Anda di halaman 1dari 21

CRITICAL JOURNAL REVIEW

U
N

OLEH:

AHMAD DAI ROBBY

NIM: 0332213034

Dosen Pembimbing
Dr. MARA SAMIN LUBIS,M.Pd

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


CRITICAL JOURNAL REVIEW

A. IDENTITAS REVIEWER JURNAL


Nama : Ahmad Dai Robby
Nim 0332213034
Jurusan : Manajemen Pendidikan Islam
Mata Kuliah : Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran
Dosen Pengampu : Dr. Mara Samin Lubis, M.Pd

B. KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT dengan ucapan Alhamdulillah dan Sholawat bertangkaikan
Salam dengan Ucapan Allahumma Sholli „ala sayyidina Muhammad wa „ala ali Muhammad,
semoga kita mendapatkan syafaat beliau di hari kemudian kelak, amin…
Saya mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Dr. Mara Samin Lubis, M.Pd
selaku dosen pengampu pada mata kuliah Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian tugas Critical Journal Review ini. Dalam penyusunannya
penulismasih dalam tahap belajar dan sadar masih jauh dari kesempurnaan.

C. IDENTITAS JURNAL
Judul Jurnal : Konstelasi kurikulum pendidikan di indonesia
Nama Jurnal : Pendidikan dan Pembelajaran
Penulis : Rustam abong
Penerbit : At-Turats
Halaman : 11 Halaman
Tahun Terbit 2015
Volume : Volume 9 Nomor 2
ISBN :-
Email : rustamabong@yahoo.com.sg
Bahasa : Bahasa Indonesia

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


D. RINGKASA JURNAL

Jurnal ini berisikan tentang kurikulum yang dipelajari/yang dipakai penduduk indonesia
dari tahun 1975 - kurikulum 2013. Pada kurikulum 1994 terjadi pengkeritikan terhadap
kurikuum tersebut dikarenakan terlalu banyaknya materi atau mata peajaran yang terlalu padat
membuat para siswa menjadi cepat jenuh.
Pada tahun 2000 diberlakukan kurikulum berbasis kopetensi dan masuk pada sistem KBK
pada tahun 2004 setelah ini pada tahun 2006 pemerintah merubah kurikulum di Indonesia
menjadi KTSP sampailah sekarang KTSP dan kurikulum 2013 di langsungkan bersamaan agar
para siswa dapat memahami pelajaran yang di perikan oleh satuan pengajar yang disiapkan
pemerintah.
Menurut Agus Suwignyo yang dikutip oleh A. Ferry T. Indratno (Forum
Mangunwijaya, 2008: 107) dalam tulisannya “Kurikulum Beridentitas
penentu mutu pendidikan. Kerakyatan” mengatakan bahwa, “kurikulum memang bukan
satu-satunya. Kurikulum juga bukan perangkat tunggal penjabaran visi pendidikan, meskipun
demikian kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan
membentuk konsepsi dan perilaku individu warga”.
Belum genap sepuluh tahun, kurikulum 1975 sudah diubah lagi ketika Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dijabat oleh Nugroho Notosusanto dikenal dengan Kurikulum 1984. Adapun
hal yang menonjol dari Kurikulum 1984 adalah dimasukkannya pelajaran Pendidikan Sejarah
Perjungan Bangsa (PSPB) sebagai pelajaran wajib dari sejak Sekolah Dasar (SD) sampai dengan
Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/MA). Ide dasar yang diinginkan pemerintah (penguasa)
memasukkan mata pelajaran PSPB adalah agar murid mengenal sejarah bangsanya sendiri
dengan lebih baik dan siswa dapat mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah.
Oleh karena itu, pelajaran sejarah pada waktu itu tidak hanya dihafal, melainkan dibuat
menarik agar tumbuh semangat kebangsaan pada peserta didik. Tetapi materi PSPB belum lama
diluncurkan sudah menimbulkan kontroversi karena dinilai tumpang tindih dengan pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Sejarah Nasional, dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang
kesemuanya bicara tentang sejarah nasional Indonesia.
Bandingkan perbedaannya dengan Kurikulum 1984 yang proses pemunculannya amat
cepat, langsung diganti dengan Kurikulum 1994 yang dipersiapkan cukup lama karena dimulai
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan. Asumsinya, Kurikulum 1994 akan jauh
lebih baik dari Kurikulum 1984. Hal yang menonjol dari Kurikulum 1994 ini adalah dominasi
mata pelajaran matematika serta bahasa (Indonesia dan Inggris) dalam seluruh jenjang
pendidikan.

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


Tetapi Kurikulum 1994 juga menuai kritik yang disebabkan minimnya pelajaran seni, baik
seni rupa, seni suara, seni musik, seni karya dan seni-seni lainnya. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Darmaningtyas (2004: 81) bahwa Kurikulum 1994 sebagai proses pemiskinan cita rasa seni
kita sebagai manusia karena manusia direduksi hanya untuk menguasai teknologi saja”.1
Kurikulum 1994 dalam prosesnya tidak lepas juga dari konstelasi penguasa (pemerintah), seperti
mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dirubah menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan.
Dalam kurikulum ini unsur pendidikan kewarganegaraan mulai dimasukkan. Materi PSPB
yang dalam Kurikulum 1984 menjadi jam tersendiri, resmi dihapuskan. Begitu juga dengan
penjurusan SMA diubah lagi, didasarkan pada nilai akhir kelas II atau dinilai pada saat naik
kelas III dan jenis penjurusannya dikembalikan seperti semula, yaitu Jurusan IPA, IPS, Agama
dan Bahasa.
Faktor penyebab tidak optimalnya KBK menurut M. Joko Susilo (2007: 67-68) ada tiga hal:
Pertama, inkonsistensi aplikasi menyebabkan amburadulnya pelaksanaan pendidikan di
Indonesia.
Kedua, ada perbedaan interpretasi dan implementasi KBK ditingkat penatar, kepala
sekolah, dan para guru karena sosialisasi belum optimal.
Ketiga, kemunculan KBK yang berpijak pada asumsi bahwa kondisi sekolah di
Indonesia tidak sama, seharusnya menjadi kerangka dasar bagi pemerintah dalam
menerapkannya”. Ketika KBK diberlakukan, orang beranggapan bahwa kurikulum ini dapat
meningkatkan kompetensi siswa, akan tercipta sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan
serta keterampilan hidup. Tetapi setelah dilihat materi pelajaran yang begitu padat, sedangkan
waktu yang tersedia sangat terbatas.
Kalau diperhatikan, perubahan kurikulum dari periode Orde Lama ke periode Orde Baru
dan dari Orde Baru kepada zaman “Reformasi”, betapa sesungguhnya konstelasi kekuasan
dalam kurikulum sangat kuat dalam penentuan isi pendidikan, sehingga pendidikan di Indonesia
menjadi “terhimpit” oleh kurikulum. Benar apa yang dikatakan oleh Pierre Bourdieu yang
dikutip oleh A.
Ferry T. Indratno (Forum Mangunwijaya, 2008: 108) bahwa “setiap tindakan pedagogis
yang bertujuan untuk mereproduksi kebudayaan dapat disebut kekerasan simbolis yang sah.
Kekuatan kekerasan ini berasal dari hubungan kekuasaan sesungguhnya yang disembunyikan
oleh kekuatan pedagogis”. Kurikulum yang berlaku dalam suatu negara, termasuk Indonesia
sering digunakan sebagai sarana indoktrinasi dari suatu sistem kekuasaan.
Terkadang para pendidik dan apalagi masyarakat luas kurang menyadari apa sebenarnya
peranan kurikulum di dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Orang sering menganggap

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


persoalan kurikulum adalah persoalan teknis saja dalam pendidikan, padahal sebenarnya kalau
berbicara tentang kurikulum maka akan bicara tentang masa depan anak bangsa, bukan hanya
untuk kepentingan kekuasaan semata.Karena didalam kurikulum tersebut berbicara tentang
program mengenai tujuan, isi, strategi, dan evaluasi dalam sistem pendidikan. Kemudian
bagaimana didalam kurikulum mencoba untuk melaksanakan proses akumulasi ilmu
pengetahuan bagi peserta didik pada setiap tingkatan. Oleh karena itu sebaiknya kurikulum yang
dirancang secara nasional hendaknya dihindari kepentingan-kepentingan kekuasaan, apalagi
bermotif ekonomi dan bisnis.

E. KEKHASAN DAN KEMUTAKHIRAN


1. KEKHASAN
Kekhasan jurnal ini adalah bahasa yang di gunakan bahasa factual dan mudah di
pahami, dan jurnal ini juga tidak menggunakan bahasa yang muluk-muluk dalam penjelasannya,
karena setiap bahasannya langsung berkenaan dan pas terhadap kondisi dan situasi yang ada.
Dan lebih khas nya lagi, jurnal ini memberikan pemahaman yang sederhana tentang Konstelasi
kurikulum pendidikan di indonesia
2. KEMUTAKHIRAN
Jika di lihat dari tahun terbit maka jurnal ini sudah tidak tergolong mutakhir lagi,
karena yang yang di katakana mutakhir adalah jurnal yang diterbitkan kurang dari 3-4 tahun
terakhir.
Akan tetapi, jurnal ini masih tetap bisa digunakan sebagai rujukan terkait Konstelasi
kurikulum pendidikan di indonesia. Mengingat isinya sangat singkat dan padat, sehingga
memudahkan pembaca untuk memahami Konstelasi kurikulum pendidikan di indonesia.
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
1. KELEBIHAN
Adapun kelebihan jurnal ini adalah bahwa jurnal ini membahas dengan detail tentang
kurikulum dari tahun 1975 sampai sekarang. Bahasanya mudah untuk di pahami bagi para
pembaca yang ingin mengetahui tentang kurikulum indonesia.
2. KEKURANGAN
Adapun kekurangan di dalam jurnal ini adalah bahwa di dalam jurnal ini ada beberapa
bagian pembahasannya lompat lompat tidak beraturan. Dan terlalu sedikit membahas tokoh-
tokoh yang berperan penting membangun kurikulum di indonesia ini.
G. REKOMENDASI
Secara keseluruhan jurnal ini sudah terbilang cukup bagus. Tetapi Menurut saya jurnal ini
jika dilihat dari sisi/pembahasan, harus lebih teliti lagi dalam pembahasannya karena tidak

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


dijelasi semua kenapa kurikulum di idonesia ini berganti- ganti akan tetapi sudah bagus dalam
argumennya.
H. KESIMPULAN

Di dalam jurnal Kurikulum adalah bagian penting dalam pendidikan dimana kualitas
suatu Negara ditentukan oleh kualitas pendidikan. Dalam pendidikan juga dapat membantu para
siswa untuk mengembangkan keterampilan dan minat mereka sesuai dengan apa yang ada
didasari didalam dirinya. Peserta didik juga diharapkan mampu untuk lebih aktif berpartisipasi
dalam perkembangan dan kemajuan negaranya.
Generasi Muda yang berpendidikan di Zaman sekarang ini adalah aset Negara yang tak
ternilai. Hal ini juga tak luput dari adanya kerjasama dalam penerapan pola kurikulum yang juga
masih berhubungan dengan manajemen pendidikan untuk memperoleh hasil yang optimal dan
mencapai tujuan tertentu.

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


REKAP JURNAL

Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia 37

KONSTELASI KURIKULUM PENDIDIKAN


DI INDONESIA
RUSTAM ABONG
rustamabong@yahoo.com.sg

adalah Dosen Jurusan PAI FTIK IAIN Pontianak

ABSTRACT

Curriculum in Indonesia is always related to the constellation of power, and therefore the
direction and substance of the curriculum are determined by the decision of state authorities and
non-state subsystems, or complying to a certain notion and concept of education. Constellation
of power and complexity of curriculum can be seen in the instruction of Competency-Based
Curriculum (KBK), school-based curriculum (KTSP) and 2013 Curriculum. After all, there is
no guarantee that these curriculums will be able to develop students‟ competency and build
their character in line with the national education goals as mandated by Law No. 20/2003 on
National Education System. In fact, there is nothing wrong with the curriculum; it is the fault
of policy makers of education. The Indonesian people need political will of the government.
Curriculum is not the only factor that determines the quality of education. Nor is it the only
tool to realize the vision of education. However, curriculum can serve as a strategic device to
seed the interests of power. Changes in curriculum in fact generate a strong constellation of
power in the curriculum itself, especially in determining the content of education, so no wonder
education in Indonesia is “subjugated” by curriculums with business and political interests.

Keywords: curriculum, education, constellation of power, competency-based curriculum, school-based


curriculum & 2013 curriculum

muskan sebagai isu bersama untuk pengem-


LATAR BELAKANG bangan pendidikan di Indonesia. Harusnya,
Satu diantara organ pendidikan ialah pengembangan kurikulum menjadi isu ber-
kurikulum. Kurikulum merupakan aspek sama dan dilakukan oleh semua stakeholder
penting dalam pendidikan, yang seringkali
bergonta-ganti sesuai keinginan pemegang
kekuasaan. Kita sering mendengar adagium
“ganti menteri ganti kurikulum”. Ini menan-
dakan bahwa, kurikulum sebagai bagian dari
penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional belum dibuat dan diru-
AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
pendidikan di negara ini, kalau mau
memben- tuk manusia Indonesia yang
seutuhnya, diba- ngun berdasarkan karakter
bangsa Indonesia yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
“Berkembangnya potensi pe- serta didik
agar menjadi manusia yang beri- man dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Pergantian kurikulum pendidikan di
Indonesia seringkali dikritik oleh para
pelaku pendidikan. Kritikan mereka tujukan
pada

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


38 Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia

argumen yang mendasari perumusan dan


bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk pe-
pemberlakuan kurikulum. Kurikulum sebe-
maksaan dan penekanan lainnya. Bagaimana
narnya bukan satu-satunya penentu untuk
tidak menekan dan memaksa bila kurikulum
meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi fung-
tersebut hanya “menuntut” dan mengha-
si kurikulum dalam dunia pendidikan dan
ruskan peserta didik untuk melakukan “ini”
pembelajaran akan dapat mengangkat mutu
dan “itu”. Ini semua karena memang muatan
dan kualitas peserta didik apabila didukung
kurikulum tersebut masih banyak konstelasi
kecakapan para pendidik (guru atau dosen),
kekuasaan ketika merancangnya.
ketercakupan substansi kurikulum dalam
Bagaimana sesungguhnya konstelasi
buku ajar, tersedianya sarana dan prasarana
kekuasaan dalam kurikulum dari pergantian
belajar dan kepemimpinan pendidikan dalam
kurikulum 1975 kemudian berganti menjadi
mengimplementasikan kurikulum tersebut.
kurikulum tahun 1984, berganti lagi menjadi
Dewasa ini, kurikulum menjadi
kurikulum tahun 1994, kemudian kurikulum
perangkat atau dokumen yang bersifat umum
tahun 2000, tahun 2004 dan kurikulum ta-
untuk diketahui, sehingga akan strategis di-
hun 2006 atau KTSP, serta Kurikulum 2013
manfaatkan untuk beberapa kepentingan
yang berlaku hingga sekarang, akan menjadi
atau konstelasi Pemerintah dalam memben-
pembahasan dan analisis dalam tulisan ini.
tuk konsepsi dan perilaku pedagogis peserta
Pentingnya membahas dan menganalisis per-
didik menjadi tidak seimbang. Kurikulum
masalahan ini adalah agar pembaca mengeta-
yang dirancang dan diinginkan selama ini
hui sebenarnya bahwa merancang kurikulum
oleh pemerintah masih belum menekankan
sangat kompleks dan penuh dengan kepent-
sepenuhnya kemandirian dan perkemban-
ingan kelembagaan maupun individual dan
gan multidimensi peserta didik. Mestinya
kelompok.
perkembangan pribadi peserta didik dalam
Sebagai akademisi, penulis mencoba
merancang kurikulum akan menjadi capaian
meninjau ulang dan menelusuri pergantian
tujuan dalam pendidikan dan pembelajaran.
kurikulum dari tahun ke tahun secara teoritis
Pergantian kurikulum pendidikan di
dan praktis, apakah penuh dengan kepentin-
Indonesia selalu berhubungan dengan kekua-
gan konstelasi kekuasaan? atau apakah per-
saan dan perangkat lainnya menjadi konstela-
gantian kurikulum itu sebenarnya hanya ke-
si atau ajang pengaruh kekuasaan. Sehingga
bijakan yang dibuat penguasa untuk mencari
arah dan substansi kurikulum hanya diten-
popularitas? dan apakah dengan pergantian
tukan oleh keputusan-keputusan pemegang
kurikulum itu akan berpengaruh mengang-
kekuasaan negara maupun subsistem non
kat mutu serta kualitas pendidikan? Per-
negaranya, atau menurut aliran kepentin-
tanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab
gannya dalam bidang pendidikan. Akhirnya
dalam tulisan ini.
kajian atas kurikulum lambat laun akan men-
jadi jenuh serta kehilangan relevansi untuk
KURIKULUM DAN KONSTELASI
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan.
KEKUASAAN
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Yusran
Secara historis, otokritik ini berawal
Pora (2007: 24) bahwa kurikulum sekolah
dari Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, dan
sekarang ini merupakan bentuk pemaksaan
Kurikulum 1994 yang dikritik karena mem-
dan penekanan yang benar-benarmengerikan
berikan terlalu banyak mata pelajaran, materi
AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia 39

yang terlalu padat, dan membuat proses bela- amat cepat, langsung diganti dengan Kuri-
jar mengajar, buku teks, dan Evaluasi Belajar kulum 1994 yang dipersiapkan cukup lama
Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) atau se- karena dimulai oleh Menteri Pendidikan dan
karang dikenal dengan nama Ujian Nasional Kebudayaan Fuad Hassan. Asumsinya, Kuri-
(UN) menjadi seragam. Kemudian semakin kulum 1994 akan jauh lebih baik dari Kuri-
menjadi kompleks lagi diadakan kurikulum kulum 1984. Hal yang menonjol dari Kuri-
suplemen tahun 2000, kemudian diberlaku- kulum 1994 ini adalah dominasi mata pelaja-
kannya Kurikulum Berbasis Kompetensi ran matematika serta bahasa (Indonesia dan
(KBK) tahun 2004. Lebih kompleks lagi pada Inggris) dalam seluruh jenjang pendidikan.
tahun 2006, KBK dirubah menjadi Kuri- Tetapi Kurikulum 1994 juga menuai kritik
kulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disebabkan minimnya pelajaran seni,
tahun 2008 sampailah sekarang KTSP dan baik seni rupa, seni suara, seni musik, seni
Kurikulum 2013 diberlakukan secara bersa- karya dan seni-seni lainnya. Sebagaimana
maan, tergantung kesiapan satuan pendidikan yang dikatakan oleh Darmaningtyas (2004:
masing-masing yang berlaku secara nasional. 81) bahwa Kurikulum 1994 sebagai proses
Belum genap sepuluh tahun, kuriku- pemiskinan cita rasa seni kita sebagai ma-
lum 1975 sudah diubah lagi ketika Menteri nusia karena manusia direduksi hanya untuk
Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh menguasai teknologi saja”.1
Nugroho Notosusanto dikenal dengan Kuri- Kurikulum 1994 dalam prosesnya ti-
kulum 1984. Adapun hal yang menonjol dari dak lepas juga dari konstelasi penguasa (pe-
Kurikulum 1984 adalah dimasukkannya pe- merintah), seperti mata pelajaran Pendidikan
lajaran Pendidikan Sejarah Perjungan Bang- Moral Pancasila (PMP) dirubah menjadi
sa (PSPB) sebagai pelajaran wajib dari sejak Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Dalam kurikulum ini unsur pendidikan ke-
Menengah Atas (SMA/SMK/MA). Ide dasar warganegaraan mulai dimasukkan. Materi
yang diinginkan pemerintah (penguasa) me- PSPB yang dalam Kurikulum 1984 menja-
masukkan mata pelajaran PSPB adalah agar di jam tersendiri, resmi dihapuskan. Begitu
murid mengenal sejarah bangsanya sendiri juga dengan penjurusan SMA diubah lagi,
dengan lebih baik dan siswa dapat mengambil didasarkan pada nilai akhir kelas II atau
pelajaran dari peristiwa sejarah. Oleh karena dinilai pada saat naik kelas III dan jenis pen-
itu, pelajaran sejarah pada waktu itu tidak ha- jurusannya dikembalikan seperti semula, yai-
nya dihafal, melainkan dibuat menarik agar tu Jurusan IPA, IPS, Agama dan Bahasa dan
tumbuh semangat kebangsaan pada peserta
didik. Tetapi materi PSPB belum lama dilun- 1 Para penyusun kurikulum tampaknya lupa bah-
wa teknologi hanya dapat berkembang dengan
curkan sudah menimbulkan kontroversi kare-
baik bila muncul kreativitas dan inovasi di mas-
na dinilai tumpang tindih dengan pelajaran yarakat. Sedangkan kreativitas dan inovasi itu ter-
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Sejarah Nasi- bangun dan dapat tumbuh, salah satunya melalui
onal, dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) seni budaya. Kehidupan manusia tanpa seni juga
menjadikan manusia sangat steril sehingga selalu
yang kesemuanya bicara tentang sejarah nasi-
merasa terasing dari alam keramaiannya, merasa
onal Indonesia. ada sesuatu yang hilang dari hidupnya. Tetapi say-
Bandingkan perbedaannya dengan ang, apreasi seni tidak memperoleh tempat
Kurikulum 1984 yang prosespemunculannya dalam lembaga pendidikan formal terutama yang
termuat dalam Kurikulum 1994.
AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
40 Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia

tidak lagi menggunakan sistem kredit seperti


disebut sebagai konstelasi kekuasaan. Dunia
Kurikulum 1984. Lebih parah lagi pada masa
pendidikan sekarang berada dalam konstela-
Menteri Pendidikan Wardiman Djojonegoro
si kekuasaan dimana kurikulum dapat dilihat
mengubah semester menjadi caturwulan dan
sebagai wujud dari sistem tersebut. Bagaima-
mengganti sebutan SMP menjadi SLTP, SMU
na dengan KBK dan KTSP apakah terma-
menjadi SMA dan SMK (Sekolah Menengah
suk perwujudan dari sistem rumit tersebut?
Kejuruan).
Apakah KBK dan KTSP yang menggunakan
Perkembangan Kurikulum 1994 da-
kompetensi dapat membangun karakter pe-
lam prosesnya diperkenankannya konsep
serta didik?.
Kurikulum Muatan Lokal (Mulok), yang
Kurikulum Berbasis Kompetensi
sebelumnya memang tidak dikenal. Mulok
(KBK) yang kemudian dikenal dengan Kuri-
ini merupakan jam atau dapat disebut “area
kulum 2004, merupakan suatu model kuri-
abu-abu” (gray area) yang dapat direbutkan
kulum yang berlaku di Indonesia sebagai
oleh siapapun untuk diberi makna sesuai den-
konsekuensi diberlakukannya peraturan pe-
gan kepentingan dan keperluannya. Mulok
rundang-undangan tentang desentralisasi
cukup banyak berkembang di sekolah atau
yang mengatur pemerintah pusat dan daerah.
madrasah, sehingga semua diharapkan dapat
Wina Sanjaya (2005:8) mengatakan bahwa,
menutup kekurangan materi pelajaran lain
pemberlakuan KBK adalah suatu bentuk
yang belum diatur dalam kurikulum nasion-
inovasi kurikulum. Juga kemunculan KBK
al. Secara konseptual, ide Mulok itu bagus,
seiring dengan munculnya semangat refor-
karena dimaksudkan untuk mengakomoda-
masi pendidikan. Diawali dengan munculnya
si potensi-potensi lokal yang tidak mungkin
kebijakan pemerintah diantaranya lahirnya
terwadahi dalam kurikulum nasional. Tetapi
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 ten-
pada tingkat implementasinya, mata pelaja-
tang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
ran Mulok itu tersentral pada tingkat Provin-
Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
si, artinya jenis mata pelajaran Mulok dalam
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi se-
satu Provinsi itu sama. Pada umumnya jenis
bagai Daerah Otonomi serta lahirnya Tap.
mata pelajaran Mulok yang diberikan adalah
MPR No. IV/MPR/1999 tentang Arah Kebi-
Bahasa Daerah, Kesenian, Olahraga dan atau
jakan Pendidikan di Masa Depan.
Keterampilan. Hal ini juga tidak lepas dari
Sebenarnya sejak tahun 2000 pemer-
konstelasi kekuasaan birokrasi dalam men-
intah telah mengeluarkan draft KBK. Pada
jalankan kurikulum.
intinya bahwa KBK menggantikan Kuriku-
Nampaknya memang kalau menga-
lum 1994, yang mana lebih menekankan pada
cu pada Foucault (dalam Y. Dedy Pradipto,
keleluasaan dalam aktivitas belajar mengajar.
2007:16) bahwa kekuasaan merupakan strate-
Peserta didik menjadi pusat perhatian dalam
gi yang kompleks dalam suatu masyarakat
proses belajar mengajar, kemampuan anak
dengan mekanisme tertentu. Dengan demiki-
menjadi pertimbangan pertama guru untuk
an sebenarnya dapat dipahami negara tidak
melakukan sesuatu di kelas. Relasi yang ter-
memiliki kekuasaan. Sebetulnya kekuasaan
jadi dalam aktivitas belajar mengajar pada
bekerja pada negara, dan kurikulum nasion-
KBK adalah dialogis antara guru dan murid,
al dapat dilihat sebagai salah satu wujudnya.
relasi ini dimungkinkan juga dengan metode
Sistem yang rumit dari kekuasaan tersebut
diskusi dan dimungkinkan adanya kesempa-
AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia 41

tan bagi murid untuk aktif bertanya dan mem- diamanatkan pada bagian penjelasan umum
berikan informasi. Guru lebih berperan se- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Jadi
bagai pendamping, fasilitator dan rekan yang sebenarnya baik KTSP maupun KBK dia-
mengajak murid untuk melakukan eksplorasi manatkan oleh produk hukum yang sama.
belajar. Persoalannya adalah mungkinkah suatu butir
Diberitakan surat kabar Kedaulatan ketentuan hukum dalam sebuah produk hu-
Rakyat, 16 Mei 2006 yang dikutip oleh M. kum menghasilkan butir ketentuan lain da-
Joko Susilo (2007: 25) bahwa KBK adalah lam pruduk hukum yang sama?. Lagi pula ka-
kurikulum pendidikan yang berubah-ubah lau dicermati tampak bahwa KTSP mengatur
dan jadi “kebingungan” tersendiri bagi pen- distribusi kewenangan dalam pembelajaran
didik maupun peserta didik. Dengan KBK terutama dalam hal strategi, metode pembe-
peserta didik seakan-akan menjadi kelinci lajaran kepada sekolah dan guru. Sedangkan
percobaan Pemerintah untuk menemukan KBK adalah memandu arah pembelajaran da-
kurikulum mana pengaruhnya lebih besar lam kelas. Dengan demikian KBK dan KTSP
terhadap mutu pendidikan. Jadi tidak heran sebenarnya saling melengkapi.
jika Pemerintah melakukan kebijakan belum KBK dan KTSP juga sama-sama me-
genap satu tahun kurikulum, sudah diusulkan nekankan pentingnya partisipasi kreatif guru
untuk diganti dengan kurikulum yang lain. dan proses belajar yang berpusat pada siswa
Akan lebih parah lagi pergantian kurikulum (student centered learning). Guru ditantang
tersebut diikuti dengan pergantian buku dan menciptakan suasana belajar yang kontekstu-
ini menjadi ladang bisnis pihak-pihak tertentu al dengan lingkungan keseharian peserta di-
untuk memperkaya diri, dimana peserta didik dik. Demikian juga pembelajaran menekank-
diwajibkan untuk membeli buku tersebut. an suasana yang menyenangkan. Proses pem-
M. Joko Susilo (2007: 25) menga- belajaran harus interaktif, menantang dan
takan KBK adalah “kurikulum berbasis ke- memotivasi peserta didik, memberi ruang
bingungan”, mungkin itu lebih tepat untuk prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
mengistilahkan kurikulum pendidikan terse- dengan bakat, minat, fisik danperkembangan
but yang selalu gonta ganti. KBK tidak terlalu psikologis peserta didik.
lama pemberlakuannya dan belum sepenuh- Meskipun demikian kedua kuriku-
nya diterapkan di sekolah-sekolah terutama lum ini pada saat diluncurkan memiliki kesa-
di daerah-daerah pedalaman, perbatasan, dan maan persoalan, yakni ketika KBK diluncur-
pantai, bahkan ada sekolah yang belum sem- kan kesiapan guru diragukan, hal yang sama
pat dilaksanakan sosialisasi tentang KBK, juga pada KTSP. Memang pada kenyataan-
kemudian oleh Pemerintah diganti lagi den- nya sepanjang pengetahuan penulis ketika
gan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menanyakan persoalan ini dengan guru-guru,
(KTSP). ternyata masih banyak guru yang bingung
Kurikulum KTSP sebenarnya sudah harus berbuat apa saat KTSP diterapkan.
terendus dalam Undang-Undang Nomor Teorinya memang mudah, tetapi praktiknya
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan sulit. KTSP banyak dipandang membingung-
Nasional, pada Pasal 36 Ayat 2. Juga apa kan guru. Bagaimana tidak bingung, pembe-
yang disebut KBK, yang diluncurkan dua lajaran dan penyusunannya dituntut kreatif
tahun sebelum KTSP, secara eksplisit telah dari sekolah dan guru, sementara penilaian-

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


42 Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia

nya tetap menggunakan penilaian hasil dan


gan kurikulum, yang salah adalah pelaku
menggunakan Ujian Nasional sebagai stan-
pendidikan yang tidak konsisten dalam mem-
dar kelulusan. Inilah masalah-masalah teknis
buat kebijakan pendidikan, banyakkonstelasi
yang dihadapi praktisi pendidikan di lapan-
politik dan kepentingan dalam kurikulum.
gan ketika pemberlakuan kurikulum.
Memang bagaimanapun tidak bisa
Sebagai ikhtiar penyempurnaan kuri-
dielakkan, dalam pendidikan pasti ada muatan
kulum, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
politis dalam semua aktivitasnya, sebagaima-
Muhammad Nuh kemudian meluncurkan
na yang dungkapkan oleh M. Agus Nuryatno
kurikulum baru pengganti KTSP yakni Kuri-
(2008: 2) dalam buku Mazhab Pendidikan
kulum 2013. Mindset Kurikulum 2013 adalah
Kritis2 dikatakan bahwa pendidikan tidak
menyiapkan generasi emas Indonesia yang
bisa dipisahkan dari konteks sosial, kultural,
memiliki karakter kebangsaan yang kuat,
ekonomi dan politik yang lebih luas. Institusi
memiliki daya saing yang sejajar dengan
pendidikan tidaklah netral, independen, dan
negara-negara maju lainnya seperti Amerika
bebas dari berbagai kepentingan, tetapi justru
Serikat, Tiongkok, Finlandia, dan Singapura.
menjadi bagian dari institusi sosial lain yang
Tetapi apa dikata, tidak lebih dari satu tahun,
menjadi ajang beberapa kepentingan.
muncul kebijakan baru dari Menteri Pendi-
dikan dan Kebudayaan yang baru yaitu Anies
KURIKULUM DAN REDUKSI
Baswedan dengan menerbitkan Surat Edaran
MAKNA PENDIDIKAN
Mendikbud. Nomor 179342/MPK/KR/2014
Pendidikan merupakan suatu proses
tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013, yang
untuk memungkinkan peserta didik mengem-
intinya menyatakan kurikulum yang dipakai
bangkan seluruh potensi yang dimiliki secara
ialah KTSP dan bagi lembaga pendidikan
optimal agar yang bersangkutan dapat men-
yang sudah atau masih mau menggunakan
jalani kehidupan dengan efektif dan efesien,
Kurikulum 2013 silakan dilanjutkan. Ini tentu
sehingga keberadaannya tidak saja berguna
saja lebih membingungkan para guru, apalagi
bagi diri pribadi tetapi bermanfaat juga bagi
bagi peserta didik.
keluarga, masyarakat dan bangsanya. Dengan
Sebenarnya kita tidak bisa menafikan
pengertian tersebut di atas pendidikan mer-
bahwa sebelum sebuah kurikulum diimple-
upakan suatu proses yang hidup dan meng-
mentasikan dan disosialisasikan serta diber-
hidupkan seluruh komponen pendidikan yang
lakukan di sekolah atau madrasah, telah men-
ada, khususnya guru dan peserta didik. Na-
gandung banyak sumbangan pemikiran dari
mun sejauh ini pendidikan hanya diperlaku-
para stakeholder pendidikan, ide para pakar,
bahkan penelitian, dan uji publik. Ada yang
2 Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah
mengusulkan kurikulum berbasis karakter,
mazhab pendidikan yang meyakini adanya
kurikulum berbasis alam, kurikulum berba- muatan politik dalam semua aktifitas pendidikan.
sis tauhid, dan masih banyak lagi kurikulum Mazhab ini dalam diskrusus pendidikan disebut
lainnya dan disesuaikan dengan “selera”. juga “aliran kiri”, karena orientasi politik
pendidikannya berla- wanan dengan mazhab
Pertanyaannya adalah kurikulum mana yang liberal dan konservatif. Di- antara tokoh mazhab
tepat diantara kurikulum yang telah diber- pendidikan kritis ini seperti Henry Giroux (1993),
lakukan tersebut di atas untuk pendidikan Paula Allman (1998), Peter McLaren (1998)
kita?. Sebenarnya tidak ada yang salah den- mereka menyebut mazhab pendi- dikan kritis
adalah pendidikan radikal (radical ed- ucation),

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


pendidikan revolusioner (revolutionary
pedagogy).

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia 43

kan sebagai proses transfer of knowledge, Ketika KBK diberlakukan, orang


dan transfer of value masih sebatas retorika, beranggapan bahwa kurikulum ini dapat
dan ini semua karena diantara penyebabnya meningkatkan kompetensi siswa, akan ter-
adalah kurikulum yang selalu berubah-ubah, cipta sumberdaya manusia yang memiliki
sehingga substansi pendidikan sedikit demi pengetahuan serta keterampilan hidup. Tetapi
sedikit terhimpit oleh kurikulum. setelah dilihat materi pelajaran yang begitu
Konteks saat ini, kemunculan KTSP padat, sedangkan waktu yang tersedia sangat
sebagai sebuah kurikulum menjadi sangat terbatas. Guru juga dalam menerapkan KBK
krusial dalam pengembangan pendidikan asal-asalan saja, padahal guru harus melak-
di Indonesia. Dulu KBK diharapkan akan sanakan yang prinsip yaitu menggunakan
meningkatkan mutu pendidikan, akan tetapi strategi mastery learning (belajar tuntas) da-
kenyataannya tidak demikian. Beberapa per- lam pembelajaran KBK. Hal yang sama juga
soalan justru muncul ketika diberlakukannya sebenarnya KBK itu diterjemahkan sebagai
KBK atau pada saat itu disebut kurikulum wewenang penuh oleh sekolah, namun pe-
2004. Diantara persoalan tersebut adalah ke- merintah masih turut mencampuri wewenang
tuntasan dalam pembelajaran, masing-mas- sekolah dalam pemberlakuan KBK, contoh
ing sekolah berbeda dalam menentukan ke- Ujian Nasional (UN) masih bersifat sentral-
tuntasan belajar. Begitu juga dengan remedi- istik. Dimana standar kelulusan dan soal-soal
al teaching, kebanyakan pembelajaran yang ujian ditentukan oleh pusat. Jelas ini ber-
dilakukan guru kurang dan belum tuntas. tentangan dengan prinsip KBK, seharusnya
Bagi anak yang belum tuntas tersebut harus itu semua ditetapkan oleh pendidik dan seko-
diberikan remedial atau perbaikan supaya lah.
mereka dapat mengikuti materi selanjutn- Menurut Agus Suwignyo yang dikutip
ya, tetapi guru enggan untuk melakukannya oleh A. Ferry T. Indratno (Forum Mangunwi-
karena pelaksanaan remedial itu kebanyakan jaya, 2008: 107) dalam tulisannya “Kuriku-
tidak dibayar, padahal dilakukan diluar jam lum Beridentitas Kerakyatan” mengatakan
pelajaran. bahwa, “kurikulum memang bukan satu-sa-
Faktor penyebab tidak optimalnya tunya penentu mutu pendidikan. Kurikulum
KBK menurut M. Joko Susilo (2007: 67-68) juga bukan perangkat tunggal penjabaran
ada tiga hal: visi pendidikan, meskipun demikian kuriku-
lum menjadi perangkat yang strategis untuk
“Pertama, inkonsistensi aplikasi menyemaikan kepentingan dan membentuk
menyebabkan amburadulnya pelaksa- konsepsi dan perilaku individu warga”.
naan pendidikan di Indonesia. Kedua, Memang kalau dilihat dalam sejarah
ada perbedaan interpretasi dan im- pendidikan di Indonesia, pergantian kuriku-
plementasi KBK ditingkat penatar, lum sudah beberapa kali. Pada masa Orde
kepala sekolah, dan para guru karena
Lama saja pernah tiga kali pergantian kuri-
sosialisasi belum optimal. Ketiga, ke-
munculan KBK yang berpijak pada kulum, yaitu Kurikulum 1947, Kurikulum
asumsi bahwa kondisi sekolah di In- 1952, dan Kurikulum 1964. Sedangkam
donesia tidak sama, seharusnya men- pada masa Orde Baru kurikulum dimulai
jadi kerangka dasar bagi pemerintah dari Kurikulum 1975. Kemudian berubah
dalam menerapkannya”. menjadi Kurikulum 1984, yang pada saat

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


44 Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia

itu diterapkanlah pendekatan Cara Belajar


saan. Terkadang para pendidik dan apalagi
Siswa Aktif (CBSA). Setelah itu muncul lagi
masyarakat luas kurang menyadari apa sebe-
Kurikulum 1994, kurikulum ini menjadi kuri-
narnya peranan kurikulum di dalam proses
kulum terakhir yang dikeluarkan pada masa
pendidikan dan pembelajaran.
Orde Baru. Pada masa Reformasi tahun 2000
Orang sering menganggap persoalan
dimunculkan lagi apa yang disebut “Suple-
kurikulum adalah persoalan teknis saja da-
men Kurikulum” atau Kurikulum 2000 yang
lam pendidikan, padahal sebenarnya kalau
disosialisasikan adalah Kurikulum Berbasis
berbicara tentang kurikulum maka akan bic-
Kompetensi (KBK). Baru pada tahun 2004
ara tentang masa depan anak bangsa, bukan
resmi ditetapkan sebagai kurikulum yang
hanya untuk kepentingan kekuasaan semata.
diberlakukan untuk pendidikan diseluruh In-
Karena didalam kurikulum tersebut berbicara
donesia yang disebut Kurikulum 2004 atau
tentang program mengenai tujuan, isi, strate-
KBK. Tahun 2006 kurikulum berubah lagi
gi, dan evaluasi dalam sistem pendidikan.
dari KBK menjadi KTSP sebagai penyem-
Kemudian bagaimana didalam kurikulum
purnaan dari kurikulum KBK. Tahun 2013
mencoba untuk melaksanakan proses akumu-
kurikulum berubah lagi dari KTSP menjadi
lasi ilmu pengetahuan bagi peserta didik pada
Kurikulum 2013. Terakhir pada 2014 kuri-
setiap tingkatan. Oleh karena itu sebaiknya
kulum diberlakukan dua jenis yaitu Kuriku-
kurikulum yang dirancang secara nasional
lum 2013 dan kembali kepada KTSP. Tentu
hendaknya dihindari kepentingan-kepentin-
saja kebijakan tersebut menunjukkan kebim-
gan kekuasaan, apalagi bermotif ekonomi
bangan pemerintah sehingga pendidikan se-
dan bisnis. Tetapi betul-betul dirumuskan se-
makin terhimpit oleh kurikulum yang sarat
suai dengan kebutuhan pengembangan pen-
kepentingan kekuasaan.
didikan di Indonesia, sehingga pendidikan
Kalau diperhatikan, perubahan kuri-
tidak “terhimpit” oleh kurikulum dan dengan
kulum dari periode Orde Lama ke periode
demikian diharapkan pendidikan dapat mem-
Orde Baru dan dari Orde Baru kepada zaman
bentuk manusia Indonesia yang seutuhnya
“Reformasi”, betapa sesungguhnya konste-
atau “Insan Kamil” dalam tujuan pendidikan
lasi kekuasan dalam kurikulum sangat kuat
Islam.
dalam penentuan isi pendidikan, sehingga
pendidikan di Indonesia menjadi “terhimpit”
PENUTUP
oleh kurikulum. Benar apa yang dikatakan
Konstelasi kekuasaan dalam peru-
oleh Pierre Bourdieu yang dikutip oleh A.
musan kurikulum pendidikan memang real-
Ferry T. Indratno (Forum Mangunwijaya,
ita yang tidak terbantahkan. Hal ini sah-sah
2008: 108) bahwa “setiap tindakan pedago-
saja terjadi, asalkan dimaksudkan untuk
gis yang bertujuan untuk mereproduksi ke-
meningkatkan mutu pendidikan bagi bangsa
budayaan dapat disebut kekerasan simbolis
Indonesia. Memang, pada zaman modern,
yang sah. Kekuatan kekerasan ini berasal dari
perkembangan pengetahuan dan kebutuhan
hubungan kekuasaan sesungguhnya yang
kompetensi bidang kerja mau tidak mau
disembunyikan oleh kekuatan pedagogis”.
menuntut penyesuaian kurikulum pendidikan
Kurikulum yang berlaku dalam suatu negara,
oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian
termasuk Indonesia sering digunakan sebagai
Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi peruba-
sarana indoktrinasi dari suatu sistem kekua-
han kurikulum hendaknya dilakukan secara
AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Idi, Abdullah. 1999. Pengembangan
sistematis, terencana, terukur, dan bertujuan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Perubahan kurikulum bukan dilakukan kare-
na kepentingan kekuasaan sesaat, kepentin-
gan kelompok, apalagi ada motif bisnis.
Indonesia memerlukan orang-orang
yang secara ikhlas bekerja memajukan bang-
sa Indonesia. Kepentingan kekuasaan ses-
aat, kepentingan kelompok, apalagi ada mo-
tif bisnis harus dihilangkan dalam pikiran
para penguasa di negeri ini. Kalaupun perlu
dilakukan perubahan kurikulum, hendaknya
dikaji dulu secara mendalam, sehingga tidak
terkesan perubahan kurikulum dipaksakan.
Stakeholder pendidikan selain pemerintah
harus dilibatkan, antara lain seperti para pa-
kar pendidikan, perguruan tinggi, organisasi
kemasyarakatan, PGRI, dan aktivis pendi-
dikan. Jika ini dilakukan, maka yakinlahbah-
wa pendidikan di Indonesia akan maju dan
produknya siap berkompetisi dengan negara
lain di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Beauchamp, George A. 1978. Curriculum


Teory. Willmette Illionis: The
KAGG Press.

Darmaningtyas. 2004. Pendidikan yang


Memiskinkan. Yogyakarta:
Galang Press.

Depdiknas. 2000. Kurikulum Berbasis


Kompetensi. Jakarta: Pusat
Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Forum Mangunwijaya. 2008. Kurikulum yang


Mencerdaskan Visi 2030 dan
Pendidikan Alternatif. Jakarta:
Kompas Penerbit Buku.
AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
45 for Supervesion and Curriculum
Deveploment.
Kurikulum, Teori dan Praktek.

Jakarta: Gaya Media Pertama. Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran


Sistem Pendidikan Nasional
Indratno, A. Ferry T. 2013. Perspektif
dalam Abad 21. Yogyakarta:
Pendidikan
Safiria Insania Press.
Humani
s
Mauritz, Johnson. 1977. Intetionality in
Mangunwijaya: Education. New York: Center
Kurikulu
m 2013. Jakarta: Kompas Media
Nusantara.

James, Beane A. 1995. Toward A Coharent


Curriculum. Alexandria,Virginia:
ASCD.

Kemendikbud. 2013. Pengembangan


Kurikulum 2013. Di http:
//www. kemdiknas.go.id/
kemdikbud/uji- publik-
kurikulum-2013.html.

------------------. 2014. Surat Edaran Nomor:


179342/MPK/KR/2014 tanggal
5 Desember 2014
tentang Pelaksanaan
Kurikulum 2013.

Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang


Arah Kebijakan Pendidikan di
Masa Depan.

Kurniasih, Imas dan Sani, Berlin. 2014.


Sukses Mengimplementasikan
Kurikulum 2013, Memahami
Berbagai Aspek Dalam
Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Kata Pena.

Mac Donald, James B. 1978. Educational


Models for Instruction.
Washington DC: The Association
AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
46 Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia

for Curriculum Research and Yogyakarta: MedPress.


Services.
Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum
Muhaimin, dkk. 2008. Pengembangan Berkarakter (Refleksi dan
Model Kurikulum Tingkat Satuan Proposal Solusi Terhadap KBK
Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah dan KTSP). Jakarta: Prestasi
dan Madrasah. Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis


Kompetensi: Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution,S.1997.PengembanganKurikulum.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Nizar, Samsul, (Ed). 2002. Filsafat


Pendidikan Islam: Pendekatan
Historis, Teoritis dan Praktis.
Jakarta: Ciputat Press.

Notoseputro, Naba Aji. 2008. The Spirit of


Change: Mengubah Paradigma
Sistem Pendidikan dan
Pembelajaran di Indonesia.
Jakarta: Teraju (PT. Mizan
Publika).

Nurhayati, Tuti Kurnia. 2005. Kamus Lengkap


Bahasa Indonesia Dengan Ejaan
Yang Disempurnakan. Jakarta:
Etika Muda Press.

Nuryatno, M. Agus. 2008. Mazhab


Pendidikan Kritis Menyingkap
Relasi Pengetahuan Politik dan
Kekuasaan. Yogyakarta: Resist
Book.

Pora, Yusran. 2007. Selamat Tinggal Sekolah.


AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015
Pustaka. Susilo, M. Joko. 2007. Pembodohan Siswa
Tersistematis. Jakarta:
Rowntree. 1998. Teaching Thinking Accros Perpustakaan Nasional.
the Curriculum. New York:
Harpe & Row, Publisher.
Taba, Hilda. 1962. Curriculum Development:
Theory and Practices. NewYork:
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam
Implementasi
Kurikulu
m Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Prenada Media.

Shaleh, Abdul Rahman. 2005. Pendidikan


Agama dan Pembangunan
Watak Bangsa. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Soetopo. H.S dan Soemanto W. 1993.


Pembinaan dan pengembangan
kurikulum: Sebagai Substansi
Problem
Administras
i Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Subandjijah. 1996. Pengembangan dan


Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Sudjana, Nana. 1991. Pembinaan dan


Pengembangan Kurikulum di
Sekolah. Bandung: Sinar Baru.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997.


Pengembangan Teori Kurikulum
dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

. 1998. Prinsip
dan Landasan Pengembangan
Kurikulum. Jakarta: P2LPTK
Depdikbud.

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015


Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia 47

Harcourt, Brace and World. Inc.

Thok, Fatur. 2013. “Perbedaan Kurikulum


2013 dan KTSP”. Di https: //
fatkoer.wordpress.com.

Tilaar, H.A.R. 1994. Manajemen Pendidikan


Nasional: Kajian Pendidikan
Masa Depan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonomi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

Yani, Ahmad. 2014. Mindset Kurikulum 2013.


Bandung: Alfabeta.

Zais, Robert S. 1976. Curriculum Principles


and Foundationns. New York:
Harper & Row Publisher.

Zein, Muhammad. 1991. Asas dan


Pengembangan Kurikulum.
Yogyakarta: Sumbangsih Offset.

AT-TURATS, Vol.9 Nomor 2 Desember Tahun 2015

Anda mungkin juga menyukai