Anda di halaman 1dari 7

Perencanaan Program Pelayanan Kesehatan pada Dislokasi Lensa

Disusun oleh: Deniz Mawarni 04061001053

Pembimbing: Dr. dr. H. Fachmi Idris, M. Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas makalah yang berjudul: Program Pelayanan Kesehatan pada Dislokasi Lensa Oleh : Deniz Mawarni (04061001053) Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 14 Februari 2011-11 April 2011.

Palembang, Februari 2011 Pembimbing

Dr. dr. H. Fachmi Idris, M. Kes

DISLOKASI LENSA

A. Pengertian dan Prevalensi Dislokasi lensa adalah keadaan dimana lensa kristalina bergeser atau berubah posisinya dari kedudukan normalnya akibat rupturnya zonula zinii sebagai pemegangnya.1 Dislokasi lensa dapat terjadi total (luksasi) ataupun sebagian (subluksasi) yang terjadi akibat proses trauma pada mata, herediter (sindrom marfan, homosistinuria), ataupun komplikasi dari penyakit lain. Kejadian dislokasi lensa sangat jarang ditemukan. Sejauh ini data mengenai insidensi dislokasi lensa pada populasi umum belum diketahui dengan jelas.1 Penyebab tersering dari dislokasi lensa adalah trauma pada mata, yakni hampir sebagian dari kasus.1 Namun untuk kejadian dislokasi lensa total (luksasi) akibat trauma ini insidensinya lebih sedikit, sedang untuk dislokasi lensa sebagian (subluksasi) post trauma insidensnya lebih sering.2 Untuk penyebab herediter, Sindrom Marfan merupakan penyebab tersering dimana prevalensinya diperkirakan 5 dari 100.000 anak.1 Dislokasi lensa terjadi pada 75% penderita Sindrom Marfan dan biasanya bilateral.1 Sedang untuk penderita dengan homosistinuria, hampir 90% dari penderita mengalami dislokasi lensa (luksasi) pada kedua lensanya.1
B. Faktor-Faktor Penyebab

Dislokasi lensa dapat terjadi oleh karena herediter, komplikasi penyakit mata lainnya ataupun akibat proses trauma yang terjadi pada mata. Dari faktor herediter dapat terjadi pada keadaan Sindrom Marfan ataupun pada homosistinuria, dimana zonula zinii sebagai pemegang lensa menjadi inkompeten.2 Sedangkan untuk faktor trauma, terjadi lebih sering pada kasus trauma tumpul, dimana terjadi ekspansi dan kompresi pada bola mata yang pada akhirnya dapat mengakibatkan dislokasi lensa.3 Penyakit lain pada mata

yang dapat menyebabkan komplikasi ke arah dislokasi lensa diantaranya katarak hipermatur dan high myopia.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dislokasi lensa ditinjau dari teori Blum yang dibagi menjadi empat faktor, antara lain faktor biologi, faktor perilaku, faktor lingkungan, dan faktor pelayanan kesehatan. Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dislokasi lensa Faktor biologi
Herediter4 Mutasi

pada

gen

fibrillin yang

pada

kromosom 15 (Sindrom Marfan)


Kelainan

bawaaan

bersifat

autosomal resesif, dimana terjadi Defisiensi sintesis enzim cystathione (Homocystinuria)


Kelainan bawaan autosomal dominan

atau

resesif

(Weill-Marchesani

syndrome)
Usia (dapat terjadi pada semua umur).

Untuk dislokasi lensa karena faktor herediter manifestasi sudah muncul sejak usia anak-anak.
Jenis

kelamin,

tidak

ada

perbedaan

insidens dislokasi lensa antara laki-laki dan perempuan. Faktor Lingkungan Faktor Perilaku Lingkungan dengan keadaan yang kurang baik. (misal: Pencahayaan kurang) Kurangnya kesadaran pasien untuk segera berobat Kurangnya Faktor pelayanan kesehatan kesadaran pasien untuk melakukan pemeriksaan rutin (kontrol)
Komplikasi dari operasi katarak 4

Keterlambatan dalam diagnosis dini dan

terapi terutama pada kasus dislokasi lensa yang merupakan komplikasi dari penyakit lain seperti katarak hipermatur, sehinga kejadian penyakit tidak dapat dicegah atau diminimalisir dan seringkali tidak terdeteksi. Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi
Tidak adanya program yang adekuat

untuk proses skrinning awal penyakit terutama untuk dislokasi lensa yang terjadi karena faktor herediter

C. Faktor yang Paling Berperan Faktor yang paling berperan mempengaruhi terjadinya dislokasi lensa adalah faktor pelayanan kesehatan

D. Akar-Akar Permasalahan Minimnya pengetahuan petugas akan informasi tentang dislokasi lensa, mendeteksi dini, menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan secara tepat.

E. Akar Masalah Utama Faktor pelayanan kesehatan yang menjadi masalah utama dalam kasus dislokasi lensa adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi penyakit secara dini, terlambat mendiagnosis, sehingga terlambat pula dalam pemberian penanganan secara tepat. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan petugas kesehatan
5

akan kasus ini karena kasus ini merupakan kasus yang sangat jarang ditemukan di lapangan. Oleh karena itu, perlu direncanakan pelaksanaan kegiatan yang dapat menyelesaikan akar masalah tersebut dengan jalan meningkatkan pengetahuan petugas mengenai dislokasi lensa.

F. Rencana Kegiatan

Program-program yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesahatan, antara lain:
1. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai

penegakan diagnosis dan penanganan secara cepat dan tepat. Penanganan secara cepat dan tepat pasien yang datang ke rumah sakit terutama untuk kasus-kasus dislokasi yang disertai keadaan keagawatan pada mata seperti dislokasi lensa ke arah bilik mata depan; dislokasi lensa ke dalam vitreus dengan ruptur kapsul dari lensa posterior disertai komplikasi inflamasi; ataupun dislokasi lensa sebagian (subluksasi) dengan komplikasi seperti glaukoma, katarak, persisten uveitis. 2. Membuat leaflet berisi informasi tentang dislokasi lensa mulai dari faktorfaktor penyebab hingga penanganan secara cepat dan tepat. 3. Memberikan saran kepada dinas kesehatan setempat untuk mengadakan seminar atau kuliah sehubungan dengan masalah tersebut. Dari program kerja di atas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus dislokasi lensa yaitu dengan pemberian seminar ataupun kuliah yang menyangkut informasi bagaimana mendiagnosis, mengetahui faktor-faktor penyebab, hingga penanganan untuk kasus ini secara tepat sehingga pengetahuan petugas kesehatan mengenai kasus ini dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Eifrig, C. W. Ectopia Lentis. 2009. Emedicine


2. Crick, R. P, and Khaw, P. T. A Textbook Of Clinical Ophthalmology 3rd

Edition. 2003. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.


3. Azar. D. T, and Napoli. J. J. The Crystalline Lens and Cataract in Manual

of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th Edition. 2008. Lippincott Williams & Wilkins 4. Vaughan. D. G., Asbury. T., dan Eva. P. R. Oftalmologi Umum. 2000. Widya Medika: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai