Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN JOURNAL READING

BLOK KEDOKTERAN KELUARGA


“Behavior Paying Premium to the Independent Participants in Healthcare Social
Insurance Administration Office”

Oleh:
KELOMPOK 10

Annisa 019.06.0007
Fitri Dwiyanti 019.06.0029
Nanda Nur Pradhita Putri 019.06.0066
Syilvia Saswati 019.06.0089
Arini Yulfa Endriani 018.06.0061

Tutor : Aena Mardiah, SKM, MPH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
TAHUN 2022

1|ASURANSI SOSIAL
KATA PENGANTAR

Rasa bangga yang tak terhingga dan tak ternilai saya rasakan karena Tuhan telah
memberikan rahmatNya kepada saya sehingga laporan jurnal reading yang berjudul “Behavior
Paying Premium to the Independent Participants in Healthcare Social Insurance
Administration Office” dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam
penyelesaian laporan ini diharapkan kepada mahasiswa Universitas Islam Al-Azhar untuk dapat
memahami isi dari laporan ini dan dapat menjadi ilmu yang berguna di masa yang akan datang.
Kami menyadari dalam proses pembuatan sampai akhirnya selesai bahwa masih banyak
kekurangannya, sehingga kami memohon maaf serta menginginkan kritik dan saran yang dapat
memperbaiki laporan ini.

Mataram, 28 Mei 2022

Penyusun

2|ASURANSI SOSIAL
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2


DAFTAR ISI ..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................5
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................16

3|ASURANSI SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Abstrak
Ketidakpatuhan terhadap iuran mengakibatkan defisit anggaran Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan (selanjutnya disebut BPJS Kesehatan),
sehingga mengakibatkan akumulasi tagihan utang di berbagai fasilitas kesehatan dan
berdampak pada kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan di bidang kesehatan. Hingga
Maret 2019, 38% peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mandiri di Kota Gorontalo
tidak patuh membayar iuran. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara
kesediaan membayar dengan perilaku kepatuhan membayar iuran peserta mandiri BPJS
Kesehatan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Populasinya
adalah 8.594 orang peserta mandiri BPJS Kesehatan dengan sampel 95 orang
menggunakan teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner, analisis data menggunakan uji Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi tingkat kepatuhan membayar iuran BPJS
secara mandiri masih 64,2%. Distribusi kesediaan membayar sebesar 85%. Terdapat
hubungan yang signifikan antara Willingness To Pay (WTP) dengan kepatuhan membayar
iuran dengan p = 0,031. Ada hubungan antara WTP dengan kepatuhan membayar iuran
peserta mandiri BPJS Kesehatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo.
1.2 Pendahuluan
Peserta JKN yang bukan penerima bantuan iuran atau peserta non-PBI adalah
wiraswasta (bukan penerima upah) yang mendapatkan penghasilan dari bisnis mereka dan
tidak tergolong miskin atau kurang beruntung jadi mereka harus membayar premi setiap
bulan. Di Indonesia, sampai dengan Maret 2019 telah terjadi 31.424.849 peserta.
Sementara di Provinsi Gorontalo, berdasarkan data sekunder dari BPJS Kesehatan di
Gorontalo, BPJS Peserta Kesehatan per Maret 2019, telah mencapai 1.169.645 peserta.
Jumlah peserta mandiri BPJS Kesehatan di Provinsi Gorontalo menjadi 60.643 peserta
(Tarigan & Dondo, 2021).
Keanggotaan yang semakin mandiri tidak sesuai dengan kepatuhan membayar JKN

4|ASURANSI SOSIAL
premi. Kepatuhan dalam membayar premi berarti perilaku seseorang yang bersedia
membayar premi tepat waktu. Berdasarkan data sekunder dari BPJS Kesehatan di
Gorontalo, per Desember 2018, ada 30.482 peserta atau 50,3% dari total independen tidak
beraturan peserta membayar premi bulanan (Tarigan & Dondo, 2021).
Berdasarkan data sekunder dari BPJS Kesehatan yang diperoleh peneliti. Nomor
peserta JKN di Kota Gorontalo per Maret Tahun 2019 mencapai 192.286 jiwa. Nomor
peserta mandiri di Gorontalo Kota per Maret 2019 adalah 18.375 orang, yang terus
meningkat setiap bulannya. Dari semua peserta mandiri di Kota Gorontalo, sebanyak 7.030
tidak patuh membayar Premi JKN (Tarigan & Dondo, 2021).
Menurut beberapa pendapat, beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam
membayar asuransi kesehatan premium. Berdasarkan hasil penelitian Rosmanely (2018),
ada hubungan antara jumlah keluarga anggota, persepsi, dan risiko penyakit untuk
kepatuhan membayar iuran di Desa Parang Tambung, Kec. Tamalat. Ada juga hubungan
antara waktu perjalanan dan motivasi dengan kepatuhan membayar iuran (Tarigan &
Dondo, 2021).
Kepatuhan membayar iuran JKN peserta adalah komponen yang paling vital untuk
memfasilitasi peserta JKN dalam memanfaatkan kesehatan jasa. Kepatuhan membayar
dipengaruhi oleh kesediaan membayar dari peserta. 74,5% pekerja tidak memiliki
kelebihan anggaran rumah tangga untuk membayar BPJS dari keluarga yang memiliki
pendapatan keluarga rata-rata Rp. masing-masing 1.500.000 bulan dengan rata-rata
keluarga dengan anggota 6 orang (Tarigan & Dondo, 2021).
Rumah sakit adalah salah satu tingkat lanjutan fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan. RSUD Prof.Dr. H. Aloei Saboe adalah salah satu rumah sakit umum dimiliki oleh
Pemerintah Kota Gorontalo. Saat ini RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe berada di Kota
Gorontalo menjadi rumah sakit terbesar di Provinsi Gorontalo dan menjadi rujukan pusat
pelayanan kesehatan di Gorontalo Propinsi. RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe salah satunya
rumah sakit dengan kunjungan pasien yang cukup banyak (Tarigan & Dondo, 2021).

5|ASURANSI SOSIAL
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asuransi Sosial di Indonesia

Kegiatan manusia selalu penuh dengan risiko, yang berasal dari berbagai hal yang
tidak diharapkan dan mungkin akan mengancam kehidupan manusia, seperti meninggal,
menderita suatu penyakit, kecelakaan atau kehilangan harta benda. Hal inilah yang sering
memicu perencanaan dalam melangkah untuk membuat suatu perencanaan. Risiko yang
dihadapi tentunya dapat dikelola, minimal diminimalisir. Upaya yang dapat dilakukan oleh
manusia untuk mengatasi risiko adalah sebagai berikut, yaitu pertama dengan menghindari,
menyingkir, atau menjahui (avoidance) adalah suatu cara menghadapi risiko. Seseorang
yang menjauh atau menghindar dari suatu benda yang penuh mengandung risiko, berarti
dia berusaha menghindari risiko itu sendiri. Kedua, mencegah (prevention), dengan cara
mencegah suatu risiko mungkin akan teratasi sehingga beberapa berakibat buruk yang tidak
dihenedaki dapat dihindari. Ketiga, mengalihkan (transfer). Dengan model ini, yakni cara
mengalihkan risiko diartikan bahwa seseorang yang menghadapi risiko meminta kepada
orang atau pihak lain untuk menerima risiko itu. Pengalihan risiko dilakukan dengan suatu
perjkanjian. Termasuk dalam hal ini pertanggungan (asuransi). Keempat, menerima
(assumption or retention). Melalui model ini berarti seseorang telah bersiap diri menerima
risiko yang ia tanggung. Hal itu bisa diakibatkan karena risiko yang dihadapi tidak terlalu
besar (Vandawanti dkk, 2016).

Indonesia memiliki jumlah kurang lebih 250 juta jiwa, namun hanya 148 juta jiwa
(63,18%) yang memiliki asuransi kesehatan, berarti masih ada 102 juta jiwa penduduk
Indonesia yang belum memiliki asuransi kesehatan.3 Setiap negara menginginkan status
kesehatan negara yang baik termasuk Indonesia, maka sudah saatnya Indonesia menjamin
seluruh penduduk Indonesia agar setiap penduduk Indonesia bisa memperoleh pelayanan
kesehatan sehingga diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan nasional. Jaminan
yang bisa diterapkan di Indonesia adalah asuransi kesehatan social (Vandawanti dkk,
2016).

6|ASURANSI SOSIAL
Asuransi sebagai usaha yang melibatkan dua pihak dimana para pihak hakikatnya
adalah untuk memberikan jaminan kepada pihak lain sebagai akibat adanya kerugian yang
mungkin terjadi oleh satu pihak sebagi akibat dari adanya pristiwa. Pihak yang ditanggung
harus membayar premi kepada pihak yang tertanggung berdasarkan perjanjian yang dibuat
oleh pihak yang penanggung. Eksistensi asuransi dengan memberikan perlindungan
kepada pihak tertanggung dalam jangka waktu tertentu oleh pennanggung sesuai dengan
perjanjian yang dibuat oleh para pihak (Muin & Mucharom, 2014).

Dalam perkembangan perusahaan perasuransian kemudian lahir asuransi sosial


yang diselenggarakan oleh negara. Asuransi sosial merupakan model pemberian
kesejahteraan bagi masyarakat dalam bentuk memberikan perlindungan yang berbasis
kepada perlindungan yang didasarkan kepada iuran yang dilaksanakan secara kolektif
untuk membantu masyarakat secara keseluruhan. Asuransi secara etimologi merupakan
pertanggungan yaitu perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar
iuran dan pihak yg lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar
iuran apabila terjadi sesuatu yg menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai
dengan perjanjian yg dibuat. Perjanjian asurnasi pada dasarnya mempunyai tujuan untuk
mengganti kerugian pada pertanggungan, jadi tertanggung harus dapat menunjukan bahwa
dia menderita kerugian dan benar-benar menderita kerugian (Muin & Mucharom, 2014).

Asuransi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Yang menyelenggarakan


pertanggungan biasanya itu adalah pemerintah. Dengan perkataan lain penanggung- nya
adalah pemerintah. (2) Sifatnya hubungan hukum pertanggungan itu adalah wajib bagi
seluruh anggota masyarakat atau sebagian anggota masyarakat. (3) Penentuan penggantian
kerugian diatur oleh pemerintah dengan peraturan. (4) Tujuannnya adalah untuk
memberikan suatu jaminan sosial (social security), bukan untuk mencari keuntungan.
Melaksanakan apa yang menjadi tujuannya. Ini adalah merupakan kewajiban bagi
pemerintah (Muin & Mucharom, 2014).

Masalah kesehatan di Indonesia yang tidak kunjung usai membuat pemerintah


harus mengambil tindakan supaya masyarakat tetap dapat merasakan keadilan dan
memperoleh haknya serta tidak menimbulkan kerugian. Guna meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat pemerintah mengadakan jaminan sosial. Jaminan sosial ini

7|ASURANSI SOSIAL
diselenggarakan oleh pemerintah yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
yang layak, dimulai dari Jamkesmas, Jamkesda, AKSES dan yang terbaru adalah Badan
Pelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) kemudian berubah menjadi Badan Hukum Publik yang bertugas untuk
menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia (Solechan, 2019).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan sebuah badan hukum untuk


menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. BPJS diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tujuan
untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap rakyat
Indonesia yang sudah menjadi hak dasar manusia (Solechan, 2019).

2.2 Metode
Jenis penellitan yang dilakukan pada jurnal ini yaitu penelitian kuantitatif dengan
Rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian
ini adalah 8.594 orang peserta mandiri BPJS Kesehatan dengan sampel 95 orang.
Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode accidental sampling dengan
beberapa kriteria inklusi: 1) pasien mandiri BPJS, 2) Kepala keluarga atau anggota
keluarga yang bertanggung jawab membayar iuran, dan 3) Pasien atau keluarga pasien
yang bersedia menjadi responden pasien dan siap diwawancarai. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berupa pertanyaan- pertanyaan yang
mengacu pada pedoman dan diisi oleh pasien atau keluarga pasien di instalasi rawat inap
Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Pada penelitian ini melakukan teknik pengumpulan data dengan
menyebarkan kuesioner kepada sampel dan kemudian mengumpulkannya setelah mereka
menyelesaikannya. Kemudian, data dianalisis dengan menggunakan chi-square.
2.3 Hasil
Kesediaan responden untuk membayar premi dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
mau dan tidak mau. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 120 responden, 102
orang (85,0%) mengaku bersedia untuk membayar premi. Sedangkan 18 orang (15,0%)
menyatakan tidak bersedia membayar iuran. Salah satu masalah kesehatan di Indonesia
adalah sulitnya mengakses kesehatan metode pembayaran saku mengharuskan orang sakit

8|ASURANSI SOSIAL
untuk memiliki uang tunai ketika pergi ke fasilitas perawatan kesehatan. Kondisi ini
mencakup sekitar 100 juta orang di seluruh dunia di Indonesia. Sebagai solusi dari masalah
ini, pemerintah Indonesia telah mengembangkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional,
yaitu skema jaminan sosial yang memungkinkan masyarakat untuk mengakses layanan
kesehatan tanpa kesulitan keuangan. BPJS mewajibkan masyarakat untuk membayar iuran
sebesar Rp22.000,00 per orang per bulan kepada pihak ketiga perusahaan asuransi. Namun,
masih ada orang yang tidak membayar karena berbagai alasan. Misalnya karena tidak
mampu membayar atau tidak mau membayar premi (Tarigan & Dondo, 2021).
2.4 Diskusi
Kesediaan untuk membayar biaya perawatan kesehatan berada di luar kemampuan
finansial seseorang dan memiliki efek multifaktorial. Kesediaan untuk membayar (WTP)
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, persepsi, pendapatan, pendidikan,
rasio ketergantungan ukuran rumah tangga, wilayah pedesaan/perkotaan, kualitas
pelayanan kesehatan, dan kemampuan membayar. Namun, faktor lain yang mempengaruhi
WTP, yaitu biaya marjinal (kenaikan harga dan tingkat utilitas) dari layanan atau barang
tertentu dan akses ke layanan kesehatan yang tersedia. Tingkat harga tidak mempengaruhi
WTP untuk pelayanan Kesehatan (Tarigan & Dondo, 2021).
Orang yang memiliki kontrak asuransi kesehatan cenderung bersedia berkontribusi
untuk membayar premi yang tinggi. Tingkat pendidikan dikaitkan dengan kemauan dan
kemampuan untuk membayar biaya perawatan kesehatan. Orang dengan pendidikan tinggi
bersedia membayar sebanyak 2 hingga 3 kali lipat dari mereka yang tidak berpendidikan
di semua domain Kesehatan. Indikator kepatuhan gaji responden dilihat dari hasil
wawancara. Yakni, kepatuhan membayar iuran BPJS setiap bulan. Responden yang
membayar iuran bulanan dianggap patuh. Responden yang tidak patuh adalah responden
yang terkadang gagal membayar iuran BPJS setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 120 responden, terdapat 77 orang (64,2%) yang patuh, sedangkan 43 orang
(35,8%) kurang patuh dalam membayar iuran BPJS mandiri. Tingkat kepatuhannya masih
terlalu rendah. Premi adalah iuran yang dibayarkan oleh penanggung secara berkala sampai
dengan waktu yang ditentukan sebagai pengganti polisi untuk menjamin perlindungan
terhadap risiko seseorang yang mungkin terjadi di kemudian hari. Premi diperlukan bagi
penanggung (asuransi) untuk memenuhi pembayaran klaim pelayanan kesehatan setiap

9|ASURANSI SOSIAL
bulannya. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan skema jaminan sosial yang memungkinkan setiap orang mengakses pelayanan
kesehatan tanpa kesulitan keuangan (Tarigan & Dondo, 2021).
Kepatuhan membayar premi perlu didekati dengan melihat karakteristik peserta.
Pertimbangan utama adalah kemampua membayar karena kemampuan dan kemauan
membayar premi asuransi kesehatan sosial merupakan alat vital untuk mengembangkan
polis asuransi kesehatan. Hasil penelitian menemukan bahwa 82,5 persen responden
bersedia membayar iuran BPJS yang ditetapkan pemerintah. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar pendapatan responden lebih tinggi dari UMP di Provinsi Gorontalo (Tarigan
& Dondo, 2021).
Sebagian besar rumah tangga mendukung skema pembiayaan kesehatan nasional.
Beberapa orang menyarankan agar lembaga pemerintah mengelola skema tersebut, di mana
gaji mereka dipotong setiap bulan sebagai bentuk kontribusi. Kesediaan untuk membayar
skema pembiayaan kesehatan nasional ini secara signifikan lebih tinggi untuk orang-orang
muda, perempuan, penduduk pedesaan, mereka yang berpenghasilan lebih tinggi, dan
orang sakit. Orang-orang akan mencari pengobatan hanya ketika keluhan kesehatan mereka
telah menjadi nyata. Beberapa orang memandang asuransi kesehatan sebagai suatu
kebutuhan, dan mereka bersedia membayar premi tahunan dari penyedia asuransi (Tarigan
& Dondo, 2021).
WTP dikaitkan dengan kepatuha membayar iuran BPJS mandiri dengan uji statistik
chi-square. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut :

Dari 120 responden, terdapat 32 orang (26,7%) yang bersedia membayar iuran namun
kurang patuh dalam membayar iuran. Sedangkan responden yang tidak bersedia membayar
iuran dan patuh dalam membayar iuran sebanyak 11 orang (9,2%). Berdasarkan uji statistik
Chi-square diperoleh nilai p = 0,031 (p > 0,05) dengan taraf signifikansi = 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara Willingness To Pay (WTP) atau ketersediaan

10 | A S U R A N S I S O S I A L
membayar iuran dengan kepatuhan membayar iuran oleh peserta mandiri BPJS Kesehatan
di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe di kota Gorontalo. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara ketersedian
membayar iuran dengan kepatuhan membayar iuran BPJS mandiri setiap bulan. Responden
yang sudah bersedia membayar sebagian besar patuh membayar iuran BPJS secara
mandiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki kemampuan
dan kemauan membayar akan patuh membayar iuran jaminan kesehatan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki kemampuan dan kemauan
membayar akan patuh membayar iuran jaminan kesehatan (Tarigan & Dondo, 2021).
Mayoritas responden yang tidak bersedia membayar akan tidak patuh terhadap
pembayaran iuran BPJS mandiri. Kesediaan membayar merupakan pertimbangan dalam
membelanjakan pendapatan atau pengeluaran untuk membeli barang atau jasa lainnya
karena terbatasnya penerimaan. Pemahaman tersebut dapat digunakan untuk memahami
responden. Responden yang kurang bersedia membayar akan memilih pengeluaran yang
lebih penting untuk mengesampingkan pembayaran iuran BPJS secara mandiri. Sedangkan
kita ketahui bersama bahwasanya biaya yang tinggi dapat menghalangi pasien untuk
mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan. Penelitian ini memiliki dua implikasi
kebijakan yang berbeda. Pertama, meningkatkan kesadaran di antara penyedia layanan
tentang beban tunjangan yang tinggi dan hambatan keuangan untuk perawatan, sehingga
dokter perlu mendiskusikan cakupan dan biaya perawatan kesehatan kepada pasien
mereka. Selama persepsi pasien kurang dalam kemampuan membayar sehingga dokter
dapat membantu pasien mengatasi hambatan pengobatan. Kedua, rencana kesehatan dapat
mengurangi pembagian biaya pasien untuk obat-obatan. Dengan mengatasi hambatan
keuangan untuk perawatan sehingga harapannya kepatuhan pengobatan akan meningkat di
antara pasien (Tarigan & Dondo, 2021).
Pembiayaan sistem kesehatan di Bangladesh telah melambat yaitu meningkatnya
ketimpangan pembayaran perawatan kesehatan. Pembiayaan lebih terkonsentrasi di
kalangan masyarakat miskin. Peningkatan ketimpangan pendapatan karena pembayaran
langsung sekitar 89%. Temuan ini membuktikan dampak pembiayaan sistem kesehatan
pada beban keuangan dari perawatan kesehatan dan pendapatan. Ketergantungan
pembayaran langsung sangat mempengaruhi taraf hidup rumah tangga. Oleh karena itu,

11 | A S U R A N S I S O S I A L
perlu dilakukan reformasi skema pembiayaan sistem kesehatan (Tarigan & Dondo, 2021).
Rata-rata penduduk akan kurang bersedia membayar biaya pencegahan daripada
pengobatan. Rata-rata total ketersediaan membayar iuran (WTP) untuk pencegahan sekitar
85% lebih tinggi daripada untuk pengobatan. Penduduk akan bersedia membayar untuk
intervensi, memberikan penggantian (misalnya mengurangi rawat inap) dan meningkatkan
efisiensi dalam pemanfaatan staf dapat dibuktikan. Faktor-faktor tersebut akan mendukung
harga premium jika cost-effective. Kepercayaan sosial merupakan faktor penting dalam
menentukan kesediaan penduduk untuk menyediakan sumber daya keuangan yang
dibutuhkan untuk mendukung perawatan kesehatan masyarakat. Peningkatan kepercayaan
sosial dikaitkan dengan kemauan yang lebih besar untuk membayar iuran untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesediaan pasien dalam membayar
pelayanan untuk pencegahan dan perawatan kesehatan tergantung pada kemampuan pasien
untuk membayar. Mereka yang memiliki pendapatan bulanan lebih tinggi cenderung akan
membayar layanan local (Tarigan & Dondo, 2021).

12 | A S U R A N S I S O S I A L
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesediaan untuk membayar berkaitan dengan kepatuhan untuk melakukan
pembayaran. Responden yang bersedia membayar lebih patuh membayar premi
dibandingkan responden yang tidak bersedia membayar. Oleh karena itu, pemerintah perlu
menata kembali skema pembiayaan sistem kesehatan di Indonesia.

13 | A S U R A N S I S O S I A L
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Sylva F., Dondo, Marisa L. 2021. Behavior Paying Premium to the Independent
Participants in Healthcare Social Insurance Administration Office. Public Health
Department, Faculty of Sports and Health, Universitas Negeri Gorontalo.
Muin, Fatkhul., Mucharom, Rully. 2014. Asuransi Sosial Syariah Bagi Muslim Indonesia.
Fakultah Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang, Banten.
Solechan. 2019. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Sebagai Pelayanan
Publik. Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro.
Vandawanti, Zahry., Sabrie, Hilda., Dian, Windhayani., Amalia, Rizky. 2016. Aspek Hukum Kartu
Indonesia Sehat. Fakultas Hukum, Universitas Airlangga.

14 | A S U R A N S I S O S I A L

Anda mungkin juga menyukai