Anda di halaman 1dari 47

PERAN USAHA AGRIBISNIS BURUH MIGRAN INDONESIA (BMI)

PURNA TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DI DESA


MAJANGTENGAH, KECAMATAN DAMPIT, KABUPATEN MALANG

TUGAS UTS

PERUBAHAN SOSIAL
DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Ir. Kliwon Hidayat, MS

Oleh
ELOK ANGGRAINI
196040400111001

Program Studi Sosiologi


Minat Sosiologi Pedesaan

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas UTS Perubahan Sosial.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Kliwon Hidayat, MS
selaku dosen pengampu dari mata kuliah Perubahan Sosial. Penulis menyadari
dalam penulisan makalah, penulis masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun yang
diharapkan dapat menyempurnakannya, sehingga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.
Malang, November 2019

Penulis
ii

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................5
II. PENDEKATAN TEORI...............................................................................6
2.1 Teori Migrasi.........................................................................................6
2.2 Teori Gender.........................................................................................6
III. PEMBAHASAN.........................................................................................12
3.1 Usaha Agribisnis Milik BMI Purna di Desa Majangtengah...............16
3.2 Pengaruh Usaha Agribisnis Milik BMI Purna Terhadap Keluarga....31
3.3 BMI Purna yang Tidak Memiliki Usaha Tidak memiliki Pengaruh
Terhadap Desa dan Keluarga..............................................................33
IV. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................36
4.1 Kesimpulan.........................................................................................36
4.2 Saran....................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam
dan sumber daya manusia. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki
jumlah penduduk yang banyak. Hal ini berdasarkan World Bank (2013) jumlah
penduduk Indonesia mencapai 251 juta orang. Seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan
seperti ketidakstabilan ekonomi, kesehatan, ketahanan pangan dan kesempatan
kerja sebagai pemenuhan kesejahteraan penduduknya itu sendiri.
Kesempatan kerja yang semakin minim mengakibatkan masyarakat masih
banyak yang tidak bekerja atau menganggur di negara sendiri. Dapat dibuktikan
dengan jumlah pengangguran pada Agustus 2013 sebesar 7,17 juta orang atau
dengan jumlah tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,25% (Badan Pusat
Statistika, 2014). Selain itu adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) membuat
kondisi masyarakat semakin buruk. Rendahnya penyerapan tenaga kerja di dalam
negeri telah mendorong masyarakat untuk mencari dan memanfaatkan
kesempatan kerja di luar negeri. Hal ini disebabkan tingkat upah yang ditawarkan
relatif lebih baik dibandingkan tingkat upah dengan pekerjaan yang sejenis di
dalam negeri. Evereet, S. Lee, 1966 (dalam Kustanto, 2009) menyatakan bahwa
motivasi utama yang mendorong seseorang melakukan migrasi adalah motif
ekonomi. Motif ekonomi ini muncul dan berkembang karena adanya ketimpangan
ekonomi yang nyata untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik guna
memperbaiki perekonomian keluarga. Sehingga sebagian masyarakat memilih
bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja menjadi Buruh Migran Indonesia (BMI).
Pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri menghasilkan devisa
bagi negara. Proses pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri dilakukan
dengan tujuan untuk memperluas dan menciptakan kesempatan kerja bagi
sebagian masyarakat, meningkatkan penghasilan devisa negara, meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, memperbaiki perekonomian keluarga, mandiri, dan
sejahtera.
Selama ini muncul berbagai masalah sehubungan dengan BMI ketika
pengiriman, saat bekerja dan saat pasca kontrak kerja. Masalah tersebut meliputi
2

manipulasi dokumen, penipuan yang dilakukan perantara pengirim BMI, hingga


proses yang terlalu lama. Ketika BMI bekerja di luar negeri, masalah-masalah
yang muncul seperti tidak memiliki dokumen resmi, diskriminasi dan
ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak yang dilakukan, bahkan tenaga kerja
wanita dijadikan objek perdagangan. Sedangkan permasalahan setelah kontrak
tersebut berakhir yaitu ketika BMI kembali ke tanah air.
Menurut data kedatangan milik Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (2016) BMI kembali ke Indonesia Januari
2016 sebanyak 3.585 orang dan BMI bermasalah sebanyak 1.550 orang.
Pemerintah melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia memiliki pelatihan dan pembekalan mengenai kewirausahaan yang
dilakukan untuk membina BMI menjadi BMI purna yang mandiri, kreatif dan
BMI yang kembali ke daerah asal tidak menjadi beban baru bagi masyarakat dan
pemerintah di daerahnya. Hal ini sesuai dalam Program Pemerintah “Indonesia
Memanggil” yang diagendakan oleh Presiden Joko Widodo terkait pemulangan
TKI dari berbagai negara di dunia, khususnya dari negara Malaysia dan Arab
Saudi. Program Pemerintah “Indonesia Memanggil” direncanakan oleh Presiden
Joko Widodo untuk memulangkan sebanyak 1,8 juta WNI Overstayers/BMI yang
bermasalah. Program tersebut telah berjalan sejak tahun 2015 dimana pada tahun
tersebut program “Indonesia Memanggil” telah memulangkan 450 orang WNI
Overstay dan BMI bermasalah. WNI Overstay dan BMI bermasalah mendapatkan
fasilitas pemulangan secara gratis hingga ke daerah asal. Pemberdayaan BMI
Purna, BMI Bermasalah atau WNI Overstay merupakan tindak lanjut dari
program “Indonesia Memanggil”.
Selama ini pemerintah menawarkan pelayanan dan perlindungan yang
terfokus pada buruh migran yang akan berangkat menuju negara tujuan.
Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (2016), Jawa Timur menduduki peringkat tiga sebagai provinsi
pengirim BMI ke luar negeri yang terbanyak dengan total 3.937 orang dan BMI
asal Malang termasuk ke dalam salah satu kabupaten atau kota pengirim BMI ke
luar negeri terbanyak. Negara tujuan yang paling banyak diminati oleh BMI asal
Kabupaten Malang tahun 2014 menurut Badan Perencanaan Pembangunan
3

Daerah Kabupaten Malang yaitu Hongkong dengan jumlah 1.125 orang dan
Taiwan dengan jumlah 851 orang. Pengiriman BMI asal Kabupaten Malang ke
luar negeri untuk bekerja memberikan hasil berupa remitan bagi negara, daerah
asal dan keluarga. Curson, 1983 (dalam Primawati, 2011) menyatakan bahwa
remitan merupakan uang, barang, dan ide-ide pembangunan dari daerah tujuan
migrasi ke daerah asal yang merupakan salah satu komponen penting dalam
kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat. Jumlah remitan (pengiriman uang
dari luar negeri) Jawa Timur tahun 2016 mencapai 1,735 trilliun.
Menurut Irawaty dan Ekawati (2011) menyatakan bahwa pemanfaatan
remitan dialokasi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi, investasi pendidikan,
investasi ekonomi dan produksi. Sedangkan pemanfaatan remitan untuk investasi
sosial dengan sumbangan untuk pembangunan desa tidak ditemukan, sehingga
keluarga migran hanya terfokus pada pemenuhan kebutuhan, konsumsi dan
investasi pendidikan. Salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Malang,
kecamatan yang memiliki jumlah BMI terbanyak adalah Kecamatan Dampit
dengan jumlah 220 orang.
Kecamatan Dampit memiliki luas wilayah 135,300 km2 yang terdiri atas 11
Desa. Dari 11 Desa yang berada di wilayah Kecamatan Dampit, salah satu desa
yang memiliki jumlah BMI terbanyak adalah Desa Majangtengah. Keinginan
untuk memperbaiki keuangan keluarga namun pekerjaan dan upah yang diperoleh
tidak mampu untuk mewujudkan keinganan sehingga sebagian masyarakat
melakukan migrasi ke luar negeri (BMI). Gaji BMI selama bekerja di luar negeri
berbeda-beda, hal ini tergantung tujuan negaranya. Misalnya saja gaji BMI di
Negara Hongkong sekitar 4.300 dollar Hongkong atau setara dengan Rp
12.000.000 (dua belas juta rupiah) per bulan (Benni Indo, 2017). Gaji tersebut di
kirimkan kepada keluarga yang ada di Tanah Air untuk kemudian digunakan
untuk memenuhi kehidupan rumah tangga atau kebutuhan lainnya. Namun ketika
BMI kembali ke desa, BMI purna tidak memiliki pendapatan untuk diberikan
kepada keluarganya. Sehingga BMI Purna kembali pada pekerjaan sebelum ia
menjadi BMI.
Tidak semua BMI Purna kembali ke desa juga kembali pula ke pekerjaan
lama. Ada beberapa BMI Purna yang setelah kembali dari luar negeri memiliki
4

pekerjaan baru ataupun memiliki usaha untuk membantu keuangan keluarga. BMI
purna dapat memulai usaha baik secara individu maupun kelompok untuk
memperoleh pendapatan keluarga.
Usaha yang dimiliki oleh BMI Purna dapat membangun dan mengembangan
desa. Dalam pengembangan ekonomi lokal, masyarakat harus memanfaatkan
sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, sumber daya
sosial, sumber daya kelembagaan, dan sumber daya fisik yang dimiliki untuk
menciptakan suatu sistem perekonomian yang berkecukupan dan berkelanjutan.
Pengembangan ekonomi lokal dapat memberikan peningkatan daya saing industri
yang dapat dipasarkan hingga skala Internasional. Selain itu pengembangan
ekonomi lokal dapat membantu dalam pembangunan pertumbuhan ekonomi di
Desa Majangtengah, Kecamatan Dampit.

1.2 Rumusan Masalah


Saat BMI kembali ke kampung halamannya setelah bekerja di luar negeri,
akan muncul permasalahan baru bagi daerah asal BMI purna. Permasalahan
tersebut dikarenakan setelah BMI Purna tidak bekerja diluar negeri, BMI purna
tidak memiliki pendapatan yang pasti. Padahal BMI purna harus menghidupi
keluarganya seperti saat BMI tersebut bekerja di luar negeri. Beberapa BMI Purna
akan kembali pada pekerjaan sebelum ia menjadi BMI. Namun tidak semua BMI
Purna kembali pada pekerjaanya, beberapa BMI Purna ada yang mengambil
keputusan untuk merubah ekonomi keluarga Salah satu cara BMI purna tersebut
merubah ekonomi keluarga adalah dengan mendirikan usaha.
Usaha yang dijalani oleh BMI Purna di Desa Majangtengah menggunakan
usaha pertanian dan peternakan. Sehingga jenis usaha agribisnis yang dimiliki
BMI Purna adalah bertani, beternak, agroindustri, dan jasa. Usaha yang dikelola
oleh BMI Purna dapat memberikan pengaruh bagi desa. Pengaruh usaha tersebut
dapat berupa pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya modal, sumber daya
sosial, sumber daya kelembagaan, sumber daya fisik dan sumber daya manusia di
Desa Majangtengah. Dimana pengaruh usaha tersebut dapat berupa pendapatan
keluarga dan penyerapan tenaga kerja.
Dengan adanya pengaruh usaha, maka akan ada beberapa faktor pendukung
dan penghambat BMI purna dalam pengembangan ekonomi lokal. Menurut
5

Susanti et al (2013), Faktor pendukung dan penghambat seseorang dalam


pengembangan ekonomi lokal dapat berasal dari sumber daya alam, jumlah
penduduk, pengetahuan, dan pemasaran. Dari adanya faktor pendukung tersebut,
BMI Purna dapat terus mengembangkan usaha hingga mempengaruhi ekonomi
desa. Namun faktor penghambat BMI Purna dalam mengembangkan usaha
ataupun memulai usaha, kemudian dapat mempengaruhi ekonomi desa.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka dirumuskan pertanyaan
penelitian untuk mendeskripsikan peran usaha agribisnis yang dilakukan oleh
BMI purna dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Majangtengah,
Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang sebagai berikut:
1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
usaha agribisnis di Desa Majangtengah, Kecamatan Dampit, Kabupaten
Malang?
2. Bagaimana pengaruh usaha agribisnis milik BMI purna terhadap
pengembangan ekonomi lokal di Desa Majangtengah, Kecamatan Dampit,
Kabupaten Malang?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka diperoleh tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian peran usaha agribsnis BMI purna terhadap
pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Dampit yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor
penghambat dalam usaha agribisnis di Desa Majangtengah, Kecamatan
Dampit, Kabupaten Malang.
2. Menganalisis pengaruh usaha agribisnis milik BMI Purna terhadap
pengembangan ekonomi lokal di Desa Majangtengah, Kecamatan Dampit,
Kabupaten Malang.
6

II. PENDEKATAN TEORI

2.1 Teori Migrasi


Menurut Lewis (1954) dalam Purnomo (2009), teori migrasi yaitu tentang
proses perpindahan tenaga kerja desa-kota, dimana model yang dikembangkan
oleh Lewis diperluas oleh Fei dan Ranis pada tahun 1961 dan merupakan teori
umum yang diterima dan dikenal dengan model Lewis-Fei-Ranis (L-F-R).
Berbeda dengan Lewis, Menurut Evereet S. Lee, 1969 (dalam Mehedi, 2010)
seseorang bermigrasi karena beberapa faktor penarik seperi kesempatan
pendidikan yang lebih tinggi, peluang pekerjaan yang lebih baik, kebebasan
politik dan agama, kebebasan, perawatan medis yang lebih baik daripada di kota
asal, iklim, keamanan, keluarga, industri dan peluang untuk menikah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang atau kelompok melakukan
migrasi dari daerah asal ke daerah tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang
lebih baik. Seseorang atau kelompok tersebut melakukan perpindahan karena
merasa di daerah tempat ia tinggal tidak memiliki keinginan atau tujuan hidupnya
dan di daerah tujuannya memiliki tujuan apa yang ia inginkan. Tujuan tersebut
dapat berupa pendidikan, pekerjaan, perawatan kesehatan, dan lain sebagainya
dengan harapan tujuan untuk melakukan migrasi tercapai.

2.2 Teori Giddens


Konsep agensi umunya diasosiasikan dengan kebebasan, kehendak bebas,
tindakan kreativitas, orisinilitas dan kemungkinan perubahan melalui aksi agen
bebas. Bagaimanapun juga kita perlu membedakan antara istilah metafisis atau
mistis agensi bebas di mana agen membentuk dirinya sendiri (yaitu mewujudkan
dirinya sendiri dari ketiadaan) dengan konsep agensi sebagai sesuatu yang
diproduksi secara sosial dan diberdayakan oleh sumber daya sosial yang
disebarkan secara bervariasi, yang memunculkan berbagai tingkat kemampuan
untuk bertindak pada ruang-ruang tertentu.
Sebagai contoh, identitas suatu kaum terikat dengan struktur yang
mewarnainya yang didahului oleh hasil nilai dan diskursus sosial yang
memungkinkannya melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sebagai seorang agen.
Kemudian ada perbedaan antara konsepsi di mana tindakan diciptakan oleh agen
yang bebas karena tidak ditentukan dengan agensi sebagai suatu kapasitas untuk
7

bertindak yang dibentuk secara sosial. Kebebasan yang mengarah pada kekuaasan
subjektif dikaji secara khas. Pandangan bahwa agen itu bebas dalam arti tidak
ditentukan tidak dapat dipertahankan akrena dua alasan:
1. Terdiri dari apa saja tindakan manusia yang tidak ditentukan atau tidak
dipengaruhi? Tindakan seperti ini ialah sesuatu yang diciptakan secara
spontan dari ketiadaan suatu bentuk metafisis dan mistis ciptaan orisinal.
2. Subjek ditentukan, dipengaruhi dan diproduksi, oleh kekuatan sosial yang
ada di luar dirinya sendiri sebagai individu. Giddens menyebutnya sebagai
Dualitas Struktur (Barker, 2011: 191).
Giddens mencoba memaparkan Model straitifikasi agen atau pelaku yang
digambarkan pada skema berikut (Giddens, 2011:6). Monitoring refleksif aktivitas
merupakan ciri terus menerus tindakan sehari-hari dan melibatkan perilaku tidak
hanya individu namun juga perilaku orang-orang lain. Intinya, aktor-aktor tidak
hanya senantiasa memonitor arus aktivitas-aktivitas dan mengharapkan orang lain
berbuat sama dengan aktivitasnya sendiri; mereka juga secara rutin memonitor
aspek-aspek, baik sosial maupun fisik konteks tenpat bergerak dirinya sendiri.
Yang dimaksudkan dengan rasionalisasi tindakan ialah bahwa para aktor juga
secara rutin dan kebanyakan tanpa banyak percekcokan memperthankan suatu
“pemahaman teoritis” yang terus-menerus atas dasar-dasar aktivitasnya.
Pemahaman seperti ini hendaknya tidak disamakan dengan pemberian
alasan-alasan secara diskursif atas butir-butir perilaku tertentu, maupun tidak
disamakan dengan kemampuan melakukan spesifikasi terhadap alasan-alasan
seperti itu secara diskursif. Namun demikian, agen-agen lain yang cakap
mengharapkan dan merupakan kriteria kompetensi yang diterapkan dalam
perilaku sehari-hari bahwa actor biasanya akan mampu menjelaskan sebagian
besar atas apa yang mereka lakukan, jika memang maksud-maksud dan alasan-
alasan yang menurut para pengamat normalnya hanya diberikan oleh aktor-aktor
awam baik Motivasi tindakan ketika beberapa perilaku tertentu itu
membingungkan atau bila mengalami kesesatan atau fraktur dalam kompetensi
yang kenyataannya mungkin memang kompetensi yang diinginkan. Jadi kita
biasanya tidak akan menanyai orang lain mengapa ia melakukan aktivitas yang
sifatnya konvensional pada kelompok atau budaya yang ia sendiri menjadi
8

anggotanya. Kita biasanya juga tidak meminta penjelasan bila terjadi kesesatan
yang nampak mustahil bisa dipertanggungjawabkan oleh agen bersangkutan.
Namun jika Freud memang benar, fenomena seperti itu mungkin memiliki dasar
pemikiran tertentu, kendati jarang disadari baik oleh pelaku seperti itu atau orang
lain yang menyaksikannya (Giddens, 2011:7).
Pembedaan antara monitoring refleksif dan rasionalisasi tindakan dengan
motivasinya. Jika alasan-alasan mengacu pada keinginan-keinginan yang
mengarahkannya. Akan tetapi, motivasi tidaklah secara langsung dibatasi oleh
kesinambungan tidakan-tindakan seperti halnya rasionalisasi atau monitoring
refleksifnya. Motivasi mengacu pada potensi tindakan bukan pada model
pelaksanaan tindakan secara terus menerus oleh agen yang bersangkutan. Motif-
motif cenderung memiliki perolehan langsung atas tindakan hanya dalam
keadaan-keadaan yang relatif tak biasa, situasisituasi yang dalam beberapa sisi
terputus dari rutinitas. Kebanyakan motifmotif memasok seluruh rencana atau
program ‘proyek-proyek’ dalam istilah Schutz, tempat dilakukannya gugusan
perilaku. Kebanyakan perilaku sehari-hari tidak dimotivasi secara langsung
(Giddens, 2011: 7). Menginduksi pernyataan di atas dapat ditarik benang merah
bahwa sifat-sifat khusus agen ialah sebagai berikut:
1. Agen tidak hanya memonitor terus menerus aliran dan aktivitasaktivitas
mereka dan mengharapkan pihak lain bertindak seperti dirinya. Mereka juga
secara rutin memonitor aspek-aspek fisik dan sosial dari konteks tempat
mereka bergerak.
2. Dengan rasionaliasi tindakan secara rutin dan berlalu tanpa tumpang tindih,
maka hal itu mengukuhkan pemahaman teoritis secara terus menerus dari
landasan aktiitas mereka. Aktor selalu mampu menjelaskan banyak hal dari
apa yang mereka lakukan, jika mereka bertanya.
3. Pertanyaan sering menjadi tujuan dan alasan filosof yang biasanya untuk
membantu menjelaskan bagi aktor awam yang tengah menghadapi beberapa
situasi yang membingungkan atau ketika ada semacam perubahan atau
keretakan kompetensi yang mungkin secara nyata menjadi sesuatu yang
diharapkan.
9

4. Monitoring refleksif dan rasionalisai tindakan dibedakan bedasarkan


motivasi (Susilo, 2008: 415-416). 
Guna memfokuskan klarifikasi mengenai agensi, perlulah sekiranya dibuat
batasan mengenai agensi manusia yang diluruskan di bawah ini:
1. Agensi manusia menekankan hubungan antara aktor dan kekuasaan.
Tindakan bergantung pada kemampuan individu untuk membuat sebuah
perbedaan dari kondisi peristiwa atau tingkatantingkatan kejadian
sebelumnua. Seorang agen akan berhenti menjadi agen jika ia kehilangan
kemampuan untuk membuat sebuah perbedaan dalam melatih beberapa jenis
kekuasaan. Banyak kasus yang menarik dari analisis sosial yang terfokus
pada margin yang dapat kita artikan sebagai tindakan, yaitu saat kekuasaan
individu dibatasi oleh jarak keadaan-keadaan khusus. Tetapi ini menjadi
kepentingan pertama untuk mengenali keadaankeadaan pengekangan sosial
yang membuat individu tidak memiliki pilihan yang tidak sama dengan
disintegrasi tindakan. Tidak memiliki pilihan bukan berarti bahwa tindakan
telah digantikan oleh reaksi (yang membuat seseorang mengambik taktik
ketika gerakan teratur dibuat di depan mata sendiri).
2. Sebagian aliran teori sosial terkemuka tidak mengenal pembedaan,
utamanya yang berhubungan dengan objektivitisme dan structural. Mereka
menyatakan bahwa kekangan beroperasi seperti kekuatan alam, seolah-olah
tidak memiliki pilihan yang sama dengan yang digerakkan tanpa perlawanan
dan tidak mampu dipahami oleh tekanan-tekanan mekanis.
3. Agen tidak bebas untuk memilih bagaimana membentuk dunia sosial, tetapi
dibarasi oleh pengekangan posisi historis yang mereka tidak pilih.
4. Baik tindakan aktor maupun struktur akan melibatkan tiga aspek yakni
makna, norma dan kekuasaan (Susilo, 2008: 416).
Menurut Giddens setiap manusia merupakan agen yang betujuan (purposive
agent) karena sebagai individu, ia memiliki dua kencenderungan, yakni memiliki
alasan-alasan untuk tindakan-tindakannya dan kemudian mengelaborasi alasan-
alasan ini secara terus menerus sebagai bertujuan, bermaksud dan bermotif
(Susilo, 2008: 413). Sedangkan gensi mengacu pada perbuatan, kemampuan atau
tindakan otonom untuk melakukan apa pun.
10

