Anda di halaman 1dari 10

Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

PERAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN DALAM TRANSFORMASI


PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL

Punaji Setyosari
Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
E-mail: punaji.setyosari.fip@um.ac.id

ABSTRAK

Dalam konteks perubahan atau transformasi tersebut di atas, ditandai oleh adanya perubahan
paradigma lama menuju paradigma baru. Perubahan paradigma ini, yaitu dari paradigma yang
berpusat pada guru, hasil atau produk menuju paradigma baru yang berpusat pada peserta didik,
paradigma era jejaring telah memberikan dampak yang luas. Era perubahan menuju abad 21
menuntut agar setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan dan
aktualisasi diri dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai warga masyarakat maupun warga
negara. Untuk menjawab tantangan tersebut, sistem pendidikan harus mengubah tujuan,
kurikulum, pedagogi, dan asesmennya untuk membantu semua peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang kompleks yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih layak sehingga dapat
berkontribusi dalam bidang pekerjaan dan kehidupan warga negara yang lebih efektif. Dalam
rangka menghadapi era baru, guru perlu memanfaatkan secara bijaksana teknologi yang sesuai,
dan disamping itu guru masih juga dituntut agar mampu: 1) memotivasi siswa menghadapi
tantangan masa depan, 2) membantu siswa mengelola waktu dan tugas, 3) membangun kecakapan
social dan emosional siswa, 4) membimbing dan memberikan contoh kecakapan hidup, 5)
menyajikan situasi personal dan dikenal siswa, 6) membantu siswa menggali dan mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan 7) mengambil tanggung jawab demi menjamin hasil
belajar siswa.

Kata-kata kunci: era digital, teknologi digital, dan transformasi pendidikan,

PENDAHULUAN
Belajar telah lama dipahami sebagai sesuatu perubahan. Belajar
merupakan suatu proses perubahan yang membutuhkan waktu panjang. Era
perubahan itu ditandai dengan adanya perubahan perilaku manusia. Perubahan ini
kita saksikan dalam pola kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diungkapkan oleh
We live in a world of rapid economic and
technological change. Digital technologies permeate every aspect of our lives,
affecting how we communicate, find and provide information, build relationships,
trade and purchase goods and, critically, how we learn and teach Oleh sebab
itulah belajar terjadi sepanjang hayat, mulai dari bayi hingga akhir hayat, yang
meminjam istilah Jan Comenius (Longworth, 2003) bahwa belajar itu
berlangsung sejak, a cradle to grave berarti
berlangsung sepanjang hayat, lifelong learning. Belajar itu bukan hanya dari sisi
psikologis saja tetapi juga menyangkut faktor organisme dan jaringan sistem
syaraf. Pandangan ini telah didukung juga oleh para neurobiologis telah
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

menunjukkan bahwa perubahan dalam organismen individu itu dapat menjadi


permanen karena disimpan dalam wujud molekul-molekul yang berupa sistem
syaraf (van Oers, 2008). Hasil perubahan atau tindakan yang dilakukan oleh
individu itu dalam ilmu jaringan syaraf dikaitkan dengan sistem syaraf dalam
otak manusia, apakah otak kanan, otak kiri atau pun otak bagian tengah yang
menggerakkan sistem berpikir manusia. Saat ini telah banyak kajian yang
diarahkan ke topik-topik ini, brain systems dan belajar, brain-based learning,
neurologi dan belajar, neuroedukasi dan sebagainya. Di samping itu, temuan-
temuan penelitian memandang pentingnya ilmu belajar, the science of learning,
yang telah berkembang dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang proses
belajar dan implikasinya bagi pembelajaran. Hal yang penting kita perhatikan,
bahwa pendekatan transformasional itu menekankan pada diri pebelajar,
bagaimana pebelajar tersebut mengalamai prosis perubahan dan perkembangan.
Belajar merupakan proses panjang yang dialami oleh individu untuk beriteraksi
dengan pengalaman pribadinya, dan ini sejalan dengan pandangan
konstruktivistik. Dengan demikian, pendekatan transformasional ini merupakan
interelasi dari tiga teori dasar, yaitu behavioristik, kognitif dan humanistik atau
konstruktivistik (Askew & Carnell, 1998). Lebih jauh, Askew dan Carnell
menyatakan bahwa belajar yang efektif itu terjadi jika belajar itu sendiri
merupakan perubahan, artinya belajar itu mengubah cara kita menerima sesuatu
dan pengalaman hidup kita. Dengan perubahan tersebut berarti kita mengubah
cara menerima sesuatu yang selanjutnya dapat mengubah perilaku kita dan pada
gilirannya mengubah cara kita melakukan interaksi dengan masyarakat.
Perubahan yang terjadi dalam diri siswa akan berarti, jika pengalaman itu
bermakna. Kita memahami perubahan dalam perilaku siswa itu sebagai akibat dari
pengalaman, yang oleh Novak & Gowin (dalam Askew dan Carnell, 1998)
dikatakan bahwa perubahan itu sebagai konsekuensi pada perubahan makna
pengalaman. Perubahan secara positif, artinya perubahan ke arah yang lebih baik
sangat mungkin terjadi apabila proses belajar mengkaitkan antara siswa dan
konteks atau lingkungan di mana siswa berada. Kita juga tahu bahwa belajar
menurut van Oers (2008) telah lama menjadi pusat evolusi manusia, maka
tidaklah mengherankan banyak para para pakar memusatkan perhatian pada
hakikat belajar itu.
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

