Anda di halaman 1dari 27

DIKTAT PETUNJUK PRAKTIKUM

PERAWATAN METODE KANGURU

OLEH:
Ns. Kadek Cahya Utami, S.Kep., M.Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

SEPTEMBER

2016

1 Universitas Udayana
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga Diktat Petunjuk Praktikum
Perawatan Metode Kanguru, dapat diselesaikan dengan baik.

Diktat ini saya buat dengan tujuan untuk memberikan penjelasan tentang manfaat
dan langkah-langkah perawatan metode kanguru. Hal ini sangat bermanfaat untuk
melengkapi pengetahuan mahasiswa agar tidak hanya bisa melakukan tindakan
PMK, namun juga mengetahui rasionalisasi dan evidence based yang
melatarbelakangi pentingnya PMK bagi bayi baru lahir, khususnya bayi prematur.

Meskipun upaya semaksimal sudah dilakukan dalam penyusunan diktat ini,


namun saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang
ditemukan. oleh karena itu, saya mohon adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun guna melengkapi karya tulis ini.

Denpasar, September 2016

Penulis

Universitas Udayana
3

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 4
1.2 TUJUAN............................................................................................................... 6
1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................... 6
1.2.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi PMK........................................................................................................ 7
2.2 Manfaat PMK ....................................................................................................... 8
2.3 Komponen PMK ................................................................................................... 10
2.4 Nyeri pada Bayi Prematur .................................................................................... 15
2.5
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................................. 23

BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN .................................................................................................... 25
4.2 SARAN ................................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Udayana
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Target Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs) pada tahun 2015 yaitu 102
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan 23 kematian bayi per 1.000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
yang menjadi indikator kualitas kesehatan masyarakat di suatu Negara,
ternyata masih tergolong tinggi di Indonesia. Data terakhir dari SDKI 2007
tercatat 228 ibu meninggal tiap 100.000 kelahiran hidup dan AKB dalam
laporan SDKI 2012 adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup.

Kasus prematuritas merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatus


0-6 hari yaitu sebesar 32,4% (Riskesdas 2007). Angka kematian akibat
prematuritas 5-7% terjadi di negara berkembang (WHO, 2009). Angka
kematian akibat prematuritas pada tahun 2007 di seluruh dunia yang
mencapai 12 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2010).

Prematuritas adalah suatu kondisi dimana bayi dilahirkan dalam umur


kehamilan yang belum cukup matur dengan berat badan yang sesuai dengan
usia kehamilannya (Hockenberry & Wilson, 2009). Menurut WHO (2009)
prematuritas adalah bayi yang dilahirkan saat umur kehamilan yang belum
mencapai 37 minggu atau 259 hari. Bayi prematur umumnya memiliki
sejumlah karakter khusus dan merupakan petunjuk berharga dalam
menentukan kemampuan fisiologis bayi. Akibat prematuritas adalah dapat
menimbulkan resiko terjadinya serebral palsy, defisit sensori, gangguan
belajar, dan penyakit pernafasan (WHO, 2009). Hal tersebut menyebabkan
bayi prematur harus dihospitalisasi agar tidak menyebabkan komplikasi lebih
lanjut.

Dampak hospitalisasi pada bayi prematur antara lain terganggunya proses


rasa percaya, penurunan sense of control dan nyeri (Hockenberrry & Wilson,
2009). Nyeri pada bayi baru lahir sering tidak teridentifikasi karena
Universitas Udayana
5

komunikasi pada bayi baru lahir sulit untuk dipahami. Profesional kesehatan
termasuk perawat, terus meremehkan dan mengatasi nyeri secara sporadik
pada bayi dan anak-anak (Boughton dkk, 1998; Broome dkk, 1996).

American academy of paediatric dan Canadian paediatric


merekomendasikan perawatan metode kangguru (PMK) sebagai salah satu
penanganan non farmakologi untuk meminimalkan efek nyeri dari prosedur
heel stick, venepuncture, injeksi, minor prosedur. PMK merupakan cara yang
efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu
kehangatan, air susu ibu, perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan
dan kasih sayang (WHO, 2003). PMK saat ini diyakini sebagai suatu terapi
yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur
(Ludington, 2013).

Telah banyak didokumentasikan bahwa hospitalisasi pada neonatus terdapat


400 prosedur yang menstimulus nyeri sejak dirawat di NICU (Cignacco et al
2005, Horrison et al 2006). Prosedur yang paling umum menyebabkan nyeri
adalah heel lanching, venepuncture dan endotracheal intubation (Anand
2001, Harrison et al, 2006).

Management of procedur related pain in neonatus (2005) yang ditulis oleh


Royal Australian College of Physicians dan American academy of pediatrics,
the Canadian pediatric society (2006) merekomendasikan untuk
meminimalisirkan nyeri pada neonatus selama prosedural yang menstimulus
nyeri. Mendefinisikan nyeri dalam persepsi orang lain merupakan hal yang
tidak tepat dan tidak akurat. Carbajal dkk (2008) menemukan bahwa bayi
yang lahir dengan usia gestasi 24 - 42 minggu, rata-rata telah dilakukan
prosedural nyeri sebanyak 98 kali pada 14 hari pertama kehidupan. Oleh
karena itu, perlu direkomendasikan peningkatan perawatan praktek neonatal
nursing, khususnya pengkajian nyeri dan menggunakan metode non
farmakologik selama prosedur nyeri dalam clinical neonatal setting untuk
meminimalisir nyeri.

Universitas Udayana
6

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui efektivitas
pemanfaatan metode kangguru terhadap respon nyeri pada bayi
prematur.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari pematuritas, PMK, nyeri
b. Mengetahui manfaat dari PMK
c. Mengetahui komponen dari PMK
d. Mengetahui fisiologis nyeri pada bayi prematur
e. Mengetahui tata laksana nyeri pada bayi prematur
f. Mengetahui efektivitas PMK untuk menurunkan respon nyeri pada
bayi prematur

Universitas Udayana
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Prematuritas
Kelahiran prematur menurut WHO adalah kelahiran bayi dengan usia
gestasi kurang dari 37 minggu lengkap (259 hari) sejak hari pertama
haid terakhir. Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau
kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur (Hockenberry,
2009). Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan sebelum akhir usia
gestasi 37 minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahirnya. Bayi
prematur merupakan kasus terbanyak dari semua pasien yang masuk
ke ruang NICU yang membutuhkan perawatan khusus, karena beresiko
mengalami masalah kesehatan pada masa awal kehidupannya. Masalah
yang sering muncul berhubungan dengan immaturitas organnya,antara
lain : masalah ketidakstabilan suhu tubuh (hipotermi), ketidakstabilan
berat badan (kesulitan penambahan berat badann), sindroma aspirasi,
hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dan lain- lain (Bobak, Lowdermilk,
& Jenses, 2005).

2.1.2 PMK
Metode Kangguru pertama kali diperkenalkan oleh Rey dan Martinez
di Bogota sebagai salah satu alternatif bagi perawatan BBLR yang
telah melewati masa krisis, tapi masih membutuhkan perawatan khusus
untuk pertumbuhannya.
Perawatan metode kanguru adalah suatu metode perawatan BBLR
yang diilhami oleh cara seekor kanguru merawat anaknya yang selalu
lahir prematur. Bayi dalam posisi tegak (upright) atau prone (bila ibu
berbaring), hanya memakai popok dan penutup kepala didekap, di

Universitas Udayana
8

antara payudara ibu, bersentuhan kulit dengan kulit, dada dengan dada
secara berkesinambungan (Ludington dkk dalam Suradi dkk, 2000).
Perawatan metode kangguru adalah kontak kulit di antara ibu dan bayi
secara dini, terus menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI
eksklusif.
2.1.3 Nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
atau potensial (International Association for the Studyof Pain, 2011).
Nyeri adalah apa pun yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya,
ada pada saat orang tersebut mengatakan bahwa itu terjadi (McCaffery
dan Pasero, 1999).

Nyeri bersifat subjektif dan individual. Individu yang memiliki


kemampuan secara verbal akan dengan mudah mengutarakan rasa
sakitnya setelah merasakan nyeri. Akan tetapi, bukan berarti individu
yang tidak mampu mengkomunikasikan rasa nyeri meniadakan
kemungkinan bahwa individu tersebut mengalami sakit dan
membutuhkan penatalaksanaan yang tepat. Pada neonates respon
fisiologik, perilaku, dan hormonal merupakan indikator objektif
mengenai lokasi, intesitas, durasi tentang nyeri (Verklan, M T dan
Walden M, 2010).

2.2 Manfaat PMK


2.2.1 Manfaat Bagi Bayi
a. Stabilisasi suhu tubuh bayi
Panas tubuh ibu akan berpindah secara konduksi melalui kontak
kulit dari dada ibu ke kulit tubuh bayi, sehingga bayi akan tetap
dalam kondisi hangat. Selimut atau penutup tubuh ibu dan bayi
juga diharapkan dapat mempertahankan suhu tubuh bayi dari suhu
lingkungan sekitarnya (Dodd, 2003).
Penelitian yang telah meneliti tentang pengaruh PMK terhadap
suhu tubuh bayi menyatakan bahwa selama rata-rata 25 hari pada

Universitas Udayana
9

114 responden, menyatakan bahwa suhu tubuh bayi yang dilakukan


PMK mengalami peningkatan yang bermakna (p<0.001, α=0.05).
PMK dilakukan rata-rata 6 jam sehari pada setiap responden (Ali,
et al.,2009).

b. Stabilisasi laju denyut jantung


Penelitian yang menggunakan alat monitor kontinyu, menemukan
bahwa selama perawatan metode kangguru, laju frekuensi denyut
jantung bayi relatif stabil dan konstan (Ludington-Hoe, et al.,
dalam Perinansia, 2003). Hasil penelitian lain yang menggunakan
pneumokardiogram menemukan frekuensi denyut jantung dan pola
respirasi selama dilakukan PMK lebih stabil dibandingkan
perawatan dalam boks atau perawatan konvensional (Perinansia,
2003).
c. Stabilisasi pernapasan dan saturasi oksigen
Berdasarkan hasil penelitian PMK dapat menjaga kestabilan
saturasi oksigen. Hal ini dapat disebabkan karena posisi bayi yang
tegak, sehingga dipengaruhi gravitasi bumi dan ekspansi paru-paru
lebih maksimal, dengan demikian proses ventilasi dan perfusi lebih
adekuat (Ali, et al., 2009).
d. Pengaruh terhadap berat badan dan pertumbuhan
Pertumbuhan secara keseluruhan bukan hanya berat badan, dapat
meningkat selama perawatan dengan metode kangguru. Hal ini
terjadi, karena bayi dalam keadaan rileks, beristirahat dengan
posisi yang menyenangkan mirip dengan posisi dalam rahim,
sehingga kegelisahan bayi berkurang dan tidur lebih lama
(Ludington-Hoe, dan Golant SK, 1993). Pada keadaan demikian
konsumsi oksigen dan kalori yang ada digunakan untuk
meningkatkan berat badan dan pada saat PMK frekuensi menyusu
meningkat (Ludington-Hoe, dan Golant SK, 1993).
e. Pengaruh terhadap tingkah laku bayi

Universitas Udayana
10

Pada bayi yang dirawat dengan metode kangguru, respon bayi


prematur yang belum mampu menyeleksi atau mengurangi
pengaruh lingkungan terhadap dirinya seperti ketika mengetuk
inkubator maka frekuensi jantung meningkat, pernafasan menjadi
lebih cepat, warna kulit berubah dari merah menjadi kebiruan,
maka respon ini tidak terjadi apabila kita mengetuk punggung bayi
perlahan pada saat dilakukan PMK (Ludington-Hoe, dan Golant
SK, 1993).
f. Pengaruh terhadap kejadian infeksi
Tidak satu pun laporan tentang penggunaan metode kangguru yang
menyatakan adanya peningkatan kejadian sepsis (Whitelaw A,
1990). Sloan dkk (1994) melaporkan bahwa pada perawatan
dengan inkubator lebih sering terjadi infeksi berat dibandingkan
perawatan dengan metode kangguru. Hal ini tampaknya
disebabkan flora normal kulit ibu lebih aman bagi bayi prematur
yang mendapat ASI dibandingkan organisme yang resisten
terhadap antibiotik yang terdapat di rumah sakit (Alisjahbana dkk,
1998).

2.2.2 Manfaat Bagi Ibu


Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa PMK:
a. Peningkatan Produksi Air Susu Ibu (ASI)
Peningkatan produksi ASI dapat terjadi dengan menguatnya ikatan
emosi ibu-bayi, sehingga terjadi letdown refleks yang penting bagi
pengeluaran ASI. Stress ibu akan berkurang bila diberi kesempatan
mendekap bayinya yang berpengaruh terhadap produksi ASI (Hurst
dkk, 1997).
b. Peningkatan hubungan emosi ibu dan bayi
Ikatan emosional yang disebut attachment atau bounding
merupakan proses hubungan bayi dengan orang tuanya, yang
dimulai sejak kehamilan. Bayi dengan kontak yang dini dengan
ibunya lebih sedikit menangis dan lebih sering tersenyum (Suradi,
2000).
Universitas Udayana
11

2.2.3 Manfaat Bagi Ayah


a. Ayah memainkan peranan yang lebih besar dalam perawatan
bayinya
b. Meningkatkan hubungan emosional antara ayah-bayi

2.3 Komponen PMK


2.3.1 Posisi kanguru (kangaroo position), yaitu kontak kulit ke kulit antara
ibu dan bayi yang diberikan selang seling atau terus menerus dan dapat
dimulai segera atau ditunda. Dengan tujuan untuk beradaptasi dengan
lingkungan di luar uterus, diletakkan di dada ibu dan dapat menyusu.

2.3.1.1 Posisi Bayi Saat PMK


a. Posisikan bayi diantara kedua payudara ibu, dada bayi
bertemu dengan dada ibu.

Gambar 1 Posisi awal bayi saat dilakukan PMK

Kepala dihadapkan pada salah satu sisi dengan posisi


sedikit ekstensi. Posisi ekstensi ini diharapkan dapat
mempertahankan jalan nafas atas tetap terbuka dan
mempertahankan kontak mata dengan ibu. Hindari kepala
terlalu hiperekstensi atau fleksi. Pinggul diposisikan fleksi
(frog position) dan lengan juga diposisikan fleksi. Gunakan
gaun panjang dengan ikat pinggang atau selimut yang
berfungsi seperti kantong kanguru untuk memfiksasi posisi
bayi agar tetap aman terutama saat ibu berdiri. Pastikan
fiksasi yang digunakan menutupi dada bayi dengan batas

Universitas Udayana
12

bawah fiksasi setinggi epigastrium ibu, serta tidak


menghambat pergerakan abdomen bayi. Hal ini bertujuan
agar bayi memiliki ruang yang cukup untuk melakukan
pernapasan abdominal.

