang mengalami keratinitas;
jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah; dan sel-selnya sangat
rapat. Bagian epidermis yang paling tebal dapat ditemukan pada
telapak tangan dan telapak kaki yang mengalami stratifikasi menjadi
lima lapisan berikut :
1) Stratum basalis (germinativum) adalah lapisan tunggal sel-sel
yang melekat pada jaringan ikat dari lapisan kulit di bawahnya,
dermis. Pembelahan sel yang cepat berlangsung pada lapisan ini,
dan sel baru didorong masuk kelapisan berikutnya.
2) Stratum spinosum adalah lapisan sel spina atau tanduk, disebut
demikian karena sel-sel tersebut disatukan oleh tonjolan yang
menyerupai spina. Spina adalah bagian penghubung intraselular
yang disebut desmosom.
3) Stratum granosum terdiri dari tiga atau lima lapisan atau barisan
sel dengan granula-granula keratohialin yang merupakan
prekursor pembentukan keratin. Keratin adalah protein keras dan
resilien, anti air serta melindungi permukaan kulit yang terbuka.
Keratin pada lapisan epidermis merupakan keratin lunak yamg
berkadar sulfur rendah, berlawanan dengan keratin yang ada pada

5
kuku dan rambut. Saat keratohialin dan keratin berakumulasi,
maka nukleus sel berdisintegrasi, menyebabkan kematian sel.
4) Stratum lusidum adalah lapisan jernih dan tembuh cahaya dari
sel-sel gepeng tidak bernukleus yang mati atau hampir mati
dengan ketebalan empat sampai tujuh lapisan sel.
5) Stratum korneum adalah lapisan epidermis teratas, terdiri dari 25
sampai 30 lapisan sisik tidak hidup yang sangat terkeratinisasi
dan semakin gepeng saat mendekati permukaan kulit. (Epidermis
tipis yang melapisi seluruh tubuh, kecuali pada telapak tangan
dan telapak kaki, tersusun hanya dari lapisan basalis dan
korneum.)
2. Dermis dipisahkan dari lapisan epidermis dengan adanya membran
dasar, atau lamina. Membran ini tersusun dari dua lapisan jaringan
ikat.
a. Lapisan papilar adalah jaringan ikat areolar renggang dengan
fibroblas, sel mast, dan makrofag. Lapisan ini mengandung
banyak pembuluh darah, yang memberi nutrisi pada epidermis di
atasnya.
b. Lapisan retikular terletak lebih dalam dari lapisan papilar.
Lapisan ini tersusun dari jaringan ikat ireguler yang rapat,
kolagen dan serat elastik. Sejalan dengan penambahan usia,
deteriorasi normal pada simpul kolagen dan serat elastik
mengakibatkan pengeriputan kulit.
3. Lapisan subkutan atau hipodermis (fasia superfisial) mengikat kulit
secara longgar dengan organ-organ yang terdapat di bawahnya.
Lapisan ini mengandung jumlah sel lemak yang beragam,
bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak
pembuluh darah dan ujung saraf.

6
E. Fisiologi Indra Kulit
Perasaan reseptor kulit berada di dalam kulit. Perasaan viseral
berhubungan dengan persepsi keadaan intern yang digolongkan sebagai
perasaan viseral. Pada organ sensorik kulit terdapat empat pertasaan yaitu
rasa raba/tekan, dingin, panas, dan rasa sakit.
Kulit mengandung berbagai ujung sensorik, termasuk ujung saraf
yang tidak bermielan (selaput). Pelebaran saraf terminal dan ujung yang
berselubung ditemukan pada jaringan fibrosa dan berakhir di sekitar folikel
rambut.
Pada pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang
yang berfungsi sebagai mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap
rangsangan raba. Ujung saraf sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan
gerakan rambut yang menimbulkan perasaan (raba taktil).
a) Fungsi Kulit
Kulit manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin
kelangsungan hidup secara umum. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Fungsi proteksi: menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik
misalnya: gesekan, tarikan, dan gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi. Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, dan infeksi dari
luar (bakteri dan jamur). Bantalan lemak dibawah kulit berperan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisik, sedangkan melanosit melindungi kulit
dari sinar matahari.
Proteksi terhadap rangsangan kimia terjadi karena stratum korneum yang
impermeabel terhadap zat kimia dan air. Terdapat lapisan keasaman pada
kulit untuk melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Sebum menyebabkan
keasaman kulit berada antara Ph 5-5,6 yang berfungsi sebgai pelindungan
terhadap infeksi, jamur dan sel kulit yang telah mati akan melepaskan diri
secara teratur.
2. Fungsi absorpsi: kulit yang sehat tidak mudah menyerap air dan larut, tetapi
cairan yang mudah menguap akan lebih mudah diserap, begitu juga yang larut
dalam lemak. Sifat permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 , dan uap air

7
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya suatu kulit,
hidrasi, kelembapan, dan metabolisme. Penyerapan terjadi melalui celah antar
sel, menembus sel-sel epidermis, dan saluran kelenjar.
3. Fungsi ekskresi: kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna (zat sisa
metabolisme) dari dalam tubuh berupa Na, Cl, urea, asam urat, dan amonia.
Sebum berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum mengandung
minyak untuk melindungi kulit karena lapisan sebum mengandung minyak
untuk melindungi kulit dan menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak
menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan
keasaman pada kulit.
4. Fungsi persepsi: kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis untuk merangsang panas diterima oleh dermis dan subkutis,
sedangkan untuk rangsangan dingin terjadi di dermis. Perbedaan dirasakan
oleh papila dermis markel renfier yang terletak pada dermis, sedangkan
tekanan dirasakan oleh epidermis serabut saraf sensorik memiliki jumlah
yang lebih banyak di daerah erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh: kulit berperan mengeluarkan keringat dan
kontraksi otot dengan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah
sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus
vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi dinding
pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstra cairan sehingga kulit
bayi tampak endomentosa karena lebih banyak mengandung air dan natrium.
6. Fungsi pembentukan pigmen: terletak pada lapisan basa dan sel ini berasal
dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosom
dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tiroksinasi (meningkatkan
metabolisme sel), ion Cu, dan O2. Sinar matahari mempengaruhi melanosom,
pigmen yang tersebar di epidermis melalui tangan-tangan dendrit, sedangkan
lapisan di bawah oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi
oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, dan
keraton.

8
7. Fungsi keratina: sel basal akan berpindah keatas dan berubah bentuk menjadi
sel spinosum. Makin keatas, sel ini semakingepeng dan bergranula menjadi
sel granulosum. Selanjutnya, inti sel menghilang dan keratinosit menjadi sel
tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus seumur hidup.
Keratinosit melalui proses sintesis dan generasi menjadi lapisan tanduk yang
berumur ± 14-21 hari. Selain itu juga memberikan perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanisme fisiologis.
8. Fungsi pembentukan vitamin D: pembentukan vitamin D berlangsung dengan
mengubah dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari, tetapi
kebutuhan vitamin D tidak cukup hanya dari proses tersebut, pemberian
vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
9. Fungsi Kulit dalam Termoregulasi
Panas tubuh dihasilkan dariaktivitas metabolik dan pergerakan otot. Panas
seperti ini harus dikeluarkan, atau suhu tubuh akan naik diats normal : pada
lingkungan bersuhu dingin, panas harus dipertahankan, atau suhu tubuh akan
turun dibawah normal.
a. Pengeluaran panas kulit berlangsung melalui proses evaporasi air yang
disekressi oleh kelenjar keringat dan juga melalui respirasi tak kasat mata
( difusi molekul air melalui kulit) .
1. Pada cuaca panas dan lembab, keringat sangat banyak keluar, tetapi
tingkat evaporasi sangat rendah, sehinnga mengakibatkan ras tidak
nyaman dengan demikian berkeringat sebagai salah satu mekanisme
pendinginan hanya akan efisien pada tingkat kelembaban yang lebih
rendah.
2. Pengeluaran keringat dkendalikan melalui sistem saraf yang
merespons pemanasan dan pendinginan darah secara berlebihan.
b. Retensi panas adalah salah satu fungsi dari kulit dan jaringan adifosa
dalam lapisan subkutan. Lemak merupakan insulator panas untuk tubuh
dan derajat insulasi bergantung pada jumlah jaringan adiposa.
c. Pembuluh darah dalam papila dermal juga dikendalikan oleh sistem saraf .

9
1. Jika pembuluh darah berdilatasi, aliran darah kepermukaan kulit
meningkat, sehingga konduksi panas pada bagian eksetor dapat
terjadi.
2. Pembuluh darah berkontraksi untuk menurunkan aliran darah
kepermukaan kulit dalam upaya mempertahankan panas tubuh sentral.

F. Komplikasi
Varisela dapat menimbulkan berbagai komplikasi. tetapi umumnya
pada kulit, pada susunan syaraf pusat, atau sistem pemafasan yang dijumpai.
Komplikasi yang paling sering dijumpai pada kulit adalah sebagai akibat
infeksi sekunder oleh bakteri staphylococcus ataupun streptococcus. Bisa
juga dijumpai hemorhagic varicella. Pada susunan syaraf pusat, komplikasi
bisa berupa encephalitis, Reye'ssyndrome asepticmeningitis dan Guillain-
Barre Syndrome. Komplikasi pada saluran pemafasan termasuk infeksi virus
dan bakteri pencumoni, infeksi saluran nafas atas terutama otitis media.
Kematian yang disebabkan oleh varisela pada anak 1-14 tahun ditaksir 1.4
per 100.000 kasus varisela, sedang pada orang dewasa berbeda signifikan
yaitu 30,9 per 100,000 kasus (Juanda adhi, 2007).

G. Pengobatan
1. Pengobatan Simptomatik.
a. Menghilangkan rasa gatal.
b. Menurunkan panas (hati-hati pemakaian golongan salicylate
dikuatirkan timbul Reye's Syndrome).
2. Menjaga kebersihan.
a. Terutama pada daerah kuku yang sering digunakan untuk menggaruk.
b. Kebersihan pakaian
c. Pengobatan dengan antivirus.
3. Pengobatan dengan antivirus.
Pada saat ini acyclovir telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan
varisela. Acyclovir 9-[(2-hydroxy thonyl) methyl] guanine merupakan

10
chat pilihan. Obat ini dapat digunakan secara oral maupun intravena:
Pada kasus dengan komplikasi berat atau dengan gangguan sistem
kekebalan, Acyclovir ini dianjurkan untuk diberikan intravena. Sedang
pada pemberian oral dapat digunakan pada anak yang tanpa komplikasi.
Begitupun harus diingat bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri. Oleh
karena itu penghitungan biaya dalam penggunaan Acyclovir ini haruslah
bijaksana.
4. Pencegahan
a. Isolasi.
b. Pemberian VZIG (Varicella-zoster ImmuneGlobulin).
c. Pemberian vaksinasi.
Pada saat ini telah tersedia vaksin untuk varisela, yaitu Live,
Attenuated Varicella Virus Vaccine. Vaksin ini deberikan pada anak
usia di atas 12 bulan. Pada anak usia 12 bulan -12 tahun vaksin dapat
diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Secara rutin vaksinasi
ini dianjurkan pada usia 12 -18 bulan. Pemberian dapat dilakukan
bersamaan dengan pemberian vaksinasi lain, seperti vaksinasi MMR
(Measles Mumps -Rubella). Sedangkan pada anak usia 13 tahun
diberikan dosis 0,5 ml, s.c. dengan dua dosis. Jarak pemberian adalah
4-8 minggu (Juanda adhi, 2007).

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem integumen merupakan sistem yang membentuk lapisan
terluar pada tubuh. Integumen terdiri dari kulit beserta derivat-derivatnya
yang terspesialisasi seperti rambut, kuku, dan beberapa jenis kelenjar.
Salah satu kasus yang terjadi dari sekian banyak gangguan sistem
integumen adalah cacar air. Varisela atau cacar air sebagai penyakit yang
disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular
bersifat akut yang umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh demam
yang mendadak. malese, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk
beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan
dapat meninggalkan keropeng.

B. Saran
Setelah mengetahui sistem integument dan penyebab-penyebab
yang dapat menyerang penyakit cacar air maka hendaknya kita semua
melakukan pencegahan atau pengobatan agar terhindar dari penyakit cacar
air yang menyerang pada sistem integument kita.

12
DAFTAR PUSTAKA

Blair, R. J. (2019). Varicella Zoster Virus. Pediatrics in Review;40;375. Vol. 40


No. 7.
CDC, (2018). Vaksin Varicella (Cacar Air): Yang Perlu Anda Ketahui.
https://Www.Immunize.Org/Vis/Indonesi an_Varicella.Pdf
Freer, G., and Pistello, M. (2018). Varicellazoster virus infection: natural history,
clinical manifestations, immunity and current and future vaccination
strategies. NewMicrobiologica, 41, 2, 95-105
Hussey HS, Abdullahi LH, Collins JE, et al. (2016). Varicella zoster
virusassociated morbidity and mortality in Africa: a systematic review
protocol. BMJ;6:e010213. doi:10.1136/bmjopen2015-010213
Kennedy, P. G. E. and Gershon, A. A. (2018). Review. Clinical Features of
VaricellaZoster Virus Infection. Viruses , 10, 609; doi:10.3390/v10110609
www.mdpi.com/journal/viruses
Rosyidah, D. U., & Anam, Z. H. F. (2020). Laporan Kasus: Cacar Air Pada
Remaja Muda Usia 14 Tahun Di Pondok Pesantren.

13

Anda mungkin juga menyukai