Berkenaan dengan perubahan Seymour, President of Qsystems, (dalam

sendiri manakala kita merasa yakin bahwa mendidik orang-orang pada tahun 2000
ini sama dengan mendidik orang-orang pada tahun 1975-an. Semuanya telah
mengalami perubahan, baik itu gaya hidup, budaya dan apalagi teknologi. Sistem
pendidikan tentu telah berubah, misalnya di Indonesia, kurikulum telah
mengalami perubahan beberapa kali. Bahkan jika kita sebutkan perubahan
kurikulum mulai tahun 1975/1976, yang bercirikan pendekatan berorientasi
tujuan, berubah menjadi kurikulum 1984 yang memberi tekanan pada
keterampilan proses. Perubahan berikutnya adalah kurikulum 1994 yang
merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Perubahan berikutnya adalah
kurikulum 2004 yang lebih dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi yang
kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Terakhir ini, kita mengalami
perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 2013 atau yang lebih dikenal dengan
istilah K 13. Perubahan-perubahan tersebut telah memberikan dampak terutama
dalam bidang pembelajaran.
Dalam konteks perubahan atau transformasi tersebut di atas, ditandai oleh
adanya perubahan paradigma lama menuju paradigma baru. Perubahan paradigma
ini, yaitu dari paradigma yang berpusat pada guru, hasil atau produk menuju
paradigma baru yang berpusat pada peserta didik, paradigma era jejaring telah
memberikan dampak yang luas. Perubahan paradigma ini berarti telah
memberikan cara pandang, cara berpikir, cara berbicara, dan cara bertindak dalam
pendidikan. Cara pandang demikian ini sekaligus juga telah pula mengubah cara
pandang dalam belajar, yaitu belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Dengan
demikian, cara pandang seseorang yang semula berorientasi pada hasil semata
tidaklah cukup untuk memasuki era baru berikutnya dan untuk itulah ia perlu
secara terus-menerus menambah dan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk memasuki era baru, yang saat ini kita kenal
sebagai abad 21. Dengan pendek kata, dapat kita katakan bahwa era baru abad 21
menuntut pengetahuan dan keterampilan baru.
Era perubahan menuju abad 21 ini jelas berbeda dengan era sebelumnya,
yaitu abad 20. Tuntutan abad 21 ini adalah agar setiap orang memiliki
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