Gambar 2 Posisi bayi saat dilakukan PMK


Berikan petunjuk cara memasukkan dan mengeluarkan bayi
dari kantong. Bila ibu sudah terbiasa, hal ini akan
mengurangi ketakutan untuk melakukannya.
- Pegang bayi dengan 1 tangan di bawah leher sampai
bagian belakang bayi.
- Fiksasi dengan lembut rahang bagian bawah untuk
mencegah tertutupnya jalan nafas saat bayi diposisikan
tengkurap.
- Letakkan tangan lainnya pada bokong bayi

Gambar 3 Mengeluarkan bayi dari baju kangguru

b. Posisi Menyusui
Posisi PMK sangat ideal untuk menyusui bayi. Segera
setelah bayi menunjukkan tanda kesiapan untuk menyusu,
bantu ibu untuk posisi yang nyaman. Untuk memulai,

Universitas Udayana
13

pastikan waktu yang tepat untuk menyusu apakah ketika


bayi sedang terjaga atau baru terbangun dari tidur. Langkah
pertama keluarkan bayi dari kantung kangguru, kemudian
posisikan pada posisi menyusu yang nyaman dan perlekatan
yang adekuat. Berikan kesempatan bayi untuk mulai belajar
menghisap selama dia menginginkannya. Jangan
menghentikan fase ini selama bayi masih berusaha
mencoba. Bayi baru lahir membutuhkan ASI secara teratur
setiap 2-3 jam sehingga bila bayi tertidur, ibu bisa mencoba
untuk membangunkannya. Pada awal menyusui ibu bisa
mengoleskan sedikit ASI pada areola, hal ini akan
melembutkan area putting dan akan memudahkan bayi
untuk menempel. Berikan penjelasan kepada ibu tentang
tanda-tanda perlekatan yang baik, yaitu :
- Dagu bayi menempel pada payudara
- Mulut bayi terbuka lebar
- Bibir bawah is turned out
- Sebagian besar areola berada di atas bibir bayi
dibandingkan di bawah

Gambar 4 Posisi Menyusui saat PMK

c. Posisi Istirahat
Setelah memposisikan, jelaskan juga kepada ibu bahwa ibu
boleh beristirahat atau tidur bersama bayinya dengan posisi
semi-recumbent (15°), bila tersedia bisa menggunakan

Universitas Udayana
14

tempat tidur otomatis untuk mengatur ketinggian yang


diharapkan, namun bila tidak tersedia bisa menggunakan
tumpukan beberapa buah bantal. Posisi ini menurunkan
risiko terjadinya apnoe pada bayi. Bila ibu merasa posisi
tersebut kurang nyaman, ibu dapat memilih posisi apapun,
karena manfaat PMK ini jauh lebih besar dari sekedar
mengurangi risiko apnoe. Pastikan posisi ibu tidak menutup
jalan nafas bayi

Gambar 5 Posisi istirahat dan tidur ibu selama PMK

2.3.2 Nutrisi (kangaroo nutrition), yaitu pemberian ASI eksklusif dan


mendapat suplemen hanya dengan formula pengganti untuk bayi
prematur jika penambahan berat badan tidak tercapai.
2.3.3 Dukungan kanguru (kangaroo support), yaitu pada waktu antenatal
ibu perlu diberikan informasi mengenai PMK ini, sehingga ibu lebih
siap untuk metoda ini apabila bayi lahir dengan berat badan
rendah/prematur. Dukungan dalam bentuk dukungan emosi, fisik dan
pendidikan.
2.3.4 Kepulangan dan pemantauan (kangaroo discharge), yaitu ibu tetap
melakukan kontak kulit ke kulit terus menerus, dilakukan di rumah
sehingga bayi dalam keadaan dan berkembang dengan baik. Bayi
PMK biasanya dapat dipulangkan bila telah memenuhi kriteria di
bawah ini :

Universitas Udayana
15

- Kesehatan bayi secara keseluruhan dalam kondisi baik dan tidak


apnea atau infeksi
- Bayi minum dengan baik
- Berat bayi selalu bertambah (sekurang-kurangnya 15 gr/kg/hari)
untuk sekurang-kurangnya tiga hari berturut-turut
- Ibu mampu merawat bayi dan datang secara teratur untuk
melakukan follow-up
Selama di rumah, bayi dipantau setiap hari sampai berat badan
bertambah paling sedikit 20gr/hari.

2.4 Nyeri pada bayi prematur


2.4.1 Fisiologis nyeri pada bayi prematur
Syaraf dan sistem endokrin berkolaborasi dalam mempersepsikan nyeri
dan mentransmisikan input sensori tersebut. Sistem neurologi
mengatur respon fisiologi dan psikologi melalui sejumlah reseptor
nyeri yang berlokasi disetiap jaringan. 5 kategori reseptor adalah :
mekanoreseptor, termoreseptor, kemoreseptor, elektromagnetik
reseptor, nociceptor (Jorgensen KM, 1999).

Mekanoreseptor berespon terhadap stimulus mekanik seperti sentuhan,


getaran, tekanan. Bayi prematur dengan pertumbuhan yang lambat,
bayi dengan kelainan memiliki penurunan lemak subkutan yang
merupakan bantalan bony prominen dan memudahkan kontak dengan
alas inkubator. Tekanan tersebut menstimulus mekanoreseptor.

Thermoreseptor sensitif terhadap temperatur. Pengalaman nyeri dan


kerusakan termal berhubungan ketika kontak dengan permukaan yang
panas atau dingin. Hal ini disebabkan karena penurunan lemak pada
daerah subkutan. Contoh ketika kulit bayi langsung kontak dengan
kaset x-ray, stetoskop, cairan dingin antiseptik.