2.1 Teori Sorokin


Dalam Lauer (1989), Pitirim A. Sorokin menuliskan beberapa karya
penting dibidang mobilitas sosial, teori sosiologi, dan perubahan sosiokultural.
Menurut Sorokin, sejarah sosiokultural merupakan lingkaran yang bervariasi
antara ketiga supersistem yang mencerminkan kultur yang agak homogen. Ketiga
supersistem ini meliputi sistem ideasional, sistem inderawi, dan sistem campuran.
Ketiga supersistem atau mentalitas budaya ini menunjukkan perbedaan dasar
berpikir.
Sistem ideasional memiliki prinsip dasar berpikir yang menyatakan Tuhan
sebagai realitas tertinggi dan nilai terbenar. Sistem ideasional ini dibagi menjadi
ideasional asketik dan ideasional aktif. Sistem ideasional asketik menunjukkan
ketertarikan pada tanggung jawab untuk mengurangi sebanyak kebutuhan duniawi
agar mudah terserap ke dalam alam transenden, sedangkan untuk ideasional aktif
selain dapat mengurangi kebutuhan duniawi juga berupaya mengubah dunia
material agar selaras dengan alam transenden. Transenden merupakan cara
berpikir individu atau kelompok mengenai hal-hal yang melampaui apa yang
dilihat dan yang dapat ditemukan di alam semesta.
Sistem inderawi (sensate) merupakan prinsip dasar dunia nyata yang
tercerap dari pancaindera adalah kenyataan dan nilai yang satu satunya ada.
Mentalitas budaya dari sistem inderawi dibagi menjadi:
a) Inderawi aktif merupakan mendorong usaha aktif dan giat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan material. Mentalitas yang mendasari inderawi aktif
adalah pertumbuhan ilmu dan teknologi.
b) Inderawi pasif merupakan hasrat untuk menikmati kesenangan duniawi
setinggi-tingginya. Mengejar kesenangan hidup tidak dipengaruhi oleh suatu
tujuan jangka panjang.
c) Inderawi sinis merupakan usaha yang dalam pencapaian tujuan material
dengan menunjukkan sistem nilai transenden yang pada dasarnya
ditolaknya.
Sistem campuran (idealistis) menggabungkan kedua mentalitas budaya
inderawi dan ideasional. Mentalitas sistem campuran terbagi menjadi dua yaitu:
11

a) Mentalitas idealistis merupakan campuran mentalitas ideasional dengan


inderawi. Sehingga kedua aspek tersebut memiliki dasar emikiran dari
kedua tipe mentalitas tersebut secara sistematis dan saling berkaitan.
b) Mentalitas ideasional tiruan yang didominasi oleh pendekatan inderawi
namun unsur ideasional hidup berdampingan dengan unsur inderawi. Kedua
unsur tersebut tidak saling terintegrasi secara sistematis kecuali sekedar
berdampingan.
2.3 Teori Gender
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller untuk
membedakan pencirian manusia yang didefiniskan berdasarkan sifat sosial budaya
yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Kata gender berasal dari Bahasa Inggris
yang memiliki pengertian sex dan gender. Sering kali gender samakan dengan
jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Menurut Helen Tierney dalam Nugroho
(2011) mengemukakan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya
membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat.
Berbeda dengan Helen Tierney, Hillary M. Lips dalam Nugroho (2011)
mengemukakan bahwa gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki
dan perempuan (cultural expectation for women and men). Pendapatan Hillary
sejalan dengan Linda L. Lindsey yang menyatakan bahwa ketetapan masyarakat
perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk
kedalam kajian gender (what a given society defines as masculine or feminine is a
component of gender).
Menurut Wilson dalam Nugroho (2011) bahwa gender merupakan suatu
dasar dalam menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada
kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-
laki dan perempuan. Gender bersifat tidak universal namun bervariasi dari
masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Ada dua
elemen gender yang bersifat universal menurut Gallery (1987), yaitu (1) gender
tidak identik dengan jenis kelamin, dan (2) gender merupakan dasar dari
pembagian kerja di semua masyarakat. Beberapa teknik dalam menganalisis
12

gender memiliki model yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli, salah
satunya adalah Dephut (2004), dengan Model Harvard yang dikembangkan oleh
Harvard Institute for Internatonal Development bekerjasama dengan Women in
Development (WID)-USAID. Model Harvard didasarkan pada pendekatan
efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender.
Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan proyek,
menyimpulkan data basis atau data dasar (Dephunt, 2004). Komponen dasar
dalam model Harvard, yaitu:
a. Profil kegiatan (produktif, reproduktif, dan sosial) yang didasarkan pada
pembagian kerja dan data terpilah berdasarkan jenis kelamin,
b. Profil akses dan kontrol,
c. Faktor yang mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol, dan
d. Analisis siklus proyek.
13

III. PEMBAHASAN
Secara geografis Desa Majangtengah merupakan salah satu wilayah dataran
tinggi di Kabupaten Malang. Wilayah Desa Majangtengah memiliki potensi
dibidang pertanian tahunan maupun musiman karena sebagian besar
masyarakatnya bekerja sebagai buruh tani yang memberikan pengaruh terhadap
masyarakat sekitar untuk melakukan migrasi guna memperbaiki kehidupan
keluarga maupun sekitarnya. Menurut perangkat desa setempat, masyarakat Desa
Majangtengah banyak yang melakukan migrasi ke luar negeri. Berikut ini
merupakan petikan wawancara dengan salah satu perangkat desa:
“Disini banyak mba yang menjadi TKW, disetiap rumah banyak.
Biasanya mereka ngikutin tetangga dan kerabatnya. disini kalau TKI
tidak ada yang berhasil, bangun rumah, balik lagi, pulang beli motor,
balik lagi jadi TKW.” Tutur Ibu Nurhayati selaku sekretaris desa.
Banyak yang menjadi alasan kepergian seseorang untuk melakukan migrasi
ke luar negeri. Keinginan untuk memiliki rumah yang lebih baik, menyekolahkan
anak maupun sanak saudara, dan memperbaiki perekonomian keluarga dengan
berwirausaha merupakan beberapa alasan yang diberikan oleh informan. Ketika
salah seorang di desa tersebut sukses, maka para tetangga akan mengikuti
informan tersebut menjadi BMI. Namun tidak semua dari BMI tersebut ketika
pulang menjadi sukses.
Penggunaan remitan atau gaji selama bekerja di luar negeri yang terarah
membuat informan dapat menikmati hasilnya. Saat sebelum menjadi BMI,
pekerjaan suami yang buruh dan pekerjaan informan Ibu rumah tangga tidak
mampu memberikan pendapatan lebih pada keluarga. Namun saat BMI tersebut
kembali ke rumah dan remitan yang dimiliki dikelola untuk kebutuhan konsumtif
dan investasi atau membuka usaha, maka keluarga informan memiliki pekerjaan
yang lebih baik dari sebelumnya. Ketika sebelum menjadi BMI, bekerja pada
orang lain dan setelah menjadi BMI memiliki usaha, maka informan tersebut
menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Dilihat bahwa selama tahun 2012-2017, jumlah penduduk perempuan di
Desa Majangtengah yang bekerja sebagai migran berjumlah 150 orang. Beberapa
BMI yang melakukan migrasi memiliki alasan untuk bekerja di luar negeri yang
14

meliputi keinginan untuk memiliki rumah yang lebih baik, sebagai modal usaha,
dan memenuhi kebutuhan keluarga lainnya.
Ketika penduduk yang melakukan migrasi tersebut kembali ke desa,
tujuannya adalah melihat hasil kerja kerasnya untuk keluarga dan melihat kondisi
keluarganya. Beberapa BMI purna menggunakan remitannya untuk merenovasi
rumah saja, namun beberapa BMI purna lainnya menggunakan remitan yang
tersisa untuk membuka usaha. Saat BMI purna kembali dan membuka usaha,
maka BMI purna tersebut membuka lapangan pekerjaan dan membantu penduduk
yang lain dalam memperoleh pekerjaan. Selain itu usaha yang dimiliki oleh BMI
purna dapat mendorong inovasi dan memunculkan industri-industri kecil baru
lainnya yang bersifat fleksibel dan bervariasi yang mampu menanggung resiko
dan berani mencoba. Dalam usaha agribisnis milik BMI purna memiliki
kontribusi terhadap desa melalui pembangunan desa dan menciptakan lapangan
pekerjaan.
a. Pembangunan desa
BMI purna yang memiliki usaha agribisnis melakukan sumbangan terhadap
pembangunan desa. Sumbangan tersebut dilakukan agar sarana dan prasarana desa
lebih baik dari sebelumnya. Sumbangan tersebut dilakukan secara ikhlas dan tidak
ada paksaan dari administrasi desa. Sumbangan yang dilakukan oleh BMI purna
adalah sumbangan pembangunan masjid.
“ke keluarga saja mba tidak pernah ke (kas) desa….untuk masjid mba.
diumumin di masjid kalau mau ada renovasi masjid. Kalau mau ada yang
sumbangan bisa menghubungi panitia pembangunan.” Tutur informan MS.
Berdasarkan kutipan salah satu informan MS, diketahui bahwa beliau tidak
pernah memberikan sumbangan ke kas desa melainkan dalam bentuk sumbangan
pembangunan desa. Sumbangan tersebut dapat dalam bentuk uang, alat dan bahan,
jasa, maupun konsumsi. Namun karena pembangunan masjid dan pembangunan
desa lainnya tidak selalu dilakukan, maka sumbangan yang diberikan tidak
dilakukan setiap bulan ataupun tahun melainkan setiap adanya pembangunan.
Dengan adanya pembangunan masjid tersebut, diharapkan masyarakat desa akan
semakin mudah dalam melaksanakan ibadah.
“ga ada mba. Ya pendapatan desa dari pemerintah saja. Kalau
pengaruhnya lebih kerasa setiap RT mba. kalau ke desa tidak begitu
berpengaruh.” Tutur Ibu Nurhayati selaku sekretaris desa.
15

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut diketahui bahwa BMI purna


memiliki pengaruh terhadap lingkungan RT tempat tinggalnya sedangkan
pengaruhnya untuk desa masih belum dapat dirasakan. Namun hal ini telah
berpengaruh terhadap ke lingkungan desa karena pembangunan di setiap dusun
telah berjalan dan berpengaruh ke masyarakat sekitar.
b. Menciptakan lapangan pekerjaan
Selain memiliki pengaruh terhadap pembangunan masjid, usaha agribisnis
milik BMI purna juga memiliki pengaruh dalam menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat yang membutuhkan pekerjaan. Dalam sebuah usaha, rekruitmen
atau penerimaan tenaga kerja memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan
organisasi dalam hal sumberdaya manusia. Proses perekrutan tenaga kerja yang
dilakukan oleh BMI purna bersifat secara langsung. Hal ini sebabkan tenaga kerja
yang digunakan oleh BMI purna dalam membantu menjalankan usaha yang
dimilikinya merupakan tenaga kerja keluarga dan masyarakat sekitar. Sehingga
hal ini dilakukan agar memudahkan BMI purna dalam perekrutan tenaga kerja dan
masyarakat sekitar memiliki pekerjaan.
Tenaga kerja yang diterima oleh BMI purna merupakan tenaga kerja yang
telah terbiasa melakukan pekerjaan tersebut. Dalam proses rekruitmen tenaga
kerja yang di lakukan BMI purna maupun keluarga dilakukan oleh suami.
Perempuan BMI purna merasa bahwa suami lebih mengerti dan mengenal
seseorang yang mampu bekerjasama dalam proses perawatan maupun produksi.
Sehingga BMI Purna tidak melakukan proses pelatihan tenaga kerja dalam usaha
yang dimilikinya.
Dari 30 informan yang memiliki pegaruh dalam hal penerimaan tenaga kerja
luar keluarga berjumlah 5 informan dengan jenis usaha agribisnis bertani dan
agroindustri. Jumlah tenaga kerja luar keluarga yang bekerja pada bidang bertani
berjumlah 38 orang. Sedangkan usaha agribisnis agroindustri memiliki jumlah
tenaga kerja luar keluarga berjumlah 6 orang. Jika keseluruhan jenis usaha
agribisnis milik BMI purna yang memiliki tenaga kerja luar keluarga berjumlah
44 orang. Tenaga kerja luar keluarga tersebut diperoleh dari tetangga dan
masyarakat sekitar tempat tinggal beliau. Usaha agribisnis beternak dan jasa tidak
16

memiliki tenaga kerja yang dipekerjakan. Sehingga kedua jenis usaha tersebut
tidak memiliki pengaruh terhadap desa.
Ketika BMI purna yang lain membuka usaha, maka BMI purna tersebut
membantu desa dalam mengurangi jumlah penduduk yang belum bekerja. Jumlah
perempuan BMI purna berjumlah 150 orang. Jika 50 orang membuka usaha
dengan rata-rata jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan pada masing-masing
usaha adalah 5 orang. Maka jumlah penduduk yang bekerja bertambah 250 orang
dan akan mengurangi jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang belum bekerja.
Menurut Sumarsono (2003), permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan
tingkat upah, naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dan harga
barang-barang modal turun. Sehingga dengan bertambahnya BMI purna yang
memiliki usaha, dapat mengurangi jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang belum
bekerja.
Lapangan kerja yang tersedia merupakan lowongan pekerjaan yang diisi
oleh seorang pencari kerja untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja dalam suatu
proses kegiatan usaha. Beberapa usaha yang dimiliki oleh BMI purna yaitu
bertani, beternak, agroindustri, dan jasa. Usaha agribisnis milik BMI purna
mampu menyerap tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan Sulistyastuti (2004) bahwa
terdapat peran UKM dalam pembangunan ekonomi regional yang meliputi:
a) UKM mampu menciptakan lapangan kerja. Terbukti berbagai lapangan
kerja tercipta dengan adanya usaha agribisnis milik BMI purna. Berbagai
usaha yang dijalankan oleh BMI purna memberikan kesempatan kerja dan
usaha bagi masyarakat di sekitar Desa Majangtengah.
b) UKM mampu meningkatkan hubungan industri dan menyediakan
lingkungan kerja yang baik dengan pekerjanya. Hal ini terbukti saat BMI
purna membutuhkan tenaga kerja maka akan menghubungi keluarga
ataupun tetangga yang membutuhkan pekerjaan.
c) Manajemen UKM yang sederhana dapat memudahkan dalam melakukan
adaptasi terhadap perubahan pasar, produk, maupun lingkungan bisnis, dan
d) Teknologi yang digunakan oleh UKM bersifat sederhana sehingga lebih
mudah dalam melakukan penyesuaian. Hal ini terbukti dengan
17

digunakannya tenaga kerja untuk memproduksi dan mengerjakan kegiatan


usaha milik BMI purna.
Dalam pengembangkan ekonomi desa diperlukan peran administrasi desa
dan masyarakat desa untuk membantu berjalannya program-program desa. Desa
Majangtengah memiliki masyarakat yang bekerja sebagai BMI terbanyak ketiga di
Kecamatan Dampit, sehingga diperlukan adanya pemberdayakan bagi keluarga
BMI dan BMI purna. Pemberdayaan tersebut dapat berupa pelatihan
kewirausahaan untuk kelompok BMI purna, dan pelatihan pengolahan dari bahan
baku menjadi barang atau makanan dengan menggunakan potensi desa. Dengan
adanya pemberdayaan terhadap keluarga BMI dan BMI purna dalam
pengembangan ekonomi desa maka akan membantu kemajuan suatu desa. Dalam
hal ini diperlukan contoh dari BMI purna yang sukses mengoptimalkan potensi
desa dan modal yang diperoleh dari bekerja di luar negeri untuk menumbuhkan
ekonomi keluarga dan kemajuan desa. Beberapa kebijakan untuk BMI purna telah
diberikan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(2015) akan melatih 15.000 BMI purna menjadi wirausaha baru di sektor
pertanian, perdagangan, ekonomi kreatif, dan kuliner. Selain itu kebijakan yang
diperlukan yaitu:
1. Sebelum melakukan pengiriman BMI, BMI diberikan pelatihan
kewirausahaan agar dalam penggunaan remitannya tidak hanya digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari, renovasi rumah, pendidikan anak, namun juga
ditabung untuk modal dalam memulai usaha. Kewirausahaan diperlukan
bagi BMI purna karena dapat memperoleh penghasilan di dalam negeri dan
tidak perlu kembali menjadi BMI.
2. Pembuatan kelompok atau paguyuban BMI purna untuk pembentukan
sentra usaha BMI purna dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, sumber daya sosial untuk mengembangkan usaha
ekonomi produktif. Pembentukan paguyuban menjadi sebuah sarana
mengakses berbagai program pengembangan kapasitas dalam
memaksimalkan peluang usaha ekonomi produktif dari berbagai pihak
berupa stakeholder termasuk pemerintah.
18

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal ini sejalan dengan teori Sorokin
dengan sistem inderawi (sensate) yang menyatakan bahwa prinsip dasar dunia
nyata yang tercerap dari pancaindera adalah kenyataan dan nilai yang satu satunya
ada. Dengan pernyataan bahwa masyarakat
3.1 Usaha Agribisnis Milik BMI Purna di Desa Majangtengah
Jenis usaha agribisnis yang dilakukan oleh informan berbagai macam. Dapat
ketahui bahwa informan lebih banyak tidak memiliki usaha dibidang agribisnis.
Sedangkan sisanya merupakan informan yang memiliki usaha agribisnis. Usaha
pada bidang pertanian berupa bertani, beternak, agroindustri, dan jasa sedangkan
usaha pada bidang non pertanian meliputi menjahit, berjualan sembako, arsitektur,
dan toko bangunan. Hal ini sesuai dengan penelitian Supriana dan Vita (2010),
bahwa sektor usaha sesuai dengan lokasi daerah TKI Purna tinggal. Ketika TKI
purna tinggal di kota maka sektor usaha yang lebih banyak dipilih adalah
perdagangan sedangkan untuk daerah dengan potensi pertanian maka TKI Purna
memilih untuk bertani atau beternak.
1. Bertani
Desa Majangtengah memiliki luas area lahan sawah dan ladang 797 ha.
Beberapa informan memilih untuk menggunakan remitannya membeli atau
menyewa lahan pertanian untuk kemudian bertani. Kegiatan usaha tersebut
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga setelah informan tidak
kembali menjadi BMI. Kegiatan bertani tersebut beliau lakukan dengan menanam
berbagai jenis tanaman. Pada Tabel 3.1 Usaha agribisnis bidang bertani dengan
jenis usaha antara lain bertani tanaman tahunan dan tanaman musiman. Tanaman
tahunan yang ditanam meliputi tanaman tebu, tanaman sengon, cengkeh, manggis
dan kopi robusta. Sedangkan untuk tanaman semusim meliputi tanaman padi,
singkong, jagung dan kelapa.
Tabel 3.1 Usaha Agribisnis Bertani Milik BMI Purna
No Informan Jenis komoditas Luas lahan Status Pengelola
(Ha)
1 MS Sengon dan Tebu 2 Sewa Suami
2 1/4 Milik Bersama
SY Tebu sendiri
3 1¼ Milik Anak dan
LK Sengon dan Padi sendiri Keponakan
19

4 Singkong, Jagung 4¼ Sewa Suami


dan Kacang
SA Tanah
5 NS Kopi Robusta, 1 Milik Kakak
Manggis, Kelapa, sendiri
dan Cengkeh
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 3.1, informan yang memiliki jenis komoditas tebu
memiliki luas lahan 1¼ ha dengan status kepemilikan lahan adalah milik sendiri.
Tanaman tebu tersebut dikelola oleh anak dan keponakan. Jenis komoditas sengon
memiliki luas lahan sebesar 2 Ha dengan status kepemilikan lahan adalah sewa
dan milik sendiri. Tanaman sengon dikelola oleh suami dan anak. Selanjutnya
komoditas padi memiliki luas lahan ¼ ha dengan status kepemilikan adalah milik
sendiri yang dikelola oleh anaknya informan. Jenis komoditas dengan luas lahan
terbanyak adalah singkong, jagung dan kacang tanah. Jenis komoditas tersebut
termasuk ke dalam tanaman semusim. Tanaman singkong, jagung dan kacang
tanah ditanam di lahan sewa dan dikelola oleh suami informan. Sedangkan jenis
komoditas kopi robusta, manggis, kelapa, dan cengkeh memiliki status milik
sendiri dengan luas area lahan 1 Ha yang dikelola oleh saudaranya.
Dalam usaha bertani rata-rata modal yang digunakan saat memulai usaha
sebesar Rp 40.240.000,-. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan saat
mengelola usaha sebesar 5 orang dengan upah harian untuk perempuan Rp
30.000,- dan laki-laki sebesar Rp 40.000,-. Tenaga kerja yang diperoleh berasal
dari luar keluarga yang merupakan tetangga dan masyarakat sekitar dan tenaga
kerja dalam keluarga yang merupakan anak dan saudara. Pendapatan yang
diperoleh dari usaha bertani sebesar Rp 4.643.600/bulan yang kemudian hasil
pertanian tersebut dijual kepada tengkulak. Lahan yang dimiliki dan disewa oleh
informan mayoritas berada pada wilayah Desa Majangtengah.
Dalam usaha agribisnis, aktivitas informan dalam mengelola usaha bertani
dapat diketahui melalui Tabel 3.2. Aktivitas dalam usaha agribisnis bertani
dilakukan oleh informan, suami, anak laki-laki, dan lainnya. Lainnya tersebut
merupakan tenaga kerja yang digunakan oleh informan dalam mengelola
usahanya.
Tabel 3.2 Aktivitas gender dalam bertani
20

No Jenis Kegiatan Suami BMI Anak L Anak P Lainnya


Purna P
Jumlah (org)
1 Pengolahan Tanah 2 1 2 - 2
2 Penanaman 2 1 2 - 2
3 Penyiraman 2 1 2 - 2
4 Penyulaman 2 1 2 - 2
5 Penyiangan 2 1 2 - 2
6 Pemupukan 2 1 2 - 2
7 Pemanenan 2 1 2 - 2
8 Memegang uang 4 5 2 - -
hasil usaha
Jumlah 19 12 8 - 14
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Kegiatan usaha ini di dominasi oleh kegiatan yang dilakukan oleh suami.
Namun dari 5 keluarga informan yang memiliki usaha tani, 2 informan juga
dibantu oleh anak laki-lakinya. Hal ini disebabkan lahan yang luas dan jika
dikerjakan sendiri membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga informan
memilih untuk memperkerjakan tenaga kerja. Selain itu lokasi lahan yang jauh
dari lokasi tempat tinggal membuat informan memilih memperkerjakan tenaga
kerja keluarga dan luar keluarga dalam mengelola usaha. Saat usaha tersebut telah
berjalan, usaha tersebut dikelola secara bersama dengan suami dan anak informan.
Tabel 3.3 Akses terhadap usaha agribisnis bertani
No Jenis kegiatan Suami BMI Anak Anak Lainnya
Purna P L P
Jumlah (org)
1 Lahan 5 5 - - -
2 Sarana produksi 5 5 - - -
3 Modal 4 5 - - -
4 Pendapatan 3 5 - - -
5 Kelompok tani 5 - - - -
6 Pemeliharaan tanaman 3 3 2 - 2
7 Informasi harga hasil 4 5 - - -
produksi
8 Lokasi penjualan benih 5 2 - - -
9 Menentukan peralatan 4 2 - - -
yang digunakan
Jumlah 38 32 2 0 2
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
21

Akses dan kontrol keluarga informan dalam mengelola usaha bertani


memiliki kegiatan yang berbeda dengan aktivitas produktif dalam bertani.
Berdasarkan Tabel 3.3, akses dalam usaha agribisnis bertani dilakukan oleh
informan dan keluarga. Informan memiliki akses pada kegiatan usaha agribisnis
bertani. Informan memiliki peran dalam membantu suami bekerja di ladang.
Kegiatan kontrol terhadap usaha agribisnis bertani yang terdapat pada Tabel
3.4 dapat diketahui bahwa kontrol tertinggi dilakukan oleh suami. Suami memiliki
kontrol terhadap kegiatan seperti sarana produksi dan kelompok tani. Kegiatan
lainnya seperti lahan, modal, pendapatan, pemeliharaan tanaman, informasi harga,
lokasi penjualan dan menentukan peralatan yang digunakan dilakukan kontrol
oleh suami namun informan tetap membantu suami dalam melakukan kontrol
terhadap kegiatan tersebut.
22

Tabel 3.4 Kontrol terhadap usaha agribisnis bertani


No Jenis kegiatan Suami BMI Anak Anak Lain
Purna P L P nya
Jumlah (org)
1 Lahan 5 2 - - -
2 Sarana produksi 5 1 - - -
3 Modal 4 2 - - -
4 Pendapatan 3 2 - - -
5 Kelompok tani 5 - - - -
6 Pemeliharaan tanaman 4 2 - - -
7 Informasi harga hasil 4 2 - - -
produksi
8 Lokasi penjualan benih 5 2 - - -
9 Menentukan peralatan 4 2 - - -
yang digunakan
Jumlah 39 15 0 0 0
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29
Januari 2003, usaha agribisnis milik informan merupakan usaha pertanian skala
kecil. Hal ini dapat dilihat melalui penggunaan lahan yang sempit, produk yang
dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, selain itu hasil penjualan
dibawah Rp 100.000.000/tahun dan jenis komoditas usaha sewaktu-waktu dapat
berganti. Pemasaran produk hasil pertanian yang panjang untuk sampai ke
konsumen merupakan salah satu alasan usaha tersebut termasuk ke dalam usaha
berskala kecil. Alasan informan memilih usaha bertani karena dengan bertani
informan dapat menikmati hasilnya pertanian.
2. Beternak
Beberapa informan memiliki perternakan yang kemudian dijual untuk
memperoleh pendapatan keluarga. Ternak tersebut dijual hasilnya atau hewannya
ke masyarakat sekitar ataupun ke tengkulak. Ternak tersebut diperoleh dari
remitan informan dan beberapa jenis hewan ternak yang dimiliki oleh informan
dapat dilihat dapat Tabel 3.5.
Berdasarkan Tabel 3.5, informan Desa Majangtengah jenis hewan yang
paling banyak diternak adalah ayam boiler. Jumlah ayam boiler yang dimiliki oleh
informan adalah 2.144 ekor dengan status kepemilikan bagi hasil dan milik
sendiri. Sedangkan jumlah ternak kambing 2 ekor dan sapi 4 ekor. Keduanya
memiliki status kepemilikan milik sendiri.
23

Tabel 3.5 Usaha agribisnis beternak milik BMI purna


No Informan Jenis hewan Jumlah ternak Status Pengelola
(Ekor) kepemilikan
1 SY Ayam 2.000 Bagi hasil Suami
boiler
2 HS Ayam 144 Milik sendiri Sendiri
broiler
3 EN Kambing 2 Milik sendiri Suami
4 YM Sapi 4 Milik sendiri Suami
5 YK Bebek 400 Milik sendiri Suami
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Hewan ternak bebek mempunyai jumlah 400 ekor dengan status
kepemilikan milik sendiri. Namun informan yang memiliki ternak yang kemudian
hasilnya dibagi, sistem pembagiannya adalah 50% kepada orang yang
bekerjasama dengan informan. Pada usaha ternak tersebut dikelola oleh suami.
Dapat dilihat pada Gambar 3.2 bahwa informan memiliki usaha ternak untuk
membantu ekonomi keluarga.
Gambar 3.1 Ternak milik BMI purna (Foto: Elok, 2017)

(a) Ternak bebek (b). Ternak ayam

Rata-rata modal yang digunakan saat memulai usaha beternak sebesar Rp


23.500.000,- dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan saat mengelola usaha
sebesar 2 orang yang merupakan tenaga kerja dalam keluarga. Pendapatan yang
diperoleh dari usaha beternak sebesar Rp 9.928.000,-/bulan. Kegiatan yang
dilakukan saat beternak yaitu membeli hewan ternak, memberi makan dan minum,
serta menjualnya kepada juragan ternak maupun masyarakat sekitar. Hasil ternak
yang dijual dapat berupa hewan yang masih hidup maupun telurnya.
Berdasarkan Tabel 3.6, usaha ternak milik informan dikelola secara bersama
dengan suami. Informan tidak menggunakan tenaga kerja keluarga dan luar
keluarga. Ketika pembelian hewan ternak, membersihkan kandang, menjual
24

hewan ternak, dan menentukan harga ternak informan mempercayakannya kepada


suami. Sedangkan untuk memagang uang hasil usaha, suami mempercayakannya
kepada informan untuk mengelola keuangan usaha dan keluarga.
“Soalnya pingin balik ke Saudi tapi sama bapak ga dibolehin
akhirnya bapak nyuruh usaha ini saja mba.” Tutur Ibu HS.
Tabel 3.6 Aktivitas gender dalam beternak
No Jenis Kegiatan Suami BMI Anak Anak Lainnya
Purna P L P
Jumlah (org)
1 Membeli hewan 5 - - - -
ternak
2 Memberi makan 3 2 - - -
3 Memberi minum 3 2 - -
4 Membersihkan 4 2 - - -
kandang
5 Menjual hewan 4 1 - - -
ternak
6 Menentukan harga 4 1 - - -
ternak
7 Memegang uang 1 5 - - -
hasil usaha
Jumlah 24 12 - - -
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Saat pemberikan makan dan minum pada hewan ternak, suami dan informan
bekerja sama bersama untuk memberi makan dan minum pada pagi dan sore hari.
suami memiliki peranan yang penting dalam menyumbangkan ide maupun saran.
Namun ada beberapa usaha yang dikelola sendiri oleh informan, hal ini
dikarenakan suami memberikan saran agar informan membuka usaha tersebut dan
tidak perlu kembali menjadi BMI.
Tabel 3.7 Akses terhadap usaha agribisnis beternak
No Jenis kegiatan Suami BMI Anak Anak Lainnya
Purna P L P
Jumlah (org)
1 Hewan ternak 5 4 - - -
2 Pembelian hewan 5 - - - -
ternak
3 Modal 2 5 - - -
4 Pendapatan 2 5 - - -
5 Informasi harga jual 4 1 - - -
6 Lokasi penjualan 4 1 - - -
25

Jumlah 20 16 0 0 0
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Tabel 3.7 merupakan tabel dari akses terhadap usaha beternak dilakukan
oleh suami. Kegiatan suami yang paling banyak dilakukan dalam berusaha ternak
adalah pembelian hewan ternak. Pembelian ternak dilakukan oleh suami karena
suami lebih mengerti dan memahami mengenai perternakan. Namun, informan
memiliki akses terhadap modal dan pendapatan usaha. Modal dan pendapatan
usaha dikelola oleh informan sedangkan yang berjualan adalah suami dan
merawat hewan ternak adalah keduanya (suami dan informan).
Tabel 3.7 Kontrol terhadap usaha agribisnis beternak
No Jenis kegiatan Suami BMI Anak L Anak P Lainnya
Purna P
Jumlah (org)
1 Hewan ternak 5 - - - -
2 Pembelian hewan 5 - - - -
ternak
3 Modal 5 1 - - -
4 Pendapatan 4 3 - - -
5 Informasi harga jual 4 1 - - -
6 Lokasi penjualan 4 1 - - -
Jumlah 27 6 0 0 0
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 3.7, informan memiliki kontrol terhadap kegiatan usaha.
Namun jumlah kontrol informan terhadap kegiatan usah lebih di dominasi oleh
suami. Pada jenis usaha beternak ini kontrol hanya dilakukan oleh suami dan
informan. Informan tidak menggunakan tenaga kerja keluarga maupun luar
keluarga, sehingga informan dan suami mengerjakan kegiatan usaha secara
bersama-sama. Modal dan pendapatan usaha diatur oleh suami dalam
menggunakannya. Sehingga dalam pemilihan jenis usaha dilakukan oleh suami.
Dengan demikian usaha beternak termasuk ke dalam jenis usaha mikro. Hal
ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29
Januari 2003 mengenai UMKM karena hasil penjualan dibawah Rp
100.000.000/tahun dan jumlah tenaga kerja atau karyawan yang dimiliki kurang
dari empat orang. Alasan informan memilih usaha beternak karena suami
memiliki minat untuk berwirausaha dibidang ternak.
3. Agroindustri
26

Sepulangnya BMI dari bekerja di luar negeri memiliki usaha agroindustri


untuk memperoleh pendapatan keluarga. Usaha agroindustri tersebut berjalan
sebelum ataupun setelah menjadi BMI. Berdasarkan Tabel 3.8, usaha agroindustri
yang dimiliki oleh informan merupakan kepemilikan sendiri. Beberapa jenis usaha
agroindustri tersebut merupakan jenis usaha makanan dan pembuatan kandang
burung. Pada Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa usaha milih informan diproduksi di
rumah. Walaupun pada usaha sangkar dikelola oleh suami, informan tetap
membantu suami dalam memproduksi sangkar burungan. Sedangkan pada usaha
keripik rempeyek, ikan teri dan ikan asin dalam produksinya, informan dibantu
oleh keluarga dan pada saat memasarkan hasil produksinya, informan
melakukannya sendiri di sekitar desa.
Tabel 3.8 Usaha Agribisnis Agroindustri Milik BMI Purna
No Informan Jenis usaha Nama usaha Status Pengelola
1 GT Kandang burung - Milik Suami
sendiri
2 YN Keripik rempeyek - Milik Sendiri
dan ikan asin sendiri
3 LR Keripik singkong Keripik Milik Bersama
singkong sendiri
kelinci emas
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Rata-rata modal yang digunakan untuk memulai usaha agroindustri adalah
Rp 21.670,000,- dan rata-rata pendapatan yang diperoleh selama sebulan sebesar
Rp 5.670.000,-/bulan. Tenaga kerja yang digunakan berjumlah 5 orang yang
merupakan tenaga kerja dalam keluarga dengan jam kerja jam 7.00-15.00 WIB.
Penjualan produk tersebut dilakukan di daerah Kecamatan Dampit hingga ke luar
Kabupaten Malang. Alasan memilih usaha tersebut karena pemilik merasa bahwa
memiliki pengalaman dibidang usaha tersebut.
Gambar 3.2 Usaha agroindustri milik BMI purna (Foto: Elok, 2017)
27

(a) Usaha keripik rempeyek dan (b) Usaha sangkar burung


ikan asin
Pada Gambar 3.3 dapat diketahui bahwa pada jenis usaha makanan,
informan memperoleh akses dan kontrol. Sedangkan pada usaha sangkar burung,
informan tetap memiliki akses namun kontrol pada usaha tetap pada suami. Akses
dan kontrol pada usaha tersebut dapat diketahui pada Tabel 3.9 dan 3.10.
Aktivitas gender dalam agroindustri yang dilakukan oleh informan memiliki
beberapa aktivitas utama yang meliputi pemesanan alat dan bahan, membersihkan
bahan, memotong bahan, mencuci bahan, pembuatan produk, pengemasan, dan
pengiriman produk.
Tabel 3.9 Aktivitas gender dalam agroindustri
No Jenis Kegiatan Suami BMI Purna Anak L Anak Lainnya
P P
Jumlah (org)
1 Pemesanan alat 2 1 1 - -
dan bahan
2 Membersihkan 1 3 1 - 2
bahan
3 Memotong 2 1 1 - 2
bahan
4 Pembuatan 1 2 1 - 1
produk
5 Pengemasan 2 2 1 - 1
6 Pengiriman 2 1 1 - -
Jumlah 10 10 7 - 7
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Kegiatan yang dilakukan dalam usaha agroindustri di dominasi oleh
informan bersama dengan suami dalam setiap kegiatannnya. Namun dalam
kegiatan tersebut juga diikuti oleh anggota keluarga lainnya seperti anak laki-laki,
orang tua Informan, dan tenaga kerja yang di perkerjakan. Kegiatan- kegiatan
yang dilakukan oleh informan merupakan kegiatan yang biasa dilakukannya.
“….Tenaga kerja luar keluarga 5-6 orang perempuan kegiatan kupas
bahan. 1 orang 10 rb/kwintal, biasanya bisa dapat 1,2-2 kwintal/orang.
Kalau iris bahan baku dikerjakan sama bapak sama adek, sisanya saya,
ibu, dan tenaga kerja perempuan....”Tutur informan LR
Dari kutipan wawancara, dapat diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan
informan membantu suami/orang tua dalam usaha produksi. Dari Tabel 4.24
dilihat pula bahwa kegiatan untuk pemesanan alat, pemotongan bahan,
28

pengemasan, dan pengiriman lebih banyak dilakukan oleh suami. Sedangkan


untuk kegiatan yang terlihat mudah seperti membersihkan bahan, pembuatan
produk dikerjakan oleh informan. Kegiatan usaha tersebut dilakukan secara
bersama, agar dapat memenuhi target penjualan.
Tabel 3.10 Akses terhadap usaha agribisnis agroindustri
No Jenis kegiatan Suami BMI Anak Anak Lainn
Purna P L P ya
Jumlah (org)
1 Pembelian alat dan bahan 1 1 - - 1
2 Pembuatan produk 1 2 - - 2
3 Modal 1 3 - - 1
4 Pendapatan 1 3 - - 1
5 Informasi harga jual 2 2 - - -
6 Pengemasan 2 2 - - 2
7 Penjualan produk 2 1 - - -
Jumlah 10 14 0 0 7
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Kegiatan usaha agribisnis yang dimiliki oleh informan dalam bidang
agroindustri memiliki kegiatan yang berbeda dari bertani dan beternak.
Agroindustri merupaka kegiatan pengolahan dari bahan baku menjadi bahan jadi
yang dapat dikonsumsi dan dipergunakan. Informan dalam kegiatan agroindustri
berjumlah 3 keluarga informan. Akses terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam agroindustri di dominasi oleh informan.
“Selain karena saran dari teman bapak, yak karena peluangnya masih
tinggi. Kalau kerupuk kan sudah banyak.” Tutur informan LR
Saat akses terhadap kegiatan tersebut, anggota keluarga lainnya juga
memiliki peran dalam membantu usaha. Lainnya tersebut meliputi orangtua dari
informan. Dalam pemberian ide usaha, keluarga memiliki peranan yang penting.
Dari kutipan wawancara yang dilakukan dengan informan LR, diperoleh hasil
bahwa lingkungan mempengaruhi adanya usaha tersebut. Dengan adanya saran
dan kritikan yang diberikan dari lingkungan sekitar membuat usaha informan
dapat terus berkembang.
Dalam kontrol usaha, suami dan informan memiliki nilai yang sama.
Kegiatan modal dan pendapatan diatur oleh informan, namun kegiatan
pengambilan keputusan usaha, keluarga juga memiliki peran. Suami membantu
informan dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan usaha, terkadang sebaliknya pun
29

berlaku dalam keluarga informan yang memiliki usaha. Terkadang suami yang
mengerjakan kegiatan usaha agroindustri dan informan membantu suami dalam
mengerjakan kegiatan usaha.
Tabel 3.11 Kontrol terhadap usaha agribisnis agroindustri
No Jenis kegiatan Suami BMI Anak Anak Lainn
Purna P L P ya
Jumlah (org)
1 Pembelian alat dan bahan 2 1 - - -
2 Pembuatan produk 2 2 - - -
3 Modal 2 3 - - -
4 Pendapatan 2 3 - - -
5 Informasi harga jual 2 2 - - -
6 Pengemasan 2 2 - - -
7 Penjualan produk 2 1 - - -
Jumlah 14 14 0 0 0
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Usaha agroindustri yang dimiliki oleh informan termasuk ke dalam jenis
UMKM usaha mikro. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, Usaha mikro merupakan usaha
produktif milik seseorang atau kelompok yang memiliki pendapatan paling
banyak Rp 100.000.000,-/tahun, sedangkan usaha agroindustri milik informan
memiliki pendapatan kurang dari Rp 100.000.000,-/tahun, tidak memisahkan
pendapatan bersih dengan pendapatan usaha, jumlah tenaga kerja kurang dari 5
orang yang berasal dari anggota keluara atau masyarakat sekitar.
4. Jasa
Selain usaha bertani, beternak dan agroindustri ada jenis usaha lain yaitu
jasa. Jenis usaha yang dimiliki oleh informan dapat dilihat dapat Tabel 3.12.
Berdasarkan Tabel 3.12, jenis jasa menyewakan lahan dan penggilingan padi
memiliki status kepemilikan milik sendiri yang dikelola secara individu oleh
suami dan secara bersama-sama.
Tabel 3.12 Usaha agribisnis jasa milik BMI purna
No Nama Jenis jasa Status kepemilikan Pengelola
1 HS Menyewakan lahan Milik sendiri Bersama
2 YM Gilingan padi Milik sendiri Sendiri
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
30

Rata-rata modal yang digunakan untuk memulai usaha tersebut adalah Rp


14.000.000,- dan rata-rata pendapatan sebesar Rp 266.500,-/bulan. Penggunaan
modal tersebut berasal dari remitan dan hasil penjualan hewan ternak. Usaha
tersebut baru dilakukan, untuk jenis usaha menyewakan lahan telah dilakukan
selama setahun sedangkan penggilingan padi baru berjalan lima bulan. Saat
melakukan kegiatan usaha jasa, informan tidak memiliki tenaga kerja karena
untuk setiap kegiatan dikerjakan sendiri.
Gambar 3.3 Penggilingan padi milik BMI purna (Foto: Elok, 2017)

Pada Gambar 3.4 merupakan salah satu usaha milik informan pada dibidang
jasa yaitu usaha penggilingan padi. Aktivitas gender dalam bidang jasa yang
dilakukan oleh informan memiliki beberapa aktivitas utama yang meliputi
pengadaan dan penjualan. Informan yang mempunya usaha dibidang jasa
berjumlah 2 keluarga informan.
Tabel 3.13 Aktivitas gender dalam jasa
No Jenis Suam BMI Purna Anak L Anak P Lainnya
Kegiatan i P
Jumlah (org)
1 Pengadaan 2 1 - - -
2 Penjualan 2 1 - - -
Jumlah 4 2 0 0 0
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Aktivitas kegiatan dalam jasa yang dilakukan oleh informan didominasi
oleh suami. Dalam kegiatan usaha agribisnis jasa, informan tidak menggunakan
tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga. Jumlah kegiatan yang
dilakukan oleh suami sebanyak 4 yang artinya pada masing-masing jenis kegiatan
dari 2 keluarga informan yang di wawancara, suami dari keluarga informan
tersebut mengelola usaha. Sehingga dalam setiap prosesnya kegiatan dalam usaha
jasa tersebut dilakukan sendiri oleh suami dan informan membantu produksi.
31

Pada Tabel 3.14, Kegiatan yang dilakukan dalam usaha jasa meliputi
teknologi, modal, pendapatan, harga penjualan, dan informasi penjualan. Kegiatan
tersebut dapat berupa akses yang dilakukan oleh suami dan informan dalam
mengelola usaha tersebut. Akses yang dilakukan oleh informan dan suami
memiliki nilai yang sama, yaitu 6 informan dalam mengelola usaha yang dijalani.
Kegiatan modal memiliki akses terhadap suami dan informan. Salah satu usaha
jasa milik informan dilakukan sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini sesuai dengan
kutipan wawancara
“untuk renovasi rumah. Soalnya wc itu jebol mba terus akhirnya lahan
sengon di jual, sepeda motor juga di jual buat modal renovasi wc.”
Tutur informan HS
Tabel 3.14 Akses terhadap usaha agribisnis jasa
Suami BMI Purna Anak Anak Lainnya
No Jenis Kegiatan P L P
Jumlah (org)
1 Teknologi 1 0 - - -
2 Modal 2 2 - - -
3 Pendapatan 1 2 - - -
4 Harga penjualan 1 1 - - -
5 Informasi 1 1 - - -
penjualan
Jumlah 6 6 0 0 0
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Dari kutipan wawancara tersebut, dilihat bahwa informan melakukan usaha
tersebut guna memperoleh tambahan penghasilan. Namun tidak semua usaha
tersebut merupakan pekerjaan sampingan. Salah satu usaha jasa lainnya
merupakan pekerjaan utama untuk mendapatkan pendapatan keluarga. Hal ini
disebabkan karena anggota keluarga mengandalkan usaha tersebut sebagai
pekerjaan utamanya.
Tabel 3.15 Kontrol terhadap usaha agribisnis jasa
Suami BMI Purna Anak Anak Lainnya
No Jenis Kegiatan P L P
Jumlah (org)
1 Teknologi 1 0 - - -
2 Modal 2 2 - - -
3 Pendapatan 1 2 - - -
4 Harga penjualan 1 1 - -
5 Informasi 1 1 - - -
32

penjualan
Jumlah 6 6 0 0 0
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Pada Tabel 3.15, Kegiatan kontrol dalam usaha jasa sama dengan kegiatan
akses dalam usaha jasa. Kontrol yang dilakukan oleh informan dan suami
memiliki nilai yang sama. Hal ini menandakan bahwa akses dan kontrol memiliki
nilai yang sama terhadap informan dan suami. Namun saat wawancara dengan
informan, pada kegiatan usaha penggilingan padi, dilakukan oleh suami dan
informan hanya menerima hasil usaha penggilingan pagi. Hasil tersebut
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, saat kebutuhan tersebut lebih banyak
daripada pendapatan yang dimiliki, maka informan akan meminjam uang kepada
tetangga untuk memenuhi kebutuhan yang terdesak tersebut. Kebutuhan terdesak
tersebut dapat berupa biaya rumah sakit maupun kebutuhan pangan.
Informan memilih usaha tersebut untuk membantu memperoleh pendapatan
keluarga. Usaha agribisnis jasa yang dimiliki oleh informan termasuk ke dalam
jenis usaha mikro yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003. Hal ini disebabkan oleh
pendapatan yang diperoleh oleh informan kurang dari Rp 100.000.000,-/tahun,
tenaga kerja yang dimiliki kurang dari 4 orang, dan belum melakukan administrasi
keuangan yang sederhana, dan tidak memiliki izin usaha.
Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa jenis usaha agribisnis yang
meliputi bertani, beternak, agroindustri, dan jasa menggunakan modal dari
remitan. Berdasarkan klasifikasi UMKM, usaha agribisnis milik BMI Purna
termasuk ke dalam kelompok Livelihood Activities dan Micro Enterprise. Usaha
agribisnis yang termasuk ke dalam kelompok Livelihood Activities adalah usaha
agribisnis pada bidang jasa, karena kelompok UMKM Livelihood Activities
merupakan UMKM yang digunakan untuk mencari nafkah secara informal.
Sedangkan usaha agribisnis Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003 termasuk pada ke dalam kelompok
Micro Enterprise merupakan jenis usaha agribisnis pada bidang bertani, beternak
dan agroindustri. Apabila dilihat dari jenis, jumlah tenaga kerja dan pendapatan
usaha, maka usaha yang dijalankan oleh BMI Purna dapat dikategorikan sebagai
33

kegiatan usaha perekonomian rakyat berskala mikro dan kecil, karena sebagai
berikut:
1. Pendapatan usaha yang dimiliki kurang dari Rp 100.000.000,-/tahun.
2. Jenis barang atau komoditas usaha tidak selalu tetap dan sewaktu-waktu
dapat berganti
3. Belum melakukan administrasi keuangan dan tidak memisahkan pendapatan
usaha dengan pendapatan bersih.
4. Pengusaha memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
5. Beberapa informan memiliki izin usaha dan sedang mengurus izin usaha.
6. Tenaga kerja yang dimiliki kurang dari 5 orang.

3.2 Pengaruh Usaha Agribisnis Milik BMI Purna Terhadap Keluarga


Faktor penarik masyarakat Desa Majangtengah melakukan migrasi adalah
peluang pekerjaan yang lebih baik, oleh karena itu sebagaian besar masyarakatnya
memilih untuk bermigrasi. Sebelum informan berangkat migrasi, informan
bekerja sebagai ibu rumah tangga, buruh, penjaga toko hingga menjadi
pengangguran. Setelah migrasi tersebut dirasa cukup oleh informan, beliau
kembali dan mulai memperbaiki kehidupan keluarga dengan menggunakan
remitannya untuk merenovasi rumah, kebutuhan sehari-hari, menyekolahkan
anak, hingga informan dapat mengumpulkan modal untuk usaha. Hal ini sesuai
dengan teori migrasi yang dikemukakan oleh Evereet S. Lee, 1969 (dalam
Mehedi, 2010) bahwa seseorang melakukan migrasi karena beberapa faktor
penarik seperi kesempatan pendidikan yang lebih tinggi, peluang pekerjaan yang
lebih baik, kebebasan politik dan agama, kebebasan perawatan medis yang lebih
baik dibandingkan kota asal, iklim, keamanan, keluarga, industri, dan peluang
untuk menikah.
a. Pendapatan keluarga
Sebelum informan memiliki usaha, informan memiliki pekerjaan sebagai
buruh tani, Ibu Rumah Tangga, pengangguran, dan penjaga toko. Pekerjaan
tersebut belum dapat membuat pendapatan keluarga meningkat. Pendapatan
keluarga sebelum memiliki usaha yaitu kurang dari Rp 1.000.000,-/bulan.
Pendapatan tersebut dapat berubah-ubah karena pekerjaan sebagai buruh yang
34

tidak tetap. Pendapatan tersebelum belum dapat memberikan peningkatan derajat


keluarga karena untuk menabung atau membeli sandang, pangan maupun papan
masih jauh dari harapan informan. Sehingga untuk memperoleh pendapatan yang
tinggi dengan syarat pekerjaan yang tidak memberatkan, informan memilih untuk
bekerja sebagai BMI di luar negeri. Pekerjaan informan sebagai BMI di Negara
Hongkong memperoleh remitan Rp 6.380.000,-/bulan, hal ini membuat informan
lebih memiliki bekerja di negara lain dibandingkan dengan bekerja di negara
sendiri.
Saat informan telah kembali ke negara asal, informan menggunakan remitan
untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan, renovasi rumah, membeli kendaraan
bermotor, dan membuka usaha agribisnis maupun usaha non agribisnis. Usaha
pada bidang pertanian berupa bertani, beternak, agroindustri, dan jasa sedangkan
usaha pada bidang non pertanian meliputi menjahit, berjualan sembako, arsitektur,
dan toko bangunan.
Ketika informan telah berani mengambil resiko untuk memiliki usaha tetap
dan dapat dikembangkan, keinginan untuk bekerja sebagai migrasi pun
menghilang. Karena informan telah memiliki pendapatan keluarga yang tetap dan
pekerjaan yang tetap, sehingga keinginan informan berubah menjadi
mempertahankan usaha dan mengembangkan usaha. Berdasarkan hasil penelitian,
dapat diketahui melalui 30 informan yang dilakukan penelitian, diantaranya 12
informan memiliki usaha agribisnis. Berdasarkan kutipan wawancara dengan
informan, diketahui bahwa informan tidak lagi kesulitan dalam mencari pekerjaan
dan memperoleh pendapatan keluarga. Hal ini dikarenakan informan tersebut
telah memiliki usaha keluarga setelah kembali dari migrasi.
“Iya mba. Udah punya usaha.” Tutur informan SY
Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat diketahui bahwa setelah informan
kembali dan memulai berwirausaha, informan mengandalkan pendapatan dari
usaha tersebut. Melalui usaha tersebut, informan telah mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan keluarga lainnya.
b. Tenaga kerja keluarga
Adanya usaha agribisnis yang dimiliki oleh informan tidak hanya
berpengaruh terhadap pendapatan keluarga namun juga tenaga kerja yang
35

dipekerjakan berasal dari keluarga. Tenaga kerja dibutuhkan untuk membantu


usaha yang dijalakan oleh informan. Menurut Supriana dana Vita (2010)
menyatakan bahwa dengan adanya peningkatan produksi yang dilakukan oleh
pemilik usaha maka akan meningkatkan pertambahan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan. Beberapa usaha milik informan yang menggunakan tenaga kerja
dalam keluarga adalah bertani dan agroindustri, sedangkan untuk jenis usaha
beternak dan jasa tidak menggunakan tenaga kerja keluarga maupun luar keluarga.
Hal ini dapat diketahui melalui kutipan wawancara dengan salah satu informan:
“…..Tenaga kerja luar keluarga 5-6 orang perempuan kegiatan kupas
bahan. 1 orang 10 rb/kwintal, biasanya bisa dapat 1,2-2 kwintal/orang.
Kalau iris bahan baku dikerjakan sama bapak sama adek sisanya saya,
ibu, dan tenaga kerja perempuan.” Tutur informan LR.
Berdasarkan kutipan wawancara informan LR diketahui bahwa yang bekerja
bersama mengelola usaha adalah keluarganya sendiri yang meliputi kedua
orangtua dan adik beliau. Keluarga merupakan orang terdekat yang dapat
membantu usaha berjalan dengan baik. Berbeda dengan informan LR, informan
MS hanya menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan tidak menggunakan
tenaga kerja keluarga. Hal ini disebabkan oleh ketiga anak beliau telah memiliki
pekerjaan masing-masing dan usaha tersebut hanya dikelola oleh suami dan
informan MS. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara:
“Saya dan suami saya. Anak saya kerja di malang. Ada yang bantu
orang sini, laki-laki perempuan 30 ribu setengah hari.” Tutur informan
MS
Adanya usaha agribisnis milik BMI purna memiliki pengaruh yang nyata
terhadap keluarga. Usaha BMI purna berperan dalam pengembangan ekonomi
lokal karena keluaga BMI purna merasakan secara langsung pengaruhnya
terhadap pendapatan maupun perluasan kesempatan kerja dari usaha agribisnis
tersebut. Selain itu usaha agribisnis milik BMI purna menciptakan pendapatan
baik bagi pemilik usaha maupun kepada pekerja dan sektor-sektor pendukung
usaha lainnya.

3.3 BMI Purna yang Tidak Memiliki Usaha Tidak memiliki Pengaruh
Terhadap Desa dan Keluarga
BMI purna yang tidak memiliki usaha agribisnis berjumlah 18 orang.
Beberapa diantaranya memiliki lahan pertanian, namun lahan pertanian tersebut
36

untuk dikonsumsi sendiri. Sedangkan yang lain memilih untuk bekerja pada
pekerjaan lamanya dengan alasan tidak memiliki modal dan remitan yang
diperoleh telah habis. Penggunaan remitan untuk kebutuhan konsumtif yang
berlebihan dan tidak memiliki tabungan membuat remitan tersebut lebih cepat
habis.
Walaupun 18 informan BMI Purna tersebut tidak memiliki usaha dibidang
agribisnis, tetapi 17 informan memiliki pengaruh terhadap desa dalam bidang
pembangunan dan keluarga. Sedangkan seorang lainnya tidak memiliki pengaruh
apapun terhadap perkembangan desa maupun keluarga. 17 informan BMI Purna
tersebut tetap memberikan sumbangan terhadap pembangunan desa karena
pembangunan tersebut tidak dilakukan setiap hari dan pembangunan tersebut
dilakukan untuk masyarakat sekitar juga. Karena informan tidak memiliki usaha
maka pengaruh usaha tersebut terhadap perluasan lapangan pekerjaan tidak
memiliki pengaruh apapun. Sedangkan pengaruhnya terhadap keluarga adalah
BMI Purna dapat menggunakan remitan yang diperoleh untuk kebutuhan
keluarga, merenovasi rumah, dan membeli kendaraan. Sehingga keluarga
merasakan perubahan dalam keluarga yang sebelum menjadi BMI dan setelah
menjadi BMI. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan salah satu
informan:
“terakhir itu saya bawa 28 juta buat renovasi rumah, kebutuhan
sekolah, kebutuhan lainnya. Waktu itu anak saya masih sekolah masih
kelas 6 SD, kelas 3 SD, sama masih TK. Saya ga bisa beli kendaraan.
Beli sawah sama bayar hutang. Saya kan dibagikan sawah sama orang
tua saya. Terus punya adek saya, saya beli dulu itu 5 juta an pakai gaji
dari saudi. cuman dapat 3 sak beras luasnya ga terlalu lebar. Sawahnya
dekat Plalangan.” Tutur Ibu Mistina
Sehingga dapat disimpulkan dari kutipan wawancara tersebut bahwa tujuan
beliau untuk pergi ke Saudi adalah untuk kebutuhan sehari-hari dan membangun
rumah, sedangkan sawah tersebut dibeli untuk tujuan agar dapat bertahan hidup.
Berbeda dengan Ibu Mistina, beberapa informan lainnya tidak memiliki lahan
pertanian maupun peternakan. Berbagai alasan dari informan mengenai tidak
memiliki usaha dibidang agribisnis. Alasan tersebut berupa ketidak tertarikannya
BMI Purna terhadap pertanian dan peternakan, tidak memiliki modal, hingga tidak
memiliki izin dari suami. Sedangkan seorang lainnya merupakan BMI Purna yang
37

tidak dapat merasakan remitan yang diperolehnya. Beliau hanya mengetahui


bahwa, beliau telah mengirimkan gajinya untuk keluarganya dan berharap gaji
tersebut dapat membantu keluarganya dalam memperoleh kehidupan yang lebih
baik. Remitan tersebut dikirimkan kepada saudaranya dan tidak mengetahui
digunakan untuk apa. Sehingga BMI Purna tersebut saat ini bekerja menjadi buruh
tani. Hal ini dapat ketahui melalui petikan wawancara beberapa informan yang
kurang sukses:
“ya ga tau mba. Maaf mba jangan tanya itu… saya kerja disana tuh ga
dapat apa apa mba. Rumah perabotan semuanya dari suami yang
kedua. Rumah kakak saya di sebelah ini mba. Kalau di tanya selalu
jawabannya ga tau, buku rekeningnya terbakar, uangnya sudah habis.
Habis itu saya ga bahas lagi mba ya gimana kalau ditanya jawabannya
begitu….” Tutur Ibu Jumiati.
Informan yang tidak dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi desa
dikarenakan beliau tidak menggunakannya untuk desa maupun untuk rumah
tangga. Hasil yang diperoleh informan tersebut tidak dapat di nikmati dan
dirasakan oleh BMI Purna dan keluarga. Padahal saat BMI tersebut kembali ke
daerah asal untuk menikmati hasil selama bekerja di luar negeri. Menurut
Purnomo (2009), ketika BMI purna memiliki pekerjaan di daerah asal maka
mereka akan kembali ke daerah tersebut untuk menikmati hasil selama mereka
bekerja di daerah perantauan dan bekerja seadanya di daerah asal.
Alasan lainnya informan tersebut tidak dapat menggunakan remitan
ekonomi yang diperolehnya karena beliau percaya dengan mengirimkan remitan
miliknya kepada saudaranya, maka remitan tersebut dapat digunakan untuk
kebutuhan keluarga dan kebutuhan lainnya. Namun saat beliau kembali dari luar
negeri, hasil yang diperolehnya dengan bekerja sebagai PRT di luar negeri tidak
memiliki hasil apapun. Keluarga tidak dapat menikmati hasilnya karena remitan
berupa uang yang dikirimnya tidak pernah sampai kepada keluarganya. Sehingga
saat ini untuk membantu suami dalam memperoleh pendapatan, informan tersebut
kembali bekerja pada pekerjaan lama. Hubungan beliau dengan keluarga lainnya
menjadi renggang akibat ketidak jelasan penggunaan remitan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa 18 informan BMI purna yang tidak
memiliki usaha, 17 informan memiliki pengaruh ekonomi lokal terhadap keluarga
dan desa. Sedangkan seorang lagi tidak memiliki pengaruh terhadap keluarga
38

desa. Namun diantara keduanya yang lebih berpengaruh adalah keluarga. Hal ini
disebabkan karena keluarga menerima secara langsung remitan yang diperolehnya
melalui transfer setiap bulan hingga 3 bulan sekali. Remitan yang dikirimkan
setengah hingga keseluruhan dari pendapatan BMI. Pengiriman yang dilakukan
oleh informan sesuai dengan kebutuhan keluarga dan memenuhi tujuan.
39

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Majangtengah,
Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang dengan judul “Peran Usaha Agribisnis
BMI Purna Terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Majangtengah,
Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang”, terkait dengan pengaruh usaha
agribisnis milik BMI purna terhadap desa meliputi pembangunan sarana untuk
masyarakat desa berupa masjid dan adanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat
desa. Tenaga kerja yang digunakan oleh BMI Purna selain dalam keluarga adalah
tenaga kerja luar kelurga yang diperoleh dari tetangga dan masyarakat sekitar.
Jenis usaha agribisnis yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga adalah
bertani dan agroindustri dengan jumlah 5 orang BMI Purna. Sedangkan beternak
dan jasa tidak memiliki tenaga kerja luar keluarga yang berarti usaha tersebut
tidak memiliki pengaruh terhadap desa.
a. Usaha agribisnis yang dimiliki oleh BMI purna meliputi jenis usaha bertani,
beternak, agroindustri, dan jasa. BMI purna yang memiliki usaha agribisnis
berjumlah 12 informan dan 18 sisanya merupakan BMI purna yang tidak
memiliki usaha agribisnis. Usaha agribisnis milik BMI purna memiliki
pengaruh terhadap keluarga maupun desa.
b. Pengaruh usaha agribisnis terhadap keluarga berupa pendapatan keluarga dan
mampu memperkerjakan tenaga kerja dalam keluarga untuk kemudian
membantu anggota keluarga dalam memperoleh pekerjaan dan pendapatan.
c. Diantara 18 informan yang tidak memiliki usaha agribisnis, seorang BMI
purna tidak dapat merasakan remitan yang diperolehnya karena remitan
tersebut digunakan oleh keluarganya dan informan tersebut tidak mengetahui
remitan tersebut digunakan untuk apa.
Dengan demikian, usaha agribisnis milik BMI purna memiliki peranan
dalam pengembangan ekonomi Desa Majangtengah. Peran usaha tersebut berupa
pendapatan keluarga setelah memiliki usaha menjadi meningkat, bertambahnya
peluang memperoleh lapangan pekerjaan bagi masyarakat, pembangunan masjid
dan pesantren.
40

4.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian, maka diperoleh saran dalam
penelitian sebagai berikut ini:
1. Bagi BMI yang masih bekerja di luar negeri, diharapkan keluarga BMI
dapat mengelola remitan yang diberikan. Pengelolaan remitan tersebut tidak
hanya digunakan untuk konsumsi rumah tangga atau renovasi, namun juga
digunakan sebagai modal dalam memulai usaha. Usaha yang dijalan dapat
berupa usaha pertanian dan non pertanian. Hal ini bergantung kepada
keinginan dari BMI. Usaha yang disarankan adalah agroindustri, yang
dimana usaha tersebut merubah bahan mentah menjadi bahan jadi atau
konsumsi (makanan) yang memiliki nilai jual yang tinggi. Agar
mempermudah BMI Purna dalam memulai usaha, alat atau bahan yang
digunakan dapat ditemukan di desa atau tempat tinggal sekitar. Hal ini dapat
berguna bagi Desa Majangtengah dan keluarga.
2. Bagi pemerintah dan administrasi Desa Majangtengah, dengan adanya
fenomena migrasi diharapkan pemerintah desa memberikan fasilitas dengan
membentuk lembaga atau kelompok yang ditujukan kepada BMI purna.
Contoh lembaga tersebut adalah koperasi BMI purna yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar yang merupakan BMI purna. Selain
itu pemerintah desa dapat memberikan pelatihan ataupun penyuluhan
mengenai kewirausahaan dan BMI purna yang telah sukses pada berbagai
bidang usaha. Bagi administrasi desa dengan adanya fenomena masyarakat
yang melakukan migrasi diharapkan kegiatan pendataan tidak hanya
dilakukan saat masyarakat desa bekerja di luar negeri, namun juga
dilakukan pendataan saat BMI kembali ke desa.
3. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai
usaha milik BMI purna, perubahan pola pikir BMI Purna, penyuluhan dan
pelatihan kewirausahaan, dan penggunaan remitan keluarga BMI Purna.
41

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika. 2014. Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja,


Pengangguran, TPAK dan TPT Tahun 1986-2013.
https://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/973. Diunduh tanggal 13 Februari
2017.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI). 2015. BNP2TKI Adakan Pelatihan Kewirausahaan TKI Purna
Terintegrasi di 10 Kabupaten di Jawa Timur.
http://www.bnp2tki.go.id/read/10580/BNP2TKI-Adakan-Pelatihan-
Kewirausahaan-TKI-Purna-Terintegrasi-di-10-Kabupaten-di-Jatim. Diakses
tanggal 27 Februari 2017.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI). 2016. Data Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Tahun 2015 Posisi Cetak Data Tanggal 1 Februari 2016.
http://www.bnp2tki.go.id/stat_penempatan/indeks. Diunduh tanggal 14
Februari 2017.
Boserup, Ester. 1984. Peranan Wanita dalam Perkembangan Ekonomi. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Damayanti, Ismi. 2016. Kiat Sukses Menjadi TKI Purna.
http://kabartki.id/artikel/kiat-sukses-menjadi-tki-purna. Diakses tanggal 1
Maret 2017.
David and Goldberg. 1957. A concept of Agribusiness. Boston: Harvard
University.
Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
Hendrastomo, Grendi. 2010. Menakar Kesejahteraan Buruh: Memperjuangkan
Kesejahteraan Buruh diantara Kepentingan Negara dan Korporasi. Jurnal
Ilmu Komunikasi. Vol. 2 No. 2.
International Finance Corporation. 2016. UKM yang dimiliki Wanita di
Indonesia: Kesempatan Emas untuk Institusi Keuangan Lokal. World Bank
Group dan USAID.
Irawaty, Tuty dan Ekawati Sri Wahyuni. 2011. Migrasi Internasional Perempuan
Desa dan Pemanfaatan Remitan Di Desa Pusakajaya, Kecamatan
Pusakajaya, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Jurnal. ISSN:1978-
4333, Vol. 05 No. 03 Hal 297-310.
Isnaini, Santi. 2009. Implementasi Komunikasi Pemasaran Terpadu sebagai
Penyampai Pesan Promosi Usaha Menengah (UKM) di Indonesia. Media
Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Vol. 22. No. 4. Hal. 324-332.
Jaya, Nenet Natasudian dan I Gusti Made Subrata. 2014. Model Kewirausahaan
Pada Pemberdayaan Buruh Migran (TKI) di Lombok Barat-NTB. Jurnal.
Gane C Swara: Vol.8 No.2.
Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern diindonesiakan
oleh Robert M.Z. Lawang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Junaidi. 2007. Mobilitas Penduduk dan Remitansi. Diakses 27 Februari 2017.
Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah. 2008. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
42

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis
dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Lauer, Robert H. 1989. Perspektif Tentang Perubahan Sosial Edisi Kedua.
Jakarta: Bina Aksara.
Magetan Kabupaten. 2016. Pengertian, Kriteria dan Klasifikasi UMKM.
http://ngujung.magetankab.go.id/2016/03/14/pengertian-kriteria-dan-
klasifikasi-umkm/. Diakses 4 April 2017.
Maman, Ujang. 2014. Memahami Agribisnis Syariah Berdasarkan Pendekatan
Sistem Agribisnis. Jurnal Agribisnis, Vol. 8, No.1, Hal: 40-49.
Mantra, Ida Bagoes. 2002. Demografi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Matutina. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Widia
Sarana.
Mehedi, Hasan. 2010. Climate Induced Displacement: Case Study of Cyclone Aila
in the Southwest Coastal Region of Bangladesh. Bangladesh: Coastal
Livelihood and Environmental Action Network (CLEAN).
Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Keuangan
No.40/KMK.06/2003 Tanggal 29 Januari 2003.
Miles, M.B, Huberman, A.M, dan Saldana, J. 2014. Qualitative Data Analysis, A
Methods Sourcebook Edition 3. USA: Sage Publications.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung. Rosdakarya.
Nugroho, Riant. 2011. Gender dan Strategi Pengarus Utamaannya Di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. 2013. Arahkan Transmigrasi Dengan
Pola Pengaturan Desa. https://kaltimprov.go.id/berita/arahkan-
transmigrasi-dengan-pola-pengaturan-desa diakses 22 November 2019.
Primawati, Anggraeni. 2011. Remitan Sebagai Dampak Migrasi Pekerja Ke
Malaysia. Jurnal Sosiokonsepsia. Vol. 16 No. 02 Hal. 209-222.
Purnomo, Didit. 2009. Fenomena Migrasi Tenaga Kerja Dan Perannya Bagi
Pembangunan Daerah Asal: Studi Empiris Di Kabupaten Wonogiri. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol. 10 No.1 Hal 84-102.
Puspitawati, Herien. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di
Indonesia. Bogor: PT IPB Press.
Relawati, Rahayu. 2011. Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender. Muara Indah,
Bandung.
Safi’i, M. 2008. Paradigma Baru Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Malang: Averroes Press.
Said, Abdullah. 2015. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal. Malang: Jurnal
yang tidak dipublikasi.
Soekartawi. 1991. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Malang: Universitas
Brawijaya.
Sukesi, et al. 2016. Penguatan Kapasitas Stakeholder untuk Peningkatan
Profesionalitas Perempuan Buruh Migran Indonesia (BMI) di Daerah
Pengiriman Hongkong dalam Menghadapi Moratorium Tenaga Kerja
Sektor Domestik tahun 2017. Penelitian Berbasis Kompetensi. Universitas
Brawijaya.
43

Sulistyastuti, Dyah R. 2004. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM)


Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia tahun 1999-2001. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol. 9 No. 2 Hal 143-164.
Sumodiningrat, Gunawan. 2011. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik untuk Keungan dan Pembangunan
Daerah. Yogyakarta: Andi.
Supriyadi, Ery. 2007. Telaah Kendala Penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal
Pragmatisme dalam Praktek Pendekatan PEL. Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kota. Vol. 18 No. 2 Hal 103-123.
Supriana, Tavi dan Vita Lestari Nasution. 2010. Peran Usaha TKI Purna
Terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal dan Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Usaha TKI Purna Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal. Makara,
Sosial Humaniora. Vol. 14 No.1 Hal 42-50.
Susanti, Etika Ari, et al. 2013. Pengembangan Ekonomi Lokal dalam Sektor
Pertanian: Studi pada Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang. Jurnal
Administrasi Publik. Vol. 1 No. 4 Hal 31-40.
Tambunan, Manggara. 2010. Menggagas Perubahan Pendekatan Pembangunan
(Menggerakkan Kekuatan Lokal dalam Globalisasi Ekonomi). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Tambunan, Togap dan Paruhuman Nasution. 2006. Pengkajian Peningkatan Daya
Saing Usaha Kecil Menengah yang Berbasis Pengembangan Ekonomi
Lokal. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM. No. 2 Hal. 26-40.
Theresia, Aprillia dkk. 2014. Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung:
Alfabeta.
Todaro. M.P., 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Erlangga.
Usman, Sunyoto. 2012. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yusra, Abrar dan Ramadhan K.H., 2005. Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia.
Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum
dan HAM Republik Indonesia.
World Bank. 2013. Total Population of Indonesia.
http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL?
end=2015&locations=ID&start=2013. Diunduh tanggal 13 Februari 2017.
44

Anda mungkin juga menyukai