kemampuan untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan dan aktualisasi diri dalam
kehidupan sehari-hari baik sebagai warga masyarakat maupun warga negara.
Untuk menjawab tantangan tersebut, sistem pendidikan harus mengubah tujuan,
kurikulum, pedagogi, dan asesmennya untuk membantu semua peserta didik
untuk mencapai hasil belajar yang kompleks yang diperlukan untuk kehidupan
yang lebih layak sehingga dapat berkontribusi dalam bidang pekerjaan dan
kehidupan warga negara yang lebih efektif. Perubahan yang sangat cepat ini
ditunjang oleh adanya pergeseran dari teknologi analog ke arah teknologi digital.
Untuk memasuki era digital tersebut, kita dituntut dan perlu mahir dalam
informasi. Sejalan dengan pandangan tersebut, Spires & Bartlet (2012)
menyatakan bahwa untuk menelusur informasi para pebelajar perlu dibekali
dengan keterampilan dan strategi baru terkait dengan jenis keterampilan literasi.
Seorang pebelajar mungkin saja dibekali keterampilan menggunakan teknologi
untuk mencari informasi tetapi kurang memiliki keahlian yang diperlukan untuk
memilih mana informasi yang sesuai dari sejumlah fasilitas jaringan yang tersedia.
Era Transformasi Pendidikan dan Teknologi Digital
Pendidikan sebagai bagian dari usaha manusia, tidak lepas dari adanya
perubahan tersebut di atas. Pendidikan perlu menyambut era perubahan untuk
menyongsong masa depan. Era perubahan yang disebut sebagai era digital, berarti
menuntut kita menyiapkan segalanya. Era digital ini apakah sebagai peluang atau
kesempatan, atau menjadi tantangan kita? Itulah sebabnya, kita perlu menyiapkan
pendidikan yang membawa siswa untuk bersedia dan siap belajar dalam dalan
memasuki era digital, yaitu dalam suasana dan proses yang mampu
membelajarkan siswa dalam situasi yang selalu berubah dan pengalaman belajar
tersebut menjadi bermakna bagi pebelajar.
Perubahan yang dramatik dalam aplikasi pendidikan telah mengalami
perluasan dalam praktik teknologi informasi di seluruh dunia (Seels & Richey,
1994). Belajar di era digital menjadi sebuah peluang atau kesempatan bagi
pebelajar ketika ia mampu mendayagunakan teknologi baru. Kemampuan untuk
menyesuaikan dengan teknologi baru sangat diperlukan bagi pebelajar. Untuk
itulah, diperlukan daya kreativitas untuk mencari informasi baru melalui teknologi
digital. Pebelajar yang memiliki kecakapan literasi tinggi dalam bidang teknologi
baru sebutlah sebagai digital technology, mereka dengan sangat menikmati dalam
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

menggunakan teknologi tersebut untuk mencari dan menelusur segala informasu


yang diperlukan untuk keperluan belajar. Dengan demikian, pebelajar akan
memperoleh sejumlah informasi berharga untuk memenuhi kebutuhan belajarnya
dan ia akan terus menerus mencari dan menemukan informasi yang diperlukan.
Juga, dimensi praktik teknologi informasi ini cenderung memperluas peningkatan
unjuk kerja atau kinerja pebelajar. Kinerja atau hasil belajar yang semakin baik
diharapkan dapat dicapai oleh pebelajar melalui pendayagunaan teknologi
pendidikan.
Sebaliknya, jika hal tersebut tidak dilakukan, pebelajar di era digital
dihadapkan pada masalah nyata mereka mungkin tidak mampu menerapkan
pengetahuan tersebut. Pebelajar yang kurang memiliki keterampilan (unskilled
literacy) sangatlah sulit memanfaatkan waktunya dalam berusahaa mencari dan
menemukan informasi yang diperlukan untuk kepentingan tugas-tugas belajarnya.
Pebelajar akan menggunakan sejumlah waktunya hanya untuk menemukan sedikit
informasi yang diperlukan terkait dengan tugas-tugas belajarnya. Pebelajar bahkan
kehidlangan sebagian besar waktunya hanya untuk mencoba-coba mencari dan
menemukan informasi yang diperlukan yang disebabkan oleh kurangnya
kecakapan literasi (literacy skill). Inilah menjadi sebuah tantangan bagi mereka,
pebelajar, dalam menghadapi era digital. Para pebelajar perlu melakukan
penyesuaian diri dalam menghadapi era baru teknologi tersebut. Berdasarkan hal-
hal di atas, pebelajar yang memiliki keterampilan atau kecakapan literasi
informasi akan mampu mengelola waktunya untuk mencari dan menemukan
segala informasi. Ia memiliki kesempatan dan peluang belajar lebih banyak dalam
mengaplikasikan pengalaman belajarnya. Untuk memperoleh pengalaman nyata
dan menghubungkan dengan dunia yang terus berkembang, pembelajaran harus
menekankan perkembangan pebelajar dan belajar diarahkan ke hal yang lebih
bermakna (meaningfulness).
Penguasaan Keterampilan Literasi Memasuki Teknologi Digital
Penggunaan teknologi digital atau teknologi maya (virtual technology)
sangat memberikan inspirasi bagi setiap orang, karena dengan bantuan teknologi
maya seolah tidak ada batasan nyata terkait dengan jarak. Sebagaimana
dikemukakan oleh Cristl & Winter (2013) bahwa dalam era digital apa yang telah
kita lakukan tersebut direkam, dimonitor atau dilacak dimana pun keberadaan
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

kita. Hampir setiap peralatan yang kita gunakan terkoneksi dengan internet.
Berkenaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cepat
dalam mengumpulkan, mengolah dan menggali data pribadi menajdi bagian
dalam seluruh hidup kita.
Di samping itu, teknologi (teknologi informasi) telah menunjukkan
dampak atau hasil yang sangat positif berdasarkan kajian penelitian. Teknik
pembelajaran yang inovatif (misalnya, teknik pertanyaan yang disertakan pada
teks, advance organizers, dan media) secara khusus menunjukkan kemajuan hasil
belajar rata-rata pada pebelajar sebesar satu poin dalam persentil. Sebagaimana
ditunjukkan oleh hasil-hasil penelitian di depan, keunggulan teknologi dapat
meningkatkan kinerja pebelajar, dalam hal ini pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa pebelajar lebih senang
belajar melalui komputer daripada televisi. Hal ini dapat dikatakan bahwa TV
menyajikan apa yang dimiliki sedangkan komputer mengajak kepada pebelajar
tentang apa yang ingin dilakukan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
pebelajar lebih menyukai peran partisipasi secara interaktif daripada peran
partisipasi pasif. Sejalan dengan hal tersebut, Knapp & Glenn (1996)
mengemukakan mengapa pebelajar lebih menyukai penggunaan teknologi
(komputer) dan lebih senang mengikuti pembelajaran yang menggunakan
komputer. Program perangkat lunak komputer yang efektif secara aktif
melibatkan pebelajar dan dapat mengendalikann secara bebas. Lagipula, dengan
menggabungkan teknologi komputer ke dalam pembelajaran juga dapat
meningkatkan sikap positif pebelajar terhadap sekolah, pelajaran, dan belajar
secara umum.
Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran di Era Digital
Pada abad ke 21 ini teknologi, dalam hal ini teknologi pembelajaran,
mengemban tugas pada posisi yang semakin luas dan terkait dengan konteks
belajar dan pengembangan. Kemajuan teknologi baru ini telah mengubah
bagaimana teknologi digunakan dengan baik untuk meningkatkan dan
mengembangkan potensi-potensi pebelajar, yang dalam definisi teknologi terbaru
facilitating
learning and improving performance,
meningkatkan unjuk kerja pebelajar. Kita sebagai guru atau dosen tentu memiliki
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

pandangan bahwa teknologi berhubungan yang sangat mendasar dengan


bagaimana teknologi dan media tersebut digunakan dan apa yang perlu menjadi
pertimbangan kita agar mendukung keberhasilan (Kirkwood & Price, 2012). Para
guru atau dosen perlu mengetahui bukan hanya ketersediaan teknologi dan media
dan dapat dipakai dalam pembelajaran, tetapi juga betapa pentingnya teknologi
dan media tersebut sebagai faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran.
Kirkwood (2009) juga menyampaikan saran-saran bahwa teknologi pembelajaran
memungkinkan menjalankan satu atau lebih dari fungsi-fungsi sebagai berikut: 1)
presentasi (presentation), yaitu menyampaikan bahan-bahan dan sumber-sumber
(seperti teks, data, bunyi, gambar diam dan gerak dan sebagainya) yang
disediakan untuk keperluan pebelajar baik yang dirancang sebelumnya, atau yang
; 2) interaksi ( interaction), yaitu memungkinkan
para pebelajar terlibat secara aktif berinteraksi dengan sumber-sumber, untuk
menggunakan dan melacak informasi atau data dan sebagainya; 3) dialog
(dialogue) yaitu memfasilitasi terjadinya komunikasi antara pembelajar dan
pebelajar, antar pebelajar untuk melakukan diskusi, kerja sama, kolaborasi, dan
sebagainya; 4) kegiatan yang menghasilkan sesuatu (generative activity) yaitu
berbagai aktivitas yang disediakan bagi pebelajar untuk kegiatan-kegiatan
perekaman, menciptakan, mengumpulkan, menyimpan dan mengungkap kembali
unsur-unsur ( seperti teks, data, gambar, grafis, bagan dan sebagainya) dalam
merespon berbagai aktivitas belajar dan tugas untuk membuktikan pengalaman
dan kemampuan mereka. Penggunaan teknologi dapat membantu untuk
meningkatkan pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta belajar dengan
menggunakan teknologi tersebut sangat penting bagi pebelajar untuk
meningkatkan kompetensi dalam menjalankan tugas-tugas dalam masyarakat dan
dunia kerja di abad ke 21 ini. Di samping itu, penggunaan teknologi dapat
melengkapi pebelajar untuk mengorganisasi proses belajarnya secara mandiri.
Dengan demikian, terjadi perubahan mendasar pada didir pebelajar dari sebagai
penerima secara pasif informasi ke arah pengguna secara aktif (Tam, dalam
Olofsson & Lindberg, 2012).
Sebagaimana dikemukakan di bagian awal, perubahan telah terjadi begitu
cepat. Kita tahu bahwa para pebelajar telah berhadapan dan menggunakan
berbagai peralatan teknologi canggih. Di berbagai sekolah, teknologi dan
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

informasi berbasis komputer saat ini menaawarkan cara-cara baru yang sangat
ampuh dan memberikan kepada pebelajar dengan pengalaman langsung di dalam
kurikulum sekolah. Melalui sumber-sumber belajar dan pembelajaran yang dapat
dijalankan secara elektronik, teknologi komputer dapat memperluas pengalaman
para pebelajar (generasi muda) lebih jauh di luar keterbatasan waktu, ruang dan
bahan. Sumber-sumber bahan belajar tertentu yang digunakan dalam proses
pembelajaran mencakup sebagai berikut, misalnya telekomunikasi komputer,
lingkungan simulasi, bahan-bahan cyber, produksi perangkat lunak dan
sebagainya.
Berkenaan dengan perubahan tersebut, perlu adanya perubahan peran guru
di dalam kelas. Peran guru tidak cukup hanya memberikan ceramah tentang
materi yang diajarkan, tetapi ia perlu mengubah perannya agar supaya mengajar
lebih efektif. Dalam menghadapi era digital, guru-guru yang hanya mengadalkan
metode atau strategi pembelajaran tradisional menjadi kurang siap ketika
dihadapkan pada hal-hal yang menuntut keahlian dalam penerapan teknologi
canggih. Oleh sebab itu, untuk menghadapi situasi yang demikian itu tentu saja
menuntut guru yang memiliki kecakapan dalam mendayagunakan teknologi baru
di samping menggunakan variasi metode atau strategi pembelajaran yang
digunakan. Dengan ungkapan lain, dalam memasuki revolusi digital kita
memerlukan guru-guru yang unggul. Guru-guru yang sukses dan unggul dengan
cerdas memanfaatkan teknologi digital yang sesuai atau cocok dengan strategi
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran mengingat tidaklah
cukup hanya mengandalkan strategi pembelajaran saja. Guru perlu memanfaatkan
secara bijaksana teknologi yang sesuai, yang disamping itu guru oleh Hassel &
Hassel ( dalam Finn & Fairchild, 2012) guru masih juga dituntut agar mampu: 1)
memotivasi siswa menghadapi tantangan masa depan, 2) membantu siswa
mengelola waktu dan tugas, 3) membangun kecakapan social dan emosional
siswa, 4) membimbing dan memberikan contoh kecakapan hidup, 5) menyajikan
situasi personal dan dikenal siswa, 6) membantu siswa menggali dan
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan 7) mengambil tanggung
jawab demi menjamin hasil belajar siswa.
Perubahan peran guru dalam belajar di era digital sangatlah penting dalam
kaitan untuk menyiapkan pebelajar memasuki era digital. Pengembangan
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

professional guru secara terus menerus dan berkelanjutan (sustainable and


continuing professional development) menjadi sangat penting bagi setiap guru.
Oleh sebab itu, penyiapan program pengembangan professional guru yang mampu
memberikan layanan memadai bagi pebelajar di era digital perlu dipikirkan
kembali terkait dengan kemampuan dan keterampilan guru dalam menggunakan
perangkat teknologi baru, yaitu teknologi digital.

PENUTUP
Perubahan telah merembes ke segala aspek kehidupan, termasuk dalam
bidang pendidikan. Belajar sebagai suatu proses perubahan (transformasi)
menuntut kesanggupan pebelajar mau mengubah diri sesuai dengan konteks. Dan
memasuki era perubahan itu, perlu penyediaan situasi belajar dan proses belajar
yang dapat memfasilitasi belajar pebelajar. Era digital sebagai factor yang tidak
bisa dihindarkan kehadiran sangat berpengaruh bagi proses belajar pebelajar.
Untuk itulah, perlu memberikan bekal keterampilaan literasi yang memadai baik
bagi guru maupun pebelajar khususnya untuk memasuki kehdiupan kelak yang
penuh tantangan.

DAFTAR PUSTAKA
Askew, S. & Carnell, E. 1998. Transforming Learning: Individual and Global
Change. London: Cassell
Christl, W. & Winter, R. (2013) Digital Literacy Education On Par With
Contemporary Digital Culture. Dalam J. Beseda & Z. Machat (Eds). New
Technologies and Media Literacy Education. 8th Conference Readers Disco
2013.
Drysdale, R. (2012) Learning in A Digital Age. JISC , UK.
Hassel, B.C. & Hassel, E.A. (2012). Teachers in the Age of Digital Instruction. Dalam by Chester
E. Finn, Jr. Daniela R. Fairchild.(Eds) Education Reform For The Digital Era. Washington,
DC: the Thomas B. Fordham Institute
Januszewski, A. & Molenda, M. (Eds.) (2008). Educational technology: A definition with
commentary. New York: Lawrence Erlbaum Associate.
Challenging hierarchies: The impact of e-learning.
Higher Education 48: 379 395, 2004.
Kirkwood, A. (2009). E- Technology, Pedagogy
and Education, 18(2), 107 121. doi:10.1080/14759390902992576.
Kirkwood, A. & Price, L. (2012). The influence upon design of differing conceptions of teaching
and learning with technology the influence upon design of differing conceptions of
teaching and learning with technology. Dalam Anders D. Olofsson & J. Ola Lindberg.
Informed Design of Educational Technologies in Higher Education: Enhanced Learning
and Teaching. Chocolate Avenue Hershey PA: IGI Global.
Knapp, L.R. & Glenn, A.D. (1996) Restructuring School with Technology.
Needham Heghts, Massachussets: Ally & Bacon.
Longworth, N. 2003.Lifelong Learning In Action: Transforming Education In The
21st Century. London: Kogan Page
Seels, B.B & Richey, R.C. (1994) Instructional Technology; The Definitions and
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,

Domains Of The Fields. Washington, DC: AECT


Spires, H.A. & Bartlett, M.E (2012) Digital Literacies and Learning: Designing a Path Forward.
White Paper Series
Tam, M (2012). The outcomes- based approach: Concepts and practice in curriculum and
educational technology design. Dalam Anders D. Olofsson & J. Ola Lindberg. Informed
Design of Educational Technologies in Higher Education: Enhanced Learning and
Teaching. Chocolate Avenue Hershey PA: IGI Global. DOI: 10.4018/978-1-61350-080-
4.ch002.
van Oers, B. 2008. Learning and Learning Theory from a Cultural-Historical
Point of View. Dalam Bert Van Oers, Wim Wardekker, Ed Elbers, dan
Ren´E Van Der Veer, Eds. The Transformation of Learning Advances in
Cultural-Historical Activity Theory. New York: Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai