264
Warih Jatirahayu
SMP Negeri 4 Sleman
smpn4sleman@gmail.com
Abstrak, ternyata ilmu kepemimpinan modern tidak selalu tepat dan akurat untuk
menyelesaikan berbagai problem kepemimpinan yang semakin kompleks di era global.
Pada kondisi demikian, perlu revitalisai kearifan lokal yang dapat menjadi basis karakter
kepemimpinan. Dapat pula terjadi manfaat terbalik, yakni karakter kepemimpinan
berbasis kearifan lokal justru dapat menjadi sarana penyelesaian masalah-masalah
kepemimpinan global. Ada permasalahan-permasalahan yang tepat ditangani dengan
ilmu-ilmu kepemimpinan modern (global), namun ada pula yang lebih tepat ditangani
dengan kearifan lokal. Kearifan lokal yang dapat dijadikan basis karakter
kepemimpinan, terpilah menjadi dua, yakni yang berupa pantangan dan berupa anjuran.
Karakter kepemimpinan yang berupa pantangan antara lain: adigang, adigung, adiguna;
aja dumeh, dan sapa sira sapa ingsun. Karakter lokal kepemimpinan anjuran antara lain:
aja rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa, berbudi bawa leksana, lembah manah,
andhap asor, wani ngalah luhur wekasane.
Abstract , modern leadership turns out science is not always precise and accurate to
solve the problems of leadership in an increasingly complex global era .
In such conditions , it is necessary revitalization of local wisdom that can be the basis of
the character of leadership. Benefits of reverse can also occur, which is character-based
leadership of local wisdom can actually be a means of solving the problem of global
leadership. There are issues that dealt with the exact sciences of modern leadership (
globally), but some are more appropriately handled by local knowledge . Local
knowledge can be used as the basis of leadership character , are divided into two ,
namely in the form of abstinence and a recommendation . The character of leadership in
WKH IRUP RI DEVWLQHQFH DPRQJ RWKHUV ³DGLJDQJ DGLJXQJ $GLJXQD ZURWH GXPHK DQG
sira sapa sapa ingsun. Local character of leadership suggestions include: aja rumangsa
can , can nanging rumangsa, virtuous take LEKSANA, manas valley, andhap asor , wani
relented wekasane sublime.
.
bagi lawan bicara), dan ingsun (yang dipungkiri bahwa semua orang senang
EHUDUWL µDNX¶ VHEDJDL VDSDDQ DW\DX NDWD dihargai, senang dipuji, senang didengar
ganti bagi orang-orang terhormat), pendapatnya, dan senang dilibatkan dalam
menunjukkan adanya rasa dominasi atau berbagai kesempatan sebagai wujud
tinggi hati dari sosok yang menyebut penghargaan pada dirinya. Dengan
dirinya dengan Ingsun (aku) dan menyebut demikian, sikap angkuh itu akan
orang lain (lawan bicara) dengan kata sira mematikan budaya demokrasi karena ada
(kamu). Ingsun (aku) sebagai gambaran kendala psikologi bagi bawahan, yakni
watak angkuh atau tinggi hati seseorang. yang disebut sira (kamu) di hadapan
Sebagai komunitas yang sangat atasan, yakni ingsun (aku). Jika kondisi
menekankan harmonisasi sosial sebagai disharmoni yang terjadi dari waktu ke
wujud pandangan tepa slira dan keyakinan waktu semakin mengkristal, besar
bahwa keadaan hidup di dunia itu tidak kemungkinannya bahwa pemimpin atau
ada yang ajeg (artinya selalu owah atasan yang berwatak sapa sira sapa
gingsir), orang memandang perlu Ingsun itu akan ditinggalkan oleh
memberikan nasihat agar seseorang dapat bawahan.
bersikap rendah hati. Oleh sebab itu, agar Dalam etika Jawa, seorang
seseorang tetap dalam control emosional pemimpin perlu memiliki watak ngemot
dan dalam koridor bersikap lembah manah (mampu menampung aspirasi dan kondisi
dan andhap asor (rendah hati), para semua bawahan), momot (tidak pilih kasih,
pendahulu mewariskan nasihat berupa tetapi merangkul semua warga ) ngemong
ungkapan janganlah seseorang memiliki (melayani semua bawahan dengan tetap
pribadi sapa sira sapa Ingsun (siapa kamu, memperhatikan karakteristik masing-
siapa Aku). masing bawahan), dan ngrangkani
Watak sapa sira sapa Ingsun (siapa (mampu melindungi warga secara baik),
kamu siapa aku) sebagai gambaran sikap termasuk menjaga keutuhan warganya.
tinggi hati akan menyebabkan orang lain Sebagai pemimpin, tidak
tidak dapat berkomunikasi dengan dirinya selayaknya berwatak sewenang-wenang,
secara fair dan transparan. Bahkan, ada tidak adil, emosional (tidak dapat
kecenderungan orang lain akan semakin mengendalikan emosi) atau emotional
menjauhinya karena merasa tidak stability. Kestabilan atau kemantapan
mendapatkan penghargaan yang emosi itu merupakan faktor penting dalam
semestinya. Padahal, tidak dapat kepemimpinan. Suatu penelitian
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013
270
yang lain yang dilakukan pada kelompok dasarnya menghargai orang lain atau
organisasi mahasiswa menyatakan bahwa nguwongke (menghargai orang sesuai
pemimpin lebih banyak memiliki sikap dengan derajat dan posisinya) berarti
perasaan yang positif terhadap menghargai diri sendiri.
lingkungannya dari pada pemimpin yang
punya sikap negatif serta kekurangan ANJURAN PERBUATAN
kepercayaan pada diri sendiri.Dapat Berlawan dari kata pantangan,
diambil kesimpulan bahwa pemimpin yang anjuran adalah hal yang pantas dilakukan,
baik lebih banyak memiliki emosi yang agar orang tersebut dapat mencapai
stabil daripada mereka yang bukan tujuannya, dengan mendengar nasihat yang
pemimpin. berisi pitutur sebagai arahan perbuatan
Pemimpin hendaknya berwatak utama sebagai seorang pemimpin yang
lembah manah (rendah hati) serta menjadi tauladan.
berwawasan ing ngarsa sung tuladha, ing Aja Rumangsa Bisa, Nanging Bisa
madya mangun karsa, dan tut wuri Rumangsa
handayani. Sebaliknya, janganlah Ungkapan aja rumangsa bisa,
mempercayakan sesuatu kepada orang nanging bisaa rumangsa (jangan merasa
yang berwatak sapa sira sapa ingsun (siapa bisa, tetapi bisalah merasa) memiliki
kamu, siapa aku) atau mban cindhe mban makna yang sangat strategis dan
siladan (pilih kasih). Ungkapan ± mendalam untuk semua. Ungkapan itu
ungkapan itu sebagai gambaran pribadi bernada nasihat agar seseorang tumbuh
yang berwatak angkuh dan sewenang- menjadi sosok yang rendah hati,
wenang. Selagi menjadi pemimpin atau sebaliknya tidak tumbuh menjadi sosok
memangku jabatan, hargailah bawahan. yang tinggi hati atau sombong (Rukmana,
Kelak, jika diri kita menjadi bawahan dan 2006).
orang lain berkesempatan menduduki Sikap bisa rumangsa akan
jabatan, kita akan diperlakukan secara baik membawa pengaruh positif, baik terhadap
dan dihargai seperti kita telah diri sendiri maupun orang lain. Pertama,
memperlakukan dan menghargainya. bagi diri sendiri, ia tidak terjerumus pada
Sewaktu menjadi pejabat bersikaplah euphoria, budaya suka mencela yang
selalu nguwongke (menghargai orang lain, sebenarnya dirinya memiliki pamrih
warga atau bawahan). Karena pada pribadi, pamrih kelompok, atau pamrih
Kearifan Lokal Jawa Sebagai Basis Karakter Kepemimpinan«««««««« :DULK 271
menyatakan The basic relegious truth lies dengan suasana antara lelap dan
in the equation: rasa = aku = Gusti. At jaga,bagaikan kilasan mimpi,begitulah
ultimate level of experience and existence, selinap sadar dari rasa sejati)
all people are one and the same and there Selain filsafat rasa itu terkandung
is no individuality, for rasa, aku, and Gusti dalam tembang yang berisi nasehat yang
are eternal objects the same in all people. baik, filsafat rasa juga ada pada unen-unen
Dalam hal demikian filsafat rasa pitutur luhur dalam rangkaian kalimat
bersifat monistik dan patheistik (sawiji seperti ini : Dengan pola pikir narima ing
sejatine loro, loro, loroning atunggal). pandum, nanging aja kendhat ing
Manunggaling atau pamoring kawula panuwun, manungsa mung saderma,
Gusti (menyatunya suksma atau wajibe ambudidaya, menep ing rasa, urip
menyatunya ruh insani dan ruh yang Ilahi) neng donya mung sedhela kaya mung
seperti tercermin dalam tembang Pangkur mampir ngombe, alon-alon, waton,
dalam Wedhatama (KGPPA kelakon. Menerima kodrat, tetapi tidak
Mangkunegara IV). berhenti dalam usaha, karena manusia
Pangkur Pangkur hanya menjalankan kodrat. Pelan-pelan
dalam bertindak/berhati-hati,
Tan samar pamoring Tidak akan
suksma kesamaran menggunakan dasar/aturan, sehingga
Sinukmaya winahya petunjuk Illahi
tercapai apa yang diinginkan, dengan
ing asepi Yang disampaikan
Sinimpen telenging di waktu sepi kerendahan hati) membuat jiwa menjadi
kalbu Tersimpan di
tenang, tidak memiliki harapan yang tidak
Pambukane warana dalam hati
Tarlen saking liyep Yang dapat sesuai dengan kemampuan, sehingga jiwa
layaping aluyup membuka tabir
menjadi tenang, tenteram, sabar, penuh
Pindha pesating Pada saat setengah
supena tidur dengan kepasrahan.
Sumusuping rasa jati Bagaikan lepasnya
Sikap manunggaling kawula Gusti
mimpi
(Siswokartono, Yang merasuk ke dapat menumbukan bisa rumangsa,
2006) rasa sejati
narima ing pandum, akan pemberian yang
Mahakuasa, manungsa hamung saderma
QJODNRQL SLQGKDQH ZD\DQJ¶ manusia
(Tiada diragukan menyatunya suksma,
hanyalah makhluk bagaikan wayang yang
menembus yang semu, diwahyukan dalam
VLDS GLPDLQNDQ ROHK NL GDODQJ¶ 6LNDS
keheningan,tersimpan rapat di kedalaman
menerima apa yang diberikan oleh Yang
NDOEX¶ WHPSDW WHUEXNDQ\D WDELU WLDGD EHGD
Mahakuasa dan kesadaran diri bahwa
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013
274
manusia hanyalah hamba yang siap dengan leksana cocok dan tepat dimiliki oleh
takdirnya membuat manusia merasa seorang pemimpin, baik pemimpin dalam
tentram, tidak terlalu muluk harapan, jajaran pemerintahan atau instansi lainnya.
sehingga secara jiwa menjadi tenang. Seorang pemimpin yang mampu
bersikap berbudi bawa leksana akan
Berbudi Bawa Leksana memberikan ketentraman dan kepuasan
Berbudi bawa leksana dalam kepada rakyatnya. Dalam melaksanakan
kaitannya dengan sosok seorang pemimpin amanah yang dittitipkan kepadanya, ia
atau kewajiban dari seseorang yang diberi akan memegang teguh semua keputusan
amanah untuk memimpin. Berbudi artinya yang ada. Keputusan tersebut jelas
VXND EHUGHUPD EDZD DUWLQ\D µXFDSDQ¶ DWDX mengarah kepada kebaikkan bersama, baik
µSHUNDWDDQ¶ GDQ ODNVDQD DUWLQ\D µODNX¶ kebaikan kepada pemerintah maupun
DWDX µODNVDQD¶ 'HQJDQ GHPLNLDQ berbudi kepada rakyatnya. Sebagai pimpinan, ia
bawa leksana sebagai gambaran watak akan menjalankan semua peraturan dengan
yang memiliki pribadi suka berderma dan penuh dedikasi demi kemaslahatan
konsekuen dalam setiap ucapan dan rakyatnya. Sikap semacam itu akan
tindakannya. Oleh sebab itu, seseorang memberikan kepastian hukum bagi
(pemimpin formal/ non formal, atau masyarakat.
siapapun juga) akan memiliki watak Sikap berbudi bawa leksana akan
berbudi bawa leksana jika setiap mendorong roda kepemimpinan atau
ucapannya dilaksanakan dengan penuh pemerintahan yang bersih dan berwibawa
konsekuen dan tanggung jawab (Pardi, karena didukung oleh semangat demi
Edi, Warih, 2006: 369-373). tegaknya peraturan yang telah ditetapkan
Orang yang berperilaku berbudi dan diamanatkan kepadanya untuk
bawa leksana cenderung bersikap dijalankan. Ia akan menempatkan dirinya
member/beramal atau tidak pelit kepada sebagai sosok teladan (tepa tuladha) bagi
bawahan atau orang lain, serta cermat dan rakyatnya dan melaksanakan tugas secara
hati-hati sebelum dirinya menyampaikan tepat sebagai pemimpin. Pemimpin harus
ucapan atau memutuskan sesuatu masalah dapat mengawasi tingkah laku individual
yang menuntut dirinya harus bertanggung yang tidak selaras dan menyeleweng.
jawab atas segala yang diputuskannya. Seorang pemimpin harus berupaya untuk
Dalam kaitan ini, sikap berbudi bawa menepati peraturan yang dibuat oleh
Kearifan Lokal Jawa Sebagai Basis Karakter Kepemimpinan«««««««« :DULK 275
kebersamaan atau menghargai orang lain. seseorang yang selalu ngotot dalam
Dalam kaitan ini, orang rela berpendapat, atau dalam mencapai suatu
mengorbankan pamrih pribadi. Dalam tujuan tanpa memperhatikan situasi dan
konteks ini, orang selalu diingatkan kondisi, justru dinilai sebagai sosok yang
melalui nasehat wani ngalah luhur tidak atau belum dewasa.
wekasane. Ungkapan ini terbentuk dari Orang yang berperilaku ngalah
kata-kata wani (berani), ngalah (mengalah) termasuk orang yang mampu
(mengalah), luhur (tinggi luhur), dan menjaga keharmonisan hidup sosial. Ia
wekasane (pada akhirnya, kelak), sehingga bersikap demokratis. Pemimpin yang
DUWL NHVHOXUXKDQQ\D DGDODK µEHUDQL demokratis mengajak anggota kelompok
mengalah, untuk keluhuran/kebaikan untuk menentukan bersama tujuan
EHUVDPD¶ 6RHVLOR kelompok serta perencanaan langkah-
Ungkapan ini masih sering langkah pekerjaan. Penentuan tersebut
dijadikan pegangan hidup dalam berbagai adalah secara musyawarah dan mufakat.
persoalan. Pada umumnya, di samping Pemimpin memberikan bantuan atau
muncul dari kesadaran pribadi, nasehat nasihat kepada anggota kelompok dalam
wani ngalah luhur wekasane juga pekerjaannya. Selain itu, ia pun
disampaikan oleh orang-orang tua memberikan saran mengenai berbagai
meredam emosional anak-anaknya, kemungkinan pelaksanaan pekerjaan yang
tetangganya, rekan-rekannya. Masyarakat dapat mereka pilih sendiri mana yang
Jawa menilai bahwa sikap dan perilaku terbaik. Pemimpin demokratis
ngalah (mengalah) benar-benar bukan memberikan penghargaan dan kritik secara
berarti kalah. Oleh sebab itu, perilaku objektif dan positif. Dengan tindakan
ngalah (mengalah) tidak dinilai sebagai demikian, pemimpin demokratis itu
pihak yang bersalah atau negative. berpartisipasi, ikut serta dengan kegiatan
Sebaliknya, seseorang yang berani kelompok. Ia bertindak sebagai seorang
bersikap dan berperilaku ngalah kawan yang lebih berpengalaman dan turut
(mengalah) dinilai positif karena mampu serta dalam interaksi kelompok dengan
menekan pamrih pribadinya. Ia dinilai peranan sebagai kawan yang lebih matang
telah mampu mengendalikan nafsunya tadi.
sehingga dapat mengesampingkan Pemimpin yang memiliki karakter
keinginan dirinya. Sementara itu, wani ngalah luhur wekasane dipastikan
Kearifan Lokal Jawa Sebagai Basis Karakter Kepemimpinan«««««««« :DULK 279