1905 4134 1 SM
1905 4134 1 SM
ABSTRAK
Prinsip bawalaksana mempunyai arti atau makna menepati janji apa yang telah
dikatakannya. Istilah lain yang maknanya hampir sama dengan bawalaksana adalah adanya
ungkapan yang berbunyi “sabda pandhita ratu tan kena wola-wali”. Secara harfiah artinya
adalah “Ucapan pendeta dan raja, tidak boleh diulang-ulang. Maknanya adalah bahwa
seorang pemimpin haruslah konsekwen untuk melaksanakan atau mewujudkan apa yang
telah diucapkannya.. Dalam bahasa Indonesia yang disebut dengan “satunya kata dan
perbuatan”. Disisi yang lain pula seorang pemimpin harus memiliki sifat ambeg paramarta,
dermawan, sopan dan santun terhadap orang lain, peka dan peduli terhadap lingkungan,
serta cerdik dan pandai. Dalam konsep islam disamping seorang pemimpin harus bisa
menepati janjinya, juga harus mempunyai sifat sidiq, tabligh, amanah dan fatonah.
Dalam penerapan nilai-nilai karakter bangsa yang berpendidikan budaya,
bawalaksana merupakan salah satu contoh implementasi pendidikan karakter yang harus di
pegang oleh para penguasa, para pemimpin atau raja dalam memimpin negara. Disamping
itu pula juga ada sisi dalam konteks karakter bangsa yang berbudaya pendidikan,
bawalaksana itu tidak cukup sekedar menepati janji yang telah diucapkannya, tetapi yang
lebih penting juga harus ada cara-cara dan metode lain untuk menutupi segala kekurangan
dan kelemahan yang mungkin muncul dari prinsip bawalakasana, yaitu prinsip musyawarah
untuk mencapai mufakat serta keterbukaan dan jaminan keadilan dalam perspektif
Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam hal ini janji apapun yang diutarakan harus dipenuhi atau ditepati. Semakin
sifat bawalaksananya rapuh, tingkat kepercayaan masyarakat atau rakyat akan semakin
merosot atau menurun bahkan kepercayaan itu bisa hilang. Pemenuhan janji terhadap
siapapun hukumnya wajib, apalagi sebagai seorang ksatria ataupun pemimpin dan
raja/penguasa. walaupun terkadang benturan dengan nilai, norma ataupun kebiasaan yang
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat pada umumnya .
apa yang telah dikatakannya. Istilah lain seorang pemimpin juga harus
yang maknanya hampir sama dengan mempunyai sifat sidiq, tabligh, amanah
bawalaksana adalah adanya ungkapan dan fatonah.
yang berbunyi “sabda pandhita ratu Dari sekian banyak sifat-
tan kena wola-wali”. Secara harfiah sifat pemimpin itu yang harus dipegang
artinya adalah “Ucapan pendeta dan teguh, dihormati dan dijunjung tinggi
raja, tidak boleh diulang-ulang. adalah sifat atau prinsip bawalaksana,
Maknanya adalah bahwa seorang karena selama ini hal ini paling sulit
pemimpin haruslah konsekwen untuk dilakukan dan dikerjakan oleh para
melaksanakan atau mewujudkan apa pemimpin baik dikalangan bawah,
yang telah diucapkannya.. Dalam menengah maupun kalangan atas atau
bahasa Indonesia yang disebut dengan elit. Semakin kuat prinsip bawalaksana
“satunya kata dan perbuatan”. Sisi yang dimiliki seorang pemimpin,
lain ungkapan tersebut memberikan semakin besar kepercayaan masyarakat
petunjuk dan mengajarkan kepada kita kepada pemimpin tersebut, begitu
sebagai seorang pemimpin sudah sebaliknya semakin lemah sifat atau
semestinya harus konsekwen dengan prinsip bawalaksana yang dimiliki
apa yang dikatakan atau diucapkannya seorang pemimpin atau pemuka maka
atau dengan kata lain seorang pemimpin semakin lemah kepercayaan dari
semestinya tidak ingkar janji yang telah masyarakat. Maka sangatlah penting
diucapkan. Bahasa yang umum yang bagi seorang pemimpin memegang
sering dipakai oleh masyarakat pada nilai-nilai luhur budaya bangsa
umumnya adalah bahwa seorang Indonesia dalam hal ini nilai-nilai
pemimpin harus dapat menepati janji budaya jawa yang sangat dekat dengan
dengan apa yang dikatakan atau nuansa sifat bawalaksana.
diucapkannya. Yang perlu diketahui dan Dalam pagelaran pewayangan
dipahami juga oleh seorang pemimpin apapun cerita atau lakonnya seorang
adalah prinsip bawalaksana bukan satu- dalang kadang berkata “
satunya sifat yang harus dimiliki oleh “ Dene utamaning nata, berbudi
seorang pemimpin tapi sisi lain bawalaksana, lire ber budi
pemimpin juga harus mempunyai sifat mangkana, lila legawa ing driya,
agung dennya paring dana,
yang dicerminkan dalam Astha brata
anggeganjar saben dina, lire
atau delapan sifat kepemimpinan. kang bawalaksana, anetepi
Bahwa seorang pemimpin haruslah bisa pangandika”.
seperti Bagaskara, Candra, Kartika,
Samirana,, Baruna, Kisma, Tirta dan Hal tersebut dikandung maksud
Agni. bahwa sebaik-baiknya sifat yang harus
Disisi yang lain pula seorang dimiliki oleh seorang raja atau
pemimpin maupun ksatria adalah
pemimpin harus memiliki sifat ambeg
mempunyai sifat bermurah hati dan
parama arta, dermawan, sopan dan teguh memegang janji serta menjaga
santun terhadap orang lain, peka dan nilai- nilai luhur budaya bangsa.
peduli terhadap lingkungan, serta cerdik
dan pandai. Dalam konsep islam bahwa
Keteladanan Tokoh Pewayangan Dalam Penerapan Prinsip Bawalaksana
Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa
43
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017
Pada waktu Dewi Gangga (putri raja Wiratha). Pada saat Dewi
mengandung yang kesembilan, luka, Durgandini menderita penyakit berbabu
derita serta rasa iba terhadap anaknya amis, telah diadakan sayembara dan
yang selalu dibuang oleh Dewi Gangga akhirnya yang bisa menyembuhkan
tidak dapat lagi dibendung. Prabu adalah Bambang Palasara. Telah
Sentanu mulai ragu, tidak mempunyai disepakati oleh keduanya, bahwa dalam
anak tetapi menerjang janji yang telah sayembara pilih itu Bambang Palasara
diucapkan. Prabu Sentanu memilih akan muncul dengan menggendong
mempunyai keturunan dan merobohkan anak bayi hasil hubungan merka berdua.
nilai bawalaksana yang selama ini Oleh karena itu pada saat Prabu Sentanu
dijunjung tinggi oleh setiap pemimpin (yang wajah dan penampilan mirip
atau raja yang baik. Sebagai akibatnya dengan Bambang Palasara) muncul
Dewi Gangga kembali ke Kayangan, digelanggang sayembara menggendong
karena tak mau lagi menjadi istri bayi Dewa Brata, Dengan serta merta
seorang raja yang tak kuat memegang Dewi Durgandini, menjatuhkan pilihan
janji. Kemudian Dewi Gangga kembali kepadanya. Akan tetapi setelah peserta
ke Kayangan dan meninggalkan Prabu itu mendekat untuk memperoleh
Sentanu bersama anak laki-lakinya yang kalungan bunga (tanda terpilih), Dewi
diberi nama Dewa Brata. Yang perlu Durgandhini terperanjat bukan main
dicermati dan dicatat adalah, semula karena peserta itu ternyata bukan
Prabu Sentanu dapat memegang dan Bambang Palasara. Dan berbarengan
mempertahankan prinsip bawalaksana, dengan itu muncullah Bambang
namun pada penghujungnya prinsip Palasara yang menggendong bayi, anak
bawalaksana itu runtuh dan tidak dapat mereka berdua yang diberi nama
dipertahankan lagi, lantaran hasrat atau Bambang Abiyasa atau Wiyasa. Tetapi
keinginannya yang besar untuk kata telah diucapkan dan sebagai Putri
mendapatkan putra atau keturunan. raja yang baik. Dewi Durgandini harus
bawalaksana. Ia tak dapat menarik
d) Dewi Durgandini kembali kesanggupan untuk menjadi
istri Prabu Sentanu. Akan tetapi ia
belum diboyong ke Astina dan
mengajukan permintaan agar kelak ia
dijemput oleh anak laki-laki yang dalam
gendongan Prabu Sentanu itu. Berarti
Prabu Sentanu masih harus menunggu
bertahun-tahun lamanya.
f) Puntadewa (Pandhawa)
h) Adipati Karna
(Dewanagari) alias Radeya
(Dewanagari: Rādheya) adalah nama
Raja Angga dalam wiracarita
Dilahirkan dalam keluarga brahmana Mahabharata. Ia menjadi pendukung
(kaum pendeta Hindu). Ia merupakan utama pihak Korawa dalam perang
putera dari pendeta Bharadwaja, lahir di besar melawan Pandawa. Karna
kota yang sekarang disebut Dehradun merupakan kakak tertua dari tiga di
Keteladanan Tokoh Pewayangan Dalam Penerapan Prinsip Bawalaksana
Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa
48
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017
tersebut. Kelak, Gatotkaca tewas di Namun versi Jawa tidak berakhir begitu
tangan Karna. Kuntawijaya musnah saja. Keris pusaka Karna yang bernama
karena masuk ke dalam perut Kaladite tiba-tiba melesat ke arah leher
Gatotkaca, sebagai pertanda bersatunya Arjuna. Arjuna pun menangkisnya
kembali pusaka dengan sarung menggunakan keris Kalanadah,
pembungkusnya. Menurut versi Jawa, peninggalan Gatotkaca. Kedua pusaka
pusaka pemberian Indra bukan bernama itu pun musnah bersama. Surtikanti
Konta, melainkan bernama Badaltulak. datang ke Kurusetra bersama Adirata.
Sama dengan versi aslinya, pusaka ini Melihat suaminya gugur, Surtikanti pun
diperoleh Karna setelah pakaian bunuh diri di hadapan Arjuna. Adirata
perangnya diminta oleh Indra.Karna sedih dan berteriak menantang Arjuna.
versi Jawa sudah mengetahui bahwa ia Bimasena muncul menghardik ayah
adalah kakak tiri para Pandawa sejak angkat Karna tersebut sehingga lari
awal, yaitu menjelang perkawinannya ketakutan. Namun malangnya, Adirata
dengan Surtikanti. Jadi, kedatangan terjatuh dan meninggal seketika.
Kresna menemuinya sewaktu menjadi
duta ke Hastinapura bukan untuk i) Patih Suwandha
membuka jati dirinya, namun hanya
untuk memintanya agar bergabung
dengan Pandawa. Karna menolak
dengan alasan sebagai seorang kesatria,
ia harus menepati janji bahwa ia akan
selalu setia kepada Duryodana. Kresna
terus mendesak bahwa dharma seorang
kesatria yang lebih utama adalah
menumpas angkara murka. Dengan
membela Duryodana, berarti Karna
membela angkara murka. Karena terus
didesak, Karna terpaksa membuka
rahasia bahwa ia tetap membela Korawa Patih Suwanda atau Bambang
supaya bisa menghasut Duryodana agar Sumantri (nama ketika waktu kecil )
berani berperang melawan Pandawa. Ia yaitu tokoh pewayangan dari epos
yakin bahwa angkara murka di Arjuna Sasrabahu. Berdasarkan carita
Hastinapura akan hilang bersama padhalangan, Bambang Sumantri itu
kematian Duryodana, dan yang bisa anak dari Begawan Suwandageni di
membunuhnya hanya para Pandawa. pertapaan Adi Sekar. Bambang
Karna yakin bahwa jika perang meletus, Sumantri itu wujudnya satriya bagus,
dirinya pasti ikut menjadi korban. lincah dalam menggunakansenjata, sakti
Namun, ia telah bertekad untuk mandra guna. Dia punya adik satu
menyediakan diri sebagai tumbal demi yang jelek parasnya tapi kesaktiannya
kebahagiaan adik-adiknya, para luar biasa, yang bernama Bambang
Pandawa. Dalam perang tersebut Karna Suka Srana. Bambang Sumantri ingin
akhirnya tewas di tangan Arjuna. sekali mengabdi kepda Raja di Maespati
Keteladanan Tokoh Pewayangan Dalam Penerapan Prinsip Bawalaksana
Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa
50
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017
Konon Arjuna begitu halus dan tampan N Nama Sikap Bawa Laksana
O Tokoh Positif Negatif
sosoknya sehingga para puteri begitu, Pewayanga
juga para dayang, akan segera n
1 Prabu Memegang Melanggar
menawarkan diri mereka. Merekalah Dasarata prinsip bawa prinsip
laksana
yang mendapat kehormatan, bukan keadilan dan
kemanusiaan
Arjuna. Ia sangat berbeda dengan Keluarga dan
rakyat
Wrekudara. Dia menampilkan tenteram
berpegang
pelaksanaannya ke delapan belas nilai
teguh pada karakter tersebut adalah :
janji dan
prinsip yang 1. Religius 10.Semangat kebangsaan
diucapkan
8 Adipati Pemberani Tega terhadap
2. Jujur 11. Cinta tanah air
Karna saudaranya 3. Toleransi 12. Menghargai prestasi
Dedikasi dan sendiri gara-
komitmen atas
gara
4. Disiplin 13. Bersahabat
apa yang dia
ucapkan dan kekuasaan 5. Kerja keras 14. Cinta damai
mengemban diangkat jadi
tugas sebagai senapati
6. Kreatif 15. Gemar membaca
pemmpin andalan 7. Mandiri 16. Peduli lingkungan
perang kurawa
8. Demokrastis17. Puduli sosial
Jujur.
9 Patih Pandai dan Mengingkari
9. Rasa ingin tahu18. Tanggung jawab
Suwanda memiliki janji terhadap
(Raden kemampuan adiknya
Sumantri)
sifat Dalam penerapan nilai-nilai
pemberani Adanya
pamrih besar karakter bangsa yang berpendidikan
Memiliki yang budaya, bawalaksana merupakan salah
keterampilan menyebabka
yang luar n mudah lupa satu contoh implementasi pendidikan
biasa dalam terhadap
pengembanga prinsip- karakter yang harus di pegang oleh para
n karakter prinsip yang
mendasar penguasa, para pemimpin atau raja
dalam memimpin negara. Disamping itu
10 Arjuna cerdik dan -
pula juga ada sisi dalam konteks
pandai, karakter bangsa yang berbudaya
pendiam, teliti,
sopan-santun, pendidikan, bawalaksana itu tidak
berani.
cukup sekedar menepati janji yang telah
suka diucapkannya, tetapi yang lebih penting
melindungi
yang lemah juga harus ada cara-cara dan metode
lain untuk menutupi segala kekurangan
dan kelemahan yang mungkin muncul
2. Bawalaksa sebagai dari prinsip bawalakasana, yaitu prinsip
Implementasi Nilai-Nilai musyawarah untuk mencapai mufakat
Karakter Bangsa serta keterbukaan dan jaminan keadilan
dalam perspektif Pendidikan
Bangsa yang berkarakter adalah
Kewarganegaraan. Namun dalam
sebuah bangsa yang memegang teguh
pelaksanaannya di lapangan terkadang
nilai-nilai karakter baik dalam konteks
terjadi kesalah pahaman dalam
pembahasan dalam Bahasa Indonesia
prosesnya, walaupun hasil akhirnya
maupun bahasa jawa. Nilai-nilai
harus tetap menghormati dan
karakter bangsa dalam kajian umum
menjunjung tinggi segala bentuk
bahasa indonesia, dalam hal ini
keputusan yang disepakati bersama
dituangkan ada 18 Nilai karakter yang
secara terbuka. Prinsip bawalaksana
perlu diintegrasikan dan di laksanakan
dalam penekanan prinsip
dalam kehidupan bermasyarakat,
pengembangan karakter bangsa yang
berbangsa dan bernegara. Dalam
berpendidikan budaya lebih ditekankan
pada teguh memegang janji yang
Keteladanan Tokoh Pewayangan Dalam Penerapan Prinsip Bawalaksana
Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa
53
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017