Punaji Setyosari
Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
E-mail: punaji.setyosari.fip@um.ac.id
ABSTRAK
Dalam konteks perubahan atau transformasi tersebut di atas, ditandai oleh adanya perubahan
paradigma lama menuju paradigma baru. Perubahan paradigma ini, yaitu dari paradigma yang
berpusat pada guru, hasil atau produk menuju paradigma baru yang berpusat pada peserta didik,
paradigma era jejaring telah memberikan dampak yang luas. Era perubahan menuju abad 21
menuntut agar setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan dan
aktualisasi diri dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai warga masyarakat maupun warga
negara. Untuk menjawab tantangan tersebut, sistem pendidikan harus mengubah tujuan,
kurikulum, pedagogi, dan asesmennya untuk membantu semua peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang kompleks yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih layak sehingga dapat
berkontribusi dalam bidang pekerjaan dan kehidupan warga negara yang lebih efektif. Dalam
rangka menghadapi era baru, guru perlu memanfaatkan secara bijaksana teknologi yang sesuai,
dan disamping itu guru masih juga dituntut agar mampu: 1) memotivasi siswa menghadapi
tantangan masa depan, 2) membantu siswa mengelola waktu dan tugas, 3) membangun kecakapan
social dan emosional siswa, 4) membimbing dan memberikan contoh kecakapan hidup, 5)
menyajikan situasi personal dan dikenal siswa, 6) membantu siswa menggali dan mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan 7) mengambil tanggung jawab demi menjamin hasil
belajar siswa.
PENDAHULUAN
Belajar telah lama dipahami sebagai sesuatu perubahan. Belajar
merupakan suatu proses perubahan yang membutuhkan waktu panjang. Era
perubahan itu ditandai dengan adanya perubahan perilaku manusia. Perubahan ini
kita saksikan dalam pola kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diungkapkan oleh
We live in a world of rapid economic and
technological change. Digital technologies permeate every aspect of our lives,
affecting how we communicate, find and provide information, build relationships,
trade and purchase goods and, critically, how we learn and teach Oleh sebab
itulah belajar terjadi sepanjang hayat, mulai dari bayi hingga akhir hayat, yang
meminjam istilah Jan Comenius (Longworth, 2003) bahwa belajar itu
berlangsung sejak, a cradle to grave berarti
berlangsung sepanjang hayat, lifelong learning. Belajar itu bukan hanya dari sisi
psikologis saja tetapi juga menyangkut faktor organisme dan jaringan sistem
syaraf. Pandangan ini telah didukung juga oleh para neurobiologis telah
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,
sendiri manakala kita merasa yakin bahwa mendidik orang-orang pada tahun 2000
ini sama dengan mendidik orang-orang pada tahun 1975-an. Semuanya telah
mengalami perubahan, baik itu gaya hidup, budaya dan apalagi teknologi. Sistem
pendidikan tentu telah berubah, misalnya di Indonesia, kurikulum telah
mengalami perubahan beberapa kali. Bahkan jika kita sebutkan perubahan
kurikulum mulai tahun 1975/1976, yang bercirikan pendekatan berorientasi
tujuan, berubah menjadi kurikulum 1984 yang memberi tekanan pada
keterampilan proses. Perubahan berikutnya adalah kurikulum 1994 yang
merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Perubahan berikutnya adalah
kurikulum 2004 yang lebih dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi yang
kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Terakhir ini, kita mengalami
perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 2013 atau yang lebih dikenal dengan
istilah K 13. Perubahan-perubahan tersebut telah memberikan dampak terutama
dalam bidang pembelajaran.
Dalam konteks perubahan atau transformasi tersebut di atas, ditandai oleh
adanya perubahan paradigma lama menuju paradigma baru. Perubahan paradigma
ini, yaitu dari paradigma yang berpusat pada guru, hasil atau produk menuju
paradigma baru yang berpusat pada peserta didik, paradigma era jejaring telah
memberikan dampak yang luas. Perubahan paradigma ini berarti telah
memberikan cara pandang, cara berpikir, cara berbicara, dan cara bertindak dalam
pendidikan. Cara pandang demikian ini sekaligus juga telah pula mengubah cara
pandang dalam belajar, yaitu belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Dengan
demikian, cara pandang seseorang yang semula berorientasi pada hasil semata
tidaklah cukup untuk memasuki era baru berikutnya dan untuk itulah ia perlu
secara terus-menerus menambah dan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk memasuki era baru, yang saat ini kita kenal
sebagai abad 21. Dengan pendek kata, dapat kita katakan bahwa era baru abad 21
menuntut pengetahuan dan keterampilan baru.
Era perubahan menuju abad 21 ini jelas berbeda dengan era sebelumnya,
yaitu abad 20. Tuntutan abad 21 ini adalah agar setiap orang memiliki
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,
kemampuan untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan dan aktualisasi diri dalam
kehidupan sehari-hari baik sebagai warga masyarakat maupun warga negara.
Untuk menjawab tantangan tersebut, sistem pendidikan harus mengubah tujuan,
kurikulum, pedagogi, dan asesmennya untuk membantu semua peserta didik
untuk mencapai hasil belajar yang kompleks yang diperlukan untuk kehidupan
yang lebih layak sehingga dapat berkontribusi dalam bidang pekerjaan dan
kehidupan warga negara yang lebih efektif. Perubahan yang sangat cepat ini
ditunjang oleh adanya pergeseran dari teknologi analog ke arah teknologi digital.
Untuk memasuki era digital tersebut, kita dituntut dan perlu mahir dalam
informasi. Sejalan dengan pandangan tersebut, Spires & Bartlet (2012)
menyatakan bahwa untuk menelusur informasi para pebelajar perlu dibekali
dengan keterampilan dan strategi baru terkait dengan jenis keterampilan literasi.
Seorang pebelajar mungkin saja dibekali keterampilan menggunakan teknologi
untuk mencari informasi tetapi kurang memiliki keahlian yang diperlukan untuk
memilih mana informasi yang sesuai dari sejumlah fasilitas jaringan yang tersedia.
Era Transformasi Pendidikan dan Teknologi Digital
Pendidikan sebagai bagian dari usaha manusia, tidak lepas dari adanya
perubahan tersebut di atas. Pendidikan perlu menyambut era perubahan untuk
menyongsong masa depan. Era perubahan yang disebut sebagai era digital, berarti
menuntut kita menyiapkan segalanya. Era digital ini apakah sebagai peluang atau
kesempatan, atau menjadi tantangan kita? Itulah sebabnya, kita perlu menyiapkan
pendidikan yang membawa siswa untuk bersedia dan siap belajar dalam dalan
memasuki era digital, yaitu dalam suasana dan proses yang mampu
membelajarkan siswa dalam situasi yang selalu berubah dan pengalaman belajar
tersebut menjadi bermakna bagi pebelajar.
Perubahan yang dramatik dalam aplikasi pendidikan telah mengalami
perluasan dalam praktik teknologi informasi di seluruh dunia (Seels & Richey,
1994). Belajar di era digital menjadi sebuah peluang atau kesempatan bagi
pebelajar ketika ia mampu mendayagunakan teknologi baru. Kemampuan untuk
menyesuaikan dengan teknologi baru sangat diperlukan bagi pebelajar. Untuk
itulah, diperlukan daya kreativitas untuk mencari informasi baru melalui teknologi
digital. Pebelajar yang memiliki kecakapan literasi tinggi dalam bidang teknologi
baru sebutlah sebagai digital technology, mereka dengan sangat menikmati dalam
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,
kita. Hampir setiap peralatan yang kita gunakan terkoneksi dengan internet.
Berkenaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cepat
dalam mengumpulkan, mengolah dan menggali data pribadi menajdi bagian
dalam seluruh hidup kita.
Di samping itu, teknologi (teknologi informasi) telah menunjukkan
dampak atau hasil yang sangat positif berdasarkan kajian penelitian. Teknik
pembelajaran yang inovatif (misalnya, teknik pertanyaan yang disertakan pada
teks, advance organizers, dan media) secara khusus menunjukkan kemajuan hasil
belajar rata-rata pada pebelajar sebesar satu poin dalam persentil. Sebagaimana
ditunjukkan oleh hasil-hasil penelitian di depan, keunggulan teknologi dapat
meningkatkan kinerja pebelajar, dalam hal ini pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa pebelajar lebih senang
belajar melalui komputer daripada televisi. Hal ini dapat dikatakan bahwa TV
menyajikan apa yang dimiliki sedangkan komputer mengajak kepada pebelajar
tentang apa yang ingin dilakukan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
pebelajar lebih menyukai peran partisipasi secara interaktif daripada peran
partisipasi pasif. Sejalan dengan hal tersebut, Knapp & Glenn (1996)
mengemukakan mengapa pebelajar lebih menyukai penggunaan teknologi
(komputer) dan lebih senang mengikuti pembelajaran yang menggunakan
komputer. Program perangkat lunak komputer yang efektif secara aktif
melibatkan pebelajar dan dapat mengendalikann secara bebas. Lagipula, dengan
menggabungkan teknologi komputer ke dalam pembelajaran juga dapat
meningkatkan sikap positif pebelajar terhadap sekolah, pelajaran, dan belajar
secara umum.
Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran di Era Digital
Pada abad ke 21 ini teknologi, dalam hal ini teknologi pembelajaran,
mengemban tugas pada posisi yang semakin luas dan terkait dengan konteks
belajar dan pengembangan. Kemajuan teknologi baru ini telah mengubah
bagaimana teknologi digunakan dengan baik untuk meningkatkan dan
mengembangkan potensi-potensi pebelajar, yang dalam definisi teknologi terbaru
facilitating
learning and improving performance,
meningkatkan unjuk kerja pebelajar. Kita sebagai guru atau dosen tentu memiliki
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,
informasi berbasis komputer saat ini menaawarkan cara-cara baru yang sangat
ampuh dan memberikan kepada pebelajar dengan pengalaman langsung di dalam
kurikulum sekolah. Melalui sumber-sumber belajar dan pembelajaran yang dapat
dijalankan secara elektronik, teknologi komputer dapat memperluas pengalaman
para pebelajar (generasi muda) lebih jauh di luar keterbatasan waktu, ruang dan
bahan. Sumber-sumber bahan belajar tertentu yang digunakan dalam proses
pembelajaran mencakup sebagai berikut, misalnya telekomunikasi komputer,
lingkungan simulasi, bahan-bahan cyber, produksi perangkat lunak dan
sebagainya.
Berkenaan dengan perubahan tersebut, perlu adanya perubahan peran guru
di dalam kelas. Peran guru tidak cukup hanya memberikan ceramah tentang
materi yang diajarkan, tetapi ia perlu mengubah perannya agar supaya mengajar
lebih efektif. Dalam menghadapi era digital, guru-guru yang hanya mengadalkan
metode atau strategi pembelajaran tradisional menjadi kurang siap ketika
dihadapkan pada hal-hal yang menuntut keahlian dalam penerapan teknologi
canggih. Oleh sebab itu, untuk menghadapi situasi yang demikian itu tentu saja
menuntut guru yang memiliki kecakapan dalam mendayagunakan teknologi baru
di samping menggunakan variasi metode atau strategi pembelajaran yang
digunakan. Dengan ungkapan lain, dalam memasuki revolusi digital kita
memerlukan guru-guru yang unggul. Guru-guru yang sukses dan unggul dengan
cerdas memanfaatkan teknologi digital yang sesuai atau cocok dengan strategi
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran mengingat tidaklah
cukup hanya mengandalkan strategi pembelajaran saja. Guru perlu memanfaatkan
secara bijaksana teknologi yang sesuai, yang disamping itu guru oleh Hassel &
Hassel ( dalam Finn & Fairchild, 2012) guru masih juga dituntut agar mampu: 1)
memotivasi siswa menghadapi tantangan masa depan, 2) membantu siswa
mengelola waktu dan tugas, 3) membangun kecakapan social dan emosional
siswa, 4) membimbing dan memberikan contoh kecakapan hidup, 5) menyajikan
situasi personal dan dikenal siswa, 6) membantu siswa menggali dan
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan 7) mengambil tanggung
jawab demi menjamin hasil belajar siswa.
Perubahan peran guru dalam belajar di era digital sangatlah penting dalam
kaitan untuk menyiapkan pebelajar memasuki era digital. Pengembangan
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,
PENUTUP
Perubahan telah merembes ke segala aspek kehidupan, termasuk dalam
bidang pendidikan. Belajar sebagai suatu proses perubahan (transformasi)
menuntut kesanggupan pebelajar mau mengubah diri sesuai dengan konteks. Dan
memasuki era perubahan itu, perlu penyediaan situasi belajar dan proses belajar
yang dapat memfasilitasi belajar pebelajar. Era digital sebagai factor yang tidak
bisa dihindarkan kehadiran sangat berpengaruh bagi proses belajar pebelajar.
Untuk itulah, perlu memberikan bekal keterampilaan literasi yang memadai baik
bagi guru maupun pebelajar khususnya untuk memasuki kehdiupan kelak yang
penuh tantangan.
DAFTAR PUSTAKA
Askew, S. & Carnell, E. 1998. Transforming Learning: Individual and Global
Change. London: Cassell
Christl, W. & Winter, R. (2013) Digital Literacy Education On Par With
Contemporary Digital Culture. Dalam J. Beseda & Z. Machat (Eds). New
Technologies and Media Literacy Education. 8th Conference Readers Disco
2013.
Drysdale, R. (2012) Learning in A Digital Age. JISC , UK.
Hassel, B.C. & Hassel, E.A. (2012). Teachers in the Age of Digital Instruction. Dalam by Chester
E. Finn, Jr. Daniela R. Fairchild.(Eds) Education Reform For The Digital Era. Washington,
DC: the Thomas B. Fordham Institute
Januszewski, A. & Molenda, M. (Eds.) (2008). Educational technology: A definition with
commentary. New York: Lawrence Erlbaum Associate.
Challenging hierarchies: The impact of e-learning.
Higher Education 48: 379 395, 2004.
Kirkwood, A. (2009). E- Technology, Pedagogy
and Education, 18(2), 107 121. doi:10.1080/14759390902992576.
Kirkwood, A. & Price, L. (2012). The influence upon design of differing conceptions of teaching
and learning with technology the influence upon design of differing conceptions of
teaching and learning with technology. Dalam Anders D. Olofsson & J. Ola Lindberg.
Informed Design of Educational Technologies in Higher Education: Enhanced Learning
and Teaching. Chocolate Avenue Hershey PA: IGI Global.
Knapp, L.R. & Glenn, A.D. (1996) Restructuring School with Technology.
Needham Heghts, Massachussets: Ally & Bacon.
Longworth, N. 2003.Lifelong Learning In Action: Transforming Education In The
21st Century. London: Kogan Page
Seels, B.B & Richey, R.C. (1994) Instructional Technology; The Definitions and
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM, 2015,