Kemoreseptor distimulasi oleh rasa, bau, dan bahan kimia lainnya


(elektrolit dan tekanan oksigen yang tinggi. Elektromagnetik reseptor
distimulus oleh cahaya pada retina. Bayi prematur memiliki
Universitas Udayana
16

kemampuan yang kurang dalam melindungi dirinya terhadap stimulus


elektromagnetik karena iris belum berkontriksi sampai gestasi 32
minggu.

Yang terakhir adalah nosiseptor merupakan reseptor nyeri yang


merupakan akhir dari syaraf yang bebas dan mentransmisikan jaringan
yang rusak akibat fisik atau kimia. Sistem saraf perifer dan sentral
keduanya berfungsi secara aktif dalam mentransmisi dan mengenali
stimulus terhadap nyeri. Mekanisme timbulnya nyeri ini merupakan
reaksi konkuren dari implus yang dimulai dari sistem saraf perifer,
spinal cord, ke level yang lebih tinggi yaitu supraspinal meliputi
thalamus dan korteks serebri (Melzack, 1996 dalam Verklan MT dan
Walden M, 2010).

Anand dan Hickey (1987) dalam penelitiannya tentang neonatal pain


membuktikan bahwa bayi prematur memiliki neurotransmiter yang
mentransmisikan nyeri dan mengembangkan mekanisme untuk
menghambat nyeri.

System endokrin mensekresikan hormon dalam merespon aktivitas


kimia dan berespon langsung terhadap kontrol sistem saraf sentral.
Hormon-hormon tersebut bersifat neuroregulating yang meningkatkan
dan membloking implus melalui hubungan sinaps. Neurotransmiter
berfungsi untuk meningkatkan transmisi implus melalui celah sinaps.
Neurohormon tersebut adalah epinefrin, norepineprin, dopamine,
asetilkolin (Shapiro C, 1989). Yang termasuk ke dalam neuro
modulator adalah endhorpin atau morpin seperti opiate yang memblok
transmisi implus nyeri. Hormon ini mengikat reseptor opiate pada otak
dan spinal cord, membloking dilepaskannya neurotransmitter (Anand
KJS, 1993).

2.4.2 Respon nyeri pada bayi preterm

Universitas Udayana
17

System saraf perifer telah sepenuhnya matur dan berfungsi pada


gestasi 20 minggu. Serebral korteks telah sepenuhnya lengkap dengan
komplemen neuron jug pada gestasi 20 minggu dan berfungsi pada
kehamilan 22 minggu (Verklan MT dan Walden M, 2010). Struktur
perifer dan spinal yang mentransmisikan informasi nyeri telah ada dan
berfungsi pada trimester pertama dan kedua. Aksis pituitary adrenal
juga berkembang baik pada saat itu dan reaksi fight or flight dapat
diobservasi dalam merespon pengeluaran katekolamin sebagai respon
terhadap stres (Franck, 1998 dalam Wong, Perry & Hockenberry,
2002). Respon nyeri dapat menurunkan volume tidal, meningkatkan
kebutuhan sistem kardiovaskuler dan meningkatkan metabolism dan
ketidakseimbangan neuroendokrin (Frank & Gregory, 1993).

Prosedural nyeri mengakibatkan perubahan fisiologik pada tubuh


neonatus dimana respon inflamatori kerusakan jaringan dimulai,
respon stress melepaskan perubahan hormonal dan metabolik yang
mempengaruhi kestabilan homeostasis (Bennet, 2001). Prosedural
nyeri yang paling banyak dilakukan pada bayi di ruang NICU meliputi
suctioning pada nasal dan endotrakheal, heel stick, venous dan arterial
puncture (Carbajal et al, 2008).
Wong, Perry dan Hockenberry (2002) menjelaskan nyeri pada bayi
dikaji berdasarkan respon perilaku, respon fisiologis (autonomi) dan
respon metabolik sebagai berikut :
a. Respon perilaku
Bayi berespon terhadap adanya nyeri adalah bersuara atau
menangis. Menangis akibat nyeri memiliki ciri khusus yaitu
melengking dan terus meninggi dan sulit untuk dihibur. Ekspresi
wajah yang tampak yaitu alis ke bawah mengkerut, dahi menonjol
diantara alis, alur vertikal, mata tertutup rapat, pipi menonjol,
hidung melebar menonjol, mulut terbuka persegi ketika menangis
(Jhonston CC, 1990).
b. Respon fisiologis

Universitas Udayana
18

Respon nyeri dapat merubah parameter fisiologik seperti heart rate,


perubahan frekuensi dan pola nafas, tekanan darah, dan
peningkatan kebutuhan oksigen (Jhonston CC, 1990). Respon
fisiologis dari nyeri pada neonates merupakan ancaman kehidupan
karena berkaitan dengan perubahan fisiologis dari kondisi normal
(Wong, Perry & Hockenberry, 2002). Penelitian yang dilakukan
oleh Stevens et al (2009) membuktikan bahwa perubahan frekuensi
denyut jantung dan saturasi oksigen merupakan indikator utama
dalam respon fisiologis terhadap nyeri pada bayi matur dan
prematur.
c. Respon metabolik
Peningkatan level sirkulasi dari hormon stress seperti kortisol dan
katekolamin, merupakan marker reseptor dari respon nyeri, yang
ditemukan pada darah dan saliva. Hal ini mengindikasikan respon
endokrin terhadap nosiseptor (Fitzgerald M, 1993; Anand KJS,
1993). Bayi akan mengeluarkan epinefrin, norepineprin, glucagon,
kortikosteron, kortissol, 11-deoxycortisosteron, laktat, piruvat dan
slukosa dalam merespon adanya nyeri (Wong, Perry &
Hockenberry, 2002).

2.4.3 Pengkajian nyeri pada bayi prematur


Pengkajian nyeri pada bayi umumnya menggunakan data berdasarkan
perubahan fisiologis dan observasi perilaku (Hockenberry & Wilson,
2009). Instrument yang paling banyak digunakan pada bayi premature
adalah Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) untuk usia kehamilan rata-
rata 33,5 minggu (Lawrance J, Alcock D, McGrath P et al, 1993),
CRIES untuk usia kehamilan 32-60 minggu (Bildner J, Krechel SW,
1996), Prematur Infan Pain Profile (PIPP) untuk usia kehamilan 28-40
minggu (Stevens B, Jhonston C, Petryshen P, et al, 1996).
Verklan MT dan Walden M, 2010 menjelaskan instrument yang
digunakan untuk pengkajian nyeri pada bayi :
a. CRIES

Universitas Udayana
19

- Akronim untuk 5 parameter perilaku dan fisiologik : C = crying;


R = requires oxygen untuk mempertahankan saturasi lebih dari
95%; I = Increased vital sign; E = expression; dan S =
sleeplessness.
- Digunakan pada bayi dengan usia gestasi 32 minggu atau lebih.
- Total skor system 0-10, intepretasinya sama seperti APGAR
skor.
- Bisa digunakan untuk mengkaji nyeri post operasi, namun
beberapa penelitian telah menggunakan instrument ini untuk
procedural nyeri (Ahn, 2006; Belda et al., 2004)
- Total skor di atas 4 atau lebih mengindikasikan nyeri dan
membutuhkan intervensi untuk nyeri
b. Premature Infant Pain Profile (PIPP)
- Terdiri dari 7 item, 4 poin skala digunakan untuk mengkaji nyeri
pada bayi prematur sampai cukup bulan.
- Bisa dipakai untuk mengkaji nyeri pada procedural nyeri dan
nyeri post operasi.
- Multidimensional meliputi heart rate, saturasi oksigen, brow
bulge, eye squezze, nasolabial furrow.
- Itemnya meliputi usia gestasi dan respon perilaku.
- Total skor 7 – 12 mengindikasikan nyeri ringan (mild pain) dan
memerlukan intervensi non-farmakologi. Total skor lebih dari
12 mengindikasikan nyeri sedang sampai berat (moderat to
severe pain) dan memerlukan intervensi farmakologis.
c. Neonatal Infant Pain Scale
- Terdiri dari 6 item skala pengukuran. 5 item perilaku (ekspresi
wajah, menangis, lengan, kaki, dan state of arousal) dan satu
indikator nyeri (pola nafas)
-
d. Neonatal Pain Agitation and Sedatiion Scale
2.5 Tatalaksana nyeri pada bayi prematur

Universitas Udayana
20

Intervensi non farmakologik dan farmakologik dapat digunakan untuk


meminimalisir nyeri pada bayi (Jorgensen, KM, 1999). Menurut Wong, Perry
dan Hockenberry (2002) penatalaksanaan nyeri pada bayi bertujuan untuk
meminimalisir intensitas, durasi dan dampak fisiologis dan nyeri serta
memaksimalkan kemampuan koping bayi serta pulih dari nyeri.

2.5.1 Farmakologik
2.5.1.1 Non opioid analgesik
Asetaminofen adalah analgetik nonopioid analgesik yang bisa
diberikan secara oral atau rektal. Pengobatan ini diberikan 1
jam sebelum prosedur untuk efek yang terbaik. Monitoring
meliputi pengkajian nyeri untuk menentukan keefektivitasan
pengobatan dan monitoring suhu serta fungsi hati (Jorgensen,
KM, 1999).
2.5.1.2 Narkotik
Morpin sulfat memberikan efek analgetik dan sedatif dengan
menstimulus reseptor opioid otak. Obat ini bisa diberikan
secara intramuskular, subkutan, dan intravena secara bolus
lambat atau infuse continous. Fentanil sitrat juga bisa diberikan
dan lebih paten dari morpin memberikan efek analgesik,
sedasi, dan anastesi. Contoh lain dari golongan narkotik ini
adalah methadone dan morpin (Jorgensen, KM, 1999).
2.5.1.3 Sedativ
Pentobarbital dan midozolam hydroclorid merupakan contoh
dari sedativ yang biasa digunakan sebagai medikasi untuk
nyeri. Status respiratori, tekanan darah, dan fungsi hepar harus
dimonitor selama penggunaan sedativ ini (Anand KJS et al,
1993; Young TE et al, 1998).
2.5.1.4 Anastesi topikal

Universitas Udayana
21

Eutectic mixture of local anaesthetics (EMLA) cream dengan


dosis pada bayi prematur < 1500 gram 0,5 cm2 atau 0,20 gr,
premature > 1500 gram 1 cm2 atau 0,30 gram dan bayi cukup
bulan 2 cm2 atau 0,50 gram.

2.5.2 Non farmakologik


Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis banyak diterapkan
dengan pendekatan developmental care (Als H, 1995).

2.5.2.1 Intervensi lingkungan


Intervensi lingkungan bertujuan untuk menurunkan stress
pada bayi saat dilakukan perawatan, dimana bayi selalu
terpapar oleh berbagai stimulus misal cahaya yang berlebihan,
suara gaduh, frequent handling serta prosedur menyakitkan
yang berulang (Buonocore & Bellieni, 2008).
2.5.2.2 Pembedongan
Pembedongan adalah restrain bayi menggunakan kain untuk
membatasi pergerakannya (Buonocore & Bellieni, 2008). Corff
et al dalam Buonocore dan Bellieni (2008) menjelaskan bahwa
bayi yang dibedong (posisi miring atau terlentang dengan
lengan dan kaki fleksi) memperlihatkan secara signifikan
penurunan denyut jantung pada 6-10 menit setelah
penusukkan, tangisan lebih pendek, waktu terbangun lebih
singkat serta perubahan status tidur yang lebih sedikit setelah
penusukan.
2.5.2.3 Non Nutritive sucking (NNS)
Pada bayi prematur seperti yang dilaporkan oleh Stevens et al
dalam Buonocore & Bellieni (2008), NNs efektif untuk
menurunkan nyeri selama prosedur penusukan tumit, begitu
juga Corbo, Mansi dan Stagni (2000) yang meneliti tentang
pengaruh NNS selama prosedur penusukan tumit pada bayi
dalam rentang usia 26-39 minggu dengan hasil terjadi
Universitas Udayana
22

penurunan waktu menangis, peningkatan denyut jantung,


selama prosedur tetapi tidak berpengaruh terhadap frekuensi
pernapasan. Penelitian lain yang juga membuktikan bahwa
sukrosa bisa menurunkan nyeri yang memiliki efek stimulasi
analgesik (Anand 2001, Mitchell dan Waltman, 2003, Harrison
et al 2006, Leef 2006).

2.5.2.4 Skin to skin contact (kangaroo care)


Gray et al (2000) mengemukakan bahwa kontak kulit antara
ibu dengan bayi selama 10-15 menit terbukti dapat
menurunkan intensitas mennagis, menyeringai, dan denyut
jantung selama prosedur penusukan tumit pada bayi cukup
bulan. Kristen et al (2001) menjelaskan skin to skin contact
adalah suatu ikatan yang unik diantara ibu dan bayinya
terutama pada bayi prematur. Jhonston et al (2003) melakukan
penelitian pada 74 bayi prematur dengan usia gestasi > 32
minggu dan menggunakan PIPP sebagai alat untuk mengkaji
apakah kangaroo care memiliki dampak yang positif terhadap
penurunan nyeri selama prosedural nyeri. Penelitian tersebut
membuktikan bahwa ada pengurangan yang signifikan
terhadap respon nyeri yaitu facial expression.
2.5.2.5 Musik
Musik didefinisikan sebagai stimulus pendengaran yang
memiliki elemen-elemen yang terorganisir yaitu melodi, ritme,
harmoni, timbre, bentuk dan gaya. Sebaliknya, suara
lingkungan yang muncul tanpa kontrol baik dalam volume
maupun asal suara dinyatakan sebagai noise (Kemper &
Danhauer, 2005).
2.5.2.6 Breast milk

Universitas Udayana
23

Shah et al (2006) mengevaluasi keefektivitasan breastfeeding


dan ekspresi yang terlihat selama breastmilk dalam
meminimalisir dampak dari prosedural nyeri pada neonates.
Dilakukan 11 randomise dan quasi eksperiment trial pada bayi
full term dan prematur selama pelaksanaan venepuncture dan
heel lanching. Neonates yang melakukan breastfeeding selama
prosedur nyeri menunjukkan reduksi tingkah laku dan respon
fisiologis nyeri selama prosedural (Shah et al 2006).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Efektifitas PMK dalam penurunan respon nyeri pada bayi prematur
Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa PMK sebagai tata laksana
nyeri nonfarmakalogi khususnya pada bayi prematur. Tujuan dari manajemen
nyeri nonfarmakologi ini adalah untuk menerapkan penggunaan metode
kangguru selama prosedural nyeri sehingga efek nyeri dan distress bisa
diminimalisir.

Ludington-Hoe, Golent (1993) melakukan penelitian di Columbia


membuktikan bahwa bayi dengan metode kangguru tidak semuanya menangis
saat diambil darahnya. Anderson dkk (1998) meneliti kadar kortisol pada bayi
yang dipisahkan dari ibunya dibandingkan dengan yang dirawat sendiri oleh
ibunya. Secara teoritis kadar kortisol akan meningkat bermakna pada bayi
yang dirawat terpisah dari ibu. Kontak dengan ibu menyebabkan efek yang
menenangkan sehingga menurunkan stress ditandai dengan kadar kortisol
yang rendah (Charpak et al, 2005).

Studi yang dilakukan oleh Moncey (1997) yang hasilnya sama seperti
penelitian Modi dan Glover (1998) menjelaskan bahwa respon nyeri bisa
berkurang karena Kangaroo Care (KC) mampu mendeaktivasi HPA
(Hipothalamo pituitary-Adrenal) dan merubah respon nyeri terhadap stimulus.

Universitas Udayana
24

KC juga merupakan bentuk sentuhan yang mendukung kemampuan bayi


dalam berespon terhadap stimulus nyeri yang moderat karena KC
meningkatkan sekresi opioid peptide (Weller A, Rozin Aa, Goldstein A, et al
2002; Weller A, dan Felldman R, 2003).

Kangaroo care sebagai salah satu metode nonfarmakologi pada bayi dalam
mengurangi nyeri selama prosedur minor seperti heel lancing telah dibuktikan
juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Gray dkk (2000) bahwa KC benar
dapat mengurangi nyeri pada bayi cukup bulan. Melakukan selama 15 menit
kemudian dilanjutkan prosedur heel prick dan selama fase recovey telah
terbukti mampu menurunkan respon nyeri pda bayi premature (Castrol et al,
2008). Penelitian lain juga membuktikan bahwa KC mampu menurunkan
respon nyeri fisiologis dan perilaku yang ditandai dengan waktu pemulihan
yang lebih singkat pada uji tusuk tumit (Jhonson et al, 2008).

Efektivitas PMK terhadap respon nyeri dibuktikkan oleh Meriati (2010) dalam
penelitiannya yang berjudul efektivitas metode kangguru mengurangi rasa
nyeri pada penyuntikan intramuskular (IM) pada bayi baru lahir RS St.
Elizabet Medan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap rasa nyeri antara kelompok intervensi yang dilakukan
metode kangguru dan kelompok kontrol yang tidak dilakukan metode
kangguru. Dakam pembahasannya sesuai penelitian yangn dilakukan oleh
Henderson (2006) salah satu tujuan dari pelaksanaan metode kangguru yaitu
memberikan rasa nyaman dan kedamaian bagi ibu dan bayinya sehingga dapat
mengurangi nyeri. Penurunan nyeri dimulai dari syaraf yang berdiameter besar
berusaha menghantar transmisi impuls nyeri dari signal otak turun melalui
spinal cord sehingga menurunkan prostaglandin yang bersifat subjektif.

Universitas Udayana
25

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Perawatan Metode Kanguru merupakan salah satu metode non traumatik
untuk menstabilkan kondisi bayi, khususnya pada bayi prematur. Selain
memberikan manfaat pada bayi, PMK juga memberikan manfaat kepada ibu
seperti meningkatkan bounding attachment dan meningkatkan produksi ASI.
Salah satu penelitian terbaru menyatakan bahwa metode kanguru dapat
menurunkan intensitas nyeri pada bayi prematur yang dilakukan tindakan
invasif. Penurunan nyeri dimulai dari saraf yang berdiameter besar berusaha
menghantar transmisi impuls nyeri dari signal otak turun melalui spinal cord
sehingga menurunkan prostaglandin yang bersifat subjektif

4.2 Saran
Perawatan Metode Kanguru diharapkan dapat diaplikasikan secara luas di
Ruang Perawatan Risiko Tinggi, khususnya di NICU atau Perinatologi untuk
mengurangi stres yang dialami bayi dan menstabilkan fungsi kardiovaskuler
bayi premature.

Universitas Udayana
26

DAFTAR REFERENSI

Alligood, Martha R. (2010). Nursing theory utilization & application. St.Louis


Missouri: Elsevier Mosby.

Alligood, Martha R. (2014). Nursing theorists and their work, (8th ed.). St.Louis
Missouri: Elsevier Mosby.

Banasuru, Aripin. (2013). Falsafah dan falsafah ilmu, dari hakikat ke tanggung
jawab. Bandung : Alfabeta.

Houghton, Catherine, et al. (2012). Linking aims, paradigm and method in


nursing research. Nurse Researcher, 20 (2). Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/1325690495?accountid=17242

Margareta & Fagerberg. (2010). Developing concepts in caring science based on a


lifeworld perspective. International Journal of Qualitative Methods 4.
Retrieved from http://www.ualberta.ca/backissues/asp.pdf

Peterson, Sandra J. & Bredow, Timothy S. (2004). Middle range theories;


Application to nursing research. Philadephia : Lippincott William & Wilkins.

Potter & Perry, (2009). Fundamentals of nursing, (7th ed.). Missouri : Mosby
Elsevier, Inc.

Reed, Pamela G. et al. (2004). Perspective on nursing theory. Philadelphia :


Lippincott Williams & Wilkins.

Shaw, Maureen C. (1993). The discipline of nursing : Historical roots, current


perspective, future directions. Journal of Advance Nursing, 18, 1651-1656.

Universitas Udayana
27

VandenBos, G. R (Ed.). (2007). APA dictionary of psychology. Washington, DC:


American Psychological Association.

Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai