Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)


PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DI SUSUN OLEH :
DIAS SULISTIONO ( 108118054 )

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL IRYSAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
2020/2021
1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru

yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam

paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma

terutama yang menahun, bronkiektasis. Arita Murwani (2011). Sedangkan menurut

Abidin (2016), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya

reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi yang abnormal

terhadap partikel dan gas berbahaya.

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan  perubahan-

perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat

progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi

yang abnormal dari paruparu terhadap gas atau partikel yang  berbahaya. (Hariman,

2010).

2. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruktif Kronis

menurut (Susanti, 2015) : Bersifat genetic, Infeksi saluran nafas, Perokok, Umur,

Paparan partikel (paparan debu, asap, gas-gas kimiawi)

Sedangkan menurut Eisner penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik sebagai

berikut :

a. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan faktor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi

gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok.

Angka penurunan FEV1, dan angka mortalitas lebih tinggi didapat pada perokok

dibanding non perokok. Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan

faktor risiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan

kerusakan paru akibat partikel dan gas yang masuk pada penelitian yang telah di

lakukan di negaranegara Eropa dan Asia, menunjukan bahwa adanya hubungan

antara merokok dan terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan

cohort ( Eisner et al, 2010 ).

b. Polusi oleh zat-zat produksi

Polusi udara di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan bagi pasien

PPOK. Penelitian cohort longitudinal menunjukan bukti kuat tentang hubungan

polusi udara dan penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan

remaja. Hubungan tersebut di observasi dengan ditemukannya karbon hitam di

makrofag pada saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal

ini menunjukkan hal 29 yang masuk akal secara biologi bagaimana peran polusi

udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (Gold, 2014).

c. Faktor genetik

Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah defisiensi berat

antitripsin alfa-1 yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease,

walaupun defisiensi antitripsin alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di

dunia, itu cukup menggambarkan interaksi antara genetik dan paparan

lingkungan dapat menyebabkan PPOK. Risiko genetik terhadap keterbatasan


bernafas telah di observasi pada saudara atau orang terdekat penderita PPOK

berat yang juga merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan

secara bersamaan dapat mempengaruhi terjadinya PPOK gen tunggal seperti gen

yang memberi kode matriks metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan

menurunnya fungsi paru (Gold, 2014).

3. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai berikut

Dianasari, (2014):

1. Kelemahan Badan

2. Batuk

3. Sesak nafas

4. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi

5. Mengi atau wheeze

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

8. Penggunaan otot bantu pernapasan

9. Suara nafas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh

4. Patofisiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan

oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air

sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.

Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,

sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan

ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta

gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter

yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),

sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap

kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen- komponen asap rokok

merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,

silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta

metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini

mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan

mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus

berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan

menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema

jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia

akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental

dan adanya peradangan.

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan

kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-

struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan


kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama

pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru

secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi

recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara

kolaps (GOLD, 2009). Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi

predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada

PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi

makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase,

yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan

(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas

dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi

berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan

hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada

arteriol (Chojnowski, 2003).


5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji fungsi paru

Pada pasien PPOK uji fungsi paru dapat menunjukkan keterbatasan alira udara yang

merupakan hal yang paling penting secara diagnostik. Hal ini biasanya dilakukan

menggunakan laju aliran ekspresi puncak (peak expiratory flow PEF). Tes fungsi

paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi

abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan

untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.

b. Sinar x

Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,

peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula

(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama

periode remisi (asma).

c. Analisa gas darah

Analisa gas darsh merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH), jumlah

oksigen dan karbondioksida dalam darah, meliputi PO2, PCO2, Ph, HCO3, dan

saturasi oksigen (Muwarni, 2012).

d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien PPOK menurut

Muttaqin (2014), antara lain :

Haemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder.

Jumlah sel darah merah meningkat.


Eosinofil dan total IgE serum meningkat.

Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.

Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretic.

e. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanya infeksi campuran. Kuman pathogen

yang biasa ditemukan adalah Strepcocus pneumoniae, Haemophylus influenza, dan

Moraxella catarrhalis. Pewarnaan dan biakan sputum berguna untuk mendiagnosis

bronchitis kronis dan untuk mengevaluasi eksaserbasi akut PPOK (Muttaqin, 2014).

f. Pemeriksaan radiologi thoraks foto

Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area

paru.Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan

mendatar ruang udara retrosternal lebih besar (foto lateral), jantung tampak

bergantung memanjang dan menyempit (Muttaqin, 2014). Menurut Murwani (2012)

pada foto thorak pasien PPOK akan tampak bayangan lobus, corakan paru bertambah

(Bronkhitis kronis), defisiensi arterial corakan paru bertambah (Emfisema)

7. Komplikasi
a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap
lanjut timbul cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya
dyspnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan
dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut Muttaqin (2014) yang dapat diberikan kepada klien

dengan PPOK, yaitu:

1) Pengobatan farmakologi

a. Anti inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolinm dan lain-lain) (Muttaqin,

2014).

b. Bronkodilator

Golongan adrenalin: isoprote Ncl, ossiprenalin, golongan xantin: aminopilin,

teopilin (Murwani, 2011).

c. Antibiotic
Terapi antibiotik sering diresepkan pada eksaserbasi PPOK dengan pemilihan

antibiotic bergantung kepada kebijakan lokal, terapi secara umum berkisar pada

penggunaan yang disukai antara amoksilin, klaritromisin, atau

trimotopri.Biasanya lama terapi tujuh hari sudah mencukupi (Francis, 2011).

d. Ekspektoran: Amnium karbonat, acetil sistein, bronheksin, bisolvon, tripsin

(Muwarni, 2011).

e. Vaksinasi

Vaksinasi yang dapat diberikan pada pasien PPOK antara lain vaksin influenza

dan pneumococcus regular. Vaksinasi influenza dapat mengurangi angka

kesakitan yang serius.Jika tersedia, vaksin pneumococcusdirekomendasikan bagi

penderita PPOK yang berusia diatas 65 tahun dan mereka yang 13 kurang dari 65

tahun tetapi nilai FEV1-nya <40% prediksi (Ikawati, 2011).

f. Indikasi oksigen

Pemberian oksigen dilakukan pada hipoksia akut atau menahun yang tidak dapat

diatasi dengan obat.Serangan jangka pendek dengan eksaserbasi akut dan

serangan akut pada asma (Marwarni, 2011). Pengobatan oksigen bagi yang

memerlukan, O2 harus diberikan denganaliran lambat 1-2 liter/menit

(Padila,2012). Terapi oksigen yang jangka panjang akan memperpanjang hidup

penderita PPOK yang berat dan penderita dengan kadar oksigen darah yang

sangat rendah (Ringel, 2012). Oksigen diberikan 12 jam/liter, hal ini akan

mengurangi kelebihan sel darah merah yang disebabkan menurunnya kadar

oksigen dalam darah. Terapi oksigen juga dapat memperbaiki sesak nafas selama

beraktivitas (Irianto, 2014).


2) Pengobatan Non farmakologi

a. Rehabilitasi

Pada pasien PPOK dapat dilakukan rehablitasi, ada beberapa teknik lebih

afektif dari lainnya tetapi semuanya berpotensi membantu, teknik control

pernapasan, fisioterapi dada, terapi okupasional, latihan olahraga, latihan otot

pernapasan. Program aktivitas olahraga yang dapat dilakukan oleh penderita

PPOK antara lain: sepeda ergometri, latihan treadmill atau berjalan diatur

dengan waktu, dan frekuensinya dapat berkisar dari setiap hari sampai setiap

minggu (Morton, 2012). Latihan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran

dan 14 melatih fungsi otot skeletalagar lebih efektif, dilaksanakan jalan sehat

(Muttaqin, 2014).

b. Konseling nutrisi

Malnutrisi adalah umum pada pasien PPOK dan terjadi pada lebih dari 50%

pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden malnutrisi bervariasi sesuai

dengan derajat abnormalitas pertukaran gas (Morton, 2012). Perlu diberikan

hidrasi secukupnya (minum air cukup : 8-10 gelas sehari), dan nutrisi yang

tepat, yaitu diet kaya protein dan mencegah makanan berat menjelang tidur.

Susu dapat menyebabkan sekresi bronkus meningkat, sebaiknya dicegah

(Ikawati, 2011).

c. Penyuluhan

Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling efektif dalam

mengurangi resiko terjadinya PPOK dan memperlambat kemajuan tingkat

penyakit (Morton, 2012).


9. Pengkajian keperawatan

a. Pengkajian Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :
1) Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise.
- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
- Keletihan.
- Gelisah, insomnia.
- Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstrimitas bawah
Tanda :
- Peningkatan tekanan darah.
- Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
- Distensi vena leher atau penyakit berat.
- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
- Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku tabuh
dan sianosis perifer.
- Pucat dapat menunjukkan anemia.
3) Integritas Ego
Gejala :
- Peningkatan faktor resiko.
- Perubahan pola hidup.
4) Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
Gejala :
- Mual atau muntah.
- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat bada
menunjukkan edema (bronchitis).
5) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehai-hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6) Pernafasan
Gejala :
- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
- Lapar udara kronis.
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun
selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi
sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
-Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif (emfisema).
-Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan
dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes,
debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
- Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
- berat badan
- menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
- Mual atau muntah.
- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan

10. Diagnose keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit paru obstruktif kronis

c. Resiko Deficit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)


11. Intervensi

Diagnosis
SLKI SIKI
Keperawatan
Kode Diagnosis Kode Luaran kode Intervensi
D.000 Pola nafas L.01003 Luaran : Bersihan jalan nafas I.10106 SIKI : manajemen jalan nafas
5 tidak Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Observasi
efektif diharapkan pola nafas dapat teratasi dengan - monitor pola nafas
kriteria hasil : - monitor adanya retensi sputum
Ekspetasi : meningkat - monitor bunyi nafas
Dispnea 2/4
Ortopnea 2/4 Terapeutik
Pemanjangan fase ekspirasi 2/4 - atur posisi semi fowler atau fowler
Ket : - berikan minuman hangat
1. Meningkat - berikan oksigen
2. Cukup meningkat - berikan Nebulizer
3. Sedang
4. Cukup menurun Edukasi

5. Menurun - anjurkan cairan yang adekuat

Kolaborasi
- pemberian bronkodilator
D.005 Gangguan L.05045 Luaran : Pola tidur I.05174 SIKI : Dukungan tidur
5 pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi
jam Gangguan pola tidur dapat teratasi - identifikasi pola aktivitas dan tidur
dengan kriteria hasil : - identifikasi faktor pengganggu tidur
Ekspetasi : Membaik - identifikasi makan dan minuman yang
Keluhan sulit tidur (2/4) memgganggu tidur
Keluhan istirahat tidak cukup (2/4) - identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Ket :
1. Menurun Terapeutik
2. Cukup menurun - modifikasi lingkungan (mis pencahayaan,
3. Sedang kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
4. Cukup meningkat - batasi waktu tidur siang, jika perlu
5. Meningkat - fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
- tetapkan jadwal tidur rutin
- lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan
- sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur terjaga

Edukasi
- jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
- anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
- anjurkan menghindari makanan dan minuman
yang mengganggu tidur
- anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
- ajarkan faktor faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur
D.001 Resiko l.03030 Luaran : status nutrisi I.03119 SIKI : Manajemen nutrisi
9 Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi
nutrisi jam Defisit nutrisi dapat teratasi dengan - identifikasi status nutrisi
kriteria hasil : - identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Ekspetasi : membaik - identifikasi makanan yang disukai
Membran mukosa lembab (2/4) - monitor asupan makanan
Nafsu makan (2/4) - monitor BB
Frekuensi makan (2/4) - monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Ket :
1. Memburuk Terpeutik
2. Cukup memburuk - lakukan oral hygin sebelum makan, jika perlu
3. Sedang - fasilitasi menentukan pedoman diet
4. Cukup membaik - sajikan makanan secara menarik dan suhu
5. Membaik yang sesuai
- berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- berikan suplemen makanan

Edukasi
- anjurkan posisi duduk, jika mampu
- ajarkan diet yang diprogamkan

Kolaborasi
- kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis pereda nyeri)
- kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien hang dibutuhkan
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

https://id.scribd.com/document/355060808/LAPORAN-PENDAHULUAN-PPOK

Anda mungkin juga menyukai